27
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Istilah farmasi klinikmulai muncul pada tahun 1960an di Amerika, dengan penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, di mana munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai pengobatan. Gerakan munculnya farmasi klinik dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky pada tahun 1960-an (Miller,1981). Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang Apoteker yang menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi 1

makal farklin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmasi klinik

Citation preview

Page 1: makal farklin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah farmasi klinikmulai muncul pada tahun 1960an di Amerika,

dengan penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan

dengan pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan

profesi yang relatif baru, di mana munculnya disiplin ini berawal dari

ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan pada saat itu dan

adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan profesional

yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai pengobatan. Gerakan

munculnya farmasi klinik dimulai dari University of Michigan dan University

of Kentucky pada tahun 1960-an (Miller,1981).

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu

Kedokteran, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang

mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang Apoteker yang�

menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit,

baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu

keahlian tersendiri.

Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan

secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal

Two Silices. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa

akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.

Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya

industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang

industri obat dan di bidang penyedia/peracik obat ( apotek ). Dalam hal ini

keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari

pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi

pembuatan obat.

1

Page 2: makal farklin

Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan

bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis,

pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.

Sedangkan Herfindal dalam bukunya Clinical Pharmacy and Therapeutics

(1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan Therapeutic

Judgement dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil rumusan

masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana sejarah farmasi klinik ?

b. Apa pengertian dan arti penting farmasi klinik ?

c. Apa saja ruang lingkup pelayanan farmasi klinik ?

d. Bagaimana pelaksanaan farmasi klinik di RS ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui bagaimana sejarah farmasi klinik ?

b. Mengetahui apa pengertian dan arti penting farmasi klinik ?

c. Mengetahui apa saja ruang lingkup pelayanan farmasi klinik ?

d. Mengetahui bagaimana pelaksanaan farmasi klinik di RS ?

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam mencari atau mengumpulkan data

ini menggunakan metode kepustakaan. Dimana metode ini pengumpulan data

dengan cara mengkaji dan menelaah data dari internet.

2

Page 3: makal farklin

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Farmasi Klinik

Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasian di

Inggris, khususnya dalam abad ke-20, dapat dibagi dalam periode/tahap:

a. Periode / tahap tradisional

Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan,

membuat, dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Tenaga

farmasi sangat dibutuhkan di apotek sebagai peracik obat. Periode ini

mulai mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi

perkembangan pesat di bidang industri tidak terkecuali industri farmasi.

Ketika itu sediaan obat jadi dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah

besar-besaran. Dengan beralihnya sebagian besar pembuatan obat oleh

industri maka fungsi dan tugas farmasis berubah. Dalam pelayanan resep

dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada peracikan obat karena

obat yang tertulis di resep sudah bentuk obat jadi yang tinggal diserahkan

kepada pasien. Dengan demikian peran profesi kefarmasian makin

menyempit.

b. Tahap Transisional (1960-1970)

Perkembangan-perkembangan dan kecenderungan tahun

1960-an/1970-an :

1. Ilmu kedokteran cenderung semakin spesialistis

Kemajuan dalam ilmu kedokteran yang pesat, khusunya dalam

bidang farmakologi dan banyaknya macam obat yang mulai

membanjiri dunia menyebabkan para dokter merasa ketinggalan

dalam ilmunya. Selain ini kemajuan dalam ilmu diagnosa, aalat-alat

diagnosa baru serta penyakit-penyakit yang baru muncul (atau

yangbaru dapat didefinisikan) membingungkan para dokter. Satu

profesi tiadak dapat lagi menangani semua pengetahuan yang

berkembang dengan pesat.

3

Page 4: makal farklin

2. Obat-obat baru yang efektif secara terapeutik berkembang pesat

sekali dalam dekade-dekade tersebut. Akan tetapi keuntungan dari

segi terapi ini membawa masalah-masalah tersendiri dengan

meningkatnya pula masalah baru yang menyangkut obat; antara lain

efek samping obat, teratogenesis, interaksi obat-obat, interaksi obat-

makanan, dan interaksi obat-uji laboratorium.

