View
301
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Daftar Isi
Halaman Judul ......................................................................................................
Daftar Isi ...............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................2
A.Latar Belakang Masalah .............................................................................2
B. Tujuan Penulisan ......................................................................................2
C. Metode Penulisan ......................................................................................3
D. Sistematika Penulisan ...............................................................................3
BAB II KONSEP DASAR ...................................................................................4
A. Pengertian .................................................................................................4
B. Klasifikasi .................................................................................................4
C. Etiologi .....................................................................................................6
D. Patofisiologi ..............................................................................................9
E. Manifestasi Klinik ....................................................................................10
F.. .Komplikasi ................................................................................................11
G. Penatalaksanaan ........................................................................................12
H. Pengkajian Fokus ......................................................................................13
I. Pathway Keperawatan ..............................................................................18
J. Diagnosa Keperawatan .............................................................................19
K. Fokus Intervensi dan Rasional ..................................................................19
BAB III PENUTUP...............................................................................................24
A. Simpulan ...................................................................................................24
B. Saran .........................................................................................................24
Daftar Pustaka.......................................................................................................26
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku
sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari.
Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi
menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban berat
bagi keluarga (Townsend, 2002).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizoprenia.
Sedangkan halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada pasien
skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizoprenia mengalami
halusinasi (Mansjoer, 1999:196). Salah satu gejala psikosis yang dialami
penderita gangguan jiwa adalah halusinasi yang merupakan gangguan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam
jumlah atau pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal
atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi
atau kelaianan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2006).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Insruksional Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
gangguan jiwa Halusinasi
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Halusinasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Halusinasi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Halusinasi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinik Halusinasi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Halusinasi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengkajian Fokus Halusinasi
2
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pathway Keperawatan Halusinasi
8. Mahasiswa mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan Halusinasi
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Fokus Intervensi dan Rasional Halusinasi
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode diskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi
kepustakaan dari literatur yang ada, baik dari perpustakaan, text book, atau dari
internet.
D. Sistematika Penulisan
Dari makalah yang kami buat, kami menggunakan sistematika yang terdiri dari
tiga bab yaitu pendahuluan, konsep dasar dan penutup. Bab I pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan. Bab II konsep dasar yang terdiri dari pengertian
Halusinasi, etiologi Halusinasi, patofisiologi Halusinasi, manifestasi klinik
Halusinasi, penatalaksanaan Halusinasi, pengkajian fokus Halusinasi, pathway
keperawatan Halusinasi, diagnosa keperawatan Halusinasi, fokus intervensi
dan rasional Halusinasi. Bab III penutup yang terdiri dari simpulan dan daftar
pustaka.
3
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu yang
terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk
kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak
disertai stimulus fisik yang adekuat.
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, 1987).
Halusinasi adalah salah persepsi yang diterima pancaindera dan berasal dari
stimulus eksternal yang biasanya tidak diinterpretasikan kedalam pengalaman
(Brooker, 2005).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap
lingkungan sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan,
pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman.
B. Klasifikasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
4
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk,
amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu
yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi
tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.Cook & Fountaine (1987).
Menurut Sunaryo, (2004) jenis-jenis halusinasi yaitu :
a. Halusinasi pengelihatan (halusinasi optik):
Apa yang dilihat seolah-olah berbentuk orang, binatang, barang, atau
benda.
Apa yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk: sinar, kilatan, atau pola
cahaya.
Apa yang dilihat seolah-olah berwarna dan tidak berwarna.
b. Halusinasi auditif/halusinasi akustik adalah halusinasi yang seolah-olah
mendengar suara manusia, suara hewan, suara mesin, suara musik, atau suara
kejadian yang dialami.
c. Halusinasi olfaktorik (halusinasi penciuman) adalah halusinasi yang
seolah-olah mencium suatu bau tertentu.
d. Halusinasi gustatorik (halusinasi pengecap) adalah halusinasi yang seolah-
olah mengecap suatu zat atau rasa tentang suatu yang dimakan.
5
e. Halusinasi taktil (halusinasi peraba) adalah halusinasi yang seolah-olah
merasa diraba-raba, disentuh, dicolek-colek, ditiup, dirambati ulat, dan disinari.
f. Halusinasi kinetik (halusinasi gerak) adalah halusinasi yang seolah-olah
badanya bergerak disebuah ruangan tertentu da merasa anggota badanya
bergerak dengan sendirinya.
g. Halusinasi viseral adalah halusinasi alat tubuh bagian dalam yang timbul
seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul dibagian dalam (mis: lambung
seperti ditusuk-tusuk jarum).
h. Halusinasi hipnagogik adalah persepsi sensorik bekerja yang salah yang
terdapat pada orang normal, terjadi sebelum tidur.
i. Halusinasi hipnopompik adalah persepsi bekerja yang salah, pada orang
normal, terjadi tepat sebelum tidur.
j. Halusinasi histerik adalah halusinasi yang timbul pada neurosis histerik
karena konflik emosional.
