24
TUGAS FARMAKOTERAPI HIV/AIDS Oleh: ASRUL SANI F1F212001 Program Studi S-1 Farmasi

Makalah FIX HIV AIDS Individu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah FIX HIV AIDS Individu

TUGAS FARMAKOTERAPI

HIV/AIDS

Oleh:

ASRUL SANI

F1F212001

Program Studi S-1 Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Haluoleo

Page 2: Makalah FIX HIV AIDS Individu

2013

I. DEFINISI HIV/AIDS

Penyakit HIV/AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang

disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus

HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah,

cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut

merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan

mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh

sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

Menurut Center for Disease Control and

Prevention(CDC) seseorang yang terinfeksi HIV (Human

Immunodeficiency Viruses) memilikiantibodipositifterhadap

HIV (positif HIV test), yaitu CD4sebesar 200(sel/mm3) atau

lebihsedangkan orang yang terinfeksi HIV dengan

AIDSmemiliki kurang dari 200 sel/mm3CD4.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) pertama kali ditemukan pada

tahun 1981 yang dipelajari melalui studi cohort pada pelaku homoseksual

yang mengalami penurunan imunitas. Virus HIV merupakan penyebab utama

terjadinya AIDS (acquired immune deficiency syndrome). Virus HIV terdiri

dari 2 species yaitu HIV-1 dan HIV-2, genus Lentivirus dan Familia

Retroviridae. HIV-1 terdiri dari 3 kelompok yaitu : M (Major), O (Outlier)

dan N (New). (Dipiro, 2007).

Virus ini pada mulanya dikenal dengan nama Human T limfotropik

virus tipe III (HTLV- III), virus yang berkaitan berkaitan dengan dengan

limfadenopati limfadenopati (LAV) dan virus yang berkaitan dengan penyakit

AIDS (ARV). Saat ini dikenal dengan nama HIV (human Immunodeficiency

Virus). Virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel system imun termasuk sel T

CD4, magrofag, dan sel dendritik.

Page 3: Makalah FIX HIV AIDS Individu

II. EPIDEMIOLOGI

Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb

dari Amerika pada tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara

yang melaporkan kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat.

Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi,

menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan

anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 juta

orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV.

Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.

Dewasa ini, potensikombinasiobat antiretroviral(highly

active antiretroviral therapy  [HAART])telah

mengubahperkembangan penyakit HIVdan secara

signifikanmeningkatkankualitas hidupbagi banyak pasienyang

terinfeksi HIV.Sehingga, dilaporkan terjadinya

penurunan jumlah infeksi oportunistik dankematianpenderita

AIDS.Meskipun terjadi penurunan dramatis, infeksi HIV tetap

menjadi penyebab utama kematian dibanyak wilayah di

dunia.Baru-baru ini, regimen antiretroviral kuat dan teknik

monitoring sangat terbatas dalam segi ekonomi dan

politik. Pasien yang berada di negara dengan ekonomi maju

mudah mendapatkan obat (Amerika Utara, Eropa Barat,

Australia, dan Selandia Baru), sedangkan pasien yang berada

di negara-negara yang kekurangan sumber daya (Afrika,

selatan dan tenggara Asia, Pasifik, Amerika Latin , dan

Karibia) sulit mendapatkan obat. Hal ini sangat

mengkhawatirkan mengingat sebagian besar pasien yang

terinfeksi di seluruh dunia berada di negara berkembang.

Pada Desember 2006, di seluruh dunia terdapat

penderita HIV sebanyak 39,5 juta yaitu 37,2 juta orang

dewasa (17,7 juta perempuan) dan 2,3 juta anak<15

Page 4: Makalah FIX HIV AIDS Individu

tahun. Pada tahun 2006, 4,2 juta orang terinfeksi HIV baru

dan 2,9 juta orang meninggal karena AIDS. Dua pertiga (63%)

dari semua orang dewasa dan anak yang terinfeksi HIV hidup

di sub-Sahara Afrika, dan hampir tiga perempat (72%)

kematian orang dewasa dan anak yang disebabkan oleh

AIDS. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang

hidup dengan HIV telah meningkat di setiap wilayah di dunia,

tetapi kenaikan paling mencolok terjadi di timur Asia, Eropa

Timur, dan Asia tengah dengan jumlah penderita HIV

meningkat sebesar 21% dari tahun 2004-2006. Stategi

intervensi untuk mendidik dan melindungi anak-anak muda

hanya efektif dan berkelanjutan di Zimbabwe, di mana

prevalensi HIV menurun. Meskipun strategi pengobatan sulit

untuk diterapkan di negara berkembang karena keterbatasan

sosial, politik, keuangan, dan sumber daya, tetapi penyediaan

ART diperluas di negara berpenghasilan rendah dan

menengah sejak tahun 2002.

