22
1 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam Ahmad Yusuf Marzuqi Achmad Badarudin Latif MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM Ahmad Yusuf Marzuqi Achmad Badarudin Latif 1) Program Studi Akuntansi STIENU Jepara, Jl. Taman Siswa Pekeng Tahunan Jepara Email: 1) [email protected] Abstract The financial statements have enormous benefits for the users, so it formed a rule in the financial reporting process is called Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). The goal is to uniform financial reporting process and financial reports on any business entity that exists in a country, so as to facilitate the auditing process for fairness in reporting. Although these rules have limitations that will be used by corporate managers in conducting earnings management whether done legally or not. This study will discuss the management of earnings reviewed from an ethical standpoint of Islam with the aim to present the views of Islamic ethics of earnings management. Design research studies using descriptive references/ literature with reference to the references to Islam, Islamic business, and matters relating to the earnings management and business ethics of Islam. Keywords: Islam, Business Ethics, earning management Abstrak Laporan keuangan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi para pemakainya, sehingga dibentuk sebuah aturan dalam proses pelaporan keuangan tersebut yang disebut dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Tujuannya adalah untuk menyeragamkan proses pelaporan keuangan dan laporan keuangan pada setiap entitas bisnis yang ada dalam sebuah negara, sehingga dapat mempermudah proses pengauditan atas kewajaran dalam pelaporannya. Meskipun aturan tersebut memiliki keterbatasan-keterbatasan yang akan dimanfaatkan oleh para manajer perusahaan dalam melakukan manajemen laba baik yang dilakukan secara legal maupun tidak. Penelitian ini akan membahas manajemen laba (earnings management) ditinjau dari sudut pandang etika Islam dengan tujuan untuk memaparkan pandangan etika Islam mengenai manajemen laba. Desain penelitian menggunakan metode telaah referensi deskriptif/ literatur dengan mengacu pada referensi-referensi mengenai Islam, bisnis Islam, dan hal-hal yang berkaitan tentang manajemen laba dan etika bisnis Islam. Kata kunci: Islam, Etika Bisnis, managemen laba

MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

1 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA

BISNIS ISLAM

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif1)

Program Studi Akuntansi STIENU Jepara, Jl. Taman Siswa Pekeng Tahunan Jepara

Email: 1)

[email protected]

Abstract

The financial statements have enormous benefits for the users, so it formed a rule

in the financial reporting process is called Generally Accepted Accounting Principles

(GAAP). The goal is to uniform financial reporting process and financial reports on

any business entity that exists in a country, so as to facilitate the auditing process for

fairness in reporting. Although these rules have limitations that will be used by

corporate managers in conducting earnings management whether done legally or not.

This study will discuss the management of earnings reviewed from an ethical standpoint

of Islam with the aim to present the views of Islamic ethics of earnings management.

Design research studies using descriptive references/ literature with reference to the

references to Islam, Islamic business, and matters relating to the earnings management

and business ethics of Islam.

Keywords: Islam, Business Ethics, earning management

Abstrak

Laporan keuangan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi para

pemakainya, sehingga dibentuk sebuah aturan dalam proses pelaporan keuangan

tersebut yang disebut dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Tujuannya

adalah untuk menyeragamkan proses pelaporan keuangan dan laporan keuangan pada

setiap entitas bisnis yang ada dalam sebuah negara, sehingga dapat mempermudah

proses pengauditan atas kewajaran dalam pelaporannya. Meskipun aturan tersebut

memiliki keterbatasan-keterbatasan yang akan dimanfaatkan oleh para manajer

perusahaan dalam melakukan manajemen laba baik yang dilakukan secara legal

maupun tidak. Penelitian ini akan membahas manajemen laba (earnings management)

ditinjau dari sudut pandang etika Islam dengan tujuan untuk memaparkan pandangan

etika Islam mengenai manajemen laba. Desain penelitian menggunakan metode telaah

referensi deskriptif/ literatur dengan mengacu pada referensi-referensi mengenai Islam,

bisnis Islam, dan hal-hal yang berkaitan tentang manajemen laba dan etika bisnis

Islam.

Kata kunci: Islam, Etika Bisnis, managemen laba

Page 2: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 2

Pendahuluan

Informasi laba dalam praktiknya dapat mempengaruhi perilaku para pemakai

informasi laporan keuangan, khususnya pihak investor dan kreditor. Informasi laba ini

dibutuhkan oleh investor dan kreditor sebagai dasar keputusan terhadap tingkat

pengembalian modal yang mereka investasikan. Karena besarnya manfaat yang

diberikan oleh laporan keuangan inilah, maka dibentuk sebuah aturan dalam proses

pelaporan keuangan yang disebut dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU)

atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). PABU adalah rerangka

pedoman yang terdiri atas standar akuntansi dan sumber-sumber lain yang didukung

berlakunya praktik akuntansi secara resmi (yuridis), teoritis, dan praktis.

Tujuan dibentuknya PABU sebagai aturan dalam pelaporan keuangan adalah

untuk menyeragamkan proses pelaporan keuangan, berikut hasilnya berupa laporan

keuangan pada setiap entitas bisnis yang ada dalam sebuah negara, sehingga dapat

mempermudah dalam proses pengauditan (auditing) atas kewajaran dalam

pelaporannya. Tujuan lainnya adalah untuk mengukur tingkat keterbandingan

(comparability) antara laporan keuangan entitas bisnis yang satu dengan lainnya,

sehingga akan memperlihatkan keterbandingan tingkat kinerja keuangannya.

Penerapan PABU oleh setiap entitas bisnis, maka diharapkan laporan keuangan

yang dihasilkan nantinya memiliki kualitas yang tinggi. Kualitas laporan keuangan

yang tinggi dapat dilihat dari karakteristik-karakteristik kualitatif yang mendukungnya.

Ikatan Akuntan Indonesia (2002) menyatakan bahwa terdapat empat karakteristik

kualitatif pokok laporan keuangan, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat

diperbandingkan. Dalam tataran normatif, PABU memang dapat memberikan jaminan

atas kualitas laporan keuangan yang diterbitkan oleh entitas bisnis. Tetapi dalam tataran

praktis, Standar Akuntansi (sebagai salah satu aspek dari PABU) memiliki

keterbatasan-keterbatasan yang dapat menjadikan laporan keuangan menjadi kurang

andal (reliable).

Keterbatasan laporan keuangan, pada praktiknya menimbulkan aktivitas

manajemen laba oleh pihak manajemen perusahaan terhadap laporan keuangannya.

Manajemen laba adalah tindakan yang ditujukan untuk memaksimumkan utilitas

manajer dan cenderung untuk menguntungkan diri mereka (manajer) sendiri dengan

cara mempengaruhi proses pelaporan keuangan. Praktik yang dilakukan untuk

mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal.

Persoalan manajemen laba sebetulnya bukan hal yang baru dalam praktik

pelaporan keuangan pada suatu entitas bisnis. Tekanan untuk membuat keuntungan ini

kerap terasa dampaknya pada perolehan pendapatan (income) bagi manajemen,

sehingga manajemen melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi angka laba

yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas laporan keuangan perusahaan

bersangkutan (Widarto, 2004: 34).

