21
Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan Eksternal terhadap Aset Bank Central Asia (BCA) 2010-2017 Bank Risk Management : Correlation of Internal and External Factors towards the Effect to Bank Central Asia (BCA) Assets 2010 - 2017 Putri Dinah Husna Raswandi 1) , Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, SE., M.Sc. 2) Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail: [email protected] 1) , [email protected] 2) , [email protected] 3) ABSTRAK Penelitian dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh kinerja bank, yang ditentukan oleh seberapa baik bank dalam mengelola dananya sehingga dapat memperoleh laba maksimal. Dalam mengelola dana mereka harus mendapatkan laba, itu bisa dilihat melalui indikator tingkat kesehatan yang akan menentukan kinerja bank dalam memperoleh laba maksimal. Indikator-indikator ini adalah Non-Performing Loans (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dan Kurs, sedangkan untuk laba diukur dengan Return on Asset (ROA). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Non-Performing Loans (NPL), Loan to Deposit (LDR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Kurs terhadap Return on Assets (ROA) di Bank Central Asia untuk periode 2010 - 2017 , baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian asosiatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data Laporan Keuangan Publikasi triwulanan Bank Sentral untuk periode 2010 - 2017. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan memenuhi uji asumsi klasik, pengujian hipotesis, dan uji koefisien determinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Nilai Tukar berpengaruh positif signifikan terhadap Return on Asset (ROA) Bank Central Asia. Non-Performing Loans (NPL) berpengaruh negatif signifikan terhadap Return on Asset (ROA) Bank Central. Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return on Asset (ROA) Bank Central Asia. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return on Asset (ROA) Bank Sentral Asia. Nilai R Square sebesar 0.779456. menunjukkan bahwa kemampuan variabel dependen yaitu kurs, Non-Performing Loans, Loan to Deposit Ratio dan Biaya Operasioanal Pendapatan Operasional terhadap Return on Asset (ROA) Bank Central Asia sebesar 77.94% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Kata kunci: obyek penelitian, masalah, tujuan, metodologi 1. Pendahuluan Bank adalah salah satu komponen penting dalam keuangan suatu negara. Fungsi vitalnya dapat menjadi dasar dalam memenuhi kebutuhan pembangunan. Karena alasan ini, bagian ini akan menjelaskan manfaat lembaga ini dalam menjelaskan masalah yang ada. Pendapatan pemerintah adalah kombinasi dari pendapatan pajak, pendapatan bukan pajak dan pendapatan hibah. Jika disetujui oleh pemerintah tidak dapat disetujui, maka undurkan uang ini untuk mengatasi defisit. Pemerintah membutuhkan dana lain di luar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan anggaran tahunan. Tabel di bawah ini menggambarkan kondisi yang dialami Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dari 2014 hingga 2019. Defisit dalam enam tahun terakhir telah mempersulit pemerintah untuk menjalankan fungsinya demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk dilaksanakan. program yang dijanjikan pada awal kampanye Presiden. Tabel 1 Postur Anggaran Negara Indonesia (dalam Triliun Rupiah) Year Government Revenue State Expenditure Deficit 2019 2165.1 2461.1 296 2018 1894.7 2220.7 325.9 2017 1750.3 2080.5 330.2 2016 1822.5 2095.7 273.2 2015 1761.6 1984.1 222.5 2014 1667.1 1842.4 175.3 Defisit anggaran ini kemudian ditutupi oleh hutang atau pengurangan pembiayaan investasi negara. Alternatif lain selain meminjam dari bank domestik adalah menjual surat berharga atau memutuskan untuk meminjam uang dari luar negeri. Semakin besar hutang akan membebani pembiayaan yang mencakup bunga dengan perhitungan tambahan nilai waktu di masa depan, pemerintah akan memprioritaskan pinjaman berbunga terendah dan akan lebih baik jika bank meminjamkan pendapatan uang dari bank domestik, karena

Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan Eksternal terhadap Aset Bank

Central Asia (BCA) 2010-2017

Bank Risk Management : Correlation of Internal and External Factors towards the Effect to Bank

Central Asia (BCA) Assets 2010 - 2017

Putri Dinah Husna Raswandi1), Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, SE., M.Sc.2)

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Brawijaya

Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

E-mail: [email protected]), [email protected]), [email protected])

ABSTRAK

Penelitian dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh kinerja bank, yang ditentukan oleh seberapa baik bank

dalam mengelola dananya sehingga dapat memperoleh laba maksimal. Dalam mengelola dana mereka harus

mendapatkan laba, itu bisa dilihat melalui indikator tingkat kesehatan yang akan menentukan kinerja bank dalam

memperoleh laba maksimal. Indikator-indikator ini adalah Non-Performing Loans (NPL), Loan to Deposit Ratio

(LDR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dan Kurs, sedangkan untuk laba diukur dengan Return on

Asset (ROA). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Non-Performing Loans (NPL), Loan to Deposit (LDR),

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Kurs terhadap Return on Assets (ROA) di Bank Central Asia

untuk periode 2010 - 2017 , baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan jenis penelitian asosiatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data Laporan Keuangan

Publikasi triwulanan Bank Sentral untuk periode 2010 - 2017. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah regresi linier berganda dengan memenuhi uji asumsi klasik, pengujian hipotesis, dan uji koefisien determinasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Nilai Tukar berpengaruh positif signifikan terhadap Return on

Asset (ROA) Bank Central Asia. Non-Performing Loans (NPL) berpengaruh negatif signifikan terhadap Return on

Asset (ROA) Bank Central. Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return on Asset

(ROA) Bank Central Asia. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap Return on Asset (ROA) Bank Sentral Asia. Nilai R Square sebesar 0.779456. menunjukkan bahwa kemampuan

variabel dependen yaitu kurs, Non-Performing Loans, Loan to Deposit Ratio dan Biaya Operasioanal Pendapatan

Operasional terhadap Return on Asset (ROA) Bank Central Asia sebesar 77.94% sisanya dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak diteliti.

Kata kunci: obyek penelitian, masalah, tujuan, metodologi

1. Pendahuluan

Bank adalah salah satu komponen penting

dalam keuangan suatu negara. Fungsi vitalnya dapat

menjadi dasar dalam memenuhi kebutuhan

pembangunan. Karena alasan ini, bagian ini akan

menjelaskan manfaat lembaga ini dalam

menjelaskan masalah yang ada.

Pendapatan pemerintah adalah kombinasi dari

pendapatan pajak, pendapatan bukan pajak dan

pendapatan hibah. Jika disetujui oleh pemerintah

tidak dapat disetujui, maka undurkan uang ini untuk

mengatasi defisit. Pemerintah membutuhkan dana

lain di luar pendapatannya untuk memenuhi

kebutuhan anggaran tahunan. Tabel di bawah ini

menggambarkan kondisi yang dialami Indonesia di

era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dari 2014

hingga 2019. Defisit dalam enam tahun terakhir

telah mempersulit pemerintah untuk menjalankan

fungsinya demi meningkatkan kesejahteraan

masyarakat untuk dilaksanakan. program yang

dijanjikan pada awal kampanye Presiden.

Tabel 1 Postur Anggaran Negara Indonesia (dalam

Triliun Rupiah)

Year Government

Revenue

State

Expenditure

Deficit

2019 2165.1 2461.1 296

2018 1894.7 2220.7 325.9

2017 1750.3 2080.5 330.2

2016 1822.5 2095.7 273.2

2015 1761.6 1984.1 222.5

2014 1667.1 1842.4 175.3

Defisit anggaran ini kemudian ditutupi oleh

hutang atau pengurangan pembiayaan investasi

negara. Alternatif lain selain meminjam dari bank

domestik adalah menjual surat berharga atau

memutuskan untuk meminjam uang dari luar negeri.

Semakin besar hutang akan membebani pembiayaan

yang mencakup bunga dengan perhitungan

tambahan nilai waktu di masa depan, pemerintah

akan memprioritaskan pinjaman berbunga terendah

dan akan lebih baik jika bank meminjamkan

pendapatan uang dari bank domestik, karena

Page 2: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

manfaatnya memiliki pengganda berpengaruh pada

pertumbuhan domestik daripada meminjam uang

dari luar negeri. Namun, pada kenyataannya, bank

domestik Indonesia tidak dapat meminjamkan uang

mereka karena tingginya permintaan kredit di

masyarakat yang membutuhkan sejumlah besar

dana, sehingga tidak ada banyak dana cadangan

yang dapat dipinjamkan ke lembaga.

Dalam Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa pada

tahun 2015 uang yang dipinjam dari dana asing jauh

lebih besar daripada bank domestik, tetapi ada

perubahan drastis pada tahun 2016. Situasi ini

menunjukkan bahwa kebutuhan keuangan Indonesia

dari pinjaman luar negeri sangat tidak terduga,

karena pada umumnya angka pada 2015 pemerintah

mampu secara dramatis mengubah kondisi pinjaman

harus sangat sedikit dari jumlah pada 2016.

Table 1 State Deficit Financing (in Trillion Rupiah)

Source: APBN 2014 – 2017 Kementrian Keuangan

Republik Indonesia

Menjual sekuritas kepada publik dan

mengurangi investasi pemerintah adalah strategi

yang sangat baik untuk menutupi defisit negara.

Dapat dicatat bahwa dana yang dikumpulkan pada

tahun 2017 dari surat berharga mencapai 0,4 Triliun

rupiah dan pada tahun 2014 mencapai 205 triliun

rupiah meskipun jumlah pinjaman yang dikirim ke

luar negeri tetap lebih besar daripada yang

disediakan di negara ini. Dari sudut pandang lain,

terlihat bahwa sejak 2014 dan 2017 pinjaman dalam

negeri tidak pernah melebihi 5 triliun rupiah,

meskipun mengandalkan sekuritas kami masih

sangat tergantung pada dana asing, bank lokal tidak

dapat menjadi fondasi yang kuat untuk mencapai

stabilitas keuangan.

Tingkat loan to deposit ratio (LDR) di bank

sangat mempengaruhi perkembangan di Indonesia.

Semakin sedikit LDR diterima oleh masyarakat,

perusahaan, atau lembaga non-pemerintah. Semakin

besar porsi pemerintah tergantung pada kredit dalam

negeri untuk menjalankan berbagai program

pembangunan juga menggambarkan perlunya dana

kebutuhan pemerintah. Semakin besar Rasio

Pinjaman terhadap Deposito menunjukkan bahwa

rasio antara pinjaman yang dikonsumsi oleh publik

lebih besar dari jumlah dana pihak ketiga yang

dikumpulkan oleh bank. Lalu, bagaimana kita bisa

mengurangi jumlah persentase LDR di pasar

domestik? Itu adalah dengan memiliki dana pihak

ketiga yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan

kepada peminjam.

