41
MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH Menimbang : Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional; b. bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh suatu hak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara; c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku lagi, oleh karena itu pengutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor 291 tidak dapat dilaksanakan; d. bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undangundang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan sistem perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri dan untuk menampung penyelenggaraan kegiatan usaha yang terus berkembang di bidang perolehan hak atas tanah dan bangunan, perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Mengingat : Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945; 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama tahun 1999;

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHANUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHMenimbang : Menimbang :a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkanpembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkandengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itumenempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraanyang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunannasional;

b. bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan YangMaha Esa maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosialekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh suatuhak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang memperoleh hak atas tanahdan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara;

c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidakberlaku lagi, oleh karena itu pengutan Bea Balik Nama atas pemindahan hartatetap berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor291 tidak dapat dilaksanakan;

d. bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah danatau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perludikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, danhuruf d perlu dibentuk Undangundang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan;

bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, sertamenciptakan sistem perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikanpengawasan dan pengamanan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapatdilaksanakan secara mandiri dan untuk menampung penyelenggaraan kegiatan usahayang terus berkembang di bidang perolehan hak atas tanah dan bangunan, perludilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Mengingat : Mengingat :Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah denganPerubahan Pertama tahun 1999;

Page 2: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan hak atas Tanah

dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1997 Penangguhan Mulai berlakunyaUndang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1998 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3739);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHDAN BANGUNAN.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANGNOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBAB I

KETENTUAN UMUMPasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688) yangdiberlakukan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1997 tentangPenangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Menjadi Undang-undang (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 37, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3739) diubah sebagai berikut.:Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagaiberikut:

Pasal 1 Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;1. Tetap

2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwahukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh

2. Tetap

Page 3: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHorang pribadi atau badan;

3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria danperaturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hakpengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuanperaturan perundang-undangan lainnya.

4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat isingkatSTB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasiberupa bunga dan atau denda;

4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat untukmelakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan ataudenda.

5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar,yang dapat disingkat SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnyajumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayaradalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, danjumlah yang masih harus dibayar.

6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayartambahan, yang dapat disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yangmenentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayartambahan adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah pajakyang telah ditetapkan.

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yangdapat disingkat SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlahkelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besardaripada pajak yang seharusnya terutang;

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayaradalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajakkarena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yangseharusnya terutang.

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapatdisingkat SKBN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yangterutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar;

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil adalah suratketetapan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya denganjumlah pajak yang dibayar.

9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkatSSB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukanpembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau tempat lainyang ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hakatas tanah dan atau bangunan;

9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat yangoleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajakyang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan UsahaMilik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lainyang ditunjuk oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hakatas tanah dan atau bangunan.

10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkankesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturanperundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea

10. Tetap

Page 4: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat TagihanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang BayarTambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan LebihBayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yangdiajukan oleh Wajib Pajak;

11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar; SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang BayarTambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan LebihBayar, atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihilyang diajukan oleh Wajib Pajak.

12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atasbanding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;

12. Tetap

13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 13. TetapBAB II

OBJEK PAJAKPasal 2 Pasal 2

(1) yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Tetap(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi :a. Pemindahan hak karena :

1) jual beli;2) tukar-menukar;3) hibah;4) hibah wasiat;5) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;6) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;7) penunjukan pembeli dalam lelang;8) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;9) hadiah.

(2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) meliputi:a. pemindahan hak karena:

1. jual beli;2. tukar-menukar;3. hibah;4. hibah wasiat;5. waris;6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;8. penunjukan pembeli dalam lelang;9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;10. penggabungan usaha;11. peleburan usaha;12. pemekaran usaha;13. hadiah.

Page 5: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

b. Pemberian hak baru karena :1) kelanjutan pelepasan hak;2) di luar pelepasan hak.

b. Tetap.

(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :a. hak milik;b. hak guna usaha;c. hak guna bangunan;d. hak pakai;e. hak milik atas satuan rumah susun;f. hak pengelolaan.

Tetap.

Pasal 3 Pasal 3(1) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

adalah objek pajak yang diperoleh :a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum;c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum laindengan tidak adanya perubahan nama;

e. karena wakaf;f. karena warisan;g. untuk digunakan kepentingan ibadah.

(1) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanadalah objek pajak yang diperoleh:a. Tetap.b. Tetap.c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukankegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasitersebut;

d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukumlain dengan tidak adanya perubahan nama;

e. orang pribadi atau badan karena wakaf;f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.g. Dihapus.

(2) Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaanpajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Objek pajak yang diperoleh karena waris hibah wasiat dan pemberian hakpengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah."

BAB IIISUBJEK PAJAK

Tetap.

Pasal 4(1) yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak

atas tanah dan atau bangunan.(2) subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban

Page 6: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHmembayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.

BAB IVTARIF PAJAK

Tetap.

Pasal 5Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

BAB VDASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6 Pasal 6(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. (1) Tetap.