3. Meningkatnya biaya kesehatan sektor publik amtara lain disebabkan

oleh penggunaan teknologi canggih yang mahal, meningkatnya

permintaan pelayanan kesehatan secara kualitatif maupun kuantitatif,

serta meningkatnya jumlah penduduk lansia dalam struktur

demografi di negara-negara maju, seperti Inggris. Karena tekanan

biaya kesehatan yang semakin mahal, pemerintah melakuakn

berbagai kebijakan untuk meningkatkan efektifitas biaya (cost-

effectiveness), termasuk dalam hal belanja obat (drugs expenditure).

4. Tuntunan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang

bermutu tinggi disertai tuntunan pertanggungjawaban peran para

dokter dan farmasis, sampai gugatan atas setiap kekurangan atau

kesalahan pengobatan.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut terjadi secara paralel

dengan perubahan peranan farmasis yang semakin sempit. Banyak orang

mempertanyakan peranan farmasis yang overtrained dan underutilised,

yaitu pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak dimanfaatkan sesuai

dengan pendidikan mereka. Situasi ini memunculkan perkembangan

farmasi bangsal (ward pharmacy) atau farmasi klinis (clinical pharmacy).

Farmasi klinis lahir pada tahun 1960-an di Amerika Serikat dan

Inggris dalam periode transisi ini. Masa transisi ini adalah masa

perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan peningkatan jenis-

jenis pelayanan profesional yang dilakukan oleh bebrapa perintis dan

sifatnya masih individual. Yang paling menonjol adalah kehadiran

farmasis di ruang rawat rumah sakit, meskipun masukan mereka masih

terbatas. Banyak farmasis mulai mengembangkan fungsi-fungsi baru dan

4

Page 5: makal farklin

mencoba menerapkannya. Akan tetapi tampaknya, perkembangannya

masih cukup lambat. Diantara para dokter, farmasis dan perawat, ada

yang mendukung, tetapi adapula yang menolaknya.

c. Tahap Masa Kini

Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula

pelayanan farmasi berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi

yang berorientasi lebih pada pasien. Farmasis ditekankan pada

kemampuan memberian pelayanan pengobatan rasional. Terjadi

perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di rumah

sakit, yaitu dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat

langsung dalam pengobatan pasien. 

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :

1. Berorientasi kepada pasien

2. Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal)

3. Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan

dimulai dan memberi informasi bila diperlukan

4. Bersifat aktif, dengan memberi  masukan kepada dokter sebelum

pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau

pengobatan

5. Bertanggung jawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan

6. Menjadi mitra dan pendamping dokter.

Dalam sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik,

farmasis adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas

melakukan evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi

pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis

merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan

obat yang aman, tepat dan cost effective.

d. Tahap Masa Depan Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)

Gagasan ini masih dalam proses perkembangan. Diberikan disini

untuk perluasan wawasan karena kita akan sering mendengar konsep ini.

Pelayanan kefarmasiaan (Pharmaceutical Care) didefinisikan oleh

5

Page 6: makal farklin

Cipolle, Strand, dan Morley (1998) sebagai: A practice in which the

practitioner takes responsibility for a patient drug therapy needs, and is

held accountable for this commitment. Dalam prakteknya, tanggung

jawab terapi obat diwujudkan pada pencapaian hasil positif bagi pasien.

Proses pelayanan kefarmasian dapat dibagi menjadi tiga komponen,

yaitu;

1. Penilaian (assessment): untuk menjamin bahwa semua terapi obat

yang diiberikan kepada pasien terindikasikan, berkasiat, aman dan

sesuai serta untuk mengidentifikasi setiap masalah terapi obat yang

muncul, atau memerlikan pencegahan dini.

