55
BAB I TEORI DASAR A. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2 Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Adhi, 2011). Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara 1

Makalah Kimia Klinik Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah kimia klinik

Citation preview

BAB I

TEORI DASARA. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2

Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Adhi, 2011). Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).B. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh Indraswari, 2010).

Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010).

C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).D. Gambaran Klinis

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina, 2009):

a. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Banyak kencing

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

c. Banyak minum

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.d. Banyak makan

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

Keluhan lain:

a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

b. Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

c. Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

d. Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2

Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).

a. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:

1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)

4) Riwayat keluarga DM

5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram

6) Riwayat dm pada kehamilan

7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu)

Tabel 1.

Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Bukan DMBelum pasti DMDM

Plasma Vena< 110110 199200

Darah Kapiler 35 g/l).b. Klasifikasi anemia berdasarkan beratringan.

Anemia berdasarkan berat ringannya dibagi atas 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat.3. Mekanisme terjadinya anemiaAda beberapa mekanisme untuk terjadinya anemia, yaitu: Kehilangan darah, misalnya perdarahan. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit), misalnya anemia hemolitik,

Kelainan pada pembentukan sel darah merah (eritrosit), misalnya kelainan sintesis hemoglobin,

Berkumpul dan dihancurkannya eritrosit di dalam limpa yang membesar,

Meningkatnya volume plasma, misalnya kehamilan, splenomegali.

4. Tanda dan gejala anemia berdasarkan beratringannya anemiaManifestasi gejala dan keluhan anemia tergantung dari beberapa faktor antara lain: Penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya,

Derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah,

Penyakit dasar penyebab anemianya,

Kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal.5. Hubungan anemia dengan lansiaAnemia merupakan salah satu gejala sekunder dari sesuatu penyakit pada lansia. Anemia sering dijumpai pada lansia dan meningkatnya insidensi anemia dihubungkan dengan bertambahnya usia telah menimbulkan spekulasi bahwa penurunan hemoglobin kemungkinan merupakan konsekuensi dari pertambahan usia. Tetapi ada 2 alasan untuk mempertimbangkan bahwa anemia pada lansia merupakan tanda dari adanya penyakit. Kebanyakan orangorang lansia mempunyai jumlah sel darah merah normal, demikian juga dengan hemoglobin dan hematokritnya. Kebanyakan pasien pasien lansia yang menderita anemia dengan hemoglobin < 12 gr / dL, penyakit dasarnya telah diketahui.Prevalensi anemia pada lansia adalah sekitar 844%, dengan prevalensi tertinggi pada lakilaki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil studi lainnya dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada lakilaki lansia adalah 2740% dan wanita lansia sekitar 1621%.Sebagai penyebab tersering anemia pada orangorang lansia adalah anemia penyakit kronik dengan prevalensinya sekitar 35%, diikuti oleh anemia defisiensi besi sekitar 15%. Penyebab lainnya yaitu defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, perdarahan saluran cerna dan sindroma mielodisplastik.Meningkatnya perasaan lemah, lelah dan adanya anemia ringan janganlah dianggap hanya sebagai manifestasi dari pertambahan usia. Oleh karena keluhan-keluhan tersebut di atas merupakan gejala telah terjadinya anemia pada lansia. Selain gejalagejala tersebut di atas, palpitasi, angina dan klaudikasio intermiten juga akan muncul oleh karena biasanya pada lansia telah terjadi kelainan arterial degeneratif. Muka pucat dan konjungtiva pucat merupakan tanda yang dapat dipercayai bahwa seorang lansia itu sebenarnya telah menderita anemia.Pada lansia penderita anemia berbagai penyakit lebih mudah timbul dan penyembuhan penyakit akan semakin lama. Yang mana ini nantinya akan membawa dampak yang buruk kepada orangorang lansia. Dari suatu hasil studi dilaporkan bahwa lakilaki lansia yang menderita anemia, resiko kematiannya lebih besar dibandingkan wanita lansia yang menderita anemia. Juga dilaporkan bahwa lansia yang menderita anemia oleh karena penyakit infeksi mempunyai resiko kematian lebih tinggi.Penelusuran diagnosis anemia pada lansia memerlukan pertimbangan klinis tersendiri. Dari evaluasi epidemiologis menunjukkan walaupun telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam, ternyata masih tetap ada sekitar 1525% pasien anemia pada lansia yang tidak terdeteksi penyebab anemia.BAB IIKASUS

NamaTn.Ds

Jenis KelaminLaki laki

Tanggal dan Tahun Lahir22 Oktober 1941

Usia71 Tahun

AlamatJl. Mangga Besar

Status PasienUmum

Ruang RawatVIP Dewi Sartika

No Rekam Medik615xxx

Tanggal Masuk RS31 Januari 2013

Tanggal Keluar RS5 Februari 2013

Status PulangDipulangkan dan meneruskan dengan obat jalan

Dokter Penanggung JawabDr.PR

NoTanggal PemeriksaanJenis PemeriksaanHasilNilai Rujukan

1.31/01/2013Hematologi:

