33
TUGAS LANDASAN KEPENDIDIKAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION Kelompok 5 Kelas 2012-C 1. Ditya Rifky Rahmawati 123174041 2. Lila Ambarwati 123174045 3. Afridah Nurrohmanawati 123174058 4. Nurfi Rif’atul Himmah H. A. 123174242 5. Meilinda Trifatmasari 123174247 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Makalah Rme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rme

Citation preview

Page 1: Makalah Rme

TUGAS LANDASAN KEPENDIDIKAN

REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION

Kelompok 5

Kelas 2012-C

1. Ditya Rifky Rahmawati 1231740412. Lila Ambarwati 1231740453. Afridah Nurrohmanawati 1231740584. Nurfi Rif’atul Himmah H. A. 1231742425. Meilinda Trifatmasari 123174247

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Page 2: Makalah Rme

DAFTAR PUSTAKA

A. Sejarah RME............................................................................................................................1

B. Karakteristik RME...................................................................................................................2

C. Langkah-Langkah Pembelajaran..............................................................................................8

D. Teori Belajar Yang Relevan Dengan RME............................................................................10

E. Konsepsi Siswa Dalam RME.................................................................................................13

F. Kelebihan Dan Kekurangan Realistic Mathematic Education...............................................14

G. Pengembangan RME di Indonesia.........................................................................................16

H. Perbedaan dan Persamaan RME dan CTL.............................................................................18

ii

Page 3: Makalah Rme

A. Sejarah RME

RME awalnya dikembangkan di negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada konsep

Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Matematika

sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan

kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.

Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan

kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk

membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi

dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada

di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan. Matematika realistik

yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan

menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.

Esensi dari Realistic Mathematic Education (RME), dapat ditemukan pada pandangan

Freudenthal yang sangat penting yang berkaitan dengan RME yaitu: “mathematics must be

connected to reality” dan “ mathematics as human activity”. (Waraskamdi.2008) Dan saat ini

pembelajaran masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan monoton

dan timbul kejenuhan pada siswa.

1

Page 4: Makalah Rme

B. Karakteristik RME

Untuk memahami PMR kita harus mengetahui karakteristik PMR sebagai berikut :

1.    Karakteristik PMR secara umum

Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ”dunia nyata”, model-model,

produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers, 1991;

Van den Heuvel-Panhuizen, 1998).

Menggunakan konteks “dunia nyata” artinya dalam pembelajaran metematika realistic

lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai

bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa (De Lange : 1987). Dalam PMR,

pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan

mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa akan

mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan

konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata.

a.         Menggunakan model-model (matematisasi)

Menggunakan model artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat

dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang

mengarah ketingkat abstrak ( De Lange : 1987). Istilah model berkaitan dengan model

situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed

models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi

abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.

b.         Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )

Menggunakan konstribusi siwa artinya pemecahkan masalah atau penemuan

konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. (Streffland : 1991). Dalam hal ini,

menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk

melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.

Strategi–strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual

merupakan sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran lebih lanjut yaitu

untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

c.         Menggunakan interaktif

Menggunakan Interaktif artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh

interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan

2

Page 5: Makalah Rme

sebagainya (Waraskamdi : 2007). Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang

mendasar dalam Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara eksplisit

bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak

setuju, pernyataan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-

bentuk informal siswa.

d.        Menggunakan keterkaitan (intertwinment)

Menggunakan Intertwin artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan

sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak

(Waraskamdi : 2007). Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah

esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain,

maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan

matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks tidak hanya

aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

2.    Karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007) adalah

sebagai berikut:

a.        Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk

memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

b.       Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui

pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.

3.    Karakteristik Pembelajaran Realistik Menurut Marpaung (2003) adalah sebagai

berikut:

a. Siswa aktif dalam proses pembelajaran.

b. Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kepada siswa masalah kontekstual atau

masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah itu dapat berupa masalah yang

menyajikan real world yang dijumpai dalam kehidupan nyata atau dunia nyata yang

dapat dibayangkan siswa.

c. Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan pengetahuan

yang dimilikinya.

3

Page 6: Makalah Rme

d. Guru membimbing siswa dalam menemukan atau mengkontruksikan pengetahuan itu

menuju pengetahuan formal.

e. Guru berperan sebagai fasilitator.

f. Dalam rangka menemukan itu proses matematisasi adalah penting, level masalah perlu

diperhatikan.

g. Belajar tidak hanya dari guru, tapi juga dari kawan atau orang lain

maka interaksi dan negosiasi adalah penting.

h. Siswa perlu melakukan refleksi, interpolasi, dan internalisasi.

i. Yang diutamakan adalah Pemahaman relasional.

j. Pemahaman matematika tidak dapat di transfer dari yang mengetahui ke yang belajar.