2. Pengembangan perencanaan perawatan (Development of a Care

Plan): secara bersama – sama, pasien dan praktisi membuat suatu

perencanaan untuk menyelesaikan dan mencegah masalah terapi obat

dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini (dan intervensi)

didesain untuk:

- Menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul

- Mencapai tujuan terapi individual

- Mencegah masalah terapi obat yang potensial terjadi kemudian

3. Evaluasi: mencatat hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan

dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali munculnya

masalah baru.

Ketiga tahap proses ini terjadi secara terus menerus bagi seorang

pasien.

Konsep perencanaan pelayanan kefarmasian telah dirangkai oleh

banyak praktisi farmasi klinis. Meskipun definisi pelayanan kefarmasian

telah diterapkan secara berbeda dalam negara yang berbeda, gagasan

dasar  adalah farmasis bertanggungjawab terhadap hasil penggunaan obat

oleh/untuk pasien sama seperti seorang dokter atau perawat

bertanggungjawab terhadap pelayanan medis dan keperawatan yang

mereka berikan. Dengan kata lain, praktek ini berorientasi pada

6

Page 7: makal farklin

pelayanan yang terpusat kepada pasien dan tanggungjawab farmasis

terhadap morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan obat. 

2.2 Pengertian dan Arti Penting Farmasi Klinik

2.2.1 Pengertian Farmasi Klinik

Farmasi klinik dapat didefenisikan sebagai suatu keahlian

profesional dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk

meningkatkan keamanan, kerasioanalan, dan ketepatan penggunaaan

terapi obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi

terspesialiasi dari apoteker dalam pelayanan penderita. Farmasi klinik

ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita serta

keterlibatan penderita dan interaksi langsung antar profesional. ( Ray,

M.D. 1983 )

Defenisi ringkas pelayanan farmasi klinik adalah penerapan

pengetahuan obat untuk kepentingan penderita, dengan memperhatikan

kondisi penyakit, penderita dan kebutuhannya untuk mengerti terapi

obatnya, dan pelayanan ini memerlukan hubungan profesional dekat

antara apoteker, penderita, dokter, perawat, dan lain-lain yang terlibat

memberikan perawatan kesehatan. Dengan kata lain, farmasi klinik

adalah pelayanan berorientasi penderita, berorientasi obat, dan

berorientasi antardisiplin. ( Siregar C.J.P. 2003 )

Menurut Hepler and Strand (1990) farmasi klinik yaitu

“ The responsible provision of drug therapy and the purpose on

achieving definite outcomes that improve a patients quality of life “.

2.2.2 Arti Penting Farmasi Klinik

Farmasi klinik bermanfaat sebagai berikut :

1. Relasi yg baik antar tenaga kesehatan

2. Menjamin penerapan pengobatan berbasis bukti

3. Perbaikan perawatan pasien dengan pelayanan yang standar dan

konsisten

4. Mempromosikan praktek dengan biaya yang efektif

7

Page 8: makal farklin

5. Memperluas kualitas peresepan

6. Menjamin keamanan pemberian obat

7. Memperbaiki khasiat & meminimalkan toksisitas terapi obat

8. Meningkatkan kepuasan kerja

2.3 Ruang Lingkup Pelayanan Farmasi Klinik

Jangkauan pelayanan farmasi klinis yang dapat dilakukan sesuai SK

Menkes di atas meliputi:

- Melakukan konseling & KIE (Komunikasi, Informasi, &Edukasi)

- Monitoring efek samping obat

- Pencampuran obat suntik secara aseptis

- Menganalisis efektivitas biaya

- Penentuan kadar obat dalam darah

- Penanganan obat sitostatika

- Penyiapan nutrisi parenteral

- Pemantauan penggunaan obat

- Pengkajian instruksi & penggunaan obat

2.4 Pelaksanaan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit

2.4.1 Penggolongan Pelayanan Farmasi Klinik

Karena luasnya lingkup pelayanan farmasi klinik, diperlukan

pengetahuan dan pengertian terhadap semua aspek yang terlibat dalam

penghantaran pelayanan farmasi kepada penderita dan profesional

kesehatan. Walaupun kehadiran diruang penderita dan temu penderita

adalah kegiatan pokok, apoteker rumah sakit tidak menjauhkan diri dari

fungs lain yang secara langsung atau tidak langsung menguntungkan

penderita. Pelayanan farmasi klinik terdiri atas beberapa golongan

sesuai karakteristik pelayanan seperti dibawah ini : (brown, T.R. 1992)

