25
1 MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (Belajar dari Prof. Dr. H. Abdul Malik Fadjar., M.Sc) Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA 1 Abstract: Development of education is not a simple affair, but rather matters of various parties, the various aspects and dimensions with its very dynamic, complex, deep, and wide. Education is also not something that is instant, but takes a long time from a long process. Therefore, it requires perseverance and seriousness in handling through good management. Islamic education is education that balance in preparing students, the students are not only able to develop intellectual creativity and imagination independently, but it also has a spiritual mental endurance and be able to adapt and respond to the problems faced within the framework of the basic teachings of Islam. On this basis it is not surprising that at this time, more people interested to educate their children in schools that have the advantage according to the teachings of Islam. Key words: Management, Education, Islamic Education Intisari: Pembangunan pendidikan bukanlah urusan yang sederhana, melainkan urusan yang menyangkut berbagai pihak, berbagai aspek dan dimensi dengan sifatnya yang sangat dinamis, kompleks, mendalam, dan luas. Pendidikan juga bukanlah sesuatu yang bersifat instant, melainkan membutuhkan waktu yang lama dari proses yang panjang. Oleh karena itu, memerlukan ketekunan dan kesungguhan dalam penanganannya melalui manajemen yang baik. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang balance dalam mempersiapkan anak didik, yaitu anak didik yang tidak hanya mampu mengembangkan kreativitas intelektual dan imajinasi secara mandiri, tetapi juga memiliki ketahanan mental spiritual serta mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya sesuai kerangka dasar ajaran Islam. Atas dasar ini tidaklah mengherankan jika pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam. Key words: Manajemen, Pendidikan, Pendidikan Islam

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

1

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

(Belajar dari Prof. Dr. H. Abdul Malik Fadjar., M.Sc)

Oleh: Maddais, S.Pd.I., MA1

Abstract:

Development of education is not a simple affair, but rather matters of

various parties, the various aspects and dimensions with its very dynamic, complex,

deep, and wide. Education is also not something that is instant, but takes a long time

from a long process. Therefore, it requires perseverance and seriousness in

handling through good management.

Islamic education is education that balance in preparing students, the

students are not only able to develop intellectual creativity and imagination

independently, but it also has a spiritual mental endurance and be able to adapt and

respond to the problems faced within the framework of the basic teachings of Islam.

On this basis it is not surprising that at this time, more people interested to educate

their children in schools that have the advantage according to the teachings of

Islam.

Key words: Management, Education, Islamic Education

Intisari:

Pembangunan pendidikan bukanlah urusan yang sederhana, melainkan

urusan yang menyangkut berbagai pihak, berbagai aspek dan dimensi dengan

sifatnya yang sangat dinamis, kompleks, mendalam, dan luas. Pendidikan juga

bukanlah sesuatu yang bersifat instant, melainkan membutuhkan waktu yang lama

dari proses yang panjang. Oleh karena itu, memerlukan ketekunan dan

kesungguhan dalam penanganannya melalui manajemen yang baik.

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang balance dalam mempersiapkan

anak didik, yaitu anak didik yang tidak hanya mampu mengembangkan kreativitas

intelektual dan imajinasi secara mandiri, tetapi juga memiliki ketahanan mental

spiritual serta mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya

sesuai kerangka dasar ajaran Islam. Atas dasar ini tidaklah mengherankan jika

pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak-

anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam.

Key words: Manajemen, Pendidikan, Pendidikan Islam

Page 2: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

2

PENDAHULUAN

Pendidikan saat ini pada umumnya terlalu mendewakan model pendidikan

Barat yang bercorak atheistik, sekularistik, materialistik, rasionalistik, empiris dan

skeptis. Sebagai akibat dari pandangan filosofis yang demikian itu, maka lulusan

dunia pendidikan saat ini cenderung berubah orientasi dan pola hidupnya ke arah

yang lebih bercorak materialistik, hedonistik, sekularistik dan individualistik.

Pandangan filosofis yang melandasi dunia pendidikan yang demikian itu

sejatinya segera diganti dengan pandangan hidup Islami yang disesuaikan dengan

nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pandangan ahli

pendidikan yang mengatakan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu

masyarakat atau negara tidak dapat di impor atau di ekspor dari atau ke suatu negara

atau masyarakat. Ia harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah

“pakaian” yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran

pemakaiannya, berdasarkan identitas, pandangan hidup (way of life), serta nilai-nilai

yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut.2

Pendidikan Barat itu hanya mentransfer tiga hal: transfer of knowledge

(mentransfer pengetahuan, intelektualitas), transfer of value (transfer nilai), dan

transfer of skill (transfer keterampilan).3 Sementara, transfer of worship (transfer

keyakinan) tidak dibicarakan dalam pendidikan Barat. Padahal ada ajaran dalam

Islam, yang menjadikan anak Majusi atau Nashrani itu abawāhu, dua orang tuanya.

Itu berarti ada kewajiban mentransfer keyakinan kepada anak.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam

Manajemen sangat berkait erat dengan persoalan kepemimpinan,4 karena

manajemen sendiri jika dirunut dari etimologinya berasal dari sebuah kata

manage atau manus (latin) yang berarti memimpin, menangani, mengatur, dan

(atau) membimbing.5

Secara khusus, istilah manajemen tidak terdapat dalam al-Qur‟an, akan

tetapi ada kata dalam bahasa Arab yang erat kaitannya dengan manajemen, yaitu

,yang artinya memikirkan, mengatur, mengerahkan, melaksanakan ”يدب ر“

mengelola, rekayasa, mengurus, membuat rencana, berusaha, mengawasi. Kata-

kata (fi‟il mudlari‟) يدب ر yang terkandung dalam al-Qur‟an antara lain termuat

dalam surat as-Sajdah [32]: 5,

Page 3: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

3

Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik

pada-Nya dalam saat yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun

menurut perhitunganmu. (QS. al-Sajdah [32]: 5)

Secara terminologis, arti manajemen didefinisikan oleh pakarnya sebagai

“mengerjakan sesuatu yang telah ditentukan oleh organisasi sebagai suatu tujuan,

melalui orang lain yang bekerjasama di dalam suatu kordinasi dan

kepemimpinan.”6 Jadi, setiap manajer, mau tak mau haruslah orang yang mampu

membina hubungan baik dengan orang lain.7

Menurut George R Terry, manajemen dapat diartikan sebagai sebuah

proses khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan; perencanaan (Planning),

pengorganisasian (Organizing), penggiatan (Actuating), dan juga pengawasan

(Controlling), yang lebih popular dengan istilah POAC.8 Ini semua dilakukan

untuk menentukan atau mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui

sumber daya manusia (SDM), dan juga sumber-sumber lainnya.

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mendewasakan manusia, baik

dewasa secara jasmani maupun rohani. Dan menurut ketentuan umum, Bab I

pasal I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003,

menjelaskan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.9

Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan umum, meskipun boleh

jadi terdapat beberapa persamaan. Perbedaan-perbedaan itu tidak menjadikan

pendidikan Islam lebih rendah bila dibandingkan dengan pendidikan umum,

tetapi justru perbedaan-perbedaan itu membentuk karakteristik yang kemudian

menjadi identitas dirinya.

Menurut Azyumardi Azra, yang membedakan pendidikan umum dengan

pendidikan Islam adalah lebih kepada nilai-nilai yang dipindahkan. Dalam

pendidikan umum, nilai-nilai yang dipindahkannya merupakan nilai-niali

budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Sedangkan, dalam

pendidikan Islam nilai-nilai yang dipindahkan itu berasal dari sumber-sumber

nilai Islam yakni al-Qur‟an, Sunnah, dan Ijtihad.10

Nilai-nilai itulah yang

diusahakan pendidikan Islam untuk dipindahkan dari satu generasi kepada

generasi selanjutnya, sehingga terjadi kesinambungan ajaran-ajaran Islam di

tengah masyarakat.

Page 4: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

4

Dalam dunia pendidikan, manajamen mempunyai peran strategis,

terutama terhadap pembaharuan, pengembangan, peningkatan dan perbaikan

pendidikan. Hal tersebut harus dilakukan secara simultan dan holistik serta tidak

boleh parsial. Pembaharuan dalam sektor tujuan pendidikan, kurikulum,

pendidik, peserta didik, dan sebagainya tidak akan terlalu membawa perubahan

signifikan jika tidak disertai dengan perbaikan pola dan kultur manajemen yang

mendukung pembaharuan tersebut.11

B. Potret Pendidikan

Pendidikan di Indonesia sejatinya harus didasarkan pada demand

mainded atau kebutuhan yang ada di lapangan bukan berpijak atas dasar

production mainded (certificate mainded). Pendidikan jangan hanya dapat

melahirkan angka-angka yang tinggi dalam laporan pendidikan atau menghitung

jumlah lulusan semata tanpa memerhatikan kualitas dari lulusan dan mutu

dibalik angka-angka tersebut. Demikian disampaikan Prof. Dr-Ing. Wardiman

Djojonegoro pada sebuah ceramah bertajuk “Politik Pendidikan di Indonesia” di

Kampus Bumi Siliwangi, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 19 April

2004.12

Menurut Wardiman untuk dapat melihat potret pendidikan secara utuh,

kita harus seperti melihat kemacetan lalu lintas dari udara. Potret pendidikan

secara utuh terbagi atas empat bagian, yakni persoalan pendidikan dasar,

pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan non formal atau ber-

kelanjutan. Pendidikan dasar harus diarahkan pada tuntasnya program wajib

belajar (wajar) sembilan tahun.13

Oleh karena itu, segala kemampuan harus

diarahkan pada program ini, termasuk anggaran pendidikan 20 % dari APBN/

APBD. Lulusan SD/MI dan SMP/MTs merupakan dasar bagi keber-langsungan

pendidikan di SMU/MA dan PT. Bagaimana mungkin kualitas SMU/MA dan

PT akan baik, apabila lulusan SD/MI dan SMP/MTs tidak diperhatikan?14

Sementara itu, dampak pendidikan yang diterima oleh siswa hanya

sekitar 30 % saja. Selebihnya siswa berinteraksi dengan lingkungannya.

