43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan/pedoman. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran, Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (rasio), bisa juga dengan perasaan (intuisi). Sebagai aturan/pedoman, Islam tata aturan yang mengikat bagi pemeluknya. Aturan tersebut dijadikan sebagai pedoman/pijakan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Aturan/hukum-hukum yang tertuang didalam syari’at Islam berorientasi untuk memelihara kemaslahatan para mukallaf, menolak kemafsadatan (kerusakan), dan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka. 1 Sebagai sebuah agama, Islam yang diwahyukan ilahi sebagai agama samawi kepada nabi-Nya terus menampilkan eksistensinya sampai saat ini dan sampai suatu saat nanti. Islam tidak hanya sebagai satu sistem agama, melainkan juga sistem 1 Dr. Yusuf Qardhawi, Membumikan Syari’at Islam, Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 56. 1

Makalah Dimensi Pemikiran Islam - Revisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dimensi Pemikiran Islam

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangIslam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan/pedoman. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran, Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (rasio), bisa juga dengan perasaan (intuisi).Sebagai aturan/pedoman, Islam tata aturan yang mengikat bagi pemeluknya. Aturan tersebut dijadikan sebagai pedoman/pijakan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Aturan/hukum-hukum yang tertuang didalam syariat Islam berorientasi untuk memelihara kemaslahatan para mukallaf, menolak kemafsadatan (kerusakan), dan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka.

Sebagai sebuah agama, Islam yang diwahyukan ilahi sebagai agamasamawi kepada nabi-Nya terus menampilkan eksistensinya sampai saat ini dan sampai suatu saat nanti. Islam tidak hanya sebagai satu sistem agama, melainkan juga sistem budaya.Sistem social, budaya dan politik menjadi sesuatu yang inhern dalam Islam. Hal ini menunjukkan bahwa universalitas Islam sangat memungkinkan untuk dikaji dan di teliti dari segala aspeknya. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, pembahasan makalah ini difokuskan pada :

1. Apa yang dimaksud dimensi Islam, Iman dan Ihsan ?

2. Bagaimana sejarah munculnya aliran pemikiran Islam ?

C. TujuanBerdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui dimensi Islam, Iman dan Ihsan

2. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran pemikiran Islam

BAB II

PEMBAHASANDimensi pemikiran Islam yaitu aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan pada pandangan/ kepercayaan dari kelompok/seseorang terhadap Islam. Sedangkan pengertian aliran pemikiran Islam yaitu suatu kepercayaan atau pandangan yang dianut oleh seseorang/kelompok yang bercorak Islam.A. Dimensi Islam, Iman dan IhsanDi dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi SAW membedakan Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits berikut Bukhori dan Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah,

Pada suatu hari kami (Umar r.a. dan para sahabat r.a.) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam. Lalu Rasulullah Saw menjawab,

Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya

Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang iman. Rasulullah saw. menjawab:

Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk.

Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw. menjawab:

Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.Hadits di atas memberikan ide kepada umat Islam tentang rukun Islam yang lima, rukun iman yang enam, dan penghayatan terhadap Tuhan yang Maha Hadir dalam hidup. Sebenarnya, hal itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa Islam. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, iman dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan) : orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan. Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al-Fathir (35) ayat 32: (((( Artinya : Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar. [Q.S. al-Fathir (35) : 32]Di dalam al-Quran dan terjemahnya dijelaskan sebagai berikut: pertama, orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri (fa minhum zhalim li nafsih) adalah orang yang lebih banyak kesalahannya dari pada kebaikannya; kedua,orang-orang pertengahan (muqtashid) adalah orang-orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; danketiga, orang-orang yang lebih dulu berbuat kebaikan (sabiq bi al-khairat) adalah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan. Imam al-Syahrastani menjelaskan bahwa Islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh karena itu, baik mukmin maupun munafik adalah Muslim. Sedangkan iman adalah pembenaran terhadap Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara iman dan Islam adalah kesempurnaan (al-kamal). Atas dasar penjelasan itu, ai-Syahrastani juga menunjukkan bahwa Islam adalah pemula; iman adalah menengah; dan ihsan adalah kesempurnaan. Meskipun tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar, umat Islam telah memakai suatu kerangka pemikiran tentang trilogi ajaran Ilahi di atas ke dalam tiga bidang pemikiran Islam:pertama, iman dan berbagai hal yang berhubungan dengannya diletakkan dalam satu bidang pemikiran, yaitu teologi (ilmu kalam);kedua, persoalan Islam dijelaskan dalam bidang syariat (fikih); danketiga, ihsan dipandang sebagai akar tumbuhnya tasawuf. B. Munculnya Aliran Pemikiran IslamPerbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan dibidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi. Pada masa Nabi Muhammad berada di Madinah dengan status sebagai kepala agama sekaligus kepala pemerintahan, umat Islam bersatu di bawah satu kekuasaan politik. Setelah beliau wafat maka muncullah perselisihan pertama dalam Islam yaitu masalah kepemimpinan. Abu Bakar kemudian terpilih sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad diikuti oleh Umar pada periode berikutnya. Pada masa pemerintahan Utsman pertikaian sesama umat Islam terjadi, termasuk peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan, khalifah ketiga.

