11
Al-Munkar dan An-Nakir Dalam Akidah Salaf Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 051 (ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Rijal, Lc.) Rasulullah n bersabda: َ وُ ه ولُ قَ يَ انَ ا كَ مُ ولُ قَ يَ ف ؟ِ لُ جَ ر ل ا اَ ذَ هْ يِ فُ ولُ قَ يَ تْ نُ ك اَ : مِ انَ ولُ قَ يَ ف، ُ رْ يِ كَ ن ل اُ رَ خ1 اْ الَ وُ رَ كْ نُ مْ ل ا اَ مِ هِ ذَ جَ 9 اِ لُ الَ قُ يِ انَ قَ رْ رَ 9 اِ انَ دَ وْ سَ 9 اِ انَ كَ لَ مُ اهَ تَ 9 ا- مُ كُ ذَ جَ 9 : اَ الَ قْ وَ 9 ا- ُ تِ نَ مْ ل اَ رِ يُ ق اَ دِ I اِ هْ يِ فُ هَ لُ رَ وَ نُ يَ مُ R ث، َ ن يِ عْ يَ س يِ ف اً اعَ رِ دَ ونُ عْ يَ سِ هِ رْ يَ ق يِ فُ هَ لُ حَ سْ فُ يَ مُ R ث ا.َ ذَ هُ ولُ قَ يَ _ كَ نَ 9 اُ مَ لْ عَ ي اَ نُ كْ ذَ : قِ انَ ولُ قَ يَ ف. ُ هُ ولُ سَ رَ وُ هُ ذْ نَ ع اً ذَ مَ حُ مَ نَ 9 اَ وُ له الَ لاِ I اَ هَ لِ I ا اَ لْ نَ 9 اُ ذَ هْ R شَ 9 ، اُ هُ ولُ سَ رَ وِ له الُ ذْ نَ ع اً قِ افَ نُ مَ انَ كْ نِ I اَ ؛ وَ _ كِ لَ دِ هِ عَ جْ ضَ مْ نِ مُ له الُ هُ R يَ عْ يَ t ي يَ تَ ح. ِ هْ يَ لِ I اِ هِ لْ هَ 9 اَ تَ حَ 9 اَ لاِ I اُ هُ w ظِ وقُ يَ لا يِ ذَ الِ وسُ رَ عْ ل اِ هَ مْ وَ نَ كْ مَ ث: ِ انَ ولُ قَ يَ ف. ْ مُ هْ رِ يْ خَ 9 اَ ق يِ لْ هَ 9 ى اَ لِ I اْ عِ جْ : ارُ ولُ قَ يَ ف. ْ مَ ث: ُ هَ لُ الَ قُ يَ مُ R ثُ الَ رَ ي اَ لَ قُ هُ اعَ لْ ضَ 9 ا اَ هْ يِ فُ فِ لَ تْ خَ تَ فِ هْ يَ لَ عُ مِ 9 َ تْ لَ تَ ف. ِ هْ يَ لَ ع يِ مِ 9 َ تْ ل : اِ ضْ رَ 9 اْ لِ لُ الَ قُ يَ ف. َ _ كِ لَ دُ ولُ قَ يَ _ كَ نَ 9 اُ مَ لْ عَ ي اَ نُ كْ ذَ : قِ نَ ولاُ قَ يَ ف. يِ رْ دَ 9 اَ ، لاُ هَ لْ R نِ مُ تْ لُ قَ فَ ونُ ل وُ قَ يَ اسَ ن ل اُ تْ عِ مَ س الَ قَ _ كِ لَ دِ هِ عَ جْ ضَ مْ نِ مُ له الُ هُ R يَ عْ يَ t ي يَ تَ ح اً تَ ذَ عُ ا مَ هْ يِ فJika mayit atau salah seorang dari kalian telah dikubur, datang dua malaikat, hitam (tubuhnya), biru (kedua matanya), satu dari keduanya bernama Al-Munkar dan yang lain An-Nakir.1 Kedua malaikat bertanya kepada mayit: “Apa yang dulu kamu katakan tentang lelaki ini (yakni Rasulullah n)?” Dia pun menyatakan apa yang dulu dia katakan: “Lelaki itu adalah hamba Allah l dan Rasul-Nya, Asyhadu allailahaillallah wa anna Muhammadar rasulullah.” Kedua malaikat menimpali: “Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau mengatakan demikian.” Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira’ (hasta) kali 70 dzira’, dan diterangi, kemudian dikatakan padanya: “Tidurlah engkau.” Berkatalah mayit: “Kembalikanlah aku pada keluargaku agar aku kabarkan kepada mereka.” Keduanya berkata: “Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali orang yang paling dicintainya.” Hingga nanti Allah l bangkitkan dari pembaringannya. Adapun jika mayit adalah seorang munafik, dia akan akan menjawab: “Dahulu aku mendengar manusia mengatakan sesuatu, aku pun mengatakannya… aku tidak tahu.” Keduanya berkata: “Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau akan berkata demikian.” Maka dikatakan pada bumi: “Himpitlah dia!” Bumi pun mengimpit mayit hingga tulang-tulang rusuknya bertautan. Terus-menerus azab ditimpakan hingga Allah l bangkitkan ia dari kuburnya. Takhrij Hadits Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan At-Tirmidzi t dalam As-Sunan, Kitab Al- Jana’iz bab Ma Ja’a fi ‘Azabil Qabri (Kitab Jenazah bab Azab kubur) (3/163, no. 1071), dari jalan Abdurrahman bin Ishaq, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah z. Melalui jalan ini pula, Al-Imam Ahmad t meriwayatkan dalam Al-Musnad (4/287, 295, 296), demikian pula Ibnu Hibban t dalam Shahih-nya (7/386, no. 3117), Ibnu Abi ‘Ashim t dalam As-Sunnah (no. 864), dan Abu Bakr Al-Ajurri t dalam Asy-Syari’ah (hal. 365). Semuanya perawi tsiqah, tergolong perawi Al-Imam Muslim t dalam Ash-Shahih, kecuali Abdurrahman bin Ishaq. Dia adalah Abdurrahman bin Ishaq bin Abdilah bin Al-Harits bin Kinanah Al-‘Amiri Al-Madani. Ada pembicaraan pada rawi ini,2 tetapi tidak menurunkannya dari derajat hasan, insya Allah, sebagaimana disimpulkan Al-Hafizh t dalam At-Taqrib.3