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :a. jual beli adalah harga transaksi;b. tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar

objek pajak tersebut;e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak

tersebut;f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum

dalam Risalah Lelang;g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah

nilai pasar objek pajak tersebut;i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek

pajak tersebut;

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam hal:a. Tetap.b. tukar-menukar adalah nilai pasar;c. hibah adalah nilai pasar;d. hibah wasiat adalah nilai pasar;

e. waris adalah nilai pasar;

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;

g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatanhukum tetap adalah nilai pasar;

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalahnilai pasar;

j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;k. penggabungan usaha adalah nilaj pasar;l. peleburan usaha adalah nilai pasar;m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;n. hadiah adalah nilai pasar;o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum

dalam Risalah Lelang.

Page 7: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH(3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakandalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan,dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumidan Bangunan.

(3) Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai JualObjek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan padatahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NilaiJual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

(4) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnyaNilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.

(4) Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) belum ditetapkan, besarnya Nilai Jual Objek PajakPajak Bumi dan Bangunan ditetapkan oleh Menteri."

Pasal 7 Pasal 7(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar

Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling

banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehanhak karena waris, atau hibah, wasiat yang diterima orang pribadi yang masihdalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuksuami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secararegional paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Ketentuan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

Tetap.(1) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak

dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.(2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.BAB VI

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANGPasal 9

(1) Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah danatau bangunan untuk :a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal

dibuat dan ditandatanganinya akta;

(1) Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau , bangunan untuk :

a. Tetap.b. Tetap.c. Tetap.d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan

haknya ke Kantor Pertanahan;

Page 8: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHe. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat

dan ditandatanganinya akta;f. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;

g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyaikekuatan hukum yang tetap;

h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkanperalihan haknya ke Kantor Pertanahan;

i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalahsejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggalditerbitkannya surat keputusan pemberian hak;

k. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnnya adalah sejaktanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuatdan ditandatanganinya akta;

g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyaikekuatan hukum yang tetap;

i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkanperalihan haknya ke Kantor Pertanahan;

j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalahsejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberianhak;

k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggalditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinyaakta;

m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;o. hadiah adalah sejak tangal dibuat dan ditandatanganinya akta.

(2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan haksebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan haksebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II,atau Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untukKotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

(3) Tempat terutang pajak adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yangmeliputi letak tanah dan atau bangunan."

BAB VIIPEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN TAGIHAN

Pasal 10 Ketentuan Pasal 10 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyisebagai berikut :

(1) (Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkanpada adanya surat ketetapan pajak.

(1) Tetap.

(2) Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atautempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau BankBadan Usaha Milik Negara atau BankBadan Usaha Milik Daerah atau tempat

Page 9: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHpembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(3) Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. (3) Tetap.Pasal 11

Tetap.

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, DirekturJenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atauketerangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat(1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulanuntuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saatterutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

Pasal 12

Tetap.

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, DirekturJenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru danatau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlahpajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajakmelaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 13

Tetap.

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan apabila :a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulisdan atau salah hitung;

Page 10: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHc. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

(2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat TagihanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf a dan huruf b ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) Surat tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan suratketetapan pajak.

Pasal 14

Tetap.

(1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar,Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang BayarTambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, danSurat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun PutusanBanding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,merupakan dasar penagihan pajak.

(2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat KeputusanKeberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yangharus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak.

(3) Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri.Pasal 15

Tetap.

Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatanmaupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayarbertambah, yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan SuratPaksa.

BAB VIII Tetap.

Page 11: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHKEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN

Pasal 16(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak

atas suatu :a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang

Bayar;b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang

Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia denganmengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajakdengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejaktanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanahdan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangkawaktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidakdipertimbangkan.

(5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat DirektoratJenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatanmelalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebutbagi kepentingan Wajib Pajak.

(6) Apabila diminta oelh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,Direktur Jenderal Pajak Wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-halyang menjadi dasar pengenaan pajak.

(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaanpenagihan pajak.

Page 12: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHPasal 17

Tetap.

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulansejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatanyang diajukan.

(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasantambahan atau penjelasan tertulis.

(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkanseluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yangterutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat danDirektur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukantersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 18 Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 18berbunyi sebagai berikut:

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada BadanPenyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yangditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badanperadilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan olehDirektur Jenderal Pajak.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalambahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktupaling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinandari surat keputusan tersebut.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulisdalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangkawaktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampirisalinan surat , keputusan tersebut. 1.

(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak danpelaksanaan penagihan pajak.

(3) Tetap.

Pasal 19 Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 19 berbunyi sebagaiberikut:

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atauseluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalanbunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan.

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atauseluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalanbunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan dihitung sejaktanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihanpembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau PutusanBanding.

Pasal 20 Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 20 berbunyi sebagaiberikut:

Page 13: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH(1) Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak

yang terutang karena hal-hal tertentu.(1) Atas permohonan Wdjib Pajak, pengurangan pajakyang terutang dapat diberikan

oleh Menteri karena:a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,

ataub. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,

atauc. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau

pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

(2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

(2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagairnanadimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB IXPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Tetap.

Pasal 21(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengambilan atas kelebihan

pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.(2) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan

sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemberikan keputusan.

Pasal 22

Tetap.

