31
PENDAHULUAN Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, Istilah ini mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Setiap manusia dalam menjalani kehidupannya; membutuhkan suatu tempat yang pada saat tertentu dapat hidup tanpa diganggu oleh orang lain. Kebutuhan akan sebuah bangunan merupakan salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi, di samping kebutuhan jasmani lainnya, yaitu sandang, pangan dan kesehatan. Rumah merupakan suatu ruang yang betul-betul menjadi milik seseorang yang bisa diatur menurut selera dan kehendak yang memilikinya. Pada jaman dahulu, manusia purba menggunakan gua-gua sebagai rurnah, supaya terlindungi dari binatang-binatang buas serta gangguan-gangguan alam lainnya, seperti misalnya hujan, angin, panas, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, melalui berbagai tahapan arsitektur semakin berkembang, bentuk rumah semakin berkembang juga, sehingga akhirnya mencapai tahap seperti sekarang, mempunyai dinding serta atap yang kuat, sejalan dengan perkembangan fungsi dan teknologi, yang merupakan cerminan dari budaya dan lingkungannya. a. Sejalan dengan kebutuhan manusia penghuninya, maka sebuah rumah harus memenuhi tiga fungsi utamanya, yaitu: Rumah sebagai tempat tinggal, tempat di mana seseorang bermukim (menetap), dan mendapatkan ketenangan fisik dan mental. b. Rumah merupakan mediasi antara manusia dengan dunia. Dengan mediasi ini terjadi suatu dialektik antara manusia dengan 1

makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

PENDAHULUAN

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, Istilah

ini mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu

perencanaan kota, perancangan perkotaan, lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan,

desain perabot dan desain produk.

Setiap manusia dalam menjalani kehidupannya; membutuhkan suatu tempat yang pada saat

tertentu dapat hidup tanpa diganggu oleh orang lain. Kebutuhan akan sebuah bangunan merupakan

salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi, di samping kebutuhan jasmani

lainnya, yaitu sandang, pangan dan kesehatan. Rumah merupakan suatu ruang yang betul-betul menjadi

milik seseorang yang bisa diatur menurut selera dan kehendak yang memilikinya.

Pada jaman dahulu, manusia purba menggunakan gua-gua sebagai rurnah, supaya terlindungi dari

binatang-binatang buas serta gangguan-gangguan alam lainnya, seperti misalnya hujan, angin, panas,

dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, melalui berbagai tahapan arsitektur semakin

berkembang, bentuk rumah semakin berkembang juga, sehingga akhirnya mencapai tahap seperti

sekarang, mempunyai dinding serta atap yang kuat, sejalan dengan perkembangan fungsi dan teknologi,

yang merupakan cerminan dari budaya dan lingkungannya.

a. Sejalan dengan kebutuhan manusia penghuninya, maka sebuah rumah harus memenuhi

tiga fungsi utamanya, yaitu: Rumah sebagai tempat tinggal, tempat di mana seseorang

bermukim (menetap), dan mendapatkan ketenangan fisik dan mental.

b. Rumah merupakan mediasi antara manusia dengan dunia. Dengan mediasi ini terjadi

suatu dialektik antara manusia dengan dunianya. Dari keramaian dunia manusia menarik

diri de dalam rumahnya dan tinggal dalam suasana ketenangannya, untuk kemudian

keluar lagi menuju dunia luar untuk bekerja dan berkarya. Demikian seterusnya terjadi

berulang-ulang.

c. Rumah merupakan arsenal, di mana manusia mendapatkan kekuatannya kembali, setelah

melakukan pekerjaan yang melelahkan.

Rumah adalah kebudayaan fisik, yang dalam konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan

yang berkaitan erat dengan kepribadian masyarakatnya. Ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi oleh

faktor sosio-kulural dan lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang. Perbedaan wilayah dan latar

budaya akan menyebabkan perbedaan pula dalam ungkapan arsitekturalnya.

Rumah panggung kayu mewakili sebuah tradisi yang bertahan lama bagi masyarakat Sulawesi

Selatan, tradisi yang juga tersebar luas di dunia Melayu. Bentuk dasar rumah adalah sebuah kerangka

1

Page 2: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

kayu di mana tiang menahan lantai dan atap, dengan dan lantai dan atap diri pelbagai bahan, keaneka-

ragaman bahan kian meningkat dalam dunia kontemporer setelah pendirian rumah menjadi kian

dimodifikasi. Rumah adat kayu mencerminkan sebuah estetika tersendiri yang menjadikannya objek

budaya materil yang indah (Robinson, 2005 : 271-272).

Namun, rumah-rumah di Sulawesi Selatann khususnya lebih dari sekedar tempat berteduh bagi

penghuninya, atau objek materil yang indah dan menyenangkan. Rumah adalah ruang sakral di mana

orang lahir, kawin dan meninggal dan di tempat ini pula kegiatan-kegiatan sosial dan ritual tersebut

diadakan. Terbuat dari bahan-bahan alami, rumah juga memiliki ciri sakral yang diwakili oleh sifat

alami tersebut. Praktik kehidupan religius sehari-hari dari komunitas Islam di Sulawesi Selatan

menghadirkan hibriditas yang lazim ada di sebuah provinsi kepulauan yang selama berabad-abad telah

terlibat dalam lintas perdagangan yang ramai di Asia Tenggara, dan jalur perdagangan dengan Afrika,

Eropa dan China, dan memiliki persamaan dengan tradisi-tradisi sinkretis lainnya di nusantara

(Robinson,2005: 272).

Rumah dalam tulisan ini adalah rumah sebagai tempat tinggal orang Bugis, dapat dibedakan

berdasarkan status sosial orang yang menempatinya. Oleh karena itu, di daerah ini dikenal istilah Sao

Raja (salassa) dan Bola. Nama Sao Raja yang berarti rumah besar adalah rumah ditempati oleh

keturunan raja atau kaum bangsawan, sedangkan Bola adalah rumah yang ditempati oleh rakyat biasa

(Yunus, 1999: 99).

Pada dasarnya kedua jenis rumah ini tidak mempunyai perbedaan yang mendasar bila dilihat dari

segi bangunan, tetapi berbeda karena status penghuninya. Rumah Sao Raja karena ditempati oleh

keturunan raja atau bangsawan, maka selain bentuknya lebih besar juga diberikan identitas-identis

tertentu yang mendukung tingkat status sosial dari penghuninya. Misalnya, timpanon yang berjumlah 3-

5 tingkat, hiasan yang digunakan dan lain sebagainya.