Penurunan kualitas laporan keuangan merupakan dampak utama yang

diakibatkan dari adanya manajemen laba, di samping dampak-dampak lainnya.

Page 3: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

3 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

Suwardjono menyatakan bahwa kemajuan dan reputasi suatu perusahaan harus

ditunjukkan dengan kinerja yang sebenarnya bukan semata-mata dengan permainan

angka-angka. Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan

serangkaian laporan laba rugi tahunan seperti apa adanya dan bukan serangkaian

laporan yang diratakan (manajemen laba).

Penelitian ini membahas manajemen laba (earnings management) ditinjau dari

sudut pandang etika Islam dengan tujuan untuk memaparkan pandangan etika Islam

mengenai manajemen laba. Perspektif etika terhadap suatu tindakan atau aktivitas bisnis

sangat penting, karena etika bisnis dapat digunakan sebagai cara untuk menyelaraskan

kepentingan strategis suatu bisnis atau perusahaan dengan tuntutan moralitas

(Muhammad, 2004: 60). Etika bisnis juga dapat melakukan perubahan kesadaran

masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman atau cara pandang

baru, yakni bisnis tidak terpisah dari etika (Muhammad, 2004: 61).

Etika bisnis dalam kaitannya dengan ajaran Islam, berarti sebuah pemikiran atau

refleksi tentang moralitas yang membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah

organisasi dalam ekonomi dan bisnis yang didasarkan atas ajaran Islam. Etika bisnis

Islam mengatur tentang sesuatu yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar, atau

diperbolehkan atau tidaknya perilaku manusia dalam aktivitas bisnis baik dalam

lingkup individu maupun organisasi yang didasarkan atas ajaran Islam. Dalam hal ini,

penelitian ini akan berusaha melihat aspek moralitas/normatif dari manajemen laba,

yaitu apakah manajemen laba merupakan sebuah tindakan yang baik atau buruk, wajar

atau tidak wajar, atau diperbolehkan atau dilarang menurut ajaran Islam.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, pertanyaan penelitian yang diajukan

adalah: Bagaimana manajemen laba (earnings management) menurut tinjauan etika

Islam? Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh adalah: memberikan masukan dan

wawasan bagi akademisi akuntansi dalam pengembangan kajian tentang manajemen

laba dalam kaitannya dengan etika bisnis Islam; menambah kepedulian masyarakat

terhadap penerapan etika pada akuntansi khususnya manajemen laba.

Tinjauan Pustaka

Etika Bisnis Islam

Definisi etika secara terminologis adalah studi sistematis tentang tabiat konsep

nilai, baik, buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum

yang membenarkan untuk mengaplikasikannya. Disini etika dapat dimaknai sebagai

dasar moralitas seseorang dan disaat bersama juga sebagai filsufnya dalam berperilaku.

Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan

“benar dan tidak” atas sesuatu hal. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila

melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral

dan perasaan menghargai diri bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil harus

dipertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang

lain bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapatkan pujian.

Page 4: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 4

Etika bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam

dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain, etika bisnis

berarti seperangkat prinsip dan norma yang mana para pelaku bisnis harus

menjunjungnya dalam bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai tujuan-

tujuan bisnis dengan selamat.

Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis bersama politik

dan ekonomi. Berbicara tentang bagaimana seharusnya etika vs moral. Moral sama

dengan nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia, etika sama dengan ilmu

yang mempelajari tentang baik dan buruk. Dalam disiplin filsafat, etika sering

disamakan dengan filsafat moral. Teori etika Islam pasti bersumber dari prinsip

keagamaan. Teori etika yang bersumber keagamaan tidak akan kehilangan substansi

teorinya. Keimanan menentukan perbuatan, keyakinan menentukan perilaku.

Perspektif metafisika intinya tidak berbeda dengan perspektif agama. Substansi

utama penyelidikan tentang etika dalam Islam antara lain:

1. Hakikat benar dan salah.

2. Masalah free will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan-tanggung

jawab manusia.

3. Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya di hari kemudian.

Berbagai teori etika barat dapat dilihat dari sudut Islam sebagai berikut: theology-

utilitarian dalam Islam: “hak individu dan kelompok penting” dan “tanggung jawab

adalah perorangan”.

Etika Islam memiliki aksioma-aksioma, yaitu:

1. Unity (persatuan): konsep tauhid, aspek sosial ekonomi dan politik dan alam,

semuanya milik Allah, dimensi vertikal, hindari diskriminasi di segala aspek,

hindari kegiatan yang tidak etis.

2. Equilibrium (keseimbangan); konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam

bertransaksi, tidak merugikan dan tidak dirugikan.

3. Free will (kehendak bebas): kebebasan melakukan kontrak namun menolak

laizez fire, karena nafsu amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem

responsibility (tanggung jawab), manusia harus bertanggung jawab atas

pebuatannya.

4. Benevolence (manfaat/kebaikan hati); ihsan atau perbuatan harus yang

bermanfaat.

Etika baik atau akhlaq mulia itu tidak didapat dan terbentuk dengan sendirinya,

tetapi ada faktor-faktor lain selain faktor ibadah diatas seperti yang dikemukakan oleh

ahli etika bisnis Islam dari Amerika, Rafiq Issa Beekun, bahwa perilaku etika individu

dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1. Interpretasi terhadap hukum

Hukum akan hidup dan diyakini keberadaannya apabila dirasakan ada

manfaatnya bagi manusia. Ketika hukum tersebut bertentangan dengan

kepentingan manusia maka ia dapat membahayakan eksistensinya dan tidak akan

Page 5: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

5 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

ditaati. Interpretasi terhadap suatu hukum akan cenderung didasari oleh standar

nilai.

2. Faktor organisasional

Tanpa adanya masyarakat kepribadian seseorang individu tidak akan dapat

berkembang. Demikian pula halnya dengan aspek moral, nilai-nilai moral yang

dimiliki lebih merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar (lingkungan) ia akan

merekam setiap aktivitas yang terjadi di lingkungan yang lambat laun akan pola

tingkah laku bagi kehidupannya dimasa yang akan datang.

3. Faktor individu dan situasi

Hal-hal yang masuk ke dalam kategori faktor individu antara lain: pengalaman

batin seseorang yang juga merupakan faktor bagi terbentuknya perilaku etik bagi

seseorang. Faktor situasi memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

terbentuknya perilaku etika seseorang.

Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang

mana yang baik/buruk, benar/salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-

prinsip moralitas. Kajian etika bisnis terkadang merujuk kepada management ethics

atau organizational ethics. Etika bisnis dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang

moralitas dalam ekonomi dan bisnis.

Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti melaksanakan norma-norma agama

bagi dunia bisnis. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen

ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan

janji yang harus ditepati.

