27
 MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA ( MKDKI ) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum. Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas: 1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan 2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain. Pelanggaran disiplin pada hakikatnya dibagi menjadi: 1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten. 2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik. 3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat: 1. identitas pengadu; 2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan 3. alasan pengaduan.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 1/27

 

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA ( MKDKI )

Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran,

dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk

menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan

disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil

Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta

bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara

Republik Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil

Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang

wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili

asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul

organisasi profesi.

Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali

masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan

ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan

pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil

Kedokteran Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:

1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan

dokter gigi yang diajukan; dan

2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter 

gigi.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan penerapan

keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi.

Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan

sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, PedomanOrganisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain.

Pelanggaran disiplin pada hakikatnya dibagi menjadi:

1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.

3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi

dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:

1. identitas pengadu;

2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan3. alasan pengaduan.

Page 2: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 2/27

 

Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap orang untuk

melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat

kerugian perdata ke pengadilan.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan

terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila dalampemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi

disiplin dapat berupa:

1. pemberian peringatan tertulis;

2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan DisiplinKedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara

pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Sumber: Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai.

3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi

untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi

dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian

tersebut.

s. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental

sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.

6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidakmelakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa

alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.

7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

pasien.

8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau keluarganya

dalam melakukan praktik kedokteran.

9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat

atau wali atau pengampunya.

10. Dengan sengaja tidak membuat atau menyimpan Rekam Medik sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang undangan atau etika profesi.11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai

Page 3: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 3/27

 

dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan dan etika profesi.

12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri dan

atau keluarganya.

13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau ketrampilan atau

teknologi yang belum diterima, atau diluar tata cara praktik kedokteran yang layak.

14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagaisubyek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang diakui pemerintah.

15, Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak

membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu

melakukannya.

16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak

dan sah sebagaimana diatur dalam perundang undangan atau etika profesi.

17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan

atau etika profesi.

18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang

diketahuinya secara benar dan patut.

19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi hukumanmati.

20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya

( NAPZA ) yang tidak sesuai dengan perundang undangan dan etika profesi.

21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien,

ditempat praktik.

22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.

23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau memberikan

resep obat/alat kesehatan.

24. Mengiklankan kemampuan /pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki,

baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.

25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya.26. Berpraktik dengan menggunakan STR atau SIP dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak

sah.

27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik.

28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk

pemeriksaan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.

Sumber: Buku Pedoman Penegakan Disiplin Kedokteran

T A N Y A - JAWAB MKDKIApa yang dapat saya lakukan jika saya mengetahui atau merasa dirugikan atas tindakan dokter 

dalam menjalankan praktik kedokteran?

Anda dapat mengadu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Siapa saja yang dapat mengadu ke MKDKI?

Setiap orang yang mengetahui secara langsung atau kepentingannya dirugikan atas tindakan

dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran. Termasuk dalam pengertian

orang adalah korporasi (badan) yang dirugikan kepentingannya. MKDKI menerima pengaduan

dari masyarakat termasuk LSM, Tenaga Kesehatan, Institusi seperti Departemen Kesehatan,

Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Organisasi Profesi, dsb

Apakah MKDKI itu?

Page 4: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 4/27

 

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga Negara yang

berwenang untuk 1) menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi

dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi; dan 2) menetapkan sanksi bagi

dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah.

Dasar pembentukan dan kewenangan MKDKI adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran

Apa yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin kedokteran?

Pelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan

dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi dianggap

melanggar disiplin kedokteran bila :

1.

Melakukan praktik dengan tidak kompeten

2.

Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal ini tidak

mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)

3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya

Apa saja yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/ kedokteran gigi?

Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain ketidakjujuran dalam

berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan medis yang

tidak benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada pasien, menolak menangani pasien

tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan pasien/keluarga,

melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada saat membutuhkan penanganan

segera, mengistruksikan atau melakukan pemeriksaan tambahan/pengobatan yang berlebihan,

bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dsb

Bagaimana cara mengadukan dokter/dokter gigi ke MKDKI?

1.Buatlah pengaduan secara tertulis dengan mengisi formulir yang dapat didownload

di www.inamc.or.id (Format Pengaduan) atau Anda dapat memperoleh formulir tersebut dengan

menghubungi petugas kami di (021) 72800920

2.

Bila Anda tidak dapat membuat pengaduan secara tertulis, Anda dapat mendatangi kantor 

MKDKI, dimana petugas kami akan membantu Anda membuat pengaduan secara tertulis

3.

Jika menemukan kesulitan dalam mengisi form tersebut, Anda dapat menanyakannya kepada

petugas kami

4.

Pengaduan tersebut ditujukan kepada Ketua MKDKI, Jl. Hang Jebat III Blok. F3, KebayoranBaru, Jakarta Selatan 12120

5.

Pengaduan tersebut harus dibubuhi tandatangan Pengadu/Pelapor diatas meterai yang cukup

Informasi apa yang harus dimuat dalam pengaduan tersebut?

Dalam formulir pengaduan yang kami sediakan, terdapat beberapa informasi yang harus

diberikan, antara lain :

1. Identitas pengadu/pelapor;

2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);

3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;

4. Waktu tindakan dilakukan;5. Alasan pengaduan dan kronologis;

Page 5: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 5/27

 

6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb

Jika pengadu/pelapor tidak mencantumkan identitasnya dalam formulir pengaduan, dapatkah

MKDKI menangani pengaduan tersebut?

MKDKI membutuhkan identitas pengadu/pelapor untuk mendapatkan informasi yang cukup,

untuk melakukan investigasi, dan untuk melakukan pemeriksaan oleh Majelis. Tanpa identitasyang jelas dari pengadu/pelapor akan menyulitkan kami dalam melaksanakan hal-hal tersebut

Apa yang terjadi setelah pengaduan diterima MKDKI?

Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda terima

pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan akan

ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin. Alur proses

penanganan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin oleh MKDKI dapat dilihat

pada www.inamc.or.id (Proses Penanganan Pengaduan di MKDKI)

Apa tujuan pemeriksaan awal oleh Majelis Pemeriksa Awal?

Pemeriksaan awal oleh Majelis Pemeriksa Awal (MPA) untuk menentukan kewenangan MKDKIterhadap pengaduan tersebut

Apa batasan kewenangan MKDKI terhadap suatu pengaduan?

Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :

1. Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia.

2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah tanggal 6

Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran)

3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut

4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi

Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh MajelisPemeriksa Disiplin (MPD)

Apakah saya bisa mendapatkan informasi tentang proses penanganan pengaduan saya di

MKDKI?

Anda dapat mengetahui proses penanganan pengaduan Saudara melalui telepon kepada

petugas MKDKI di nomor (021) 72800920

Dapatkah pengadu menghadiri setiap persidangan di MKDKI?

Pengadu hanya dapat menghadiri :

1. Sidang tertutup dengan agenda mendengarkan keterangan pengadu sebagai saksi (jika

diminta oleh Majelis)

2. Sidang terbuka dengan agenda pembacaan keputusan

Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Persidangan oleh MKDKI mengutamakan prinsip menjaga rahasia kedokteran

2. Penegakan disiplin oleh MKDKI pada hakikatnya dilakukan dalam rangka membina dan

meningkatkan kinerja dokter dan dokter gigi

Sanksi apa yang diberikan kepada dokter/dokter gigi yang dinyatakan melanggar disiplin

kedokteran/ kedokteran gigi?

Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:

1. Pemberian peringatan tertulis

2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP);dan/atau

Page 6: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 6/27

 

3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi

Apakah MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap

dokter teradu?

1.MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh dokter/dokter gigi

2.

MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang dinyatakan

melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi

3.

MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya

4.

MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Bagaimana saya dapat mengetahui hasil keputusan MKDKI terhadap pengaduan saya?

Anda dapat mengetahui hasil keputusan MKDKI dengan menghadiri dan mendengarkanpembacaan keputusan yang dilaksanakan secara terbuka.

Keputusan MKDKI akan diserahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia untuk pelaksanaan

sanksi disiplin jika dokter/dokter gigi yang diadukan terbukti bersalah. Pengaduan dokter/dokter 

gigi kepada MKDKI ditujukan untuk meningkatkan kinerja dokter/dokter gigi yang bersangkutan.

Apakah terhadap Keputusan MKDKI dapat diajukan banding?

Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI,

Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait. Dokter/dokter 

gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua

MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan

tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung keberatannya

Apakah pemeriksaan MKDKI berjalan secara objektif?

Majelis Pemeriksa Disiplin terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum yang bukan

dokter/dokter gigi. Dengan hadirnya anggota majelis bukan dari profesi kedokteran/kedokteran

gigi, diharapkan dapat mencapai objektifitas yang dapat dipertanggungjawabkan

Berapa lama MKDKI menangani pengaduan saya?

Lama penanganan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi oleh

MKDKI tidak dapat ditentukan, tergantung pada kompleksitas kasus dan banyaknya informasi

yang diperlukan dalam pemeriksaan oleh majelis

Apakah MKDKI dapat memberikan nasihat atau pendapat kepada pengadu atau dokter/dokter 

gigi teradu?

MKDKI dapat memberikan informasi tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku di MKDKI,

proses dan bentuk sanksi disiplin yang dapat diputuskan oleh MKDKI, tetapi tidak dapat

memberi nasihat tentang masalah hukum maupun masalah teknis medis. Untuk permasalahan

hukum Anda dapat menghubungi penasihat hukum Anda

http://www.ilunifk83.com/t252-konsil-kedokteran-indonesia

Page 7: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 7/27

 

Subject: Re: Rekam Medis Sun Mar 28, 2010 10:27 pm

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008

TENTANG REKAM MEDIS

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran, perlu mengatur kernbali penyelenggaraan Rekam Medis dengan Peraturan

Menteri Kesehatan,

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 

3495);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran {Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4431);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang

Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4548);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 21, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 2803);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3637);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737);

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan

Kesehatan Swasta Di Bidang Medik;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/ll/1988 tentang Rumah Sakit;9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKA N:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REKAM MEDIS.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang ¡dentitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telan diberikan kepada pasien.

2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialislulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang

Page 8: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 8/27

 

diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan

yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.

4. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan

kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.

5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untukmemperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak

langsung kepada dokter atau dokter gigi.

6. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang

dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

7. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan

hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman,

baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.

8. Organisasi Protesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi

Indonesia untuk dokter gigi.

BAB IIJENIS DAN ISI REKAM MEDIS

Pasal 2

(1) Rekam medís harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.

(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur 

lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Pasal 3

(1) tsi rekam medís untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-

kurangnya memua! :

a. identitas pasien;

b. tanggal dan waktu;c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayaî penyakjt;

d. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e. diagnosis;

f. rencana penatalaksanaan;

g. pengobatan dan/atau tindakan;

h. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;

i. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan

 j. persetujuan tindakan bila diperlukan.

(2) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu nari sekurang-kurangnya

memuat :a. identitas pasien;

b. tanggal dan waktu;

c. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

d. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e. diagnosis;

f. rencana penatalaksanaan,

g. pengobatan dan/atau tindakan;

h. persetujuan tindakan bila diperlukan;

i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

 j ringkasan pulang (discharge summary),

k. ñama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikanpelayanan kesehatan;

Page 9: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 9/27

 

I. pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan

m. untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

(3) Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya memuat :

a. identitas pasien;

b. kondísi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;c. identitas pengantar pasien;

d. tanggal dan waktu;

e. hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

f. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

g. diagnosis;

h. pengobatan dan/atau tindakan;

i. ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana

tindak lanjut;

 j. ñama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan

pelayanan kesehatan;

k. sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanankesehatan lain; dan

I. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

(4) Isi rekam medís pasien dalam keadaan bencana. selain memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan :

a. jenis bencana dan lokasi dimana pasien dítemukan;

b. kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal; dan

c identitas yang menemukan pasien;

(5) Isi rekam medís untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.(6) Pelayanan yang díberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat dalam rekam

medís sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan disimpan pada sarana pelayanan

kesehatan yang merawatnya.

Pasal 4

(1) Ringkasan pulang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) harus dibuat oleh dokter atau

dokter gigi yang melakukan perawatan pasien.

(2) Isi ríngkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :

a. identitas pasien;

b. diagnosis masuk dan ¡ndikasi pasien dirawat;

C. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir. pengobatan dan tindaklanjut; dan

d. ñama dan tanda tangán dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.