BAB II PEMBAHASAN

( TINJAUAN ARSITEKTURAL )

2

Page 3: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

A. FUNGSI

Orang Bugis juga mengenal sistem tingkatan sosial yang sangat berkait dengan arsitektur.

Pelapisan sosial tersebut antara lain adalah Anakarung (bangsawan), to maradeka (rakyat biasa),

dan ata (sahaya). Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk rumah yang

disimbolkan berbeda-beda, yaitu:

1. Sao-raja (sallasa) Rumah besar yang didiami keluarga kaum bangsawan (Anakarung).

Biasanya memiliki tiang dengan alas bertingkat di bagian bawah dan dengan atap di atasnya

(sapana) yang memiliki bubungan bersusun tiga atau lebih,

2. Sao-piti Bentuknya lebih kecil tanpa sapana, dan memiliki bubungan yang bersusun dua.

3. Bola merupakan rumah bagi masyarakat umumnya. Berdasarkan pola morfologinya, arsitektur

Tradisional Bugis dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:

I. Pola Penataan Spatial

Arsitektur rumah Bugis umumnya tidak bersekat-sekat. Bentuk denah yang umum adalah

rumah yang tertutup, tanpa serambi yang terbuka. Tangga depan biasanya di pinggir. Di depan

tangga tersedia tempat air untuk mencuci kaki. Tangga rumah tersebut berada di bawah atap

(Sumintardja, 1981). Selain itu rumah Bugis umumnya memiliki suatu ruang pengantar yang

berupa lantai panggung di depan pintu masuk, yang dinamakan tamping. Biasanya tempat ini

difungsikan sebagai ruang tunggu bagi para tamu sebelum dipersilakan masuk oleh tuan rumah.

Rumah Bugis juga dapat digolongkan menurut fungsinya (Mattulada dalam

Koentjaraningrat, 1999). Secara spatial vertikal dapat dikelompokkan dalam tiga bagian berikut:

1. Rakeang bagian atas rumah di bawah atap, terdiri dari loteng dan atap rumah yang dipakai

untuk menyimpan padi dan lain persediaan pangan serta benda-benda pusaka. Selain itu

karena letaknya agak tertutup sering pula digunakan untuk menenun dan berdandan.

2. Alo-bola (alle bola) terletak antara lantai dan loteng ruang dimana orang tinggal dan

dibagi-bagi menjadi ruang-ruang khusus, untuk menerima tamu, tidur, makan,

3. Awaso kolong rumah yang terletak di bagian bawah antara lantai dengan tanah atau bagian

bawah lantai panggung yang dipakai untuk menyimpan alat-alat pertanian dan ternak.

Sedangkan penataan spatial secara horisontal, pembagian ruang yang dalam istilah Bugis

disebut lontang (latte), dapat dikelompokkan dalam tiga bagian sebagai berikut :

1. Lontang risaliweng (ruang depan) Sifat ruang semi private, berfungsi sebagai tempat

menerima tamu, tempat tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih

dan tempat membaringkan mayat sebelum dikebumikan. Ruang ini adalah ruang tempat

3

Page 4: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

berkomunikasi dengan orang luar yang sudah diijinkan untuk masuk. Sebelum memasuki

ruang ini orang luar diterima lebih dahulu di ruang transisi (tamping).

2. Lontang retengngah (latte retengngah) atau ruang tengah. Sifat ruangprivate, berfungsi

untuk tempat tidur kepala keluarga dan anak-anak yang belum dewasa, tempat makan,

melahirkan. Pada ruang ini sifat kekeluargaan dan kegiatan informal dalam keluarga amat

menonjol.

3. Lontang rilaleng (latte rilaleng), sifat sangat private Fungsi ruang ini untuk tempat tidur

anak gadis atau nenek/kakek. Anggota keluarga ini dianggap sebagai orang yang perlu

perlindungan dari seluruh keluarga.

Untuk Sao raja, ada tambahan dua ruangan lagi:

1. Lego-lego adalah Ruang tambahan, jika di depan difungsikan sebagai tempatsandaran,

tempat duduk tamu sebelum masuk, tempat menonton ada acara di luar rumah.

2. Dapureng (jonghe) Biasanya diletakkan di belakang atau samping. Fungsinya untuk

memasak danmenyimpan peralatan masak.

B. BENTUK

Manusia selalu berdampingan dengan alam dan tidak dapat melepaskannya dari batasan dan

hukum-hukumnya. Karenanya iklim dan lingkungan memegang peranan yang penting dalam

membentuk cara hidup manusia atau (lebih jauh) kebudayaan manusia. Keadaan alam yang berbeda

melahirkan kebudayaan berbeda pula, demikian pula dengan arsitektur.

Semula arsitektur lahir sekadar untuk menciptakan tempat tinggal sebagai wadah perlindungan

terhadap gangguan lingkungan: alam dan binatang (Rapoport,1969). Dengan demikian bentuk dan

fungsi dalam arsitektur adalah respon manusia terhadap lingkungan (Crowe, 1995). Dalam

perkembangannya respon terhadap lingkungan yang sama memiliki kecenderungan untuk

menghasilkan satu cara dan bentuk yang sama. Suatu cara  yang lahir begitu saja dan kemudian

membentuk satu pola yang dianut bersama dan menjadi satu tradisi yang dikenal sebagai arsitektur

vernacular (Rudolvsky, 1964). Grillo (dalam Sutedjo, 1982) memperkenalkan pula istilah

archetype, yaitu bangunan pada suatu daerah yang sama memiliki bentuk dan ciri-ciri yang sama

pula.

Salah satu faktor penting pewujud bentuk dalam arsitektur adalah fungsi. Karena pada

dasarnya arsitektur adalah wadah pemenuhan kebutuhan terhadap aktivitas manusia, tercakup di

4

Page 5: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

dalamnya kondisi alami. Sedangkan aktivitas timbul dari kebutuhan manusia, baik fisik maupun

psikologis. Fungsi dapat berubah dan berkembang terus-menerus tidak pernah berhenti. Menurut

Horatio Greenough (dalam Sutrisno, 1984) terdapat hubungan erat antara bentuk, fungsi, dan alam.

