29
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perlu disadari pentingnya karakter dalam upaya pengembangan sumber daya manusia suatu bangsa pada umumnya bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki karakter kuat. Nilai-nilai karakter tersebut adalah nilai-nilai yang digali dari khazanah budaya yang selaras dengan karakteristik masyarakat setempat (kearifan lokal) dan bukan “mencontoh” atau hanya sekadar menjiplak nilai- nilai bangsa lain yang belum tentu sesuai dengan karakteristik dan kepribadian bangsa tersebut. Misalnya, Jepang menjadi bangsa yang maju terutama di bidang teknologi karena berkat keberhasilannya mencontoh semangat bushido yang digali dari semangat nenek moyangnya (kaum samurai). Wagiran (2012: 330) mendefinisikan bahwa kearifan lokal paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu (1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan

Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini, perlu disadari pentingnya karakter dalam upaya

pengembangan sumber daya manusia suatu bangsa pada umumnya bahwa bangsa

yang maju adalah bangsa yang memiliki karakter kuat. Nilai-nilai karakter

tersebut adalah nilai-nilai yang digali dari khazanah budaya yang selaras dengan

karakteristik masyarakat setempat (kearifan lokal) dan bukan “mencontoh” atau

hanya sekadar menjiplak nilai-nilai bangsa lain yang belum tentu sesuai dengan

karakteristik dan kepribadian bangsa tersebut. Misalnya, Jepang menjadi bangsa

yang maju terutama di bidang teknologi karena berkat keberhasilannya

mencontoh semangat bushido yang digali dari semangat nenek moyangnya (kaum

samurai).

Wagiran (2012: 330) mendefinisikan bahwa kearifan lokal paling tidak

menyiratkan beberapa konsep, yaitu (1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman

panjang yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal

tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis,

lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep demikian

juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal selalu terkait dengan

kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan lokal muncul sebagai penjaga

iklim global yang melanda kehidupan manusia.

Di Indonesia, kearifan lokal jelas mempunyai makna positif karena

`kearifan' selalu dimaknai secara baik. Disadari atau tidak, kata kearifan lokal

merupakan cara yang tepat untuk membangun dan menciptakan citra yang lebih

baik mengenai pengetahuan lokal, tetapi memang tidak selalu dimaknai secara

positif. Dengan menggunakan istilah kearifan lokal, sadar atau tidak orang

bersedia menghargai pengetahuan tradisional, pengetahuan lokal warisan nenek

moyang dan kemudian bersedia memahaminya untuk bisa memperoleh berbagai

kearifan yang ada dalam suatu komunitas, yang mungkin relevan untuk kehidupan

manusia di masa kini dan di masa yang akan datang.

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan

peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo

Page 2: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

2

Freire (dalam Wagiran, 2010: 333) menyebutkan bahwa dengan dihadapkan pada

problem dan situasi konkret yang dihadapi, peserta didik akan semakin tertantang

untuk menanggapinya secara kritis. Akan tetapi pada kenyataannya, peserta didik

sekarang ini kurang mencintai budaya lokalnya. Mereka cenderung lebih

mencintai budaya barat. Dengan kondisi tersebut, perlu diadakan penanaman yang

harus ditumbuhkan oleh siswa sejak dini, terutama pada kesenian tradisional.

Dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Kementrian

Pendidikan Nasional 2010-2014 (dalam Kamiran, 2013:6) disebutkan bahwa

pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan

watak yang bertujuan mengembangkan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu

dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Yoyon Bahtiar Irianto (2010: 5), menyebutkan unsur-unsur ideal dalam

pendidikan karakter berkenaan dengan moral knowing, moral loving dan moral

doing (acting).Moral knowing berkenaan dengan kesadaran (awareness), nilai-

nilai (values), sudut pandang (perspective taking), logika (reasoning),

menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral

loving berkenaan dengan kepercayaan diri (self esteem), kepekaan terhadap orang

lain (emphaty), mencintai kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self

control), dan kerendahan hati (humility). Moral doing berkenaan dengan

perwujudan dari moral knowing dan moral loving yang berbentuk tabiat reflektif

dalam perilaku keseharian.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak pertunjukan yang dipertontonkan

dengan kemasan modern, seperti sinetron dan film yang bermunculan di layar

kaca dan bioskop. Tentunya, hal tersebut lebih diminati peserta didik

dibandingkan dengan memilih pertunjukan kesenian tradisional seperti Ludruk.

Ludruk juga bersifat humoris, tetapi pemikiran peserta didik yang sudah

menganggap seni tradisional itu ketinggalan zaman, maka mereka lebih banyak

yang meninggalkan Ludruk.