Rasio pinjaman terhadap simpanan bank

umum cukup tinggi berkisar antara 85% -90% pada

tahun 2017, mengurangi bagian bagi pemerintah

untuk meminjam hanya sekitar 15% - 10% dari dana

yang dapat dipinjamkan. Data ini juga

menggambarkan bahwa Bank Patungan dan Bank

Milik Asing bahkan mencapai rasio lebih dari 100%.

Kondisi ini menggambarkan kebutuhan kredit di

pasar masih tinggi dibandingkan dengan

kemampuan bank untuk mencapai permintaan

maksimum dan berdampak pada bisnis bank untuk

menjadi tidak efisien untuk pasar. Ini akan

memperlambat perkembangan ekonomi, termasuk

pertumbuhan sektor swasta untuk memperluas bisnis

mereka dan mengurangi pendapatan pajak dari

bisnis domestik. Salah satu faktor utama yang

mendorong ekspor suatu negara adalah dengan

memiliki modal yang kuat, membuat peluang para

pelaku ekonomi sulit bersaing di pasar internasional.

Tabel 1.3 menggambarkan bahwa aset bank

terbesar di Indonesia pada tahun 2018 tidak dapat

bersaing dengan bank terbesar di Singapura,

Malaysia, dan Thailand, yang populasinya lebih

sedikit dibandingkan dengan Indonesia. Ini adalah

studi yang menarik untuk diperdalam; mencari tahu

faktor apa yang dapat mempengaruhi bank untuk

memiliki aset yang lebih besar.

Table 3 Largest Southeast Asian Bank by Total Asset 2018

Rank Bank Name Country Assets

(US$ billion)

1 DBS Bank Singapore 404.1

2 OCBC Bank Singapore 351.2

3 United Overseas Bank

Singapore 277.99

4 Maybank Malaysia 189.1

5 CIMB Malaysia 125.3

6 Public Bank Berhad

Malaysia 102.9

7 Bangkok Bank

Thailand 101.5

8 Siam Commercial Bank

Thailand 97.7

9 Kasikorn bank

Thailand 95.8

10 Krung Thai Bank

Thailand 92.3

11 Bank Mandiri Indonesia 81.2

12 Bank Rakyat Indonesia

Indonesia 81.1

13 RHB Bank Malaysia 56.9

14 Bank Central Asia

Indonesia 55.3

Year Budget

Deficit

Domestic

Bank

Non-

Domestic

Bank

Foreign

Financing

2016 273.2 5.5 267.3 (0.4)

2015 222.5 4.8 237.7 (20)

Page 3: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

15 Bank Development of Vietnam

Vietnam 53.8

Source: Forbes, 2018

Bukan bank aset terbesar di Indonesia, Bank

Central Asia berhasil menjadi bank dengan

pengembalian aset terbesar kedua dibandingkan

dengan negara-negara ASEAN lainnya. Meskipun

Deutsche Bank Indonesia berada di peringkat

pertama, bank ini tidak berasal dari Indonesia; itu

adalah bank Jerman yang memiliki cabang di

Indonesia. Data pada Tabel 1.4 menjelaskan

kondisinya.

Table 4 Top Returns on Assets ASEAN 2018

Rank Bank Country Return

on Assets

(%

Change)

1 Deutsche

Bank

Indonesia

Indonesia 4.56

2 Bank Central

Asia

Indonesia 3.82

3 Acleda Bank Cambodia 3.4 4 Bank Rakyat

Indonesia

Indonesia 3.39

5 Bank BTPN Indonesia 2.85

6 Kiatnakin

Bank

Thailand 2.78

7 Canadia Bank Cambodia 2.54

8 HSBC Bank

Vietnam

Vietnam 2.53

9 Bank

Danamon

Indonesia

Indonesia 2.52

10 Bank Negara

Indonesia

Indonesia 2.37

Source: The Bankers, 2018

Bank Central Asia memiliki kekuatan modal

terkuat di Indonesia. Pada 2018, dengan Market Cap

US $ 40,2 Juta, tempat ketiga setelah bank-bank dari

Singapura, yaitu DBS dan OCBC. Ini adalah alasan

mengapa Bank Central Asia memiliki potensi untuk

menjadi bank yang lebih besar di Indonesia,

meskipun aset bank tidak terbesar dibandingkan

dengan Bank Rakyat Indonesia dan Bank Mandiri.

Dengan aset yang kuat dan pertumbuhan modal,

bank ini harus memiliki lebih banyak kekuatan

untuk menarik lebih banyak dana ketiga.

2. Isi Naskah

Untuk mengukur ukuran bank, peneliti

menggunakan Return of Asset (ROA) sebagai rasio

yang pengaruhnya tergantung pada beberapa

variabel independen. Ada banyak faktor penentu

dalam kesehatan bank, tetapi peneliti hanya memilih

beberapa indikator faktor internal dan eksternal yang

terkait dengan pembangunan ekonomi dan

pengaruhnya terhadap aset di bank. Peneliti memilih

Bank Central Asia untuk penelitian ini.

Penelitian ini membahas sejauh mana

pengaruh faktor ROA. Dalam penelitian ini,

berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga pada

teori-teori yang telah diteliti, peneliti ingin menguji

pengaruh Loan-to-Deposit (LDR), Non-performing

loan (NPL), Biaya Operasional Pendapatan

Operasional (OEOI) dan Nilai Tukar (USD / IDR)

sebagai faktor yang mempengaruhi Return on Asset

(ROA) untuk periode 2010-2017, sebuah studi kasus

Bank Central Asia.

Bank Central Asia adalah bank swasta tunggal

terbesar di Indonesia yang terus bersaing dengan

bank-bank BUMN terbesar di Indonesia, yaitu BNI

dan Mandiri. Bank Central Asia menjadi bank

swasta Indonesia di peringkat ke-9 dalam

Pengembalian Modal, peringkat ke-2 dalam

Pengembalian Aset dan kapitalisasi pasar terbesar

ketiga di ASEAN. Untuk alasan ini, peneliti memilih

Bank Central Asia untuk menyelidiki lebih lanjut

pengaruh variabel yang mempengaruhi pertumbuhan

aset bank swasta ini. Dengan Return on Asset (ROA)

tertinggi di Indonesia dan kedua di ASEAN pada

2018, menurut bankir, itu menunjukkan bahwa bank

ini berjalan cukup efektif dibandingkan dengan bank

lain dalam menggunakan profitabilitas.

A. LDR (Pinjaman ke Deposit)

LDR (Loan-to-Deposit) adalah peran penting

dalam pertumbuhan ekonomi negara, oleh karena

itu, variabel ini menjadi aspek penting. Meskipun

jumlah LDR yang lebih kecil yang beredar

merupakan peluang bagi pemerintah dalam

pembangunan ekonomi, di sisi lain, LDR yang tinggi

menunjukkan bahwa permintaan pinjaman di

Indonesia sangat besar.

Sebagaimana dijelaskan oleh Kasmir (2011), Loan to

Deposit Ratio (LDR) adalah rasio untuk mengukur

komposisi jumlah kredit yang diberikan

dibandingkan dengan jumlah dana publik dan modal

yang digunakan. Rasio maksimum pinjaman

terhadap setoran menurut peraturan pemerintah

adalah 110%.

Rasio ini juga digunakan untuk menilai likuiditas

bank dengan membagi jumlah kredit yang diberikan

oleh bank kepada dana pihak ketiga. Semakin tinggi

Page 4: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

rasio, semakin rendah kemampuan likuiditas bank

yang bersangkutan, sehingga kemungkinan bank

dalam kondisi bermasalah akan semakin besar.

Pinjaman yang diberikan tidak termasuk pinjaman

ke bank lain sementara dana pihak ketiga adalah

giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat

deposito. Semakin tinggi LDR, dan semakin tinggi

kemungkinan risiko kredit macet (Kasmir, 2004)

B. NPL (Kredit Bermasalah)

Jadi, jika kita ingin memperhatikan LDR dalam

kinerja bank-bank NPL, ada hubungan timbal balik

yang kuat. Kredit Bermasalah / NPL menurut Dunil

(2005) adalah debitur atau kelompok debitur yang

termasuk dalam kelompok kolektibilitas kelompok

kredit 3, 4, 5 dari 5, yaitu debitur yang kurang

lancar, diragukan dan macet. Harus selalu diingat

bahwa perubahan klasifikasi kredit dari kredit saat

ini ke NPL secara bertahap melalui proses

penurunan kualitas kredit. NPL / Non-Performing

Loan adalah rasio yang menunjukkan kemampuan

manajemen bank dalam mengelola kredit

bermasalah yang disediakan oleh bank. Sehingga

semakin tinggi rasionya, semakin buruk kualitas

kredit bank, semakin besar jumlah kredit

bermasalah, semakin besar kemungkinan bank

dalam kondisi bermasalah. Jumlah yang

diperbolehkan oleh Bank Indonesia mengenai rasio

Non-Performing Loans maksimum 5%. Jika

melebihi 5%; itu akan mempengaruhi kesehatan

bank yang bersangkutan (Harun, 2016).

C. BOPO (Beban Operasional, Pendapatan

Operasional)

Selain itu, variabel BOPO (Beban Operasional

Biaya Operasional) adalah gambaran umum tentang

cara bank mengelola biaya operasional dan

pendapatan operasional. Biaya operasional adalah

biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk

menjalankan kegiatan bisnis utamanya seperti biaya

bunga, biaya pemasaran, biaya tenaga kerja, dan

biaya operasional lainnya. Semakin kecil rasionya,

semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan

oleh bank bersangkutan. Mengenai peraturan Bank

Indonesia, efisiensi operasi diukur oleh BOPO

dengan batas BOPO maksimum 90%. Efisiensi

operasional juga mempengaruhi kinerja bank. BOPO

menunjukkan apakah bank telah menggunakan

semua faktor produksinya dengan tepat dan berhasil.

Ketika sesuai dengan standar, bank mampu

menyalurkan kredit yang sesuai karena kinerja

keuangan bank yang lancar.

Rasio BOPO menunjukkan efisiensi dalam

menjalankan bisnis utamanya, terutama kredit

berdasarkan jumlah dana yang terkumpul. Dalam

mengumpulkan dana, terutama di masyarakat, biaya

bunga diperlukan. Rasio BOPO adalah rasio antara

biaya operasional dan pendapatan operasional. Biaya

operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank

dalam konteks menjalankan aktivitasnya sedangkan

pendapatan operasional adalah semua bentuk

pendapatan yang diperoleh dari aktivitas bank.

Pengaruh BOPO Ratio terhadap perubahan Profit

dimana rasio BOPO menunjukkan pengaruh negatif,

semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien

bank dalam mengelola kegiatannya, sehingga ROA

akan meningkat. BOPO memiliki efek negatif pada

ROA (Harun, 2016).

D. Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia

Aktivitas perbankan sangat dipengaruhi oleh

kondisi ekonomi yang baik dan buruk. Nilai tukar

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur

stabilitas ekonomi, karena nilai tukar mata uang

suatu negara sering meningkat atau menurun.