1. Golongan pelayanan farmasi klinik yang merupakan program

rumah sakit menyeluruh

8

Page 9: makal farklin

Pelayanan ini tidak terfokus pada penderita tertentu, tetapi

ditanamkan dalam program rumah sakit menyeluruh (hospital-wide

program) yang pada pokoknya memengaruhi hasil positif dari

terapi. Pelayanan ini ditekankan pada seleksi terapi obat,

pemantauan terapi obat dan edukasi tentang obat. Program tersebut

dilaksanakan dalam : (brown, T.R. 1992)

a. Fungsi, peranan, kegiatan, dan kontribusi apoteker dalam

panitia farmasi dan terapi dan dalam sistem formularium.

b. Fungsi, tugas, dan peranan apoteker dalam sistem pencegahan

dan pemantauan kesalahan pengobatan.

c. Fungsi, tugas dan peranan apoteker dalam sistem pelaporan

reaksi obat merugikan.

d. Peranan kontribusi aoteker dalam evaluasi penggunaan obat.

e. Kegiatan dan peranan apoteker dalam penerbitan buletin terapi

obat.

f. Kegiatan dan peranan apoteker dalam program pendidikan “in-

service” bagi apoteker, perawat, dan staf medis.

2. Golongan pelayanan farmasi klinik yang berdasarkan pada

komunikasi langsung dengan penderita (pelayanan dalam proses

penggunaan obat)

Dalam proses penggunaan obat, apoteker wajib berinteraksi

dengan dokter dan perawat yang menangani langsung penderita,

dan dengan penderita itu sendiri. Dalam proses penggunaan obat,

pelayanan farmasi klinik yang diadakan /diberikan apoteker, antara

lain : (brown, T.R. 1992)

a. Wawancara sejarah obat penderita.

b. Mengadakan konsultasi dengan dokter tentang pemilihan obat

dan regimennya.

c. Mengkaji kesesuaian atau ketepatan resep atau order dokter.

d. Membuat profil pengobatan penderita (p-3).

9

Page 10: makal farklin

e. Memberi konsultasi atau informasi pada perawat tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan obat pendeita.

f. Memberi konseling atau edukasi kepada penderita tentang

obatnya.

g. Pemantauan efek obat yang diberikan kepada penderita.

h. Konseling pembebasan penderita.

3. Golongan pelayanan farmasi klinik formal dan terstruktur

Pelayanan ini difokuskan pada kelompok penderita atau

golongan obat bertujuan peningkatan terapi dengan memberi

edukasi bagi dokter penulis resep / order atau penderita. Apoteker

yang memberikan pelayanan ini umumnya adalah apoteker

spesialis dalam berbagai bidang tersebut dibawah ini : (brown, T.R.

1992)

a. Sentra informasi obat

b. Sentra informasi keracunan

c. Pelayanan penetapan dosis individu secara farmakokinetik

klinik

d. Pelayanan dalam investigasi obat

e. Pelayanan dalam tim nutrisi parenteral lengkap

f. Pelayanan dalam penelitian obat secara klinik

g. Pelayanan dalam pengendalian infeksi dirumah sakit

h. Pelayanan obat sitotoksik

4. Golongan pelayanan farmasi klinik subspesialistik

Pelayanan klinik dalam kategori ini merupakan jenis yang

paling terspesialisasi. Praktisi dalam bidang ini sangat terlatih

dalam suatu bidang tertentu. Persiapan untuk pengadaan pelayanan

ini memerlukan pengetahuan dan pengertian yang mendalam

tentang patofisiologi dan farmakoterapi dari status penyakit.

