141
MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

i

MAKRO EKONOMIAPLIKASI UNTUK INDONESIA

Page 2: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

ii

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

iii

Udayana UnIveRSIty PReSS2012

MAKRO EKONOMIAPLIKASI UNTUK INDONESIA

Dr. Sudjana Budhiasa, SE., M.Si

Page 4: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

iv

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penulis:dr. Sudjana Budhiasa, Se., M.Si

Editor: Jiwa atmaja

Cover & Ilustrasi: Repro

Design & Lay Out: I Wayan Madita

Diterbitkan oleh:Udayana University Press

Kampus Universitas Udayana denpasarJl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) 255128

[email protected] http://udayanapress.unud.ac.id

Cetakan Pertama:2012, viii + 133 hlm, 15 x 23 cm

ISBN: 978-602-294-177-4

MAKRO EKONOMIAPLIKASI UNTUK INDONESIA

Page 5: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

v

PRAKATA

Perkembangan teknologi dan informasi telah berdampak kepada semakin terbukanya wilayah antar Negara bagaikan tanpa batas wilayah. Bangsa-bangsa yang tertinggal dalam membangun inovasi dan meraih pengetahuan akan terpinggirkan dan tidak mendapatkan segmen pasar internasional. Penulisan buku ajar bersifat pengantar Makro Ekonomi dengan lebih mengkedepankan kasus Indonesia, adalah bertujuan untuk memadukan teori yang selalu berkembang dengan fakta kondisi ekonomi riel Indonesia.

Penulis berkeyakinan bahwa buku ajar pengantar ekonomi Makro yang dapat memuat kondisi riel ekonomi Indonesia masih sangat jarang, bahwa sebagian besar dari textbook yang tersedia adalah buku Ekonomi Makro dari penulis Negara maju, dengan kasus Negara maju yang tidak searah dengan kondisi nyata ekonomi bangsa Indoneaia keseharian, maka penerbitan buku makro ekonomi ini diharapkan mampu memenuhi dan memberikaan sajian buku ajar yang ber-orientasi kepada fakta ekonomi Indonesia yang kita yakini pasti berbeda dengan kondisi ekonomi Negara maju.

Penulis juga berkeyakinan, bahwa proses pembelajaran kelas dengan bahan ajar yang relevan akan membantu mempercepat upaya mahasiswa memahami kerangka teori makro ekonomi dengan dukungan kasus nyata ekonomi Indonesia, sehingga diskusi yang berkembang merupakan keterpaduan antara bekal teori dengan fenomena nyata ekonoi Indonesia. Bahwa melalui dukungan sarana dalam bentuk buku, mahasiswa dapat memperkaya referensi bacaan, yang sangat diperlukan karena proses pembelajaran memerlukan referensi untuk membantu proses pembelajaran kelas menjadi efektif dan efisien.

Semoga buku pengantar Makro Ekonomi ini mencapai sasaran yang diinginkan.

Denpasar, 14 April 2012

Page 6: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. vDAFTAR ISI ................................................................................ vi

BAB I EKONOMI AGREGATIF JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG ......................................................... 11.1 Definisi Ilmu Ekonomi ....................................................... 21.2 Siklus Ekonomi, Inflasi dan Pemerataan Pendapatan ....................................................... 31.3 Makro Ekonomi Jangka Pendek Indonesia ......................... 51.4 Membangun Fondasi Makro Ekonomi Jangka Panjang .................................................................... 9

BAB IITEORI MAKRO DA PERTUMBUHAN EKONOMI ................ 142.1 Solow Neoclassical Growth Model ..................................... 142.2 Fungsi Produksi ................................................................... 162.3 Fungsi Konsumsi ................................................................. 202.4 Proses Akumulasi Kapital ................................................... 202.5 Sumber Penggerak Pertumbuhhan Ekonomi ...................... 282.6 Perdebatan Konvergensi ...................................................... 312.7 Perdebatan Solow Model .................................................... 362.8 Endogenous Growth: Constant Returns to Capital Accumulation ........................................ 382.9 Endogenous Growth Paul Romer (1980) ............................ 402.10 An Augmented Solow Model: A Neoclassical Revival? .................................................... 41

Page 7: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

vii

BAB IIIMENGUKUR KEGIATAN EKONOMI AGREGAT ................. 423.1 Alur Produksi, Pendapatan dan Pasar Uang ........................ 423.2 Keynesian Cross Kinerja Makro Ekonomi Agregat ............ 44 3.2.1 Keynesian Cross Pembentukan Pendapaatan Nasional .................................................................... 45 3.2.2 Kebijakan Makro Ekonomi ...................................... 45 3.2.3 Peran pemerintah dibidang ekonomi ........................ 47 3.2.4 Permintaan dan penawaran agregat .......................... 47 3.2.5 Siklus Aliran pendapatan dan produksi .................... 503.3 Definisi dan perhitungan pendapatan nasional .................... 523.4 Pendapatan nasional nominal versus pendapatan nasional riel ......................................................................... 543.5 Pembentukan Pendapatan, Nilai Tambah dan Gangguan Pertumbuhan Ekonomi ................................ 563.6 Prilaku Konsumsi, Tabungan dan Pendapatan .................... 593.7 Angka Pengganda Konsumsi .............................................. 653.8 Definisi dan fungsi investasi ............................................... 663.9 Investasi Sebagai Komponen Kinerja Pasar ....................... 673.10 Efek Multiplier Makro Ekonomi ......................................... 69

BAB IVModel Makro Ekonomi Keynesian .............................................. 744.1 Potensial Output, Aggregate Demand dan Inflasi ............... 744.2 Permintaan Uang dan Kurve LM ........................................ 754.3 Kebijakan Moneter dan Kurve MP ..................................... 774.4 Keseimbangan IS-MP Model .............................................. 784.5 Philips Curve dan IS-MP Model ......................................... 814.6 Pergeseran Philips Curve .................................................... 844.7 Kebjakan Moneter dimasa resesi ........................................ 864.8 Aplikasi Model Moneter Untuk Indonesia .......................... 90

Page 8: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

viii

BAB VREALBUSINESS CYCLES ........................................................ 1075.1 Pendahuluan ........................................................................ 1075.2 Cycles versus Random Walks ............................................. 1095.3 Supply-side Shocks ............................................................. 1135.4 Pengembangan Real Business Cycle (RBC) ....................... 1135.5 Struktur Pemodelan Mekonomi Makro RBC ...................... 1145.6 Technology shocks .............................................................. 1165.7 A Real Business Cycle Aggregate Demand dan Aggregate Supply Model ............................................. 1175.8 Measuring Technology Shocks: The Solow Residual ............................................................ 121

BAB VINEW KEYNESIAN ..................................................................... 1246.1 Keynesian Resurgence ........................................................ 1246.2 New Keynesian Economics ................................................. 1256.3 Core Propositions and Features of New Keynesian Economics ......................................................... 1276.4 Nominal Rigidities .............................................................. 128 6.4.1 Nominal wage rigidity .............................................. 129 6.4.2 Nominal price rigidity .............................................. 131

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 132

Page 9: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

1

BAB IEKONOMI AGREGATIF JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG

Ekonomi makro adalah berkaitan dengan sejumlah peristiwa yang dapat dihitung melalui besaran nilai tertentu seperti

data agregat tentang APBN, jumlah uang beredar, inflasi, peluang kesempatan kerja, konsumsi agregat dan sejumlah besaran lain yang mungkin tidak menarik bagi sebagian besar orang, tetapi memilki pengaruh kepada siapa saja, konsumen, pengusaha, pegawai dan bahkan kelompok pekerja yang sedang kehilangan pekerjaan sekalipun.

Ilmu ekonomi makro dapat menjadi tuntunan bagi pihak yang berkepentingan. Kelompok warga masyarakat yang memiliki uang, akan memilih cara terbaik untuk membangun penguatan konsumsi mereka pada masa depan apakah melalui cara menabung, atau investiasi pada bursa saham, maupun membeli property dan jenis kekayaan tahan lama lainnya, keberuntungannya tidak dapat dilepaskan dari arah perkembangan ekonomi makro suatu negara.

Dalam mencermati arah perkembangan ekonomi suatu negara, sudah semakin disadari oleh banyak ahli bahwa pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus tidaklah mungkin dapat dicapai oleh negara manapun di dunia, melainkan akan menerima kemungkinan terjadinya siklus ekonomi, resesi dan kelesuan permintaan pasar, penyakit inflasi yang semakin sulit dipreduksi, gelojak nilai tukar dan sejumlah indikator makro ekonomi lainnya yang pasti memberikan dampak kesejahteraan kepada siapa saja baik konsumen, produsen dan pemilik sumber produksi lainnya.

Pengantar ekonomi makro ini diharapkan dapat memberikan gambaran singkat bagaimana bekerjanya variabel ekonomio makro berinteksi satu sama lainnya, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah keseimbangan pasar, sebagaimana diteorikan Adam Smith, bahwa keseimbangan pasar digerakkan oleh the invisible hands.

Page 10: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

2

Dalam perkembangan teori ekonomi makro dewasa ini, mungkin akan menyisakan sebuah pertanyaan mendasar, masihkah kita berhaharp bahwa government budget policy adalah the invisible hands yang telah dinobatkan oleh J.M. Keynes sebagai solusi dalam menyelesaian persoalan the Great Depression, dan terbukti bahwa hukum Say tentang supply creates its own demand yang berakhir masa pembuktiannya pada the great depression tahun 1930-an itu, menghadirkan gagasan Keynes yang monumental tentang perlunya dunia meninjau kembali bahwa the great depression tidak dapat diselesaikan dengan model teori neoklasik yang sangat khusus, tetapi memerlukan teori yang lebih bersifat umum.

Gagasan Keynes tentang campur tangan pemerintah terhadap perekonomian suatu negara, adalah the visible hands yang tampak terlihat sebagai aktor penyelamat perekonomian yang over-supply melalui tindakan budgetair pemerintah bertindak sebagai pembeli dalam rangka stabilisasi perekonomian dan membebaskan ekonomi produksi yang over-supply tersebut.

1.1 DefinisiIlmuEkonomiEkonomi makro berkaitan dengan studi tentang perekonomian

sebagai keseluruhan, termasuk dalam memahami inflasi, penggangguran, ketimpangan pendapatan, produksi dan konsumsi agregat serta pertumbuhan ekonomi. Sejumlah persoalan besar yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan orang banyak, tidak dapat dilepaskan dari perubahan dinamika sejumlah variabel ekonomi makro, salig berinteraksi untuk kemudian menghasilkan keseimbangan ekonomi jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Ekonomi makro jangka pendek, akan lebih berfokus kepada pengendalian business cycles, mengoptimalkan kehadiran pemerintah dengan kewenangan pada anggaran belanjanya untuk melakukan langkah stabilisasi, meningkatkan anggaran belanja ketika pasar industri mengalami kelesuan, atau sebaliknya menurunkan anggaran belanja ketika perekonomian berada dalam tekanan permintaan agregat yang sangat tinggi.

Page 11: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

3

Berbeda dengan kebijakan pemerintah yang berfungi mengatur strategi anggaran belanja sebagai instrument ekonomi makro melalui kewenangan politik fiscal, maka otoritas moneter Bank Sentral memiliki kewengan dalam menggerakkan jumlah uang beredar sebagai instrument, atau penggunaan instrument suku bunga melalui pengaturan surat berharga Bank Indonesia yang dikenal sebagai sertifikat Bank Indonesia (SBI) baik melalui operasi pasar primer maupun pada pasar skunder.

Makro ekonomi jangka panjang, fokus studi lebih ditujukan kepada pembenahan pada fungsi produksi, menganalisis dinamika sisi penawaran agregat, peranan teknologi dan kuaitas sumber daya serta peluang peningkatan produktivitas bekerja, dalam rangka memperkuat pembentukan pendapatan dalam jangka panjang.

1.2 SiklusEkonomi,InflasidanPemerataanPendapatanPeristiwa besar krisis ekonomi telah terjadi dari sejak the great

depression tahun 1940-an, krisis ekonomi ASIA Tenggara yang membuat ekonomi Indonesia seakan lumpuh pada tahun 1997, ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi dari Rp. 2500/ 1 US menjadi Rp. 14.000 / 1 US, dengan industri perbankan yang seakan lumpuh total serta hutang dunia usaha dalam bentuk pinjaman luar negeri, menjadi sulit diselesaikan dengan lompatan nilai tukar sedemikian dramatis. Krisis ekonomi Indoesia ini menjadi pelajaran berharga, sekaligus membuktikan bahwa siklus ekonomi akan terjadi di balik prestasi pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai.

Pertumbuhan ekonomi yang kita pelajari dari sumber data BPS, menunjukkan adanya fluktuasi antarperiode tertentu yang tampak bergelombang, hal ini diyakini sebagai siklus ekonomi jangka pendek, sekaligus menjadi tugas penyelesaian ekonomi makro jangka pendek untuk menyelesaikan siklus yang terjadi dalam rangka pembangunan pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.

Page 12: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

4

Grafik 1.1Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia triwulan 2000- 2014 (dalam prosentase)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan adanya siklus ekonomi dari satu periode waktu ke periode waktu lainnya. Grafik 1.1 memberikan indikasi bahwa per-tumbuhan ekonomi Indonesia mengalami gangguan siklus eko-nomi disebabkan oleh banyak factor seperti melemahnya permintaan domestik dan gangguan sektor eksternal.

1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015Sumber : Laporan Bank Dunia, 2015

Grafik 1.1 menyajikan fenomena jangka pendek perekonomian Indionesia yang bergerak dengan pertumbuhan negatif dan berada di atas titik 0. Maka siklus ekonomi dapat dilihat antara titik puncak (peak) dan titik dasar di bawah nol (through). Antara titik puncak pertumbuhan dan titik terendah (through) dinyatakan sebagai periode resesi yang kemudian secara umum kembali kepada pertumbuhan ekonomi secara normal. Apabila resesi berkepanjangan, maka kondisi demikian dapat mengarahkan kondisi ekonomi, memasuki periode depressi, yang berakibat sangat luas, melumpuhkan aktivitas perekonomian, menciptakan pengagangguran secara meluas. Krisis paling dramatis terjadi tahun 1997-1998 ketika terjadi transisi pemerintahan dari presiden Soeharto ke regim reformasi. Catatan sejarah membuktikan bahwa peralihan pemerintah dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya siklus ekonomi dengan krisis ekonmi yang sangat hebat.

Krisis ekonomi menuju pemulihan memerlukan waktu lebih dari satu tahun, secara bertahap berhasil mencapai pemulihan ekonomi mencapai pertumbuhan ekonomi positif setelah tahun 2000. Sejumlah undang-undang, yamg terpenting untuk diketengahkan terkait dengan kebijakan makro ekonomi di Indonesia, adalah pemisahan kewenangan dalam pengendalian ekonomi Indoinesia. Undang-undang Bank Indonesia nomor 25 tahun 1999 tentang kewenangan Bank Indonesia secara independen melaksanakan fungsinya sebagai

Page 13: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

5

otoritas moneter bebas dari campur tangan pemerintah, berimplikasi kepada kebijakan makro ekonomi, yang berimplikasi praktis, di mana pemerintah melaksanakan keweangan fiscal dengan politik anggaran belanja pemerintah untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi, serta peran Bank Indonesia sebagai lembaga independen bertanggung jawab melaksanakan stabilisasi ekonomi dengan inflasi yang terendali.

1.3MakroEkonomiJangkaPendekIndonesia Tantangan utama yang harus diselesaikan dari

makro ekonomi Indonesia yang harus diselesaikan adalah menjawab sembilan persoalan ekonomi masyarakat untuk dapat diselesaikan melalui kombinasi kebijakan politik anggaran pemerintah, inisiatif sektor swasta serta peran dukungan kebijakan moneter Bank Indonesia yang tidak saja mengupayakan stance kebijakan moneter untuk mewujudkan stabilitas ekonomi, tetapi bagaimana dalam stabilitas ekonomi tersebut terkandung di dalamnya adalah membuka ruang yang cukup bagi inisiatif dunia usaha dan investasi untuk bergerak membangun pertumbuhan ekonomi lebih dari sekadar konsep stabilitas ekonomi jangka pendek.

Tantangan pertama yang dihadapi perekonomian Indonesia adalah pembelajaran dari desentralisasi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah, serta adanya perbedaan sumber daya alam, dan sumber daya manusia, wilayah pusat pertumbuhan industri dan perdangan di wilayah koridor ekonomi Jawa, dan luar Jawa yang lebih tertinggal, adalah tugas ekonomi makro untuk semakin memperkecil kesenjangan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pertumbuhan antarwilayah.

Sembilan MasalahUtama pada Makro EkonomiJangka PendekIndonesia.

(1)Politik anggaran pemerintah dalam wewujudkanpemerataan hasil pembangunanantarwilayah

Page 14: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

6

Tantangan makro ekonomi kedua adalah upaya membuka lapangan kerja yang searah dengan pertumbuhan penduduk. Pelajaran makro ekonomi yang sangat berharga untuk dicermati, bahwa iklim usaha yang sering terganggu oleh campur tangan birokrasi yang menambah panjang rantai perijinan menjadi kendala bagi keberlangsungan investasi di Indonesia.

Pertumbuhan tingkat inflasi masih menjadi permasalahan yang relatif pelik untuk dikendalikan. Ancaman musin kemarau yang mengancam gagal panen, serta penyesuaian harga minyak bumi dari gelojak pasar internasional, seringkali memicu melonjaknya harga-harga barang, sehingga menjadi gangguan bagi keberlangsungan kinerja makro ekonomi dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi, perluasan investasi dan peningkatan perluasan lapangan kerja.

Masalah makro ekonomi ke empat, adalah ketimpangan pendapatan antarkelompok masyarakat yang masih tinggi. Meskipun telah diperbanyak penyediaan fasilitas sekolah, tetapi tidak memberikan jaminan bagi peluang percepatan penurunan kesenjangan pendapatan. Budaya rumah tangga miskin yang lebih melibatkan anak-anak mereka dalam kegiatan produksi untuk membantu penguatan ekonomi keluarga masih menjadi budaya yang menghambat proses percepatan penurunan ketimpangan pendapatan melalui jalur pendidikan sekolah.

(3)Tingginyapartumbuhan inflasi yang menimbulkanketidak-adilan bagi warga miskin

(2)TingkatPenganguran dankesempatan kerjauntuk hidup layak

(4)Ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat dapat memicupersoalan sosialyang menciptakankonflik antar kelompok pemegang pendapatan

Page 15: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

7

Kelebihan penduduk di wilayah pedesaan di Indonesia akan menjadi tantangan diselesaikan pada masa depan. Kelebihan penduduk dipahami sebagai penyebab terbentuknya upah tradisional di bawah sektor industri perkotaan, yang disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dibandingan dengan lapangan kerja yang dapat disediakan di wilayah pedesaan. Membangun sektor pedesaan dengan mengurangi tekanan angkatan kerja yang terus bertambah dengan perluasan lapangan kerja yang lebih cepat adalah tugas ekonomi makro di Indonesia.

Laporan Bank dunia menyatakan bahwa selisih keuntungan dari biaya produksi dan harga jual kredit (net margin) di Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN, tetapi fakta menunjukkan industri perbankan tidak mampu mewujudkan industri perbankan yang bisa efektif dan efisien. Bank Mandiri yang diharapkan bisa mencapai status Bank Internasional dengan asset di atas 300 triliun tidak kunjung dapat dicapai. Tantangan makro ekonomi Indonesia pada masa depan adalah bahwa industri perbankan dapat menjadi lembaga keuangan intermediasi yang semakin sehat, dapat berfungsi semakin efektif dalam menggerakkan sektor riel di Indonesia, dengan perluasan network sampai ke tingkat pedesaan.

Sektor swasta yang masih relatif lemah, belum dapat diharapkan berfungsi sebagai the invisible hands dalam menggerakkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Kehadiran usaha BUMN hampir di semua sektor produksi dan unit bisnis tidak berdampak membangkitkan persaingan bagi

(5)Produktivitas jamkerja yang belummencerminkandaya saing untukdisejajarkan dengan ASEAN

(6)Industri perbankannasional dengannet interest margintertinggi di ASEANtetapi tidak sertamerta merangsang berkembangnyausaha perbakan yang sehat dan stabil.

(7)Belum berkembangnya ininisiatifsektor swasta secara mandiri sebagaikekuatan pengganti peran pemerintahdalam penguatanekonomi nasional.

Page 16: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

8

sektor swasta Indonesia untuk bersaing, tetapi juga kehadiran usaha milik negara berpotensi mematikan usaha kecil dan menengah, karena lemahnya kualitas sumberdaya, permodalan dan jaringan pemasaran yang hanya terbatas dalam lingkun regional. Tantangan makro ekonomi pada masa depan adalah kebijakan ekonomi makro yang lebih serius untuk memberdayakan sektor swasta sebagai kekuatan the invisible hands menggerakkan inovasi dan kreativitas agar semakin mampu bersaing dalam lingkup pasar global ASEAN.

Kemandirian ekonomi, budaya dan politik dapat diwujudkan dengan membangun kemandirian ekonomi domestik yang semakin tangguh, melalui pembiayaan pajak dari masyarakat pengusaha dan kelompk lainnya di dalam negeri. Tantangan ke depan adalah upaya untuk membangun kesadaran warga negara untuk membayar pajak sebagai upaya mewujudkan bersama kemandirian ekonomi, dengan semakin mengurangi pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Pemeritahan yang semakin credible akan memabangkitkan kepatuhan warga negara dalam membayar pajak. Administrasi perpajakan yang memberi kemudahan warga negara dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, terwujudnya rasa keadilan atas terlaksananya pemerintahan yang lebih transparan dalam mempergunakan anggaran belanja pemerintah adalah tantangan makro ekonomi dalam rangka menuju kemandirian ekonomi yang bersumber dari penerimaan pajak di Indonesia.

(8)Budaya membayar pajak belumberkembang sebagai kesadaran bersamauntuk membangunekonomi domestik yang mandiri dan berkepribadian

Page 17: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

9

Perkembangan deficit pada neraca transaksi berjalan masih merupakan permasalahan makro ekonomi Indonesia yang belum berhasil diselesaikan. Tekanan deficit yang bersumber dari transportasi kapal laut, merupakan sewa yang dibayar kepada pihak asing, sehingga merupakan kebocoran aliran pendapatan ke luar negeri. Upaya untuk menekan bea sewa dengan mengembangkan potensi angkutan laut yang berasal dari dalam negeri adalah solusi jangka panjang makro ekonomi Indonesia untuk diupayakan secara bertahap, sehingga kebocoran devisa semakin dapat dikendalikan, dengan hasil akhir semakin berkurangnya tekanan deficit pada neraca transaksi berjalan Indoinesia.

1.4MembangunFondasiMakroEkonomi JangkaPanjang

Fokus perhatian makro ekonomi jangka pendek adalah stabilisasi ekonomi dengan pengendalian inflasi yang rendah dan stabil, serta upaya untuk mempertahankan perdagangan ekspor pada tingkat pertumbuhan yang memadai, dalam rangka memberikan stimulan bagi perluasan produksi, investasi dan peluang peningkatan kesempatan kerja.

Upaya yang sangat intens dalam rangka stabilisasi ekonomi nasional, menjadi terlupakan upaya untuk membangun masa depan ekonomi makro dalam jangka panjang, yaitu mencermati dan mencari variabel ekonomi makro yang dapat berfungsi sebagai the invisible hands yaitu semakin menguatnya sektor swasta nasional sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hilangnya model GBHN dengan target pembangunan jangka panjang, juga

(9)Tekanan deficit neraca transaksi berjalan yang belum berhasil diatasi terkait biaya sektor transportasi laut yang banyakmenyedot desiva

Ekonomi makro jangka pendek berkaitandengan upayamenyelesaikan siklus ekonomi dari gejolak inflasi, fluktuasi nilai tukar, serta dayasaing perdagangan ekspor yang semakin melemah.

Menghadirkan sektor swasta nasionalyang semakin kuat dapat menjadi the invisible handsdalam menggerakkan perekonomiannasional Indonesia.

Page 18: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

10

memperlemah komitmen institusi yang berwenang untuk merumuskan target ekonomi jangka panjang Indonesia.

Penguatan sektor swasta nasional setidaknya dapat menjadi fokus perhatian pada aspek kebijakan makro ekonomi Indonesia. Sektor swasta dapat menjadi penggerak produksi dan investasi masa depan. Kekuatan the invisible hands dari swasta nasional adalah bersumber dari insentif laba usaha yang menjadi alasan utama dalam menggerakkan inovasi dan kreativitas, sehingga menguatnya sektor produksi dari peran swasta nasional dapat menjadi partnership pemerintah dalam menghadapi siklus ekonomi yang pasti akan terjadi pada masa depan.

Data ekonomi makro perdagangan ekspor dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Indonesia (Ekspor/PDB) disajikan pada Grafik 1.2

Pertumbuhan basis perdagangan ekspor jangka panjang relatif sangat fluktuatif, membuktikan perdagangan ekspor lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dibandingkan dengan dukugan potensi pertumbuhan PDB Indonesia.

Grafik 1.2Tren Perdagangan Ekspor relative

terhadap PDB Indonesia 1960 - 2014 (Ekspor/PDB)

Pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun 1978 yang tercatat sebanyak 125 juta, telah berkembang menjadi 245 juta pada tahun 2015, yang disertai perbaikan pendapatan rumah tangga telah meningkatkan kebutuhan konsumsi BBM, sehingga tidak lagi terdapat potensi Migas untukdi ekspor.

1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015Sumber : World Bank, 2015

Perdagangan ekspor menjadi tidak searah dengan pertumbuhan PDB Indinesi Indnesia sejak tahun 1970-an, ketika minyak bumi tidak lagi dapat menjadi sektor andalan bagi Indonesia. Tantangan bagi makro ekonomi jangka panjang adalah mengupayakan basis ekspor non migas yang berdaya saing di tingkat ASEAN menjadi tantangan ekonomi makro jangka panjang Indonesia.

Page 19: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

11

Grafik 1.3Tren Perdagangan imporr

relative terhadap PDB Indonesia 1960 - 2014 (Ekspor/PDB)

Pertumbuhan permintaan impor Indonesia dalam jangka panjang searah dengan trend ekspor Indonesia, menunjukan bahwa sektor perdagangan internasional tidak mendorong pada perbaikan pada neraca pembayaran Indomesia.

1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Sumber : World Bank, 2015

Indikator makro ekonomi jangka panjang Indonesia utamanya dari sektor perdagangan dan investasi menunjukkan keterkaitannya dengan era boom harga minyak bumi tahun 1970-an, yang menjadi pemicu gerakan perdagangan ekspor migas, serta kegairahan investasi yang bergerak berdasarkan laju pertumbuhan produk barang dan jasa domestik yang dipicu oleh penerimaan hasil ekspor minyak bumi. Pergerakan investasi yang meingkat setelah tahun 2000, menunjukkan perekonomian Indonesia sangat mengandalkan komponen investasi domestik untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi Indonesia (lihat Grafik 1.4).

Grafik 1.4Tren Investsi Swasta Nasional

relative terhadap PDB Indonesia 1970 - 2014 (Investasi/PDB)

1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015Sumber : World Bank, 2015

Pergerakan investasi swasta nasional jangka panjang searah dengan trend ekspor Indonesia, menunjukan bahwa sektor perdagangan internasional tidak mendorong pada perbaikan pada neraca pembayaran Indomesia.

Page 20: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

12

Grafik 1.5Tren Pertumbuhan Konsumsi

Rumah Tangga relative terhadap PDB Indonesia 1970 - 2014

(Konsumsi i/PDB)

1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015Sumber : World Bank, 2015

Berdasarkan data yang tersedia, bahwa lokomotif ekonomi Indonesia untuk membangkitkan pangsa pasar domestik diperankan oleh investasi swasta nasional dan konsumsi rumah tangga, terlihat sejak permulaan tahun 2000 sampai dengan tahun 2015.