Akibatnya, jika nilai tukar mata uang asing (dolar

AS) berfluktuasi, minat publik untuk memiliki mata

uang asing, terutama dolar AS, akan meningkat, dan

kemungkinan bahwa masyarakat akan mengurangi

tabungan bahkan dana mereka yang disimpan di

bank akan sebagian ditarik. Dengan demikian,

kegiatan operasional bank akan terganggu karena

bank kesulitan mendapatkan dana (Emile et al.,

2011).

Table 5 Exchange Rate USD/IDR

Year USD/IDR % change

2011 9068 0.85%

2012 9670 6.63%

2013 12189 26.04%

2014 12440 2.05%

2015 13795 10.89%

2016 13436 (2.60%)

2017 13548 0.833%

Source : fxtop.com

Jika nilai tukar lebih tinggi, maka distribusi dana

Bank melalui pembiayaan akan lebih rendah. Dari

Tabel 1.5 dapat dilihat, nilai tukar mengalami

fluktuasi dan perubahan yang berbeda setiap tahun

dari 2011 hingga 2017. Ketika nilai tukar meningkat,

pembiayaan juga akan meningkat sementara nilai

tukar hanya turun pada tahun 2016 saja dan hanya

dengan minus 2,6 persen.

2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangnya, masalah

tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 5: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

A. Efek Eksternal

Apakah ada pengaruh signifikan kurs USD /

IDR terhadap ROA Bank Central Asia?

B. Efek Internal

a. Apakah ada pengaruh signifikan NPL

terhadap ROA Bank Central Asia?

b. Apakah ada pengaruh signifikan LDR

terhadap ROA Bank Central Asia?

c. Apakah ada pengaruh signifikan OEOI

terhadap ROA Bank CentralAsia?

2.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menguji pengaruh kurs USD / IDR

pada ROA Bank Central Asia

2. Untuk menguji efek NPL pada Bank Central

Asia ROA

3. Untuk menguji pengaruh LDR pada ROA

Bank Central Asia

4. Untuk menguji pengaruh OEOI pada ROA

Bank Central Asia

2.3 Teori Pendukung

Pada dasarnya, "bank" dapat didefinisikan sebagai

entitas bisnis yang mengumpulkan dana dari publik

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kembali ke masyarakat untuk meningkatkan

kehidupan banyak orang. Hal ini sesuai dengan

Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1998

(Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1998),

yang menjelaskan arti bank sebagai perusahaan jasa

dan memiliki kegiatan utama dengan tiga fungsi

utama:

• Menerima penyimpanan dana publik dalam

berbagai bentuk

• Mendistribusikan dana dalam bentuk pinjaman

bagi masyarakat untuk mengembangkan bisnis

• Melakukan berbagai layanan dalam transaksi

perdagangan dan pembayaran di dalam dan luar

negeri, serta berbagai layanan lain di sektor

keuangan, dalam transfer penagihan, cek perjalanan,

kartu kredit, brankas, pembelian dan penjualan

sekuritas dan sebagainya. (Kasmir, 2014)

2.3.1 Sistem Penilaian CAMELS

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

30/2 / UPPB pada 30 April 1998 tentang cara

menilai tingkat kesehatan bank umum, penilaian

tingkat kesehatan oleh bank Indonesia dilakukan

dengan melihat faktor-faktor: Modal, Kualitas Aset,

Manajemen, Penghasilan dan Likuiditas atau biasa

disingkat CAMEL.

Teknik analisis CAMEL yang digunakan untuk

penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada

ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran

Bank Indonesia nomor 30/2 / UPPB / tanggal

30/4/1997 junto. Surat Edaran Bank Indonesia

nomor 30 / UPPB / tanggal 19/03 / 1998.

Berdasarkan penjelasan surat edaran BI, penerapan

analisis CAMEL dilakukan dengan langkah-langkah

berikut:

1. Tinjau data laporan keuangan (Neraca dan

Laporan Laba Rugi) dengan sistem akuntansi yang

berlaku dan penjelasan pendukung lainnya.

2. Hitung rasio masing-masing aspek CAMEL.

3. Hitung nilai kotor setiap rasio.

4. Hitung nilai bersih setiap rasio dengan

mengalikan nilai kotor masing-masing dengan bobot

standar masing-masing rasio.

5. Tambahkan nilai bersih rasio CAMEL.

6. Membandingkan hasil penjumlahan rasio CAMEL

keseluruhan dengan standar Bank Indonesia

Kerangka kerja CAMELS merupakan salah

satu metode paling populer untuk analisis dan

evaluasi tingkat kesehatan perbankan. Kerangka

kerja ini, pertama dikenal sebagai CAMEL,

diciptakan pada tahun 1979 di AS oleh badan

pengatur bank, dan penggunaannya telah

diperpanjang sejak saat itu, dianggap sebagai alat

yang berguna bagi otoritas regulasi dari berbagai

negara untuk menilai kesehatan keuangan. institusi

(Roman & Şargu, 2013). Faktanya, regulator A.S.

mengakui bahwa pasar kompetitif global saat ini

belum difaktorkan secara memadai ke dalam

CAMEL dan, pada tahun 1997, menambahkan faktor

keenam yang dirancang untuk menangkap risiko

sistemik. Komponen sistemik ini, S, berupaya

menangkap sensitivitas bank terhadap faktor-faktor

pasar yang mencakup tingkat bunga, nilai tukar mata

uang asing, dan risiko harga (Gasbarro, Sadguna, &

Zumwalt, 2002

A. Kecukupan modal (C) adalah salah satu

indikator paling penting untuk kesehatan

keuangan sektor perbankan karena

menjamin kapasitas sektor ini untuk

menyerap kerugian yang diakibatkan oleh

manifestasi risiko tertentu atau

ketidakseimbangan ekonomi makro tertentu

yang signifikan (Roman & Şargu, 2013).

B. Kualitas aset (A) adalah parameter penting

untuk menguji tingkat kekuatan keuangan.

Pemeliharaan kualitas aset adalah fitur

mendasar dari perbankan. Moto utama di

balik pengukuran kualitas aset adalah untuk

memastikan komponen aset berkinerja

Page 6: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

buruk sebagai persentase dari total aset

(Altan et al., 2014).

C. Kualitas Manajemen (L) tidak hanya

tergantung pada kinerja keuangan saat ini.

Komponen ini terdiri dari sejumlah besar

masalah seperti tingkat pendidikan dan

keahlian manajemen. Dengan demikian, itu

yang paling sulit untuk diukur jika

dibandingkan dengan yang lain (Dincer,

Gencer, Orhan, & Sahinbas, 2011)

D. Penghasilan Kuat (E) dan profil

profitabilitas bank mencerminkan

kemampuannya untuk mendukung operasi

saat ini dan masa depan. Lebih khusus lagi,

ini menentukan kapasitas untuk menyerap

kerugian dengan membangun basis modal

yang memadai, membiayai ekspansi, dan

membayar dividen yang memadai kepada

pemegang sahamnya (Nimalathasan, 2008).

E. Likuiditas (L) manajemen bank telah

dianggap penting karena tekanan kompetitif

dan aliran modal asing yang mudah di pasar

domestik. Dampak dari krisis likuiditas di

bank dapat berdampak buruk pada kinerja

keuangan bank (Kumar, Harsha, Anand, &

Dhruva, 2012).

F. Sensitivitas terhadap risiko pasar (S) adalah

ketika bank komersial semakin terlibat

dalam operasi yang beragam seperti

peminjaman dan pinjaman, transaksi dalam

valuta asing, penjualan aset yang dijaminkan

untuk sekuritas dan sebagainya. Semua ini

tunduk pada risiko pasar seperti risiko suku

bunga, risiko nilai tukar mata uang asing,

dan risiko finansial dan risiko harga

komoditas (Baral, 2005)

2.3.2 Peringkat Bank Berbasis Risiko (RBBR)

Bank dapat menilai kesehatan banknya

dengan menggunakan metode baru yang baru

saja dikeluarkan oleh pemerintah dalam PBI

nomor 12/1 / PBI / 2011 pascal 2, menyatakan

bahwa bank diharuskan menilai kesehatan bank

menggunakan pendekatan risiko. (Peringkat

Bank Berbasis Risiko) baik secara individu atau

konsolidasi. Peraturan tersebut menggantikan

metode penilaian sebelumnya, yaitu CAMEL.

Metode RBBR menggunakan penilaian empat

faktor berdasarkan Surat Edaran BI No. 13/24 /

DPNP, yang terdiri dari Profil Risiko, Tata

Kelola Perusahaan yang Baik, Penghasilan, dan

Modal.

Dari faktor profil risiko menggunakan

perhitungan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko

likuiditas. Faktor GCG memperhitungkan

penilaian penerapan penilaian mandiri. Faktor

Penghasilan / Rentabilitas diukur dengan

indikator laba sebelum pajak untuk total aset

(ROA). Pendapatan bunga bersih atas total aset

(NIM). Faktor modal diukur dengan rasio CAR.

Dengan metode RGEC secara keseluruhan

memiliki predikat sangat sehat dalam Peraturan

Bank Indonesia No. 13/1 / PBI / 2011 Pasal 2,

dinyatakan bahwa bank diharuskan menilai

tingkat kesehatan bank dengan menggunakan

pendekatan Peringkat Bank Berbasis Risiko.

secara individual atau konsolidasi. Dalam

metode ini, ada beberapa indikator sebagai

referensi:

A. Profil Risiko

Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non-

Performing Loans (NPL) yang dihitung dengan

rumus :

NPL = (Kredit Bermasalah) / (Total Kredit) x

100%

Tabel 6 Risk Profile Ranking Criteria (NPL)

B. Profil Likuiditas

Risiko Likuiditas dengan menggunakan rasio

Loan to Deposit Ratio (LDR):

LDR = (Jumlah Kredit yang diberikan) / (Dana

Pihak Ketiga) x 100%

Rating Description Criteria

1 Very Healthy NPL < 2%

2 Healthy 2% ≤ NPL < 5%

3 Quite Healthy 5% ≤ NPL < 8%

4 Unwell 8% ≤ NPL < 12%

5 Not Healthy NPL ≥ 12%

Page 7: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

Tabel 7 Criteria for Establishing Risk Profile Ranking (LDR)

C. Good Corporate Governance (GCG)

Dengan menganalisis laporan Good

Corporate Governance (tata kelola) yang

dipandu oleh Peraturan Bank Indonesia No. 13/1

/ PBI / 2011 dengan mencari laporan tahunan

yang diterbitkan dan menetapkan penilaian yang

dibuat oleh bank berdasarkan sistem penilaian

mandiri

Tabel 8 Criteria for Determining GCG Ranking

(self-assessment)

D. Penghasilan

Penilaian penghasilan diukur menggunakan

rasio Pengembalian Aset (ROA) dengan

menggunakan rumus berikut:

ROA = (laba sebelum pajak) / (rata-rata total

aset) x100%

Tabel 9 Criteria for Determining Ranking of

Rentability (ROA)

