26

Click here to load reader

MAKALAH PANCASILA

  • Upload
    tya

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menjelaskan bagaimana hubungan antara keragaman budaya di Indonesia dengan pancasila khususnya sila ke-3

Citation preview

By: Zalpita Agustia (1205112097) PEND. FISIKA FKIP UNIVERSITAS RIAU

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLima sila dalam Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bersifat sistematis, yang artinya setiap sila mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya. Begitu juga dengan sila ke-3 Pancasila, yakni Persatuan Indonesia yang didasari dan dijiwai oleh Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta mendasari dan menjiwai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Keragaman budaya di Indonesia merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya. Selain keragaman kebudayaan suku bangsa, Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah yang bersifat kewilayahan. Keragaman budaya ini meliputi bahasa, agama, suku, dialek, cara berpakaiaan, adat istiadat dan keragaman lainnya yang memperkaya budaya Indonesia. Hubungan dan ikatan antar kebudayaan tersebut dapat terjalin dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.Perwujudan Persatuan Indonesia adalah tempat bagi keragaman budaya atau etnis untuk mempererat persatuan, solidaritas serta rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air Indonesia. Salah satu alat pemersatu bangsa Indonesia adalah budaya Indonesia itu sendiri. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang membuat takut bangsa Indonesia akan keragaman budayanya ini. Beberapa hal tersebut yaitu berupa ancaman terhadap lunturnya budaya Indonesia akibat pengaruh globalisasi. Kemudian, budaya Indonesia yang beragam juga rentan terhadap kerapuhan, dalam artian dengan keragaman budaya yang dimiliki Indonesia maka potensi munculnya konflik juga akan semakin tajam. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar.Di dalam makalah ini juga akan dibahas lebih jelas bagaimana hubungan sila ke-3 Pancasila dengan keragaman budaya Indonesia, pengaruh globalisasi terhadap budaya Indonesia, peran bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa dan konflik yang muncul akibat keragaman budaya serta solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasinya.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:a. Bagaimana hubungan antara sila ke-3 Pancasila dengan keragaman budaya di Indonesia?b. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap budaya Indonesia?c. Bagaimana peran bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa?d. Konflik apa yang muncul dengan adanya keanekaragaman budaya di Indonesia dan bagaimana solusi yang diberikan Pancasila terhadap konflik tersebut?

1.3 Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:a. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sila ke-3 Pancasila dengan keragaman budaya di Indonesia.b. Untuk mengetahui pengaruh globalisasi terhadap budaya Indonesia.c. Untuk mengetahui konflik-konflik yang muncul dengan adanya keanekaragaman budaya di Indonesia dan bagaimana solusi yang diberikan Pancasila terhadap konflik tersebut