(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan :a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar,

apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlahpajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnyaterutang;

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabilajumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan,permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan serta SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harusditerbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu

Page 14: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHpaling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.

(4) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewatjangka waktu 2 (dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bungasebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihanpembayaran pajak.

(5) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan KeputusanMenteri.

BAB XPEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK

Pasal 23 Ketentuan Pasal 23 diubah dan diahtara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu)ayat yaitu ayat (1a), sehingga keseluruhan Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:

(1) Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagiansekurang-kurangnya 80 % (delapan puluh persen) untuk Pemerintah DaerahTingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I.

(1) Penerimaan negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagidengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

(1a) Bagian Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibagikankepada seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota secara merata.

(2) Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.

(2) Bagian Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibagi denganimbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah propinsi yang bersangkutandan 80% ( delapan puluh persen) untuk pemerintah Kabupaten/Kota yangbersangkutan.

(3) Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Tata cara pembagian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (1a), dan ayat(2) diatur dengan Keputusan Menteri

BAB XIKETENTUAN BAGI PEJABAT

Pasal 24 Ketentuan Pasal 24 diubah dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu)ayat yaitu ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 24 berbunyi sebagai berikut :

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani aktapemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkanbukti pembayaran pajak.

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani aktapemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajakmenyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan.

(2) Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang (2) Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan

Page 15: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHperolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkanbukti pembayaran pajak.

hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan buktipembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan.

(2a) Pejabatyang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusanpemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan suratkeputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaranpajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukanpendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelahWajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

(3) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiathanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WajibPajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan."

Pasal 25

Tetap.

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negaramelaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan ataubangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambatlambatnya pada tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya.

(2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26 Ketentuan Pasal 26 diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu)ayat yaitu ayat (2a), diantara ayat (3)dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaituayat (3a), dan ayat (4) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 26 berbunyi sebagaiberikut :

(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yangmelanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat(2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00(limajuta rupiah) untuk setiap pelanggaran.

(1) Pejabat PembuatAkta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggarketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2),dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh jutalima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara yangmelanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) , dikenakansanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus jutarupiah) untuk setiap laporan.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi dan dendasebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

(2a) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusanpemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 24 ayat (2a), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan

Page 16: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHperundang-undangan yang berlaku.

(3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

(3a) Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi menurut ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Dihapus

BAB XIIKETENTUAN PENUTUP

Tetap.Pasal 27

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924Nomor 291 dengan segala perubahannya sepanjang mengenai pungutan Bea BalikNama atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah dan atau bangunan, dinyatakantidak berlaku.

Pasal 27ATerhadap hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-undang ini, berlaku ketentuandalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pasal 27BDengan berlakunya Undang-undang ini, peraturan pelaksanaan yang telah ada dibidang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berdasarkan Undang-undangNomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yangdiberlakukan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1997 tentangPenangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Menjadi Undangundang, tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yangbaru berdasarkan undang-undang ini."

Pasal IIUndang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Perubahan atas Undang-undangBea Perolehan Hak atas Tanah

Pasal 28 Pasal III

Page 17: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHUndang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 29 Mei 1997PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.SOEHARTO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 29 Mei 1997MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,ttd.MOERDIONO

Disahkan di Jakartapada tanggal 2 Agustus 2000PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttdABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakartapada tanggal 2 Agustus 2000SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,ttdDJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR : 44 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 130PENJELASAN

ATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 21 TAHUN 1997TENTANG

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANUMUMBagi Negara Republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segalabidang menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumberpenerimaan Negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan danpelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 menempatkankewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yangmerupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunannasional guna tercapainya masyarakat adil dan makmur, dan sejahtera.Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan

UMUMNegara Republiik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi hakdan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salahsatu sumber penerimaan negara merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalamkegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayaipembangunan.Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah orang dengan Perubahan PertamaTahun 1999, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan

Page 18: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHkekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yangmerupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi sosial, di sampingmemenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alatinvestasi yang sangat menguntungkan.Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Olehkarena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajarmenyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melaluipembayaran pajak, yang dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Namun, pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menurut Undang-undang ini telah memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat terutamamasyarakat golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilanrendah, yaitu dengan mengatur nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan yangtidak dikenakan pajak.Pada masa lalu ada pungutan pajak dengan nama Bea Balik Nama yang diatur dalamOrdonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291. Bea Balik Nama inidipungut atas setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayahIndonesia, termasuk peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan olehorang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia.Yang dimaksud dengan harta tetap dalam Ordonansi tersebut adalah barang-barangtetap dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya dilakukan denganpembuatan akta menurut cara yang diatur dalam undangundang, yaitu OrdonansiBalik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27.Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria, hak-hak kebendaan yang dimaksud di atas tidak berlakulagi, karena semuanya sudah diganti dengan hak-hak baru yang diatur dalamUndang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan demikian,sejak diundangkannya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria, Bea Balik Nama atas hak harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungutlagi, sedangkan ketentuan mengenai pengenaan pajak atas akta pendaftaran danpemindahan kapal yang didasarkan pada Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924Nomor 291 masih tetap berlaku.Dengan pertimbangan hal tersebut di atas dan sebagai pengganti Bea Balik Nama