Di Amerika Serikat, ketersediaan terapi antiretroviral

telah mengakibatkan penurunan 80% angka kematian AIDS

antara tahun 1990 dan 2003. Pada tahun lalu, sekitar 30.000

orang meninggal karena AIDS, sedangkan diperkirakan 1,2

juta orang terinfeksi HIV. Sebagian besar orang (25%) tidak

menyadari bahwa mereka terinfeksi HIVdan sekitar 65.000

tertular infeksi HIV pada tahun lalu. Ras dan etnis minoritas

terus terpengaruh oleh HIV, antara tahun 2001 dan 2004,

50% AIDS di diagnosis dari kalangan kulit hitam (yang hanya

merupakan 12% dari populasi Amerika Serikat) dan 20% AIDS

didiagnosis dari kalangan Hispanik (yang merupakan 14%dari

populasi AS). Dibandingkan dengan orang kulit putih, tingkat

HIV baru atau diagnosa AIDS adalah 7 kali lebih tinggi pada

Page 5: Makalah FIX HIV AIDS Individu

laki-laki kulit hitam dan 21 kali lebih tinggi pada wanita kulit

hitam.

Penularan HIV melalui hubungan seksual tetap

merupakan penyebab utama infeksi, dengan seks yang tidak

aman antara pria terhitung sekitar 44% kasus, dan pada

hubungan heteroseksual terdapat sekitar 34% kasus. Proporsi

perempuan yang baru didiagnosa HIV telah meningkat secara

dramatis (dari 15% pada tahun 1995 menjadi 27% pada

tahun 2004). Selain itu, pasien berumur > 50 tahun

merupakan kelompok yang berkembang pesat terhadap efek

terapi antiretroviral yang efektif memperpanjang hidup.

III. ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa

nama yaitu HTL II, LAV, RAV yang nama ilmiahnya disebut

Human Immunodeviciency Virus (HIV) yang berupa agent

viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh

darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

Virus HIV termasuk dalam famili lentivirus dimana

retrovirus ini mempunyai kemampuan menggunakan RNA-

nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan

dikenali selama periode inkubasi yang panjang. HIV

menyebabkan beberapa kerusakan sistem immun dan

menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan

menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi

diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+

dan limfosit.

IV. PATOFISIOLOGI

Page 6: Makalah FIX HIV AIDS Individu

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali

bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh, dan bereaksi

terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau rusak oleh

virus seperti HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi

oportunistik. Sistem imun terdiri atas organ dan jaringan

limfoid, termasuk didalamnya sum-sum tulang, thymus,

nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah dan

pembuluh limfa. Seluruh komponen dari sistem imun tersebut

adalah penting dalam produksi dan perkembangan limfosit

atau sel darah putih. Limfosit B dan T di produksi oleh sel

utama sum-sum tulang. Sel B tetap berada di sum-sum

tulang untuk melengkapi proses maturasi sedangkan limfosit

T berjalan ke kelenjar thymus untuk melengkapi proses

maturasi. Di kelenjar thymus inilah limfosit T bersifat

imunokompeten, multipel, dan mampu berdiferensiasi.

Limfosit T atau sel T mempunyai fungsi utama sebagai

regulasi sistem imun dan membunuh sel yang menghasilkan

antigen target khusus. Masing-masing sel sel T mempunyai

marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+ yang

membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang

membantu mengaktivasi sel B, killer sel, dan makrofag saat

terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel

yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.

HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein

perifer CD4+ dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu

antigen gp 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam

respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan

meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4

yang juga dapat dipengaruhi oleh respon imun sel killer.

Page 7: Makalah FIX HIV AIDS Individu

HIV menyerang CD4+ secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai

efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara

tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul

gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang

kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan

antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+

dan co-reseptor bagian sampul tersebut melakukan fusi

dengan membran sel dan bagian intinya masuk kedalam sel

membran. Pada bagian inti terdapat enzin reverse

transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan

ribonuklease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA

polimerase menyusun copy DNA dari RNA tersebut. Enzim

ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase

kemudian membentuk copy DNA kedua dari DNA yang

pertama yang tersusun sebagai cetakan.

