33
SEJARAH PERKEMBANGAN STRUKTUR RUANG KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Perkotaan Disusun oleh : Aulia Ayu Riandini Bulkia (0806328266) Junita Cahyawati (0806328493) Nurul Farhanah. H (0806328644) Risha Aisyah (080645 Stevani Anggina (0806328770) Departemen Geografi

Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

SEJARAH PERKEMBANGAN STRUKTUR RUANG

KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Geografi Perkotaan

Disusun oleh :

Aulia Ayu Riandini Bulkia (0806328266)

Junita Cahyawati (0806328493)

Nurul Farhanah. H (0806328644)

Risha Aisyah (080645

Stevani Anggina (0806328770)

Departemen Geografi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia

Page 2: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.2. Tujuan Penelitian

1.3. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsepsi Kota, Tata Kota dan Permukiman

2.2.Teori dan Faktor-Faktor Perkembangan Kota

2.3. Pra-Kondisi dari Perkembangan Perkotaan

2.4. Teori Asal Perkotaan

BAB III. PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Pertumbuhan Kota Semarang

3.2. Sejarah Perkembangan Kota Semarang

3.2.1. Kota Semarang Masa Penjajahan

3.2.2. Kota Semarang Pasca Kemerdekaan

3.2.3. Kota Semarang Masa Kini

3.3. Diagram Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB IV. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Terbentuknya struktur ruang kota, cepat atau lambat, terjadi melalui proses yang bervariasi

selama kurun waktu tertentu. Kota merupakan hasil karya peradaban manusia, sejalan dengan

peradaban tersebut, kota mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga menghasilkan

suatu bentuk struktur kota yang ditemui sekarang. Wujud perkembangan struktur kota,

sebagaimana yang dikemukakan Budihardjo (1996), pada hakekatnya merupakan jejak

peradaban yang ditampilkan sepanjang sejarah kota sebagaimana perwujudan proses yang

panjang, identias tidak bisa diciptakan pada suatu saat saja (seketika) seperti budaya dadakan,

jadi perwujudan struktur suatu kota merupakan manifestasi dari berbagai kegiatan masyarakat,

sehingga kota mencerminkan suatu bentuk simbol kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan politik

masyarakat.

Struktur kota dibentuk oleh elemen-elemen yang mempunyai sifat tertentu yang merupakan

suatu kekuatan yang dapat mempercepat atau memperlambat proses perkembangan suatu kota.

Mempelajari elemen-elemen pembentuk kota pada perkembangan kota-kota masa sekarang

sangat penting bagi upaya pemahaman karakter dari kota-kota tersebut, dalam pemahaman

karakter suatu kota, seperti yang dikemukakan oleh Todaro (2000), kondisi geografis merupakan

penentuan awal berdirinya suatu kota yang akan menentukan bentuk fisik, fungsi dan karakter

kota. Adanya potensi tertentu yang berkembang menonjol pada gilirannya akan meningkatkan

fungsi kota, tidak saja dalam satu sektor belaka, melainkan kompleksitas kegiatan manusia di

dalamnya.

Perkembangan dan bentuk struktur fisik suatu kota dapat diketahui melalui perubahan

elemen-elemen kota sebagai pembentuk ruang kota. Elemen tersebut merupakan elemen fisik

dan non fisik. Elemen fisik meliputi sarana transportasi, pasar, pusat pemerintahan, ruang

terbuka, pusat peribadatan, tempat permukiman dan sebagainya, sedangkan elemen non fisik

adalah manusia dengan segala aktivitasnya (Wongso, 2001).

Page 4: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Kota Semarang, adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang mengalami

perkembangan setelah pendudukan Kolonial Balanda tahun 1918, terletak di pantai Utara Jawa

Tengah, tepatnya pada garis 6º 5’ - 7º 10’ Lintang Selatan dan 110º 35’ Bujur Timur. Luas

wilayah mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang yang strategis

menjadikan Kota Semarang sebagai koridor pembangunan Jawa Tengah yang menjadi salah satu

pintu gerbang Jawa Tengah merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai utara,

koridor selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Kota Surakarta yang

dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor timur ke arah Kabupaten Demak/Kabupaten

Grobogan dan barat menuju Kabupaten Kendal.

Sejarah perencanaan Kota Semarang dalam kurun waktu 1900-1970, menurut Pratiwo

(2004) merupakan bagian penting dari sejarah perencaaan kota Indonesia. Kota Semarang

dijadikan kota yang menjadi eksperimen perencaaan kota modern di Eropa.

