29
BAB I PENDAHULUAN Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut. Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah. Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah

Makalah SLE Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah SLE Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah

penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan

sistem imun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang

melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak

manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa

penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator

terjadinya penyakit tersebut. Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang

ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya

ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak

organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,leukosit, atau trombosit. Karena

organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang

tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut,

anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah. Perkembangan penyakit lupus

meningkat tajam di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering

terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan

kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain

yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang

informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE

bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik,

kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata. Penderita dengan SLE membutuhkan pengobatan

dan perawatan yang tepat dan benar.Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi

gejala dan induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan

penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada

manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-obat yang umum digunakan pada

terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs), obat-

obat antimalaria,kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat

obat-obat yang lain.

BAB II

Page 2: Makalah SLE Fix

LAPORAN KASUS

Mulan, wanita 25 tahun, belum menikah, datang berobat kepada seoramg GP dua tahun

yang lalu dengan keluhan utama nyeri sendi pada kedua pergelangan tangan, jari-jari tangan dan

kedua pegelangan kaki.

Pemeriksaan saat itu menunjukan semua tanda vital dalam batas normal. Nampak bercak

kemerahan di kedua pipi dan lebih jelas di daerah sekitar hidung. Dalam anamnesis bercak

merah tersebut muncul lebih hebat setelah terkena panas matahari antara 1 sampai 2 jam. Sendi-

sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan nampak bengkak dan nyeri tekan. Pemeriksaan

fisik lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium: Ht 35%, leukosit 9800/mm 3,

hitung jenis leukosit normal. LED 40 mm/jam, ANA positif 1:256.

Tiga bulan kemudian Mulan merasakan lesu dan lelah sepanjang hari. Ia berpikirr

mengalami “flu syndrome”. Dalam 1 minggu terakhir ini dia mengalami bengkak kedua kaki

sampai di pergelangannya. Pada pemeriksaan di dapati pitting oedema kaki. Pada pemeriksaan

abdomen ditemukan shifting dullness pada perkusi.

Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan ANA positif masih dengan titer 1:256, LED

120mm/jam albumin serum 0,8 g/dl. Serum komplemen C3 42 mg/dl (normal: 80-180) dan C4

5mg/dl (normal: 15-45). Urinalisis: proteinuria 4+, hematuria, pyuria, dan ditemukan silinder

bergranula. Urin 24 jam mengandung 4g protein.

BAB III

PEMBAHASAN

Daftar masalah

Wanita

Page 3: Makalah SLE Fix

Usia 25 Tahun (Usia Muda)

Nyeri sendi pada kedua pergelangan tangan, jari-jari tangan dan kedua pegelangan kaki.

Bercak kemerahan di kedua pipi dan lebih jelas di daerah sekitar hidung, muncul lebih

hebat setelah terkena panas matahari antara 1 sampai 2 jam

Sendi-sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan tampak bengkak dan nyeri tekan

Lesu dan lelah sepanjang hari

Pitting oedema kaki

Shifting dullness di abdomen

Hipotesis

Autoimmune Disease :

o Systemic Lupus Erythematous (SLE)

o Rheumatoid Arthritis

Anamnesis

Identitas pasien

Nama : Ny. Wulan

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : -

Pekerjaan : -

Status : Belum menikah

Keluhan utama

Nyeri sendi pada kedua pergelangan tangan, jari-jari tangan dan kedua pegelangan kaki.

Riwayat penyakit sekarang

Bengkak kedua kaki sampai di pergelangannya

Lesu dan lelah sepanjang hari

Bercak merah tersebut muncul lebih hebat setelah terkena panas matahari antara 1

sampai 2 jam

Riwayat penyakit dahulu

Page 4: Makalah SLE Fix

Nyeri sendi pada kedua pergelangan tangan, jari-jari tangan dan kedua pegelangan

kaki.

Sendi-sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan nampak bengkak dan nyeri tekan

Bercak kemerahan di kedua pipi dan lebih jelas di daerah sekitar hidung

Anamnesis Tambahan

Bagaimana sifat nyeri sendi tersebut?

Apakah di lingkungan sekitar rumah ada yang menderita penyakit dan gejala yang sama ?

Adakah riwayat penyakit keturunan?

Apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu?

Obat apa yang diberikan oleh GP 2 tahun yang lalu?

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Lesu dan Lemas.