Pembunuhan Utsman berakibat perseteruan antara Muawiyah dan Ali, dimana yang pertama menuduh yang kedua sebagai otak pembunuhan Usman. Ali diangkat menjadi khalifah keempat oleh masyarakat Islam di Madinah. Pertikaian keduanya juga memperebutkan posisi kepemimpinan umat Islam setelah Muawiyah menolak diturunkan dari jabatannya sebagai gubernur Syria. Konflik Ali-Muawiyah adalah starting point dari konflik politik besar yang membagi-bagi umat ke dalam kelompok-kelompok aliran pemikiran. Sikap Ali yang menerima tawaran arbitrase (tahkim/perundingan) dari Muawiyah dalam perang Siffin tidak disetujui oleh sebagian pengikutnya yang pada akhirnya menarik dukungannya dan berbalik memusuhi Ali. Kelompok ini kemudian disebut dengan Khawarij (orang-orang yang keluar). Dengan semboyan La Hukma Illa lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah) mereka menganggap keputusan tidak bisa diperoleh melalui arbitrase melainkan dari Allah. Mereka mengecap orang-orang yang terlibat arbitrase sebagai kafir karena telah melakukan dosa besar sehingga layak dibunuh.1. Aliran-aliran Kalam (Teologi)a. Definisi ilmu kalam

Ilmu Kalam adalah salah satu bentuk ilmu keislaman. Kajian dalam ilmu kalam terfokus pasa aspek ketuhanan (devesivasinya) atau bentuk karena itu disebut teologi dialetika, dan rasional. Secara harfiah kata kalam artinya pembicaraan tetapi bukan dalam arti pembicaraan sehari-hari (omongan) melainkan pembicaraan yang bernalar dan logika (akal). Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu kalam juga merupakan ilmu yang membahas soal-soal keimanan yang sering juga disebut ilmu aqaid atau ilmu ushuluddin. Ilmu kalam didasarkan pada berfikir rasionalitas / Logis.

Menurut Al-iji ilmu kalam adalah ilmu yang memberi kemampuan untuk menetapkan aqidah agama (Islam) dengan mengajukan argument untuk melenyapkan keraguan-keraguan. Sedangkan menurut Ibnu Khaldun ilmu kalam adalah ilmu yang mengandung argument-argument rasional untuk membela aqidah-aqidah imanya dan mengandung penolakan terhadap golongan bidah (perbuatan-perbuatan baru tanpa contoh) yang didalam aqidah menyimpang dari mazhab salah dan ahli sunnah.Menurut Fuat Al-Ahwani ilmu kalam adalah memperkuat aqidah agama dengan ajaran-ajaran yang rasional. Menurut Syekh Abu Zaid Al Qairuni dalam kitabnya Alfawaqihah addiwani ilmu kalam secara istilahiyah yaitu ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan perundang-undangan Islam (Al Quran dan Hadist). Sejalan dengan definisi tersebut Muhammad Ismail Assyarbini mendefinsikan bahwa ilmu kalam yaitu ilmu yang didalamnya membahas tentang hakikat Dzat Allah, Rasulnya, apa saja yang wajib, jaiz dan mustahil baginya.

Apabila memperhatikan beberapa definisi tersebut diatas maka ilmu kalam adalah ilmu yang obyek pembahasannya adalah aqidah Islamiyah dengan menggunakan pendekatan filsafat atau logika/rasio disamping dalil-dalil naqli yaitu Al Quran dan Hadits, materi kajian ilmu kalam ialah jamaak aqoid artinya apa yang dipercayai dan diyakini oleh hati manusia.

b. Sejarah munculnya ilmu kalam

Penggunaan nama ilmu kalam ini sangat relevan dengan sejarah munculnya ilmu kalam. Pada masa khalifah Khalifah Usman bin Affan pernah terjadi gejolak politik yang luar biasa besarnya. Yaitu perang saudara yang sampai akhirnya Usman bin Affan yang menjadi kholifah atau presiden saat itu meninggal dunia pada saat terjadi kerusuhan perang saudara. Beliau usman bin affan di bunuh pada saat sedang membaca al-Quran. Kerusuhan berlanjut hingga pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, yang pada akhirnya terjadi perpecahan dikalangan umat Islam, mereka ada yang kontra dengan khlifah Ali bin Abi Thalib dan ada pula yang pro. Mereka yang kontra menamakan diriya kelompok Khawarij dan yang pro menamakan dirinya kelompok Syiah. Dua kelompok ini saling mengkafirkan satu sama lain. Mereka mengkaim bahwa dirinya yang paling benar. Untuk mempertahan argumennya kedua kelompok ini menggunakan logika kalam, para ahli sejarah menjelaskan bahwa dari sinilah asal usul ilmu kalam itu muncul.c. Macam-macam pemikiran ilmu kalam dan tokoh-tokohnya1) Syiah

Secara bahasa Syiah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syiah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait. selanjutnya, istilah syiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali, pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.

Latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt, Syiah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan Perang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan Muawiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali kelak di sebut Syiah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.

Kaum Syiah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :

a) Al Tauhid. Kaum Syiah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.

b) Al adl. Kaum Syiah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.

c) Al Nubuwwah. Kepercayaan Syiah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.

d) Al imamah. Menurut Syiah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syariat, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.

e) Al maad. Maad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syiah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.

2) Khawarij

Secara harfiah istilah Khawarij berarti orang-orang yang keluar atau eksodus. Penamaan kelompok yang dikenal radikal dan ekstrim baik dalam pemahaman maupun tindakan keagamaannya ini tampaknya dikaitkan dengan sejarah kemunculannya yang dipicu ketidaksepakatan mereka atas cara penyelesaian konflik melalui tahkim antara kubu Ali dan Muawiyah karena dinilai menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah dalam al-Quran.