Indikator makro ekonomi lainnya yang menjadi penentu dalam menggerakkan ekonomi makro Indonesia dalam jangka panjang adalah peranan pasar keuangan, yaitu peran intermediasi perbankan dalam memobilisasi dana masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali sebagai permodalan pada sektor swasta nasional serta kebutuhan konsumsi untuk rumah tangga. Realisasi kredit yang dapat disalurkan oleh industri perbankan menjadi kekuatan dalam menggerakkan sektor swasta nasional yang memerlukan dukungan sektor pasar keuangan yang lebih efektif dan efisien. Intermediasi perbankan serta mekanisme penyaluran kredit kepada sektor riel akan menjadi penentu dalam upaya menggerakkan sektor riel yang lebih berdaya guna dan mampu bersaing setidaknya pada pasar global ASEAN yang telah dinyatakan sebagai kawasan kerja sama libralisasi perdagangan bebas dikenal sebagai masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).

Page 21: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

13

Grafik 1.6Tren Pertumbuhan Pasar Keuangan Realisasi Kredit terhadap PDB Indonesia 1970 - 2014 (Kredit/PDB)

1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015Sumber : World Bank, 2015

Dukungan pasar keuangan dalam jangka panjang ekonomi makro Indonesia yang telah mencapai puncak keberhasilaan pembiayaan kredit pada sektor riel kembali menurun sekitar awal tahun 1997 ketika terjadi krisis keuangan ASIA Tenggara, dengan akibat jatuhnya sejumlah besar besar lembaga keuangan dengan skandal pinjaman BLBI yang tidak dapat dikembalikan oleh pengusaha bank terkemuka Indonesia, dengan akibat serius sektor keuangan sangat terpuruk dan memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk bengkit kembali.

Krisis ekonomi Indonesia menjadi lebih lamban dalam pemulihan, disebabkan oleh pinjaman swasta nasional Indonesia di luar negeri mengalami beban yang tinggi bukan disebabkan oleh tambahan pinjaman baru, tetapi peningkatan pinjaman menjadi semakin berat disebabkan oleh perubahan nilai tukar dari Rp. 2500 / $ US melompat menjadi Rp. 14.000/ $US, sehingga deficit neraca pembayaran menjadi tertekan dan memerlukan waktu lebih lama pemulihan ke ekonomi normal,

Krisis ekonomi tahun 1997 juga sekaligus menjawab pembelajaran penting tentang kebijakan devaluasi mata uang yang secara konsisten pernah dilakukan pemerintahan Order Baru dari sajak tahun 1986 yang melepaskan diri dari fixed exchange rate system dengan pagu nilai tukar mata uang Amerika Serikat, dengan free managing floating, yang dikombinasikan dengan penyesuaian devaluasi berdasarkan basket currencies, terbukti tidak menjadi jalan keluar ketika krisis ekonomi bergerak, dimana mata uang rupiah terdevaluasi sangat tinggi dari Rp. 2500,- per 1 $, menjadi Rp. 14.000 per 1

Pemisahan otoritas kebijakan fiscal dan moneter berdasarkan UU Nomor 25 tahun 1999 dengan memberikan kewenangan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter

1.5 StabilisasiEkonomi,TargetInflasidanKesempatanKerjaSejak tahun 1999, paradigma kebijakan makro ekonomi Indonesia

telah mengalami perubahan orientasi kebijakan fiscal dan moneter.

Page 22: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

14

BAB IITEORI MAKRO DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI

2.1SolowNeoclassicalGrowthModel Solow (1956, 1957) adalah perintis teori pertumbuhan

ekonomi yang mempergunakan konsep teori neo-klasik, sehingga teori Solow dinyatakan sebagai neoclassical growth model. Sejak pertama kali digagas oleh Robert R Solow tahun 1956, teori yang dikembangkan Solow lebih merupakan gagasan tentang pemodelan ekonomi makro yang melengkapi teori Keynes (1936) yang dibangun untuk short-run analysis, yang memang sejak awal dimaksudkan oleh Keynes perlunya sebuah teori yang bersifat general untuk menyelesaikan depressi ekonomi yang melanda dunia tahun 1930-an itu.

Solow kemudian mengajukan gagasan melengkapi teori the General Theory dari Keynes 1936 itu dengan memadukan teori Keynes degan teori neo-klasik untuk membangun dimensi pertumbuhan yang tidak tersedia pada the General Theory Keynes tersebut. Dengan demikian, saat ini teori Solow dikenal sebagai Solow neoclassical model of economic growth. Solow mempergunakan neoclassical production function framework yang menyertakan sejumlah variabel seperti tabungan, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi pada sebuah perekonomian tertutup dengan mengabaikan peranan rumah tangga pemerintah.

Sampai dengan tahun 1970-an, ketika perekonomian banyak negara menghadapi stagnasi pertubuhan

Depressi besar yang terjadi tahun 1933 membuktikan bahwa hukum Say “supply creates its own demands” ternyata tidak terbukti, sehingga diperlukan teori baru yang bersifat lebih umum.

Page 23: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

15

ekonomi dengan inflasi yang semakin rumit untuk dituntaskan, teori Solow dianggap masih belum dapat menjawab persoalan penting teknologi yang dianggap sebagai variabel eksogen. Paul Romer (1980), akhirnya memberikan jawaban tentang teknologi sebagai faktor endogeneous yang prilakunya dapat dipetakan.

Meskipun terdapat sejumlah pekerjaan yang belum tuntas dari gagasan besar Robert R. Solow, tetapi merupakan dokumentasi teori yang fundamental tentang pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yang tidak tersedia pada the General Theory Keynes yang bersifat jangka pendek. Model Solow (1956) dewasa ini tetap relevan untuk dipelajari, karena pembahasan tentang pertumbuhan ekonomi jangka panjang dari perekonomian suatu negara tetap akan dimulai dari esensi teori yang dikemukakan pada model makro ekonomi Solow (1956).

Pendekatan teoretis dari model Solow merupakan upaya merumuskan penyederhanaan dari dunia nyata yang kompleks. Penyederhanaan dunia nyata dilakukan dengan mempergunakan sejumlah asumsi meliputi antara lain :

a. Perekonomian dianggap hanya berproduksi pada satu komoditas yang diperuntukkan untuk tujuan konsumsi maupun kepentingan investasi

b. Perekonomian tertutup sederhana dengan tanpa peranan rumah tangga pemerintah.

c. Seluruh potensi sumber daya diinvestasikan untuk menghasilkan output.

d. Pembentukan keseimbangan dalam jangka panjang, sehingga peranan uang netral dalam perekonomian dan harga-harga adalah flexible.

The General Theory di publikasi tahun 1936 dikenalkemudian sebagaiteory Keynes, yang memberikan solusi pada penyelesaian ekonomi pasaryang lesu. Solow(1956) menyertakan perluasan modelekonomi makro pertumbuhanekonomi.

Page 24: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

16

e. Model Solow mengabaikan asumsi Harrod-Domar tentang fixed capital output (K/Y) dan fixed capital labor ratio (K/L).

f. Tingkat pertumbuhan teknologi, pertumbuhan penduduk dan penyusutan stok modal ditentukan secara eksogen.

2.2FungsiProduksi Solow growth model dibangun berdasarkan

the neoclassical aggregate produc tion function dengan fokus kepada sejumlah faktor produksi yang dianggap memiliki kapasitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu,

Y = F ( K. L ) …………….. (2.1)

di mana Y adalah output, K adalah capital dan L adalah Labor serta At adalah proses penyertaan input pendukung untuk mengolah input menjadi output, yang dinyatakan sebagai exogeneous yang bergantung pada proses perjalanan waktu. At juga dikenal sebagai total factor production. Pada teori pertumbuhan neo klasik, teknologi dipolakan sebagai public goods, dalam artian bahwa setiap negara memperlakukan teknologi sebagai proses yang bersifat freely available.

The production function tidak dipetakan sebagai diskripsi dari specific production process, tetapi sebagai besaran atau mapping dari kuantitas input yang diproses menjadi output. Setiap negara dengan perbedaan tingkat sumber daya faktor produksi akan

Solow (1956)menggabungkanmodel fungsiproduksi dari Neo klasik denganmodel Keynesian untuk mendapatkan moel pertumbuhan ekonomi yangbersifat jangkapanjang.

→> ,0)(, kf

Page 25: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

17

mengkombinasikan faktor produksinya sesuai dengan kondisi negara bersangkutan. Dengan demikian, dalam pemetaan fungsi produksi, setiap kombinasi faktor produksi tidak dapat diartikan sebagai pergeseran ke atas dari fungsi produksi, karena hanya kombinasi faktor produksi yang tepat yang akan mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Gagasan besar Robert R Solow tampak dimulai dari pernyataan perlunya mengkombinasikan faktor produksi pada kondisi constant return to scale.

Pergeseran ke atas dari fungsi produksi terjadi apabila terdapat kombinasi faktor produksi yang efisien. Sebagai langkah penyederhaan, berikut disajikan persamaan yang menggambarkan situasi there is no technological progress. Berdasarkan asumsi tersebut, sejumlah variabel output per pekerja dan kapital per pekerja adalah sebagai berikut.

(2.2) The aggregate production function pada (1.1)

adalah sebuah fungsi produksi yang memenuhi tiga persyaratan (Mankiw, 2003). Pertama, semua nilai dari K > 0 and L > 0, F(·) adalah positif, tetapi memenuhi kondisi diminish ing marginal returns pada modal dan tenaga kerja; yaitu, ∂F/∂K>0, ∂2

F/∂K2<0,

∂F/∂L>0, and ∂2F/∂L

2<0. Kedua, bahwa production

function memenuhi kondisi constant returns to scale jika F(λK, λL)=λY; yaitu, peningkatan penggunaan input dengan λ akan meningkatkan aggregate output melalui λ. Jika λ = 1/L menghasilkan Y/L = F(K/L). Asumsi ini memenuhi (1.1) yang sejalan dengan persamaan (1.2), di mana y = output per pekerja (Y/L) dan k = kapital per pekerja (K/L):

),(kfy =

0)(,, ∠kf

Page 26: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

18

Persamaan (1.2) menyatakan bahwa output per pekerja adalah fungsi yang memiliki karakter positif dari capital–labour ratio yang menggambarkan diminishing returns. Asumsi yang berkaitan dengan constant returns to scale mengandung makna bahwa perekonomian suatu negara telah berada pada kegiatan pengelolaan sumber daya yang sangat intensif, sehingga division of labour dan specialization berada pada kegiatan pekerjaan penuh, sehingga the size of the economy, yang diukur berdasarkan labour force, telah menunjukkan bahwa produksi potensial sudah berada sama dengan produksi nyata yang sedang berjalan.

Ketiga, sebagaimana dipetakan pada capital– labour ratio menjadi tidak terhingga (k→∞) dengan marginal product of capital (MPK) pada kondisi (MPK→∞).

Gambar 2.1 menunjukkan fungsi produksi dari neoclassical aggregate produc tion. Sebagaimana dinyatakan pada Gambar 2.1, bahwa untuk kondisi teknologi tertentu, sebuah negara yang melakukan peningkatan capital–labour ratio (peningkatan kapital per tenaga kerja) akan mendapatkan tingkat output

Gambar 2.1 menyajikan fungsi produksi Neoklasik yang mengkombinasikan factor produksi tenaga kerja, capital dan teknologi sebagai variabel makro ekonomi yang merubah keseimbangan dalam jangka panjang.

Gambar 2.1 Neoclassical Production Function

Page 27: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

19

per pekerja. Meskipun demikian, karena berlaku hukum marginal diminishing returns, dampak pada output per pekerja menghasilkan capital accumulation per pekerja (capital deepening) yang pada tahap berikutnya menjadi semakin berkurang.

Dengan begitu, setiap peningkatan penggunaan input k, dampak input k pada y akan menjadi semakin besar manakala sebuah negara tidak memiliiki persediaan kapital yang besar, dibandingkan dengan negara lain di mana persediaan kapital mereka relatif lebih melimpah.

Hal demkian mungkin dapat ditemukan pada negara berkembang di mana akumulasi kapital adalah sumber daya yang lebih terbatas dalam rangka menggerakkan produksi, hal yang berbeda dengan negara maju yang memiliki persediaan sumber daya kapital lebih melimpah.

Proses kegiatan produksi juga digambarkan melalui kemiringan garis (slope) dari fungsi produksi yang mengukur prilaku marginal product of capital, di mana MPK = f(k + 1) – f(k). Pada model Solow, MPK dapat dipetakan lebih tinggi pada emerging countries dibandingkan dengan developed economies. Sudah barang tentu, pada model perekonomian terbuka, tentunya tidak terdapat kendala capital mobility.

Dengan menyederhanakan dunia nyata yang kompleks berdasarkan anggapan bahwa pergerakan kapital dari Negara maju ke Negara berkembang, maka peluang negara berkembang tentunya akan semakin besar dalam memanfaatkan peranan sumber daya kapital sebagai pendorong pertumbuan ekonomi dalam rangka accelerating the proc ess of capital accumulation.

Page 28: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

20

2.3FungsiKonsumsi Sejak output per pekerja tergantung pada

hubungan positif dari relasi pada capital per pekerja. Kita perlu memahami bagaimana capital–labour ratio mengalami pergeseran sepanjang waktu dalam jangka panjang. Untuk memahami permasalahan terkait dengan pergeseran akumulasi kapital tersebut, pertama kita perlu memahami prilaku tabungan.

Pada asumsi closed economy, produksi aggregat = pendapatan agregat serta arah pergerakan dua komponen variabel ekonomi makro lainnya yaitu consumption (C) dan investment (I) = Savings (S). sehingga dapat dibentuk persamaan (1.2) menjadi sebagai berikut:

Y = C + I (2.3) Y = C + S

Di mana S = sY adalah fungsi tabungan sederhana dan s adalah parameter dari pendapatan yang dialirkan dalam bentuk tabungan dan 1 > s > 0. Sehingga (1.3) dapat diubah menjadi (1.4):

Y = C+ sY ……………….. (2.4) Pada closed economy, private domestic saving (sY)

sama dengan domestic investment (I).

2.4ProsesAkumulasiKapital Capital stock (Kt) dalam suatu periode

mencakup sejumlah peralatan, machinery dan infrastructure. Setiap tahun terdapat perubahan proporsi dari capital stock yang mengalami defresiasi. Parameter δ menggambarkan proses dari depresiasi barang modal. Sejalan dengan penurunan

Solow (1956)memperluas fungsi konsumsi Keynesian dengan menyertakan dinamika supply side, termasuk kegiatan tabungan danakumulasi modal.

Perekonomiannasional suatubangsa akanberkembang dalamjangka panjangapabila terdapatproses akumulasi capital pada negarabersangkutan.

Page 29: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

21

capital stok sebagai akibat dari defresiasi pada gilirannya akan mempengaruhi persediaan kapital yang digambarkan sebagai aktivitas dari investment spending (I

t), yang perubahan nilainya tergantng

kepada laju penyesuaian defresiasi barang modal. Maka penggabungan dari kedua ienis variabel

tersebut akan menggambarkan kekuatan investasi sebagai berikut.

..... (2.5)

Persamaan (11.21) dapat dilanjutkan menjadi,

………. (2.6) Menyesuaikan dengan Kt/L pada dua sisi menjadi,

………… (2.7)

Model Solow mempergunakan sumber teori dari neo klasik tentang pertumbuhan ekonomi yang mempergunakan instrumen akumulasi kapital, sehingga model Solow terkait dengan akumulasi kapital dapat dirumuskan menjadi,:

……… (2.8)

Di mana k˙= K

t+1/L – Kt/L adalah perubahan

capital input per pekerja, dan sf(k) = sy = sYt/L

adalah saving-investment per pekerja. Maka δk= δK

t/L menggambarkan representatif dari the

investment requirements per pekerja untuk dapat mempertahankan capital–labour ratio tetap konstan. The steady-state condition dari model Solow adalah sebagai berikut:

Pertumbuhanekonomi akan berhasil apabila terjadi perimbanganeffective rate of labor useddengan perkembanganteknologi, dinyatakansebagai constant return toscale.

tttttt KKsYKIK )1(1

////1 tttt LKKLKLsYLK

kksfk )(*

The steady statedari model Solow melibatkan kapasitas relasi capital-labor tetap terpeliharapada tingkatkeseimbagan sebagaisyarat mencapaipertumbuhanekonomi .

Page 30: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

22

…… (2.9)

Berdasarkan (2.9) dapat dinyatakan bahwa kondisi dari the steady state adalah sf(k*) = δk

*; dengan investasi per pekerja berada pada kondisi sufficient yaitu pada perubahan penggunaan input per pekerja dapat diimbangi dengan penggunaan sumber daya kapital, sehingga kombinasi keduanya tetap kon stan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan di masa depan melalui pertumbuhan penduduk yang menyediakan angkatan kerja dan peningkatan persediaan kapital dari akumulasi kapital yang terbentuk dari potensi peningkatan sumber daya tabungan.

Berdasarkan model Solow, pertumbuhan penduduk dapat menjadi labour force yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, apabila pada pertumbuhan penduduk tersebut tersedia tenaga terampil sebagai syarat dalam menggerakkan pertumbuhan produksi.

Syarat pertumbuhan penduduk yang memenuhi kebutuhan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi adalah bahwa pertumbuhan penduduk pada tingkat constant participation rate, sehingga dengan demikian pertumbuhan labour force adalah pada tingkat constant proportionate rate terhadap pertumbuhan kapital. Jika pertumbuhan penduduk dinyatakan sebagai n dan akumulasi kapital dinyatakan sebagai k. Karena k = K/L, adalah population growth, maka dengan meningkatkan supply of labour, dengan sendirinya akan mengurangi k.

Neoklasik memandang bahwa pertumbuhanpenduduk berfungsimenggerakkanpertumbuhanekonomi melalui perannyamembangun permintaan pasar,peningkatantabungan daninvestasi.

0)( ** kksf

Page 31: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

23

Jika demikian, maka pertumbuhan penduduk memiliki dampak yang sama pada k yang merepresentasikan depresiasi pada capital stok. Jika demikian, maka persamaan (2.9) bisa diteruskan untuk menyertakan pengaruh dari pertumbuhan penduduk, sehingga,

…… (2.10)

Kita dapat memposisikan (n + δ)k sebagai kebutuhan investasi break-even investment yaitu pada kondisi yang menggambarkan posisi capital stock per unit tenaga kerja (k) tetap constant. Untuk dapat mempertahankan keseimbangan teknis pada (2.10), maka k hanya dapat diusahakan untuk meningkatkan pertumbuhan investasi sedemikian rupa untuk menutup kekurangan sebagai akibat dari depresiasi. Hal ini digambarkan melalui (δ)k sebagaimana dinyatakan pada (2.10).

Peningkatan sejumlah investasi diperlukan karena gerak peningkatan dari pertumbuhan penduduk yang dicerminkan oleh pertumbuhan angkatan kerja = n. Tingkat keseimbangan perubahan jumlah penduduk digambarkan oleh (n)k pada (2.10). Dengan demikian, capital stock harus dapat ditingkatkan pada pertumbuhan (n + δ) untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada k steady state.

Ketika investasi per unit pekerja adalah lebih besar dibandingkan dengan required for break-even investment, maka k akan ditingkatkan, sehingga perekonomian berada pada capital deepening. Berdasarkan bentuk struktur dari model Solow, dinyatakan perekonomian berada pada posisi steady

Pertumbuhanpenduduk tidakmenjadi bebanbagi pembangunan apabila pertumbuhan penduduk tersebut berhasil berfungsimenjadi pekerja terampil.

Pertumbuhanpenduiduk sebagaipenyedia lapangankerja harusdisesuaikan denganketersediaan capital stock untuk mencapai the steady states.

knksfk )()( **

Page 32: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

24

state dimana actual investment per pekerja, sf(k), sama dengan break-even investment per pekerja, (n + δ)k.

Pada perekonomian steady state, perubahan kapital per pekerja adalah k

˙=0, meskipun perekonomian tetap berlangsung pada perluasan capital (capital widening), yang juga menggambarkan perluasan kapital per pekerja. Berdasarkan peran hubungan investasi dan pekerja dimaksud, maka pemetaan the steady-state condition dapat dijabarkan sebagai berikut.

…… (2.11)

Grafik 2.1 menggambarkan hakekat pendekatan model Solow sebagaimana dijelaskan pada (2.10) sampai dengan (2.11). Grafik 2.1 menunjukkan kurve f(k) sebagai hubungan fungsi produksi di mana sf(k) menunjukkan tingkat tabungan (savings) per pekerja pada berbagai tingkatan capital–labour ratio (k); hubungan linear (n + δ)k sekaligus menunjukkan bahwa break-even investment adalah proporsional terhadap k. Pada hubungan capital–labour ratio sebesar k1, tabungan–investasi pekerja adalah titik (b) yang tampak menjadi lebih besar dibandingkan dengan required investment (c) dan dengan begitu perekonbomioan berada pada posisi capital deepening dengan peningkatan k .

Pada posisi titik k1 tampak bahwa konsumsi per pekerja ditunjukkan oleh area d – b dan output per pekerja adalah pada titik y1. Pada posisi k2, karena (n + δ)k > sf(k), maka terjadi penurunan capital–labour ratio, kapital menjadi mengecil.. Maka posisi steady state balanced growth terjadi

** )()( knksf

Page 33: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

25

pada k*, di mana investasi per pekerja sama dengan break-even investment. Output per pekerja adalah y

dan konsumsi per pekerja adalah e – a. Pada Grafik 2.1 dapat ditelusuri hubungan k˙

(the change of the capital–labour ratio) sebagai steady state condition. Bila k˙> 0, maka capital-labor ratio sedang dalam peningkatan, sebaliknya bila k

˙< 0, maka capital-labor ratio k sedang dalam penurunan.

Grafik 2.2, menggambarkan output per pekerja (y ) dan capital per pekerja (k*) adalah constant. Bagaimanapun juga, meski tidak terjadi pergeseran penggunaan kapital per pekerja yang dapat menyebabkan perubahan the steady state, maka pergeseran steady state sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang berdampak pada labour input = L, yang berkembang tumbuh pada tingkat n per cent per per periode tertentu.

Maka sehubungan dengan itu, untuk mana y *= Y/L dan k*= K/L

menjadi tetap constant, kedua Y and K juga harus berkembang tumbuh pada proporsi yang sama.

Berdasarkan Gambar 2.1 dapat ditelusuri bahwa the steady state dipetakan setingkat dengan output per pekerja yang meningkat (ceteris paribus) jika pertumbuhan penduduk dan penyusutan investasi adalah

Grafik 2.1 Solow Growth Model

Page 34: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

26

menurun, yaitu pada penurunan (n + δ)k), dan/ atau sebaliknya. Steady state dari output per pekerja juga akan bergeser ke atas (ceteris paribus) jika terjadi peningkatan savings sebesar sf(k)), atau sebaliknya. Perlu digaris-bawahi bahwa peningkatan dari savings ratio tidak secara permanent akan mendorong pertumbuhan investasi dalam jangka panjang. Peningkatan savings ratio terjadi secara temporer sebagai akibat dari transisi dinamis menuju kearah steady state.

Pada sisi lain, kita dapat meng-asumsikan terjadinya zero technological progress. Berdasarkan kondisi demikian, maka output per pekerja adalah bersifat kontiniu, setidaknya hal ini digambarkan pada the Industrial Revolution in the new developed economies, sehingga prediksi berkaitan dengan constant steady state output per pekerja adalah jelas. Dengan demikian, neoclassical growth model selalu mempetakan technological progress sebagai the ability of an economy untuk mendorong peningkatan output per pekerja, yang akhirnya membentuk capital accumulation. Maka tanpa peranan technological progress, akumulasi kapital tidak akan terjadi atau sekurang-kuranynya menjadi sangat lamban ( sejalan dengan esensi teori neoklasik).

Tahap berikutnya, akibat dari kelambanan akumulasi kapital juga pada gilirannya berdampak pada willingness of people to save, dan kekuatan untuk menjadikan tabungan ke investasi kembali. Dengan demikian, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang, maka continu ous growth of output per pekerja dalam jangka panjang berdasarkan pada model Solow selalu harus dikaitkan dengan sustained technological progress.

Fungsi produksi pada (2.1), untuk diteruskan menjadi Cobb–Douglas, menjadi :

....... (2.12)

Di mana α dan 1 – α adalah bobot yang merefleksikan share dari kapital dan tenaga kerja pada national income sebuah negara. Jika fungsi produksi memenuhi constant returns to scale, maka output per pekerja (Y/L) tidak dipengaruhi oleh the scale of output pada kondisi

∂−∂= 1LKAY t

Page 35: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

27

technology tertentu, At0, yang menggambarkan output per pekerja yang memiliki hubungan positive dengan capital–labour ratio (K/L).

Berdasarkan sifat hubungan tersebut, kita dapat menulis kembali persamaan production function pada (1.12) pada skala hubungan output per pekerja sebagai berikut.

......... (2.13)

Misalkan y = Y/L dan k = K/L, maka kita akan dapatkan hasil akhir dari aggregate production function sebagai berikut.

…… (2.14)

Bila kita nyatakan technology adalah given, maka persamaan (2.13) memberi kita pemahaman bahwa peningkatan penggunaan sumber daya kapital per pekerja (capital deepening) akan menciptakan peningkatan output per pekerja. Maka dampak dari exogenous technological progress sebagaimana disajikan pada Grafik 1.2 ditun-jukkan oleh pergeseran production function yang meliputi dua periode waktu t0 ⇒t1) dari A(t0)k ke A(t1)k

α, meng-akibatkan peningkatan output per pekerja dari ya ke yb untuk capital–labour ratio sama dengan ka.

Peningtkatan secara terus menerus dari pertumbuhan produksi yang disebabkan oleh peningkatan skill dan pengetahuan, menyediakan sumber kekuatan untuk mencapai pertumbuhan steady state growth output per pekerja pada model neoclassical.

Meskipun demikian, bahwa Solow’s jelas membangun model teori yang melanjutkan pendekatan teori partumbuhan neo classical yang memuat di dalamnya tech-nological progress sebagai kekuatan utama yang menjadi pelaku dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, model Solow tampak menjadi paradoks, karena model Solow menempatkan technological progress sebagai exogenous variable, yang tidak dijelaskan pada model Solow. Sebagai cacatan penting, bahwa technological change adalah kekuatan fundamental pada capitalist economies. Sebagai kesimpulan penting berkaitan dengan model Solow, dapat dicermati sejumlah hal penting yaitu,

aaa )/)((/)()/)((/ 01

00 LKtALLKtALKtALY === −

aktAy )( 0=

Page 36: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

28

1. Dalam jangka panjang economy akan pengalami per-tumbuhan secara gradual menuju tercapainya steady state equi librium melalui peranan y* and k.;

2. The steady state balanced growth dari aggregate output akan sangat tergantung pada tingkat pertumbuhan penduduk (n) dan technological progress (A);

3. The steady state balanced growth dari output per pekerja akan sangat tergantung pada technological progress. Tanpa peranan technological progress akumulasi capital menjadi lamban.

4. The steady state rate of growth dari capital stock sama dengan the rate of income growth, karena itu ratio K/Y adalah constant;

5. Pada tingkat depresiasi (δ) the steady state level dari output per pekerja akan sangat tergantung pada ratio savings (s) dan pertumbuhan penduduk (n). Mening-katnya saving akan meningkatkan y*, sebaliknya miningkatkan pertumbuhan penduduk akan ber-dampak mengurang y*.

6. Dampak dari peningkatan tabungan atau investasi pada pertumbuhan output per pekerja adalah temporer. Meingkatnya pertumbuhan tabungan tidak menciptakan dampak pada the long-run sustainable rate of growth, meskipun hal demikian akan men-dorong pertumbuhan output per pekerja atau real shocker.

7. Model Solow memiliki convergence properties. Negara maju dan berkembang memiliki kondisi modal dan teknologi yang berbeda. Keduanya memiliki kecepatan pertumbuhan yang berbeda.