BAB III

TATA CARA PENYELENGGARAAN

Pasal 5

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib rnembuat rekam

medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi

setelah pasien menerima pelayanan.

(3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melaluipencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan

Page 10: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 10/27

 

lain yang telah díberikan kepada pasien.

(4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi ñama, waktu dan tanda tangán

dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang

memberikan pelayanan kesehatan secara langsung,

(5) Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan

pembetulan.(6) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara

pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi

atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

Pasal 6

Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau

dokumen yang dibuat pada rekam medis.

Pasal 7

Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dafam rangka

penyelenggaraan rekam medis.

BAB IV

PENYIMPANAN, PENIUSNAHAN, DAN KERAHASIAAN

Pasal 8

(1) Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk

 jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.

(2) Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam

medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.

(3) Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

harus disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya

ringkasan tersebut.(4) Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan,

ayat (3), dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 9

(1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-

kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat.

(2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat

dimusnahkan.

Pasal 10

(1) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayatpengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan

tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

(2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat

pengobatan dapat dibuka dalam hai :

a. untuk kepentingan kesehatan pasien;

b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas

perintah pengadilan;

c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;

d permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan

e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan

identitas pasien.(3) Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan

Page 11: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 11/27

 

secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 11

(1) Penjelasan tentang ¡si rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang

merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulisatau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V

KEPEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 12

(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan

(2) Isi rekam medis merupakan milik pasien

(3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.

(4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau

dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau

keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Pasal 13

(1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;

b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan

penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;

c. keperluan pendidikan dan penelitian;

d dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan

e. data Statistik kesehatan

(2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan

identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya danharus dijaga kerahasiaannya.

(3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan

persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.

Pasal 14

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,

dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.

BAB VI

PENGORGANISASIAN

Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja saranapelayanan kesehatan.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan organisasi

protesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan

tugas dan fungsi masing-masing.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Pasal 17

Page 12: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 12/27

 

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai

dengan kewenangannya masing-masing.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan,

teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Dokter, dokter gigi, dan sarana pelayanan kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan

sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal

ditetapkan

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 20

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia,

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Maret 2008

MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)

Page 13: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 13/27

 

REKAM MEDIS

Ferryal Basbeth Bagian Forensik & Medikolegal FKUI Jakarta

link_forensik_ku.webs.com/hukumkesehatan.htm -

PendahuluanDalam pelayanan kedokteran di tempat praktek maupun di Rumah Sakit yang standar, dokter 

membuat catatan mengenai berbagai informasi mengenai pasien tersebut dalam suatu berkas

yang dikenal sebagai Status, Rekam Medis, Rekam Kesebatan atau Medical Record. Berkas ini

merupakan suatu berkas yang memiliki arti penting bagi pasien, dokter, tenaga kesebatan serta

Rumab Sakit. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Rekam Medis serta aspek

medikolegalnya.

Definisi Rekam Medis

Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian,

seperti dibawab ini:

1. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa,mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama

dirawat atau menjalani pengobatan.

2. Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989:

Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana

kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap.

3. Menurut Gemala Hatta

Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat

penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis olebpara praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

4. Waters dan Murphy :

Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau

selama pemeliharaan kesehatan”.

5. IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan

oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.

Isi Rekam Medis

Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentangidentitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam

dua kelompok data yaitu:

1. Data medis atau data klinis: Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat

penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporan dokter, perawat,

hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rabasia

(confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang

bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan

yang memaksa dibukanya informasi tersebut.

2. Data sosiologis atau data non-medis:

Page 14: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 14/27

 

Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data

medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang

dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat

rahasia (confidensial).

Penyelenggaraan Rekam MedisPenyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu

indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut

akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta

apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini

Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam

suatu peraturan menteri keehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes

No.749a1Menkes/Per/XII/1989.

Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai

berikut:

I. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerimapelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada

yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.

2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan

kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan

tersebut (pasal 5).

3. Jika terdapat kesalahan pencatatan, maka pembetulan catatan yang salah harus dilakukan

pada tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan (pasal 6 ayat 1). Secara

lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa penghapusan tulisan dengan cara

apapun tidak diperbolehkan.

Kepemilikan Rekam Medis

Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan kontrak

terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien

bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien

yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut se«ara

otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga

kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk

tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan

untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi

Rekam Medis.

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara

fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a

menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang

harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir 

pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam

Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis

di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya

tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam

Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk

bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, makatidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi

Page 15: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 15/27

 

 jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

Kegunaan Rekam Medis

Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu:

1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum3. Bahan untuk kepentingan penelitian c

4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan

5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya

disingkat sebagai ALFRED, yaitu:

1Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.

2 Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan

3. Fmanclal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan

kesehatan yang harus dibayar oleh pasien

4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangankedokteran, keperawatan dan kesehatan.

5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan

mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.

6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai

dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.

PENGGUNAAN REKAM MEDIS UNTUK PENINGKATAN MUTU

Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik

yang rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di

rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis adalah

sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisianrekam medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi

penatalaksanaan “pelengkap” seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat

kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll.

Dampak dari audit medis yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan mutu dan efektifitas

pelayanan medis di sarana kesehatan tersebut. Namun di samping itu, kita juga perlu

memperhatikan dampak lain, seperti dampaknya terhadap perilaku para profesional, tanggung-

 jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis tersebut, seberapa jauh mempengaruhi beban

kerja, rasa akuntabilitas, prospek karier dan moral, dan jenis pelatihan yang diperlukan

Aspek legal terpenting dari audit medis adalah penggunaan informasi medis pasien, yang tentusaja terkait dengan kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Pada Permenkes RI tentang

rekam medis disebutkan bahwa salah satu tujuan dari rekam medis adalah untuk riset dan

sebagai data dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan medis. Permenkes ini juga

memberikan peluang pembahasan informasi medis seseorang pasien di kalangan profesi medis

untuk tujuan rujukan dan pengembangan ilmiah. Demikian pula Asosiasi dokter sedunia (WMA,

Oktober 1983) menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk tujuan riset dan audit

dapat dibenarkan.

It is not a breach of confidentiality to release or transfer confidential health care information

required for the purpose of conducting scientific researchs, management audits, financial audits,

program evaluations, or similar studies, provided the information released does not identify,directly or indirectly, any individual patient in any report of such research, audit or evaluation, or 

Page 16: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 16/27

 

otherwise disclose patient identities in any manner (Statement of World Medical Association,

1983).

