12

repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

  • Upload
    haminh

  • View
    256

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PENDIDIKAN HOLISTIK TANTANGAN DAN MASA DEPAN

i

Page 2: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta

PASAL 2(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

PASAL 72(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.00 (Satu Juta Rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pads ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

ii

Page 3: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PENDIDIKAN HOLISTIK TANTANGAN DAN MASA DEPAN

Editor:Mahdum

WanHasmahWanMamatZulfahmi

iii

Page 4: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Zimmerer, Scarborough, & Wilson. 2008. Essentials of Entrepreneurship and

Small Business Management. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Edisi 5, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

337

PENDIDIKAN HOLISTIK TANTANGAN DAN MASA DEPAN

Editor:Mahdum WanHasmahWanMamat Zulfahmi

Sampul dan Tata Letak : UR Press Diterbitkan Oleh UR PRESS, Desember 2014

Alamat Penerbit Badan Penerbit Universitas Riau UR PRESS Jl. Pattimura No. 9, Gobah Pekanbaru 28132, Riau, Indonesia Telp. (0761) 22961, Fax. (0761) 857397 e-mail: [email protected] ANGGOTA IKAPI

Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Cetakan Pertama : Desember 2014

ISBN 987-979-792-547-5

iv

Page 5: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PRAKATA

Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah mengurniakan segala nikmat dan rahmat dengan memberi ruang dan peluang untuk membariskan sepatah dua kata dalam penerbitan buku ini. Setinggi penghargaan dan tahniah diucapkan atas kejayaan menerbitkan buku ini yang dilaksanakan oleh Jabatan Asas Pendidikan dan Kemanusiaan Fakulti Pendidikan Universiti Malaya, Kuala Lumpur Malaysia dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekan Baru Indonesia untuk menggalakkan pendekatan pendidikan holistik dalam pembangunan ummah.

Pembinaan Negara Bangsa yang mempunyai kepelbagaian dari segi agama, pendidikan dan budaya bukanlah merupakan sesuatu yang mudah. Perkara ini memerlukan suatu perkongsian ilmu bagi membuka jalan yang baik dan berguna untuk kehidupan masyarakat. Perkongsian idea dalam majlis ilmu, seminar serta bengkel yang memberikan maklumat dalam pelbagai bidang berkaitan pendidikan holistik amatlah diperlukan. Justeru, buku ini dihasilkan daripada perkongsian ilmu melalui seminar pendidikan holistik 2014 anjuran bersama Jabatan Asas Pendidikan dan Kemanusiaan Fakulti Pendidikan Universiti Malaya serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.

Melalui seminar pendidikan holistik ini, sebanyak sebelas kertas kerja telah dihasilkan oleh Jabatan Asas Pendidikan dan Kemanusiaan bekerjasama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.Perincian kertas kerja tersebut adalah seperti berikut:

1. Pendidikan holistik dalam membentuk sahsiah diri, terdapat enamkertas kerja antaranya membincangkan tentangkeberkesanan belajar bermain dalam pendidikan kanak-kanak, penerimaan terhadap hukuman dalam pendidikan, pendidikan holistik mengikut al-Ghazali dan Miskawayh dan penekanan konsep akhlak dalam aspek rohaniserta pembangunan model pentaksiran secara holistik;

2. Pendidikan holistik dari aspek pengembangan kurikulum dan strategi pengajaran dan pembelajaran terdapat tiga belas kertas kerja antaranya prospek profesion fisioterapi dan keperluan terhadap perubahan kurikulum, konsep amalan pengajaran guru pendidikan Islam, pembangunan modul pembelajaran dalam pendidikan seni visual, domain asas bagi kerangka facebook sebagai medium dalam pendidikan

v

Sudaryo. 1993. Kreativitas Akar Rumput dan Mutu Pendidikan Sekolah

Dasar. Mimbar Pendidikan, 1 I Tahun XLII.

Sugiyono. 2008.Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sujuti Jahja. 1977. Penelitian Tentang Kewirausahaan dalam rangka Pengembangan Displin Ilmu Kewirausahaan. Kertas Kerja. Jatinangor: IKOPIN.

Suryana. 2003. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Suryana. 2006. Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Penerbit Salemba.

Suryana.2004.Memahami Karakteristik Kewirausahahan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah KejuruanDirektorat Jenderal Pendidikan Dasar DanMenengahDepartemen Pendidikan Nasional.

Syaiful Sagala .2003. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung; Alfabeta.

Syaiful Sagala .2007. Manejemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung; Alfabeta

Syaukani. 2002. Titik Temu dalam Dunia Pendidikan, Tanggungjawab Pemerintah, Pendidik, Masyarakat dan Keluarga Dalam Membangun Pendidikan. Jakarta: Nuansa Madani.

Timmons, T.A., Smollen L.E.S. & Dingee A.L.M. 1997. New venture creation: a guide to small business development. Ontario : Richard D. Irwin.

Tony Wijaya. 2007. Hubungan Adversity Intelligencedengan Intensi Berwirausaha (SudiEmpiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta).Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 9,117-127

Tony Wijaya. 2008. Studi Meta-Analisis HubunganEfikasi Diri dan Sikap Toleransi RisikoDengan Intensi Berwirausaha. Tugas Meta-Analisis Program Doktor Psikologi UGM.

Yarzebinski, J.A. 1992. ‘Understanding And Encouraging The Entrepreneur’. Economic Development Review. Hlm 52.Yuyun Wirasasmita. 1994. Kewirausahaan: buku pegangan. Jatinangor: UPT-Penerbitan IKOPIN.Zaim Saidi.2005. Kewiraswastaan Sosial. Jakarta: Piramedia.

Zietsma, C. 1999. “Opportunity knocks - or does it hide? An examination of opportunity recognition in entrepreneurship”. Frontiers of Entrepreneurship Research. Wellesly, MA : Babson College.

Zimmerer& Scarborough. 2005. Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Binsnis Kecil. Ed. Keempat. PT. Indeks. Jakarta.

336

Page 6: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Lambing, Peggy & Kuchl, Charles.2007. Entrepreneurship. New Jersey: Prentice Hall.

Maman Fathurochman. 2010. Motivasi Menjadi Wirausaha Sukses. Jakarta: Univiversitras Mercu Buana.

Miner, J.B. 1996. The 4 Routes to Entrepreneurial Success. San Francisco: Berrett Koehler Publishers.

Moedjiarto. 2002. Sekolah Unggul. Metodologi Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jakarta: Duta Graha Pustaka.

Moorman & Halloran. 1993. Entrepreneurship. Ohio : South - Western Publishing Co.Muhammad Saroni. 2006. Manajemen Sekolah. Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten. Yogyakarta: Ar Ruzz.

Nawawi Mohd Jan. 1992. ‘Kompetensi Keusahawanan’. Asas keusahawanan. Pusat Pembangunan Usahawan Malaysia (MEDEC). Institut Teknologi Mara. Shah Alam.

Nor Aishah Buang. 2006. Asas Keusahawanan. Selangor Darul Ehsan: Fajar Bakti Sdn. Bhd.

Norasmah Othman. 2002. Keberkesanan Program Usahawan Muda di Sekolah Menengah. Tesis Ph.D. Universiti Putra Malaysia.

Poutsma, E., & Gils, A.V., 2006. ExplaningEntrepreneurial Intentions by Means of theTheory of Planned Behavior. ResearchWorking Paper Series. Department of Managementand International Business No 2

Purdi E. Chandra. 2001. Menjadi Entrepreneur Sukses. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rambat Lupiyoadi. 2007. Entrepreneurship, From Minset to Strategy. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.

Rully Nasrullah. 2008. From Stranger to Success; Mengapa Sukses Bermula dari Pendatang?. Jawa Timur: Masmedia Buana Pustaka.

Sabri Hj Hussin. 2002. Pengenalan kepada perniagaan: mengurus perniagaan dalam perspektif Malaysia.Singapore : Thompson Learning.

Schultz, D. dan Schultz, S. E. 2002. Psychology and Work Today. Eight Edition. NewJersey: Prentice Hall.

Soesarsono Wijandi. 1988. Pengantar Kewiraswastaan. Bandung: Sinar Baru.

Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah, dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

335

holistik, aplikasi multimedia dalam pengajaran kontemporari dan pengajaran bahasa Arab di China.

Melalui penerbitan buku ini adalah diharapkan dapat memberi manafaat yang bernilai bagi mengembangkan pengetahuan dalam pelbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan holistik. Wallahu ‘alam.

Editor

Mahdum WanHasmah WanMamat

Zulfahmi

vi

Page 7: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

DAFTAR ISI

Prakata v Pendidikan Holistik Menurut Perspektif Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh Wan Hasmah Wan Mamat, dan Zulfahmi 1 Penerapan Oral Presentation Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris Mahasiswa FKIP Universitas Riau Mahdum 26 Prospek Profesion Fisioterapi dan Keperluan Perubahan Kurikulum Sekolah Menengah Abd Razak Zakaria, Munira Mohsin dan Hazleena Baharun 38 Perbandingan Pemikiran Konsep Akhlak Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh Dalam Aspek Rohani Zulfahmi dan Wan Hasmah Wan Mamat 52 Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pendidikan Terhadap Peningkatan Kompetensi Guru di Daerah Riau Suarman dan Almasdi Syahza 74 Pembangunan Model Pentaksiran Jasmani, Emosi, Rohani, Intelek (Jeri) di Institut Pengajian Tinggi Awam Malaysia & Indonesia Ghazali Darusalam, Wan Hasmah Wan Mamat, dan Zaharah Hussin. 92 Peranan Motivasi dan Belajar Mandiri (Self-Learning) dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Bahasa Inggris Hadriana 121 Evolusi Pengajaran Bahasa Arab Di China Wail Ismail, Muhammad Azhar Zailani, Mohd Faisal Mohamed dan Di Xuan 134 Pengembangan Modul Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pengajaran dan Pembelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas (Pbm-Bsm). (Problem-Based Learning Module Development For Teachina and Learning Biology in High School) Wan Syafii 144

vii

Buchari Alma. 2008. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.Cunningham, J.B. &

Lischeron, J. 1991. Defining entrepreneurship. Journal of Small Business Management, 29 : 45-59.

Depdiknas. 2007. Kewirausahaan Sekolah. Materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta.

Djati Sutomo. 2007. Menjadi Entrepreneur Jempolan (Achieving Entrepreneruial Excellence). Jakarta: Penerbit Republika.

Endang Mulyani. et.al. 2010. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan. Jakarta: Kepemneterian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangn Pusat Kurikulum.

Gaddam, Soumya. 2008. Identifying the RelayionshipBetween Behavioral Motives andEntrepreneurial Intentions: An Empirical StudyBased Participations of Business ManagementStudents. The Icfaian Journal of ManagementResearch. 7, 35-5

Hadjimanolis, Athanasios, 2000, An Investigation of Innovation antecedents inSmall Firms in the Context of a Small Developing Country, R&DManagement, Vol. 30.

Hisrich, R.D. & Peters, M.P. 1998. Entrepreneurship. Chicago : Irwin Inc.

Hisrich, Robert D, Peters, Michael P, dan Sheperd, Dean A. 2008. Kewirausahaan. New York: McGraw-Hill, Penerbit Salemba Empat.Hurley,Robert. F and Hult, G, Tomas. M, 1998, ”Inovation, Market Orientation, andOrganizational Learning: An Intergration and Empirical Examination”,Journal of Marketing, July.

Hutt, R. 1994. Entrepreneurship: starting your own business.Ohio : South Western.

Isaac, S. & Michael, W.B. 1981. Handbook in Research and Evaluation. (2th editian). California: San Diego Edits Publishers.

Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Sekolah Entrepreneur. Yogyakarta: Harmoni.

Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kirton, M. 1976. Adaptors and Innovators: A Description and Measurement. Journal of Applied Psychology. Vol. 61, No. 5, 622-629.

Kirton, M. 1989. Adaptors and Innovators. Style of Creativity and Problem Solving. New York: Routledge.

Kristanto. 2009. Pendidikan Kewirausahaan: Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

334

Page 8: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pula digunapakai untuk mewujudkan keberhasilan organisasi, maka dapatan kajian ini secara langsung dapat dimanfaatkan oleh siapa saja administratordari berbagai institusi dan tingkatan sekolah atau lembagapendidikan maupun oleh berbagai pihak yang berkaitan dengan pengelolaan sekolah. Hasil kajian ini sangatlah patut disebarluaskan bagi memajukan institusi pendidikan dan mewujudkan lebih banyak lagi sekolah yang efektif dengan pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah, untuk dapat mewujudkan lulusan sekolah yang benar-benar dapat memasuki dunia kerja. Dapatan kajian ini boleh pula digunapakai untuk menyusun alat test (ujian) dalam pemilihan kepalasekolah dan atauadministrator sekolah, untuk mengukur kemampuan dan pemahaman mereka terhadap pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses.

DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah dan Cepi Triatna. 2005. Visonary Leadership, Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Ab Aziz Yusof. 2003. Keusahawanan. Selangor : Prentice Hall.Amiruddin Siahaan, et.al. 2006. Manajemen Pengawas Pendidikan. Seri Quantum Teaching. Jakarta: Ciputat Press Group.

Abin Syamsuddin Makmun.1996. Pengembangan Profesi dan Kinerja tenaga Kependidikan. Pedoman dan Intisari Perkuliahan pada Program Doktor Administrasi Pendidikan Pascasarjana UPI Bandung.

Ariefa Efianingrum. 2007. Kultur Sekolah yang Kondusif bagi Pengembangan Moral Siswa. Artikel Majalah Dinamika Pendidikan No. 01/Th.IV Mei.

Arman Hakim Nasution, et.al. 2007. Entrepreneurship,Membangun Spirit Teknopreneurship, Yogyakarta: PenerbitAndi.

Azizi Yahaya, et.al. 2007. Menguasai Penyelidikan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.

Benedicta Prihatin Dwi Riyanti. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: Grasindo.

Brockhaus, R.H et al. 2001. Entrepreneurship education – a global view. Burlington, USA : Ashgate Publishing Limited.

Buchari Alma. 2003. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.

333

Domain Asas Bagi Kerangka Facebook Sebagai Medium Pengajaran dan Pembelajaran Dalam Pendidikan Holistik Nurulrabihah Mat Noh, Saedah Siraj, Mohd Ridhuan Mohd Jamil, Zaharah Husin dan Ahmad Arifin Sapar. 155 Kemajuan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Bantuan Komputer Auzar 176 Pelaksanaan Dan Keberkesanan Belajar Melalui Bermain Kanak-Kanak Prasekolah Latifah Ismail dan Norlidya Wani Arpai 190 Konsep Amalan Pengajaran Guru Pendidikan Islam Di Sekolah-Sekolah Pedalaman Mohd Zaidi Bin Haji Mohd Zeki, Mohd Faisal Bin Mohamed dan Nurulaini Morshidi 216 Rancangan Penilaian Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa Inggris Dalam Kurikulum 2013: Satu Penilaian Fadly Azhar 229 Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia Berorientasi Kepada Tujuan Pembelajaran Fakhri Ras 242 Pembangunan Modul Pembelajaran Reka Bentuk Landskap Untuk Pendidikan Seni Visual Tingkatan Empat Siti Kalsom Abd Aziz, Wan Hasmah Wan Mamat, dan Abu Talib Puteh 253 Aplikasi Teknologi Multimedia Dalam Pengajaran Kontemporari Bagi Aqidah Islamiyah Rahimi Md Saad dan Zaiton Mat Deris 281 Penerimaan Ibu Bapa, Guru Dan Murid Terhadap Hukuman Fizikal Zunaidi Harun, Norani Mohd. Salleh dan Abd Razak Zakaria 301 Pengamalan Ciri-Ciri Wirausahawan Sukses dalam Mewujudkan Sekolah Efektif Daeng Ayub Natuna 316

viii

Page 9: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PENDIDIKAN HOLISTIK MENURUT PERSPEKTIF

AL-GHAZALI DAN IBN MISKAWAYH

Wan Hasmah Wan Mamat, EdD., dan Zulfahmi

PENGENALAN

Melalui pendidikan manusia dapat mempelajari semua konsep dan pelbagai aspek dalam kehidupan demi menjaga hidup manusia. Manusia boleh membentuk satu tamadun yang stabil dan sempurna melalui pendidikan holistik yang bertumpu pada akhlak mulia. Sejarah telah menyaksikan bahawa antara sebab yang membawa kemusnahan dan kehancuran sesuatu bangsa ialah akibat daripada kerakusan manusia dan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan serta akhlak dalam kehidupan (Asmawati Suhid, 2009). Ianya menjadi satu idea pemikiran bahawa pendidikan perlu sepanjang kehidupan manusia agar tamadun dapat menjaga kelestarian moral dan akhlak manusia seutuhnya. Pada hakikatnya pandangan tentang akhlak (Sembodo Ardi Widodo, 2003), tidak terhad pada susunan hubungan manusia dengan manusia lainnya, tetapi ianya mengawal hubungan manusia dengan segala perkara yang terkandung dalam kehidupan dan lebih dalam lagi mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Pendidikan sebenarnya bersifat holistik iaitu memberi penekanan kepada tiga domain utama iaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Muhamad Suhaimi Taat, 2012). Beliau menekankan tidak semua manusia yang berjaya atau boleh dikatakan sangat berjaya dalam karier yang diceburi dalam hidup ini bergantung pada keupayaan kognitif semata. Jika dilihat orang-orang yang berjaya samada di dalam atau di luar Negara, ramai yang berjaya adalah mereka yang hebat dari aspek afektif dan psikomotornya. Sebagai contoh seperti ahli muzik, ahli sukan dan pelbagai ahli dalam bidang-bidang yang tidak terlalu menekankan kepada aspek kognitif.

Tumpuan kognitif, afektif dan psikomotor adalah pada akhlak yang tidak boleh dipisahkan dari ajaran Islam namun dalam pelaksanaan pendidikan harus diarahkan untuk membina tingkah laku yang luhur dan membina moral bangsa. Pandangan ini dikukuhkan oleh Al-Jamil (1992), yang mengatakan “Islam mengajarkan kehidupan yang dinamik dan progresif, menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, sentiasa mengembangkan kepedulian sosial, berakhlak mulia dan

1

KESIMPULAN

Membangun pendidikan agar suatu sekolah menjadi efektif merupakan tantangan bagi daerah dalam menangani otonomi pendidikan. Dalam otonomi pendidikan, terbuka peluang yang cukup besar untuk membuat pendidikan di daerah menjadi lebih berkualitas. Hal ini terjadi karena Kepala Daerah memiliki kewenangan yang penuh dalam menentukan kualitas sekolah di daerahnya masing-masing melalui sistem rekrutmen guru, rekrutmen siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan termasuk sarana dan sarana pendidikan.

Tingkatmean pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah dalam pembangunan pendidikan efektif di Kota Pekanbaru Provinsi Riau dengan 180 responden berdasarkan item 1 sampai 58 dari angket, ini dapat diinterpretasikan tinggi, dan diketahui secara nyata bahwa keempat-empat tingkat dalam dimensi pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses mencatatkan mean yang tinggi, namun pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses yang paling dominan antara keempat-empat dimensi ciri-ciri wirausahawan suksestersebut ialah keyakinan dalam diri.Kajian menunjukkan bahwa administrator sekolah (SMA dan SMK, Negeri dan Swasta) di Kota Pekanbaru Provinsi Riausudah mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses yang tinggi dalam mengurus dan memimpin sekolah.Administratorsekolah selaku insan terpenting di seuatu sekolah perlu sadar akan potensi mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses, yang ada pada diri mereka dan menggunakannya dengan sebaik mungkin untuk bertambahbaik lagi keadaan pengelolaan sekolah mereka masing-masing.

Mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses pada arena mewujudkan sekolah efektif ialah suatu aktifitas kajian ilmiah dan penemuan yang dinamik dan mempunyai lapangan yang luas untuk diterokai dan dikaji secara ilmiah. Mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses dapat dilakukan dalam apa saja jenis pekerjaan sekalipun, baik di bidang pendidikan, bidang kewirausahaan itu sendiri maupun bidang yang lain, tetapi seharusnya tetap mempunyai persepsi yang baik terhadap apa saja yang mau ditekuni, atau ingin mendapatkan manfaat yang lebih, dalam dunia pekerjaan masing-masing, maka patutlahmembuat gerakan paradigma dengan mencuba mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses dalam menekuniapa saja pekerjaan dengan mengamalkan ciri-ciri wirausahawan sukses.

Pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesdalam pengelolaan sekolah oleh administrator, maka dapat dilihat aktifitas ini mempunyai potensi menyumbang kepada keefektifan sekolah. Oleh karena itu, ia dapat

332

Page 10: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(1977). Poutsma& Gils (2006) dan Hadjimanolis (2000) menyatakan bahwa bagi administrator sekolah di Kota Pekanbaru Provinsi Riau yang mempunyai daya kreativitas dan fleksibilitas akan mempunyai keupayaan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan pelanggan dan harapan masyarakat akan kualitaslulusan sekolah, dan sekolah yang diurusnya boleh menjadi efektif dan semakin berhasil. Suryana (2004) serta Maman (2010) menyatakan bahwa seorang ahli yang menonjolkan keinovasian sebagai dasar personaliti menuju kewirausahaan modern.Daya kreativitas dan fleksibilitasyaitu keupayaan menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan pelanggan dan perniagaan ialah satu ciri seorang wirausahawan yang sukses, dengan kemampuan bertindak secara fleksibel dan daya kreatifyang tinggi.

Aspek keinginan kepada umpan baliksegera bagi seorang wirausahawan ialah kehendak untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan berupaya sebaik mungkin mereka bekerja dengan melihat respon dari lingkungannya. Maman (2010) dan Poutsma& Gils (2006) menyatakan bahwawirausahawan harus mengetahui sebaik apa mereka bekerja dan secaraterus menerusmencari pengakuan, dengan melihat respon dari lingkungan. Zimmerer & Scarborough (2005) dan Suryana (2006) secara tegas menyatakan bahwakeinginan kepada umpan baliksegera ialah suatu keinginan yang kuat untuk menggunakan pengetahuan yang ada untuk memperbaiki prestasinya, dan mereka secara terus menerusmencari pembenaran berdasarkan respon yang diberikan oleh lingkungannya. Keinginan kepada umpan baliksegera, yaitu seseorang wirausahawan yang sukses gemar menilai prestasi dirinya untuk mendapatakan umpan baliksegera dari kesuksesannya.

Terhadap administrator sekolah yang mempunyai keinginan kepada umpan baliksegera dan secara terus menerusuntuk memahami respon lingkungan terhadap pekerjaan yang dijalankannya sebagai upaya untuk memperbaiki aktifitas kepengelolaan yang dijalankan dalam mewujudkantujuan sekolah efektif. Administratorperlu membuatperencanaan penting ke arah mencapai sesebuah tujuan yang diarahkan. Ini secara tidak langsung mendukung dapatan kajian Roslan (2003) yang menyatakan bahwa seorang wirausahawan adalah seorang yang senantiasamerencanakanaktifitaskesehariannya.

331

sikap-sikap positif yang lainnya” (hlm. 11-12). Namun, dalam amalan umat Islam hanya berlaku untuk membayar kewajiban dan menjadi simbol ketaqwaan. Implikasi daripada ibadah yang bertujuan untuk kepedulian sosial kurang diberi penekanan. Dalam pandangan Fadlil Yani Ainusyam (2007), kalangan masyarakat telah salah memahami simbol-simbol agama, agama lebih dimaknai sebagai penyelamat dalam konteks individu dan bukan penyelamat dalam konteks sosial. Perkembangan pendidikan harus selari dengan keperluan semasa samada keperluan beragama ataupun keperluan untuk hidup.

Dalam era globalisasi sekarang ini terjadi pelbagai isu akhlak dan moral dalam semua kalangan masyarakat (Ismail Ibrahim, 1996). Menurut beliau isu peradaban dan akhlak tidaklah merupakan persoalan dalam kalangan remaja sahaja, persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan yang menyeluruh yang melibatkan hampir semua golongan masyarakat. Media yang begitu jelas memaparkan berita tentang rasuah, kecurian, jenayah seksual, salah laku pendidik dan pelajar di sekolah-sekolah yang berlaku di Malaysia, Indonesia dan negara Islam yang lain. Menurut Imran Effendy (2003) agama, institusi pendidikan dan persekitaran adalah memainkan peranan yang penting bagi mengatasi persoalan dan isu akhlak yang meresahkan semua pihak.

Huraian di atas menjadi suatu pemikiran yang mesti dibincangkan untuk perkembangan ilmu dan mencari jalan yang sesuai dengan perkembangan manusia dalam era globalisasi yang sangat berpengaruh kepada tingkah laku, etika dan akhlak. Tingkah laku, etika dan akhlak pada amnya adalah sebagai modal dalam pembangunan moral bangsa. Justeru, pendidikan memainkan peranan sebagai jatidiri menunjukkan peribadi yang mulia dalam erti sebenarnya. Perbincangan di atas menjelaskan bahawa sejak awal peradaban Islam mahupun peradaban manusia sehingga sekarang persoalan dan isu pendidikan terus dibincangkan dari semasa ke semasa. Oleh itu kajian ini juga berhasrat mengkaji pemikiran ahli-ahli falsafah mengenai pendidikan holistik untuk mencapai maklumat yang sesuai dengan isu-isu semasa.

