4
2.1. Penerapan Nasionalisme Marhaenisme dalam Kehidupan Bangsa Di bulan September 1958, Bung Karno telah menjawab klaim marhaenis di kalangan para pendukungnya. Dalam pidatonya di istana negara itu, Bung Karno mengatakan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia. Pidato itu adalah sebuah penegasan, setidaknya kepada kader- kader marhaen yang masih komunisto-phobia, bahwa marhaenisme adalah marxisme. Segera setelah itu, muncul penentangan dari dalam kubu Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sendiri, terutama dari kubu Ketua Umum PNI, Osa Maliki. Kata Osa Maliki, “Marhaenisme berlawanan dengan Marxisme”. Tetapi Soekarno tidak hanya sekali mengatakan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Itu dikatakannya berkali-kali, bahkan semakin diperlengkap dan disistematisir. Misalnya, pada tahun 1936 ketika berpidato di hadapan Front Marhaenis, Bung Karno mengatakan bahwa untuk memahami Marhaenisme, maka kita harus menguasai dua pengetahuan: (1) pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan (2) pengetahuan tentang marxisme. Soekarno mengakui bahwa dirinya sangat dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx, terutama tentang materialisme-historisnya. Dan, pada saat itu, Soekarno jelas-jelas menyebut Marhaenisme sebagai

marhaenisme2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dokumen tentang marhaenisme

Citation preview

Page 1: marhaenisme2

2.1. Penerapan Nasionalisme Marhaenisme dalam Kehidupan Bangsa

Di bulan September 1958, Bung Karno telah menjawab klaim marhaenis di kalangan para

pendukungnya. Dalam pidatonya di istana negara itu, Bung Karno mengatakan bahwa

marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia.

Pidato itu adalah sebuah penegasan, setidaknya kepada kader-kader marhaen yang masih

komunisto-phobia, bahwa marhaenisme adalah marxisme. Segera setelah itu, muncul

penentangan dari dalam kubu Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sendiri, terutama dari kubu

Ketua Umum PNI, Osa Maliki. Kata Osa Maliki, “Marhaenisme berlawanan dengan Marxisme”.

Tetapi Soekarno tidak hanya sekali mengatakan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme

yang diterapkan di Indonesia. Itu dikatakannya berkali-kali, bahkan semakin diperlengkap dan

disistematisir. Misalnya, pada tahun 1936 ketika berpidato di hadapan Front Marhaenis, Bung

Karno mengatakan bahwa untuk memahami Marhaenisme, maka kita harus menguasai dua

pengetahuan: (1) pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan (2) pengetahuan tentang

marxisme.

Soekarno mengakui bahwa dirinya sangat dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx, terutama

tentang materialisme-historisnya. Dan, pada saat itu, Soekarno jelas-jelas menyebut

Marhaenisme sebagai penerapan materialis-historisnya Karl Marx dalam kekhususan masyarakat

Indonesia.

Dalam Dictionary of the Modern Politics of South-East Asia (1995), karya Michael Laifer,

disebutkan bahwa marhaenisme adalah salah satu varian dari marxisme. Mungkin bisa

disejajarkan dengan Maoisme, José Carlos Mariátegui, Sosial demokrat, Leninisme, dan lain

sebagainya.

Bung Karno mulai mengelaborasi gagasan-gagasan yang membentuk marhaenisme pada

tahun 1920-an. Untuk mengerti gagasan-gagasan tersebut, tentu kita kita harus melihat kembali

konteks saat itu. Pada saat itu, ada tiga gagasan besar yang mempengaruhi gerakan pembebasan

nasional Indonesia: marxisme, nasionalisme dari bangsa tertindas, dan Islamisme yang anti-

kolonial.

Page 2: marhaenisme2

Pilar Utama Marhaenisme

Soekarno membangun nilai-nilai marhaenisme berdasar atas 3 pilar utama. 3 pilar utama

dari paham marhaenisme ini merupakan hasil perasan dari pancasila yang disampaikan Ir.

Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Pilar utama marhaenisme terebut adalah

sosio-nasionalis, sosio-demokratis,dan Sosio-Ketuhanan yang Maha Esa.

- Sosio-Nasionalis

Seorang Marhaenis haruslah seorang nasionalis tulen, yang selalu mengedapankan

kepentingan negara ketimbang kepentingan pribadinya. Dengan sendi inilah diharapkan seorang

Marhaenis harus sigap menyingsingkan kedua lengan bajunya untuk bertindak secara patritotis

terhadap segala anasir yang akan melencengkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia.

- Sosio-Demokratis

Di negara yang terbentuk karena proklamasi yang diaklamasikan dengan mewakili seluruh

lapisan Masyarakat Indonesia yang multikultur , maka seorang Marhaenis selalu bertindak

demokratis, menghargai pendapat pihak – pihak yang berbeda agama, suku, ras golongan dan

lain sebagainya, dengan mendahulukan keputusan yang diusung pihak yang paling banyak

suaranya.

- Sosio-Ketuhanan Yang Maha Esa

Beriman kepada Tuhan yang Maha Esa serta mengamalkan semua ajaran yang diwajibkan

adalah fitroh manusia yang hidup di alam dunia ini. Dari pengamalan yang intensif inilah akan

terpancar kepedulian pada sesama, masyarakat sekitarnya dan negara.Bukankah sebagai

Marhaenis tulen harus memiliki mentalitas seperti ini.

Untuk memahami marhaenisme sebagai suatu azas dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara kita harus pula menelaah sejarah perjuangan nasional dan sejarah lahirnya

PANCASILA. Pancasila merupakan kristalisasi pemikiran kita sebagai bangsa yang tumbuh dari

sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia di abad ke-20 yang bermuara pada sidang-sidang

“para Pendiri bangsa” dalam BPUPKI dan PPKI.

Dalam sidang BPUPKI, penting dicatat peran Bung Karno sebagai penggali Pancasila.

Pada pidato di depan sidang BPUPKI hari ketiga (1 Juni 1945) Bung karno mengusulkan

Pancasila sebagai dasar negara untuk menanggapi pertanyaan kedua BPUPKI tentang apa dasar

negara Indonesia merdeka. Kelak dikemudian hari pidato tersebut dikenal sebagai pidato

Page 3: marhaenisme2

lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni 1945 dikenang sebagai lahirnya Pancasila (baca Pidato

Lahirnya Pancasila).

 Dalam pidato tersebut, Bung Karno mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara yang

diformulasikan beliau pertama sekali sebagai:

a. Kebangsaan Indonesia

b. Internasionalisme atau Perikemanusiaan

c. Mufakat atau Demokrasi

d. Kesejahteraan Sosial

e. Ketuhanan Yang Maha Esa