2.5 SumberPenggerakPertumbuhhanEkonomiPara akhli ekonomi tidak saja memerlukan theoretical

framework untuk memahami faktor penentu pendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memerlukan metode yang lebih sederhana untuk mengkalkulasi kepentingan relatif dari capital, labour dan technology dalam dunia nyata.

Theoritical framework yang dirancang pada model Solow (1957) adalah teori tentang pertumbuhan ekonomi, sebagaimana juga telah dirintis sebelumnya oleh Harrod dan Domar.

Page 37: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

29

Para akhli ekonomi dapat mengukur perubahan capital dan tenaga kerja yang terjadi pada perekonomian sepanjang waktu, tetapi perubahan pada technology (total factor productivity = TFP) kurang mendapat perhatian. Bagaimanapun, adalah sangat mungkin untuk mengukur perubahan TFP sebagai Solow residual.

Solow (1957) telah mendefinisikan technological change sebagai perubahan pada aggregate output dikurangi jumlah dari kontribusi dari faktor produksi tenaga kerja dan kapital. Dalam jangka pendek, Solow residual mengukur bagian dari perubahan aggregate output yang tidak dapat dijelaskan di luar dari perubahan persediaan faktor produksi kapital dan tenaga kerja. Penjelasan dari Solow residual dapat diuraikan berdasarkan persaman (2.14). Aggregate production function pada (2.1) menunjukkan output (Y) yang tergantung pada input dari kapital (K), tenaga kerja (L) dan sumber daya teknologi terkini (A), yang mencerminkan sebagai index dari total factor productivity. Output akan mengalami perubahan jika A, K atau L mengalami perubahan..

Berdasarkan (2.12), dapat ditelusuri bahwa unsur yang dapat menggerakkan capital shock dapat diukur dari the elasticity of output dalam kaitannya dengan sumber daya capital dan labour input (1 – α). Parameter α dan 1 – α adalah estimasi dari national income statistics yang merepleksikan income shares dari kapital dan tenaga kerja. Jika elasticity mendekati nilai satu, hal ini mengindikasikan sesuai dengan persamaan (2.12) yaitu terbentuknya constant returns to scale production function.

Dengan demikian, proporsi peningkatan dari faktor produksi (K and L) akan meningkatkan Y berdasarkan proporsi yang sama. Jika tingkat pertumbuhan produk merupakan kombinasi dari penggunaan sejumlah input A ditambah pertumbuhan dari K pada A

αL

1–α, maka persamaan (2.12) dapat dirumuskan kembali pada (1.15), sebagai berikut.

∆Y/Y = ∆A/A + α∆K/K + (1 −α)∆L/L ........ (2.15)

Persamaan (2.15) adalah fungsi Cobb–Douglas production function dari aggregate output (∆Y/Y) yang tergantung pada perubahan

Page 38: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

30

total factor produc tivity (DA/A), perubahan pada kontribusi kapital, α∆K/K, dan perubahan dari weighted contribution Tenaga kerja (1 – α)∆L/L. Persamaan (1.12) dapat diukur kembali dengan melihat productivity index (TFP) sebagai berikut.

TFP = Y/K α L1-fi ............ (2.16)

Dengan menulis kembali persamaan (2.16), bisa didapatkan growth of TFP (techno logical change) adalah sebagai berikut.

∆A/A =∆Y/Y −[α∆K/K +(1− α)∆L/L ] .............. (2.17)

Penaksiran terhadap model Solow telah dilakukan untuk data perekonpomian Amerika Serikat. Esti masi parameter α dan 1 – α dapat diperoleh berdasarkan data historis perekonomian Amerika Serikat tahun 1909–49 yang menunjukkan bahwa the rate of growth dari total output (∆Y/Y) sebesar 2.9 per cent per tahun, di mana sebesar 0.32 bersumber dari kontribusi kapital (α∆K/K), 1.09 percentage points bersumber dari tenaga kerja (1 – α∆L/L), sehingga diketahui sebesar 1.49 adalah Solow residual sebesar nilai (∆A/A).

Dengan kata lain, setengah dari growth experienced di negara Amerika Serikat selama periode tahun dimaksud tidak dapat menguraikan tingkat kemajuan dari techno-logical progress. Denison’s (1985) menemukan bahwa untuk period 1929–82, ∆Y/Y = 2.92 per cent, di mana 1.02 percentage points bersumber dari kontribusi ∆A/A. Hasil penelitian yang lebih kontroversial dilaporkan oleh Alwyn Young (1992, 1994, 1995) untuk mendapatkan gambaran bahwa sources of growth untuk kawasan the East Asian Tiger economies menunjukkan estimates of rates of growth of TFP untuk Taiwan sebesar 2.6 per cent, untuk Korea Selatan sebesar 1.7 per cent, untuk Hong Kong sebesar 1.7 per cent dan Singapore 0.2 %. Hasil penelitian Young merekomendasikan bahwa perekonomian di kawasan tersebut menggambarkan prestasi pertumbuhan yang sangat menakjubkan dengan akumulasi pertumbuhan capital yang mengangumkan.

Page 39: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

31

2.6 PerdebatanKonvergensiDiskuasi awal berkaitan dengan convergence issue berasal dari

Gerschenkron (1962), yang menyatakan bahwa Negara berkembang akan mendapat keuntungan dari keterbelakangannya (the advantages of relative backwardness) yaitu dikondisikan oleh the possibilities of technological transfer dari the developed countries untuk kepentingan industrialisasi di Negara berkembang. Meskipun demikian, perdebatan tidak dapat dilepaskan dari David Hume yang menyatakan bahwa growth process akan selalu berkaitan dengan convergence sehubungan dengan tahapan pertumbuhan economic growth pada Negara maju akan sampai pada batas pertumbuhan kejenuhan sehingga akan memperlambat proses partum-buhan itu sendiri.

The convergence property pada model Solow bersumber dari asumsi yang melandasi teori tersebut, yaitu the law of diminishing returns to reproducible capital. Berdasarkan constant returns to scale, peningkatan pro-portional pada input tenaga kerja kapital akan mendorong peningkatan proportional pada output. Dengan demkina, pada kondisi Negara berkembang dengan sumber daya low capital-to-labour ratios memiliki karakter high marginal products of capital dan juga high growth rates for a given rate of investment. Sebaliknya, Negara maju memiliki high capital-to-labour ratios, low marginal products of capital dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pada 1986, Paul Romer menunjukkan diskusi yang sangat penting berkaitan dengan konsep diminishing returns to capital accumulation, penurunan tingkat pertumbuhan sepanjang waktu, serta conver gence dari pendapatan per kapita serta pertumbuhan ekonomi di berbagai kawasan negara.

Maddison (1982) mengidentifikasi 3 negara maju yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat sejak tahun 19700 yaitu Belanda, 1700–85; Inggris, 1785–1890; dan Amerika Serikat, 1890–1979. Sebagaimana pada abad ke-19, Amerika Serikat masih tetap menjadi the leader. Namun, sebagaimana diteorikan Romer (1986) bahwa the rate of growth telah meningkat sedemikian rupa pada kawasan negara the leader economies pada abad ke- 19 meliputi Belanda sebesar 2.3 % dan juga

Page 40: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

32

dicapao Amerika Serikat pada periode 1890–1979. Sejumlah Negara maju lainnya juga menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan dengan pertumbuhan negatif.

Berkaitan dengan itu, Romer mengemukakan pendekatan baru yang dikenal sebagai alternative endogenous theory of growth di mana tidak diperlukan steady state level of income, di mana growth rates dapat ditingkatkan sepanjang waktu, dan di mana income per capita differentials antarnegara dapat diindentifikasi secara tepat.

The general property dari convergence adalah selalu dipresentasikan sebagai tendensi Negara berkembang untuk mencapai the higher rates of growth dibandingkan dengan Negara maju yang akan mengalami pelambatan pertumbuhan. Negara berkembang dengan keterbatasan capital diprediksi untuk berkembang lebih cepat diban-dingkan dengan Negara maju pada periode transitional untuk mencapai steady state equilib rium.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa banyak negara memiliki karakter perekonomian yang berbeda dilihat dari pengelolaan kebijakan pemerintah serta pertumbuhan penduduk, sehingga memiliki perbedaan kemampuan dalam mencapai steady states. Dengan demikian, the general conver gence property dari model Solow adalah bersifar kondisional. Setiap perekonomian akan berusaha mencapai converges dalam rangka menuju steady state, di mana proses pencapaian steady state tersebut akan ditentukan oleh kekuatan saving dan pertumbuhan penduduk (Mankiw, 1995). Property of conditional convergence memuat di dalamnya kecepatan pertumbuhan output untuk mencapai long-run steady state.

Ketika sejumlah negara dapat mencapai steady states, tingkat pertumbuhan akan sejalan dengan dukungan the rate of technological progress. Jika demikian, apabila negara kaya memiliki posisi steady state yang lebih tinggi bersumber dari persediaan capital k

* bila dibandingkan dengan negara berkembang, sehingga negara berkembang tidak memiliki peluang untuk convergence secara absolut. Barro (1997) mencatat bahwa negara berkembang juga dipersulit oleh sejumlah fakta yang menghambat proses pembangunan seperti public policies yang tidak

Page 41: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

33

stabil, serta saving rate yang masih rendah,. Conditional convergence kiranya akan lebih mudah bisa dicapai negara maju dibandingkan dengan negara berkembang, yang pada gilirannya mempertajam jurang perbedaan pendapatan dan kesejahtraan.

Jika terdapat perbedaan sumber daya capital, maka setiap negara memiliki perbedaan kemampuan dalam mencapai the steady state. Berikut dijabarkan the steady state,

y = k α (2.18)

Persamaan (11.34) dikaitjab dengan pertumbuan, maka : y/y = αk/k (2.19)

Dengan membagi dua sisi dari persamaan (11.26) dengan k, maka :

k/k = sf(k)/k − (n +δ ) (2.20)

Maka penggabungan (1.19) ke persamaan (1.20), menghasilkan output per pekerja,

y/y =α[sf(k)/k − (n +δ)] (2.21)

Grafik 2.3 menggambarkan pertumbuhan capital–labour ratio (

fi/) yang ditunjukkan oleh titik kk serta menggambarkan jarak vertical

antara sf(k)/k sebagai fungsi dari garis efektif defresiasi, n + δ. Hubungan

Grafik 2.3 Transition Dynamics

Page 42: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

34

antara kurve savings dan kurve defresiasi efektif menyatakan terjadinya the steady state capital per pekerja k* . Pada Grafik 2.3 dapat dilihat transisi dinamis dalam rangka pembentukan steady state.

Perkembangan research yang mengkaji pertumbuhan ekonomi dan perbedaan kemampuan pertumbuhan ekonomi yang dicapai di negara maju dengan negara berkembang telah menjadi objek studi yang berbasis kepada pendekatan model Solow. Kita asumsikan bahwa di negara berkembang memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan dengan negara maju, karena itu, (n + δ)P > (n + δ)R, dan sebaliknya negara maju memiliki tabungan relatif melimpah dibandingkan dengan negara berkembang (lihat Grafik 2.4).

The steady state untuk negara berkembang ditunjukkan oleh titik SP, di mana steady state capital–labour ratio adalah pada titik k

P . Pada

sisi lain, the steady state untuk negara maju ditunjukkan oleh titik SR dan k*

R . Umpamakan kegiatan perekonomian berlansung pada titik k

P

dan kR. Maka akan menjadi jelas bahwa pertumbuhnan ekonomi pada

negara maju akan bergerak menjadi lebih cepat dibandingkan dengan Negara berkembang karena the rate of growth dari capital–labour ratio adalah lebih besar pada negara berkembang (jarak c–d) dibandingkan dengan negara maju (a–b).

Grafik 2.4 juga menunjukkan bahwa meskipun negara maju memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang sama, maka pertumbuhan produksi pada negara maju tetap lebih cepat disebabkan oleh gap antara the savings curve dan garis effective depreciation yang masih lebih besar

Grafik 2.4 Tingkat Konvergen Antar Negara

Page 43: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

35

dibandingkian dengan negara berkembang, yaitu dimana a–b < c–e. Robert Lucas (2000) menuliskan gagasannya dengan

mempergunakan metode simulasi berdasarkan data dari world income dynamics. Lucas sampai pada kesimpulan bahwa diperlukan penataan kembali peranan inter-society income equality yang dapat dipandang sebagai salah satu the major economic events of the century.

Pada model Lucas ditunjukkan bahwa the followers bertumbuh lebih cepat dibandingkan dengan the leader dan juga secara nyata the follower mencapai converge on pada income per capita dibandingkan dengan apa yang dapat dicapai the leader, akan tetapi tidak akan dapat melebihi posisi dari the leader. Jika the followers dapat mensejajarkan diri seperti yang telah dicapai oleh the leader, maka Lucas memperkirakan tingkat pertumbuhan the follower paling sedikit 2 %. growth rates converge untuk dapat mensejajarkan diri dengan the leader.

Negara berkembang memiliki peluang untuk tumbuh lebih cepat melalui upaya menggeser teknologi produksi yang lebih bersifat praktis. P. Romer (1993) menyatakan bahwa Negara berkembang perlu mengurangi idea gaps dibandingkan dengan object gaps. Kumar and Russell (2002) menemukan adanya substantial evidence of technological catch-up, sedangkan Parente and Prescott (2000) menyatakan bahwa di banyak negara telah gagal dalam meng-adopsi best practice technology, yang pada gilirannya menjadi kendala (barrier) bagi upaya pengembangan teknologi berikutnya.

Para analist dari neo-klasik berpendirian bahwa economic growth rates adalah berkaitan erat dengan per capita GDP, di mana negara berkembang mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya memperkuat fondasi ekonomi negara bersangkutan.

Sebagai catatan akhir, kita mencatat bahwa permasalahan keterlepasan hubungan (Divergence) adalah terkait tidak terpisahkan dengan per capita GDP, yang akan menjadi kekuatan dalam memobilisasi tabungan.

Page 44: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

36

2.7 PerdebatanSolowModelMeskipun keterbatasan teori yang dapat menjelaskan proses

technological change adalah jelas merupakan titik lemah dalam menjelaskan neoclassical growth model, Mankiw (1995) menambahkan bahwa banyak prediksi dapat dijadikan referens untuk mendapatkan penjelasan karena banyak fakta menunjukkan sejumlah hal berkaitan dengan bukti empirical yang ada seperti misalnya cross-country data menunjukkan hubungan strong negative correlation antara pertumbuhan penduduk dengan income per capita serta strong positive correlation antara income per capita dan savings/investment rates (Jones, 2001).

Sebagaimana sejumlah prediksi yang tersedia saat ini, rates of growth di banyak negara maju adalah rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara berkembang yang memiliki relatif persediaan capital lebih terbatas.

The growth accounting research dari Alwyn Young (1992, 1994, 1995) menunjukkan bahwa pertumbuhan yang sangat cepat dari the Asian Tiger economies dengan mudah dapat di identifikasi sebagai dorongan sukses yang dipicu oleh accumulation dari faktor produksi.

Model Solow juga dapat dipakai unrtuk mengkaji recon struction account of the miracles dari Negara Jepang dan German pada post-1945, Keberhasilan Negara maju lainnya tampak disebabkan oleh reconstructing capital stock mereka sebagai akibat kerusakan dari peninggalan perang dunia kedua.

Sejumlah penjelasan yang telah disampaikan tidak dapat dilepaskan dari permasalahan kendala dan puzzles dari the Solow model yang sulit dijelaskan. Pertama, pada model Solow, terdapat peran negara dalam bentuk economic policy yang dapat mempengaruhi dalam jangka panjang the level of per capita output (seperti peningkatan the savings ratio via tax inducements), sehingga memperlemah tercapainya tujuan jangka panjang.

Sustained growth pada model Solow hanya mungkin jika terdapat technological progress, meskipun tanpa peranan per capita income, pertumbuhan ekonomi mungkin akan segera berhenti sebagai akibat dari impact of diminishing returns pada capital accumulation.

Page 45: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

37

Jika per capita incomes telah meningkat selama 100 tahun terakhir ini di sejumlah besar negara, dan growth rates tampaknya berjalan dengan tendensi yang semakin menurun, maka peranan techn-ological progress pada model Solow dalam menjelaskan sustainable growth akan menjadi crucial (debatable).

Sebagaimana juga the neoclassical model yang menggariskan bahwa pertumbuhan jangka panjang pendapatan per capita adalah ditentukan oleh the rate of technological progress – yang tidak dapat dijelaskan pada model Solow (outside the model). Sebagaimana dijelaskan Romer (1989) bahwa in terms of policy advice maka model pertumbuhan neo klasik tidak menunjukkan manfaatnya.

Dengan merumuskan persamaan fungsi produksi Cobb–Douglas dapat dipetakan prediksi per capita incomes antarnegara untuk tingkat penggunaan total factor productivity growth dan akumulasi dari komponen faktor produksi. Hasil estimasi akan berguna untuk mendapatkan gambaran tentang income disparities antarnegara kaya dengan negara miskin yang pada gilirannya dapat dikaitkan dengan intensitas penggunaan kapital. Penggabungan (2.20) dengan (2.21) dijabarkan sebagai berikut.

K= sk α− (n +δ)k (2.22)

Berdasarkan the steady state condition, maka (1.22) diteruskan menjadi,

y* = [s/( n + δ) )] α/(1- α) (1.23)

Persamaan (1.23) menggambarkan untuk mengukur tercapainya kondisi the steady state output per pekerja (y). Kita bisa dapatkan gambaran adanya perbedaan potensi sumber daya antara negara kaya dan miskin. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik, bahwa the high-income economies bisa mendapatkan dorongan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan yang tinggi karena adanya peranan akumulasi barang modal yang disumbangkan dari produktivitas pekerja.

Page 46: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

38

Permasalahan lain dari model Solow berkaitan dengan kondisi fungi produksi di mana marginal product of capital cenderung lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.

2.8 EndogenousGrowth:ConstantReturnstoCapital Accumulation

Paul Romer (1986) dan Lucas (1988), telah memberi perhatian untuk mendapatkan jawaban terhadap Solow residual dengan mengkonstruksi model membangun sebuah model pertumbuhan ekonomi di mana the long-run growth of income per capita tergantung pada invest ment decisions dengan mencari detail perilaku yang menentukan perilaku technological progress.

Fokus perhatian Romer adalah merumuskan the endo-genous steady state growth yang memenuhi kondisi constant returns to broad capital accumula tion’. Dengan demikian, untuk merumuskan konsep teori endogenous growth dengan basis the long-run capital sebagai variabel kunci dalam membentuk pertumbuhan prduksi pada tingkat steady state.

Dalam memahami kerangka teori endogenous growth, akumulasi modal adalah fokus analisis yang berperan dalam mewujudkan growth process. Model Paul Romer yang dikembangkan pada 1986 dapat dijabarkan dengan merumuskan the production function di mana technology (A) adalah merupakan endogeneous input:

Y= F(Kj,Lj, A) …………… (2.24)

Pada analisis mikro, output dari perusahaan individual (j) tergantung pada faktor produksi capital (Kj), labour (Lj) dan economy-wide state of knowledge (A), sehingga,

Yj = F(Kj, Lj, A ) …………. (2.25)

Page 47: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

39

Persamaan (2.25) menunjukkan bahwa the growth of knowledge (technology) dinyatakan sebagai variabel yang bergantung pada pertumbuhan capital karena persediaan capital akan membantu terbentuknya technologi cal spillovers yang akan meningkatkan the marginal productivity dari kapital.

Berkaitan dengan itu, peningkatan aggregate K akan mendorong pertumbuhan A yang juga akan memperbaiki productivity pada semua perusahaan. Rome (1986) menyatakan bahwa endogenous growth model akan berkaitan dengan peran serta the expansion of aggregate knowledge yang terbentuk dari proses pembelajaran (learning externalities among firms). Akibat berikutnya adalah terbentuknya the higher the level of the capital stock pada perekonomian.

Produktivitas perusahaan dapat dilihat melalui proses kegiatan learning by doing. Dengan begitu, fungsi produksi sebuah perusahaan menampilkan constant returns to scale dan diminishing returns to capital accumulation, sehingga the aggregate production func tion akan mengarah pada increasing return to scale. Penjabaran model endogenous growth adalah AK

* sehingga;

Y = K αH

β= AK ………………….. (2.26)

Di mana A adalah constant, K* radalah capital (Kα H

β), dan α + β = 1.

Persamaan (2.26) menggambarkan tidak adanya Solow residual. Dengan begitu, kita dapatkan close similarity antara AK model dan the Harrod–Domar model. Pada kedua model dimaksud, tidak digambaran adanya diminish ing returns maka tidak ada alasan yang cukup untuk menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sedang melambat.

Jika negara maju dinyatakan memiliki sumber daya tabungan yang tinggi, maka defresiasi yang rendah dari capital–output ratios dibandingkan dengan sejumlah negara berkembang, maka negara maju akan tumbuh lebih cepat dibandingkan negara berkembang.

Page 48: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

40

The AK class of endogenous growth models masih menjadi perdebatan, terutama berkaitan dengan tidak disertakannya asumsi dimin ishing returns to the capital input. The AK model memprediksi permanent increase dari pertumbuhan sebuah perekonomian.

2.9 EndogenousGrowthPaulRomer(1980)Fokus perhatian pada convergence telah menjadi perdebatan

karena fenomena bahwa terdapat perbedaan tingkat intensitas technology (knowledge) pada banyak negara di dunia. Model Solow telah memusatkan perhatian untuk mempergunakan tingkat per capita income dan perkembangan technology sebagai pure public good dan merupakan faktor produksi yang selalu difungsikan dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Paul Romer 1986 menjelaskan bahwa peranan technological progress sebagai kekuatan intern yang dibangun perusahaan dalam rangka menggerakkan capital accumulation by individual firms. Romer (1990), melakukan terobosan dalam pengembangan new growth theory. Endogenous innovation models berbasis pada neo-Schumpeterian framework of endogenous technological change yang mencakup tiga premis utama.

Pertama, bahwa sebagaimana juga terdapat pada model Solow, pemicu utama dari partumbuhan ekonomi adalah technological change, yang pada model Solow dinyatakan sebagai exogeneous, tetapi Romer kemudian mengembangkannya sebagai faktor endogen di mana technological change dilihat dalam kerangka improvements in knowledge yang memungkinkan dapat dicapainya pe-ningkatan produktivitas perusahaan yang mengubah secara lebih efisien dari proses input menjadi output pada perusahaan dalam suatu rangkaian production process.

Kedua, technological change dinyatakan sebagai proses endogeneous, yaitu proses penciptaan nilai tambah dari perusahaan yang didorong oleh profit oriented.

Ketiga, gagasan dari pengembangan konsep baru teknologi yang excludable yang dapat melindumgi owner atau pemilik hak cipta dari

Page 49: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

41

pencurian atas hak adalah bagian penting dari property right yang dapat mendorong kemajuan pengembangan teknologi di masa datang.

2.10AnAugmentedSolowModel:ANeoclassicalRevival?Mankiw et al. (1992) memperbaiki model Solow dengan

menyertakan the accumulation of human capital pada model Solow. Fokus perhatian dari Mankiw adalah argumen tentang estimate of fi, capital’s income share, yang tidak sepenuhnya dapat berfungsi sebagai good indicator untuk menggambarkan karakter kapital sebagai pemicu pertumbuhan. Dengan menambah human capital pada model Solow, maka bentuk fungsi produksi menjadi sebagai berikut.

Y=KαH

β (AL )1- α- β dan α+β<1 ………… (2.27)

Persamaan (2.27) menggambarkan 4 faktor produksi yang dikombinasikan untuk memproduksi output di mana H adalah stock of human capital dan AL adalah labour input yang diukur dan menggambarkan jumlah pemyerapan pekerja dan produktivitas tenaga kerja yang dikelola berdasarkan kondisi teknologi tertentu. The pro-duction function bekerja pada kondisi constant returns to scale dan α + β < 1 yaitu di mana berlaku hukum diminishing returns to broad capita’. Tetapi dengan penggunaan sejumlah besar capital share (α+ β = 2/3) maka the average product of labour telah mengalami penurunan menjadi sedikit melambat.

Melalui perluasan model dengan menyertakan human capital, proses pencapaian ke steady state ternyata bergerak lebih lamban berkaitan dengan the rate of population growth dan the accumulation human and physical capital (Mankiw) et al.

Page 50: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

42

BAB IIIMENGUKUR KEGIATAN

EKONOMI AGREGAT

3.1 AlurProduksi,PendapatandanPasarUangEkonomi makro mempelajari perilaku hubungan antarvariable

ekonomi yang bersifat agregatif, menentukan satuan ukurannya, serta mendapatkan peranan dari variable ekonomi bersangkutan dalam membentuk kinerja ekonomi secara keseluruhan. Sejumlah variable agregat antara lain seperti pendapatan nasional yang mencakup di dalamnya konsumsi agregat, investasi, pengeluaran pemerintah, perdagangan ekspor impor, jumlah uang beredar, inflasi dan pengangguran.

Mahasiswa diantarkan untuk mengenal kebijakan umum berkaitan dengan perekonomian nasional, sehingga bisa kemudian bersikap dan mempergunakan alat analisis makro ekonomi untuk kepentingan bisnis yang bersifat antisipatif, dalam melihat arah dan pergerakan ekonomi nasional sehingga bisa bergerak searah dengan kepentingan bisnis dan pengendalian resiko secara optimal.

Kerangka pendekatan yang ditawarkan pada kuliah makro ekonomi adalah pemahaman instrument makro ekonomi dalam rangka mencapai tujuan akhir, yaitu pertumbuhan produksi dan perluasan lapangan kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ekonomi makro memperkenalkan instrument kebijakan fiscal dan moneter. Dalam prktik perumusan kebijakan makro ekonomi di Indonesia, kebijakan fiscal dan moneter dilaksanakan oleh kewenangan masing-masing pada tingkat instrument yang dipergunakan, tetapi terikat pada tujuan akhir yang dicapai.

Kebijakan fiscal dilaksanakan oleh pemerintah melalui Departemen Keuangan RI, yang dikenal sebagai kebijakan politik anggaran APBN, sedangkan kebijakan moneter dilaksanakan dengan kewenangan penuh

Page 51: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

43

Bank Sentral sebagai otoritas moneter dalam pengendalian moneter dengan tugas pokok menjaga stabilitas perekonomian.

Meskipun kewenangan Bank Indonesia bersifat independent sebagaimana diatur melalui UU Bank Indonesia Nomor 25 Tahun 1999, tetapi Bank Indonesia wajib memenuhi target inflasi yang ditetapkan pemerintah. UU tentang Koordinasi Kebijakan Ekonomi yang diatur kembali pada 2004, pemerintah bersama Bank Indonesia melakukan koordinasi dalam menetapkan sasaran perencanaan target inflasi pada awal tahun berjalan. Hal ini berarti bahwa Bank Indonesia memiliki kekebasan dalam mempergunakan instrument kebijakan moneter, tetapi menjadi terikat atau tidak independent dalam menentukan target inflasi.

Mengapa target inflasi menjadi penting, karena selalu terkait dengan presiden selaku kepala negara yang berkewajiban mendahulukan kepentingan perluasan lapangan kerja khususnya dalam jangka pendek. Para akhli ekonomi sepakat bahwa dalam jangka pendek Phlips curve masih berlaku, artinya bahwa inflasi yang rendah akan mengorbankan kepentingan produksi dan mempersempit ruang gerak perluasan lapangan kerja, sedangkan dengan pertumbuhan inflasi yang lebih longgar akan memberi ruang lebih lebar bagi pertumbuhan produksi nasional dan perluasan lapangan kerja. Pemerintah tentu lebih menyukai hl yang terakhir, yaitu perluasan lapangan kerja, sementara sejumlah sumber daya pengelola Bank Sentral di banyak Negara cenderung untuk mencapai sasaran pertumbuhan inflasi yang rendah dan stabil dengan mengabaikan target ekonomi makro lainnya.