Ia memperkenalkan form follow function (bentuk mengikuti fungsi) dengan dua prinsip utama:

bentuk akan berubah jika fungsi berubah dan fungsi baru tidak mungkin diikuti bentuk lama.

Schultz (1988), membagi tugas bangunan menjadi dua kutub utama yakni lingkungan fisik dan

simbol yang saling berkaitan.  Pallasma juga mengemukakan bahwa penghuni atau pengamat dalam

arsitektur terhadap keseluruhan bentuk fisiknya tidak semata melayani fungsi arsitektur berkenaan

dengan kenyamanan dalam pengertian termal, cahaya dan kekakuan secara fisik tetapi juga kesan,

pengalaman dan makna yang terpendam yang mengajak dan diajak berkelana ke dalam keseluruhan

penampakannya dalam sebuah geometri rasa. Ada berbagai kemungkinan penyelesaian bentuk

dalam arsitektur sekali pun tujuan fungsional dan kondisi lingkungannya sama.

Arsitektur adalah lingkungan alamiah yang sengaja ditata dan dibangun untuk kepentingan

tertentu dalam hidup manusia. Bentuk, fungsi dan simbol adalah perangkat yang saling

berhubungan dan secara bersama-sama membentuk wujud keseluruhan dari objek arsitektur.

Seluruh kultur dalam sebuah lingkungan dapat saja mempengaruhi dan membentuk cara bagaimana

arsitektur dibangun dan dikembangkan (Agrest,1976). Penyusunan seluruh elemen dalam keutuhan

arsitektur tidak bisa ditafsirkan dalam satu frame tunggal atau parsial. Perwujudan bentuk dan

keterkaitan dengan fungsi di dalamnya melibatkan banyak aspek yang perlu dilihat secara holistik. 

Bentuk (Form) dalam arsitektur, banyak mengacuh pada bentuk-bentuk geometri seperti : Segi

empat, segi tiga, bundar, dan lain-lain. Bentuk dalam arsitektur adalah suatu elemen yang tertuju

langsung terhadap mata. Bedanya (matter) adalah suatu elemen, yang tetuju pada jiwa dan akal budi

manusia.

Arsitektur rumah trdisional Bugis adalah refleksi kebudayaan bugis. Bentuk rumah dan

strukturnya mencerminkan pandangan orang bugis terhadap tata ruang jagad raya (makro kosmos)

dan kehidupan manusia. Dalam pandangan kosmologis Bugis, rumah adalah mikro kosmos yang

merupakan replica dari makro kosmos yang terdiri dati tiga susun, yakni Boting-Langi (Dunia

Atas), Ale-Kawa (Dunia Tengah), dan Buri-Liung (Dunia Bawah).

Ketiga susun dunia itu, tercermin pada bentuk rumah bugis yang terdiri dari tiga susun, yaitu :

1. Rakeang, bagian atas rumah di bawah atap, terdiri dari loteng dan atap rumah yang

dipakai untuk menyimpan padi dan lain persediaan pangan serta benda-benda pusaka.

Selain itu karena letaknya agak tertutup sering pula digunakan untuk menenun dan

berdandan.

5

Page 6: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

2. Alo-bola (alle bola), terletak antara lantai dan loteng ruang dimana orang tinggal dan

dibagi-bagi menjadi ruang-ruang khusus, untuk menerima tamu, tidur, makan,

3. Awa-bola (kolong rumah), mencerminkan Buri-Liung (Dunia Bawah), merupakan ruang

di bawah badan rumah. Awa-bola ini berlantai tanah dan tidak berdinding, berfungsi

sebagai tempat memelihara ternak seperti kuda, kerbau, kambing, atau unggas juga

sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian, atau tempat bertenun kain sarung dan

tempat bercanda atau tempat bermain anak-anak.

Gbr. Rangka rumah tradisonal bugis

Rumah tradisional Bugis atau dalam bahasa Bugis disebut Bola Ugi adalah rumah

panggung yang terbuat dari kayu, berbentuk segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi

menopang lantai dan atap berbentuk pelana. Di jaman dahulu, badan rumah merupakan ruangan

besar tanpa sekat-sekat (kamar). Pola ruang terbentuk oleh baris tiang yang memikul lantai

rumah.

Tiang rumah biasanya berjumlah 20 buah (5 tiang x 4 baris); 30 buah ( 6 tiang x

5 baris); dan 42 buah (7 tiang x 6 baris), yang terakhir ini adalah jumlah tiang untuk rumah raja

atau bangsawan. Jumlah tiang menunjukkan status sosial pemilik rumah. Semakin banyak

tiangnya, semakin tinggi status sosial pemiliknya. Bola ugi di Sualwesi Selatan mempunyai

beberapa variasi bentuk yang berciri local, cirri daerah di mana rumah berada, seperti rumah

Luwuq, Rumah Bone atau Rumah Wajo. Tetapi perbadaan itu hanya bersifat detail pada

bagian-bagian tertentu dari badan rumah dan detail konstruksinya.

C. KESATUAN (UNITY)

Rumah orang Bugis terdiri dari beberapa bagian yang berbeda diantaranya adalah Awa Bola,

Ale Bola, dan Rakkeang. Konstruksi ini bagi orang Bugis memiliki nilai mitis. Dan bila didekati

6

Page 7: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

dalam konsep struktural rumah tradisional Bugis, maka secara struktural fungsional dipahami

sebagai berikut: Pandangan kosmologis suku Bugis mengganggap bahwa makrokosmos (alam raya)

ini bersusun tiga tingkat yaitu: Boting langi’ (dunia atas), Ale Kawa (dunia tengah), dan Uri liyu

(dunia bawah), dan segala pusat dari ketiga bagian alam ini adalah Boting langi’ (langit tertinggi)

tempat Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Kuasa) bersemayam. Pandangan ini diwujudkan dalam

bangunan rumahnya yang dipandang sebagai mikrokosmos. Oleh karena itu pula, rumah tempat

tinggal orang Bugis dibagi pula atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Rakkeang (loteng, kepala), 2. Alle Bola

(badan rumah), 3. Awa Bola (kolong rumah, kaki). Dengan struktur bangunan terdiri dari lima

bagian yang dibuat dengan cara lepas-pasang (knock down), yaitu:

Rangka utama (tiang dan balok)