Rating Description Criteria

1 Very Healthy ROA < 1.5%

2 Healthy 1.25% ≤ LDR <

1.5%

3 Quite Healthy 0.5% ≤ LDR <

1.25%

4 Unwell 0% ≤ LDR<

0.5%

5 Not Healthy LDR ≥ 0%

E. Modal

Riyadi (2006) menjelaskan bahwa setiap

bank yang beroperasi di Indonesia diharuskan

untuk mempertahankan kewajiban penyediaan

modal minimum (KPMM). Kewajiban

kecukupan modal yang tinggi atau rendah atau

CAR dari suatu bank akan dipengaruhi oleh dua

faktor utama, yaitu jumlah modal yang dimiliki

oleh bank dan jumlah aset risiko-seimbang

(ATMR) yang dikelola oleh bank. Hal ini

disebabkan penilaian faktor modal berdasarkan

rasio modal terhadap aset tertimbang menurut

risiko (ATMR). Penilaian faktor modal diukur

menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR)

dengan rumus berikut:

CAR = (Modal Bank) / (aset seimbang risiko) x

100%

Kurs

A. Nilai tukar uang konvensional

Nilai tukar adalah kutipan harga pasar mata

uang asing dalam harga mata uang domestiknya atau

kebalikan dari harga mata uang asing dalam suatu

mata uang (Greenwald, 1982). Nilai tukar mata uang

dapat ditentukan oleh pemerintah sebagaimana

Rating Description Criteria

1 Very Healthy LDR < 75%

2 Healthy 75% ≤ LDR <

85%

3 Quite Healthy 85% ≤ LDR <

100%

4 Unwell 100% ≤ LDR<

120%

5 Not Healthy LDR ≥ 120%

Rating Description

1 Very Healthy

2 Healthy

3 Quite Healthy

4 Unhealthy

5 Not Healthy

Page 8: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

diterapkan di negara dengan sistem nilai tukar tetap

atau ditentukan oleh komoditas antara kekuatan

pasar yang berinteraksi (bank komersial -

perusahaan multinasional - perusahaan manajemen

aset - perusahaan asuransi - bank valuta asing - pusat

bank) dan kebijakan pemerintah tentang negara yang

menerapkan sistem nilai tukar yang fleksibel

(Karim, 2010).

Dalam teori Neoklasik, tingkat harga di

suatu negara dapat berubah karena perubahan

jumlah uang beredar atau karena faktor-faktor yang

mendahului perubahan dalam output negara seperti

kebijakan fiskal, teknologi, perang, cuaca, dll. Jika

ada peningkatan signifikan dalam uang pasokan,

maka akan ada juga kenaikan harga yang signifikan

(inflasi), tingkat harga melonjak karena penurunan

permintaan uang, juga lonjakan depresiasi uang

(Krugman, 1991). Paritas daya beli dalam nilai tukar

mata uang

Persamaan e P / (P ')

Di mana: e: Nilai Tukar

P: Tingkat Harga Domestik

P ’: Tingkat Harga Asing

P dan P 'ditentukan oleh interaksi permintaan dan

penawaran uang di masing-masing negara,

kemudian tawar-menawar dari peluang arbitrase

akan membahas nilai tukar di mana persamaan

paritas daya beli P = e P apply berlaku (Karim,

2010).

B. Teori nilai tukar uang Islam

Menurut Karim (2010), pembahasan nilai tukar

menurut Islam akan menggunakan dua skenario:

Skenario 1: perubahan harga terjadi di negara yang

mempengaruhi nilai tukar (faktor asing dianggap

tidak berubah / berpengaruh).

Fluktuasi Nilai Tukar Alamiah

Fluktuasi Nilai Tukar Kesalahan Manusia

Korupsi, Administrasi Buruk dan Pajak Berlebihan

Skenario 2: perubahan harga terjadi di luar negeri;

faktor domestik dianggap tidak berubah /

berpengaruh.

Nilai tukar mata uang akan mempengaruhi

harga barang / komoditas dan layanan yang

digunakan oleh bank dan pendapatan dalam kegiatan

operasionalnya. Jika kembali ke persamaan

persamaan paritas daya beli e P / (P ') di mana P dan

P' ditentukan melalui interaksi permintaan dan

penawaran uang di masing-masing negara maka, P =

e P 'misalnya, pelemahan dari nilai tukar rupiah

terhadap dolar telah menghasilkan harga domestik

yang lebih tinggi. Efeknya sedangkan jika harga

mengalami kenaikan ini akan mengakibatkan

penurunan daya beli konsumen barang / komoditas

dan jasa maka kemampuan masyarakat untuk

berinvestasi dan menabung juga menurun

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara

versus mata uang negara lain atau zona ekonomi.

Ada beberapa jenis nilai tukar (Investopedia):

• Mengambang gratis

Nilai tukar mengambang bebas naik dan turun

karena perubahan pasar valuta asing.

• Mata Uang Terbatas

Beberapa negara telah membatasi mata uang,

membatasi pertukaran mereka ke dalam batas

negara. Juga, mata uang yang dibatasi dapat

memiliki nilainya yang ditentukan oleh pemerintah

• Pasak Mata Uang

Terkadang suatu negara akan mematok mata

uangnya dengan mata uang negara lain. Misalnya,

dolar Hong Kong dipatok ke dolar AS dalam kisaran

7,75 hingga 7,85. Ini berarti nilai dolar Hong Kong

ke dolar AS akan tetap dalam kisaran ini.

• Onshore Vs. Di lepas pantai

Nilai tukar juga bisa berbeda untuk negara yang

sama. Dalam beberapa kasus, ada tarif darat dan

lepas pantai. Secara umum, nilai tukar yang lebih

menguntungkan sering dapat ditemukan di dalam

perbatasan suatu negara versus di luar

perbatasannya. Cina adalah salah satu contoh utama

dari negara yang memiliki struktur nilai ini. Selain

itu, Yuan Cina adalah mata uang yang dikendalikan

oleh pemerintah. Setiap hari, pemerintah Cina

menetapkan nilai titik tengah untuk mata uang

tersebut, memungkinkan Yuan untuk

diperdagangkan dalam pita 2% dari titik tengah

• Spot vs. Forward

Nilai tukar dapat memiliki apa yang disebut kurs

spot, atau nilai tunai, yang merupakan nilai pasar

saat ini. Atau, nilai tukar mungkin memiliki nilai ke

depan, yang didasarkan pada ekspektasi untuk mata

uang naik atau turun versus harga spotnya. Nilai

forward rate dapat berfluktuasi karena perubahan

harapan untuk suku bunga di masa depan di satu

negara dibandingkan yang lain. Misalnya, mari kita

katakan bahwa pedagang memiliki pandangan

bahwa Zona Euro akan melonggarkan kebijakan

moneter versus A. Dalam kasus ini, pedagang dapat

membeli dolar versus euro, sehingga menghasilkan

nilai euro yang jatuh.

Kutipan

Biasanya, nilai tukar dikutip menggunakan akronim

Page 9: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

untuk mata uang nasional yang diwakilinya.

Misalnya, akronim USD mewakili dolar AS,

sedangkan EUR mewakili euro. Mengutip pasangan

mata uang untuk dolar dan euro, itu adalah EUR /

USD. Dalam hal ini, kuotasi adalah euro ke dolar

dan diterjemahkan menjadi 1 perdagangan euro

untuk setara dengan $ 1,13 jika nilai tukar adalah

1,13. Dalam kasus yen Jepang, itu adalah USD /

JPY, atau dolar ke yen. Nilai tukar 100 akan berarti

bahwa 1 dolar sama dengan 100 yen.

2.3.3 Pengukuran Kesehatan Bank

Mengacu pada ketentuan PBI Bank

Indonesia No. 5/8 / PBI / 2003 dan perubahan pada

ketentuan No. 11/25 / PBI / 2009 tentang penerapan

manajemen risiko untuk bank umum; delapan risiko

harus dikelola oleh bank. Kedelapan jenis risiko

tersebut adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko

operasional, risiko likuiditas, risiko kepatuhan,

risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis.

Setiap aktivitas atau produk bank

mengandung setidaknya satu jenis risiko atau lebih.

Karenanya, untuk menghindari potensi kerugian,

bank perlu mengelola risiko ini. Manajemen risiko

pada dasarnya adalah serangkaian metodologi dan

prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,

mengukur, memitigasi, memantau, dan

mengendalikan risiko yang timbul dari semua

aktivitas bisnis bank. Manajemen risiko adalah

upaya mengelola risiko sehingga peluang untuk

mendapatkan laba dapat direalisasikan secara

berkelanjutan karena risiko untuk

mempertimbangkan aktivitas bank.

Bank Indonesia menyatakan bahwa esensi

penerapan manajemen risiko adalah kecukupan

prosedur dan metodologi manajemen risiko sehingga

kegiatan bisnis bank dapat dikelola pada batas yang

dapat diterima, serta memberikan manfaat kepada

bank sesuai dengan tingkat risiko yang dapat

diterima.

Mengingat perbedaan dalam kondisi pasar,

struktur, ukuran, dan kompleksitas bisnis bank, tidak

ada sistem manajemen risiko universal untuk semua

bank. Dengan demikian setiap bank harus

menetapkan sistem manajemen risiko sesuai dengan

fungsi dan kompleksitas bank, dan menyediakan

sistem organisasi manajemen risiko di bank sesuai

dengan kebutuhannya. (Ikatan Bankir Indonesia,

2015)

Berikut ini adalah penjelasan berbagai risiko sesuai

dengan definisi Bank Indonesia:

1. Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko kerugian karena

kegagalan rekanan untuk memenuhi kewajibannya.

Risiko kredit mencakup risiko akibat kegagalan

debitur untuk membayar kewajiban kepada bank,

risiko kredit karena kegagalan rekanan untuk

memenuhi kewajiban, misalnya dalam perjanjian

kontrak derivatif, dan risiko kredit karena risiko

penyelesaian, misalnya dalam perjanjian jual beli

valuta asing.

Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas

fungsional bank, seperti aktivitas kredit dan aktivitas

tresuri. Dalam kegiatan treasury, misalnya, bank

membeli obligasi korporasi, berinvestasi dalam

membeli sekuritas, melakukan trade finance (trade

finance), keduanya dicatat dalam buku perbankan

dan buku perdagangan (Ikatan Bankir Indonesia,

2015). Misalnya, risiko kredit akan muncul jika:

A. Bank memberikan kredit kepada pelanggan

B. Bank menempatkan dana pada bank lain

sebagai penempatan antar bank

C. Bank melakukan transaksi derivatif seperti

forward atau swap kontrak berjangka

dengan pelanggan atau bank lain

D. Bank membeli sekuritas perusahaan

2. Risiko Pasar

Risiko pasar adalah risiko perubahan harga

pasar dalam posisi portofolio dan akun administratif,

termasuk transaksi derivatif. Perubahan harga terjadi

karena perubahan faktor pasar, termasuk risiko

perubahan harga opsi.