Moralitas disini, sebagaimana disinggung diatas berarti: aspek baik/buruk,

terpuji/tercela, benar/salah, wajar/tidak wajar, pantas/tidak pantas dari perilaku

manusia. Kemudian dalam kajian etika bisnis Islam susunan adjective di atas ditambah

dengan halal-haram, sebagaimana yang disinyalir oleh Husein Sahatah, di mana beliau

memaparkan sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaqul al Islamiah) yang dibungkus

dengan dhawabith syariah (batasan syariah) atau general guideline menurut Rafik Issa

Beekun.

Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak

dibatasi jumlah kepemilikannya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi

dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan

haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 188:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)

harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada

harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu

Mengetahui.”

Page 6: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 6

Manajemen Laba

Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih diantara beberapa cara

alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam

perlakuan akuntansi yang sama. Fleksibilitas ini yang dimaksudkan untuk

memungkinkan para manajer mampu beradaptasi terhadap berbagai situasi ekonomi

dan menggambarkan konsekuensi ekonomi yang sebenarnya dari transaksi tersebut,

dapat juga digunakan untuk mempengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu

tertentu dengan tujuan untuk memberi keuntungan bagi manajemen dan para pemangku

kepentingan (stakeholder). Ini adalah esensi dari manajemen laba, yaitu suatu

kemampuan untuk “memanipulasi” pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil

pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.

Schipper melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada

proses pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapat beberapa keuntungan

pribadi. Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika

manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi

untuk merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja

ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak

yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan

pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus (Scott, 2000).

Healy dan Wahlen (1999) membagi motivasi yang mendasari manajemen laba

kedalam tiga kelompok: pertama motivasi dari pasar modal yang ditunjukkan dengan

return saham, kedua motivasi kontrak yang dapat berupa kontrak hutang (Sweeney,

1994) dan kontrak kompensasi manajemen (Holthausen dkk, 1995), ketiga motivasi

regulatory seperti yang dikemukakan Jones (1991), Naim dan Hartono (1996).

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka

dalam pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan

dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja

ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil-hasil kontraktual yang bergantung

pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Definisi yang dikemukakan oleh Healy dan Wahlen diatas berfokus pada

penerapan pertimbangan dalam laporan keuangan (a) untuk menyesatkan para

pemangku kepentingan yang tidak ataupun tidak bisa melakukan manajemen laba dan

(b) untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi para penggunanya.

Oleh karenanya, terdapat sisi baik maupun buruk dari manajemen laba; (a) sisi

buruknya adalah biaya yang diciptakan oleh kesalahan alokasi dari sumber-sumber

daya dan (b) sisi baiknya adalah potensi peningkatan kredibilitas manajemen dalam

mengkomunikasikan informasi pribadi kepada pemangku kepentingan eksternal, dan

memperbaiki keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya.

Menurut Ayres (1994: 27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat

dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu:

Page 7: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

7 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

1. Kebijakan Akuntansi

Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib

diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal

dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan

tersebut.

2. Pendapatan

Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.

3. Biaya

Menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai suatu

tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).

Alasan dilakukan manajemen laba karena :

1. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap

manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau

prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba

dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan

diterima oleh manajer.

2. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor.

Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban

pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan

membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan

demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negosiasi atau

penjadwalan ulang utang antara pihak kreditur dengan perusahaan.

Menurut Ayres (1994: 27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer

dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba

melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang

dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi

merupakan wewenang dari para manajer.

2. Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib

diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih awal atau

menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

3. Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu

dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh

badan akuntansi yang ada (GAAP).

Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman sebagaimana dikutip

oleh Sugiri (1998: 1-18):

1. Hipotesis Bonus Plan ( Hipotesis program bonus)

Bahwa pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan

metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.

2. Debt To Equity Hypothesis (Hipotesis perjanjian utang)

Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka

Page 8: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 8

manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang

akan meningkatkan pendapatan atau laba.

3. Political Cost Hypothesis (Hipotesis biaya politik)

Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh

sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang

dilaporkan.

Walaupun didasari oleh motivasi dan kepentingan tertentu, Djakman (2003: 145)

menyatakan bahwa manajemen laba yang dilakukan melalui manajemen akrual tidak

sama dengan manipulasi laba. Earnings management dilakukan untuk memenuhi

kepentingan manajemen dengan memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan

akuntansi akrual dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi berterima umum.

Sedangkan, earnings manipulation merupakan tindak pelanggaran terhadap prinsip

akuntansi berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai

kepentingan manajer atau perusahaan (Djakman 2003: 145). Pernyataan Djakman

(2003: 145) tersebut konsisten dengan Schroeder dan Clark (1998: 248) yang

menyatakan bahwa apabila manajemen laba dilakukan atas dasar pertimbangan-

pertimbangan manajerial yang sehat atau melalui pemilihan metode dan prosedur

akuntansi dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi, manajemen

laba bukanlah suatu tindak kecurangan (fraud), meskipun manajemen laba dengan cara-

cara tersebut dapat mempengaruhi keputusan stakeholders.

Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa praktik manajemen laba dapat

mengarah menjadi suatu tindak kecurangan (fraud). Manajemen laba dilakukan dengan

cara yang salah, di mana manajer secara sengaja menerapkan metode estimasi yang

tidak masuk akal, serta memilih metoda-metoda akuntansi dan pelaporan keuangan

yang tidak tepat, sehingga laporan keuangan tidak merefleksikan posisi ekonomik

perusahaan yang sebenarnya. Tujuan kecurangan dari manajemen laba semacam ini

tidak lain adalah mengelabui (mislead) para stakeholder atau sekelompok stakeholders

(Healy dan Wahlen 1999: 368).

Dalam konteks definisi yang diberikan oleh Fischer dan Rosenzweig (1994: 436),

praktik manajemen laba hanyalah upaya ”mempermainkan” angka laba di atas kertas,

dan tidak menimbulkan kerugian materi bagi siapa pun. Permainan angka laba di atas

kertas ini dilakukan oleh manajer dengan memanfaatkan fleksibilitas standar akuntansi

yang tersedia. Hal ini dimungkinkan karena standar akuntansi cukup memberikan

peluang kepada manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara yang berbeda, serta

peluang untuk menggunakan subjektivitas dalam melakukan estimasi akuntansi

(Worthy, 1984: 52).

Seperti telah disebutkan di muka, Djakman (2003) menyatakan bahwa

manajemen laba yang dilakukan melalui manajemen akrual tidak sama dengan

manipulasi laba. Manajemen laba dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan inheren

dari kebijakan akuntansi akrual dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi

berterima umum.

Page 9: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

9 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

Sedangkan manipulasi laba merupakan tindak pelanggaran terhadap prinsip

akuntansi berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai

kepentingan manajer atau perusahaan (lihat juga Schroeder dan Clark 1998: 248).

Akuntan pendidik, akuntan manajemen dan akuntan publik sependapat dengan

pandangan Djakman (2003) serta Schroeder dan Clark (1998) ini.

Berikut ini adalah komentar mereka: Sepanjang dilakukan tanpa melanggar

standar akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah. Manajer dan akuntan

tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara seperti itu bukan perbuatan

curang. Tetapi, manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang jika ada

kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya dalam bentuk

manipulasi data, perhitungan dan pelaporan.