Pelayanan farmasi klinik yang diberikan apoteker subspesialis

dalam : (brown, T.R. 1992)

10

Page 11: makal farklin

a. Pelayanan penderita kritis

b. Unit gawat darurat

c. Pelayanan onkologi-hematologi

d. Pelayanan dalam transplantasi organ

e. Pelayanan dalla bedah/anastesi

f. Pelayanan penderita penyakit kronik.

g. Pelayanan untuk pediatric

h. Pelayanan untuk psikiatrik

i. Pelayanan toksikologi klinik

2.4.2 Kriteria Penetapan Prioritas Pelayanan Farmasi Klinik

Untuk memulai pelayanan farmasi klinik perlu ditetapkan kriteria

penetapan prioritas penerapan pelayanan farmasi klinik disuatu rumah

sakit, antara lain : (siregar, C.J.P. 2002)

1. Pelayanan yang langsung memengaruhi penulisan serta

penggunaan obat yang paling tepat dan rasioanal

2. Pelayanan yang langsung meningkatkan keamanan dan kepatuhan

penderita

3. Pelayanan segera dapat dilakukan tanpa penambahan biaya yang

besar

4. Permintaan profesioanl kesehatan lainnya

2.4.3 Pelayanan Farmasi Klinik Prioritas

Sesuai dengan kriteria tersebut, prioritas pelayanan farmasi klinik

yang perlu dilakukan apoteker, antara lain : (siregar, C.J.P. 2001)

1. Pelayanan farmasi klinik dalam panitia farmasi dan terapi (PFT)

Fungsi apoteker dalam PFT adalah sekretaris, tetapi

diharapkan agar peranan dan kontribusinya dalam PFT harus

berarti besar bagi PFT khususnya dan rumah sakit umumnya dan ia

harus merupakan salah satu motor penggerak, motivator dari

kinerja PFT agar produktif. Apoteker bukan hanya menyiapkan

agenda dan notulen rapat saja, tetapi ia harus proaktif memberi

masukan untuk rapat panitia yang digunakan sebagai bahan acuan

11

Page 12: makal farklin

dalam mengambil keputusan. Pelayanan farmasi klinik dala

berbagai kegiatan PFT, antara lain menghasilkan : (siregar, C.J.P.

2001)

a. Formularium obat rumah sakit yang selalu mutakhir

b. Berbagai kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang sesuai

c. Pelaksanaan program edukasi tentang obat yang dilaksanakan

secara terus menerus

d. Pelaksanaan program evaluasi penggunaan obat (EPO)

e. Pelaksanaan pemantauan terapi obat (PTO)

f. Pelaksanaan program pemantauan dan pelaporan reaksi obat

merugikan (ROM) yang dapat dilaksanakan secara konsisten.

Keberhasilan PFT itu akan tercapai jika ada kerjasama yang

erat antar anggota panitia terutama antara apoteker rumah sakitt

dengan seluruh staf medis rumah sakit dan yang terpenting ialah

kontribusi pelayanan farmasi klinik apoteker pada keberhasilan itu

tidak dapat diabaikan. (siregar, C.J.P. 2001)

2. Pelayanan farmasi klinik dalam kegiatan sistem formularium

Formularium yang berhasil ialah jika selalu mutakhir dan

sediaan obat yang tertera didalamnya ditulis oleh semua staf medis

untuk penderita sehingga penggunaan obat yang tertera didalamnya

ditulis oleh semua staf medis untuk penderita sehingga penggunaan

obat non formularium sangat sedikit. Keberhasilan formularium

demikian hanya dapat dicapai dengan penerapan sistem

formularium secara wajib dirumah sakit. (siregar, C.J.P. 2001)

