68
LAPORAN MASTER PLAN AGROWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KERJASAMA DINAS PERTANIAN DIY CV. BINA USAHA PERTANIAN YOGYAKARTA 2013

MASTER PLAN AGROWISATA DAERAH ISTIMEWA … DIY 2013.pdf · Gambar IV.17 Peta Destinasi Pariwisata (RIPPARDA 2013-2025) ..... 47 . v Gambar V ... A. LATAR BELAKANG Visi dari Rencana

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN

MASTER PLAN AGROWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KERJASAMA

DINAS PERTANIAN DIY CV. BINA USAHA PERTANIAN

YOGYAKARTA

2013

KATA PENGANTAR

Laporan Master Plan Agrowisata Daerah Istimewa Yogyakarta ini disusun berdasarkan

kajian yang komprehensif dari data-data yang bersumber dari lembaga para pihak yang

terkait dengan pengembangan agrowisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengkajian

dilakukan dengan metode survey dan analisis data sekunder dilanjutkan dengan

diskusi-diskusi baik saat awal kajian hingga draft laporan akhir.

Dengan tersusunnya laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak

yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik itu data-data, laporan kajian, serta

masukan dalam diskusi-diskusi yang berlangsung selama penyusunan kegiatan ini

Kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Dinas Pertanian Daerah Istimewa

Yogyakarta kepada CV Bina Usaha Pertanian untuk melakukan kajian dan penyusunan

Master Plan Agrowisata Daerah Istimewa Yogyakarta. CV Bina Usaha Pertanian, yaitu

lembaga pengkajian usaha pertanian milik Yayasan Pendidikan Kader Perkebunan

Yogyakarta yang juga penyelenggara Institut Pertanian Stiper Yogyakarta.

Semoga laporan ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk rencana

pengembangan agrowisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta, Desember 2013

Direktur,

Sri Gunawan, SP., MP.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi ........................................................................................................... ii

Daftar Gambar .................................................................................................. iv

Daftar Tabel ...................................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Ruang Lingkup ......................................................................................... 4

C. Penerima Manfaat .................................................................................... 4

D. Hasil / Keluaran ........................................................................................ 5

II. METODE PENDEKATAN

A. Kerangka Pikir .......................................................................................... 6

B. Teknis Pelaksanaan Penyusunan Master Plan ......................................... 8

C. Data Dan Sumber Data ............................................................................ 8

III. KAJIAN MASTER PLAN AGROWISATA

A. Pengertian Agrowisata ............................................................................. 9

B. Pembangunan Pariwisata Yang Berkelanjutan ......................................... 10

C. Pengembangan Produk dan Jasa yang Spesial Untuk Agrowisata .......... 14

D. Unsur-Unsur Dalam Industri Pariwisata ..................................................... 16

IV. GAMBARAN UMUM POTENSI PENGEMBANGAN AGROWISATA

A. Arah Pembangunan DIY ........................................................................... 19

B. Perkembangan Perekonomian DIY .......................................................... 22

C. Pertumbuhan, Struktur, dan Laju Perekonomian DIY ............................... 23

D. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kerja ....................................................... 27

E. Sumber Daya Pertanian ........................................................................... 28

F. Sumber Daya Pariwisata .......................................................................... 38

iii

V. DESAIN MASTER PLAN AGROWISATA

A. Kerangka Pemikiran Penyusunan Master Plan Agrowisata ...................... 48

B. Desain Pembangunan Agrowisata DIY ..................................................... 49

C. Peta Strategi Pengembangan Agrowisata ................................................ 51

D. Analisis SWOT ......................................................................................... 53

E. Roadmap Pengembangan Agrowisata DIY .............................................. 56

F. Tahapan Roadmap Agrowisata DIY ......................................................... 57

G. Model Kluster Pengembangan Agrowisata Berbasis Pengetahuan

dan Ketrampilan Masyarakat di DIY .......................................................... 58

VI. REKOMENDASI ........................................................................................... 60

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Diagram intervensi pemerintah dalam pembangunan master plan

Agrowisata, di DIY .................................................................... 6

Gambar II. 2 Kerangka pikir desain peta strategi dan peta jalan ................. 7

Gambar III.1 Segitiga Pembangunan Pariwisata yang berkelanjutan ........... 13

Gambar III.2 Desain Pengembangan Produk dan Jasa yang Spesial untuk

Agrowisata .............................................................................. 16

Gambar IV.1 Arah Pembangunan DIY ........................................................ 21

Gambar IV.2 Pembangunan Kawasan Selatan ........................................... 22

Gambar IV.3 Kontribusi Sektoral dalam Pertumbuhan DIY .......................... 23

Gambar IV.4 Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY-Nasional 24

Gambar IV.5 Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY ............... 24

Gambar IV.6 Struktur Perekonomian DIY Th 2011 ...................................... 25

Gambar IV.7 Grafik persentase kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB provinsi DIY tahun 2006-2010 ......... 26

Gambar IV.8 Grafik Status Ketenagakerjaan DIY Februari 2012.................. 27

Gambar IV.9 Kondisi Lahan Pertanian di Propinsi DIY ................................ 29

Gambar IV.10 Peta Zona Agroklimat Propinsi DIY Skala 1:500.000, Tahun 2003 ........................................................................................ 30

Gambar IV.11 Peta Zona Agroekologi Prop DIY ........................................... 34

Gambar IV.12 Peta sebaran Plasma Nutfah Unggulan Prop DIY ................ 37

Gambar IV.13 Grafik Kunjungan Wisatawan di Indonesia dan DIY ............. 39

Gambar IV.14 Grafik Portofolio Wisatawan ................................................. 40

Gambar IV.15 Kondisi dan Perkembangan Kepariwisataan DIY ................. 41

Gambar IV.16 Grafik 10 Besar DTW yang dikunjungi Wisatawan ............... 46

Gambar IV.17 Peta Destinasi Pariwisata (RIPPARDA 2013-2025) ............ 47

v

Gambar V.1 Kerangka Pemikiran Penyusunan Master Plan Agrowisata .... 48

Gambar V.2 Desain Pembangunan Agrowisata DIY .................................. 49

Gambar V.3 Peta Strategi Pengembangan Agrowisata di DIY .................... 52

Gambar V.4 Contoh Model Kluster Pengembangan Agrowisata Salak Pondoh 59

vi

DAFTAR TABEL

Table IV.1 Nilai PDRB Provinsi DIY tahun 2006-2010 berdasarkan

lapangan usaha (harga konstan tahun 2000) dalam juta rupiah .... 26

Tabel IV.2 Kecocokan Komoditas Berdasarkan Agroklimat ............................ 31

Tabel IV.3 Legenda Peta Zona Agroekologi Skala 1:250.000 ........................ 34

Tabel IV.4 Zoonasi Alternatif Pengembangan ................................................. 35

Tabel IV.5 Jogja’s Tourism Performance ....................................................... 39

Tabel IV.6 Lama Tinggal Wisatawan ............................................................. 40

Tabel IV.7 Data 10 Besar Museum DIY yang Terbanyak Dikunjungi

Wisatawan Tahun 2013 ................................................................ 47

Tabel V.1 Matrik Analisis SWOT Pengembangan Agrowisata DIY ................ 53

Tabel V.2 Peta Jalan (Road Map) Pengembangan Agrowisata DIY

2014-2018 ...................................................................................... 56

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Visi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2025 Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah mewujudkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Pusat

pendidikan, budaya dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam

lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Yang selanjutnya untuk

mewujudkan misi tersebut dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang dituangkan

dalam Rencana Strategis Renstra) dari masing masing dinas/Instansi teknis. Dari visi

RPJP tahun 2025 D.I. Yogyakarta jelas direncanakan bahwa D.I. Yogyakarta menjadi

daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang

sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu diandalkan

menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia

sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada

ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian

(mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan

perikanan) dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat

oleh kekayaan kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai

wisata agro atau ekowisata yang berbasiskan pertanian. Keseluruhannya sangat

berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia (Deptan, 2005).

Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis.

Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati objek-objek spesifik

seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara

tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik

2

menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal

tingginya permintaan akan wisata agro dan sekaligus membuka peluang bagi

pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk

pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik (Deptan, 2005).

Hamparan areal pertanaman yang luas seperti pada areal perkebunan, dan

hortikultura disamping menyajikan pemandangan dan udara yang segar, juga

merupakan media pendidikan bagi masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai

dari pendidikan tentang kegiatan usaha dibidang masing-masing sampai kepada

pendidikan tentang keharmonisan dan kelestarian alam (Deptan, 2005).

Objek wisata agro tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan

yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang

karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik. Dengan datangnya

wisatawan mendatangi objek wisata juga terbuka peluang pasar tidak hanya bagi

produk dan objek wisata agro yang bersangkutan, namun pasar dan segala kebutuhan

masyarakat. Dengan demikian melalui wisata agro bukan semata merupakan usaha

atau bisnis dibidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan

pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai

media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan

signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula

dapat menjadi kawasan pertumbuhan baru wilayah. Dengan demikian maka wisata

agro dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan

ekonomi nasional (Deptan, 2005).

Agrowisata merupakan bentuk wisata yang lebih menguntungkan dan

melibatkan masyarakat sebagai pelaku langsung pariwisata. Pengembangan

agrowisata dianggap mencerminkan prinsip-prinsip penerapan CBT.

Agrowisata merupakan salah satu bentuk ekonomi kreatif di sektor pertanian

yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha agribisnis dalam rangka peningkatan

kesejahteraan petani. Beberapa dampak positif pengembangan agrowisata antara lain

meningkatkan nilai jual komoditi pertanian yang dihasilkan dan berkembangnya sumber

3

sumber pendapatan lainnya yang dapat dinikmati oleh masyarakat setempat seperti

penyewaan homestay dan lain lain. Selain itu agrowisata merupakan salah satu

wahana yang efektif dalam rangka promosi produk-produk pertanian dan budaya

Nusantara. Hal tersebut karena selain dapat menikmati hasil pertanian secara langsung

dari sumbernya, para pengunjung akan terkesan dengan sensasi wisata alam yang unik

dan segar yang akan terbawa hingga mereka kembali ke tempat asalnya bahkan

mereka akan bercerita kepada keluarga serta handai tolannya. Dalam strategi

pemasaran hal tersebut dikenal sebagai the word of Mouth (WOM)

Dalam rangka pengembangan agrowisata, perlu disusun Rencana Induk

(Master Plan) untuk masing-masing kawasan. Sebagai pilot model untuk penyusunan

master plan agrowisata di Daerah Istimewa Yogyakarta dibiayai dari Satuan Kerja

Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dasar Hukum dari penyusunan Master Plan Agrowisata ini adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa

Yogyakarta;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaa Pembangunan

Nasional;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.;

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang 2005-2025;

6. Peraturan Pemerintah No. 106/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

7. Peraturan Pemerintah No. 108/2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala

Daerah;

8. Peraturaan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2008

tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta;

4

9. Peraturan Daerah Provinsi DIY Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Tahun 2005-2025.

B. Ruang Lingkup

Lingkup kegiatan ini difokuskan pada Pengembangan Agrowisata tanaman

pangan dan hortikultura dengan mengintegrasikan tanaman perkebunan dan kehutanan

serta perikanan dan peternakan.

