Upload
ayunggrni
View
167
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
MAKALAH BIOLOGI LAUT
KONSERVASI BIOTA LAUT
KELOMPOK 10
ARINI PRASISKA H41112008
VIKI WULANDARI H41112009
NUR ASMASARI SYAM H41112101
TRISAKTI H41112269
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMJURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biologi laut yakni ilmu pengetahuan tentang kehidupan biota laut,
berkembang begitu cepat untuk mengungkap rahasia kehidupan berbagai jenis biota
laut yang jumlah jenisnya luar biasa besarnya dan keanekaragaman jenisnya luar
biasa tingginya. Tingginya keanekaragaman jenis biota di laut barangkali hanya dapat
ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat. Tidak
kurang dari 833 jenis tumbuh-tumbuhan dilaut (alga, lamun dan mangrove), 910 jenis
karang (Coelenterata), 850 jenis spon (Porifera), 2500 jenis kerang dan keong
(Mollusca), 1502 jenis udang dan kepiting (Crustacea), 745 hewan berkulit duri
(Echinodermata), 2000 jenis ikan ( Pisces), 148 jenis burung laut (Aves), dan 30 jenis
hewan menyusui (Mammalia), diketahui hidup di laut. Di samping itu tercatat juga
tujuh jenis penyu dan tiga jenis buaya (Reptilia). (Romimohtarto dan Juwana, 2005).
Di dunia ini ada banyak kegiatan-kegiatan manusia yang dapat merusak
sumberdaya alam hayati perairan, seperti saat ini ancaman keanekaragaman hayati
disebabkan masalah pencemaran, perubahan habitat dan eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumberdaya hayati perairan sehingga diperikanan dapat merubah struktur
ekologi komunitas biota bahkan dapat menurunkan keaneragaman hayati itu sendiri.
Untuk melindungi binatang dan tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari
kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan beberapa macam upaya manusia
dengan Undang-Undang seperti suaka margasatwa, cagar alam, perlindungan hutan,
taman nasional, taman laut dan kebun binatang. Serta Konservasi sumber daya alam
hayati laut dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian
sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Hal ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta
masyarakat.
I.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bahwa pentingnya
sumberdaya alam hayati perairan untuk dilindungi, dibudidayakan dan dilestarikan
serta merencanakan upaya pengelolahan sumberdaya alam perairan agar terhindar
dari kerusakan seperti cagar alam lautan dan taman nasional sedangkan manfaat yang
diperoleh dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai konservasi sumberdaya alam
hayati perairan agar makhluk hidup yang tinggal didalamnya tidak punah di masa
yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
Negara indonesia termasuk negara yang memiliki keanakaragaman laut yang
sangat luas. Sebagai negara kepulauan sudah barang tentupotensi kekayaan laut
beserta isinya adalah sangat besar. Oleh karena itu sudah menjadi kewajaran dan
kewajiban untuk melindungi, merawat bahkan melestarikannya (Anonim, 2014).
Pada awalnya laut memberikan manfaat yang cukup besar pada kehidupan.
Namun karena adanya eksploitasi secara besar-besaran, fungsi laut menjadi semakin
berkurang. Oleh sebab itu perlu diadakan pelestarian terhadap ekosistem laut seperti
melakukan konservasi. Konservasi dalam bahasa inggris disebut conservation yang
artinya pengawetan atau perlindungan alam. Konservasi adalah upaya yang dilakukan
untuk pemeliharaan dan pengembangan alam menurut status aslinya. Dengan kata
lain dalam konservasi laut diharapkan agar mampu untuk melindungi dan
mengembangkan sumberdaya yang ada dilaut baik berupa hewan, tumbuhan, dan
lain-lain sehingga tercipta alam laut yang alami tanpa diusik oleh tangan-tangan usil
manusia (Annahira, 2014)
A. Pengertian Konservasi Biota Laut
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together)
dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa
yang kita punya (keep/save what you have) (Annahira, 2014)
Apabila meruju pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa
batasan, sebagai berikut (Annahira, 2014) :
1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan
manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American
Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal
secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup
termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang
meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian,
administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat
memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk
generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konservasi adalah pemeliharaan dan
perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan
dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian (Anonim, 2014)
Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah (Anonim, 2014) :
1. Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang
berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang
sama tingkatannya.
2. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan
sumber daya alam
3. (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia
atau transformasi fisik.
4. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan.
5. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara
keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan
lingkungan alaminya.
Dalam UU 5/1990 tentang Konservasi Sumbr Daya Alam dan Ekosistemnya,
telah ditetapkan adanya pengelolaan kawasan koservasi laut, yaitu suatu wilayah
perairan lait, termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan
hewan didalamnya, serta termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial-budaya di
bawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, baik dengan
melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut (Annahira, 2014).
Biota Laut adalah semua makhluk hidup yang ada di laut baik hewan maupun
tumbuhan atau karang . Secara umum kita dapat mengelompokkan biota laut menjadi
tiga kelompok besar, yakni plankton, nekton, dan bentos (Anne, 2014).
Gambar 1. Biota LautSumber : http://anne-manopo.com
1. Plankton, yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak mengikuti
arus.
Gambar 2. PlanktonSumber : http://anne-manopo.com
2. Nekton, yaitu biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus (terdiri
dari hewan saja). Contohnya adalah ikan, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain-lain.
Gambar 3. NektonSumber : http://anne-manopo.com
3. Bentos yaitu merupakan sebuah organisme yang tinggal di dalam, atau di dasar
laut, dikenal sebagai zona bentik. Mereka tinggal di dekat laut atau endapan
lingkungan, dari pasang surut di sepanjang tepi kolam, dan kemudian ke bawah
abisal pada kedalaman.
Gambar 4. BentosSumber : http://anne-manopo.com
Konservasi laut itu dilakukan di beberapa titik yang dianggap memiliki
potensi yang lebih penting dan unggul. Potensi tersebut bisa berupa kekayaan ikan,
satwa lautnya, kekayaan satwa laut yang langka, serta flora dan biota laut yang ada.
Misalnya terumbu karang dan taman bawah laut (Anonim, 2014).
Jadi pengertian dari konservasi laut itu sendiri adalah upaya melindungi,
melestarikan serta memanfaatkan sumber daya laut untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, serta kesinambungan jenis ikan, flora, dan biota laut bagi generasi
sekarang dan yang akan datang. Yang termasuk dalam wilayah tanggung jawab
konservasi laut ini adalah termasuk didalamnya perairan, pulau-pulau kecil, serta
pesisir (Anonim, 2014).
B. Titik Konservasi Laut Indonesia
Di indonesia sendiri ada beberapa titik yang dijadikan konservasi, diantaranya
Papua, Nusa Tengara, Laut Banda, Selat Makassar, Kalimantan Utara, Halmahera,
Sumatera Barat, Laut Arafura, Paparan Sunda, Timur Laut Sulawesi, Selatan Jawa,
dan Selat Malaka. Tiap-tiap wilayah akan ditentukan prioritasnya agar tindakan
konservasi yang dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan (Anonim, 2014).
Kawasan yang yang menjadi konservasi laut dibentuk dalam taman laut
nasional, taman wisata air laut, suaka margasatwa, dan cagar alam laut. Hal ini
menunjukan bahwa konservasi dilakukan menyeluruh bukan hanya flora dan fauna,
tetapi habitat dan ekosistem lautnya (Anonim, 2014).
Menentukan kawasan konservasi, ada hal-hal yang harus diperhatikan
kriterianya yaitu (Annahira, 2014) :
a. Karakteristik keunikan ekosistem, seperti misalnya penyu,
b. Spesies yang diminati, nilai kelangkaan atau terancam.
c. Tempat yang memiliki keanekaragaman spesies
d. Ciri geofisik yang bernilai sumber pengetahuan atau estetis.
e. Fungsi perlindungan hidrologi, oseonografi,
Jadi konservasi ekosistem laut merupakan upaya untuk melindungi dan
mengembangkan potensi ekosistem yang ada di laut dan factor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga tercipta kelestarian ekosistem (Anonim, 2014).
C. Bentuk Konservasi Laut Indonesia
Bentuk konservasi diantaranya, taman laut, taman wisata alam laut, suaka
marga satwa dan cagar alam. Indonesia memiliki beberapa tempat konservasi yang
cukup terkenal, diantaranya sebagai berikut (Gunawan, 2012) :
1. Taman Wisata Alam Laut Wakatobi, Sulwesi Tenggara
Kepulauan wakatobi yang seluas 306.590 hektar atau sekitar 13.000 km yang
dijadikan wilayah konservasi sejak 1995. Kemudian, sedikit mengalamiperubahan
fungsi menjadi Taman Nasional seluas 1.390.000 hektar pada 1996 yang terdiri dari
Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Dari sini nama Wakatobi
terbentuk sebagai nama yang disandang untuk konserrvasi di Sulawesi Tenggara ini.
