Click here to load reader
Upload
ngodieu
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 381
Masjid dan Makam Sendang Duwur, Perwujudan Akulturasi
Ayeesha Putri Zarifa
A rsitektur Islam, A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Masjid Sendang Duwur merupakan masjid tertua di Lamongan, Jawa Timur. Masjid yang didirikan
oleh Sunan Sendang Duwur tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun sekaligus
menciptakan ruang budaya untuk melestarikan tradisi keagamaan dan akulturasi budaya Islam
dengan tradisi pra-Islam, yaitu Hindu-Budha. Masjid Sendang Duwur menyelenggarakan berbagai
kegiatan keagamaan yang merefleksikan akulturasi budaya pra-Islam dengan Islam, hal in i tampak
pada pola hias gunongan dan kala. Berbagai jenis makanan tradisional disajikan dalam acara
bancaan sebagai wujud selametan atau wilujengan yang mengedepankan harmonisasi dan
kerukunan antarsesama, serta merupakan unsur terpenting dari setiap upacara dalam sistem religi
orang Jawa. Selain itu masyarakat datang ke Masjid Sendang sekaligus berziarah ke Makam Sunan
Sendang Duwur ‘ngalap’ berkah meneladani kepribadian Sang Sunan. Mereka juga mengadakan
selametan di Masjid Sendang Duwur untuk tasyakuran atau berdoa memohonkan keselamatan
kepada Tuhan yang Mahakuasa.
Kata-kunci : masjid, akulturasi, islam, hindu-budha
Pendahuluan
Masjid sebagai bangunan rumah ibadah merupakan salah satu simbol keberadaan Islam pada suatu
masyarakat atau komunitas. Fungsi dan perannya ditentukan oleh lingkungan tempat masjid
didirikan, siapa yang mendirikan, dan ditentukan juga oleh zamannya. Keberadaannya tidak dapat
dipisahkan dari aktivitas ritual keagamaan sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Sang
Pencipta, dan juga merupakan media dalam melakukan hubungan sosial budaya sesama manusia.
Tidak kalah penting, masjid merupakan pusat syiar agama Islam, benda-benda peninggalan sejarah
yang ada di dalam masjid juga merupakan saksi sejarah berdirinya masjid, sekaligus merupakan
saksi sejarah masuk dan berkembangnya Islam ke wilayah tersebut .
Salah satu masjid yang keberadaannya sejak tahun 1561 Masehi dan merupakan saksi dakwah
kultural seorang waliyullah adalah Masjid Sendang Duwur. Masjid ini ada di Bukit Amitunon Desa
Sendang Duwur Paciran Lamongan Jawa Timur. Masjid tersebut didirikan oleh ulama kharismatik
yang sangat dihormati, yakni Sunan Sendang Duwur. Perannya dalam menyiarkan Islam di Tanah
Jawa disejajarkan dengan Walisongo. Strategi dalam berdakwah dengan tut wuri handayani lan tut
wuri hangiseni, yakni berdakwah dengan membiarkan adat istiadat tetap hidup, tetapi diberi warna
keislaman.
Sunan Sendang Duwur mendirikan Masjid Sendang Duwur sebagai media dan sarana dakwah untuk
menyebarkan Islam dengan pendekatan kultural, mengamati nilai-nilai budaya masyarakat setempat
dan mengadopsi nilai-n ilai tersebut sebagai media dakwah. Kemudian, Sunan Sendang Duwur
memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam bentuk budaya yang mentradisi di Desa Sendang Duwur
Paciran Lamongan. Masjid Sendang Duwur tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah semata-
Masjid dan Makam Sendang Duw ur, Perw ujudan Akulturasi
A 382 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
mata, tetapi juga sebagai arena menciptakan ruang budaya melestarikan tradisi keagamaan dan
sarana penanaman budaya Islam. Ada proses dialektika antara budaya Islamis yang dibawa oleh
Sunan Sendang Duwur dan kebudayaan lama non Islamis yang dimiliki oleh masyarakat setempat,
sehingga terjadilah akulturasi budaya.
Keunikan dari Masjid Sendang Duwur dapat dilihat dari masjid yang beratap tumpang, terdapat
ruang bunjur sangkar seperti joglo. Memiliki banyak tiang penyangga, pintu masjid dengan gaya
ukiran Jawa, Arab dan Modern. Sedangkan untuk makam Sendang Duwur sendiri terdapat Gapura
Bentar, gapura paduraksa, nisan dengan hiasan “Sinar Matahari” dengan ditengahnya terpahat
hurup Arab berupa Syahadat dari keterangan tersebut makam sendang duwur terdapat unsur
budaya Hindu yang masih kental dan dipadukan dengan Islam. Fakta-fakta semacam konsep masjid
dan makam, Atap tumpang, pagar bentar dan paduraksa dan lain-lain sehingga menarik untuk
mengkaji lebih dalam.