4.    PMR menurut pandangan kontruktivis

Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivis adalah memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip

matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.

Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika

berorientasi pada :

a. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.

b. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.

c. Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu

kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan

pengalamannya.

d. Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan

atau tulis.

Ada tiga prinsip dalam mendesain pembelajaran matematika realistik menurut

Gravemeijer (1994: 90), yaitu sebagai berikut :

1. Guided reinvention and progressive mathematizing (Menemukan kembali dan

matematesasi progresif)

Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematis

secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa

pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat

dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. Yakni peserta didik diberikan kesempatan untuk

4

Page 7: Makalah Rme

mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan.

Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya

melalui aktifitas siswa dikharapkan menemukan “kembali” sifat, defenisi, teorema atau

prosedur-prosedur. (I Gusti Putu Suharta.2009)

2. Didactical phenomenology (fenomena didaktif)

Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika atas dua pertimbangan,

yaitu melihat kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam

proses matematika. (I Gusti Putu Suharta.2009)

Gravemeijer (1994:90) menyatakan, berdasar prinsip ini penyajian topik-topik

matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua

pertimbangan yaitu:

a)    Memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran

b)   Kesesuaian sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing

Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam fenomena

pembelajaran ini menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-

topik matematika pada siswa.

Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu :

a) aspek kecocokan dalam pembelajaran

b) kecocokan dampak dalam proses re-invention

c) Self developed models

Gravemeinjer menjelaskan berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah

kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangankan model mereka sendiri

yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika

formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya

melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang

sungguh-sungguh ada yang dimiliki siswa (Gravemeinjer : 1994).

3. Self developed models

Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Siswa mengembangkan

model sendiri sewaktu memecahkan masalah-masalah kontekstual.

5

Page 8: Makalah Rme

Self-developed Models (pengembangan model sendiri); kegiatan ini berperan

sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat

siswa sendiri dalam memecahkan masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari

situasi yang dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan

formalisasi, model tersebut akhinrya menjadi suatu model sesuai penalaran matematika

(Anonim,  tt)

5.    PMR menurut pandangan kontekstual

Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan tertarik

untuk mempelajari sesuatu apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya itu.

Makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Di sini konteks diartikan

sebagai situasi atau keadaan yang memberi makna kepada suatu objek. Tugas utama guru

menurut pendekatan kontekstual adalah menyediakan konteks yang memberi makna pada

isi sehingga melalui makna tersebut siswa dapat menghubungkan isi pelajaran dengan

pengetahuan dan pengalamannya.

Pendekatan kontekstual memiliki delapan prinsip (Hadi, 2005), yaitu:

a. hubungan yang bermakna,

b. pekerjaan yang berarti,

c. pengaturan belajar sendiri,

d. kolaborasi,

e. berpikir kritis dan kreatif

f. pendewasaan individu,

g. pencapaian standar yang tinggi, dan

h. penilaian autentik.

Peran guru menurut pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :

a. Mengkaji konsep yang harus dipelajari siswa

b. Memahami pengalaman hidup siswa

c. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa

d. Merancang pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan pengalaman siswa,

membantu siswa mengaitkan konsep dengan pengalaman mereka, mendorong siswa

6

Page 9: Makalah Rme

membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman mereka tentang konsep yang

sedang dipelajari. (Nurhadi et al., 2005)

7

Page 10: Makalah Rme

C. Langkah-Langkah Pembelajaran

1. Memahami masalah kontekstual

Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa. Selanjutnya guru

memintasiswa untukmemahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik pembelajaran

matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan konteks.

Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas

pembelajaran siswa.

2. Menjelaskan masalah kontekstual

Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual.

Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan

seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. Karakteristik

pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu

terjadinya interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Sedangkan

prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba memberi arah

kepada siswa dalam memahami masalah.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual

Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individual

berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan.

Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan

masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan atau

mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk

memberikan bantuan seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan

bantuan. Pada tahap ini , dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat

dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed

models. Sedangkan karakteristik yang dapat dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam

menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah

tersebut.

8

Page 11: Makalah Rme

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan

jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah wahana bagi sepasang siswa mendiskusikan

jawaban masing-masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati

oleh kedua siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan

mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk

atau memberikan kesempatan kepada pasangan siswa untuk mengemukakan jawaban yang

dimilikinya ke muka kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan

menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran matematika

realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa.

Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa. Dalam

diskusi ini kontribusi siswa berguna dalam pemecahan masalah.

5. Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai

pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.

Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul adalah interaktif

serta menggunakan kontribusi siswa.

9

Page 12: Makalah Rme

D. Teori Belajar Yang Relevan Dengan RME

Berikut ini teori-teori belajar kognitif yang relevan dengan pembelajaran matematika realistik:

1. Teori Bruner

Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur

matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara

konsep-konsep dan struktur matematika. Bruner, (dalam Hudojo, 1990: 48) menyatakan

bahwa dalam mengajar suatu bahan kajian lebih ditunjukkan untuk membuat siswa

berpikir untuk diri mereka sendiri. Lebih lanjut Bruner, (dalam Hudojo, 1990: 48)

menyatakan bahwa anak-anak berkembang dalam tiga tahap perkembangan, yaitu sebagai

berikut:

1) Enaktif, pada tahap ini anak belajar memanipulasi objek-objek secara langsung.

2) Ikonik, pada tahap ini kegiatan anak mulai menyangkut mental yang merupakan

gambaran dari objek-objek.

3) Simbolik, pada tahap memanipulasi simbol dan tidak ada kaitannya dengan objek-

objek secara langsung.

Urutan tahapan belajar oleh Bruner, tidak dikaitkan dengan usia peserta didik.

Berdasarkan teori Bruner, pembelajaran matematika realistik cocok diterapkan dalam

pembelajaran, karena diawal pembelajaran sangat dimungkinkan siswa memanipulasi

objek-objek yang ada kaitannya dengan masalah-masalah kontekstual yang diberikan

oleh guru secara langsung. Kemudian pada proses matematisasi vertikal siswa

memanipulasi simbol.

2. Teori Piaget

Menurut Piaget pengetahuan datang dari tindakan, dan sebagian besar perkembangan

kognitif bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan

lingkungan. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan

akomodasi. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidakseimbangan.

Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. “manusia tumbuh beradaptasi dan

berubah melalui perkembangan fisik, keribasian, sosioemosional, kognitif (berpikir) dan

bahasa. Menurut Piaget, (dalam Hudojo, 1990: 37) perkembangan intelektual didasarkan

pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.

10

Page 13: Makalah Rme

Organisasi memberikan organisme kemampuan matematisasi atau mengorganisasikan

proses-proses fisik atau proses psikologis menjadi sistem yang teratur dan berhubungan

atau struktur. Adaptasi adalah semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk

menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya.

Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran Trianto, (2007:16) adalah sebagai berikut:

1. Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan pada sekedar hasilnya.

2. Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan

keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran di kelas, anak didorong menemukan

sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.

3. Memaklumi adanya individual dalam hal kemajuan perkembangan.

3. Teori Vygotsky

Menurut Newman, (dalam Tanjung, 1998) inti teori kontruktivisme Vygotsky

adalah integrasi antara aspek internal dan aspek eksternal yang penekanannya pada

lingkungan sosial belajar. Vygotsky lebih menekankan pada sosiokultural dalam

pembelajaran, yakni interaksi sosial khususnya melalui dialog dan komunikasi. Vygotsky

juga memunculkan konsep scaffolding, yaitu pemberian sejumlah bantuan kepada

seorang peserta didik selama tahap awal pembelajaran dan kemudian peserta didik

mengambil tanggung jawab semakin besar setelah ia dapat melakukannya.

4. Teori Ausubel

Ausubel, Noval dan Hanesian menggolongkan belajar atas dua jenis yaitu belajar

menghafal dan belajar bermakna (Suparno, 1997: 53). Menurut Nur (1999: 38) belajar

menghafal mengacu pada penghafalan fakta-fakta atau hubungan-hubungan, misal tabel

perkalian dan lambang-lambang atom kimia. Sedangkan menurut Ausubel belajar

dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan

struktur kognitifnya sehingga siswa tersebut mengkaitkan informasi barunya dengan

struktur kognitif yang dimilikinya (Hudojo, 1988: 61).

Menurut Parreren melalui belajar bermakna struktur konsep yang dimiliki seseorang

mengalami perkembangan. Selain itu konsep-konsep yang terhubung satu dengan yang

lain secara bermakna melahirkan kaidah yang berguna dalam pemecahan masalah

(Winkel, 1991: 57). Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang menyebutkan bahwa

11

Page 14: Makalah Rme

pengetahuan yang dipelajari secara bermakna akan memungkinkan untuk diterapkan ke

situasi yang lebih luas dalam kehidupan nyata (Nur, 1999: 34).