Ludruk merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup dikenal di

Jawa Timur. Ludruk termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan

berkembang di tengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan

Page 3: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

3

rakyat. Ludruk disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna

masyarakat. Selain berfungsi sebagai hiburan, kesenian ini juga sering

dimanfaatkan sebagai penyaluran kritik sosial. Dengan adanya kritik sosial yang

disampaikan melalui pementasan ludruk, hal tersebut menunjukkan bahwa ludruk

sebagai salah satu kesenian Jawa Timur memiliki keunggulan tertentu disamping

fungsinya sebagai hiburan. Dulu, dengan adanya pementasan ludruk tersebut,

ludruk mampu membuat masyarakat untuk mencintai tanah air serta

menumbuhkan rasa antipati terhadap penjajahan Jepang. Hal ini memicu

semangat perjuangan masyarakat untuk melawan para penjajah.

Seiring dengan berjalannya waktu, setelah Indonesia berhasil mendapatkan

kemerdekaannya, banyak periode telah dilewati oleh kesenian tradisional Jawa

Timur ini yang memicu pasang-surutnya minat masyarakat terhadapnya.

Ditambah era globalisasi yang memaksa masyarakat mau tidak mau harus

bersentuhan dengan budaya global yang disuguhkan melalui banyak media,

seperti majalah, televisi aupun internet. Sehingga membuat ludruk kian

terabaikan. Ludruk yang notabene lahir dari kalangan rakyat jelata semakin

terlihat tidak modern bagi sebagian masyarakat. Perkembangan zaman pun seolah

mendoktrin bahwa hal-hal yang berbau kuno dan tradisional tidaklah menarik.

Apalagi pementasan seni ludruk sendiri terkadang tak begitu menggairahkan

dikalangan masyarakat.

Dengan adanya paparan di atas, dapat dikatakan betapa pentingnya

kesenian tradisional ludruk sehingga perlu dilestarikan dan dijaga oleh penerus

bangsa, terutama peserta didik agar tidak punah. Penulis akan menghubungkan

pendidikan karakter siswa dengan budaya kearifan ludruk agar peserta didik

mengetahui bahwa budaya ludruk mempunyai dampak positif. Melalui

lingkungan keluarga maupun sekolah seharusnya perlu ditumbuhkan kebiasaan

menyaksikan pementasan atau minimal bisa menggambarkan wujud ludruk. Hal

tersebut disebabkan karena secara historis ludruk adalah salah satu kesenian Jawa

Timur yang cukup berpengaruh dan memiliki nilai-nilai luhur serta semangat

juang yang sayang untuk ditinggalkan.

Page 4: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam

penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah hakikat dari kesenian tradisional ludruk?

2. Bagaimanakah bentuk pendidikan kearifan lokal ?

3. Bagaimanakah kisah ludruk “Lakon Sakerah”?

4. Bagaimanakah bentuk pendidikan kearifan lokal ludruk dalam “Lakon

Sakerah” ?

Page 5: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Kesenian Ludruk

a. Pengertian Kesenian Ludruk

Kata ludruk berasal dari kata lodrok. Kata itu dikategorikan ke dalam kata

bahasa Jawa tingkat ngoko yang berarti badut  atau lawak. Kata ludruk juga

bermakna ‘jembek, ‘jeblok’, ‘gluprut’, ‘badut’, dan ‘teater rakyat’. Dendi Sugono

pada Kamus Bahasa Indonesia (2008: 949) menyatakan bahwa ludruk adalah

teledhek dan badut/pelawak atau pertunjukan sandiwara yang dilakukan dengan

cara menari dan menyanyi.

Ludruk adalah seni pertunjukan (drama) tradisional khas Jawa Timur yang

mengambil cerita kehidupan rakyat sehari-hari, seperti tukang becak, peronda,

sopir, atau cerita perjuangan dan cerita-cerita lainnya. Ludruk tersebar di

Surabaya dan Jawa Timur, mulai Banyuwangi di bagian timur dan paling barat di

Kediri (Kathleeh Azali, 2011:1).

Ludruk mendorong para partisipannya untuk menghayati secara langsung

tindakan sosial yang ada dalam proses modernisasi. Pertunjukan ludruk

menghadirkan tindakan sosial dalam setiap pertunjukannya dengan “mengajak

partisipannya untuk mengidentikkan diri dengan para pemain yang sedang

menjalankan tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu”,

seolah-olah mereka mengalaminya sendiri hal-hal dan dituasi-situasi yang sulit

dicapai dalam kehidupan nyata. Ludruk kemudian juga mengarahkan para

partisipan “untuk lebih menyukai peran-peran, situasi-situasi, tujuan-tujuan, atau

cara-cara tertentu jika memang kehidupan nyata menyediakan pilihan-pilihan,

peran, dan situasi yang bisa dipilih oleh seseorang”, dan cara-cara yang diciptakan

oleh ludruk ini :semakin menjadi tipe yang kongruen dengan proses modernisasi”

(James L Peacock, 1968:8).