Yang dimaksud dengan faktor pasar adalah

nilai tukar, suku bunga, harga saham, dan harga

komoditas (Ikatan Bankir Indonesia, 2015).

Misalnya, risiko pasar dapat timbul jika:

A. Bank membeli obligasi negara dengan

kupon tetap ketika harga pasar obligasi turun

jika suku bunga pasar naik

B. Bank membeli mata uang USD, yang

nilainya dalam mata uang Rupiah akan

menurun jika nilai tukar USD melemah

terhadap rupiah

C. Bank melakukan transaksi swap suku bunga

derivatif yang dapat menyebabkan liabilitas

derivatif bagi pihak lawan

D. Bank melakukan kegiatan perdagangan atau

membeli dan menjual sekuritas

3. Risiko Likuiditas

Page 10: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

Risiko likuiditas adalah risiko karena

ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban

yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas

dan / atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang

dapat dijaminkan, tanpa mengganggu aktivitas dan

kondisi keuangan bank.

Risiko likuiditas dapat dikaitkan dengan aktivitas

kredit fungsional (penyediaan dana), aktivitas

treasuri dan investasi, dan aktivitas hubungan

koresponden dengan bank lain (Ikatan Bankir

Indonesia, 2015) misalnya:

A. Bank tidak dapat memenuhi penarikan kredit

oleh pelanggan karena dana yang tersedia

tidak mencukupi

B. Bank mengalami kerugian kliring dan tidak

dapat memenuhi kekurangan dan di Bank

Indonesia atau bank sentral

C. Bank tidak dapat memenuhi permintaan

untuk penarikan dana publik yang terjadi

secara tiba-tiba

D. Bank tidak dapat memperoleh pinjaman dari

bank lain ketika bank membutuhkan

likuiditas

4. Risiko Operasional

Risiko Operasional adalah risiko karena

proses internal yang tidak memadai atau tidak

berfungsi karena tidak adanya atau tidak

berfungsinya prosedur kerja, kesalahan manusia,

kegagalan sistem, dan peristiwa eksternal yang

memengaruhi operasi bank.

Risiko operasional dapat menyebabkan

kerugian finansial secara langsung atau tidak

langsung dan menimbulkan potensi kehilangan

peluang untuk mendapatkan keuntungan (Ikatan

Bankir Indonesia, 2015), misalnya:

A. Pemalsuan tagihan setoran oleh karyawan

bank yang kemudian digunakan sebagai

jaminan untuk kredit

B. Kesalahan memasukkan uang karena

karyawan yang ditunjuk kurang

berpengalaman

C. Bencana alam terjadi dalam bentuk banjir

besar sehingga bank tidak dapat beroperasi

secara normal

D. Kejahatan keuangan seperti penipuan sering

dilakukan oleh orang luar bekerja sama

dengan karyawan bank

5. Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko karena kelalaian

bank, yang dapat menyebabkan kelemahan dalam

aspek peradilan, dalam menghadapi tuntutan hukum

dari pihak lain. Penyebab risiko hukum adalah,

antara lain, hukum dan peraturan pendukung yang

tidak tersedia, kelalaian bank dalam proses

pengikatan agunan sehingga perjanjian seperti

persyaratan validitas kontrak tidak kuat, pengikatan

agunan kredit tidak sempurna (Ikatan Bankir

Indonesia, 2015). Sebagai contoh:

A. Bank tidak dapat melakukan agunan untuk

kredit macet karena agunan tidak tepat

waktu, dan pemilik agunan menolak upaya

bank untuk menjual agunan

B. Bank mengalami kesulitan menagih

kewajiban kredit pelanggan karena

perjanjian kredit ditandatangani oleh pejabat

yang tidak sah menurut anggaran dasar

perusahaan dan pelanggan menggunakan

kelemahan ini untuk tidak membayar

kewajiban mereka kepada bank

C. Pelanggan menuntut bank karena pelanggan

merasa mereka membeli produk bank yang

tidak transparan, mengingat bank tidak

menjelaskan risiko dari produk tersebut.

6. Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah risiko suatu peristiwa

yang menimbulkan persepsi negatif terhadap

bank, yang dapat mengakibatkan menurunnya

tingkat kepercayaan pemangku kepentingan

terhadap bank (Ikatan Bankir Indonesia, 2015),

Misalnya:

A. Pengumpulan kartu kredit bank dilakukan

oleh pihak ketiga yang tidak memperhatikan

etika metode penagihan sehingga reputasi

bank umumnya berkurang di mata publik.

B. Ada kerugian besar bagi bank karena

penipuan oleh karyawan bank

C. Banyak produk kartu kredit mengalami

kejahatan keuangan sehingga reputasi bank

sebagai bank yang aman telah menurun, dan

berpotensi berdampak pada penurunan

bisnis kartu kredit.

7. Risiko Strategis

Risiko stratejik adalah risiko yang terjadi karena

ketidaktepatan dalam membuat atau

mengimplementasikan keputusan strategis, serta

kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan

perubahan dalam lingkungan bisnis (Ikatan

Bankir Indonesia, 2015). Sebagai contoh:

A. Bank mengikuti aliran pengembangan

bisnis.

Page 11: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

B. Bank memutuskan untuk bersaing dengan

bank asing dengan meluncurkan bisnis

produk terstruktur yang kompleks, meskipun

bank belum memiliki infrastruktur yang

memadai sehingga bank mengalami

kerugian.

C. Bank memutuskan untuk melakukan bisnis

tertentu yang ternyata membawa kerugian

besar bagi bank.

8. Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan adalah risiko yang terjadi

akibat bank tidak mematuhi atau tidak

menerapkan peraturan internal dan peraturan

perundang-undangan tidak berlaku, seperti

ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum (KPMM), penilaian kualitas aset

produktif, Pembentukan Cadangan Kerugian

Nilai (CKPN), Batas Maksimum Pemberian

Kredit (BMPK), ketentuan Posisi Devisa Neto

(PDN), risiko strategis terkait dengan ketentuan

Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) dan

risiko lain terkait ketentuan tertentu (Ikatan

Bankir Indonesia, 2015). Sebagai contoh:

A. Bank tidak mengirim laporan harian wajib

ke Bank Indonesia sehingga mereka harus

membayar denda

B. Bank melanggar ketentuan batas posisi

devisa neto dan mendapat teguran dan denda

dari regulator.

C. Sebagai hasil dari kompetisi, bank tidak

sepenuhnya mengikuti prosedur yang

ditentukan oleh regulator.

2.4 Kerangka Berfikir

Eksposisi:

H1: Efek negatif dari Nilai Tukar terhadap

Pengembalian Aset (ROA)

Mata uang yang menurun jelas akan mengurangi

daya beli pendapatan dan modal yang diperoleh dari

semua jenis investasi. Pengurangan investasi ini

akan meningkatkan efisiensi operasional bank.

Dengan penurunan investasi, permintaan untuk

pembiayaan di bank juga akan menurun dan

selanjutnya akan mempengaruhi rasio keuangan

bank, salah satunya adalah rasio profitabilitas yang

diwakili oleh ROA (Sukirno, 2006) penurunan nilai

tukar atau pertukaran dolar ke rupiah. rate akan

berdampak pada perusahaan dan bank untuk

kesulitan dalam pembiayaan proyek mereka.

H2: Efek Negatif dari Non-Performing Loan on

Return on Asset (ROA)

Dalam penelitian ini, rasio keuangan yang

digunakan sebagai proksi untuk nilai risiko kredit

adalah rasio Non-Performing Loans (NPL). Rasio ini

menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam

mengelola kredit bermasalah yang disediakan oleh

bank. Sehingga semakin tinggi rasionya, semakin

buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan

jumlah kredit bermasalah meningkat, semakin besar

kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah.

Kredit, dalam hal ini, adalah kredit yang diberikan

kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit ke bank

lain. Kredit macet adalah kredit dengan kualitas

kurang lancar, diragukan, dan macet. Standar yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia kurang dari 5%,

dengan rasio di bawah 5%, Penyisihan Aktiva

Produktif yang harus disediakan bank untuk

menutup kerugian yang ditimbulkan oleh aktiva

produktif tidak lancar (dalam hal ini kredit macet)

menjadi kecil.

Non-Performing Loans (NPL)

mencerminkan jumlah risiko kredit yang dihadapi

bank, semakin kecil NPL, semakin kecil risiko kredit

yang ditanggung bank. Bank dalam memberikan

kredit harus menganalisis kemampuan debitur untuk

membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit

diberikan, bank harus memantau penggunaan kredit

dan kemampuan serta kepatuhan debitur dalam

memenuhi kewajiban.

Penelitian tentang risiko kredit dilakukan oleh

Wisnu M (2004) yang menyatakan bahwa kondisi

Non Performing Loan (NPL) yang tinggi akan

meningkatkan biaya penyediaan aset produktif dan

biaya lainnya, sehingga berpotensi menyebabkan

kerugian bagi bank, atau pada kata-kata Non

Performing Loans (NPL) mengurangi profitabilitas

bank. Ini menunjukkan bahwa Non-Performing

Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap

profitabilitas.

H3: Pengaruh Positif Loan-to-Deposit (LDR)

pada Return on Asset (ROA)

Peningkatan LDR berarti bahwa distribusi dana

untuk pinjaman semakin besar sehingga keuntungan

akan meningkat. Peningkatan laba menunjukkan

ROA yang lebih tinggi. Standar LDR yang baik

adalah 85% hingga 110%. Oleh karena itu,

manajemen harus dapat mengelola dana yang

dikumpulkan dari masyarakat dan kemudian

menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.

Logika teori ini didukung oleh hasil 20 penelitian

oleh Ahmad Buyung (2009), yang menyatakan

Page 12: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

bahwa secara parsial variabel LDR memiliki efek

positif terhadap ROA.

Budi Ponco (2008), dalam studinya,

menyimpulkan bahwa LDR memiliki efek positif

dan signifikan terhadap ROA. Jika rasio LDR bank

berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia, maka laba yang diperoleh bank akan

meningkat (dengan asumsi bank mampu

menyalurkan kredit secara efektif). Peningkatan laba

menyebabkan ROA meningkat karena laba

merupakan komponen yang membentuk ROA.

H4: Pengaruh Negatif Biaya Operasional

Pendapatan Operasional (BOPO) pada

Pengembalian Aset (ROA)

Bahtiar Usman (2003) dan Wisnu Mawardi

(2004) dalam penelitian mereka menyatakan bahwa

di perbankan dan industri, secara umum, ada

hubungan negatif antara beban operasional biaya

operasional (BOPO) dan profitabilitas. BOPO

menunjukkan seberapa banyak bank dapat

mengurangi biaya operasional mereka di satu sisi,

dan seberapa besar kemampuan untuk meningkatkan

pendapatan operasional di sisi lain. BOPO

memengaruhi kinerja perbankan karena

menunjukkan seberapa besar bank dapat melakukan

efisiensi dalam biaya operasional yang dikeluarkan.

