20
MAKALAH TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TEKNOLOGI ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN AIR GAMBUT Oleh : EKA WIJAYA 03071001061 Dosen Pembimbing : Nyimas Septi Rika, ST. M.Si. 1

Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

MAKALAH TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUMTEKNOLOGI ELEKTROKOAGULASI

DALAM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN AIR GAMBUT

Oleh :

EKA WIJAYA03071001061

Dosen Pembimbing :

Nyimas Septi Rika, ST. M.Si.

UNIVERSITAS SRIWIJAYAFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL2011

1

Page 2: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari

berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada

setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia

yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah

dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh

air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber

air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air

tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih.

Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air

menjadi berwarna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus

sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang

terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin. Asam humus adalah senyawa organik

dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai kehitaman, terbentuk karena

pembusukan tanaman dan hewan, sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam

waktu yang cukup lama (Notodarmojo, 1994).

Air gambut di Indonesia merupakan salah satu sumber daya air yang masih

melimpah, kajian pusat Sumber Daya Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya lahan gambut di

Indonesia mencakup luas 26 juta ha yang tersebar di pulau kalimantan (± 50 %),

Sumatera (± 40 %) sedangkan sisanya tersebar di papua dan pulau-pulau lainnya.

Dan untuk lahan gambut Indonesia menempati posisi ke – 4 terluas setelah Canada,

Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007).

Berdasarkan data di atas, air gambut di Indonesia secara kuantitatif sangat

potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih

atau air minum. Namun secara kualitatif penggunaan air gambut masih banyak

mengalami kendala. Beberapa kendala penggunaannya sebagai air bersih adalah

warna, tingkat kekeruhan, dan zat organik yang tinggi sehingga sangat tidak layak

untuk digunakan sebagai air bersih.

Kenyataan di atas dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di area gambut yang

masih cukup luas. Masyarakat yang tinggal di areal gambut tersebut masih

2

Page 3: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

menggunakan air gambut untuk keperluan sehari-harinya tanpa melalui proses

pengolahan terlebih dahulu.

Kondisi ini mendorong timbulnya penelitian-penelitian baru dalam pengolahan

air gambut, sehingga dapat dimanfaatkan sesuai standar air bersih yang berlaku

karena air gambut merupakan salah satu sumber air permukaan yang dapat

digunakan sebagai air baku pengolahan air bersih. Air gambut baik sebagai air

permukaan maupun air tanah umumnya memiliki kualitas yang tidak memenuhi

persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, karena :

1. Berwarna kuning/merah kecoklatan

2. Tingkat keasaman tinggi, sehingga kurang enak diminum.

3. Zat organik tinggi sehingga menimbulkan bau.

Air gambut yang berwarna kuning/merah kecoklatan disebabkan oleh

kandungan organik yang merupakan partikel koloid bermuatan negatif dan sulit

ipisahkan dari cairannya karena ukurannya sangat kecil dan mempunyai sifat muatan

listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel stabil. Salah satu cara

pendestabilisasian partikel koloid ini yaitu melalui proses koagulasi dengan bantuan

garam-garam yang mengandung ion-ion logam bervalensi tiga, seperti besi dan

aluminium sebagai koagulan, sehingga proses pengolahan air gambut ini dapat

dilakukan dengan cara elektrolisa yang disebut dengan elektrokoagulasi (D.

Ghernaout et al., 2009). Koagulasi adalah proses yang penting dalam proses

pengolahan air secara konvensional, dimana proses ini bersamaan dengan proses

lain seperti sedimentasi dan filtrasi. Tujuan utama proses koagulasi adalah untuk

mendestabilisasi partikel sehingga dapat bergabung dengan partikel lain untuk

membentuk agregat yang lebih besar yang akan lebih mudah mengendap.

Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda

dari lempengan logam aluminium (Al) ke dalam elektrolit (air baku) pada suatu bak

persegi empat. Lempengan aluminium tersebut disusun secara paralel dengan suatu

jarak tertentu dan dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus listrik

tersebut, aluminium akan dipisahkan dari anoda dan sedikit demi sedikit akan larut

ke dalam air membentuk ion Al3+ yang akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum

terjadi presipitasi Al(OH)3, sedangkan pada katoda terbentuk gas hidrogen.

Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan terhadap air baku air

gambut dapat disimpulkan bahwa :

Secara kuantitatif air gambut merupakan sumber air baku yang sangat

potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi

3

Page 4: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

air bersih maupun air minum, terutama di sebagian besar pulau Kalimantan

dan sebagian pulau Sumatera.

Perlu pengolahan terlebih dahulu dalam pemanfaatan air gambut sebagai air

bersih, karena pada umumnya kualitas air gambut mempunyai kandungan

organik, warna dan derajat keasaman yang tinggi.

Proses elektrokoagulasi dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk

memperbaiki kualitas air gambut karena dapat menurunkan kandungan

organik, kekeruhan dan warna. Menurut Irianto bahwa air gambut sulit diolah

secara koagulasi konvensional karena kandungan kation partikel tersuspensi

yang rendah.

Ditinjau dari persyaratan kualitas air yang ditetapkan pada dasarnya

penelitian-penelitian terdahulu sudah dapat menurunkan beberapa

karakteristik penting dari air gambut, namun ditinjau dari segi ekonomis masih

kurang memuaskan.

Dari kendala-kendala yang ada maka prospek yang dianjurkan dalam

penelitian ini yaitu sebagai salah satu alternatif pengganti beban kebutuhan bahan

kimia dalam pengolahan air gambut dan lebih efisien dari segi operasi dan

pemeliharaan. Dengan melihat hasil tersebut maka pada penelitian ini akan

dirancang suatu model untuk pengolahan air gambut untuk menghasilkan air bersih

dengan proses elektrokoagulasi dalam skala pilot.

Sebagai suatu alternatif pengganti proses yang ketergantungan terhadap

bahan kimia, maka proses elektrokoagulasi ini perlu direncanakan dengan baik agar

memberikan hasil yang optimum dan lebih efektif dengan mempertimbangkan faktor-

faktor yang mempengaruhi reaksi elektroda yang akan menentukan pemakaian daya

listrik, yaitu : variabel elektroda, meliputi : jenis, jumlah, dan jarak antar elektroda.

Dan variabel listrik, meliputi : arus, tegangan, dan kecepatan alir.

1.2. Permasalahan

Sumber air bersih untuk dikonsumsi sangat sulit dan jauh diperoleh di daerah

lahan gambut, hal ini karena sumber air yang tersedia adalah air gambut. Air gambut

yang berwarna kuning, merah kecoklatan dan hitam disebabkan oleh senyawa-

senyawa organik. Senyawa organik tersebut bersifat asam sehingga umumnya

logam-logam terlarut dalam bentuk mikroelement di dalam air gambut. Berdasarkan

identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam makalah adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana mendapatkan air bersih di lahan gambut yang sesuai dengan

persyaratan kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

4

Page 5: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990, dengan sumber

air baku dari air gambut.

2. Bagaimana merancang model yang praktis dan efisien yang dapat digunakan

untuk mengolah air gambut menjadi air bersih di lahan gambut.

3. Apakah model yang dirancang dengan proses elektrokoagulasi dan

penambahan larutan tawas dapat mengolah air gambut menjadi air bersih

yang efektif dan efisien.

1.3. Tujuan Penulisan

Merancang suatu model pengolahan air gambut dengan menggunakan metode

elektrokoagulasi untuk menghasilkan air bersih, yang sesuai dengan persyaratan

kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990. Khususnya :

1. Merancang suatu model pengolahan air gambut dalam skala pilot yang efektif

dan efisien.

2. Merancang berapa besar kecepatan alir yang optimum yang diperlukan

model, untuk menghasilkan air bersih.

1.4. Manfaat Penulisan

1. Memberikan suatu alternatif pengolahan air gambut pada daerah-daerah atau

kawasan yang sumber air bersih sulit diperoleh terutama dikawasan gambut.

2. Sebagai suatu studi untuk mengatasi masalah dalam pengadaan air bersih

melalui pengolahan air gambut.

3. Model yang dirancang dapat mengolah air gambut dalam skala pilot untuk

menghasilkan air bersih dengan metode elektrokoagulasi dan penambahan

larutan tawas dengan kecepatan alir 1 L/menit.