Keadaan umum pasien yang masih sadar mengindikasikan normalnya fungsi otak dan

pasokan oksigen yang baik ke otak. Penampilan pasien terlihat lemah dan lesu

berhubungan penyakit kronis, nyeri sendi kronis dan kemungkinan menderita penyakit

SLE yang sudah tingkat lanjut.

2. Tanda Vital : -

3. Status Generalisata

Kepala

1) Wajah : Bercak Kemerahan di kedua pipi dan sekitar hidung Malar

Rash / Butterfly Rash

Leher : ---

Thorax

1) Paru : ---

2) Jantung : ---

Abdomen : Shifting Dullness Ascites

Genitalia Eksterna : ---

Page 5: Makalah SLE Fix

Ekstremitas

1) Ekstremitas Atas :

Nyeri sendi pada kedua pergelangan tangan, jari-jari tangan Arthritis

Sendi-sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan nampak bengkak dan

nyeri tekan Inflamasi dan Oedem

2) Ekstremitas Bawah :

Bengkak kedua kaki sampai di pergelangannya Oedem

Pitting oedema kaki

Pemeriksaan Laboratorium1,2

Pemeriksaan

Dahulu

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Keterangan

Hematokrit 35%  37 – 40 % Menurun  Anemia 

Leukosit 9800/mm3 5000 –

10.000 Normal  -

LED 40 mm/jam0 – 20

mm/jam Meningkat 

 Infeksi

Kronis

ANA  1 : 256  1 : 20 Meningkat  SLE 

Page 6: Makalah SLE Fix

Hitung Jenis

Basofil ? 0 – 1 % Normal -

Eosinofil ? 1 – 3 % Normal -

Batang ? 2 - 6 % Normal -

Segmen ? 50 – 70 %  Normal -

Limfosit ? 20 – 40 %  Normal -

Monosit ? 2 – 8 %  Normal -

Pemeriksaan

Sekarang

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Keterangan

ANA 1 : 256   1 : 20  Meningkat  SLE

LED 120 mm/jam 0 – 20

mm/jam Meningkat 

Infeksi

Kronis 

Albumin Serum 0,8 g/dl  3,5 g/dl  Menurun Hipoalbumin

emia 

Serum

Komplemen C3

 42 mg/dl 80 -180

mg/dlMenurun 

SLE

GNA 

Serum

Komplemen C4

 5 mg/dl15 – 45

mg/dl  Menurun

SLE

GNA 

Urinalisis

Protein  ++++ Negatif  Positif Proteinuria

Massive 

Eritrosit ? Negatif Positif Hematuria

Leukosit ? Negatif Positif Piuria 

Silinder ? Negatif PositifSilinder

Granula

Urin 24 jam  4 g Protein Negatif   PositifProteinuria

Massive 

Page 7: Makalah SLE Fix

Pemeriksaan Penunjang –

Penatalaksanaan

Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi yang

sempurna). Pengobatan pada SLE yang tepat adalah dengan menekan gejala klinis dan

komplikasi yang mungkin terjadi, mangatasi fase akut dan dengan demikian memperpanjang

remisi dan tingkat harapan hidup (1) Program pengobatan yang tepat sangat individual karena

gambaran klinis dan perjalanan penyakit sangat bervariasi.(2) Pada penatalaksanaa SLE pada

kasus diatas kami kelompokkan menjadi terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

Non Farmakologis

1. Edukasi

Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakit yang

kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai macam

manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda

sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Pada

wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila akan hamil

maka sebaiknya kehamilan direncanakan. Saat penyakit sedang remisi, sehingga dapat

mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita selama

hamil.

2. Dukungan Sosial dan Pengobatan

Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer group

atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi pasien Lupus,

yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta. Mereka

bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus.

Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang

kurang mampu dalam pengobatan.

3. Istirahat

Page 8: Makalah SLE Fix

Penderita SLE sering mengalami fatique sehingga perlu istirahat yang cukup selain perlu

dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromyalgia dan depresi.

4. Tabir Surya

Pada penderita SLE aktivitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari

sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan

menggunakan tabir surya dengan SPF>30 pada 30-60 menit sebelum terpapar diulang tiap 4-6

jam.