malaikat.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: malaikat.docx

Al-Munkar dan An-Nakir Dalam Akidah SalafKategori: Majalah AsySyariah Edisi 051

(ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Rijal, Lc.)

 

Rasulullah n bersabda:

: - : ه�ذ�ا - ف�ي� �قول ت �ت� ن ك م�ا ن� �قوال� ف�ي ، �ر �ك�ي الن خ�ر و�اآل� �ر �ك �من ال ح�د�ه�م�ا� أل� ق�ال ي ق�ان� ر� ز�

� أ و�د�ان� س�� أ �ان� �ك م�ل �اه ت

� أ م �ح�دك أ ق�ال� و�� أ ,ت �م�ي ال �ر� قب �ذ�ا إ

: . : �ك� �ن أ �م �ع�ل ن �ا ن ك ق�د� ن� �قوال� ف�ي ه ول س و�ر� �ده ع�ب مح�م�د5ا ن�� و�أ الله � �ال إ �ه� �ل إ ال� ن�

� أ ه�د ش�� أ ه، ول س و�ر� الله� �د ع�ب هو� �قول ي �ان� ك م�ا �قول ف�ي ؟ جل� الر�

. : . : . هم� �ر� ب خ�� ف�أ �ه�ل�ي أ �ى �ل إ ج�ع� ار� �قول ف�ي �م� ن �ه ل ق�ال ي م� ث �ه� ف�ي �ه ل �و�ر ن ي م� ث ، �ع�ين� ب س� ف�ي اع5ا ذ�ر� �عون� ب س� �ر�ه� ق�ب ف�ي �ه ل ح ف�س� ي م� ث ه�ذ�ا �قول ت

: . م�ع�ت: س� ق�ال� �اف�ق5ا من �ان� ك �ن� و�إ ؛ �ك� ذ�ل م�ض�ج�ع�ه� م�ن� الله ه �ع�ث �ب ي �ى ح�ت �ه� �ي �ل إ �ه� ه�ل� أ �ح�ب� أ � �ال إ وق�ظه ي � ال �ذ�ي ال �ع�روس� ال �و�م�ة� �ن ك �م� ن ن� �قوال� ف�ي

. : . : . �ه�ا ف�ي �ل�ف ت �خ� ف�ت �ه� �ي ع�ل �م �ئ �ت �ل ف�ت �ه� �ي ع�ل �م�ي �ئ �ت ال ر�ض�� �أل� ل ق�ال ف�ي �ك� ذ�ل �قول ت �ك� �ن أ �م �ع�ل ن �ا ن ك ق�د� �ن� �قوال ف�ي د�ر�ي

� أ � ال �ه، �ل م�ث ف�قل�ت ون� �قول ي �اس� الن

�ك� ذ�ل م�ض�ج�ع�ه� م�ن� الله ه �ع�ث �ب ي �ى ت ح� 5ا مع�ذ�ب �ه�ا ف�ي ال �ز� ي ف�ال� عه ض�ال�� أ

Jika mayit atau salah seorang dari kalian telah dikubur, datang dua malaikat, hitam (tubuhnya), biru (kedua

matanya), satu dari keduanya bernama Al-Munkar dan yang lain An-Nakir.1 Kedua malaikat bertanya kepada

mayit: “Apa yang dulu kamu katakan tentang lelaki ini (yakni Rasulullah n)?” Dia pun menyatakan apa yang dulu

dia katakan: “Lelaki itu adalah hamba Allah l dan Rasul-Nya, Asyhadu allailahaillallah wa anna Muhammadar

rasulullah.” Kedua malaikat menimpali: “Sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau mengatakan demikian.”

Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira’ (hasta) kali 70 dzira’, dan diterangi, kemudian dikatakan padanya:

“Tidurlah engkau.” Berkatalah mayit: “Kembalikanlah aku pada keluargaku agar aku kabarkan kepada mereka.”

Keduanya berkata: “Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali

orang yang paling dicintainya.” Hingga nanti Allah l bangkitkan dari pembaringannya.

Adapun jika mayit adalah seorang munafik, dia akan akan menjawab: “Dahulu aku mendengar manusia

mengatakan sesuatu, aku pun mengatakannya… aku tidak tahu.” Keduanya berkata: “Sungguh kami telah

mengetahui bahwa engkau akan berkata demikian.” Maka dikatakan pada bumi: “Himpitlah dia!” Bumi pun

mengimpit mayit hingga tulang-tulang rusuknya bertautan. Terus-menerus azab ditimpakan hingga Allah l

bangkitkan ia dari kuburnya.