Bagi mereka, hukum haruslah dikembalikan kepada pesan al-Quran dan bukannya kepada akal manusia yang ikut berpartisipasi dalam diplomasi. Mereka meneriakkan slogan tidak ada hukum kecuali hukum Allah (la hukma illa lillah). Sikap politik ini lantas berkembang menjadi pengkafiran terhadap para sahabat yang menerima tahkim dan pengabsahan tindakan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap mereka yang tidak sependapat.

Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti golongan yang mengorbankan dirinya untuk Allah, di samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Muawiyah. Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah :

a) Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.

b) Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi thalib) dan para pelaku tahkimtermasuk yang menerima dan mambenarkannya di hukum kafir;

c) Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.

d) Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.

e) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.

f) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng.

g) Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).

3) Murjiah

Secara harfiah, istilah ini berarti yang menangguhkan atau mengembalikan. Pada mulanya, kemunculan aliran ini beranjak dari sikap pasif atau tidak memihak antara dua kelompok umat Islam yang tengah bertikai setelah pembunuhan Utsman. Mereka menahan diri untuk tidak memberi penilaian siapa yang benar dan salah di antara kedua belah pihak dan lebih memilih menangguhkan atau mengembalikan (irja) penilaiannya kepada keputusan Allah kelak di akhirat.

Di antara mereka yang mengambil sikap ini adalah Saad bin Abi Waqqas, Abu Bakrah, Abdullah bin Umar, dan Imran bin Husain.Pandangan ini sebenarnya juga menguat sebagai reaksi atas sikap ekstrim Khawarij yang begitu mudah melakukan pengkafiran dan menghalalkan darah sesama muslim. Pelaku dosa besar dalam pandangan Murjiah generasi awal ini tidaklah kekal di neraka, tetapi hanya akan dihukum untuk sementara setimpal dengan atau bahkan mungkin diampuni dari dosa-dosanya.

Adapun di wilayah politik, aliran ini menyatakan bahwa ketaatan terhadap imam yang diangkat secara sah adalah wajib ditaati sekalipun dalam beberapa hal ia menyimpang dari ajaran Islam. Sikap politik yang moderat tersebut memberi keuntungan tersendiri bagi eksistensi aliran ini yang tidak terusik di bawah naungan kekuasaan Umayyah. Ajaran-ajaran pokok murjiah dapat disimpulan sebagai berikut :

a) Iman hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati

b) Orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.

c) Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat.

4) Jabariyah dan Qadariyah

Terkait qada dan qadar, mula-mula muncul permasalahan tentang kebebasan dan keterpaksaan manusia (al-jabr wa al-ikhtiyar). Pemikiran seputar masalah ini melahirkan dua kutub pemikiran ekstrim yang berbeda, yaitu Jabariyah dan Qadariyah. Faham Jabariyah pertama kali dipopulerkan oleh Jad bin Dirham di Basrah yang intinya menafikan adanya perbuatan otonom seorang hamba dengan menyandarkan semuanya kepada Allah. Dalam pendapatnya, manusia digambarkan tidak memiliki sifat kesanggupan yang hakiki sehingga segala perbuatannya (baik ketaatan atau kemaksiatan) pada dasarnya adalah keterpaksaan (majburah) karena tidak berasal dari kekuasaan, kehendak maupun usahanya sendiri. Ide jabariyah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran muridnya yaitu Jahm bin Shafwan, yang kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah. Di samping menerima ide jabariyah, Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti mengemukakan pendapat bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah marifah dan kekufuran adalah jahl, kalam Allah bersifat tidak qadim, Allah bukan sesuatu dan tidak bisa dilihat pada hari kiamat. Sedangkan faham Qadariyah dengan tokoh utamanya Mabad bin Khalid al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi menyatakan bahwa semua perbuatan manusia adalah karena kehendaknya sendiri, bebas dari kehendak Allah. Jadi, perbuatan manusia berada di luar ruang lingkup kekuasaan atau campur tangan Allah.

5) Mutazilah

Secara harfiah berarti yang memisahkan diri. Pelopor aliran ini adalah Wasil bin Atha yang memproklamirkan pemisahan dirinya (itizal) dari gurunya (Hasan al-Basri) karena tidak sependapat dalam persoalan pelaku dosa besar. Wasil berpandangan bahwa pelaku dosa besar adalah fasik yang kelak di akhirat akan diletakkan oleh Allah di suatu posisi antara surga dan neraka.

Faham ini lantas menjadi salah satu dari lima doktrin sentral Mutazilah yang dikenal dengan istilah al-mabadi al-khamsah (asas lima), yaitu meliputi: al-tauhid (keesaan Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-wad wa al-waid (janji dan ancaman Tuhan), al-manzilah bayn al-manzilatayn, dan al-amr bi al-maruf wa al-nahy an al-munkar (menyeru pada kebajikan dan mencegah kemunkaran). Kelima asas ini sebenarnya adalah hasil dari serangkaian perdebatan sengit mereka dengan lawan-lawan pemikirannya. Prinsip tauhid misalnya adalah bentuk penolakan mereka terhadap faham mujassimah dan musyabbihah. Sementara prinsip keadilan untuk menolak faham Jahmiyah, prinsip janji dan ancaman untuk membantah faham Murjiah, serta prinsip manzilah untuk menolak faham Murjiah dan Khawarij sekaligus.

