11
MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX(MHC) Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua jenis vertebrata. Gen tersebut terdiri dari ± 4 juta yang terdapat di kromosom nomor 6 manusia dan lebih dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T. Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah satu set molekul yang ditampilkan pada permukaan sel yang bertangung jawab untuk pengakuan limfosit dan “presentasi antigen”. Molekul- molekul MHC mengontrol respon imun melalui pengakuan dari “self” dan “nonself” akibatnya menjadi target dalam penolakan transplantasi. Major Histocompatibility Complex (MHC) dikodekan oleh bebrapa gen terletak pada kromosom manusia nomor 6. Kelas I molekul dikodekan oleh daerah BCA sementara kelas II molekul dikodekan oleh daerah D. Sebuah wilayah antara kedua pada kromosom 6 mengkodekan molekul kelas III, termasuk beberapa komplemen. Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan molekul permukaan sel dikode oleh gen keluarga besar di semua vertebrata. Molekul MHC memediasi interaksi leukosit, juga disebut sel-sel darah putih (leukosit), yang merupakan sel-sel yang berfungsi

Major Histocompatibility Complex (Mhc)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX(MHC)

Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada

semua jenis vertebrata. Gen tersebut terdiri dari ± 4 juta yang terdapat di kromosom nomor 6

manusia dan lebih dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC

yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T.

Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah satu set molekul yang ditampilkan

pada permukaan sel yang bertangung jawab untuk pengakuan limfosit dan “presentasi antigen”.

Molekul-molekul MHC mengontrol respon imun melalui pengakuan dari “self” dan “nonself”

akibatnya menjadi target dalam penolakan transplantasi.

Major Histocompatibility Complex (MHC) dikodekan oleh bebrapa gen terletak pada

kromosom manusia nomor 6. Kelas I molekul dikodekan oleh daerah BCA sementara kelas II

molekul dikodekan oleh daerah D. Sebuah wilayah antara kedua pada kromosom 6

mengkodekan molekul kelas III, termasuk beberapa komplemen.

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan molekul permukaan sel dikode

oleh gen keluarga besar di semua vertebrata. Molekul MHC memediasi interaksi leukosit, juga

disebut sel-sel darah putih (leukosit), yang merupakan sel-sel yang berfungsi sebagai kekebalan

tubuh, dengan leukosit atau sel-sel tubuh. MHC menentukan kompatibilitas donor untuk

transplantasi organ serta kerentanan seseorang terhadap penyakit autoimun melalui crossreacting

imunisasi. Pada manusia, MHC juga disebut antigen leukosit manusia (HLA).

Karena panjang dan besar DNA dalam MHC termasuk seluruh lini gen cenderung

mendapatkan warisan bersama-sama, jadi dapat dikelompokkan dengan set seluruh variasi DNA

yang sama. Kerena variasi warisan atau ‘linkage disequilibrium’ sangat kuat dalam MHC maka

sangat sulit untuk membongkar apa yang ada dibalik setiap perubahan DNA yang satu terkait

dengan penyakit tertentu. Bisa jadi ada hubungan dengan gen tertentu yang berpengaruh atau

bisa juga lain dari banyak gen yang erat digabungkan untuk itu.

Tubuh memiliki banyak lapisan kontrol untuk memastikan gen hanya aktif di tempat

yang tepat dan dalam jumlah yang tepat. Proses sentral tentu saja sama yaitu urutan DNA

Page 2: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

menjadi RNA membaca kode dari mana protein diproduksi. Tetapi pada setiap tahap ada checks

and balances untuk memastikan setiap gen dan produk bekerja pada tingkat yang tepat untuk

menjaga proses pengkodean.

Mungkin perubahan DNA bisa mengubah struktur protein yang dikodekan oleh gen,

tetapi juga dapat mengubah aktivitas gen atau kontrol gen yang lain. Ini bisa mengubah gen atau

mematikan, atau mengubah bentuk akhir protein yang dihasilkan.

Dalam studi lainnya didapati bahwa variasi genetika dalam HLA (Human Leukocyte

Antigen) turut menentukan siapa yang akan menjadi pasangannya, studi tersebut mengamati

mekanisme MHC dalam kaitannya dengan variasi HLA. Dua studi turunannya telah dilakukan,

salah satunya melibatkan patogen (agen penyebab penyakit) dan yang lainnya tidak melibatkan

patogen.

Dalam hal HLA, allela (pasangan gen) menunjukkan ko-dominasi (sama dominannya

antar dua gen yang berpasangan), dengan akibat bahwa heterozigot dapat merespon antigen

‘non-self pathogenic’ secara lebih luas (lebih banyak antigen yang dapat terdeteksi), dan system

kekebalan dari individu yang heterozigot juga dapat mengikat dua kali lebih banyak peptida

(protein) asing, dibandingkan dengan seorang individu yang homozigot, molekul HLA mengikat

dan menunjukkan pecahan sel-sel penyakit pada permukaan membran sel, di mana kemudian

akan dikenali oleh T-Cells. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak jenis

molekul HLA dapat berakibat pada ketahanan terhadap penyakit secara lebih luas. Lalu

kemudian dapat disimpulkan bahwa individu yang heterozigot lebih diuntungkan oleh seleksi

alam .