Beragam lingkungan akan berpengaruh terhadap perkembangan prilaku siswa.

Oleh karena itu, di tanah air terjadinya prilaku destruktif yang dilakukan siswa,

seperti tawuran (bullying) antarpelajar tidak semata-mata disebabkan oleh

ketidak-berhasilan pendidikan. Terlalu banyak faktor di luar sekolah yang ikut

menentukan prilaku siswa. Dengan demikian, memandang berbagai gejolak

sosial dan prilaku siswa tidak bisa hanya dari satu sisi, sisi pendidikan, tetapi

harus holistik dari berbagai sisi agar pendidikan tidak dikambing-hitamkan. Ujar

mantan Mendikbud era Presiden Soeharto ini.15

Selanjutnya, (masih) menurut Wardiman untuk mengatasi persoalan

bangsa khususnya bidang pendidikan dalam rangka menghadapi era globalisasi,

terutama berkait dengan masalah pengangguran yang mencapai 40 juta jiwa

diperlukan sistem pendidikan yang benar-benar menjawab kebutuhan lapangan

Page 5: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

5

kerja (link and match). Perubahan paradigma (mindset) tersebut meliputi:

perubahan dari wawasan memproduksi (supply minded) ke wawasan demand

minded yang berarti pendidikan diselenggarakan berdasarkan permintaan pihak

luar; perubahan dari wawasan memberi ijazah (certificate minded) ke wawasan

yang memiliki kompetensi dan pengetahuan (competence and knowledge

minded); dari sistem pendidikan yang kaku ke sistem pendidikan yang

lentur/luwes; dari sekolah yang berdiri sendiri menjadi sekolah yang berintegrasi

dengan dunia luar; dari orientasi ke dalam menjadi orientasi ke luar; dan tidak

diadakan perbedaan pengertian antara pendidikan dan pelatihan, yang penting

keduanya memiliki nilai tambah kepada siswa/mahasiswa.16

C. Sistem Pendidikan Pesantren dan Madrasah

Dalam perjalanan sejarah, pada permulaan abad XX sistem pengajaran

di Pondok Pesantren17

mengalami perubahan menjadi madrasah, yaitu sistem

pengajaran yang memakai jenjang, ada ujian, ada absensi, ada rapor, dan

sebagainya. Sudah barang tentu dilihat dari segi pengajaran, sistem madrasah

jauh lebih baik daripada sistem wetonan18

dan sorogan.19

Karena pengajaran

dengan sistem madrasah itu berjenjang dan kecakapan santri dapat diukur dan

diketahui.

Saya kira sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia

ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem Pondok

Pesantren, sedangkan sistem pengajaran yang mengikuti sistem madrasah,

jelasnya bahwa madrasah dalam Pondok Pesantren adalah bentuk sistem

pengajaran dan pendidikan agama Islam yang paling baik di Indonesia ini.

Demikian kata Prof. Dr. H. A. Mukti Ali.20

Bila Prof. Dr. H. A. Mukti Ali mengatakan bahwa Pondok Pesantren

adalah Pondok Pesantren,21

Prof. Dr. H. A. Malik Fadjar, M.Sc mengatakan

madrasah ya madrasah.22

Menurut A. Malik Fadjar madrasah hanya akan berdaya guna bagi

masyarakatnya apabila madrasah mampu mengakomodasikan pertimbangan

pertimbangan masyarakat modern dalam memilih jenis lembaga pendidikan.23

Madrasah harus dikelola secara profesional, yakni kepala madrasah dan unsur

pimpinan lainnya harus memiliki kemampuan teknis dalam pendidikan dan

memiliki keterampilan manajerial, sehingga bisa memberikan layanan terbaik

bagi clien-nya. Apalagi dalam konteks peningkatan performa sekolah yang tidak

cukup dengan mempermegah sarana fisik, serta konsep kurikulum yang baik,

tapi juga harus diimbangi dengan manajemen yang visioner, inovatif, dan terus-

menerus dalam perbaikan secara bertahap menuju kualitas ideal. Manajemen

manusia membutuhkan kerja sungguh-sungguh yang sustainable, bukan instant

dan dalam kurun waktu yang singkat. Akhirnya, manajemen adalah kunci utama

kesuksesan diri dan sosial manusia.24

Page 6: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

6

D. Manajemen Pendidikan Madrasah

Salah satu perubahan mendasar dari reformasi pendidikan dalam era

reformasi ini adalah lahirnya UU No. 22 tahun 1999, serta Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).25

Kedua

Undang-Undang tersebut membawa perspektif baru yang amat revolusioner

dalam konteks perbaikan sektor pendidikan, yang mendorong pendidikan

sebagai urusan publik dan urusan masyarakat secara umum dengan mengurangi

otoritas pemerintah baik dalam kebijakan kurikulum, manajemen maupun

berbagai kebijakan pengembangan institusi pendidikan itu sendiri.

Menurut Prof. Dr. Husni Rahim pembenahan madrasah harus diawali

dengan tekad untuk mewujudkan madrasah sebagai “sekolah unggulan” yang

mampu memadukan kekuatan iptek dan imtak. Salah satu ciri umat Islam

Indonesia yang sering dikumandangkan oleh para pemimpin umat menjelang

kemerdekaan adalah adanya lembaga pendidikan yang mampu menyiapkan

“calon ulama yang cendekia dan cendekia yang ulama”.26

Dengan istilah lain

menyiapkan anak didik yang dapat memadukan iptek dan imtak.

۞ Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah

Langkah-langkah untuk penyempurnaan dan peningkatan mutu

pendidikan madrasah meliputi: penataan kelembagaan, peningkatan sarana dan

prasarana, kurikulum dan tenaga guru.27

a. Penataan Kelembagaan

Persoalan memilih jenis lembaga pendidikan itu sebenarnya tidak

sederhana. Banyak pertimbangan, baik strategis, politis, ekonomis, maupun

agama. Paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat

dalam memilih suatu lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka, yaitu:

Cita-cita dan gambaran hidup masa depan; Posisi dan status sosial; serta

Agama.28

Semakin terpelajar masyarakat semakin banyak aspek yang menjadi

pertimbangan dalam memilih lembaga pendidikan. Dan sebaliknya, semakin

awam masyarakat semakin sederhana pertimbangan-pertimbangannya dalam

memilih lembaga pendidikan atau barangkali, bahkan hanya sekadar

menjadi makmum dengan kepercayaannya.

Bagi masyarakat terpelajar, ketiga aspek tersebut dapat

dipertimbangkan secara objektif. Tetapi kalau tidak terpenuhi ketiganya,

misalnya pendidikan agamanya dinilai kurang, niscaya mereka akan mencari

cara lain, misalnya dengan mengundang guru agama privat. Akan tetapi,

masyarakat awam biasanya tidak memiliki pertimbangan yang jelas. Boleh

jadi semata-mata karena faktor agama, yaitu agar anaknya berbudi pekerti

luhur atau faktor biaya pendidikannya terjangkau, dan sebagainya.

Page 7: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

7

Pernyataan tersebut dibuktikan oleh kenyataan di masyarakat,

bahwa ketika ada lembaga lembaga pendidikan “Islam” yang memenuhi

ketiga kriteria di atas, akan semakin diminati oleh masyarakat terutama

masyarakat terpelajar.29

Terhadap lembaga pendidikan seperti itu ternyata "daya beli"

masyarakat tinggi walaupun biaya pendidikannya cukup tinggi. Dan

pemerintah tampaknya tidak berkeberatan dan tidak membatasi upaya-upaya

pengembangan lembaga-lembaga pendidikan yang menyandang ciri-ciri

khas itu. Bahkan pemerintah merekomendasi sekolah tersebut sebagai salah

satu model "sekolah unggul".

b. Peningkatan Sarana dan Prasarana (Sarpras)

Persoalan kedua adalah mengenai sarana dan prasarana. Ber-

dasarkan pengamatan diperoleh kesan bahwa sarana fisik dan fasilitas yang

dimiliki madrasah (MI, MTs, MA) di berbagai tempat memang kurang

memadai, baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini antara lain

disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar madrasah berstatus swasta

dan berada di pedesaan. Bahkan pemerintah membiarkan madrasah berstatus

swasta atau swadaya. Kenyataannya, sebagian besar madrasah yang ada

dibangun di atas tanah wakaf, bahan bangunannya sebagian besar

ditanggung oleh perseorangan dan dikerjakan oleh masyarakat secara

bersama-sama (swadaya).

c. Kurikulum

Persosalan ketiga adalah masalah kurikulum. Karena Pendidikan

merupakan sebuah pergumulan yang tidak akan pernah usai dan selalu

dilihat bersama dengan zamannya. Agama berpesan, "Didiklah anakmu

sesuai dengan era nya karena dia dilahirkan bukan pada era mu!"