pajak ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan landasan hukum dalampengenaan pajak sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan Angka aubangunan.Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan hanus memperhatikan asas-asas keadilan, kepastian hukum, legalitas, dan kesederhanaan serta didukung olehsistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhikewajiban perpajakan.Sehubungan dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 yangbersamaan dengan terjadinya perubahan tatanan usaha perekonomian nasional daninternasional, berpengaruh terhadap satu perubahan perilaku perekonomianmasyarakat sehingga perlu diakomodasikan dengan penyempurnaan Undang-undangNomor 21 Tahun 1997.Berpegang teguh pada asas-asas keadilan, kepastian hukum, legalitas, dankesederhanaan, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang ini adalah sebagaiberikut:a. menampung perubahan tatanan dan perilaku ekonomi masyarakat menja dengan

tetap berpedoman pada tujuan pembangunan nasional di bidang ekonomi yangbertumpu pada kemandirian bangsa untuk membiayai pembangunan dengansumber pembiayaan yang berasal dari penerimaan pajak;

b. lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat pelakuekonomi untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengankewajibannya.

Berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Nomor 21Tahun 1997 tersebut, maka pokokpokok perubahan sebagai berikut :a. memperluas cakupan objek pajak untuk mengantisipasi terjadinya perolehan hak

atas tanah dan atau bangunan dalam bentuk dan terminologi yang baru;b. meningkatkan disiplin dan pelayanan kepada masyarakat serta pengenaan sanksi

bagi pejabat dan Wajib Pajak yang melanggar;c. memberikan kemudahan dan perlindungan hukum kepada Wajib Pajak dalam

melaksanakan kewajibannya;d. menyesuaikan ketentuan yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Page 19: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHatas hak harta tetap berupa hak atas tanah yang tidak dipungut lagi sejakdiundangkannya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria, perlu diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan ataubangunan dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Tarif yang ditetapkan menurut Undang-undang ini adalah sebesar 5 % (lima persen)dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Dengan demikian, semua pungutanatas perolehan hak atas tanah dan atau Bangunan di luar ketentuan Undang-undangini tidak diperkenankan.Prinsip yang dianut dalam Undang-undang ini adalah :a. pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah

berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung danmembayar sendiri utang pajaknya;

b. besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan ObjekPajak Kena Pajak;

c. agar pelaksanaan Undang-undang ini dapat berlaku secara efektif, maka baikkepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggarketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditentukan olehUndang-undang ini, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undanganyang berlaku;

d. hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakanpenerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah,untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai penyelenggaraanpemerintah daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah;

e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luarketentuan Undang-undang ini tidak diperkenakan.

Dalam pembentukan Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan diperhatikan, diacu, dan dikaitkan dengan undang-undang lainnya, yaitu :1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan LembaranNegara Nomor 2043);

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan LembaranNegara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Indonesia Tahun 1999 Nomor 601, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)dan Undang-undang Nomo r 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuanganantara Pemerintah Pusat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848).

Page 20: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan LembaranNegara Nomor 3566);

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor3569);

4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (LembaranNegara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);

5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian SengketaPajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3684);

6. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan SuratPaksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3686).

PASAL DEMI PASAL PASAL DEMI PASALPasal 1Cukup Jelas

Pasal IAngka 1Cukup Jelas

Pasal 2Ayat 1Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa :a. tanah, termasuk tanaman di atasnya;b. tanah dan bangunan;c. bangunan.Yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam ataudilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan, antara lain :a. gedung;b. rumah;c. tolam renang;d. tempat olah raga;e. silo.

Pasal 2Ayat 1Cukup Jelas

Pasal 2 Pasal 2

Page 21: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHAyat (2)Huruf aAngka 1) s/d Angka 3)Cukup jelas

Angka 4)Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hakatas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yangberlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

Angka 5)Yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnyaadalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badankepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal padaPerseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

Angka 6)Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah pemindahan sebagian hakbersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesamapemegang hak bersama.

Angka 7)Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang lelang oleh pejabatlelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

Angka 8)Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukumyang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salahsatu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.

Angka 9)

Ayat 2Angka 1 Cukup JelasAngka 2 Cukup JelasAngka 3 Cukup Jelas

Angka 4Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hakatas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yangberlaku setelah pemberi hibah, wasiat meninggal dunia.

Angka 5Cukup Jelas

Angka 6Yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnyaadalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badankepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal padaPerseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

Angka 7Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah pemindahan sebagian hakbersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesamapemegang hak bersama.

Angka 8Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang oleh Pejabat Lelangsebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.

Angka 9

Page 22: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHHadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan ataubangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerimahadiah. Akta yang dibuat dapat berupa akta hibah.

Huruf bAngka 1)Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalahpemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanahyang berasal dari pelepasan hak.

Angka 2)Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian

Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukumyang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salahsatu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.

Angka 10Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengancara tetap mempertahankan berdirinya salah badan usaha dan melikuidasi badanusaha lainnya yang menggabung.

Angka 11Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan caramendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabungtersebut.

Angka 12Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha ataulebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva danpasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badanusaha yang lama.

Angka 13Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan tas tanah dan ataubangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerimahadiah.