Definisi sistem formularium adalah suatu metode yang

diterapkan staf medis, bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai,

dan memilih dari banyak zat aktif dan produk obat dalam

perdagangan, yang dipertimbangkan paling aman dan bermanfaat

bag perawatan penderita dan hanya produk obat yang demikian

tertera dalam formularium dan disediakan di IFRS. Jadi, sistem

formularium adalah alat yang penting dalam memastikan mutu

12

Page 13: makal farklin

penggunaan obat. Pelaksanaan sistem formularium adalah

keharusan dirumah sakit dan PFT harus diberikan wewenang dan

tanggung jawab penuh melaksanakannya. Apoteker dengan

pengetahuan tentang obat yang dimilikinya, merupakan anggota

kunci dalam sistem formularium. (siregar, C.J.P. 2002)

3. Pelayanan farmasi klinik dalam proses penggunaan obat

Pelayanan apoteker dalam proses penggunaan obat berbasis

farmasi klinik antara lain wawancara sejarah obat penderita,

konsultasi dengan dokter, mengkaji resep/order dokter, menulis

profil pengobatan penderita (P3), meracik/enyediakan,

menyampaikan obat keruang penderita, konseling dengan penderita

dan pemberian informasi kepada perawat, pemantauan penggunaan

obat untuk memaksimalkan kepatuhan penderita, medeteksi efek

dan/ atau reaksi obat merugikan dan untuk meningkatkan

“outcomes” obat. (siregar, C.J.P. 2001)

4. Pelayanan farmasi kilnik dalam sistem distribus obat berorientasi

pada penderita

Suatu sistem distribusi obat yang berhasil ialah jika tidak ada

kesalahan obat (zero defect); obat tepat waktu diterima penderita;

adanya informasi yang cukup bagi perawat dan penderita tentang

regimen obat; tidak ada obat yang hilang; adanya pemantauan

penggunaan obat untuk mendeteksi reaksi alergi dan reaksi obat

merugikan; semua obat yang didistribusikan dirumah sakit berasal

dari IFRS dan penanggung jawab tunggal iyalah pimpinan IFRS.

Oleh karena itu, suatu sistem distribusi obat yang tepat untuk

penderita perawat tinggal, harus dipelajari denga seksama oleh PFT

dan IFRS dimulai dengan perencanaan, diterapkan secara bertahap

dengan proyek percobaan sampai sistem itu diterapkan diseluruh

rumah sakit. (siregar, C.J.P. 2001)

13

Page 14: makal farklin

5. Pelayanan farmasi klinik dalam konsultasi dan pelayanan informasi

obat

Kegiatan yang menjadi sasaran informasi obat di rumah sakit,

yang wajib dilayani sentra informasi obat tersebut, antara lain :

(siregar, C.J.P. 2001)

a. Menjawab pertanyaan

Dalam hal ini, sasarn yang dilayani adalah profesional

kesehatan dan penderita yang mengajukan pertanyaan

langsung kepada apoteker.

b. Penyediaan informasi untuk berbagai panitia diruah sakit,

misalnya :

Panitia farmasi dan terapi (PFT)

Informasi obat untuk pemutakhiran formularium,

pengadaan, dan perumusan kebijakan tentang obat.

Panitia evaluasi penggunaan obat (EPO)

Panitia program pelaporan reaksi obat merugikan (ROM)

Panitia pengendalian infeksi nosokomial

c. Informasi dalam buletin farmasi dirumah sakit

d. Informasi untuk materi edukasi obat bagi penderita dan

profesional kesehatan

e. Informasi untuk program untuk evaluasi penggunaan obat

Untuk penetapan kriteria yang mencakup : indikasi,

kontraindikasi, dosis, interaksi, duplikasi, uji laboratorium

sebelum dan selama terapi obat, komplikasi, “outcomes”

perawatan penderita tertentu dan kombinasi antagonis.

f. Informasi untuk kegiatan penyelidikan obat

g. Pelayanan informasi obat bagi staf medis, bertujuan :

Menetapkan tujuan terapi dan titik akhir terapi obat

Pemilihan zat terapi yang paling tepat

Penulisan regimen obat yang paling tepat

Pemantauan efek terapi obat berdasarkan indeks efek

14

Page 15: makal farklin

Pemilihan metode penggunaan obat (konsumsi)

6. Pelayanan farmasi klinik dalam pengkajian dan pemantauan terapi

obat

Hal yang dipantau apoteker antara lain : (siregar, C.J.P.