C. Penerima Manfaat

Penyusunan master plan agrowisata Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah

sebagai referensi dan acuan bagi pemangku kepentingan dalam :

a. Pengambil kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan di D. I. Yogyakarta.

b. Pelaksanaan dan pengembangan program agrowisata diberbagai tingkat

pemerintahan di D. I. Yogyakarta.

c. Poktan/Gapoktan dan masyarakat perdesaan di lingkungan pertanian sebagai

sasaran pelaksanaan program agrowisata.

d. Pihak swasta yang akan mengembangkan agrowisata.

e. Akademisi dalam pelaksanaan dan pendampingan pada pengembangan

program agrowisata di D. I. Yogyakarta.

f. Lembaga legislatif dalam pelaksanaan dan pengembangan program agrowisata

di D.I. Yogyakarta.

g. Masyarakat luas dalam pelaksanaan dan pengembangan program agrowisata di

D.I. Yogyakarta.

h. Untuk menyamakan persepsi dalam operasional pelaksanaan dan

pengembangan agrowisata yang terpadu dan berkelanjutan.

5

D. Hasil/Keluaran

Hasil dari kegiatan ini adalah “Tersusun Blue Print Master Plan Agrowisata D.I.

Yogyakarta” yang berisikan tentang :

1. Delineasi kawasan sebagai salah satu wilayah yang akan dikembangkan sebagai

Kawasan Agrowisata.

2. Hasil analisis potensi Kawasan yang potensial untuk Pengembangan Kawasan

Agrowisata (dilihat dari aspek teknis, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan

alam).

3. Penentuan dan Pemetaan komponen-komponen yang perlu dibangun/

dikembangkan serta tahapan pelaksanaannya dalam rangka pengembangan

wilayah yang bersangkutan sebagai Kawasan Agrowisata yang berdaya saing

dan berkelanjutan.

4. Tersusun perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan.

5. Tersusun rekomendasi pola manajemen Agrowisata.

6

II. METODE PENDEKATAN

A. Kerangka Pikir

Pengembangan agrowisata membutuhkan intervensi pemerintah untuk

pengembangannya dalam rangka tersusunnya penataan wilayah dan program

pembangunan yang terintegrasi dengan pembangunan sektor lain pada umumnya dan

sektor pertanian khususnya. Intervensi yang dapat dilakuan oleh pemerintah dapat

dilihat pada gambar II.1

Gambar II.1 Diagram intervensi pemerintah dalam pembangunan master plan

Agrowisata, di DIY

Berdasarkan kerangka intervensi pemerintah tersebut maka dirumuskan kerangka

pemikiran dalam penyusunan desain master plan agrowisata berkelanjutan seperti

dalam gambar II.2.

7

Penyusunan master plan agrowisata dengan tujuan akhir peningkatan

pendapatan, penyerapan tenaga kerja, perkembangan ekonomi kawasan dan

kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu penyusunan master plan perlu

mempertimbankan dua sumberdaya utama yaitu, sumberdaya pertanian dan

sumberdaya wisata. Berdasarkan pemetaan ketersediaan serta keunggulan dan

kelemahannya ke dua aspek sumberdaya tersebut maka dilakukan analisis SWOT

untuk menyusun peta strategi (strategy map) dan peta jalan (road map)

Gambar II.2 Kerangka pikir desain peta strategi dan peta jalan

8

B. Teknis Pelaksanaan Penyusunan Master Plan

Pelaksanaan kajian Masterplan Agrowisata ini dibagi dalam 2 tahap:

1. Kajian awal sebagai data kondisi

a. Konsultasi dengan Dinas terkait antara lain : Dinas Pertanian Kabupaten/Kota

dan Provinsi, Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota dan Provinsi, serta Bappeda

Kabupaten/Kota dan Provinsi dengan mengumpulkan data sekunder terkait

potensi sumberdaya pertanian dan sumberdaya pariwisata serta sumberdaya

pendukung lainnya.

b. Studi Pustaka (data sekunder) dan survey lapangan (data primer).

c. Pemetaan sumberdaya.

2. Kajian analisis strategi

a. Melakukan survey lapangan berdasarkan pemetaan dan desain awal peta

sumberdaya.

b. Melakukan analisis strategi master plan agrowisata.

c. FGD untuk kapitalisasi dalam finalisasi hasil kajian.

d. Diskusi kelompok (Tim Penyusun dan Narasumber).

e. Seminar melibatkan instansi terkait, pakar, pelaku usaha dan wakil

masyarakat.

C. Data Dan Sumber Data :

Penyusunan master plan agrowisata DIY menggunakan data-data yang bersumber dari

berbagai lembaga terkait

1. RIPPDA DIY

2. Renstra Dinas Pariwisata

3. Rentra Dinas Pertanian

4. Data-data dari Bappeda, Badan Pengkajian Dan Pengembangan

Teknologi (BPPT) DIY, BPS dan lembaga lainnya

5. Diskusi dan wawancara dengan pelaku usaha agrowisata.

9

III. KAJIAN MASTERPLAN AGROWISATA D.I. YOGYAKARTA

A. Pengertian Agrowisata

Di Indonesia, Agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk

kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata

dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan

usaha di bidang pertanian.

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha

pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas

pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui

pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan

lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber

daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge)

yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya

(http://database.deptan.go.id).

Agrowisata yang ingin tetap berdaya saing harus mempunyai proposisi nilai (value

proposition) yang kuat dan unik, yaitu pengalaman berwisata yang hanya bisa

disediakan oleh mereka. Pengalaman ini harus otentik, tidak artifisial, dan dibangun

berdasarkan nilai-nilai yang kuat.

Agrowisata merupakan pemasaran langsung produk pertanian karena para petani

dapat menjual secara langsung hasil pertaniannya tanpa melalui saluran distribusi.

Petani bisa membuat stand hasil pertaniannya di sepanjang jalur yang dilintasi oleh

para wisatawan. Wilayah agrowisata dapat secara otomatis berfungsi sebagai pasar

yang mempertemukan antara para petani sebagai penghasil produk pertanian dengan

para wisatawan sebagai penikmat produk. Produk yang dimaksud tidak sebatas yang

berwujud seperti buah-buahan atau sayur-sayuran, tetapi dapat berupa jasa misalnya

mengukir buah, jasa lokal guide, dan mungkin atraksi budaya lokal para petani yang

mengekpresikan kehidupan pertanian mereka.

10

Agrowisata merupakan usaha di bidang jasa, yang dalam strategi bauran

pemasaran tradisional dikenal dengan 4Ps, dan dalam pemasaran modern dikenal

dengan 8Ps. Strategi ini digunakan untuk menciptakan peluang dan mengembangkan

keunggulan bersaing yang berkesinambungan, sehingga dapat mencapai tujuan

dengan efektif sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Komponen

8Ps bauran pemasaran terdiri : Product, Price, Place, Promotion, People, Packaging,

Programming, dan Partnership

B. Pembangunan Pariwisata Yang Berkelanjutan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat

didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan

sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya

terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur

penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara

berkelanjutan.

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-

prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : partisipasi,

keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya

secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya

dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

1.Partisipasi

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata

dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-

sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-

tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik

wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-

strategi yang telah disusun sebelumnya.

11

2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan

institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah

daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan

berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.

3. Kepemilikan Lokal

Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas

untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel,

restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat

setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan

bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku

bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan

kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis

dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal

tersebut.

4. Penggunaan Sumber daya yang berkelanjutan

Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan

berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan

sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini

juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan

dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan.

Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya

alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-

kriteria dan standar-standar internasional.

5. Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat

Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata

agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat

setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural

12

tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen,

sampai pada pemasaran.

6. Daya Dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya

dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus

sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan

pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan

penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus

mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).

7. Monitor dan Evaluasi

Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup

penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan

indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata.

Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala

nasional, regional dan lokal.

8. Akuntabilitas

Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan

mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal

yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin

akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi

secara berlebihan.

9. Pelatihan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-

program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan

meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya

meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-

topik lain yang relevan.

13

10. Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan

dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas

masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut

seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang

memberikan kepuasan bagi pengunjung.

Agrowisata yang hendak dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan 3 (tiga) aspek yaitu Lingkungan,

Sosial, dan Ekonomi yang disebut dengan Segitiga Pembangunan Pariwisata yang

Berkelanjutan (The Sustainable Tourism Triangle), yang digambarkan seperti pada

gambar berikut:

Gambar III.1 Segitiga Pembangunan Pariwisata yang berkelanjutan

14

Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran memberikan

manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi generasi mendatang.

Adanya tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan

kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan mahluk

hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan di tengah keterbatasan dunia. Hal ini

menunjukkan walaupun dunia yang diibaratkan tersebut maka peranan masyarakat

untuk memelihara lingkungan demi kehidupan masa mendatang.

Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari

kepentingan dan partisipatif masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan

atau pengunjung sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kata lain

bahwa pengelolaan sumberdaya agrowisata dilakukan sedemikian rupa sehingga

kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi dengan memelihara integritas

cultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung

kehidupan.

Partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan

pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada

masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif untuk

mengelolasumberdaya membuat keputusan dan melakukan control terhadap kegiatan–

kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya

kegiatan agrowisata haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang

terkait dengan sumberdaya hayati renewable maupun non renewable sehingga dapat

menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.

C. Pengembangan Produk dan Jasa yang Spesial Untuk Agrowisata

Membangun pariwisata adalah membangun sebuah citra suatu destinasi,

harusnya wilayah yang akan dikembangkan menjadi agrowisata mempunyai citra

(image) tertentu, yang akan menjadi “mental maps” seseorang terhadap suatu

destinasi. Citra harus mengandung keyakinan, kesan, dan persepsi. Citra yang

terbentuk di pasar merupakan kombinasi antara berbagai faktor yang ada pada

15

destinasi yang bersangkutan (seperti cuaca, pemandangan alam, keamanan,

kesehatan dan sanitasi, keramahtamahan, dan lain-lain) di satu pihak, dan informasi

yang diterima oleh calon wisatawan dari berbagai sumber di pihak lain, atau dari

fantasinya sendiri.