5. Monitor Ketat

Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terpapar demam

yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat selain sejalan dengan pemberian

obat immosupresi dan kortikosteroid. Risiko pada penyakit ini termasuk kardiovaskular,

osteoporosis dan keganasan juga meningakat pada pendertia SLE , sehingga perlu

pengendalian dari faktor resiko seperi merokok, obesitas, dyslipidemia dan hipertensi.3

4. Farmakologis

1. NonSteroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID):

NSAID berguna karena kemampuannya sebagai analgesik, antiperitik dan antiinflamasi. Obat ini

berguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan arthralgia/arthritis. Aspirin adalah salah satu

yang paling banyak diteliti kegunaannya. Ibuprofen dan indometasin cukup efektif untuk

mengobaati SLE dengan arthritis dan pleurisi, dalam kombinasi dengan steroid dan antimalaria.

Keterbatasan obat ini adalah efeksamping pada saluran pencernaan terutama pendarahan dan

ulserasi. Cox2 dengan efek samping yang lebih sedikit diharapkan dapat mengatasi hal ini,

sayang belum ada penelitian mengenai efektivitasnya pada SLE. Efek samping lain dari OAINS

adalah : reaksi hipersensitivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik.

2. Antimalaria

Page 9: Makalah SLE Fix

Efektivitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui, dan

obat initelah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk SLE kulit terutama LE diskoid dan LE

kutaneus subakut. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu pemrosesan antigen di makrofag

dan sel penyaji antigen yang lain dengan meningkatkan pH di dalam vakuola lisosomal. Juga

menghambat fagositosis, migrasi netrfil, dam metabolisme membran fosfolipid. Antimalaria

dideposit didalam kulit dan mengabsorbsi sinar UV. Hidrosiklorokuin menghaambat reaksi kulit

karena sinar UV. Bebrapa penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan

koSLEterol total, HDL dan LDL, pada penderita SLE yang menerima steroid maupun yang

tidak.

Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia : hidroksiklorokuin (dosis 200-400mg/hari), klorokuin

(250mg/hari), kuinarkrin (100mg/hari). Hidroksiklorokuin lebih efektif daripada klorokuin, dan

efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada

saluran pencernaan, kembung, mual, dan muntah; efk sam ping lain adalah timbulnya ruam,

toksisitas retin, daan neurologis (jarang).

3. Kortikosteroid

Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekaanisme antiinflamasi dan amunosuprefit. Dari

berbagai jenis steroid, yang paling sering digunakan adalah prednison dan metilprednisolon.

Pada SLE yang ringan (kutneus, arthritis/arthralgia) yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan

antimalaria, diberikan prednison2,5 mg sampai 5 mg perhari. Dosis ditingkatkan 20% tiap 1

sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan mengancam jiwa

langsung diberikan steroid, NSAID dan antimalaria tidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi

serius SLE yang membaik dengan steroid antara lain : vaskulitis, dermatitis berat ataau SCLE,

poliarthritis, poliserosistis, myokarditis, lupus pneumonitis, glomeruloneftritis (bentuk

proliferatif), anemia hemolitik, neuropati perifer dan krisis lupus.

Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regimen pemberian steroid:

Page 10: Makalah SLE Fix

1. Regimen I: daily oral short acting (prednison, prednisolon, metilprednisolon), dosis: 1-2

mg/kg BB/hari dimulai dalam dosis terbagi, lalu diturunkaan secara bertahap (tapering)

sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratoris. Regimen ini sangat cepat mengontrol

penyakit ini, 5-10 hari untuk manifestasi hemotologis atau saraf, serositis, atau vaskulitas;

3-10 minggu untuk glomerulonephritis.

1. Regimen II : methylprednisolone intravena, dosis: 500-1000 mg/hari, selama 3-5 hari

atau 30 mg/kg BB/hari selam 3 hari. Regimen ini mungkin dapat mengontrol penyakit lebih

cepat dari pada terapi oral setiaap hari, tetapi efek yang menguntungkan ini hanya bersifat

sementara, sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama.

2. Regimen III: kombinasi regimen 1 atau 2 dengan obat sitostatik azayhioprine atau

cyclophosphamide.

Setelah kelaainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu

sampai dicapai maintenance dose.