Perbincangan di atas menunjukkan pentingnya pendidikanholistik dalam pembinaan modal insan. Oleh itu, kajianinicoba meneroka, membandingkan dan menganalisa pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam pendidikan holistik. Perbandingan tersebut mengambil kira asas falsafah dari segi matlamat dan konsep pendidikan. Oleh itu kefahaman terhadap kedua tokoh dalam pendidikan harus benar-benar difahami. Sepertimana penekanan Anderson (1998), untuk mengembangkan kefahaman pendidikan iaitu dengan menjelaskan konsep pendidikan,

2

Page 11: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kepercayaan, pendapat dan andaian. Contoh, analisis falsafah pendidikan mencuba untuk memahami soalan-soalan seperti: apakah konsep pendidikan? Bagaimana matlamat yang ingin dicapai dalam pendidikan? Apakah persamaan konsep pendidikan daripada pandangan mereka? Apakah perbezaan konsep itu pula? Dari soalan-soalan tersebut dapat dilihat persamaan dan perbezaan pemikiran tentang konsep akhlak yang dibincangkan oleh al-Ghazali dan Ibn Miskawayh.

Pelbagai kajian yang telah dijalankan antara pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh. Azizah Zakaria (2004) mengkaji tentang beberapa aspek dalam falsafah etika al-Ghazali. Dalam kajiannya itu beliau merumuskan bahawa etika al-Ghazali adalah suatu etika yang menyeluruh. Tumpuan kajian Azizah hanya kepada etika al-Ghazali dalam aspek keilmuan (intelek) tanpa menyentuh aspek yang lain. Mohd Rusli Hussain (2003) pula mengkaji perbandingan pemikiran antara al-Ghazali dan Ibn Khaldun dari segi pembangunan insan secara terperinci. Beliau menyimpulkan bahawa al-Ghazali telah membincangkan pembangunan aspek dalaman amat sesuai untuk dijadikan sebagai asas yang penting dalam merangka dan menjalankan program pembangunan insan dari pelbagai aspek seperti aspek rohani, hati, jiwa dan akal. Kekurangan dan kelemahan al-Ghazali berbanding Ibn Khaldun dalam mengaitkan manusia dengan unsur luaran. Bagaimana persamaan dan perbezaan itu boleh berlaku? Apakah punca persamaan dan perbezaan itu? Apakah persamaan dan perbezaan juga berlaku dalam pandangan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh?

Pemikiran falsafah akhlak Ibn Miskawayh dibincangkan oleh Mohd Jais Anuar Ahmad (2003). Beliau membincangkan tentang pemikiran Ibn Miskawayh mengenai ketokohannya dalam menghuraikan falsafah akhlak secara terperinci. Pemikiran falsafah akhlak telah dicorakkan melalui gabungan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang pernah beliau lalui. Selain itu, terdapat juga kajian yang dilakukan oleh Mohd Sullah (2010), yang membandingkan konsep pendidikan akhlak Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ibn Miskawayh yang memfokuskan kepada pendidikan akhlak dari aspek karya, hakikat manusia dan konsep pendidikan akhlak daripada kedua-dua tokoh.

Perbincangan terhadap beberapa kajian yang telah dijalankan di atas terlihat jelas bahawa al-Ghazali dan Ibn Miskawayh adalah dua ahli falsafah yang kerap membincangkan tentang pendidikan dalam pelbagai perspektif. Abubakar Aceh (1982) dalam Sejarah Filsafat Islam mengkategorikan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aliran moral dan akhlak. Oleh itu, kedua-dua pemikiran dikaji dari segi pendidikan holistik dalam beberapa aspek kajian iaitu intelek, emosi, jasmani dan rohani.

3

wirausahawan untuk memelihara satu lokus kawalan internal, yang merupakan ciri penting seorang wirausahawansukses dan diamalkan oleh administrator sekolah.

Aspek berkemauann belajar dari kesalahan telah pula dikatakan Suryana (2006), Zimmerer dan Scarborough (2005) dan Nor Aisyah (2006)bahwawirausahawan yang sukses kebanyakan pernah gagal dalam perniagaannya, bahkan lebih dari sekali. Keberhasilan biasanya tercapai dengan optimistik yang tinggi, dan kegagalan merupakan satu pengajaran kepadanya supaya kesalahanyang sama tidak diulangi pada masa depan. Bagi administrator sekolah yang mempunyai berkemauann belajar dari kesalahan ialah mereka yang secara terus menerusdapat memperbaiki dalam strategi pengelolaan sekolah hingga terwujud keefektifan. Administrator harus mempunyai optimistik yang tinggi untuk mencapai kecemerlangan dalam pengelolaan sekolah. Berkemauann belajar dari kesalahan mencakupiseorang wirausahawan yang sukses sanggup menerima kegagalan dan merupakan satu pengajaran kepadanya, supaya kesalahan yang sama tidak diulangi pada masa berikutnya(Zaim Saidi2005).

Dimensi inovatif yang ditunjukkan administrator sekolah adalah di tingkatinterpretasi yang tinggi denganmean = 4.55. Dimensi inovatif meliputi; daya kreativitas dan fleksibilitas dan keinginan kepada umpan balik segera. Hadjimanolis (2000)dan Hurley and Hult (1998) menyatakan bahwainovasi sebagai tingkat kecepatan individu dalam mengadopsi idea-idea baru dibandingkan anggota-anggota lain dalam suatu sistem. Suryana (2004) serta Maman (2010) menyatakan bahwa seorang ahli yang menonjolkan keinovasian sebagai dasar personaliti menuju kewirausahaan modern.

Aspek daya kreativitas dan fleksibilitas diperlukan bagi seorang wirausahawanuntuk dapat menyelaraskan perubahan dari permintaan pelanggan dan usaahanya, karena kekakuan sering mengakibatkan kegagalan, karena itu kebolehan bertindak secara fleksibel memerlukan daya kreativitasyang tinggi.Kreativitas dijelaskan sebagai kebolehan mengembangkan idea baru dan mempunyai pandangan berlainan terhadap sesuatu peluang atau masalah.Arman, et.al.(2007),Suryana(2006) dan Buchari Alma (2008) menyatakan bahwawirausahawan harus memiliki kreativitas dan flkesibiliti untuk dapat menyelaraskan perubahan dari permintaan pelanggan dan usahanya, karena kekakuan sering mengakibatkan kegagalan.Pendapat ini sejalan dengan hasil kajian Yuyun Wirasasmita (1994), Buchari Alma (2008), Suryana (2006) dan Sujuti Jahja

330

Page 12: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

berbanding yang lainnya, karena mempunyai kemauanberusaha keras dan waktu bekerjanya adalah panjang dan meletihkan (Suryana 2004).Rambat (2007) dan Kasmir (2006) menyatakan bahwa sifat usaha dan kerja keras menunjukkan seseorang selalu terlibat dalam berbagai situasi kerja dan tidak akan menyerah sebelum pekerjaan selesai. Administrator sekolah yang mengutamakan kerja dan usaha keras akan mengisi waktunya dengan perbuatan yang nyata untuk mencapai tujuan sekolah efektif.

Dimensi memiliki kontrol diri yang ditunjukkan administrator sekolah adalah di tingkatinterpretasi yang tinggi denganmean = 4.66.Dimensimemiliki kontrol diri, meliputi; Berkemampuan memimpin,mau memikul tanggungjawab dan berkemauann belajaran dari kesalahan.Aspek berkemampuan memimpintergolong wirausahawan yang sangat mengetahui cara mengumpulkan orang yang tepat untuk melakukan kerjaya. Oleh karena itu, keberhasilan jarang dicapai oleh administrator sekolahyang tidak mempunyai pengalaman dalam bidang yang diterokainya. Suryana (2003) menyatakan bahwa seorang wirausahawan yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan. Pendapat ini sejalan dengan hasil kajian Suryana (2006) dan Buhcari Alma (2008). Bagi administrator sekolah yang berkemampuan memimpin akan mempunyai kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya bagi tujuan mengembangkan sekolah efektif, karenaitu dia mempunyai kemampuan untuk memimpin dan mengurus sekolah dengan baik.Berkemampuan memimpinyaituwirausahawan yang sukses merupakan seseorang yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang teknologi dan keadaan pasaran di mana dia beroperasi dan mempunyai kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya bagi tujuan mengembangkan usahanya, serta mempunyai keupayaan untuk memimpin.

Aspek mau memikul tanggungjawab sebagaimana dikatakan Zimmerer, Scarborough, & Wilson (2008) dan Maman (2010)bahwa kesanggupan untuk memikul tanggungjawab terhadap perniagaan berkaitan erat dengan keinginan wirausahawan untuk memelihara satu lokus kawalan internal, oleh itu mereka bertanggungjawab secara individu terhadap siapa saja yang terlibat dalam usahanya. Sementara itu, administrator sekolah yang mau memikul tanggungjawab akan secara terus menerusmengontrol sendiri dan menggunakan berbagai sumber untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan pada peringkat awal, supaya terwujud sekolah yang efektif (Arman, et.al. 2007). Kristanto (2009) dan Buhcari Alma (2008) menyatakan bahwa mau memikul tanggungjawab mencakupi kesanggupan untuk memikul tanggungjawab terhadap perusahaan berkait eratdengan keinginan

329

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan di atas, maka kajian ini dijalankan untuk mencapai objektif berikut: meneroka pendidikan holistik menurut perspektif al-Ghazali dan Ibn Miskawayh serta menganalisa persamaan dan perbezaan pendidikan holistik menurut al-Ghazali dan Ibn Miskawayh.

METODOLOGI

Penyelidikan ini menggunapakai pendekatan inkuiri dengan kaedah analisis falsafah (Kneller, 1971; Wingo, 1974; Anderson, 1998; Koetting & Malisa, 2004; & Abdul Khobir; 2007). Analisis terhadap pemikiran kedua-dua tokoh menggunakan analisis falsafah dengan mengikuti tiga kaedah analisis: interpretasi, induktif dan deduktif, serta perbandingan(Anton Bakker & Achmad Charris Zubair, 1989).

Interpretasi dijalankan untuk mendapatkan konsep dan maklumat yang dimaksudkan oleh kedua tokoh tentang pendidikan holistik. Hasil interpretasi dirumuskan secara induktif dan deduktif bagi memperjelas fikiran utama yang ingin dicapai. Analisis induktif dan deduktif pula diketengahkan secara perbandingan bagi merumuskan pandangan kedua-duanya dalam pendidikan holistik.

Data kajian tentang pemikiran al-Ghazali hanya melibatkan kepada tiga karya beliau yang berkaitan dengan pendidikan iaitu Ihya’ Ulum al-Din, Ayyuha al-Walad, dan Mizan al-Amal. Manakala pemikiran Ibn Miskawayh merujuk kepada salah satu karangannya iaitu Tahdhib al-Akhlaq dan dua buku karangan sarjana awal tentang Miskawayh iaitu The Refinement of Character dan The Ethical Philosophy of Miskawayh.Apa-apa yang terkandung di dalam karya tersebut yang berkaitan dengan pendidikan holistik dianalisis secara mendalam.

Setiap isi kandungan dikaji berdasarkan unsur yang terkandung dalam senarai semak. Senarai ini merupakan instrumen utama yang menjadi pedoman dalam menjalankan proses penganalisisan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh. Unsur yang terkandung dalam senarai semak sebagai berikut:

1. Aql (akal) 2. Nafs (jiwa) 3. Qalb (hati) 4. Roh (ruh)

Semua unsur tersebut berkaitan dengan proses pendidikan dan sebagai pedoman untuk mengkategorikan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam pendidikan holistik.

4

Page 13: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

DAPATAN KAJIAN

Perbincangan tentang kedua-dua tokoh dalam kajian ini kerap dibincangkan dalam pemikiran Islam dan juga dalam pendidikan. Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh hidup dalam masa yang berbeza, al-Ghazali hidup pada tahun 1058-1111 M. Manakala Ibn Miskawayh hidup pada tahun 932-1030 M. Al-Ghazali adalah seorang tokoh falsafah jalan tengah dan juga ahli tasawuf, serta ulama Islam yang tersohor dan amat kerap dibincangkan dalam pelbagai penyelidikan saintifik. Begitu pula dengan Ibn Miskawayh, beliau adalah seorang tokoh falsafah yang kerap membincangkan tentang etika dalam Islam.

Biografi al-Ghazali

Al-Ghazali dengan nama lengkapnya ialah Abu Hamid bin Muhamad bin Ahmad al-Ghazali at-Thusi telah dilahirkan pada pertengahan abad kelima Hijrah (450 H/1059 M) di daerah Thus di negeri Khurasan (A Hanafi, 1969; Osman Khalid, 1993). Bapanya tergolong orang yang sangat sederhana sebagai pemintal benang, tetapi mempunyai semangat agama yang tinggi dan mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat. Mengikut setengah riwayat namanya disebut sebagai ‘al-Ghazzali’ yang dikaitkan dengan pekerjaan bapanya sebagai pemintal benang (A Hanafi, 1969; Osman Khalid, 1993; Hasyimsyah Nasution 1999). Penisbahan namaal-Ghazali terdapat dua pendapat iaitu al-Ghazali dengan menggunakan satu huruf z dinisbahkan kepada tempat kelahirannya, sedangkan al-Ghazali dengan menggunakan dua huruf z dinisbahkan dengan pekerjaan ibu bapanya sebagai pemintal wol. Kerana itu sebutan ‘al-Ghazzali’ adalah panggilan penduduk Khurasan kepadanya (Abdul Kholid, et al. 1999).

Al-Syami daripada Basri Ibrahim (2001) dan A Hanafi (1969) berpandangan bahawa al-Ghazali telah menulis puluhan buku yang diperkirakan mencapai 300 buku yang meliputi pelbagai bidang ilmu, antaranya: Teologi (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqh), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan lain-lain. Karya-karya besar al-Ghazali dapat dilihat seperti: Maqasid al-Falasifah (tujuan-tujuan para failasuf), Tahafut al-Falasifah (kekacauan fikiran para failasuf), Mi’yar al-Ilm (kriteria ilmu), Ihya Ulum al-Din (menghidupkan ilmu-ilmu agama), Al-Munqidz min al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan), Ayyuha al-Walad (wahai anak), Mizan al-Amal (timbangan amal), Misykat al-Anwar (lampu yang bersinar banyak) dan banyak lagi yang lain. Sebahagian besar buku-bukunya itu ditulis dalam bahasa Arab dan yang lainnya ditulis dalam bahasa Parsi. Oleh itu, kerana

5

Saidi (2005) dan Nor Aishah (2006)menyatakan bahwawirausahawan yang sukses mementingkan pencapaian tujuan yang ditetapkan, dan tujuan yang ditetapkan timbul daripada keupayaan melihat dan merebut peluang yang terdapat di lingkungan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat dan hasil kajian yang dikemukakan Suryana (2006), Zimmerer dan Scarborough, (2005). Administrator sekolah yang pandai merebut peluang mempunyai intuisi dan imaginasi yang kuat untuk senantiasa mencapaitujuan yang sudah ditetapkan.Pandai merebut peluang yaitu seorang wirausahawan yang suksesmelihat dan merebut peluang yang terdapat di lingkungannya, dan merupakan amalan penting oleh administrator dalam mewujudkan sekolah yang efektif.

Aspek keyakinan diri yaituseseorang wirausahawansukses mempunyai tingkat keyakinan diri yang tinggi, bersifat optimistik dan mempunyai kepercayaan tinggi terhadap kemampuan dan keupayaannya untuk sukses dalam perniagaan serta diamalkan oleh administrator sekolah, di mana administrator sekolah menunjukkan banyak keyakinan dan mempunyai kemampuan untuk sukses, karena seseorang administratoryang memiliki keyakinan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keefektifan sekolah. Zimmerer, Scarborough, & Wilson (2008) dan Maman (2010) menyatakan bahwa keyakinan diri merupakan landasan yang kuat untuk meningkatkan prestasikerja dan karya seseorang. Sebaliknya, setiap karya yang dihasilkan akan menumbuhkan dan meningkatkan keyakinan diri. Kreativitas, inisiatif, semangat kerja dan ketekunan akan banyak mendorong seseorang untuk mencapai karya yang memberikan kepuasan batin, yang kemudian akan mempertebal keyakinan diri. Pada gilirannya administrator yang memiliki keyakinan diri akan mempunyai kemampuan untuk berkerja sendiri dalam berorganisasi, mengawasi, dan meraihnya (Suryana 2006).Pendapat ini sejalan dengan hasil kajian yang dikemukakan oleh Soesarsono Wijandi (1988), Soeparman (1997), Yuyun (1994), Buchari Alma (2008) dan Gaddam (2008). Gagasan, kerja, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras, semangat berkarya, dan sebagainya banyak dipengaruhi oleh tingkat keyakinan diri administrator dalam pengelolaan sekolahyang harusmelebur dengan pengetahuan, kemampuan dan kesiapannya untuk menjadikan sekolah efektif (Tony Wijaya2008).

Aspek bertenaga yaituseorang wirausahawan yang sukses lebih bertenaga berbanding orang biasa, berusaha keras dan waktu bekerjanya panjang dan meletihkan serta diamalkan oleh administrator sekolah, di mana administrator sekolah yang berhasil menunjukkan lebih bertenaga

328

Page 14: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

sebagaimana dikatakan bahwa seseorang peniaga memiliki keyakinan yang tinggi tentang kejayaannya terhadap sesuatu kegiatan perniagaan berbanding dengan seseorang yang bukan wirausahawan.

Dimensi kesungguhan yang ditunjukkan administrator sekolah adalah padatingkatinterpretasi yang tinggi denganmean = 4.56. Dimensi kesungguhan meliputi; berani mengambil resiko yang terukur,pandai merebut peluang, keyakinan diri dan bertenaga.Suryana (2003) menyatakan bahwa wirausahawansuksesyang berani mengambil resiko terukur, ialah seorang pengurus resiko yang baik. Dengan melakukan perubahan dan menangani resiko yang terukur dengan memastikan resiko yang diambil adalah munasabah dan berpatutan dengan ganjaran yang diterima. Aspek berani mengambil resiko yang terukur merupakan kemauan dan kemampuanadministrator sekolah untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan.

Keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik pula. Situasi resiko kecil dan situasi resiko tinggi dihindari karena sumber kepuasan tidak mungkin didapati pada setiap situasi tersebut, karenawirausahawan menyukai tantangan yang sukar namun dapat dicapai seperti pendapat dan hasil kajian Buchari Alma (2003) sejalan dengan hasil kajian yang dikemukakan oleh Angelita dalam Yuyun Wirasasmita (1994). Selanjutnya Kristanto (2009),Kasmir (2006) dan Zimmerer & Scarborough (2005) menyatakan bahwadalam keadaan pada masa kini, seseorang wirausahawan harus belajar mengurus resiko dan memastikan resiko yang diambil adalah memamg perlu dan berpatutan dengan ganjaran yang diterima. Berani mengambil resikoyang terukur oleh wirausahawansuksesialah seorang pengurus resiko yang baik, dengan melakukan perubahan dan menangani resiko yang terukur dan memastikan resiko yang diambil adalah memang perlu dan berpatutan dalam pengelolaan sekolah oleh administrator (Zaim Saidi2005).

Aspek pandai merebut peluang yaitu suatu kebiasaan seorang wirausahawan yang suksesmelihat dan merebut peluang yang terdapat di lingkungan dengan diamalkan oleh administrator sekolah, di mana administrator sekolah menunjukkan seseorangyang selalu mengutamakan tugas dan hasil dengan mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada keuntungan, ketekunan dan ketabahan, tekad kerjakeras, mempunyai dorongan kuat, energik, dan berinisiatif(Depdiknas, 2007).Zaim

327

keluasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki al-Ghazali (dlm. M Syarif, 1994), beliau diisytiharkan sebagai Bukti Islam (hujjah al-Islam), Perhiasan Agama (zain al-din) dan mujaddid.

Biografi Ibn Miskawayh

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad Ya’kub Miskawayh (Ansari, 1964). Beliau berkata bahawa Ibn Miskawayh hidup dalam period sejarah Islam yang bercirikan aktiviti cergas, saintifik, pencapaian intelek yang besar dan pelbagai penciptaan sastera briliant. Di pihak lain terjadinya krisis ekonomi, perpecahan politik dan perilaku sosial serta moral yang terjejas. Keadaan di atas mengikut Ansari (1964) bahawa moral mempunyai dua sumber inspirasi. Satu adalah luaran yang berasal dari keadaan sosial dan ekonomi. Kedua adalah dalaman yang terletak dalam ideologi asas dan agama. Setakat sebagai tafsiran intelektual Al-Quran dan Hadith, penggubalan peraturan yang mengawal kehidupan biasa dan pembangunan sains lain.

Ibn Miskawayh lahir pada tahun 325 H/936 M di Ray, Persia dan wafat di Asfahan 421 H/1030 M (Ansari, 1964; Hasyimsyah Nasution, 1999; Abuddin Nata, 2003; Sirajuddin Zar, 2007). Pendidikan dan kehidupan awal Miskawayh hanya melihat kenikmatan harga diri kaum bandar. Bapanya tidak memberi perhatian yang lebih kepada pendidikan dan latihan anaknya itu. Bapanya meninggal manakala Miskawayh masih muda, akibatnya dia telah ditinggal sepenuhnya dalam penjagaan dan pengawasan ibunya. Kerugian tidak boleh diperbaiki bapanya cacat perkembangan moral, dia menguncup tabiat jahat sezaman dengan beliau, tabiat ini yang tidak diinginkan oleh Miskawayh (Ansari, 1994). Perkiraan Ansari (1994) mungkin ibunya yang membantu Miskawayh untuk melengkapkan pendidikan peringkat pertama. Hari-harinya Miskawayh seperti biasa mempelajari al-Quran, tatabahasa, sastera, tradisi, fiqh, sejarah, khususnya mempelajari bahasa Arab, aritmetik dan geomatry rendah. Oleh itu, Miskawayh tidak menemukan kesulitan menyelesaikan pendidikannya sebagai subjek ini dalam kelas di masjid dan di rumah golongan bangsawan.

Karya-karya Miskawayh itu membuatnya dikenali sebagai pemikir Islam yang produktif. Beliau telah menghasilkan banyak kertas kerja, tetapi hanya sebahagian kecil yang masih ada, seperti al-Fauz al-Akbar (kemenangan besar), al-Fauz al-Asgar (kemenangan kecil), Tajarib al-Umam (pengalaman bangsa-bangsa; sejarah banjir besar bertulis 368 H/979 M), Uns al-Farid (Keseronokan tolok bandingan; koleksi anekdot, puisi, peribahasa, dan aforisme), Tartib as-Sa’adah (mengenai akhlak dan politik), al-Mustafa

6

Page 15: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(yang dipilih; pemilihan puisi), Jawidan Khirad (Koleksi pepatah), al-Jami’ (tentang jamaah), as-Siyar (tentang peraturan hidup), Kitab al-Asyribah (minuman) dan Tahdhib al-Akhlaq (pembinaan akhlak). (M Syarif, 1994; Hasyimsyah Nasution, 1999; Ensiklopedi Islam, 2005).

Matlamat Pendidikan Menurut al-Ghazali dan Ibn Miskawayh

Apabila menelaah matlamat pendidikan dalam kehidupan, yang menjadi objek adalah manusia itu sendiri iaitu perilaku dan tingkah laku manusia. Matlamat pendidikan selaras dengan matlamat hidup manusia dalam membina tamadun bangsanya. Berdasarkan analisis falsafah menunjukkan bahawa al-Ghazali menggariskan seorang yang menuntut ilmu hendaklah mencari keutamaan jiwa dan kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Ghazali, 1980;22-23, 1964; 180). Keutamaan jiwa adalah matlamat pendidikan dalam aspek rohani dan jasmani sedangkan kebahagiaan dunia dan akhirat adalah matlamat pendidikan secara holistik. Ilmu harus bermanfaat bagi kehidupan dunia, jangan sampai manusia menjadiseperti sabda Rasulullah dalam sebuah hadith:

Manusia yang paling dahsyat menerima seksaan pada hari kiamat adalah orang yang berilmu tetapi tidak diberikan manfaatnya oleh Allah dengan ilmunya itu

(Riwayat Muslim).

Sebahagian ahli pendidikan Islam berpendapat akhlak adalah hasil dari pendidikan dan ada juga yang berpendapat akhlak merupakan matlamat yang ingin dicapai melalui pendidikan. Matlamat yang ingin dicapai dalam pembentukan akhlak adalah pembersihan jiwa dari kekotoran jiwa (al-Ghazali, 1967;12). Prinsipnya bahawa matlamat pendidikan secara holistik adalah membersihkan jiwa dari segala yang dapat mengotori jiwa samada mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk.