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Hubungan antara Sila ke-3 Pancasila dengan Keragaman Budaya di IndonesiaIndonesia memiliki budaya yang unik dan berbeda-beda. Namun, tanpa alat pemersatu bangsa yaitu Pancasila, maka kebhinnekaan yang ada tersebut tidak akan dapat terajut dalam satu kesatuan, melainkan akan membuat bangsa Indonesia terpecah belah. Oleh karena itu, Pancasila dijadikan sebagai paradigma pengembangan kebudayaan Indonesia. Artinya, Pancasila dijadikan asumsi-asumsi dasar dalam pengembangan kebudayaan Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan inti kebudayaan Indonesia yang mengandung nilai-nilai budaya Indonesia.Keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan keragaman yang diinginkan adalah keragaman yang bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga keanekaragaman yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam keanekaragaman mesti ditolak, pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral keanekaragaman mesti diberantas. 2.1.1. Pancasila Inti Kebudayaan IndonesiaDalam artinya yang lengkap kebudayaan adalah keseluruhan pikiran, karya dan hasil karya manusia sebagai anggota masyarakatnya yang tidak berakar pada nalurinya dan hanya dapat dikuasai atau dihasilkannya dalam suatu proses belajar. Dalam arti ini kebudayaan adalah ungkapan kehidupan manusia dan masyarakatnya yang mengolah alam lingkungannya untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dan mencakup segala perbuatan manusia. Dengan demikian kebudayaan bukanlah semata-mata sekumpulan barang dan karya kesenian, buku, bangunan dan lain sebagainya, melainkan juga dan pertama-tama kegiatan manusian membuat alat-alat dan benda-benda tersebut, adat-istiadat, tata cara, cara mengasuh anak, sistem-sistem sosial, pranata-pranata sosial dan lain sebagainya. Termasuk pula kegiatan manusia mengadakan pembaruan-pembaruan di segala bidang guna meningkatkan mutu hidupnya. Ciri khasnya ialah kemampuan manusia untuk belajar dan menemukan sesuatu baru demi perbaikan hidupnya. Oleh sebab itu kebudayaan dapat dibatasi sebagai keseluruhan penemuan manusia demi perbaikan hidup manusiawi. Kebudayan harus selalu mempunyai nilai hidup, artinya harus selalu mengabdi kepada kehidupan manusiawi. Dalam rangka meningkatkan mutu hidup itu, manusia menciptakan teknik-teknik dan organisasi-organisasi termasuk negara untuk meningkatkan efisiensi kerja guna mencapai hasil sebanyak mungkin dengan tenaga yang tersedia. Manusia selalu berusaha memperbaiki keduanya itu dalam pembaruan-pembaruan dan penemuan-penemuan baru. Setiap kebudayaan terdiri atas banyak unsur yang biasa dibagi dalam tujuh kelompok yang disebut universalia budaya (cultural universals) karena bersifat universal, yaitu peralatan dan perlengkapan hidup manusia atau teknologi, mata pencarian dan sistem-sistem ekonomi,sistem-sistem sosial, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi termasuk moralnya. Berkat semuanya itu manusia dapat hidup aman dan mengembangkan dirinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batinnya.Dalam penjelasan pasal 32 UUD 1945 ditandaskan bahwa kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Dengan perkataan lain, subyek kebudayaan nasional Indonesia adalah seluruh bangsa Indonesia, bukan suku bangsa ini atau suku bangsa itu. Secara tersirat itu berarta bahwa kebudayaan nasional Indonesia baru muncul dengan terbentuknya bangsa Indonesia. Sebelumnya yang ada ialah kebudayaan-kebudayaan daerah. Dengan demikian kebudayaan nasional Indonesia masih muda dan sedang pada tahap penyusunan dan pengembangan, biarpun unsur-unsurnya sudah tua. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa, demikian penjelasan pasal 32 UUD 1945 tersebut lebih lanjut. Artinya, kebudayaan nasional Indonesia terdiri atas unsur-unsur kebudayaan daerah yang dapat dinilai sebagai puncak-puncaknya. Unsur-unsur yang baik diambil alih dan dikembangkan, sedangkan unsur-unsur yang kurang baik secara berangsur-angsur disingkirkan. Dalam GBHN 1978 ditetapkan sehubungan dengan Wawasan Nusantara : Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu; sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan Budaya Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa seluruhnya. Dengan demikian kebudayaan nasional Indonesia adalah bhineka tunggal ika, satu tetapi beraneka ragam.Nilai-nilai moral yang tekandung dalam Pancasila adalah bagian inti kebudayan nasional Indonesia itu. Moral Pancasila bukanlah semata-mata satu bagian di samping bagian-bagian lain kebudayaan kita, melainkan bagian inti dan jiwanya. Moral Pancasila mengarahkan kebudayaan kita pada tujuannya dan memberikan dimensi manusiawi kepadanya. Bentuk-bentuk kebudayaan sebagai pengejawantahan Pribadi Manusia Indonesia harus benar-benar menunjukkan nilai hidup dan makna kesusilaan yang dijiwai Pancasila, demikian ditetapkan dalam GBHN 1978 tersebut. Berkat peranan Pancasila itu kebudayaan nasional Indonesia akan dapat memegang peranan yang diharapkan, yaitu sebagai panglima kehidupan bangsa Indonesia. Dalam arti ini kebudayaan nasional dapat berfungsi sebagai strategi kehidupan masyarakat dan negara Indonesia dan secara demikian menjamin tercapainya tujuan-tujuan nasional kita.