Setelah terbentuk, kode genetik DNA berupa untai

ganda akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim

integrase, DNA copy dari dari virus disisipkan dalam DNA

pasien.HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+

kemudian bereplikasi, menyebabkan sel limfosit CD4+

mengalami sitolisis.

Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun

seluler mulai melemah secara progresif, diikuti berkurangnya

fungsi sel B dan makrofag serta menurunnya fungsi sel T

penolong. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap tidak

memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-

tahun. Selama itu pula jumlah sel T4 dapat berkurang dari

Page 8: Makalah FIX HIV AIDS Individu

sekitar 1000 sel/ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar 200

– 300 sel/ml darah setelah 2 – 3 tahun terinfeksi.

Sewaktu sel T mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi

(herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, jumlah sel T4

kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru dan akan

menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi

yang parah. Seseorang didiagnosis mengidap AIDS apabila

jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel/ml darah atau apabila

terjadi infeksi oportunistik, kanker atau dimensia AIDS.

V. Pemeriksaan dan Diagnosis

Metode deteksi yang umum digunakan, yaitu :

a. Metode ELISA (Enzyme Linked Imunosorbent Assay).

Pada pemeriksaan ELISA, apabila serum pasien mengandung

antibody terhadap antigen dalam tabung, maka antibody tersebut akan

berikatan dengan antigen dalam tabung. Setelah diinkubasi selama

beberapa waktu, tabung dicuci untuk menyingkirkan komponen lain

dalam serum dan kelebihan antibody yang tidak berikatan dengan antigen

dalam tabung. Selanjutnya diteteskan secondary antibody, yaitu antibody

terhadap antibody manusia. Secondary antibody akan berikatan dengan

antibody pasien dalam tabung. Pada secondary antibody terdapat enzim

yang mengkatalisis reaksi kimia substrat dan menimbulkan perubahan

warna yang dapat dilihat dengan mata (gambar 1) (Yoveline dkk., 2008)

Page 9: Makalah FIX HIV AIDS Individu

Gambar 1. Prinsip kerja metode ELISA

Penilaian serum pasien yang diperiksa dengan metode ELISA

adalah positif, negative, atau indeterminate. Apabila hasil tes ELISA

positif maka dilakukan pengulangan. Hasil positif ELISA diulang

sebanyak 2 kali, dan jika salah satu atau kedua tes ini reaktif, maka

dilakukan tes konfirmasi dengan metode western blood untuk diagnosis

akhir (Dipiro et al., 2008).

Page 10: Makalah FIX HIV AIDS Individu

Gambar 2.Alur Pemeriksaan HIV dengan Metode ELISA

Metode ini mendeteksi antibody HIV-1 dengan sensitifitas dan

spesivitas yang tinggi (>99%), tetapi dapat terjadi hasil positif palsu atau

negative palsu (Dipiro et al., 2008). Positif palsu adalah kesalahan tes

yang menunjukkan bahwa terdapat HIV pada pasien yang tidak

terinfeksi, sedangkan negative palsu adalah kesalahan tes yang

menunjukkan bahwa tidak terdapat HIV pada pasien yang terinfeksi.

Positif palsu dapat terjadi pada perempuan yang telah melahirkan

beberapa kali, orang yang baru mendapatkan vaksin hepatitis B, HIV,

influenza, atau rabies, penerima tranfusi darah berulang, dan penderita

gagal ginjal atau hati, atau sedang menjalani hemodialisa kronik. Hasil

negatif palsu dapat terjadi bila pasien baru terinfeksi, dan tes dilakukan

sebelum pembentukan antibody yang adekuat (Wells et al., 2009). Oleh

karena itu, membutuhkan waktu minimum untuk mengembangkan

antibodi sekitar 3 sampai 4 minggu dari awal paparan, dengan lebih dari

95% individu mengembangkan antibodi setelah 6 bulan (Dipiro et al.,

2008).

2. Metode Western blood

Metode western blood digunakan sebagai tes konfirmasi adanya

infeksi HIV. Apabila dikombinasi, sensitivitas pemeriksaan HIV dengan

ELISA dan Western Blood >99,99%. Apabila ELISA dan tes konfirmasi

menunjukkan hasil positif maka pasien diindikasikan terinfeksi HIV. Jika

hasil tes konfirmasi menunjukkan hasil indeterminate, maka dapat

dilakukan pengujian ulang 30 hari kemudian atau dilakukan tes viral load

jika pasien berisiko tinggi atau terdapat gejala klinis yang mendukung

infeksi HIV (Dipiro et al., 2008).