Ketentuan model yang diajukan oleh the American Medical Record Association menyatakan

bahwa informasi medis dapat dibuka dalam hal : (a) memperoleh otorisasi tertulis dari pasien, (b)

sesuai dengan ketentuan undang-undang, (c) diberikan kepada sarana kesehatan lain yang saatini menangani pasien, (d) untuk evaluasi perawatan medis, (e) untuk riset dan pendidikan sesuai

dengan peraturan setempat. (2)

Di pihak lain, audit medis yang mereview rekam medis dapat saja menemukan kesalahan-

kesalahan orang, kesalahan prosedur, kesalahan peralatan dan lain-lain, sehingga dapat

menimbulkan rasa kurang nyawan bagi para profesional (dokter, perawat, dan profesi kesehatan

lain). Oleh karena itu perlu diingat bahwa audit medis bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan

medis dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan bukan untuk mencari

kesalahan dan menghukum seseorang. Tindakan manajemen yang diusulkan oleh panitia untuk

mengoreksi perilaku dan atau kapasitas perorangan harus dilakukan secara bijaksana sehingga

tidak terkesan sebagai sanksi hukuman. Boleh dikatakan bahwa audit medis tidak mencaripelaku kesalahan (liable person/parties), melainkan lebih ke arah menemukan risiko yang dapat

dicegah (avoidable risks) – sehingga arahnya benar-benar menuju peningkatan kualitas dan

safety.

Dengan demikian dalam melaksanakan audit medis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.Semua orang / staf yang turut serta dalam audit medis adalah mereka yang telah disumpah

untuk menjaga kerahasiaan kedokteran sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan

Pemerintah No 10 tahun 1966, dikenal memiliki integritas yang tinggi dan memperoleh

penunjukan resmi dari direksi.

2.Semua formulir data yang masuk dalam rangka audit medis tetap memiliki tingkat kerahasiaan

yang sama dengan rekam medis, termasuk seluruh fotokopi dan fax.

3.Harus disepakati tentang sanksi bagi pelanggaran atas rahasia kedokteran ini, misalnya

penghentian penugasan / akses atas rekam medis, atau bahkan penghentian hubungan kerja.

4.Seluruh laporan audit tidak diperkenankan mencantumkan identitas pasien, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

5.Seluruh hasil audit medis ditujukan untuk kepentingan perbaikan pelayanan medis di rumah

sakit tersebut, tidak dapat dipergunakan untuk sarana kesehatan lain dan tidak digunakan untukmenyalahkan atau menghukum seseorang atau satu kelompok orang.

6.Seluruh hasil audit medis tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan (dalam

keadaan tertentu, rekam medis tetap dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan)

PENYIMPANAN REKAM MEDIS

Pasal 10 Pennenkes No. 749a menyatakan secara tegas bahwa Rekam Medis harus disimpan

sekurang-kurangnya selama 5 tahun terhitung sejak saat pasien terakhir berobat. Jika

dibandingkan dengan negara-negara lain, masa penyimpanan ini tennasuk singkat. Di negara

bagian Califonnia Amerika Serikat, penyimpanan rekam medis adalah 7 tahun sejak terakhir kali

pasien berobat. Untuk pasien anak-anak, penyimpanan berkasnya bahkan sampai yangbersangkutan berusia 21 tahun , dan kalau perlu bahkan sampai 28 tahun. Di Pensylvania masa

Page 17: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 17/27

 

penyimpanannya lebih lama yaitu sampai 15 tahun, bahkan di negara Israel sampai 100 tahun.

Dalam rangka penghematan ruangan penyimpanan, ada beberapa negara yang membolehkan

berkas, yang berusia lebih dari 3 tahun dari saat terakhir pasien berobat, dialihkan menjadi

berkas dalam microfilm.

Khusus untuk kasus-kasus yang menjadi perkara di pengadilan, American Medical RecordAssociation dan American Hospital Association membuat pengaturan lebih lanjut dalam

Statement on Preservation of Patient Medical Record in Health Care Institution. Dalam aturan

tersebut dikatakan bahwa pada kasus biasa berkas Rekam Medis disimpan sampai 10 tahun

terhitung dari saat pasien terakhir berobat. Sedang pada kasus yang diperkarakan di pengadilan,

penyimpanan berkas Rekam Medisnya

lebih lama lagi yaitu 10 tahun kemudian terhitung sejak perkara terakhimya selesai. "Berkas

yang terlah habis masa penyimpannya dapat dimusnahkan, kecuali jika ada halangan oleh

peraturan lain.

KOMPUTERISASI REKAM MEDISPemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi medis merupakan

upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam bergeraknya informasi medis untuk

kepentingan ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain dapat menimbulkan masalah baru di

bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila data medis pasien jatuh ke tangan orang yang tidak

berhak, maka dapat terjadi masalah hukum dan tanggung-jawab harus ditanggung oleh

dokternya atau oleh rumahsakitnya. Untuk itu maka standar pelaksanaan pembuatan dan

penyimpanan rekam medis yang selama ini berlaku bagi berkas kertas harus pula diberlakukan

pada berkas elektronik. Umumnya komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medis menjadi

paperless, tetapi hanya menjadi less paper. Beberapa data seperti data identitas, informed

consent, hasil konsultasi, hasil radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out).

Konsil Asosiasi Dokter Sedunia di bidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan di bidang ini

pada tahun 1994. Beberapa petunjuk yang penting adalah :

1.Informasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh personil yang berwenang.

2.Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personil tertentu hanya bisa mengakses data

tertentu yang sesuai, dengan menggunakan security level tertentu.

3.Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa ijin pasien. Distribusi informasi medis harus

dibatasi hanya kepada orang-orang yang berwenang saja. Orang-orang tersebut juga tidak

diperkenankan memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.

4.Data yang telah “tua” dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter dan pasiennya

(atau ahli warisnya).

5.Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.

Rekam medis yang berbentuk kertas umumnya disimpan di Bagian Rekam Medis. Orang yang

akan mengaksesnya harus menunjukkan kartu pengenal atau surat ijin dari direksi atau pejabat

yang ditunjuk. Tetapi, sekali rekam medis ini keluar dari “sarangnya”, petugas rekam medis tidak

dapat lagi mengendalikannya. Mungkin saja rekam medis ini dikopi, diedarkan, dll.