4. Methotreksat

Methotreksat adaalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyaakit rematik

efek imunosupresifnya lebih lemah daripada obat alkilating ataua zathrioprin. Efek samping Mtx

yang paling sering dipakai adalah:lekopenia, ulkus oral, toksisitas gastrointestinal,

hepatotoksisitas. Untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan darah lengkap, tes

fungsi ginjal dan hepar.4

Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanasionam : dubia ad malam

Page 11: Makalah SLE Fix

Prognosis pada pasien ini secara umum cukup buruk akibat dari komplikasi yang telah

menyerang ginjal hingga ditemukan gejala-gejala seperti hematuria dan proteinuria yang

berpotensi untuk berkembang menjadi gagal ginjal yang merupakan penyebab utama dari

kematian pada kasus SLE.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Systematic Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai

dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi

sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya

bersifat episodic (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan

akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari

penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan

jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan

sering berakhir dengan kematian. Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis

banding bila pasien mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia, anemia,

nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab terjadinya SLE belum diketahui. Berbagai faktor

dianggap berperan dalam disregulasi sistem imun.3

Epidemiologi

Page 12: Makalah SLE Fix

SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, cina, dan mungkin

juga Filipina. SLE terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40

tahun selama masa reproduksi dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1.

Faktor Resiko

1) Faktor-faktor resiko genetik pada lupus

Gen-gen anda merupakan komponen DNA anda yang memberitahukan apa yang

dilakukan setiap setiap sel-sel dalam tubuh anda. Lupus adalah penyakit "multigen". Ini berarti

bahwa tidak ada satu gen yang spesifik yang menyebabkan lupus. Malahan, para peneliti telah

mengidentifikasi banyak gen yang mungkin berkontribusi terhadap diagnosa lupus. Semua gen-

gen ini bergabung untuk merespon faktor-faktor resiko di lingkungan anda.

2) Faktor-faktor resiko lingkungan pada lupus

Beberapa elemen pada lingkungan juga diperkirakan memainkan peran dalam resiko

seseorang terkena lupus. Elemen-elemen ini antara lain:

- Sinar ultraviolet. Paparan terhadap sinar matahari tidak hanya menyebabkan kulit terbakar

karena matahari dan menempatkan anda pada resiko akan terkena kanker kulit, tetapi juga telah

menunjukkan dapat meningkatkan resiko seseorang akan terkena lupus. Resiko terkena lupus

bahkan lebih tinggi pada orang-orang yang khususnya memiliki kulit yang sensitif terhadap

matahari, begitu menurut para peneliti. Jika anda menderita lupus, anda mungkin telah

memperhatikan bahwa terpapar terlalu banyak sinar matahari akan membuat gejala-gejala anda

memburuk. Hal ini disebabkan karena sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel

kulit yang dapat menstimulasi respon otoimun lupus.

- Infeksi/penyakit. Penelitian telah difokuskan pada satu jenis infeksi yang disebabkan oleh

kuman virus yang mungkin merupakan faktor resiko terhadap lupus. Virus Epstein-Barr (EBV)

adalah anggota dari keluarga virus-virus herpes. EBV adalah jenis umum dari virus yang dapat

menyebabkan penyakit yang sangat ringan dan juga bertanggungjawab terhadap penyakit-

penyakit yang lebih berat seperti mononucleousis. Di saat anda berusia 40 tahun, kesempatan

anda untuk terinfeksi EBV adalah sekitar 95%. Karena EBV dapat tinggal dalam sel-sel darah

Page 13: Makalah SLE Fix

putih anda selama bertahun-tahun, diperkirakan hal ini dapat menstimulasi repson otoimum

lupus pada beberapa orang.

- Merokok. Bukti bahwa merokok merupakan faktor resiko lupus masih kontroversial. Beberapa

penelitian mendapati bahwa merokok dapat meningkatkan resiko mereka terkena lupus. Pada

saat sekarang ini bobot bukti yang menyimpulkan bahwa merokok dimasa lalu bukanlah

merupakan faktor resiko, tetapi pada saat ini merokok benar-benar meningkatkan resiko anda

terkena lupus.

3) Faktor-faktor resiko hormonal pada lupus

Seorang wanita yang berada di usia subur merupakan faktor resiko terbesar pada lupus.

90% orang-orang yang didiagnosa lupus adalah para wanita muda. Hal ini berhubungan dengan

hormon estrogen pada wanita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa para wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral atau terapi pengganti estrogen meningkatkan resiko mereka akan

terkena lupus. Ini mungkin karena estrogen mengikat sel-sel darah putih yang terlibat dalam

respon kekebalan dan meningkatkan jangka hidup sel-sel. Apapun yang menyebabkan respon

kekebalan yang berkepanjangan dapat memicu lupus. Bagaimanapun, terdapat ketidaksetujuan

diantara para peneliti mengenai apakah kegunaan pil-pil KB yang mengandung estrogen atau

pengganti hormon bagi wanita menupause meningkatkan resiko akan terkena lupus.