Semakin kecil rasio BOPO, berarti semakin efisien

biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang

bersangkutan sehingga semakin besar kemungkinan

bagi bank untuk mendapatkan lebih banyak

keuntungan dan menunjukkan bahwa bank tersebut

tidak dalam kondisi buruk.

2.5 Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif disebut metode positivistik karena

didasarkan pada filsafat positivisme. Metode ini

merupakan metode ilmiah karena memenuhi aturan

ilmiah, yaitu konkret / empiris, objektif, terukur,

rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut

metode penemuan karena metode ini dapat

ditemukan dan dikembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi baru. Metode ini disebut metode

kuantitatif karena data penelitian dalam bentuk

angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono,

2012).

Pendekatan kuantitatif adalah salah satu jenis

kegiatan penelitian yang sistematis, terencana, dan

terstruktur dengan jelas dari awal hingga pembuatan

desain penelitian, baik tentang tujuan penelitian,

subyek penelitian, objek penelitian, sampel data,

sumber data, dan metodologi (mulai pengumpulan

data untuk menganalisis data) (Puguh Suharso,

2009).

Pendekatan kuantitatif menekankan adanya

variabel sebagai objek penelitian dan variabel harus

didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi masing-

masing variabel. Tujuan akhir yang ingin dicapai

dalam melakukan penelitian menggunakan

pendekatan kuantitatif adalah menguji teori,

membangun fakta, menunjukkan hubungan dan

pengaruh serta perbandingan antar variabel,

memberikan deskripsi statistik, memperkirakan dan

memprediksi hasil (Sofian Siregar, 2014).

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

menekankan pengujian teori melalui pengukuran

variabel penelitian dengan angka dan melakukan

analisis data dengan prosedur statistik.

Menggunakan pendekatan kuantitatif karena data

dimanifestasikan dalam bentuk numerik dan

dianalisis berdasarkan analisis statistik untuk

menunjukkan Analisis Pengaruh Tingkat USD / IDR,

NPL (Non-Performing Loan), LDR (Loan-to-

Deposit Ratio), dan BOPO ( biaya operasional untuk

pendapatan operasional) terhadap Aset / ROA Bank

Central Asia.

Jenis penelitian ini adalah asosiatif;

Penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau

lebih. Dengan penelitian, ini akan dapat membangun

teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan,

memprediksi dan mengendalikan gejala (Sofian

Siregar, 2014).

Dalam penelitian ini, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan dependen, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui Pengaruh Tingkat USD / IDR,

NPL (Non-Performing Loan), LDR (Loan-to-

Deposit Ratio), dan OEOI (biaya operasional untuk

pendapatan operasional) menuju Aset / ROA Bank

Central Asia (pengembalian Aset).

Populasi adalah jumlah total unit atau individu

yang karakteristiknya harus dipelajari. Selain itu,

unit-unit ini disebut unit analisis dan bisa orang,

institusi, benda, dll. (Djawranto, 1994 Dikutip dari

buku Metode Penelitian Drs. Kuntjojo, 2009:

halaman 32).

Populasi adalah "alam semesta", yang

merupakan area generalisasi yang terdiri dari subjek

atau objek yang memiliki jumlah dan karakteristik

tertentu, yang ditentukan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasinya tidak hanya dalam bentuk manusia,

tetapi juga bisa menjadi objek lain (Nurhayati,

2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data

laporan keuangan Bank Central Asia yang telah

Page 13: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

dipublikasikan, dari kuartal keempat tahun 2001

hingga kuartal ketiga tahun 2018.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Sugiyono,

2012) Sampel adalah bagian dari populasi yang

mewakili subjek dan objek penelitian. Pengambilan

sampel harus mengikuti kualitas dan karakteristik

suatu populasi. Pengambilan sampel yang tidak

sesuai dengan kualitas dan karakteristik populasi

akan menyebabkan penelitian menjadi tidak dapat

diandalkan dan kesimpulannya bisa salah.

Alasannya adalah karena ia tidak bisa menjadi

representasi populasi yang baik. Sampel dalam

penelitian ini adalah data dari data laporan keuangan

triwulanan Bank Central Asia, 8 tahun dari 2010

hingga 2017. Untuk mendapatkan sampel yang

memadai, peneliti mengambil langkah-langkah

untuk menganalisis laporan keuangan triwulanan.

Sampling adalah teknik pengambilan sampel

dengan metode tertentu untuk menentukan sampel

yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono,

2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling.

Sampling non-probabilitas adalah setiap elemen

dalam populasi tidak memiliki peluang atau peluang

yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan

probabilitas anggota tertentu yang terpilih tidak

diketahui (Sofian Siregar, 2014).

Teknik pengambilan sampel dengan tidak

memberikan peluang yang sama untuk setiap elemen

atau anggota populasi dipilih sebagai sampel.

Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang tidak memberikan peluang atau

peluang yang sama untuk setiap elemen atau anggota

populasi untuk dipilih sebagai sampel. Teknik

pengambilan sampel ini termasuk pengambilan

sampel sistematis, kuota, disengaja, sengaja, jenuh,

bola salju (Sugiyono, 2012). Metode pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling atau sampel dengan niat. Sampel bertujuan

untuk mengambil subjek tidak berdasarkan strata,

acak atau regional tetapi berdasarkan tujuan tertentu.

Sampel sumber data yang mengikuti tujuan

penelitian adalah USD / IDR Rate, NPL (Non-

Performing Loan), LDR (Loan-to-Deposit Ratio)

dan BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan

operasional) dan ROA (pengembalian Aset) Bank

Laporan keuangan triwulanan Asia Tengah selama 8

tahun yaitu tahun 2010 hingga 2017.

2.6 Teknik Analisa Data

A. Analis Perbankan Internal dan Eksternal

Analisis kinerja perbankan dilakukan

dengan menghitung rasio keuangan NPL (Non-

Performing Loans), LDR (Loan to Deposit

Ratio), BOPO (biaya operasional terhadap

pendapatan operasional), dan faktor nilai tukar

eksternal yang kemudian memengaruhi masing-

masing variabel tersebut pada rasio ROA

(Pengembalian Aset).

B. Uji Asumsi Klasik

Dengan menggunakan metode Ordinary

Least Squared (OLS), untuk menghasilkan

nilai-nilai parameter model penduga yang lebih

akurat, perlu untuk mendeteksi apakah model

menyimpang dari asumsi klasik atau tidak;

deteksi terdiri dari:

1) Uji Stasioner

Stationaritas adalah salah satu prasyarat

penting dalam model ekonometrik untuk data

deret waktu. Data stasioner adalah data yang

menunjukkan rerata, varians, dan autokovarian

(dalam variasi lag) tetap sama setiap saat data

dibentuk atau digunakan, artinya bahwa dengan

data stasioner model deret waktu dapat

dikatakan lebih stabil. Jika data yang digunakan

dalam model tidak stasioner, maka data tersebut

dipertimbangkan kembali dalam hal validitas

dan stabilitasnya, karena hasil regresi dari data

non-stasioner akan menyebabkan regresi palsu.

Regresi palsu adalah regresi yang memiliki R2

tinggi, tetapi tidak ada hubungan yang

bermakna antara keduanya. Salah satu konsep

formal yang digunakan untuk menentukan

stasioneritas data adalah melalui uji unit root

(unit root test). Tes ini adalah tes populer, yang

dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne

Fuller sebagai Tes Augmented Dickey-Fuller

(ADF). Jika data deret waktu tidak stasioner

dalam urutan nol, I (0), maka stasioneritas data

dapat dicari melalui urutan berikutnya sehingga

level stasioner diperoleh pada urutan ke-n

(perbedaan pertama atau I (1) ), atau perbedaan

kedua atau I (2)), dll.

2) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji

apakah variabel bebas, variabel tidak bebas atau

keduanya memiliki distribusi normal atau tidak.

Salah satu cara untuk melihat normalitas

residual adalah dengan menggunakan metode

sidik jari (JB). Jika nilai JB kurang dari 2 maka

data terdistribusi secara normal, atau jika

Page 14: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

probabilitas lebih besar dari 5% maka data

terdistribusi secara normal.

Menurut Ajija, Shochrul Rohmatul et al. (2011),

uji normalitas hanya digunakan jika jumlah

pengamatan kurang dari 30, untuk menentukan

apakah istilah kesalahan dekat dengan distribusi

normal. Jika jumlah pengamatan lebih dari 30,

uji normalitas tidak diperlukan. Karena

distribusi istilah kesalahan sampling mendekati

normal.

3) Uji Multikolinearitas

Multicollinearity dapat diartikan sebagai

situasi di mana satu atau lebih variabel

independen dapat dinyatakan sebagai

kombinasi dari variabel lain. Tes ini bertujuan

untuk mengetahui apakah regresi ini

menemukan korelasi antara variabel

independen. Jika ada korelasi, maka ada

masalah multikolinieritas. Cara mendeteksi

keberadaan multikolinieritas dilakukan dengan

uji Variance Inflation Factor (VIF), yang

dihitung dengan rumus berikut: Jika VIF> 10,

maka antara variabel independen terjadi

masalah multikolinieritas (Gujarati, 1993).

Menurut Rosadi (2011), ada cara untuk

mengetahui multikolinieritas dalam suatu

model. Salah satunya adalah dengan melihat

koefisien korelasi dari output komputer. Jika

ada koefisien korelasi lebih besar dari 0,9, ada

gejala multikolinieritas.

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas,

variabel independen yang berkorelasi dengan

variabel independen lainnya harus dihilangkan.

Dalam kasus metode GLS, model ini telah

diantisipasi dari multikolinieritas.

4) Uji heteroskedastisitas

Model regresi dikatakan terkena

heteroskedastisitas jika ada ketidaksamaan

varian dari residu dari pengamatan ke

pengamatan lain. Jika varians dari residual dan

satu pengamatan dengan pengamatan lain tetap,

itu disebut homokedastisitas. Juga, perbedaan

varian disebut heteroskedastisitas.

Keberadaan heteroskedastisitas dapat

membuat estimasi dalam model tidak efisien.

Secara umum, masalah heteroskedastisitas lebih

sering terjadi pada data penampang

dibandingkan dengan deret waktu (Gujarati,

1978).

Untuk mengetahui apakah ada

heteroskedastisitas, dalam hal ini, itu akan

dilakukan dengan melihat grafik sebar. Jika

dalam grafik, ada pola tertentu seperti titik yang

ada membentuk pola reguler tertentu

(bergelombang, melebar, lalu menyempit),

maka itu menunjukkan bahwa

heteroskedastisitas telah terjadi. Jika tidak ada

pola yang jelas, dan poin menyebar di atas dan

di bawah angka 0 pada pertumbuhan Y, tidak

ada heteroskedastisitas (Ghozali, 2001).

