Upload
yank-widya
View
845
Download
29
Embed Size (px)
Citation preview
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Manusia muslim adalah mahluk yang berperan penting dalam
memahami segala asfek yang berkaitan dengan agama islam, dan harus
memahami unsur – unsur yang membangun agama islam itu sendiri
sehingga bisa menjalani kehidupan yang di ridoi sang pencipta.
Di tinjau dari keadaan umat muslim di eraglobalisasi ini sangatlah
memprihatinkan, Keadaan yang semakin memburuk menantang ummat
muslim untuk mampu menstabilkan kehidupan dunia dan ahirat, untuk itu
kita sebagai umat muslim harus mampu membangun pemahaman –
pemahaman yang haqiqi,sehingga kita tidak mudah terbawa arus yang
menyesatkan.
Untuk itu di harapkan bagi semua elemen – elemen muslim untuk
mampu lebih konsisten dalam menegakkan dan menjalani semua
ketentuan – ketentuan yang ada, yang sudah di garis kan dalam al-
qura’an dan assunnah
B. RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana peran Nabi dan Rasul dalam menentramkan
kehidupan dunia yang berdampak ke aherat.?
2. apa tujuan Al-qur’an di turunkan bagi ummat muslim.?
3. Definisi qada dan qadar bagi manusia?
C. TUJUAN
Memahami peran Nabi dan Rasul dalam menentramkan dan
menstabilkan kehidupan dunia dengan ahirat,dan memahami fungsi –
fungsi Al –Qur’an bagi ummat muslim,serta memahami makna Qada dan
Qadar.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 2
BAB II
PEMBAHASAN
PERAN NABI DAN RASUL,FUNGSI AL-QUR’AN, QADA DAN QADAR
A. PERAN NABI DAN RASUL
Tuhan, dalam mengutus para Nabi dan Rasul-Nya mengacuh pada
satu pandangan dunia universal yang agung, tujuan yang tinggi, dan
paedah yang beragam untuk memekarkan benih ilmu dan amal manusia
sehingga mereka bermikraj bertemu dengan Tuhan, yakni maqam yang
paling tinggi bagi maujud mumkin. Sebagian dari tujuan dan paedah
kenabian di antaranya adalah:
1. Mengajarkan Ilmu dan Makrifat
Al-Qur’an menyebutkan bahwa pengajaran dan tarbiyah merupakan
tujuan dari pengutusan para Nabi dan Rasul. serta menyampaikan tentang
keberadaan suatu pengetahuan dan hakikat yang tidak terjangkau oleh
intelek dan pikiran manusia dengan segala kemajuannya dalam
pengetahuan, ilmu, dan teknologi, tapi hakikat-hakikat tersebut hanya
dapat diketahui lewat jalan kenabian dan wahyu. Jika tidak ada Nabi dan
Rasul yang diutus Tuhan maka akal dan pikiran manusia yang paling
pertama sampai yang paling akhir tidak akan sanggup mengkonsepsi dan
mengetahui hakikat samudera tauhid.
Di samping itu, jika akal argumentatif dengan sendirinya cukup
memahami seluruh hukum-hukum dan hikmah-hikmah alam gaib dan
syahadah maka Tuhan tidak akan menyatakan bahwa:
“Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah
setelah rasul-rasul itu diutus. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 3
Jika akal dan intelek, dengan sendirinya cukup untuk membimbing
manusia dan tidak butuh kepada wahyu dan kenabian, maka Tuhan pada
hari kiamat akan membawa para pendosa ke neraka dan berkata pada
mereka: Saya dengan memberikan akal kepadamu telah
menyempurnakan hujjah atasmu; sementara yang kita saksikan dengan
ayat di atas Dia berkata: Saya, untuk sempurnanya hujjah atasmu telah
mengutus para nabi dan rasul sehingga tidak seorangpun di antara kamu
dalam medan maad dapat membantah Tuhan atas perkara ini.