Oleh karena itu, saya merasa heran kalau ada orang yang bertanya

tentang kurikulum yang selalu berubah. Harus disadari bahwa kurikulum

bukanlah suatu naskah mati yang harus dipegang selamanya. Kurikulum

harus terus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman demi kemajuan

pendidikan.30

d. Tenaga Guru

Dalam bidang manajemen, selama ini tampak bahwa sebagian besar

madrasah (MI, MTs, MA) belum dikelola secara memadai untuk

mengadakan perbaikan atau upaya dan profesionalisme masih sangat

rendah. Semua itu tentu akan sangat memengaruhi proses belajar-mengajar

Page 8: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

8

di dalam kelas. Di kalangan pengelola madrasah sendiri, penerapan prinsip-

prinsip manajemen modern tampaknya masih merupakan barang mewah.

Dilihat dari aspek gurunya, kondisi sebagian besar madrasah,

khususnya di pedesaan atau pinggiran kota masih sangat memprihatinkan.

Dari segi kuantitas, masih belum ada keseimbangan rasio jumlah guru dan

murid. Atau, kalaupun sudah berimbang, guru tidak bekerja full-time. Dari

segi kualitas, kondisi madrasah malah lebih memprihatinkan. Mereka

umumnya berlatar belakang pendidikan non-keguruan, di samping

keadaannya pun tidak homogen. Kebanyakan mereka mengajar di madrasah

bukan karena atas dasar profesi, melainkan dengan berbagai macam motif

lain. Ada yang semata-mata untuk dakwah, mengisi waktu luang, menanti

pengangkatan sebagai pegawai negeri, menanti nikah, dan ada yang

memang pegawai negeri. Oleh karena itu, tidak terlalu salah kalau lantas

masyarakat meragukan kemampuan para guru ini, baik kapasitas keilmuan

maupun metodologi. Tidak terlalu salah pula kalau masyarakat juga enggan

menyekolahkan anaknya di madrasah walaupun sebenarnya mereka sangat

menginginkan hal itu.

Dari segi konsentrasi guru dalam mengajar, keadaan madrasah pada

umumnya juga kurang menggembirakan. Madrasah, sering berganti-ganti

(bongkar pasang) guru disebabkan mereka mengajar sebagai pekerjaan

sambilan (ngamen, ngojek) atau sekedar waktu penantian. Guru sering

bergantian karena masih terbatasnya guru tetap, baik negeri maupun swasta.

Keberadaan guru yang kurang menguntungkan ini menyebabkan proses

belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.

Rendahnya mutu pendidikan menyebabkan kepercayaan masyarakat

terhadap madrasah menurun sehingga jumlah siswa yang belajar di

dalamnya menjadi sedikit. Secara sosiologis, sekolah yang kurang bermutu

biasanya hanya akan dimasuki oleh kalangan sosial ekonomi menengah ke

bawah. Siswa yang jumlahnya sedikit dan dari keluarga menengah ke bawah

biasanya sulit dibina, apalagi yang membina (baca: guru) pun kurang

bersemangat (minder). Padahal guru yang baik berdasarkan hadis Nabi saw

berikut adalah guru yang membina bukan yang membinasakan.

أىلوفان ت اعة)رواهالبخارى(إذاوسداألمرإلغي ظرالس

Apabila suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka

tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari)

Makna hadis tersebut menurut Hasan Langgulung maksudnya

"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan

sesuatu ia mengerjakannya dengan baik dan berkualitas".31

Menurut A. Malik Fadjar, hadis tersebut menjadi dasar agar

lembaga pendidikan Islam (madrasah) menggunakan manajemen yang jujur

Page 9: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

9

dan adil, serta mengisi jabatan sesuai dengan kemampuan orangnya atau

profesionalitas.32

Wibawa guru (personal branding) dan wibawa sekolah

(institusional branding) adalah dua hal yang sukar dipisahkan. Sekolah yang

berwibawa akan membuat guru-gurunya turut disegani masyarakat. Wibawa

sekolah meningkatkan wibawa guru. Sebaliknya, satu atau dua orang guru

yang oleh masyarakat dipandang sebagai tokoh-tokoh berwibawa akan

membuat sebuah sekolah menjadi lembaga yang lebih disegani masyarakat.

Jadi, wibawa guru memengaruhi wibawa sekolah.33

Kemerosotan wibawa guru dan wibawa sekolah ini kalau dibiarkan

terus berlangsung akan membawa kita pada situasi yang sangat berbahaya.

Tanpa wibawa, sekolah tidak akan mampu melahirkan proses pendidikan

yang membimbing para siswa ke kesadaran akan nilai-nilai dan ketaatan

secara suka rela terhadap nilai-nilai. Karena itu, proses pertumbuhan

kesadaran dan penataan nilai-nilai ini akhirnya terjadi di berbagai lingkugan

di luar sekolah.

Apa yang dapat dilakukan agar guru berwibawa?

Yang perlu kita sadari bersama dalam hubungan ini ialah bahwa

wibawa tidak dapat dituntut. Wibawa datang berkat pengakuan masyarakat

akan kemampuan guru untuk merintis jalan (tracee) baru dalam kehidupan

bangsa. Untuk ini pada dasarnya ketentuan-ketentuan lama tentang sifat-

sifat yang seyogianya dimiliki guru masih tetap berlaku, tetapi harus

diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan watak zaman.

Guru seyogianya adalah orang yang cukup berpengetahuan. Dalam

zaman kita sekarang ini sifat “yang cukup berpengetahuan” ini tidak

mungkin diwujud-kan dalam bentuk guru yang tahu segala-galanya. Yang

harus dikejar guru zaman sekarang ialah menjadi orang yang memiliki

“daya belajar” (learning capability) dan memiliki "kepribadian luwes"

(flexible personality).34

Di masa depan, dengan tantangan zaman yang begitu kompleks,

kemajuan zaman yang begitu cepat, dan juga situasi pendidikan yang tidak

mudah, jelas dibutuhkan guru-guru yang lebih profesional dan bermutu. Di

lapangan, keluhan terhadap lulusan pendidikan guru adalah kurangnya

penguasaan bidang ilmu dan kurang profesional ketika mengajar di kelas.

Banyak guru, terutama yang baru lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah

(STIT/FITK/FKIP), tidak menguasai bahan yang diajarkan dan mengajarkan

secara salah. Selain itu, banyak juga keluhan bahwa mereka belum

kompeten dalam mengajarkan bahan ajar kepada siswa. Bahkan, beberapa

lulusan takut dan grogi (gurubak-gurubuk) berdiri di depan kelas sehingga

proses pembelajaran menjadi kacau. Mereka juga kurang lihai menyikapi

siswa-siswa yang sering mengganggu. Maka, kompetensi dalam bidang ilmu

pengetahuan dan pembelajaran sangat penting.

Page 10: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

10

Secara umum profesionalitas itu terwujud dalam penguasaan bahan

ajar secara benar dan tepat, dalam kemahiran menyampaikan bahan kepada

siswa sehingga siswa semakin mau belajar dan menjadi berkompeten. Guru

juga diharapkan mengembangkan kepribadiannya sebagai pengajar dan

pendidik yang bertanggung jawab, yang mengerti keadaan siswa, dan dapat

berkomunikasi secara baik dengan siswa. Karena, guru juga sebagai

pendidik, maka dia harus dapat menjadi teladan dalam hal nilai kehidupan.

Dalam praktik di lapangan, masih banyak guru yang tidak dapat menjadi

teladan kehidupan bagi siswanya, misalnya, ada guru agama yang justru

melakukan pelecehan terhadap siswanya. Di sinilah kepribadian guru harus

dikembangkan sehingga dapat berprofesi sebagai guru secara tepat. Dalam

kerangka mengarahkan profesi inilah perlu dikembangkan etika profesi

guru. Kemampuan kepribadian – dalam hal ini moralitas guru perlu

dikedepankan jika persoalan guru di negeri ini ingin dibenahi. Sehebat apa

pun kurikulum, sarana pembinaan, dan kesejahteraan guru, tanpa moralitas

yang baik akan sia-sia.