Citra harusnya merupakan core product dari agrowisata yang akan dikembangkan,

dan citra dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh cuaca, pemandangan alam, keamanan,

budaya, kesehatan, dan apa saja bentuknya yang penting citra tersebut menjadi faktor

penarik dan pendorong wisatawan untuk datang ke sebuah agrowisata. Sebagai

contoh, kabupaten Sleman kuat citranya tentang salak pondoh maka agrowisatanya

akan bercitrakan agrowisata salak pondoh.

Agar agrowisata dapat berkelanjutan maka produk agrowisata yang ditampilkan

harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian masyarakat akan

peduli terhadap sumberdaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat

merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya. Dalam

membangun agrowisata diperlukan adanya disain pengembangan produk dan jasa

yang spesial (specialty product/services). Produk spesial dikembangkan dari potensi

sumberdaya alam dan lingkungan yang menghasilkan indigenous resources dan produk

spesifik lokasi dan rekayasa teknologi yang menghasilkan spesifik teknologi. Dengan

demikian wisatawan yang berkunjung mendapatkan kesan yang unik dan mendapatkan

image wilayah yang spesifik, sehingga lebih khas dan lebih menarik, digambarkan

sebagai berikut.

16

Sumber: Purwadi. 2012

Gambar III.2 Desain Pengembangan Produk dan Jasa yang Spesial untuk Agrowisata

D. Unsur-unsur Dalam Industri Pariwisata

Unsur-unsur yang terlibat didalam industri pariwisata adalah meliputi hal-hal berikut:

1. Akomodasi

Adalah tempat bagi seseorang untuk tinggal sementara, dapat berupa hotel,

losmen, guest house, pondok, cottage inn, perkemahan, caravan, bag packer dan

sebagainya.

Saat ini telah berkembang lebih jauh kearah tuntutan pemenuhan kebutuhan

manusia lainnya seperti makan, minum rekreasi, olah raga, konvensi, pertemuan-

pertemuan profesi dan asosiasi perjamuan-perjamuan pernikahan dan lainnya.

Oleh karena itu dengan kemajuan teknologi dan perkembangan jaman juga dapat

mempengaruhi jenis, macam dan banyaknya fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dan

harus disediakan oleh pengusaha pada bidang akomodasi.

2. Jasa Boga dan Restoran

Adalah industri yang bergerak dalam bidang penyediaan makanan dan minuman,

yang dikelola secara komersial. Jenis usaha ini dapat dibedakan dalam

17

manajemennya, yaitu cara pengelolaannya, apakah dikelola secara mandiri

maupun terkait dengan usaha lain. Industri yang bergerak dalam bidang

makanan dan minuman ini merupakan industri yang paling menjanjikan

karena seperti dikatakan banyak orang dalam berwisata, orang boleh menahan diri

untuk tidak membeli pakaian atau jenis sandang lainnya tetapi tidak ada wisatawan

yang dapat menahan untuk mencicipi makanan dan miunuman. Di samping itu pula

industri makanan dan minuman ini juga banyak dikonsumsi atau dibeli untuk

kenangan sebagai oleh-oleh dan buah tangan menandakan telah melakukan

wisata.

3. Transportasi dan Jasa Angkutan

Adalah bidang usaha jasa yang bergerak dalam bidang angkutan. Transportasi

dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Pengelolaan dapat dilakukan oleh

Swasta maupun BUMN. Jasa angkutan dan transportasi ini juga sangat

mempengaruhi industri pariwisata, terjadinya kemudahan jasa transportasi terutama

udara, yang memberikan harga yang cukup terjangkau bagi seluruh kalangan

membuat meningkatnya kegiatan berwisata dari satu tempat ke tempat atau daerah

lainnya.

4. Tempat Penukaran Uang (Money Changer)

Tempat penukaran mata uang asing (money changer) kini telah berkembang

dengan pesat, penukaran uang tidak hanya dilakukan di bank, melainkan juga pada

perusahaan-perusahaan money changer yang tersebar di tempat-tempat strategis,

terutama dikota-kota besar.

5. Atraksi Wisata

Atraksi wisata dapat berupa pertunjukan tari, musik, upacara adat dll sesuai

dengan budaya setempat. Pertunjukan ini dapat dilaksanakan secara tradisional

maupun modern, melalui atraksi wisata ini dapat dilakukan salah satunya

mengangkat keunggulan lokal setempat.

18

6. Cindera Mata

Adalah oleh-oleh atau kenang-kenangan yang dapat dibawa oleh wisatawan pada

saat kembali ke tempat asalnya. Cindera mata ini biasanya berupa benda-benda

kerajinan tangan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga memberikan suatu

keindahan seni dan sifatnya khas untuk tiap daerah.

7. Biro Perjalanan

Adalah suatu badan usaha dimana operasionalnya meliputi pelayanan semua

proses perjalanan dari seseorang sejak berangkat hingga kembali, sehingga

mereka merasa nyaman selama perjalanan.

19

IV.GAMBARAN UMUM POTENSI PENGEMBANGAN AGROWISATA

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf

hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan

berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Untuk tujuan

tersebut, usaha diversifikasi perlu dilanjutkan disertai dengan rehabilitasi yang harus

dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan dengan kondisi tanah, air

dan iklim, dengan tetap memelihara kelestarian kemampuan sumber daya alam dan

lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat.

Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, terlihat bahwa antara pariwisata dan

pertanian dapat saling mengisi dan menunjang dalam meningkatkan daya saing produk

pariwisata dan produk pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.

A. Arah Pembangunan DIY

Visi pembangunan DIY yang akan dicapai sampai dengan tahun 2025 adalah

sebagai Pusat Pendidikan, Budaya dan Daerah Tujuan Wisata Terkemuka di Asia

Tenggara dalam lingkungan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan Sejahtera.

Sebagai daerah tujuan wisata terkemuka, di masa depan DIY merupakan daerah

tujuan wisata yang diminati dari berbagai penjuru baik nasional maupun internasional

karena memiliki daya tarik tersendiri dengan tetap menjunjung tinggi nilai moralitas

dengan Cagar Budaya, Tata Nilai Budaya dan Pendidikan Berbasis Budaya.

Akselerasi pencapaian visi pembangunan DIY 2025, dilaksanakan dengan

pembangunan secara bertahap, yaitu tahap pembangunan tahun 2009-2013 dengan

Arahan Kebijakan yang tertuang dalam RPJMD 2009-2013 berupa Penguatan fondasi

kelembagaan, memantapkan struktur perekonomian dan infrasruktur daerah berbasis

pariwisata dengan dukungan potensi lokal dilandasi semangat kerakyatan menuju

masyarakat sejahtera. Strategi untuk mendukung capaian Misi II berupa

20

Pengembangan Ketahanan Pangan; Revitalisasi Pertanian; Peningkatan Sumberdaya

Perikanan; Peningkatan iklim usaha sektor unggulan; dan Pemberdayaan Masyarakat.

Visi RPJMD DIY 2012-2017 adalah “Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Lebih

Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri Dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru”.

Sedangkan Misi pembangunan ekonomi DIY tecantum dalam Misi II, yaitu Menguatkan

perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif

disertai peningkatan daya saing pariwisata guna memacu pertumbuhan ekonomi

daerah yang berkualitas dan berkeadilan. Sedangkan STRATEGI untuk mendukung

Capaian Misi II disusun berupa Mewujudkan Renaisans Pariwisata, Ekonomi, &

Pangan; Penguatan Ekonomi Lokal & Modal Sosial; Pengembangan Ekonomi

Kerakyatan berbasis Agraris, Maritim, & Niaga; Terwujudnya Kedaulatan Pangan,

dalam filosofi Renaisans Yogyakarta dengan Semangat : “Dari Among Tani ke Dagang

Layar”.

Renaisans Yogyakarta yang dipayungi filosofi hamemayu hayuning bawana,

dihidupi semangat gotong royong yang mengacu konsep manunggaling kawula-gusti

dan golong gilig, diekspresikan oleh sikap satriya: sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh,

memberikan vitalitas dan ruh baru dari pergeseran peradaban yang bergerak menuju ke

Timur.

Untuk mencapai visi 2017 dan misi tahun 2012-2017 melalui Renaisans

Yogyakarta itu, adalah dengan mengembalikan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jati

diri berbangsa yang kini tidak lagi menjadi penuntun gerak bernegara, gerak pemimpin

dan kerja birokrasi, serta gerak kehidupan seluruh elemen bangsa untuk menuju

Indonesia yang bermartabat.

Budaya adalah strategi bertahan hidup (surviving) dan menang (wining), dan

itulah takaran menilai tinggi rendahnya budaya. Yogyakarta memiliki budaya gotong

royong, tepa salira, dan banyak karya susastra tinggi, yang menjadikannya daerah yang

memiliki budaya tinggi (high culture).

Budaya tinggi tersebut di-wiradat dan di upgrade menjadi budaya unggul yang

berdaya saing di persaingan budaya global. Transformasi kultural yang diperlukan

21

adalah memahami nilai-nilai dasar keunggulan global, yaitu saling percaya dan kultur

management

Sumber: Bappeda DIY, 2013

Gambar IV.1 Arah Pembangunan DIY

Pemda DIY tengah mendorong perekonomian kawasan selatan sebagai pintu

depan lokomotif perekonomian DIY. Upaya yang dilakukan yakni membangun

peradaban baru melalui maritim dan dimulai dengan mengembangkan nilai keunggulan

di tingkat bawah melalui asosiasi badan kerjasama antar desa sebagai tulang

punggungnya.

Strategi budaya perekonomian melalui 'Among Tani Dagang Layar' ini merupakan

upaya membangun peradaban yang berbasis daratan ke maritim yaitu menggali

keunggulan lokal berupa teknologi. Hal ini sesuai dengan pemaparan Gubernur DIY Sri

Sultan Hamengku Buwono X dengan konsekuensi laut selatan bukan lagi menjadi

halaman belakang tetapi menjadi halaman depan yang pararel dengan kebijakan

ekonomi nasional.