Aliran ini dalam banyak pemikirannya menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan utama tentang kewajiban serta kebaikan dan keburukan, sedangkan wahyu sebagai pendukung kebenaran akal. Apabila terdapat pertentangan antara keduanya, maka wahyu perlu ditakwilkan (dengan penalaran rasional) sehingga sesuai dengan ketetapan akal. Beberapa produk pemikiran yang akrab diterima di kalangan Mutazilah antara lain menyebutkan bahwa Allah mustahil dapat dilihat dengan mata telanjang di akhirat, tidak ada siksa kubur, al-Quran adalah makhluk, keniscayaan atas Allah untuk berbuat baik dan yang terbaik (al-shalah wa al-aslah), dan manusia bersifat otonom dalam tindakannya dengan qudrah yang diberikan Allah kepadanya.

Mutazilah ini dikenal gigih menolak taqlid dan mencegah pengikutnya untuk menuruti pendapat orang lain tanpa lebih dahulu membahas, menguji dan menganalisis dalil-dalil yang digunakannya.

6) Asyariyah

Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran-aliran yang muncul sebelumnya. Penamaannya dinisbahkan kepada Abu Hasan Ali al-Asyari yang semula adalah seorang pengikut Mutazilah. Aliran ini berusaha menghidupkan kembali pemahaman keagamaan kepada al-Quran dan al-Hadith.

Asyari percaya bahwa fungsi akal adalah sebatas mengetahui hal-hal yang empiri (kongkrit), sedangkan wahyu memberi informasi tentang hal-hal yang lebih luas termasuk soal metafisika. Ia menerima keabsahan khabar ahad sebagai hujjah dalam bidang akidah. Terkait persoalan iman, Asyari mendefinisikannya sebagai tasdiq (pengakuan atau pembenaran) dengan hati, lisan dan perbuatan. Iman bersifat fluktuatif, dapat bertambah dan berkurang (yazid wa yanqus). Dengan demikian, pelaku dosa besar dipandang tetap sebagai seorang mukmin selama mengimani Allah dan Rasul-Nya. Hanya saja ia asi atau mukmin yang berbuat maksiat. Perkara dosanya diserahkan sepenuhnya kepada Allah di akhirat kelak.

Tidak seperti Mutazilah, terkait aspek ketuhanan Asyariyah meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat. Kalam Allah yang menurut Mutazilah adalah makhluk, menurut Asyariyah perlu dibedakan pengertiannya menjadi kalam majazi dan kalam nafsi. Kalam majazi adalah al-Quran dalam bentuk tertulis yang dipegang manusia dan bersifat baru. Sedangkan kalam nafsi bersifat abadi bersamaan dengan wujud Allah. Tuhan menurut Asyariyah bersifat mutlak baik dalam kekuasaan maupun keadilannya. Dalam kekuasaannya Tuhan bebas berkehendak dan berbuat, dan perbuatannya tersebut pasti bersifat baik dan adil.

Pokok-pokok pemikiran al-Asyari yang dijuluki sebagai Imam Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah ini semakin lama kian memperoleh pengikut. Bahkan sepeninggalnya, pemikirannya masih dapat menjangkau wilayah persebaran yang sangat luas. Mazhab teologi ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain sesudahnya seperti Abu Bakar al-Baqillani dan Imam al-Ghazali.

7) Maturidiyah

Aliran ini dinisbahkan kepada Imam al-Huda Abu Mansur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi dari Samarkand. Dari segi pemikirannya, al-Maturidi banyak memiliki kesamaan dengan al-Asyari, sekalipun ada beberapa perbedaan cukup signifikan antara keduanya.

Misalnya terkait persoalan marifah (mengetahui Allah), Asyariyah menganggapnya wajib berdasarkan syara, sedangkan Maturidiyah melihat kewajiban ini juga dapat dicapai melalui penalaran akal. Perbedaan lainnya juga nampak seputar perbuatan Allah dimana Asyariyah menyatakannya tidak terkait dengan sebab karena Allah tidak dikenai pertanggungjawaban. Sedangkan Maturidiyah dengan redaksi berbeda lebih cenderung sejajar dengan pemikiran Mutazilah yang menyatakan bahwa dalam tiap perbuatan-Nya pasti terdapat hikmah dan tujuan, karena mustahil Allah Yang Maha Bijaksana sampai berbuat iseng dan kesia-siaan.

Maturidi dalam persoalan iman melihatnya sebagai suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan pernyataan lisan dan amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja. Jadi, sejauh seseorang meyakini keesaan Allah dan kerasulan Muhammad, sekalipun tidak melaksanakan ibadah, dia masih masuk kategori beriman. Dalam aliran Maturidiyah sebenarnya dikenal dua corak aliran, yakni aliran Samarkand dan Bukhara. Letak perbedaannya pada tingkat pengakuan akal sebagai instrumen penafsiran kebenaran. Aliran Samarkand dikenal lebih dekat dengan Mutazilah dalam beberapa pemikirannya, seperti penerimaannya atas takwil terhadap ayat-ayat yang memuat sifat-sifat antroposentris dari Tuhan. Sementara aliran Bukhara dalam hal ini lebih dekat dengan metodologi berfikirnya Asyariyah.

8) Salafiyah

Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabiin, dan tabitt tabiin. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf.

Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Quran dan hadits tanpa tawil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari ayat-ayat al-Quran sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT. Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300 hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.Dalam perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini, selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara Spodaris. Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Salafiyah baru al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :

a) Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.

b) perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan.

c) pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi .Al-afgani dapat di katakan sebagai penganut salafiyah modern karena dalam rumusan pahamnya yang banyak meletakkan unsur-unsur moderenisme sebagai mana terlihat pada komponen 2 dan 3 diatas.9) Ahlussunah Wal- Jamaah

Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jamaah mengandung arti penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau. Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asyariyah dan maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mutazilah. Tokoh utama yang juga merupakan pendiri aliran ini adalah Abu al hasan al Asyari dan Abu Mansur al Maturidi.