Huruf bAngka 1Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalahpemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanahyang berasal dari pelepasan hak.

Angka 2Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian

Page 23: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHhak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat 3)Huruf aHak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyaiorang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Huruf bHak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung olehNegara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-udanganyang berlaku.

Huruf cHak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yangditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-Pokok Agraria.

Huruf dHak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yangdikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenangdan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yangberwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yangbukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatusepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

Huruf eHak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifatperseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atasbagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satukesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau daripemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)Huruf aHak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyaiorang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Huruf bHak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung olehNegara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undanganyang berlaku.

Huruf cHak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yangditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-pokok Agraria.

Huruf dHak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yangdikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenangdan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yangberwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yangbukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatusepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

Huruf eHak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifatperseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atasbagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satukesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

Page 24: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Huruf fHak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenanganpelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupaperencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluanpelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihakketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Huruf fHak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenanganpelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupaperencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluanpelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihakketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pasal 3Ayat (1)Huruf aCukup jelas

Huruf bYang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untukpenyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan gunakepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untukpenyelenggaraan pemerintahan baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh PemerintahDaerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumahsakit pemerintah, jalan umum.

Huruf cCukup jelas

Huruf dYang dimaksud dengan konversi adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hakbaru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak olehPemerintah.Contoh :Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya) menjadi hakbaru. Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hakatas tanah tanpa adanya perubahan nama.

Pasal 3Ayat (1)Huruf aCukup jelas

Huruf bYang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untukpenyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan gunakepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untukpenyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh PemerintahDaerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumahsakit pemerintah, jalan umum.

Huruf cBadan atau perwakilan organisasi intemasional yang dimaksud dalam pasal ini adalahbadan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun nonpemerintah.

Huruf dYang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadihak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak olehPemerintah.Contoh:1. Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa adanya perubahan nama;2. Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya) menjadi hak

Page 25: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHContoh :Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB).

Huruf eYang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badanyang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah danatau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentinganperibadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa pun.

Huruf f dan Huruf gCukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

baru.Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hak atastanah tanpa adanya perubahan nama.Contoh :Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), yang dilaksanakan baik sebelum maupunsetelah berakhirnya HGB.

Huruf eYang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yangmemisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan ataubangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentinganperibadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.

Huruf fCukup jelas

Ayat (2)Pokok-pokok muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain berisi tata caramenghitung besarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas objek pajakyang diperoleh karena waris.

Pasal 4Cukup jelas

Tetap.

Pasal 5Cukup jelas

Tetap.

Pasal 6Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakatioleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 6Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakatioleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Page 26: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHHuruf bYang dimaksud dengan nilai pasar adalah harga rata-rata dari transaksi jual-belisecara wajar yang terjadi di sekitar letak tanah dan atau bangunan. Dalam hal tukar-menukar kedua belah pihak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Huruf c s/d Huruf iCukup jelas

Huruf bCukup jelas

Huruf cCukup jelas

Huruf dCukup jelas

Huruf eCukup jelas

Huruf fCukup jelas

Huruf gCukup jelas

Huruf hCukup jelas

Huruf iCukup jelas

Huruf jCukup jelas

Huruf kCukup jelas

Huruf l

Page 27: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Ayat (3)Contoh :Wajib Pajak "A" membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak(harga transaksi) Rp30.000.000,00. Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunantersebut yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebesarRp35.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan adalah Rp35.000.000,00 dan bukan Rp30.000.000,00.

Ayat (4)Cukup jelas

Cukup jelas

Huruf mCukup jelas

Huruf nCukup jelas

Huruf oCukup jelas

Ayat (3)Contoh:Wajib Pajak "A" membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak(harga transaksi) Rp30.000.000,00 (tiga puluh iuta rupiah). Nilai Jual Objek PajakPajak Bumi dan Bangunan tersebut yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumidan Bangunan adalah sebesar Rp 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah), makayang dipakai sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanadalah Rp 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) dan bukan Rp 30.000.000,00(tiga puluh juta rupiah).

Ayat (4)Cukup jelasAngka 5

Pasal 7Ayat (1)Contoh :1. Pada tanggal 2 Januari 1998, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai

Perolehan Objek Pajak Rp22.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak TidakKena Pajak Rp30.000.000,00 Karena Nilai Perolehan Objek Pajak berada dibawah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka perolehan hak atastanah tersebut tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pada tanggal 1 Februari 1998, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai

Pasal 7Ayat (1)Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkansecara regional adalah penetapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajakuntuk masing-masing Kabupaten/Kota.Contoh :1. Pada tanggal 1 Februari 2001, Wajib Pajak "A" membeli tanah yang terletak di

Kabupaten "AA" dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 50.000.000,00(lima puluh juta rupiah). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

Page 28: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHPerolehan Objek Pajak Rp50.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak TidakKena Pajak Rp30.000.000,00 (-) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena PajakRp20.000.000,00

(NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yangditerima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garisketurunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberihibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten "AA" ditetapkan sebesarRp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Mengingat NPOP lebih kecildibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pada tanggal 1 Februari 2001, Wajib Pajak "B" membeli tanah dan bangunanyang terletak di Kabupaten "AA" dengan NPOP Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah). NPOPTKP untuk perolehan hakselain karena waris, atau hibah wasiatyang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalamgaris keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah denganpemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten "AA" ditetapkansebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Besarnya Nilai PerolehanObjek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah) dikurangi Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sama dengan Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah), maka perolehan hak tersebut terutangBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3. Pada tanggal 2 Maret 2001, Wajib Pajak "C" mendaftarkan warisan berupa tanahdan bangunan yang terletak di Kota "BB" dengan NPOP Rp 400.000.000,00(empat ratus juta rupiah). NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untukKota "BB" ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).Besamya NPOPKP adalah Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)dikurangi Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sama denganRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), maka perolehan hak tersebut terutangBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

4. Pada tanggal 2 Februari 2001, Wajib Pajak orang pribadi "D" mendaftarkanhibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota "BB"dengan NPOP Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) NPOPTKPuntuk perolehan hak karena nibah wasiat yang diterima orang pribadi yangmasih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajatke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuksuami/istri, untuk Kota "BB" ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

Page 29: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Ayat 2Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak dapat diubah denganmempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan hargaumum tanah dan atau bangunan.

juta rupiah). Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, makaperolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan.

Ayat (2)Pokok-pokok muatan Peraturan Pemerintah tersebut, antara lain:1. NPOPTKP ditetapkan untuk masing-masing Kabupaten/Kota dengan

memperhatikan usulan Pemerintah Daerah;2. NPOPTKP dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan

perekonomian regional.Pasal 8Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Contoh :Wajib Pajak "A" membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek PajakRp35.000.000,00Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp30.000.000,00 (-)Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 5.000.000,00Pajak yang terutang = 5 % x Rp5.000.000,00 = Rp.250.000,00

Tetap.

Pasal 9Ayat (1)Huruf a s/d Huruf eYang dimaksud dengan sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta adalahtanggal dibuat dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan PejabatPembuat Akta Tanah/Notaris.

Pasal 9Ayat (1)Huruf aYang dirnaksud dengan sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta dalam pasalini adalah tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapanPejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris.

Huruf bCukup jelas

Huruf cCukup jelas

Page 30: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Huruf fYang dimaksud dengan sejak tanggal penunjukan pemenang lelang adalah tanggalditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau KantorLelang lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuatantara lain nama pemenang lelang.

Huruf g s/d Huruf kCukup jelas

Huruf dCukup jelas

Huruf eCukup jelas

Huruf fCukup jelas

Huruf gYang dimaksud dengan sejak tanggal penunjukan pemenang lelang adalah tanggalditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantorlelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yangmemuat antara lain nama pemenang lelang.

Huruf hCukup jelas

Huruf iCukup jelas

Huruf jCukup jelas

Huruf kCukup jelas

Huruf lCukup jelas

Page 31: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Ayat (2) dan Ayat (3)Cukup jelas

Huruf mCukup jelas

Huruf nCukup jelas

Huruf oCukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 10Ayat (1)Pada dasarnya sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanadalah self assessment dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitungdan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan melaporkannya tanpa mendasarkanditerbitkannya surat ketetapan pajak.

Ayat (2)Bank Persepsi adalah bank pemerintah dan bank swasta devisa yang ditunjuk olehMenteri untuk menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak.

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 10Ayat (1)Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah selfassessment dirnana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung danmembayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan melaporkannya tanpa mendasarkanditerbitkannya surat ketetapan pajak.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 11 Tetap.

Page 32: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHAyat (1)Menurut ketentuan ini bilamana berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak dapatmenerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan KurangBayar.

Ayat (2)Contoh :Wajib Pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 29 Maret 1998.Nilai Perolehan Objek Pajak Rp110.000.000,00Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00 (-)Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 80.000.000,00Pajak yang terutang = 5% x Rp80.000.000,00 = Rp4.000.000,00Berdasarkan hasil pemeriksanaan yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 1998,ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukkan bahwa NilaiPerolehan Objek Pajak sebenarnya adalah Rp160.000.000,00 maka pajak yangseharusnya terutang adalah sebagai berikut :Nilai Perolehan Objek Pajak Rp160.000.000,00Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00 (-)Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp130.000.000,00Pajak yang seharusnya terutang = 5% x Rp130.000.000,00 = Rp6.500.000,00Pajak yang telah dibayar Rp4.000.000,00(-)Pajak yang kurang dibayar Rp2.500.000,00Sanksi administrasi berupa bunga dari 29 Maret 1998 sampai dengan 30 Desember1998 = 10 x 2% xRp2.500.000,00 = Rp500.000,00Jadi, jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp2.500.000,00 + Rp500.000,00 =Rp3.000.000,00Pasal 12Ayat (1)Contoh sebagaimana disebut dalam penjelasan pasal 11 ayat (2), 5 (lima) tahunkemudian, yaitu pada tahun pajak 2003, kepada Wajib Pajak yang bersangkutandapat diterbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanKurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan data baru atau data yang semula

Page 33: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHbelum terungkap berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain yang mengakibatkanpenambahan jumlah pajak yang terutang.Penerbitan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan KurangBayar Tambahan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak yaitu 29Maret 2003, dan bukan 30 Desember 2003.