4. Model dapat diaplikasikan langsung di lapangan baik untuk konsumsi rumah

tangga maupun untuk skala industri.

5

Page 6: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Air Gambut

Karakteristik Air Gambut

Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah

berawa maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2006) :

• Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)

• pH yang rendah

• Kandungan zat organik yang tinggi

• Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah

• Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari

tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam

bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari

dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai

tingkat dekomposisi, namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang

stabil (Syarfi, 2007). Dalam berbagai kasus, warna akan semakin tinggi

karena disebabkan oleh adanya logam besi yang terikat oleh asam-asam

organik yang terlarut dalam air tersebut. Struktur gambut yang lembut dan

mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan air dan air

pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan sumber

airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova, M., 2005) :

1. Bog

Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari

air hujan dan air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak

asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan

warnanya coklat karena terdapat kandungan organik.

2. Fen

Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air

tanah yang biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut

tersebut memiliki pH netral dan basa.

6

Page 7: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

Tabel Karakteristik Air Gambut dari Berbagai Lokasi di Sumatera & Kalimantan.

Karakteristik air gambut bersifat spesifik, bergantung pada lokasi,

jenis vegetasi dan jenis tanah tempat air gambut tersebut berada, ketebalan

gambut, usia gambut, dan cuaca. Hal ini dapat dilihat pada Tabel karakteristik

air gambut dari sebagian wilayah Indonesia yang merupakan hasil penelitian

Puslitbang Pemukiman bekerja sama dengan PAU ITB (Irianto, 1998).

Karakteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas

menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air

minum bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut

tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus

bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang

menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut :

Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan

sakit perut.

Kandungan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi

mikroorganisma dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila

bahan organik tersebut terurai secara biologi, (Wagner, 2001).

Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor

sebagai desinfektan, akan terbentuk trihalometan (THM’S) seperti

senyawa argonoklor yang dapat bersifat karsinogenik (kelarutan

logam dalam air semakin tinggi bila pH semakin rendah), (Wagner,

2001).

7

Page 8: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

Ikatannya yang kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan

kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian

jika dikonsumsi secara terus menerus (Wagner, 2001).

Pada massa sekarang penggunaan teknologi elektrokoagulasi mulai

dikembangkan kembali untuk meningkatkan kualitas effluen air limbah.

Elektrokoagulasi digunakan untuk mengolah effluen dari beberapa air limbah

yang berasal dari industri makanan, limbah tekstil, limbah rumah makan,

limbah yang mengandung senyawa arsenik, air yang mengandung flourida,

dan air yang mengandung partikel yang sangat halus, bentonit dan kaolinit.

Untuk pertimbangan penentuan penggunaan elektrokoagulasi maka Mollah

(2001) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya.

Keuntungan dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :

1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang simpel dan mudah

dioperasikan.

2. Air yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang

jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.

3. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan

flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari

elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang

sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

4. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total

Dissolved Solid) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan

pengolahan kimiawi.

5. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah

partikelpartikel koloid yang berukuran sangat kecil, sebab

diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat, sehingga

proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.

6. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan kimia sehingga

tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia, dan tidak

ada polusi yang kedua yang disebabkan substansi-substansi kimia

yang ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi.

7. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat

membawa polutan-polutan yang diolah untuk naik ke permukaan

(flotasi) dimana flok tersebut dapat dengan mudah terkonsentrasi,

dikumpulkan dan dipisahkan (removed).

8

Page 9: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

8. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses

elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa

perlu memindahkan bagian-bagian didalamnya.

9. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di

daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan

menggunakan panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses

pengolahan.

Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah :

1. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti

secara teratur.

2. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi

pengolahan.

3. Penggunaan listrik kadangkala lebih mahal pada beberapa daerah.

4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah

yang diolah.

9

Page 10: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

BAB III

PEMBAHASAN

Proses Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia

dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya

alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi

elektrolisis berupa pelepasan gas Hidrogen (Holt et al., 2004). Menurut Mollah

(2004), elektrokoagulasi adalah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia

dan fisika dengan menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan

untuk mengolah air limbah. Sedangkan elektrokoagulasi menurut Ni’am (2007),

adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air

menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana

elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang

disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit.