Ibn Miskawayh merupakan seorang pengarang yang telah mempersembahkan kitab terawal dalam falsafah akhlak dalam bentuk yang sistematik (Dwight, 1953; ix). Bahkan beliau memberikan pujian kepada Miskawayh sebagaimana yang tertulis: “This is the most important book on philosophical ethics in Muslim literature” (Dwight, 1953; 122). Analisis interpretasi menunjukkan bahawa Miskawayh telah menggariskan metod-metod yang konsisten dalam merealisasikan matlamat pendidikan. Bukan sahaja merumuskan teori dan praktikal tetapi telah meletakkan kedua-dua unsur tersebut sebagai suatu cabang disiplin ilmu.

7

(2010), Suryana (2006), dan Buchari Alma (2008).Berorientasikan masa depanyaitu seorang wirausahawan yang sukses menjalankan perniagaan dengan mencatat kadar pertumbuhan yang tinggi, lebih menunjukkan keprihatinan yang tinggi terhadap masa depanperniagaannya.

Aspek komitmen dan tekad ialah administrator yang mengamalkan pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses adalah mereka yang melakukan aktifitaspengelolaan sekolah dengan komitmen yang tinggi untuk mencapai keefektifan dan perkembangan, karenaciri-ciri yang terpenting dalam mempengaruhi kejayaan seseorang ialah mempunyai dan sanggup mengorbankan sebahagian besar daripada waktunya dalam pengelolaan sekolah tersebut untuk mencapai targetnya, sebagaimana dikemukakan dalam kajian-kajianZimmerer, Scarborough& Wilson (2008), Syaiful Sagala (2003), Ab.Aziz Yusof (2003), Schultz dan Schultz (2002), Suryana (2006) dan Nor Aishah (2006).Komitmen dan tekad, di mana wirausahawanyang biasanya mempunyai tingkat komitmen dan tekad yang tinggi dan berminat terhadap aktifitaspelibatan diri secara mendalam (Lambing & Kuehl 2003).

Aspek bermotivasi untuk mencapai keberhasilansejalan dengan kajian-kajian Hisrich, Peters, & Shepard (2008) dan Kasmir (2006), di mana prestasi kecemerlangan merupakan motivasi yang utama bagi administrator sekolah yang mengamalkan ciri-ciri wirausahawansukses, karenaadministratorsperti wirausahawan lebih suka menjalankan sendiri apa yang diinginkan terhadap sesuatu yang orang ramai tidak mungkin. Administrator sekolah yang mengamalkan pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesbermotivasi tinggi untuk mencapai keberhasilan dalam pengelolaan sekolah, sehingga sekolah dapat menjadi efektif. Oleh karena itu, dapatan kajian telah menjelaskan secara nyata bahwa administrator sekolah di Kota Pekanbaru Provinsi Riau berupaya menunjukkan prestasi yang cemerlang dalam segala tugas yang dipertanggungjawabkan sekaligus memiliki keyakinan untuk menjadi model atau contoh (role model) yang terbilang di institusi yang dipimpinnya. Hasil ini menyerupai kajian Yarzebinski (1992) dan Tony Wijaya (2007) yang merumuskan bahwa para wirausahawan yakin akan keupayaan mereka dan konsep perniagaan di mana mereka percaya bahwa mereka memiliki keupayaan untuk mencapai apa saja yang mereka arahkan. Namun, dapatan ini tidak sejalan dengan hasil kajian Zietsma (1999) dan Benedicta (2003) yang membuat pemerhatian ke atas elemen-elemen kewirausahaan di antara wirausahawan berbanding bukan wirausahawan,

326

Page 16: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pada tingkatinterpretasi tinggi (mean=4.60). Ini merupakan satu dapatan yang positif serta memberi petunjuk bahwa setiap SMAdan SMK di Kota Pekanbaru Provinsi Riau yang diterajui oleh administratorsekolah sudah mampu menjadi sekolah yang efektif dari sudut pengembangan sumber daya manusia, aktifitas dan sarana prasarana. Dapatan kajian ini mendukung hasil rumusan kajian Sabri (2002) yang menyatakan bahwa orang yang sukses tanpa mengira dalam bidang apa saja, seringkali mempunyai ciri-ciri unik yang kesemuanya hampir sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh wirausahawansukses.

Lambing dan Kuchl (2007) menambahkan bahwa seorang yang sukses selalunya mempunyai semangat atau meanat yang tinggi seperti memiliki ciri-ciri yang berorientasikan keberhasilan. Seperti juga Brockhaus (2001) menyatakan bahwa setiap individu mempunyai bermacam-macam ciri atau sifat pribadi yang membentuk sesuatu profil dan begitu juga dengan kepala sekolah atau administrator sekolah. Dapatan kajian ini menunjukkan ingin berhasil, kesungguhan, memiliki kontrol diri dan inovatif wujud dalam diri para administrator sekolah dan tingkat mean yang ditunjukkan administrator dalam setiap dimensi kajian adalah pada interpretasi tinggi. Dapatan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa beberapa ciri yang ada dalam diri administratorsekolah adalah sama dengan ciri-ciri seorang wirausahawansukses. Ciri-ciri ini didukung oleh kajian Norasmah (2002) dan Rully Nasrullah (2008).

Dimensi ingin berhasilseperti wirausahawan yang ditunjukkan administrator sekolah adalah di tingkatinterpretasi yang tinggi denganmean = 4.63. Administrator sekolah dilihat sebagai insan yang senantiasa yakin akansukses dalam apa saja yang coba dilakukan dan dalam setiap keputusan yang dibuat serta mampu memberikan komitmen yang tinggi secara terus menerusdalam profesi sebagai kepala sekolah dan administrator. Ini adalah sama dengan ingin keberhasilan dalam pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses seperti dalam Nawawi (1992) dan juga pengkaji lainnya seperti Cunningham (1991), Moorman dan Halloran (1993) dan Timmons (1997), serta Rully Nasrullah (2008).

Dimensi ingin berhasil ini mencakupi aspek berorientasikan masa depan, komitmen dan tekad, dan bermotivasi untuk mencapai keberhasilan. Aspek berorientasikan masa depan ialah administrator sekolah yang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan, mereka melihat jauh ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apakah sesuatu sudah dikerjakan, melainkan lebih memperhatikan terhadap yang akan dikerjakan besok, sebagaimana dikemukakan dalam kajian-kajian Endang Mulyani. et.al.

325

Pendedahan pemikiran dalam pendidikan oleh Ibn Miskawayh bermula dengan perbincangan manusia dan jiwanya. Kerana menurut Miskawayh jalan untuk mencapai kesempurnaan ialah dengan mengenal jiwa. Miskawayh menyebutkan bahawa jiwa mempunyai tiga kuasaiaitu kuasa berfikir (al-quwwah al-natiqah) yang berpusat pada organ tubuh yang disebut otak. Kuasa nafsu syahwat (al-quwwah al-syahwiyyah) disebut sebagai kuasa binatang dan organ tubuh yang digunakannya disebut hati. Kuasa amarah (al-quwwah al-ghadhbiyyah) yang disebut kuasa binatang buas dan organ tubuh yang digunakannya disebut jantung (Miskawayh, 1961;19, Zurayk, 1968;15, & Ansari, 1964;87). Analisis berdasarkan senarai semak bahawa ketiga-tiga kuasa tersebut berkaiterat dengan pendidikan holistik iaitu mencakup aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani.

Merujuk dalam Ihya’ Ulum al-Dinbahawa al-Ghazali (1967;63-68) menerangkan dua akhlak, akhlak yang baik dan buruk. Akhlak yang baik, yang mana Rasulullah sebagai teladan yang paling utama. Baginda menunjukkan jalan agama yang lurus sebagai buah dari perjuangan ketaqwaan dan latihan bagi hamba-hamba Allah. Akhlak yang buruk yang dapat merosak hati dan menyakiti jiwa. Individu yang tahu tujuan hidupnya, maka dia memfokuskan diri pada matlamat itu sehingga dia mencapainya, Miskawayh menamakannya dengan ‘orang yang baik dan bahagia’. Sebaliknya individu yang menjejaskan diri dari matlamat hidupnya maka dia disebut sebagai ‘orang yang keji dan sengsara’ (Miskawayh, 1961; 14 & Zurayk, 1968; 11).

Dalam pendidikan holistik mesti diberi tumpuan untuk mencapai akhlak yang baik dan mengelak akhlak yang buruk sebagai matlamat utama. Kerana kedua-duanya wujud dalam keadaan zahir dan batin kerana manusia terdiri dari jasad yang dapat dilihat dengan mata dan manusia juga dari ruh dan nafs yang boleh dilihat dengan mata hati. Pengertian tersebut diperkukuhkan oleh Osman (2000) dan Harun Din (2001), mereka menjelaskan akhlak iaitu sebagai kebaikan bentuk rupa dan kebaikan akhlak. Kebaikan bentuk rupa merupakan keindahan zahir yang bersifat luaran. Sedangkan kebaikan akhlak adalah keindahan batin yang bersifat dalaman.

Matlamat tersebut amat berharga dan merupakan nilai-nilai murni yang sejajar dengan hakikat dan ciri kemanusiaan yang menjadi subjek kekhalifahan.Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menekankanbahawa matlamat pendidikan adalah untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia danmempunyai jiwa yang bersih secara menyeluruh (holistik). Pendidikan akhlak menekankan prinsip-prinsip moral Islam kerana menurut Syed Ali Ashraf (1992;156), “moral education is intrinsically bound to religious assumptions”. Dengan berorientasikan prinsip-prinsip moral Islam,

8

Page 17: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pendidik berusaha membentuk anak didik dengan persiapan moral supaya mereka berkomitmen dengan akhlak Islam dimana sahaja mereka berada.

Berdasarkan huraian di atas menunjukkan pandangan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dari segi matlamat pendidikan adalah berteraskan kesepaduan aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Selain matlamat pendidikandari segi akhlak, analisis juga menunjukkan beberapa pandangan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam ajaran dan asas pembentukan akhlak sebagai matlamat utama pendidikan holistik.

Ajaran Tentang Kebahagiaan (al-sa’adah)

Dalam membicarakan tentang kebahagiaan al-Ghazali (1964) berpandangan bahawa manusia dapat memperoleh kebahagiaan yang kekal tanpa ada kehancuran, kelazatan tanpa kesulitan, kegembiraan tanpa kesusahan, kekayaan tanpa kefakiran, kesempurnaan tanpa cacat, kemuliaan tanpa kehinaan iaitu dengan mencari kebahagiaan akhirat. Sementara Ibn Miskawayh menyatakan Kebahagiaan adalah kebaikan yang berhubungkait dengan seseorang atau orang lain, bersifat relatif dan tak pasti. Berbeza mengikut orang yang mengusahakannya, tetapi kebaikan mutlak tidak ada perbezaannya (Miskawayh, 1961; 78, Ansari, 1964; 70, & Zurayk, 1968; 69).

Al-Ghazali menekankan bahawa individu yang kurang sempurna akalnya telah memutuskan untuk menempuh jalan sempurna tetapi kerana kebodohan mengakibatkan ia lemah mencari kebahagiaan. Ibn Miskawayh juga memberi penekanan bahawa kebahagiaan sangat bergantung kepada usaha individu, ertinya kebahagiaan yang dirasakan seseorang dengan orang lain adalah berbeza mengikut usahanya. Kedua-duanya melihat kebahagiaan tergantung kepada usaha masing-masing individu. Interpretasinya bahawa usaha sebagai salah satu proses pendidikan holistik untuk mencapai matlamat kebahagiaan.

Berdasarkan analisis senarai semak didapati bahawa akal yang tidak sempurna menunjukkan intelek yang tidak sihat, sehingga ia tidak berkemampuan untuk berfikir mencari kebahagiaan. Mengikut Abdul Fatah (1998), unsur intelek yang cerdas otaknya, tunduk beramal untuk akhirat, sedangkan unsur intelek yang lemah otaknya, suka mengikuti perkara-perkara yang tercela. Kesenangan yang didapati di dunia adalah sementara waktu. Namun, kenikmatan akhirat adalah bentuk kebahagiaan yang kekal.

Al-Ghazali (1964) menggariskan empat golongan manusia dalam menghadapi akhirat: Pertama, golongan orang-orang yang berkeyakinan

9

PEMBAHASAN

Tingkat pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesoleh administrator sekolah dalam pengelolaan sekolah dilihat daripada empat dimensi yaituingin berhasil, kesungguhan, memiliki kontrol diri, dan inovatif.

Tabel 1 : Skor Mean dan Standar Deviasi Pengamalan Ciri-Ciri Wirausahawan Sukses oleh Administrator Sekolah dalam pembangunan pendidikan di Kota Pekanbaru Provinsi Riau

Ciri-ciri

WirausahawanSukses n Item Mean s.d Interpretasi

Ingin Berhasil 180 1- 12 4.63 0.65 Tinggi

Kesungguhan 180 13-33 4.56 0.67 Tinggi

Memiliki Kontrol Diri 180 34-47 4.66 0.62 Tinggi

Inovatif 180 48-58 4.55 0.68 Tinggi

Purata 180 1 -58 4.60 0.66 Tinggi

Berdasarkan tabel di atas didapati pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesoleh administrator sekolah dengan mencatat tingkatmean yang tertinggi ialah 4.66dengan Standar Deviasi 0.62 bagi dimensi memiliki kontrol diri. Diikuti oleh bacaan mean yang kedua tinggi yaitu4.63dengan Standar Deviasi 0.65 bagi dimensi ingin berhasil. Seterusnya, diikuti oleh dimensi kesungguhan dengan tingkatmean 4.56 serta Standar Deviasi 0.67 merupakan nilai mean ketiga tinggi, dan dimensi inovatif merupakan keempat tinggi dengan tingkatmean 4.55 serta Standar Deviasi 0.68. Purata tingkatmean pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesoleh administrator sekolah di Kota Pekanbaru Provinsi Riau dengan 180 responden berdasarkan pernyataan 1 sampai 58, yaitu 4.60 dengan Standar Deviasi 0.66, ini dapat diinterpretasikan tinggi.

Dapatan kajian menunjukkan tingkatpengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesolehadministrator sekolah yang sedang bertugas di Sekolah Menengah Atas(SMA) Negeri dan Swasta serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta di Kota Pekanbaru Provinsi Riau berada

324

Page 18: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Hutt (1994) menyatakan bahwawirausahawan yang sukses mesti mempunyai pengetahuan perniagaan dan teknis yang mendalam. Pengetahuan perniagaan akan membantu wirausahawan menguruskan perniagaannya dengan lancar manakala pengetahuan teknis pula memberikan suatu kemampuan kepada wirausahawan untukmengeluarkan sesuatu barang atau jasa dengan baik bagi menjameankualitaspalayanan eksternal yang terbaik.

Pengamalan ciri-ciri wirausahawansukses telah dinyatakan oleh Zimmerer dan Scarborough, (2005), yaitu: (1) komitmen dan tekad; (2) keinginan mau bertanggungjawab; (3) pandai merebut peluang; (4) berani mengambil resikoyang terukur; (5) keyakinan diri; (6) daya kreativitas dan fleksibilitas; (7) keinginan kepada umpan balik segera; (8) bertenaga; (9) bermotivasi untuk mencapai kesuksesan; (10) berorientasikan masa depan; (11) berkemauan belajar daripada kesalahan; dan (12) berkemamapuan memimpin.

Mengikut Norasmah (2002) dengan bersandar kepada Zimmerer dan Scarborough (2005) ciri-ciri wirausahawansukses dapat pula dikategorikan sebagai; (1) ingin berhasil, meliputi; berorientasikan masa depan, komitmen dan tekad, serta bermotivasi; (2) kesungguhan, meliputi; berani mengambil resikoyang terukur, pandai merebut peluang, keyakinan diri, dan bertenaga; (3) memiliki kontrol diri, meliputi; berkemampuan memimpin,mau bertanggungjawab, dan berkemauan belajar daripada kesalahan; dan (4) inovatif, meliputi; daya kreativitas dan fleksibelitas, serta keinginan kepada umpan balik segera. Namun rujukan ini dibuat dengan memperhatikan model pemikiran dalam kewirausahaan dari teori kewirausahaanLiebenstein (1968), kewirausahaan sebagai proses tingkah laku sebagaimana Model Moore (1968), teori tingkah laku wirausahawanmodel Stevenson, Roberts dan Grousbeck (1989), model pendidikan kewirausahaansebagai pendidikan proses sepanjang hayatmodel Gibb sebagai : model pembentukan kewirausahaan dari sudut pembangunan sumber daya manusia, Model Ciri Personaliti Miner (1996), model adapsi-inovasi dari Kirton (1989), dan hubungan personaliti, kreativitasdan inovasi.

323

adanya padang mahsyar, syurga dan neraka. Kedua, golongan teologi Islam daripada ahli falsafah yang berkeyakinan realiti kelazatan adalah tidak wujud kecuali boleh dikesan wujud benda yang nyata. Ketiga, golongan yang mengingkari adanya kelazatan yang dapat dirasai oleh deria samada dengan jalan yang nyata atau jalan khayalan. Keempat, golongan majoriti orang-orang hodoh dan kurang akal serta tidak tergolong dalam kelompok orang-orang yang berfikir (1964; 182-185).

Secara induktif dan deduktif empat golongan ini adalah objek pendidikan untuk memberikan tumpuan fikiran pada matlamat akhir iaitu alam akhirat (rohani). Justeru itu pendidikan holistik mesti mengambil kiraaspek rohani dalam bentuk dan pemahaman yang mantap untuk mencapai kebahagiaan. Sebagaimana pernyataan al-Ghazali bahawa usaha yang sungguh-sungguh (mujahadah) merupakan usaha mengubati jiwa (rohani) dengan tujuan membersihkannya untuk memperolehi kebahagiaan (sa’adah). Justeru itu, yang menolong untuk mencapai kebahagiaan adalah ‘amal sholeh’ (al-Ghazali, 1964; 196). Tumpuan aspek rohani dalam ajaran kebahagiaan mengikut al-Ghazali adalah pada kesucian jiwa sehingga membentuk akhlak batiniah yang mulia.

Berdasarkan Analisis didapati bahawa Miskawayh dalam merumuskan lima kebahagiaan: Pertama, kebahagiaan yang terdapat pada kondisi sihat badan dan kelembutan deria. Kedua, kebahagiaan yang terdapat pada pemilik keberuntungan, sahabat dan yang sejenisnya. Ketiga, kebahagiaan kerana termasyhur di kalangan orang-orang yang memiliki keutamaan dan sentiasa berbuat kebajikan. Keempat, kebahagiaan yang ada pada seseorang yang sukses dan mewujudkan semua cita-citanya dengan sempurna. Kelima, kebahagiaan dapat diperoleh apabila seseorang cerdas dan cermat dalam berfikir dan memberikan pendapat serta lurus keyakinannya. (Miskawayh, 1961;83, Ansari, 1964;72, & Zurayk, 1968;72).

Kelima-lima golongan di atas adalah wujud matlamat pendidikan secara menyeluruh dalam aspek jasmani,emosi, rohani dan intelek berasaskan petunjuk agama. Aspek jasmani diperkukuhkan oleh Ibn Sina (980-1037M) bahawa dalam jiwa manusia terdapat jiwa haiwan yang menyerap melalui lima deria sehingga dapat memperoleh kebahagiaan. Aspek emosi dan rohani sebagai keseimbangan dalam berbuat keutamaan dan kebajikan. Manakala aspek intelek mengikut M Abduh (dlm. Ali Zawawi, 1999) adalah potensi yang membezakan manusia dari makhluk-makhluk lainnya. Sehinggalah cita-citanya dapat diwujudkan dengan keyakinan dan sempurna.

10

Page 19: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Ajaran Tentang Keutamaan (al-fadhail)

Kebahagiaan dapat dicapai dengan mensucikan jiwa dan menyempurnakannya. Manakala menyempurnakan jiwa mestilah dengan usaha untuk mencapai seluruh keutamaan. Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh mengemukakan keutamaan yang penting menerusi akhlak, yang dirumuskan dalam empat kuasa atau kekuatan asas.

Kuasa pertama adalah kuasa berfikir (rasional), Miskawayh menyatakan apabila aktiviti jiwa berfikir tetap pada laluannya dan mencari pengetahuan yang benar maka jiwa berfikir dapat mencapai keutamaan sikap bijaksana (al-hikmah) (Miskawayh, 1961; 20, Ansari, 1964; 88 & Zurayk, 1968; 15). Kebijaksanaan (hikmah) adalah kebaikan ilmu tercapai melalui kuasanya untuk mengetahui dan membezakan antara dua perkara, seperti benar dan bohong dalam perkataan (al-Ghazali, 1964; 233, 1967; 69). Beliau menekankan kekuatan ini sebagai punca akhlak yang baik. Interpretasi dari kedua-dua pemikiran bahawa matlamat pendidikan holistik memberi tumpuan dalam aspek intelek adalah keutamaan untuk mencapai kebijaksanaan (hikmah).

Analisis intepretasi juga menunjukkan bahawa al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menyatakan dalam diri individu terdapat kuasa amarah. Ibn Miskawayh merumuskan apabila aktiviti kuasa amarah mematuhi arahan kuasa berfikir dan tidak bangkit pada masa yang tidak sesuai atau terlalu bergelora, maka akan mencapai keutamaan sikap berani (al-syaja’ah) (Miskawayh, 1961; 20, Ansari, 1964; 88 & Zurayk, 1968; 15). Al-Ghazali berpandangan bahawa keberanian (al-syaja’ah) adalah keutamaan dari kuasa amarah. Kebaikan amarah ialah apabila mengecut dan mengembang selaras dengan kehendak hikmah. Kebolehan mengurus amarah dikatakan baik dan berani. Apabila amarah melampaui had dikatakan pengacau, tetapi apabila amarah itu lemah dikatakan penakut (al-Ghazali, 1964; 266, 1967; 69).

Matlamat pendidikan holistik berasaskan kuasa amarah adalah keutamaan dalam menguruskan emosi agar tidak melampau dan bersikap berani sesuai dengan petunjuk syarak. Mengikut Muhammad Wahyuni Nafis (2006) bahawa aspek emosi dicetuskan oleh fikiran rasional dan akal dapat membaca realiti emosi serta membuat penilaian secara naluri terhadap realiti emosi. Pendapat ini selari dengan pandangan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh.

Selain dua kuasa di atas, terdapat kuasa nafsu dalam jiwa manusia. Miskawayh menjelaskan apabila aktiviti jiwa haiwan dikendalikan oleh jiwa berfikir, tidak berlawanan dengannya dan tidak lemah dalam melawan kehendak hawa nafsu maka jiwa berfikir akan mencapai keutamaan

11

menyatakan kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk menyelesaikan permasalahan dan suatu usaha untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap saat. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian, dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara suatu usaha baru. Berdasarkan konsep itu, secara ringkas kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan seni, dasar, sumber daya, proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi resiko.

Purdi (2001) menyatakan bahwa pengurus maupun administrator berjiwa kewirausahaan juga merupakan seseorang yang bersemangat tinggi dalam mengembangkan kewirausahaannya, bertenaga, yakin diri, kreatif dan inovasi, senang dan pandai bergaul, berpandangan jauh ke depan, bersifat fleksibel fleksibel, berani terhadap resiko, senang mandiri dan bebas, banyak inisiatif dan bertanggung jawab, optimistik, memandang kegagalan sebagai pengalaman yang berharga, selalu berorientasi pada keuntungan, dan suka bersaing. Sedangkan pengurus maupun administrator yang tidak berjiwa kewirausahaancenderung berpikir rasional, suka kemapanan, dan tidak menginginkan adanya perubahan.

Burch dalam Nor Aishah (2006) menyatakan bahwa bagi seseorang inovator, imaginasi adalah lebih penting daripada pengetahuan. Imaginasi dan kemampuan berpikir bergantung kepada keupayaan otak kanan. Siswaharus diajar kemampuanberpikir dan cara melakukan inovasi dalam pendidikan kewirausahaankarena inovasi merupakan elemen penting dalam konsep kewirausahaan sejalan dengan era globalisasi yang kompetitif pada masa kini. Djati Sutomo (2007) menyatakan bahwa untuk sukses bagi seorang wirausahawan sangatlah penting untuk dapat memberi nilai kepada pelanggan serta meningkatkan daya saing. Ini karena, keberhasilanwirausahawan ialah kesejahteraan dan penghargaan masyarakat.

Purdi (2001) menyatakan bahwa konsep wirausahawansukses ialah kalau melakukan kesalahan mereka melupakannya dan terus bekerja, hingga akhirnya mencapai kesuksesan. Sebagai wirausahawan harus selalu berpikiran sukses, dan berani mengembangkan keyakinan diri. Untuk sukses seorang wirausahawan perlu keberanian secaraterus menerusuntuk mejaga kemunduran kewirausahaan menuju keberhasilan. Oleh karena itu harus senantiasa setiap waktu membuka mata dan telinga terhadap suatu peluang, serta berani menyatakan diri sukses.