Manajemen laba melalui manajemen akrual pada dasarnya hanya mempengaruhi

angka laba di atas kertas dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang fleksibel. Kalau

semuanya dilakukan tanpa melanggar aturan akuntansi, apa yang salah dengan

manajemen laba? Memilih teknik akuntansi yang cocok adalah hak asasi manajemen,

sementara aturan akuntansi memang mengijinkannya.

Pemilihan metode akuntansi untuk mempengaruhi angka laba jelas bukan tindak

kecurangan, sehingga praktik manajemen laba dengan cara ini boleh-boleh saja

dilakukan. Jangankan cuma sekadar memilih metoda akuntansi, menggeser terjadinya

transaksi yang berdampak pada penghasilan dan biaya saja bukan merupakan suatu

pelanggaran, asalkan pencatatan dan pelaporannya konsisten dan tidak melanggar

standar akuntansi.

Dengan melakukan manajemen akrual dalam batas-batas yang diperbolehkan

oleh standar akuntansi, kinerja perusahaan hanya terpengaruh dalam jangka pendek,

sedangkan dalam jangka panjang kinerja perusahaan yang tercermin dalam angka laba

adalah sama seperti jika seandainya angka laba tidak dipengaruhi.

Pandangan para akuntan di atas menunjukkan bahwa dalam perspektif akuntan,

praktik manajemen laba bukanlah tindak kecurangan (perilaku koruptif) sepanjang

dilakukan dalam koridor standar akuntansi, karena standar akuntansi dipandang sebagai

norma-norma yang diyakini tidak akan menghasilkan informasi yang menyesatkan bagi

pengguna laporan keuangan.

Pandangan akuntan bahwa manajemen laba bukan tindak kecurangan, juga tidak

terlepas dari pemahaman mereka tentang makna ”kecurangan” dalam bingkai profesi

mereka, terutama yang tertuang dalam Standar Audit Seksi 316 (IAI 2001) berikut:

Kecurangan berbeda dengan kekeliruan. Faktor yang membedakan antara kecurangan

dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya

salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.

Kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat berupa penghilangan secara

sengaja atas jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi

pemakai laporan keuangan, yang menyangkut tindakan manipulasi, pemalsuan,

perubahan catatan akuntansi, termasuk kesalahan penerapan secara sengaja prinsip

Page 10: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 10

akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau

pengungkapan.

Pandangan yang sama diberikan oleh Kurniawan (pemeriksa pajak). Kurniawan

berpandangan bahwa praktik manajemen laba oleh manajer pada hakikatnya tidak

berbeda dengan praktik manajemen pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

Menurutnya, manajemen pajak bukanlah tindak kecurangan sepanjang dilakukan secara

legal dalam koridor UU dan peraturan perpajakan.

Manajemen pajak bukan tindakan koruptif, karena wajib pajak hanya menyiasati

kelemahan-kelemahan yang ada dalam UU maupun peraturan perpajakan. Jika

kelemahan dalam peraturan perpajakan tidak ditemukan oleh wajib pajak, biasanya

wajib pajak menyiasati penerapan akrual yang diperbolehkan dalam akuntansi

perpajakan.

Dari perpektif yang berbeda, menarik untuk disimak adalah pandangan atas

praktik manajemen laba oleh Mujianto (penasihat investasi). Mujianto memahami

bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi yang disengaja oleh manajer atau

akuntan pada proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud mendapatkan

keuntungan pribadi. Walaupun manajemen laba dilakukan melalui strategi manajemen

operasi riil atau manajemen akrual yang tidak melanggar standar akuntansi, ia tidak

sependapat dengan para akuntan yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba

bukan perilaku koruptif.

Ia mengatakan bahwa: Dilakukan melalui strategi apa pun, dengan melanggar

standar akuntansi atau tidak, praktik manajemen laba adalah tindakan koruptif. Saya

katakan sebagai tindakan koruptif, karena praktik itu didasari oleh motivasi dan

kepentingan pribadi dengan mengesampingkan kepentingan pihak lain. Praktik

manajemen laba menyebabkan angka laporan keuangan terpengaruh dan berpihak pada

kepentingan manajer.

Tujuan praktik itu sudah jelas, yaitu mengharapkan pembaca laporan keuangan

yang menjadi sasaran praktik manajemen laba agar mengambil keputusan yang

menguntungkan manajer atau perusahaan. Hal ini merugikan pihak lain.

Pendapat Mujianto tersebut tampak sangat konsisten dengan pernyataan IAI

(2007) dalam KDPPLK paragraf 16 berkaitan dengan netralitas laporan keuangan, dan

PSAK No.1 (Revisi 1998) paragraf 5 berkaitan dengan tujuan laporan keuangan

berikut: Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan tidak

bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk

menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut

akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan. [KDPPLK

paragraf 16]

Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi

tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi

sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-

keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban kepengurusan manajemen

Page 11: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

11 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. [PSAK No.1

Rev.1998 paragraf 5]

Menurut Mujianto, tidak ada manajemen laba yang dilakukan tanpa motivasi atau

kepentingan, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan. ”Untuk

mencapai kepentingan itu, manajemen laba pasti dilakukan secara sengaja dan

sistematis”, katanya. Mujianto melanjutkan pernyataannya bahwa, berdasarkan nalar

dan pikiran yang normal, pemilihan metoda akuntansi seharusnya dilakukan tanpa

motivasi dan kepentingan tertentu yang memberikan manfaat lebih unggul pada satu

pihak daripada pihak lainnya.

Pemilihan metoda akuntansi seharusnya juga tanpa harus melalui kajian secara

sistematis dengan mempertimbangkan dampaknya pada angka laba, karena metoda

akuntansi apa pun sebenarnya akan menghasilkan angka laba yang sama dalam jangka

panjang. Karena pikiran manajer atau akuntan lebih terfokus pada bentuk tampilan

angka laba, bukan substansinya, maka praktik manajemen laba dianggap sebagai hal

biasa.

Selanjutnya, Mujianto menegaskan bahwa praktik manajemen laba merupakan

perilaku koruptif yang terdorong oleh pikiran yang terkorupsi. ”Secara sederhana, saya

mengartikan pikiran yang terkorupsi sebagai pikiran yang menganggap tidak salah

tentang sesuatu yang salah, atau menganggap tidak jahat tentang sesuatu yang

sebenarnya jahat”, demikian penjelasan Mujianto. Menurutnya, pikiran-pikiran

semacam itu timbul karena pertimbangan aspek hukum lebih diutamakan daripada

hakikat suatu tindakan dan dampaknya.

Ia pun mengatakan: Dalam pandangan saya, pernyataan bahwa praktik

manajemen laba bukan tidak kecurangan sepanjang dilakukan tanpa melanggar standar

akuntansi, merupakan pernyataan yang didasarkan pada nalar dan pikiran yang

menyimpang dari nalar dan pikiran normal. Pikiran itu terkorupsi oleh pertimbangan

aspek hukum atau peraturan, yaitu standar akuntansi. Dari aspek hukum, praktik

manajemen laba memang tidak mencurangi standar akuntansi, tetapi mencurangi

kepentingan pihak lain dengan melakukan pilihan-pilihan akuntansi secara sistematis.