Ayat (2)Contoh :Pada tahun pajak 2003, dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain diperoleh databaru bahwa nilai perolehan objek pajak sebagaimana tersebut dalam penjelasan Pasal11 ayat (2) ternyata adalah Rp200.000.000,00 maka pajak yang seharusnya terutangadalah sebagai berikut :Nilai Perolehan Objek Pajak Rp200.000.000,00Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00 (-)Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp170.000.000,00Pajak yang seharusnya terutang = 5% x Rp170.000.000,00 = Rp8.500.000,00Pajak yang telah dibayar Rp6.500.000,00 (-)Pajak yang kurang dibayar Rp2.000.000,00Sanksi administrasi berupa kenaikan = 100% x Rp2.000.000,00 = Rp2.000.000,00Jadi, jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp2.000.000,00 + Rp2.000.000,00 =Rp4.000.000,00Pasal 13Ayat (1)Huruf aCukup jelas

Huruf bYang dimaksud pemeriksaan pada ayat ini adalah pemeriksaan kantor.

Huruf cCukup jelas

Ayat (2)

Tetap.

Page 34: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHAyat ini mengatur pengenaan sanksi adminitrasi berupa bunga atas Surat TagihanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diterbitkan karena :a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;b. pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang

menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan atau salahhitung.

Contoh :1. Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar Dari perolehan tanah dan

bangunan pada tanggal 21 September 1998, Wajib Pajak "A" terutang pajaksebesar Rp5.000.000,00. Pada saat terjadinya perolehan tersebut, pajak dibayarsebesar Rp4.000.000,00. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan SuratTagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tanggal 23 Desember1998 dengan penghitungan sebagai berikut :Kekurangan bayar Rp1.000.000,00Bunga = 4 x 2% x Rp1.000.000,00 Rp 80.000,00 (+)Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea –Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Rp1.080.000,00

2. Hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Wajib Pajak "B" memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 18 Juni 1998.Berdasarkan pemeriksanaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan yang disampaikan Wajib Pajak "B", ternyata terdapat salah hitungyang menyebabkan pajak kurang dibayar sebesar Rp1.500.000,00. Ataskekurangan pajak tersebut diterbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan pada tanggal 23 September 1998 dengan penghitungansebagai berikut :Kekurangan bayar Rp1.500.000,00Bunga = 4 x 2% x Rp1.500.000,00 Rp 120.000,00 (+)Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan Bea –Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Rp1.620.000,00

Ayat (3)

Page 35: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHSurat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dipersamakan kekuatanhukumnya dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat dilanjutkandengan penerbitan Surat Paksa.Pasal 14Ayat (1)Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan,Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat KeputusanPembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yangmenyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan saranaadministrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Tetap.

Pasal 15Yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar pajak dantagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

Tetap.

Pasal 16Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Yang dimaksud dengan alasan-alasan yang jelas adalah mengemukakan dengan dataatau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkanoleh fiskus tidak benar.

Ayat (3)Pengertian di luar kekuasaannya adalah keterlambatan Wajib Pajak mengajukankeberatan yang bukan kesalahannya, misalnya Wajib Pajak sedang sakit atau kena

Tetap.

Page 36: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHmusibah.

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Tanda bukti penerimaan Surat Keberatan sangat diperlukan untuk memenuhiketentuan formal. Diterima atau tidaknya hak mengajukan Surat Keberatandimaksud, tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksudayat (3), yang dihitung mulai diterbitkannya surat ketetapan pajak sampai saatditerimanya Surat Keberatan tersebut oleh Direktorat Jenderal Pajak.Tanda bukti penerimaan tersebut oleh Wajib Pajak dapat juga digunakan sebagai alatkontrol baginya untuk mengetahui sampai kapan batas waktu 12 (dua belas) bulansebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) berakhir.Tanda bukti penerimaan itu diperlukan untuk memastikan bahwa keberatannyadikabulkan, apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak tidak menerima suratkeputusan dari Direktur Jenderal Pajak atas Surat Keberatan yang diajukan.

Ayat (6)Cukup jelas

Ayat (7)Cukup jelasPasal 17

Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Dalam keputusan keberatan tidak tertutup kemungkinan utang pajaknya bertambah

Tetap.

Page 37: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHberdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain karena ada data baru yangtadinya belum terungkap atau belum dilaporkan.

Ayat (4)Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum baik bagi WajibPajak maupun fiskus dan dalam rangka tertib administrasi, yaitu apabila dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keberatan,Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan,berarti keberatan tersebut dikabulkan.Pasal 18Cukup jelas

Pasal 18Cukup jelas

Pasal 19Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.

Pasal 19Cukup jelas

Pasal 20Ayat (1)yang dimaksud dengan hal-hal tertentu adalah dalam hal tanah dan atau bangunandigunakan untuk tujuan tertentu yaitu untuk kegiatan sosial dan pendidikan yangsemata-mata tidak bertujuan mencari keuntungan atau kondisi tertentu tanah dan ataubangunan yang ada hubungannya dengan Wajib Pajak,Contoh :a. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk mendirikan panti asuhan, panti

jompo, rumah sakit, sekolah.b. Seorang Wajib Pajak yang memiliki tanah dibebaskan oleh Pemerintah untuk

kepentingan Negara atau kepentingan umum dan terhadap Wajib Pajak tersebutdiberikan ganti rugi yang jumlahnya lebih rendah daripada Nilai Jual ObjekPajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan kemudian Wajib Pajak membeli tanah danatau bangunan baru. Terhadap Wajib Pajak ini dapat diberi pengurangan BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dengan mengajukan permohonan.