Folktale berasal dari tradisi kecil. Pengertian Ludruk sebagai sebuah nama

dapat dicari makna etimologisnya yang diperoleh dari berbagai informasi yang

relevan. Informasi ini diperoleh dari tokoh seniman dan budayawan ludruk.

Secara etimologis, kata ludruk berasal dari kata molo-molo dan gedrak-gedruk.

Page 6: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

6

Molo-molo berarti mulutnya penuh dengan tembakau sugi (kata-kata yang pada

saat keluar tembakau sugi) tersebut hendak dimuntahkan dan keluarlah kata-kata

yang membawakan kidung dan dialog. Sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya

menghentak-hentak pada saat menari di pentas (Mukhsin Ahmadi, 1987:7).

Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk

merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian

yang digelarkan di panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat

sehari-hari, cerita perjuangan, dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan

dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. (id.wikipedia.org, 2008).

Dari penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ludruk

sebagai kesenian tradisonal Jawa Timur ditandai oleh aspek cerita yang pada

umumnya diangkat rakyat dengan menceritakan kehidupan sehari-hari atau kritik

sosial, kekhasan ludruk tampak pada tari rema dengan kidung jula-juli dan lawak,

serta bahasa Jawa dialek Jawa Timur sebagai media utamanya. Dengan demikian,

ludruk sebagai seni pertunjukan memiliki tiga gender penting, yaitu tari rema,

dagelan/lawak, dan cerita.

b. Fungsi dan Ciri-ciri Kesenian Ludruk

1. Ciri-ciri Kesenian Ludruk

a. Pemain

Semua tokoh cerita ludruk memiliki sifat yang agak lucu. Apa pun posisi

sosialnya (James L Peacock, 1968: 68).Tidak ada tokoh penjahat yang sangat

serius. Sementara pemain dagelan merupakan tokoh yang oleh para penonton

sangat diidentikkan sebagai “salah satu dari kami”. Pemain dagelan membelotkan

norma-norma, mereduksi segala yang tinggi menjadi sesuatu yang rendah, yang

komsmopolitan menjadi udik, alus menjadi kasar. Pemain ludruk sebagian besar

terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri maupun untuk peran

wanita. Hanya sedikit pemain perempuan yang tampil.

b. Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa yang mudah dicerna

masyarakat, yakni bahasa Jawa logat Surabaya. Selain itu, sesuai dengan tuntutan

cerita, di dalam bentuk seni ini sering pula digunakan kata-kata Cina, Belanda,

Inggris dan Jepang. Selain dalam hal pemain dan bahasa, kekhasan ludruk juga

Page 7: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

7

terdapat dalam cerita, dekorasi, kostum, dan urutan pementasan (Ki Demang

Sokowaten, 2006: 31).

c. Cerita

Cerita ludruk dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:

1) Cerita pakem, yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah

Jawa Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso.

2) Cerita fantasi, yaitu cerita karangan individu tertentu yang biasanya

berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari hari. Cerita dalam ludruk

biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor (Ki Demang

Sokowaten, 2006:31).

d. Dekorasi

Dekorasi ludruk cukup terbatas. Diantaranya adalah dekorasi interior

rumah, alam pedesaan dan pegunungan, kuburan, dan resepsi perkawinan.

Panggung ditampilkan dengan geber, dekorasi, dan peralatan panggung lainnya

seperti meja, kursi tamu, bufet, kursi pengantin, dan sebagainya (Ki Demang

Sokowaten, 2006:31).

e. Kostum

Kostum yang dikenakan disesuaikan dengan tuntutan cerita. Oleh karena

itu, setiap kelompok kesenian ludruk paling sedikit memiliki kostum pakaian

harian, pakaian penganten, seragam tentara, dan sebagainya. (Ki Demang

Sokowaten, 2006:31).

f. Urutan Adegan

Struktur pementasan dikatakan tidak banyak berubah dari zaman dulu

dengan tatanan sebagai berikut (Ayu Sutarto, 2009: 8), yaitu

1) Pembukaan dengan atraksi tari remo.

2) Bedayan, yaitu tarian joget ringan oleh beberapa transvesti sambil

melantunkan kidungan jula-juli.

3) Dagelan, lawakan yang menyajikan satu kidungan, disusul oleh

beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi

humor yang lucu.