22

Sumber: Bappeda DIY, 2013

Gambar IV.2 Pembangunan Kawasan Selatan

B. Perkembangan Perekonomian DIY

Perkembangan perekonomian DIY dilihat dari kontribusi masing-masing sektor

terhadap PDRB. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Pariwisata menjadi sektor unggulan

dalam perekonomian DIY dengan memberikan kontribusi terbesar pada tahun 2011

yaitu sebesar 20,84%. Kemudian diikuti sektor jasa-jasa sebesar 17,25%, sektor

pertanian sebesar 16,37%, dan industri pengolahan sebesar 13,48%. Trend

pertumbuhan positif terus dialami oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dari

16,78% pada tahun 2008 menjadi 17,04% pada tahun 2010. Pertumbuhan sektor jasa-

jasa juga mengalami pertumbuhan positif yaitu pada tahun 2008 sebesar 20,55%

menjadi 20,82% pada tahun 2010. Sedangkan sektor pertanian mengalami trend

pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 18,33% pada tahun 2008 menjadi 17,26%

23

pada tahun 2010. Urutan dominasi sektor unggulan pada tiap Kabupaten yang terdapat

pada propinsi DIY tampak bahwa pada Kabupaten Sleman didominasi oleh sektor

perdagangan yang diikuti oleh sektor jasa-jasa, dan sektor industri. Kota Yogyakarta

dominasi utamanya adalah sektor Jasa-jasa diikuti oleh sektor Perdagangan, dan

sektor Pengangkutan. Kabupaten Bantul dominasi utamanya berturut-turut adalah pada

sektor Pertanian, sektor Industri, dan sektor Perdagangan. Kabupaten Kulon Progo

dominasi utamanya berturut-turut adalah pada sektor Pertanian, sektor Jasa-jasa, dan

Sektor Perdagangan. Kabupaten Gunungkidul dominasi utamanya adalah sektor

Pertanian, sektor Jasa-jasa, dan sektor Perdagangan.

Sumber: Bappeda DIY

Gambar IV.3 Kontribusi Sektoral dalam Pertumbuhan DIY

C. Pertumbuhan, Struktur, Dan Laju Perekonomian DIY

Pertumbuhan ekonomi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan dari 3,70 % pada

tahun 2006 menjadi 5,16 % pada tahun 2011. Namun pertumbuhan ekonomi D.I.

Yogyakarta ini masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu 5,50 % pada

24

tahun 2006 yang meningkat menjadi 6,50 % pada tahun 2011. Walaupun pertumbuhan

ekonomi DIY masih dibawah nasional, namun laju pertumbuhannya adalah yang

tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa (pada 2011)

Sumber: Bappeda DIY

Gambar IV.4 Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY- Nasional

Sumber: Bappeda DIY

Gambar IV.5 Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY

25

Laju pertumbuhan ekonomi D.I. Yogyakarta (1,95%) masih lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dari Propinsi Jawa Tengah (-2,84%),

Propinsi Banten (-0,08%), Propinsi Jawa Barat (-0,09%), Propinsi DKI (1,82%), dan

Propinsi Jawa Timur (-0,31%). Secara grafis dapat dilihat pada Gambar IV.5.

Melihat Struktur Perekonomian D.I. Yogyakarta, kontribusi sektor pertanian

menempati urutan ketiga (16,07%) setelah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

(20,84%) dan Sektor Jasa-jasa (17,25%). Hal ini menggambarkan bahwa sektor utama

perekonomian DIY adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Pariwisata, Sektor Jasa-

jasa, dan Sektor Pertanian. Trend pertumbuhan positif terus dialami oleh sektor

perdagangan & jasa-jasa. Sedangkan distribusi sektor pertanian, cenderung menurun.

Sumber: Bappeda DIY Gambar IV.6 Struktur Perekonomian DIY tahun 2011

Kontribusi Ekonomi Sektor Pariwisata digambarkan dengan meningkatnya kontribusi

sektor Perdagangan,Hotel, dan Restoran seperti pada Tabel berikut.

26

Tabel. IV.1 : Nilai PDRB Provinsi DIY tahun 2006-2010 berdasarkan lapangan usaha (harga konstan tahun 2000) dalam juta rupiah

Sumber: Bappeda DIY

Perdagangan, Hotel dan Restoran merupakan sumber pendapatan terbesar pada

PDRB DIY hingga sekitar 20% dari 9 sumber-sumber PDRB yang ada. Perdagangan,

hotel, dan restoran ini berkembang secara positif dengan perkembangan pariwisata di

D.I. Yogyakarta

Persentase kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB

provinsi DIY tahun 2006-2010

Sumber: Bappeda DIY Gambar IV.7 Grafik persentase kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran

terhadap PDRB provinsi DIY tahun 2006-2010.

27

D. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kerja Kondisi Tenaga Kerja Sektoral di DIY

1. Tingkat penyerapan tenaga kerja DIY terbesar masih pada sektor perdagangan

(27 %). Sementara dominasi sektor pertanian dalam serapan tenaga kerja

dominan sudah mulai tergerus oleh sektor lainnya (industri, perdagangan, jasa-

jasa, transportasi).

2. Status tenaga kerja di D.I. Yogyakarta sebagian besar berada pada sektor non

formal, yaitu sebesar 57 % dan sisanya sebesar 43 % pada sektor formal.

Sumber: Bappeda DIY

Gambar IV.8 Grafik Kondisi Tenaga Kerja Sektoral di DIY

Status Ketenagakerjaan DIY (Feb 2012) :

Sumber: Bappeda DIY

Gambar IV.9 Grafik Status Ketenagakerjaan DIY Februari 2012

28

E. Sumber Daya Pertanian

1. Kondisi Lahan di Propinsi DIY

Luas lahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seluas 318,580 ha; 18,40 %

berupa lahan sawah dan 60 % berupa lahan kering/marjinal. Dari luasan 318,580 ha

tersebut rata-rata mengalami penyempitan sebesar 0,42 % per tahun (Dinas Pertanian

Provinsi DIY dalam Forum SKPD tahun 2009)

Luas lahan pertanian (226.140 ha) di D.I. Yogyakarta masih lebih luas

dibandingkan dengan luas lahan non pertanian (92.440 ha). Basis wilayah pertanian di

D.I. Yogyakarta di dominasi oleh lahan kering yang terdapat pada Kabupaten

Gunungkidul seluas 111.982 ha (49,5%) dan Kabupaten Kulonprogo seluas 45.331 ha

(20,0%).

Trend pertumbuhan lahan sawah cenderung menurun, 48.221 ha pada tahun

2006 menjadi 47.426 ha pada tahun 2010. Luas lahan sawah terbesar terdapat pada

Kabupaten Sleman seluas 22.819 ha (40,4%) dan Kabupaten Bantul seluas 15.465 ha

(27,4%).

Luas lahan sawah terus terkonversi setiap tahunnya dengan laju penurunan

245 ha/tahun. Laju konversi lahan sawah yang masif terjadi pada wilayah basis sawah

(Bantul sebesar 105 ha/tahun). Konversi lahan sawah tersebut sebagian besar beralih

menjadi pemukiman/perluasan wilayah perkotaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar berikut.

29

Sumber: BPPT Yogyakarta

Gambar IV.9 Kondisi Lahan Pertanian di Propinsi DIY

2. Keadaan Zonasi Iklim Di Wilayah DIY

Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar wilayahnya terletak antara 100 - 499

m dari permukaan laut, beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 0,01 - 100,00

mm per bulan yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Kerhasilan

usaha pertanian suatu wilayah salah satu ditentukan oleh sumberdaya iklim terutama

informasi agroklimat yang akurat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat skala peta

dasar yang digunakan, serta lama dan kerapatan data iklim yang digunakan. Informasi

agroklimat D.I. Yogyakarta berupa peta iklim merupakan inventarisasi potensi

sumberdaya iklim, diharapkan dapat memberikan arahan dalam pembangunan

pertanian, dan dapat mengetahui potensi dan kendala iklim untuk mengembangkan

suatu komoditas unggulan. BPPT telah melakukan pengkajian pada data iklim di

seluruh provinsi D.I.Y dengan menggunakan sistem Oldeman (1975). Selanjutnya untuk

30

menentukan Zona agroklimat Oldeman, diperhitungkan jumlah bulan basah dan jumlah

bulan kering berturut-turut. Hasilnya menunjukkan bahwa di kabupaten Bantul dan

Gunungkidul sebagian besar mempunyai zona agroklimat D3 dan sebagian kecil yang

tergolong tipe C3. Sedang di kabupaten Sleman dan Kulonprogo sebagian besar

tergolong zona C3 dan hanya sebagian kecil yang termasuk zona D3, kecuali beberapa

wilayah di kecamatan Samigaluh, Kulonprogo dan Pakem, Sleman termasuk zona B3

(iklim basah). Peta zona agroklimat dapat dilihat pada Gambar berikut

Sumber: BPPT Yogyakarta

Gambar IV.10 Peta Zona Agroklimat Propinsi DIY Skala 1:500.000, Tahun 2003

3. Kecocokan Komoditas Berdasarkan Peta Agroklimat di DIY

Berdasarkan peta agroklimat di DIY dapat dipetakan kecocokan komoditas yang

dapat diusahakan. Daerah Dataran Rendah (<500 m dpl) yang beriklim basah (ABC)

dapat diusahakan komoditas : rambutan, duku, durian, manggis, belimbing, nangka.

jeruk, jambu air, cempedak, kelengkeng, sukun, jambu batu, sawo, kedondong, alpokat,

salak, delima, strawberry, srikaya, pepaya, sirsak, dan pisang.

31

Daerah Dataran rendah (<500 m dpl) dengan iklim kering (DEF) dapat diusahakan

komoditas : mangga, jeruk, anggur, alpukat, jambu batu, kedondong, salak, nangka,

sukun, kelengkeng, kelapa, dan jambu mete.

Daerah Sedang-Tinggi (>5mm m dpl) dengan iklim basah (ABC) dapat diusahakan

komoditas : jeruk, klengkeng, nangka, sukun, jambu air, jambu batu, sawo, kedondong,

alpokat, kesemek, kina, teh, dan kopi arabika.

Daerah Dataran Sedang-Tinggi (> 500 m dpl) dengan Iklim Kering (DEF) dapat

diusahakan komoditas : apel, jeruk, alpokat, nangka, sukun, jambu batu, kedondong,

klengkeng, kopi arabika, dan tembakau.

Tabel IV.2 : Kecocokan Komoditas Berdasarkan Agroklimat

Sumber: BPPT Yogyakarta

32

4. Keadaan Zona Agroekologi

Konsep agroekologi adalah upaya ekologis untuk mempertemukan kondisi

ekologis sumberdaya dengan kondisi ekologis manusia guna mendapatkan manfaat

optimal dalam jangka panjang. Kegiatan yang digarap dalam kaitan ini berupa konsep

agroekosistem dalam bentuk agribisnis, agroindustry, agroforestry, hutan tanaman

industri (industrial forest plantation), silvofishery, pengembangan Daerah Aliran Sungai

dengan memperhatikan ekosistem alami dalam hal ini ekosistem hutan.