Takhrij Hadits

Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan At-Tirmidzi t dalam As-Sunan, Kitab Al-Jana’iz bab Ma Ja’a fi ‘Azabil

Qabri (Kitab Jenazah bab Azab kubur) (3/163, no. 1071), dari jalan Abdurrahman bin Ishaq, dari Sa’id bin Abi

Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah z.

Melalui jalan ini pula, Al-Imam Ahmad  t meriwayatkan dalam Al-Musnad (4/287, 295, 296), demikian pula Ibnu

Hibban t dalam Shahih-nya (7/386, no. 3117), Ibnu Abi ‘Ashim t dalam As-Sunnah (no. 864), dan Abu Bakr Al-

Ajurri t dalam Asy-Syari’ah (hal. 365).

Semuanya perawi tsiqah, tergolong perawi Al-Imam Muslim t dalam Ash-Shahih, kecuali Abdurrahman bin Ishaq.

Dia adalah Abdurrahman bin Ishaq bin Abdilah bin Al-Harits bin Kinanah Al-‘Amiri Al-Madani. Ada pembicaraan

pada rawi ini,2 tetapi tidak menurunkannya dari derajat hasan, insya Allah, sebagaimana disimpulkan Al-Hafizh t

dalam At-Taqrib.3

Hadits ini hasan, demikian At-Tirmidzi dan Al-Baghawi memberikan hukum atasnya.

At-Tirmidzi t mengatakan: “Haditsun hasanun gharib (Hadits ini hasan gharib).” (As-Sunan 3/163)

Al-Baghawi t mengatakan: “Haditsun hasanun (Hadits ini hasan).” (Syarhus Sunnah, 5/416)

Asy-Syaikh Al-Albani t menghasankannya dalam Takhrij Misykatul Mashabih (1/131). Beliau berkata: “Sanad

hadits ini hasan sesuai syarat Muslim.”4

Penamaan Al-Munkar dan An-Nakir dikuatkan dengan beberapa syawahid (pendukung). Di antaranya:

Page 2: malaikat.docx

Pertama: Hadits Mu’adz bin Jabal z sebagaimana dalam riwayat Al-Bazzar dalam Al-Musnad (7/97).

Kedua: Hadits Bara’ bin ‘Azib z diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman(1/358) dan Ath-Thabarani

dalam Tahdzib Al-Atsar (2/500).

Ketiga: Riwayat mauquf dari Abud Darda z, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf

(3/53).

Faedah: Penamaan malaikat Al-Munkar dan An-Nakir termaktub dalam kitab-kitab aqidah salaf. Ini memberikan

isyarat sekaligus menguatkan bahwasanya salaf memandang keabsahan hadits Abu Hurairah z, dan kuatnya

penyandaran hadits tersebut kepada Rasulullah n. Allahu ta’ala a’lam.

 

Kedudukan dan Makna Iman Kepada Malaikat

Iman kepada malaikat adalah bagian dari rukun iman. Mereka yang tidak mengimaninya dihukumi kafir dan

berada dalam kesesatan yang nyata. Allah l berfirman:

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari

kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136)

Malaikat adalah makhluk Allah l dan utusan-utusan-Nya. Allah l berfirman:

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk

mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat.

Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu.” (Fathir:1)

Hadits Abu Hurairah z adalah bagian dari sabda Rasulullah n tentang malaikat-malaikat Allah l, sekaligus berita

tentang apa yang menimpa mayit di alam barzakh sebagai bagian dari iman kepada hari akhir.

Apa sesungguhnya hakikat iman kepada malaikat Allah l? Ketahuilah, sesungguhnya iman kepada malaikat

Allah l bukan sekadar pernyataan percaya adanya malaikat, tetapi keimanan tersebut meliputi beberapa perkara.

Al-Imam Al-Baihaqi t berkata: “Iman kepada malaikat-malaikat Allah l mencakup makna yang banyak:

Pertama: Meyakini keberadaan (wujud) mereka.

Kedua: Menempatkan malaikat sesuai kedudukan-kedudukannya, (yaitu) meyakini bahwa malaikat hanyalah

hamba-hamba Allah l yang Dia ciptakan sebagaimana manusia dan jin, mendapatkan perintah Allah l, dan sama

sekali tidak memiliki kemampuan kecuali apa yang Allah l berikan kepada mereka. Juga (meyakini bahwasanya)

kematian atas malaikat adalah sesuatu yang mungkin, hanya saja Allah l beri mereka usia panjang. Tidaklah

Allah l mematikan kecuali jika datang ajalnya. Malaikat tidak boleh disifati dengan sifat-sifat yang mengantarkan

pada penyekutuan dengan Allah l. Mereka tidak diibadahi sebagai sesembahan sebagaimana orang-orang

terdahulu (menjadikan malaikat sebagai sesembahan selain Allah l).

Ketiga: Meyakini bahwa di antara mereka ada rasul-rasul yang Allah l utus kepada siapa yang Allah l kehendaki

baik kepada manusia atau malaikat. Juga meyakini bahwa di antara malaikat ada yang (bertugas) membawa

‘Arsy, ada yang bershaf-shaf, ada penjaga jannah, penjaga neraka, pencatat amalan-amalan, dan ada yang

menggiring awan. Sungguh, semua ini atau sebagian besarnya telah dikabarkan dalam Al-Qur’an.” (Syu’abul

Iman)

Iman kepada malaikat adalah: Mengimani segala perkara yang Allah l kabarkan dalam Al-Qur’an dan Rasulullah

n beritakan dalam As-Sunnah tentang malaikat mengenai empat perkara, pertama: nama-nama mereka; kedua:

sifat-sifat mereka; ketiga: tugas-tugas mereka; dan keempat: jumlah mereka; baik secara global maupun

terperinci.5

 

Page 3: malaikat.docx

Apa Yang Harus Diyakini Tentang Munkar dan Nakir?