4) Penyajian lakon atau cerita yang merupakan inti dari pementasan.

Biasanya lakon dibagi menjadi beberapa babak dengan setiap babak

Page 8: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

8

dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela adegan biasanya diisi

selingan berupa tembang jula-juli yang biasanya dinyanyikan oleh

seorang waria.

g. Penyutradaraan

Penyutradaraan pertunjukan dilakukan secara longgar dan spontan. Sekitar

satu jam sebelum main, sutradara terlebih dahulu mengumpulkan para pemain

yang ada. Kemudian ia menjelaskan lakon yang akan dimainkan. Setelah itu satu-

persatu pemain didatangi dan ditunjuk sebagai pemeran tokoh tertentu.

Selanjutnya sutradara memberikan petunjuk mengenai akting dan garis besar serta

pola dialog yang harus dibawakan oleh pemain tersebut. Apabila waktu tidak

mencukupi, adegan tertentu diatur pada waktu adegan sebelumnya sedang

berlangsung. Apabila ada pemain yang semula ditunjuk, tetapi tidak dapat

melaksanakan tugasnya karena berbagai alasan, pemain itu dapat dengan mudah

diganti oleh pemain lainnya (Ki Demang Sokowaten, 2006: 31).

h. Perangkat Lainnya

Perangkat gamelan disebut sengganen, yaitu kienengan gong kecil yang

terdiri saron dan demung, peking, penerus, kendang, dan gong kecil. Penabuh

gamelan terdiri dan empat orang, masing-masing memegang peralatan rangkap.

Ada yang menangani saron dan demung, peking dan penerus. Kendang dan gong

kecil masing-masing dipegang oleh satu orang (Ki Demang Sokowaten, 2006:31).

2. Fungsi Ludruk

Fungsi primer seni pertunjukkan ludruk adalah bersifat ritual, estetis

(tontonan), dan sebagai hiburan pribadi. Adapun fungsi sekundernya adalah :

a) Sebagai alat pendidikan masyarakat;

b) Sebagai alat penebal perasaan solidaritas kolektif;

c) Sebagai alat yang memungkinkan seseorang dapat bertindak bijaksana

sesuai dengan kedudukan dan kekuasaan terhadap orang yang

menyeleweng;

d) Memberi kesempatan kepada seseorang untuk melarikan diri untuk

sementara dari kehidupan nyata yang membosankan ke dunia khayal yang

terjadi di masyarakat;

Page 9: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

9

e) Pengendali terhadap pelanggaran norma-norma yang berlaku di

masyarakatnya;

f) Pemain teater dapat mengekspresikan hal-hal yang dilarang atau atabu

dalam bentuk keseleo lidah (Danandjaja, 1983:80—89).

Apabila dilihat secara sepintas, fungsi tersebut dapat dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu fungsi individual, yaitu untuk hiburan diri sendiri (pemeran)

dan pemirsa secara individual dan fungsi sosial. Apabila diamati dari sisi

pementasan, fungsi ludruk dapat dikatakan sebagai media pendidikan masyarakat,

media perjuangan, media kritik sosial, media pembangunan dan media sponsor.

Predikat ludruk sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan tradisi sesuai

dengan kerangka pola bentuk dan penerapan yang selalu berulang. Hal ini berarti

bahwa ludruk sebagai teater tradisional memiliki ciri-ciri :

a) Pertunjukkan dilakukan secara improvisasi dan spontan;

b) Konvensi-konvensi yang khas ludruk, misalnya pemeran ludruk sebagian

besar adalah pria, lagu seniman disebut kidungan, tari remo, dan lakon-

lakon dari cerita rakyat yang telah dikenal oleh masyarakatnya; dan

d) Nyanyian khas yang disebut jula-juli yang berbentuk syair dan pantun

yang tentu saja lebih cenderung menyajikan dan mengumandangkan hal-

hal yang berisi nasihat, pendidikan, kritik yang sangat dekat dengan

kehidupan masyarakat.

Ciri khusus yang menandai bahwa ludruk dapat dikategorikan sebagai

teater rakyat adalah :

a) Lakon ludruk yang dipentaskan adalah ekspresi kehidupan rakyat sehari-

hari yang juga mengisahkan keseharian masyarakat, dan juga sejarah;

b) Iringan musik berupa gamelan dengan lagu jula-juli yang akrab dengan

peminatnya;

c) Tata busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari yang

sederhana;

d) Aspek bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan yang pada

umumnya memakai bahasa daerah;

d) Kidungan terdiri atas bentuk pantun dan syair; dan

e) Sifat pertunjukkan sederhana, spontan dan menyatu dengan penonton.