Dalam rangka memahami kerangka ekonomi makro dan instrument yang dapat dipergunakan dalam mencapai tujuan akhir pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja dengan angka pertumbuhan inflasi yang stabil, diperlukan pemahaman kerangka konsep kebijakan fiscal dan moneter yang dimulai dari pengenalan cross Keynesian pada skctor riel dan liquidity preference pada sektor moneter. Lihat arrow scheme dari kerangka studi makro ekonomi pada Gambar 1.1.

Buku pengajaran ini disusun untuk 5 kali tatap muka, sehingga disesuaikan dengan tahapan pembelajaran pengantar ekonomi makro pada jenjang S1, yang dikombinasikan menjadi 5 kali tatap muka,

Page 52: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

44

sehingga ditetapkan 5 modul pembahasan studi makro ekonomi sebagai berikut.

3.2KeynesianCrossKinerjaMakro EkonomiAgregat Ekonomi makro berkaitan dengan studi

tentang pere komian sebagai keseluruhan, termasuk dalam memahami inflasi, penggunaan angguran, ketimpangan pendapatan, produksi dan konsumsi agregat serta pertumbuhan ekonomi. Sejumlah persoalan besar yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan orang banyak, tidak dapat dilepaskan dari peerubahan dinamika sejumlah variabel ekonomi makro, salig berinteraksi satu sama lain untuk kemudian menghasilkan keseimbangan ekonomi jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Ekonomi makro jangka pendek, akan lebih berfokus kepada pengendalian business cycles, mengoptimalkan kehadiran pemerintah dengan kewenangan pada anggaran belanjanya untuk melakukan langkah stabilisasi, meningkatkan anggaran belanja ketika pasar industri mengalami kelesuan, atau sebaliknya menurunkan anggaran belanja ketika perekonomian berada dalam tekanan permintaan agregat yang sangat tinggi. Berbeda dengan kebijakan pemerintah yang befungi mengatur strategi anggaran belanja sebagai instrumen ekoomi makro melalui kewenangan politik fiscal, maka otoritas moneter Bank Sentral memiliki kewengangan dalam mengendalikan inflasi dan stabilitas perekonomian nasiuonal.

Pembentukan Pendapatan nasional terdiri dari kegiatanb konsumsi rumahtangga,pengeluaranpemerintah, kegiatan investasi danperdagangan luarnegeri.

Pengeluaranpemerintah berfungsisebagai politikanggaran belanjauntuk menggerakkan oertubuhan ekjonomi nasuionalk

Page 53: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

45

3.2.1KeynesianCrossPembentukanPendapatanNasional

Model ekonomi cross-Keynesian yang akan diuraikan berikut membahas perilaku pendapatan dalam hubunganya dengan sejumlah variable agregat lain yang membentuknya seperti konsumsi agregat, investasi agregat dan pengeluaran pemerintah, serta adanya aktivitas perdagangan luar negeri sebagai transaksi anyar penduduk satu negara dengan penduduk negara lainnya. Gambar 1.1 menyajikan arrow-scheme macroeconomic model yang memuat sejumlah perilaku variabel ekonomi makro, dengan komponen seperti C + I + G + (X – M), yang juga mencerminkan kapasitas produksi nasional suatu negara.

Gambar3.1 Mekanisme Transmisi Model Makro Ekonomi

Sumber : Mankiw, 2002.

3.2.2KebijakanMakroEkonomi Tantangan ekonomi makro setelah tahun 1970-

an adalah melambannya pertumbuhan ekonomi di banyak negara dengan ancaman inflasi yang semakin sulit dikendalikan. Berdasarkan tantangan tersebut, setiap negara berusaha untuk merumuskan kebijakan

Proses terbentuknya pendapatannasional ditentukanberdasarkan interaksi antar variabel ekoomi agregat

Gambar 3.1 menyajikan pembentukan proses keseimbangan makro ekonomi melalui dua jalur, yaitu jalur cross-Keynesian (jalur fiscal) dan serta jalur liquidity preference yang dikenal sebagai kinerja pasar uang.

Stagflasi merupakan kondisi perekonomian global dimanasebagian besar negara mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pertumbuhan infllasi.

KeynesianCross

Theory ofLiquidityPreference

ISCurve

LMCurve

AggregateDemandCurve

AggregateSupplyCurve

IS-LMMODEL Model of

AggregateDemand andAggregateSupply

Sumber : Mankiw, 2002

Page 54: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

46

makro ekonomi yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat, dengan pengendalian inflasi yang redah dan stabil. Terjadinya fluktuasi ekonomi yang mengganggu pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam jangka pendek, serta melambannya pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang cenderung meningkat dikenal sebagai era perekonomin stagflasi, yaitu stagnasi pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pertumbuhan inflasi. Maka kebijakan ekonomi yang semakin mengemuka setelah tahiun 1970-an, mengacu kepada kepentingan merumuskan formulasi kebijakan ekonomi makro mencakup,

(a) Upaya pengendalian perekonomian dalam jangka pendek yang bisa dilakukan dalam rangka mencapai stabilitas perekonomian nasional dengan mempergunakan instrumen kebijakan fiscal dan moneter.

(b) Mencermati terjadi perbedaan antara kenaikan harga-harga barang yang cepat tetapi tidak disertai oleh dinamika perubahan tingkat upah (sticky price dan nominal regidities).

(c) Mencermati terjadi stagflasi yaitu pertumbuhan ekonomi yang stagnan disertai dengan peningkatan pertumbuhan inflasi.

Jangkapendeka. Sasaran pengendalian stabilitas perekonomian melalui piranti

kebijakan fiskal termasuk penggunaan instrumen pajak, konsumsi agregat, investasi dan export drive maupun import restriction.

b. Sasaran pengendalian stabilitas perekonomian melalui penggunaan piranti kebijakan moneter mencakup instrumen kebijakan suku bunga, jumlah uang beredar dan kebijakan moneter berbasis rule.

Jangkapanjanga. Sasaran pengendalian perekonomian jangka pendek untuk

Page 55: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

47

mencapai target pertumbuhan perekonomian jangka panjang.B. Pengendalian target pertumbuhan inflasi dan kesempatan kerja

secara optimal dengan sasaran akhir inflasi yang rendah dan stabil dengan pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja yang optimal.

3.2.3 PeranPemerintahdiBidangEkonomiDewasa ini di sejumlah negara terutama dalam kawasan inflation

targeting countries, pemerintah dan Bank Sentral memiliki pembagian tugas yang independen satu sama lainnya. Pemerintah mengambil peranan melalui politik anggaran belanja dan sejumlah kebijakan yang bersifat fiskal, sedangkan Bank Sentral memiliki wewenang penuh untuk merumuskan kebijakan moneter dalam rangka mencapai stabilitas inflasi dan target pertumbuhan angkatan kerja yang diinginkan pemerintah. Di beberapa kawasan negara lain, pemerintah memiliki wewenang penuh dalam mengendalikan kebijakan Bank Sentral. Kebijakan makro ekonomi diarahkan untuk,a. Penggunaan instrumen kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka

mencapai sasaran stabilitas perekonomian jangka pendek.b. Penggunaan instrument kebijakan fiskal dan moneter dalam

rangka mencapai sasaran akhir pertumbuhan inflasi yang rendah dan stabil dengan memberikan ruang gerak yang cukup pada pertumbuhan produksi dan angkatan kerja.

3.2.4 PermintaandanPenawaranAgregatAnalisis makro ekonomi berhubungan dengan perekonomian

sebagai keseluruhan. Studi ekonomi makro karena itu akan selalu berkaitan dengan besaran variabel ekonomi seperti pendapatan agregat, konsumsi agregat, investasi, perdagangan internasional, neraca pembayaran maupun peranan jumlah uang beredar, dalam hal mana interaksi dari hubungan antar variable akan membentuk satuan harga yang disebut harga agregat (overall level of price).

Perilaku ekonomi makro adalah penggambaran dari perilaku agregat dari sejumlah komponen yaitu rumah tangga konsumsi, rumah tangga produsen, Bank Sentral serta rumah tangga pemerintah.

Page 56: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

48

Gangguan pertumbuhan ekonomi seperti depressi besar yang terjadi pada 1929 terjadi over-supply pada produksi yang berdampak pada semakin meningkatnya jumlah orang yang terpaksa keluar dari pekerjaan. Depressi besar merupakan peristiwa di mana telah terjadi penggangguran besar-besaran. Depressi pada tingkat awal ditandai oleh bergeraknya pertumbuhan ekonomi keluar dari path yang seharusnya (lihat Grafik 1.1).

Gambar3.2Fluktuasi Ekonomi Keluar dari garis pertumbuhan

Teori ekonomi neoklasik yang berbasis pada hukum Say dengan slogan supply creates its own demand yaitu bahwa kegiatan berproduksi akan menciptakan dengan sendirinya permintaan pasar telah terbantahkan melalui peristiwa depressi besar. John M. Keynes (1936) menyatakan bahwa teori ekonomi neoklasik merupakan desain teori yang terlalu khusus, sehingga tidak dapat menjawab tantangan persoalan ekonomi yang bersifat general, sehingga diperlukan sebuah teori baru untuk menyelesaikan penyakit depressi ekonomi.

Keynes akhirnya menulis The General theory yang sampai saat ini menjadi fondasi teori makro ekonomi sebagai pendekatan analisis yang bersifat agregatif. Bahwa pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja yang keluar dari jalur garis pertumbuhan yang diharapkan merupakan masalah yang dapat diatasi dengan mempergunakan perangkat kebijakan politik anggaran pemerintah maupun peranan Bank Sentral dalam upaya stabilitas harga-harga barang. Bila demikian. depressi besar adalah

Page 57: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

49

bercirikan perekonomian yang kurang permintaan pasar, sehingga pemerintah dengan politik anggaran belanja dapat bertindak sebagai buyer, dengan tujuan dapat melakukan terapi dan sekaligus solusi bagi sektor produksi yang kehilangan segmen pasar pembeli.

Gagasan terbesar dari Keynes adalah fine-tuning paradigm yang selama berabad sebelumnya pemerintah hanya berperan pasif secara tradisional hanya mengurus bidang keamaman, penegakan hukum dan penguasaan atas militer untuk bela negara. Fine-tuning adalah upaya untuk membangkitkan roda perekonomian untuk bergerak kembali dengan cara mengambil alih pasar pembeli dari private sector ke politik anggaran belanja pemerintah.

Dalam pembahasan selanjutnya, fine-tuning Keynesian akan mencakup pembahasan tentang instrumen kebijakan fiskal dan moneter sebagai piranti dalam rangka mencapai sasaran akhir ( three major concern macroeconomics ) yang diharaplan antara lain :

a. Inflasib. Output growthc. Unemployment

Dalam rangka mencapai sasaran akhir makro ekonomi untuk perekonomian sebuah Negara, maka sejumlah variable ekonomi dapat dipergunakan dalam rangka mencapai target dimaksud, yaitu antara lain,a. Fiscal policy yaitu kebijakan politik anggaran pemerintah

yang dicerminkan oleh anggaran belanja APBN, yang dikelola berdasarkan kebijakan perpajakan dan arah pengeluaran belanja pemerintah.

Keynesian Cross

IS Curve

Komponen Fiskal

Pasar Barang

Page 58: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

50

b. Monetary policy adalah kebijakan moneter Bank Sentral dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap jumlah uang beredar, politik diskonto suku bunga, kebijakan inflation targeting dan lain-lain.

c. Growth policies adalah kebijakan Keynesian yang lebih mengarah kepada kebijakan mendorong aktivitas aggregate supply sebagai kekuatan yang melahirkan harapan baru stabilitas produksi dan kesempatan kerja.

3.2.5SiklusAliranPendapatandanProduksiAliran produksi dan pendapatan mencakup empat besaran meliputi

rumah tangga konsumen (households), rumah tangga produsen (firms), rumah tangga pemerintah (government) serta dalam perekonomian terbuka adalah pasar internasional. Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi :a. Transaksi untuk bahan makanan seperti beras, daging dan

sayuran b. Transaksi bukan bahan makanan seperti pakaian, sewa rumah,

pendidikan dan sarana transportasi.

Pengeluaran transaksi untuk pembelian rumah, asuransi serta pembelian saham tidak termasuk pada golongan pengeluaran konsumsi rumah tangga, tetapi sudah termasuk pada kegiatan investasi yang dikelola perusahaan (firms). Gambar 1.1 mempetakan pola hubungan transaksi antarsektor rumah tangga, rumah tangga perusahaan dan rumah tangga pemerintah. Pasar luar negeri bertransaksi baik dengan perusahaan maupun dengan rumah tangga. Pasar dalam negeri bertindak sebagai penjual kepada pasar internasional dalam bentuk kegiatan perdagangan ekspor, pada sisi lain pasar domestic juga dapat bertindak sebagai pembeli impor terhadap barang dan jasa dari pasar internasional.

Kegiatan penyelenggaraan pemerintahan juga menciptakan penge-luaran yang berdampak pada pasar dalam negeri meliputi kegiatan belanja barang, gaji pegawai, pengadaan barang barang kebutuhan masyarakat seperti gedung sekolah serta sarana publik lainnya.

Page 59: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

51

Proses transaksi yang melibatkan empat pihak sebagaimana dipetakan pada Gambar 1.2 menghasilkan nilai laba perusahaan, sewa, pendapatan bunga bank, upah tenaga kerja, serta pendapatan deviden.

Enterprenenur mempergunakan sumber daya yang mereka miliki termasuk teknologi, capital dan pekerja yang dikombinasikan sedemikian rupa untuk berproduksi dengan tujuan akhir mendapatkan laba. Kegiatan enterpreneur tentu menghasilkan nilai tambah yang bergerak dengan sendirinya sejalan dengan kebutuhan penggunaan bahan baku untuk memproduksi final goods. Nilai tambah inilah salah satu kekuatan perekonomian yang akan bergerak melalui efek pengganda ke berbagai sektor produksi yang ada di masyarakat.

Gambar3.3Siklus Proses Produksi dalam Sebuah Perekonomian

Pada saat bersamaan, proses transaksi dari keempat unit kegiatan ekonomi dapat dibagi dalam 3 aktivitas pasar, yaitu pasar barang, pasar tenaga kerja dan pasar keuangan (lihat Gambar 1.3).

Ketiga jenis pasar dimaksud memiliki dinamika masing-masing serta saling berinteraksi satu sama lain. Studi ekonomi makro mempelajari perilaku pasar barang dan pasar keuangan sebagai proses yang akan menghasilkan keseimbangan akhir dari transaksi kegiatan barang dan jasa yang selalu memerlukan pelayanan jasa keuangan, sehingga pasar keuangan akan mengalami pergerakan sejalan dengan

Swasta Nasional Pemerintah Ruma Tangga

Konsumen

Pajak Transfer

Pajak Pembelian

Barang dan Jasa

KeynesianCross

IS Curve

KomponenFiskal

PasarBarang

Page 60: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

52

dinamika yang terjadi pada pasar barang dan jasa. Sementara pasar tenaga kerja adalah menerima akibat dari proses

kegiatan transaksi pada pasar barang, yaitu pada kegiatan produksi dengan dukungan sumber daya tenaga kerja sebagai faktor produksi.

Gambar3.4Pasar barang, pasar tenaga kerja dan pasar keuangan

Dalam perkembangan teori ekonomi makro, tingkat upah pekerja menjadi focus perhatian banyak pemodelan makro ekonomi karena memiliki karakter yang unik. Pertama, bahwa harga-harga barang bergerak meningkat dengan cepat, sementara tingkat upah tidak mengalami peningkatan atau bersifat kaku. Hubungan kedua variable ekonomi makro yang tidak sejalan ini membawa dampak yang signifikan pada sektor produksi, paling sedikit akan terjadi gangguan kinerja karyawan dalam kegiatan produksi barang dan jasa.

3.3 DefinisidanPerhitunganPendapatanNasionalPendapatan nasional (national income) adalah seluruh nilai

barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu bangsa dalam periode satu tahun. Disebut net national income (NNI) adalah nilai barang dan jasa yang dapat dihasilkan (NI) – biaya defresiasi peralatan. Pendapatan nasional dapat dihitung paling sedikit dengan 2 cara, yaitu dengan mempergunakan metode pengeluaran dan pendapatan. Melalui metode pengeluaran, Berdasarkan sumber pendapatan, pendapatan nasional

Swasta Nasional Pemerintah Ruma Tangga

Konsumen Pasar

Internasional

PasarBarangdanJasa

PasarTenagaKerja

PasarKeuangan

KeynesianCross

IS Curve

KomponenFiskal

PasarBarang

Page 61: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

53

dapat dibagi menjadi dua yaitu gross domestic product (GDP) dan gross national product (GNP). GNP menghitung sumber pendapatan penduduk suatu Negara yang diperoleh di Negara lain sehingga GDP = GNP – net foreign income).

Perhitungan pendapatan nasional GDP berdasarkan metode pengeluaran disajikan pada Tabel 3.2. Metode pengeluaaran mencakup empat item yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga (Ct), pengeluaran investasi swasta (It), pengeluaran pemerintah (Gt) serta perdagangan internasional ekspor dan impor.

Tabel3.2Pendekatan Pengeluaran (expenditure approach)

Tabel3.1

NoKomponenGDP JutaanRp. %

Total GDP 37,196.80 1.00 1 Konsumsi rumah tangga 25,074.80 0.67

Barang tahan lama 3,045.20 0.08 Barang Tidak Tahan Lama 7,382.00 0.20 Jasa-jasa 14,647.60 0.39

2 Investasi swasta 6,600.40 0.18 Domestik 1,615.20 0.04 Luar Negeri 4,812.40 0.13

3 Pengeluaran pemerintah 6,537.60 0.18 Pemerintah pusat 2,274.40 0.06 Pemerintah Daerah 4,263.20 0.11

Pendapatan nasional yang jumlahnya sama dapat diperoleh dengan mempergunakan income approach sebagaimana disajikan pada Tabel 1.2.

Pendapatan nasional mencakup jasa pendapatan pekerja, pedapatan usaha, laba, pendapatan atas bunga, sewa dan selisih transfer luar negeri. Jumlah total GDP pada Tabel 1.1 yang dihitung berdasarkan metode pengeluaran sama persis dengan total GDP pada Tabel 1.2 yang diperoleh berdasarkan metode income approach.

Page 62: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

54

Tabel3.3Pendekatan Pendapatan (income approach)

KomponenGDP JutaanRp. %

Pendapatannasional 37196.8 100.00

Gajidanpendapatanpekerja 29878.8 80.33

PendapatanUsaha 21199.2 56.99

Labausaha 2654 7.14

Pendapatanbunga 2028.4 5.45

Pendapatansewa 573.6 1.54

Defresiasiperalatan 4644 12.48

Pajaktdklangsungminussubsidi 2758.8 7.42

Netpembayaranluarnegeri 44 0.12

Lainnya -128.8 - 0.35

3.4 Pendapatan Nasional Nominal versus Pendapatan NasionalRielPendapatan nasional yang dihitung pada Tabel 1.1 dan Tabel

1.2 adalah pendapatan domestic nasional (PDB) secara nominal, yaitu nilai yang diukur berdasarkan satuan rupiah. GDP nominal memiliki kelemahan yaitu bahwa nilainya tidak ditentukan berdasarkan kondisi satuan fisik barang, tetapi atas nilai mata uang. Dengan demikian, dapat terjadi bahwa nilai nominal GDP tidak sama dengan kondisi nilai fisik barang dan jasa GDP bersangkutan. Maka untuk mendapatkan gambaran perkembangan GDP secara riel diperlukan pendekatan yang dapat dipergunakan meliputi a. Satuan pembobotan yang dipergunakan (weight)b. Tahun basis ( base year) yang dipergunakan sebagai dasar

perhitunganSatuan pembobotan bisa dalam bentuk harga barang, index

harga, sedangkan tahun dasar adalah pilihan yang dipergunakan sebagai pijakan. Pada umumnya penentuan tahun dasar dilaksanakan berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi yang mewakili kondisi normal. Berikut disajikan contoh cara menghitung GDP riel.

Page 63: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

55

Tabel3.4Perhitungan Indeks Produksi Untuk 2 Tahun Berjalan

Namabarang Kuantitas(1)

Kuantitas(2)

Harga(3)

Harga(4)

Gdpy1(5)

Gdpy2(6)

Q1 Q2 P1 P1 Pada y1 pada y1 Tahun 1 Tahun 2 Tahn 1 Tahn 2 P1 x Q1 P1 x Q2Produksiberas 600 11,000 0.50 0.40 300 5,500 Produksitekstil 700 4,000 0.30 1.00 210 1,200

Produksimobil 10,000 12,000 0.70 0.90 7,000 8,400

Tabel3.5Lanjutan Perhitungan Indeks Produksi (Tabel 1.3)

NamaBarang Kuantitas(1)

Kuantitas(2)

Harga(3)

Harga(4)

gdpy1(7)

gdpy2(8)

Q1 Q2 P1 P2 pada y2 pada y2

Thn 1 Thn 2 Thn 1 Thn 2 P1 x Q1 P1 x Q1

ProduksiBeras 600 11,000 0.50 0.40 240 4,400

ProduksiTekstil 700 4,000 0.30 1.00 700 4,000

ProduksiMobil 10,000 12,000 0.70 0.90 9,000 10,800

PerhitunganNOMINALGDP2001 (Rp 1000 x 100 kg beras) + (Rp 2000 x 50 kg ikan) = Rp 2002002 (Rp 2000 x 150 kg beras) + (Rp 3000 x 100 kg ikan) = Rp 6002003 (Rp 3000 x 200 kg beras) + (Rp 4000 x 150 kg ikan) = Rp 1,200

PerhitunganREALGDP(Tahunbasis2001)2001 (Rp 1000 x 100 kg beras) + (Rp 2000 x 50 kg ikan) = Rp 200.0002002 (Rp 1000 x 150 kg beras ) + (Rp 2000 x 100 kg ikan) = Rp 350.0002003 ( Rp 1000 x 200 kg beras) + (Rp 2000 x 150 kg ikan ) = Rp 500.000

PerhitunganTahunGDPDEFLATOR2001 (Rp 200/Rp 200) x 100 = 1002002 (Rp 600/Rp 350) x 100 = 1712003 (Rp. 1,200/Rp 500) x 100 = 240

Page 64: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

56

3.5 PembentukanPendapatan,NilaiTambahdanGangguanPertumbuhanEkonomiProduksi pada hakikatnya adalah kegiatan produktif yang

melibatkan sejumlah kombinasi faktor produksi meliputi tenaga kerja, bahan baku, modal dan teknologi. Maka dalam proses produksi yang berlangsung di semua sektor ekonomi dengan sendirinya akan menciptakan nilai tambah yaitu meningkatnya permintaan bahan baku ataupun tenaga kerja dan modal sejalan dengan arah pergerakan nilai tambah yang menghasilkan proses produksi baru di sektor lainnya.

Tabel 1.1 menyajikan contoh data hipotesis kegiatan pertambangan penggalian minyak yang kemudian diolah pada pabrik. Proses produksi yang bergerak berantai dari tingkat pertambangan sampai dengan produksi dijual ke pasar memerlukan tahap kegiatan berantai. Pada perekonomian yang semakin modern, empat jenis kegiatan dilakukan oleh perusahaan yang berbeda, yaitu (i) perusahaan pertambangan, (ii) perusahaan industry pengolahan yang padat teknologi, (iii) perusahaan transportasi serta (iv) agent pengelola barang jadi untuk dijual ke pasar.

Tabel3.6Produksi dan Proses Nilai Tambah

Tahap JenisProduksi Penjualan Nilai

1 Penggalian Minyak 50.000 0.50

2 Pengolahan pabrik 65.000 0.15

3 Pengangkutan 80.000 0.15

4 Penjualan ke pasar 110.0000 0.20

Total value added 100

Teori ekonomi neoklasik yang berbasis pada gagasan Jean Batiste Say (hukum Say) menyatakan bahwa supply creates its own demand ternyata mengalami tantangan besar pada 1930. Hukum say tidak berjalan ditandai dengan terjadinya over-supply di semua sektor produksi. Produksi susu tidak mendapat pembeli semagaimana mestinya, sehingga terjadi peng-angguran besar-besaran di semua unit produksi yang ada ( lihat Data pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5).

Page 65: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

57

Meningkatnya pengangguran yang sangat besar dari semula 3.2% pada 1929 di Amerika Serikat berkembang menjadi 25.3 % pada 1933 di mana bersamaan dengan itu, tampak produksi nasional bruto juga menurun pada 1929 sebesar 203.3 trilyun menjadi 141.5. trilyun pada tahun 1933.

John M. Keynes melihat adanya peluang untuk mengatasi krisis ekonoi melalui perubahan paradigma pendekatan ekonomi yaitu dengan mem-fungsikan pemerintah sebagai pembeli pada pasar produksi yang macet total. Keynes melihat telah terjadi fenomena perekonomian domestic yang tidak memiliki effective demand ( lihat kembali Tabel 1.3 di mana anggaran belanja pemerintah dari tahun 1929 sampai dengan tahun 1933 tetap stabil, sehingga tidak memiliki kekuatan yang diperlukan dalam menciptakan effective demand. Maka John M Keynes (1936) dengan gagasannya yang monumental telah mengubah paradigm ilmu ekonomi dari pola pendekatan mikro ekonomi ke pola pendekatan makro ekonopmi yang bersifat lebih umum dan agregatif.

Mengikuti teori yang dibangun Keynes (1936) yang dikenal sebagai the General Theory, bahwa proses penentuan pendapatan nasional dipengaruhi oleh besaran konsumsi rumah tangga, kegiatan investasi swasta atau pemerintah, serta pengeluaran pemerintah. Bila demikian, pasar industri dan pabrikan hanya akan berkembang jika perekonomian dapat menyediakan daya beli yang berkesinambungan. Daya beli dimaksud terdapat pada perilaku rumah tangga konsumsi, rumah tangga produsen dan pabrikan serta rumah tangga pemerintah. Bagiamana perilaku masing-masing variable ekonomi dipetakan, perhatikan Gambar 3.7.

Page 66: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

58

Grafik 3.8 menyajikan pola hubungan antara pendapatan dengan perilaku konsumsi yang dipetakan sebagai cross-Keynesian. Pola hubungan dimaksud memiliki karakter perilaku pendapatan yang direncanakan untuk konsumsi (planned expemditure) dan actual expenditure.

Titik A adalah keseimbangan di mana pendapatan nasional persis sama dengan total konsumsi rumah tangga, investasi dan pengeluaran pemerintah. Resesi ekonomi terjadi apabila garis planned expendirure masih di atas garis actual expenditure atau garis pendapatan Y= E.

Tabel3.7Pertumbuhan GNP, Konsumsi , Investasi dan Pengangguran

Pada periode depressi besar tahun 1930-an.

Gambar 3.8 menyajikan relasi antara penerimaan pendapatan (Y) dengan kegiatan konsumsi rumah tangga, yang menghasilkan tingkat keseimbangan A dengan sudut 45 derajat, dengan variabel pendapatan ditempatkan pada posisi horizontal, sedangkan konsumsi, investasi dan penge- luaran pemerintah ditempatkan pada posisi vertical. Kita definisikan sebagai :

Gambar3.8: Keynesian Cross Tahap 1

Page 67: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

59

Perekonomian menjadi kekurangan permintaan dan pendapatan nasional di bawah kapasitas produksi karena kurang permintaan. Kondisi perekonomian yang kurang permintaan tersebut dapat dikatagorikan sebagai deflationary gap, yaitu di mana ada kecenderungan harga-harga menurun karena produksi cenderung over-supply sebagai akibat dari kurangnya permintaan pasar. Sebalinya, jika kurve planned expenditure melewati titik A, maka planned expenditure (C+I+G ) telah berada di bawah garis actual expenditure (Y= pendapatan).

Perekonomian dinyatakan berada dalam tekanan inflationary gap yaitu kondisi perekonomian di mana permintaan pasar melebihi kapasitas produksi yang tersedia. Keynes memandang, dorongan peningkatan permintaan ini akan memberikan peluang bagi entrepreneur untuk memacu produksi menjadi lebih besar sebagai akibat dari dinamika pasar. Dorongan permintaan pasar akan menggeser keseimbangan produksi menuju keseimbangan baru ke sebelah kanan.