Konstruksi atap

Konstruksi lantai

Konstruksi dinding

Tangga

Dari segi fungsinya, kelima bagian tersebut dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu

kategori elemen structural, dan kategori elemen non structural.

a. Elemen Struktural

Elemen structural meliputi rangka utama yang mendukung berdirinya bangunan rumah,

terdiri dari tiang-tiang vertical (aliri) dan balok-balok induk horizontal (arateng, bareq,

dan pattoloq). Aliri berfungsi memikul semua beban dari balok induk dan

menyalurkannya langsung ke dalam tanah. Sedang balok arateng, bareq, dan pattoloq

berfungsi mengikat baris aliri dalam arah sumbu x dan z, menerima beban horizontal

dan vertical lalu mendistribusikannya ke baris-baris aliri.

b. Elemen non stuktural

Elemen non structural meliputi elemen ‘pembungkus’ bangunan (atap, lantai, dan

dinding) dan perlengkapan bangunan yakni tangga untuk naik ke rumah.

1. RANGKA UTAMA

a. Aliri

Aliri artinya tiang, berfungsi memikul beban lantai, dinding, dan atap rumah. Profil

tiang biasanya bundar, persegi delapan, bersegi sepuluh, bersegi dua belas, dan bersegi

empat, bahannya dari kayu bitti atau kayu sappu. Aliri memakai alas, semacam pondasi

7

Page 8: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

umpak, dari batu kali yang dibentuk seperti kubus. Di jaman dahulu, aliri tidak

memakai alas tetapi tertanam langsung di tanah.

b. Arateng

Arateng yakni balok induk bawah yang berfungsi memikul beban lantai badan rumah

dan mengikat bagian tengah tiang-tiang yang berbaris searah dengan panjang badan

rumah.

c. Bareq

Bareq yakni balok induk atas yang berfungsi memikul beban lantai rakkeang dan

mengikat puncak atas aliri yang berbaris searah panjang badan rumah (bareq sejajar

dengan arateng).

d. Pattoloq riawa

Pattoloq riawa adalah balok induk di bawah arateng yang berfungsi mengikat bagian

tengah tiang yang berbaris searah lebar badan rumah.

e. Pattoloq riase

Pattoloq riase adalah balok induk dibawah bareq yang berfungsi mengikat bagian atas

tiang-tiang yang berbaris searah lebar badan rumah.

2. KONSTRUKSI ATAP

Penampakan bangunan tersusun dari tiga bagian sesuai dengan fungsinya. Bagian atas

(rakeang) baik untuk rumah bangsawan (Sao raja) maupun rumah rakyat biasa (Bola),

terdiri dari loteng dan atap. Atap berbentuk prisma, memakai tutup bubungan yang disebut

Timpak Laja. Timpak laja memiliki bentuk yang berbeda antara sao raja dan bola. Bagian

ini diibaratkan sebagai kepala bangunan. Pada sao raja terdapat timpak laja yang

bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima. Timpak laja yang bertingkat lima menandakan

rumah tersebut kepunyaan bangsawan tinggi. Timpak laja bertingkat empat, adalah milik

bangsawan yang memegang kekuasaan dan jabatan-jabatan tertentu. Bagi bangsawan yang

tidak memiliki jabatan pemerintahan timpak lajanya hanya bertingkat tiga. Rakyat biasa

yang diklasifikasikan ke dalam kelompok to maradeka dapat juga memakai timpak laja

pada atap rumahnya, tetapi hanya dibenarkan membuat maksimal dua tingkatan timpak

laja.

Rangka atap terdiri dari :

1. Sudduq yaitu tiang tengah yang berfungsi memikul aju-lekke.

2. Aju-lekke yaitu balok puncak bubungan yang berfungsi memikul ajute.

8

Page 9: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

3. Aju-te yakni balok miring yang bersandar pada aju-lekke, berfungsi sebagai kuda-kuda

atap.

4. Pateppo bareqkapu adalah balok pengikat ujung-ujung barakapu dan berfungsi sebagai

tumpuan aju-te.

5. Bahan penutup atap tradisional adalah ijuk, bamboo, nipa dan ilalang, sedang bahan

baru adalah seng gelombang, sirap dan genteng.

3. KONSTRUKSI LANTAI

Konstruksi lantai badan rumah adalah tunebbaq, balok-balok kayu berukuran 5/7 cm atau

6/8 cm. Konstruksi lantai rakkeang disebut bareqkapu, berukuran sama dengan ukuran

tunebbaq. Bahan lantai biasanya dari bamboo atau papan. Lantai dari bamboo disebut

salima, bamboo dibela dan diraut dengan ukuran sebesar 3-4 cm lalu7 diikat ritan dengan

jarak 1-1,5 cm. Lantai dari papan disebut katabang terdiri dari papan selebar 15-20 cm

dipasang dengan cara dipaku pada balok tunebbaq. Pada rumah jaman dahulu, papan

katabang dipasang dengan jarak 1-1,5 cm, sekarang papan bias rapat tanpa jarak. Pada

bagian ruang tertentu, papan lantai diberi jarak, seperti ruang makan dan tempat

memandikan jenasah.

4. KONSTRUKSI DINDING

Konstruksi renring (dinding) adalah rangka dinding yang terdiri dari balok berdiri

(vertical) dan balok berbaring (horizontal), bahannya dari bambu atau balok kayu. Balok

berdiri disebut tau-tau renring sedang balok berbaring disebut paletteang. Tau-tau renring

umumnya berukuran 4/6 cm atau 5/7 cm sedang paleteang berukuran 5/10 cm atau 6/12 cm.

Dinding dari kayu disebut renring pepeng artinya dinding papan. Di jaman dahulu,

Saoraja dan rumah-rumah bangsawan menggunakan dinding dari kayu cenrana sedang

orang biasa memakai dinding dari bambu atau kayu dari jenis lain.

5. TANGGA

Konstruksi tangga terdiri dari indoq addeng (induk tangga), umumnya berukuran 4/25 cm,

anaq addeng (anak tangga) berukuran 3/20 cm atau 3/25 cm dan accucureng (susuran

tangga). Rumah biasa memakai dua induk tangga dengan anak tangga 3 sampai 9 buah.

Dari segi penempatannya, tangga dibedakan atas dua macam, yakni tangga depan dan

tangga belakang. Induk tangga tidak boleh sama panjang, induk tangga disebelah kiri (pada

waktu naik ke rumah) harus lebih panjang. Jumlah anak tangga harus selalu ganjil.