Yang menarik dari Wakatobi adalah wisata alam berupa pantai, keindahan
pemandangan bawah lautnya, terumbu karang, puncak bukit yang dramatis, serta
kebun karang yang luas membentang bagaikan lapangan besar yang ditumbuhi
bunga-bunga liar dibawah laut. Termasuk 30 lokasi selam yang juga menjadi daya
tariknya. Taman laut Wakatobi saat ini sering dikunjungi untuk keperluan penelitian.
2. Taman Laut Bunaken, Sulawesi Utara
Gambar 5. Taman Laut Bunaken
Taman Laut Bunaken merupakan bagian dari Taman Nasional Bunaken.
Wilayah konservasi taman laut ini memiliki keindahan terumbu karang yang tidak
kalah dengan Great Barrier Reef yang ada di Australia. Taman Laut Bunaken terletak
teluk Manado, Sulawesi Utara, memiliki area seluas 75.265 dengan 390 spesies
terumbu karang yang berada di sekitar pulau Bunaken, pulau Manado Tua, pulau
Siladen, pulau Mantehage, dan pulau Naen.
Taman Laut Bunaken layak disebut sebagai taman laut terindah di dunia
lantaran keanekaragaman biota laut mulai terumbu karang, ikan duyung, lumba, ikan
purba choelacanth dan berbagai jenis ikan hias lainnya. Taman laut Bunaken
memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344
meter. Anda bisa menikmati keindahan lautnya dengan menaiki kapal semi selam
dilepas pantai Pulau Bunaken.
3. Taman Laut Raja Ampat, Papua Barat
Gambar 6. Taman Laut Raja Ampat
Taman Laut Raja Ampat merupakan bagian dari Suaka Margasatwa
Kepulauan Raja Ampat yang terletak di Papua Barat. Lokasi seluas 60.000 ha dan
merupakan taman laut terbesar di Indonesia ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Raja Ampat, Papua Barat. Raja Ampat adalah kawasan dengan keanekaragaman
hayati bawah laut terkaya di dunia. Saat ini saja telah teridentifikasi 537 spesies
terumbu karang (75 % dari total spesies terumbu karang di dunia), lebih dari seribu
spesies ikan karang dan 700 jenis moluska.
4. Taman Laut Selat Pantar, Nusa Tenggara Timur
Gambar 7. Taman Laut Selat Pantar
Taman laut Selat Pantar, Nusa Tenggara Timur yang meliputi perairan pulau
Alor Besar, Alor Kecil, Dulolong, pulau Buaya, Kepa, Ternate, Pantar, dan Pura pun
jadi Taman laut terindah di Indonesia.
5. Taman Laut Derawan, Kalimantan Timur
Gambar 8. Taman Laut Derawan
Taman Laut Kepulauan Derawan berada di Kabupaten Berau, Kalimantan
Timur. Selain pulau Derawan di kawasan ini juga terdapat pulau Maratua, Sangalaki,
Pajang, dan Kakaban. Keindahan bawah laut taman ini bisa dilihat dari keanekaragam
jumlah spesies karang yang mencapai 470 jenis. Selain menikmati terumbu karang, di
sini juga dapat menikmati padang lamun, hutan bakau, dan aneka satwa air seperti
penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, duyung, dan ikan
barakuda
6. Taman Laut Pulau Menjangan, Bali
Gambar 9 : Taman Laut Pulau Menjangan
Perairan pulau Menjangan layak dianggap sebagai Taman Laut Terindah.
Pulau yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat ini memiliki
perairan berair jernih dengan jarak pandang mencapai 20-an meter.
7. Taman Laut Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah
Gambra 10 : Taman Laut Kepulauan Togean
Taman Laut Kepulauan Togean merupakan bagian dari Taman Nasional
Kepulauan Togean yang terletak di teluk Tomini Sulawesi Tengah. Di sini
diperkirakan mempunyai terumbu karang seluas 132.000 ha yang terdiri atas sekitar
262 jenis dan menjadi habitat bagi sekitar 596 jenis ikan, 555 jenis moluska, beberapa
satwa langka seperti kima raksasa, penyu hijau, penyu sisik, dan paus pilot.