E. Manajemen Sekolah Islam Unggulan

Dewasa ini ada kecenderungan baru di kalangan kelas menengah

muslim di kota-kota besar untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah

Islam/madrasah yang berkualitas. Pilihan ini sangat rasional karena sekolah-

sekolah umum dirasakan kurang memenuhi keinginan mereka untuk mendidik

anak-anaknya. Kecenderungan ini tentu menjadi tantangan pihak sekolah

Islam/madrasah untuk menawarkan pendidikan alternatif yang sesuai dengan

tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Dan itu terletak pada peningkatan kualitas.

Menurut Azyumardi Azra, “sekolah unggul” atau “sekolah Islam

unggulan” dapat dikatakan sebagai “sekolah elit” Islam karena sejumlah alasan.

Alasan pertama ialah bahwa sekolah-sekolah itu bersifat elit dari sudut

akademis; dalam beberapa kasus, hanya siswa-siswa terbaik yang dapat diterima

oleh sekolah-sekolah itu melalui ujian masuk yang sangat kompetitif. Guru-guru

yang mengajar di sekolah-sekolah tersebut juga telah diseleksi secara

kompetitif; hanya mereka yang memenuhi persyaratan yang dapat diterima

untuk mengajar. Sekolah-sekolah itu juga memiliki berbagai sarana pendidikan

yang jauh lebih baik dan lebih lengkap, seperti perpustakaan, laboratorium,

bengkel kerja, ruang komputer, masjid dan sarana olah raga. Semua itu membuat

siswa dari sekolah-sekolah tersebut jauh lebih baik secara akademis

dibandingkan tidak hanya dengan sekolah-sekolah Islam lainnya, melainkan

juga dengan sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah.35

Page 11: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

11

√ Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Di antara contoh sekolah/madrasah unggulan yang paling populer

adalah Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta. Madrasah ini mulanya merupakan

sekolah laboratorium bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta (sekarang menjadi

UIN Jakarta), dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi madrasah favorit di

kalangan orangtua di Tangerang Selatan, kendati mereka harus mengeluarkan

biaya sepuluh kali lipat lebih besar daripada biaya yang mereka harus bayar

untuk madrasah dan sekolah umum. Madrasah pembangunan merupakan salah

satu lembaga pendidikan terbaik di Tangerang Selatan, tidak hanya di antara

madrasah, melainkan juga di antara sekolah yang ada. Banyak di antara

lulusannya yang diterima di sekolah-sekolah terbaik di wilayah tersebut. Bila

kita membaca AL’Ashri, jurnal Madrasah Pembangunan, dapat diketahui

berbagai prestasi yang telah dicapai oleh siswa-siswi madrasah ini.

√ MIN 1 Malang

Contoh terkemuka lainnya tentang madrasah elite adalah Madrasah

Ibtidaiyah Negeri (MIN) I Malang, Jawa Timur. Seperti dapat diketahui dari

namanya, ini merupakan madrasah tingkat dasar. Madrasah ini pada mulanya

didirikan pada tahun1962 sebagai sebuah “sekolah pelatihan swasta” bagi siswa-

siswa Pendidikan Guru Agama (PGA). Namun, pada tahun 1979 Departemen

Agama setempat memutuskan untuk menjadikannya sebuah madrasah negeri

tersendiri. Sejak saat itu, MIN I Malang memperbaiki dirinya sendiri. Dengan

kerjasama yang baik serta dukungan dari POMG (Persatuan Orangtua Murid dan

Guru), madrasah ini kini mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas.

Sekarang, karena terkenal dengan prestasi akademiknya, MIN I Malang

merupakan Madrasah terbaik di Jawa Timur. MIN I Malang telah menjadi

proyek percontohan dan sekolah model di Indonesia. Mengingat prestasinya,

tidak mengherankan bila MIN I Malang menjadi madrasah favorit di kalangan

orangtua Muslim dalam beberapa tahun terakhir, kendati ia merupakan

madrasah termahal tidak hanya di antara madrasah, tetapi juga di antara sekolah-

sekolah di Malang. Seperti sekolah dan madrasah favorit lainnya, hanya

keluarga Muslim yang kaya yang dapat mengirimkan anaknya ke MIN I

Malang.

Tidak diragukan bahwa kisah sukses36

madrasah-madrasah elite tersebut

telah mendorong Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) untuk

mengembangkan “madrasah-madrasah model”. Selain itu, ada kecenderungan

lain yang penting, yaitu bahwa madrasah memperoleh momentum baru.

Terdapat sejumlah SD yang ditutup karena banyak dari siswa-siswanya yang

pindah ke madrasah. Semua perkembangan itu menyebabkan para pejabat

Departemen Agama dan para ahli pendidikan Islam mulai percaya bahwa

kualitas pendidikan madrasah dapat ditingkatkan.

Page 12: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

12

√ Sekolah Al-Azhar Jakarta, SMU Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dan

Madania Boarding School

Selain Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

MIN 1 Malang, contoh sekolah unggul/elit Islam lainnya adalah sekolah-sekolah

pada perguruan Al-Azhar di Jakarta, SMU Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dan

Madania Boarding School.37

√ SMA Islam al-Azhar Jakarta, SMA Plus Muthahari Bandung, SMA

Muhammadiyah 1 Yogyakarta, SMA Unggul Darul Ulum Jombang, SMA

Plus al-Azhar Medan, SMA Islam Athirah Makasar, dan SMA Dwiwarna

Parung

Contoh Sekolah Islam unggulan lainnya adalah tujuh SMA Islam

Unggulan sebagaimana yang diteliti oleh Halfian Lubis38

dalam Disertasi-nya

Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia: Studi Tentang Strategi

Peningkatan Kualitas Pendidikan yaitu SMA Islam al-Azhar Jakarta, SMA Plus

Muthahari Bandung, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, SMA Unggul Darul

Ulum Jombang, SMA Plus al-Azhar Medan, SMA Islam Athirah Makasar, dan

SMA Dwiwarna Parung.39

Terhadap lembaga pendidikan seperti itu ternyata "daya beli"

masyarakat tinggi walaupun biaya pendidikannya cukup tinggi. Dan pemerintah

tampaknya tidak berkeberatan dan tidak membatasi upaya-upaya pengembangan

lembaga-lembaga pendidikan yang menyandang ciri-ciri khas itu. Bahkan

pemerintah merekomendasi sekolah tersebut sebagai salah satu model "sekolah

unggul".

F. Manajemen Pendidikan Tinggi Islam (Belajar dari Abdul Malik Fadjar)

Memaknai saran dan usaha A. Malik Fadjar40

dalam mengelola

Pendidikan Tinggi (PT), hemat penulis layak untuk memperoleh apresiasi dan

layak diterapkan dalam mengelola lembaga pendidikan Islam (pesantren,

madrasah, dan sekolah).

Dalam pandangan A. Malik Fadjar bahwa yang dimaksud dengan

lembaga pendidikan, khususnya Pendidikan Tinggi Islam, bukan sekedar

lembaga pendidikan tinggi yang berlabelkan Islam, seperti Muhammadiyah,

Mathla‟ul Anwar (MA), Nahdlatul Ulama (NU), atau yang mengidentifikasi

dengan tokoh-tokoh Islam seperti K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Mas

Abdurrahman, K.H. Hasyim Asy'ari, dan lain-lain. Juga bukan sekedar lembaga

pendidikan tinggi yang di dalamnya menyajikan studi tentang keislaman.

Lebih dari itu, selain berlabelkan Islam dan di dalamnya menyajikan

studi tentang keislaman, pendidikan tinggi tersebut dalam gerak langkah dan

nafasnya selalu dijiwai oleh roh dan nilai-nilai yang terpancar dari ajaran Islam.

Page 13: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

13

Misalnya menggunakan manajemen yang adil dan jujur, mengisi jabatan sesuai

kemampuan orangnya atau profesionalitas. Dasarnya adalah sabda Nabi

Muhammad saw:

Apabila suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah

saat kehancurannya. (HR. Bukhari)

Pandangan A. Malik Fadjar tersebut lebih mengedepankan subtansi

Islam, meskipun tanpa harus dikemas dengan diformalkan atau dilabel dengan

Islam. Pemikiran-pemikiran tersebut yang akan dijalankan olehnya dalam

mewujudkan lembaga pendidikan Islam yang respresentatif dan memadai.

Dalam upaya tersebut, A. Malik Fadjar sangat senang ketika diajak untuk

membantu dalam membesarkan UMM dan UMS karena melihatnya sebagai

peluang untuk merealisasikan pemikirannya dalam memajukan lembaga

pendidikan khususnya pendidikann tinggi Islam.

Singkat kata, setelah memahami kompleksitas persoalan yang dihadapi

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),41

A. Malik Fadjar melakukan

langkah terobosan ke depan. Ia membangun cita-cita besar untuk menjadikan

UMM sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang hebat, berwibawa

(berprestasi) dan bergengsi (berprestise).

Tentu saja, untuk meraih cita-cita besar tersebut tak bisa dikerjakan

dalam waktu singkat. Langkah pertama yang dilakukan A. Malik Fadjar adalah

merumuskan gagasan-gagasan atau cita-cita besar yang berdimensi jauh ke

depan, menyangkut persoalan mau kemana UMM dibawa?