4) Faktor-faktor resiko ras pada lupus

Kaum wanita Afrika-Amerika menderita lupus tiga kali lebih sering dibandingkan dengan

wanita berkulit putih. Mereka juga cenderung menderita lupus pada usia yang lebih muda dan

menderita gejala-gejala lupus yang lebih berat. Wanita-wanita Latin, Asia dan Amerika asli juga

memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena lupus daripada wanita berkulit putih. Meskipun

faktor-faktor sosial ekonomi dapat berperan dalam beberapa bagian dalam penemuan-penemuan

ini, para peneliti percaya bahwa kecenderungan genetik terhadap lupus pada kelompok ras ini

merupakan sebuah faktor yang penting.4

Manifestasi Klinis

Page 14: Makalah SLE Fix

Pada onsetnya, SLE dapat melibatkan satu atau beberapa sistem organ. Manifestasi klinik

yang paling sering ialah gejala muskuloskeletal berupa artritis atau atralgia 92%, demam 84%,

kelainan kulit, rambut, atau selaput lendir 72%, kelainan neuropsikiatri 60%, renal 50%, saluran

pernapasan 45%, dan kardiovaskular 40%. Onset penyakit dapat spontan atau didahului factor

presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi, obat, penghentian kehamilan, trauma

fisik/psikis. Setiap serangan biasanya didahului gejala umum seperti demam, malise, kelemahan,

anorexia, berat badan menurun, dan iritabilitas. Demam ialah manifestasi yang paling menonjol

kadang-kadang dengan menggigil.

Manifestasi kulit berupa butterfly appearance.Manifestasi kulit yang lain berupa lesi

discoid,erythema palmaris,periungual erythema,alopecia.Mucous membran lession cenderung

muncul pada periode exacerbasi.pada 20% penderita juga didapatkan fenomena Raynaud.

Manifestasi gastrointestinal berupa nausea,diare,GIT discomfort.Gejala menghilang dengan

cepat bila manifestasi sistemiknya diobait dengan adekuat.Nyeri GIT mungkin disebabkan

peritonitis sterildan arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan

ulserasi usus.Arteritis juga dapat menimbulkan pancreatitis.

Manifestasi muskuloskeletal berupa athralgia,myalgia,myopathi.

Joint symptoms dengan atau tanpa aktif sinovitis ada pada 90% penderita.Atritis cenderung

menjadi deformasi,dan gambaran ini hampir selalu tidak didapatkan pada pemeriksaan

radiografi.

Manifestasi ocular ,termasuk conjungtivitis,fotofobia,transient atau permanent monooculr

blindness dan pandangan kabur.Pada pemeriksaan fundus dapat juga ditemukan cotton-wool

spots pada retina(cytoid bodies).

Pleurisi , pleural effusion , bronchopneumonia , pneumonitis sering dijumpai.Pleural effusion

unilateral ringan lebih sering dijumpai daripada bilateral.Mungkin didapatkan sel LE pada cairan

pleura.Pleural effusion menghilang dengan terapi yang adekuat.Restriktif pulmonary disease juga

mungkin dijumpai.

Manifestasi di jantung dapat berupa cardiac failure akibat dari micarditis dan hipertensi.Cardiac

aritmia juga sering dijumpai.Valvular incompetence yang sering dijumpai adalah mitral

regurgitasi.

Page 15: Makalah SLE Fix

Vasculitis pada percabangan mesenterica sering muncul dan dihubungkan dengan polyarteritis

nodusa ,termasuk ditemukan adanya aneurysma pada percabangannya.Abdominal pain (setelah

makan),illeus,peritonitis,perforasi dapat terjadi.

Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan central berupa

psikosis,epilepsi,sindroma otak organik ,periferal dan cranial neuropathies,transverse

myelitis,stroke.Depresi dan psikosis dapat juga akibat induksi dari obat kortikosteroid.Perbedaan

antara keduanya dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikan dosis steroid.Psikosis lupus

membaik bila dosis steroid dinaikan,dan pada psikosis steroid membaik bila dosisnya

diturunkan.