322

Page 20: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

TUJUAN

Berdasarkan permasalahan kajian dan pertanyaan kajian, maka tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengamalan ciri-ciri wirausahawansuksesdalam mewujudkan sekolah efektif di Kota Pekanbaru Provinsi Riau.

METODE

Kajian ini mencoba melihat fenomena yang berlaku terhadap administrator sekolah khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri serta Swasta di Kota PekanbaruProvinsi Riau. Data untukkajian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kajian yaitu angket, dan digunakan untuk mendapatkan data tentang pengamalan ciri-ciriwirausahawan sukses oleh administrator sekolah. Administratorsekolah yang dimaksudkan ialah kepala sekolah dan empat orang wakilnya.

Untuk mengukur tingkat pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah, populasi dalam pelaksanaan kajian ini terdiri daripada 360 orang terdiri atas 72 sekolah menengah meliputi 15 SMA Negeri dan 21 SMA Sawsta, kemudian 6 SMK Negeri dan 30 SMK Swasta. Sampel kajian ditetapkan sebanyak 180 orang dengan merujuk pada model Isaac & Michael (1981) dengan tingkat kesalahan 5%.

Sebelum kajian sebenarnya dilaksanakan, angket terlebih dahulu diuji validitas dan reliabelitasnya. Tingkat validitas angket terdiri atas 58 item diujicoba kepada 60 responden, di mana tingkat validitasnya merujuk pada tabel Product Moment (r) sama atau lebih besar dari 0.254. Sementara itu reliabelitas angket diuji dengan Cronbach Alpha dan hasilnya diperoleh nilai Alpha 0.90 ke atas dan melewati nilai meanimal yang disarankan (Sugiyono, 2008). Hasil uji coba memutuskan bahwa 58 item angket valid dan relibael untuk digunakan dalam pengumpulan data penelitian.

I. Kerangka Teori

Kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan sesuatu yang berbeda. Zimmerer &Scarborough (2005)

321

kawalan diri (al-iffah) (Miskawayh, 1961;20, Ansari, 1964;88, & Zurayk, 1968;15). Kebaikannya apabila berada di bawah arahan hikmah. Kebolehan mengurus nafsu dikatakan baik dan suci. Apabila nafsu melampau dikatakan jahat, tetapi jika nafsu kurang (lemah) dikatakan beku (al-Ghazali, 1964;269, 1967;80).

Mengikut Ibn Sina (980-1037M) dalam Harun Nasution (1979), berdasarkan analisis senarai semak aspek jasmani, bahawa dalam jiwa (nafs) terdapat jiwa tumbuhan yang memiliki tiga daya: daya makan, daya tumbuh, dan daya membiak serta jiwa haiwan yang memiliki daya penggerak dan daya menyerap. Pendapat ini juga diperkukuh oleh Muhammad Wahyuni Nafis (2006), apabila jiwa tumbuhan seimbang maka memberikan kehidupan yang sihat dan kekuatan tubuh yang cemerlang. Sebaliknya apabila jiwa tumbuhan tidak seimbang maka dapat melahirkan sifat hiperaktif dan rasa malas yang luar biasa. Intinya matlamat yang harus dicapai dalam pendidikan holistik adalah keutamaan dalam mengawal aspek jasmani agar tetap sihat (baik & suci) secara lahiriyah dan batiniyah.

Berasaskan ketiga-tiga kuasa tersebut dan hubungkait antaranya sehingga wujud kuasa adil yang menyempurnakannya iaitu keutamaan sifat adil (al-adl) (Miskawayh, 1961; 20, Ansari, 1964; 88 & Zurayk, 1968; 16). Kuasa adil sebagai titik tengah untuk menjaga keseimbangan antara seluruh keutamaan. Kuasa adil mengawalselia nafsu dan amarah dibawah arahan akal dan syarak. Jika berlaku perbuatan melampau maka ia dikatakan zalim. Al-Ghazali menggariskan bahawa keutamaan adil merupakan suatu keadaan yang teratur sesuai dengan ketentraman yang sebenar (al-Ghazali, 1964; 272, 1967; 70).

Analisis interpretasi bahawa matlamat pendidikan holistik dalam kuasa adil adalah keutamaan dalam mengawalselia aspek rohani yang seimbang untuk mencapai kesucian dan kecerdasan rohani. Al-Ghazali dan Ibn Miskawayh juga menghuraikan empat unsur berlawanan daripada empat keutamaan iaitu kebodohan (al-jahl), kerakusan (al-Syirh), pengecut (al-jubn) dan kezaliman (al-jawr). Empat perilaku hina tersebut merupakan penyakit jiwa dan menimbulkan banyak kepedihan dan kesengsaraan. Justeru itu, manusia mesti mengawal empat keutamaan untuk menolak empat keburukan menerusi hakikat kecerdasan rohani. Kedua-duanya jugamengetengahkan empat kuasa dengan empat keutamaan yang merupakan akhlak yang utama (ummahat al-fadhail) (Miskawayh 1961; 29, Zurayk, 1968; 22, al-Ghazali, 1964; 286,& 1967; 80).

Kuasa-kuasa itu membolehkan manusia untuk sedia mengamalkan perilaku yang terpuji dalam mencapai matlamat pendidikan holistik yang

12

Page 21: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

bertumpu pada empat kuasa yang digariskan oleh al-Ghazali dan Ibn Miskawayh untuk mencapai empat keutamaan: keutamaan bijaksana (hikmah), berani (syaja’ah), kawalan diri (iffah) dan keutamaan adil (‘adl).

Ajaran Tentang Kebaikan (al-khairat)

Jalan mendapatkan kebahagiaan dan keutamaan seperti pembahasan sebelumnya adalah melalui perbuatan yang baik. Kebaikan mana-mana tempat selalu baik, tetap dan tidak berubah. Oleh itu, pendidikan holistik mengambilkira segala kebaikan yang mesti diajarkan dalam proses pembelajaran.

Menurut Miskawayh, kebaikan yang dibenarkan adalah tujuan daripada sesuatu perkara dan merupakan tujuan terakhir (Miskawayh, 1961; 78, Ansari, 1964; 71, & Zurayk, 1968; 69). Namun sesuatu yang bermanfaat untuk mencapai tujuan itu disebut juga dengan kebaikan. Pendidikan holistik sebagai kebaikan dalam membentuk moral dan personaliti insan. Justeru itu menanamkan matlamat kebaikan dalam pendidikan holistik adalah sangat penting.

Manusia secara mutlak sangat menginginkan kebaikan dan berusaha mengetahui hakikat tujuan akhir yang menjadi tujuan kebaikan. Setiap tingkatan kebaikan bertujuan menuju kepada Allah dan tidak berpaling selain daripada-Nya (Miskawayh, 1961; 79). Analisis deduktif mendapati bahawa Miskawayh merumuskan kebaikan sebagai berikut:

a. Al-syarifah iaitu kebaikan kerana zat yang diperolehi melalui hikmah dan akal.

b. Al-mamduhah iaitu keutamaan yang diusahakan dengan baik dan dipersiapkan untuk sesuatu yang berlaku.

c. Al-nafi’ah iaitu sesuatu yang diinginkan bukan untuk zatnya tetapi alat untuk mewujudkan kebaikan itu.

(Miskawayh, 1961;80, & Zurayk, 1968;70)

Dari segi yang lain pula, beliau membahagi kebaikan kepada tujuan (ghayah) dan bukan tujuan (laisat bi ghayah). Kebaikan dari segi tujuan (ghayah) disebutkan dengan sempurna (tammah) seperti kebahagiaan. Sedangkan kebaikan yang bukan tujuan (laisat bi ghayah) seperti pengobatan, pendidikan dan latihan (Miskawayh, 1961;80, & Zurayk, 1968;70). Tujuan-tujuan itu merupakan kenikmatan rohani kerana tujuannya adalah menuju kepada Allah.Manakala mengikut Al-Ghazali, juga terdapat tiga penggerak kebaikan duniawi:

13

wirausahawansukses yang dimaksudkan dalam kajian ini mengikut Zimmerer, Scarborough, & Wilson (2008)yaituadministrator sekolah yang memiliki dan berkemampuan mengamalkan komitmen dan tekad; keinginan untuk mau tanggungjawab; senantiasa merebut peluang; berani mengambil resiko terukur; keyakinan diri; daya kreativitas dan fleksibilitas; keinginan kepada impan balik segera; bertenaga; bermotivasi untuk mencapai keberhasilan; berorientasikan masa depan; kemauan berlajar dari kesalahan; dan berkemampuan memimpin dalam melaksanakan tugasnya sebagai administrator sekolah.

Berkenaan dengan uraian di atas, maka administrator sekolah perlu mengamalkan ciri-ciri wirausahawan sukses dalam mengelola sekolah, sebagai upaya strategis dalam mewujudkan sekolah efektif. Untuk itu pula, pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah ini sangat perlu dikaji.

PERMASALAHAN

Berdasarkan tujuan pendidikan dan tujuan sekolah yang bergitu mulia, yaitu untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Kenyataannya, banyak orang yang sudah lulus dari sebuah sekolah justeru tidak dapat mengembangkan potensi dirinya, tidak bertakwa, tidak berakhlak, tidak mandiri bahkan tidak bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut, kajian terhadap pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah dalam kaitannya dengan mewujudkan sekolah efektif masih belum banyak dijumpai, dana apakah administrator sekolah sudah mengamalkan ciri-ciri wirausahawan sukses dalam mengurus sekolahnya?Disebabkan administrator sekolah dalam pengelolaan sekolahnya belum sepenuhnya mengamalkan ciri-ciri wirausahawan sukses, maka permasalahannya adalah bagaimanakah tingkat pengamalan ciri-ciri wirausahawan sukses oleh administrator sekolah di Kota Pekanbaru Provinsi Riau?

320

Page 22: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Syaiful 2003).

Dilihat dari tujuan pendidikan nasional tersebut, terbuka peluang bagi sekolah-sekolah di Indonesia untuk menjadi sekolah pada tingkatan efektif. Program pendidikan khususnya pada sekolah dasar dan menengah, menunjukkan bahwakebijakan operasionalnya belum mengarah dan menyentuh model sekolah pada tingkatan efektif (Syaiful Sagala 2007). Artinya, program pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah dilihat dari kebijakan anggaran, fokus pembinaan sumber daya manusia sekolah, penyediaan buku pelajaran, penyediaan peralatan pendidikan, dan peralatan pendukung lainnya, belum konsisten dengan program yang dijalankan (Medjiarto 2002). Kondisi objektif ini dapat dilihat dari konsistensi visi dan misi dalam mencapai tujuan dan target yang ditetapkan masih cukup rendah. Hal ini ditandai dengan penyediaan anggaran pendidikan yang disiapkan tidak atas dasar kepentingan sekolah, dan jumlah biaya yang diterima sekolah masih jauh dari jumlah yang diperlukan (Sudarwan 2006).

Konsistensi dan keefektifan menjadi jameanan untuk mencapaikualitas bagi organisasi. Artinya, dalam kegiatan pengelolaan, konsistensi visi dan misi terhadap tujuan yang direalisasikan dalam penyelenggaraan program kerja merupakan suatu prinsip bagi keberhasilan pengelolaan pendidikan (Muhammad Saroni 2006). Oleh karena itu, perlu ada sistem yang mengatur secara sistematik tanggungjawab setiap elemen organisasi, sehingga aktivitasnya dapat berjalan sesuai fungsi, tugas, dan tanggungjawabnya masing-masing (Koontz, Donnel, dan Weihrich 1984).

Fungsi utama sekolah adalah menjalankan tugas bagi proses kemanusiaan dan pemanusiaan insan. Meski ciri-ciri proses dan hasil kerjanya berbeda dengan pabrik, tetapi cara-cara kewirausahaan dapat dipakai dalam pengelolaan sekolah. Kepala sekolah, guru, persatuan orangtua murid, dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah harus mempunyai kemampuanmenerapkan kaedah-kaedah kewirausahaan. Topik utama dari buletin National Association of Secondary School Principals (NASSP) pada bulan Februari 1989 secara meyakinkan memuat pernyataan bahwa sekolah dapat belajar dari pengalaman dunia kewirausahaan (Sudarwan 2006).

Wirausahawan yang sukses mesti mempunyai tingkat semangat atau meanat yang tinggi terhadap aktifitaskewirausahaan, berorientasikan kesempurnaan dan melihat sesuatu secara menyeluruh dari berbagai perspektif (Lamb dan Kuehl 1997). Pengamalan ciri-ciri

319

a. Al-targhib dan al-tarhib(Dorongan dan pencegahan).

b. Raja’ al-mahmudah(Harapan pujian yang baik).

c. Thalab al-fadhilah wa kamal al-nafs(Keinginan mencapai keutamaan dan kesempurnaan jiwa).

(al-Ghazali, 1964;287)

Ketiga jalan tersebut dapat dilalui manusia dengan berbeza-beza dalam kebaikan, kerana tidak ada kelainan dan perbezaan antara kebaikan duniawi dan kebaikan ukhrawi kecuali proses yang lambat dan cepat. Justeru, kebaikan itulah menjadi harapan setiap orang yang berakal, samada di dunia dan akhirat (al-Ghazali, 1964;289). Analisis induktif mendapati bahawa tiga penggerak kebaikan itu bertujuan mencapai kecerdasan rohani, ertinya rohani yang cerdas boleh menggerakkan jiwa mencari kebaikan-kebaikan untuk kesempurnaan diri.

Pendapat al-Ghazali pula bahawa semua orang berharap untuk kebaikan dirinya, tetapi mengapa sebahagian orang malas melakukan kebaikan itu? Apakah dengan itu kebaikan dapat diperoleh? Ataukah ia harus bermalas-malas sehingga kebaikan akan datang begitu sahaja? Perkara yang boleh menyimpang dari usaha kebaikan dan amal baik adalah rasa malas dan melalaikan (al-Ghazali, 1964; 290). Beliau menjelaskan, manusia yang melalaikan usahanya untuk mendapatkan kebaikan kerana bodoh dan dikalahkan oleh keinginan nafsu sebagai kesenangan jasmani.

Huraian daripada al-Ghazali dan Ibn Miskawayh secara interpretasi menunjukkan bahawa kebaikan mutlak adalah kebaikan rohani dan kebaikan darurat merupakan kebaikan nafsu syahwat. Sedangkan kebaikan yang disepakati manusia adalah kebaikan akal (intelek). Mengikut pandangan kedua-duanya maka pendidikan holistik harus menitikberatkan kebaikan rohani dan kebaikan akal serta mengawal kebaikan nafsu syahwat secara menyeluruh.

Ajaran Tentang Kesempurnaan (al-kamal)

Setiap manusia menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya, sama ada sempurna fizikal mahupun sempurna rohani. Apabila kesempurnaan diperolehi seseorang individu maka individu tersebut memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Al-Ghazali menggariskan kesempurnaan itu secara menyeluruh dalam lima bahagian.

Kesempurnaan yang paling utama mengikut al-Ghazali adalah kesempurnaan mendapatkan kebahagiaan akhirat. Kesempurnaan itu tidak

14

Page 23: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

dapat dicapai kecuali dengan adanya kesempurnaan kedua. Al-Ghazali menyebutnya dengan kesempurnaan bagi keutamaan jiwa (al-Ghazali, 1964; 294). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya iaitu keutamaan akal, keutamaan kawalan diri, keutamaan berani dan keutamaan adil.

Kesempurnaan ketiga iaitu keutamaan yang ada pada badan iaitu kesihatan badan, kekuatan badan, keelokan badan dan panjang umur. Keempat adalah kesempurnaan luaran pada manusia iaitu harta, keluarga, kemuliaan, dan keluarga mulia. Semuanya dilengkapi oleh kesempurnaan kelima iaitu taufiq dari Allah, melalui hidayah Allah, pimpinan Allah, kebaikan dari Allah dan kekuatan dari Allah (al-Ghazali, 1964;294). Analisis induktif dan deduktif mendapati bahawa pemikiran al-Ghazali tentang kesempurnaan adalah matlamat yang harus diwujudkan dalam pendidikan holistik bagi membentuk pelajar yang sempurna sesuai pandangan al-Ghazali.

Melalui pendidikan holistik manusia dapat menentukan arah penciptaannya sebagai khalifah dengan sempurna. Dengan kewujudan substansi inilah manusia dapat memperoleh tingkatan yang tinggi. Analisis interpretasi mendapati bahawa pembahasan Miskawayh dalam wacana kedua (al-makalah al-tsaniah) menyatakan:

Kesempurnaan manusia ada dua macam, kerana dua kekuatan yang dimilikinya: fakulti teoritikal (‘alimah) dan fakulti praktikal (‘amilah). Fakulti yang pertama manusia cenderung kepada berbagai macam ilmu dan pengetahuan dan yang satu lagi cenderung kepada mengatur perkara-perkara

(Miskawayh, 1961; 43).

Berdasarkan petikan di atas bahawa kesempurnaan manusia itu terdapat dalam dua perkara iaitu teoritikal (al-‘alimah) dan praktikal (al-‘amilah). Kesempurnaan teoritikal merupakan kecenderungan manusia yang berpunca kepada pelbagai ilmu dan pengetahuan. Manakala kesempurnaan praktikal adalah kecenderungan manusia dalam mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara bersepadu (Miskawayh, 1961; 43, Ansari, 1964; 79 & Zurayk, 1968; 36). Interpretasinya kedua-dua kesempurnaan itu adalah berhujung pada sempurna rohani untuk memperoleh darjah yang tinggi dan mulia.

Majoriti manusia memikirkan kesempurnaan berarti memikirkan matlamat hidup. Menerusi pendidikan holistik matlamat kesempurnaan adalah tujuan akhir yang mesti dicapai. Kerana pada akhirnya hakikat

15

Kualitaspengelolaan sekolah yang secara menyeluruh akan memberikan hasil yang baik harus melakukan perubahan secaraterus menerusterhadap sekolah, sehingga di masa depan dapat memenuhi kepentingan sejalan dengan kemauan dan harapan masyarakat (Sudaryo 1993). Pendapat ini memperkuat kenyataanbahwaapabila administratorjuga menyatakan bahwa sekolah yang baik akan menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah, menghargai seni, kreativitas dan rasa ingin tahu, serta memiliki kompetensi individu yang baik (Syaukani 2002).

Kualitas yang diinginkan berorientasi kepada pemakai, baik internasl, yaitu para guru dan personel sekolah maupuneksternal, yaitusiswa, masyarakat, pemerintah, dan masyarakat industri atau dunia usaha. Pengelolaan sekolah memerlukan perlakuan dan strategi khusus dalam upaya pengembangannya. Perlakuan dan strategi khusus itu akan berbeda untuk setiap sekolah, walaupun fokus strategi itu berkisar pada penyampaian kurikulum dan pengukuran kemajuan pembelajaran siswa, karena keutamaan dan penyediaan sumber-sumber yang menjadi dasar kebijakan juga memiliki perbedaan. Dengan demikian, keutamaan pembelajaran di sekolah harus dilaksanakan oleh pengurus tingkat sekolah yaituadministrator sekolah (Syaiful 2003).

Kualitas sekolah dapat diidentifikasi dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupunprestasi di bidang lain, serta lulusannya relevan dengan tujuan. Melalui siswa yang berprestasi dapat diketahui pengelolaan sekolahnya, profil gurunya, sumber pembelajaran, dan lingkungannya. Dengan demikian, kualitas sekolah adalah kualitassiswa yang mencermeankan kepuasan pelanggan, adanya penyertaan aktif pengelolaan dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus, pemahaman dari setiap orang tentang tanggungjawab yang khusus terhadap kualitas setiap individu dalam sekolah dan stakeholders memahami serta merealisasikan prinsip "mencegah terjadinya kerusakan", dan melaksanakan pandangan bahwakualitas adalah cara hidup (Aan Komariah & Cepi Triatna 2005).

Administrator yang efektif pada sebuah sekolah akan menghasilkan sumber insan yang cerdas, terampil, beriman, bertakwa, dan bertanggungjawab. Model sekolah yang efektifsejalan dengan yang diharapkan oleh pendidikan nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kemampuan, kesehatan jasmani dan

318

Page 24: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan potensi dirinya, potensi lingkungan terdekatnya, dan potensi yang lebih luas (Jamal 2011).

Berdasarkan semangat demokratisasi, desentralisasi dan globalisasi, maka dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, terdapat sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal (daerah) sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing peserta didik, dilaksanakan secara efektif. Mulai dari hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional (Ariefa2007).

Pendidikan merupakan wadah terpenting dan memiliki nilai strategis dalam merubah suatu keadaan. Perubahan yang dilakukan dalam proses pendidikan bukanlah perubahan dalam arti formal, tetapi perubahan sesungguhnya yang akan mempengaruhi kualitas kehidupan manusia baik secara struktural, budaya maupun emosi. Perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang mempengaruhi aturan kehidupan manusia untuk siap menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tidak sebagai hambatan, tetapi justeru dijadikan sebagai peluang menuju ke arah perbaikan yang signifikan terhadap kualitas kehidupan (Amiruddin 2006).

Fenomena dewasa ini semakin menunjukkan bahwa kepentingan kewirausahaan dan sosial dalam penyelenggaraan sekolah merupakan dua sisi perkembangan penting, sekolah harus banyak belajar dari dunia kewirausahaan sudah pula menjadi isu dalam negeri dan dunia internasional walaupun keuntungan keuangan sangat menentukan semangat dalam merencanakan dan mengimplementasikan program. Dengan biaya yang cukup, administrator sekolah dapat meningkatkanprestasikepalasekolah dan guru, serta dapat melakukan tawaran secara jelas dan tegas mengenai standard kerja meanimal yang dituntut (Sudarwan Danim 2006).

Keefektifan sekolah pada dasarnya menunjukkan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (achievement atau observed output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended output) sebagaimana telah ditetapkan. Parameternya dapat dinyatakan sebagai angka nilai perbandingan antara jumlah hasil (lulusan, produk jasa, produk barang, dan sebagainya) yang dicapai dalam masa tertentu berbanding dengan jumlah (unsur yang serupa) yang dihitung dalam masa tersebut (Makmun 1999).

317

manusia adalah kesempurnaan iaitu mencapai kenikmatan spiritual (rohani) iaitu manusia meninggalkan kesenangan materi yang fana, demi mendapatkan kesenangan yang berkekalan.

Perbincangan dan Perbandingan

Pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan telah mengetengahkan samada ilmu dunia atau akhirat dengan pelbagai isu yang mencabar. Analisis perbincangan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam pendidikan holistik telah mendapati pelbagai konsep yang boleh diberi tumpuan utama dalam menggubal arah pendidikan secara menyeluruh. Dari segi matlamat kedua-dua tokoh menekankan bahawa tujuan akhir kehidupan manusia adalah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, oleh itu manusia mesti mempraktikkan amalan-amalan kebaikan untuk mencapai matlamat itu.

Secara terperinci matlamat pendidikan holistik daripada pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh, membincangkan tentang kebaikan (al-khair), keutamaan (al-fadhail), kebahagiaan (al-sa’adah) dan kesempurnaan (al-kamal). Keempat matlamat ini mesti diambilkira secara sepadu dan berterusan dalam mewujudkan pendidikan holistik yang berkesan. Analisis juga menunjukkan bahawa matlamat tersebut berhubungkait dengan aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Perbincangan al-Ghazali dan Miskawayh tidak menghuraikan secara spesifik tentang aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani dalam ajaran tentang kebahagiaan, keutamaan, kebaikan dan kesempurnaan.

Persamaan dan Perbezaan Pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh

Kajian ini telah mendapati bahawa konsep akhlak al-Ghazali dan Ibn Miskawayh terdapat dalam aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Hasil analisis falsafah tentang pendidikan holistik al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menunjukkan persamaan dan perbezaan yang ketara.

Secara amnya persamaan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menunjukkan bahawa dalam jiwa insan terdapat kuasa ilmu, amarah, nafsu syahwat dan kuasa adil. Semua kuasa itu berkaitan dengan aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Sedangkan dari segi perbezaan, Al-Ghazali membincangkan keempat aspek tersebut secara ‘dalaman’ dan mendalam dengan fungsi dan tugas setiap aspek.Sementara Ibn Miskawayh menjelaskan secara ‘luaran’ dan perilaku yang muncul dari aspek tersebut.

16

Page 25: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Secara khasnya pendidikan holistik daripada pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskwayah mendapati persamaan dalam masing-masing aspek kajian. Aspek intelek mendapati beberapa persamaan bahawa hakikat akal ialah memperoleh pengetahuan secara semulajadi dan pengetahuan yang diusahakan. Akal juga memiliki dua kekuatan iaitu: teoritikal (‘alimah) dan praktikal (‘amilah). Akal merupakan asas dari intelek, oleh itu pengetahuan intelek berfungsi membezakan kebaikan dan keburukan. Unsur akal juga memiliki kuasa ilmu untuk mencapai keutamaan bijaksana (hikmah) sebagai tingkat intelek yang sempurna.