Pada hakikatnya, nabi dan rasul merupakan pemberian Tuhan yang
paling baik bagi umat manusia, sebab dengan diutusnya mereka di tengah
umat manusia, mereka menjalankan tugas membebaskan manusia dari
penjara dan kungkungan tabiat dan melakukan pekerjaan yang lebih
besar, lebih luas, dan lebih tinggi dari medan pekerjaan dan keterbatasan
akal partikular; terlebih apa yang diperoleh dan dicapai oleh akal dapat
ditimpa kesalahan, kekeliruan, dan perubahan, dan senantiasa hipotesa
baru akan menggantikan hipotesa lama. Berangkat dari sinilah Nasiruddin
Thusi seorang ilmuan dan filosof Islam berkeyakinan bahwa salah satu
dari faedah diutusnya nabi adalah menegaskan dan menguatkan persepsi
serta kognisi akal.
2. Menyempurnakan Akal dan Intelek
Menyempurnakan rasionalitas dan intelektualitas masyarakat
adalah salah satu dari tujuan yang paling urgen dari tarbiyah dan
pengajaran para Nabi dan Rasul.
“Tuhan tidak mengutus seorang nabi dan tidak mengutus seorang rasul
melainkan untuk menyempurnakan akal dan intelek”
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 4
3. Menegakkan Keadilan
Tegaknya keadilan di tengah-tengah masyarakat merupakan cita
ideal setiap insan yang mendambakan keselamatan dan kebahagiaan di
dunia. Karena itu salah satu tujuan penting dari bi’tsah adalah untuk
tegaknya keadilan dalam masyarakat manusia
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-
bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan Mizan
(keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.
4. Menyelamatkan Manusia dari Kegelapan
Di antara tujuan bi’tsah kenabian lainnya adalah melepaskan dan
menganggkat manusia dari jurang kegelapan menuju lembah cahaya,
Tuhan berfirman:
“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar
engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-
benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang
Mahaperkasa, Maha Terpuji.
5. Menyembah Tuhan dan Menjauhi Thagut
Juga yang menjadi tujuan inti dan pokok bi’tsah kenabian adalah
seruan dan ajakan kepada masyarakat untuk menyembah Tuhan Yang
Tunggal dan menjauhi Tagut beserta menifestasi-manifestasinya, di dalam
al-Qur’an kita membaca:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat
(untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut”, kemudian di
antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang
tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 5
6. Menghakimi dan Memutuskan Perselisihan Masyarakat
Menghakimi dan menghilangkan perselisihan di antara masyarakat,
juga menjadi salah satu dari tujuan diutusnya (bi’tsah) para nabi As,
firman Tuhan:
“Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi
(untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan dan Dia
menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan”
Ayat yang disebutkan di atas mengandung dua poin penting:
pertama, memberi kabar gembira dan peringatan, dimana keduanya ini
juga merupakan tujuan dari diutusnya para (bi’tsah) nabi-nabi, sebab
motivasi dan ancaman adalah dua rukun signifikan dalam tarbiyah jiwa
dan penjamin bagi keselamatan mereka. Kedua, memutuskan perkara
secara benar berasaskan pengajaran kitab-kitab langit, khususnya kitab
al-Qur’an; sebab dalam menghakimi manusia harus berdasarkan undang-
undang yang sempurna, dan hanya kitab-kitab langit yang memiliki aturan
yang universal dan sempurna.