Pendapat Mujianto tersebut tampak sangat terilhami oleh kritik-kritik Kwik

Kian-Gie terhadap fenomena korupsi yang ditulis dalam bukunya. Kian-Gie (2006)

memang menyatakan kritiknya bahwa, Pikiran yang terkorupsi sulit dilihat melalui

tindakan, tetapi mudah dilihat dari motivasi atau kepentingan untuk bertindak. Tidak

mungkin semua kejahatan yang berawal dari itikad buruk dapat diantisipasi dan diatur

dengan sangat lengkap oleh kalimat-kalimat dalam peraturan perundang-undangan

seberapa cermat pun, sebabnya adalah daya inovasi dan daya kreasi manusia.

Mujianto berterus-terang bahwa istilah “pikiran yang terkorupsi” yang

diucapkannya merupakan istilah yang diambil dari buku karya Kwik Kian-Gie. Dalam

bukunya, Kian-Gie (2006: 43-49) memang menggunakan istilah ”pikiran yang

terkorupsi” (corrupted mind) untuk menggambarkan kelainan dan penyimpangan

pikiran dari nalar yang normal.

Page 12: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 12

Sebagai contoh, tersangka di sidang pengadilan dibebaskan dengan dalih ”negara

tidak dirugikan”. Penyelundup yang tertangkap dianggap tidak bersalah karena barang

selundupannya masih berada dalam daerah pabean. Yang bersangkutan dipersilakan

membayar bea masuk. Karena bea masuk sudah dibayar, maka berarti negara tidak

dirugikan yang tidak terbatas dalam menemukan cara-cara dan merumuskan kata-kata

yang menyatakan dirinya tidak melakukan kejahatan (Hal. 44). Korupsi dalam arti

corrupted mind, yang sifatnya tidak mencuri uang negara, tidak kalah berbahayanya

dengan tindak pidana korupsinya sendiri. Alur pikir yang corrupted juga

mengakibatkan kerugian yang luar biasa besarnya (Hal. 48).

Sebagai penasihat investasi, Mujianto menyatakan bahwa praktik manajemen

laba merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, karena manajemen laba

berimplikasi pada hilangnya kredibilitas laporan keuangan, menambah bias informasi

dalam laporan keuangan, sehingga mengganggu pengguna laporan keuangan yang

mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

”Dengan adanya manajemen laba, investor tidak menerima informasi yang cukup

akurat tentang laba dalam rangka mengevaluasi hasil dan risiko portofolio

investasinya”, kata Mujianto.

Pandangan bahwa praktik manajemen laba merupakan tindakan koruptif dan

tidak dapat diterima juga dikemukakan oleh Septi Yuliana (analis kredit). Septi Yuliana

menyadari bahwa manajemen laba pada dasarnya hanyalah tindakan untuk

mempengaruhi angka laba di atas kertas dengan memanfaatkan fleksibilitas standar

akuntansi. Oleh karena itu, ketika praktik manajemen laba dilakukan tidak akan selalu

timbul kerugian materi secara langsung bagi pihak yang menjadi sasaran, dan tidak

selalu ada keuntungan materi yang diperoleh secara langsung bagi pihak yang

melakukannya.

Di samping itu, Septi Yuliana juga menyadari bahwa dengan adanya manajemen

laba, kinerja perusahaan hanya terpengaruh dalam jangka pendek, sedangkan dalam

jangka panjang kinerja perusahaan yang terefleksi dalam angka laba adalah sama

seperti jika seandainya angka laba tidak dipengaruhi atau dikelola.

Walaupun demikian, ia berpendapat bahwa: Justru dampak jangka pendek dari

praktik manajemen laba itulah letak persoalannya. Dalam jangka pendek, praktik

manajemen laba akan memberikan manfaat lebih cepat bagi pihak tertentu dan akan

menunda pemberian manfaat itu bagi yang lain. Bagi pelaku manajemen laba,

keuntungan atau manfaat itu sebenarnya tidak harus diperoleh sekarang, tetapi

direkayasa sedemikian rupa sehingga manfaat itu dapat diperoleh lebih cepat. Manfaat

itu diperoleh tidak secara alamiah, tetapi melalui rekayasa informasi.

Dalam perspektif Septi Yuliana sebagai analis kredit, manajemen laba dapat

menyebabkan keputusan pemberian (pencairan) kredit menjadi berbeda dari yang

seharusnya. Ia memberikan contoh: Pencairan kredit pada suatu semester sebenarnya

tidak dapat dilakukan karena debitor tidak memenuhi persyaratan pencapaian laba pada

semester sebelumnya. Tetapi karena debitor melakukan rekayasa angka laba itu,

Page 13: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

13 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

pencairan kredit pada semester ini harus dilakukan.

Dengan pencairan kredit itu, memang tidak ada kerugian materi bagi bank selaku

kreditor, tetapi keputusan bank telah dicurangi oleh debitor yang menginginkan

pencairan kreditnya tidak tertunda. Ada manfaat yang diperoleh debitor secara lebih

cepat, tetapi caranya tidak alamiah seperti jika praktik bisnis dilakukan secara normal.

”Upaya memperoleh keuntungan pribadi melalui praktik-praktik yang tidak normal,

sama halnya dengan perbuatan korupsi”, kata Septi Yuliana menambahkan.

Selanjutnya, ia pun mengungkapkan pendapat dan kritiknya: Pandangan bahwa

praktik manajemen laba tidak sama dengan praktik manipulasi laba, menurut saya,

merupakan pandangan yang tidak rasional tetapi dirasionalisasi. Yang saya maksud

dengan rasionalisasi adalah upaya-upaya pemikiran untuk menjadikan hal-hal yang

tidak rasional menjadi rasional, dengan cara mencari dalil-dalil tertentu sebagai dasar

legitimasi pemikiran itu.

Mencapai angka laba yang diinginkan seharusnya dilakukan melalui upaya-upaya

operasi bisnis yang normal, bukan beroperasi di atas kertas. Kalau cuma beroperasi di

atas kertas, itu manipulasi laba namanya. Tetapi, dalil yang umum digunakan untuk

menyatakan bahwa permainan di atas kertas ini bukan manipulasi laba adalah ada-

tidaknya pelanggaran terhadap standar akuntansi. Terkait dengan kritiknya tersebut,

Septi Yuliana berpendapat bahwa dalam istilah ”manajemen laba” itu sendiri

sebenarnya sudah terkandung suatu distorsi makna.

Ia mengatakan: Istilah manajemen sesungguhnya memiliki makna luhur sebagai

merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan suatu kegiatan untuk mencapai

tujuan tertentu. Tetapi, dalam istilah ”manajemen laba” makna kata manajemen yang

luhur telah direduksi menjadi makna berkonotasi buruk sebagai mengatur, merubah,

mempermainkan, menata dan memanipulasi angka laba untuk mencapai tujuan yang

berkonotasi negatif. Saya tidak tahu, siapa yang pertama kali mereduksi makna kata

manajemen seperti itu. Para akademisi atau praktisi?