Manakala persamaan pemikiran al-Ghazali dan Miskwayah dalam aspek emosi bahawa unsur hati sebagai pusat bagi emosi terdapat kuasa amarah yang substansinya adalah mendengarkan bisikan-bisikan dan godaan setan. Justeru itu, manusia harus berkebolehan menguruskan kuasa amarah untuk mencapai keutamaan berani (syajaah). Kedua-dua tokoh juga menekankan bahawa keutamaan berani adalah patuh kepada arahan kuasa ilmu.

Begitu pula persamaan pemikiran al-Ghazali dan Miskawayh dalam aspek jasmani bahawa unsur jiwa mempunyai kuasa nafsu syahwat yang patuh mengikuti arahan kuasailmu, maka melahirkan keutamaan kawalan diri (iffah).Keutamaan kawalan diri (iffah) adalah mengawal perilaku hati jasmani dari pengaruh nafsu syahwat antara melampaui had dan kurang syahwat.

Persamaan pemikiran al-Ghazali dan Miskwayah dalam aspek rohani mendapati bahawa unsur jiwa (rohani) sebagai elemen pembentukan akhlak batiniyah.Jiwa (rohani) juga sebagai sumber bagi ilmu dan mencari ilmu untuk menjadikan jiwa mulia.Matlamat yang ingin dicapai dalam pendidikan rohani adalah pembersihan jiwa dari kerosakan jiwa.Prinsip pendidikan holistik dalam aspek rohani adalah untuk kebaikan dan kesempurnaan hakiki. Kerana aspek rohani sebagai penyeimbang kepada aspek intelek, emosi dan jasmani dengan wujudnya kuasa adil (al-quwwah al-‘adalah).

Sedangkan dari segi perbezaan secara garis besar menunjukkan konsep akhlak al-Ghazali dalam beberapa kitab karangannya lebih banyak menyebutkan sumber Al-Quran dan al-Hadith berbanding Ibn Miskawayh yang hanya beberapa persoalan sahaja yang merujuk kepada Al-Quran dan al-Hadith tetapi lebih kepada penalaran akal dan pendapat ahli falsafah Yunani.

Secara khasnya pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh mendapati beberapa perbezaan dalam masing-masing aspek.Pendidikan holistik dalam

17

PENGAMALAN CIRI-CIRI WIRAUSAHAWAN SUKSES

DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH EFEKTIF

Daeng Ayub Natuna

ABSTRACT

The study related to applying the characteristic of successful entrepreneur was done by the school’s administrator used descriptive-survey approach, and the data were collected by using questionnaires. The objective of this study is to find out the application of the successful entrepreneur was done by the school’s administrator in Pekanbaru, Riau Province. There were four dimensions that were researched: (1) willingness to be successful, (2) seriousness, (3) self-control, (4) and innovative. The result of the study described that all of mean level in it showed the score of mean was high, but the most domeanation among of the four characteristics in applying it was on self-control.

Kata kunci: wirausaha, sukses, administrator sekolah, sekolah efektif.

PENDAHULUAN

Kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup memprihatinkan, terpuruk disegala sektor, ketidakstabilan polik dan ekonomi, dekadensi moral, padahal sudah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka sebagai Negara yang bebas dan berdaulat untuk menentukan arah bangsa. Faktor keterpurukan yang terjadi di Indonesia karena mengabaikan pembangunan pendidikan sebagai wahana untuk menunjang transformasi budaya menuju tegaknya Negara kebangsaan yang berperadaban tinggi (Arman2007).

Sentralisasi pengelolaan pendidikan nasional selama Indonesia merdeka, ternyata telah menempatkan Indonesia dalam posisi sebagai negara yang jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini tercermin dalam laporan United National Development Program (UNDP), yang memposisikan Indonesia pada peringkat 110 dari 173 negara, jauh di bawah Malaysia (peringkat 55), Thailand (peringkat 70), Filipina (peringkat 77), Cina (peringkat 96) dan Vietnam (peringkat 109). Hal ini telah mendorong lahirnya semangat baru dan visi yang lebih demokratis dan lebih desentralistis dalam pengelolaannya, sehingga dapat

316

Page 26: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Straus, M.A & Yodanis, C.L. (1996). Corporal Punishment in Adolescence

and Physical Assaults on Spouses in Later Life: What Account for the Link? Journal of Mariage and the Family. 58, 825-841.

Straus, M.A (1996). Spanking and the Making of a Violent Society, Journal of Pediatrics 98, 837-842.

Straus, M.A. (1991) Discipline and Deviance: physical Punishment of Children and Violence and Other Crime in Adulthood. Social Problems, 38 (2), 133-154.

Tsang, R. (1995). Social Stress, Social Learning and Anger as Risk Factors for Corporal Punishment. New Hampshire: Research Laboratory, University of New Hampshire.

315

aspek intelek tidak mendapati banyak perbezaan. Pemikiran al-Ghazali tentang akal lebih mendalam yang mengandungi unsur hati. Beliau membahagi akal kepada empat tingkat yang digolongkan menjadi dua: akal gharizi (naluri semulajadi) dan akal muktasab (pengetahuan yang diusahakan). Sementara Ibn Miskawayh hanya membincangkan kekuatan akal dari proses berfikir (‘akil), dan objek yang difikirkan (ma’kul) sehingga dapat membezakan kebaikan dan keburukan.

Sementara dalam aspek emosi juga tidak mendapati banyak perbezaan melainkan hanya beberapa perkara sahaja. Al-Ghazali menghuraikan definisi hati secara dalaman dari segi letak dan unsur yang terkandung di dalamnya. Berbeza dengan Ibn Miskawayh yang hanya menghuraikan perbuatan yang lahir dari hati yang boleh merosak dan membersihkan hati. Ibn Miskawayh juga tidak menyebutkan unsur yang wujud dalam hati, tetapi beliau hanya menyebutkan akibat-akibat yang lahir dari hakikat hati sehingga merosak hati. Sedangkan al-Ghazali menyebutkan unsur yang wujud dalam hati dan menghuraikan fungsi dari pasukan-pasukan hati.

Sedangkan dalam aspek jasmani mendapati perbezaan bahawa Al-Ghazali menghuraikan nafsu syahwat sebagai kenikmatan jasmani dengan terperinci dari sifat-sifat, hakikat dan zatnya secara ‘dalaman’. Namun, Ibn Miskawayh juga menghuraikan nafsu syahwat sebagai kenikmatan jasmani tetapi beliau tidak menghuraikannya secara ‘dalaman’. Beliau hanya menghuraikan tindakan secara ‘luaran’ dalam aspek jasmani.

Miskawayh berpendapat dalam jiwa (nafs) terdapat jiwa haiwan dan menjelaskan perilaku-perilaku yang lahir darinya serta tidak menghuraikan kekuatan yang wujud dalam jiwa haiwan. Beliau juga menyebutkan bahawa jiwa (nafs) memiliki jiwa tumbuhan dan menerangkan kekuatan yang wujud di dalamnya. Berbanding dengan al-Ghazali yang menjelaskan bahawa dalam jiwa (nafs) terdapat jiwa haiwan dan tumbuhan. Kedua-duanya mempunyai kuasa sebagai penggerak dan penemu. Menurut beliau juga bahawa dalam jiwa tersebut wujud tentara-tentara hati, yang zahir dan yang batin dengan pelbagai fungsinya.

Perbezaan dalam aspek rohani bahawa pandangan al-Ghazali menerusi unsur ruh dihuraikan secara ‘dalaman’ dan mendalam baik dari segi pengertian, sumber dan bahagiannya. Manakala Ibn Miskawayh hanya menghuraikan unsur ruh hanya dari segi hakikatnya sahaja. Al-Ghazali juga berpendapat bahawa jiwa dengan kuasa Allah dapat dihancurkan tetapi Allah tidak melakukannya. Sementara Miskawayh menyatakan bahawa jiwa tidak hancur apabila berpisah dengan jasad. Beliau juga menyebutkan bahawa dalam jiwa rohani wujud penggerak kebaikan iaitu: Al-Syarifah

18

Page 27: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(kebaikan), Al-Mamduhah (keutamaan) dan Al-Nafi’ah (manfaat). Berbeza dengan wujud penggerak yang disebutkan al-Ghazali, beliau menyebutkan penggerak kebaikan iaitu: al-Targhib dan al-Tarhib (Dorongan dan pencegah), Raja’ al-Mahmudah (Harapan pujian) dan Thalab al-Fadhilah wa Kamal al-Nafs (Keinginan mencapai keutamaan dan kesempurnaan jiwa).

Mengikut al-Ghazali pula bahawa jiwa rohani menjadi sempurna apabila mendapatkan lima kebajikan: kebajikan ukhrawiyah, kebajikan jiwa, kebajikan badaniyah, kebajikan urusan luar, dan kebajikan taufiq dari-Nya. Sedangkan menurut Miskawayh bahawa kesempurnaan jiwa rohani diperoleh segi ilmu dan mengamalkan ilmu itu.

Model Pendidikan Holistik Menurut al-Ghazali dan Ibn Miskawayh

Berdasarkan analisis pandangan al-Ghazali dan Miskawayh telah didapati pelbagai matlamat pendidikan holistik. Pemikiran kedua-dua tokoh menunjukkan konsep pendidikan yang integrasi dan bersepadu.Kesepaduan pemikiran kedua-duanya boleh digubal sebagai model pendidikan holistik sesuai dengan pendidikan semasa yang mengambilkira segala aspek.

Pendidikan yang baik, kebaikannya berkekalan kerana kebaikan tidak berubah-ubah. Pendidikan yang buruk, keburukannya dapat diubah dengan pelbagailangkah kerana matlamat hidup manusia bukan untuk keburukan dan kekurangan jiwa. Sebaliknya matlamat hidup manusia adalah untuk kebaikan dan kesempurnaan jiwa.Berdasarkan perbincangan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menerusi matlamat pendidikan dalam segala aspek sehingga dibentuk model pendidikan holistiksecara integrasi. Rajah 1 menunjukkan model pendidikan holistik yang berhubungkait dengan aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani.

19

Nachmias. C. and Nachmias. D. (1996). Research Methodology in Social Sciences

(5th Edn.) London: Edward Arnolds.

Pallant, J. (2007). SPSS Survival Manual, Australia: Ligare Book Printer Sydney.

Parker-Jenkins, Merie (1997). Sparing the rod: school, discipline and children’s rights in multicultural Britain. Kertas kerja yang dibentangkan di Conference of the South African Education Law and Policy Association pada September, 1997.

Power, T.G., Kobayashi-Winata, H., and Kelley, M. L. (1992). Childrearing patterns in Japan and the United States: A cluster analytic study. International Journal of Behavioral Development, 15, 185-205.

Pukul Anak: Diplomat Malaysia (2014, April 23). Utusan Malaysia.hlm. 1.

Reed, J. S. (1971). To live - and die - in Dixie: a contribution to the study of southern violence. Political Science Quarterly, 86, 429-443.

Rohner, R. P., Kevin, J. Kean and David, E. Cournoyer. (1991). Effect of corporal punishment, perceived caretaker warmth, and cultural beliefs on the psychological adjustment of children in St. Kitts, West Indies. Journal of Marriage and Family, 53 (3), 681-693.

Sharifah Md. Nor. (2000). Keberkesanan Sekolah: Satu Perspektif Sosiologi. Serdang: Universiti Putra Malaysia.

Simmons, R. L., Wu, C., Lin, K., Gordon, L., & Conger, R.D. (2000). A Cross-Cultural Examination of the link between corporal punishment and adolescent anti social behavior. Criminology, 38, 47-80.

Straus, M. A. (1994). The Conspiracy of Silence. Dalam Straus M.A (Eds.), Beating The Devil Out Of Them: Corporal Punishment in American Families. San Francisco: Lexington/Jossey-Bass.

Straus, M. A., & Donnelly, D. A. (1994). Beating The Devil Out Of Them: Corporal Punishment in American Families. New York: Lexington/Jossey-Bass.

Straus, M. A., Donnely, Denise A. (1993). Corporal Punishment of Adolescents by American Parents. Durham: University New Hampshire.

Straus, M.A & Mathur (1994). Social Change and Change in Approval of Corporal Punishment by Parent from 1968 to 1992. Kertas kerja yang dibentangkan di Simposium Antarabangsa Berkenaan Keganasan Terhadap Kanak-Kanak dan Remaja, University Of Bielefeld, Germany pada September, 1994.

314

Page 28: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Antropologi dan Sosiologi, Fakulti Sastera dan Sains Sosial. Universiti Malaya, Kuala Lumpur.

Hukuman Rotan di Sekolah Dikuatkuasakan Semula. (6 April, 2009) Utusan Malaysia.

Hyman, I. A. (1979). Corporal Punishment in American Education. Philadelphia: Temple University Press.

Hyman, I., Bongiovanni, A., Friedman, R., and Mc Dowell, E. (1977). Paddling, Punishing, And Force. Children Today, 1977, 6, 17-23.

Hyman, Irwin A & Wise, James H. (1979). Corporal Punishment in American Education. Philadelphia: Temple University Press.

Hyman, Irwin A. & Perone, D. C (1998). The Other Side of School Violence: Educator Policies and Practices that may contribute to Student Misbehavior. Journal of School Psychology, 36, 7-27.

Hyman, Irwin A. (1995). Corporal Punishment, Psychological Maltreatment, violence, and Punitiveness in America: Research, Advocacy, and Public Policy. Applied and Preventive Psychology, 4, 113-130.

James, K. F. (1963). Corporal Punishment In The Public Schools. California. University of Southern California.

Kementerian Pelajaran Malaysia (KPM). (1988). Panduan Tatacara Disiplin Sekolah untuk Guru Besar dan Guru. Kuala Lumpur: DBP.

Kerlinger, F. N. (2000). Foundations of Behavioral Research. (ed. ke empat). Fort Worth: Harcourt College Publishers.

Lai P.L. (2000). Pengaruh Hukuman Fizikal Dan Sosio-Ekonomi Terhadap Pencapaian Akademik Pelajar. Latihan Ilmiah yang tidak diterbitkan, Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Leong J.C. (2002). Persepsi Ibu Bapa Terhadap Kesan Hukuman Fizikal Ke Atas Keagresifan Kanak-Kanak, Latihan Ilmiah yang tidak diterbitkan, Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Muhammad Shahabaz Arif dan Muhammad Shaban Rafi (2007) Effects of Corporal Punishment and Psychological Treatment on Students Learning behavior. Journal of Theory and Practice in Education, 3 (2), 171-180.

Murphy, J.G. (1987). Does Kant Have a Theory of Punishment.Columbia Law Review, 87 (3), 509-532.

313

Rajah 1

Model Pendidikan Holistik Secara Integrasi

Dalam rajah 1 menunjukkan bahawa roh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb)

dan akal (‘aql) merupakan pusat bagi aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Keempat-empat unsur tersebut boleh melahirkan perilaku-perilaku dalam aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani melalui anggota deria yang menggerakkan dan melaksanakan gerak. Model pendidikan holistik tersebut dapat diimplementasikan dalam pengajaran dan pembelajaran. Mendidik dan mengajar individu yang diberi tumpuan kepada keutamaan bijaksana (hikmah) untuk menentukan pilihan dalam membezakan kebaikan dan keburukan. Menggalakkan keutamaan berani (syaja’ah) untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan supaya membentuk emosi yang seimbang, tidak mengecut dan tidak melampaui batas. Pembentukan dan pembinaan individu juga bertumpu pada kawalan diri (iffah) dari pengaruh-pengaruh nafsu yang merosak jiwa dan akhlak. Serta menanamkan

20

Page 29: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

keutamaan adil (‘adalah) dalam hubungan vertikal dengan Allah serta hubungan horizontal dengan makhluk samada manusia mahupun haiwan dan tumbuhan.

Model pendidikan yang diterapkan dengan memberikan penekanan kepada empat kuasa asas, iaitu kuasa ilmu, kuasa amarah, kuasa nafsu syahwat dan kuasa adil untuk melahirkan empat keutamaan, iaitu keutamaan hikmah, keutamaan berani, keutamaan kawalan diri dan keutamaan adil. Seluruh keutamaan tersebut mempunyai sifat dan bahagian masing-masing yang boleh digubal dalam bentuk pengajaran dan pembelajaran secara sepadu dan selari menerusi latihan, pembiasaan, mujahadah dan berterusan yang bermula sejak kanak-kanak.

Membina dan menerapkan seluruh keutamaan kepada individu dengan selari dan sepadu boleh mencapai matlamat yang sebenar. Hasil dari analisis pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh bahawa pendidikan holistik berteraskan matlamat kebahagiaan (al-sa’adah) di dunia dan akhirat, keutamaan (al-fadhail) dari segi akhlak, kebaikan (al-khairat) dalam setiap amalan dan kesempurnaan (al-kamal) dalam pencapaian.

RUMUSAN

Berdasarkan analisis perbandingan pemikiran konsep akhlak al-Ghazali dan Ibn Miskawayh serta penerapannya dalam pendidikan Islam dari persamaan dan perbezaan menerusi aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani sebagai tumpuan utama pendidikan holistik.

Kajian ini telah mendapati bahawa pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh secara umum membincangkan cara-cara mendidik insan menjadi individu yang mulia. Hasil analisis falsafah tentang pendidikan holistik al-Ghazali dan Ibn Miskawayh menunjukkan bahawa kedua-duanya membincangkan tentang matlamat pendidikan holistik yang berteraskan matlamat kebahagiaan, keutamaan, kebaikandan kesempurnaan adalah sebagai matlamat utama yang harus dicapai. Seluruh matlamat pendidikan holistik tersebut diberi tumpuan menyeluruh kepada aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani.

Secara amnya persamaan konsep akhlak antara al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani menunjukkan bahawa dalam jiwa insan terdapat kuasa ilmu, kuasa amarah, kuasa nafsu syahwat dan kuasa adil. Pendidikan bagi jiwa insan mesti mengawal dan menekankan kuasa-kuasa itu secara keseluruhan. Secara holistik kuasa itu berhubungkait dengan aspek intelek, emosi, jasmani dan rohani. Sedangkan

21

apabila sesuatu masyarakat memberi penekanan kepada kepatuhan terhadap norma maka semakin tinggi tahap penggunaan hukuman fizikal (Peterson, 1992).

RUJUKAN

Brophy, J. E. (1996). Teaching Problem Students. New York: Guilford Press.

Burns, N.M & Straus, M. A. (1987). Cross-National Differencess in Corporal Punishment, Infant Homicide, and Socioeconomic Factors, Durham, New Hampshire: University of New Hampshire.

Chang, I. Joyce., Katsurada, Emiko (1997). Context of Physical Punishment: A Cross Cultural Comparison. Kertas kerja yang dibentangkan di The Annual Conference of the NCFR Fatherhood and motherhood in Diverse and Changing World. 7-10 November, 1997.

Clarizio, H. F. (1980). Toward Positive Classroom Discipline. New York: John Wiley & Son.

Deater-Deckard, K., & Dodge, K. A. (1997). Externalizing behavior problems and discipline revisited: Nonlinear effects and variation by culture, context, and gender. Psychological Inquiry, 8, 161-175.

Dupper, D. R. & Dingus, A. E. Montgomery (2008). Corporal Punishment in U.S. Public Schools: A Continuing Challenge for School Social Workers. Children & Schools, ProQuest Education, 30 (4), 243-250.

EPOCHUSA (2009). Ohio Becomes 30th State to Ban School Corporal Punishment (Vol. 1, Isu 13)Centre for Effective Discipline.

Erlanger, Howard S. (1974). Social Class and Childrearing: A reassessment. American Sociological Review, 39, 68-85.

Flynn (1994). Discipline Responses: Influence of Parents’Socioeconomic Status, Ethnicity, Beliefs About Parenting, Stress, and Cognitive-Emotional Processes, USA: National Centre for Biotechnology Information.

Hampton, J (1984). The Moral Education Theory of Punishment. Philosophy and Public Affairs, 13 (2), 208-238.

Hinchey, Patricia H. (2004). Corporal punishment, legalities, realities, and implications. ProQuest Educational Journals, 77 (3), 96-100.

How, Wai Mun. (1988). A Socio-Economic Study Of Child Abuse Pattern In Kuala Lumpur And Petaling District. Latihan Akademik Sarjana Muda

312

Page 30: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PERBINCANGAN

Secara keseluruhannya, respon yang diberikan oleh ibu bapa, guru dan murid menunjukkan bahawa terdapat 14 item berada pada tahap tinggi. Ini menunjukkan bahawa hukuman fizikal masih diterima oleh ibu bapa, guru dan murid dan mereka menganggap hukuman fizikal penting untuk proses pendidikan.

Dapatan ini bertepatan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hampton (1984), Murphy (April, 1987) dan Clarizio (1980), mereka berpendapat bahawa tujuan hukuman yang dikenakan adalah untuk i) mengajar manusia tentang nilai-nilai moral dan; ii) mengekalkan keamanan dalam kehidupan;iii) serta mampu merubah sikap buruk yang dilakukan oleh kanak-kanak.Dapatan kajian jelas menunjukkan bahawa ibu bapa, guru dan murid sebulat suara menerima pelaksanaan hukuman fizikal di sekolah dan faktor jantina tidak mempengaruhi penerimaan mereka terhadap hukuman fizikal.

Dapatan kajian ini bertentangan dengan dapatan kajian oleh Straus yang mendapati bahawa ibu lebih kerap menggunakan hukuman fizikal berbanding bapa (Straus & Donnelly, 1993). Namun dapatan kajian ini disokong oleh kajian yang dibuat oleh Sim (2005) yang mendapati bahawa ibu dan juga bapa sama-sama cenderung untuk mengenakan hukuman fizikal kepada anak-anak mereka. Kecenderungan ibu dan bapa terhadap hukuman fizikal dalam kajian tersebut menunjukkan bahawa faktor jantina tidak mempengaruhi penerimaan ibu mahupun bapa terhadap hukuman fizikal.

Dapatan menunjukkan bahawa terdapat perbezaan penerimaan antara kaum Melayu, Cina dan India terhadap hukuman fizikal. Dapatan ini menyokong dapatan kajian yang dijalankan oleh Deater-Deckerd dan Dodge (1997) yang mendapati bahawa terdapat perbezaan persepsi antara orang kulit putih dan orang kulit hitam terhadap hukuman fizikal. Orang kulit putih menganggap hukuman fizikal sebagai punca kepada salah laku sosial manakala orang kulit hitam pula berpendapat sebaliknya. Mengulas lanjut mengenai hal ini, Reed (1971) menjelaskan bahawa 9/10 orang kulit hitam menggemari hukuman fizikal berbanding orang kulit putih.

Mengukuhkan lagi dapatan kajian ini, ibu bapa di Amerika umpamanya memberikan lebih kebebasan kepada anak-anak dan bersifat individualistik, dan menggalakkan anak-anak mereka berdikari sendiri berbanding ibu bapa di Jepun, mereka lebih menekankan kepada kepatuhan kepada masyarakat (Power, Kobayashi-Winata & Kelley 1992). Ini bermakna,

311

dari segi perbezaan, Al-Ghazali membincangkan keempat aspek tersebut secara ‘dalaman’ dan mendalam dengan fungsi dan tugas setiap aspek.Sementara Ibn Miskawayh menjelaskan secara ‘luaran’ dan perilaku-perilaku yang muncul dari aspek tersebut.

Berdasarkan perbandingan persamaan dan perbezaan kedua-dua pemikiran, model pendidikan holistik berteraskan kuasa ilmu untuk melahirkan kebijaksanaan (hikmah), kuasa amarah untuk mengawal keberanian (syaja’ah), kuasa nafsu untuk mengawal diri (iffah) dan kuasa adil untuk keseimbangan (‘adl) antara hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan makhluk. Model pendidikan holistik boleh diimplementasikan dalam pengajaran dan pembelajaran sesuai dengan isu-isu pendidikan semasa.

RUJUKAN

‘Adil Za’bub. (1980). Al-Imam al-Ghazali dan Metodologi Kajiannya. Terj. dariMinhaj al-Bath ‘ind al-Ghazali oleh Osman Haji Khalid (1993). Selangor: Dewan Bahasa dan Pustaka.

A Hanafi. (1969). Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Abdul Fatah Hasan. (1998). Pemikiran Keseluruhan Otak; dalam pengurusan pendidikan dan kaitannya dengan kecerdasan emosi. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.

Abdul Khobir. (2007). Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis. Pekalongan: STAIN Press.

Abdul Kholik, et al. (1999). Pemikiran Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar.

Abu Hasan, Muslim, Shahih Muslim. Semarang: Toha Putra, t.t.

Abubakar Aceh. (1982). Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Ramadhani Sala.

Abuddin Nata. (2003). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Aisyah Syati. (1969). Maqal fi al-Insan, Dirasah Qur’aniyah. Kairo: Darul Ma’arif. Terj. oleh Ali Zawawi (1999). Manusia Dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1964). Mizan al-Amal. Oleh Sulaiman Dunya. Kaherah: Dar al-Ma’arif.

22

Page 31: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali.