Saat memulai menjadi rektor UMM, kondisi lembaga pendidikan tinggi

ini sangat menyedihkan meski sudah berusia hampir 20 tahun. "Hidup segan

mati tak mau," kata A. Malik Fadjar, melukiskan kondisi UMM saat itu.42

Maka, saat itu muncul julukan bernada sinis, UMM bukan merupakan

akronim dari Universitas Muhammadiyah Malang, melainkan "Universitas

Morat Marit", Universitas yang tidak karuan, baik proses akademik maupun

manajemennya. Ada juga yang menyebutnya sebagai "Universitas Mondar

Mandir", lantaran pegawai dan dosen yang bekerja di UMM juga bekerja di

tempat lain. Bahkan tak sedikit yang pekerjaannya di UMM sekadar sebagai

sambilan saja untuk mencari nafkah tambahan. Walaupun tambahan dari UMM

sebenarnya tidak seberapa. Ada juga yang menyebutnya "Universitas Maju

Mundur", lantas "Universitas Murah Meriah". Selain itu, ada juga yang

menyebutnya "Universitas Makin Maju." Berarti ada pengakuan masyarakat

bahwa UMM terus bergerak maju.43

Apa yang diusahakan A. Malik Fadjar dalam memajukan UMM (1983-

2000) dan UMS (1992-1997) kiranya salah satu nilai yang bisa dibanggakan.44

Dari sebuah PT yang tidak pernah dilirik orang menjadi PT yang menarik

kerumunan umat untuk memasukkan anak-anaknya ke sana. Dari kampus yang

tak memiliki gedung sendiri dan terkesan kumuh sampai kini menjadi kampus

Page 14: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

14

paling megah dan elite bila disandingkan dengan kampus-kampus di sekitarnya.

Dari program akademik yang kurang menjanjikan masa depan sampai kepada

program akademik yang mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki

competitive advantage di era global. Kata kuncinya, demikian kata A. Malik

Fadjar, hanya "satu", yaitu angrem di kampus bagi pemimpin dan sivitas

akademikanya. "Jangan harap anak ayam akan menetas dengan baik jika induk

ayam tak mau mengerami dengan sungguh-sungguh," katanya.45

Sikap angrem (mengeram) ini hanya dimiliki oleh ayam kampung.

Pemimpin PT dan dosen harus selalu angrem (mengeram) di kampus jika ingin

melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang siap menghadapi perubahan dan

persaingan global. Dosen misalnya, tidak cukup dengan hanya mengajar dan

menyampaikan ilmu kepada mahasiswa, sesudah itu lalu pulang dan tak peduli

dengan apa yang terjadi dengan mahasiswanya.46

Sikap angrem (mengeram) ini meniscayakan dosen harus selalu dan

tetap tinggal di kampus, dengan banyak memberikan pelayanan, bimbingan,

penyuluhan, dan bahkan kalau bisa menjadikan dirinya sebagai biro konsultan

bagi seluruh mahasiswa. Bimbingan mulai dari cara mahasiswa belajar di

kampus dengan baik sampai ia meraih gelar sarjana, bahkan kalau

memungkinkan sampai mereka memperoleh pekerjaan. Bimbingan mulai dari

sesuatu yang bersifat pribadi sampai pada sesuatu yang ada kaitannya dengan

hubungan sosial-global. Sikap angrem (mengeram) inilah yang banyak

dilakukan dan sering kali disuarakan A. Malik Fadjar dalam memajukan sebuah

Pendidikan Tinggi.

۞ Pentahapan dalam mengelola Pendidikan Tinggi

Setelah memperoleh gambaran yang cukup memadai tentang arah dan

cita-cita yang hendak dicapai UMM, A. Malik Fadjar kemudian melakukan

pentahapan dalam mengelola pendidikan tinggi ini, yaitu tahap konsolidasi,

pembangunan fisik dan pembangunan akademik.47

1. Tahap Konsolidasi

Tahap konsolidasi merupakan upaya untuk menata dan membangun

niat, pikiran dan mengkonsentrasikan seluruh potensi dan mengeliminir semua

tantangan dan hambatan dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Tahap konsolidasi meliputi tiga aspek, yaitu konsolidasi ideal, structural, dan

personal.48

Konsolidasi ketiga aspek mendasar ini diikuti dengan penertiban di

bidang administrasi akademik, keuangan maupun operasional. Termasuk

menyatukan manajemen tunggal dari kampus I dan II, yang sebelumnya

berdiri sendiri. Tentu saja, pada awalnya A. Malik Fadjar menghadapi

Page 15: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

15

tantangan berat, tapi dengan piawai ia akhirnya berhasil melewati masa-masa

kritis ini. Konsolidasi tiga aspek itu terus dilakukan dari waktu ke waktu,

terutama selama periode pertama kepemimpinannya, 1983-1986.

Tentu saja, keberhasilan A. Malik Fadjar dalam melewati babak-

babak awal yang begitu sulit dalam mengomandani UMM itu tak lepas dari

tipologi kepemimpinan yang dikembangkannya. Ia mengembangkan model

dan gaya kepemimpinan yang luwes, dialogis, dan menghilangkan sekat-sekat

birokrasi. Tetapi dia juga bisa keras. Terutama untuk melindungi kepentingan

dan keselamatan yang lebih luas. “Pak A. Malik Fadjar itu terkadang juga

bergaya keras. Malah sampai terkesan otoriter. Tetapi karena berhasil,

sehingga tidak mendapat kritikan,” kata Syafi‟i Ma‟arif, Ketua PP

Muhammadiyah, saat itu.

“Pak A. Malik Fadjar sangat keras terhadap orang yang tidak jujur.

Sebab menurut dia, UMM harus dibangun di atas kejujuran. Kerusakan dalam

suatu organisasi atau gerakan sering kali bermula dari ketidakjujuran. Kalau

para pemimpin sudah tidak jujur, tidak akan umat mempercayai lembaga yang

dipimpinnya,” kata Imam Suprayogo. Pembantu Rektor I UMM.

Dalam membangun citra UMM, A. Malik Fadjar juga keras. Maka dia

bisa marah bila ada perbuatan atau kejadian yang bisa merusak citra, karena

bagi A. Malik Fadjar, Citra itu modal. Dari citra itu dapat ditumbuhkan trust

atau kepercayaan masyarakat. Kalau trust sudah ada, maka akan mudah

memacu pertumbuhan. Ibaratnya, tanpa promosi dan kampanye pun

masyarakat akan bersimpati. Mahasiswa akan datang dengan sendirinya.49

Wakidi punya pengalaman. Saat itu dia menjabat sebagai Kepala Biro

Keuangan. Brangkas berisi uang Rp 10 juta dibobol maling. “Kebobolan itu

memang kesalahan saya. Malingnya orang dalam. Seorang petugas kebersihan

dan memang sering meminjam uang. Saking seringnya sampai dia tahu kalau

saya menyimpan kunci brangkas itu di laci saya. Saat itu, kunci brangkas di

laci dan kunci laci saya bawa. Laci saya dijebol untuk menemukan kunci

brangkas. Peristiwa itu masuk media masa. UMM dinilai ceroboh. Saya

dimarahi habis-habisan oleh Pak Malik. Bukan karena uang itu hilang, tetapi

citra lembaga yang tidak aman. Kecerobohan itu dinilai tidak baik untuk suatu

manajemen,” kata Wakidi yang bekerja di UMM mulai dari pekerja kasar.

Berbagai regulasi maupun rantaian birokrasi yang selama ini bisa

menyumbat tumbuh dan berkembangnya budaya akademik, dipangkasnya

sampai habis. Maka, tak mengherankan kalau A. Malik Fadjar memiliki

ruangan kantor di lantai paling bawah, dengan pintu selalu terbuka untuk

melayani siapa saja. Baik mahasiswa, dosen, karyawan, maupun tamu-tamu

dari luar kampus.

Kebijakan pintu selalu terbuka agar A. Malik Fadjar selalu dapat

mengikuti perkembangan aspirasi dari luar. Bisa mengetahui perkembangan

warganya secara langsung. Di samping itu, pintu terbuka itu lebih efisien.

Bayangkan, berapa waktu yang akan habis untuk dia melakukan buka tutup

Page 16: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

16

pintu, jika menggunakan pintu tertutup. Di samping itu, dia tidak mau

menumbuhkan kesan sebagai pemimpin yang angker atau sombong. Kesan itu

akan menghambat keakraban pemimpin dengan yang dipimpin. Menghambat

seorang pemimpin mengetahui aspirasi yang berkembang di lingkungannya.