5) Uji Autokorelasi

Pengujian asumsi ketiga dalam model

regresi linier klasik adalah uji autokorelasi. Uji

autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi linier ada korelasi antara

kesalahan interupsi dalam periode t-1

(sebelum). Jika ada korelasi, maka ada masalah

autokorelasi. Tes autokorelasi dapat dilihat dari

nilai Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson

berada di wilayah dU ke 4-dU, dapat

disimpulkan bahwa model regresi tidak

mengandung autokorelasi.

C. Pengujian Signifikan

1. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik

t)

Pengujian hipotesis secara parsial bertujuan

untuk mengetahui pengaruh dan signifikansi masing-

masing variabel independen terhadap variabel

dependen. Pengujian parsial dari koefisien regresi

secara parsial menggunakan uji-t pada tingkat

kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan dalam

analisis (α) 1%, 5% atau 10% dengan ketentuan

tingkat kebebasan (df) = nk, di mana n adalah

ukuran sampel, k adalah jumlah variabel.

2. Uji Signifikansi Simultant (Uji F Statistik)

Tes ini untuk mengetahui apakah variabel

independen yaitu Non-Performing Loan (NPL),

Loan-to-Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional

Pendapatan Operasional (BOPO), dan Nilai Tukar

secara simultan memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. Tes ini dilakukan

dengan uji F pada tingkat kepercayaan 95% dan

tingkat kesalahan (α) 5% dengan derajat kebebasan

(df1) = k-1, derajat kebebasan (df2) = n-k.

3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi R2 pada dasarnya

mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menjelaskan variasi dalam variabel independen.

Koefisien determinasi antara 0 dan 1 (0 <R2 <1),

nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel

independen untuk menjelaskan variasi dalam

Page 15: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

variabel independen sangat terbatas. Nilai mendekati

1 berarti bahwa variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang diperlukan untuk

memprediksi variasi model dependen (Gujarati,

2003).

Kelemahan mendasar menggunakan koefisien

determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel

independen yang dimasukkan ke dalam model.

Untuk mengatasi masalah ini, langkah kelayakan

lain yang sesuai telah dikembangkan. Ukuran ini,

yang merupakan modifikasi dari R2, memberikan

penalti untuk menambahkan variabel penjelas yang

tidak secara signifikan mengurangi residu. Ukuran

ini disesuaikan menurut R2 (Doddy, 2012).

2.7 Hasil Penelitian

A. Instrumen Data Uji

1) Tes Stationary - Augmented Dicky-Fuller

Dengan menggunakan alpha 0,05 atau 5%,

ditemukan bahwa ROA, NPL dan OEOI lulus tes

stasioner pada 2nd Difference . Variabel lain yaitu

USD dan LDR lulus pada 1ST Difference yang

membuat semua variabel lulus tes stasioner

menggunakan Augmented Dicky-fuller.

Tabel 10 Stationary Test Result

Variable Test Probability

ROA Level 0.7930

1st Difference 0.2900

2nd Difference 0.0000

USD

Level 0.8405

1ST Difference 0.0002

NPL Level 0.6788

1st Difference 0.5752

2nd Difference 0.0005

LDR Level 0.2499

1st Difference 0.0000

OEOI Level 0.1243

1st Difference 0.0778

2nd Difference 0.0000

2) Uji Normalitas

Tes normalitas adalah tes yang digunakan untuk

memeriksa apakah data penelitian kami berasal dari

populasi yang distribusinya normal. Uji normalitas

bertujuan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh dari hasil penelitian berdistribusi normal

atau tidak dengan kondisi yang diuraikan di bawah

ini:

Tabel 11 normal Data Determination

Result Description

If probability >sig If Probability < Sig If Probability < Sig Abnormal Data

Saya mengambil signifikansi 5% atau 0,05 dan

kemudian mendapat probabilitas 0,674342, nilai

probabilitas lebih besar dari alpha dan mengambil

data tersebut dianggap normal.

Tabel 12 Normality Test Result

Probability Description

0.674342 Normal

3) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi menemukan korelasi antara

variabel independen. Model regresi yang baik,

seharusnya tidak ada korelasi antara variabel

independen.

Salah satu cara untuk mengetahui

multikolinearitas dalam suatu model adalah dengan

melihat koefisien korelasi jika matriks korelasi tidak

memiliki nilai> 0,90 maka tidak ada

multikolinearitas dalam model.

Tabel 13 Multicollinearity Determination

Result Description If Value > 0.90 No Multicollinearity If Value < 0.90 Multicollinearity

Kita dapat melihat hasil uji multikolinearitas

pada variabel USD, NPL, LDR dan OEOI tidak ada

hubungan antar variabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada multikolinearitas dalam model

penelitian.

Page 16: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

Tabel 14 Multicollinearity Result

USD NPL LDR OEOI

USD 1 0.573619 0.866971 (0.263174)

NPL 0.573619 1 0.296389 (0.285680)

LDR 0.866971 0.296389 1 (0.291756)

OEOI (0.263174) (0.285680) (0.291756) 1

4) Uji Heteroscedasticity

Tabel 15 Heteroscedasticity Determination

Result Description

Obs*R-squared > Sig

No Heteroscedasticity

Obs*R-squared < Sig

Heteroscedasticity

Jika probabilitas obs * R-squared> 0,05 maka

heteroskedastisitas tidak terjadi. Hasil yang muncul

adalah 13.13727 dimana nilainya lebih besar dari

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

heteroskedastisitas dalam penelitian ini.

Tabel 16 Heteroscedasticity Result

Result Description

Obs*R-squared 13.13727 > 0.05

There is no heteroscedasticity

5) Uji Autokorelasi

Tabel 17 Heteroscedasticity Determination

Result Description

Obs*R-squared > Sig

No Autocorrelation

Obs*R-squared < Sig

Autocorrelation

Jika probabilitas obs * R-squared> 0,05 maka

autokorelasi tidak terjadi. Hasil yang diperoleh

adalah 3,101840 dimana nilainya jauh lebih besar

sehingga dapat disimpulkan bahwa autokorelasi

tidak terjadi

Tabel 18 Autocorrelation Result

Result Description

Obs*Squared 3.101840 > 0.05

There is no autocorrelation

2.7 Analisa Data

1) Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda dilakukan pada data dan

kemudian hasil koefisien diperoleh untuk setiap

variabel. Hanya variabel USD yang memiliki efek

positif sementara variabel lainnya yaitu NPL, LDR

dan BOPO memiliki efek negatif yang nilainya

dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 19 Multiple Linear Regression Result

Variable Coefficient Description

USD 0.000136 Positive

NPL (0.183510) Negative

LDR (0.014456) Negative

BOPO (0.067987) Negative

2) Uji-T

Jika probabilitas variabel y kurang dari 0,05

maka variabel independen memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen. Dapat dilihat

pada tabel di bawah ini bahwa variabel USD, LDR

dan OEOI memiliki nilai probabilitas di bawah alpha

10% atau 0,10, membuat efek pada ROA signifikan.

NPL merupakan pengecualian karena memiliki nilai

di atas signifikansi sehingga membuatnya tidak

signifikan

Tabel 20 T-Test Result

Variable Probability Description

USD 0.0007 Significant

Effect

NPL 0.0764 Significant

Effect

LDR 0.0485 Significant

Effect

OEOI 0.0000 Significant

Effect

3) Uji-F

Jika nilai F-statistik di bawah alpha 0,10 atau

10%, maka semua variabel independen secara

simultan mempengaruhi variabel dependen, nilai

yang diperoleh adalah 0,0000.

Tabel 21 F-Test Result

Probability Description

0.000000 Significant influence

between independent

variables (X) together on

the dependent variable

(Y)

Page 17: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

4) Penentuan Koefisien

Ini menunjukkan bahwa persentase kontribusi

variabel independen terhadap variabel dependen

adalah 77,94%. Atau, dapat diartikan bahwa variabel

independen yang digunakan dalam model mampu

menjelaskan 77,94% dari variabel dependen.

Sisanya 22,06% dipengaruhi oleh faktor lain di luar

model regresi

Tabel 22 Coefficient Determination

Result Description

R-squared

0.779456

77.94%

influence by

independent

variable in this

research

2.8 Hasil Penelitian

Setelah melakukan tes statistik dan tes

asumsi klasik, fungsi baru profitabilitas Bank

Central Asia diperoleh ROA = f (Nilai Tukar, NPL,

LDR, BOPO)

atau dapat ditulis dengan model ekonometrik:

ROA = α + β1(USD) + β2(NPL) + β3(LDR) +

β4(OEOI)

Dalam penelitian ini kami mengubah angka

beta dengan hasil koefisien penelitian sehingga kami

mendapatkan persamaan di bawah ini:

ROA = 7.57773959082 + 0.000136202870345USD

- 0.183510016552NPL - 0.0144564614845LDR -

0.0679866404277OEOI

Tabel 23 Research Result

Variable Coefficient Probability Description

USD 0.000136 0.0007 Positive

Significant

NPL (0.183510) 0.0764 Negative

Significant

LDR (0.014456) 0.0485 Negative

Significant

OEOI (0.067987) 0.0000 Negative

Significant

H1: Efek negatif dari Nilai Tukar terhadap

Pengembalian Aset (ROA)

Menyatakan bahwa pertumbuhan nilai tukar

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

profitabilitas Bank Central Asia. Hasil penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Ragil (2016) yang menyatakan

bahwa nilai tukar ROA memiliki hubungan negatif

yang tidak signifikan.

Tabel 24 Exchange Rate Result

Source Result

The result of this study Positive Significant

Mulyani, Ragil Teki.

2016

Negative not

Significant

Penelitian ini didukung oleh argumen

Sukirno (2006) bahwa perubahan nilai tukar

akan mempengaruhi pendapatan bank karena

akan mempersulit keuangan bank atau

perusahaan, terutama jika lembaga tersebut

menempatkan banyak cadangannya dalam mata

uang asing. Tabel 5.3 menggambarkan

hubungan antara nilai tukar dan ROA.

Tabel 25 Δ% in Exchange Rate (USD/IDR)

towards changes of ROA

Source : Fxtop.com and BCA Annual Report 2010 – 2017

Page 18: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

H2: Efek Negatif dari Non-Performing Loan

on Return on Asset (ROA)

Menyatakan bahwa pertumbuhan Non-

Performing Loans memiliki pengaruh negatif

signifikan terhadap profitabilitas Bank Central

Asia. Hasil penelitian ini tidak setuju dengan

penelitian Kartika dan Muhammad (2006),

Kuntari Dasih (2014) yang menyatakan bahwa

pengaruh Non-Performing Loans adalah positif

dan tidak signifikan. Namun, penelitian ini

didukung oleh dan Riski Agustiningrum yang

menyatakan hubungan antara Non Performing

Loans dan Return on Asset berpengaruh negatif

signifikan. Penelitian Pandu (2008) juga

menyatakan bahwa hasilnya negatif walaupun

tidak signifikan.