(1967). Ihya ulum al-Din. Juz 1, Qahirah: Mu’assah al-Halabi wa Syarikah li al Nasyri wa at-Tauzi’.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1967). Ihya ulum al-Din. Juz 3, Qahirah: Mu’assah al-Halabi wa Syarikah li al Nasyri wa at-Tauzi’.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1980). Ayyuha al-Walad al-Muhib. Oleh Abdullah Ahmad Abu Zinah. Dar al-Syuruq.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (t.t.). Ihya Ulum al-Din. Juz 5, Beirut, Libanon: Dar al-Ma’arif.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (t.t.). Mukhtasar Ihya’Ulumuddin. Terj. Osman bin Jantan (2000). Cet. I. Singapore: Pustaka Nasional Pte Ltd.

Al-Jamil. (1992). Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. Terj. H. M. Arifin, Jakarta: Golden Terayon Press.

Anderson, G. (1998). Fundamentals of Educational Research. New York: Falmer Press.

Anton Bakker & Achmad Charris Zubair. (1989). Metodologi Penelitian Filsafat.Yogyakarta: Kanisius.

Asmawati Suhid. (2009). Pendidikan Akhlak dan Adab Islam Konsep dan Amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.

Azizah Zakaria. (2004). Penghayatan terhadap beberapa aspek dalam falsafah etika al-Ghazali: Kajian di kalangan pelajar Universiti Teknologi Mara (UiTM) Shah Alam, Selangor Darul Ehsan. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Donalson, Dwight M. (1953). Studies in Muslim Ethics. London: S.P.C.K.

Ensiklopedi Islam. (2005). Jilid 3. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Lembaga Bahasa.

Harun Din. (2001). Manusia dan Islam. Jilid 2. Selangor Darul Ehsan: Dewan Pustaka dan Bahasa.

Harun Nasution. (1979). Kedudukan Akal Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Idaya.

Hasyimsyah Nasution. (1999). Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

23

0.136 (p<0.05)], guru [t(218) = t 0.944 (p<0.05)] dan murid [t(298) = t 0.570 (p<0.05)] mengikut jantina terhadap hukuman fizikal.

Ujian ANOVA pula digunakan untuk mengenal pasti perbezaan penerimaan antara kaum Melayu, Cina dan India terhadap hukuman fizikal. Untuk tujuan tersebut, maklum balas daripada semua responden iaitu ibu bapa, guru dan murid digunakan. Dapatan kajian adalah sebagaimana ditunjukkan oleh Jadual 3 di bawah:

Jadual 4

Perbezaan Penerimaan Antara Kaum Melayu, Cina Dan India Terhadap Hukuman Fizikal

JKD DK MKD F Sig.

Ibu bapa Antara Kumpulan

4035.527 2 2017.763 13.428 .000

Dalam Kumpulan

44627.460 297 150.261

Jumlah 48662.987 300

Guru Antara Kumpulan 978.979 2 489.489 5.674 .000

Dalam Kumpulan 18720.198 217 86.268

Jumlah 19699.177 219

Murid Antara Kumpulan 3836.647 2 1918.323 16.377 .000

Dalam Kumpulan 34788.990 297 117.135

Jumlah 38625.637 299

Keputusan analisis ke atas soal selidik ibu bapa [f(2,297)=13.428 p=0.00 p<0.05], guru [f(2,217)=5.674 p=0.00 p<0.05] dan murid [f(2,297)=16.377 p=0.00 p<0.05] semuanya didapati signifikan.

310

Page 32: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

yang tinggi. 9 item berada pada tahap sederhana. Item selebihnya iaitu berjumlah sebanyak 9 item berada pada tahap rendah.

Skor min yang digunakan dalam kajian ini akan diukur berdasarkan jadual pengukuran skor min dan interpretasi oleh Pallant(2007) sebagaimana dalam Jadual 1 di bawah. Jadual pengukuran tahap skor min oleh Pallant(2007) ini adalah berdasarkan kepada tiga tahap iaitu nilai skor min 1.0 hingga 2.33 adalah pada tahap rendah, nilai skor min 2.34 hingga 3.66 adalah pada tahap sederhana, dan nilai skor min 3.67 hingga 5.00 adalah pada tahap tinggi. Menurut Pallant(2007), skor min tiga tahap ini adalah lebih sesuai dan lebih mudah untuk melihat tahap.

Selain itu, untuk mengenal pasti perbezaan penerimaan antara ibu bapa, guru dan murid terhadap hukuman fizikal mengikut jantina, Ujian-t (t-Test)digunakan dan dapatannya adalah sebagaimana ditunjukkan oleh Jadual 3 di bawah:

Jadual 3

Penerimaan Ibu Bapa, Guru Dan Murid Terhadap Hukuman Fizikal Mengikut Jantina

Jantina N Min SP F Sig. T DK

Penerimaan Ibu Bapa

Lelaki 150 60.76 13.412

.199 .656 .136 298

Perempuan 150 60.56 12.112

Penerimaan Guru Lelaki 110 67.72 9.77797

.005 .944 2.216 218

Perempuan 110 64.91 9.00755

Penerimaan Murid Lelaki 150 66.75 11.779

.323 .570 .878 298

Perempuan 150 65.60 10.946

Secara keseluruhannya, hasil analisis Ujian-tyang dijalankan mendapati bahawa tiada perbezaan signifikan antara penerimaan ibu bapa [t(298) = t

309

Ibn Miskawayh, Abu Ali Ahmad Bin Muhammad Ya’kub Miskawayh.

(1398). The Refinement of Character. Terj. oleh Constantine K. Zurayk (1968). Beirut: American University of Beirut.

Ibn Miskawayh, Abu Ali Ahmad Bin Muhammad Ya’kub Miskawayh. (1961). Tadhib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq. Beirut: Mansyurah Dar al-Maktabah al-Hayat.

Imran Effendy Hasibuan. (2003). Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari. Pekanbaru: LPNU Press.

Ismail Ibrahim. (1996). Isu Akhlak: Tanggungjawab Bersama. Disunting oleh Siti Fatimah Abdul Rahman, Membangun Fitrah Kehidupan. Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM).

Kneller, G.F. (1971). Foundations of educations. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Koetting, J. R., & Malisa, M. (2004). Philosophy, research, and education. In D. H. Jonassen (Ed.), Handbook ofresearch in educational communications and technology (2nd ed., pp. 1009-1020). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

M Abdul Haq Ansari. (1964). The Ethical Philosophy of Miskawaih. India: The Aligarh Muslim University Press.

M. M. Syariff. (1994). Sejarah Islam dari Segi Falsafah. Selangor Darul Ehsan: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mohd Jais Anuar Bin Ahmad. (2003). Metod Pembinaan Sahsiah Diri: Satu Analisis Terhadap Pemikiran Falsafah Akhlak Ibn Miskawayh Menerusi Kitab Tahdhibul Al-Akhlaq. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Mohd. Rusli Hussain. (2003). Pembangunan Insan: Kajian Perbandingan Antara al-Ghazali dan Ibn Khaldun. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Mohd. Sullah. (2010). Studi Komparasi Konsep Pendidikan Akhlak Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ibnu Miskawaih. Kertas Projek. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Muhammad Suhaimi Taat. Memahami Pendidikan Bersifat Holistik. Utusan Borneo. Rabu, 18 April 2012.

Muhammad Wahyuni Nafis. (2006). Yakin Diri 9 Jalan Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual. Jakarta: Hikmah.

24

Page 33: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Salih Ahmad al-Syami. (t.t.). Perjuangan al-Ghazali Menegakkan Kebenaran dan

Menghapuskan kebatilan. Terj. oleh Basri Ibrahim al-Hasani al-Azhari (2001). Johor Bahru: Perniagaan Jahabersa.

Sembodo Ardi Widodo. (2003). Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam. Jakarta: Nimas Multima.

Sirajuddin Zar. (2007). Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syed Ali Ashraf. (1992). Islamic Education and Moral Development.Dalam Syed Ali Ashraf & P.H. Hirst (Eds.), Religion and Education: Islamic and Christian Approaches. Cambridge: The Islamic Academy.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. HandbookBagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. (terbitan pertama). Fadlil Yani Ainusyam, Pendidikan Akhlak. hal. 17-40. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wingo, M. (1974). Philosophy of education: An intoduction. Lexington, MA: D. C. Heath.

25

12L. Untuk sesetengah murid, hukuman

fizikal lebih berkesan berbanding teknik pendisiplinan yang lain seperti nasihat kaunseling

4.31 .798 4.31 .798 3.57 1.165

12M. Hukuman fizikal dari jenis rotan sahaja wajar dilaksanakan di sekolah

3.60 1.176 3.60 1.176 3.19 1.183

12N. Hukuman fizikal yang dilaksanakan di sekolah tidak berbahaya

4.14 .838 4.14 .838 3.14 1.156

12O. Hukuman fizikal adalah pilihan terakhir dalam usaha mendisiplinkan murid

3.98 1.143 3.98 1.143 3.52 1.175

12P. Hukuman fizikal hanya sesuai untuk kesalahan jenayah sahaja

3.07 1.210 3.07 1.210 3.47 1.107

12Q. Hukuman fizikal menjadikan murid lebih agresif

2.76 1.047 2.76 1.047 3.27 1.055

12R. Hukuman fizikal boleh dilaksanakan dengan disaksikan oleh murid lain untuk memberi pengajaran

3.75 1.200 3.75 1.200 2.40 1.259

12S. Hukuman fizikal hanya boleh dilaksanakan ke atas murid lelaki sahaja

2.70 1.159 2.70 1.159 3.05 1.280

12T. Hukuman fizikal boleh dilaksanakan ke atas murid lelaki dan perempuan

3.94 .958 3.94 .958 3.72 1.136

Jadual2 di atas menunjukkan nilai min dan sisihan piawai yang diperolehi hasil daripada analisis ke atas respon daripada ketiga-tiga responden kajian iaitu ibu bapa, guru dan murid terhadap semua item kajian. Bagi responden ibu bapa, analisis mendapati bahawa sebanyak 5 item berada pada tahap tinggi, selebihnya iaitu sebanyak 15 item berada pada tahap sederhana dan tiada item yang berada pada tahap rendah.Begitu juga dengan responden guru, analisis mendapati bahawa terdapat 14 item yang berada pada tahap tinggi dan 6 item berada pada tahap sederhana. Responden murid pula menunjukkan bahawa 2 item mempunyai nilai min

308

Page 34: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Jadual 2

Penerimaan Ibu Bapa, Guru dan Murid Terhadap hukuman fizikal

Item Pernyataan Ibu bapa Guru Murid

Min SP Min SP Min SP

12A. Hukuman fizikal penting untuk proses pendidikan dan wajar dilaksanakan di sekolah

4.36 .760 4.36 .760 3.62 1.083

12B. Hukuman fizikal menjadikan murid insaf dan sedar terhadap kesalahan

4.18 .796 4.18 .796 3.53 1.098

12C. Hukuman fizikal hanya boleh dilaksanakan dengan pengawasan ibu bapa

2.89 1.139 2.89 1.139 3.25 1.136

12D. Hukuman fizikal dapat memberi kesan segera kepada tingkah laku murid

3.86 .981 3.86 .981 3.08 1.117

12E. Hukuman fizikal dapat menjimatkan masa guru menangani masalah disiplin di dalam kelas

3.70 1.112 3.70 1.112 2.86 1.097

12F. Guru menggunakan hukuman fizikal hanya untuk tujuan mendidik

4.40 .862 4.40 .862 3.47 1.160

12G. Hukuman fizikal satu-satunya cara untuk menangani salah laku murid

3.22 1.341 3.22 1.341 3.03 1.267

12H. Hukuman fizikal menyediakan murid kepada realiti kehidupan iaitu setiap pesalah mesti dihukum

3.93 1.060 3.93 1.080 3.62 1.123

12I. Hukuman fizikal dapat mendidik murid supaya tahu menghormati orang lain

3.94 .977 3.94 .977 3.70 1.095

12J. Hukuman fizikal dapat mencegah sikap agresif yang ada pada murid

3.70 1.068 3.70 1.068 3.32 1.111

12K. Hukuman fizikal dapat memupuk perkembangan peribadi yang baik

3.71 .992 3.71 .992 3.37 1.088

307

PENERAPAN ORAL PRESENTATION UNTUK MENINGKATKANKETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS RIAU

Mahdum

PENGENALAN

Dewasa ini, keterampilan berbicara Bahasa Inggris bagi seorang lulusan universitas, termasuk lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau yang hendak mencari pekerjaan merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Keterampilan berbicara Bahasa Inggris dapat memberi nilai tambah untuk merebut lapangan kerja, khususnya bila ingin bersaing di kancah nasional maupun internasional. Akan tetapi kita tidak dapat menutup mata melihat kenyataan masih rendahnya keterampilan berbicara Bahasa Inggris sebahagian besar mahasiswa FKIP Universitas Riau.

Menyikapi rendahnya daya saing tersebut, FKIP Universitas Riau sebagai salah satu institusi pendidikan harus berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing mahasiswanya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan merekonstruksi kurikulum yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2014-2015 dan menjadikan mata kuliah Bahasa Inggeris sebagai salah satu mata kuliah wajib fakultas.

Pada kurikulum 2014 ini, penekanan kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris adalah agar mahasiswa memiliki keterampilan berkomunikasi dengan teman sejawat maupun komunitas ilmiah lainnya secara efektif, empatik dan santun baik secara lisan maupun tulisan. Pada mata kuliah ini disediakan materi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbicara (conversation fluency) dan menulis yang baik. Materi pembelajaran dirancang agar dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat dalam suatu pembicaraan yang nyata (real talk) di dalam kelas serta menggunakan bahasa secara kreatif dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Pada kurikulum sebelumnya, sebahagian program studi juga telah memiliki mata kuliah Bahasa Inggeris, namun pelaksanaan perkuliahan maupun materi pembelajaran belum dilaksanakan secara terkoordinasi, bahkan ada program studi yang mata kuliah Bahasa Inggrisnya diasuh oleh dosen yang bukan dosen bahasa Inggris. Selain itu, penulismenemukan bahwasemuakelasmasihmenerapkan pendekatanyang berpusat pada guru

26

Page 35: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(teacher-centered) dalam kegiatan belajar mengajarnya. Akibatnya, waktu guru berbicara jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu berbicara untuk mahasiswa. Hal ini juga menyumbang kepada rendahnya kemampuan berbicara mahasiswa.

Untuk mengatasi masalah ini penulis mencoba melakukan sebuah penelitian tindakan kelas. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan oral presentation dalam meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa dan sekaligus untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap penerapan oral presentation tersebut. Disamping itu penulis juga ingin mendapatkan saran-saran dari mahasiswa tentang penerapan oral presentation oleh dosen untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris mahasiswa yang lebih baik. Nguyen Thi Tam (2012) mengatakan bahwa oral presentations sangat bermanfaat untuk membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan berbicara.

Penelitian ini melibatkan 42 orang mahasiswa sebagai partisipan dan mereka ini sudah pernah belajar bahasa Inggris sebelumnya. Instrumen yang dipakai adalah tes kemampuan berbicara.Disamping itu angket dan wawancara digunakan sebagai instrument pendukung guna mendapatkan data tentang sikap mahasiswa. Deskriptif analisis digunakan untuk menganalisis data.

Keterampilan Berbicara

Diantara empat keterampilan bahasa: mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca, keterampilan berbicara sepertinya dianggap yang paling penting. Seseorang yang bisa “berbicara” dikatagorikan sebagai orang yang “mengetahui dan mempunyai kemampuan” tentang bahasa itu (Ur, 1996). Pendapat ini seiring dengan pendapat Nunan (1998) dalam bukunya Language Teaching Methodology yang mengatakan bahwa menguasai “seni berbicara” adalah aspek yang paling penting bagi banyak orang dalam mempelajari foreign language ataupun second language. Dan keberhasilan seseorang itu dalam mempelajari bahasa dapat diukur dari kemampuannya untuk berkomunikasi dalam bahasa itu. Hornby (1987) juga mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dalam satu situasi yang alami.

Ur (1996) mengemukakan idenya tentang karakteristik dari kegiatan pembelajaran berbicara yang sukses, diantaranya: (1) Learners talk a lot. Sebisa mungkin dosen harus mengalokasikan lebih banyak waktu dan kesempatan bagi mahasiswa untuk berbicara; (2) Participation is even. Ini berarti bahwa diskusi kelas tidak didominasi oleh sebagian kecil mahasiswa

27

dibawa pulang dan seterusnya menyerahkan set soal selidik tersebut kepada ibu bapa/penjaga masing-masing. Seramai 400 orang murid(200 orang lelaki dan 200 orang perempuan/sampel kajian) diserahkan set soal selidik ibu bapa/penjaga. Semasa sesi penyerahan set soal selidik ibu bapa/penjaga, pengkaji memaklumkan kepada murid agar menyerahkan set soal selidik tersebut mengikut jantina masing-masing. Ini bermakna murid lelaki akan menyerahkan set soal selidik kepada bapa/penjaga lelaki. Manakala murid perempuan pula akan menyerahkan set soal selidik kepada ibu/penjaga perempuan masing-masing. Ini bertujuan untuk memastikan bilangan ibu dan bapa adalah sama rata mengikut strata masing-masing.

Bagi soal selidik guru, pengkaji menyerahkan set-set soal selidik kepada guru Penolong Kanan Pentadbiran dan Akademik untuk diserahkan kepada guru-guru mengikut kesesuaian waktu.Semua responden diberi jaminan bahawa jawapan yang mereka kemukakan adalah rahsia. Oleh sebab itu, responden diminta agar tidak menulis nama pada borang soal selidik, responden hanya perlu mengisi maklumat peribadi yang dikemukakan di dalam borang soal selidik. Untuk memastikan pengkaji mendapat pulangan soal selidik ibu bapa/penjaga dan guru yang mencukupi, pengkaji akan hadir sendiri ke sekolah untuk mengutip soal selidik tersebut daripada murid dan juga guru sehingga mendapat jumlah pulangan yang sepatutnya. Kutipan soal selidik dilakukan dengan bantuan guru dan kakitangan sekolah setelah mendapat kebenaran daripada pengetua.

Analisis Data

Analisis data dibuat menggunakan PASW (Predictive Analytics SoftWare). Data deskriptif yang melibatkan pengiraan Min dan Sisihan Piawai digunakan untuk mengenal pasti penerimaan ibu bapa, guru dan murid terhadap hukuman fizikalsebagaimana dalamJadual 1 di bawah:

Jadual1

Jadual Pengukuran Skor Min dan Interpretasi Pallant (2007)

Skor Min Interpretasi (Tahap)

1.00 – 2.33 Rendah

2.34 – 3.66 Sederhana

3.67 – 5.00 Tinggi

306

Page 36: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

perbezaan penerimaan antara kaum Melayu, Cina dan India terhadap hukuman fizikal.

METODOLOGI

Kajian ini merupakan kajian berbentuk kuantitatif menggunakan kaedah tinjauan (survey) dan statistik deskriptif. Tinjauan dibuat menggunakan soal selidik yang diedarkan untuk mendapatkan maklumat tentang bentuk hukuman fizikal yang wujud di sekolah. Statistik deskriptif pula digunakan untuk mempamerkan data yang diperolehi berkaitan penerimaan ibu bapa/penjaga, guru dan murid terhadap hukuman fizikal dalam menangani salah laku disiplin dalam kalangan murid serta faktor yang mempengaruhi penerimaan tersebut agar dapatan kajian mudah difahami. Dapatan yang diperolehi daripada kajian ini boleh digeneralisasikan kepada seluruh ibu bapa/penjaga yang mempunyai ciri yang sama dengan ibu bapa/penjaga yang dipilih sebagai sampel kajian iaitu murid-murid dan guru serta ibu bapa/penjaga kepada murid yang sedang menuntut dalam tingkatan empat di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur.

Prosedur Pungutan Data

Setelah mendapat kebenaran daripada Bahagian Perancangan dan Penyelidikan Dasar Pendidikan, Kementerian Pendidikan Malaysia dan daripada pengetua sekolah serta ibu bapa/penjaga bagi memaklumkan dan mendapatkan kebenaran untuk menjadikan anak-anak jagaan mereka sebagai sampel kajian. Setelah mendapat kebenaran dari pengetua dan ibu bapa/penjaga. Pengkaji sendiri hadir ke sekolah pada tarikh yang ditentukan oleh pengetua untuk mentadbir sesi menjawab soal selidik dengan bantuan guru. Bagi memastikan responden menjawab dengan tepat mengenai item-item yang dikemukakan dalam soal selidik, mereka terlebih dahulu dikumpulkan oleh guru di dalam sebuah bilik yang sesuai. Di situ pengkaji memberi penerangan kepada responden mengenai tujuan kajian dan cara mengisi borang soal selidik. Mereka juga diberi penerangan tentang perkataan atau ayat-ayat yang kurang difahami atau yang akan menimbulkan keraguan. Di samping itu, responden juga diberitahu bahawa tidak ada jawapan yang betul dan salah dalam menjawab item-item yang dikemukakan di dalam soal selidik. Oleh itu para responden diminta menjawab dengan sejujur mungkin.

Sebaik sahaja murid selesai menjawab, pengkaji dengan bantuan guru mengedarkan pula set soal selidik ibu bapa/penjaga kepada murid untuk

305

saja, tapi setiap mahasiswa memiliki kesempatan untuk berbicara, (3) Motivation is high. Mahasiswa sangat ingin berbicara karena mereka tertarik pada topik dan memiliki sesuatu yang baru untuk dibicarakan, (4) Language is of an acceptance level. Mahasiswa mampu mengekspresikan diri dalam ucapan yang relevan, mudah dipahami satu sama lain, dan pada tingkat akurasi yang dapat diterima.

Singkatnya, untuk mendapatkan karakteristik di atas tidaklah mudah. Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh dosen dalam meminta mahasiswa untuk berbicara. Ur (1996) menyatakan faktor-faktor yang menyebapkan sulitnya berbicara bagi mahasiswa, diantaranya: (1) Inhibitions. Mahasiswa sering khawatir kalau-kalau ianya akan membuat kesalahan dalam berbicara, takut dikritik atau kehilangan muka, atau hanya malu ketika bicara karena tidak menarik, (2) Nothing to say. Kita sering mendengar para mahasiswa mengeluh bahwa mereka tidak bisa memikirkan sesuatu untuk dikatakan, (3) Low or uneven participation. Hanya satu orang boleh berbicara pada satu waktu jika ia ingin didengar, dan ini berarti sedikit sekali kesempatan atau waktu untuk bebicara bagi setiap mahasiswa dalam kelas yang besar. (4) Mother-tongue use. Apabila didalam sebuah kelas terdapat banyak mahasiswa yang memiliki bahasa ibu yang sama, mereka akan cenderung menggunakan bahasa ibu tersebut, karena dinggap lebih mudah.

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, banyak mahasiswa merasa frustasi dalam belajar bahasa Inggeris. Mereka merasa bahwa banyak kendala yang mereka hadapi ketika ingin berbicara dengan menggunakan bahasa Inggeris. Menurut mereka, berbicara dalam bahasa Inggeris melibatkan banyak faktor yang harus diperhatikan, diataranya, grammar, vocabulary, pronunciation, lingkungan sekitar yang kesemuanya membuat mahasiswa tidak “nyaman” ketika berbicara. Harmer (2001) mensyaratkan bahwa agar dapat berbicara bahasa Inggeris dengan lancar seseorang harus memiliki tidak hanya pengetahuan tentang bahasa tetapi juga kemampuan untuk memproses informasi dalam fikirannya ketika memberi respon kepada lawan bicaranya.

Para dosen, bagaimanapun, tidak boleh bingung atau kecewa dengan situasi ini. Mereka harus menggunakan otoritas dan pengalaman mereka untuk menyelesaikan masalah. Hal-hal berikut dapat dilakukan, Ur (1996): (1) letakkan mahasiswa dalam kelompok, (2) aktivitas-aktifitas yang dilakukan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah difahami, (3) hati-hati dalam menentukan topik atau tugas yang diberikan, sehingga topik yang diberikan hendaknya dapat merangsang minat mahasiswa, (4)

28

Page 37: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

membuat mahasiswa hanya berbicara dalam bahasa target, yaitu Bahasa Inggris.

Bagaimana menilai keterampilan seseorang dalam berbicara? Berikut ini adalah beberapa jenis komponen berbicara yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Untuk mengetahui tingkat keterampilan berbicara seorang, tentu saja ia harus menunjukkan atau mendemonstrasikan kebolehannya dalam berbicara berdasarkan kriteria tes keterampilan berbicara atau rubrik untuk komunikasi lisan. Harris (1969) menetapkan lima komponen yang harus dimasukkan dalam menguji keterampilan berbicara, yakni: pengucapan (pronunciation), tatabahasa (structure), kosakata (vocabulary), kelancaran (fluency), isi (content).

Weir (1993) memiliki pendapat lain. Beliau menyatakan bahwa ada lima komponen skor dalam tes ke terampilan berbicara, yakni: akurasi (accuracy), kesesuaian (appropriateness), kecukupan kosakata (adequacy of vocabulary), ketepatan tata bahasa (grammatical accuracy), kejelasan (intelligibility), kelancaran (fluency) , dan relevansi isi (relevance of content). Masing-masing komponen memiliki empat tingkat penilaian yang akan menyatakan tingkat keterampilan berbicara seseorang dari rendah ke tinggi.