Juga dari ayat ini dapat diketahui bahwa terdapat dua tipe
pertentangan dan perselisihan dalam masyarakat manusia; pertama,
perselisihan sebelum hak (kebenaran) jelas, tipe perselisihan ini adalah
natural dan tidak tercela dan memiliki kesiapan untuk sampai pada
kebenaran serta realitas, dan lainnya, perselisihan sesudah hak jelas,
dimana jenis perselisihan ini adalah setani dan tercela, dan menjadi
wasilah fitnah serta tersembunyinya kebenaran.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 6
7. Mengajak kepada Kehidupan yang Lebih Baik dan Konstruktif
Wahyu dan ajaran para nabi As adalah penjamin kehidupan yang
lebih baik bagi manusia, sebagaimana kita jumpai ungkapan ayat al-
Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul,
apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan (yang
lebih baik) kepadamu”
8. Mengingatkan Nikmat-nikmat Tuhan
Allah Swt, dalam berbagai ayat al-Qur’an menyebutkan bahwa
salah satu dari misi kenabian mengingatkan manusia kepada nikmat-
nikmat Ilahi. Di antara ayat-ayat itu adalah:
“Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah setelah
kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan perawakan.
Maka ingatlah akan nikmat-nikmat Allah agar kamu beruntung.”
9. Membebaskan Manusia
Hal yang terbaik dihadiahkan para nabi kepada umat manusia
adalah penyebaran kebebasan dan kemerdekaan, yakni kebebasan dari
sistem-sistem destruktif yang merusak jiwa-jiwa individual dan tatanan
sosial maknawi. Al-Qur’an mengungkapkan tentang pemberian kebebasan
dengan bahasanya:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa
baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik
bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan
membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 7
mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya, mereka itulah orang-orang beruntung.”
B.FUNGSI AL – QUR’AN
1.Pengertian Al-Qur’an
Para ulama berbeda pendapat tentang lafad Al-Qur’an tetapi
mereka sepakat bahwa lafad Al-Qur’an adalah isim (kata benda) bukan fi’il
(kata kerja) atau harf (huruf). Isim yang dimaksud dalam bahasa Arab
sama dengan keberadaan isim-isim lain, kadang berupa isim jamid atau
disebut isim musytaq.
Sebagian ulama berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an adalah isim
musytaq, namun mereka masih tergolong ke dalam dua golongan.
Golongan pertama berpendapat, bahwa huruf nun adalah huruf asli
sehingga dengan demikian isim tersebut isim musytaq dari materi qa-ra-
na. Golongan yang berpendapat seperti itu, masih terbagi dua juga :
Golongan pertama diwakili antara lain oleh Al-Asyari yang
berpendapat bahwa lafad Al-Qur’an diambil dari kalimat “Qarana asy-
syaiu bis-sya’i aidzadhammamatuh ilaih”. Ada juga yang berpendapat
diambil dari kalimat “qarana baina baina al-bairani, idza jam’a bainahuma”.
Dari kalimat yang terakhir muncul sebutan Qirana terhadap pengumpulan
pelaksanaan ibadah haji dan umroh dengan hanya satu ihrom.
Golongan kedua diwakili antara lain oleh Al-Farra berpendapat
bahwa lafal Al-Qur’an musytaq dari kata qara’un, jamak dari qarinah,
karena ayat-ayat Al-Qur’an (lafalnya) banyak yang sama antara yang satu
dengan yang lain.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 8
Golongan kedua berpendapat bahwa huruf alif dalam kataAl-Qur’an
adalah huruf asli. Pendapat ini juga terjadi pada dua golongan :
Golongan pertama diwakili oleh Ihyan yang berpendapat bahwa
lafal Al-Qur’an adalah bentuk masdar mahmuz mengikuti wazanal-gufron
dan ia merupakan musytaq dari kata qara’a yang mempunyai arti yang
sama dengan tala’.
Golongan kedua diwakili antara lain Az-Zujaj yang berpendapat
bahwa lafal Al-Qur’an diidentikan dengan wazan al-fu’lan yang merupakan
musytaq dari kata al-qar’u yangmempunyai arti al-jam’u.
Dari uraian tersebut berbagai pandangan tentang Al-Qur’an dilihat
dari sudut bahasa, penulis menganbil definisi dari pendapat pertama yang
mengatakan bahwa alif dalam kata Al-Qur’an adalah asli sebagaim,ana
diwakili oleh Al-Lihyan, hal ini agar definisi Al-Qur’an sama dengan definsi
telah disajikan pada bab pertama.