Perkembangan Kota Semarang dapat kita lihat pada kawasan pusat kota, dimana terjadinya

peningkatan perkembangan fisik spasial kota, pemanfaatan ruang kota maupun aktivitas-aktivitas

kota seperti pada sektor perdagangan dan industri. Berakumulasinya berbagai fungsi utama kota

dikawasan pusat kota ini, tidak hanya didukung oleh letak Kota Semarang secara geografis,

tetapi juga didukung oleh berfungsinya elemen-elemen kota seperti pelabuhan, yaitu Pelabuhan

Tanjung Emas yang menempati peringkat keempat terbesar dalam arus bongkar muat. Selain

pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara, adanya

Bandara Ahmad Yani yang merupakan potensi bagi simpul transport Regional Jawa Tengah dan

kota transit Regional Jawa Tengah.

Aktivitas perdagangan dan perindustrian di Kota Semarang dalam hal ini telah memberikan

pengaruh yang sangat besar dalam perubahan fisik spasial kota, seperti terbentuknya pusat kota

yang dikenal dengan Alun-alun sebagai pusat administrasi Kolonial Belanda dan pusat

perdagangan yang sampai sekarang masih ada dan menunjukan perubahan baik dari segi

intensitas kegiatan maupun perubahan fisiknya. Sesuai dengan fungsi kota, yang ada yaitu

sebagai koleksi dan ditsribusi barang dan jasa, maka keberadaan pusat perdagangan dan jasa

komersial diharapkan mampu melayani seluruh kawasan permukiman wilayah kota, baik yang

telah berkembang atau kawasan yang baru atau akan berkembang.

Page 5: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Berdasarkan fakta dan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sejarah pertumbuhan struktur ruang Kota

Semarang dan perkembangan yang terjadi hingga saat ini melalui fenomena-fenomena yang ada.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan sejarah pertumbuhan struktur ruang Kota Semarang

2. Mengidentifikasi fenomena-fenomena yang membentuk perkembangan struktur ruang

Kota Semarang

1.3. Sistematika Penulisan

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.2. Tujuan Penelitian

1.3. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsepsi Kota, Tata Kota dan Permukiman

2.2.Teori dan Faktor-Faktor Perkembangan Kota

2.3. Pra-Kondisi dari Perkembangan Perkotaan

2.4. Teori Asal Perkotaan

BAB III. PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Pertumbuhan Kota Semarang

3.2. Sejarah Perkembangan Kota Semarang

3.2.1. Kota Semarang Masa Penjajahan

3.2.2. Kota Semarang Pasca Kemerdekaan

3.2.3. Kota Semarang Masa Kini

3.3. Diagram Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB IV. KESIMPULAN

Page 6: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

DAFTAR PUSTAKA

Page 7: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsepsi Kota, Tata Kota dan Permukiman

Penelusuran kota dari aspek kesejahteraan dan permukiman yang dilakukan oleh

Wiryoamartono (1995) pada aspek fisik diketahui bahwa permukiman negara berkaitan erat

dengan peradaban Hindu, Islam, hingga modern yang menghasilkan bangunan seperti candi,

masjid, keraton, makam, dan pasar. Suatu permukiman urban dibentuk oleh struktur-struktur

yang tetap yaitu pusat kegiatan perdagangan (pasar), pusat pemerintahan, dan pusat peribadatan.

Karakter yang paling menonjol dari kota terlihat pada kawasan pusat kotanya karena

perkembangan kota diawali pada inti (core) kota yang memiliki beberapa fungsi kegiatan kota

seperti pusat jasa, perdagangan, pusat rekreasi dan sosial budaya. Pola penggunaan lahan kota-

kota di Indonesia tidak seragam. Pulau Jawa memiliki pola lahan di pusat perkotaan dengan

tanah lapang atau alun-alun yang dikelilingi bangunan penting (Jayadinata, 1992). Sarana dan

prasarana yang ada di sekeliling alun-alun seperti bangunan kantor, kabupaten, masjid, gereja,

penjara, dan pasar.

2.2. Teori dan Faktor-Faktor Perkembangan Kota

Sebagian besar terjadinya kota berawal dari desa yang mengalami perkembangan secara

pasti (Ilhami, 1990). Faktor yang mendorong desa menjadi kota adalah keberhasilan desa

menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat

pertambangan, pusat pergantian transportasi, dan sebagainya.

Pengertian kota menurut Dickison (dalam Jayadinata, 1990) adalah suatu permukiman yang

bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Kota umumnya

mempunyai rumah-rumah yang mengelompok atau terpusat.

Pengertian kota menurut Branch (1995) adalah sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu

penduduk atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan,

pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana

dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan desa.

Page 8: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Mayer (dalam Daldjoeni, 1968) melihat kota sebagai tempat bermukim penduduknya, yang

terpenting bukan rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadah, kantor, dan sebagainya. Melainkan

penghuni yang menciptakan segalanya itu. Kota sebagai permukiman dan wadah komunikasi.