(Sunaryo, 2004)
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
6
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi penyebab dari halusinasi adalah:
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
7
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor. (Stuart & Sundeen, 2007)
Penyebab halusinasi :
- Keadaan-keadaan emosi yang sifatnya sementara dan tidak harus
merupakan indikasi dari gangguan mental yang berat (Semiun, 2006)
- Penderita skizofrenia
- Konsumsi alcohol (Davey P. , 2005)
- Penggunaan kokain / obat-obatan terlarang (Joewana S. , 2005)
8
- Panik
- Menarik diri
- Stres berat yang mengancam ego yang lemah Townsend ( 1998 ).
D. Patofisiologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien Skizopreniadan gangguan manik. Halusinasi
dapat timbul pada Skizoprenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada
sindroma otak organik, epilepsi ( sebagai aura ), nerosa histerik, intoksinasi
atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik,
(Maramis, 2005).
Menurut Barbara (1997), klien yang mendengar suara-suara misalnya suara
Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau
lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara-suara yang
terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau atau membunuh orang
lain.
• Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase (Haber, dkk, 1982. hal. 607-608)
1. Fase pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong
sementara. Klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal
pikirannnya namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol seperti gambaran suara dan sensasi. Halusinasi
dapat meruopa bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain
mendsengar, klien merasa tidak mampu mengontrolnmya. Klien membuat
9
jarak anatara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase ketiga
Halusinasi lebih menonjol, mengusai dan mengontrol. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan
rasa aman yang sementara.
4. Fase keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepasakan diri dariu kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi. Klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlaslu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin
berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberap a
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari halusinasi menurut Budi Anna Keliat, (2006) yaitu:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
Tanda gejala lain menurut Rasmun,(2001) adalah :
Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
10
Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panik
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu oran
(Rasmun, 2001)
F. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005)
a. Risiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-
marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko
prilaku kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
11
c. Harga diri rendah
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien
beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.
d. Defisit perawatan diri : kebersihan diri
Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga
klien mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.
Gail W. Stuart & Laraia(2005),
Principles and practice of psychiatric Nursing,
Edition 8.Missouri : Mosby. Years Book
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Videbeck, (2008) kepda penderita halusinasi yaitu:
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya
pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila
akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
12
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri
untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas.
7. Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
(Videbeck, 2008).
H. Pengkajian Fokus
1) Pengkajian Primer
Isi pengkajian primer meliputi :
a) Identitas klien
Nama, umur, tanggal masuk, tanggal pengkajian, informan, No. RM.
b) Keluhan utama/alasan masuk
Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah dilakukan untuk
mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.
13
c) Faktor predisposisi
1. Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu.
2. Pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik,
seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal,
baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, apakah ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak
menyenangkan.
d) Aspek fisik / biologis
Ukur tanda vital, TB, BB. Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang
dirasakan.
e) Aspek psikososial
1. Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu
dan keluarga.
2. Konsep diri
a) Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum
dirawat, kepuasan terhadap status dan sebagai laki-laki atau
perempuan.
c) Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok,
masyarakat dan kemampuan klien melaksanakannya.
d) Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien, posisi, status, tugas/peran.
e) Harga diri
14
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien
dengan orang lain sesuai dengan kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan
klien.
3. Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dalam kehidupan klien, kegiatan di
masyarakat.
4. Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien.
5. Status mental
a. Penampilan: penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
b. Pembicaraan: cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
c. Aktivitas motorik: nampak adanya kegelisahan, kelesuan,
ketegangan, gelisah, agitasi, tremor, TIK, grimasum, kompulsif
d. Alam perasaan:sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
e. Afek: datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
f. Interaksi selama wawancara: bermusuhan, kooperatif / tidak,
mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.
g. Persepsi : Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak
mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan tetapi
kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah
untuk melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore,
malam hari atau pada saat klien sedang sendiri.
h. Proses pikir: sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight
of ideas, bloking, perseverasi.
i. Isi pikir: obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham,
pikiran magis, ide yang terkait.
15
j. Tingkat kesadaran: orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung,
sedasi, stupor.
k. Memori: apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang, jangka pendek, saat ini, ataupun konfabulasi.
l. Kemampuan penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana.
apakah klien membuat keputusan atau harus dibantu.
m. Daya tilik diri: apakah klien menerima atau mengingkari
penyakitnya, menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
n. Kebutuhan persiapan pulang
6. Mekanisme koping
Tanyakan tentang koping klien dalam mengatasi masalah baik yang
adaptif maupun yang maladaptif.
7. Masalah psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan
kesehatan.
8. Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang penyakit jiwa, faktor
presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik, obat-obatan.
9. Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.