Tabel 26 Changes in Exchange Rate (USD/IDR)

towards ROA

Source Result

The result of this

study

Negative Significant

Kartika Wahyu

Sukarno, Muhamad

Syaichu (2006)

Positive not

Significant

Pandu Mahardian

(2008)

Negative not

Significant

Riski Agustiningrum Negative Significant

Meskipun pertumbuhan NPL di bank-bank

BCA setiap triwulan tidak mencapai tingkat siaga

yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia, yaitu

5%, tingkat kredit macet tetap menjadi alasan

sulitnya bank memperoleh manfaat dari penelitian

ini yang didukung oleh penelitian Wisnu (2004).

yang menyatakan bahwa antara NPL dan ROA

memiliki pengaruh negatif.

H3: Pengaruh Positif Rasio Pinjaman terhadap

Deposito (LDR) terhadap Pengembalian Aset

(ROA)

Menyatakan bahwa pertumbuhan Loan-to-

Deposit memiliki efek Negatif dan signifikan

terhadap profitabilitas Bank Central Asia. Hasil

penelitian ini ditentang oleh lima studi dari Kartika

dan Muhammad (2006), Pandu Mahardian (2008),

Kuntari Dasih (2014), Ardi Sepiyanto (2018) dan

Riski Agustinigrum yang menyatakan bahwa

hubungan antara Loan-to-Deposit adalah positif dan

signifikan.

Tabel 27 LDR Result

Source Result

The result of this

study

Negative

Significant

Kartika Wahyu

Sukarno, Muhamad

Syaichu (2006)

Positive Significant

Pandu Mahardian

(2008)

Positive Significant

Kuntari Dasih

(2014)

Positive Significant

Ardi Sepiyanto

(2018)

Positive Significant

Riski Agustiningrum Positive

Standar LDR yang baik adalah 85% hingga

110%. Oleh karena itu, manajemen harus dapat

mengelola dana yang dikumpulkan dari masyarakat

dan kemudian menyalurkannya kembali dalam

bentuk kredit.

Loan Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara

jumlah total kredit yang diberikan oleh bank dan

dana yang diterima oleh bank. Rasio ini

menunjukkan tingkat likuiditas suatu bank.

Sulistiyono (2005) menyatakan bahwa semakin

tinggi LDR menunjukkan kondisi likuiditas bank

yang lebih berisiko, sebaliknya semakin rendah LDR

menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam

pemberian pinjaman. Semakin tinggi LDR, laba

perusahaan memiliki kemungkinan untuk meningkat

asalkan bank mampu menyalurkan kredit secara

optimal.

Page 19: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

Ahmad Buyung (2009) dan Budi Ponco (2008)

menyatakan dalam penelitian mereka bahwa LDR

memiliki pengaruh positif terhadap ROA tetapi jika

kita melihat pertumbuhan antara LDR, OEOI dan

NPL di BCA dari 2010 - 2017 pada tabel 5.5 kita

dapat melihat dengan jelas alasan mengapa

pertumbuhan LDR Ini harus memiliki efek positif

pada pertumbuhan ROA menjadi pengaruh negatif

dalam penelitian ini. LDR BCA memiliki pola di

mana setiap kenaikan diikuti oleh peningkatan biaya

operasional (BOPO) yang lebih besar dan dengan

meningkatkan kredit bermasalah (NPL). Jadi dapat

disimpulkan bahwa pemberian pinjaman kepada

BCA tidak cukup efisien untuk memberikan

keuntungan kepada bank.

Table 28 Changes in Internal Effect (BCA)

-20

-10

0

10

20

30

20

10

/Q2

20

11

/Q1

20

11

/Q4

20

12

/Q3

20

13

/Q2

20

14

/Q1

20

14

/Q4

20

15

/Q3

20

16

/Q2

20

17

/Q1

20

17

/Q4

NPL LDR OEOI

Source : BCA Annual Report 2010 – 2017

*Table Data Detail is in the Attachment

H4: Pengaruh Negatif Biaya Operasional

Pendapatan Operasional (BOPO) pada

Pengembalian Aset (ROA)

Pertumbuhan Biaya Operasional Pendapatan

Operasional memiliki efek negatif dan tidak

signifikan terhadap profitabilitas Bank Central Asia.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kartika

dan Muhammad (2006), Pandu Mahardian (2008),

Kuntari Dasih (2014) dan Aluisius Wishnu

Nugrohoa yang menyatakan hasilnya negatif tetapi

empat penelitian menemukan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara Biaya Operasional

Pendapatan Operasional dan Pengembalian Aset.

Table 29 BOPO Result

Source Result

The result of this study Negative Significant

Kartika Wahyu

Sukarno, Muhamad

Syaichu (2006)

Negative Significant

Pandu Mahardian

(2008)

Negative Significant

Kuntari Dasih (2014) Negative Significant

Aluisius Wishnu

Nugrohoa (2011)

Negative Significant

Penelitian ini didukung oleh pernyataan Wisnu

(2004) dan Bahtiar (2003) yang menyatakan bahwa

ada pengaruh negatif antara variabel BOPO terhadap

ROA.

3. Penutup

Berdasarkan hasil analisis data deret waktu dan

pengujian hipotesis dalam penelitian ini, kesimpulan

berikut diperoleh:

1. Variabel USD memiliki efek positif

signifikan pada ROA dengan koefisien

0,000136 dan probabilitas 0,0007, ini

berbeda dari hipotesis dalam penelitian ini

yang menyatakan bahwa hubungan USD

dengan ROA negatif. Nilai tukar

membuktikan bahwa nilai tukar sangat

penting untuk pendapatan bank. Hal ini juga

didukung oleh kondisi BCA pada 1997-1998

ketika mengalami bank rush selama krisis

ekonomi Indonesia. Pada tahun 1998 BCA

menjadi Bank Take Over (BTO) dan

ditempatkan di bawah program

rekapitalisasi dan restrukturisasi yang

dioperasikan oleh Badan Penyehatan

Perbankan Nasional (BPPN), sebuah Badan

Pemerintah.

2. Variabel NPL memiliki pengaruh negatif

signifikan terhadap ROA dengan koefisien

(0,183510) dan probabilitas 0,0764, ini

konsisten dengan hipotesis dalam penelitian

Page 20: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

ini. Semakin tinggi NPL suatu bank

menyulitkan bank untuk mendapatkan

keuntungan, karena ketidakmampuan

peminjam untuk membayar pinjaman.

3. Variabel LDR berpengaruh negatif

signifikan terhadap ROA dengan koefisien

(0,014456) dan probabilitas 0,0485, ini

berbeda dengan hipotesis dalam penelitian

ini yang menyatakan bahwa hubungan LDR

dengan ROA adalah positif. Meskipun

umumnya semakin tinggi LDR di bank

memberikan banyak keuntungan karena

jumlah yang dibagikan juga besar, kondisi

yang dialami BCA adalah ketika LDR

meningkat tetapi NPL dan OEOI juga

meningkat. Sehingga membuat distribusi

LDR tidak optimal.

4. Variabel OEOI memiliki hubungan negatif

yang signifikan terhadap ROA dengan

koefisien (0,067987) dan probabilitas

0,0000, ini mengikuti hipotesis dalam

penelitian ini. Semakin besar OEOI

menunjukkan bahwa semakin banyak bank

yang tidak efisien dalam memperoleh laba,

karena jumlah uang yang digunakan untuk

biaya operasional mengurangi laba yang

bias diperoleh oleh bank.

3.2 Limitasi Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini meliputi:

1. Ada rasio dan variabel keuangan lain yang

dapat mempengaruhi ROA, tetapi dalam

penelitian ini hanya memberikan nilai tukar

dan rasio NPL, LDR dan OEOI sebagai

indikator untuk perubahan profitabilitas

bank.

3.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian,

peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Untuk Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk menambah wawasan pengetahuan dan dapat

menambah referensi untuk penelitian lebih lanjut,

terutama untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, terutama untuk Departemen Ekonomi dan

Perbankan.

2. Untuk lembaga keuangan

Nilai ROA di Bank Central Asia diperkirakan

akan meningkat karena semakin besar ROA lembaga

keuangan syariah, semakin besar keuntungan yang

dicapai oleh lembaga, dan semakin baik posisi

keuangan lembaga dalam hal penggunaan asetnya.

3. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

memperbanyak sampel dan tidak hanya di satu bank,

tetapi bank di seluruh Indonesia, dan di lembaga

keuangan yang lebih besar. Selain itu, hasil

penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi khususnya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi Return On Asset Bank Central Asia

Daftar Pustaka

Achmad,T. & Kusumo,W.K.2003 . Analisis Rasio-

Rasio Keuangan Sebagai Indikator Dalam

Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan Di

Indonesia. Media Ekonomi & Bisnis, Vol.XV,No.1

(Juni)

Adiningsih, sri dkk. 1998. Perangkat Analisis dan

Teknik Analisis di Pasar Modal Indonesia : PT.

Bursa Efek Jakarta.

Ahmad Buyung Nusantara. 2009. “Analisis

Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO Terhadap

Profitabilitas Bank”. Tesis. Universitas Diponegoro.

Ali, Masyhud.2006. Manajemen Risiko:Strategi

Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi

Tantangan Globalisasi Bisnis.PT. RajaGrafindo

Persada. Jakarta

Almilia, 2005, Almilia, Luciana Spica, dan Winny

Herdiningtyas, 2005. “Analisa Rasio Camel terhadap

Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga

Perbankan Periode 2000-2002”. Jurnal Akuntansi

dan Keuangan . Volume 7 Nomor 2, STIE Perbanas,

Surabaya, hal 12.

Altan, M., Yusufazari, H., & Bedük, A. (2014).

Performance Analysis of Banks in Turkey Using

CAMEL Approach. Paper presented at the

Proceedings of International Academic Conferences.

Annual Report. PT Bank Central Asia Tbk Year 2010

– 2017

Bank Indonesia. 1997. Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor : 30/2/UPPB tanggal 30 April 1997 tentang

Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Jakarta:

Bank Indonesia

- 1997. SK DIR BI Nomor : 30/11/KEP/DIR tanggal

Page 21: Manajemen Risiko Bank : Korelasi Faktor Internal dan

30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank. Jakarta: Bank Indonesia.

- 1997. SK DIR BI Nomor : 30/21/KEP/DIR tanggal

30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank. Jakarta: Bank Indonesia.

- 1998. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun

1998. Jakarta: Bank Indonesia.

- 2008. UU RI No. 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia.2009. Peraturan Bank Indonesia

No.11/25/PBI/2009 – Perubahan atas PBI NO.

11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen

Risiko Bank Umum. Jakarta:Bank Indonesia

Bank Indonesia. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor 6/23/DPNP Perihal Sistem Penilaian Tingkat

Kesehatan Bank. Jakarta: Bank Indonesia

Baral, K. J. (2005). Health check-up of commercial

banks in the framework of CAMEL: A case study of

joint venture banks in Nepal. Journal of Nepalese

Business Studies, 2(1), 41-55.