Pernyataan Septi Yuliana tersebut konsisten dengan pernyataan Binawan (2006,

xiv), bahwa mereduksi makna dengan maksud mendistorsi merupakan bentuk lain

perilaku koruptif, dan distorsi makna itu sendiri biasanya dibuat untuk

menyembunyikan sebuah tindakan koruptif.

Lebih lanjut Binawan (2006, xiv) menyatakan bahwa: Distorsi adalah

pengaburan makna suatu tindakan atau gejala dari makna yang biasanya dilekatkan

orang. Gejala pengubahan istilah dari ”buruh” ke ”pekerja” atau dari ”kenaikan harga”

menjadi ”penyesuaian harga” bisa ditafsirkan sebagai gejala korupsi jika memang ada

kesengajaan dan ada target keuntungan yang mau dicapai. Sifat koruptif dalam distorsi

makna akan makin kelihatan jika distorsi itu ditempatkan dalam konteks komunikasi.

Metode Penelitian

Desain penelitian menggunakan metode telaah referensi deskriptif/literatur

dengan mengacu referensi-referensi mengenai Islam, bisnis Islam, dan hal-hal yang

Page 14: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 14

berkaitan tentang manajemen laba dan etika bisnis Islam. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data dokumenter. Data dokumenter memuat apa dan kapan

sesuatu kejadian atau transaksi, serta siapa yang terlibat dalam sesuatu kejadian.

Sedangkan sumber data yang diperoleh ialah data sekunder. Data sekunder merupakan

sumber data yang berupa buku-buku atau hal-hal lain yang berhubungan dengan topik

yang diteliti.

Metode pengumpulan data perlu dilakukan dalam usaha memperoleh data-data

yang selanjutnya dianalisis untuk memecahkan suatu masalah. Adapun metode atau

tehnik penelitian dalam pengumpulan data yang penulis lakukan menggunakan studi

pustaka. Yaitu pengumpulan data yang berasal dari buku-buku, literatur-literatur serta

bacaan yang lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Metode ini

digunakan untuk memperoleh literatur dan buku-buku yang berhubungan dengan topik

penelitian ini.

Setelah data yang diperoleh telah terkumpul, langkah selanjutnya adalah

menganalisis data tersebut. Dalam melakukan penelitian ini metode analisis data yang

digunakan adalah Metode kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Meninjau beberapa referensi dari buku dan jurnal ilmiah tentang manajemen

laba dan etika bisnis Islam.

2. Membuat penafsiran atau interpretasi.

3. Menyimpulkan.

Hasil dan Pembahasan

Pandangan Al-Qur’an tentang Bisnis

Al-Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan

tuntunan-tuntunannya dalam segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-

istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual-beli, untung-rugi dan sebagainya.

Dalam konteks ini Al-Qur’an menjanjikan:

“Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta

mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan

Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang

benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih

menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual

beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S.

At-Taubah: 111)

Pada ayat tersebut, mereka yang tidak ingin melakukan aktivitas kehidupannya

kecuali bila memperoleh keuntungan semata, dilayani (ditantang) oleh Al-Qur’an

dengan menawarkan satu bursa yang tidak mengenal kerugian dan penipuan. Dengan

jelas pula bahwa Al-Quran tidak memberi peluang bagi seorang muslim untuk

menganggur sepanjang saat yang dialami dalam kehidupan dunia ini.

Dari paparan diatas terlihat jelas bahwa Al-Qur’an memberikan tuntunan visi

bisnis yang jelas yaitu bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan

Page 15: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

15 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

sesaat tetapi “merugikan” melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan

berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya).

Ayat Al-Qur’an Tentang Bisnis

Allah tidak akan menurunkan rezeki kepada manusia kecuali manusia berusaha

untuk mendapatkannya. Dan telah ditentukan waktu bagi manusia untuk bekerja dan

beristirahat, yang disesuaikan dengan kemauan manusia:

“Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya

dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia

Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda

(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar*.” (Q.S. Yunus: 67)

* Maksudnya: Rasul dan orang-orang yang beriman.

“Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.” (Q.S. Al-Lail: 4)

Allah menganjurkan manusia untuk mencari rizqi setelah kewajibannya kepada

Allah terpenuhi;

“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;

dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)

Manusia dalam mencari rezeki harus memperhatikan kehendak sesamanya,

misalnya dalam perdagangan tidak saling memaksa. Proses tawar-menawar didasarkan

atas suka sama suka:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Q.S. An-Nisa’: 29)

Supaya segala kegiatan manusia dalam perdagangan mendapatkan berkah dan

bermanfaat bagi kemaslahatannya maka manusia harus adil dan jujur.

“Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi

neraca itu.” (Q.S. Ar-Rohman: 9)

Hadist Rasul SAW Tentang Bisnis

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperhatikan sikap dalam

berdagang:

“Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk golongan para nabi,

orang-orang yang benar-benar tulus dan para syuhada”. (HR. Tirmizdi, Darimi

dan Daraqutni)

“Seseorang pedagang yang tulus (yakni selalu mengutamakan kebenaran

dalam ucapan dan tindakan) akan dibangkitkan kelak pada hari kiamat dalam

kelompok para siddiqin dan syuhada”. (HR.Tirmizdi dan Hakim)

Page 16: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 16

“Allah memberikan rahmatnya pada setiap orang yang bersikap baik ketika

menjual, membeli dan membuat suatu pernyataan”. (HR. Bukhari)

“Kedua kelompok dalam suatu transaksi perdagangan memiliki hak untuk

membatalkannya hanya sejauh mereka belum berpisah kecuali transaksi itu

menyulitkan kelompok tersebut untuk membatalkannya”. (HR. Bukhari dan

Muslim)

Hakim bin Hizam ra melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Kedua pihak dalam suatu transaksi perdagangan berhak untuk membatalkan,

selama mereka tidak berpisah, jika mereka berkata benar, menjelaskan segala

sesuatunya dengan jernih. Maka transaksi mereka akan mendapat berkah.

Tetapi jika mereka menyembunyikan sesuatu serta berdusta, maka berkah

yang ada pada transaksi mereka akan terhapus”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hakim ibn Hizam ra berkata, Nabi mengirimkan padanya uang satu dinar

untuknya; ia membeli seekor domba seharga satu dinar, menjualnya kembali

seharga dua dinar. Dan membawanya bersama keuntungan satu dinar yang didapati.

Nabi memberikan uang satu dinar tadi sebagai sedekah serta memohon berkah

atasnya. (HR. Tirmizdi dan Abu Dawud)

Rasulullah SAW melarang memperdagangkan sesuatu yang mempunyai sifat

merugikan manusia.