Dalam praktek di lapangan konsep agroekosistem adalah upaya mencari bentuk

pengelolaan sumberdaya lahan permanen, baik dalam satu komoditi maupun kombinasi

antara komoditi pertanian dan kehutanan dan atau peternakan/perikanan secara

simultan atau secara bergantian pada unit lahan yang sama dan bertujuan untuk

mendapatkan produktivitas optimal, lestari dan serbaguna, dan memperbaiki kondisi

lahan atau lingkungan. Dengan demikian konsep ini mencakup aspek struktur

ekosistem (structural attribute of ecosystem), yaitu jenis dan susunan

tanaman/komoditasnya; fungsi ekosistem (functional attribute of ecosystem) yaitu

produktivitas, kelestarian dan perbaikan lahan/lingkungan hidup; dan yang tak kalah

penting yaitu kelembagaan, tenaga kerja, teknik pengelolaan dan sosial ekonomi.

Pelaksana agroekosistem adalah: a. Masyarakat tani; b. perusahaan swasta; c. Badan

Usaha Milik Negara d. Pemerintah/Dinas terkait

Berdasarkan konsep ini, menjadi jelas bahwa agroekologi merupakan suatu

bentuk sistem yang komplek yang semestinya tidak diselesaikan secara parsial dengan

beberapa komponen saja tetapi harus secara holistik. Interaksi antar komponen

menuntut penalaran yang komprehensif, dengan mempertimbangkan seluruh

komponen secara simultan.

Pertanian adalah hal yang substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai

pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan baku industri, penyedia lapangan

kerja, dan sebagai penyumbang devisa Negara. Sehingga pembangunan pertanian

menjadi perhatian yang penting bagi pemerintah. Selama ini, agroekosistem yang

berkembang, adalah: sistem pertanian konvensional, sistem pertanian organik, dan

33

blum menuju ke sistem pertanian modern (pertanian industri). Adapun sistem pertanian

yang umum dilakukan oleh petani Indonesia adalah sistem pertanian konvensional yang

telah diterapkan oleh 57 % petani Indonesia. Sistem pertanian konvensional yang

dijalankan menyebabkan eksternalitas negatif yaitu menurunnya kualitas lingkungan

yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi pangan.

Agroekologi mendasari pelaksanaan pertanian berkelanjutan yang

menggambarkan peningkatan produksi dengan memperhatikan hubungan alam, ilmu

sosial, ekologi, masyarakat, ekonomi, dan lingkungan yang sehat. Agroekologi

diterapkan berdasarkan pada pengetahuan lokal dan pengalaman dalam pemenuhan

kebutuhan pangan lokal. Agroekologi sebagai pertanian berkelanjutan mempunyai

empat konsep sebagai kunci keberlangsungan pertanian, yaitu: produktivitas,

ketahanan, keberlanjutan, dan keadilan/kemerataan (PANNA, 2009). Selain itu, Jiwo

(2009) mendefinisikan agroekologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan biotik dan

abiotik di bidang pertanian, dan secara sederhana dimaknai sebagai ilmu lingkungan

pertanian.

Potensi wilayah dipetakan dengan menggunakan teknologi zona agroekologi, yang

kemudian disusul dengan pemetaan tanah tingkat tinjau, dan pemetaan tanah semi detail

dan detail Konsep Zona Agro Ekologi (ZAE) menurut AMIEN (1995) adalah

pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik Iingkungan yang sama,

dimana keadaan jenis tanaman dan hewan diharapkan tidak berbeda secara nyata.

Peta ZAE ini berisi penyebaran, sifat dan ciri tanah, evaluasi potensi sumber daya

lahan, serta pemanfaatannya untuk komoditas unggulan pertanian pada masing-masing

wilayah. Guna melihat potensi pengembangan pertanian maka peta tersebut di-

cropping berdasarkan zona pertanian saja dan peta tersebut disinkronkan dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disyahkan. Sinkronisasi kedua

informasi menghasilkan potensi sumber daya lahan untuk pengembangan pertanian.

Penyebaran potensi lahan masing-masing kabupaten/kota selengkapnya disajikan

pada Tabel IV.3. Legenda Peta Zona agroekologi dan secara spasial disajikan pada

Gambar berikut.

34

Sumber: BPPT Yogyakarta

Gambar IV.12 Peta Zona Agroekologi Prop DIY

Tabel IV.3 : Legenda Peta Zona Agroekologi Skala 1:250.000

35

Tabel IV.4 : Zoonasi Alternatif Pengembangan

Sumber: BPPT Yogyakarta

5. Plasma Nutfah Unggulan DIY

Kekayaan keragaman genetik / spesies yang merupakan kekayaan sumberdaya

hayati perlu dikelola sebaik-baiknya, guna memberikan dukungan keberlanjutan

kehidupan bangsa. Dengan semakin intensifnya usaha pertanian, varietas-varietas lokal

digantikan oleh varietas unggul yang seragam, akan mengancam kepunahan

ketersediaan plasma nutfah. Alih fungsi lahan pertanian, ladang, kebun dan pekarangan

menjadi fasilitas pemukiman dan industri, juga mengakibatkan kehilangan plasma

nutfah berbagai tanaman, hewan dan mikroba pertanian.

36

Tindakan pengumpulan, penyelamatan, pelestarian, dan pemanfaatan plasma

nutfah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, apabila ingin menyelamatkan

kekayaan sumberdaya genetik untuk kemajuan pertanian bagi generasi yang akan

datang.

Inventarisasi plasma nutfah telah dilakukan di 4 kabupaten dan kota yang

mencakup identifikasi pada tanaman pangan, hortikultura (buah-buahan unggul),

tanaman hias dan tanaman obat-obatan. Untuk pengembangan plasma nutfah tanaman

ke lokasi lain (ex situ) sangat diperlukan kondisi lingkungan (in situ) yang memenuhi

syarat bagi pertumbuhan tanaman, maka diperlukan inovasi teknologi indigenous yang

memadai dan mudah diserap oleh petani.

Jenis plasma nutfah tanaman potensial masing-masing daerah adalah sebagai berikut :

1. Di Kabupaten Gunung Kidul

Hortikultura

Tanaman buah yaitu : Srikoyo (Annona Squamisa), Mangga malam (Mangifera

indica, L), Pisang tanduk / pisang sungu (Musa paradisiaca),

Jambu Dalhari (Eugenia)

Tanaman hias : Anggrek bulan putih (Phaleonopsis amabilis), Anggrek Vanda

ekor tikus (Rhynchotillis densiflora), Anggrek Vanda

Ascocentrum, Anggrek tanah Kalichi, Anggrek tanah Samber

(bunga trompet).

Tanaman obat-obatan : Pulaipandak (Runwolfia vertilata), Pulai (Astonia Scolanis)

Tanaman pangan : Padi merah mandel

2. Di Kabupaten Bantul

Tanaman buah : Sawo manila (Achras zagota), sawo kecik (Manil kara kauki),

durian sungapan (Durio, sp) ; Duku Karangkajen (Lansium Domesticulum Corr)

3. Di Kabupaten Kulonprogo

Tanaman buah : Kepel (Stelechocarpus burahol), Manggis (Garcinia

mangostana, L), Duku (Lansium, sp), Kepel

37

Tanaman hias : Anggrek Oncidium, sp (Percobaan adaptasi )

4. Di Kabupaten Sleman

Tanaman buah : Salak madu (Salaca, sp), Salak Manggala (Salacca sp), Jambu

Dalhari (Eugenia aquera).

Tanaman hias : Anggrek Tricolor

5. Kota Yogyakarta

Tanaman buah : Kepel, Sawo Kecik, Pisang

Peta sebaran Plasma Nutfah Unggulan Prop DIY dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar IV.13 Peta Sebaran Plasma Nutfah Unggulan Prop DIY

38

F. SUMBER DAYA PARIWISATA

Menurut survei BPS (2010), Jogja kini hanya menduduki peringkat enam tujuan

wisata nasional dengan jumlah kunjungan wisatawan 3.390.455 orang setelah Jawa

Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Tengah.

Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan

wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010

tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari

mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata

MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam,

wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan

restoran. Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada

2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12

kali per hari. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama

serta didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY

mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Pada

tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 diantaranya yang layak dikunjungi.

Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek wisata

yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi

motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor

andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta pertanian. Dalam hal

ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor

perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan

tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan.

39

Gambar IV.14 Grafik Kunjungan Wisatawan di Indonesia dan DIY

Kunjungan wisatawan mancanegara mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Pada tahun 2004 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sejumlah 103.401 orang

dan pada tahun 2010 menjadi 152.843 orang, mengalami kenaikan 9,57 %

dibandingkan dengan tahun 2009 yang jumlah kunjungan wisatawannya sebesar

139.492 orang (Tabel IV.4.) . Wisatawan mancanegara yang berkunjung sebagian

besar berasal dari Netherland sejumlah 28.577 orang, diikuti dengan yang berasal dari

Jepang sejumlah 16.809 orang, Perancis sejumlah 15.949 orang, dan Malaysia

sejumlah 15.407 orang.

Tabel IV.5 : Jogja’s Tourism Performance

Year

Foreign

Tourists Growth (%)

Domestic

Tourists Growth (%)

2004 103,401 8.13 1,076,268 -1.77

2005 103,488 0.08 967,449 -10.11

2006 78,145 -24.49 836,682 -13.52

2007 103,224 32.09 1,146,197 36.99

2008 128,660 24.64 1,156,097 0.86

2009 139,492 8.42 1,286,565 1.3

2010 152,843 9.57 1,304,137 1.37

40

Sumber Ripparda DIY

Gambar IV.15 Grafik Portofolio Wisatawan

Lama tinggal wisatawan mancanegara yang bermalam di hotel melati mengalami

penurunan dari 1,88 hari pada tahun 2008 menjadi 1,82 hari pada tahun 2011.

Wisatawan Nusantara juga mengalami penurunan dari 1,76 hari pada tahun 2008

menjadi 1,74 hari pada tahun 2011. Sedangkan lama tinggal wisatawan mancanegara

yang bermalam di hotel bintang mengalami kenaikan dari 1,81 orang pada tahun 2008

menjadi 2,03 pada tahun 2011. Wisatawan nusantara yang bermalam di hotel bintang

nampak stabil.

Tabel IV.6 : Lama Tinggal Wisatawan

Akomodasi

Tahun

2008 2009 2010 2011

Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus

Hotel Melati

1,88 1,76 1,80 1,80 1,86 1,76 1,82 1,74

Hotel Bintang

1,91 1,70 2,02 1,69 1,96 1,63 2,02 1,70

Sumber: Ripparda DIY

41

Melihat kondisi dan perkembangan kepariwisataan DIY, dapat disusun 5 besar

kunjungan pada daya tarik wisata pada masing-masing Kabupaten/Kota seperti pada

Gambar IV.16. Tiga Kabupaten yang mempunyai pantai yaitu Kabupaten Bantul,

Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunungkidul sebagian besar obyek wisata

yang menjadi daya tarik utama wisman maupun wisnus adalah wilayah pantai selatan.