Pendapat lain diberikan oleh O'Malley (1996). Beliau menjelaskan bahwa ada tiga komponen pada tes keterampilan berbicara, yaitu: kelancaran, tatabahasa, dan kosakata. Skor masing-masing memiliki enam tingkat rating yang menunjukkan tingkat keterampilan seseorang dalam berbicara. Selanjutnya, Brown dan Yule (1999) menjelaskan bahwa dosen harus mempersiapkan suatu bentuk borang tertentu ketika mengevaluasi keterampilan berbicara mahasiswa. Borang ini meliputi: jenis pembicaraan yang dikehendaki, ketepatan tata bahasa, kosakata yang tepat, kefasihan atau pengucapan, dan transfer informasi. Sementara Brown (2004) menjelaskan bahwa tes komunikatif harus memenuhi beberapa kriteria: memiliki aspek untuk menguji grammatical, discourse, sociolinguistic, and illocutionary competence dan strategic competence.

Karena cukup banyak pendapat tentang bagaimana cara menilai keterampilan berbicara, perlu bagi penulis untuk memilih komponen yang akan digunakan dalam menilai keterampilan berbicara mahasiswanya. Dalam penelitian ini, komponen yang dipilih untuk dinilai adalah: pengucapan, tatabahasa, kosa kata, kelancaran dan isi. Alasannya sederhana, yaitu komponen-komponen ini lebih sering digunakan oleh ahli-ahli bahasa yang disebutkan di atas. Sementara rubrik penilaian akan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan tingkat pengetahuan latar belakang mahasiswa. Tingkat penilaian terhadap setiap komponen akan menjelaskan tingkat

29

negeri telah mengharamkan pelaksanaan hukuman fizikal(Dupper, 2008; Hinchey, 2004). Manakala 21 negeri lain masih lagi membenarkan pelaksanaan hukuman fizikal dalam menangani permasalahan disiplin murid di sekolah(Dupper, 2008). Pada 17 Julai 2009, sebagaimana yang dilaporkan oleh sebuah pertubuhan yang dikenali sebagai End Physical Punishment of Children of USA (EPOCHUSA) pihak berkuasa Ohio turut mengambil langkah mengharamkan hukuman fizikal, ini menjadikan jumlah keseluruhan negeri di Amerika Syarikat yang mengharamkan hukuman fizikal adalah sebanyak 31 buah(EPOCHUSA, 2009).

Jika diteliti, perbezaan pelaksanaan antara negeri-negeri di Amerika Syarikattersebut menunjukkan terdapatnya perbezaan penerimaan masyarakat terhadap hukuman fizikal. Perbezaan penerimaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti budaya(Chang, 1997) kepercayaan(Parker-Jenkins, 1997), status sosio-ekonomi(Erlanger, 1974; How,1988) dan juga jantina(Flynn, 1994). Kesan dari perbezaan penerimaan ini telah menyebabkan timbulnya desakan dari pihak-pihak tertentu supaya hukuman fizikal dihapuskan.

Seperti dinyatakan sebelum ini, di Malaysia secara dasarnya hukuman fizikal dibenarkan olehundang-undang, walau bagaimanapun pelaksanaannya terhad kepada hukuman rotan sahaja. Sebarang bentuk hukuman fizikal lain adalah ditegah oleh undang-undang(KPM, 1988). Pelaksanaan hukuman fizikal di Malaysia adalah tertakluk kepada beberapa peraturan tertentu dan ianya tidak boleh dilaksanakan sewenang-wenangnya oleh guru di sekolah.Penerimaan masyarakat Malaysia terhadap hukuman fizikal tentunya dipengaruhi oleh ciri-ciri unik masyarakat Malaysia itu sendiri.Dari segi demografi, masyarakat Malaysia yang terdiri dari kaum Melayu, Cina dan India mempunyai kepercayaan, budaya dan latar belakang sosio-ekonomi yang berbeza. Berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan oleh para sarjana seperti Rohner et. al.(1991), Simmons et. al.(2000), Straus dan Donnely(1994), perbezaan-perbezaan yang dinyatakan di atas mempunyai pengaruh terhadap penerimaan sesuatu masyarakat terhadap pelaksanaan hukuman fizikal. Justeru itu, tumpuan kajian kepada penerimaan ibu bapa, guru dan murid terhadap pelaksanaan hukuman fizikal dalam menangani masalah disiplin di sekolah bersandarkan kepada beberapa pemboleh ubah iaitu jantina dan juga kaum.

Objektif kajian ini adalah untuk mengenal pasti penerimaan ibu bapa, guru dan murid terhadap hukuman fizikal. Kajian ini juga mengenal pasti sama ada wujud perbezaan penerimaan dalam kalangan ibu bapa, guru dan murid terhadap hukuman fizikal mengikut jantina. Mengenal pasti

304

Page 38: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

ditemui ialah kajian tentang persepsi ibu bapa terhadap kesan hukuman fizikal ke atas keagresifan kanak-kanak yang dijalankan oleh Leong (2002) dan kajian terhadap pengaruh hukuman fizikal dan sosio-ekonomi terhadap pencapaian akademik pelajar oleh Lai (2000).Kedua-dua kajian ini merupakan latihan akademik peringkat Sarjana Muda bagi kursus Antropologi dan sosiologi, Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti Malaya.

Kebanyakan kajian yang dinyatakan di atas, mendapati bahawa pendekatan hukuman fizikal kurang berkesan berbanding pendekatan secara psikologi.Sebagai bukti, Muhammad Shahabaz Arif dan Muhammad Shaban Rafi (2007) dalam kajiannya mendapati bahawa amalan hukuman fizikal tidak membantu meningkatkan minat dan prestasi akademik murid.Walaupun begitu, pendekatan hukuman fizikal dalam menangani masalah disiplin murid masih lagi popular dalam kalangan para pendidik dan ibu bapa(Brophy, 1996).Pendekatan hukuman fizikal menurut kajian para cendekiawan Barat mendapati bahawa untuk jangka masa panjang hukuman fizikal boleh mengakibatkan wujudnya tingkah laku devian dan tingkah laku anti sosial seperti dendam, tingkah laku delinkuen remaja dan keganasan di dalam dan di luar sekolah(Straus, 1996).

Namun begitu, terdapat golongan yang menyokong pelaksanaan hukuman fizikal. Hukuman fizikal yang dikenakan ke atas murid menjadikan murid insaf dan sedar tentang kesilapan mereka dan tidak mengulangi kesalahan yang dibuat(Syarifah Mohd Nor, 2000).Hyman(2002) menyatakan bahawa terdapat pihak tertentu yang tidak bersetuju dengan gerakan untuk menghapuskan hukuman fizikal di Amerika Syarikat.Menurut beliau, pihak tersebut menyatakan bahawa masyarakat Amerika telah tersalah anggap mengenai konsep sebenar hukuman fizikal. Salah anggap inilah yang telah membawa kepada pemansuhan hukuman fizikal sedangkan hukuman fizikal dalam konteks pendidikan di sekolah adalah penting dan tidak sama dengan hukuman fizikal yang difahami oleh sesetengah pihak. Oleh itu menurut beliau lagi, perlunya ada satu pendefinisian yang berbeza antara hukuman fizikal di sekolah dan hukuman fizikal di luar sekolah yang lebih bersifat penderaan.

Kewujudan pendapat yang menerima dan menolak pelaksanaan hukuman fizikal sebagaimana yang dinyatakan di atas telah menimbulkan kesukaran kepada pihak yang terlibat secara langsung dengan proses pendidikan khususnya guru di sekolah.Perbezaan pendapat tersebut telah menyebabkan wujudnya perbezaan pelaksanaan antara negeri-negeri di Amerika Syarikat berkaitan pelaksanaan hukuman fizikal ini.Terdapat 30

303

keterampilan mahasiswa dalam berbicara. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, indikator keterampilan berbicara mahasiswa yang digunakan pada penelitian ini adalah: (1) pengucapan, (2) tata bahasa, (3) kosakata, (4) kefasihan dan isi.

Oral Presentation

Apapun profesi seseorang, ia mungkin pernah ikut berpartisipasi dalam sebuah seminar, konferensi ataupun rapat dan siskusi dengan mengemukakan suatu ide atau pendapat kepada pesera lain. Penyampaian pendapat tentang sebuah topik dihadapan sekelompok orang (audience) seperti ini dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk oral presentation. Seorang yang mempunyai kemampuan baik dibidang oral presentation akan dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki, mempengaruhi pengambilan sebuah keputusan, dan bahkan meningkatkan prestise. Sehingga, memiliki kemampuan dibidang oral presentation adalah penting untuk meraih sukses untuk semua bidang pekerjaan. Tidak terkecuali bagi mahasiswa FKIP yang nantinya akan menjadi seorang guru

Pengertian lain dari oral presentation adalah suatu kegiatanmenjelaskan sesuatu kepadaaudience, bida berlansung di kelas atau dalam suatu situasi ruangkerja. Oral presentationbiasanya dinilai berdasarkan kualitasinformasi yang disajikansertametodemenyajikannya (Jessica Cook 2013). Manakala menurut Donna Swarthout (2013)oral presentationadalah proses transmisi informasi atau ide-idedari seseorang orangke sekelompuk oranglainnya secara verbal. Komunikasi lisanbisa saja berlansung secaraformalatauinformal.

Dalam kegiatan perkuliahan, oral presentation dapat diartikan sebagai penyampaian oleh seorang(atau lebih) mahasiswa yang memberikanpandangan kepadakelompokmahasiswa lain tentang satu topik yang telah ditentukan berdasarkan pada bacaanatau penelitianyang dilakukan. Kemampuan berkomunikasi lisan tidak dapat diajarkan. Dosen hanyalah mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Oleh karena itu, latihan memegang peranan penting, baik untuk meningkatkan kemampuan berbicara secara umum, maupun dalam meningkatkan kemampuan presentasi secara individu.

Mempersiapkan sebuah oral presentation yang baik adalah sebuah seni yang mencakup perencanaan yang matang, perhatian terhadap isi atau informasi apa yang diperlukan oleh pendengar, dan perhatian yang serius tentang cara penyampaian. Agar oral presentation menjadi menarik,

30

Page 39: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pembicara dapat menggunakan catatan, visual aids ataupun computer dan proyektor.

Ido Priyono Hadi (2001) mengemukakan pendapatnya tentang tujuan sebuah oral presentation. Menurut beliau secara garis besar sebuah presentasi dirancang untuk menjelaskan (to explain), menjual (to sell), atau untuk memotivasi (to motivate). Menurut Wardhani (2009), sebuah presentasi bertujuan untuk (1) memberikan informasi; (2) melakukan persuasi; dan (3) menghibur. Namun apapun tujuan sebuah presentasi, yang terpenting adalah pikirkan siapa audiencenya. Apakah mereka professionals atau nonprofessionals? pembeli atau penjual? penyedia jasa ataupengguna? internal atau eksternal? Secara lebih rinci tujuan presentasi dapat dikelompokkanlagi sebagai berikut : (1)Untuk mempertunjukkan : layanan, produk, sistem; (2) Untuk membentuk : citra, strategi; (3) Untuk menghibur : kolega, orang luar; (4) Untuk menjual : konsep, produk, ide; (5) Untuk mewakili : kelompok, perusahaan, departemen; (6) Untuk mempromosikan : sikap, cara bekerja; dan (7) Untuk mengusulkan : penyelesaian, konsep baru (Ido Priyono Hadi 2001)

Kemampuan oral presentation memang dipengaruhi oleh bakat, tetapi juga merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Jangan merasa takut untuk gagal, sebab biasanya pembicara yang dianggap berhasil juga dimulai dari pengalaman-pengalaman yang tidak memuaskan, tetapi ia selalu berusaha untuk memperbaiki penampilannya dalam menyampaikan presentasi itu. Menurut Santosa Nusa Putra (2009) oral presentation yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Akurat, informasi yang disampaikan benar dan tepat (2) Objektif, menjelaskan argumentasi dari berbagai pihak; (3) Lengkap, informasi yang disampaikan utuh; (4) Selektif, menyajikan informasi yang penting dan relevan; (5) Interpretatif, memberikan interpretasi berdasarkan data yang ada, (6) Jelas, penyajian mudah dipahami, sederhana dan langsung pada pokok pembahasan.

Santosa Nusa Putra (2009) juga memberikan pendapatnya tentang persiapan- persiapan yang perlu dilakukan sebelum presentasi seperti berikut:

1. Lakukan analisis peserta/pendengar presentasi (hal ini bertujuan agar kita dapat menentukan pola pendekatan dan tingkat meteri presentasi yang lebih tepat).

2. Tentukan dengan lebih spesifik tujuan presentasi (secara umum presentasi burtujuan untuk merubah persepsi dan dapat melakukan tindak lanjut baik secara pribadi maupun kelompok).

31

pelaksanaan hukuman rotan ditolak oleh sebilangan masyarakat antarabangsa.Isu berkaitan dengan hukuman fizikal khususnya rotan telah mendapat perhatian ahli-ahli akademik, ini termasuklah Institut Kepengetuaan, Universiti Malaya. Pada 16-17 Mac, 2003 institut ini telah menganjurkan satu perjumpaan Pengetua dan Guru Besar dalam Seminar Kepengetuaan Kali Ke-3 bertujuan untuk membincangkan masalah disiplin dan mencari jalan untuk mengatasinya.

Pada 1-4 Ogos, 2004, rentetan dari beberapa isu kontroversi yang berkaitan dengan permasalahan disiplin murid Kementerian Pendidikan Malaysia sendiri telah mengambil inisiatif dengan menganjurkan Konvensyen Disiplin Peringkat Kebangsaan di Kuala Lumpur. Tujuan konvensyen ini adalah untuk membincangkan kemelut disiplin yang tidak berkesudahan yang berlaku dalam kalangan murid sekolah. Antara isu yang dibangkitkan ialah persoalan mengenai hukuman fizikal.Antara jenis hukuman fizikal yang diperdebatkan ialah hukuman rotan.Terdapat banyak kajian lalu yang dilakukan oleh para sarjana Barat terhadap hukuman fizikal yang memfokuskan kepada beberapa topik yang berbeza.James (1963) umpamanya, menfokuskan kajian kepada pelaksanaan hukuman fizikal dari aspek perundangan, kes-kes mahkamah dan pandangan masyarakat terhadap hukuman fizikal.Clarizio (1971) menyentuh tentang kesan dan jenis-jenis hukuman fizikal. Selain itu, ada juga pengkaji yang menjalankan kajian terhadapkesan hukuman fizikal, Hyman dan Wise, (1979) membuat kajian perbandingan terhadap kesan hukuman fizikal ke atas negeri-negeri di Amerika Syarikat yang melarang hukuman fizikal dengan negeri-negeri yang tidak melarang hukuman fizikal. Burns dan Straus(1987) juga mengkaji tentang kesan hukuman fizikal, mereka membuat kajian ke atas ibu bapa dan guru di sepuluh buah negara di Eropah yang membenarkan hukuman fizikal. Straus(1994) pula mengkaji perhubungan antara hukuman fizikal dengan keagresifan dan beliau juga telah mempelbagaikan kajiannya dengan mengkaji perkaitan hukuman fizikal dengan sikap dendam. Tsang (1995), membuat kajian berkenaan dengan hukuman fizikal yang wujud dalam keluarga.

Straus(1996), sekali lagi muncul dengan kajian yang mengkaji perkaitan hukuman fizikal dengan masalah psikologi seperti stres dan depresi.Diikuti oleh Muhammad Shahabaz Arif dan Muhammad Shaban Rafi (2007), mengkaji tentang kesan hukuman fizikal dan kesan rawatan psikologi terhadap pembelajaran murid.Di Malaysia, kajian ilmiah yang memfokuskan kepada persoalan hukuman fizikal di sekolah masih kurang diberi perhatian serius jika dibandingkan dengan Barat. Antara kajian yang

302

Page 40: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PENERIMAAN IBU BAPA, GURU DAN MURID TERHADAP HUKUMAN FIZIKAL

Zunaidi Harun, Norani Mohd. Salleh, PhD., danAbd Razak Zakaria, PhD.

PENGENALAN

Pengurusan disiplin di sekolah merupakan antara isu yang sering dibangkitkan oleh pelbagai pihak dan ia merupakan satu tanggungjawab yang sangat mencabar kewibawaan guru khususnya dalam mencari pendekatan terbaik dan berkesan untuk menangani masalah disiplin murid yang kian meningkat.Salah laku disiplinperlu ditangani dengan baik dan dicegah sebelum ia menjadi semakin parah. Dalam hal ini,tentunya guru adalah pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pencegahan ini. Pencegahan salah laku disiplin ini perlu ditangani dengan bijak oleh guru.Terdapat beberapa pendekatan utama yang sering dipraktikkan oleh guru antaranya ialah pendekatan menggunakan hukuman fizikal (Hyman et al., 1977).

Penggunaan hukuman fizikal menjadi lebih sensasi apabila hukuman fizikal yang berlaku meninggalkan kesan fizikal kepada murid. Sebagai contoh, pada 2 Mac 2010, akhbar Utusan Malaysia memaparkan berita tentang dakwaan seorang murid yang telah dicakar oleh guru (Utusan, Mac 2, 2010). Ibu bapa tidak berpuas hati dan menganggap hukuman tersebut tidak berperikemanusiaan dan mencabar maruah murid. Apa jua alasan yang diberi oleh guru, hukuman fizikal tetap mengundang pelbagai reaksi daripada murid, ibu bapa dan masyarakat.Pada 28 Mac 2014, sepasang suami isteri rakyat Malaysia telah didakwa dan dijatuhkan hukuman penjara oleh kerajaan Sweden kerana memukul anak lelaki mereka akibat melanggar Akta Perlindungan Kanak-kanak Sweden telah menggemparkan dan menarik perhatian masyarakat Malaysia dan juga masyarakat antarabangsa. Si isteri telah dijatuhi hukuman penjara selama 14 bulan manakala si suami dikenakan hukuman penjara selama 10 bulan(Utusan Malaysia, April 23, 2014).

Di Malaysia sokongan terhadap hukuman fizikal-rotan telah disuarakan oleh beberapa pihak antaranya ialah Presiden Majlis Permuafakatan Persatuan Ibu Bapa dan Guru Nasional(PIBGN), Mohamad Ali Hassan(Kosmo, Februari 3, 2010). Menurut beliau hukuman rotan merupakan pendekatan terbaik untuk menangani disiplin murid sekalipun

301

3. Rancang garis besar presentasi (sistimatika penyampaian/presentasi

disesuaikan dengan sifat materi dan kondisi peserta).

4. Susun pendahuluan dan penutup presentasi (pendahuluan sangat penting untuk merangsang perhatian dan mengorientasi peserta, sedangkan penutup harus mampu memberikan kesan utuh dan lengkap pada presentasi).

5. Lakukan Riset/telaah terhadap topik yang akan dipresentasikan (ini dilakukan untuk mengantisipasi forum tanya jawab yang dilakukan setelah presentasi sehingga dapat memberikan jawaban yang memuaskan).

6. Siapkan catatan dan alat bantu visual (penggunaan media seperti print-out, LCD Proyektor, dll yang dapat memperjelas informasi dan menjadikan presentasi lebih menarik).

7. Berlatihlah sebelum presentasi (latihan yang baik akan mempengaruhi penampilan dan kinerja).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah: (1) Gunakan bahasa yang sederhana karena tujuannya adalah untuk berkomunikasi; (2) Berikanan penekanan pada kata-kata kunci, pastikan audience menyadarinya dan ulangidengan menggunakanungkapanyang berbeda; (3) Periksapengucapan kata-katayang sulit, tidak biasa, ataukata- kata asing terlebih dahulu sebelum disampaikan. Menggunakan suara dengan efektif juga perlu diperhatikan, umpamanya; berbicaralah dengan cukupkerasuntuksemua orang yang hadir di dalam ruangan; berbicaralah dengan perlahan tetapi jelasdan tidak terburu-buru; variasikankualitassuara dengan menggunakanvolume suara yang bervariasi dan memperlambat volume suara ketika mengucapkan poin-poin penting.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini adalah sebuah penelitian tindakan kelas yang dimaksudkan untuk meningatkan kualitas pembelajaran. Adalah sangat penting bagi penulis untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi didalam kelas, terutama yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris mahasiswanya. Penulis ingin mengetahui, apa yang sebenarnya difikirkan mahasiswa, bagaimana reaksi mereka terhadap proses pembelajaran danapa

32

Page 41: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

yangmereka perlukanuntukfokus pada peningkatan kemampuan berbicara dan bagaimana mereka harusberubah danapa yangbermanfaat bagimereka.

Penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat dan mencari alternatif dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kegiatan mengajar dengan cara-cara tertentu. Pada kegiatan pembelajaran dengan oral presentation, mahasiswadimintauntuk duduk dalam kelompok yang terdiri dari empat orang dan mempersiapkanpresentasidikelasdengan topik yang telah dipersiapkan dan disepakati bersama, yang tentu sajaberkaitan dengan tema pelajaran.Setiap kelompok diberikan waktu 10 menit untuk presentasi dan 15 menit untuk tanya jawab. Mahasiswadiizinkan untuk menggunakankomputerdanproyektor. Iniberarti bahwamereka harusmempersiapkanpowerpointuntuk presentasimereka.

Sebelum kegiatan presentasi dilaksanakan,terlebih dahulu mahasiswa mendapat penjelasan ataupun petunjuk rinci tentang cara untuk mempersiapkan presentasi, bagaimana membagi tugas pada setiap anggota kelompok untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok harus memberikan suara dalam presentasi, dan bagaimana membuat presentasi menjadi efektif. Yang lebih penting lagi, mahasiswa juga mendapat informasi tentang kriteria penilaian terhadap penampilan mereka. Selain itu juga harus dipastikan bahwa semua mahasiswa benar-benar mengerti tentang apa yang harus mereka lakukan dengan mengadakan cross-check melalui pertanyaan-pertanyaan.

Mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk memberi komentar pada presentasi teman-teman mereka. Selama presentasi, mereka bertindak sebagai penonton, pengamat dan penilai. Selanjutnya, umpan balik dari dosen terhadap presentasi mahasiswa juga diberikan agar mahasiswa dapat meningkatkan kualitas presentasi dan keterampilan berbicara mereka.

Tes kemampuan berbicara digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara Bahasa Inggris mahasiswa dalam bentuk pretes dan postes. Pretes ini diberikan sebelum kegiatan pembelajaran dengan menggunakan oral presentation dilaksanakan dan postes diberikan setelah treatment (kegiatan pembelajaran dengan menggunakan oral presentation) dilaksanakan.Semua mahasiswa diminta untuk menyampaikan pembicaraan sesuai dengan topik yang telah ditentukan selama lebih kurang lima menit.

Kemampuan berbicara itu diukur melalui 3 indikator (1) delivery, (2) communicative ability, dan (3) content(Matthews 1994), yang kemudian dijabarkan menjadi 10 komponen seperti dibawah ini:

33

Fatimah Abdul Rahman (Ed.) (2000). Multimedia dan Islam. Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia.

Mohd Arif Hj Ismail & Norsiati Razali @ Mohd Ghazali. (2003). “Aplikasi Teknologi Maklumat dan Komunikasi dalam Pengajaran dan Pembelajaran: Perspektif Mata Pelajaran Kimia SPM” dalam Jurnal Pendidikan, Jil.3, Bil.1 [April]. Bangi: Fakulti Pendidikan UKM.

Muhammad Sahari & Hassan Langgulung, (1999). Reasons for school children's poor attitude towards Islamic Educatiuon: A pilot Inquiry, Jurnal Pendidikan Islam Jilid 8. Bil. 3 (June). Kuala Lumpur: IPI-ABIM.

Rabaisyah Azirun (1999). Tahap penggunaan multimedia di kalangan guru-guru Pendidikan Islam di Melaka Tengah, Melaka. Tesis Sarjana Pendidikan tidak diterbitkan: UKM.

Rozinah Jamaluddin, (2005). Multimedia dalam pendidikan, Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.

Wan Hisyamuddin Wan Jusoh ,(2005). Pengajaran ilmu Usuluddin dalam kurikulum bersepadu (KBSM) KPM: Analisis terhadap pelaksanaannya di Terengganu. Disertasi Sarjana Usuluddin tidak diterbitkan: UM.

Yosni Norjannah Yong. (2005). Pengajian al-Quran menerusi multimedia: Suatu kajian terhadap perisian-perisian al-Quran di Malaysia. Disertasi Sarjana Usuluddin tidak diterbitkan: UM.

Zakaria Ahmad, (2005). Pengajaran Al-Quran berbantukan komputer di Maktab Perguruan Teknik. Dimuatturun daripada http://mptkl.tripod.com/rnd/quran_02. htm

Zawawi Hj. Ahmad, (1992). Strategi pengajaran Pendidikan Islam KBSM Ed. 2. Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.