(Mardanas, dkk. 1986).

9

Page 10: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

D. KESEIMBANGAN (BALANCE)

Arsitektur sebagai unsur kebudayaan merupakan salah satu bentuk bahasa nonverbal manusia,

alat komunikasi manusia nonverbal ini mempunyai nuansa sastrawi dan tidak jauh berbeda dengan

sastra verbal. Arsitektur itu sendiri dapat dipahami melalui wacana keindahan, sebab dari sanalah

akan muncul karakteristiknya. Dalam naskah kuno sastra jawa dan kitab lontara Bugis Makassar

dapat ditemukan hubungan relevansi antara lingkungan kehidupan budaya manusia dengan rumah

adat yang diciptakannya.

Setiap bangunan bagian-bagiannya harus melalui garis imaginative mengekspresikan dalam

rencananya suatu keadaan seimbang. Ini merupakan salah satu dasar keindahan. Suatu bangunan

memiliki balance yang baik akan kelihatan indah dan sejuk dipandang mata sehingga tercapai

perasaan yang menyenangkan. Sebaliknya bangunan yang tidak balance akan menimbulkan

gangguan dan ketegangan pada penglihatan.

Bahan bangunan utama yang banyak digunakan umumnya kayu. Bahan bangunan yang

biasanya digunakan : Kayu Bitti, Ipi, Amar, Cendana, Tippulu, Durian, Nangka, Besi, Lontar,

Kelapa, Batang Enau, Pinang, Ilalang dan Ijuk.

Dinding dari anyaman bambu atau papan. Atap dari daun nipah, sirap atau seng. Sistem

struktur menggunakan rumah panggung dengan menggunakan tiang penyangga dan tidak

menggunakan pondasi. Rumah tradisional yang paling tua, tiang penyangganya langsung ditanam

dalam tanah. Tahap yang paling penting dalam sistem struktur bangunan adalah pembuatan tiang

(aliri). Pembuatan tiang dimulai dengan membuat posi bola (tiang pusat rumah). Bila rumah terdiri

dari dua petak maka letak tiang pusat ialah pada baris kedua dari depan dan baris kedua dari

samping kanan. Bila tiga petak atau lebih maka letak tiang pusat adalah baris ketiga dari depan dan

baris kedua dari samping kanan.

Untuk menjaga keseimbangan ( Balance ) dan keindahan, secara terinci ciri-ciri struktur rumah

orang bugis antara lain adalah:

1.   Minimal memiliki empat petak atau 25 kolom (lima-lima) untuk sao-raja dan tiga petak

atau 16 kolom (untuk bola)

2.   Bentuk kolom adalah bulat untuk bangsawan, segiempat dan segidelapan untuk orang biasa.

3.    Terdapat pusat rumah yang disebut di Pocci (posi bola) berupa tiang yang paling penting

dalam sebuah rumah, biasanya terbuat dari kayu nangka atau durian; letaknya pada deretan

kolom kedua dari depan, dan kedua dari samping kanan.

4.   Tangga diletakkan di depan atau belakang, dengan ciri-ciri:

a.  Dipasang di ale bola atau di lego-lego.

b.  Arahnya ada yang sesuai dengan panjang rumah atau sesuai dengan lebar rumah.

10

Page 11: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

5.   Atap berbentuk segitiga sama kaki yang digunakan untuk menutup bagian muka atau

bagaian belakang rumah

6.   Lantai (dapara/salima) menurut bentuknya bisa rata dan tidak rata. Bahan yang digunakan

adalah  papan atau bamboo.

7.   Dinding (renring/rinring) terbuat dari kulit kayu, daun rumbia, atau bambu.

8.   Jendela (tellongeng) jumlahnya tiga untuk  rakyat biasa, tujuh untuk  bangsawan

9.   Pintu (tange sumpang) diyakini jika salah meletakkan dapat tertimpa bencana, sehingga

diletakkan dengan cara sebagai berikut:

 

E. RITME (IRAMA)

Setiap bangunan disebut indah antar lain harus memiliki komposisi suatu hubungan dan

lainnya berirama (rutme). Ritme dari suatu bangunan dihasilkan oleh adanya pengulangan

disana-sini dari suatu elemen yang mempunyai karakter ritme yang kuat.

Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Bugis merupakan salah satu bagian

tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Bugis. Selain berfungsi sebagai hiasan, juga

dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola

dasar yang bersumber dari alam flora dan fauna.

Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan bunga/kembang, daun yang

memiliki arti rejeki yang tidak putus putusnya, seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif

yang lainnya. Ornamen corak binatang, umumnya bentuk yang sering ditemukan adalah: kepala

11

Jika lebar rumah sembilan  depa, maka pintu diposisikan pada

depa ke-8; artinya lebar rumah selelu ganjil dan pintu diletakan

pada angka genap.

Page 12: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

kerbau yang disimbolkan sebagai bumi yang subur, penunjuk jalan, bintang tunggangan dan

status sosial. Bentuk naga yang diartikan simbol wanita yang sifatnya lemah lembut, kekuatan

yang dahsyat. Bentuk ayam jantan yang diartikan sebagai keuletan dan keberanian, agar

kehidupan dalam rumah senantiasa dalam keadaan baik dan membawa keberuntungan.

Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari kebudayaan Islam.

Penempatan ragam hias ornamen tersebut pada sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan

lain-lain. Penggunaan ragam hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya

tinggi.

Dalam arsitektur Bugis, terdapat beberapa ritme atau irama dalam suatu rumah bugis,

diantaranya:

1. Pembagian ruang baik secara vertical maupun secara horizontal.

a. Pembagian ruang secara vertical meliputi:

1) Rakeang, bagian atas rumah di bawah atap, terdiri dari loteng dan atap rumah yang

dipakai untuk menyimpan padi dan lain persediaan pangan serta benda-benda

pusaka. Selain itu karena letaknya agak tertutup sering pula digunakan untuk

menenun dan berdandan.