Pokok-pokok pemikirannya Abu al Hasan al Asyari adalah sebagai berikut :

a) Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alquran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.

b) Al-Quran, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.

c) Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.

d) Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.

e) Antrophomorphismef) Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya. g) Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.

Pokok-pokok pemikirannya Abu Mansyur Al-Maturidi adalah sebagai berikut :

a) Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari b) Perbuatan Manusia. Menurutnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan. c) Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari d) Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. e) Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari f) Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya. g) Antrophomorphisme.

2. Aliran-aliran Tasawufa. Definisi ilmu tasawuf

Tasawuf berasal dari kata safa, yang berarti bersih. Dinamakan shufi karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhannya. Tasawuf berasal dari kata saff, artinya saf atau baris. Mereka dinamakan sebagai para sufi, demikian menurut pendapat ini, karena pada baris (saff) pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan Dia. Tasawuf berasal dari kata suffah atau suffah al-masjid, artinya serambi mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di mesjid Nabawi yang didiami oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai rumah. Tasawuf berasal dari kata suf, yaitu bulu domba atau wol. Mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk menyenangkan dan menentramkan jiwa. Ada lagi yang menyatakan bahwa kata shufi itu berasal dari bahasa Yunani yaitu Shopos yang berarti hikmat. Namun dari segi Etimologi kelihatannya masih diragukan, huruf S pada kata shopos ditransliterasikan ke dalam bahasa Arab menjadi dan bukan seperti terdapat dalam kata dari kata philoshopia. Dengan demikian kara shufi seharusnya ditulis dan bukan . Namun apabila diperhatikan dengan seksama, nampaknya teori yang mengatakan bahwa shufi yang berarti bulu atau wool lebih dapat diterima.

Dalam perkembangan selanjutnya, kata tersebut mengandung makna baru yang sering dikaitkan kepada 3 pengertian, yaitu :

1) Tasawuf sering dipahami sebagai serangkaian akhlak atau adab yang harus dijalankan manusia ketika ingin mendekati Allah.

2) Tasawuf sebagai cara untuk mencapai marifat, untuk mencapai pengetahuan.

3) Dalam kaiatannya dengan filsafat, tasawuf bisa disebut sebagai mazhab etika, karena ada kaitannya dengan upaya mengetahui nilai baik dan buruk.

Tasawuf atau mistisisme dalam Islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup kezuhudan (menjauhi kemewahan duniawi), dalam bentuk tasawuf amali kemudian tasawuf falsafi. Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi. Tasawuf adalah aspek ajaran Islam yang paling penting, karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran-ajaran Islam. Adapun macam-macam maqam yang dijalani oleh kaum sufi umumnya terdiri dari tobat, zuhud, faqr, sabar, syukur, rela, dan tawakal. Tasawuf dan syariah itu saling berkaitan, di mana tasawuf sebagai jenis penghayatan keagamaan eksoterik (zhahiri, lahiri) dan esoterik (bathini, batini) sekaligus, namun pada kenyataannya tidaks edikit kaum Muslimin yang penghayatan keislamannya lebih mengarah kepada yang batini dan banyak pula yang kepada lahiri. Sedangkan kaum syariah lebih menitikberatkan perhatian kepada segi-segi syariah atau hukum, sering disebut kaum lahiri sementara kaum thariqah yang berkecimpung dalam amalan-amalan tarekat dinamakan kaum batini. Dalam Islam sistem ajaran yang lengkap itu seimbang antara yang lahir dan yang bathin, jadi antara syariah (amalan praktis) dan tasawuf (penyucian hati) itu saling berhubungan satu sama lainnya.b. Sejarah munculnya ilmu tasawuf

Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua Hira terutama pada bulan Ramadhan. Disana Nabi banyak berdzikir bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan diri Nabi di gua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad-abad sesudahnya.

Setelah periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabiin (sekitar abad ke I dan ke II H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa sebelumnya. Konflik konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syiah, Khawarij, dan Murjiah.

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwabun (kaum Tawabin). Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaumTawabin itu dipimpin oleh Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 H.

Disamping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosialpun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat,secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi di kalangan istana. Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah tampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi SAW serta sahabat utama dan semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja Romawi. Kemudian anaknya, Yazid (memerintah 61 H/680 M 64 H/683M), dalam sejarah dikenal sebagai seorang pemabuk. Dalam situasi demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan kepada masyarakat untuk hidup zuhud, sederhana, saleh,dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Diantara para penyeru tersebut ialah Abu Dzar al-Ghiffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan agar diterapkan keadilan sosial dalam Islam. Dari perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi SAW para sahabatnya. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu kehidupan zuhud menyebar luas dikalangan masyarakat. Para pelaku zuhud itu disebut zahid (jamak : zuhhad) atau karena ketekunan mereka beribadah, maka disebut abid (jamak : abidin atau ubbad) atau nasik (jamak : nussak)

Kalau ditilik dari segi historis tasawuf, menurut kalangan peneliti yang menjadi faktor penyebab munculnya antara lain:

1) Karena adanya pious opposition (oposisi yang bermuatan kesalehan) dari sekelompok umat Islam terhadap praktek-praktek regementer pemerintahan Bani Umayah di Damaskus

2) Karena ada sekelompok (dalam hal ini para sahabat) yang selalu ingin meniru seperti pekerti Rasulullah SAW, khususnya Khulafa al-Rasyidin.c. Aliran-aliran pemikiran tasawuf dan tokoh-tokohnyaAjaran tasawuf pada dasarnya merupakan pengalaman (al-tajribah) spiritual yang bersifat pribadi, meskipun demikian pengalaman ulama yang satu dengan yang lainnya memiliki kesamaan-kesamaan disamping perbedaan yang tidak dapat di abadikan, oleh karna itu, dalam tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat umum tentang mengamat dan ahwal.