2001)

a. Penyalahgunaan obat

b. Salah penggunaan obat

c. Pola penulisan resep yang abnormal

d. Duplikasi resep

e. Interaksi obat-obat

f. Interaksi obat-makanan

g. Interaksi obat-uji laboratorium

h. Reaksi obat merugikan

i. Inkompatibilitas pencampuran intravena

j. Kondisi patologis penderita yang mempengaruhi efek

merugikan dari terai obat yang ditulis

k. Data laboratorium farmakokinetik klinik untuk mengevaluasi

kemanfaatan terapi obat dan mengantisipasi efek samping,

toksisitas atau ROM

7. Pelayanan farmasi klinik dalam program evaluasi penggunaan obat

(EPO)

Evaluasi penggunaan obat(EPO) adalah proses jaminan mutu

terstuktur secara organisatoris diakui, ditujukan untuk memastikan

bahwa obat digunakan secara tepat, aman, dan bermanfaat.

Apoteker sangat berperan dalam panitia ini, antara lain dalam

penyediaan informasi obat yang sedang dievaluasi, penetapan

kriteria penggunaan obat yang sedang dievaluasi, mengevalasi

penggunaan dengan mengacu pada kriteria enggunaan yang

ditetapkan, berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan perbaikan /

solusi masalah atau perbaikan penggunaan obat, menilai efektifitas

tindakan perbaikan dan mengkomunikasikan temuan dalam EPO,

15

Page 16: makal farklin

dan pelaksanaan tindakan perbaikannya serta hasilnya kepada

individu dan kelompok yang sesuai di rumah sakit.

8. Pelayanan farmasi klinik dalam program edukasi dan program

pelatihan ”In-Service” tentang obat bagi profesional kesehatan.

Apoteker memiliki pengetahuan dan keahlian, yang patut

dibagi pada semua pihak yang terlibat dalam pengadakan,

penyimpanan, penulisan resep, dan penggunaan obat. Komunikasi

dengan kelompok diluar informasi farmasi, yang merupakan suatu

sarana yang efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatah

menyeluruh.

Apoteker rumah sakit dapat melaksanakan program

pendidikan obat “In-Service” dalam berbagai bentuk edukasi bagi

profesional kesehatan, antara lain: edukasi langsung bagi perawat;

pengadaan buletin atau surat bagi dokter; berpartisipasi dalam

konferensi staf medis ; dan memberikan pendidikan “In-Service”

secara informal dalam kunjungan ke ruang.

9. Pelayanan farmasi klinik dalam edukasi dan konseling penderita

Keamanan dan keefektifan terapi obat akan terjadi bila

penderita memahami betul tentang obat dan penggunaannya.

Penderita yang cukup memahami obatnya, menunjukkan

peningkatan kepatuhan pada regimen obat yang tertulis,

menghasilkan “outcomes” terapi yang meningkat. Oleh karena itu,

apoteker mempunyai tanggung jawab moral dan profesional

memberi edukasi dan konseling terapi obt bagi penderita.

Konseling penderita yang dilakukan apoteker merupakan suatu

komponen dari kepedulian farmasi dan harus ditujukan untuk

peningkatan “outcomes” terapi dengan memaksimalkan

penggunaan obat yang tepat.

16

Page 17: makal farklin

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Hepler,C.D. dan Strand, L.M. 1990. Oppurtunities and responsibilities in

pharmaceutical care. American journal of hospital pharmacy.

Miller, R.G. 1981. Survival analysis. Newyork : Jhon wiley & sons.

17