Saudaraku, semoga Allah l merahmati kita. Satu pokok yang wajib kita yakini, bahwasanya agama dibangun di

atas Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, bukan hasil rekayasa pikiran, dorongan hawa

nafsu, atau luapan perasaan. Termasuk iman pada malaikat-malaikat Allah l, tidak boleh kita bertutur dan

meyakini kecuali harus dibangun di atas dalil.

Di atas pokok inilah kita beragama. Termasuk dalam permasalahan Al-Munkar dan An-Nakir, tidak boleh kita

meyakini tentang keduanya kecuali apa yang ditunjukkan dalil Al-Kitab dan As-Sunnah. Demikian pula

sebaliknya, tidak boleh bagi kita mengingkari apa yang telah dinyatakan dalam dalil meskipun terkadang berat

bagi akal sebagian orang untuk menerimanya.

Al-Munkar dan An-Nakir, bagaimana akidah salaf, Ahlus Sunnah wal Jamaah, tentang keduanya? Berikut

beberapa rincian pembahasannya. Wa billahi at-taufiq.

 

Penamaan Munkar dan Nakir berdasar Hadits yang Tsabit (Tetap) dari Rasulullah n

Hadits Abu Hurairah z adalah hadits hasan –sebagaimana telah berlalu pada pembahasan takhrij hadits– maka

penamaan kedua malaikat dengan Munkar dan Nakir ditetapkan dengan hadits yang tsabit dari Rasulullah n.

Hadits ini sekaligus menggugurkan perkataan semua kelompok yang meragukan penamaan Munkar dan Nakir

atau bahkan mengingkari keberadaan keduanya, semisal kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah, dan seluruh pengekor

hawa nafsu di masa lalu, sekarang ataupun masa yang akan datang.

Al-Imam Al-Albani t berkata: “Dalam hadits ini ada bantahan bagi orang-orang pada masa ini yang mengingkari

penamaan Munkar dan Nakir.” (Takhrij Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 399 –cet. Al-Maktab Al-Islami)

Orang-orang Jahmiyah misalnya, mereka menganggap bahwasanya iman itu sekadar ma’rifat (mengenal) Allah

l. Oleh karena itu, disebutkan dari Jahm bin Shafwan6 bahwasanya iman manusia sama seperti iman Jibril dan

malaikat-malaikat. Cukup dengan ma’rifah, seseorang telah mencapai kesempurnaan iman. Demikian mereka

sangka.

Meskipun mereka meyakini wujud (keberadaan) malaikat, namun mereka ingkari kebanyakan dari amalan-

amalan malaikat. Jahm mengingkari malaikat pencatat amal, mengingkari malaikat maut pencabut arwah,

mengingkari azab kubur dan nikmatnya sekaligus malaikat yang mendapatkan tugas ini, juga mengingkari

pertanyaan di alam kubur dan dua malaikat yang mendapatkan tugas ini yaitu malaikat Munkar dan Nakir ….7

Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka aqidah mereka adalah akidah yang bersih dan menyucikan jiwa,

karena dibangun di atas wahyu Allah l, Al-Qur’an dan As-Sunnah.

 

Penamaan Mungkar dan Nakir dalam kitab-kitab Aqidah Salaf

Berpijak pada hadits Abu Hurairah z, ulama memasukkan dua nama ini dalam kitab-kitab aqidah salaf (Ahlus

Sunnah wal Jamaah). Berikut beberapa nukilan dari kitab-kitab aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah tersebut.

• Abu Muhammad Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razi t (240-327 H) berkata: Aku bertanya pada bapakku (Abu

Hatim Ar-Razi [277 H], pen.) dan Abu Zur’ah (264 H) –semoga Allah l meridhai keduanya– tentang keyakinan

Ahlus Sunnah dalam pokok-pokok agama dan keyakinan ulama di seluruh negeri, yang keduanya menjumpai

mereka berada di atas keyakinan tersebut, dan apa yang diyakini keduanya. Maka (Abu Hatim dan Abu Zur’ah)

berkata: Kami telah jumpai ulama-ulama di seluruh penjuru negeri, baik dari Hijaz (Makkah, Madinah, Tha’if, dan

sekitarnya, pen.), Irak, Mesir, Syam, atau Yaman, maka (kami dapatkan) bahwa di antara madzhab mereka

adalah: … Meyakini bahwa azab kubur adalah haq (benar), Munkar dan Nakir adalah haq (benar)…” (Ashlus

Sunnah Wa I’tiqadud Din –riwayat Ibnu Abi Hatim dari bapaknya dan Abu Zur’ah– hal. 15-18)

Page 4: malaikat.docx

• Ibnu Abi Dawud t (230-316 H) berkata dalam Manzhumah Haiyah-nya:

�ص�ح * ن ت �ك� �ن إ ان� �ز� �م�ي و�ال �ح�و�ض� ال و�ال� ا �ر5 �ك و�من ا �ر5 �ك�ي ن ج�ه�ال5 ن� �ك�ر� ن ت و�ال�

“Janganlah engkau ingkari Nakir dan Munkar karena kejahilan * Jangan pula kau ingkari telaga dan timbangan,

sungguh engkau mendapat nasihat.”