Kriteria hasil positif pada pemeriksaan Western Blood bermacam-

macam. Di Indonesia, digunakan criteria Centers for Disease Control

and Prevention (CDC), yaitu hasil pemeriksaan dinyatakan positif

apabila terdapat dua diantara tiga protein HIV, yaitu p24, g41, dan

gp120/160. Hasil pemeriksaan dinyatakan negative apabila tidak

Page 11: Makalah FIX HIV AIDS Individu

ditemukan pita protein. Hasil lain diluar dua ketentuan tersebut

dinyatakan sebagai indeterminate (Yoveline dkk, 2008).

Setelah didiagnosis, penyakit HIV dipantau terutama oleh dengan

dua cara yaitu, jumlah viral load dan Cluster of Differentiation 4 (CD4)

(Dipiro et al., 2008). Viral Load HIV adalah jumlah partikel virus HIV

yang ditemukan dalam setiap mililiter darah. Semakin banyak jumlah

partikel virus HIV di dalam darah, semakin cepat sel-sel CD4

dihancurkan dan semakin cepat pasien menuju ke arah AIDS. Salah satu

cara pengukuran jumlah viral load dengan menggunakan metode Reverse

Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Hasil pemeriksaan

dilaporkan sebagai copies/ml atau dalam perhitungan matematik

logaritma atau ‘log’. Sebagai contoh, jika pasien dengan jumlah awal

viral load 100.000 kopi/mL (105 kopi/mL) dan kemudian memiliki viral

load 10.000 kopi/mL (104 kopi/mL), maka penurunan viral load adalah 1

log10 (Dipiro et al., 2008). Viral load menunjukkan tingginya replikasi

HIV dan kecepatan penghancuran CD4. Jumlah limfosit CD4 dalam

darah dapat dijadikan penanda perkembangan penyakit. Jumlah CD4

dewasa normal berkisar 500-1600 sel /mikroliter, atau 40% sampai 70%

dari semua limfosit. Penurunan sel CD4 telah dikaitkan dengan

perkembangan infeksi oportunistik dan keganasan AIDS lainnya.

Sumber :

Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk

Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), Jakarta.

Helms, R.A., Quan, D.J., Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2006,

Textbook of Therapeutic Drug and Disease Management, 8th

Ed., W & W Publs., Philadelphia.

Koda-Kimble, 2009, Applied Therapeutics : The Clinical Use Of

Drugs, 9th Ed., New York : Mc. Graw Hill.

Page 12: Makalah FIX HIV AIDS Individu

VI. TATALAKSANA TERAPI

Secara konseptual, ada tiga metode utama dari

intervensi terapeutik terhadap HIV: penghambatan replikasi

virus, vaksinasi untuk menstimulasi respon imun yang lebih

efektif, dan pemulihan sistem kekebalan tubuh dengan

imunomodulator.

a. Tujuan terapi :

Menekan proses repiklasi virus HIV semaksimal mungkin.

b. Terapi Farmakologi :

Menghambat replikasi virus dengan kombinasi obat ART

telah menjadi strategi yang paling sukses hingga saat ini

karena virus HIV mudah resisten. Terdapat tiga kelompok

utama obat yang digunakan yaitu Entry inhibitor, inhibitor

reverse transcriptase, dan protease inhibitor

1) Entry inhibitor (menghambat perlekatan virus ke sel

CD4)

RT inhibitor (RTI’s) menghambat enzim RT sehingga tidak

terjadi proses transkripsi. Ihibitor reverse transcriptase terdiri dari

dua jenis yaitu nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors

(NRTI’s) dan golongan (nonnucleoside reverse transcriptase

inhibitors (NNRTI’s)

2) Protease inhibitor

Menghambat proses pemotongan protein rantai panjang

sehingga tidak menjadi protein yang sesuai dengan

kebutuhan virus.

Regimen kombinasi ARV

Strategi yang paling efektif untuk menekan replikasi HIV

adalah dengan pemberian ARV secara kombinasi. Setiap

regimen harus diberikan dengan dosis dan waktu

pemberian yang optimal.