Komplikasi  renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.Manifestasi yang paling

sering berupa proteinuria.Histopatologi lesi renal bervariasi mulai glomerulonefritis fokal sampai

glomerulonfritis membranoploriferatif difus.Keterlibatan renal pada SLE mungkin ringan dan

asimtomatik sampai progresif dan mematikan.Karena kasus yang ringan semakin sering

dideteksi ,insidens yang bermakna semakin menurun.Ada 2 macam kelainan patologis pada renal

berupa nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa.Nefritis lupus difus merupakan

manifestasi terberat.Klinis berupa sebagai sindroma nefrotik,hipertensi,gagal ginjal kronik.

Adenopathi menyeluruh dapat ditemukan,terutama pada anak-anak,dewassa muda,dan kulit

hitam.Splenomegali terjadi pada 10% penderita.Secara histologis lien menunjukan fibrosis

periarterial(onion skin lesion).

Hepatomegali mungkin juga dapat ditemukan ,tetapi jarang disertai icterus.

Kelenjar parotis dapat membesar pada 6% kasus SLE.

Pada Drug Induce Lupus Erythematosus kelainan pada ginjal dan SSP jarang ditemukan.Anti Ds-

DNA,hipocomplementemia serta complex immune juga jarang ditemukan

Nephritis biasanya manifestasi SLE yang paling berat, terutama karena nephritis dan

infeksi merupakan penyebab utama mortalitas pada dekade pertama penyakit ini. Karena

nephritis asimptomatik pada kebanyakan pasien SLE, urinalisis sebaiknya dilakukan pada pasien

yang dicurigai mengalami SLE. Pasien dengan bentuk kerusakan glomerulus proliferatif

berbahaya biasanya memiliki hematuria dan proteinuria mikroskopik (>500 mg per 24 jam).

Sekitar setengah

Page 16: Makalah SLE Fix

pasien mengalami sindrom nephrotik, dan kebanyakan terjadi hipertensi. Jika glomerulonephritis

proliferatif difus (DPGN) tidak ditangani, kebanyakan pasien akan mengalami ESRD dalam 2

tahun diagnosis. Untuk kebanyakan orang dengan lupus nephritis, percepatan aterosklerosis

menjadi penting setelah beberapa tahun, perhatian berlebih diberikan untuk mengendalikan

tekanan darah,hiperlipidemia, dan hiperglikemia.2

Patogenesis

Interaksi antara faktor gen predisposisi dan lingkungan akan menghasilkan respons imun

yang abnormal. Respons ini termasuk (1) aktivasi dari imunitas alamiah (sel dendritik) oleh CpG

DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA dalam RNA/protein self-antigen ; (2) Ambang

aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigen-specific T dan Limfosit B); (3)

Regularitas dan inhibisi Sel T CD4+ dan CD8+ dan (4) berkurangnya klirens sel apoptotik dan

kompleks imun. Self-antigen (protein/DNA nukleosomal; RNA/protein pada Sm, Ro, dan La;

fosfolipid) dapat ditemukan oleh sistem imun pada gelembung permukaan sel apoptotik,

sehingga antigen, autoantibodi, dan kompleks imun tersebut dapat bertahan untuk beberapa

jangka waktu yang panjang, menyebabkan inflamasi dan penyakit berkembang secara lambat.

Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti dengan

peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor (TNF) dan interferon tipe 1 dan 2

(IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte stimulator (BLyS) serta Interleukin (IL)-10.

Peningkatan regulasi gen yang dipicu oleh interferon merupakan suatu petanda genetik SLE.

Namun, sel lupus T dan natural killer (NK) gagal menghasilkan IL-2 dan transforming growth

factor (TGF) yang cukup untuk memicu CD4+ dan inhibisi CD8+. Akibatnya adalah produksi

autoantibodi yang terus menerus dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan

dengan jaringan target, disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan

sel darah yang berikatan dengan Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan sel imun

mengakibatkan pelepasan kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif, dan enzim perusak.

Pada keadaan inflamasi kronis, akumulasi growth factors dan sel imun akan memicu pelepasan

kemotoksin, sitokin, kemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Selain itu, akumulasi dari

growth factor dan produk oksidase kronis berperan terhadap kerusakan jaringan ireversibel pada

glomerulus, arteri, paru-paru, dan jaringan lainnya.