Perkembangan kota adalah suatu proses perubahan perkotaan dalam waktu yang berbeda.

Perbedaan didasarkan pada waktu yang berbeda dalam analisis ruang yang sama. Proses dapat

berjalan secara alami atau secara artificial, dimana tercapat campur tangan manusia.

Perkembangan pola dan struktur ruang fisik kota dapat ditinjau dari aspek kehidupan perkotaan,

seperti kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya (Yunus, 1994).

Bintarto (1986) menyatakan bahwa proses perkembangan kota tergantung pada kondisi alam

dan sumber daya binaan yang ada di daerah kota dan sekitarnya yang membawa implikasi

terhadap perubahan peruntukan guna lahan, baik struktur maupun polanya.

Rahardjo (1980), dalam Yunus (1994) menyebutkan terdapat tiga pola klasik yang

menggambarkan perkembangan kota dalam memanfaatkan penggunaan tanah yaitu: (1) Pola

Konsentrik (Concentric Zone Model) oleh Ernest W. Burgess (1925) menyatakan bahwa pola

pemanfaatan ruang kota berhubungan dengan nilai ekonomi, sehingga kota terbagi atas ; (a)

pusat kota (Central Busines District) yang terdapat pada lingkaran dalam, terdiri atas bangunan

kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, toko dan pusat perbelanjaan; (b) jalur peralihan (transition

zone) terdapat pada lingkaran tengah, terdiri atas rumah sewaan, kawasan industri, perumahan

buruh; (c) jalur perumahan para buruh (zone of-working men's homes) terdapat pada lingkaran

tengah kedua, terdiri atas kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik; (d) jalur permukiman

yang lebih baik (zone of better residences) terdapat pada lingkaran luar, terdiri atas kawasan

perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya; (e) jalur para penglaju (zone of

commuters) terdapat pada luar lingkaran, dan terdiri dari masyarakat golongan madya dan

golongan atas di sepanjang jalan besar.

Pola ini beranggapan bahwa suatu kota mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar

di semua bagian-bagiannya. Masing-masing zone tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar dan

karena semua bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang

dihasilkan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis dengan pusat kegiatan (CBD) sebagai

intinya.

(2) Pola Sektor (Sector Model) oleh Homer Hoyt (1939); mengatakan bahwa kota tersusun

sebagai: (a) lingkaran pusat yang relative terletak di tengah kota, (b) pada sektor tertentu terdapat

Page 9: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan, di atas pada bagian sebelah menyebelahnya

terdapat kawasan tempat tinggal kaum buruh, (d) agak jauh dari pusat kota dan sektor industri

serta perdagangan terdapat sektor permukiman yang lebih baik, (e) lebih jauh lagi terdapat sektor

permukiman kelas tinggi, sebagai kawasan tempat tinggal golongan atas.

(3) Pola Pusat Ganda (Multiple Nucley Model) oleh C.D. Harris dan F.L. Ullman (1945).

menyatakan bahwa kota tersusun atas: (a) pusat kota, (b) kawasan niaga atau industri ringan, (c)

kawasan tempat tinggal berkualitas rendah, (d) kawasan tempat tinggal berkualitas menengah,

(e) kawasan tempat tinggal berkualitas tinggi, (f) kawasan industri berat, (g) pusat

perbelanjaan/niaga lain di pinggiran, (h) kawasan permukiman kelas menengah dan kelas tinggi,

(i) kawasan industri di pinggiran. Pola ini menyatakan bahwa suatu kota dibentuk oleh pusat-

pusat kegiatan fungsional kota yang mempunyai peranan yang penting di dalam kota.

Tiga model kota menurut Burges, Homer Hoyt

dan Harris Ullman. Sumber : N. Daldjoeni (1968)

Perkembangan satu kota tidak akan sama dengan perkembangan kota lain. Kota dapat

berkembang secara alamiah ataupun secara teratur dan terarah sesuai dengan rencana kota.

Faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerjapada suatu kota dapat

mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu.

Perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh situasi

dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara

komprehensif. Unsur eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi perkembangan kota.

Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah:

1. Keadaan geografis yang mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang

berfungsi sebagai simpul distribusi, perlu terletak di simpul jalur transportasi, di

pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut.

Page 10: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

2. Tapak (site) merupakan faktor-faktor kedua yang mempengaruhi perkembangan suatu

kota. Salah satu yang dipertimbangkan dalam kondisi tapak adalah topografi. Kota yang

berlokasi di dataran yang rata akan mudah berkembang ke semua arah, sedangkan yang

berlokasi di pegunungan biasanya mempunyai kendala topografi. Kondisi tapak lainnya

berkaitan dengan kondisi geologi. Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh

perkembangan kota.