Mengurangi nilai egalitarian. Padahal Muhammadiyah itu dibangun dengan

nilai egalitarianisme.50

2. Tahap Pembangunan Fisik

Setelah A. Malik Fadjar berhasil melakukan tahap konsolidasi tiga

aspek di atas (konsolidasi ideal, structural, dan personal), berikutnya ia

melakukan langkah-langkah strategis untuk memacu pertumbuhan UMM

dengan memperbaiki tampilan fisik sarana dan prasarana pendidikannya,

meskipun dalam hadis disebutkan:

(مسلمرواه)واعمالكمق لوبكمالي نظرولكنوأموالكمصوركمالي نظرلاللنإSesungguhnya Allah tidak melihat (memandang) kepada bentuk rupa

(shuwar) mu dan harta kekayaan mu, tetapi Dia melihat kepada (niat

dan keikhlasan dalam) hati dan perbuatanmu. (HR. Muslim)

Menurut hadis tersebut, Allah la yandzuru ila shuwarikum_Allah

tidak melihat kepada rupa sesuatu, tetapi tidak dengan manusia. Manusia itu

pada umumnya yandzuru ila shuwarikum_manusia melihat kepada rupa

sesuatu. Rupa sesuatu (dalam hal ini, sarana pendidikan) sebagai daya tarik

sangat penting dalam kegiatan pendidikan.

A. Malik Fadjar menyadari bahwa ukuran-ukuran yang bersifat fisik,

mulai dari tampilan gedung yang megah, suasana perkuliahan yang nyaman,

dan status jurusan atau program studi, menjadi daya tarik utama bagi calon

mahasiswa baru. Karena itu, tahap pembangunan fisik dan pembangunan

akademik harus berjalan saling beriringan.51

Atas jasa pinjaman dari Bank,52

A. Malik Fadjar kemudian merombak

kampus I UMM di Jl. Bandung dari kampus yang sederhana, yang sebagian

dindingnya terbuat dari gedek, menjadi bangunan megah berlantai tiga.

Kampus I yang menempati posisi strategis ini sekarang dipakai untuk Program

Pascasarjana (PPs).

Berikutnya, A. Malik Fadjar memoles sekaligus memperluas

bangunan kampus II yang berdiri di Jl. Sumbersari, juga menjadi bangunan

berlantai tiga. Untuk memperluas kampus II itu mesti melakukan pem-

bebasan tanah warga sekitar. A. Malik Fadjar memiliki keinginan bagaimana

warga yang tanahnya dibebaskan tidak terpuruk, melainkan justru semakin

berkembang. Bagaimanapun rumah di sekitar kampus itu ada nilai

ekonomisnya yaitu untuk kos-kosan. Maka kalau rumahnya dibebaskan jangan

sampai sumber ekonominya hancur.

Page 17: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

17

A. Malik Fadjar pegang prinsip bahwa pembebasan tanah tidak boleh

ada paksaan sedikitpun. Dia belajar dari kisah Amru bin „Ash. Pada masa

pemerintahan Umar bin Khattab, Amru bin „Ash hendak membangun masjid

di Damaskus. Untuk keperluan itu, harus menggusur rumah seorang janda

Yahudi. Lantas janda itu mengadu ke Umar perihal tindakan Amru. Umar

menegur Amru dengan cara mengirim surat di atas tulang belulang.

Maksudnya Umar mengingatkan bahwa manusia akan menjadi tulang

belulang belaka. Dan tindakan itu tidak dibenarkan. Akhirnya Amru

mengembalikan rumah janda Yahudi itu. Melihat kebijaksanaan Umar,

akhirnya janda itu ikhlas mengamalkan rumah dan tanahnya untuk masjid. Di

samping tidak boleh ada paksaan, pembebasan tanah dilakukan dengan

penawaran harga di atas rata-rata. Menyalurkan keluarganya menjadi tenaga

kerja di UMM. Ternyata dalam perkembangannya, justru warga yang meminta

agar tanahnya dibebaskan.

Kampus II ini hanya berjarak sekitar satu kilometer sebelah barat

Kampus I. Letaknya berdekatan dengan Unibraw, IKIP Malang dan IAIN

Sunan Ampel. Tampilan fisik yang lumayan, lebih baik dari IAIN ini,

kemudian menjadikan UMM sebagai perguruan tinggi yang sebelumnya

nyaris tak pernah jadi perbincangan, mendadak menjadi buah bibir. A. Malik

Fadjar berhasil memikat calon mahasiswa baru.

3. Tahap Pembangunan Akademik

Berikutnya, A. Malik Fadjar menugaskan Imam Suprayogo selaku

Pembantu Rektor I untuk bekerja keras mengurusi perolehan status jurusan

maupun program studi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sebab status ini sangat menentukan

dalam rangka menarik calon mahasiswa. Maka yang statusnya Terdaftar

ditingkatkan menjadi Diakui. Dan yang statusnya Diakui menjadi Disamakan.

Dan agar UMM mempunyai kewibawaan akademik, dibuatlah program

peningkatan mutu dosen dengan melakukan perekrutan dosen tetap.53

Menurut A. Malik Fadjar, pendidikan harus dikelola menurut

manajemen modern dan futuristik sebagai usaha mengantarkan peserta didik ke

posisi-posisi tertentu di masa depan. Yaitu, suatu manajemen yang berpretensi

membangun manusia profesional-intelektual dan skilled dalam hal bagaimana

mereka mampu bergaul di tengah-tengah komunitas global secara dinamis,

kreatif, dan inovatif.54

Manajemen A. Malik Fadjar adalah manajemen yang unik. Pada satu

sisi dia selalu menuntut profesionalitas jajarannya. Etos kerja keras, disiplin,

menggunakan ukuran-ukuran objektif. Tetapi, dia tidak mau profesional

seseorang dalam konteks jasa-uang sebagaimana ukuran yang dikembangkan

dalam dunia profesional bisnis. A. Malik Fadjar tetap menggunakan pengabdian

Page 18: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

18

dan dedikasi sebagai ukuran. Bekerja di UMM harus dilandasi niat ibadah.

Tetap dalam bingkai ajaran KH. Ahmad Dahlan (1868-1923): Hidup-hidupilah

Muhammadiyah, dan jangan menumpang hidup di Muhammadiyah.55

Kalau

hanya mau mencari kekayaan dipersilahkan di luar UMM. UMM juga bukan

tempat untuk mendapatkan mobil atau jabatan, meskipun dalam dunia modern,

pengabdian atau ibadah lillahi ta’ala kerap kali dijadikan indikator amatirisme.56

PENUTUP

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus berusaha mencapai

tingkat masukan (input) yang merata, keluaran (output) yang bermutu, kegairahan

dan motivasi belajar yang tinggi, semangat kerja yang besar, dan adanya

kepercayaan dari berbagai pihak. Penting bagi madrasah untuk mendapatkan

kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Karena hanya madrasah yang melakukan

perbaikan manajemen (kerja tuntas) yang mendapat kepercayaan masyarakat.

Uraian di atas membatasi pembahasan tentang bagaimana upgrade

pendidikan Islam lebih pada problem madrasah. Di luar itu, dunia pendidikan Islam

di Indonesia sebetulnya meliputi juga lembaga-lembaga lain, seperti: pesantren,

sekolah Islam dan pendidikan tinggi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahim, Imaduddin. Sikap Tauhid dan Motivasi Kerja: Sebuah Relasi-Inovatif

Islam-Kerja dalam Nilai dan Makna Kerja dalam Islam, Firdaus Efendi

(ed). Jakarta: Nuansa Madani, 1999

Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers, 1981

Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara,

2000, cet. IV

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, cet. IV

-------. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1998

Buchori, Mochtar. „Erosi Wibawa Guru dan Sekolah‟ dalam Majalah Basis No. 07 –

08, Tahun Ke-54, Juli – Agustus 2005

Djojonegoro, Wardiman. “Pendidikan harus Berdasarkan Demand Mainded,” Berita

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), no. 231 (April 2004)

Echols, J.M dan Shadily, Hasan. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia,

2000, cet. XXIV

Page 19: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

19

Fadjar, A. Malik. Holistika Pemikiran Pendidikan,Ahmad Barizi (ed.). Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2005

-------. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1999

-------. Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Mustofa Syarif & Juanda Abubakar (ed.).

Jakarta: LP3NI, 1998

Fatah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004, cet. VII

Halim, A. dkk. Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005

Hudijono, Anwar dan Thayib, Anshari. Darah Guru Darah Muhammadiyah:

Perjalanan Hidup Abdul Malik Fadjar. Malang: UMM Press, 2009, cet. II

Kodir, Abdul. Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulullah hingga Reformasi di

Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2015

Langgulung, Hasan. “Islamisasi Pendidikan dari Perspektif Metodologi". Makalah

dalam Seminar Internasional "Islamization of Knowladge: Meeting the

Challenge", Department of Education, International Islamic University,

Malaysia, 14-16 July 1998

Lubis, Halfian. Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia: Studi Tentang

Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan. Disertasi SPs UIN Syarif

Hidayatullah, 2008

Mas‟ud, Abdurrahman. Dari Haramain Ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren. Jakarta: Kencana, 2006

Nata, Abuddin Nata. Manajemen Pendidikan Mengatasai Kelemahan Pendidikan

Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2003

-------. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Garasindo, 2001

Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Logos, 2001

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelengaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2004

Tanthowi, Jawahir. Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran al-Qur’an. Jakarta:

Pustaka al-Husna, 1983

Thoha, Miftah. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2006

Yusuf, M. Yunan, et. al. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2005

http:kbbi.web.id/egalitarianism.