Komputerisasi rekam medis harus menerapkan sistem yang mengurangi kemungkinan

kebocoran informasi ini. Setiap pemakai harus memiliki PIN dan password, atau menggunakan

sidik jari atau pola iris mata sebagai pengenal identitasnya. Data medis juga dapat dipilah-pilah

sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa mengakses rekam medis sampai batas

tertentu. Misalnya seorang petugas registrasi hanya bisa mengakses identitas umum pasien,seorang dokter hanya bisa mengakses seluruh data milik pasiennya sendiri, seorang petugas

Page 18: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 18/27

 

“billing” hanya bisa mengakses informasi khusus yang berguna untuk pembuatan tagihan, dll.

Bila si dokter tidak mengisi sendiri data medis tersebut, ia harus tetap memastikan bahwa

pengisian rekam medis yang dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.

Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang yang mengakses sesuatu data

tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang pemanfaatan data medisuntuk kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu diingat bahwa data yang

mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan penelitian. Kopi rekam medis juga

hanya boleh dilakukan di kantor rekam medis sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu

formulir “perjanjian” dapat saja dibuat agar penerima kopi berjanji untuk tidak membuka

informasi ini kepada pihak-pihak lainnya.

Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang tidak

berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan data medis, misalnya data jenis “read-

only” yang dapat diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang mengubah atau menambah atau

menghilangkan sebagian data, harus dapat terdeteksi “perubahannya” dan “siapa dan kapan

perubahan tersebut dilakukan”.

Masalah hukum lainnya adalah apakah rekam medis elektonik tersebut masih dapat

dikategorikan sebagai bukti hukum dan bagaimana pula dengan bentuk elektronik dari informed

consent ? Memang kita menyadari bahwa berkas elektronik juga merupakan bukti hukum,

namun bagaimana membuktikan ke-otentik-annya? Bila di berkas kertas selalu dibubuhi paraf 

setiap ada perubahan, bagaimana dengan berkas elektronik?

Di sisi lain, komputerisasi mungkin memberikan bukti yang lebih baik, yaitu perintah jarak jauh

yang biasanya hanya berupa per-telepon (tanpa bukti), maka sekarang dapat diberikan lewat

email yang diberi “signature”.

Aspek Medikolegal

Diantara semua manfaat Rekam Medis , yang terpenting adalah aspek legal Rekam Medis.

Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam Medis merupakan salah

satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum

serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek,

bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah

dalam perkara tersebut.

Dibawah ini diberikan beberapa ilustrasi kasus yang menunjukkan bagaimana Rekam Medis

digunakan dalam pembuktian kasus malpraktek:

Kasus Collins vs Westlake Community Hospital, 1974Pada kasus ini pasien menggugat staf perawat di RS, yang menurutnya telah lalai dalam

mengawasi kondisi dan sirkulasi peredaran darah pada kakinya selama dipasangi spalk kayu

sehingga kakinya menjadi busuk dan harus diamputasi. Pengadilanmemeriksa Rekam Medis

dan dalam catatan perawat tidak didapatkan adanya catatan perawatan selama 7 jam yang

kritis, menunjukkan adanya unsur kclalaian perawat.

Kasus Wagner vs Kaiiser Foundation Hospital, 1979

Seorang pasien mengalami kerusakan otak setelah menjalani operasi mata. Hal ini diduga

terjadi akibat kelalaian perawat dalam pengawasan jumlah dan kedalaman pemapasan selama

pasien berada dalam ruang pulih sadar (recovery room ), sesaat setelah operasi selesai

dilaksanakan. Dalam pembuktian di pengadilan didapatkan bahwa tidak didapatkan adanyacatatan mengenai pengawasan tersebut pada kartu pencatatan yang sudah disediakan di

Page 19: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 19/27

 

recovery room. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyalahkan petugas kesehatan tersebut

karena menurutnya jika pengawasan jumlah dan kedalaman pemapasan dilakukan dengan baik,

maka akan dapat segera diketahui komplikasi yang terjadi dan karenanya masih ada waktu

untuk memberikan oksigen untuk mencegah kerusakan otak.

Kasus Fatuck vs Hillside Hospital, 1975Pada kasus ini seorang psikiater memberi instruksi kepada perawat untuk mengecek seorang

pasien penyakit jiwa setiap 15 menit. Ternyata pasien tersebut melarikan diri dan berhasil bunuh

diri. Dalam pembuktian di pengadilan, pada Rekam Medis(yaitu dalam catatan perawatan) tidak

dijumpai adanya laporan observasi setiap 15 menit. Majelis hakim menyimpulkan bahwa

berdasarkan Rekam Medis dalam kasus ini telah ada bukti kuat adanya kelalaian (prima facie

case of negligence).

Aspek medikolegal lain dari Rekam Medis adalah ketika seorang petugas kesehatan dituntut

karena membuka rahasia kedokteran (isi Rekam Medis) kepada pihak ketiga tanpa izin pasien

atau bahkan menolak memberitahukan isi rekam medis (yang merupakan milik pasien) ketika

pasien menanyakannya. Seorang tenaga kesehatan dapat secara sengaja membuka rahasiapasien (isi Rekam Medis) dengan cara menyampaikannya secara langsung kepada orang lain.

Akan tetapi ia dapat juga membukanya secara tidak sengaja, yaitu ketika ia membicarakan

keadaan pasien dengan petugas kesehatan lain di depan umum atau jika ia menaruh Rekam

Medis secara sembarangan sehingga orang yang tidak berkepentingan dapat melihatnya. Untuk

tindakan membuka rahasia ini petugas kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana, perdata

maupun administrative. Secara pidana membuka rahasia kedokteran diancam pidana melanggar 

pasal 322 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 9 bulan penjara. Secara perdata,

pasien yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi berdasarkan pasal 1365 jo 1367 KUH

Perdata. Secara administratif, PP No.10 tahun 1966 menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang

membuka rahasia kedokteran dapat dikenakan sanksi admninistratif, meskipun pasien tidak

menuntut dan telah memaafkannya.