Struktur Protein MHC

Struktur protein MHC terdiri dari dua kelas struktur, yaitu protein MHC kelas I dan kelas

II.

Page 3: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

Protein MHC Kelas I

Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel berinti. Protein ini bertugas

mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik yang secara langsung akan menghancurkan

sel yang mengandung antigen asing tersebut. Protein MHC kelas I terdiri dari dua polipetida,

yaitu rantai membrane integrated alfa ( ) yang disandikan oleh gen MHC pada kromosom

nomor 6, dan non-covalently associated beta-2 mikroglobulin (β2m). Rantai α akan melipat dan

membentuk alur besar antara domain α1 dan α2 yang menjadi tempat penempelan molekul MHC

dengan antigen protein. Alur tersebut tertutup pada kedua ujungnya dan peptida yang terikat

sekitar 8-10 asam amino. MHC kelas satu juga memiliki dua α heliks yang menyebar di rantai β

sehingga dapat berikatan dan berinteraksi dengan reseptor sel T.

Protein MHC Kelas II

Protein MHC kelas II terdapat pada permukaan sel B, makrofag, sel dendritik, dan

beberapa sel penampil antigen (antigen presenting cell atau APC) khusus. Melalui protein MHC

kelas II inilah, APC dapat mempresentasikan antigen ke sel T penolong yang akan menstimulasi

reaksi inflamatori integrated-membrane yang disebut α dan β. Biasanya, protein ini akan

berpasangan untuk memperkuat kemampuannya untuk berikatan dengan reseptor sel T. Domain

α1 dan β1 akan membentuk tempat untuk pengikatan MHC dan antigen.

Gen MHC dan polimerfisme

Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom nomor 6 dan

terbagi menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk MHC II. Kelompok

gen yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus mayor yang disebut B,C, dan A, serta beberapa

lokus minor yang belum diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan satu polipetida tertentu.

Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau dengan kata lain bersifat polimorfik.

Rantai beta-2-mikroglobulin dikodekan oleh gen yang terletak di luar kompleks gen MHC,

namun apabila terjadi kecacatan pada gen tersebut maka antigen kelas I tidak bisa dihasilkan dan

dapat terjadi defisiensi sel T sitotoksik. Kompleks gen kelas II terdiri dari tiga lokus yaitu

DP,DQ, dan DR yang masing-masing mengkodekan satu rantai alfa atau beta. Rantai polipeptida

yang dihasilkan akan saling berikatan dan membentuk antigen kelas II. Seperti halnya antigen

Page 4: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

kelas II, antigen kelas II juga bersifat polimorfik (unik) karena lokus DR dapat terdiri atas lebih

dari satu macam gen penyandi rantai beta fungsional.

Mayor Hiskompabilitas Kompeks

Semua sel memiliki molekul pada permukaannya, yang khas untuk setiap individu.

Molekul ini disebut molekul kompleks hiskompatibiliti mayor. Melalui molekul ini, tubuh dapat

membedakan mana yang merupakan benda asing dan mana yang bukan benda asing.

Terdapat 2 jenis molekul kompleks hiskompatibiliti mayor disebut juga (human leukocyte

antigens atau HLA) ;

1. HLA I ditemukan di semua sel tubuh, kecuali sel darah merah

2. HLA II hanya ditemukan pada permukaan makrofag serta limfosit T dan limfosit B

yang telah dirangsang oleh suatu antigen

Saat janin mulai membentuk sistem kekebalan, sel induk (stem cell) berpindah ke

kelenjar thymus dan membelah serta berkembang menjadi limfosit T. ketika berkembang di

dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan dirinya dengan yang bukan dirinya

(benda asing). Setiap limfosit T yang bereaksi terhadap HLA thymus dimusnahakan. Setiap

limfosit T yang menerima HLA thymus dan belajar bekerja sama dengan sel-sel yang

mencerminkan HLA tubuh akan mengalami pematangan dan meninggalkan thymus. Hasilnya

adalah limfosit T dewasa dapat mengenali dan tidak menyerang sel-sel tubuhnya sendiri dan saat

mempertahankan tubuh, limfosit T bisa bekerja sama dengan sel-sel- tubuh lainnya.

Kadang limfosit T kehilangan kemampuannya untuk membedakan benda asing dan

bukan benda asing. Jika limfosit T tidak dapat mengenali HLAnya sendiri, maka dia akan

menyerang tubuhnya sendiri, sehingga terjadi penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus

sistemik atau sklerosis multipel).

Kekebalan dan Respon Kekebalan

Page 5: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

Sistem kekebalan memiliki suatu jaringan pengawasan dan keseimbangan yang rumit,

yang bisa dibedakan menjadi kekebalan yang dibawa dari lahir dan kekebalan yang didapat.

Setiap orang terlahir dengan kekebalan bawaan. Komponen dari sistem kekebalan yang

terlibat dalam kekebalan bawaan antara lain makrofag, neutrofil dan sistem komplemen.

Komponen tersebut memberi reaksi dan mengenali antigen yang sama terhadap semua benda

asing.