3. Fungsi kota juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota-kota

yang memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan

berkembang lebih pesat daripada kota berfungsi tunggal, misalnya kota pertambangan,

kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, biasanya juga berkembang lebih pesat

daripada kota berfungsi lainnya. Short (1984) mengemukakan terdapat lima fungsi kota

yang dapat mencerminkan karakteristik struktur ruang suatu kota, yaitu: (a) kota sebagai

tempat kerja, (b) kota sebagai tempat tinggal, (c) pergerakan dan transportasi, (d) kota

sebagai tempat investasi, (e) kota sebagai arena politik.

4. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karakteristik fisik dan sifat masyarakat kota.

Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota kerajaan akan berbeda dengan

perkembangan kota yang sejak awalnya tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan

kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat tempat-tempat

tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan tertentu.

5. Unsur-unsur umum, misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan dengan

kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan unsur-unsur umum akan menarik kota ke arah

tertentu.

2.3. Pra-Kondisi dari Perkembangan Perkotaan

Penekanan pada perubahan institusional menghubungan pertumbuhan kota-kota dengan

restrukturisasi sosial-politik utama masyarakat, yang dianggap sebagai elemen kunci

perkembangan peradaban.

Childe dalam Pacione (2005) menentukan sepuluh karakteristik dari peradaban perkotaan

sebagai berikut :

Karakteristik primer

Page 11: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

1. Ukuran dan kepadatan kota. Penambahan jumlah populasi berarti perluasan level dari

integrasi sosial.

2. Spesialisasi pekerjaan. Pembagian pekerjaan yang jelas diantara pekerja, sebagai suatu

sistem distribusi dan pertukaran.

3. Konsentrasi surplus. Ada arti sosial untuk pekerjaan mengumpulkan dan mengelola

kelebihan (surplus) produksi petani dan pekerjaan tangan yang lainnya.

4. Masyarakat yang terstruktur secara kelas. Kelas istimewa penguasa agama, politikus

dan militer merupakan pejabat yang terstruktur dan mengatur masyarakat.

5. Pengaturan negara. Ada pengaturan baik yang terstruktur dengan anggota masyarakat

yang berdasarkan satu wilayah tempat tinggal. Hal ini menggantikan identifikasi politik

yang berdasrkan hubungan kekerabatan.

Karakteristik sekunder

6. Pekerjaan umum monumental. Ada sejumlah pembangunan bersama dalam bentuk

candi, istana, gudang, dan sistem irigasi.

7. Perdagangan jarak jauh. Spesialisasi dan pertukaran mengalami perluasan melebihi kota

dalam pengembangan perdagangan.

8. Standardisasi, pekerjaan seni monumental. Pembangunan pesat bentuk-bentuk seni

memberikan ekspresi kepada identifikasi simbolik dan estetika dari bentuk seni.

9. Penulisan. Seni menulis terbentuk ketika proses organisasi sosial dan manajemen.

10. Aritmatika geometri dan astronomi. Persis, ilmu prediktif dan rekayasa yang dimulai.

Duncan dalam Pacione (2005) menjabarkan pra-kondisi dari perkembangan perkotaan masa

pra-industri, yaitu sebagai berikut :

Populasi

Kehadiran populasi ukuran tertentu yang berada permanen di satu tempat adalah

syarat utama. Lingkungan, tingkat teknologi dan organisasi sosial semua membatasi

seberapa besar populasi akan tumbuh. Terutama yang penting adalah sejauh mana basis

pertanian menciptakan surplus makanan untuk mempertahankan kota populasi. Kota-kota

awal relatif kecil dalam bila dibandingkan dengan kota modern sekarang, yaitu sekitar

kurang lebih 25.000 jiwa.

Page 12: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Lingkungan

Kunci pengaruh lingkungan, termasuk topografi, iklim, kondisi sosial dan sumber

daya alam terhadap pertumbuhan perkotaan awal diilustrasikan dengan lokasi kota-kota

Timur Tengah awal di Sungai Tigris dan Efrat, yang menyediakan pasokan air, ikan dan

tanah subur yang bisa dibudidayakan dengan teknologi sederhana.

Teknologi

Selain pengembangan keterampilan pertanian, tantangan utama bagi masyarakat

perkotaan awal Timur Tengah adalah untuk mengembangkan teknologi pengelolaan

sungai untuk mengeksploitasi manfaat air dan meminimalkan resiko banjir.

Organisasi sosial

Pertumbuhan penduduk dan perdagangan menuntut struktur organisasi yang lebih

kompleks termasuk infrastruktur politik, ekonomi dan sosial, birokrasi dan

kepemimpinan, disertai dengan stratifikasi sosial.