3.6 PerilakuKonsumsi,TabungandanPendapatanPerusahaan adalah lembaga bisnis yang membentuk pendapatan

rumah tangga (aggregate personal income) yang kemudian dialirkan kembali dalam bentuk kegiatan konsumsi dan tabungan. Gambar 1.3 menyajikan alur hubungan rumah tangga konsumen (household) dengan rumah tangga perusahaan (firms) yang membentuk pendapatan. Pertama,

Gambar3.9: Keynesian Cross Tahap 2

Grfik 2.3 menunjukkan proses pembentukan pendapatan nasional berawal dari gerakan produksi equilibrium income. Apabila entrepreneur gagal mengembangkan potensi sumber daya untuk memenuhi kinerja pasar, maka perekono-mian akan bergeser ke Y2 atau sebaliknya menuju titik Y1 yang berada diluar keseimbangn.

Page 68: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

60

perusahaan mempergunakan tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga konsumen untuk berproduksi. Proses interaksi antarkeduanya adalah bahwa perusahaan memanfaatkan tenaga kerja untuk mengelola produksi barang menjadi barang akhir, di mana dalam proses produksi tersebut terdapat sejumlah komponen faktor produksi nontenaga kerja yang akan menghasilkan nilai tambah bagi industry lainnya.

Proses produksi memberikan manfaat gaji yang diterima rumah tangga konsumen, serta pada gilirannya dibelanjakan kembali sebagai pengeluaran rumah tangga konsumen ( lihat Gambar 1.3). Jika dalam proses transaksi rumah tangga tersebut tidak seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi, maka selebihnya adalah tabungan (saving). Dalam konteks membangun kinerja pasar, tentu saving dapat dilihat sebagai kontra-kinerja pasar, karena peningkatan kegiatan penabungan yang mengarah kepada penghematan total masyarakat akan berdampak kepada resesi ekonomi, yaitu tendensi pasar yang mengalami kekurangan permintaan pasar.

Meskipun tabungan adalah upaya penangguhan konsumsi untuk memperkuat fondasi pendapatan di masa depan, tetapi kegiatan penabungan (saving) harus diikuti oleh kegiatan peningkatan investasi secara memadai, sehingga hilangnya kegiatan transaksi yang mendorong bangkitnya kinerja pasar dapat digantikan dengan pengeluaran investasi.

Gambar3.10Pembentukan pendapatan dan aliran konsumsi

Page 69: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

61

Gambar 3.10 menyajikan model keterkaitan antarvariabel makro ekonomi dari perilaku rumah tangga perusahaan dan rumah tangga konsumsi, yang berproses menghasilkan pendapatan, konsumsi dan tabungan. Dinamika proses pembentukan pendapatan, konsumsi dan investasi digambarkan pada Tabel 3.8 dimana pembentukan keseimbangan pendapatan terjadi pada tingkat tabungan masyarajat sama dengan nol.

Tabel3.8Perilaku konsumsi (Ct), Tabungan (St) Dan Pendapatan (Yt)

Perekonomian makro dalam perekonomian tertutup sederhana hanya mengenal kegiatan konsumsi dan invetasi di mana pemerintah hanya berperan untuk fungsi pemerintahan secara terbatas pada bidang pertahanan keamanan dan ketertiban hukum masyarakat. Bentuk persamaan makro ekonomi sederhana dapat dirumuskan seperti pada persamaan (1.1).

Y = C + S ………………………………. (1.1)

Persamaan (1.1) menyatakan bahwa komponen pendapatan nasional suatu bangsa merupakan penjumlahan dari kegiatan konsumsi agregat ditambah dengan kegiatan penabungan agregat. Apabila masyarakat membelanjakan seluruh pendapatannya untuk kegiatan konsumsi, maka tidak tersedia sama sekali tabungan masyarakat, sehingga :

S = Y – C = 0 ………………………….. (1.2)

No. Yt Ct St

1 0 100 -100 2 80 160 -80 3 100 175 -75 4 200 250 -50 5 400 400 06 400 550 50 7 800 700 100 8 1000 850 150

Page 70: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

62

Grafik3.11Tabel3.9Kurve Konsumsi Pendapatan dan Konsumsi

Pada perekonomian masyarakat yang lebih maju, pendapatan dikelola sedemikian rupa untuk memperkuat konsumsi di masa yang akan datang. Langkah yang dilakukan untuk tujuan tersebut adalah melalui kegiatan penabungan (saving), sehingga persamaan (1.2) dapat dipetakan menjadi,

S = Y – C > 0 ………………………………. (1.3)

Fondasi teori ekonomi makro Keynesian adalah bahwa tidak terdapat jaminan penabungan semata dapat dijadikan indikator untuk menggerakkan penguatan pendapatan di masa datang, karena setiap langkah penabungan merupakan penurunan kekuatan potensi pasar dari transaksi kegiatan konsumsi. Dengan demikian, meningkatnya kegiatan penabungan berdampak pada penurunan permintaan pasar (the fallacy of composition).

Bila demikian, maka penguatan pertumbuhan ekonomi di masa datang tidak semata disebabkan oleh pola pertumbuhan tabungan, tetapi sebagian yang lain akan ditentukan oleh perilaku sector investasi, sehingga :

Y = C + I ……………………… (1.4)

Pendapatan Konsumsi

0 100

80 160

100 175

200 250

400 400

400 550

800 700

1000 850

Page 71: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

63

Bila demikian, stabilitas perekonomian suatu bangsa dapat diwujudkan jika dipenuhi syarat di mana :

Y = C + I = C + S S = I ………………………. (1.5)

Grafik 1.3 menunjukkan terjadinya tingkat keseimbangan pada titik E1 di mana konsumsi agregat sama dengan pendapatan agregat. Sebelum titik E1, kita dapatkan kurve konsumsi Ct lebih besar dari kurve pendapatan Yt. Pada kondisi tersebut kita dapatkan permintaan agregat (Ct) lebih besar dari pendepatan (produksi), sehingga kondisi tersebut bukan area stabilitas ekonomi. Kerana permintaan agregat lebih besar dibandingkan produksi (Yt), maka telah terkondisikan dengan sendirinya kenaikan harga-harga sebagai akibat dari permintaan lebih besar dari prodsuksi.

Celah antara kurve konsumsi dan pendapatan sebelum mencapai titik E1 disebut inflationary gap, yaitu terjadinya kenaikan harga-harga. Apabila peningkatan konsumsi menciptakan reaksi pasar untuk menambah produksi, maka secara bertahap perekonomian akan menuju keseimbangan titik E1 di mana peningkatan permintaan agregat Ct mendapat respon melalui peningkatan produksi.

Grafik3.12Kurve Konsumsi Agregat Linear

Page 72: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

64

Namun, rangsangan permintaan pasar dapat membuat unit bisnis merencanakan perluasan produksi lebih besar dari kapasitas permintaan yang tersedia sehingga produksi melewati permintaan pasar yang tersedia. Ketika kurve konsumsi Ct melewati titik E, tampak bahwa perkembangan produksi dan pendapatan (Yt) lebih besar dibandingkan dengan kurve konsumsi Ct, sehingga kondisi demikian menggambarkan kondisi ekonomi yang mulai melesu atau ekonomi yang kekurangan permintaan pasar. Celah (gap) yang terjadi setelah melewati titik E1 adalah disebut dengan deflationary gap.

Grafik3.13Cross Keynesian Prilaku Konsumsi (Ct),

Dan Tabungan dalam penentuan pendapatan (Yt)

Gambar kedua dari Grafik 3.13 menunjukkan kurve Tabungan S yang bergerak dari – 100 sampai pada titik 0 di mana C = S. Kurve konsumsi C dimulai dari angka 100, yang berarti bahwa ilmu ekonomi berpandangan orang pasti melakukan konsumsi untuk mempertahankan

E1

Page 73: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

65

hidup, yang dapat dilakukan dengan cara menghutang (dissaving = - 100). Bersamaan dengan peningkatan pendapatan, maka dissaving tampak menjadi semakin mengecil hingga mencapai titik 0 pada titik E1.

Melewati batas titik E1, kita dapatkan kurve tabungan S melewati titik 0 dan menaik sedemikian rupa, sehingga memberi dampak pada kinerja pasar pembeli. Meningkatnya kegiatan penabungan berpotensi mengurangi permintaan pasar, sehingga pasar terkondisikan pada situasi melesunya permintaan. Inilah sebabnya diperlukan langkah baru untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi sekaligus dapat dipertahankan untuk tidak berbalik mundur kembali. Maka tiba saatnya kita perlukan tindakan nyata para enterpreneur untuk melakukan pengembangan usaha, sehingga dana tabungan yang mengendap tersebut dapat digulirkan kembali melalui belanja investasi I. Dengan mewujudkan kegiatan belanja investasi, maka deflationary gap dapat dicairkan kembali melalui tindakan investasi dari para enterpreneur.

3.7 AngkaPenggandaKonsumsiPerekonomian suatu bangsa tidak memiliki perilaku yang sama

dalam kegiatan konsumsi dan penabungan. Pada masyarakat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi atau pada Negara kaya, mungkin memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengelola pendapatan untuk diinvesrtasikan pada masa mendatang.

Grafik3.14Cross Keynesian Prilaku Konsumsi (Ct),

Dan Tabungan dalam penentuan pendapatan (Yt)

Page 74: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

66

3.8 DefinisidanFungsiInvestasiInvestasi merupakan kegiatan produktif dalam menghasilkan

barang dan jasa. Kegiatan investasi digerakkan oleh kelompok entrepreneur dengan tujuan akhir mendapatkan laba dari kegiatan investasi tersebut. Dalam upaya entrepreneur mencapai sasaran akhir yang mereka inginkan, tentunya mereka lakukan dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi sedemikian rupa termasuk pengkombinasian secara efektif dan optimal dari teknologi dan tenaga kerja serta financial resources untuk mencapai tujuan akhir dengan kalkulasi atas resiko bisnis dari peluang pasar dan keberadaan pesaing.

Dalam studi ekonomi makro, investasi dikaitkan secara langsung dengan financial resources yang tersedia pada pasar keuangan khususnya yang dapat disediakan oleh industri perbankan. Itu sebabnya analisis tentang investasi sebagai keputusan akhir para entrepreneur dipetakan sebagai fungsi dari cost of capital suku bunga, meski tidak dapat disangkal bahwa teknologi dan sumber daya lainnya adalah fakta yang menentukan arah investasi. Namun, untuk kepentingan studi ekonomi makro, penyederhanaan dunia nyata diperlukan agar analisis yang disertakan tidak terlalu kompleks dan lebih mudah dipahami.

Gambar3.15

Enterpreneur dan Industri Perbankan

Jika investasi merupakan fungsi atau tergantung kepada suku bunga bank, maka hubungan kedua variable ekonomi makro tersebut

Keputusan investasi dianggapsangat tergantung kepadaperkembangan tingkat sukubunga yang ditawarkanperbankan. Jika suku bungaturun, maka investasi akanmeningkatatausebaliknya.Makaefisiensi Industri Perbankansalahsatupenentukeberhasilanduniausahadaninvestasiuntukmenggerakkanb pertumbuhanekonominasional.

Page 75: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

67

memiliki karakter yang berlawanan arah. Grafik 3.16 menyajikan suku bunga (i) pada posisi garis vertikal dan investasi swasta nasional pada posisi horizontal. Kuve I yang menghubungkan antara suku bunga dan investasi membentuk harga keseimbangan pada titik E.

Grafik3.16Fungsi Linear Investasi dan Suku Bunga

Kurve I yang bergerak dari kiri atas ke kanan bawah dinyatakan sebagai negatively slope of investment demand, disebabkan oleh karakter investor yang akan bersedia berinvestasi lebih banyak jika suku bunga semakin menurun. Dengan kata lain, suku bunga dan investasi bergerak berlawanan arah. Dalam upaya perluasan investasi, tentu dapat dikembangkan kebijakan industri perbankan yang dapat berfungsi kondusif untuk mendorong perluasan investasi.

3.9 InvestasisebagaiKomponenKinerjaPasarKinerja transaksi pasar menjadi berkurang apabila seluruh

masyarakat mengurangi konsumsi dan meningkatkan kegiatan penabungan. Kita menyatakan bahwa penabungan merupakan kebocoran (leakage) pendapatan yang mengurangi kegiatan transaksi pasar. Kebocoran pendapatan tersebut akan dapat diatasi dengan upaya meningkatkan kegiatan investasi, sehingga Y = C + I yang sama dengan Y = C + S.

E

E

MEC

Page 76: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

68

Dengan demikian, perekonomian akan bergeser ke kanan apabila transaksi pasar mencakup kegiatan konsumsi (C) ditambah investasi (I). Gambar 1.6 menyajikan pola hubungan antarkelembagaan ekonomi meliputi transaksi yang terjadi di pasar barang dan jasa melalui pengeluaran rumah tangga serta dukungan pasar keuangan sebagai penyangga likuiditas masyarakat. Pada perekonomian dengan dukungan sektor industri perbankan yang sedemikian maju, kegiatan penabungan tentu dilakukan melalui dukungan perbankan yang melakukan mobilisasi dana tabungan masyarakat, serta pada gilirannya menyalurkannya kepada para entrepreneur dalam rangka pembiayaan investasi mereka.

Maka financial market adalah jelas memiliki fungsi mediasi yang menjembatani antara kepentingan penabung yang mendapatkan imbalan jasa suku bunga darti perbankan, pada sisi lain perbankan menjual dana kepada para investor dengan motif mendapatkan keuntungan (laba).

Gambar3.17Peta Hubungan Transaksi Antar Variabel Makro Ekonomi

Permintaan Agregat dan Pasar Uang

Pada pembahasan kita seterusnya terkait dengan investasi, kita posisikan investasi sebagai variabel eksogen, yaitu variabel ekonomi makro yang ditentukan di luar model atau variabel yang tidak kita telusuri

Page 77: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

69

asal- usulnya. Dalam praktik bisa saja kegiatan investasi ditentukan oleh sejumlah faktor seperti suku bunga, peningkatan pendapatan atau insentif laba, tetapi penyederhanaan model makro kita perlukan untuk menye-derhanakan konsep agar tidak menjadi kompleks.

Grafik 3.18 menggambarkan investasi sebagai garis lurus horizontal, yaitu pada anggapan kita bahwa investasi dalam periode analisis kita adalah sebesar 25 milyar. Dinyatakan sebagai garis lurus karena kita memandang investasi ditetapkan secara eksogen sebesar 25 milyar, dengan itu kita kemudian ingin memperoleh tingkat keseimbangan makro ekonomi berdasarkan keberadaan investasi sebesar 25 milyar tersebut.

Gambar3.18Kurve Fungsi Investasi eksogen

3.10EfekMultiplierMakroEkonomiSekarang saatnya kita mulai membahas kekuatan apa yang ada

dan berfungsi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Pertama, bahwa setiap transaksi yang dilakukan rumah tangga konsumen akan berdampak pada rumah tangga produsen. Pada saat bersamaan, rumah tangga produsen akan meningkatkan pembelian faktor produksi dalam rangka menghasilkan produksi berikutnya. Proses pengkombinasian faktor produksi yang dilakukan banyak perusahaan

Page 78: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

70

pada hakikatnya menciptakan nilai tambah pada industri lain. Fakta inilah yang menjadi inspirasi pemikiran tentang adanya efek pengganda (multiplier effect) yang mendorong pertumbuhan pendapatan nasional.

Dalam rangka memahami bagimana efek pengganda itu bekerja, perhatikan persamaan (3.1) dan detail prilakunya,

Y = C + I …………….. (3.1)(i) C = 100 + 0.75 Y (ii) I = 25, Substitusikan (ii) dan (iii), maka :(iii) C = 100 + 0.75 Y + 25, besarnya pendapatan (Y) menjadi,(iv) Y – 0.75 Y = 125 (v)

25 Y = 125 Y= 500 Pendapatan nasional adalah sebesar 500 milyar dan investasi 25 milyar. Maka Y = 475 + 25 = 500 milyar.

Efek pengganda berasal dari kegiatan transaksi rumah tangga konsumen yang dikelola melalui kegiatan konsumsi. Perhatikan Grafik 3.14 tentang rumusan ∆C dan ∆Y, keduanya mewakili masing-masing garis vertical C dan garis horizontal Y.- Maka kemiringan garis C dan Y digambarkan sebagai kecenderungan konsumsi marginal propensity to consume, yang sama dengan,

Berdasarkan persamaan multiplier di atas, maka efek pengganda dapat ditentukan sebagai berikut.

bMPCMultiplier

−=

−=

11

11

bMPCY

C==

∆∆

4

25.01

75.011

==−

=Multiplier

multiplierMPC

=−

11

MPSS

Y=∆∆

Page 79: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

71

Hasil perhitungan berdasarkan fungsi konsumsi C = 100 + 0.75 Y dan dengan investasi I = 25 milyar dapat dilihat pada Tabel 1.9. Berdasarkan fungsi konsumsi tersebut diperoleh tingkat keseimbangan makro ekonomi pada pendapatan nasional sebesar 500 milyar dimana konsumsi C = 475 milyar dan investasi 25 milyar.

Proses pembentukan keseimbangan ditunjukkan oleh equilibrium point sebagaimana dapat dilihat pada Grafik 1.10. Ketika aggregate demand berada pada tingkat 275 milyar, maka terjadi inflationary gap yaitu pengeluaran agregat lebih besar dari garis pendapatan. Hal ini akan mendorong dan memicu kinerja pasar produksi untuk bergerak kekanan, sampai suatu tingkat dimana garis aggregate demand berpotongan dengan garis pendapatan pada pendapatan 500 milyar.

Tabel3.10 Pembentukan pendapatan berdasarkan komponen pengeluaran C + I

C = 100 + 0.75 Y Pendptn Konsumsi Investasi

Y C I C + I Y - (C + I)

100 175 25 200 -100

200 250 25 275 -75

400 400 25 425 -25

500 475 25 500 0

600 550 25 575 25

800 700 25 725 75

1000 850 25 875 125

Melewati titk equilibrium point, produksi kekurangan permintaan pasar, sehingga diperlukan variabel makro lainnya untuk memicu agar pertumbuhan pendapatan bergerak ke kanan. Kita akan membahas pada Modul 5 model makro ekonomi dengan peranan pemerintah dan sektor luar negeri sebagai pemicu produksi untuk bisa bergerak ke kanan.

Pada perekonomian tertutup sederhana, kita masih membahas terbatas pada model makro ekonomi dengan peranan sektor rumah

Page 80: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

72

tangga konsumsi C dan kegiatan investasi I. Dengan anggapan sebuah perekonomian berlangsung secara tertutup sederhana di mana pemerintah tidak ikut serta dalam mengelola politik anggaran belanja untuk membangkitkan kinerja pasar produksi sebagaimana direkomendasikan pendekatan Keynesian, maka bentuk keseimbangan makro ekonomi suatu negara adalah pada kondisi di mana S = I sebagaimana dipetakan pada Gambar

Grafik3.19Proses Pembentukan Keseimbangan Makro Ekonomi

Pada Y = C + I = 500 Milyar.

Sejauh yang sudah dapat kita jelaskan sebelumnya, bahwa tabungan selalu dimulai pada kondisi dissaving yang berfungsi sebagai penyeimbang dari nilai konsumsi yang tidak bergerak dari pendapatan sama dengan nol. Kita memahami bahwa ilmu ekonomi beranggapan bahwa tindakan konsumsi selalu harus dilakukan, meskipun orang yang bersangkutan tidak memiliki pendapatan sama sekali. Inilah sebabnya kemudian muncul istilah dissaving, yaitu melakukan tindakan mendapatkan uang dengan cara berhutang.

Page 81: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

73

Gambar3.20Proses Pembentukan Keseimbangan Makro Ekonomi

Pada Syarat dimana S = I

Grafik 3.20 menunjukkan bahwa keseimbangan pendapatan tidaklah terjadi pada saat tabungan S = 0, di mana pada S = 0 didapatkan pendapatan sebesar 400 milyar, tetapi karena adanya dorongan investasi sebesar 25 milyar, maka pendapatan berubah menjadi 500 milyar. Pembentukan pendapatan baru sebesar 100 milyar didapatkan dari bekerjanya efek pengganda sebesar Y = 1/0.25 x 25 = 100 milyar.

Page 82: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

74

BAB IVModelMakroEkonomiKeynesian

4.1 PotensialOutput,AggregateDemanddanInflasiProduksi berkaitan dengan upaya pemanfaatan potensi sumber

daya alam secara optimal dengan memadukan kecakapan sumber daya manusia dengan teknologi. Jumlah seluruh kegiatan produksi yang dapat dihasilkan dalam periode 1 tahun dinyatakan sebagai gross domestic product (GDP), sedangkan potensi dukungan sumber alam yang tersedia dinyatakan sebagai potential produksi. Produksi yang dapat dicapai dibandingkan dengan potensi sumber daya alam yang teresdia dinyatakan sebagai output gap. Jika GDP nominal sama dengan GDP potensial, maka dinyatakan Y = Y*, yaitu kondisi dimana perekonomian suatu bangsa telah berada pada tingkat full employment. (lihat Gambar 4.1).

Jika kegiatan produksi yang dicerminkan oleh nilai GDP lebih besar dari GDP potensial, maka perekonomian berada pada posisi heating economy, yaitu permintaan agregat lebih besar dari kapasitas sumber daya alam, maka akan terjadi gap inflasi. Sebaliknya, apabila kapasitas produksi nasional relatif belum dikelola secara optimal, maka permintaan agregat diperlukan untuk meningkatkan sumber daya alam menjadi barang siap konsumsi.

Ganbar 4.1 menunjukkan pola hubungan antara kurve IS dan posisi output potensial yang tegak lurus. Poisisi Y = Y* menggambarkan bahwa seluruh potensi produksi telah mencapai keseimbangan jangka panjang di mana tidak ada lagi sumber daya produksi yang tersisa untuk dikerjakan.

Page 83: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

75

Gambar4.1Pergeseran Kurve IS

Kebijakan moneter dewasa ini sangat memberikan perhatian pada output gap. Apabila sumber-sumber produksi masih relatif membuka ruang untuk dikerjakan, maka kebijakan penurunan suku bunga seringkali menjadi pilihan untuk menggerakkan sektor produksi dan investasi terpacu ke tingkat lebih tinggi, karena masih terbukanya sumber produksi untuk diolah.

Kebijakan moneter menjadi tidak efektif dalam mencapai arah peningkatan produksi dan perluasan investasi, apabila seluruh potensi sumber alam yang tersedia telah sepenuhnya dikerjakan, sehingga tidak tersisa ruang untuk peningkatan produksi. Maka kebijakan moneter tidak efektif dan berpotensi menggerakkan inflasi.

4.2 PermintaanUangdanKurveLMBerbeda dengan kurve IS yang bergerak dari kiri ke kanan, maka

kurve LM bergerak dari kiri bawah ke kanan atas, yang menunjukkkan bahwa pergerakan suku bunga berjalan searah dengan kurve LM. Kurve LM terbentuk dari penawaran uang (MS) dan permintaan uang (MD). Karena jumlah penawaran bersifat ajeg dengan bentuk garis vertikal, di mana jumlah penawaran uang membentuk sekaligus harga, maka dapat dinyatakan bahwa permintaan uang adalah real balance atau sering juga disebut money real, karena pada harga barang yang lebih tinggi terdapat kebutuhan jumlah transaksi yang lebih besar.

Page 84: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

76

Kebutuhan transaksi tidak saja didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga, tetapi juga oleh perubahan atau kenaikan harga-harga barang. Itu sebabnya permintaan money real adalah konsep pendekatan yang paling realistik, untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang prilaku permintaan dan penawaran uang.

Kita mengasumsikan perekonomian berlangsung pada keseimbangan titik A dengan suku bunga r2 dan pada output Y1. Apabila jumlah permintaan uang bergeser dari MD1 ke MD2, maka Bank Sentral dapat meningkatkan penawaran jumlah uang beredar dari MS1 ke MS2, sehingga suku bunga tetap tidak mengalami perubahan.

Bank Sentral akan melakukan kebijakan pengaturan jumlah uang beredar berdasarkan kepentingan untuk mencapai tujuan akhir yaitu stabilitas perekonomian nasional, sehingga dapat mengatur posisi jumlah uang beredar yang bergerak disepanjang kurve LM, yaitu dari titik A ke titik B pada Gambar 4.2 (b).

Gambar4.2Prilaku Pasar Uang dan Kurve LM

Page 85: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

77

Pergerakan kurve LM menggambarkan dinamika permintaan uang (MD) dan penawaran uang (MS), kedua bentuk permintaan dan penawaran uang itu kita nyatakan dalam bentuk money riel (M/P).

4.3 KebijakanMoneterdanKurveMPBanyak negara dewasa ini mengelola kebijakan makro ekonomi

mereka dengan sasaran akhir price stability, dengan mempergunakan jangkar moneter suku bunga. Bila demikian, suku bunga adalah kebijakan moneter yang dipadukan dengan output gap, serta peranan suku bunga untuk mencapai sasaran akhir perluasan lapangan kerja.

Kita akan membahas pemetaan hubungan antara fokus kebijakan moneter suku bunga dengan output gap dan tujuan akhir kebijakan moneter untuk mencapai stabilitas perekonomian dan terciptanya lapangan kerja yang cukup.

Pemodelan makro ekonomi mempergunakan pola hubungan IS-MP model, yaitu pola hubungan antara perilaku kurve IS dengan suku bunga sebagai bagian inti kebijakan moneter yang dipetakan dengan kurve MP. Jika kebijakan moneter ditargetkan untuk stablize, dilakukan dengan targeting dari titik A ke titik B, jika ekspektasi tentang harga-harga juga sejalan dengan ekspektasi suku bunga, maka akan terbentuk dalam jangka panjang suku bunga riel akan sama dengan suku bunga nominal. Perbedaan antara suku bunga riel dan suku bunga nominal dapat dianggap sebagai sebab timbulnya distorsi yang mengganggu stabilitas perekonomian.

Kurve MP memberi perhatian khusus tentang perlunya memandang kebijakan suku bunga secara riel, yang akan ditentukan oleh kebijakan secara konsisten dalam membentuk ekspektasi masyarakat sejalan dengan kepentingan untuk mencapai tujuan akhir kebijakan makro ekonomi yaitu stabilitas ekonomi dan perluasan lapangan kerja.

Page 86: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

78

Gambar4.3Perilaku Pasar Uang dan Kurve MP

4.4 KeseimbanganIS-MPModelPemodelan IS MP adalah penggabungan dari kebijakan sektor

riel dengan pengendalian pasar uang yang dikelola oleh Bank Sentral, sehingga sepanjang kebijakan moneter dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan suku bunga nominal sama dengan suku bunga riel, maka kita akan berada pada analisis kurve MP.

Kebijakan moneter Bank Indonesia yang berpandangan bahwa penurunan inflasi adalah peluang bagi kebijakan moneter Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga, adalah bagian dari kebijakan yang termuat pada pemodelan IS MP.

Berdasarkan pendekatan yang merumuskan kebijakan penetapan suku bunga searah dengan pergerakan inflasi, pada hakikatnya merupakan kebijakan moneter yang berusaha mencapai sasaran agar nilai suku bunga nominal tetap dalam kisaran nilai suku bunga riel.

Page 87: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

79

Pemodelan IS MP memiliki sedikitnya dua aspek strategis dalam pengelolaan kebijakan moneter Bank Sentral. Pertama, bahwa kebijakan moneter lebih mudah dimengerti oleh publik yang perlu diajak serta dalam rangka pengembangan forward looking expectation. Kedua, pendekatan strategi MP curve dapat dikelola secara flexible, yaitu upaya untuk pengendalian inflasi yang dikaitkan dengan suku bunga riel, atau mencapai sasaran akhir dengan mengelola suku bunga nominal untuk mencapai sasaran pembentukan output riel. Kedua pilihan dapat membuka jalan untuk mencapai tujuan akhir stabilitas perekonomian nasional.