Page 10: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

10

B. Bentuk Pendidikan Kearifan Lokal

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan

peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo

Freire (Wagiran, 2010) menyebutkan, dengan dihadapkan pada problem dan

situasi konkret yang dihadapi, peserta didik akan semakin tertantang untuk

menanggapinya secara kritis. Hal ini selaras dengan pendapat Suwito (2008) yang

mengemukakan pilar pendidikan kearifan lokal meliputi (1) membangun manusia

berpendidikan harus berlandaskan pada pengakuan eksistensi manusia sejak

dalam kandungan; (2) pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi,

menjauhkan dari cara berpikir tidak benar dan grusa-grusu atau waton sulaya; (3)

pendidikan harus mengembangkan ranah moral, spiritual (ranah afektif) bukan

sekedar kognitif dan ranah psikomotorik; dan (4) sinergitas budaya, pendidikan

dan pariwisata perlu dikembangkan secara sinergis dalam pendidikan yang

berkarakter.

Kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur. Karakter

luhur adalah watak bangsa yang senantiasa bertindak dengan penuh kesadaran,

purba diri, dan pengendalian diri. Pijaran kearifan lokal selalu berpusar pada

upaya menanggalkan hawa nafsu, meminimalisir keinginan, dan menyesuaikan

dengan empan papan. Kearifan lokal adalah suatu wacana keagungan tata moral.

Upaya pengembangan pendidikan kearifan lokal tidak akan terselenggara dengan

baik tanpa peran serta masyarakat secara optimal. Keikutsertaan berbagai unsur

dalam masyarakat dalam mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara

program pendidikan merupakan kontribusi yang sangat berharga, yang perlu

mendapat perhatian dan apresiasi (Wagiran, 2012: 333)

Berbagai bentuk kearifan lokal yang merupakan daya dukung bagi

penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan antara lain sebagai berikut.

1) Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban

belajar, seperti kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran bagi warga

masyarakat yang masih buta aksara.

2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antarsesama manusia,

melalui aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam berbagai

aktivitas.

Page 11: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

11

3) Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni. Keseniaan tertentu memiliki nilai

untuk membangkitkan rasa kebersamaan dan keteladan serta rasa

penghormatan terhadap pemimpin dan orang yang dituakan.

4) Kearifan lokal dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakati dalam

rapat yang dihadiri unsur-unsur dalam masyarakat untuk mewujudkan

kecerdasan warga, seperti kewajiban warga masyarakat untuk tahu baca tulis

ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga.

Yoyon Bahtiar Irianto (2010: 5), menyebutkan unsur-unsur ideal dalam

pendidikan karakter berkenaan dengan moral knowing, moral loving dan moral

doing (acting).Moral knowing berkenaan dengan kesadaran (awareness), nilai-

nilai (values), sudut pandang (perspective taking), logika (reasoning),

menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral

loving berkenaan dengan kepercayaan diri (self esteem), kepekaan terhadap orang

lain (emphaty), mencintai kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self

control), dan kerendahan hati (humility). Moral doing berkenaan dengan

perwujudan dari moral knowing dan moral loving yang berbentuk tabiat reflektif

dalam perilaku keseharian.

C. Kisah Ludruk “ Lakon Sakerah”

Cerita kepahlawanan Sakerah ini hidup di daerah Bangil, Pasuruan, yang

dipercaya masyarakat setempat memang pernah benar-benar terjadi pada masa

penjajahan Belanda. Ada persamaan dengan Sarip Tambak Oso, yang diduga kuat

merupakan kisah nyata di Sidoarjo dan juga sudah menjadi lakon legendaris

dalam ludruk. Salah satu kesamaannya adalah Sakerah dan Sarip merupakan

representasi rakyat kecil melawan kesewenang-wenangan penguasa.

Sebagai cerita rakyat, dikisahkan seorang warga desa berdarah Madura

bernama Sadiman yang pernah belajar di perguruan persilatan. Sadiman bekerja

sebagai mandor di perkebunan tebu milik pabrik gula. Ia dikenal sebagai seorang

mandor yang baik hati dan sangat memperhatikan kesejahteraan para pekerja

hingga dijuluki Pak Sakera atau Sakerah. Konon dalam bahasa Kawi Sakera

memiliki arti ringan tangan, akrab/mempunyai banyak teman.