• Abu Ja’far Ath-Thahawi t (239-321 H)8 berkata: “Dan (kita mengimani) … pertanyaan Munkar dan Nakir dalam

kubur seorang tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya, berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah n dan para

sahabat beliau g.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 397 dengan syarah Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi t)

• Al-Imam Al-Barbahari t (329 H)9 berkata: “Dan beriman dengan azab kubur serta Munkar dan Nakir.” (Syarhus

Sunnah)

• Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi t (600 H) berkata: “Mengimani azab kubur adalah perkara yang benar, wajib,

dan fardhu …. Demikian pula iman kepada pertanyaan Mungkar dan Nakir.” (‘Aqidah Al-Hafizh Taqiyuddin ‘Abdul

Ghani Al-Maqdisi hal. 88)

• Al-Imam Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisi t (541-620 H) berkata: “Pertanyaan

Mungkar dan Nakir adalah benar, kebangkitan setelah kematian adalah benar, yaitu ketika Israfil q meniup

sangkakala, (sebagaimana Allah l firmankan:)

“Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb

mereka.” (Yasin: 51) [Lum’atul I’tiqad hal. 51]10

Apa yang dinukil dari ucapan ulama dalam kitab-kitab aqidah salaf, menunjukkan bahwa penamaan Munkar dan

Nakir adalah bagian yang tidak terlepas dari i’tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah baik dari kalangan

sahabat atau generasi sesudahnya, sebagaimana diucapkan Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi t dalam ‘Aqidah-

nya bahwasanya penetapan azab kubur termasuk penamaan malaikat Munkar dan Nakir adalah: “…

berdasarkan hadits-hadits dari Rasulullah n dan dari para sahabat g.”11

 

Menjawab Keraguan Penamaan Al-Munkar Dan An-Nakir

Munkar dan Nakir, penamaan ini diragukan sebagian orang. Keraguan tersebut setidaknya bersandar pada dua

alasan.

Pertama: Anggapan bahwa hadits yang menetapkan dua nama ini dha’if (lemah).

Kedua: Persangkaan adanya nakarah (keganjilan) makna dalam nama Munkar dan Nakir. Mereka berkata:

“Bagaimana mungkin dua malaikat ini bernama Munkar dan Nakir yang bermakna sesuatu yang diingkari atau

asing?” atau “Mungkinkah keduanya diingkari dan asing padahal Allah l telah mensifati malaikat-malaikat-Nya

dengan sifat-sifat terpuji?”

Sebagai jawaban atas keraguan pertama, kita katakan: “Hadits yang menetapkan penamaan Munkar dan Nakir,

termasuk hadits hasan. Bahkan dikuatkan dengan penyebutan salaf dalam kitab-kitab aqidah sebagaimana telah

lalu pembahasannya.” Maka tidak diragukan kebenaran dua nama ini.

Adapun alasan kedua, tentang keganjilan makna, sebenarnya tidak perlu dibicarakan jika dalil telah shahih.

Karena kewajiban kita adalah menerima dan membenarkan kabar Rasulullah n yang semuanya adalah wahyu

sebagaimana Allah l berfirman:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah

wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)

Akan tetapi ulama –jazahumullahu khairan– tetap tidak luput untuk menjawab syubhat persangkaan

ketidaklayakan makna Munkar dan Nakir.

Page 5: malaikat.docx

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t mengatakan: “… Mereka disebut Munkar (asing, pen.) karena

mayit (merasa asing) tidak mengenali keduanya dan tidak mengetahui sebelum itu. Sebagaimana Nabi Ibrahim q

berkata pada tamunya (mensifati dengan kemungkaran/keasingan) padahal ternyata mereka dari kalangan

malaikat. Allah l berfirman:

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah)

ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaaman”, Ibrahim menjawab: “Salaamun” (kamu)

adalah orang-orang yang tidak dikenal. (Adz-Dzariyat: 24-25) [Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah]

Perhatikan ayat ini, Nabi Ibrahim q mensifati malaikat yang bertamu kepadanya dengan ucapan beliau ( ى Yang .(ى

maknanya “(Kalian adalah) kaum yang munkar (tidak dikenal).” Sifat ini sama sekali tidak menunjukkan celaan

kepada malaikat-malaikat Allah l, tamu Ibrahim. Maka teranglah bahwa penamaan Munkar atau Nakir bukan

sesuatu yang merendahkan malaikat, terlebih penamaan ini shahih dari sabda Rasulullah n.

Ibnul Arabi t mengatakan: “Dinamai Munkar dan Nakir yang bermakna umum (karena cobaan keduanya)

mengenai semua mayit yang ditanya, baik kafir atau mukmin (semua tidak luput dari pertanyaan dua malaikat ini,

pen.)12; dan (dinamai Munkar dan Nakir) karena semua orang yang melihat keduanya akan mengingkari

keduanya, karena apa yang ada pada keduanya berupa pemandangan yang menyeramkan, bentuk yang

menakutkan, pembicaraan yang kasar, maqami’ (alat pukul) yang ada pada tangan-tangan keduanya yang

sangat mengerikan dan menyeramkan.” (‘Aridhatul Ahwadzi, 4/292)

 

Sifat Malaikat Munkar dan Nakir

Munkar dan Nakir seperti malaikat-malaikat yang lain dari sisi materi penciptaan. Keduanya diciptakan dari

cahaya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim t dalam Ash-Shahih dari ‘Aisyah Ummul

Mukminin x, Rasulullah n bersabda :

م� �ك ل وص�ف� م�م�ا آد�م �ق� و�خل �ار^ ن م�ن� م�ار�ج م�ن� �ج�ان ال �ق� ل و�خ ور^ ن م�ن� �ة �ك ئ �م�ال� ال �ق�ت� ل خ

“Malaikat diciptakan dari cahaya, Jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan bagi

kalian.”13

Demikian pula mereka disifati dengan ketaatan yang penuh terhadap perintah Allah l. Sebagaimana dalam

firman Allah l:

“… Tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Di antara sifat Munkar dan Nakir yang tersebut dalam hadits ini adalah sabda Rasulullah n:

ق�ان� ر� ز�� أ ، و�د�ان� س�

� أ

“Keduanya hitam dan biru.”