2) Alo-bola (alle bola), terletak antara lantai dan loteng ruang dimana orang tinggal

dan dibagi-bagi menjadi ruang-ruang khusus, untuk menerima tamu, tidur, makan,

3) Awaso, kolong rumah yang terletak di bagian bawah antara lantai dengan tanah atau

bagian bawah lantai panggung yang dipakai untuk menyimpan alat-alat pertanian

dan ternak.

b. Pembagian ruang secara horizontal atau bagian dalam rumah, meliputi:

1) Lontang risaliweng (ruang depan), Sifat ruang semi private, berfungsi sebagai

tempat menerima tamu, tempat tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat

menyimpan benih dan tempat membaringkan mayat sebelum dikebumikan. Ruang

ini adalah ruang tempat berkomunikasi dengan orang luar yang sudah diijinkan

untuk masuk. Sebelum memasuki ruang ini orang luar diterima lebih dahulu di

ruang transisi (tamping).

2) Lontang retengngah (latte retengngah) atau ruang tengah. Sifat ruang private,

berfungsi untuk tempat tidur kepala keluarga dan anak-anak yang belum dewasa,

tempat makan, melahirkan. Pada ruang ini sifat kekeluargaan dan kegiatan

informal dalam keluarga amat menonjol.

12

Page 13: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

3) Lontang rilaleng (latte rilaleng), sifat sangat private. Fungsi ruang ini untuk tempat

tidur anak gadis atau nenek/kakek. Anggota keluarga ini dianggap sebagai orang

yang perlu perlindungan dari seluruh keluarga.

Gbr. Pembagian ruangan Rumah tradisional Bugis.

2. Penempatan pintu dan jendela

Dinding terbuat dari kayu yang disusun secara Salah satu bukaan yang terdapat pada

dinding depan ialah pintu (babang/tange). Fungsinya adalah untuk jalan keluar/masuk

rumah. Tempat pintu biasanya selalu diletakkan pada bilangan ukuran genap, misalnya

ukuran rumah 7 (tujuh depa) maka pintu harus diletakkan pada depa yang ke 6 (enam) atau

ke 4 (empat) diukur dari kanan rumah. Bila penempatan pintu ini tidak tepat pada bilangan

genap, dapat menyebabkan rumah mudah untuk dimasuki pencuri atau penjahat.

Jendela (tellongeng). Fungsinya adalah bukaan pada dinding yang sengaja dibuat untuk

melihat keluar rumah dan juga berfungsi sebagai ventilasi udara ke dalam ruangan.

Peletakannya biasanya pada dinding diantara dua tiang. Pada bagian bawahnya biasanya

diberi tali atau penghalang (Sumintardja, 1981). Untuk memperindah biasanya

ditambahkan hiasan berupa ukiran sebagai hiasan atau terali dari kayu dengan jumlah

bilangan ganjil. Jumlah terali dapat menunjukkan status penghuninya. Jika jumlah terali 3-5

menunjuukan rakyat biasa dan jika 7-9 menunjukkan rumah bangsawan.

3. Ragam hias

Ragam hias bangunan arsitektur Bugis umumnya bersumber dari alam sekitar, biasanya

berupa flora, fauna dan tulisan huruf Arab atau kaligrafi.

13

Page 14: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

F. PROPORSI

Proporsi adalah skala perbandingan panjang, lebar, dan tinggi bangunan. Proporsi yang baik

dari suatu bangunan umumnya adalah mutu yang dimiliki oleh bangunan itu, yang sanggup

memberikan impressi menyenangkan, yaitu adanya skala perbandingan panjang lebar dan tinggi

yang serasi. Prinsip proporsi yang baik adalah syarat skala. Proporsi yang baik adalah syarat untuk

mendapatkan skala yang baik pula. Skala dalam arsitektur adalah nilai-nilai dari konsepsi yang

ditangkap oleh yang melihatnya dari ukuran yang sesunggunya.

Orang Bugis membangun rumah tanpa gambar. Pembangunan rumah dilaksanakan oeh Panrita

Bola (ahli rumah) dan Panre Bola (tukang rumah). Panrita Bola menangani hal-hal yang bersifat

spiritual, adat dan kepercayaan. Sedang Panre Bola mengerjakan hal-hal bersifat teknis, mengolah

bahan kayu menjadi komponen struktur sampai rumah berdiri dan siap dihuni.

Sistem struktur dan konstruksi rumah terdiri atas lima komponen: (1) rangka utama (tiang dan

balok induk), (2) konstruksi lantai, (3) konstruksi dinding, (4) konstruksi atap, (5) konstruksi

tangga. Semuanya dibuat dengan sistem knock down. Tiang, balok induk, dan tangga dibuat dari

kayu kelas satu, sedang komponen konstruksi lainnya dibuat dari kayu kelas dua.

Pekerjaan biasanya dimulai dengan membuat Posi Bola (pusar rumah), sebuah tiang yang

dianggap sebagai simbol 'perempuan', ibu yang mengendalikan kehidupan di dalam rumah. Jumlah

tiang rumah tergantung pada besarnya rumah, biasanya 20 tiang (5x4 baris tiang) atau 30 tiang (5x6

baris tiang). Jumlah tiang menunjukkan status sosial penghuni. Semakin banyak tiangnya semakin

tinggi status sosial pemilik rumah. Rumah raja (sao raja), istana raja biasanya memiliki tiang 40

buah atau lebih.

Dalam pembangunan rumah Bugis, ukuran panjang, lebar dan tinggi rumah selalu dihubungkan

dengan bagian-bagian badan manusia. Hal ini didasari oleh pandangan bahwa rumah merupakan

refleksi dari wujud manusia. Ia mempunyai kepala (ulu-bola), badan (ale-bola), pusar (posi-bola),

dan kaki (aje-bola). Ukuran rumah juga dianggap berpengaruh terhadap nasib dan keberuntungan

penghuninya. Namun demikian, tidak ada keharusan menuruti suatu pedoman tunggal dalam

menetapkan ukuran rumah. Ukuran biasanya diserahkan kepada pemilik rumah untuk menetapkan

sendiri ukuran yuang diinginkan.

Ukuran rumah selalu dibuat dalam bilangan ganjil, misalnya sebuah rumah diberi ukuran:

panjang = 9 reppa suami, lebar = 7 reppa isteri, dan tinggi lantai dari tanah = 1,5 tinggi badan

suami, tinggi rakkeang dari lantai = 1,5 tinggi badan isteri.

Disamping ukuran-ukuran yang ganjil yang bersifat umum tersebut, juga dikenal adanya

ukuran-ukuran spesifik yang dipercaya bias memberi pengaruh baik kepada si penghuni rumah.