Secara garis besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah :

a. Aliran Ittihad. Zun Nun Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama mengemukakan faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki adalah ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara khusus karena mereka menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang lainnya. Ittihad adalah kepercayaan bahwa khaliq (Allah) dapat bersatu dengan makhluk (manusia). Yakni hubungan yang terjadi antara zat makhluk dengan khaliq. Apabila terjadi hal ini maka makhluk akan berada dalam keadaan tak sadr diri, yang mereka namakan mahwu.

b. Aliran Hulul. Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj.

c. Aliran Ittishal. Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam terutama Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu sendiri. Al-Farabi memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan apabila manusia telah berada diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur ketuhanan, berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al. Pada tingkatan ini manusia tidak lagi berada dalam tingkat ijtihad tetapi telah berada dalam tingkat pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan langsung dengan Tuhan (Ittishal). Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segala sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan tasawuf terakhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud kesempurnaan ittishal dengan Al Aqlu Fa`al. Perkembangan akal dan peningkatannya tidak bisa lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan pembersihannya.

d. Aliran Isyraq. Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhrawardi. Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara etimologi mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.

e. Aliran Ahlul Malamah. Kata Al Malamah berasal dari kata laum yang artinya celaan. Ahlul Malamah adalah sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan. Ajaran kaum ini pada dasarnya ialah mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan. Aliran ini banyak memiliki ajaran-ajaran yang bersifat ekstrem dan bertendensi negatif dalam kehidupan, aliran ini tidak banyak pengikut dan tidak bertahan lama.

f. Aliran Wahdatul Wujud. Pemimpin aliran ini adalah Ibnu Arabi dari Andalusia. Menurutnya, adanya alam semesta ini tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Nabi Adam sendiri. Wahdatul Wujud adalah kepercayaan bahwa yang maujud (ada) itu hanyalah satu, tidak dapat diduakan. Dengan kata lain, tak ada yang maujud (ada) kecuali Allah SWT.

g. Aliran Ahlus Sunnah. Ajaran tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah bersumber dari mereka yang di dalam hidup dan berfikir didasarkan kepada Al-Qur`an dan Sunnah dengan mengambil pelajaran dari ilmu para Nabi dan Rasul dengan mengikuti secara teratur jejak langkah mereka di dalam menghambakan diri, melakukan jihadun nafs, menegakkan akhlak yang utama dengan tingkah laku dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah, bening hati dan bersih dalam kehidupan, dan sabar dalam mengatasi berbagai halangan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. 3. Aliran-aliran Fiqih

a. Definisi ilmu fiqih

Menurut Bahasa Fiqh Berarti faham atau tahu. Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas). Orang yang mendalami fiqh disebut dengan faqih. Jamanya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqh.

Menurut ahli usul, Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara yang bersifat fariyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqh adalah mengetahui fiqh adalah mengetahui hukum dan dalilnya. Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

Lebih lanjut, yang dimaksud dengan fiqh Islam ialah sekumpulan hukum shara yang sudah dibukukan dari berbagai madzhab yang empat atau madzhab lainnya dan dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabiin, baik dari fuqaha yang tujuh di madinah maupun fuqaha makkah, fuqaha sham, fuqaha mesir, fuqaha Iraq, fuqaha basrah dan lain-lain.

b. Sejarah munculnya ilmu fiqih

Para Ahli membagi sejarah perkembangan ilmu fiqh kepada beberapa periode. Pertama : periode pertumbuhan, dimulai sejak kebangkitan (Bitsah) Nabi Muhammad sampai beliau wafat (12 Rabiul Awal 11H/8 Juni 632). Pada periode ini, permasalahan fiqih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw. Sumber hukum Islam saat itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan. Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai diterapkan, walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw.

Kedua : periode sahabat dan tabiin, mulai dari khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) sampai dinasti Amawiyyin (11H-101H/632-720). Sumber fiqih pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya ragam budaya dan etnis yang masuk ke dalam agama Islam. Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan denganadat,budayadantradisiyang terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini melakukan ijtihad. Menurut penelitianIbnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.

Ketiga : periode kesempurnaan, yakni periode imam-imam mujtahid besar dirasah islamiyah pada masa keemasan Bani Abbasiyah yang berlangsung selama 250 tahun (101H-350H/720-961M). Periode ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan pembukuan hokum islam. Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan pesat sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan hadis-hadis nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabiin, tafsir Al-Quran, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.Pada masa ini lahirlah pemikir-pemikir besar dengan berbagai karya besarnya, seperti Imam Abu Hanifiah dengan muridnya yang terkenal Abu Yusuf (Penyusun kitab ilmu ushul fiqh yang pertama), Imam Malik dengan kitab al-Muwatha, Imam Syafii dengan kitabnya al-Umm atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya Musnad, dan nama-nama lainnya beserta karya dan murid-muridnya masing-masing.Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh atau ilmu pengetahuan, pada periode ini adalah sebagai berikut:

1) Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.

2) Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para ulama.

3) Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Quran (pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid (w104H) dan kitab-kitab lainnya.