Hemoglobin13,4Pria: 14,0 17,5 gr/dl

Hematokrit40Pria: 42 51%

Leukosit6.9004.000 10.000 sel/mm

Trombosit139.000150 400.000 sel/mm

Diabetes:

Gula Darah Sewaktu467Sampai 160mg/dl

Faal Ginjal:

Ureum24,415,0 43,2 mg/dl

Kreatinin0,86Pria: 0,72 1,36 mg/dl

As.Urat5,4Pria: 3,4 7,0 mg/dl

Faal Hati:

SGOT10Pria: sampai 37 U/I

SGPT18Pria: sampai 41 U/I

Lemak:

Kolesterol131 201 mg/dl

Trigliserida209Pria: 60 -165 mg/dl

HDL25Pria: 30 70 mg/dl

LDL78< 130 mg/dl

BAB IIIPEMBAHASANA. DiagnosisDilihat dari hasil pemeriksaan Laboratorium atas nama Tn. Ds, kemungkinan beliau menderita diabetes mellitus tipe 2 disetai kadar trigliserida tinggi (Hipertrigliserida) dan mengalami anemia ringan.

Dalam menegakkan diagnosis untuk mendukung hasil diagnosis, jika seorang pasien menderita DM, maka bisa ditelusuri dengan beberapa pertanyaan seperti berikut ini :

Apakah pasien pernah mengalami gejala diabetes ?

Apakah ada riwayat keluarga yang menderita DM ?

Apakah sudah pernah di vonis Diabetes sebelumnya ?

Apakah pernah meminum obat antidiabetik ?

Jika dari pertanyaan diatas benar memiliki riwayat penyakit DM maka :

Apakah pasien meminum obat antidiabetiknya teratur atau tidak ?

Bagaimana aktivitas sehari-hari, jumlah kalori dan kandungan glukosa makanan yang dikonsumsinya sehari-hari ?

B. Dasar PertimbanganDari hasil pemeriksaan Laboratorium atas nama Tn. Ds yang menjadi dasar pertimbangannya, Beliau di diagnosis diabetes mellitus tipe 2 sebab jika dilihat dari nilai rujukan kadar gula sewaktu tinggi (467 mg/dl), dimana seharusnya kadar gula sewaktu nilai rujukan normalnya 160 mg/dl. Kadar trigliserida tinggi (209 mg/dl) sedangkan HDL rendah (25 mg/dl). Nilai hemoglobin rendah serta nilai hematokrit dan trombosit kurang dari nilai rujukan normal.

Tn. Ds di diagnosis menderita diabetes mellitus tipe 2 disertai kadar trigliserida tinggi (Hipertrigliserida), hal ini dapat terjadi dimana kadar glukosa yang tinggi akan merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi dapat mempercepat pembentukan trigliserida dalam hati. Trigliserida merupakan salah satu bagian komposisi lemak yang ada dalam tubuh. Dimana jika kadar trigliserida dalam batas normal mempunyai fungsi yang normal dalam tubuh dan dijadikan sebagai sumber energi.

Apabila kadar trigliserida tinggi, dalam jangka panjang akan menyebabkan artheosklorosis sehingga perlu pengawasan dalam pola makan (pengaturan diet). Kemungkinan Tn. Ds ada keluhan anemia ringan disebabkan Tn. Ds merasa lemas, letih, lesu (5L) yang diakibatkan kadar trigliserida tinggi, sehingga tidak ada energi akibatnya suplai hemoglobin dan trombosit dalam sel darah akan mengalami penurunan dan menjadi anemia ringan. Pada pasien yang mempunyai gejala klasik DM, bila hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka diagnosis DM bisa langsung ditegakkan (hanya memerlukan 1 kali pemeriksaan), tetapi bila tidak ada gejala klasik, glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka pemeriksaan ini harus diulang sekali lagi. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu tetap menunjukkan >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, barulah diagnosis DM dapat ditegakkan.

Jadi, pasien yang tidak mempunyai gejala klasik memerlukan minimal 2 kali pemeriksaan untuk didiagnosis DM (Powers, 2001). HbA1c merupakan pengukuran kadar glukosa darah yang terikat pada Hb secara kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup eritrosit (120 hari). Keuntungan dari pengukuran HbA1c adalah didapatkannya perkiraan kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan, karena disimpulkan terdapat korelasi langsung antara kadar HbA1c dan kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan. Glukosa darah tidak terkontrol bila HbA1c mencapai 8% atau lebih, sedangkan glukosa darah terkontrol bila HbA1c kurang dari 7% menurut American Diabetes Association (ADA) atau kurang dari 6,5% menurut American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) (Mathur, 2004).

C. Terapi yang Diberikan1. Non FarmakologiPerubahan gaya hidup, meliputi:

Menjaga berat badan

Tekanan darah

Kadar kolesterol

Berhenti merokok

Membiasakan diri untuk hidup sehat

Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.

Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.