Setiap pelayanan kesehatan , berdasarkan Permenkes No. 749a tahun 1989 diwajibkan untuk

memiliki Rekam Medis. Rekam Medis merupakan cerminan mutu pelayanan institusi pelayanan

kesehatan. Rekam Medis memiliki 6 manfaat yaitu sebagai nilai administrative, nilai legal, nilai

finansial, nilai riset, nilai edukasi serta nilai dokumentatif Sebagai suatu catatan mengenai

seorang pasien, maka isi Rekam Medis merupakan rahasia kedokteran yang harus dirahasiakan

terhadap pihak ketiga dan merupakan milik pasien. Sebaliknya, secara fisik Rekam Medis

merupakan berkas milik institusi perlayanan kesehatan sehingga pasien tidak dapat seenaknya

meminjam Rekam Medis dari RS. Sementara itu secara hukum Rekam Medis merupakan salah

satu data yang dapat digunakan dalam pembuktian kasus malpraktek di pengadilan. Di lain

pihak, sebagai salah satu dokumentasi keadaan pasien, isi Rekam Medis merupakan rahasiakedokteran yang harus dijaga kerahasiannya oleh setiap tenaga kesehatan. Pembukaan isi

Rekam Medis secara melanggar hukum dapat menyebabkan tenaga kesehatan yang

bersangkutan dikenakan sanksi pidana, perdata, maupun administratif..

Page 20: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 20/27

 

REKAM MEDIS ( MEDICAL RECORD )

Dahulu masalah rekam medis tidak begitu diperhatikan. Pencatatan medis di tempat praktik

dokter dengan menggunakan Kartu Pasien, atau catatan di rumah sakit yang dahulu dipakai dan

dinamakan 'Status", sudah biasa dilakukan, namun belum sampai menimbulkan persoalan

hukum. Lagipula kepentingannya tidak begitu dirasakan, karena tuntutan yang dilakukanterhadap dokter atau rumah sakit dapat dikatakan di Indonesia hampir tidak ada. Pada waktu itu

penyimpanan Status pasien belum serapih sekarang, dengan penomoran yang dapat dicari

kembali.

Namun situasi dan kondisi kini sudah berubah, pesatnya perkembangan sains dan teknologi,

persentase pertambahan penduduk yang kian berlipat ganda, gejala materialisme dan

hedonisme, kesemuanya ini mempengaruhi cara berpikir masyarakat, termasuk pasien dan juga

dokternya. Hal ini memberikan dampaknya pula terhadap hubungan dokter-pasien, yang dahulu

bersifat paternalistik, kini berubah menjadi impersonal. Hubungan terapeutik antara dokter-

pasien mengalami erosi, sehingga kini pasien tak segan segan untuk menuntut dokternya

karena ada dugaan bahwa dokter itu telah berbuat kelalaian.

Dewasa ini hukumpun harus turut mengatur bidang yang tadinya tidak tersentuh ini, yaitu bidang

medis, Diantara produk Hukum Medis yang sudah diterbitkan adalah antara lain mengenai

Medical Records yang diterjemahkan dengan Rekam Medis sebagaimana diatur didalam

Peraturan Menteri Kesehatan No 749a tahun 1989.

Secara yuridis, sejak berlakunya Permenkes tersebut maka pelaksanaan Rekam Medis dengan

membuat catatan catatan data pasien sudah merupakan suatu keharusan, sudah menjadi

kewajiban hukum. Dengan banyaknya perusahaan asuransi di bidang kesehatan, masuknya

wisatawan asing, investasi warga asing di INdonesia, bertambah pula hubungan internasional,

Akreditasi dan Quality Assurance, maka sebaiknya dari sekarang profesi kedokteran sudah

membiasakan diri untuk membuat catatan catatan data medis pasien dengan lengkap.

Hal ini disebabkan karena suatu Rekam Medis yang teratur, rapih dan dibuat secara kronologis

dengan baik dan lengkap, akan merupakan bukti yang kuat di pengadilan. Catatan di dalam

Rekam Medis harus pula jelas tulisannya dan dapat dibaca kembali oleh orang lain. Tanpa

dipenuhinya syarat syarat ini, maka sebuah rumah sakit akan sukar mengadakan pembelaan

dirinya didepan pengadilan dalam suatu gugatan malpraktek medis.

Selain itu suatu Rekam Medis yang tak terbaca memberikan bukti buruk kepada Pengadilan, dan

dapat melemahkan pembelaan rumah sakit dan dokternya.

Suatu Rekam Medis yang baik memungkinkan rumah sakit untuk mengadakan rekonstruksi

yang baik mengenai pemberian pelayanan kepada pasien serta memberikan gambaran untukdinilai, apakah perawatan dan pengobatan yang diberikan dapat diterima atau tidak dalam

situasi dan keadaan demikian.

Medical Record harus diisi dengan segera dan secara langsung pada saat dilakukan tindakan

dan pada pemberian instruksi oleh dokter. Atau oleh perawat pada saat dilakukan observasi

setelah timbul suatu gejala atau suatu perubahan, dan sewaktu melakukan tindakan. Jika hal ini

tidak ditaati, bisa terkena tuntutan kelalaian.

Rekam Medis yang lengkap memuat 4 macam data data seperti:

1. Data Pribadi

Nama, nomor KTP, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat sekarang,

keluarga terdekat, pekerjaan, nama dokter dan keterangan yang diperlukan untuk identifikasilainnya

Page 21: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 21/27

 

2. Data Finansial

Nama / alamat majikan / perusahaan, perusahaan asuransi yang menanggung, tipe asuransi,

nomor polis, dsb.

3. Data SosialKewarganegaraan / kebangsaan, hubungan keluarga, agama, penghidupan, kegiatan

masyarakat dan data data lain mengenai kedudukan sosial pasien.

4. Data Medis

Merupakan rekam klinis dari pasien, rekaman pengobatan yang berkesinambungan yang

diberikan kepada pasien selama ia dirawat di RS. Data data ini memuat hasil hasil pemeriksaan

fisik, riwayat penyakit, pengobatan yang diberikan, laporan kemajuan pengobatan, instruksi

dokter, laporan lab klinik, laporan laporan konsultasi, anestesi, operasi, formulir Informed

Consent, catatan perawat dan laporan / catatan lain yang terjadi dan dibuat selama pasien

dirawat.

Rekam Medis sebenarnya sangat berguna untuk dipergunakan memenuhi beberapa keperluan,

antara lain:

- Dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien.

- Bahan pembuktian dalam perkara hukum.

- Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

- Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

- Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Rumah sakit harus mempunyai bagian pelayanan Rekam Medis yang bertanggung jawab

terhadap rekam medis, Suatu rekam medis harus dibuat untuk setiap orang yang diperiksa atau

diobati di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan. Organisasi Rekam Medis harussesuai dengan luas dan kompleksnya pelayanan yang diberikan. Rumah sakit harus memakai

karyawan yang adekuat untuk menjamin kelengkapan, dan pencarian kembali dari catatan

tersebut.

Rekam Medis harus ditulis dengan akurat, segera dilengkapi, dengan baik di isi dan disimpan

dan dapat dicari dan diambil kembali.

Rekam Medis harus disimpan dalam keadaan asli atau secara legal dapat diproduksikan

kembali, untuk jangka waktu paling sedikit selama 5 tahun.

Rumah sakit harus mempunyai sistim pengkodean dan indeks untuk Rekam Medis. Sistim itu

harus memungkinkan untuk dengan cepat dapat dicari kembali berdasarkan diagnosis dan

prosedur, sehingga memungkinkan menunjang evaluasi penelitian.

Rumah sakit harus mempunyai prosedur untuk menjamin kerahasiaan data pasien. Informasiatau pengkopian dari Rekam Medis hanya dapat dilakukan oleh orang orang yang berwenang,

dan rumah sakit harus menjaga sehingga orang orang yang tidak berwenang tidak mempunyai

akses kepada atau mengubah data pasien. Rekam Medis asli harus wajib dibuka oleh rumah

sakit hanya berdasarkan hukum federal, perintah pengadilan atau dengan surat perintah dari

petugas pengadilan. Rekam Medis harus memuat informasi untuk justifikasi masuk rawat dan

penerusan perawatannya di rumah sakit, menunjang diagnosis, dan menguraikan kemajuan

pasien dan respons terhadap pengobatan dan pelayanan. Semua catatan tulisan harus dapat

dibaca dan lengkap, dan harus otentik dan diberi tanggal langsung oleh orang yang bertanggung

 jawab untuk memberi instruksi ( diidentifikasi dengan nama dan disiplin ), memberi atau

mengevaluasi pelayanan yang diberikan. Penulis catatan harus ada identifikasinya dan harus

sah dengan penulisannya.Identifikasi harus termasuk tanda tangan, inisial, tertulis atau pemasukan pakai komputer.

Page 22: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 22/27

 

Semua catatan data harus mengdokumentasikan sebagai berikut:

1. Bukti dari pemeriksaan fisik, termasuk riwayat kesehatan, dan dilakukan tidak lebih lama dari

7 hari sebelum masuk rawat dan atau dalam jangka waktu 48 jam sesudah masuk rumah sakit.

2. Diagnosis masuk rawat.

3. Hasil dari evaluasi konsultasi pasien dan temuan yang cocok dengan staf klinik dan staf 

lainnya dalam merawat pasien.4. Dokumentasi dari komplikasi, infeksi yang timbul di rumah sakit dan reaksi tidak cocok dengan

obat dan anestesi.

5. Dijalankan dengan tepat formulir Informed Consent untuk prosedur dan tindakan yang

ditentukan oleh staf medis, atau hukum federal, atau hukum negara, apabila cocok, untuk

memperoleh persetujuan pasien tertulis.

6. Semua instruksi dokter, catatan perawat, laporan dari tindakan, data medisasi, radiologi, dan

hasil laboratorium, dan tanda tanda vital dan informasi lain yang diperlukan untuk memonitor 

keadaan pasien.

7. Catatan pemulangan pasien dengan hasil masuk rawat, catatan kasus dan catatan pemberian

perawatan follow-up.

8. Diagnosis akhir dengan melengkapi Rekam Medis dalam jangka waktu 30 hari sesudahpemulangan pasien.

Berkas Rekam Medis merupakan kumpulan bukti bukti dalam bentuk berkas catatan dokter,

perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil laboratorium, gejala gejala yang timbul, singkatnya

mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan di rumah sakit selama pasien dirawat. Termasuk

bukti persetujuan pasien dalam bentuk formulir Informed Consent yang sudah dibubuhi

tandatangan dan yang dilekatkan pada berkas Rekam Medis tersebut.

Berkas Rekam Medis yang dipelihara dan dilakukan dengan baik, niscaya akan bisa memberi

gambaran balik ( flash back ) tentang apa apa saja yang telah dilakukan selama pasien dirawat

di rumah sakit itu.

Berkas Rekam Medis adalah milik rumah sakit yang tidak boleh dibawa keluar rumah sakit olehsiapun, termasuk dokter dan pasiennya sendiri juga.

Pasien dapat meminta fotokopinya dan membayar biayanya. Berkas asli harus tetap ada di

rumah sakit. Jika ada pihak ketiga misalnya asuransi minta data data pasien kepada rumah sakit

atau dokternya, maka hal ini hanya boleh diberikan dengan adanya Surat Persetujuan tertulis

dari pasien.

Sumber:

- Buku Informed Consent J.Guwandi S.H

- Buku Rahasia Medis J.Guwandi S.H

Page 23: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 23/27

 

INFORMED CONSENT

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual

Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka InformedConsent adalah persetujuan

tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan

penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasientersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no

585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan

dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /

paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak

membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.

Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat

digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakanadalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan

yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan

kedokteran :a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan

melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 /

Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran

sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan

tindakan kedokteran adalah:

1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untukmenyelamatkan jiwa.

2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.

Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak

diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa

sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,

karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada

melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Page 24: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 24/27

 

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan

melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).

Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan

kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum

dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan

secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT

Pada dasarnya dalam praktik sehari hari, pasien yang datang untuk berobat ke tempat praktik

dianggap telah memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tindakan rutin seperti

pemeriksaan fisik. Akan tetapi, untuk tindakan yang lebih kompleks biasanya dokter akanmemberikan penjelasan terlebih dahulu untuk mendapatkan kesediaan dari pasien, misalnya

kesediaan untuk dilakukan suntikan.

Ikhwal diperlukannya izin pasien, adalah karena tindakan medik hasilnya penuh ketidakpastian,

tidak dapat diperhitungkan secara matematik, karena dipengaruhi faktor faktor lain diluar 

kekuasaan dokter, seperti virulensi penyakit, daya tahan tubuh pasien, stadium penyakit, respon

individual, faktor genetik, kualitas obat, kepatuhan pasien dalam mengikuti prosedur dan nasihat

dokter, dll.