Keempat :periode kemunduran-sebagai akibat dari taqlid dan kebekuan karena hanya menyandarkan produk-produk ijtihad mujtahid-mujtahid sebelumnya-yang dimulai pada pertengahan abad keempat Hijriah sampai akhir 13H.Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah-akibat berbagai konflik politik dan berbagai faktor sosiologis lainnya dalam keadaan lemah. Banyak daerah melepaskan diri dari kekuasaanya. Pada umumnya ulama pada masa itu sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat umjtahid mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada periode kejayaan. Periode Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengakji ajaran Islam langsung dari sumber aslinya;Al-Quran dan hadist. Mereka puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan meningkatkan diri kepada pendapat tersebut ke dalam mazhab-mahzhab fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian mengantarakan umat islam terperangkap ke dalam pemikiran jumud.

Kelima : periode pembangunan kembali, mulai dari terbitnya buku itu sampai sekarang. Pada periode ini umat islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka sudah berlangsung semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa kesadaran itu terutama sekali muncul ketika Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1789 M. Kejatuhan mesir ini menginsafkan umat Islam betapa lemahnya mereka dan betapa di Dunia Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam. Para raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir bagaimana meningkatakan mutu dan kekuatan umat islam kembali. Dari sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan pembaharuan dalam islam, baik dibidang pendidikan, ekonomi, militer, social, dan gerakan intelektual lainnya.Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap perkembangan fiqih. Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah ulama-ulama yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru agar umat islam meninggalkan taklid dan kembali kepada Al-Quran dan hadist-mengikuti jejak para ulama di masa sahabat dan tabiin terdahulu. Mereka inilah disebut golongan salaf seperti Muhammad Abdul Wahab di Saudi Arabia, Muhammad Al-Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Rida, di Mesir, dan lain sebagainya.c. Macam-macam pemikiran ilmu fiqih

Pada pokoknya, yang menjadi objek pembahasan dalam ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf dilihat dari sudut hukum syara. Perbuatan tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar: ibadah, muamalah, dan uqubah.

Pada bagian ibadah tercakup segala persoalan yang pada pokoknya berkaitan dengan urusan akhirat. Artinya, segala perbuatan yang dikerjakan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya.

Bagian muamalah mencakup hal-hal yang berhubungan dengan harta, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, amanah, dan harta peninggalan. Pada bagian ini juga dimasukkan persoalan munakahat dan siyasah.

Bagian uqubah mencakup segala persoalan yang menyangkut tindak pidana, seperti pembunuhan, pencurian, perampokkan, pemberontakan, dan lain-lain. Bagian ini juga membicarakan hukuman-hukuman, seperti gisas, had, diyat, dan tazir.

Kemudian, bila diperhatikan secara cermat, objek pembahasan fiqih dapat diperinci lagi kepada delapan bagian berikut ini :

1) Kumpulan hukum yang digolongkan ke dalam ibadah, yaitu shalat, puasa, zakat, haji, jjihad, dan nazar.

2) Kumpulan hukum yang berkaitan dengan masalah keluarga, seperti perkawinan, talak, nafkah, wasiat, dan pusaka. Hukum seperti ini sering disebut al-ahwal al-syakhshiyah.

3) Kumpulan hukum mengenai muamalah madiyah (kebendaan), seperti hukum-hukum jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, gadai, syufaah, hiwalah, mudharabah, memenuhi akad atau transaksi, dan menunaikan amanah.

4) Kumpulan hukum yang berkaitan dengan harta Negara, yaitu kekayaan yang menjadi urusan baitul mal, penghasilannya, macam-macam harta yang ditempatkan dan di baitul mal, dan atempat-tempat pembelanjaannya. Hukum ini termasuk ke dalam al-Siyasah.

5) Kumpulan hukum yang dinamai uqubat, yaitu hukum-hukum yang disyariatkan untuk memelihara jiwa, kehormatan, dan akal manusia, seperti hukum qiyas, had, dan tazir.

6) Kumpulan hukum yang termasuk ke dalam hukum acara, yaitu hukum-hukum mengenai peradilan, gugatan, pembuktian dan lain sebagainya.

7) Kumpulan hukum yang tergolong kepada hukum tatanegara seperti syarat-syarat menjadi kepala Negara, hak-hak penguasa dalam lingkup al-Siyasah.

8) Kumpulan hukum yang sekarang disebut sebagai hukum internasional. Termasuk ke dalamnya hukum perang, tawanan, perampasan perang, perdamaian, perjanjian tebusan, cara menggauli ahl-zimmah dan lain sebagainya. Ini juga termasuk dalam lingkup al-Siyasah.

Oleh karena itu, ulama fiqih dalam membicarakan perbuatan-perbuatan orang mukallaf seperti di atas bertujuan untuk mengetahui apa hukum (syari)nya bagi masing-masing perbuatan tersebut, karenanya fiqh merupakan sekumpulan hukum syari yang wajib dipegangi oleh setiap muslim dalam kehidupan praktisnya. Hukum-hukum ini mencakup urusan pribadi maupun sosial, meliputi :

1) Al-Ibadah, yaitu hukum yang berkaitan dengan shalat, haji dan zakat.

2) Al-Ahwal asy-Syahsiyyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan keluarga.

3) Al-Muamalat, yaitu hukum yang berkaitan dengan hubungan antar manusia satu dengan yang lain seperti hukum akad, hak kepemilikan, dan lain-lain.

4) Al-Ahkam as-Sulthaniyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan hubungan negara dan rakyat.

5) Ahakmus silmi wal harbi, yaitu yang mengatur hubungan antar negara.