8. Taman Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan
Gambar 11 : Taman Laut Takabonerate
Taman Laut Takabonerate termasuk dalam Taman Nasional Takabonerate,
Sulawesi Selatan. Laut Takabonerate dipercaya sebagai kawasan atol terbesar ketiga
di dunia setelah Kwajifein (Kepulauan Marshall) dan Suvadiva (Kepulauan
Maladewa). Luas total dari atol ini 220.000 hektar dengan sebaran terumbu karang
mencapai 500 km² dengan 261 jenis terumbu karang.
Selain itu masih terdapat berbagai taman laut lainnya yang keindahan dan
pesona lautnya tidak perlu disangsikan seperti Taman Laut Banda (Maluku Tengah)
Taman Laut Kungkungan (Sulawesi Utara), Taman Laut Teluk Jailolo (Maluku
Utara), Taman Laut Pulau Weh (Aceh), Taman Laut Kepulauan Karimunjawa (Jawa
Tengah
Konservasi Wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk : (a)
menjaga kelestarian eksositem pesisir dan pulau-pulau kecil; (b) melindungi alur
migrasi ikan dan biota laut lain; (c) melindungi habitat biota; dan (d) melindungi situs
budaya tradisional.
D. Terumbu Karang Dan Fungsinya
Terumbu karang atau coral reefs merupakan ekosistem laut tropis yang
terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar
CaCO3 atau Kalsium Karbonat tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis
hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan
oleh organisme karang (Filum Scnedaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria
Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3
(Zuidam, 1985).
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga
faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor
seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan
dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba.
Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk
terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang
benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu
paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di
mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan
menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding
berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu
dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat (Zuidam, 1985).
Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari 5
jenis pulau yaitu Pulau Benua atau Continental Islands, Pulau Vulkanik atau Volcanic
Islands, Pulau Daratan Rendah atau Low Islands, Pulau Karang Timbul atau Raised
Coral Islands, dan Pulau Atol atau Atolls, 2 yang terakhir terbentuk dari terumbu
karang. Di sisi lain, dari 10 jenis bentuk lahan, terumbu karang adalah salah satunya.
Bentuk lahan ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang
berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuk lahan karst, yaitu terbentuk
melalui proses karstifikasi pada batuan kalsium karbonat. Namun bentuk lahan karst
ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik dan endogenik dan berlangsung
pada skala besar. Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif
perlahan sehingga lebih memungkinkan adanya campur tangan manusia dalam
pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuk lahan mencerminkan karakteristik fisik
lahan dan untuk mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis.
Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuk lahan dan proses-proses yang
menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara
bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan (Zuidam, 1985).
Terumbu karang mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan laut, yaitu
sebagai berikut (Zuidam, 1985) :
1. Sebagai Spawning Ground dan Nursery Ground. Secara alami, terumbu karang
merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan,
peneluran,pembesaran anak, makan dan mencari makan feeding & foraging,
terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis.
2. Sebagai pelindung pantai, dan ekosistem pesisir lain
padang lamun dan hutan mangrove dari terjangan arus kuat dan gelombang besar
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Ekosistem Laut
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang ilegal merupakan kegiatan
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan
dengan kode etik penangkapan, Illegal fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum.
Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang
ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik
baik ekosistem perairan akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan
(Dahuri, 2001).
Penangkapan ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan
illegal fishing karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata
memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dan berdampak kerusakan
untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam
melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan
penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang berkarang (Hamid, 2007)
F. Dampak Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Alat yang Ilegal
Dampak Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Alat yang Ilegal
(Anonimus, 2014) yaitu :
a. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang
sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang.
Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat
memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap
maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan
peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek
samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar
lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak
berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur
terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa
meter lebarnya, Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan
penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-
ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan meledak
umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya,
nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak di dalam melakukan kegiatan
penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cenderung lebih besar dan cara yang
dilakukan untuk melakukan proses penangkapan tergolong mudah (Hamid, 2007:1).
b. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun
Selain penggunaan bahan peledak di dalam penangkapan ikan di daerah
karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan
obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan
dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida.
Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup
memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan
menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk
memperoleh ikan hidup
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih
hidup. Akan tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang
sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat
menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat
menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati. Di samping mematikan
ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan
terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni
menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang
mati (Anonimus, 2014).
c. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lain yang termasuk ke dalam kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan
penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat
tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan
Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi
Tenggara. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini
sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk
kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki
selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di Sulawesi Utara cendrung tidak
memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang umumnya digunakan oleh
nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang
sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai
dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring
tersebut (Anonimus, 2014).
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar
perairan. Akibat penggunaan pukat harimau secara terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini
dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga
tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal
tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah
karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring.
Jaring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan
dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan
mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan
yang berhabitat pada daerah karang tersebut (Anonimus, 2014).
Dampak yang lain kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang di
antaranya sebagai berikut (Dahuri, 2001) :
1. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak Perusakan habitat dan
kematian masal hewan terumbu karang
2. Pembuangan limbah panas Meningkatnya suhu air 5-10oC di atas suhu ambien,
dapat mematikan karang dan biota lainnya
3. Pengundulan hutan di lahan atas Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu
karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang
menghambat difusi oksigen ke dalam polib.
4. Pengerukan di sekitar terumbu karang Meningkatnya kekeruhan yang
mengganggu pertumbuhan karang.
5. Penangkapan ikan dengan bahan peledak Mematikan ikan tanpa dikriminasi,
karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang.
G. Upaya-Upaya Dalam Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Laut
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka
akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang memperhatikan
aspek keberlanjutan. Padahal secara ekonomi dapat meningkatkan nilai jual, namun
di sisi lain juga bias menimbulkan ancaman kerugian ekologi yang jauh lebih besar,
seperti hilangnya lahan, langkanya air bersih dan sebagainya (Anonimus, 2014).
Kegagalan pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dan lingkungan hidup
ditandai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan pelaku
pengelolaan. Pertama akibat adanya kegagalan kebijakan lag of policy sebagai bagian
dari kegagalan perangkat hukum yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan
lingkungan yang ada. Kegagalan kebijakan lag of policy terindikasi terjadi akibat
adanya kesalahan justifikasi para policy maker dalam menentukan kebijakan dengan
ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan keberadaan SDA dan lingkungan.
Artinya bahwa, kebijakan tersebut membuat blunder sehingga lingkungan hanya
menjadi variabel minor (Anonimus, 2014).
Dalam menanggulangi permasalahan illegal fishing (penangkapan ikan
dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal) yang ada sehingga tidak berkelanjutan
dan menyebabkan kerusakan yang berdampak besar maka diperlukan solusi yang
tepat untuk menekan terjadinya kegiatan tersebut seperti (Anonimus, 2014) :
1. Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya yang ditimbulkan dari
illegal fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang
ilegal).
2. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang illegal fishing.
3. Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4. Membuat alternatif habitat karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karang
alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5. Mencari akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan
mencarikan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
6. Melakukan penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam hal
pemanfaatan yang bertanggung jawab.
7. Meningkatkan pengawasan dengan membuat badabn khusus yang menangani
dan bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.
Selain itu, upaya yang dilakukan dalam menanggulangi penangkapan ikan
yang secara ilegal adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
nelayan mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan
dilakukannya penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah
daerah pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan
menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang. Tapi penyuluhan
itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah itu tidak segera di
selesaikan yaitu faktor kemiskinan (Anonimus, 2014).
Penanggulangan yang lain yaitu untuk memperbaiki ekosistem terumbu
karang yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta maupun lembaga
swadaya masyarakat adalah dengan membudidayakan terumbu karang, yakni dengan
pemasangan terumbu karang buatan artificial reef yang diprakarsai oleh Departemen
Kelautan Perikanan. Konservasi terumbu karang adalah hal yang mutlak, dan tidak
dapat ditawar ataupun ditunda karena waktu tumbuh karang yang lama dan
manfaatnya yang begitu besar untuk biota laut terutama ikan, karenanya bila hasil
tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka secara bersama-sama masyarakat harus
melindungi kawasan terumbu karang. Untuk itu diharapkan nelayan atau siapapun
juga tak lagi melakukan penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Lebih baik
lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari kesadaran sendiri. Meskipun proses
penyadaran ini memerlukan waktu, namun harus dilakukan secara terus menerus oleh
semua pihak (Anonimus, 2014).