Gambar 4.4 menunjukkan tingkat keseimbangan IS MP Model yang menghubungkan antara suku bunga r dengan kurve MP dan IS.

Gambar4.4Keseimbangan IS MP Model

Jika Bank Sentral menetapkan suku bunga pada r1, dalam keseimbangan di mana output nominal sama dengan output potensial pada titik Y1 = 0.

Kebijakan moneter dengan jangkar suku bunga bertujuan untuk mencapai sasaran akhir stabilitas ekonomi dengan inflasi yang stabil dan rendah. Karena itu, pada konsep pemodelan IS-MP, pergerakan inflasi akan selalu berdampingan dengan suku bunga. Bila inflasi meningkat, maka Bank Sentral akan menaikkan suku bunga sebagai upaya untuk tetap menjaga nilai suku bunga nominal sama dengan nilai riel suku bunga tersebut.

Page 88: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

80

Gambar 4.4 menunjukkan pendekatan suku bunga untuk mencapai GDP riel dalam keseimbangan jangka panjang di mana Y1 = 0 yaitu tercapai pada posisi output potensial sama dengan GDP riel.

Kebijakan menaikkan suku bunga dari r1 ke r2 pada Ganbar 4.5 telah mengakibatkan bergesernya GDP riel ke kiri yang menyebabkan output riel berada di bawah kapasitas output potensial. Jika ekspektasi inflasi tidak mengalami perubahan, maka peningkatan suku bunga telah menggeser ke atas kurve MP dari MP1 ke MP2, sehingga keseimbangan suku bunga riel berada dititik r2 dengan posisi output Y1<0.

Gambar4.5Pergeseran Kurve MP pada IS-MP Model

Peningkatan suku bunga berdampak pada output riel disebabkan oleh penurunan kegiatan konsumsi rumah tangga, investasi dan perdagangan ekspor netto. Kebijakan moneter sebagimana dipetakan dengan menaikkan suku bunga sering dilakukan pada masa booming yaitu situasi perekonomian yang memanas sebagai akibat dari terpicunya permintaan agregat sedemikian rupa, sehingga dapat memicu inflasi yang tinggi, mengingat GDP potensial Y = 0.

Menurunkan kegiatan konsumsi di bawah level GDP potenial dalam praktik sering menjadi pilihan untuk mencegah pergerakan permintaan agregat melewati batas potensial sumber daya produksi

Page 89: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

81

yang tersedia, yang dapat mengakibatkan perekonomian terjebak dalam tekanan inflasi tinggi, yang tidak memberi rasa nyaman bagi kegiatan produksi domestik.

Gambar 4.6 menyajikan terjadinya penurunan kegiatan konsumsi dan investasi sebagai akibat dari sejumlah gangguan (demand aggregate shock), akan tetapi kebijakan moneter Bank Sentral tetap mempertahankan suku bunga pada r1.

Gambar4.6Pergeseran Kurve IS pada IS-MP Model

Kebijakan untuk menurunkan kegiatan ekonomi yang mendekati output gap juga dapat dilakukan melalui kebijakan perpajakan atas barang dan jasa, serta penurunan anggaran belanja negara, sehingga kurve IS bergeser ke kiri.

4.5 PhilipsCurvedanIS-MPModel

Stabilitas ekonomi adalah sasaran akhir yang ingin dicapai setidaknya dalam jangka pendek, untuk mengkondisikan aga variable makro ekonomi dapat bekerja secara optimal dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.

Stabilitas perekonomian nasional dapat diukur dengan mempergunakan Philips curve, yaitu hubungan antara prilaku inflasi dan pengangguran yang dikenal sebagai Philip curve. Philips (1930)

Page 90: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

82

merumuskan kerangka hubungan yang berlawanan arah antara inflasi dan pengangguran (lihat Gambar 3.7).

Gambar4.7Philips curvel (PC)

Jika inflasi bertendensi meningkat, maka penggangguran cenderung menurun dalam jangka pendek.

Sebaliknya penurunan inflasi akan berpotensi meningkatkan pengangguran. Dalam praktik perumusan kebijakan makro ekonomi di Indonesia, pemerintah berkepentingan untuk mengupayakan target pertumbuhan kesempatan kerja 10%, sehingga diperlukan toleransi untuk menjaga pertumbuhan inflasi yang tidak terlalu rendah, meskipun stabilitas perekonomian tetap mendefinisikan inflasi yang rendah dan stabil.

Pemodelan makro ekonomi yang dirumuskan untuk periode jangka pendek menempatkan pola hubungan inflasi dan penggangguran trade-off, yaitu adanya fenomena bahwa penurunan inflasi yang sangat rendah akan meningkatkan pengangguran, serta peningkatan inflasi yang sedemikian tinggi akan menciptakan ketidak-stabilan perekonomian nasional.

Karakteristik hubungan yang sangat pelik antara kepentingan perluasan pertumbuhan produksi dan lapangan kerja dengan stabilitas ekonomi melalui upaya pengendalian inflasi yang rendah dengan akibat peningkatan jumlah pengangguran, menyebabkan dalam pengelolaan

Page 91: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

83

ekonomi makro nasional diperlukan upaya menemukan tingkat optimal dari kombinasi pertumbuhan inflasi dan kepentingan stabilitas perekonomian.

Strategi pengendalian Philips curve tentunya tidak dalam rangka pengendalian inflasi serendah mungkin karena akan mengakibatkan kerugian karena resiko meluasnya potensi pengangguran dalam jangka pendek, sehingga perlu ditemukan tingkat optimal pengendalian inflasi yang minimum untuk tetap menjaga kinerja produksi untuk tetap bergairah melebarkan sayapnya dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi.

Pemodelan IS-MP adalah upaya untuk mengkonstruksikan instrumen kebijakan moneter dalam rangka mencapai tujuan akhir pengendalian Philips curve yang optimal untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu stabilitas inflasi yang stabil, tetapi untuk tetap bisa dipelihara keberlangsungan kegiatan produksi tetap bergairah.

(1.1)

Perubahan inflasi disebabkan oleh ekspektasi masyarakat terhadap arah pergerakan inflasi di masa depan. Ekspektasi masyarakat terhadap inflasi memiliki dua karakter, yaitu ekspektasi backward looking dan ekspektasi forward looking. Dinyatakan perilaku inflasi berkarakter backward looking apabila ekspektasi masyarakat terhadap inflasi di masa depan mempergunakan informasi data di masa lalu. Sedangkan ekspektasi forward looking adalah apabila masyarakat mempergunakan informasi terkini yang dapat dimanfaatkan untuk melihat ekspektasi inflasi di masa depan.

Persamaan inflasi di atas menunjukkan prediksi inflasi yang ditentukan oleh ekspektasi inflasi dan pengaruh pergerakan output gap Yt serta supply shocks yang disebabkan oleh antara lain pergerakan biaya produksi.

(1.2)

tett Y 1

ttt Y 11

Page 92: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

84

Persamaan (1.2) adalah bentuk dari backward looking expectation, di mana ekspektasi publik tentang inflasi di masa depan ditentukan oleh informasi yang mereka dapatkan di masa lalu, yang dinotasikan dengan πt-1.

(1.3)

Persamaan (1.3) adalah bentuk ekspektasi forward looking yang dinotasikan dengan πt+1 di mana ekspaktasi publik terhadap inflasi di masa depan ditentukan oleh informasi terkini yang dapat dimanfaatkan.

Pembentukan ekspektasi publik adalah gagasan Milton Friedman (1971) yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang ekspektasi inflasi akan sama dengan natural inflation.

Gambar4.8Sumber produksi terpakai dan Inflasi

4.6 PergeseranPhilipsCurvePhilips curve menunjukkan pola hubungan antara tingkat inflasi

dengan pengangguran. Kedua pola hubungan itu memiliki karakter berlawanan arah. Jika tingkat inflasi menurun, maka akan mengaibatkan meluasnya pengangguran dan penurunan kegiatan produksi. Pola hubungan tersebut bergerak di sepanjang satu titik keseimbangan ke titik keseimbangan di sepanjang kurve Philips dimaksud. Meskipun demikian, apabila terjadi perubahan ekspektasi inflasi dan kenaikan biaya

ttt Y 11

Page 93: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

85

produksi tidak terduga seperti kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM, maka kurve Philips akan bergeser dari satu kurve ke kurve berikutnya.

Gambar 3.8 menunjukkan adanya tingkat keeimbangan perekonomian berada pada titik A, tetapi karena perubahan ekspektasi publik atau karena kebijakan administered price dari pemerintah, maka menyebabkan kurve Philips bergeser dari titik A pada PC2 ke titik B pada kurve PC1. Inflasi meingkat dari semula π1 menjadi π2

Keseimbangan perekonomian di titik A menggambarkan real GDP = potensial GDP, serta inflasi berjalan sama dengan ekspektasi inflasi π1 = π

e. . Peningkatan inflasi ke π2 disebasbkan antara lain oleh kenaikan harga minyak bumi mengakibatkan pergeseran kurve Philip dari PC2 ke PC1. Supply shocks penyebabkan variabel ζ bernilai negatif, yaitu ζ<0, sehingga perekonomian dalam tekanan inflasi yang dipetakan sebagai actual inflation tidak sama dengan expected inflation.

Gambar4.9Pergeseran Philips curvel (PC)

Gambar 1.20 menunjukkan pola yang sebaliknya. Bila stabilitas

ekonomi kita gambarkan pada titik A, dengan inflasi berjalan sama dengan ekspektasi inflasi, maka peningkatan produktivitas dan penerapan cara produksi yang lebih efisien telah mendorong peningkatan prouksi lebih cepat dari yang diperkirakan.

Page 94: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

86

Gambar4.10Pergeseran Philips curvel (PC)

Penurunan unit cost per satuan telah mendorong gerakan inflasi ke arah yanh sebaliknya, yaitu pergeseran kurve Philips dari PC1 ke PC2, sehingga perekonomian berada pada keseimbangan titik B, di mana inflasi berjalan tidak sama dengan ekpektasi inflasi.

Berbeda dengan Gambar 1.19 yang menunjukkan dampak dari negatively supply shocks, maka pada Gambar 1.20 terjadi perubahan keseimbangan ekonomi disebabkan oleh positively supply shocks. Esensi dari pergeseran kurve Philips adalah adanya perbedaan antara inflasi berjalan dengan ekspektasi inflasi, yang dapat disebabkan oleh supply shocks yang bersifat negatif atau supply shocks yang bersifat positif.

4.7 KebjakanMoneterMasaResesiPemodelan IS-MP berkaitan dengan pemetaan sektor riel dan

kebijakan moneter, karena itu dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan peranan kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir tingkat inflasi yang diinginkan.

Bank Sentral dapat berperan mempergunakan jangka suku bunga dalam mengendalikan output dan inflasi untuk mencapai stabilitas perekonomian pada periode pertama, serta mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya.

Page 95: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

87

Jika perekonomian terdampak oleh suplly shocks yang negatif sebagai akibat dari kenaikan harga minyak bumi, maka kebijakan moneter Bank Sentral dapat dilaksanakan untuk mengembalikan pere-konomian pada tingkat stabilitas yang diperlukan sebagai prakondisi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Gambar 1.21 menunjukkan bahwa perekonomian telah berada pada tingkat penggunaan kapasitas produksi penuh, sehingga tidak tersisa ruang untuk perluasan produksi dan investasi. Pada kondisi seperti itu, kebijakan moneter diperlukan untuk menggerakkan mengarah ke kiri dan menahan laju permintaan agregat melewati titik A=C.

Sehubungan dengan tidak tersedianya ruang yang terbuka bagi pilihan kebijakan moneter dalam mendorong perluasan investasi, karena itu kebijakan makro ekonomi akan lebih banyak berhubungan dengan upaya pembenahan struktur produksi, pengembangan teknologi baru, serta upaya untuk mengelola kebijakan fiskal yang lebih kontraktif untuk menahan laju pertumbuhan anggaran belanja yang akan memberi beban pada cost of economy sebagai akibat tekanan peningkatan inflasi.

Gambar1.15Inflasi dan Output Gap

Page 96: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

88

Kebijakan fiskal yang lebih ekspansif tentu diperlukan jika kondisi perekonomian sedang mengalami kelesuan. Gambar 1.23 menyajikan dasar analisis penggunaan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggeser kurve IS ke kanan dari IS1 ke IS2.

Andaikan posisi keseimbangan perekonomian berada pada titik A dengan kondisi full employment di mana output riel sudah sama dengan output potensial, maka sesungguhnya perekonomian telah berada pada keseimbangan jangka panjang, dengan suku bunga r1 adalah juga jangka panjang.

Gambar1.16Inflasi dan Output Gap

Jika pertumbuhan konsumsi dan investasi tidak dapat dikendalikan, maka pergeseran kurve IS ke kanan akan membawa akibat buruk bagi kepentingan perekonomian, yaitu meningkatnya pertumbuhan inflasi dari 1.5% ke 2.5 %, sehingga perekonomian tidak mencerminkan stabilitas. Gangguan stabilitas ekonomi ini tidak memberi ruang yang aman bagi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi, meski teori memberikan toleransi tentang angka inflasi yang masih diperlukan dalam rangka menekan angka pengangguran.

Page 97: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

89

Gambar 1.16 memberi signal tentang arah pergerakan inflasi yang disebabkan justru oleh peningkatan permintaan agregat termasuk kegiatan konsumsi, investasi dan penggunaan anggaran belanja. Perekonomian melalui pembiayaan dengan inflasi di satu pihak berdampak nyata bagi kepentingan memacu permintaan pasar barang dan jasa, tetapi pada saat bersamaan juga berpotensi merusak struktur pasar dan produksi, termasuk tidak terkendalinya harga bahan baku produksi, serta bahaya pemogokan buruh yang menuntut penyesuaian upah.

Pemodelan IS-MP yang telah dibahas sampai saat ini memberikan ruang bagi kebijakan moneter untuk mengatasi ketidak-stabilan ekonomi yang disebabkan oleh memanaskan perekonomian nasional sebagai akibat dari peningkatan permintaan agregat. Gambar 1.17 menunjukkan penggunaan instrumen makro ekonomi yang dapat dilakukan dalam rangka menurunkan permintaan agregat yang melewati batas kapasitas produksi nasional.

Gambar 1.17 memuat pola hubungan antara suku bunga r dan posisi output yang diinginkan. Inflasi jangka panjang terdapat pada titik B dengan produksi nasional Yt. Karena itu, kebijakan yang tersedia adalah dengan menurunkan permintaan agregat dari IS1 ke IS2, sehingga suku bunga juga akan turun dengan sendirinya dari r1 ke r2.

Gambar1.17Output Gap dan Kebijakan Moneter

Page 98: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

90

Perlu digaris bawahi bahwa suku bunga r1 bukan keseimbangan jangka panjang, di mana nilai suku bunga riel berbeda dengan nilai suku bunga nominal.

4.8 AplikasiModelMoneteruntukIndonesiaAggegate demand adalah instrument ekonomi makro Keynesian

yang dipergunakan dalam rangka pengendalian stabilitas ekonomi serta pencapaian sasaran akhir pertumbuhan produksi dan perluasan lapangan kerja dengan dukungan inflasi yang stabil. Gambar 1.1 menyajikan uraian singkat dari proses transmisi makro ekonomi yang dimulai dari Keynesian cross sebagai sisi fiscal kebijakan makro ekonomi, sedangkan liquidity preference menggambarkan sisi kebijakan moneter yang di dalamnya memuat perilaku transaksi, uang sebagai alat ukur kekayaan, serta motif transaksi Keynesian.

Keynesian cross menggambarkan kinerja sektor riel dengan perilaku yang digambarkan melalui kurve IS, dikenal sebagai pasar barang (commodity market). Pada sisi lain, kegiatan transaksi memerlukan sarana uang sebagai alat transaksi. Perilaku pemegang pemdapatan dengan kebutuhan transaksi ini dikenal sebagai pasar uang, di mana orang bisa mendapatkan dana melalui loan facility pada industri perbankan. Kerangka hubungan kebutuhan uang sebagai alat transaksi dengan industri perbankan dengan sendirinya dikaitkan dengan kinerja pasar uang yang akan mengatur keseimbangan melalui suku bunga sebagai harga dari si stem keseimbangan pasar uang.

Jika cross Keynesian berhubungan dengan kurve IS, maka pada pasar moneter berhubungan dengan kurve LM. Kedua kurve yang berasal dari sumnber kegiatan yang berbeda kemudian membentuk keseimbangan Hicksian yang dikenal sebagai IS-LM model. Yang perlu digaris-bawahi bahwa dari proses interaksi IS-LM tersebut kemudian membentuk Aggregate demand yang menggambarkan aktivitas perekonomian nasional yang mendorong terciptanya permintaan efektif (lihat Gambar 1.1).

Analisis ekonomi makro sebagai salah satu cabang disiplin ilmu ekonomi adalah memanfaatkan secara maksimal ilmu dimaksud untuk

Page 99: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

91

mencapai tujuan akhir, yaitu terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, ekonomi makro merumuskan aggregate demand sebagai instrument dalam mencapai sasaran akhir, yaitu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja dan pengendalian inflasi yang stabil, dengan anggapan aggregate supply akan bergerak ke arah yang diinginkan, yaitu peningkatan produksi dan perluasan lapangan kerja.

Gambar1.1Keynesian Macroeconomics Model Transmission.

Dalam rangka mempergunakan aggregate demand sebagai instrumen untuk mencapai tujuan akhir stabilitas ekonomi dan target pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan inflasi, maka diperlukan pemahaman perilaku sejumlah variabel yang membentuk aggregate demand tersebut yaitu perilaku kurve IS dan kurve LM. Pemerintah melalui perumusan kebijakan politik anggaran belanja dapat mempengaruhi kinerja pasar domestik serta target perluasan lapangan kerja yang diinginkan. Sebaliknya, Bak Sentral dapat merumuskan sejumlah langkah dalam perumusan kebijakan moneter seperti suku bunga, jumlah uang beredar, pengendalian pasar valuta asing dan tindakan moneter lainnya.

Page 100: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

92

Tulisan singkat ini merupakan gist lecturer yang bersifat pengantar dalam rangka memahami kebijakan makro ekonomi dilihat dari peranan Bank Sentral, sehingga teori ekonomi makro yang dikembangkan pada uraian berikutnya memiliki perspektif pendekatan moneter, sehingga pada akhir tulisan ini disertakan sejumlah model ekonomi makro yang dirumuskan berdasarkan pendekatan kebijakan moneter, serta peranan Bank Sentral sebagai the last resort menjadi perhatian pembahasan dari awal sampai dengan akhir pembahasan buku ini.

Alat-alat transaksi Bank Sentral dikelompokkan menjadi 4 jenis meliputi katagori C, M1, M2 dan M3 ( Mankiw, 2006). Rincian penjelasan dari satuan ukuran alat transaksi disajikan pada Tabel 1.1 .

Tabel1.1Jenis dan Satuan Pengukuran Uang

Label Keterangan C Uang KartalM1 Uang Kartal ditambah Simpanan Bank dan CheckM2 M1 ditambah deposito berjangkaM3 M2 ditambah Deposito jk panjang dan valuta asing

Dalam rangka penyusunan model makro, lebih banyak dipergunakan satuan pengukuran M1, yaitu uang kartal ditambah dengan outstanding check yaitu simpanan uang di Bank yang segera dapat dicairkan tanpa dibatasi jangka waktu. Meskipun demikian, penggunaan jenis satuan ukuran uang akan sangat tergantung pada tujuan akhir yang ingin dicapai dari kebijakan moneter serta instrument yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada pembahasan model makro dan kebijakan moneter yang akan dibahas seterusnya, kita mempergunakan satuan ukuran M1 sebagai pegangan untuk menyatakan money stock pada Bank Sentral serta cara pengendalian persediaan uang tersebut dalam rangka mencapai stabilitas ekonomi nasional.

Tujuan akhir dari kebijakan moneter di Indonesia adalah stabilitas perekonomian nasional, yaitu sejalan dengan ketentuan perundangan Bank Indonesia No. 23 tahun 1999, yang memberikan kewenangan

Page 101: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

93

penuh kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas pokok untuk mencapai sasaran akhir stabilitas perekonomian nasional.

Dalam rangka memahami proses transmisi kebijakan moneter pada ekonomi makro Indonesia, Bank Sentral dapat merumuskan strategi pengendalian jumlah uang beredar sebagaimana disajikan pada Gambar 1.2.

Pada era tahun 1997 sampai dengan akhir tahun 2004, kebijakan moneter dilaksanakan dengan mempergunakan instrument kebijakan berdasarkan jangkar uang primer (money aggregate).

Kebijakan berdasarkan single anchor uang primer dilakukan atas rekomendasi IMF yang mungkin masih menunda penggunaan jangkar suku bunga dengan berbagai pertimbangan. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagimana dilaporkan MacNeal (1999), Alamsyah et al (2001) serta Darsono et al (2002) lebih mengkedepankan pentingnya melakukan perintisan secara sungguh-sungguh penggunaan kebijakan jangkar suku bunga sebagai single anchor menggantikan uang primer, karena mereka memandang multiplier uang primer tidak stabil dalam membentuk proses transmisi ke sektor real. Perhatikan Gambar 1.3.

Gamnar 1.3 menunjukkan pilihan Bank Sentral dalam mempergunakan instrument moneter untuk mencapai sasaran akhir pertumbuhan output. Bank Indonesia memperkenalkan instrument SBI sejak tahun 1983, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagai pilihan instrument moneter. Kerjasama pemerintah Indonesia dengan IMF pada tahun 1997 mempergunakan money aggregate sebagai instrument moneter.

Page 102: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

94

Berdasarkan Gambar 1.3 tampak bahwa pilihan penggunaan keijakan moneter jangkar uang primer adalah merupakan kebijakan moneter tidak langsung, karena memerlukan sasaran antara, yaitu tingkat suku bunga untuk mencapai kinerja output. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa uang primer tidak member dampak kepada output, tetapi akan terdampak melalui perubahan uang primer yang membentuk besaran suku bunga.

Gambar1.3Pilihan Kebijakan Moneter Bank Sentral

Meskipun secara teoretis penggunaan instrument suku bunga memiliki kelebihan, yaitu dapat mencapai sasaran langsung dalam membentuk sasaran akhir output yang diinginkan, tetapi tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja karena pilihan penggunaan instrument suku bunga memerlukan financial development yang cukup mantap. Pertama, adalah pasar primer di mana mekanisme lelang sertifikat Bank Indoinesia SBI dilaksanakan Bank Indonesia. Tentunya memerlukan sosialisasi dan upaya mencerdaskan masyarakat tentang SBI sebagai surat berharga yang dapat diperjualbelikan. Kedua adalah upaya untuk menggalakkan pasar skunder yang sangat diperlukan dalam mendukung efektivitas pelaksanaan suku bunga sebagai instrument moneter yang pada gilirannya akan menggerakkan dengan sendirinya jumlah uang beredar.

Page 103: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

95

Pilihan penggunaan instrument uang primer tidak memerlukan persyaratan kondisi pasar keuangan tertentu, sehingga lebih mudah dilaksanakan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melalui kebijakan cash balance ratio atau kebijakan penetapan giro wajib minimum (GWM) Bank Sentral yang diberlakukan pada Bank Devisa di Indonesia.

Jika Bank Sentral menghendaki jumlah uang beredar ditingkatkan, maka Bank Sentral memberi kelonggaran cadangan wajib yang dikelola Bank Devisa atau sebaliknya, apabila Bank Sentral jumlah uang beredar diturunkan, maka BVank Devisa diminta untuk meningkatkan cadangan wajib dan menurunkan aktivitas perkreditan komersial.

PerananUangdanPerilakuSukuBunga

Tujuan yang ingin dicapai dari pengendalian uang primer adalah pembentukan suku bunga yang diharapkan berdasarkan kebijakan uang primer. Alamsyah et al (2001) serta peneliti lainnya pada Bank Indonesia meyakini bahwa the velocity of money multiplier di Indonesia adalah labil, sehingga menimbulkan ketidak-pastian dalam pembentukan suku bunga perbankan.

Tentunya akan menjadi beresiko apabila penetapan kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar tidak mencapai target pembentukan suku bunga yang diharapkan. Dalam perekonomian terbuka, dampak dari besaran suku bunga akan dirasakan menjadi semakin kompleks tidak saja berdampak pada sektor real, tetapi juga lebih luas kepada perdagangan luar negeri dan perdagangan lalu lintas modal internasional.

Mungkin saja sebagai akibat dari pengendalian kebijakan uang primer membentuk suku bunga yang ideal bagi sektor produksi di dalam negeri, tetapi belum tentu sejalan dengan kepentingan pengendalian pasar valuta asing dan pengendalian inflasi. Terkait dengan itu, maka diperlukan adanya pemahaman tentang perilaku suku bunga, jumlah uang beredar dan arah pergerakan inflasi yang terkait dengan perilaku uang primer dan suku bunga.

Page 104: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

96

Grafik 1.1 menyajikan pola hubungan suku bunga sebagai harga dari capital dengan jumlah uang beredar. Konsep tentang uang beredar tidak dipetakan secara nominal, tetapi dikaitkan dengan pergerakan harga-harga, sehingga konsep pemahaman uang dalam pembahasan selanjutnya dipetakan sebagai M/P, yaitu simbol dari money real yaitu yang dikenal sebagai money stock Bank Sentral.

Suku bunga digambarkan pada garis vertical, money stock atau real money merupakan jumlah horizontal dengan kurve tegak lurus. Jika Bank Sentral melakukan ekspansi moneter, maka kurve Ms akan bergeser ke kanan, sebaliknya jika Bank Sentral melakukan kontraksi moneter, maka kurve Ms akan bergeser ke kiri.

Grafik1.1Uang Riel dan Suku Bunga

Ketika Bank Sentral mempergunakan kebijakan uang primer sebagai jangkar kebijakan, maka variable MS dikenal sebagai variable eksogen karena kebijakan sepenuhnya ditetapkan Bank Sentral.

Pembentukan suku bunga tidak semata dilakukan melalui kebijakan, bahwa kebijakan Bank Sentral akan selalu diawali oleh perubahan yang terjadi pada pasar keuangan. Apabila terjadi gonjangan yang dapat merugikan atau mengancam stabilitas perekonomian nasional, maka Bank Sentral akan melakukan langkah kebijakan moneter untuk mencapai stabilitas ekonomi yang diharapkan.

Page 105: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

97

Grafik 1.2 menyajikan perilaku permintaan uang dengan bentuk kurve Md yang bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Kurve permintaan uang Md memilki sifat hubungan negatif terhadap suku bunga. Jika suku bunga menurun maka permintaan uang akan meingkat atau sebaliknya meningkatnya suku bunga akan menu-runkan permintaan uang.

Dinamika perubahan keseimbangan pasar keuangan akan mengalami perkembangan disebabkan oleh perubahan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan permintaan uang, karena sebagai akibat dari peningkatan pendapatan tersebut yang akan mendorong banyak orang untuk melakukan lebih banyak transaksi sehingga memerlukan lebih banyak uang tunai.

Grafik1.2Suku bunga dan permintaan Uang

Grafik 1.3 menggambarkan peningkatan permintaan uang sebagai akibat dari peningkatan pendapatan dapat dipandang sebagai pergeseran kurve permintaan uang dari Md (Y1) ke Md (Y2).

Peningkatan atau penurunan uang yang disebabkan oleh perkembangan tingkat pendapatan masyarakat dapat menciptakan gangguan pada stabilitas perekonomian, sehingga dalam jangka pendek akan ditanggapi sebagai kebijakan moneter Bank Sentral untuk melakukan langkah stabilisasi berdasarkan instrument moneter yang dipergunakan untuk maksud itu.

E

E

Page 106: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

98

Grafik1.3Pergeseran kurve permintaan Uang

Stabilitas perekonomian dimaksud adalah tingkat keseimbangan pasar uang di mana permintaan uang Md sama dengan penawaran uang Ms pada suku bunga r*. Perekonomian dinyatakan tidak menggambarkan stabilitas pada pasar keuangan apabila suku bunga berada pada titik r1 atau r2 ( lihar Grafik 1.4).