Regimen kombinasi ARV :

Page 13: Makalah FIX HIV AIDS Individu

1) NNRTI ( Non Nucleosid Reverse Transkriptase

Inhibitor ) + 2 NRTI

- Efavirenz + Lamivudine + Zidovudine

- Efavirenz + Emtricitabine + Zidovudine

- Efavirenz + Lamivudine / Emtricitabine + Didanosine

- Nepiravine + lamivudine / Emtricitabine +

Zidovudine

2) PI ( Protease Inhibitor) sebagai basis regimen + 2 NRTI

- Lapinovir/ Ritonavir + Lamivudine + Zidovudine

- Amprenavir / Ritonavir + Lamivudine / Emtricitabine

+ Zidovudine

3) Triple NRTI ( Nucleosid Reverse Transkriptase

Inhibitor )

- Abacavir + Lamivudine + Zidovudine

- Abacavir + Lamivudine + Stavudine

c. Treatment in pregnancy

Pilih ARV yang aman untuk janin dan tidak teratogen yaitu

Zidovudine monoterapi

Regimen zidovudine :

- Antepartum Zidovudine ( 100 mg 5x sehari)

Sebelum persalinan, untuk mencegah terjadinya transmisi

Diberikan setelah 14minggu usia kehamilan, (untuk

meminimalkan resiko terhadap janin)

- Continous infusion during labor ( selama proses

persalinan caesar, tidak boleh normal ) yaitu dengan : infuse 2mg/kg

i.v selama 1jam, dilanjutkan 1mg/kg/jam.

Perhatian khusus pada terapi ARV

1) ADR (potensi ESO yang paling kuat : diare, anemia,

nausea, vomiting)

2) Drug Interaction

Page 14: Makalah FIX HIV AIDS Individu

- Amprenavir , Efavirenz, Nevirapine merupakan

inducer drug metabolism. Berpotensi menurunkan

kadar obat lain bila digunakan bersamaan obat lain

yang dimetabolisme enzyme CYP450.

- Delavir, PI’s juga merupakan inhibitor drug

metabolism.

d. Terapi lain / Adjuvant :

- Obat obat immunostimulan

- Makanan bergizi

Terapi ARV bersifat long life. Terapi ini dapat menekan

virus, tetapi tidak dapat memastikan virus sudah tidak ada

dalam tubuh pasien sampai benar benar dipastikan dalam

darah sudah tidak ada lagi virus.

VII. MONITORING DAN EVALUASI HASIL TERAPI

1. Monitoring terapi

Untuk mendapatkan keberhasilan terapi antiretroviral harus diikuti

dengan kegiatan monitoring terapi. Monitoring terapi dilakukan secara

periodik setelah mulai pemberian terapi antiretroviral.

2. Monitoring kepatuhan

Monitoring kepatuhan dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana

pasien patuh menjalani terapi. Monitoring kepatuhan terapi dapat

dilakukan dengan :

a) Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pasien mengambil

obat kembali.

b) Melakukan wawancara kepada pasien atau keluarganya, berapa kali

dalam sebulan pasien tidak minum obat. Sebagai contoh jika

diperlukan tingkat kepatuhan sebesar 95 % dan pasien harus minum

obat rata-rata sebanyak 60 kali dalam sebulan maka pasien diharapkan

tidak lebih dari 3 kali lupa minum obat.

c) Membuat kartu monitoring penggunaan obat.

Page 15: Makalah FIX HIV AIDS Individu

d) Memberi perhatian kepada kelompok wanita hamil yang harus

menjalani terapi antiretroviral karena pada umumnya tingkat

kepatuhan rendah. Hal ini disebabkan karena adanya sensasi mual &

muntah pada saat kehamilan dan menjadi lebih berat karena efek

samping obat pada umumnya dapat menimbulkan mual dan muntah.

e) Golongan lain yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan

kepatuhan dalam pengobatan antiretroviral adalah penderita infeksi

HIV/ AIDS pada anakanak. Usaha untuk meningkatkan kepatuhan

pada penderita anak adalah dengan cara sebagai berikut :

o Menyediakan obat yang siap diminum dalam serbuk dosis terbagi

untuk satu kali pemakaian.

o Memodifikasi bentuk sediaan sehingga lebih enak diminum.

o Memberikan edukasi kepada orang tua untuk selalu teratur

memberikan obat kepada anaknya.

3. Monitoring keberhasilan terapi

Monitoring ini dilakukan untuk melihat apakah rejimen obat

antiretroviral yang diberikan memberikan respon pada penekanan jumlah

virus dan dapat menaikkan fungsi kekebalan tubuh. Jika rejimen yang

dipilih tidak memberikan respon pada penekanan jumlah virus perlu

dipertimbangkan untuk mengganti dengan rejimen yang lain.