Page 20: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

20

ENDNOTES

1Maddais, S.Pd.I., MA. NIK/NIDN. 510209203/2107057901 adalah Dosen Tetap

Sejarah Pendidikan Islam STIT YA‟MAL Tangerang dan Mahasiswa S-3 SPs UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Pendidikan Islam, pernah menjadi Ketua STIT YA‟MAL

Tangerang Periode 12 Juni 2010 – 25 Juli 2012. 2Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasai Kelemahan Pendidikan Islam

di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2003), 175. 3K.H. Tholhah Hasan: Pendidikan Kita Terlalu Mendewakan Model Barat, dalam

Majalah PENDIS, Edisi No. 1/Tahun I/2013, 54. 4Kepemimpinan (Leadership) diambil dari kata “to lead” yang berarti memimpin.

Leader adalah pemimpin, sedangkan leadership berarti pimpinan, yang seringkali di

terjemahkan pula sebagai kepemimpinan. Konsepsi mengenai leadership biasanya tidak

terlepas dari pengertian kekuasaan/ kemampuan (power). Dengan demikian, kepemimpinan

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi dan mengarahkan orang-orang

dalam mencapai tujuan tertentu. Lihat, J.M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-

Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 2000), cet. XXIV, 351. Lihat juga, Miftah Thoha,

Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 5. 5A. Halim, dkk, Manajemen Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), 71.

6Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak

orang. Padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang penting untuk dipahami.

Kepemimpinan mempunyai pengertian yang sedikit lebih luas dibandingkan dengan

manajemen karena kepemimpinan bisa digunakan setiap orang dan tidak terbatas dalam

suatu organisasi tertentu saja. Sedangkan manajemen merupakan kepemimpinan yang

dibatasi oleh tata karma birokrasi atau dikaitkan dengan pemikiran suatu kegiatan untuk

mencapai suatu tujuan organisasi. Menurut George R Terry, kepemimpinan adalah aktivitas

untuk memengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Lihat, Miftah

Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, 5-10. 7Imaduddin Abdulrahim, Sikap Tauhid dan Motivasi Kerja: Sebuah Relasi-Inovatif

Islam-Kerja dalam Nilai dan Makna Kerja dalam Islam, (ed) Firdaus Efendi (Jakarta:

Nuansa Madani, 1999), 3. 8Lihat, Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran al-Qur’an

(Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), 10. Bandingkan dengan Nanang Fatah, Landasan

Manajemen Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. VII, 49-107. 9UUSPN, Pelaksanaan dan Peraturannya (Jakarta: Tamita Utama, 2003), 4.

10Azyumardi Azra. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1998, 5. 11

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelengaraan Pendidikan (Jakarta: Prenada Media, 2004), 225. 12

Wardiman Djojonegoro, “Pendidikan harus Berdasarkan Demand Mainded,”

Berita Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), no. 231 (April 2004), 19. 13

Program wajib belajar (wajar) 9 tahun di Indonesia telah dimulai tahun 1994.

Lihat, Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulullah hingga Reformasi di

Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 225. 14

Wardiman Djojonegoro, “Pendidikan harus Berdasarkan Demand Mainded,” 19. 15

Wardiman Djojonegoro, “Pendidikan harus Berdasarkan Demand Mainded,” 19.

Page 21: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

21

16

Wardiman Djojonegoro, “Pendidikan harus Berdasarkan Demand Mainded,” 19. 17

Pesantren adalah model pendidikan Islam tertua di Indonesia; karena itu, selain

identik dengan makna keislaman, pesantren juga identik dengan keaslian Indonesia

(indigeneous). Kata pesantren bukan berasal dari bahasa Arab, ia berasal dari bahasa Pali,

bahasa Tripitaka, dari kitab agama Budha. Lihat, Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain Ke

Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Jakarta: Kencana, 2006), xxv. 18

Wetonan: Kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, dan santri dengan

membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kiai itu. 19

Sorogan: Santri, dan biasanya yang pandai, menyorogkan sebuah kitab kepada

kiai untuk dibaca di hadapan kiai itu, dan kalau ada salahnya, kesalahan itu langsung

dibetulkan oleh kiai. 20

A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini (Jakarta: Rajawali Pers,

1981), 20. 21

A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, 15. 22

Hubungan A. Malik Fadjar dengan A. Mukti Ali (menteri agama RI tahun 1972-

1977) dipelihara terus hingga A. Malik Fadjar menjabat sebagai Wakil Ketua PP

Muhammadiyah maupun menteri. Sering kali A. Malik Fadjar bertandang ke rumahnya di

Yogyakarta untuk mendiskusikan banyak hal. Apalagi ternyata A. Mukti Ali adalah tokoh

yang tak pernah berhenti berpikir. Dalam usia yang sudah lanjut pun masih mampu

menelorkan pemikiran-pemikiran yang brilian, orisinal dan segar. Saat A. Mukti Ali

meninggal tahun 2004, A. Malik Fadjar bertakziyah dan meneteskan air mata karena

kehilangan tokoh yang dikaguminya. Lihat, Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah

Guru Darah Muhammadiyah, 63-64 & 180. Lihat, A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran

Pendidikan, 183. Lihat juga, A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas

(Bandung: Mizan, 1999), 53. 23

A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, xi 24

A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, Ahmad Barizi (ed.) (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2005), 44. 25

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, 12. 26

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2001),

142. 27

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara,

2000), cet. IV, 108. 28

A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, 9 & 47. 29

A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, 10 & 58. Lihat juga, A.

Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, 247. 30

A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, 267. 31

Hasan Langgulung, “Islamisasi Pendidikan dari Perspektif Metodologi", Makalah

dalam Seminar Internasional "Islamization of Knowladge: Meeting the Challenge",

Department of Education, International Islamic University, Malaysia, 14-16 July 1998. 32

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah:

Perjalanan Hidup Abdul Malik Fadjar (Malang: UMM Press, 2009), cet. II, 88. 33

Mochtar Buchori, „Erosi Wibawa Guru dan Sekolah‟ dalam Majalah Basis No. 07

– 08, Tahun Ke-54, Juli – Agustus 2005, 48. 34

Kalau dalam masyarakat kita sekarang ini guru dapat memperlihatkan bahwa ia

adalah orang yang mampu memahami hal-hal baru dan persoalan-persoalan baru (seperti

Page 22: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

22

pengetahuan guru tentang makna dan realitas Pilkada dan Otonomi daerah), maka ia akan

dipandang masyarakat sebagai “orang yang berpengetahuan” atau memiliki daya belajar

(learning capability). Hal lain yang dapat dilakukan guru ialah belajar menjadi manusia yang

berkepribadian luwes (flexible personality). Manusia semacam ini mempunyai prinsip-

prinsip etika dan moralitas yang kokoh. Itu yang disebut “berkepribadian”. Tetapi tuntutan

lingkungan akan bentuk-bentuk perilaku untuk mengekspresikan prinsip-prinsip pribadi ini

juga harus diperhatikan. Ini yang disebut “luwes”. Lihat, Mochtar Buchori, „Erosi Wibawa

Guru dan Sekolah‟, 48. 35

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet. IV, 73. Atau lihat Abuddin Nata, Paradigma

Pendidikan Islam (Jakarta: Garasindo, 2001), 252. 36

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi, 78. 37

A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Mustofa Syarif & Juanda

Abubakar (editor), (Jakarta: LP3NI, 1998), 9. Lihat, A. Malik Fadjar, Madrasah dan

Tantangan Modernitas, 10 & 58. Lihat, A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan,

247. Lihat juga, Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah,

253. 38

Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia: Studi Tentang

Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2008. Halfian

Lubis tercatat sebagai Mahasiswa SPs UIN Jakarta dengan NIM: 99.3.00.1.09.01.0104 dan

baru menyelesaikan studinya pada tahun 2008, ini artinya beliau menyelesaikan studi S.3-

nya selama 9 tahun, dengan disertasi setebal 486 halaman 39

Menurut Halfian Lubis, penyelenggaraan pendidikan pada SMA Islam Unggulan

di-landaskan pada empat pilar utama, yakni manajemen mutu, pengembangan sosio-kultural

sekolah yang bernuansa Islami, penguasaan di bidang ilmu pengetahuan, dan pemberdayaan

sistem pendidikan Islam dalam persaingan kualitas. Selain melakukan sistem seleksi untuk menjaring tenaga pengajar dan sisiwa-siswa

yang berkualitas, SMA Islam Unggulan juga melakukan rekonstruksi kurikulum dengan

menetapkan skala prioritas pada tiga bidang utama, yakni Pendidikan agama, sains, dan

bahasa asing (Arab dan Inggris). Model pengembangan kurikulum pendidikan agama dalam

setting outdoor terbukti mampu memberikan nuansa tertentu bagi terbentuknya religious

culture di lingkungan sosio-kultural kehidupan sekolah.

Salah satu dimensi keunggulan sekolah-sekolah Islam ini juga pada kelengkapan

sarana pendidikan mulai dari laboratorium IPA, laboratorium bahasa, perpustakaan, sarana

computer, masjid/mushalla dan sarana ibadah lainnya, media audiovisual, sarana olahraga,

sampai dengan asrama pelajar. Semua sarana ini dimaksudkan untuk mendukung pencapaian

kualitas pendidikan.