Gambar Perinsip proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)

Apabila dalam suatu larutan elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri

arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi

elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang

direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang

10

Page 11: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan

partikel-partikel dalam limbah. Diidentifikasikan terdapat tiga proses mendasar yang

terjadi dalam elektrokoagulasi, yaitu elektrokimia, koagulasi dan flotasi. Ketiga

proses ini dapat digambarkan dengan diagram Venn dimana kombinasi dari

ketiganya menghasilkan teknologi elektrokoagulasi, sedangkan kombinasi yang lain

menghasilkan teknologi yang berbeda. Elektrokoagulasi bukan merupakan teknologi

baru, dari literatur yang ada menunjukkan bahwa teknologi ini telah ditemukan lebih

dari seratus tahun yang lalu. Contoh aplikasi yang ada misalnya adalah pada akhir

abad ke -19, telah terdapat beberapa instalasi pengolahan air bersih yang cukup

besar di London yang mempergunakan teknologi ini (Matteson et al, 1995 dalam Holt

et al, 2004).

Gambar Diagram Venn (Holt et al, 2004)

Proses Elektrokoagulasi Dengan Penambahan Larutan Tawas

Menurut Michael Faraday bahwa air murni hampir merupakan isolator yang

sempurna, sedangkan larutan yang bisa melarutkan sesuatu bahan dapat berfungsi

sebagai konduktor. Jika dua buah elektroda dimasukkan ke dalam bejana berisi air,

yang satu dihubungkan dengan ujung positif dan yang lain dengan ujung negatif

suatu sumber arus searah, maka tidak akan terdapat arus. Tetapi jika ke dalam air

dimasukkan larutan atau garam, misalnya Al2SO4 maka terlihat adanya arus

mengalir.

Hal yang sama terjadi pada air gambut, jika dua buah elektroda Al

dimasukkan ke dalam bak berisi air gambut dan dihubungkan dengan suatu sumber

arus listrik searah maka tidak akan terdapat arus, karena air gambut mengandung

zat organik yang tinggi yang terlarut dalam air terutama dalam bentuk asam humus

(asam humat, asam fulvik dan humin). Tetapi jika ke dalam air gambut dimasukan

11

Page 12: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

larutan tawas (Al2SO4) maka terlihat adanya arus mengalir. Larutan tawas ini jika

dimasukkan ke dalam air gambut akan terionisasi membentuk Al3+ dan SO4 2- yang

dapat menetralkan muatan koloid. Unsur Al yang terdapat pada tawas akan mengikat

partikel negatif yang ada dalam air gambut sehingga terjadi penggumpalan partikel

dan sekaligus menurunkan warna dan kekeruhan. Larutan tawas akan mengaktifkan

ion – ion pada elektroda Al sehingga terjadi interaksi dengan asam-asam humus dan

terjadilah proses elektrokoagulasi (koagulasi dan flokulasi), yang akan membentuk

flok yang mampu mengikat asam-asam humus dan partikel-partikel lain dalam air

gambut dalam waktu yang cukup singkat. Larutan tawas di sini berfungsi sebagai

membuat koligatif larutan sehingga air gambut akan mempunyai larutan elektrolit

didalamnya.

Dari hasil penelitian, dosis tawas yang dibutuhkan untuk mencapai besarnya

efisiensi penurunan warna dan kekeruhan di atas 90 % relatif rendah yaitu 10 ml/ L

sampel, Dan tawas yang digunakan adalah tawas yang dikomersialkan dengan mutu

17 % dengan kadar 1000 ppm. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya,

PAU ITB (1992) dengan dosis tawas 1300 mg/L, Mu’min (2002) dengan dosis tawas

50 mg/L, dan Fitria (2008) dengan dosis tawas 280 mg/L. Dari segi ekonomi hal ini

sudah cukup memuaskan sehingga prospek kedepannya merupakan salah satu

alternatif pengganti beban kebutuhan bahan kimia dalam pengolahan air gambut.