Konsumsi sayuran dan buah-buahan.Perubahan gaya hidup ini bukan hanya untuk mengatasi DM yang dialami, tapi dapat juga membantu menanggulangi anemia yang diderita Tn.Ds

2. Farmakologia. Menormalkan kadar glukosa

Obat golongan sulfonilurea dengan waktu kerja pendek seperti tolbutamid atau glikuidon 2-3 kali sehari. Mekanisme kerja utamanya adalah untuk meningkatkan pengeluaran insulin daripada pankreas. Obat ini akan berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang akan menginhibisi efluks ion kalium melalui kanalnya sehingga menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi akan membuka kanal kalsium yang menyebabkan influx kalsium dan pelepasan insulin.Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut: Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain. Obat dengan efek hipoglikemi yang rendah, golongan biguanida seperti Metformin (jika obesitas).

Mekanisme kerja obat golongan Biguanida yaitu metformin yang cara kerjanya tidak bergantung kepada sel beta namun bekerja dengan:

Menurunkan glukoneogenesis renal dan hepar

Memperlahankan absorpsi glukosa dari gastrointestinal dengan meningkatkan konversi glukosa pada laktat oleh enterosit

Stimulasi glikolisis secara direk dengan meningkatkan pembuangan glukosa dari darah

Menurunkan kadar glukagon dalam plasma.Sehingga obat golongan ini dapat menurunkan kadar Trigliserida.

b. Meningkatkan HDL dan menurunkan trigliserida

Obat golongan fibrat atau niasin

Mekanisme kerja : niasin merendahkan kadar plasma kolesterol dan triasilgliserol. Proses penurunan trigliserol plasma bekerja dengan memacu aktifitas lipase lipoprotein, sehingga menghidrolisis triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL, sehingga dapat mempercepat pengeluaran partikel-partikel ini dari plasma.

c. Hemoglobin 13,4 masih dalam batas normal maka pasien kemungkinan terkena anemia ringan

Obat anemia defisiensi besi (Fe). Contohnya : Ferro gradumet (Besi (II) sulfat, dosis sehari 1 tablet)

Mekainsme kerja : zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-sama dengan rantai globin membentuk hemoglobin.

D. EvaluasiPenyebab terjadinya diabetes mellitus diantaranya, yaitu terjadinya penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur oleh enzim-enzim yang juga mengalami penurunan pada usia lanjut. Salah satu hormon yang menurun sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Terjadinya resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan terjadinya perubahan vaskular serta asupan makanan yang tidak seimbang dengan aktivitas fisik yang dilakukan.

E. Monitoring Mengatur kadar glukosa darah jangan sampai lebih dari 160 mg/dL, maka perlu dilakukan pengecekan dengan melakukan kontrol ke dokter dan menjaga agar HbA1c selalu mendekati normal jangan sampai terjadi hipoglikemia.

Konsultasi dengan dokter dan apoteker apabila dalam minum obat dirasakan terjadinya interaksi obat, untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan dan agar efek terapi obat yang dihasilkan bisa efektif.BAB IVPENUTUPA. Kesimpulan

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat. Dalam patofisiologi diabetes melitus tipe 2, dimulai dengan gangguan fase earlypeak yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.Gambaran klini terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui keluhan klasik seperti penurunan berat badan, banyak kencing, banyak minum, banyak makan. adapun keluhan lain yang terjadi yaitu gangguan saraf tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan ereksi dan keputihan. dalam menegakkan diagosis dm dapat dilakukan berdasarkan cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985.Faktor risiko DM tipe 2 seperti genetik, usia, stres, minim gerak, pola makan yang salah, dan obesitas. Pencegahannya dilakukan pada tiga level, yaitu primer berupa penyuluhan pada faktor risiko; sekunder berupa diagnosis dini (skirning), pengobatan, dan diet; tersier berupa tindakan rehabilitatif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Adapun strategi penanggulangan DM yaitu primordial prevention, health promotion, spesific protection, early diagnosis and prompt treatmen, disability limitation dan rehabilitation. Tindakan penanggulangan iaalah pengendalian DM yang lebih diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM seperti upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dan adapun faktor penanggulangan Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi, Perencanaan Makan, Aktivitas fisik dan Pengobatan.DAFTAR PUSTAKA

Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.

Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.Anonim., InfoPOM Antidiabetik Oral, Volume : IV Edisi 5: Mei 2003, Badan Pengawasan Makanan dan Obat.Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.Info POM BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA.Volume : IV Edisi 5: Mei 2003Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus Dengan Keterkendalian Gula Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2).

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 .2006. http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus pengelolaaln-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdfMohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca Sarjana: Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin.Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan Orang Mapan. Kompas. Oral Antidiabetic Agents [Developed - April 1994; September 1995 revised; June 1996; June 1997; June 1998; July 1999; June 2000; June 2001; September 2001; July 2002; June 2003; October 2007revised; November 2007, February 2008] MEDICAID DRUG USE REVIEW CRITERIA FOR OUTPATIENT USEPharmaceutical care untuk penyakit Diabetes Mellitus Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DIRJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES RI 2005Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11 November 2011). http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20 November 2011].Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam NegeriShahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.Stockley. I.H., Stockleys Drug Interactions, 2005, University of Nottingham Medical School, Nottingham, UK, Pharmaceutical Press.Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan Peminum Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department Of Public Health And Community Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya University, Palembang 30126, Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 Hal 54.

Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its Complication.36