Page 12: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

12

Sakerah adalah sosok yang tidak bisa melihat wong cilik diperlakukan

semena-mena. Oleh karena itu, ketika dia menyaksikan upah para kuli dipotong

oleh bawahannya, Sakerah meminta mereka agar memberikan hak para kuli

sepenuhnya. Tindakan itu dianggap sebagai tantangan, Sakerah dilaporkan pada

pimpinan pabrik. Sakerah yang buta huruf, berada di posisi yang salah karena

membubuhkan cap jempol di bukti pembayaran. Sakerah dituduh korupsi. Ketika

Herman, administratur pabrik gula menodongkan pistol di kepalanya, Sakerah tak

kuasa menahan emosi, ia tepiskan pistol Herman dan Sakerah langsung

membacoknya dengan celurit. Akibatnya, hukuman penjara 25 tahun harus ia

terima. Ia mendekam di penjara kolonial Kalisosok Surabaya.

Ada versi lain mengenai penyebab Sakerah masuk penjara. Konon suatu

saat setelah musim giling selesai, pabrik gula tersebut membutuhkan banyak lahan

baru untuk menanam tebu. Karena kepentingan itu, orang Belanda sebagai

pimpinan ambisius ingin perusahaan ini membeli lahan perkebunan yang seluas-

luas dengan harga semurah-murahnya. Belanda menyuruh carik untuk bisa

menyediakan lahan baru bagi perusahaan dalam jangka waktu singkat dan murah,

dan dengan iming-iming harta dan kekayaan hingga carik bersedia memenuhi

keinginan tersebut. Carik Rembang menggunakan cara-cara kekerasan kepada

rakyat dalam mengupayakan tanah untuk perusahaan.

Sakerah melihat ketidak-adilan ini mencoba selalu membela rakyat dan

berkali-kali upaya carik Rembang gagal. Carik Rembang melaporkan hal ini

kepada pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan marah dan mengutus

wakilnya Markus untuk membunuh Sakera. Suatu hari di perkebunan pekerja

sedang istirahat, Markus marah-marah dan menghukum para pekerja serta

menantang Sakerah. Sakerah yang dilapori hal ini marah dan membunuh Markus

serta pengawalnya di kebon tebu. Sejak saat itu dia menjadi buronan polisi

pemerintah Hindia Belanda.

Suatu saat ketika Sakerah berkunjung ke rumah ibunya, di sana ia

dikeroyok oleh carik Rembang dan polisi Belanda. Karena ibu Sakerah diancam

akan dibunuh, maka Sakerah akhirnya menyerah, Sakerah pun masuk penjara

Bangil (bukan Kalisosok). Saat dipenjara, tiba-tiba ia bertemu pamannya, Pak

Tas. Paman Sakerah sengaja mencuri sapi agar dapat dihukum dan menemui

Page 13: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

13

keponakannya. Menurut penuturan sang paman, perilaku mandor semakin tidak

terkendali. Selain itu, istri muda Sakerah, Marlena kerap dirayu Brodin,

keponakan Sakerah.

Sakerah yang memiliki kekuatan untuk melenturkan besi berhasil kabur

dari penjara. Dengan sekali tebas, dia membunuh Brodin. Tak hanya itu, Sakerah

juga membunuh carik dan petinggi. Tak ayal, dirinya pun jadi target pengejaran

Gubermen. Sakerah dijebak dalam suatu pesta tayub. Tokoh legendaris Madura

itu berhasil ditangkap, dan akhirnya dihukum mati.

(Sumber: http://henrinurcahyo.wordpress.com/2012/12/23/kepahlawanan-sakera-

dalam-ludruk-karya-budaya/)

Berikut ini beberapa dokumentasi pementasan “Lakon Ludruk” .

Gambar 1.

Pemain

“Lakon

Sakerah”

Gambar 2. Sakerah dan temannya di penjara

Page 14: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

14

Gambar 3. Sakerah Menjeblos Penjara

Gambar 4.

Sakerah Menari

Tayub

Gambar 5.

Tarian

Bedayan

Gambar 6.

Kelompok

Pengrawit

(Sumber: http://ekomagelang.blogspot.com/2012/12/sakerah-ludruk-karya-budaya-

Page 15: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

15

mojokerto.html dan http://henrinurcahyo .files.wordpress.com /2012/ 12 /img_3386.jpg)

D. Bentuk Pendidikan Kearifan Lokal Ludruk dalam “Lakon Sakerah”

Sebagai alat pemupuk rasa solidaritas kolektif, ludruk merupakan wahana

masyarakat untuk menyuarakan kemauan, keinginan, kesusahan dan keprihatinan,

dengan itu masyarakat seolah terwakili dan tersampaikan isi hatinya yang

nantinya akan berkembang menjadi rasa solidaritas antarsesama. Sebagai alat

pendidikan, ludruk dapat memberikan pengajaran tentang sisi positif yang dapat

diambil pada cerita sehari-hari (Danandjaja,1983).