Grafik1.4Keseimbangan pasar keuangan Md = Ms.

Grafik 1.5 menyajikan kondisi ketidak-seimbangan pasar keuangan domestik. Jika perkembangan suku bunga mengarah kepada titik r1, maka posisi keseimbangan mengarah kepada ekses penawaran uang, yaitu persediaan uang lebih banyak dari pada jumlah uang yang diminta.

Page 107: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

99

Grafik1.5Proses ktidak-seimbangan pasar keuangan

Dampak dari kelebihan persediaan uang akan menekan penurunan suku bunga yang akhirnya mengarah kepada tingkat keseimbangan suku bunga r*. Sebaliknya, apabila pergerakan suku bunga mengarah kebawah titik r*, maka sistem keseimbangan berada pada ekses permintaan uang (lihat Grafik 1.6).

Money stock sebesar M2 tidak menggambarkan keseimbangan yang sebenarnya karena penawaran uang yang tersedia lebih kecil dibandingkan dengan penawaran uang Ms.

Grafik1.6 Proses ktidak-seimbangan pasar keuangan

Akibat lebih jauh dari penawaran uang yang lebih terbatas dibandiungkan dengan permintaan yang tersedia adalah meningkatnya suku bunga dari r2 ke r*.

Page 108: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

100

Grafik1.7Proses ktidak-seimbangan pasar keuangan

Grafik 2.2 menyajikan perilaku permintaan uang dengan bentuk kurve Md yang bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Kurve permintaan uang Md memilki sifat hubungan negatif terhadap suku bunga. Jika suku bunga menurun maka permintaan uang akan meningkat atau sebaliknya meningkatnya suku bunga akan menurunkan permintaan uang.

Grafik1.8Suku bunga dan permintaan Uang

Dinamika perubahan keseimbangan pasar keuangan akan mengalami perkembangan disebabkan oleh perubahan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan permintaan uang, karena sebagai akibat dari peningkatan pendapatan tersebut yang

E

Page 109: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

101

akan mendorong banyak orang untuk melakukan lebih banyak transaksi sehingga memerlukan lebih banyak uang tunai.

Grafik 1.3 menggambarkan peningkatan permintaan uang sebagai akibat dari peningkatan pendapatan dapat dipandang sebagai pergeseran kurve permintaan uang dari Md (Y1) ke Md (Y2).

Peningkatan atau penurunan uang yang disebabkan oleh perkembangan tingkat pendapatan masyarakat dapat menciptakan gangguan pada stabilitas perekonomian, sehingga dalam jangka pendek akan ditanggapi sebagai kebijakan moneter Bank Sentral untuk melakukan langkah stabilisasi berdasarkan instrument moneter yang dipergunakan untuk maksud itu.

Grafik1.9Pergeseran Kurve Permintaan Uang

Stabilitas perekonomian dimaksud adalah tingkat keseimbangan pasar uang di mana permintaan uang Md sama dengan penawaran uang Ms pada suku bunga r*. Perekonomian dinyatakan tidak menggambarkan stabilitas pada pasar keuangan apabila suku bunga berada pada titik r1 atau r2 ( lihar Grafik 1.4).

Page 110: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

102

Grafik1.10Keseimbangan pasar keuangan Md = Ms.

Grafik 1.9 menyajikan kondisi ketidak-seimbangan pasar keuangan domestik. Jika perkembangan suku bunga mengarah kepada titik r1, maka posisi keseimbangan mengarah kepada ekses penawaran uang, yaitu persediaan uang lebih banyak dari pada jumlah uang yang diminta.

Grafik1.11Proses Koreksi Ketidak-seimbangan Pasar Uang

Dampak dari kelebihan persediaan uang akan menekan penurunan

suku bunga yang akhirnya mengarah kepada tingkat keseimbangan suku bunga r*. Sebaliknya, apabila pergerakan suku bunga mengarah ke bawah titik r*, maka sistem keseimbangan berada pada ekses permintaan uang (lihat Grafik 1.6).

Money stock sebesar M2 tidak menggambarkan keseimbangan yang sebenarnya karena penawaran uang yang tersedia lebih kecil dibandingkan dengan penawaran uang Ms.

Page 111: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

103

Grafik1.12Proses Koreksi Ketidak-seimbangan Pasar Uang

Kasus Excess demand for Money

Akibat lebih jauh dari penawaran uang yang tetap tidak mengalami perubahan, tetapi permintaan uang yang meningkat ( ekses demand ) mengakibatkan suku bunga bergerak dari r2 ke titik r* ( lihat Grafik 1.5).

Sebaliknya, apabila terjadi excess supply yaitu ada tekanan penawaran uang cenderung lebih kuat dibandingkan dengan permintaan uang ( lihat Grafik 1.7), mengakibatkan pergerakan suku bunga menurun dari 14 ke tingkat 7 atau dari titik r* ke titik r2 pada Grafik 1.6.

Grafik1.13Proses Koreksi Ketidak-seimbangan Pasar Uang

Kasus Excess Supply of Money

Kurve permintaan uang Md bergerak dari kanan atas ke kiri bawah memberikan isyarat bahwa permintaan uang berlawanan arah dengan perilaku suku bunga. Bila suku bunga naik, maka permintaan

Page 112: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

104

uang akan mengalami penurunan atau sebaliknya, apabila suku bunga turun maka permintaan uang akan meningkat.

Pada Grafik 2.7 kita memandang permintaan uang tidak mengalami perubahan, tetapi karena Bank Sentral menginginkan suku bunga perbankan akan diturunkan, maka Bank Sentral melakukan ekspansi moneter dengan cara menggeser ke kanan money stock M/P ke kanan, sehingga terjadi apa yang disebut sebagai excess supply, yang menekan suku bunga meniurun dari 14 menjadi 7. Tingkat keseimbangan suku bunga dan permintaan Md dan penawaran uang Ms tercapai pada suku bunga 7.

Perubahan keseimbangan suku bunga perbankan tidak selalu bersumber dari kebijakan ekspansi moneter Bank Sentral. Pada Grafik 2.8 kita dapatkan kondisi perubahan suku bunga dengan kurve MS yang tidak mengalami perubahan. Bank Sentral tidak melakukan perubahan terhadap money stock Ms, tetapi suku bunga mengalamai pergeseran tingkat keseimbangan. Grafik 2.8 menyajikan kasus di mana telah terjadi peningkatan permintaan uang dari Md0 ke Md1, yaitu pergeseran ke kanan dari kurve Md telah mengakibatkan kenaikan suku bunga dari 7 menjadi 14.

Grafik1.14Proses Permimtaan Uang Md (Peningkatan suku Bunga)

Proses perubahan keseimbangan pada suku bunga ( penyesuaian pasar uang ) tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan Link yang tidak terpisahkan dengan perubahan keseimbangan pada cross-Keynesian

Page 113: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

105

yaitu komponen fiscal yang telah kita bahas pada Modul 1.Perhatikan Grafik 2.9 di mana pergeseran actual expenditure ke

kanan pada Gambar (a) adalah merupakan peningkatan kegiatan transaksi pembelian barang, sehingga akan memerlukan lebih banyak uang tunai. Sebagai akibat dari perubahan actual expenditure pada cross-Keynesian berdampak pada peningkatan permintaan uang untuk kebutuhan transaksi, sehingga pada Gambar (b) tampak terjadi pergeseran kurve Md ke kanan, yang mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan.

Excess demand for money adalah terjadi sebagai akibat dari aggregate demand shocks yaitu peristiwa peningkatan belanja yang berdampak pada pasar uang dan suku bunga. Dengan demikian, maka posisi Bank Sentral adalah berusaha untuk melakukan ekspansi moneter agar suku bunga dapat diturunkan.

Grafik1.15Cross-Keynesian Dan Permintaan Uang

(Excess demand for Money – Perubahan pendapatan)

Dalam analisis ekonomi makro yang lebih kompleks dengan memperhitungkan peranan luar negeri, maka kebijakan penurunan suku bunga belum tentu dapat dipandang sebagai kebijakan yang tepat sasaran. Pertama, bahwa terdapat mobilitas modal internasional yang masuk (capital inflow) dan yang keluar (capital outflow). Jika suku bunga

Page 114: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

106

di dalam negeri cenderung menurun, maka terdapat resiko capital flight apabila suku bunga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga domestik. Semakin tinggi derajat open economy suatu bangsa, maka semakin besar dampak dari pasar uang internasional memberi pengaruh kepada perekonomian di dalam negeri.

Kita akan membahas model ekonomi makro open economy pada Modul 5, sehingga dapat kita cermati bahwa permasalahan pasar uang domestik tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan pemgelolaan kekuatan external dalam mempengauhi kepentingan ekonomi di dalam negeri, termasuk pengendalian pertumbuhan perdagangan internasional, aliran modal internasional serta pengendalian inflasi dalam negeri.

Grafik 2.9 dan Grafik 2.10 memperlihatkan kasus yang berbeda. Pada Grafik 2.9 tampak bahwa peningkatan actual expenditure tidak disikapi oleh Bank Sentral dengan kebijakan moneter yang diperlukan, sedangkan pada Gragik 1.10 terdapat tindakan kebijakan moneter Bank Sentral sehingga didapatkan tingkat keseimbangan suku bunga yang berbeda. Kita akan memperluas model makro di atas dengan menyertakan peranan sektor eksternal perdagangan luar negeri pada Modul 5.

Page 115: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

107

BAB VREALBUSINESSCYCLES

5.1 PendahuluanTeori real business cycles (RBC) dikembangkan berdasarkan

sejumlah dukungan empirikal bahwa kemajuan teknologi telah terjadi secara cyclical telah menyebabkan terjadinya supply side shock. Gangguan cyclical dari supply side shocks akhirnya berdampak pada para pekerja yang pada gilirannya mempengaruhi kegiatan pola konsumsi masyarakat.

Ide dasar dari pengembangan teori makro ekonomi RBC adalah upaya pengembangan metodologi yang berbasis kepada aspek ekonomi yang serba riel. Awal perintisan ekonomi makro RBC dimulai dari gagasan Kydland dan Prescott (1982), yang masih sejalan dengan gagasan J Schumpeter dan Wicksell untuk menempatkan ekonomi riel sebagai kekuatan inti yang dapat menjelaskan latar belakang terjadinya siklus bisnis.

Inti dari sejumlah gagasan yang disampaikan sebelumnya, misalnya oleh Wicksell, bahwa penyebab utama terjadinya siklus bisnis adalah bersumber dari supply side shocks yang terjadi sebagai akibat dari peningkatan suku bunga riel di atas suku bunga nominal.

Perbedaan antara nilai nominal dengan nilai riel dari suku bunga terjadi sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan industri perbankan untuk menyeimbangkan suku bunga riel menjadi sama dengan nilai suku bunga nominal. Sebagai akibat dari ketidak-seimbangan harga pasar suku bunga dengan nilai riel suku bunga bersangkutan menciptakan dengan sendirinya gap antara nilai nominal dengan nilai riel suku bunga, berdampak lebih serius untuk menciptakan lebih jauh dampak negatif yang akan memicu terjadinya gangguan pada partumbuhan ekonomi.

Dengan demikian, terjadinya shocks dari pasar finansial yang tidak sehat akan muncul ke permukaan sebagai akibat dari distorsi yang

Page 116: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

108

terjadi antara nilai riel dan nominal suku bunga yang kemudian tidak berhasil untuk segera distabilkan melalui peranan industri perbankan yang tersedia.

Kegiatan investasi yang berkembang tumbuh secara tidak sehat yang bersumber dari distorsi suku bunga sebagaimana digambarkan di atas merupakan kegagalan financial sector yang tidak sehat serta pada gilirannya membawa pengaruh lebih jauh kepada proses produksi.

Sejumlah gangguan yang menciptakan bencana pada fungsi produksi dapat disebutkan sebagai the supply side shocks, sebagai gangguan yang berdampak pada siklus ekonomi, sehingga fokus perhatian makro ekonomi RBC adalah mencari penyebab mengapa terjadi distorsi suku bunga riel dan nominal, serta upaya untuk menyatukannya menjadi sebuah gerakan solid untuk menyeimbangkan distorsi dimaksud. Dengan demikian, teoretisi makro ekonomi RBC berusaha untuk mengembangkan pemodelan ekonomi makro untuk mengintegrasikan perekonomian agar selalu berada pada kisaran keseimbangan variabel ekonomi riel sama dengan variable ekonomi nominal.

Pengembangan teori makro ekonomi RBC sebagian besar bersumber pada pendekatan equilibrium yang digagas sejak tahun 1980-an sebagai tantangan atas sejumlah fluktuasi ekonomi yang terjadi sebagai akibat dari penggunaan politik anggaran pemerintah yang berorientasi pada demand side dalam penyelesaian instabilitas ekonomi sebuah negara, tetapi lebih banyak menghasilkan inflasi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian, pengembangan teori makro eko-nomi RBC tidak saja sebagai alternatif untuk mengoreksi teori old Keynesian macroeconomics maupun sintesis dari pendekatan Keynesian dan neokalsik. Pengembangan teori RBC juga menjadi tantangan serius bagi new classical macroeconomic mode yang dikembangkan Univ. Chicago.

Pertama, terjadinya supply shocks sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia yang dikendalikan OPEC pada tahun 1970-an, telah menjadi pelajaran penting di mana persoalan makro ekonomi banyak negara terganggu sebagai akibat dari supply side shocks. Tentunya juga

Page 117: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

109

menjadi pelajaran penting bahwa persoalan supply side menjadi focus perhatian ekonomi makro dibandingkan dengan konsep demand side sebagaimana ditawarkan oleh Keynes (1936).

Sejumlah kegagalan yang bersumber dari penyelesaian masalah ekonomi melalui pendekatan aggregate demand sebagaimana ditawarkan Keynesian ternyata menghasilkan peningkatan inflasi dan pengangguran pada era tahun 1970-an.

Kedua, bahwa gagasan dari kertas kerja Nelson dan Plosser (1982) tentang kajian the riel shocks tampaknya menjadi semakin memperkuat fondasi model ekonomi makro RBC pada masa depan dalam menjelaskan terjadinya fluktuasi ekonomi. Nelson dan Plosser menyatakan bahwa fluktuasi pertumbuhan output memiliki kecenderungan pergerakan mengikuti pola random walk.

Berdasarkan focus perhatian yang lebih menonjol pada supply side, maka permasalahan ekonomi di tingkat mikro akan menjadi bagian penting untuk ditelusuri. Dengan demikian, jelas bahwa model makro ekonomi RBC memusatkan perhatian pada pendekatan microeconomic foundation, karena model ekonomi makro RBC menempatkan supply side sebagai pisau analisis, sehingga memiliki metodologi yang berbeda dengan Keynesian.

5.2 CyclesversusRandomWalksSelama tahun 1970-an, analisis ekonomi sebagian besar terfokus

kepada perhatian pada data time series dari pertumbuhan GNP, trend dan cycles. Pendekatan konvensional sebagaimana diajukan Solow menyatakan bahwa pertumbuhan jangka panjang dari trend GNP adalah meningkatnya secara perlahan gangguan siklus bisnis yang terjadi sebagai akibat dari demand shocks.

Pendekatan makro ekonomi RBC tidak melihat pada horizon waktu jangka pendek atau jangka panjang sebagaimana ditawarkan Keynesian untuk tindakan stabilisasi atau konsep jangka panjang dari pendekatan new classical macroeconomics untuk menuntaskan bekerjanya pasar dalam mencapai keseimbangan.

Page 118: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

110

Pengembangan teori makro ekonomi RBC berkeyakinan bahwa real factor dapat dipergunakan untuk menjelaskan aggregate fluctuation, sehingga dipandang tidak relevan untuk mengaitkan dengan horizon waktu jangka pendek atau jangka panjang.

Nelson dan Plosser (1982) menyampaikan sejumlah bukti empiris berdasarkan data time series makro ekonomi dari sejumlah negara, ternyata data series makrto ekonomi tersebut membuktikan bahwa fenomena moneter adalah penyebab dari siklus bisnis Jika sektor moneter bekerja dalam keseimbangan riel dan nominal, maka siklus jangka pendek tidak akan terjadi. Siklus yang terjadi sebagai sebuah proses dapat diijelaskan dengan mempergunakan konsep GNP riel sebagai barikut.

Yt = g + bY

t−1 + z ……… (6.1)

Di mana Yt adalah GNP, t adalah waktu, g dan b adalah parameter dan z adalah random shock. Jika terjadi shocks pada z, akan mengakibatkan output meningkat di atas nilai trend yang terjadi pada tahun t. Karena pertumbuhan GNP tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan GNP periode sebelumnya, maka shocks yang terjadi periode sebelumnya (Yt-1) akan bertransmisi pada periode waktu berikutnya, Tetapi apabila shock periode sebelumnya tidak berdampak pada periode berikutnya, maka output dapat dikatakan bergerak pada trend stationary, yaitu dimana 0<b<1.

Terjadinya shock pada pergerakan pendapatan nasional untuk karakter trend-stationary digambarkan pada Grafik 1.1. di mana ekspansi kebijakan moneter terjadi pada periode waktu t. Shock yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan ekspansi moneter hanya bersifat sementara.

Page 119: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

111

Gambar1.1Kebijakan Ekspansi Moneter

Sebaliknya, sejumlah negara memiliki ketahanan ekonomi di mana aspek riel mendekati arah pergerakan ekonomi nominal, sehingga bisa melepaskan diri dari ganggunan siklus dan tidak terkait dengan shock yang terjadi. Fakta ini dapat digolongkan sebagai random walk with drift.

Yt = g

t + Y

t− 1 + z …………. (6.2)

Persamaan (6.2) menunjukkan bahwa gt adalah muatan (drift) dari output, Yt adalah dependent variable dari Yt-1, sehingga jika terjadi shocks pada z akan menyebabkan output selalu meningkat pada jalurnya secara permanent. Terjadinya shock pada periode tahun t akan menyebabkan kenaikan output pada periode waktu t

Page 120: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

112

Jika output pada periode waktu berikutnya ditentukan oleh output pada periode waktu tertentu sebelumnya, maka setiap peningkatan output pada periode mendatang ditentukan secara persis oleh besaran output pada periode sebelumnya. Jika kasus ini terjadi, maka dinyatakan sebagai random walk with drift, sehingga output dinyatakan memiliki unit root di mana b = 1.

Gagasan tentang random walk with drift memiliki implikasi yang sangat penting bagi pengembangan teori makro ekonomi RBC. Jika shocks terjadi pada pertumbuhan produktivitas yang didorong oleh kemajuan teknologi sebagai hal yang rutin terulang dan bersifat random, maka garis GNP yang terbentuk akan menyerupai siklus bisnis.

Teori ekonomi yang dikenal tahun 1960-an membedakan dengan jelas antara pertumbuhan ekonomi dengan analisis fluktuasi ekonomi. Pengembang teori RBC ( Nelson dan Plosser, 1982 ) menyatakan bahwa kekuatan ekonomi yang mempengaruhi trend tidaklah berbeda dengan penyebab yang mendorong terjadinya fluktuasi ekonomi.

Berbeda dengan teori ekonomi makro RBC, the new classical macroeconomic mempergunakan konsep waktu jangka panjang dengan menyatakan bahwa peranan uang adalah netral dalam perekonomian, sehingga pertumbuhan jangka panjang dari GNP tidak disebabkan oleh monetary shocks. Jika demikian, maka kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya instability tentunya adalah the real shocks.

Dengan demikian, esensi dari pengembangan teori makro ekonomi RBC tidak memberi perhatian kepada persoalan waktu, akan tetapi adalah arah pergerakan riel dan nominal dari variabel ekonomi yang menjadi penyenab terjadinya gangguan pada pertumbuhan ekonomi. Fenomena moneter sebagai dasar penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan ekonomi daro konsep RBC adalah lebih terfokus pada riel disturbence sebagai kekuatan penting yang menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi. Dengan demikian, bahwa pendekatan ekonomi yang serba riel pada hakikatnya menolak dengan tegas pemisahan antara teori pertumbuhan ekonomi dengan analisis fluktuasi ekonomi.

Jika teori ekonomi makro sebelumnya memisahkan teori pertumbuhan dan analisis fluktuasi, maka makro ekonomi RBC menggabungkan keduanya menjadi satu kesatuan.

Page 121: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

113

5.3 Supply-sideShocksGangguan pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan oleh

terjadinya aggregate demand shock maupun aggre-gate supply shock, atau kombinasi dari keduanya. Pada sisi demand side, gangguan ekonomi dapat disebabkan oleh pergerakan kurve IS atau pada sektor moneter yaitu kurve LM sebagaimana dinyatakan pada teori Keynes,

Gangguan instabilitas ekonomi yang bersumber dari supply side dapat dilihat pada berbagai gangguan di sektor produksi, dengan rincian antara lain.a. Kegagalan panen pada produksi pertanian disebabkan oleh musim,

banjir dst.b. Gejolak harga minyak yang berdampak pada perekonomian

dunia.c. Ketidak-stabilan politik, pemogokan buruh dan sejumlah kendala

birokrasi yang mendorong biaya tinggi.d. Regulasi pemerintah yang dapat menghambat bangkitnya

entrepreneur.e. Gangguan sektor produksi sebagai akibat dari perubahan

lingkungan, ketinggalan teknologi dan managerial.

5.4 PengembanganRealBusinessCycle(RBC).Meskipun new classical macroeconomics sejalan dengan

pendekatan RBC bahwa teori pertumbuhan ekonomi tidak berbeda dengan analisis fluktuasi, tetapi makro ekonomi RBC mengembangkan dasar teori tersebut pada metodologi yang berbeda. RBC mengembangkan pola dasar optimizing agent dan struktur pasar di tingkat mikro ekonomi sebagai objek studi yang dipandang memiliki kekuatan dalam mempengaruhi pro-duktivitas pada proses produksi. RBC juga berbeda dengan new Classical dilihat dari arah pengembangan mekanik dari model makro RBC. Sejumlah rincian detail dari pengembangan teori makro ekonomi RBC adalah sebagai berikut.a. RBC menganalisis perilaku ekonomi representative agent yaitu

rumah tangga konsumen dan produsen serta upaya memaksimalkan kepuasan konsumen maupun memaksimalkan laba bagi produsen ber-dasarkan kendala sumber daya yang terbatas.

Page 122: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

114

b. Pelaku ekonomi adalah rasional di mana ekspektasi harga selalu sama dengan actual price, di mana pelaku ekonomi akan menghadapi shocks yang bersifat temporer ataupun permanent.

c. Tidak ada transaction cost dan market pada kondisi ekuiilibrium.d. Fluktuasi pada aggregate output dan employment digerakkan oleh

kemajuan teknologi yang bersifat eksogen.e. Adanya intertemporal labor substitution, serta time lag pada

investasi.f. Fluktuasi dalam pertumbuhan lapangan kerja mem-bawa dampak

pada sejumlah pilihan, termasuk antara leissure dan kerja yang bergerak sangat mobile sepanjang waktu.

g. Kebijakan moneter adalah tidak relevan, dianggap tidak memiliki pengaruh pada real variable, sehingga peranan uang dianggap neutral.

h. erbedaan antara short run dan long run dalam analisis fluktuasi ekonomi diabaikan.Berdasarkan rincian pada point uraian di atas dapat diperjelas

yaitu (1) adanya peranan technological shocts yang menggantikan monetary shocks. (2) tidak dibedakan analisis jangka pendek dan jangka panjang pada pendekatan RBC.

5.5 StrukturPemodelanMekonomiMakroRBCModel ekonomi makro RBC mempergunakan aggre-gate output

sebagai fungsi dari kegiatan konsumsi dan investasi berdasarkan kondisi neoclassical constant return to scale, sehingga,

………… (6.3)di mana Kt adalah capital stock, Lt adalah faktor produksi tenaga

kerja dan At adalah total faktor produksi dari teknologi. RBC memandang teknologi adalah random, sehingga,

(6.9)

)(, , ttttt LKFAIC ≤+ 1≤+ tt LeL

),( tttt LKFAY =

,11 ttt AA

Page 123: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

115

di mana 0<ρ<1 ρ adalah sama dengan dan lebih kecil dari 1, di mana ε adalah

random disturbance to technology. Berdasarkan persamaan (6.4) tingkat perkembangan teknologi ditentukan oleh perkembangan teknologi periode sebelumnya serta kondisi teknologi yang bersifat random.

RBC dalam perkembangannya menempatkan analisisnya dengan mempergunakan representative agent, yang berusaha memaksimalkan kesejahtraan berdasarkan kendala sumber daya yang tersedia, sehingga pada sisi produksi, kegiatan investasi akan dikurangi oleh peralatan teknologi yang usang, sehingga pertum-buhan investasi dikurangi oleh defresiasi δ, dapat dijabarkan sebagai berikut.

(6.9)

Berdasarkan (6.3) sampai dengan (6.9) dapat dicermati bahwa makro ekonomi RBC mempergunakan konsep kegiatan konsumsi Ct, Investasi It serta technology shocks, berinteraksi dengan penggunaan jam kerja yang dikelola secara maksimal untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi.

Model RBC mengembangkan metodologi makro ekonomi tanpa peranan uang, sehingga technology shocks akan menjadi satu kekuatan yang mendorong pertumbuhan produksi, tanpa gangguan dari monetary shocks. ( Uang dinyatakan netral karena riel sama dengan nominal).

5.6 TechnologyShocksMeskipun terdapat versi teori dari RBC yang menyertakan dalam

analisis mereka the real demand shocks, seperti pada perubahan selera konsumen dan pengeluaran pemerintah yang dijadikan sebagai penyebab terjadinya shocks, tetapi shocks dimaksud disertakan sebagai exogeneous variable yang mempengaruhi supply shocks. RBC memandang bahwa sebagian besar dari gangguan pertumbuhan ekonomi atau fluktuasi ekonomi disebabkan oleh perkembangan teknologi.

Teori Solow yang berbasis pada Keynesian dan neoklasik yang mengembangkan gagasan intinya, yaitu bahwa pertumbuhan produk per pekerja dalam jangka panjang akan sangat tergantung pada

ttt IKK )1(1

Page 124: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

116

technological progress secara teratur. RBC menolak pandangan tersebut dengan menyatakan bahwa teknologi bergerak secara tidak teratur, serta ketidak-teraturan dari perubahan teknologi menjadi penyebab terjadinya fluktuasi pada output. Hal ini dapat dijelaskan melalui pola hubungan grafik. Untuk melihat proses pergerakan output dan kesempatan kerja dalam model makro RBC dapat dilihat pada Grafik 6.3.

Grafik (a) menggambarkan dampak dari kemajuan teknologi mengakibatkan peningkatan produksi dari Y ke perubahan pergerakan marginal produk tenaga kerja yang akhirnya juga berpengaruh kepada permintaan tenaga kerja (Gambar b). Terjadinya peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja akhirnya akan berdampak kepada produksi. Sejauh mana tingkat penyerapan tenaga kerja akan berkembang tumbuh sangat tergantung kepada elastisitas the supply of labor yang berinteraksi dengan tingkat upah riel. Jika supply of labor adalah higly elastic, maka perubahan yang relative kecil dari real wages akan berdampak pada perubahan pergerakan pasar tenaga kerja.

Gambar1.2Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi

Page 125: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

117

Sebagiamana digambarkan pada Grafik (b) yaitu bahwa real wages SL2 adalah hight elastic. Jika terjadi kemajuan teknologi ( technology shocks ) akan menggeser output dari Y0 ke Y2 dengan meningkatkan upah riel dari WPa ke WPc, sedangkan kesempatan kerja meningkat dari dari Lo ke L2. Jika supply of labor adalah in-elastis sebagaimana ditunjukkan oleh SL1, akan terjadi sebaliknya dimana perubahan yang besar dari upah riel tidak memberi dorongan pada perluasan lapangan kerja.

Karena upah dan hargha dinyatakan completely flexible., maka labor market selalu dalam keseimbangan (lihat Gambar 1.2).