2.4. Teori Asal Perkotaan

1. Teori Hidraulic

Karakteristik utama dari ‘masyarakat hidraulik’ yaitu:

Intensifikasi pertanian

melibatkan pembagian kerja tertentu

membutuhkan kerjasama dalam skala besar

2. Teori Ekonomi

Pengembangan kompleks jaringan perdagangan skala besar memacu pertumbuhan

masyarakat perkotaan. Kebutuhan untuk menambah produksi untuk tujuan perdagangan

seperti untuk menghidupi populasi yang bertambah akan mengacu pada spesialisasi dan

intensifikasi, dan bagi penduduk yang bermukim tetap akan membentuk pasar produksi

local dan juga perdagangan.

3. Teori Militer

Page 13: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Beberapa teori mengatakan bahwa asal mula kota terletak pada kebutuhan orang untuk

berkumpul bersama untuk perlindungan terhadap ancaman eksternal, aglomerasi awal

menuju perluasan kota selanjutnya. Wheatley dalam Pacione (2005) percaya bahwa

peperangan mungkin telah memberi kontribusi pada intensifikasi pembangunan

perkotaan di beberapa tempat dengan menginduksi konsentrasi penduduk untuk tujuan

defensif.

4. Teori Religius

Teori Agama berfokus pada pentingnya struktur kekuasaan baik dikembangkan untuk

pembentukan dan pelestarian tempat perkotaan dan, khususnya, bagaimana kekuasaan

disesuaikan ke dalam tangan seorang elit agama yang mengontrol pembagian surplus

hasil produksi yang disediakan sebagai persembahan. Ada bukti yang jelas tentang

tempat-tempat suci dan kuil di lokasi kota kuno dan bisa ada sedikit keraguan bahwa

agama memainkan peran penting dalam proses transformasi sosial yang dibuat kota.

Namun, hal ini tidak mungkin menjadi satu-satunya faktor tunggal.

5. Teori Konsesus

Proses perkotaan bukan suatu penyusunan linier di mana salah satu faktor yang

menyebabkan perubahan dalam faktor kedua, yang kemudian menyebabkan perubahan

dalam ketiga, dan seterusnya. Sebaliknya, munculnya peradaban harus

dikonseptualisasikan sebagai rangkaian proses interaksi yang dipicu oleh kondisi ekologi

dan budaya yang menguntungkan dan yang terus berkembang melalui interaksi yang

saling menguatkan.

Page 14: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Sejarah Pertumbuhan Kota Semarang

Periode ini adalah kira-kira sebelum tahun 900. Pada masa ini wilayah Semarang masih

tetmasuk kaki Gunung Ungaran di pantai Utara. Adapun garis pantai Semarang pada masa itu

meliputi daerah Mrican, Mugas, Gunung Sawo, sebelah barat Gajahmungkur, Karang Kumpul

Bagian atas, Sampangan di batas sungai Kaligarang, terus menyeberang ke Wotgaleh,

Simongan (wilayah Gedung batu dan Karang Nongko, membelok kearah Barat sepanjang

perbukitan Krapyak sampai Jerakah. Masa ini merupakan awal terbentuknya dataran alluvial /

sedimen kwarter. Sedimentasi dibentuk berdasarkan endapan yang berasal dari muara Kali 

Kreo, Kali Kripik, Kali Garang serta merupakan jalur aktivitas transportasi utama. Kerajaan

yang ada pada masa itu adalah Medang Kawulan ( hasil integrasi Kerajaan Bhumi Mataram dan

Cailendra ) yang pada masa 924 memindahkan ibukotanya ke Waharu di Jawa Timur. Dari

masa Medang Kawulan sampai Majapahit kawasan Semarang tak dikenal sama sekali. Baru

setelah Demak - Pajang, Semarang berfungsi lagi dan dikenal luas. Pada masa Demak - 

Pajang dikenal beberapa wilayah Semarang yang merupakan pedukuhan terbesar antara lain : 

Inderono (Gisik Drono ), Tirang Amper, Jurang Suru, Lebuapi, Tinjomoyo, Wotgalih

( Wotgaleh ), Gajahmungkur, Sejonilo dan Gedung Batu.Pedukuhan - pedukuhan ini

merupakan pemukiman yang dikuasai Ajar - Ajar ( pimpinan ritus Hindu ) dan terletak kira-

kira disepanjang kali Semarang sampai hulunya. Pada masa permulaan pemerintahan kerajaan

Demak, Kyai Pandang Arang ( Sunan Tembayat ) ditunjuk menjadi Bupati Semarang Pertama

dan meresmikan Tirang Amper menjadi pusat kegiatan penyiaran agama Islam di kawasan

Semarang berikut tempat tinggalnya pada tahun 1418, ( Mukti Ningrat Catur Bhumi ). Fungsi

kawasan Semarang pada waktu itu sebagai kawasan perniagaan kerajaan Demak dan pusat

penyiaran Agama Islam di kawasannya.