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, menurut Peacock (dalam

Pemimpi, 2008), ludruk dapat diketahui bahwa pertunjukan ludruk merupakan

keutuhan dari tiga gender, yaitu ngremo (tari kepahlawanan), dagelan (lawakan),

dan cerita. Salah satu kehebatan ludruk sebelum 1965, seperti yang diungkap

James L. Peacock, adalah konsistensinya sebagai pertunjukan proletar,

improvisasi kreatif, suka memainkan simbol untuk menyampaikan pesan-pesan

perubahan kehidupan di tengah hiruk-pikuk kota Surabaya dan sekitarnya.

Pertunjukan ludruk selalu tampil bukan hanya memikat tetapi juga mampu

membangkitkan emosi dan semangat penontonnya. Penonton tersebut sebenarnya

tidak hanya diminati oleh kalangan dewasa saja, tetapi pelajar juga perlu

mendapattkan suguhan dari ludruk. Banyak nilai-nilai yang disampaikan serta

tradisi yang positif sehingga dapat dilestarikan oleh pelajar, misalnya, menari,

bermain alat musik tradisional.

Hubungan budaya kearifan lokal Ludruk dengan karakter siswa cukup

berkaitan erat. Dapat kita ambil contoh dalam lakon Sakerah di zaman Belanda.

Lakon Sakerah yang dibawakan Sutan Remy Sjahdeini mengusung nilai-nilai

moral yang disajikan dalam penuh humor. Nilai tersebut sudah terlihat dari

karakter Sakerah, jujur, setia, dan tidak bisa melihat orang kecil diperlakukan

semena-mena mengalir dalam darah Maduranya. Dengan kejadian tersebut, siswa

dapat mengambil nilai karakter, yaitu kita harus mempunyai sikap jujur dan sadar

untuk membela dan membantu golongan orang kurang mampu agar tidak

diperlukan semena-mena oleh golongan menengah atas/orang yang memiliki

kekuasaan.

Page 16: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

16

Sebagai orang yang jujur, peka terhadap orang lain/warganya, dan

mencintai kebenaran, Sakerah justru dijebloskan penjara. Sakerah tidak terima

penghasilan para buruh dipotong begitu saja oleh mandor pabrik gula. Kegerahan

hati Sakerah mengantarnya ke rumah pemilik pabrik gula, Herman. Di sana ia

disambut dengan acungan pistol oleh Administratur Pabrik Herman. Merasa

terancam, Sakerah menghujamkan celuritnya pada Herman. Terkapar dan mati

seketika. Sebuah perbuatan yang menjadi alasan Sakerah dijebloskan dalam

penjara. Dengan kejadian tersebut, nilai pendidikan karakter siswa yang dapat

diambil, yaitu walaupun kita mencintai kebenaran dan peduli terhadap orang lain,

kita juga harus ada pengendalian diri agar sikap peduli dan kebenaran dapat

merugikan diri sendiri.

Dalam lakon Sakerah, Sang guru, yang diperankan oleh Basofi Soedirman,

mantan Gubernur Jatim, memesankan pada Sakerah dan saudara seperguruannya,

kalau jadi pemimpin itu jangan melupakan hak rakyatnya. Namun, rakyat juga

jangan lupa akan kewajibannya, jangan hanya menuntut hak. Berhubungan

dengan kejadian tersebut, nilai karakter siswa yang dapat diambil, yaitu sebagai

siswa jangan hanya menuntut haknya, misalnya meminta uang jajan terus tanpa

diimbangi dengan kewajibannya sebagai pelajar.

Teater tradisional Ludruk merupakan salah satu teater tradisional yang

memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Selain sifatnya yang egaliter,

demokratis, memiliki solidaritas yang tinggi, dan sesuai dengan pola hidup

masyarakat di wilayah budaya Jawa Timur pada umumnya, juga merupakan salah

satu teater tradisional yang memiliki kekhasan budaya. Ludruk dapat menjadi

salah satu media dalam menjaga dan memelihara kearifan lokal. Tujuan

khususnya adalah (1) mendekatkan Ludruk sebagai pertunjukan yang bercirikan

tradisional egaliter dan gaul. (2) mendorong Ludruk untuk disaksikan oleh semua

lapisan masyarakat, baik masyarakat kelas bawah maupun kelas atas. (3)

menstimulasi tumbuhnya kelompok-kelompok Ludruk yang baru di wilayah

budaya Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya. Hal ini dimungkinkan karena

ludruk tidak harus menggunakan bahasa Jawa Timuran, tetapi dapat menggunakan

bahasa yang sesuai dengan masyarakat penyangganya. Ludruk Gaul diterapkan di

sekolah menengah (pertama dan atas) sebagai prioritas utama, karena sekolah

Page 17: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

17

memiliki kurikulum ekstra dan intrakurikuler.