Selain itu tindakan medik mengandung risiko, atau bahkan tindakan medik tertentu selalu diikuti

oleh akibat yang tidak menyenangkan. Risiko baik maupun buruk yang menanggung adalah

pasien. Atas dasar itulah maka persetujuan pasien bagi setiap tindakan medik mutlak diperlukan,kecuali pasien dalam kondisi emergensi. Mengingat pasien biasanya datang dalam keadaan

yang tidak sehat, diharapkan dokter tidak memberikan informasi yang dapat mempengaruhi

keputusan pasien, karena dalam keadaan tersebut, pikiran pasien mudah terpengaruh. Selain itu

dokter juga harus dapat menyesuaikan diri dengan tingkat pendidikan pasien, agar pasien bisa

mengerti dan memahami isi pembicaraan. Persetujuan tersebut disebut

dengan Informed Consent.

Informed Consent hakikatnya adalah hukum perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini

sangat berhubungan dengan tanggung jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan

perjanjian terapeutik. Aspek perdata Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum Perikatan

yang di dalam KUH Perdata BW Pasal 1320 memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian yaitu:1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan.

2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan.

3. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh peraturan

perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi.

Dari syarat pertama yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak ( antara petugas kesehatan

dan pasien ), maka berarti harus ada informasi keluhan pasien yang cukup dari kedua belah

pihak tersebut. Dari pihak petugas harus mendapat informasi keluhan pasien sejujurnya,

demikian pula dari pihak pasien harus memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.

Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun danmemberikan Informed Consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum, diantaranya

Page 25: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 25/27

 

adalah:

1. Tidak bersifat memperdaya ( Fraud ).

2. Tidak berupaya menekan ( Force ).

3. Tidak menciptakan ketakutan ( Fear ).

Sumber:1. Penyelesaian Hukum dalam Malapraktik Kedokteran, Nusye K I Jayanti S.H, M.Hum, M.Sc

2. Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, Ns Ta'adi, S.Kep, M.Hkes

INFORMED CONSENT

Hak-Hak Pasien dalam Menyatakan Persetujuan

Rencana Tindakan Medis

dr. Rano Indradi S, M.Kes

(Health Information Management Consultant)

Seorang pasien memiliki hak dan kewajiban yang layak untuk dipahaminya selama dalam

proses pelayanan kesehatan. Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam hal ini yaitu hal

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan

informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination).

Dalam artikel ini akan dipaparkan pelaksanaan dari 3 hak mendasar tersebut berkaitan dengan

proses pengisian formulir pernyataan menyetujui terhadap suatu rencana tindakan medis.

Proses untuk menyatakan setuju ini disebut dengan Informed Consent. Hak dan kewajiban

yang lain dari seorang pasien akan dipaparkan dalam artikel yang lain.

Seorang pasien yang sedang dalam pengobatan atau perawatan disuatu sarana pelayanan

kesehatan (saryankes) seringkali harus menjalani suatu tindakan medis baik untuk

menyembuhan (terapeutik) maupun untuk menunjang proses pencarian penyebab penyakitnya

(diagnostik). Pasien yang mengalami radang dan infeksi pada usus buntunya sehingga perlu

dipotong melalui operasi, maka operasi ini termasuk tindakan medis terapeutik. Pada kasus

penyakit lain, kadang-kadang dokter yang merawat perlu melakukan tindakan medis diagnostik,

misalnya biopsi, pemeriksaan radiologi khusus, atau pengambilan cairan tubuh untuk

pemeriksaan lebih lanjut guna memperjelas penyebab penyakit.

Hak atas informasiSebelum melakukan tindakan medis tersebut, dokter seharusnya akan meminta persetujuan dari

pasien. Untuk jenis tindakan medis ringan, persetujuan dari pasien dapat diwujudkan secara

lisan atau bahkan hanya dengan gerakan tubuh yang menunjukkan bahwa pasien setuju,

misalnya mengangguk. Untuk tindakan medis yang lebih besar atau beresiko, persetujuan ini

diwujudkan dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis. Dalam proses ini,

pasien sebenarnya memiliki beberapa hak sebelum menyatakan persetujuannya, yaitu :

Pasien berhak mendapat informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan

dialaminya. Informasi ini akan diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan atau petugas

medis lain yang diberi wewenang. Informasi ini meliputi :

* Bentuk tindakan medis* Prosedur pelaksanaannya

Page 26: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 26/27

 

* Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya

* Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya

* Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan

* Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan

kerugian dari masing-masing alternatif tersebut

Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis yang akan diterimanya

tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas,

Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau

membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan dialaminya,

Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut

Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM rencana tindakan medis

dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa

tekanan. Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk

berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.

Kriteria pasien yang berhak

Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju. Syarat

seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :

Pasien tersebut sudah dewasa. Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia

dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah

batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.

Pasien dalam keadaan sadar. Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang

pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal

lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.

Pasien dalam keadaan sehat akal.

Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap

rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan

orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya.

Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak

untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang

akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali

keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak

memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya

yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal

sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bilamemang dia setuju.

Hak suami/istri pasien

Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai

suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus

melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa

dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga

memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.

Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan

tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari

pasien tersebut.

Page 27: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

5/10/2018 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/majelis-kehormatan-disiplin-kedokteran-indonesia 27/27

 

Dalam keadaan gawat darurat

Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja

tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat.

Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien.

Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan /

prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk

mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.

Tidak berarti kebal hukum

Pelaksanaan informed consent ini semata-mata menyatakan bahwa pasien (dan/atau walinya

yang sah) telah menyetujui rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Pelaksanaan tindakan

medis itu sendiri tetap harus sesuai dengan standar proferi kedokteran. Setiap kelalaian,

kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan tindakan medis itu tetap

bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum.

Informed consent memang menyatakan bahwa pasien sudah paham dan siap menerima resiko

sesuai dengan yang telah diinformasikan sebelumnya. Namun tidak berarti bahwa pasienbersedia menerima APAPUN resiko dan kerugian yang akan timbul, apalagi menyatakan bahwa

pasien TIDAK AKAN menuntut apapun kerugian yang timbul. Informed consent tidak

menjadikan dokter kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya

dalam melaksanakan tindakan medis.

http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent?highlight=informed+consent