Al-Mubarakfuri t mengatakan: “Maksudnya, biru kedua matanya.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/520, cet. Darul Hadits)

Allahu a’lam bish-shawab.

Keduanya disifati membawa alat pukul dari besi untuk memukul siapa saja yang tidak menjawab pertanyaan

keduanya. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari  t dalam Shahih-nya:

�ن� �ي �ق�ل الث � �ال إ �يه� �ل ي م�ن� م�عه�ا �س� ي �ح�ة5 ص�ي �ص�يح ف�ي �ه� �ي ذن أ �ن� �ي ب �ة5 ب ض�ر� ح�د�يد^ م�ن� ق�ة^ �م�ط�ر� ب ب ض�ر� ي م� ث

“…Kemudian dia (mayyit yang durhaka kepada Allah) dipukul dengan palu dari besi dengan pukulan di

wajahnya, hingga dia menjerit dengan jeritan yang didengar siapa yang di sekitarnya kecuali jin dan manusia.”14

Demikian beberapa sifat malaikat Munkar dan Nakir berdasar Al-Kitab dan As-Sunnah. Allahu a’lam bish-

shawab.

Page 6: malaikat.docx

 

Tugas Malaikat Munkar-Nakir dan Adanya Fitnah Kubur

Dalam hadits ini Rasulullah n mengabarkan tugas malaikat Munkar dan Nakir, yaitu menanyakan kepada mayit

tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya.

Pertanyaan dua malaikat inilah yang dimaksud dengan fitnah kubur, yaitu ujian yang menentukan nasib

seseorang, akankah mendapatkan nikmat kubur atau sebaliknya mendapatkan azab kubur.

Manusia ketika itu terbagi menjadi dua golongan: golongan yang Allah l selamatkan dari fitnah kubur dan

golongan lain yang tidak Allah l beri keselamatan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah z di atas.

Golongan Pertama: Mereka adalah orang-orang beriman yang Allah l beri tsabat (keteguhan) dalam menghadapi

fitnah. Allah l berfirman:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia

dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”

(Ibrahim : 27)

Mereka menjawab semua pertanyaan Munkar dan Nakir. Kuburnya pun diluaskan dan diberi cahaya. Rasulullah

n bersabda:

ف�يه� �ه ل �و�ر ن ي م� ث ، �ع�ين� ب س� ف�ي اع5ا ذ�ر� �عون� ب س� �ر�ه� ق�ب ف�ي �ه ل ح ف�س� ي م� ث

“..Lalu diluaskan kubur untuknya 70 dzira’ (hasta) kali 70 dzira’, dan diterangi..”

Hadits menunjukkan bahwa kubur seorang mukmin –secara hakiki– diluaskan panjang dan lebarnya sepanjang

70 dzira’ (hasta). Demikian diterangkan Al-Mubarakfuri t. Atau makna dari perkataan Rasulullah n tersebut

adalah bahwa kubur akan diluaskan dengan sangat luasnya. Ath-Thibi t berkata sebagaimana dinukilkan Al-

Mubarakfuri: “… Peluasan kubur disandarkan kepada 70 sebagai bentuk mubalaghah (sangat) atas luasnya

kubur.” (lihat Tuhfatul Ahwadzi 3/521)

Wal ‘ilmu ‘indallah.

Berkenaan nasib seorang mukmin, Rasulullah n bersabda dalam hadits shahih dari shahabat Bara’ bin ‘Azib c:

Maka datanglah dua malaikat kepada mayit, keduanya mendudukkan mayit kemudian bertanya kepadanya:

“Siapa Rabbmu?” Dia menjawab: “Rabbku adalah Allah.” “Apa agamamu?” Dia menjawab: “Agamaku Islam.”

“Siapa orang yang diutus kepada kalian?” Dia menjawab: “Rasulullah n.” “Apa amalanmu?” Dia menjawab: “Aku

membaca Al-Qur’an dan aku mengamalkan serta membenarkannya.” Maka terdengarlah seruan dari langit:

“Hamba-Ku benar, hamparkanlah untuknya dari jannah, berilah pakaian dari jannah, dan bukakanlah untuknya

pintu menuju jannah.” Lalu datanglah seseorang yang sangat indah wajah dan bajunya, sangat harum aromanya

seraya berkata: “Bergembiralah dengan apa yang membahagiakanmu. Inilah hari yang dahulu engkau

dijanjikan.” Berkatalah mayit: “Siapakah kamu? Wajahmu tampak datang dengan kebaikan.” Dia menjawab: “Aku

adalah amalan shalihmu.” Berkatalah mayit: “Ya Rabb, tegakkanlah hari kiamat agar aku kembali kepada

keluarga dan hartaku.”15

Demikianlah keadaan kaum mukminin di alam kubur. Kita meminta kepada Allah l semoga Allah l matikan kita

dalam keadaan beriman dan mendapatkan nikmat kubur.