14

Page 15: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

Untuk membuat ukuran yang spesifik, biasanya ukuran umum dalam reppa itu ditambah atau

dikurangi dengan jengkal atau jari.

G. HARMONI

Harmoni dari bentuk arsitektur adalah persoalan yang lebih sulit. Harmoni adalah nilai-nilai

yang diciptakan penuh kejujuran sesuai dengan material struktur yang digunakan. Selain dari bahan

bangunan, harmoni juga menciptakan keselarasan antara bangunan Yang satu dengan bangunan

yang lain. Arsitektur bugis khususnya dalam pembangunan rumah adat jika dilihat dari segi

harmoni sangatlah diperhatikan. Contoh yang paling signifikan saat melakukan pemilhan bahan

bangunan dari kayu dimulai dari ma’baang atau menebang pohon di hutan. Semua itu tidak

dilakukan secara sembarang, tidak sembarang pohon yang akan digunakan sebagai bahan pembuat

bangunan.

Pada umumnya rumah tradisional Bugis Makassar berbentuk panggung dengan penyangga

terdiri dari 4 buah tiang. Secara vertikal terdiri atas tiga bagian yaitu: Rakkeang/Pammakkang,

terletak pada bagian atas, di sini melekat plafond tempat atap menaungi, penyimpanan padi sebagai

lambang kehidupan dan tempat atribut adat disimpan.

Ale bola/kale balla, terletak pada bagian tengah, di mana sebuah tiang ditonjolkan di antara

tiang tiang lainnya, yang terbagi atas beberapa petak dengan fungsinya masing-masing.

Awaso/siring, terletak pada bagian bawah, sebagai tempat penyimpanan alat cocok tanam, ternak,

alat bertukang dan lain lain. Sedang secara horisontal ruangan dalam rumah terbagi atas tiga bagian

yaitu: Lontang ri saliweng/padaserang dallekang, letaknya di ruang bahagian depan. Lontang ri

tengnga/padaserang tangnga, terletak di ruang bahagian tengah. Lontang ri laleng /padaserang

riboko, terletak di ruang bahagian belakang.

Selain ruang ruang tersebut, masih ada lagi tambahan di bagian belakang annasuang atau

appalluang, dan ruang samping yang memanjang pada bagian samping yang disebut tamping, serta

ruang kecil di depan rumah yang disebut lego-lego atau paladang.

H. KLIMAKS (AKSEN)

Klimaks atau aksentuasi adalah penekanan pada titik tertentu dari bangunan, atau dengan kata

lain bagian dari bangunan yang dibuat lebih menarik dari yang lainnya. Klimaks dapat dibut lebih

15

Page 16: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

dari satu, dan dapat juga berada pada tiap-tiap tampak. Dalam praktek, titik-titik perhatian itu dapat

diciptakan melalui penekanan patung-patung, atau tanaman-tanaman, atau juga melalui perubahan-

perubahan pemakaian bahan, atau adanya bayangan gelap secara tiba-tiba dari bangunan itu, atau

dengan penggunaan warna-warna tertentu.

Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Bugis dan Makassar merupakan salah satu

bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Bugis dan Makassar. Selain berfungsi

sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik rumah. Rumah bugis memiliki

keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( sumatera dan

kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan

utama dan bagian depan orang bugis menyebutnya lego – lego.

Rumah tradisional Bugis juga memiliki klimaks atau aksen diantaranya adalah:

1. Pemberian hiasan atau ukiran pada pintu dan jendela. Ukiran pada pintu terdapat pada ambang

atas pintu Dan daun pintu, sedang pada jendela terdapat pada ambang atas dan bawah serta daun

jendela.

2. Ukiran pada balok arateng dan pattoloq. Pemberian ukiran pada balok Arateng dan balok

pattoloq biasanya di setiap ujung balok yang berfungsi untuk memperindah setiap ujung balok

yang kelihatan.

3. Ukiran pada atap. Ukiran yang ditempatkan di puncak atap disebut Anjong yang mencerminkan

status sosial pemilik rumah. Anjong merupakan ukiran berpola bentuk naga atau ayam jantan

yang dipadukan dengan pola bunga parenreng.

4. Pemasangan terali (balok kayu atau papan) di lego-lego atau teras rumah dan sebagian juga

pada tangga yang dibentuk sedemikian rupa menjadi terali yang indah.

I. EKSPRESI FUNGSIONAL

Ekspresi erat hubungannya dengan harmoni dan langgam, namun makna psikologisnya lebih

mendalam berdasar pada tuntutan jiwa manusia dalam usahanya mencari nilai-nilai estetika.

Secara konsepsual arsitektur, masyarakat tradisional Bugisberangkat dari suatu pandangan

hidup ontologis, memahami alam semesta secara universal. Filosofi hidup masyarakat tradisional

Bugis Makassar yang disebut sulapa appa, menunjukkan upaya untuk menyempurnakan diri, filosofi

ini menyatakan bahwa segala aspek kehidupan manusia barulah sempurna jika berbentuk segi empat,

yang merupakan mitos asal kejadian manusia yang terdiri dari empat unsur, yaitu: tanah, air, api, dan

angin.

Bagi masyarakat tradisional Bugis Makassar yang berpikir secara fotolitas, rumah tradisional

Bugis Makassar dipengaruhi oleh: Struktur kosmos, di mana alam terbagi atas tiga bagian yaitu alam

16

Page 17: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

atas sebagai tempat suci, alam tengah, sebagai tempat berlangsungnya kehidupan manusia, dan alam

bawah, tempat terjadinya interaksi dengan lingkungan sekitar dan makhluk hidup lainnya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam prosesi mendirikan rumah antara lain: meminta

pertimbangan dari panrita bola untuk mencari tempat dan arah yang dianggap baik. Beberapa wasiat

dalam hal menentukan arah rumah yaitu: sebaiknya menghadap kearah terbitnya matahari,

menghadap kedataran tinggi, dan menghadap ke salah satu arah mata angin.

Selain itu salah satu faktor pertimbangan lain yang perlu diperhitungkan adalah pemilihan

waktu untuk mendirikan rumah. Adapun hari ataupun bulan yang baik biasanya ditentukan atas

bantuan orang-orang yang memiliki kepandaian dalam hal memilih waktu.