Kekebalan yang didapat diperoleh setelah lahir. Pada saat lahir, sistem kekebalan

seseorang belum bertemu dengan dunia luar atau belum mulai membangun arsip memorinya.

Sistem kekebalan belajar untuk memberikan respon terhadap semua antigen baru yang

ditemuinya. Karena itu, kekebalan yang didapat bersifat khusus (spesifik) untuk setiap antigen

yang ditemui selama hidup seseorang. Tanda dari kekebalan spesifik adalah kemampuan untuk

mempelajari, menyesuaikan, dan mengingat.

Sistem kekebalan yang didapat memiliki rekaman atau ingatan dari setiap antigen yang

ditemui baik melalui pernafasan, makanan atau kulit. Hal ini dimungkinkan karena limfosit

memiliki umur yang panjang. Jika bertemu dengan suatu antigen untuk yang kedua kalinya,

maka limfosit dengan segera akan memberikan respon spesifik terhadap antigen tersebut.

Dengan adanya respon spesifik ini, maka seseorang tidak akan menderita cacar air atau campak

lebih dari 1 kali dan karena respon spesifik ini pula maka vaksinasi berhasil mencegah terjadinya

penyakit. Contohnya untuk mencegah polio diberikan vaksinasi yang berasal dari virus polio

yang dilemahkan. Jika kemudian orang tersebut terpapar oleh virus polio, maka sistem kekebalan

akan membuka arsip memorinya, menemukan konsep untuk virus polio dan dengan segera

mengaktifkan pertahanan yang sesuai. Hasilnya adalah pemusnahan virus polio oleh antibodi

spesifik yang menetralkan virus sebelum virus memiliki kesempatan untuk berlipatganda dan

memasuki sistem saraf.

Kekebalan tubuh bawaan dan kekebalan yang didapat tidak tergantung satu sama lain.

Setiap sistem berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnnya, baik secara langsung maupun

melalui rangsangan sitokin.

Page 6: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

Reaksi Autoimun

Kadang terjadi kelaianan fungsi sistem kekebalan tubuh, dimana jaringan tubuh dikenali sebagai

benda asing lalu diserang sehingga terjadi reaksi autoimun.

Reaksi autoimun bisa dipicu oleh beberapa hal :

- Suatu zat di dalam tubuh yang dalam keadaan normal hanya terdapat pada suatu daerah khusus

dan berada di luar jangkauan sistem kekebalan dilepaskan kedalam sirkulasi umum. Misalnya

cairan di dalam bola mata dalam keadaan normal hanya terdapat di dalam rongga bola mata. Jika

terjadi suatu tusukan yang menyebabkan terlepasnya cairan ini ke dalam aliran darah, maka

sistem kekebalan akan bereaksi melawannya.

- Perubahan pada suatu zat tubuh yang normal. Misalnya virus, obat-obatan, cahaya matahari

atau penyinaran bisa mengubah struktur protein pada tubuh sehingga sistem kekebalan

mengenalinya sebagai benda asing.

- Sistem kekebalan memberikan respon terhadap zat asing yang menyerupai zat tubuh alami dan

menyerangnya sebagai benda asing.

- Terjadi kelainan fungsi di dalam sel yang mengendalikan pembentukan antibodi. Misalnya

limfosit B yang ganas bisa menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang sel darah merah.

Akibat reaksi autoimun dapat bervariasi:

- Demam

- Kerusakan berbagai jaringan, misalnya pembuluh darah, tulang rawan dan kulit

- Kerusakan organ

- Peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan gagal ginjal, gangguan pernafasan, kelainan fungsin jantung, nyeri, kelainan bentuk, delirium dan kematian.

Sejumlah besar penyakit yang hampir dipastikan merupakan reaksi autoimun adalah:

- Lupus eritematosus sistemik

- Miastenia gravis

Page 7: Major Histocompatibility Complex (Mhc)

- Penyakit Graves

- Tiroiditis Hashimoto

- Pemfigus

- Artritis rematold

- Skleroderma

- Sindroma Sjogren

- Anemia pernisiosa

Sitokin

Pada sistem kekebalan, sitokin berfungsi sebagai pembawa pesan. Sitokin dihasilkan oleh

sel-sel pada sistem kekebalan sebagai respon terhadap perangsangan antigen. Sitokin membantu

beberapa aspek sistem kekebalan dan menekan aspek yang lainnya.

Beberapa sitokin bisa diberikan melalui suntikan untuk mengobati penyakit tertentu, misalnya:

- interferon alfa, efektif untuk mengobati kanker tertentu misalnya hairy cell leukemia

- interferon beta, digunakan untuk mengobati multipel sklerosis

- interleukin-2 diberikan pada penderita melanoma maligna dan kanker ginjal

- granulocyte colony-stimulating factor merangsang pembentukan neutrofil, diberikan pada penderita kanker yang memiliki sedikit neutrofil sebagai efek samping dari kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Alberts,S. and Ober,C.1993. Genetic variability in the major hiscompatiobility complex; a

review of non-pathogen-mediated selective mechanism. Yearb Phys Anthropol 36:71-80