Penambahan larutan tawas ke dalam air gambut yang kemudian

dielektrokoagulasi ternyata lebih baik digunakan dalam pengolahan air gambut pada

penelitian ini. Hal ini disebabkan larutan tawas dapat bertindak sebagai sumber ion

elektrolit dalam proses koagulasi yang kemudian diikuti proses flokulasi yang

membentuk flok-flok yang lebih besar berupa Al(OH)3. Dengan terbentuknya flok-flok

tersebut maka terjadi penurunan konsentrasi logam, senyawa-senyawa organik dan

partikel-partikel lain yang larut di dalam air gambut. flokulasi yang membentuk flok-

flok yang lebih besar berupa Al(OH)3. Dengan terbentuknya flok-flok tersebut maka

terjadi penurunan konsentrasi logam, senyawa-senyawa organik dan partikel-partikel

lain yang larut di dalam air gambut.

Mekanisme dalam elektrokoagulasi

Mekanisme yang terjadi dalam elektrokoagulasi pada percobaan ini terbagi

dalam beberapa faktor. Menurut Holt et al. (2006), ada berbagai kemungkinan

mekanisme yang terjadi dalam elektrokoagulasi (interaksi dalam larutan) yaitu :

1. Migrasi ke muatan elektroda yang berlawanan (electrophoresis) dan

agregatisasi netralisasi muatan.

2. Kation atau ion OH- membentuk suatu presipitasi dengan polutan

12

Page 13: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

3. Interaksi kation logam dengan OH- untuk membentuk suatu hidroksida yang

mempunyai sifat-sifat adsorpsi yang tinggi sekaligus mengikat polutan

(jembatan koagulasi).

4. Hidroksida membentuk struktur seperti kisi yang lebih besar dan sweep

coagulation.

5. Oksidasi polutan-polutan

6. Pemindahan (remove) oleh elektroflotasi dan adhesi ke gelembung

Sedangkan Menurut Mollah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi

di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama yaitu :

a. terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda,

b. destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi, dan pemecahan emulsi, dan

c. agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.

Proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi, dan pemecahan emulsi

terjadi dalam tahapan sebagai berikut :

a. Kompresi dari lapisan ganda (double layer) difusi yang terjadi di sekeliling spesies

bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbentuk dari oksidasi di

elektroda.

b. Netralisasi ion kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan ion

Berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tersebut

menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar partikel dalam air limbah

(gaya Van der Waals) sehingga proses koagulasi bisa berlangsung.

c. Terbentuknya flok, dimana flok ini terbentuk akibat proses koagulasi sehingga

terbentuk sludge blanket yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid

yang masih ada di air limbah.

13

Page 14: Makalah Teknik Penyediaan Air Minum Teknologi Elektrokoagulasi

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model pengolahan air gambut

dengan proses elektrokoagulasi kapasitas L/menit, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Model yang telah dirancang secara teknis memberikan kinerja yang baik,

karena mampu mereduksi kontaminan dalam air gambut di atas 90 % dan air

bersih yang dihasilkan sudah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah

melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990

tanggal 3 September 1990 tentang persyaratan kualitas air bersih.

2. Kinerja yang baik dari model pengolahan air gambut untuk menghasilkan air

bersih dengan metode elektrokoagulasi sangat dipengaruhi oleh dosis larutan

tawas yang dimasukkan ke dalam sampel (air gambut) yaitu 10 ml/l air gambut,

waktu elektrokoagulasi (waktu kontak dengan plat aluminium sebagai elektroda)

yaitu 45 menit, dan kecepatan alir sampel (air gambut) yang masuk ke dalam

bak elektrokoagulasi adalah 1 L/menit.

3. Model pengolahan air gambut untuk menghasilkan air bersih yang telah

dirancang dapat langsung diaplikasikan di lapangan.

4.2. Saran

1. Karena Indonesia mempunyai lahan gambut yang cukup besar, sebaiknya

teknologi ini digunakan dengan sebaik mungkin.

2. Proses elektrokoagulasi ini harus dilakukan dengan baik dan teliti, agar air yang

dihasilkan benar-benar layak konsumsi.

14