Golongan kedua: orang-orang kafir dan munafik. Mereka mendapatkan kehinaan dengan fitnah ini. Mulut mereka

tidak mampu sediakan pun menimpa mereka sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah z di atas.

Pembaca rahimakumullah, demikian beberapa pembahasan terkait dengan dua malaikat Munkar dan Nakir, sifat

dan tugas mereka. Mengimani keduanya adalah bagian dari iman kepada malaikat, yang telah diimani oleh

salaful ummah baik dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka.

Page 7: malaikat.docx

Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi t (792 H) mengatakan: “Telah mutawatir16 berita-berita dari Rasulullah n tentang adanya

azab dan nikmat kubur bagi orang yang pantas mendapatkannya. Demikian pula pertanyaan dua malaikat. Maka

wajib (bagi kita) beri’tiqad dan meyakini adanya hal itu.”17

Semoga Allah l melindungi kita dan kaum muslimin dari neraka jahannam, fitnah kubur, serta segala kejelekan di

dunia dan akhirat.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

1 Demikian dengan menggunakan alif dan lam: Al-Munkar dan An-Nakir. Dalam sebagian riwayat disebutkan

namanya tanpa menggunakan alif dan lam, Munkar dan Nakir.

2 Al-Imam Ahmad berkata: “Shalihul hadits (Haditsnya baik).” (Al-‘Ilal wa Ma’rifatur Rijal, 1/130)

Ibnu Hibban menyebutkan Abdurrahman bin Ishaq dalam Ats-Tsiqat (7/86).

Al-‘Ijli berkata: “Yuktabu haditsuhu wa laisa bil qawi (Haditsnya ditulis, namun dia bukan orang yang kuat).”

(Tarikh Ats-Tsiqat)

Abu Hatim berkata: “Yuktabu haditsuhu wa laa yuhtaju bihi (Ditulis haditsnya, dan dia tidak dijadikan hujjah).” (Al-

Jarh wat Ta’dil, 5/212. Lihat Tahdzib At-Tahdzib, 6/125-126)

3 Beliau berkata: “Shaduq, rumiya bil qadar (Dia seorang yang shaduq/haditsnya hasan, dituduh berpaham

Qadariyah).”

4 Lihat juga takhrij beliau atas Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah (hal. 399) dan Silsilah Al-Ahadits Ash-

Shahihah (3/379-380, no. 1391)

5 Definisi ini termasuk definisi yang mencakup seluruh permasalahan iman kepada malaikat-malaikat Allah l,

baik terkait dengan sumber keyakinan yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, atau hal-hal yang harus diyakini tentang

malaikat. Demikian Asy-Syaikh Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah menjelaskan dalam

beberapa muhadharah (ceramah).

6 Adz-Dzahabi mengatakan: “Jahm bin Shafwan Abu Mahraz As-Samarqandi, seorang sesat, mubtadi’, pemuka

Jahmiyah. Dia binasa di zaman shigar tabi’in (tabi’in kecil). Aku tidak tahu dia meriwayatkan sesuatu, tetapi dia

telah menebarkan benih kesesatan yang sangat besar.” (Mizanul I’tidal, 1/426)

Di antara pemikiran Jahm adalah meniadakan sifat Allah l. Keyakinan ini diambilnya dari Ja’d bin Dirham yang

disembelih oleh Khalid bin ‘Abdilah Al-Qasri di Wasith. Jahm sendiri dibunuh di Khurasan oleh Salm bin Ahwaz

pada tahun 128 H.

7 Mu’taqad Firaqul Muslimin wal Yahud wan Nashara wal Falasifah wal Watsaniyin fil Mala’ikah Al-Muqarrabin

karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-’Aqil (hal. 242-243).

8 Beliau adalah Al-Imam Abu Ja’far Ahmad bin Salamah bin Abdul Malik bin Salamah bin Sulaiman Al-Azdi Ath-

Thahawi.

9 Beliau adalah Al-Imam Al-Hafizh Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Khalaf Al-Barbahari Al-Hanbali.

10 Dengan syarah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

11 Juga perkataan Abu Hatim dan Abu Zur’ah: “Kami telah menjumpai ulama-ulama (Ahlus Sunnah, ahlul hadits)

di seluruh negeri baik dari Hijaz, Irak, Mesir, Syam, atau Yaman… (yakni mereka semua mengimani Munkar dan

Nakir).”

12 Kecuali beberapa golongan yang tidak ditanya sebagaimana ditunjukkan dalam nash-nash.

13 Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-Nya kitab Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq (4/2294).

Page 8: malaikat.docx

Faedah: Yang dimaksud dengan sabda Rasulullah n: “Adam diciptakan dari apa yang disifatkan bagi kalian”

adalah bahwa Adam q diciptakan dari tanah sebagaimana Allah l sifatkan dalam Al-Qur’an, demikian pula yang

Rasul kita sebutkan tentang materi penciptaan Adam.

14 HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shahih no. 1338

15 Bagian dari hadits Bara’ bin Azib c. Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad t dalam Al-Musnad (4/287-288) dan Al-

Hakim t dalam Al-Mustadrak (1/93-94). Al-Hakim mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat faedah yang sangat

banyak bagi Ahlus Sunnah dan bantahan bagi mubtadi’ah (ahli bid’ah)….” (Al-Mustadrak, 1/96)

Faedah: Hadits Bara’ bin ‘Azib dishahihkan banyak ulama, seperti Al-Hakim dan Ibnul Qayyim rahimahumallah.