2.1.2. Pancasila Dasar Pengembangan KebudayaanOleh sebab itu Moral Pancasila adalah juga dasar atau landasan ideal pengembangan kebudayaan nasional Indonesia. Sesuai dengan itu dalam GBHN 1978 Kebudayaan nasional terus dibina atas dasar norma norma Pancasila dan diarahkan pada penerapan nilai nilai yang tetap mencerminkan kepribadian bangsa dan meningkatkan nilai nilai luhur.Pertama tama hal itu berarti bahwa Moral Pancasila merupakan pedoman evaluasi dan seleksi atau penyaringan unsur- unsur budaya yang digunakan untuk menyusun dan mengembangkan kebudayaan kita. Unsur unsur dari kebudayaan daerah yng bertentangan dengan Pancasila harus ditolak dan disingkirkan secara berangsur angsur, sedangkan unsur unsurnya yang sesuai dengan sila silanya dipelihara dan dikembangkan. Oleh sebab itu ditandaskan dalam GBHN bahwa perlu ditiadakan dan dicegah nilai nilai sosial budaya yang bersifat feudal dan kedaerahan yang sempit. Hal itu juga berlaku bagi unsur unsur kebudayaan kebudayaan asing. Dalam pembentukan kebudayaan nasional Indonesia kita harus terbuka. Dalam penjelasan pasa 32 UUD 1945 ditandaskan bahwa usaha kebudayaan kita tidak menolak bahan bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Dengan perkataan lain, kita harus menolak unsur unsur yang bertentangan dengan Pancasila tetapi bersedia menyerap unsur unsur positif yang sesuai dengan sila silanya. Sehubungan dengan itu dalam GBHN 1978 ditandaskan Dengan tumbuhnya kebudayaan nasional yang berkeribadian dan berkesadaran maka sekaligus dapat ditanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif, sedang di lain pihak ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan.Semuanya itu berarti bahwa kita harus terbuka untuk akulturasi. Dari sejarah kita tahu bahwa kebudayaan yang menutup dirinya dan menolak pertukaran dengan kebudayaan kebudayaan lain biasanya macet dan ketinggalan jaman. Akulturasi adalah perlu bagi setiap kebudayaan, tidak hany untuk berkembang tetapi juga untuk bertahan. Pancasila adalah hasil akulturasi serupa itu seperti ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Hari Ulang Tahun ke-24 Parkindo di Surabaya tanggal 15 Nopember 1969: Pancasila sebenarnya bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan Bangsa kita sendiri, melihat pengalaman bangsa bangsa lain, diilhami oleh ide ide besar dunia, dengan tetap berakar pada kepribadian Bangsa kita sendiri dan ide besar Bangsa kita sendiri. Dengan perkataan lain, Pancasila adalah pusaka lama yang tumbuh dari jiwa dan kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi telah berkembang di bawah ilham ide ide besar dunia sehingga dapat menjadi dasar falsafat negara modern, lagi pula berfungsi sebagai pangkal pembaruan lebih lanjut untuk membangun masadepan bangsa yang lebih baik. Pancasila menolak pendirian sempit yang enggan mengambil unsur unsur asing, tetapi juga menolak pendirian ekstrem lainnya, yang terlalu bersemangat untuk meniru segala sesuatu yang datang dari dunia Barat dan mengacaukan modernisasi dengan westernisasi. Hal ini ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-25 Univesitas Gajah Mada tanggal 19 Desember 1974 sebagai berikut: Dan jika dikatakan bahwa pembangunan memerlukan pembaharuan, maka pembaharuan