Kabupaten Bantul didominasi oleh Pantai Parang Tritis, Pantai Kwaru, Pantai

Pandansimo, Pantai Samas, dan Gua Selarong. Kabupaten Kulonprogo didominasi

oleh Pantai Glagah, Pantai Pelangi, Pantai Trisik, Pantai Congot, dan Sendang Sono.

Kabupaten Gunungkidul didominasi berturut-turut oleh Pantai Baron, Pantai

Congot, Tepus, Pantai Ngrenehan, dan Pule Gundes. Sementara Kabupaten Sleman

dominasi utamanya berturut-turut adalah Candi Prambanan, Kaliurang, Monjali,

Museum TNI AU Dirgantara, dan Kraton Ratu Boko. Sedangkan Kota Yogyakarta

didominasi berturut-turut oleh Taman Pintar, Gembira Loka, Kraton Yogyakarta,

Pagelaran Kraton dan Benteng Vredeburg.

Gambar IV.16 Kondisi dan Perkembangan Kepariwisataan DIY

42

Beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan wisata di DIY adalah :

Pertama, berkenaan dengan keragaman obyek. Dengan berbagai predikatnya, DIY

memiliki keragaman obyek wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun

non fisik, di samping kesiapan sarana penunjang wisata. Sebagai kota pendidikan,

Yogyakarta relatif memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Disamping itu,

terdapat tidak kurang dari 70.000 industri kerajinan tangan, dan sarana lain yang amat

kondusif seperti fasilitas akomodasi dan transportasi yang amat beragam, aneka jasa

boga, biro perjalanan umum, serta dukungan pramuwisata yang memadai, tim

pengamanan wisata yang disebut sebagai Bhayangkara Wisata. Potensi ini masih

ditambah lagi dengan letaknya yang bersebelahan dengan Propinsi Jawa Tengah,

sehingga menambah keragaman obyek yang telah ada.

Kedua, berkaitan dengan ragam spesifisitas obyek dengan karakter mantap dan unik

seperti Kraton, Candi Prambanan, kerajinan perak di Kotagede. Spesifikasi obyek ini

masih didukung oleh kombinasi obyek fisik dan obyek non fisik dalam paduan yang

serasi.

Kesemua faktor tersebut memperkuat daya saing DIY sebagai propinsi tujuan

utama (primary destination) tidak saja bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan

mancanegara. Sebutan Prawirotaman dan Sosrowijayan sebagai 'kampung

internasional' membuktikan kedekatan atmosfir Yogyakarta dengan 'selera eksotisme’'

wisatawan mancanegara.

Pariwisata Yogyakarta memiliki beberapa kekuatan daya tarik, seperti iklim yang

baik, atraksi pemandangan yang beragam, budaya yang menarik dan sejarah,

masyarakat yang ramah dan bersahabat, akomodasi khas, gaya hidup, harga yang

pantas. Ragam obyek wisata Yogyakarta seluruhnya terdiri atas 31 obyek wisata

budaya dan 19 obyek wisata alam. Dilihat dari wilayah pencapaiannya, obyek wisata di

atas semuanya terbagi dalam tujuh zona, yaitu :

43

Zona 1 Wilayah Sleman Utara di daerah lereng Gunung Merapi Obyek Wisata berupa

Wisata alam dan pegunungan: Hutan wisata Kaliurang, bumi perkemahan,

tempat pendakian Bebeng, pemandian, taman rekreasi anak-anak

Zona 2 Wilayah Sleman bagian Timur dan Gunungkidul bagian Utara Obyek Wisata

berupa Wisata peninggalan purbakala Candi-candi (Hindu dan Budha), situs

purbakala, Atraksi Sendratari ramayana

Zona 3 Wilayah (sebagian) Kabupaten Bantul dan (sebagian) Kabupaten Gunungkidul

Obyek Wisata berupa Wisata pendidikan dan alam pantai : Hutan Wanagama,

Hutan Rancang Kencono, Goa Ngglanggeran, Pantai Baron-Kukup-Krakal,

Pantai Wediombo.

Zona 4 Wilayah (sebagian) Kabupaten Bantul Obyek Wisata berupa Wisata rekreasi

dan budaya di pantai : Pantai Parangtritis, Goa Langse. Atraksi Upacara Adat

Kraton Yogyakarta (insidental).

Zona 5 Wilayah Kabupaten Kulonprogo bagian Selatan dan (sebagian) Kabupaten

Bantul Obyek Wisata berupa Wisata budaya, alam pantai, olahraga pantai,

Pantai Congot, Pantai Glagah, Pantai Samas, Goa Selarong

Zona 6 Wilayah Kabupaten Kulonprogo bagian barat Obyek Wisata berupa Wisata

alam, dan spritual Goa Kiskendo, Sendangsono, Pegunungan Samigaluh,

Pegunungan Kalibawang.

Zona 7 Wilayah Kotamadya Yogyakarta dan sekitarnya Obyek Wisata berupa Wisata

budaya, Pantai Congot, Pantai Glagah, Pantai Samas, Goa Selarong

Secara lebih terperinci, obyek-obyek tersebut digolongkan dalam tiga kategori :

(1) Obyek Wisata Alam, yang berupa obyek wisata pantai, pegunungan, dan goa,

44

(2) Obyek Wisata Sejarah, yang berupa peninggalan sejarah kerajaan, petilasan,

pemakaman, candi, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Kraton Yogyakarta,

Tamansari (Water Castle); Makam Imogiri (makam raja-raja Mataram); Candi

Prambanan, Candi Kalasan, Petilasan Ratu Boko, dan lain-lain,

(3) Obyek Wisata Budaya, yaitu berupa obyek budaya publik yang sampai kini masih

terpelihara, baik yang berujud kesenian maupun adat istiadat, seperti Sendratari

Ramayana, Wayang Kulit, Wayang Golek, Sekaten, Grebeg Maulud, Grebeg

Syawal, Grebeg Besar, dan Labuhan.

Di samping itu ada beberapa potensi obyek wisata yang masih dalam pengembangan

yang tersebar di setiap Dati II, yaitu :

1. Obyek Wisata Alam

Kabupaten Bantul : Goa Selarong, Pantai Pandansimo, Pantai Pandanpayung,

Pantai Samas, Gunung Pasirlanang, Pantai Parangtritis,

Pantai Parangkusumo, Pantai Parangwedang.

Kabupaten Kulonprogo : Goa Kiskendo, Pegunungan Samigaluh, Gunung Gajah,

Sendangsono, Pantai Congot, Pantai Pasir Mendit, Pantai

Dukuh Bayeman, Pantai Palihan, Pantai Glagah, Pantai

Dukuh Trukan, Pantai Pandan Segegek

Kabupaten Gunungkidul : Goa Girijati, Goa Langse, Goa Grengseng, Goa

Ngluaran, Goa Parang Kencono, Pemandangan Ereng,

Gunung Batur, Gunung Gambar, Lokasi Olahraga Layang

Gantung (bukit Kecamatan Pathuk dan Kecamatan

Panggang); Hutan pendidikan Wanagama, Hutan Bunder,

Pantai Langkap, Pantai Butuh, pantai Baron, Pantai Slili,

Pantai Krakal, Pantai Sungap, Pantai Wediombo, Pantai

Sadeng, Pantai Ngongap

Kabupaten Sleman : Lereng Gunung Merapi

45

2. Obyek Wisata Buatan

Kotamadya Yogyakarta : Benteng Vrederburg, peninggalan-peninggalan kraton

seperti Panggung Krapyak, Kraton Pakualaman, Makam

Kotagede

Kabupaten Bantul : Makam Imogiri

Kabupaten Gunungkidul : Situs Sokoliman, Situs Mangunan, Situs Beji, Situs

Ngluweng, Candirejo, Candi Risan

Kabupaten Sleman : Candi Gebang, Candi Sambisari, Candi Banyunibo,

Petilasan Ratu Boko, Candisari Sokogedhug, Candi Ijo,

Candi Prambanan, Candi Kalasan

3. Kesenian dan Tradisi

Kotamadya Yogyakarta : Wayang kulit, wayang golek, wayang klitik, wayang

wong, kesenian tari, tari klasik, tari modern, seni Tayub,

Ketoprak, Serandul, upacara siraman pusaka kraton, upacara

Sekaten, kuda lumping

Kabupaten Bantul: Obyek wisata kesenian dan tradisi Jathilan, Gejok Lesung,

Kethoprak, upacara Rebo Wekasan, upacara Kupatan

Jolosutro, upacara labuhan

Kabupaten Kulonprogo : Upacara adat Labuhan (oleh keluarga Pakualaman)

Kabupaten Gunungkidul : Jathilan, Gejog Lesung, Reyok, Kethoprak, Upacara

Rebo Wekasan, upacara Kupaten Jolosutro, upacara

Labuhan, upacara Bersih Telaga

Kabupaten Sleman : Kesenian Angguk, Jathilan, Badui, Wayang Kulit

46

4. Peninggalan Sejarah Perjuangan dan Monumen

Petilasan Sunan Kalijogo, Petilasan Ki Ageng Pemanahan, Monumen Gelaran,

Monumen Stasiun Radio AURI, Rute Gerilya Jendral Sudirman, Makam Nyi Ageng

Serang, Makam Girigondo, Monumen Yogya Kembali.

5. Museum

Museum Sonobudoyo, Museum Pangeran Diponegoro Wirotomo, Museum Angkatan

Darat, Museum Perjuangan, Museum Biologi UGM, Museum Khusus Dirgantara,

Museum Dewantoro Kirti Griya, Museum Affandi, Museum Kraton, Benteng

Vrederburg.

Posisi Strategis Yogyakarta dalam Konstelasi Pariwisata Nasional

Yogyakarta memiliki posisi strategis baik dari sisi letak geografi maupun demografi.

Yaogyakarta terletak di wialayah tengah pada pulau jawa, dengan demikian secara

demografi jumlah penduduk dan wisatawan lokal juga menyebar disekitarnya. Oleh

karena itu Yogyakarta menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan domestik di pulau

Jawa.

Sumber: Ripparda DIY

Gambar IV.17 Grafik 10 Besar DTW yang dikunjungi Wisatawan

Konsentrasi kunjungan wisatawan masih di daerah Merapi-perkotaan-parangtritis.

Investasi diperlukan untuk peningkatan daya tarik DTW di wilayah lain untuk

meningkatkan kunjungan wisatawan.