Ibnu Umar ra meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa:

“Allah SWT melaknat minum anggur, peminumnya, pelayannya, penjualnya,

pembelinya, pemerasannya serta orang yang minta dipasarkan, orang yang

mengedarkan serta penadahnya”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majjah)

“Jangan kamu menjual barang yang tidak ada padamu “. (HR. Ahmad dan

dishahihkan oleh at-Tirmizdi dan Ibn Hibban)

Abu Hurairah ra. dan Amr ibnu Syuaib ra. melaporkan bahwa “Rasulullah

SAW telah melarang dua transaksi yang digabungkan menjadi satu dalam satu

penawaran”. (HR. Malik .Tirmizdi Abu Dawud , Nasai dan Syarh Al-Sunnah)

“Ibnu Umar ra berkata: Nabi telah melarang penjualan utang jumlah

pembayarannya berbeda pada waktu yang lain”. (HR. Daruqutni)

“Suatu pinjaman yang disertai syarat suatu transaksi penjualan tidak

diperbolehkan, tidak pula dua syarat yang berkaitan dengan satu transaksi;

tidak pula keuntungan yang tidak bersumber dari kewajiban pembayaran

sesorang; tidak pula menjual sesuatu yang bukan hak miliknya”. (HR.

Tirmizdi, Abu Dawud, Nasai)

Etika Islam Tentang Bisnis

Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis, maka landasan

filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan

Page 17: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

17 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan

Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa

hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang

berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di

setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim

dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tidak semata mata orientasi dunia

tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah

maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.

Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal

yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga

dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya,

jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan

merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus

sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat.

Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi

mencakup pula seluruh kegiatan kita di dunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai

ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.

Ancaman kepada Pelaku Bisnis yang Tidak Jujur

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah melalui satu timbunan dari

(biji-biji) makanan, lalu beliau memasukkan padanya tangannya lalu tangannya kena

basah, beliau bersabda “Apakah ini, hai penjual makanan? Ia menjawab ,”kena hujan ya

Rasulullah”. Sabdanya “Mengapa engkau tidak taruh dia disebelah atas supaya orang-

orang lihat dia? Barang siapa menipu bukanlah dari (golongan) ku (HR. Muslim)

Dari Hurairah ra, ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “janganlah kamu

papak (pergi berjumpa kafilah sebelum sampai di kota dan sebelum mereka dapat tahu

harga pasar) barang yang dibawa (dari luar kota). Barang siapa dipapak lalu dibeli dari

padanya (sesuatu), maka apabila yang empunya (barang) itu datang ke pasar , ia berhak

khiar (hak memiliki buat menjadikan atau membatalkan penjualan sebelum datang ke

pasar)”(HR. Muslim)

Dari Umar ra. ia berkata: “Saya telah beli minyak di pasar. Tatkala sudah

menjadi hak saya, seorang laki-laki bertemu saya dan ia berikan kepada saya untung

yang baik buat minyak itu. Ketika saya hendak pukul tangannya (tanda jadi jual beli),

seseorang dari belakang memegang siku saya, lalu saya berpaling ternyata Zaid bin

Tsabit. Ia berkata:”jangan jual ini dimana tuan beli hingga dibawa ini ketempat tuan,

karena Rasulullah melarang menjual barang-barang yang dibeli hingga dibawa

pedagang-pedagang ke tempat mereka.”(HR. Ahmad)

Ibnu Umar meriwayatkan, “Masyarakat arab biasa membeli bahan pangan

langsung dari pemilik unta, tetapi Nabi melarang mereka membelinya sampai bahan itu

dijual di pasar.”(HR. Bukhari)

Page 18: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 18

Tinjauan Bisnis Islam terhadap Manajemen Laba

Djakman (2003: 145) menyatakan bahwa manajemen laba yang dilakukan

melalui manajemen akrual tidak sama dengan manipulasi laba. Manajemen laba

dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan akuntansi akrual

dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi berterima umum.

Sedangkan manipulasi laba merupakan tindak pelanggaran terhadap prinsip

akuntansi berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai

kepentingan manajer atau perusahaan. Akuntan pendidik, akuntan manajemen dan

akuntan publik sependapat dengan padangan Djakman (2003) serta Schroeder dan

Clark (1998) ini.

Berikut ini adalah komentar mereka: Sepanjang dilakukan tanpa melanggar

standar akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah. Manajer dan akuntan

tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara seperti itu bukan perbuatan

curang. Tetapi, manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang jika ada

kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya dalam bentuk

manipulasi data, perhitungan dan pelaporan. [Hardiwibowo – akuntan pendidik]

Pandangan para akuntan di atas menunjukkan bahwa dalam perspektif akuntan,

praktik manajemen laba bukanlah tindak kecurangan (perilaku koruptif) sepanjang

dilakukan dalam koridor standar akuntansi, karena standar akuntansi dipandang sebagai

norma-norma yang diyakini tidak akan menghasilkan informasi yang menyesatkan bagi

pengguna laporan keuangan.

Berbeda halnya dengan Mujianto (penasihat investasi) ia mengatakan bahwa:

Dilakukan melalui strategi apa pun, dengan melanggar standar akuntansi atau tidak,

praktik manajemen laba adalah tindakan koruptif. Saya katakan sebagai tindakan

koruptif, karena praktik itu didasari oleh motivasi dan kepentingan pribadi dengan

mengesampingkan kepentingan pihak lain. Praktik manajemen laba menyebabkan

angka laporan keuangan terpengaruh dan berpihak pada kepentingan manajer.

Pendapat Mujianto tersebut tampak sangat konsisten dengan pernyataan IAI

(2007) dalam KDPPLK paragraf 16 berkaitan dengan netralitas laporan keuangan, dan

PSAK No.1 (Revisi 1998) paragraf 5 berkaitan dengan tujuan laporan keuangan

berikut: Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan tidak

bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk

menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut

akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan. [KDPPLK

paragraf 16]

Menurut Rafik Issa Beekun, Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis

dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlah kepemilikannya (barang/jasa)

termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan

hartanya karena aturan halal dan haram.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 188:

Page 19: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

19 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta

itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda

orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS.

Al-Baqarah: 188)

Dari paparan diatas, Islam memandang bahwa para manajer maupun akuntan

harus memiliki akhlaq/ sifat jujur, menepati amanah, dan jujur dalam melaporkan hasil

dari laporan keuangan kepada para penggunanya. Kejujuran merupakan salah satu

modal yang sangat penting dalam berbisnis karena kejujuran akan menghindarkan diri

dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak.

“ ...... Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu

kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya.” (QS. Al-

A’raf : 85)

Islam juga tidak memperbolehkan kepada siapa saja (khususnya dalam hal ini

pelaku bisnis) untuk berbuat curang/ penipuan yang mana dari perbuatan tersebut akan

berdampak merugikan pihak yang lain.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang bathil.” (QS. An Nisa : 29)

Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 42:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan

janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui.” (QS.