2.1.3. Nilai-Nilai Kebudayaan yang Terkandung Dalam Sila-Sila PancasilaApabila dicermati, sesungguhnya nilai nilai Pancasila itu memenuhi kriteria puncak puncak kebudayaan dengan segala fungsinya. Nilai pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa jelas sangat luas persebarannya di kalangan masyarakat Indonesia yang majemuk dengan keanekaragaman kebudayaannya. Dapat dikatakan bahwa tidak satupun suku bangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab juga merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warga negara Indonesia tanpa membedakan asal usul kesukubangsaan, kedaerahan maupun golongannya. Sila ketiga, Persatuan Indonesia juga merupakan salah satu puncak kebudayaan yang mencerminkan nilap budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan Nusantara untuk mempersatukan diri mereka sebagai satu bangsa yang berdaulat.Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan menceminkan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia yang menghargai tinggi kedaulatan rakyat untuk melakukan kesepakatan dalam mencari kebijaksanaan lewat musyawarah. Nilai-nilai budaya yang menghargai kepentingan kolektif lebih tinggi daripada kepentingan individu itu merupakan gejala yang universal dan relevan sebagai kendali dalam menghadapi perkembangan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan. Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia tidak perlu dijelaskan lagi, betapa sesungguhnya nilai-nilai keadilan itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan, kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosialDengan demikian jelaslah bahwa Pancasia itu.harus diperlukan bukan sekedar sebagai ideologi politik, melainkan sebagai nilai budaya inti (core value) yang menjiwai kehidupan dan berfungsi sebagai motor serta symbol pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk Indonesia yang sedang mengalami perkembangan. Sebagai perangkat nilai inti, Pancasila tidak hanya akan berfungsi sebagai kerangka acuan bagi segenap warga negara dalam menghadapi tantangan, melainkan juga sebagai kendali yang mengikat arah perkembangan kebudayaan agar tidak terlepas dari akarnya. Sementara itu sebagai simbol pengikat persatuan, Pancasila yang terwujud sebagai konfigurasi perangkat nilai budaya inti yang diyakini kebenarannya sebagai acuan bersama, mempunyai kekuatan integratif dalam masyarakat majemuk yang mempunyai aneka ragam latar belakang kebudayaan. Oleh karena itu ia harus diwujudkan secara nyata dalan pengembangan kebudayaan bangsa yang akan berfungsi sebagai acuan bagi masyarakat dalam menyelanggarakan kehidupan sehari-hari maupun dalam menggapai tantangan kemajuan.Mengingat arti pentingnya Pancasila sebagai kerangka acuan yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, ia harus dilestarikan secara aktif melalui proses pendidikan dalam arti luas. Nilai nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh (integrated value) harus diutamakan dan dikukuhkan dalam kehidupan masyarakat sehari hari dan bukannya untuk dihafalkan unsure unsurnya secara lepas, apabila dipuja puja sebagai sesuatu yang sakti. Perlakuan nilai nilai inti Pancasila secara lepas hanya akan memicu fanatisme dan memancing konflik sosial, politik dan kebudayaan yang semakin tajam dikalangan masyarakat majemuk yang cenderung memilih pengutamaan salah satu nila inti sebagai simbol integratif kelompok sosial masing masing. Sementara itu pemuja Pancasila sebagai rumusan etos budaya bangsa yang sakti atau sacral, hanya akan menambah jauh nilai nilai budaya inti dari kehidupan nyata para pendukungnya. Oleh karena itu Pancasila harus diterjemahkan sebagai kerangka acuan bagi perkembangan pranata sosial dan pengembangan sikap serta pola tingkah laku masyarakat dalam menghadapi tantangan hidup yang penuh dinamika.