Dalam pengertian Al-Qur’an, para ulama mempunyai shigoh-shigoh
tertentu, ada yang panjang dan ada yang pendek. Sedangkan yang paling
mendekati dan sama menurut pengertian mereka tentang Al – definisi
Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW,
bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala.
2.Fungsi Al-Qur’an
Setelah Rasulullah wafat, yang tertinggal adalah Al-Qur’an yang
terjaga dari penyimpangan dan pemutarbalikan fakta agar dipakai sebagai
petunjuk dan pedoman dalam mengarungi dunia fana ini. Firman Allah
SWT :
“Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah (yang)
diutus kepada kalian semua, bahwa Allahlah yang mempunyai kerajaan
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 9
langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia yang menghidupkan dan yang
mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasulNya. Nabi
yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya
(kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia agar kalian mendapat petunjuk (QS Al-
Arof : 158)
Juga disebutkan FirmanyaNya :
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon(Al-Qur’an) kepada
hambaNya, agar menjadi peringatan kepada seluruh alam” (QS Furqon
Sebagian nama–nama Al-Qur’an, baik secara langsung maupun
tidak langsung memperlihatkan fungsi Al-Qur’an. Dari sudut isi atau
substansinya, fungsi Al-Qur’an sebagai tersurat dalam nama-namanya
adalah sebagai berikut:
a.Al-Huda (petunjuk)
Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur’an
sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum.
Allah berfirman :
ر� ه� ان� ش� م�ض� ن�ز ل� ال�ذ ي ر�� يه أ آن� ف ر� ه�د�ى ال�ق�
ب�ي$ن�ات" ل لن�اس ن� و� د�ى) م ان ال�ه� ق� ر� ال�ف� م�ن� و� د� ف� ه ش�
ن�ك�م م
“Bulan ramadhan adalah bulan yang diturunkan-Nya Al-Qur’an
yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasannya mengenai itu …” (QS Al-Baqoroh [2]: 185).
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 10
Kedua, Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.
Allah berfirman,
للمت5قين هدى فيه ريب ال الكتاب ذلك .
“Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa” (QS Al-Baqoroh [2]: 2).
Bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa dijelaskan pula dalam ayat lainnya, antara lain Surat Al-
Imron [3] ayat 138.
Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman, :
“Katakanlah : ‘Al-Qur’an itu adalan petunjuk dan penawar bagi orang-
orang beriman…” (QS Fussila [41]: 44).
b.Al-Furqon (pemisah)
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran
yangmembedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang
batil atau antara yang benar dengan yang salah. Allah berfirman:
“Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an yang
berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) …
(QS Al-Baqaroh [2] : 185).
c.Al-Syifa (Obat)
Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit
yang ada di dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit
psikologis).
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 11
Allah berfiman :
“Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh dari p enyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada…”(QS Yunus [10] : 57).
d.Al Mau’idzoh (nasehat)
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat
bagi orang-orang bertaqwa. Allah berfirman,
“Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertaqwa” (QS Ali-Imron [3]:
138)
Demikianlah fungsi Al-Qur’an yang diambil dari nama-namanya
yang difirman Allah dalam Al-Qur’an. Sedang fungsi Al-Qur’an dari
pengalaman dan penghayatan terhadap isinya bergantung pada kualitas
ketaqwaan invidu yang bersangkutan.
C. QADHA’ DAN QADHAR
A.PENGERTIAN
1. Pengertian qadha’ dan qhadar
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki
beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 12
qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-
Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan
Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran.
Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah
terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai
dengan iradah-Nya.