Pembahasan
Bangunan Masjid dan Makam Sendang Duwur dalam arsitekturnya di pengaruhi oleh berbagai unsur
budaya dari lokal Indonesia, Hindu-Budha, Islam, dan Jawa. Pada bangunannya, atap tumpang
bersusun tiga pada masjid merupakan pengaruh Hindu yang dapat dilihat pada atap meru bangunan
suci Hindu. Atap tumpang bersusun tiga terang menyerupai atap tumpang pada meru dan hal ini
juga terdapat pada relief candi Jawi, Jago, Surawana, dan Panataran. Letak kompleks yang berada
pada puncak gunung merupakan kelangsungan dari adat asli Indonesia. Maka mungkin tempat ini
dulu merupakan tempat suci pra-Islam. Demikian halnya dengan kompleks makam Islam beserta
masjidnya yang banyak terdapat di pantai utara Jawa. Lotus yang terdapat di beberapa bagian
masjid terang merupakan pengaruh dari Hindu bukan dari Islam. Tetapi panel-panelnya dengan
penampang segi enam yang runcing dengan pinggiran seperti tali yang dianyam merupakan pola
seni Islam. Motif ini terdapat pada masjid-masjid di luar indonesia.
Penampang geometris dengan hiasan bidang rosetta juga merupakan ragam hias Islam. Hiasan
seperti ini juga terdapat di Masjid Mantingan, Giri dan masih tetap digunakan menghias lembaran
pinggiran kitab suci Islam. Dalam keyakinan Hindu, lotus dianggap sebagai lambang (sumber) air,
sedangkan dalam ikonigraf i, lotus juga merupakan lambang yang memperkuat, membantu,
mendasari kehidupan secara magis. Mimbar tersebut berbentuk kursi yang tinggi dan besar dengan
kedua pasang kaki muka dan belakang yang ditinggikan sedang yang di muka lebih tinggi. Kedua
pasang kaki muka dan juga belakang dihubungkan dengan lengkungan yang menyerupai lengkung
makara. Di tengah lengkung itu terdapat lingkaran sinar dan di tengahnya terdapat lukisan mulut,
hidung, dan mata. Pada bidang yang lain terdapat hiasan motif daun dan lotus yang dominan,
seperti pada lengkung, tangan, dan kaki. Hiasan lotus pada mimbar ini lebih melambangkan Padma
sebagai sumber kehidupan, disamping sebagai lambang sumber air.
Gambar 1. Masjid dan Makam Sendang Duwur
Ay eesha Putri Zarifa
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 383
Pada kompleks bangunan Sendang Duwur terdapat dua macam bentuk gapura yaitu,
a) Candi Bentar
Terdapat 4 candi Bentar pada kompleks masjid dan makam Sendang Duwur. Candi bentar
dikenal zaman Indonesia – Hindu, seperti terdapat pada bekas Kompleks keraton Majapahit
(Gapura Waringin Lawang). Bangunan kuno (candi) relief seperti itu terdapat pada relief Candi
Jawi, Candi Jago, dan Candi Tigawangi. Bahkan candi bentar yang tertua berada di pura
Prasada Bali.
b) Paduraksa Gunung Bersayap
Terdapat tiga buah gapura paduraksa yang letaknya berada di bagian dalam. Gapura paduraksa
biasanya dibangun pada pintu masuk area yang yang dianggap suci/inti. Gapura Bersayap di
Makam Sendang Duwur tersebut terdapat kaitannya dengan Mitologi Hindu bahwa gunung
memiliki sayap. Gunung dalam mitologi Hindu mempunyai sayap, pintu gerbang paduraksa juga
melambangkan gunung, itulah sebabnya pada paduruksa bersayap di situs makam Sendang
Duwur dihiasi dengan motif-motif yang lazim ditemukan dalam gunungan wayang. Selain itu
makna sayap dalam mitologi hindu juga mengartikan pelepasan sehingga dalam makam
Sendang Duwur gapura bersayap ini dapat pula diartikan sebagai makna terlepasnya yang
dimakamkan di tempat tersebut dari kesulitan dunia.
Gapura bersayap ini cukup menarik, karena pada atap gapura dihiasi dengan motif kalamakara
yang di hiasai lengkungan sebuah pohon dengan banyak cabang. Pohon ini dianggap sebagai
pohon kehidupan, pohon surgawi, kalpadruma, kalpawrksa, kekayon atau gunungan. Pohon
yang ditampilkan pada beberapa relief candi dari periode di Indonesia Hindu-Indonesia. Di
kalangan Islam pohon seperti ini d isebut juga pohon “Syajarotul Khuldi” yang berada di Sidratul
Muntaha.
Pada dasar pilar paduraksa E terdapat ragam hias burung Merak menghiasi kanan kiri pilarnya.