2.2 Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya IndonesiaGlobalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.Secara langsung maupun tidak langsung arus globalisasi melibatkan aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat dari prosesnya, globalisasi adalah sesuatu yang wajar dalam kehidupan yang terus tumbuh dan berkembang. Sekarang terserah kepada bangsa dan negara dalam menghadapi globalisasi tersebut.Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. Globalisasi memberikan peluang terjadinya migrasi secara besar-besaran antara dengan blok budaya berbeda. Beragam budaya, etnis,ras, warna kulit, membawa perubahan masing-masing sehingga muncul pluralisme dan multicultularism. Hal- hal tersebut yang menyebabkan lunturnyya budaya khas tiap daerah di indonesia.2.3 Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu Bangsa Fungsi dari bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia adalah sebagai pemersatu suku-suku bangsa di Republik Indonesia yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa yang begitu menjunjung nilai adat dan bahasa daerahnya masing-masing disatukan dan disamakan derajatnya dalam sebuah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, dan memandang akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, maka setiap suku bangsa di Indonesia bersedia menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Selain itu, fungsi dari bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa ibu yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi bagi yang yang tidak bisa bahasa daerah. Seiring perkembangan zaman, sebagian besar warga negara Indonesia melakukan transmigrasi atau pindah dari daerah dia berasal ke daerah lain di Indonesia, sehingga di sinilah peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi antar suku bangsa yang berbeda, agar mereka tetap dapat saling berinteraksi.Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia itu selain sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya sudah jelas karena fungsi dari bahasa Indonesia itu sendiri adalah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia. Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia itu selain sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya sudah jelas karena fungsi dari bahasa Indonesia itu sendiri adalah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia.Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional, maksudnya bahasa Indonesia itu adalah bahasa yang sudah diresmikan menjadi bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia. Sedangkan bahasa Indonesia sebagai budaya maksudnya, bahasa Indonesia itu merupakan bagian dari budaya Indonesia dan merupakan ciri khas atau pembeda dari bangsa yang lain. 2.3. Konflik yang Muncul Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya Indonesia dan Solusi yang Diberikan Pancasila Dalam Mengatasi KonflikKonflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa mengikuti mereka. Konflik antarbudaya ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpanganketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi relative1 di masyarakat.Konflik perlu dimaknai sebagai suatu jalan atau sarana menuju perubahan masyarakat. Keterbukaan dan keseriusan dalam mengurai akar permasalahan konflik dan komunikasi yang baik dan terbuka antarpihak yang berkepentingan merupakan cara penanganan konflik yang perlu dikedepankan. Adanya data dan informasi yang jujur dan dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan merupakan syarat bagi terjalinnya komunikasi di atas. Keragaman budaya yang ada bisa juga berarti keragaman nilai-nilai. Keragaman nilai bangsa kita seharusnya dipandang sebagai modal bangsa, bukan sebagai sumber konflik.

2.3.1. Konflik yang Muncul Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya IndonesiaKesalahan budaya sering terjadi di Indonesia masa kini karena banyak pemimpin Indonesia menggunakan ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi masalah-masalah di wilayah budaya lain. Kesalahpahaman atau konflik yang timbul akibat adanya keanekaragaman budaya di Indonesia antara lain konflik Ambon, Poso, Timor-Timor dan konflik Sambas. Masyarakat Ambon misalnya, umumnya mereka adalah kelompok masyarakat yang statis. Mereka lebih suka menjadi pegawai negeri, menguasai lahan tempat kelahirannya, juga memiliki ladang dan pengolahan sagu. Berbeda dengan masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki lahan, mereka sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan cepat. Pada umumnya mereka adalah pedagang. Keadaan ini menyebabkan masyarakat Bugis banyak menguasai bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan finansial mereka lebih besar yaitu lebih kaya. Sedangkan warga lokal (Ambon) hanya bisa menyaksikan tanpa mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini kian hari kian bertambah dan menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah meledak. Sepertinya konflik Poso pun berlatar belakang hampir sama dengan konflik Ambon. Hal sama juga terjadi di Timor-Timor. Ketika Tim-Tim masih dikuasai di Indonesia, masyarakat Tim-Tim yang statis tidak bisa berkembang. Sedangkan warga pendatang, yang umumnya bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa ini berbagai bidang ekonomi, sehingga terjadi kecemburuan sosial. Kondisi serupa terjadi di Sambas. Konflik yang terjadi karena suku Madura yang menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi setempat.Untuk mengantisipasi konflik-konflik di masa yang akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus didorong untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian konflik-konflik perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan. Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah pendekatan budaya- politik. Pendekatan budaya dapat dilakukan dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya kelomok-kelompok masyarakat yang berupa nilai-nilai yang mereka yakini, pelihara dan pertahakan, termasuk keinginan-keinginan yang paling dasar.Untuk menanamkan nilai-nilai budaya nasional pada generasi penerus bangsa, instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang pendidikan karakter dan budi pekerti bangsa di sekolah-sekolah. Tujuannya, untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.