Ludruk Gaul adalah sebuah pertunjukan Ludruk yang “intim”, terjadinya

interaksi antara masyarakat penonton dan pemain Ludruk, dan dijadikannya

Ludruk sebagai media pengembangan pendidikan, budi pekerti maupun moral di

sekolah. Untuk itu, tanggapan masyarakat perlu diformulasikan. Ludruk perlu

diformat ulang. Kajian tanggapan masyarakat (social responsibility) tentang

Ludruk diharapkan menghasilkan bentuk-bentuk pertunjukan yang sesuai dengan

zamannya. Konsepnya adalah mendekatkan masyarakat dengan Ludruk sebagai

institusi sosial yang mampu memberikan semangat hidup, pemahaman tentang

budi pekerti, moral dan cara-cara menghadapi persaingan hidup yang sehat.

Bentuk teater tradisional yang telah melakukan modifikasi selama ini diantaranya

adalah Lenong Rumpi. Media televisi di Surabaya, seperti JTv juga sedang

berusaha mengembangkannya dalam bentuk Ludruk Kabaret.

Akhirnya, perlu ditegaskan kembali, bahwa inovasi teater tradisional

Ludruk di wilayah budaya Jawa Timur memungkinkan dilakukan sejalan dengan

pilihan masyarakatnya, khususnya peserta didik. Berdasarkan karakter sosial,

politik, ekonomi, dan budaya, ludruk memiliki kesamaan dengan masyarakatnya.

Jika siswa (penonton/penyangga) belum menjadikan ludruk sebagai pilihan dalam

memenuhi kebutuhan apresiasi, maka Ludruk harus mencari alternatif dalam

produksinya. Ludruk Gaul menjadi wacana untuk dijadikan alternatif inovasi

teater tradisional Ludruk di wilayah budaya Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada

perkembangan zaman dan orientasi segmen masyarakatnya. Dengan demikian,

Ludruk (diharapkan) berpeluang menjadi bagian penting bagi pertumbuhan

masyarakatnya dengan sikap positifnya agar dapat ditiru siswa yang masih dini.

Semakin besar segmen siswa yang menjadi penyaksi Ludruk, semakin besar pula

kesempatan Ludruk memberikan kontribusi pada zamannya.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

Page 18: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

18

A. Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah:

1. Ludruk merupakan salah satu bentuk kearifan lokal di Jawa Timur yang lahir

dan berkembang di tengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas

kehidupan rakyat. Penampilan dan bahasa yang digunakan mudah dicerna

masyarakat karena seni pertunjukan ini berfungsi menghibur dan sebagai

pengungkapan suasana kehidupan masyarakat pendukungnya.

2. Bentuk kerifan lokal lebih mendidik keagungan tata moral. Peran serta

masyarakat dalam kearifan lokal merupakan kontribusi yang berharga agar

terselenggara secara optimal.

3. Inti dari “Lakon Sakerah” adalah mengisahkan seorang mandor yang baik

hati dan memperhatikan rakyat kecil. Sifat yang baik itu justru membawa

Sakerah masuk ke dalam tahanan. Perjuangan membela rakyat di sekitarnya,

membuat dirinya mengorbankan dirinya sendiri hingga titik darah

penghabisan.

4. “Lakon Sakerah” mempunyai hubungan yang positif bagi pendidikan kearifan

lokal, diantaranya:

a. Sikap jujur dan sadar untuk membela dan membantu golongan orang

kurang mampu agar tidak diperlukan semena-mena oleh golongan

menengah atas/orang yang memiliki kekuasaan.

b. Harus ada pengendalian diri agar sikap peduli dan kebenaran tidak dapat

merugikan diri sendiri.

B. Saran

1. Agar kesenian tradisional khas Jawa Timur ini tetap eksis dan dapat terus di

lestarikan maka dapat disarankan sebagai berikut. (1) Para pemain/seniman

ludruk seharusnya lebih sering tampil di berbagai kesempatan dan di

berbagai lapisan masyarakat, khususnya sering di tanggap pada acara-acara

hajatan masyarakat. (2) Menyebarluaskan perkembangan kesenian ludruk

dengan cara memberi jatah lebih banyak porsinya dengan acara yang lain

untuk tampil baik di media televisi, radio seperti acara-acara musik, sinetron.

(3) Diberi kesempatan untuk di berikan modal untuk pengembangan

Page 19: Makalah Kajian Budaya EDIT NEW

19

kelompok ini lewat pemberdayaan group ludruk sebagai pekerjaan

sampingan.