Adapun Ibnu Hazm dan Ibnu Hibban rahimahumallah, beliau berdua kurang tepat dalam memberikan hukum

terhadap hadits ini dengan kedha’ifan. Bantahan (tentang hal ini) dapat dilihat secara rinci dalam kitab Ar-Ruh,

karya Ibnu Qayyim t.

Malaikat malik

Dia adalah penjaga neraka. Allah Taala berfirman,� Mereka berseru, Hai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh � �kami saja. Dia �menjawab, Kamu akan tetap tinggal (di Neraka ini). � �Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan diantara kamu benci kepada kebenaran itu (QS. Az Zukruf : 77-78)�

malaikat ridwan

RidwanDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ridwan (Bahasa Arab: رضوان) adalah nama malaikat yang menjaga pintu surga, walaupun tidak ada

keterangan di dalam Al Qur'an danhadits shahih yang menerangkan secara jelas namanya. Terkadang

namanya diucapkan sebagai "Rizvan" oleh orang Persia, Urdu,Pashto, Tajik, Punjabi, Kashmir dan bahasa

lainnya yang terpengaruh oleh bahasa Persia. Sementara di Perancis disebut sebagai "Redouane".

[1] Sekarang nama ini digunakan sebagai nama maskulin oleh orang Arab atau orang yang

beragama Islam. Malaikat Ridwan biasanya bersama dikaitkan bersama Malik.

[sunting]Hadits tentang Ridwan

Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang nama malaikat ini, akan tetapi hadits berikut ini menurut

mayoritas ulama adalah hadits yang sangat lemah dan tidak bisa saling menguatkan, diantaranya adalah:

Page 9: malaikat.docx

“Dan penjaga surga adalah seorang malaikat yang bernama Ridhwan sebagaimana datang dengan

jelas di dalam beberapa hadist.”[2]

“Tidak ada seorang muslim pun yang membaca Yasin sedang dia berada dalam sakaratul maut, maka

tidaklah Malaikat Mautmencabut nyawanya sampai Ridwan penjaga surga memberinya minuman.”[3]

“Allah Azza wa Jalla berfirman, “Wahai Ridwan, bukalah pintu-pintu surga.”[4]

Lalu saya berkata (di dalam surga), “Wahai Ridwan, punya siapa istana ini?”[5]

“Rabbul Izzah Tabaraka wa Ta’ala memanggil Ridhwan dan dia adalah penjaga surga.”[6]

Al Waahidy juga telah mengeluarkan hadist secara panjang lebar mengenai malaikat ini di dalam kitabnya

yang berjudul Asbaabun Nuzuul[7] Dengan demikian isnad (periwayat) hadits ini sangat lemah, bahkan

sebagian ulama memasukkan hadist ini dalam kitab Al-Maudhuu’aat (hadits-hadits palsu), seperti Abul

Hasan Ali bin Muhammad bin ‘Iraaq al-Kinaani dalam kitabnya Tanziihu Asy-Syarii’ah Al-Marfuu’ah ‘anil

Akhbaar Asy-Syanii’ah Al-Maudhuu’ah (1/339).

[sunting]Referensi

1. ^ Excerpts from 'The Angels' by Sachiko Murata

2. ^ Al-Bidayah wa An-Nihayah 1/53, Ibnu Katsir.

3. ^ Ubay bin Ka’ab diriwayatkan oleh Al-Qadhai dalam Musnad Asy-Syihab (1036) dari jalan Mukhallad

bin Abdil Wahid dari Ali bin Zaid bin Jud’an dan Atha` bin Abi Maimunah dari Zirr bin Hubaisy dari Ubay

secara marfu’. Di dalam sanadnya ada Ali bin Zaid bin Jud’an yang sudah masyhur sebagai rawi yang

lemah. Ditambah lagi dengan adanya Mukhallad bin Abdil Wahid, yang Ibnu Hibban berkata

tentangnya dalam Al-Majruhin(1096), “Mungkarul hadits jiddan (orang yang sangat mungkar

haditsnya).”

4. ^ Hadits Abdullah bin Abbas diriwayatkan oleh Abu Asy-Syaikh dalam kitab Ats-Tsawab dan Al-Baihaqi

dalam Syuab Al-Imantentang kisah berhiasnya surga setiap memasuki ramadhan. Hadits ini datang

dari jalan Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas secara marfu’. Haditsnya lemah karena Adh-Dhahhak tidak

mendengar dari Ibnu Abbas.

5. ^ Hadits Abdullah bin Abi Aufa. As-Suyuthi menyatakan dalamAl-Jami’ Al-Kabir sebagaimana dalam

Kunzul Ummal, “Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin Abi Aufa, sedang di

dalam sanadnya ada Abdurrahman bin Muhammad Al-Maharibi dan Ammar bin Saif, keduanya sering

meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar.” Lihat Mizan Al-I’tidal (2/585) dan (3/165).

6. ^ Hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Al-Uqaili dalam Adh-Dhuafa (1/313) dari jalan Hamzah bin

Washil Al-Minqari dariQatadah dari Anas secara marfu’, Al-Uqaili berkata setelahnya, “Hamzah bin

Washil Al-Minqari, seorang dari Bashrah, majhul dalam periwayatan dan haditsnya tidak terjaga.”

7. ^ Asbaabun Nuzuul, hal:332,Surat Al-Furqaan.