2) Pengkajian Sekunder
a) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Keluhan fisik yang dirasakan pasien
b) Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. Pemberian obat-obatan seperti halkoperidol, cpz, diazepam,
amitriptylin, dan lain-lain
16
3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan
mengunakan arus listrik antara 70-150 volt
4. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
a. Psikoanalisa psikoterapi
Tujuan psikoterapi
- Menurukan rasa takut klien
- Mengembalikan proses pikiran yang luhur
b. Psikoterapi Re-edukatif memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan
juga mengubah pola pendidikan yang lama dengan yang baru
sehingga penderita lebih adaftif dengan dunia luar.
c. Psikoterapi rekonstruktif memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian
yang utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognetif : memulihkan kembali fungsi kognitif ( daya
pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan yang
buruk, yang boleh dan tidak.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik : menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit
dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
f. Psikoterapi Perilaku : memulihkan ganguan perilaku yang
terganggu (maladaptife) menjadi perilaku yang adaptif (mampu
menyesuaikan diri).
g. Psikoterapi keluarga ; memulihkan hubungan penderita dengan
keluarganya.
h. Terapi psikososial : dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
17
i. Terapi Psikoreligius : dimaksudkan agar keyakinan atau keimanan
penderita dapat di pulihkan kembali.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi)
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu
dilakukan, dialami, disaksikan oleh klien, pengalaman yang tidak
menyenangkan yang pernah dialami.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang
lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak, apakah
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
I. Pohon Masalah
Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)
18
Resiko tinggi perilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial : Menarik diri
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa
keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik
aktual maupun potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama
perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai
berikut :
1. Resiko perilaku kekerasan.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3. Isolasi sosial : Menarik diri
K. Fokus Intervensi dan Rasional
Diagnoasa 1:
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain : halusinasi
Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara
verbal.
b. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi,
cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien
untuk digunakan
c. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.
Intervensi :
a. Bina Hubungan saling percaya
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu
disesuaikan dengan kondisi klien).
e. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
19
f. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah
laku halusinasi.
g. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
h. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami
halusinasi.
i. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami
halusinasi.
j. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
k. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan
halusinasi yang sesuai dengan klien.
l. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
m. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi.
n. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi.
o. Bantu klien menggunakan obat secara benar.
Diagnosa 2:
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
b. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau
duduk bersama.
c. dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
d. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
e. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara
bertahap dengan keluarga
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Buat kontrak dengan klien.
c. Lakukan perkenalan.
20
- Panggil nama kesukaan.
- Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.
d. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya,
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien
tidak mau bergaul/menarik diri.
e. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang
mungkin jadi penyebab.
f. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
g. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.
h. Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-
tahap yang ditentukan.
i. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.
j. Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan.
k. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.
l. Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.
m. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.
n. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan
keluarga.
o. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan
car a keluarga menghadapi.
p. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.
q. Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal
sekali seminggu.
Diagnosa 3.:
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan :
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
21
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
b. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
c. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri
d. Pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya
e. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencanan
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari
segi fisik.
b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah
dan di rumah sakit.
d. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien
e. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
f. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
g. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien
terhadap stressor.
h. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran
dan perilakunya.
i. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak
realistic.
j. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
k. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.
l. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
m. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.
n. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah
dirinya bukan orang lain
o. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan
perawat).
22
p. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.
q. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.
r. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai
potensi yang ada pada dirinya.
BAB III
23
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah menyusun makalah halusinasi penulis dapat menyimpulkan bahwa
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta
tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca
indra.
Factor predisposisi penyebab halusinasi seperti factor perkembangan,
sosialcultural, biokimia, psikologis, genetic dan pola asuh. Sedangkan
factor prepitasi dilihat dari perilaku dari segi dimensi fisik, emosional,
intelektual, social dan spiritual.
Tipe halusinasi ada beberapa macam yaitu halusinasi dengar, halusinasi
penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi perabaan, halusinasi
pengecapan dan halusinasi kinestik. Sedangkan tahap terjadinya halusinasi
terdiri dari empat fase.
Tindakan dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah
membina hubungan saling percaya, mengkaji data objektif dan subjektif,
mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi dan mengkaji
respons terhadap halusinasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien halusinasi seperti
membantu klien mengenali halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melatih
beraktivitas, melatih menggunakan obat secara teratur dan melibatkan
keluarga dalam tindakan.
B. Saran
Penulisan makalah ini telah dapat kami selesaikan tanpa ada halangan
suatu apapun. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah dan menambah
pengetahuan kami. Sebagai perawat harus siap dan sigap untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit
jantung rematik. Pemberian edukasi pada pasien dengan penyakit jantung
24
rematik harus dilakukan oleh perawat untuk mengurangi resiko terjadinya
penyakit infeksi saluran pernapasan atas.
Daftar Pustaka
25
Brooker, C. (2005). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Fountaine, C. &. (1987). Essentials Mental Health Nursing. Addison-wesley: Company.
Joewana, S. (2005). Gangguan mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2. Jakarta: EGC.
Joewana, S. (2005). Gangguan mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, B. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W. f. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9. Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga. Jakarta: CV Agung Seto.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.
Townsend, M. C. (2006). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana perawatan Edisi 5. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keerawatan Jiwa. (E. K. Pamilih, Penyunt., K. Renata, & H. Alfrina, Penerj.). Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2009). Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika.
26