47

Tabel IV.7 : Data 10 Besar Museum DIY yang Terbanyak Dikunjungi Wisatawan Tahun 2013

MUSEUM WISNU WISMAN TOTAL PERINGKAT

1 Gembira Loka 1.529.051 15.445 1.544.496 1

2 Kraton Yogyakarta 714.829 133.165 847.994 2

3 Monumen Yogya Kembali (Monjali) 329.367 537 329.904 3

4 Benteng Vredeburg 252.974 5.349 258.323 4

5 TNI AU Dirgantara Mandhala 176.593 0 176.593 5

6 Gunungapi Merapi 126.217 2.408 128.625 6

7 Ullen Sentalu 74.647 4.450 79.097 7

8 Tani Jawa Indonesia 35.769 1.094 36.863 8

9 Sonobudoyo 16.759 6.215 22.974 9

10 Sandi 20.336 122 20.458 10

Total 3.276.542 168.785 3.445.327

Sumber: Ripparda DIY

Secara geografis daerah tujuan wisata di daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat

pada gambar berikut:

Sumber: Ripparda DIY

Gambar IV.18 Peta Destinasi Pariwisata (Ripparda 2013-2025)

48

V. DESAIN MASTER PLAN AGROWISATA

A. KERANGKA PEMIKIRAN PENYUSUNAN MASTER PLAN AGROWISATA

Penyusunan master plan agrowisata menggunakan pendekatan balans score dimulai

dengan pemetaan sumberdaya yang tersedia khususnya sumberdaya pertanian dan

sumberdaya wisata serta sumberdaya pendukung lain yang terkait dengan

pengembangan agrowisata. Berdasarkan peta sumberdaya pertanian dan wisata maka

dlakukan kajian dan analisis SWOT untuk menyusun peta strategi dan peta jalan bagi

pengembangan agrowisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar V.1 Kerangka Pemikiran Penyusunan Master Plan Agrowisata

49

B. DESAIN PEMBANGUNAN AGROWISATA DIY

Penyusunan desain pembangunan agrowisata DIY diawali dengan mengkaji visi

dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan visi dan misi dari

rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah kemudian disusun tema

strateginya.

Gambar V.2 Desain Pembangunan Agrowisata DIY

Rencana Pembangunan Jangka Panjang DIY (RPJP), yaitu pada tahun 2025

sebagai pusat pendidikan, budaya dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia

Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Sedangkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), yaitu menguatkan perekonomian

50

daerah dengan semangat kerakyatan, inovatif, kreatif, berdaya saing pariwisata untuk

memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkeadilan.

Selanjutnya misi dari RPJP dan RPJM dapat dirumuskan secara ringkas yaitu

penguatan ekonomi lokal dan dan modal sosial, pengembangan ekonomi kerakyatan

berbasis agraris, maritim dan Niaga serta terwujudnya kedaulatan pangan. Berdasarkan

visi dan misi RPJP dan RPJM maka disusun tema strategi, yaitu mewujudkan renaisans

pariwisata ekonomi dan pangan.

Pengembangan Agrowisata di DIY diarahkan untuk menghasilkan produk dan

atau jasa wisata dan jasa lingkungan yang spesial (specialty Product and services)

yang berkelanjutan. Produk dan atau jasa spesial (specialty Product and services)

bersifat lokal (localy based), berorientasi pasar (market based) dan bersifat unik

(unique). Produk dan jasa terbaik (best quality product and services), dihasilkan oleh

masyarakat dalam skala industri kecil-menengah (community based) namun tetap

menggunakan teknologi tepat yang terbaik dan terkini (technology based).

Dengan demikian pengembangan agrowisata diharapkan mampu meningkatkan

produksi dan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah,

meningkatkan pendidikan dan promosi produk pertanian, serta meningkatkan nilai

tambah dan mutu jasa lingkungan, untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut maka

dalam operasionalnya perlu dikembangkan budaya kerja bagi semua pelaku dalam

pembangunan agrowisata. Adapun budaya kerja tersebut diusulkan terdiri dari lima hal

gotong royong (team work), jujur (trusted), Kompeten dan profesional (profesional),

layanan (services), tepo seliro (respect)

Selanjutnya arah renaisans pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta mengarahkan

pada pembangunan pariwisata berbasis komunitas itu bisa dikembangkan dalam

bentuk pariwisata pedesaan (rural-tourism), di mana rakyat di sekitar destinasi wisata

sebagai subyek pelaku dan pengendali. Dalam kaitan itu, strategi pengembangan

pariwisata DIY yang berbasis budaya bisa dijadikan payung dalam pengembangan

pariwisata pedesaan ini hingga tataran implementasinya. Bersamaan dengan rural-

tourism ini juga dikembangkan secara kreatif-inovatif jenis-jenis kepariwisataan yang

51

berbasis di pedesaan, antara lain farm-tourism, green-tourism, outdoor-tourism, agro-

tourism, eco-tourism, dan nature/wildlife tourism.

C. PETA STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA

Peta strategi pengembangan agrowisata DIY disusun menggunakan pendekatan

balance score card, terdiri dari 4 aspek yaitu growth and leaning, internal process,

customer dan finansial. Secara ringkas peta strategi pengembangan agrowisata

dirumuskan sebagai berikut: pada aspek finansial sebagai upaya capaian

pembangunan agrowisata adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat yang didorong

oleh pendapatan yang meningkat serta terjadinya pertumbuhan dan pemerataan

penghasilan. Aspek finansial ini dapat tercapai jika kepuasan terhadap pelanggan

(wisatawan) yaitu adanya produk dan jasa wisata yang memberikan nilai kepuasan

yang tinggi kepada wisatawan serta meningkatkan nilai jasa lingkungan.

Untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi ini maka perlu didukung oleh

proses produksi yang terbaik, dengan dukungan sarana dan prasarana yang

mencukupi, terbangunnya kelembagaan produksi dan pengembangan pasar serta

upaya inovasi dan peningkatan daya dukung lingkungan. Pelaksanaan pembangunan

membutuhkan pembelajaran untuk mengembangkan pertumbuhan.

Untuk mendukung terselenggarannya dengan baik aspek proses internal maka

dukungan pengembangan SDM yang trampil perlu terus dilakukan, dan bila perlu

disiapkan secara by design, demikian pula dukungan sarana dan prasarana serta iklim

usaha yang kondusif baik dalam bentuk kebijakan investasi maupun jaminan keamanan

dan kebebasan berusaha sesuai hukum yang berlaku. Kegiatan pariwisata di DIY

diharapkan melibatkan semaksimal mungkin masyarakat baik sebagi penyedia tenaga

kerja maupun investasi dan kesempatan berusaha. Masyarakat dengan sumberdaya

yang relatif terbatas dan kecil perlu membangunkan kegiatan bersama dalam skala

usaha yang layak. Oleh karena itu upaya untuk membangun kelembagaan bisnis harus

diawali dengan pengembangan kelembagaan produksi di tingkat masyarakat. Selain

dari pada itu kelembagaan bisnis milik masyarakat perlu dukungan promosi untuk

membangun “brand” bagi produk dan atau jasanya.

52

Pengembangan agrowisata harus berkelanjutan, mengingat perkembangan

informasi dan teknologi serta budaya yang sangat cepat, maka keberlanjutannya akan

ditentukan oleh kemampuan unit bisnis agrowisata untuk secara terus menerus

melakukan inovasi dengan secara arif tetap mempertimbangkan kelestarian

sumberdaya alam dan lingkungan. Adapun peta strategi pengembangan agrowisata di

DIY dapat dilihat pada gambar V.3 berikut:

Gambar V.3 Peta Strategi Pengembangan Agrowisata di DIY

53

D. ANALISIS SWOT

Tabel V.1 : Matrik Analisis SWOT Pengembangan Agrowisata DIY

Internal

Eksternal

KEKUATAN (Kk)

DIY istimewa, pemerintahan, pertanahan, budaya dengan visi sbg daerah tujuan wisata terkemuka

Darah tujuan wisata pendi dikan dan budaya terkemuka

Telah tumbuhnya kultur ma- syarakat sadar wisata

Letak geografis di tengah2 pu lau jawa didukung akses baik

KELEMAHAN (Kl).

Keterbatasan dukungan pembiayaan dari pemerintah

Lemahnya koordinasi antar lembaga/ SKPD

Keterbatasan SDM yg kompeten dan professional dibidang industry jasa agrowisata

Dukungan infrastruktur pendu kung

PELUANG (Pl)

Pertumbuhan wisata yang cu kup tinggi wisatawan domestic (90 %) dan manca negara

Dorongan dan dukungan pemerintah pusat untuk pe- ngembangan agrowisata

Banyak lembaga pendidikan dan SDM hebat

Meningkatnya minat investor dalam investasi industri wisata

Kk - Pl

Mengembangkan agrowisata dengan prioritas wisatawan domestik yang bersifat masal, melengkapi destinasi wisata pendidikan dan budaya de- ngan dukungan Perguruan Tinggi, Litbang dan investor.

Membangun agrowisata yang berkualitas dan unik dalam mendukung wisata berbasis (agro, alam dan produk seni hasil agro) dengan kolaborasi pemda, masyarakat dan swasta

Kl - P l

Dukungan regulasi dan iklim usaha dan infrastruktur pendu kung bagi pengembangan industri agrowisata serta insentif yang menarik kepada investor wisata berbasis agro dan alam.

Membuat masterplan dengan roadmap yang jelas pengem bangan agrowisata untuk mem peroleh dukungan pembiayaan dari pusat dan dukungan dan sinergitas dari SKPD lainnya

ANCAMAN (Ac)

Perkembangan agrowisata di daerah lain yang cepat dengan dukungan regulasi dan infrastruktur

Globalisasi produk dan hasil produk teknologi

Kemiskinan masyarakat dise kitar wilayah pertanian (luas)

Penurunan sumberdaya dan kualitas lingkungan .

Kk – Ac

Membangun industri agrowisa

ta sebagai upaya untuk memper capat pertumbuhan ekonomi wi layah dan mengu rangi jumlah orang miskin dipedesaan yang berbasis pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Membangun agrowisata yang tetap mempertahankan dan bahkan meningkatkan jasa ling- kungan alam

Kl - Ac

Membangun agro wisata yang khas, unik, genuine sesuai kekhasan DIY dengan budaya nya yang tinggi didukung inovasi yang terus dilakukan.

Membangun SDM yang kompeten bagi aparatur maupun SDM trampil di lapangan (petani), serta terbangunnya koordinasi dan sinergitas antar SKPD di DIY

Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk

mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

dan ancaman (threats) dalam suatu proyek. Keempat faktor itulah yang membentuk

54

akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini

melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam

mencapai tujuan.

KEKUATAN (Kk)

DIY sebagai Daerah Istimewa menjadi tujuan wisata terkemuka.