Sesungguhnya kompleksitas fiqh Islam terhadap masalah-masalah ini dan sejenisnya menegaskan bahwa Islam adalah jalan hidup yang tidak hanya mengatur agama, tetapi juga mengatur negara.

d. Tokoh-tokoh aliran fiqih1) Imam Hanafi (Abu Hanifah)

Numan bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi (bahasa Arab: ), lebih dikenal dengan nama Ab anfah, (bahasa Arab: ) (lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M, meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M) merupakan pendiri dari Madzhab Hanafi.

Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabiin, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya. Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafii, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.

Madzhab Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antara latar belakangnya adalah :

Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syari.

Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.

Di kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di berbagai negeri.

2) Imam Malik

Mlik ibn Anas bin Malik bin mr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: ), lahir di (Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Beliau adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.

Beliau menyusun kitab Al Muwaththa, dan dalam penyusunannya Beliau menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, Beliau menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits. Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mudlal dan munqathi. Sebagian Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabiin. Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabiin dan 600 dari tabiin tabiin.

Madzhab Maliki

Madzhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syaru man qablana .

Madzhab ini adalah kebalikan dari madzhab Al-Hanafiyah. Jika Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, madzhab Maliki justru kebanjiran sumber-sumber syariah. Sebab madzhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.

3) Imam Syafii

Ab Abdullh Muhammad bin Idrs al-Shafi atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: ) yang akrab dipanggil Imam Syafii (Gaza, Palestina, 150 H / 767 Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafii. Imam Syafii juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW. Saat usia 20 tahun, Imam Syafii pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana. Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafii. Yang pertama namanya Qaul Qadim dan Qaul Jadid.

Mazhab As-Syafiiyah

Di Baghdad, Imam Syafii menulis madzhab lamanya (Qaul Qadim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (Qaul Jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di bulan Rajab 204H.

Salah satu karangannya adalah Ar-Risalah buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab Al-Umm yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafii adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli rayi dan fiqh ahli hadits .

Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafii mengatakan, Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat. Penduduk Baghdad mengatakan, Imam Syafii adalah nashirussunnah.Kitab Al-Hujjah yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Zafarani, Al-Karabisyi dari Imam Syafii. Sementara kitab Al-Umm sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi Jizii bin Sulaiman. Imam Syafii mengatakan tentang madzhabnya,Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,

4) Imam Hambali

Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsalabah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Mad bin Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim.

Di kota Baghdad beliau dilahirkan, tepatnya pada bulan Rabiul Awwal 164H. dan meninggal pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 241H.Mazhab Al-Hanabilah

Beliau berguru kepada Imam Syafii ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari .

Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafii berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal ,

Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai.

Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis Al-Musnad yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.

Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal . Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad , Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran , Abu Bakr Al-Khallal , Abul Qasim yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah.

BAB III

PENUTUP

A. KesimpulanDimensi pemikiran Islam yaitu aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan pada pandangan/ kepercayaan dari kelompok/seseorang terhadap Islam. Sedangkan pengertian aliran pemikiran Islam yaitu suatu kepercayaan atau pandangan yang dianut oleh seseorang/kelompok yang bercorak Islam.Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa Islam. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, iman dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan) : orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan. Meskipun tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar, umat Islam telah memakai suatu kerangka pemikiran tentang trilogi ajaran Ilahi di atas ke dalam tiga bidang pemikiran Islam:pertama, iman dan berbagai hal yang berhubungan dengannya diletakkan dalam satu bidang pemikiran, yaitu teologi (ilmu kalam);kedua, persoalan Islam dijelaskan dalam bidang syariat (fikih); danketiga, ihsan dipandang sebagai akar tumbuhnya tasawuf.Munculnya aliran pemikiran Islam bukanlah disebabkan oleh masalah teologi, melainkan adanya perselisihan politik yang meningkat menjadi persoalan teologi. Pada masa Nabi Muhammad berada di Madinah dengan status sebagai kepala agama sekaligus kepala pemerintahan, umat Islam bersatu di bawah satu kekuasaan politik. Setelah beliau wafat maka muncullah perselisihan-perselisihan di kalangan umat Islam sehingga melahirkan aliran-aliran pemikiran Islam yang biasa disebut dengan studi Islam. Studi-studi dalam Islam memiliki banyak sekali aliran. Namun yang popular dalam perkembangannya ada lima ilmu pengetahuan, yaitu; ilmu kalam, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, ilmu al-quran dan ilmu hadits.DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 1983, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran.Mansur, Laily, 1992, Tasawuf Islam : Mengenal Aliran dan Ajaran, Jakarta : Lambung Mangkurat.Mubarok,Atang, dkk., 2009, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja RosdakaryaQardhawi, Yusuf, 1997, Membumikan Syariat Islam, Surabaya : Dunia Ilmu.Yatim, Badri, 2006,Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo Persada.MAKALAH

DIMENSI ALIRAN PEMIKIRAN ISLAMDisusun guna memenuhi tugas semester

Mata kuliah : Metodologi Studi IslamDosen pengampu : Mujiburrokhman, M.Si.

Disusun oleh:

Nishfin Amanati Mubarokah

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

(STAI-B) BREBES

TAHUN 2014

Dr. Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam, Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 56.

Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization. Dr. Badri Yatim, M.A.,Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 2

Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Quran, 1983). Hal. 701

Atang Abd. Hakim, Jaih Mubarok,Metodologi Studi Islam, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 149-164

M. Laily Mansur, Tasawuf Islam : Mengenal Aliran dan Ajaran, (Jakarta : Lambung Mangkurat, 1992), hlm. 47.

Ibid, Hal. 51

Ibid, Hal. 57

Ibid, Hal. 69

26