Pada waktu itu di Jawa Tengah terdapat 2 Kerajaan Hindia yaitu Bhumi Mataram dan

Cailendra yang terletak di pedalaman yang mempunyai pelabuhan - pelabuhan laut antara lain:

Ujung Negara (Batang), Semarang, Keling, Jepara dan Juwono. Melalui pelabuhan - pelabuhan

tersebut, Kerajaan Hindia Mataram tersebut mampu mencapai puncak zaman keemasannya,

terbukti dengan peninggalan yang berupa candi - candi besar yang tidak ternilai harganya. Di

Page 15: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama

putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat Disuatu tempat

yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan

menyiarkan agama Islam. Semarang merupakan kota nomor 3 di Jawa Tengah. Menurut

Penyelidikan beberapa penulis bangsa barat, antara lain C. Lekkerkerker, acrhivaris dari

Nederland Java en Bali instituut, nama semarang diambil dari perkataan asem-arang. Menurut

C. Lekkerkerker di semarang banyak terdapat pohon asem yang daunnya jarang-jarang, maka

kemudian tempat ini berubah sebutan menjadi Semarang untuk memudahkan penyebutan atau

pengucapan.

Pada masa itu, semarang masih berupa tegalan dengan beberapa rumah pribumi dan sangat

tidak sehat karena letaknya berdampingan dengan rawa-rawa dan comberan. Orang tionghoa

banyak yang mengembara ke semarang. Mereka memilih menempati Gedong Batu. Pada tahun

1672 jumlah orang Tionghoa di Semarang sudah jauh lebih besar. Beberapa rumah mereka

mulai dibangun dari tembok dan berpayon genteng. Rumah-rumah tembok yang lebih dulu

didirikan di Semarang ialah di Pacinan Lord an Pacinan Wetan atau sekarang yang lebih

dikenal disebut Gang Warung dan Gang Pinggir. Pada tanggal 9 Juni 1702, Semarang ditunjuk

sebagai ibukota dari Mataram atau pesisir Java. Pada tahun 1724, ketika itu, Semarang masih

dalam keadaan masih dalam dan tidak cetek seperti sekarang, kalau musim hujan tidak jarang

sekali sungainya meluap. Sementara jembatan yang ada di Pecinan Lor ( Yaitu di kali Pakojan )

sering hanyut, lantaran jembatan yang melintasi kali di sana terbuat dari glugu ( batang pohon

kelapa ), lebarnya kira-kira dua setengah meter dan di kedua tepinya dipasang alingan

(penghalang) bambu. Pada waktu itu, kendaraan belum ada. Orang-Orang tionghoa semakin

lama, bertambah banyak dan bertambah maju. Kebanyakan mereka adalah saudagar, pedagang

yang mempunyai perusahaan. Mereka banyak membawa masuk barang-barang dari Tiongkok.

Setiap kali mereka kembali ke tanah airnya , mereka selalu membawa lada, pala, kayu manis

dan rempah-rempah lainnya. Mereka juga mempunyai perusahaan, perusahaannya antara lain

perusahaan lilin dan minyak kacang. Minyak kacang selain digunakan untuk memasak, pada

waktu itu juga digunakan untuk penerangan. Kemajuan perusahaan lilin pada waktu itu sangat

mengagumkan. Rata-rata penduduk bangsa Tionghoa di Pecinan Lord an Pecinan Weta

membuat lilin. Kemakmuran dari perdagangan orang Tionghoa ini telah menarik perhatian

public untuk membangun sebuah rumah berhala atau rumah Toapekong, karena anggapan

Page 16: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

orang Tionghoa pada masa itu, untuk setiap kemakmuran dan keselamatan yang mereka

dapatkan mereka tidak boleh melupakan penunggu bumi atau Thouw Tee Kong ( Toapekong

Tanah atau Toapekong Bumi ). Maka beberapa orang yang telah membangun rumah berhala,

biayanya ditanggung secara gotong royong oleh warga Tionghoa. Inilah klenteng yang

pertama di Semarang dan sebagai tempat beribadah, letaknya telah dipilih di ujung Say Kee

atau jalan barat yang sekarang menjadi klenteng Tjap Kauw King, Klenteng ini mempunyai erf

atau halaman yang luas.