Pasal 20Ayat (1)Huruf aKondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, contoh:1. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru melalui

program pemerintah di bidang pertanahan;2. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai

hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atausatu derajat ke bawah.

Huruf bKondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, contoh :1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti

rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang

dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukanpersyaratan khusus;

3. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampakluas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus

Page 38: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Ayat (2)Cukup jelas

melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengankebijaksanaan pemerintah.

Huruf cContoh:Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, pantijompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencarikeuntungan, rumah sakit swasta institusi pelayanan sosial masyarakat.

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 21Ayat (1)Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaranpajak, antara lain, dalam hal :a. Pajak yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;b. Pajak yang terutang yang dibayarkan oleh Wajib Pajak sebelum akta

ditandatangani, namum perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebutbatal.

Ayat (2)Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengembalian kelebihanpembayaran pajak dapat berupa kurang bayar dengan menerbitkan Surat KetetapanBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau berupa lebih bayardengan menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanLebih Bayar atau mengukuhkan pajak yang terutang tetap dengan menerbitkan SuratKetetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.

Tetap.

Pasal 22Ayat (1)Yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah :a. pemeriksaan kantor;b. pemeriksanaan lapangan.

Tetap.

Page 39: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHAyat (2)Ayat ini memberikan kepastian hukum baik kepada Wajib Pajak maupun fiskus dandalam rangka tertib administrasi perpajakan. Oleh karena itu, permohonan kelebihanpembayaran pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi keputusan olehDirektur Jenderal Pajak.

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (5)Cukup jelasPasal 23Ayat (1)Bagian Pemerintah Pusat digunakan untuk perbaikan administrasi pertanahankhususnya sertipikasi tanah. Sejalan dengan peningkatan penyelesaian sertipikasitanah yang makin meningkat, maka bagian Pemerintah Daerah secara bertahap dapatditingkatkan.

Ayat (2)Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ini diarahkan untukpembangunan daerah, khususnya untuk mendukung perkembangan otonomi daerahyang nyata dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II, makasekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) dari bagian Pemerintah Daerahmerupakan hak Pemerintah Daerah Tingkat II.

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 23Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (1a)Cukup jelas

Ayat (2)Bagian Daerah dibagi dengan perincian sebagai berikut :a. bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen), atau 20%

(dua puluh persen) dari 80% (delapan puluh persen);b. bagian Kabupaten/Kota yang bersangkutan sebesar 64% (enam puluh empat

persen), atau 80% (delapan puluh persen) dari 80% (delapan puluh persen).

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 24 Pasal 24

Page 40: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAHAyat (1)Penyerahan bukti pembayaran pajak dilakukan dengan menyerahkan fotokopipembayaran pajak (Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) danmenunjukkan aslinya.

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Yang dimaksud dengan pendaftaran hak atas tanah dalam Pasal ini adalahpendaftaran hak atas tanah pada buku tanah sebagai syarat lahirnya hak atas tanahyang berasal dari pemberian hak atas tanah. Pendaftaran peralihan hak atas tanahadalah pendaftaran hak atas tanah pada buku tanah yang terjadi karena pemindahanhak atas tanah.

Ayat (1)Penyerahan bukti pembayaran pajak dilakukan dengan menyerahkan fotokopipembayaran pajak (Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunah) danmenunjukkan aslinya.

Ayat (2)Yang dimaksud Pejabat Lelang Negara adalah Pejabat Lelang pada Kantor LelangNegara Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II.

Ayat (2a)Cukup jelas

Ayat (3)Yang dimaksud pendaftaran peralihan hak atas tanah adat, pendaftaran hak atas tanahpada buku tanah yang terjadikarena pemindahan hak atas tanah.

Pasal 25Ayat (1)Contoh :Semua peralihan hak pada bulan Januari 1998 oleh Pejabat yang bersangkutan harusdilaporkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan Februari 1998 kepada DirektoratJenderal Pajak.

Ayat 2Cukup jelas

Tetap.

Pasal 26Ayat (1) dan Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 26Ayat (1)Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Page 41: MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR …ambon.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/12/Matriks-Perbandingan-UU...undang-undang republik indonesia nomor 21 tahun 1997 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2000

TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997

TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Ayat (3)Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat dalam Pasal ini, antara lainPeraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PegawaiNegeri Sipil.

Ayat (4)Cukup jelas

Ayat (2a)Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat dalam pasal ini, antara lain,Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PegawaiNegeri Sipil.

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (3a)Cukup jelas

Pasal 27Cukup jelas

Tetap.

Pasal 27ACukup jelas

Pasal 28Cukup jelas

Tetap.

Pasal 27BCukup jelasPasal IICukup jelasPasal IIICukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR : 3688 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR3988