Ragam hias Merak juga banyak dijumpai dalam hasil seni pahat. Hiasan ini merupakan sebuah
pendarmaan raja pertama Majapahit Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309). Burung Merak itu
pun dikenal sebagai binatang kendaraan dewa perang Skanda atau Kartikeya, putra Siwa dan
Parwati. Pada gapura paduraksa di Sendang Duwur terdapat motif kala marga. Motif ini sudah
dikenal dalam seni Hindu-Indonesia, hiasan seperti ini terdapat pula pada Candi Jago, Panataran,
Tigawangi, dan Penanggungan. Hiasan Kala Merga menandakan penghormatan bagi pahlawan
atau orang besar.
Gambar 3. Candi Bentar dan Gapura Paduraksa
Gambar 3. Tampak depan Makam Sunan Sendang Duwur
Masjid dan Makam Sendang Duw ur, Perw ujudan Akulturasi
A 384 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Makam utama pada komplek bangunan Masjid dan Makam Sendang Duwur ini adalah makam Raden
Noer Rachmat atau yang sering di sebut dengan Sunan Sendang. Berikut bentuk akulturasi unsur
budaya yang mempengaruhi arsitektur makam :
a) Cungkup
Cungkup berpondasi batu tetapi bangunan seluruhnya terdiri dari kayu (gebyok). Hiasan
terdapat pada jenjang masuk dan bagian muka dari pondasi tersebut. Hiasan pada jenjang
pintu masuk berupa motif bunga dan daun dengan hiasan bergelung seperti tanda tanya
terbalik di bagian tengahnya. Hiasan pada pintu masuk berupa panil-panil persegi enam
dengan hiasan motif bunga dan daun yang merupakan unsur kebudayaan Islam. Batas panil ini
tidak berbentuk hiasan tali seperti pada pintu masjid yang lama. Pada pondasinya terdapat
panil persegi enam dan juga terdapat bentuk kala yang digayakan dalam rangkaian pohon dan
daun, serta terdapat pula hiasan sayap. Pada bagian in i juga terdapat hiasan karangan daun
yang berbentuk hati yang merupakan ciri seni Islam. Pada pinggir bawah atau atas dari
pondasi ini terdapat hiasan karangan daun dan moif tumpal pengaruh Indonesia asli.
b) Nisan
Bagian paling menonjol dalam hal bangunan adalah nisan dengan tulisan Arab yang berisi
sifat-sifat sakral seperti ayat dari Al-Qur’an. Kadang juga hanya berisi nama. Nisan di sekitar
makam Sunan Sendang menggunakan nisan bercorak Surya Majapahit. Simbol surya majapahit
merupakan simbol kebesaran dari kerajaan majapahit yang merupakan kerajaan bercorak
Hindu. Berdasarkan beberapa pendapat simbol surya majapahit diletakkan pada tempat -tempat
atau makam yang masih merupakan silsilah kerajaan Majapahit.
Kesimpulan
Meskipun saat ini Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, sejarah dan budaya Indonesia
ada baiknya tidak dilupakan, seperti yang ada di Masjid dan Makam Sendang Duwur. Masjid dan
Makam Sendang Duwur merupakan salah satu masjid yang memilik keunikan dalam hal arsitektur,
yang merupakan hasil akulturasi antara budaya Hindu-Budha, Jawa, dan Islam. Kelestarian
Masuknya unsur budaya Islam di kompleks Sendang Duwur tetap tidak menghilangkan unsur budaya
asli Indonesia dan Hindu-Budha yang ada di kompleks tersebut, hal itu terjadi karena sikap arif oleh
Raden Nur Rahmad dalam menyebarkan agama Islam d i tempat tersebut, yaitu tetap megakomodasi
unsur-unsur budaya pra-Islam yang tidak bertentangan dengan akidah Islam untuk dimasukkan ke
dalam budaya Islam di Sendang Duwur. Lalu, terciptalah sebuah hubungan harmonis antara agama
dan budaya serta sejarah.
Acknowledgement
Penulis berterimakasih kepada Dr.Eng. Bambang Setiabudi, S.T., M.T. selaku dosen pengajar mata
kuliah AR-4232 Arsitektur Islam, Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, untuk
informasi, diskusi, dan komentar selama mata kuliah berlangsung. Makalah in i ditulis oleh Ayeesha
Putri Zarifa (NIM 152 14 096) mahasiswa mata kuliah AR-4232 Arsitektur Islam.
Daftar Pustaka
Perdana, Y. (2016). Sendang Duwur. Diambil dari
https://yusufperdanablog.wordpress.com/2016/12/09/sendang-duwur/
Siswayanti, N. (2016). Fungsi Masjid Sendang Duwur Sebagai Wujud Akulturasi Budaya. Semarang: Jurnal
SMaRT. Diambil dari http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/smart/article/view/382/254