Al-Baqarah: 42)

Selain dari sifat shiddiq, amanah, tabligh, fathanah yang harus dimiliki oleh para

pelaku bisnis diatas ciri-ciri itu masih ditambah istiqamah. Etika bisnis Islam

menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan keadilan. Dalam surat Asy-

Syuara ayat 183 dijelaskan:

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya.” (QS. As-Syuara:

183)

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan dari referensi/ buku-buku/ literatur yang berhubungan dengan etika

bisnis Islam dan manajemen laba, peneliti mempunyai pandangan (interpretasi) bahwa:

1. Perilaku seorang manajer terhadap manajemen laba yang dilakukan dengan cara

memanipulasi angka laba diatas kertas, hal tersebut belum sesuai dengan apa

yang dituntunkan oleh ajaran agama Islam.

2. Jika laporan keuangan tersebut dilaporkan apa adanya dan tidak menyimpang

dari apa yang telah ditetapkan oleh aturan-aturan yang berlaku ataupun aturan

Page 20: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 20

ajaran agama Islam, manajemen laba tidak akan menuai kontroversi diantara

beberapa pihak.

3. Manajemen laba yang baik dapat dilakukan dengan cara manajemen operasi

yang baik, misalnya manajemen produksi, manajemen keuangan dan investasi,

manajemen pemasaran, atau manajemen bidang lainnya.

4. Bahwa hukum dasar dari berbagai jenis muamalah adalah boleh sampai

ditemukan dalil yang melarangnya.

Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan penelitian meliputi:

1. Kurangnya pengalaman terhadap praktik manajemen laba yang telah berlaku di

lapangan.

2. Penelitian dilakukan dengan studi literatur sehingga data yang diperoleh tidak

langsung dari narasumbernya.

Saran

1. Agenda penelitian selanjutnya:

a. Supaya melakukan penelitian dengan studi lapangan,

b. Mencari data langsung dari para narasumbernya yang meliputi: Manajer,

pengamat (akuntan publik, akuntan manajemen, penasihat investasi dll).

2. Untuk para pelaku bisnis:

a. Para pelaku bisnis dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari sebaiknya

diniati dengan niat karena Allah SWT semata, dan juga segala usaha yang

telah dilakukan itu merasa bahwa hakikatnya adalah Allah SWT yang

menjalankannya, agar terhindar dari hal-hal yang kurang baik.

b. Disamping diniati dengan Lillah dan Billah, juga meniru langkah-langkah

yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam bermuamalah (lirRosul), serta

mensyukuri karena kita bisa melakukan muamalah/ bisnis itu adalah jasa

dari Rasulullah saw (birRasul).

c. Dalam melakukan kegiatan muamalah (bisnis/ manajemen laba) para

pelaku seharusnya tidak hanya berorientasi kepada duniawi saja, karena

manusia akan menemui kehidupan akhirat.

Daftar Pustaka

Ardiati, Aloysia Yanti, 2005, “Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return Saham

pada Perusahaan yang Diaudit oleh KAP Big 5 dan KAP Non Big 5”, Jurnal

Riset Indonesia, vol. 8 no. 3, h.235-249.

Arnawa, I Gede, 2006, Analisa Indikasi Manajemen Laba melalui Discretionary

Allowance for Loan Loses pada Perbankan Pasca Rekapitalisasi, Tesis Magister

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia, 2007, Direktori Perbankan Indonesia, Biro data dan Informasi

Page 21: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

21 Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam

Ahmad Yusuf Marzuqi

Achmad Badarudin Latif

Perbankan, Jakarta.

Bernard, Victor L., dan Skinner Douglas J., 1996, “What Motivates Managers Choice

of Discretionary Accruals?”, Journal of Financial Economics, vol. 22, 313-323.

Betty, Anne. L and Petroni, Kathy. R, 2002, “Earnings Management to Avoid Earnings

Declines Across Publicy and Private Held Banks”, The Accounting Review, Vol

77.

Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya.

Departemen Agama RI, Modul Fiqih Untuk Program Penyetaraan D3.

Desriani, Rahmi, 2001, Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia, Tesis

Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ekayani, Ni Nengah Seri dan Made Pradana Adi Putra, 2003, “Persepsi Akuntan dan

Mahasiswa Bali terhadap Etika Bisnis”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA)

VI, Surabaya, 16-17 Oktober.

Endriani, D., 2004, Indikasi Praktek Earnings Management oleh Bank-Bank di

Indonesia Dalam Memenuhi Ketentuan Rasio Kecukupan Modal, Tesis Magister

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Healy, Paul M., dan Wahlen James M, 1999, “A Review of The Earnings Management

Literature and Its Implications for Standard Setting”, Accounting Horizons, Vol.

13 No. 4.

Imam Sutanto, Intan, 2000, Indikasi Manajemen Laba (Earnings Management)

Menjelang IPO oleh Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Tesis S2

Akuntansi, UGM Yogyakarta.

Islahuddin dan Soesi, 2002, “Persepsi terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi tuntutan

Profesionalisme di Era Globalisasi”, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 4 No. 1,

h.1-18.

Jones, J.J., 1991, “Earnings Management During Import relief investigation”, Journal

of Accounting Research, Autumn, h.193-228.

Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Keraf, A. Sonny, 1998, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur.

Yogyakarta: Kanisius.

Kussudyarsana, 2000, “Urgensi Etika Bisnis Dalam Dunia Bisnis di Indonesia”, Jurnal

Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2 No. 1, 65-72.

Mahu, Zainab, 2004, Perlakuan Perpajakan dan Akuntansi atas Transaksi Perbankan

Syariah, Tesis Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Jakarta.

McNichols, Maureen F, 2000, “Research Design Issues in Earnings Management

Studies”, Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 23 No. 2, 313-345.

Page 22: MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM …

JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret 2010 22

Munter, Paul, 1999, “SEC Sharply Criticized: Earnings Management Accounting”, The

Journal of Corporate Accounting and Finance (Winter), 31-38.

Muslich, 1998, Etika Bisnis: Pendekatan Substansif dan Fungsional, Yogyakarta:

Penerbit Ekonisia.

Payamta, Triyono dan Zainuddin, 1997, Akuntan sebagai Profesi Etis, Perspektif, No.

6, Edisi: April-Juni.

Raharjono, Dominikus Agus Budi, 2005, Hubungan Manajemen Laba Menjelang IPO

dengan Nilai Awal Perusahaan dan Return Saham Setelah IPO, Tesis S2

Akuntansi, UGM Yogyakarta.

Rajgopal, Shivaram, Mohan Venkatachalam, dan James Jiambalvo, 1999, “Is

Institutional Ownership Associated with Earnings Management and The Extent

to which Stock Prices Reflect Future Earnings?” Working Paper.

Rangan, Srinivasan, 1998, “Earnings Management and The Performance of Seasoned

Equity Offerings” Journal of Financial Economics, Vol. 50, 100-122.

Robbin, Stenphen J, 2002, Prinsip perilaku organisasi (diterjemahkan oleh Halida dan

Dewi Sartika), Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sihwahjoeni dan Gudono, 1999, “Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan”

Simposium Nasional Akuntansi II, IAI-KAPd September 1999.

Susanto, Agus, 2003, Indikasi Praktek Pengelolaan Laba dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya (Studi Empiris pada Sektor Perbankan Sebelum Krisis

Perbankan Nasional), Tesis Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, Jakarta.