Daerah tujuan wisata pendidikan dan budaya terkemuka.

Telah tumbuhnya kultur masyarakat sadar wisata.

Letak geografis di tengah-tengah pulau Jawa didukung akses yang transportasi dan

akomodasi yang baik.

KELEMAHAN (Kl).

Keterbatasan dukungan pembiayaan dari pemerintah.

Lemahnya koordinasi antar lembaga/ SKPD.

Keterbatasan SDM yang kompeten dan professional dibidang industry jasa

agrowisata.

Dukungan infrastruktur pendukung.

PELUANG (Pl)

Pertumbuhan wisata yang cukup tinggi wisatawan domestic (90 %) dan manca

negara.

Dorongan dan dukungan pemerintah pusat untuk pengembangan agrowisata.

Banyak lembaga pendidikan dan SDM hebat.

Meningkatnya minat investor dalam investasi industry wisata.

ANCAMAN (Ac)

Perkembangan agrowisata di daerah lain yang cepat dengan dukungan regulasi dan

infrastruktur.

55

Globalisasi produk dan hasil produk teknologi.

Kemiskinan masyarakat disekitar wilayah pertanian (luas), Penurunan sumberdaya

dan kualitas lingkungan.

>> Strategi Kekuatan-Kesempatan (Kk dan Pl)

Dengan memanfaatkan kekuatan atas peluang-peluang yang telah diidentifikasi

didapatkan strategi Kekuatan-Kesempatan sebagai berikut :

Mengembangkan agrowisata dengan prioritas wisatawan domestik yang bersifat

massal, melengkapi destinasi wisata pendidikan dan budaya dengan dukungan

Perguruan Tinggi, Litbang dan Investor.

Membangun agrowisata yang berkualitas dan unik dalam mendukung wisata

berbasis (agro, alam dan produk seni hasil agro) dengan kolaborasi Pemda,

masyarakat, dan swasta.

>> Strategi Kelemahan-Kesempatan (Kl dan Pl)

Kesempatan yang dapat diidentifikasi tidak mungkin dimanfaatkan karena

kelemahan yang dimiliki diantaranya karena keterbatasan dukungan pembiayaan

Pemerintah Daerah. Strategi yang dapat ditempuh adalah :

Membuat masterplan dengan roadmap yang jelas pengembangan agrowisata

DIY untuk memperoleh dukungan pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan

dukungan serta sinergitas dari SKPD lainnya.

Memberi dukungan regulasi, menciptakan iklim usaha dan infrastruktur

pendukung bagi pengembangan industri agowisata serta insentif yang menarik

kepada investor wisata berbasis agro dan alam.

>> Strategi Kekuatan-Ancaman (Kk atau Ac)

Dalam analisis ancaman ditemukan kebutuhan untuk mengatasinya. Strategi ini

mencoba mencari kekuatan yang dapat mengurangi atau menangkal ancaman

tersebut, yaitu :

56

Membangun industri agrowisata sebagai upaya untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi jumlah orang miskin di pedesaan

yang berbasis pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Membangun agrowisata yang tetap mmpertahankan dan bahkan meningkatkan

jasa lingkungan alam.

>> Strategi Kelemahan-Ancaman (Kl dan Ac)

Dalam situasi menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, strategi

yang umumnya dilakukan adalah “keluar” dari situasi yang terjepit tersebut.

Strategi yang disusun adalah :

Membangun agrowisata yang khas, unik, genuine sesuai kekhasan DIY dengan

budayanya yang tinggi didukung inovasi yang terus dilakukan.

Membangun SDM yang kompeten bagi aparatur maupun SDM trampil di

lapangan (petani), serta terbangunnya koordinasi dan sinergitas antar SKPD di

DIY.

E. ROADMAP PENGEMBANGAN AGROWISATA DI DIY

Berdasarkan desain Peta Strategi Pengembangan Agrowisata Daerah Istimewa

Yogyakarta serta Analisis SWOT, maka disusun Peta Jalan (Road Map)

pengembangan agrowisata DIY selama 5 tahun yang akan datang yaitu tahun

2014-2018 sebagai berikut

Tabel V.2 : Peta Jalan (Road Map) Pengembangan Agrowisata DIY 2014-2018

2014 2015 2016 2017 2018

DESAIN Tetapkan lokus agrowisata berbasis mapping potensi agro dan destinasi wisata

Lakukan pembangunan tahap awal

Lakukan /bangun kekhasan produk dan jasa yang unik

Mantapkan keunikan dan standarisasi layanan

Mantapkan stnadarisasi layanan dan pengembangan produk

57

REGULASI Susun , tetapkan dan sosialisasi regulasi insentif dan disinsentif agrowisata

Undang investor untuk berpartisipasi bangun agrowisata

Bangun atmosfir yang kondusif berupa proteksi dan promosi

Mantapkan atmosfir yang kondusif untuk pengembangan

Mantapkan atmosfir yang kondusif untuk pengembangan

INFRASTRUKTUR

Susun rencana dukungan infrastrutur dan peran SKPD lainnya

Bangun infrastruktur dasar khususnya akses jalan

Bangun infrastruktur lanjutan fasilitas umum

Bangun infrastruktur lanjutan fasilitas umum

Fasilitasi kemudahan untuk kembangkan infrastruktur

SDM Lakukan pelatihan SDM aparatur dan petani

Lakukan pelatihan sdm aparatur dan petani

Standarisasi kompetensi SDM aparatur dan petani

Mantapkan kompetensi SDM aparatur dan petani

Mantapkan kompetensi SDM aparatur dan petani

KELEMBA- GAAN

Desain dan kembangkan kelembagaan kemitraan

Bangun kelembagaan kemitraaan dan bangun branding

Mantapkan kelembagaan kemitraan dan bangun branding

Mantapkan kelembagaan kemitraan dan bangun branding

Bangun keberlanjutan kemitraan yang berkeadilan

LITBANG Bangun dan temukan serta rencanakan inovasi dan kreasi produk yang unik

Bangun dempolt untuk inovasi dan kreasi produk yang unik

Mantapkan dempolt untuk inovasi dan kreasi produk yang unik

Temukan dan ujicoba hasil inovasi dan kreasi produk yang unik

Terapakan teknologi hasil inovasi di lapangan

F. TAHAPAN ROADMAP AGROWISATA DIY

1. Tetapkan master plan, dengan peta strategi dan roadmap yang operasional

2. Desain pengembangan agrowisata dalam satu kluster pengembangan komoditas

dengan prioritas utama agrowisata berbasis pendidikan dan budaya dengan

segmen pasar kunjungan masal, diikuti prioritas kedua kluster untuk segmen

agrowisata berbasis alam (skala kecil-menegah).

3. Undang investor untuk menyiapkan dukungan fasilitas dan dukungan teknologi

dalam sebuah model kemitraan yang produktif antara investor-masyarakat dan

pemerintah.

58

4. Pengembangan sumber daya manusia aparatur dan masyarakat (petani) dengan

kultur baru pelaku industri jasa wisata (termasuk didalamya membangun kader

pelopor pengelola agrowisata di pedesaan).

5. Lakukan pengembangan jangka pendek dan menengah secara konsisten, penuh

komitmen dengan ambisi prestasi.

6. Undang para pihak baik eksternal pemerintahan maupun SKPD-SKPD untuk

mendukung pengembangan secara sinergi dengan peran dan kontribusi

maksimal.

G. MODEL KLUSTER PENGEMBANGAN AGROWISATA BERBASIS PENGETA-

HUAN DAN KETRAMPILAN MASYARAKAT DI DIY

Implementasi pengembangan agrowisata DIY diusulkan model pengembangan kluster

pegembangan agrowisata yang khas dan unik (speciality product) berbasis

pengetahuan dan ketrampilan masyarakat yang adaptif dan inovatif yang.

Unggul : unik, berkualitas dan ramah lingkungan (Good Agricultural Practices &

Good Handling Practices).

Kawasan terintegrasi memenuhi skala ekonomi.

Manajemen/pengelolaan terpadu dan efisien dalam sebuah kelembagaan yang

kuat, serta kemitraan antara investor, pemerintah dan petani.

Kemitraan untuk menjamin pemasaran agrowisata.

Dukungan infrastruktur dasar oleh pemerintah.

Dukungan regulasi dan koordinasi yang terintegrasi dan sinergis antar SKPD

dalam mendukung pengembangan wisata di DIY.

59

Gambar V.4 Contoh Model Kluster Pengembangan Agrowisata Salak Pondoh

60

VI. REKOMENDASI

Berdasarkan kajian dan analisis, (1) Visi dan misi pembangunan RPJP dan

RPJM DIY, mengarahkan industri pariwisata sebagai salah satu sektor strategis, dan

agrowisata menjadi hal yang perlu dikembangkan untuk mendukung visi dan misi

tersebut. (2) Pembangunan agrowisata merupakan bagian integral dari sistem

pembangunan pariwisata dan pembangunan DIY secara umum, karena itu perlu

diintegrasikan dan disinkronisasikan pola dan sistem pengembangannya. (3) Prioritas

pengembangan mengacu pada potensi pertanian yang khas dipadukan potensi jalur

tujuan wisata wisata yang telah berkembang. (4) Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan tujuan wisata utama wisata domestik berbasis pendidikan dan budaya untuk

wilayah Jawa. Maka disusun rekomendasi sebagai berikut:

1. Pengembangan agrowisata diarahkan dan diprioritaskan pada pengembangan

kluster-kluster potensi pertanian yang unik, baik karena kualitas produk, jenis

produk, maupun layanan jasa produk berbasis pertanian, dan diarahkan

mengikuti peta jalur dan destinasi wisata yang telah berkembang.

2. Pemerintah perlu mengembangan agrowisata berskala besar khusus bidang

pendidikan berbasis pertanian dalam arti luas (pertanian pangan, hortikultura,

perkebunan, perikanan, peternakan) yang menjadi tujuan wisata pendidikan,

pelatihan dan kebun percontohan pertanian maju dan modern seperti model

Taman Pintar tapi khusus pertanian. Untuk pengembangannya membutuhkan

dana yang besar maka diperlukan kerjasama dengan empat pihak yaitu

pemerintah, swasta, lembaga pendidikan dan masyarakat.

61

3. Dengan tersusunnya master plan dan peta jalan (roadmap) maka dapat

dilakukan penyusunan program dan kegiatan dengan mengacu pada master plan

dan peta jalan (road map) yang telah disusun secara konsisten dan

berkelanjutan.

4. Pelaksanaan program dan kegiatan harus fokus dan bersifat tahun jamak (multi

years) dengan tingkat fasilitasi pemerintah yang semakin menurun setelah

berlangsung 5 tahun.