5.7ARealBusinessCycleAggregateDemanddanAggregateSupplyModelPenjelasan tentang pengaruh kemajuan teknologi terhadap

keseimbangan sebagaimana telah dijelaskan pada Gambar 1.2 di atas belum memadai, karena masih mengabaikan peranan dari supplky shocks sebagai akibat dari perbedaan antara nilai riel dan nilai nominal dari suku bunga. Penjelasan berkaitan dengan peranan teknologi dan suku bunga riel dilakukan dengan menggabungkan dalam satu keseimbangan real aggregate demand dan rieal aggregate supply. Dampak ekonomi dari technology shocks dan suku bunga riel yang akan mempengaruhi pergerakan supply of labor didasarkan pada intertemporal labour sub-stitution dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut.

Jika variabel nominal tidak sama dengan variabel riel, maka produksi dan kesempatan kerja akan ditentukan oleh bekerjanya kekuatan riel dalam perekonomian yang ter-cermin pada proses fungsi produksi.

Kurve IS menggambarkan the riel aggregate demand (RAD) yang memiliki hubungan fungsi negatif terhadap suku bunga riel. Pada kondisi di mana harga adalah flexible, maka kurve LM akan memotong kurve IS dalam keseimbangan output dan employment. Pada sisi lain, posisi dari real aggregate supply (RAS) adalah menggambarkan fungsi produksi yang menawarkan para pekerja untuk mendapatan lebih banyak pekerjaan (Gambar 1.3).

Page 126: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

118

Dengan adanya kemajuan teknologi maka akan menggeser fungsi produksi dan menyebabkan kurve RAS bergeser ke kanan, hal ini menggambarkan posisi ekonomi dalam keseimbangan (ekuilibrium), sehingga bisa dinyatakan bahwa kurve RAS adalah keseimbangan full employment. Pengaruh suku bunga riel terhadap keseim-bangan kemudian dapat dillihat pada Gambar 1.4

Gambar1.3Aspek Moneter Dalam Pertumbuhan Ekonomi

Kurve RAS dapat dilihat sebagai positively curve karena peningkatan suku bunga riel juga bertkaitan dengan pergerakan searah dengan tingkat upah riel dan ekspektasi upah riel. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peningkatan kurve supply of labor akan meningkat jika real interest rate mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disampaikan sejumlah catatan terhadap konsep RBC menjadi sebagai berikut.a. Model makro ekonomi RBC mengembangkan seluruhnya

pendekatan riel, dalam hal mana pasar moneter serta tingkat harga tidak memiliki dampak dalam menentukan employment dan keseimbangan produksi.

Page 127: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

119

b. Pendekatan jangka waktu short-run dan long-run sebagaimana diperdebatkan pada Keynesian dan new Classical tidak esensial pada RBC.

c. Konsep full employment digambarkan pada posisi RAS adalah tidak terkait dengan persoalan pentingnya horizon waktu.

d. Konsep flexible price berkaitan dengan the riel interest rate yang memebentuk keseimbangan pada pasar barang yaitu sama dengan RAD=RAS.

e. Teoro Makro ekonomi RBC memberi fokus perhatian kepada analisis fluktuasi ekonomi berdasarkan technological shocksGambar 1.4 menyajikan peran serta sejumlah pilihan technological

shocks pada output riel (Y), suku buga riel R, serta tingkat upah riel (W/P). Sebagaimana digambarkan pada kurve RAD dan RAS pada keseimbangan titik a dan b pada Cd dan Ys, dapat dipandang sebagai proses terbentuknya fungsi produksi yang terdampak dari perubahan technology. Titik a merupakan tingkat keseimbangan sebelum terdampak technological shocks, serta kemudian fungsi bergeser ke kurve Ys dari Ys1 ke Ys2 pada kuadran (d) dan fungsi produksi kemudian bergeser keatas dari AF(K,L) ke A*F(K,L) pada kuadran (b). yang sekaligus menggambarkan sebuah proses peningkatan marginal productivity of labour, sehingga menggeser kurve permintaan tenaga kerja dari SL1 ke SL2 pada kuadran (a), dalam [hal mana] menggeser permintaan tenaga kerja dari DL1 ke DL2.

Pergeseran kurve permintaan juga diikuti oleh pergeseran kurve penawaran tenaga kerja pada kuadran (a), dari SL1 ke SL2 pada kuadran (a), maka penurunan dari penawaran tenaga kerja dari SL1 ke SL2 adalah reaksi sebagi akibat dari rational intertemporal yang terjadio sebagai dorongan dari perubahan suku bunga riel yang bergeser dari r1 ke r2, sehingga terbentuk keseimbangan sebagimana digam-barkan pada titik b.

Dengan demikian, proses perubahan technology shock berdampak pada peningkatan outpit riel dari Y1 ke Y2 yang membawa dampak lebih jauh pada penurunan suku bunga riel dari r1 ke r2, menyebabkan proses terbentuknya produktivitas tenaga kerja yang digambarkan oleh pergeseran kurve upah riel dari (WP)1 ke (WP)2.

Page 128: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

120

Grafik 1.5 menyertakan belanja pemerintah sebagai shock variable yang mempengaruhi keseimbangan fungsi produksi. Jika titik a dinyatakan sebagai titik keseimbangan semula, maka peningkatan belanja pemerintah akan menggeser kurve AD dari Cd1 ke Cd2, yang juga berdampak pada peningkatan suku bunga riel dari dari r1 ke r2, serta peningkatan ouput riel dari Y1 ke Y2, tetapi perubahan ini menyebabkan terjadinya penurunan pada tingkat upah riel dari (W/P)1 ke (W/P)2 sebagai tanggapan atas peningkatan penawaran kesempatan kerja, serta pada gilirannya ditunjukkan oleh pergeseran kurve penawaran tenaga kerja dari SL1 ke SL2 pada kuadran (a).

Gambar 1.4 Aspek Moneter Dalam Pertumbuhan Ekonomi

L1 L2 LY1 Y2 Y

Page 129: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

121

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.5, bahwa peningkatan belanja pemerintah memiliki dampak terhadap output riel, karena dorongan belanja pemerintah berproses dalam peningkatan suku bunga riel yang mendorong penawaran tenaga kerja, sehingga meningkatkan perluasan lapangan kerja dan output riel.

(6.12

Gambar1.4Kinerjha Aggregate Supply dan Upah Pekerja

5.8 MeasuringTechnologyShocks:TheSolowResidualJika technology shock menjadi penyebab terjadinya siklus bisnis,

maka menjadi penting untuk ditelusuri dan diidentifikasi adalah arah kemajuan teknologi dan cara melakukan pengukuran terhadap kemajuan teknologi tersebut. Maka pengembangan konsep RBC adalah berkaitan

,....)(,..( rsrCd

Page 130: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

122

dengan bagiamana mengukur kemajuan teknologi tersebut, sehingga dapat dipahami besarnya kekuatan teknologi yang memiliki dampak pada terjadinya siklus bnisnis.

Model pengukuran Solow tentang kemajuan teknologi dikaitkan dengan perubahan output dikurangi dengan jumlah kontribusi dari tenaga kerja dan faktor produksi kapital. Hal ini yang kemudian dikenal sebagai Solow residual, karena teknologi diukur sebagai bagian dari perubahan output, sehingga teknologi diukur berdasaran pendekatan selisih dari perubahan penggunaan kuantitas faktor produksi tenaga kerja dan kapital. Persamaan (6.13) menujukkan residual dari Solow model, yang merumuskan sebuah fungsi produksi di mana outout (Y) adalah tergantung pada input kapital, tenaga kerja (L) dan teknologi yang dapat dimanfaatkan (A), sehingga,

Output akan berubah jika terjadi peningkatan penggunaan dari A,K dan L. Mengikuti fungsi produksi Cobb-Douglass, dapat dituliskan pertumbuhan output sebagai berikut.

dimana 0 <δ<1 (6.14)

Berdasarkan persamaan (6.14) menyatakan bahwa capital stock dan input tenaga kerja dapat diukur sebesar (1-δ) yang menggambarkan elastisitas output terhadap input tenaga kerja. Pembobotan δ dan (1-δ) mengukur bagian pendapatan yang didapatkan dari penggunaan kapital dan input tenaga kerja.

Karena constant return to scale berjumlah total sama dengan 1, maka proporsi peningkatan penggunaan faktor produksi L dan K akan meingkatkan output pada proporsi yang sama, sehingga, Solow residual:

……….. (6.15)

),( LKAFY =

,1 LAKY

1LK

YA

Page 131: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

123

Karena tidak terbuka jalan untuk mengukur kemajun teknologi A, maka variabel A diestimasi sebagai residual. Sedangkan data yang berkaitan dengan output, capital dan input tenaga kerja bisa didapatkan pada data statistik.. Jika estimasi dari δ dan 1 – δ dapat diperoleh dari data statisti, maka persamaan dapat diteruskan menjadi,

(6.16)

Persamaan (6.16) adalah Cobb–Douglas production function yang menggambarkan representasi dari tingkat perubahan variabel pada fungsi produksi.

Persaman tersebut menunjukkan bahwa the growth of output (∆ Y/Y) tergantuing pada contribution of changes in total factor productivity (∆ A/A), perubahan bobot pada contribution of capital (fi∆ K/K) dan perubahan pada bobot contribution of labour (1–fi)(∆ L/L). Dengan menulis kembali (6.15) dalam kaitan dengan the growth of total factor productivity (technology change) dapat diestimasi sebagai re sidual, sehingga,

(1.17)

Persamaan (1.17) adalah Solow residual dimana ∆A/A..Teori real business cycle mempergunakan estimasi dari Solow

residual sebagai pengukuran untuk melihat techno-logical progress.

L

L

K

K

A

A

Y

Y

)1(

L

L

K

K

A

Y

A

A

)1(

Page 132: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

124

BAB VINEWKEYNESIAN

6.1 KeynesianResurgenceKebangkitan teori Keynes mulai tampil ke permukaan melalui

sejumlah karya tulis penerus Keynes. Robert Barro (1989), Howitt (1986), Blinder (1986) serta Mankiw (1992), melakukan sejumlah langkah perbaikan atas kritik tajam dari Lucas.

Mankiw (1992) misalnya menyatakan bahwa Keynesian macroeconomics akan reinkarnasi, sedangkan Thirwill (1993) menyatakan akan adanya Keynesian Renaissance. Sejumlah alasan mengapa Keynesian bangkit kembali, karena krisis ekonomi tidak tampak dapat diselesaikan dengan tuntas oleh pendekatan macroeconomic di luar Keynesian. Beberapa langka kebijakan Keynesian yang masih tetap popular antara lain,1. Menyerahkan seluruh proses kegiatan ekonomi berdasarkan

mekanisme pasar memerlukan waktu panjang yang penuh ketidakpastian, sehingga terminologi Keynesiaan menjadi lebih pasti yaitu bahwa pasar dicirikan oleh ‘unemployment equilibrium’;

2. Aggregate macroeconomic instability (business cycles) adalah sepenuhnya disebabkan oleh gangguan pada sisi aggregate demand.

3. Kebijakan moneter dalam banyak hal bukan hal yang terlalu penting, karena tidak efektif dalam menghadapi ressesi sekecil apa pun.

4. Government intervention adalah format teori Keynes dalam rangka program stabilisasi untuk mendorong macroeconomic stability dan economic welfare. Pandangan di atas bersumber dari Old Keynesian, tetapi dalam

perkembangannya bangkitnya Keynesian kembali yang dikenal

Page 133: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

125

sebagai the New Keynesian telah memperbaiki dan merevisi sejumlah pendekatan, sehingga teori Keynesian menjadi lebih powerfull dan memberi harapan masa depan. Setidaknya, terdapat dua pendekatan dari classical economics yang diadopti menjadi bagian penting dari premise metodologi Keynesian,

Pertama, Teori macroeconomic memerlukan dukungan yang semakin kuat dari microeconomic foundations. Kedua, model macroeconomic menjadi lebih solid dan bermasa depan apabila dikonstruksi berdasarkan pendekatan general equilibrium framework.

Meskipun teori makro ekonomi RBC mengadopsi microfoundations yang dilandasi oleh dukungan pasar persaingan sempurna dengan perfect information, perfect com petition, serta zero transactions costs, adalah asumsi yang mungkin sulit diwjudukan dalam dunia nyata.

Esensi dari new Keynesian teori adalah mengenali secara cermat ketidak-sempurnaan pasar dalam dunia nyata. Dengan merekonstruksi kembali microfoundations of Keynesian economics, maka new Keynesian memberi perhatian secara serius perilaku supply side dalam perekonomian suatu negara, karena disadari bahwa tipikal sebuah pasar adalah bersifar imperfect, sehingga aggregate supply menjadi partner penting untuk diperhatikan sebelum aggregate demand dipergunakan sebagai instrument kebijakan makro ekonomi.

6.2 NewKeynesianEconomicsNew Keynesian macroeconomics tampil ke permukaan sebagai

jawaban atas krisis Keynesian economics yang terjadi pada tahun 1970-an, di mana terdapat sejumlah metodologi yang tidak lagi bisa sejalan dalam menghadapi tantangan perekonomian di masa depan yang semakin kompleks.

Dengan demikian, new Keynesian melakukan sejumlah terobosan untuk merekonstruksi kembali dari Keynes dengan menyertakan pentingnya penyertaan aggregate supply dalam model makro ekonomi, atas sejumlah realita seperti tingkat upah yang rigit dipolakan menjadi lebih rasional.

Page 134: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

126

Ketidakstabilan harga untuk dapat secepatnya menyesuaikan mencapai keseimbangan adalah tujuan akhir dari setiap pilihan model makro ekonomi untuk membuktikan kemampuan metodologinya untuk bisa bekerja menyelesaikan market clearing. Apabila terjadi demand atau supply shocks, maka secepatnya dapat menyelesaikan proses bekerjanya pasar memperkecil perbedaan antara nilai riel dan nominal sebagaimana menjadi pusat perhatian pendekatan RBC.

Pendekatan Keynesian memandang bahwa terjadinya gap antara output dan kesempatan kerja yang tidak dapat diselesaikan secara cepat melalui mekanisme pasar adalah merupakan fakta yang dapat memperpanjang penderitaan banyak orang yang terpaksa kehilangan pekerjaan, peningkatan pengangguran bahkan resesi yang berke-panjangan.

Perbedaan yang esensial darti old Keynesian dengan pendekatan new Keynesian adalah terdapat pada konsep nominal regidities, sehingga new Keynesian mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan nominal regidities tersebut dengan cara memperluas konsep Keynesian melalui pendekatan microfoundation untuk menjelaskan fenomena tingkat upah dan harga yang rigid.

Meskipun perlu digarisbawahi bahwa new Keynesian macroeconomics tidaklah solid dalam satu barisan, tetapi terpecah dalam banyak aliran. Sejumlah teoretisi bersumber dari banyak kampus yang berbeda, Mankiw dan Larry Summers dari Harvard, Dornbusch dan Fischer dari MIT, Phelps dan Stiglitz dari Columbia serta Bernanke dari Princeton. Termasuk dari Eropa, yaitu Dennis Snower (London), serta Linbeck ( Stockholm).

Sejumlah pendekatan new Keynesian mengembangkan konsep imperfect competition macro model untuk menyelesikan permasalahan unemploy ment.

Pada tahun 1980-an, tiga metodologi pendekatan yang dilakukan oleh RBC dengan menawwarkan sejumlah pendekatan antara lain,(1) adalah fiexible price, (2) sticky price expectational models emphasizing some element of

wage and price rigidity;

Page 135: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

127

(3) real business cycle models which increasingly became the main fiagship of the new classical equilibrium theorists during the 1980s

(4) By the mid-1980s the ‘Saltwater–Freshwater’ debate was essen-tially between the sticky price and real business cycle varieties, given the demise of the new classical monetary models. However, a major concern of new Keynesian theorists has been to explain how nominal rigidities arise from optimizing behaviour.

Ball et al. (1988) consider the decline of Keynesian economics during the 1970s to have been mainly due to the failure to solve this theoretical problem.

6.3 CorePropositionsandFeaturesof NewKeynesianEconomics

Tampilnya new Keynesian economics pada awal tahun 1980-an tidak dapat dilepaskan dari tantangan tahun 1970-an di mana teori Keynesian menghadapi ujian berat dengan tantangan kemandegan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi.

Mankiw dan Romer (1991) mendefinisikjan new Keynesian economics dengan mengawali sejumlah pertanayaan, yaitu,1. Apakah theory melanggar classical dichotomy, yaitu apakah

money tidak netral? 2. Apakah teori mengasumsikan bahwa real market imperfections

economy adalah gagal untuk understanding economic fluctuations? New Keynesian berusaha menjawab dua masalah pokok yang

menjadi fokus perhatian. Pertama, adalah bahwa peranan uang tidak netral bersumber dari sticky prices, dan pasar yang tidak sempurna memperjelas tentang pembentukan prilaku harga-harga.

Mengikuti arah pemikiran Mankiw dan Romer, maka terdapat setidaknya dua permasalahan pokok pada metodologi Keynesian, yaitu proses interaksi yang mendorong terbentuknya nominal regidities, serta real imperfections, sehingga bisa dengan tegas memisahkan antara new Keynesian dengan RBC.

Page 136: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

128

Sejumlah penulis seperti Baro dan Grossman (1976) telah mengembangkan research tentang perilaku upah dan price rigidities dengan mengembangkan analisis dis-ekuilibrium berdasarkan Walrasian system, meski sejumlah pengembang lainnya kurang berminat untuk memncari penjelasan model dengan menyertakan nominal rigidities sebagai prioritas yang mereka sertakan pada model makronya.

Selama dekade tahun 1980-an telah dilakukan pendekatan metodologi Keynesian dengan menyertakan microfoundation, sehingga perubahan pendekatan dari old Keynesian ke new Keynesian lebih berkaitan dengan upaya merevisi teori Keynesian dengan memperkaya via microfoundation.

Meskipun classical macroeconomics juga melakukan pengembangan metodologi, sehingga saat ini para pengembang menyatakan diri sebagai new classical macroeconomis, tetapi kedua pendekatan baru tetap berbeda dilihat dari perilaku price-setting.New classical macroeconomics melihat price setting dalam kerangka market clearing dengan dukungan perfectly competitive firm, tetapi new Keynesian menyerahkan masa depan perekonomian melalui peranan pasar persaingan monopoli.

Melalui penyertaan microfoundation pada pengembangan new Keynesian, maka tampak bahwa demand shocks dan supply shocks, keduanya dipandang sebagai potential sources of instability. Perhatian utama dari new Keynesian adalah berkaitan dengan nominal rigidities yang cenderung kaku dan sangat lamban untuk menyesuaikan menuju nilai riel. Hubungan yang bersifat kaku dapat dilihat dari perilaku harga dan tingkat upah.

6.4 NominalRigiditiesBerbeda dengan old Keynesian melihat upah dan harga adalah

fixed, maka pada new Keynesian hubungan antara harga dan upah dipetakan dalam kerangka rational utility and profit maximizers,

Keynesian dianggap telah gagal menyelesaikan instability dari perekonomian suatu negara melalui penggunaan instrument aggregate demand, disebabkan karena tingkat harga dan upah sangat lamban dalam penyesuaian.

Page 137: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

129

Perilaku harga dipandang rigid, price stickiness. Keynesian memiliki tradisi dalam pengembangan metodologi yang lebih terfokus kepada labour market dan nominal wages stickiness.

6.4.1NominalWageRigidityModel old Keynesian dengan miudah mendapatkan bahwa

harga-harga sangat kaku untuk menurun dan upah sangat lamban untuk mengerakan dengan baik.

Pada new classical models yang dikembangkan oleh Lucas, Sargent, Wallace and Barro selama dekade 1970s, dinyatakan bahwa monetary disturbance adalah menjadi penyebab nyata di mana nominal wages dan harga-harga tidak bergerak menuju keseimbangan baru, dalam rangka pemperluasn produksi dan mencapaian employment.

Berdasarkan fakta di atas, maka kebijakan monetary policy adalah tidak efektif. Fakta demikian juga akhirnya mendorong sejumlah peneliti untuk melengkapi teori new Keynesian dengan menyertakan rational expectations hypothesis ke new Keynesian macroeconomic models. Fischer (1977) dan Phelps dan juga Taylor (1977) mempetakan bahwa nominal disturbances adalah menjadi cukup handal untuk meniadakan distorsi antara nominal dan riel. Bahwa dengan meyertakan rational expectation dapat diharapkan terjadinya kekuatan baru untuk menggerakkan keseimbangan baru yang makin mendekatkan nilai riel dan nominal, sehingga dapat dikurangi nominal regidities yang terjadi pada old Keynesian.

Meskipun demikian, tidaklah berarti teori Keynesian berada pada akhir zamannya. Pendekatan new classical macrioeconomic dengan rational expectationnya bekerja pada metodologi yang berdeba dengan Keynesian. New classical menerapkan rational expectation berdasakan asumsi continuous market clearing, tingkat upah dan harga-harga flexible, sebaliknya new Keynesian mempergunakan pendekatan pasar persaingan monopoli (imfecfect market).

Yt = YNt +α[P˙ −W

˙ t ], and α>0 (7.4)

The argument presented by Fischer can be understood with reference to Figure 7.1.

Page 138: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

130

Dalam melihat bagaimana bekerjanya new Keynesian model dapat dilihat pada Grafik 7.1. Perekonomian dinyatakan sedang berada pada titik A. Umpamakan pada kegiatan perekonomian yang sedang berlangsung terjadi demand shocks yang tidak diperkirakan sebelumnya,. Yang mengakibatkan terjadinya pergerakan aggregate demand dari kurve AD0 ke AD1. Jika harga-harga adalah flexible, akan tetapi tingkat upah relatif kaku dalam jangka pendek pada titik W0.

Akan tetapi, sebagai akibat dari kontrak kerja yang berlaku pada periode sebelumnya sampai dengan tahun berjalan, maka perekonomian bergerak ke titik B, di mana real output menurun dari YN ke Y1. Dengan anggapan harga upah dan tingkat harga adalah flexible pada jangka pendek, maka kurve short-run aggregate supply (SRAS) akan bergeser ke kanan bawah dari SRAS W0 ke SRAS W1 sebagai reaksi atas dampak dari kinerja ekonomi, yang menjadi realistik menuju ke titik C yaitu pada natural rate of outout level.

Meskipun demikian, dalam jangka panjang pada long-term nominbal wages contract akan memiliki perbedaan arah keseimbangan. Pada jangka panjang, kebijakan moneter Bank Sentral dapat melalukan ekspansi penawaran uang sehingga menggeser kurve AD ke kanan, sehingga menghasilkan keseimbangan baru di titik A.

Bila demikian, maka kebijakan moneter akan dikelola secara discretion, yang sangat tergantung pada situasi yang paling memugkinkan seperti tingkat upah dan harga yang kaku. Dengan demikian, antisipasi kebijakan moneter dilakukan dalam rangka menciptakan riel effect berdasarkan informasi yang terkait dengan kebijakan wages contracts.

Page 139: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

131

Kontrak kerja adalah persoalan yang sangat mendasar dalam sistem pengupahan di banyak negara maju, hal yang mungkin berbeda di Negara berkembang, sehingga distorsi antara tingkat upah yang kaku dengan pergerakan harga-harega barang tidak semata-mata disebabkan oleh pola wages contracs, tetapi banyak hal lain yang terkait dengan sistem pengupahan yang berlaku pada Negara bersangkutan.

Kehadiran serikat buruh yang kuat di suatu Negara dapat mempercepat proses negosiasi untuk menyesuaikan tingkat upah, sebvalliknya di Negara di mana serikat buruh tidak kuat dapat menjadi faktor yang memperlambat penyesuaian upah dangn kenaikan harga-harga, sehingga distorsi antara nominal dan riel menjadfi lebuh besar dan lebih lama menuju \pencapaian keseimbangan.

6.4.2NominalPriceRigidityModel makro Keynesian dikembangkan berdasarkan konsep

kontrak atas dasar upah nominal. Pola pengupahan sistem kontrak tentunya memiliki sejumlah kelemahan, yaitu tidak didasarkan atas realita tingkat miko ekonomi, sehingga terjadi distorsi antara upah nominal dan upah riel.

Model new Keynesian yang duikembangkan oleh Fischer mendasarkan pada konsep ekpsnai kebijakan moneter yang menjamin terjadinya penurunan upah riel.

Meskipun demikian, sejumlah peneliti misalnya Mankiw (1991) dengan tegas menyatakan bahwa sticky nominal wages tidak terlalu penting untuk diberikan perhatian khusus.

Kebijakan harga-harga yang terjadi pada tingkat perushaan seperti tingkat kengupahan, kemajuan teknologi dan tingkat upah yang kaku mengisyaratkan perlunya tindakan kontraksi pada aggregate demand, sehingga dapat menciptakan peluang pada peningkatan upah riel.

Berdasarkan argument tersebut, new Keynesian memandang bahwa siklus bisnis yang terjadi disebabkan oleh fluktuasi dari kebijakan aggregate demand pada pasar barang, sehingga dipandang tidak penting untuk menelusuri nominal wages (Andersen, 1994). []

Page 140: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

132

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jalil, 2012, Modeling income inequality and openness in the framework of Kuznets curve. New evidence from China.

Anderson, E, 2005. Opennes and inequality in developing countries: a review of theory and recent evidences. World development.

Arreaza, Andriana, Enid Blanco and Miguel Dorta, 2003, A Small Scale Macroeconomic Model for Venezuela. Banco Central de Venezuela

Dornbusch, Rudiger, Stanley, Fischer danStartz, Richard, 2008, Macroeconomics. Terjemahan PT. Media Global Edukasi. Jakarta,

Dyah Savitri M. (2014), The impact official decentralization on income inequality in Indonesia. The Okuma School of Public Management, Waseda Univ. Japan.

Hubbard, Glenn R, O’Brien, Anthony P, Refferty, ,2012, Macroeconomics. Pearson Education Inc. USA.

Mankiw, Gregory N, 2002, Macroeconomics. McGraw-Hill Book. USA.

Mah, Jai. S. 2013, Globalization, decentralization, and income inequality: the Case of China. Economic Modeling.

Michael Wickens, 2009, Macroeconomic Theory, A Dynamic General Equilibrium Approach. Princeton University Press. Princeton and Oxford

Montiel, Peter dan Servén, Luis, 2004, Macroeconomic Stability in Developing Countries:How Much Is Enough?. World Bank Policy Research Working Paper 3456.

Romer, David, 2006, Advanced Macroeconomics. Third Edition. McGraw-Hill Company. USA.

Richard Clarida, Jordi Galí, Mark Gertler, 1999, The Science of Monetary Policy: A New Keynesian Perspective. Journal of Economic Literature, Vol. 37, No. 4 (Dec., 1999),

Page 141: MAKRO EKONOMI APLIKASI UNTUK INDONESIA

133

Romer, David, 2000, Keynesian macroeconomics without the LM curve. The Journal of Economic Perspectives; Spring 2000

OECD, 2015, OECD Economic Surveys INDONESIA. OECD Report. USA.

Sudjana Budhi, 2012, Analisis Model MakroEkonomi Regional Bali, Pendekatan Solow Neoclassical Growth, Buletin Kajian Ekonomi dan Keuangan Kementrian Keuangan RI, Volume 16, Nomor 3.

Sudjana Budhi dan Rahyuda, 2012, Pemetaan Potensi Produk Unggulan Ber-orientasi Ekspor Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Koridor Bali Nusra, Presentasi Call Paper pada Kementrian Koordinator Bidang Ekonomi dan Komite Ekonomi Nasional(KEN), Jakarta.

Sudjana Budhi, 2015, Keberadaan BUMN Sebagai Partner Pemerintah Dalam Percepatan Pembangunan Dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Masukan Udayana Pada Seminar DPR-RI Pansus Pelindo II, Denpasar.

Taylor, John B, 2000, The role of the exchange rate in monetary-policy rules, The American Economic Review; May 2001; 91, 2;

***********