4. Monitoring efek samping obat

Monitoring efek samping obat dilakukan untuk memantau apakah

timbul efek samping pada penggunaan obat antiretroviral, baik efek

samping yang bersifat simtomatik maupun gejala toksisitas yang mungkin

terjadi. Efek samping yang terjadi perlu diatasi dengan pemberian obat-

obatan atau penghentian/ penggantian terapi jika timbul toksisitas yang

membahayakan. Pelaporan efek samping obat yang tidak diduga

menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat ( MESO ).

Dokumen kejadian efek samping obat perlu direkap dan diinformasikan

secara periodik kepada anggota tim yang lain sebagai bahan pertimbangan

dalam memberikan terapi. Monitoring dapat dilakukan dengan

Page 16: Makalah FIX HIV AIDS Individu

menjadwalkan kunjungan ke klinik secara periodik untuk menghindari

efek samping yang dapat membahayakan. Keberhasilan terapi dapat

ditingkatkan dengan cara-cara berikut :

a. Pemberian informasi dan edukasi yang jelas kepada pasien sebelum

memulai terapi

b. Meyakinkan pasien bahwa pengobatan dengan antiretroviral dapat

memberikan manfaat.

c. Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan

rendahnya kepatuhan pasien dalam pengobatan. Beberapa faktor yang

sering menyebabkan pasien tidak teratur minum obat adalah :

Jumlah obat yang banyak

Kejenuhan pasien karena harus terus menerus minum obat

Menurunnya daya ingat pasien (pelupa)

Depresi

Ketidakmampuan pasien mengenali terapi

Rendahnya edukasi kepada pasien

Efek samping obat

d. Mempermudah pasien mendapatkan akses untuk memperoleh

informasi obat.

e. Penemuan baru di bidang teknologi farmasi untuk memudahkan

pasien minum obat ( menyederhanakan penggunaan obat )

f. Menyediakan sarana untuk memudahkan minum obat, seperti pil

dispenser

5. Evaluasi Terapi

Evaluasi terhadap keberhasilan terapi ARV yang dilakukan adalah

melakukan dua uji laboratorium yaitu mengetahui jumlah RNA HIV

dalam pelasma darah dan perhitungan jumlah sel CD4. Setelah terapi

dimulai biasanya pasien dimonitoring setiap 3 bulan, meskipun

pengamatan pada minggu ke-2 sampai ke-8 dilakukan untuk

mendokumentasikan awal respon. Dua indikasi untuk perubahan terapi

Page 17: Makalah FIX HIV AIDS Individu

adalah adanya toksisitas yang signifikan dan kegagalan terapi. Jika agen

tunggal yang menyebabkan terjadinya efek samping maka diubah menjadi

regimen. Perhatian harus dilakukan ketika obat dengan regimen memiliki

toksisitas yang berlapis, yang membuat perubahan agen tunggal

bermasalah. Toksisitas yang serius dan mengancam jiwa membuat

penghentian penggunaan regimen seluruhnya sebelum dilakukan terapi

selanjutnya.

Jika terjadi kegagalan terapi yang harus dilakukan untuk penggantian

terapi adalah sebagai berikut :

a. Penurunan RNA HIV dalam 1-4 minggu setelah pemberian terapi

kurang dari 1 log 10, kurang dari 400 copies/ml dalam 24 minggu

atau RNA HIV kurang dari 50 copies/ml dalam 48 minggu.

b. Setelah penekanan RNA HIV dilakukan, RNA HIV terdeteksi

kembali.

c. Terjadinya perkembangan penyakit baru.

PUSTAKA

Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), Jakarta.

Page 18: Makalah FIX HIV AIDS Individu

Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach, Seven Edition, Mc. Graw Hill Medical Publishing, New York.

Helms, R.A., Quan, D.J., Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2006, Textbook of Therapeutic Drug and Disease Management, 8th Ed., W & W Publs., Philadelphia.

Koda-Kimble, 2009, Applied Therapeutics : The Clinical Use Of Drugs, 9th Ed., New York : Mc. Graw Hill.

Wells, B. G., Joseph T.D., Terry L.S., Cecily V.D, 2009. Pharmacotherapy Handbook Seven Editiom. Mc. Graw-Hill Medical Publishing, New York.

Yoveline A, Retno W., Yuli K., Saleha S, 2008. Peran Rapid Oral HIV-Test dalam Diagnosa HIV. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 58:12.