Selain prestasi akademis, SMA Islam Unggulan sangat konsen dalam

mengembangkan kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Pembinaan

kecerdasan emosional dan spiritual dikembang-kan melalui ber-bagai program dan bertujuan

untuk meningkatkan kematangan emosional siswa, sekaligus menciptakan anak-anak yang

taat dalam melaksanakan ibadah agama, serta mampu berperilaku akhlaq al-karīmah dalam

kehidupannya sehari-hari. Lihat, Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di

Indonesia, 470-476. 40

A. Malik Fadjar memperoleh gelar Guru Besar (Profesor) dari Fakultas Tarbiyah

IAIN Sunan Ampel Malang tahun 1995 dan memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dalam

Page 23: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

23

bidang Kependidikan Islam dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2001. Pernah

menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama (BINBAGA) Islam

Departemen Agama, yang kemudian ditunjuk sebagai Menteri Agama RI pada Kabinet

Pembangunan Reformasi. Pernah menjadi Menkokesra pada Kabinet Gotong Royong dan

pernah menjadi Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Indonesia Bersatau (KIB) I.

Periode pertama kepemimpinannya sebagai rektor UMM 1983-1986, sedangkan periode

terakhir kepemimpinannya 1996-2000. Lihat, Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah

Guru Darah Muhammadiyah, 98 & 115. Lihat, M. Yunan Yusuf et. al., Ensiklopedi

Muhammadiyah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), 113. 41

UMM secara resmi didirikan pada awal 1965. Acara peresmiannya berlangsung di

Stadion Gajayana Malang. Pada awal didirikannya, UMM merupakan cabang dari

Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan pada tanggal 1 Juli 1968, UMM secara resmi

berdiri sendiri, memisahkan diri dari induknya, UMJ. Alasan pemisahan agar terjadi

akselerasi pertumbuhan, sebab kalau terus bergantung kepada UMJ, akan lambat

berkembang. Apalagi UMM yakin bisa berdiri sendiri. A. Malik Fadjar masuk UMM tahun

1976 sebagai tenaga dosen, dan pada awal 1983 ia menjadi Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik (FISIP) dan terpilih menjadi rektor UMM. Lihat, Anwar Hudijono dan Anshari

Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 80 & 89. 42

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 80 &

89. 43

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 107. 44

A. Malik Fadjar adalah rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ke-6

(1983-2000)44

setelah Mohammad Kasiram (1977-1983), Masyfuk Zuhdi (1975-1977),

Suyitno Hadisaputro (1970-1975), M. Ridlwan Hasyim (1968-1970), dan Sofyan Aman

(1965-1968). Di samping gencarnya membangun UMM, pada tahun 1992-1997 A. Malik

Fadjar ditugaskan PP Muhammadiyah untuk memimpin Universitas Muhammadiyah

Surakarta (UMS) agar selamat dari konflik internal berkepanjangan. Lihat, Anwar Hudijono

dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 98 & 115. 45

A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, 43-44. 46

Kalau para staf pengajar (dosen) hanya mengajar, sebenarnya dia sudah nothing

bunuh diri tanpa disadarinya. Dia tidak lebih sebagai buruh, atau tukang. Sebab harus

disadari bahwa dosen itu guru, bukan tukang. Untuk itu, mereka (khususnya dosen tetap)

harus ikut menghayati seluruh aspek yang hidup dalam lingkungan dan proses pendidikan.

Lihat, A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, 84 47

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 96. 48

Pertama, Konsolidasi ideal merupakan upaya A. Malik Fadjar untuk

membangkitkan kesadaran bersama para civitas akademika UMM, terutama para

pimpinannya, untuk menyatukan pandangan, tekad, cita-cita, wawasan serta kesepakatan

secara terpadu akan makna pendidikan tinggi Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan

tinggi dan amal usaha Muhammadiyah. Membangun wawasan dan cita-cita besar dan

berdimensi jauh ke depan. Membangun kesepakatan terpadu dan kebulatan tekad.

Merumuskan tujuan UMM yang diembannya. Konsolidasi ideal juga berarti

mengembangkan dan menata kembali strategi perjuangan, sehingga kebijakan-kebijakan

yang diambil senantiasa bersifat strategis, efektif, dan efisien. Konsolidasi ideal ini sangat

penting karena sebagai ruh dari sebuah komitmen yang pada akhirnya melahirkan kerja yang

sungguh-sungguh dan berkualitas. Membentuk etos kerja. Membentuk suatu team work yang

Page 24: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

24

kompak, solid, dan utuh. Tidak adanya idealisme dan cita-cita masa depan akan

menyebabkan UMM menjadi serba lamban dan tertinggal dari percaturan perkembangan

dunia Pendidikan Tinggi Islam maupun perkembangan pemikiran di bidang sosial, politik,

budaya, hukum, ekonomi, dan keagamaan. Demikian kata A. Malik Fadjar.

Kedua, Konsolidasi structural menyangkut perampingan organisasi sehingga

menjadi efektif dan efisien. Pos-pos yang bersifat formalitas dan memperpanjang rantai

birokrasi, yang bisa menghamburkan energi dan dana harus dipangkas. A. Malik Fadjar

melihat, salah satu kelemahan birokrasi UMM adalah yang melingkar-lingkar dan panjang.

Birokrasi bukan melayani tetapi malah minta dilayani. Bukan mempermudah bagaimana

suatu urusan diselesaikan, tetapi malah mempersulit urusan. Ada arogansi birokrasi.

Sedangkan yang ketiga, Konsolidasi personal terutama menyangkut pembentukan

disiplin, etos kerja, dan komitmen para pengelolanya pada semua level. “Pak A. Malik Fadjar

itu pekerja keras. Beliau bekerja mulai pagi sampai malam. Pak Malik juga melakukan ing

ngarso sung tuladha, memberi contoh teladan. Beliau tidak menyuruh koleganya bekerja

keras, tetapi memberi contoh kerja keras. Akhirnya bawahannya itu ikut,” kata Wakidi.

Kepala Biro Keuangan UMM. Mereka yang tak serempak dalam gerak langkah menuju ke

depan untuk meraih cita-cita UMM, terpaksa harus ditinggalkan. Lantaran inilah terkadang

A. Malik Fadjar dituduh diktator. Meninggalkan kawan lama. Seolah tidak menghargai

perjuangan orang-orang tua. Persoalannya adalah A. Malik Fadjar ingin gerak cepat, kalau

hal-hal yang menyerimpung dan menghambat, dia tinggal. Dia terkadang harus dihadapkan

pada pilihan untuk tidak mengindahkan hal-hal yang membuat kerja lambat. Apalagi ini era

globalisasi yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat. Lihat, Anwar Hudijono dan

Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 97-98. 49

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 99. 50

Arti egalitarianism, yaitu: 1. doktrin atau pandangan yang menyatakan bahwa

manusia itu ditakdirkan sama derajat; 2. asas pendirian yang menganggap bahwa kelas-kelas

sosial yang berbeda mempunyai bermacam-macam anggota, dari yang sangat pandai sampai

ke yang sangat bodoh dalam proporsi yang relatif sama. Lihat, http:kbbi.web.id/

egalitarianism. 51

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 100. 52

Dengan didasari itikad yang baik, A. Malik Fadjar merasa tertantang dan ingin

secepatnya memperbaiki dan membangun UMM agar dapat disejajarkan dengan lembaga

pendidikan tinggi lainnya yang sudah baik. Untuk itu sebagai bagian dari pengorbanannya A.

Malik Fadjar mengagunkan sertifikat tanah dan ijazahnya kepada Bank agar mendapatkan

pinjaman untuk UMM. Niat dan tekad yang baik dalam memajukan UMM merupakan

motivasi yang terus memompa semangatnya untuk terus berjuang mewujudkan UMM

menjadi perguruan tinggi yang baik. Seperti dikatakan oleh Iin Nurmarini (anak ke dua A.

Malik Fadjar), bahwa Bapak memang ingin UMM menjadi besar. Bapak memiliki obsesi

UMM menjadi seperti California State University tempat bapak kuliah. Lihat, Anwar

Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 101. 53

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah,102. 54

A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, ix. 55

Menjelang akhir kepemimpinan dan hayatnya (1923), K.H. Ahmad Dahlan

berwasiat Hidup-hiduplah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah.

Mengapa ada wasiat itu? Adakah sesuatu yang mengkhawatirkan? Bukankah Kiai cukup

paham arti pentingnya organisasi? Apa pula yang dimaksud dengan “jangan mencari hidup

Page 25: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM · pada saat ini, masyarakat lebih banyak menaruh minat untuk mendidik anak- anaknya pada sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan sesuai ajaran Islam

25

di Muhammadiyah?”. Wasiat itu dinilai sangat mendasar dan mendalam. Lihat, A. Malik

Fadjar, “Wasiat KH Ahmad Dahlan,” Republika, 30 Juni 2010, 4. 56

Anwar Hudijono dan Anshari Thayib, Darah Guru Darah Muhammadiyah, 5.