Berlawanan dengan penjelasan di atas, jika pengetahuan yang semestinya dapat

diajarkan secara bermakna tetapi diajarkan dengan menghafal akan menghasilkan

pengetahuan inert. Pengetahuan inert adalah pengetahuan yang sesungguhnya dapat

diterapkan untuk situasi yang lebih umum, tetapi pada kenyataannya hanya dapat

diterapkan dalam situasi khusus (Nur, 1999: 38). Siswa yang hanya menghafal suatu

konsep tanpa benar-benar mengerti isinya merupakan bentuk dari korban verbalisme

(Winkel, 1991: 58).

Salah satu karakteristik pembelajaran matematika realistik adalah penggunaan

konteks. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika realistik berarti bahwa

lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan

sebagai bagian materi belajar bagi siswa. Apa yang terjadi di sekitar siswa maupun

pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan bahan yang berharga untuk dijadikan

sebagai permasalahan kontekstual yang menjadi titik tolak aktivitas berfikir siswa.

Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa karena masih berada dalam

jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Oleh sebab itu, untuk memecahkan masalah kontekstual seorang siswa harus

dapat mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan permasalahan tersebut.

Dengan demikian seorang siswa akan berhasil memecahkan masalah kontekstual jika ia

mempunyai cukup pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut. Selain itu siswa

juga harus dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan

masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian penyajian masalah kontekstual untuk

siswa dalam pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori belajar bermakna

Ausubel.

12

Page 15: Makalah Rme

E. Konsepsi Siswa Dalam RME

Pendekatan matematika realistic mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut:

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya

sendiri.

3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan,

kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.

4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam

pengalaman.

5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan

mengerjakan matematika.

PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:

1. Guru hanya sebagai fasilitator

2. Guru harus mampu membnagun pengajaran yang interaktif

3. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada

proses belajar dirinya,dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil

4. Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,melainkan aktif

mengaitkan kurikulum dengan dunia riil,baik fisik maupun sosial.

Konsepsi tentang Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut:

1. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai

dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam

pelajaran secara bermakna

2. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam pelajaran tersebut

3. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap

persoalan/masalah yang diajukan

13

Page 16: Makalah Rme

4. Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan

terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju

terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian

yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap

hasil pelajaran.

Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik menekankan pada

konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-

ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses

tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan

pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri.

(M. AsikinHidayat, 2001).

F. Kelebihan Dan Kekurangan Realistic Mathematic Education

Sebagaimana setiap pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran, di satu sisi

memiliki berbagai kelebihan, namun juga memiliki kesulitan. Demikian halnya dengan PMR.

Kelebihan

Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari

pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan

kegunaan pada umumnya bagi manusia.

2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan

dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar

dalam bidang tersebut.

3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal

dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang

bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-

sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan

membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang

14

Page 17: Makalah Rme

lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan

tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

4. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada

siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan

sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk

menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain

yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani

sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

(Suwarsono.2001)

            

Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru

menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu:

1. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal,

misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual,

sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut

dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap

pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-

soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan

berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah

4. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat

melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip

matematika yang dipelajari.

Walaupun pada pendekatan PMR memiliki kesulitan-kesulitan dalam upaya

implementasinya, namun penulis optimis bahwa kendala-kendala tersebut hanya bersifat

sementara. Hal ini sangat tergantung dari upaya dan kemauan yang sungguh-sungguh dari guru,

serta respons siswa untuk menerapkannya pada kegiatan belajar mengajar di kelas, kiranya

berbagai kesulitan tersebut lambat laun dapat diatasi. (Masbied.2010)

15

Page 18: Makalah Rme

G. Pengembangan RME di Indonesia

Materi pelajaran perlu bersifat real bagi siswa. Inilah yang menjadi alasan mengapa disebut

Realistic Mathematics Education. Tentu saja tidak berarti bahwa RME harus selalu

menggunakan masalah kehidupan nyata. Masalah matematika yang bersifat abstrak dapat dibuat

menjadi nyata dalam benak (pikiran) siswa.

Pembelajaran matematika di Indonesia, pada umumnya dilakukan dengan urutan (1)

penyajian definisi/rumus, (2) pemberian contoh/contoh soal, dan (3) pemberian latihan. Latihan

kadang kala berupa soal cerita yang terkait dengan penggunaan definisi/rumus dalam kehidupan

sehari-hari. Jadi, tradisi pembelajaran di Indonesia masih cenderung menempatkan pemberian

masalah nyata di akhir pembelajaran. Hal ini sangat berbeda dengan RME yang menempatkan

pemberian masalah nyata di awal pembelajaran.