Firman Allah :
ل�م� و� ض ر�� األ� و� او�ات م� الس� ل�ك� م� ل�ه� ال�ذ ي
ل�ك ال�م� ف ي ر يك: ش� ل�ه� ي�ك�ن ل�م� و� ل�د�ا و� ذ� ي�ت�خ
ا �د ير ت�ق� ه� د�ر� ق� ف� ء" ي� ش� ك�ل� ل�ق� و�خ�
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini
dikemkakan contoh. Saat ini Abdurofi melanjutkan pelajarannya di SMK.
Sebelum Abdurofi lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah
menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdurofi akan melanjutkan
pelajarannya di SMK. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha.
Kenyataan bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata
lain bahwa qadar adalah perwujudan dari qadha.
2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa
antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 13
ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha
qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan
ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang
artinya sebagai berikut:
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
yang tertentu.”
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar
dengan satu istilah, yaitu
Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang
tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh
seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam.
Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan
Rasulullah menjawab yang artinya:
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-
kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir)
yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R.
Muslim)
Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk
memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi rukun
iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 14
qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu
merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala
sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan
Allah atas diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang
artinya:
” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak
sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah
mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu
takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri
kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal
itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang
kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka
hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di
balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya.
Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu
bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW
bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40
hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari
menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk
meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 15
tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny)
sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah
ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia
telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal
diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan
sendirinya.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini,
para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq:
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh
seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia
cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal
ini Allah berfirman:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 16
2.Takdir mubram
yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh.
Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit
hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.HIKMAH BERIMAN KEPADA QADHA’ DAN QADHAR
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat
berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena
musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya
kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat
53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila
memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah
semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 17
Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus
asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah.
Firman Allah SWT:
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang
didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua
orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan
itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu,
orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 18
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa
senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung
atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar
dan berusaha lagi.
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr
ayat 27-30)
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 19
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
a. Peran Nabi dan Rasul
Ialah untuk memekarkan benih ilmu dan amal manusia sehingga
mereka bermikraj bertemu dengan Tuhan, yakni maqam yang paling
tinggi bagi maujud mumkin. Sebagian dari tujuan dan paedah
kenabian di antaranya adalah:
Mengajarkan Ilmu dan Makrifat
Menyempurnakan Akal dan Intelek
Menegakkan Keadilan
Menyelamatkan Manusia dari Kegelapan
Menyembah Tuhan dan Menjauhi Thagut
Menghakimi dan Memutuskan Perselisihan Masyarakat
Membebaskan Manusia
Mengingatkan Nikmat-nikmat Tuhan
Mengajak kepada Kehidupan yang Lebih Baik dan Konstruktif
b. Fungsi Al – Qur’an
Al- qur’an merupakan wahyu yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril yang memiliki fugsi sbb:
Al-Huda (petunjuk)
b.Al-Furqon (pemisah)
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 20
c.Al-Syifa (Obat)
d.Al Mau’idzoh (nasehat)
c. fungsi Qdha’ dan Qadhar
Qadha menurut bahasa: hukum, ketetapan,pemerintah,
kehendak, pemberitahuan, penciptaan.
Qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran.
Yangmemiliki fungsi all:
Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Menenangkan jiwa
2. SARAN
Kembali kepada kodrat kita bahwasanya tidak ada yang
sempurna,kesempurnaan hanyalah milik tuhan semesta alam.
Dan kami menyadari bahwa makalah yang telah berhasil kami
susun ini sangatlah jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kiritikan dan masukkan semua elemen yang berkaitan
dengan makalah ini kami nantikan demi kebaikan kita bersama dan demi
kalancaran harapan bersama.
P e r a n a n N a b i d a n r a s u l | 21
DAFTAR PUSTAKA
http://isyraq.wordpress.com/2008/01/26/tugas-dan-fungsi-seorang-
nabi/Rasul
http://ridwan202.wordpress.com/2009/03/06/fungsi-al-qur
%E2%80%99an-dan-pentingnya-membaca-al-qur%E2%80%99an/
http://hbis.wordpress.com/2007/12/10/iman-kepada-qadha-dan-
qadar/