H. Dasar Hukum Konservasi Laut Indonesia
Konservasi laut ini di dalam operasionalnya juga memiliki undang-undang
yang mendasari pelaksanaannya. Yakni diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2007
tentang konservasi Sumber Daya Ikan (SDI), bahwa pengelolaan kawasan konservasi
perairan berpijak pada dua paradigma baru. Yaitu pengelolaan kawasan konservasi
perairan diatur dengan sistem zonasi dan perubahan kewenangan pemerintah pusat
menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kawasan konservasi yang
berada di wilayahnya (Annahira, 2014)
Selain dari PP Nomor 60 Tahun 2007 tadi, ada lagi beberapa dasar hukum yang
mendukung upaya ini. Beberapa aturan hukum yang ada yakni (Annahira, 2014) :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Di dalam undang-undang ini aturannya
berlaku untuk mengatur segala aspek yang berkaitan dengan konservasi. Baik
ruang maupun sumber daya alamnya.Undang-undang ini bertujuan: “Untuk
mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar dapat
menjamin pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu
kehidupan manusia”.
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Sepanjang
berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi sebagai suatu kesatuan
ekosistem, undang-undang ini mengatur penetapan status hukum kawasan
lautnya. Secara khusus undang-undang ini memberikan wewenang kepada
Menteri untuk menetapkan status suatu bagian laut tertentu sebagai kawasan
Suaka Alam Perairan, Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, atau
Suaka Perikanan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam
Dan Kawasan Pelestarian Alam. Peraturan Pemerintah ini adalah bagian dari
pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4. Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya
Ikan. Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Peraturan
pemerintah ini demi kewenangan kepada Menteri (Kelautan dan Perikanan) untuk
menetapkan Kawasan Konservasi Perairan yang terdiri atas taman nasional
perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan (Pasal
8).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu : Sumber Daya Alam Perairan di
Indonesia sangat banyak dan memiliki potensi yang tinggi untuk wisata. Oleh karena
itu Konservasi Sumber daya Alam Hayati dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi
kepunahan dan kerusakan, mengupayakan agar berbagai variasi gen dan jenis dapat
dimanfaatkan serta mengupayakan agar penggunaan SDA hayati berdasarkan prinsip
prinsip konservasi. Perlindungan yang dilakukan yaitu dengan menetapkan undang-
undang seperti penetapan kawasan cagar alam perairan yang dapat melindungi
kawasan yang telah dianggap penting untuk dilestarikan sesuai dengan kriteria
penetapan kawasan konservasi, dibuatnya larangan-larangan dalam mengambil setiap
Sumber Daya Alam di laut.
b. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk
itu penyusun mengharapkan kritik ataupun saran yang membangun guna dalam
kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Annahira, 2014, Dasar Hukum Konservasi Laut Indonesia, http://www.anneahira.com/konservasi-laut.htm, diakses, pada hari Sabtu, 1 November 2014, pukul 18.00 WITA, Makassar.
Anne, 2014, Biota Laut, http://anne-manopo.com, diakses, pada hari Sabtu, 1 November 2014, pukul 18.00 WITA, Makassar.
Anonim, 2014, Konservasi Biota Laut, http://www.conservation.org . kawasan_konservasi_laut_daerah.aspx diakses, pada hari Sabtu, 1 November 2014, pukul 18.00 WITA, Makassar.
Anonimus, 2014, Dampak Kerusakan Terumbu Karang, http://wwwhendraa.co.id.tugas.com, diakses, pada hari Sabtu, 1 November 2014, pukul 18.00 WITA, Makassar.
Anonimus, 2014, Upaya Penanggulangan Kerusakan Terumbu Karang, http://sangsurya-wahana-blogspot.com, diakses, pada hari Sabtu, 1 November 2014, pukul 18.00 WITA, Makassar.
Dahuri R.et al, 2001, Kerusakan Ekosistem Laut, Jakarta, Gramedia.
Hamid, 2007, Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, Jakarta, Gramedia.
Tiene Gunawan, 2012. Prioritas Geografi Keanekaragaman Hayati Laut Untuk Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia, Jakarta, Gramedia.
Zuidam, 1985, Terumbu Karang Dan Fungsinya, Surabaya, Erlangga.