Di lain pihak banyak negara maju telah menggunakan pendekatan baru yaitu pendekatan

realistik (RME). RME banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua

pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be connected to reality and mathematics as

human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan

situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas

manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik

dalam matematika.

RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real’ bagi siswa,

menekankan ketrampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi,

berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student

inventing’ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika

itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini

peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir,

mengkomunikasikan ‘reasoningnya’, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat

orang lain.

Treffers mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan horizontal dan vertikal

mathematization (matematisasi) ke dalam empat type:

16

Page 19: Makalah Rme

(1) mechanistic, atau ‘pendekatan traditional’, yang didasarkan pada ‘drill-practice’ dan pola

atau pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik). Pada

pendekatan, baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.

(2) empiristic, dunia adalah realitas, dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka

harus menggunakan aktivitas horizontal mathematization. Treffer (1991) mengatakan bahwa

pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.

(3) structuralist, atau ‘Matematika modern’, didasarkan pada teori himpunan dan game yang

bisa dikategorikan ke horizontal mathematization tetapi di tetapkan dari dunia yang dibuat

secara ‘ad hoc’, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.

(4) realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu

konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan

aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan

mencoba mengidentfikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian,

dengan menggunakan vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

17

Page 20: Makalah Rme

H. Perbedaan dan Persamaan RME dan CTL

Persamaaan antara RME dan CTL yakni model pembelajaran yang sama-sama bertitik

tolak dari hal-hal realistis bagi peserta didik. Materi pelajaran perlu bersifat real bagi siswa.

Dalam hal ini, Guru bukan satu satunya sumber ilmu. Pendidikan lebih mudah diterima karena

dihubungkan dengan kehidupan sehari hari.

Dari segi filsafat pendidikan matematika, CTL tidak berbeda dengan, keduanya

merupakan pembelajaran problems based dan menganut aliran konstruktivisme. Namun terdapat

sedikit perbedaan terutama dalam formulasi permasalahan dan strategi pembelajarannya. Dalam

pembelajaran kontekstual, kegiatan ditekankan untuk mempromosikan siswa mencapai

pemahaman secara akademik di dalam atau di luar konteks sekolah melalui pemecahan masalah

nyata atau yang disituasikan. Adapun karakteristik dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai

berikut.

berbasis permasalahan kontekstual

menuntut siswa untuk menggunakan aturan sendiri dalam menyelesaikan masalah

dilakukan dalam beragam situasi atau konteks

(Anonim) (Mulyana, 2003)mengaitkan siswa dalam beragam konteks kehidupan

menggunakan cara belajar kelompok

CTL dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi dan RME lebih mengkhususkan pada

bidang studi matematika. Perbedaan lain antara implementasi RME dan CTL dalam matematika

adalah pemberian soal realistik. Dalam model pembelajaran RME diberikan sebelum materi,

sedangkan model pembelajaran CTL dapat diberikan sebelum atau sesudah materi.

18

Page 21: Makalah Rme

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (n.d.). RME. Retrieved Oktober 20, 2013, from Sang_Debu Pesisir: http://debupesisir.blogspot.com/2012/09/rme_25.html

Asikin, M. (2001). Realistic Mathematic Education (RME) Sebuah Harapan Baru dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional RME. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Gravemeijer. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-ß Press / Freudenthal Institute.

Massofa. (n.d.). Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Retrieved Oktober 20, 2013, from CARI ILMU ONLINE BORNEO: http://massofa.wordpress.com

Mulyana, E. (2003). Pembelajaran Matematika Berbasis Permasalahan untuk Menumbuhkembangakan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas IIB SLTPN 22 Bandung. Instrumen Penelitian Tindakan Kelas , 10.

Nurkaida, F. (n.d.). PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) INDONESIA. Retrieved Oktober 20, 2013, from Dimensi Ilmoe: http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/

Rozanie, I. (n.d.). Realistic Mathematic Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Retrieved Oktober 20, 2013, from Irwan Rozanie's Blog: http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematic-education-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/

Septiana, D. (n.d.). Scribd. Retrieved Oktober 20, 2013, from Pembelajaran Matematika Realistik: http://www.scribd.com/doc/52317899/Pembelajaran-Matematika-Realistik

Suharta, I. G. (2009). Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

19