Page 17: Makalah SLE Fix

Beberapa rangsangan lingkungan dapat mempengaruhi kemunculan SLE. Paparan

terhadap cahaya ultraviolet akan menyebabkan serangan SLE pada sekitar 70% pasien,

kemungkinan terjadi akibat peningkatan apoptosis pada sel kulit atau adanya perubahan DNA

dan protein intraseluler dan membuatnya menjadi antigenik. Sepertinya, beberapa infeksi

memicu respons imun yang normal dan mengandung beberapa sel T dan B yang mengenal self-

antigen; pada SLE, sel-sel tersebut tidak beregulasi dengan baik dan produksi autobodi

kemudian terjadi. Kebanyakan pasien SLE mempunyai autoantibodi hingga 3 tahun bahkan lebih

sebelum gejala pertama penyakit ini, menandakan bahwa regulasi mengendalikan derajat

autoimun untuk beberapa tahun sebelum kualitas dan kuantitas dari autoantibodi dan sel B dan T

yang patogen cukup untuk menyebabkan gejala klinis. Virus Eipsten Barr mungkin merupakan

agen infeksi yang dapat memicu SLE pada seseorang yang memiliki predisposisi genetik. Anak

dan orang dewasa dengan SLE cenderung terinfeksi EBV dibandingkan kelompok kendali umur,

jenis kelamin, dan etnis. EBV mengaktivasi dan menginfeksi limfosit B dan bertahan pada sel

tersebut dalam beberapa dekade; Ia juga mengandung sekuens asam amino yang mirip dengan

sekuens pada spilceosome manusia (RNA/antigen protein yang dikenali oleh autoantibodi pada

seseorang dengan SLE). Sehingga, interaksi antara predisposisi genetik, lingkungan, jenis

kelamin, dan respons imun abnormal akan mengakibatkan autoimunitas.

Page 18: Makalah SLE Fix

Diagnosis

Terdapat kriteria dignostik untuk SLE  yang telah ditetapkan oleh American Rheumatism

Association (ARA).

Kriteria BatasanRuam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar eminence

dan lipat nasolabial Ruam discoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran SLEi keratotik dan

sumbatan folikular. Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap

sinar matahari ,baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa .

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa

Artritis non-erosif

Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh rasa nyeri, bengkak dan efusi

Pleuritis atau perikarditis

Pleuritis- riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleuraatauPerikarditis- bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi perikardial

Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ , ataub. Cetakan seluler- dapat eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan

Gangguan neurologi

a. Kejang- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit ataub. Psikosis- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit

Gangguan hematologic

a. Anemia hemolitik dengan retikulosis b. Leukopenia- <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaanc. Limfopenia- <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaand. Trombositopenia- <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan

Gangguan imunologik

a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Smc. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang

Page 19: Makalah SLE Fix

didasarkan atas: 1) kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM, 2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standar, atau 3) hasil tes positif palsu paling tidak selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponemal.

Antibodi antinuklear positif (ANA)

Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit tanpa keterlibatan obat

Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11

kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu. Modifikasi

kriteria ini dilakukan pada tahun 1997. Spesifitas dan sensitivitas kriteria ini secara berurutan

95% dan 75%). Pada beberapa pasien, gejala semakin berat dalam selang waktu tertentu.

Antinuclear antibodies (ANA) ditemukan pada >98% pasien selama perjalanan penyakit.1,2,3,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Tierney LM. Arthritis and Musculosceletal Disorder. In: McPhee SJ, Editors. Current

Medical Diagnosis and Treatment. New York:McGraw Hill;2004;p.805-7.

2. Kasper, Braunwald. Disorders of the Immune System, Connective Tissue and Joints. In:

Jameson JL, Editors; Harrisson’s Principle of Internal Medicine 2nd Book. 16th ed;New

York:McGraw Hill;2005;p.1960-7.

3. The Merck Manuals. SLE (Systematic Lupus Eritematosus). Available at:

http://www.merckmanuals.com/home/bone_joint_and_muscle_disorders/autoimmune_dis

orders_of_connective_tissue/systemic_lupus_erythematosus_sle.html accessed on March

24 2012

Page 20: Makalah SLE Fix

4. Lupus Foundation of America, Inc. About Lupus. Available at:

http://www.lupus.org/webmodules/webarticlesnet/templates/new_aboutintroduction.aspx

?articleid=80&zoneid=9 accessed on March 25 2012