Page 17: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

3.2. Sejarah Perkembangan Kota Semarang

3.2.1. Kota Semarang Masa Penjajahan

Kondisi kota Semarang di bawah kolonialisme Belanda cukup pesat perkembangannya

dengan dibangunnya berbagai kepentingan Belanda. Misalnya sarana dan prasarana perkotaan

seperti jalan, transportasi kereta api, pasar-pasar dan sebagainya. Hal ini terbukti pada tanggal

16 Juni 1864 dibangun jalan kereta api (rel) pertama di Indonesia. Dimulai dari Semarang

menuju Kota Solo dan Kedungjati, Surabaya dan ke Magelang serta Yogyakarta kemudian

dibangun 2 stasiun kereta api yang masih ada sekarang yaitu Tawang dan Poncol.

Pada abad ke XIV, Belanda juga mendirikan Pelabuhan Tanjung Emas. Pelabuhan Tanjung

Emas ini dikatakan memiliki fungsi strategis sebagai pusat perdangangan nasional dan

internasional (The World Market 1870-1900). Pelabuhan Tanjung Emas bukan hanya sebagai

Page 18: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

pusat perdagangan import-ekspor, tetapi juga sebagai jalur masuk barang-barang dari Eropa

yang dipasarkan akan dipasarkan di Jawa dan Indonesia.

Pada sekitar abad 18, Kota Semarang menjadi pusat perdagangan. Kawasan tersebut pada

masa sekarang disebut Kawasan Kota Lama. Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan

wilayahnya, maka kawasan itu dibangun benteng, yang dinamai benteng VIJHOEK.Untuk

mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang dibenteng itu maka dibuat jalan-

jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai HEEREN STRAAT. Saat ini bernama Jl.

Let. Jen Soeprapto. Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan

Berok, yang disebut DE ZUIDERPOR.

Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun

1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Surabaya mulai dibuka,

tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta dan

Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862.

Sesuai dengan aspek yang mempengaruhi perkembangan kota, faktor internal yaitu

aktivitas perdagangan dan perindustrian di kota Semarang telah memberikan pengaruh dalam

perubahan fisik spasial kota, dengan terbentuknya pusat kota yang dikenal dengan nama

Alun-alun. Ketika masa kolonialisme, Alun-alun dijadikan pusat administrasi Kolonial

Belanda dan pusat perdagangan.

3.2.2. Kota Semarang Pasca Kemerdekaan Indonesia

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dan dengan keberhasilan bangsa Indonesia

melenyapkan penjajahan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka

tahun 1950 Kota Semarang menjadi Kotapraja di Propinsi Jawa Tengah. Irama kehidupan

Semarang tak banyak berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Bahkan pada saat negeri ini

masih terns menghadapi ujian dan keprihatinan selama 20 tahun setelah kemerdekaan, maka

Semarang mengalami situasi dan dalam kondisi yang sama. Pecahnya pemberontakan G.30.S

PKI mempakan salah satu upaya memecah sistem kehidupan dan tata negara Indonesia.

Semarang juga mengalami masa-masa penuh teror dan traumatis. Setelah berbagai

pemberontakan berhasil ditumpas, maka sekarang bertahap masyarakat dan bangsa ini mulai

membenahi kehidupannya.Pada tahun 1976 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

(PP) No. 16 tahun 1976 wilayah Semarang mengalami pemekaran sampai ke Mijen,

Page 19: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Gunungpati dan Tembalang di wilayah Selatan, Genuk di wilayah Timur dan Tugu di wilayah

Barat. Seluruh wilayah Semarang meliputi 273,7 Km2. Dari semula 5 Kecamatan menjadi 9

Kecamatan.

Adanya perkembangan dan perluasan wilayah ini maka pertumbuhan kawasan

diperhatikan. Pusat-pusat industri, perdagangan, pendidikan, pennukiman, pertahanan

keamanan mulai diatur dalam lokasi-lokasi yang tepat dan strategis. Kota bawah cepat

berkembang menjadi pusat perdagangan, jasa dan pemerintahan. Wilayah perluasan atau

pinggiran menjadi pusat pendidikan. Ini juga dimaksudkan penyebaran pusat-pusat aktivitas

bisa merata di semua kawasan sehingga semua wilayah mengalami peitumbuhan yang sama.

Perkembangan selanjutnya yang tampak menonjol adalah industri dan pernukiman penduduk.

Industri dikembangkan di wilayah Kaligawe-Terboyo, Bugangan (Genuk) dan Tugu, s

edangkan permukiman banyak dikembangkan di daerah Selatan.

3.2.3. Kota Semarang Masa Kini

Perkembangan kota adalah proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke

keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sehubungan dengan hal ini, tinjauan

perkembangan akan ditinjau dari kehidupan ekonomi, politik dan budaya.

Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang terletak pada posisi strategis di jalur

pantai utara dan sebagai simpul regional dan nasional. Sebagai simpul nasional, karena

Semarang memiliki bandar udara dan pelabuhan serta dilewati arus lalu lintas menuju ibukota

negara Jakarta, sedangkan sebagai simpul regional, karena Semarang memiliki hinterland

atau daerah belakang yang meliputi kawasan Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, dan

Purwodadi). Daerah Kedungsapur tersebut merupakan simpul strategis. Wilayah Kabupaten

Semarang dengan ibukota di Ungaran merupakan penyangga air bersih, sedangkan daerah

Demak dan Purwodadi merupakan daerah penyangga permukiman dan penyedia tenaga kerja

bagi berlangsungnya kegiatan industri di Semarang. Berbagai industri yang tumbuh di

Semarang yang meliputi kawasan Tugu, Genuk maupun di sekitar Jalan Kaligawe, merupakan

potensi besar yang kemudian menjadikan Semarang tumbuh sebagai kota besar.

Mulai kaburnya garis batas non-administratif tersebut seakan menyatukan wilayah

Semarang dengan kota-kota di sekitarnya, sehingga membentuk suatu ''megaurban''. Sudah

Page 20: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

pasti, banyak akibat yang harus ditanggung oleh Semarang berkaitan dengan semakin

besarnya kota ini, di antaranya masalah lingkungan, lalu lintas, permukiman, sampai ke

masalah-masalah sosial lainnya. Keseimbangan ekologis, tata lingkungan, dan pertumbuhan

kota memerlukan perencanaan yang komprehensif. Masalah spesifik di Jalan Kaligawe adalah

soal lingkungan hidup, yakni banjir dan rob yang hingga saat ini belum dapat dipecahkan.

Tampaknya proses pertumbuhan kota masih lepas dari kontrol pemerintah sebagaimana telah

dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Kota. Dengan kata lain, permasalahan yang dihadapi

Semarang sangat kompleks karena tidak hanya menyangkut masalah ekologis, namun juga

masih lemahnya manajemen pembangunan kota. Apalagi dengan jumlah penduduk lebih dari

1,5 juta jiwa, sudah pasti Semarang menghadapi berbagai permasalahan yang serius.

Persoalan yang lain adalah berkaitan dengan peluang kerja. Menurut Terry McGee (1971) ada

dua kenyataan yang menyolok di negara-negara Dunia Ketiga. Pertama, kota-kota di negara-

negara Dunia Ketiga tumbuh luar biasa.

Pertumbuhan Kota Semarang yang demikian pesat tersebut pada akhirnya memerlukan

perencanaan strategis untuk diimplementasikan guna menunjang pembangunan kota yang

berkelanjutan.

Page 21: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

3.3. Diagram Sejarah Perkembangan Kota Semarang

Page 22: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

BAB IV

KESIMPULAN

Perkembangan Kota Semarang sesuai dengan teori Branch (1995), yakni perkembangan kota

yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi internal. Kondisi geografis Semarang dengan

Pelabuhan Tanjung Emas yang merupakan simpul jalur transportasi regional menjadikan

Semarang merupakan kota yang strategis di jalur pantai utara Jawa sejak masa penjajahan

kolonial hingga kini. Topografi Semarang yang juga merupakan dataran alluvial menjadikan

Kota Semarang subur sehingga dapat berkembang dengan pesat dan adanya pergerakan massa

untuk mencari penghidupan. Perkembangan Kota Semarang juga melalui proses panjang hingga

terbentuk saat ini. Perkembangan Kota Semarang kini dapat kita lihat pada kawasan pusat kota,

dimana terjadinya peningkatan perkembangan fisik spasial kota, pemanfaatan ruang kota

maupun aktivitas-aktivitas kota seperti pada sektor perdagangan dan industri.

Page 23: Makalah Sejarah Perkembangan Kota Semarang

DAFTAR PUSTAKA

Pacione, Michael. 2005. Urban Geography : A Global Perspective. Routledge: New York.

Kurniawati, Feri. 2010. Skripsi Perkembangan Struktur Ruang Kota Semarang Periode 1960-

2007. UMY : Surakarta.

Thian, Joe. Liem.2004. Riwayat Semarang. Jakarta: Hasta Wahana

http://www.dephub.go.id/files/media/file/25%20pelabuhan/Tanjung%20Emas.pdf (diunduh pada

tanggal 26 Februari pukul 16.32 WIB)

http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/05/Technical%20and%20Socio-

Economics.pdf (diunduh pada tanggal 26 Februari 2011 pukul 16.49 WIB)

http://eprints.undip.ac.id/5945/1/73-adji_m.pdf (diunduh pada tanggal 26 Februari 2011 pukul

17.00 WIB)