2.3.2. Solusi yang Diberikan Pancasila dalam Mengatasi KonflikNilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan perilaku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang menjadi sumber moral dan menjelma dalam wujud yang beraneka ragam kebudayaan daerah dapat dikembangkan dalam rangka memperkaya nilai-nilai pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai baru yang tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sedang membangun, yang sedang teruji sebagai nilai luhur yang perlu dikembangkan. Dalam konteks pengembangan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai yang ada sebagai akibat dinamika yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia.Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita sebagai bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras, yang bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas. Selama ini Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan. Hal inilah yang mengakibatkan peselisihan dan menimbulkan konflik.Didalam pancasila terdapat nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi atas masalah yang terjadi dalam negara Indonesia kususnya masalah kemajemukan. Nilai-nilai luhur pancasila tersebut tertuang dalam setiap butir-butir pancasila.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanPancasila inti kebudayaan Indonesia yang dijadikan dasar pengembangan kebudayaan karena di dalam sila sila tersebut terkandung nilai nilai kebudayaan yang menjadi pedoman kita sebagai bangsa Indonesia. Kebudayaan nasional Indonesia harus dibangun atas dasar Moral Pancasila, maka dalam evaluasi dan seleksi unsur-unsur yang digunakan untuk menyusun dan menyempurnakan kebudayaan nasional Indonesia. Moral Pancasila adalah norma tertinggi. Unsur-unsur yang melanggar atau merugikannya harus ditolak dan secara berangsur-angsur disingkirkan. Pancasila harus menjiwai segala bidang kehidupan masyarakat dan negara dan dituangkan dalam peraturan-peraturan perundangan yang mengaturnya.Kebudayaan Nasional Indonesia berorientasi pada manusia dengan menempatkannya sebagai subjek dan tujuan kehidupan masyarakat dan negar. Kebudayaan kita harus memungkinkan setiap dan semua warga masyarakat hidu wajar sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir dan batinnya selengkap mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya.Masyarakat Pancasila yang kita cita-citakan pada hakikatnya adalah masyarakat manusiawi, suatu masyarakat dimana martabat dan hak-hak asasi setiap warganya dijunjung tinggi dan tersedia baginya barang-barang dan jasa-jasa keperluan hidup secukupnya.3.2 Saran Jadikanlah Pancasila sebagai pedoman hidup kita agar kebudayaan kita tetap lestari dan berkembang sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan selalu berpedoman pada Pancasila kita tunjukkanlah kembali identitas dan nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku-suku bangsa di tiap daerah di seluruh Indonesia yang sudah mulai luntur, bahkan menghilang. Jadikanlah Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa yang merajut kebhinnekaan di Indonesia, sehingga akan memperkuat persatuan bangsa kita dan konflik antarbudaya dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Darji, Darmodiharjo. 1989. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Lab. Pancasila IKIP Malang.

Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma Yogyakarta.

http://farahzhaqia.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-paradigma.htmlhttp://www.gunadarma.ac.id/

1