Untuk pendirian rumah, biasanya didahului oleh upacara ritual, yang pada tahap selanjutnya

secara berurutan mulai mendirikan rumah dengan mengerjakan tiang pusat rumah (posi'bola) terlebih

dahulu, menyusul tiang tiang yang lain, hingga pekerjaan secara keseluruhan selesai dikerjakan.

Rumah orang Bugis terdiri dari tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah Awa Bola, Ale Bola,

dan Rakkeang. Konstruksi ini bagi orang Bugis memiliki nilai mitis. Dan bila didekati dalam konsep

struktural rumah tradisional Bugis, maka secara struktural fungsional dipahami sebagai berikut:

Pandangan kosmologis suku Bugis mengganggap bahwa makrokosmos (alam raya) ini bersusun tiga

tingkat yaitu: Boting langi’ (dunia atas), Ale Kawa (dunia tengah), dan Uri liyu (dunia bawah), dan

segala pusat dari ketiga bagian alam ini adalah Boting langi’ (langit tertinggi) tempat Dewata

SeuwaE (Tuhan Yang Maha Kuasa) bersemayam. Pandangan ini diwujudkan dalam bangunan

rumahnya yang dipandang sebagai mikrokosmos.

I. GAYA (LANGGAM)

Gaya dalam arsitektur lebih banyak berarti corak, sifat, atau langgam. Corak atau langgam ini

dibatasi oleh :

a. Menurut periode waktu dan negaranya

b. Menurut bentuknya

Berbicar tentang gaya atau langgam dalam arsitektur, juga tidak dapat dipisahkan

dengan aliran-aliran sejarah dan perkembangan arsitektur, adapun aliran-aliran sejarah

arsitektur tersebut antara lain aliran klasik (Arsitektur Klasik) Neo klasik, Tradisianal ( Vernacular ),

Elektisme, Fungsionalisme, kubisme, futurism, brutalisme, monumental, metabilosme, neo

vernacularisme, dan modern kontemporer.

17

Page 18: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Bugis merupakan salah satu bagian tersendiri

dari bentuk dan corak rumah tradisional Bugis. Selain berfungsi sebagai hiasan, juga dapat berfungsi

sebagai simbol status pemilik rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola dasar yang bersumber

dari alam flora dan fauna.

Ragam hias fauna biasanya berupa ayam jantan, kepala kerbau dan bentuk ular naga. Ragam

hias kepala kerbau melambangkan kekayaan dan status sosial. Biasanya ditempatkan pada pucuk

depan atau belakang bubungan untuk rumah bangsawan. Ragam hias naga atau ular besar

melambangkan kekuatan yang dahsyat. Biasanya ditempatkan pada pucuk bubungan atau induk

tangga. Ayam jantan dalam bahasa Bugis disebut manuk yang berarti baik-baik. Selain itu juga

sebagai simbol keberanian. Biasanya ditempatkan di puncak bubungan rumah bagian depan atau

belakang.

Gbr. Contoh ragam hias ayam jantang ( manuk )

Ragam hias flora yang berupa sulur-sulur bunga yang menjalar biasanya menggunakan teknik

pahat tiga dimensi yang membentuk lobang terawang. Bentuk demikian selain makin menampakkan

keindahan karena adanya efek pencahayaan yang dibiaskan juga dapat menyalurkan angin dengan

baik

Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan bunga/kembang, daun yang memiliki arti

rejeki yang tidak putus putusnya, seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif yang lainnya.

Ornamen corak binatang, umumnya bentuk yang sering ditemukan adalah: kepala kerbau yang

disimbolkan sebagai bumi yang subur, penunjuk jalan, bintang tunggangan dan status sosial. Bentuk

naga yang diartikan simbol wanita yang sifatnya lemah lembut, kekuatan yang dahsyat. Bentuk

ayam jantan yang diartikan sebagai keuletan dan keberanian, agar kehidupan dalam rumah

senantiasa dalam keadaan baik dan membawa keberuntungan.

18

Page 19: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari kebudayaan Islam. Penempatan

ragam hias ornamen tersebut pada sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan lain-lain.

Penggunaan ragam hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya tinggi.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Karya seni tidak hanya menghasilkan sesuatu yang indah tetapi memiliki makna simbolis dan

fungsional di dalamnya. Hal tersebut nampak pada konstruksi rumah Bugis. Di mana nilai idea

direpresentasikan ke dunia riil sebagai wujud pemaknaan akan hidup yang religius dan memberikan

manfaat pada pelaku seni tersebut. Bangunan rumah tersebut dibuat tidak hanya memberi fungsi tetapi

juga memberi nilai estetik yang pada dasarnya merupakan bentuk prilaku spiritual para pemiliknya. Hal

tersebut terlihat pada bagaimana mereka membuat ruang sesuai dengan pandangan kosmologis mereka.

Rumah Bugis dibangun memiliki makna simbolis yang sangat kuat, di mana konstruksi rumah dibangun

dalam tiga ruang yang mewakili tiga makna. Makna yang diwakili tersebut merupakan cerminan akan

tiga dunia yang diyakini manusia Bugis, yaitu dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Sedangkan

secara fungsional, rumah Bugis memiliki fungsi yang menjelaskan bagaimana kehidupan itu harus

19

Page 20: makalahkhaerul-120918230824-phpapp02

dibangun dan sosialitas mereka terhadap keluarga, masyarakat dan lingkungan mereka. Fungsi ruang-

ruang dalam rumah Bugis juga mewakili konsep kosmologis mereka. Orang Bugis memandang rumah

tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia

dilahirkan, dibesarkan, kawin, dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan

tradisi dan kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur.

Analisis simbolis yang dilakukan dalam melihat karya seni berupa rumah Bugis tersebut sangat

membantu dalam mengungkap idea sebuah karya seni. Rumah Bugis yang dilihat dari pendekatan

simbolis telah memberi gambaran yang lebih komprehensif tentang bagaimana sebuah karya seni

dinilai. Karya seni tidak hanya dinilai dari segi keindahan semata, tetapi penilaian tersebut sepatutnya

pula melihat makna dibalik mengapa sebuah karya seni dibuat. Dan hal demikian menjadi padu dalam

karya seni orang Bugis berupa rumah panggung. Di mana unsur estetika nampak dan makna-makna

simbolis juga sangat kuat di dalamnya.

20