300

Page 42: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Aiiri Abu Bakar. (2003). Sikap pelajar terhadap mata pelajaran Pendidikan Islam:

Satu kajian di sekolah-sekolah menengah daerah Alor Gajah, Melaka. Tesis Sarjana Pendidikan tidak diterbitkan: UKM

Blair G.M, et al.. (1991). Psikologi pendidikan. Terj. Noran Fauziah Yaakub. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Baron A.E. & Orwig G.W. (1995). Multimedia technologies for training: An introduction. Colorado: Libraries Unlimited, Inc.

C. Usha Devi A/P Chinnapan. (2000). Keberkesanan penggunaan bahan multimedia dalam pengajaran dan pembelajaran sejarah antara sekolah menengah bestari dan sekolah menengah biasa. Disertasi Sarjana Pendidikan tidak diterbitkan: UM.

Ghazali Darusalam. (2004). Pedagogi pendidikan Islam. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.

Green T.D, & Brown A, (2002). Multimedia projects in the classroom. A guide to development and evaluation. California: Corwin Press, Inc.

Haron Din. (2003). Manusia dan Islam. Jil. (2). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Jamaludin Harun & Zaidatun Tasir. (2003). Multimedia dalam pendidikan. Pahang: PTS Publication and Distributors Sdn. Bhd.

Ismail Hj. Ibrahim. (1999). Isu-isu semasa dari perspektif Islam. Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam (IKIM)

Ismail Zain. (2002). Aplikasi multimedia dalam pengajaran. Kuala Lumpur: Utusan Publications& Distributors Sdn Bhd.

Kamarulzaman Abdul Ghani, & Mohd Aderi Che Noh, (2006). Amalan pengajaran guru Pendidikan Islam mengikut persepsi pelajar. Seminar Amalan Pengajaran Guru Pendidikan Islam: UKM Selangor.

Khadijah Abdul Razak,& Shahrin Awaludin, (2006.april). Amalan pengajaran guru Pendidikan Islam: Penilaian kendiri guru Pendidikan Islam. Seminar Amalan Pengajaran Guru Pendidikan Islam: UKM, Selangor.

Kementerian Pendidikan Malaysia, (2002). Sukatan pelajaran Pendidikan Islam Tingkatan Satu hingga Lima KBSM. Kuala Lumpur: Pusat Perkembangan Kurikulum.

Mashkuri Yaacob, Salimah Mokhtar dan Abdullah Ghani (2000) Multimedia dari perspektif al Quran. dalam Abu Bakar Abdul Majeed & Siti

299

A. Delivery

_______ Maintaned eye contact with listeners in all parts of the room.

_______ Spoke loudly and clearly.

_______ Spoke in a natural, conversational manner.

_______ Used effective posture, movement, and gestures.

B. Communicative Ability

_______ Pronunciation was clear.

_______ Spoke fluently, without two much hesitation or repetition.

_______ Grammar and vocabulary choices were reasonably accurate.

C. Content

_______ Fullfilled assignment.

_______ Met time limit.

_______ Developed topic with sufficient reasons, examples, and details.

Skor akhirkemampuan berbicara mahasiswa diperoleh dengan menjumlahkan nilai keseluruhan komponen diatas. Masing-masing komponen diberi nilai dengan rentangan 1 sampai 10. Dengan demikian skore kemampuan berbicara mahasiswa akan berada dalam rentang 10 sampai 100. Kemudian tingkat kemampuan berbicaramahasiswa akan dikategorikan menjadi: Poor (0 - 35); Fair (36 – 55); Average (56 – 70); Good (71 – 85); dan Excellent (86 – 100).

Setelah nilai pretes mahasiswa dianalisia, maka dapat diinformasikan hal-hal sebagai berikut : (1) Pada komponen delivery, nilai rata-rata mahasiswa adalah 57. (2) Pada komponen Communicative Ability, nilai rata-rata mahasiswa sebesar 54. (3) Pada komponen Content, nilai rata-rata mahasiswa adalah sebesar 62.Dengan demikian, nilai rata-rata kemampuan berbicara Bahasa Inggris mahasiswa secara keseluruhan adalah 57.6, artinya berada pada tingkat “Average”

Setelah nilai postes kemampuan berbicara mahasiswa diolah, maka dapat diinformasikan hal-hal sebagai berikut : (1) Pada komponen delivery, nilai rata-rata mahasiswa adalah74. (2) Pada komponen Communicative Ability, nilai rata-rata mahasiswasebesar 82. (3) Pada komponen Content, nilai rata-raa mahasiswa adalah sebesar 76. Dengan demikian, nilai rata-rata

34

Page 43: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kemampuan berbicara Bahasa Inggris mahasiswa secara keseluruhan adalah 77.3, artinya berada pada tingkat “Good.”

Berdasarkan analisis nilai pretesdan postes terlihat bahwa penerapan oral presentation dalam kegiatan belajar mengajar ternyata mampu membuat mahasiswa berbicara dengan lebih baik dan lebih efektif dibandingkan dengan situasi saat pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode biasa yang bersifat teacher-centtered. Kemampuan berbicara bahasa Inggris mahasiswa dapat meningkat dari “average” menjadi “good”.

Hasil analisis terhadap angket yang diberikan membuktikan bahwa ternyata mahasiswa secara keseluruhan memiliki sikap yang sangatpositif terhadap kegiatan oral presentation. Mereka juga memiliki keyakinan yang tinggi tentangmanfaatdan kegunaanmelakukanoral presentation dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris. Secara khusus mahasiswa mengatakan bahwa mereka setujubahwa kegiatan oral presentation dapat membantu mereka belajar Bahasa Inggrislebih baikkhususnya dalam melatih keterampilan berbicara.

Lebih darisetengah dari mahasiswa(67,1%) percayabahwa oral presentation adalah sesuai bagi merekadan 58,6% melaporkan bahwa mereka merasa percaya dirisaat melakukanpresentasidalam bahasa Inggris. Meskipun hampirsemua mahasiswasudah pernah melakukan presentasidikelassebelumnya, 71,3% dari mahasiswa merasa sulituntukmenyampaikanoral presentation dalam Bahasa Inggris secara lisandi kelas.Kesulitaan ini disebapkan oleh dosendan mahasiswa. Dosen mungkin belum memberikanbimbingan yang cukupdaninstruksi yang jelas kepada mahasiswa, sehinggamereka masih bingungtentangapa yang harus dilakukandan bagaimana melakukannya. Dilain pihak, kemampuan berbicararelative kurang baik, pengucapanyang salahdan kosa katayang kurang memadai merupakan faktor utama yang menyebapkan presentasi yang dilakukan mahasiswarelative belum baik. Mahasiswa mengatakan bahwa mereka takutmembuat kesalahan dankehilangan mukadi depanteman-teman sekelas. Bahkan, mereka tidakcukup berpengalaman untuk membuatpresentasi yang efektif.

Angket yang diberikan juga meminta mahasiswa untuk memberikan saran tentang bagaimana meningkatkan efektivitas oral presentationdalam pelajaran berbicara bahasa Inggris. 86,3% dari mahasiswa menginginkan agar dosen memberikan lebih banyak umpan balik pada kesalahan pengucapan (pronunciation); 78,3% menyukai diberikan umpan balik tentang kesalahan tata bahasa (structure); 57,1% pada bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, kontak mata dan gerak tubuh. Sejumlah 54,8% dari mahasiswa lebih

35

menggunakan kaedah dan bahan bantu mengajar yang menarik perhatian murid seperti penggunaan multimedia ini walaupun berbagai rintangan mesti ditempuhi jika mereka berkeinginan untuk melihat keteguhan aqidah dan kemuliaan akhlak anak bangsa kita.

KESIMPULAN

Sebagai rumusannya, pengajaran Aqidah sangat penting untuk diajar dengan cara yang berlainan dan dengan cara terkini menggunakan multimedia kerana ianya sesuai dengan masa kini, lebih menarik, murid senang memahami fakta dalam Aqidah dan yang pentingnya tidak bertentangan dengan Agama Islam. Ini juga diharapkan boleh memberikan kesan jangka panjang iaitu murid dapat menghayati pelajaran ini dalam kehidupan seharian mereka dan memperbaiki akhlak mereka ke arah yang lebih baik. Inilah di antara matlamat utama pengkaji ketika ingin menyelidik berkait dengan penggunaan multimedia dalam Pendidikan Islam khususnya dalam pelajaran Aqidah.

RUJUKAN

Abdul Ghani Samsuddin & Norhashimi Saad, (1997). Kelas elektronik dan pengajaran Pendidikan Islam. Seminar Kebangsaan Pendidikan Guru: UPM, Selangor.

Rosnaini Hj.Mahmud, Mohd Arif Hj.Ismail, Abdullah Mohd Sarif (2000). “Aplikasi multimedia interaktif dalam pengajaran geografi.” International Conference: Education & ICT in the New Millennium: Park Royal Kuala Lumpur.

Ulwan, Abdullah Nasih. (2000). Pendidikan anak-anak dalam Islam. Jilid (2), Terj. Syed Ahmad Semait. Singapura: Pustaka Nasional.

Abdul Salam Muhamad Shukri, (2003). Panduan mengajar Akidah kepada anak- anak. Pahang: PTS Publications & Distributor Sdn Bhd.

Ab. Halim Tamuri,& Zarin Ismail, (2006.april). Amalan pengajaran guru Pendidikan Islam di bilik darjah: Satu analisis pemerhatian. Seminar Amalan Pengajaran Guru Pendidikan Islam; UKM, Selangor.

Abu Zahari Abu Bakar, (1988). Memahami psikologi pembelajaran. Petaling Jaya: Fajar Bakti Sdn. Bhd.

Ahmad Mohd Salleh. (2003). Pendidikan Islam: falsafah, sejarah dan kaedah pengajaran dan pembelajaran. Selangor: Fajar Bakti Sdn. Bhd.

298

Page 44: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

dihasilkan oleh pengolahan pemikiran ke atas rangsangan–rangsangan yang diterima melalui pancainderanya. Allah berfirman dalam surah Al-Balad (8-10) yang bermaksud:

“Bukankah jadikan untuk manusia itu dua biji mata, lidah dan dua bibir di samping kami menunjukkan dua jalan yang boleh ditanggapi mereka”.

Allah Taala juga berfirman di dalam surah al-Isra’, aya 36, yang bermaksud:

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan pemikiran semuanya adalah bertanggungjawab belaka."

Ayat-ayat ini menjelaskan tentang kecerdasan manusia yang bermula dengan perubahan tingkahlaku akibat daripada pengolahan pemikiran yang mana ia melalui dua proses yang biasa berlaku dalam konunikasinya dengan alam sekeliling. Setiap apa yang ia nampak akan terus ke otak lalu diubah menjadi fikiran dan yang kemudian dijelmakan melalui percakapan yang dituturkan melalui mulut. Proses kedua ialah setiap bunyi yang didengar akan terus dihantar ke otak dan diproses menjadi satu isyarat yang boleh difahami atau tidak difahami. Dari sini terbit tindakbalas dari si pendengar, jika ia faham ia akan menggangguk kepala, andai ia ditidak faham, ia akan menggelengkan kepalanya. Disini jelas betapa kebijaksanaan Allah menjadikan alat komunikasi dalam diri manusia. Walaupun begitu, kita harus faham bahawa kecerdasan manusia mempunyai pertalian dengan rangsangan yang kuat dan cukup. Dengan ini para guru mesti memberikan rangsangan yang cukup melalui penglibatan sebanyak mungkin pancaindera murid agar pembelajaran mereka dapat berjalan dengan baik. Langkah terbaik untuk melibatkan lebih banyak pancaindera ialah dengan menggunakan bahan bantu mengajar yang berkesan dan menarik iaitu menggunakan multimedia.

Walaupun tidak banyak kajian tentang keberkesanan penggunaan multimedia terhadap pendidikan Islam khususnya pelajaran Aqidah, tetapi pengkaji merasakan bahawa pendapat-pendapat di atas telah memberikan gambaran yang jelas kepada guru-guru Pendidikan Islam tentang pentingnya menggunakan multimedia dalam Pendidikan Islam khususnya dalam pelajaran Aqidah dan mesti menggunakan multimedia dalam pengajaran mereka mula dari sekarang jika mereka masih lagi ragu-ragu untuk menggunakannya.

Oleh itu sebagai guru Pendidikan Islam, mereka mesti menyahut cabaran ini dengan mempelbagaikan pendekatan dalam pengajaran Aqidah supaya menjadikan pengajaran Aqidah lebih berkesan kepada murid serta mencapai objektif yang dikehendaki. Mereka amat digalakkan

297

suka diberi komentar pada isi (content) dan susunan (organization). Sebahagian kecil saja dari mahasiswa yang mengharapkan komentar tentang intonasi (intonation). Sejumlah 69% dari mahasiswa mengharapkan pujian pada presentasi yang telah mereka lakukan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang mahasiswa, diperoleh informasi bahwa para mahasiswa ingin dosen membantu mereka untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam beberapa hal. Pertama-tama, dosen harus memberikan model dalam menyampaikan oral presentation, yang termasuk bagaimana memperkenalkan topik, bagaimana menyajikan materi, bagaimana pindah dari satu bagian ke bagian lain dari presentasi serta bagaimana untuk menyimpulkan.

Kedua, mahasiswa berpendapat bahwa dosen harus membantu mahasiswa meningkatkan pengucapan (pronunciation) dengan memberikan contoh pengucapan yang benar dari kata-kata mahasiswa yang salah ucap. Mahasiswa menyatakan bahwa dosen harus selalu mengingatkan mahasiswa untuk fokus pada ucapan mereka, menekankan kata-kata kunci, menggunakan pola intonasi yang tepat. Ketiga, para mahasiswa mengemukakan bahwa hal terpenting adalah memberikan umpan balik yang kritis setelah setiap presentasi dan memberikan pujian pada presentasi yang disampaikan dengan baik.

KESIMPULAN

Hasil penelitian membuktikan bahwa oral presentation merupakan kegiatan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahada Inggris mahasiswa. Mahasiswa juga mempunyai sikap positif terhadap pelaksanaan kegiatan ini dalam proses pembelajaran. Walaupun terdapat beberapa kelemahan, mahasiswa percaya bahwaoral presentation dapat membantu mereka belajar bahasa Inggris lebih baik, khususnya untuk meningkatkanketerampilan berbicara.Secara keseluruhan,komentar atau umpan balik yang konstruktif dan terus-menerusdari dosendan teman sekelasterhadap presentasi mahasiswa memainkan peran yang sangat penting agar mahasiswa dapat meningkatkan kualitas presentasi dan keterampilan berbicara.

RUJUKAN

Brown, H. Douglas, 2004. “Assessing Speaking” Language Assessment: Principal and Classroom Practice. San Francisco: Pearson Education. Inc.

36

Page 45: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Brown, Gillian and George Yule, 1999. Teaching the second Language (2nd ed).

Melbourne: Cambridge University Press.

Donna Swarthout. 2013. Oral Communication: Definition, Types & Advantages. http://education-portal.com/academy/lesson/oral-communication-definition-types-advantages.html#lesson[23 Mei 2014].

Haris, David P., 1969. Testing English as a Second Language. New York: Mc Grow Hill.

Harmer, Jeremy, 1991. The Practice of English Language Teaching. New York: Longman.

Hornby, 1987. Oxford Learner Dictionary. Washington. Oxford University Press.

Jessica Cook 2013. Definition of an "Oral Presentation.http://dailyenglish24. Blogspot.com/2013/09/what-is-oral-presentation-definition.html [23 Mei 2014].

Nguyen Thi Tam. 2012. An action research on developing speaking skill through oral presentations with reference to the course book "Talk time" for the second-year non-major students at Hanoi University of Industry. M.A Thesis University of Languages and International Studies

Nunan, D. 1998. Language Teaching Methodology. Teacher Education and Development. A textbook for Teachers. Macquqrie University: Sydney.

Ido Priyono Hadi. 2001. Komunikasi Lisan. http://faculty.petra.ac.id/ido/courses /7_komunikasi _ lisan.pdf. [23 Mei 2014].

O’Mallay, J. Michael, and Lorraine Valdez Pierce, 1996. Authentic Assessment for English Languagr alearners, Addison: Wesley Publishing Company.

Santosa Nusa Putra (2009). Komunikasi Lisan yang efektif.http://paksan.wordpress. com/2012/02/21/presentasi-lisan-yang-efektif/. [23 Mei 2014].

Ur, Penny, 2000. A Course in Language Teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge University Press.

Wardhani I. G. A. K., et.al, .2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. UniversitasTerbuka: Jakarta

Weir, C.J., 1993. Understanding and Developing Language Test. New York. Prentic Hall.

37

Pendapat ini disokong oleh Abdul Salam Mohd Shukri (2003), bahawa asas kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat ialah aqidah. Aqidah adalah ibarat akar tunjang ataupun batang kepada sepohon pokok. Kesemua dahan dan ranting bergantung hidup kepadanya. Jika tunjangnya rosak ataupun dirosakkan, maka akibatnya amat berat. Begitulah beliau memberikan analogi tentang kepentingan aqidah. Jika aqidah itu amat penting, maka pendidikan untuk menanam dan memperolehi aqidah juga amat penting. Aqidah wajib ditanam sejak kanak-kanak lagi. Tambahnya lagi, mengabaikan pendidikan aqidah untuk kanak-kanak boleh menyebabkan kerosakkan di muka bumi ini dan maksiat akan berleluasa samada disebabkan oleh kejahilan ataupun terlalu menurut hawa nafsu.

Bagi memantapkan lagi aqidah anak-anak muslim, Ulwan dalam Syed Semait (2000) telah menganjurkan para guru seharusnya menggunakan salah satu metod yang digunakan oleh Al-Quran iaitu pemerhatian terhadap alam meliputi air hujan, pokok, kejadian siang dan malam, alam cakerawala, lautan, gunung-ganang, penciptaan manusia, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya yang boleh membawa kepada keimanan yang kuat kepada Allah. Untuk meyakinkan murid tentang semua ini, guru perlu kepada pendekatan yang khusus seperti membuat lawatan untuk melihat perkara yang sebenar. Namun ini tidak mungkin dilakukan dengan kerap oleh para guru disebabkan kekurangan masa dan kos kewangan.

Bagi pengkaji, tiada cara lain yang paling efektif kecuali guru mesti menggunakan bahan bantu mengajar yang murah dan menarik seperti penggunaan multimedia yang boleh memberikan gambaran yang sebenar kepada murid tentang alam ini dengan hanya berada di dalam bilik darjah tanpa perlu keluar ke tempat lain.

Kaedah ini telah disokong keberkesanannya oleh pakar psikologi barat Blair G.M. et al. dalam Noran Fauziah Yaakub (1991) yang mengatakan bahawa mengikut kajian yang dijalankan oleh mereka iaitu sikap dan peribadi murid lebih mudah dibentuk dan diubah sekiranya mereka mendapat maklumat dan bukti yang mereka lihat dengan mata mereka sendiri. Ini adalah selari dengan fungsi multimedia yang menyediakan maklumat yang benar dan dapat dilihat dan didengar sendiri oleh para murid.

Kepentingan bahan bantu mengajar ini seperti multimedia dalam Pendidikan Aqidah dapat juga kita fahami berdasarkan pendapat yang bernas daripada Zawawi Ahmad (1992), yang menerangkan bahawa manusia adalah makhluk yang amat istimewa yang mempunyai kecerdasan yang optimun. Pembelajaran seseorang berlaku melalui pengalaman yang

296

Page 46: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

sebagai benteng dalam kehidupan seharian murid menjadi kurang berkesan kerana mereka tidak lagi berminat guru Pendidikan Islam yang masih mengamalkan dengan kaedah klasik dan langsung tidak mempunyai bahan bantu mengajar dalam pengajaran mereka berbanding dengan guru subjek lain yang sering menggunakan multimedia dalam pengajaran mereka.

Kelemahan pengajaran Aqidah ini terbukti sebagaimana kajian yang dibuat oleh Wan Hisyamuddin Wan Jusoh (2004) tahap pemahaman dan penghayatan tentang kandungan ilmu Usuluddin bagi murid sekolah menengah di Terengganu masih di peringkat sederhana. Begitu juga pelaksanaan aktiviti pengajaran dan pembelajaran masih kurang menepati kehendak KBSM.

Maksud tidak menepati kehendak KBSM antaranya ialah tidak menggunakan pelbagai pendekatan dan kaedah yang telah disarankan oleh pihak Kementerian Muridan termasuklah tidak menggunakan bahan bantu mengajar sebagaimana yang disarankan seperti penggunaan multimedia. Guru-guru Pendidikan Islam masih lagi menggunakan kaedah lama dalam pengajaran mereka. Ini bukanlah disebabkan mereka tidak mahu mengubah cara pengajaran, tetapi terlalu banyak kekangan yang terpaksa mereka hadapi seperti masalah masa, kurang kemahiran, tidak banyak disediakan CD ROM Pendidikan Islam sepertimana subjek lain dan berbagai lagi.

Begitu juga dengan keputusan kajian yang dibuat oleh Zarin Ismail dan Ab.Halim Tamuri (2006), yang mengkaji amalan pengajaran guru Pendidikan Islam seramai 493 orang di bilik darjah di enam buah negeri di Malaysia yang mendapati bahawa min yang diperolehi oleh guru Pendidikan Islam dalam penggunaan bahan bantu mengajar seperti multimedia hanya 2.73 iaitu berada di tahap sederhana dan hampir kepada tidak memuaskan. Kenyataan ini adalah amat mendukacitakan dan seharusnya diperbaiki dari semasa kesemasa.

Sebagai seorang muslim yang tidak ingin melihat penghakisan Aqidah berlaku kepada anak bangsa kita kerana sebagaimana yang dimaklumi pengajaran Aqidah ini sangat penting. Ini diakui oleh Ulwan (2000) dalam Syed Ahmad Semait mengatakan:

“Bahawa si anak dari sejak dia pandai mengenal dan tahu membezakan mestilah dipertalikan dengan rukun iman yang asasi, juga dengan hakikat-hakikat hari akhirat yang ghaib. Dia mesti diyakinkan dengan berita-berita yang benar yang telah sabit dari hal-hal i’tikad dan perkara-perkara ghaib”...(ms: 378).

295

PROSPEK PROFESION FISIOTERAPI DAN KEPERLUAN PERUBAHAN

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH

Abd Razak Zakaria, PhD.,Munira Mohsin, PhD., dan Hazleena Baharun

PENGENALAN

Fisioterapi merupakan ilmu yang menitikberatkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan terhadap fungsi gerak tubuh serta mengembalikan mobiliti serta fungsi tubuh dengan teknik senaman. Kaedah fizikal digunakan bagi membantu memulihkan kerosakan tisu terutama otot dan sendi. Bidang fisioterapi moden berkembang sebagai cabang daripada penjagaan rawatan profesional bermula beberapa dekad penghujung abad ke 19. Di Eropah, munculnya perubatan moden dan saintifik memberi kesan berhubung dengan kemahiran-kemahiran baru dan kemahiran-kemahiran lama seperti tetapan tulang, penggunaan herba dan pelbagai terapi fizikal telah hilang tempat dalam profesion perubatan yang diperkaya dengan teknik diagnosis yang saintifik dan rawatan yang lebih selamat(Turner, 2001; Council of Australian Governments;2006; Australian Health Ministers’ Conference, 2004; Nall, 2005).

Dalam situasi yang sentiasa berubah, kebanyakan ahli terapi tradisional berhadapan dengan pilihan sama ada kekal dalam budaya dan amalan fizikal yang sama atau mempertingkatkan diri dalam sistem penjagaan kesihatan yang lebih profesional. Ahli terapi tradisional perlu mencari tempat dalam amalan perubatan moden. Kemahiran mereka juga manual, tanpa penggunaan dadah dan terhad di bahagian luar tubuh. Tambahan lagi, terapi tradisional dikaitkan hanya dengan rawatan fizikal dan senaman yang merupakan sebahagian daripada budaya spa masa lalu dan ternyata tidak mempraktikkan mana-mana domain profesional(Minns & Bitchell, 1998).

Pada masa sekarang fisioterapi telah berkembang dari hospital ke pelbagai unit perubatan dan ahli fisioterapi pada masa kini bekerja di klinik, pusat rawatan, sektor swasta dan juga di sekolah(Australian Physiotherapy Council, 2008; Australian Standards for Physiotherapy, 2006). Seiring dengan perkembangan yang begitu dinamik, bidang fisioterapi kini merupakan sebahagian daripada perkhidmatan kesihatan yang aktif memberikan sumbangan terhadap pencapaian kesihatan yang optimum bagi seseorang individu dan masyarakat dalam mencegah, merawat dan memulihkan gangguan gerak fungsi melalui proses fisioterapi. Pada hari ini

38

Page 47: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

ia merupakan satu profesion perubatan yang boleh diceburi iaitu dari neonatal hingga ke geriatric(Minns & Bitchell, 1998).Bidang ini telah mendapat pengiktirafan yang meluas dan menjadi pilihan sebagai satu bidang kerjaya. Pengkhususan mengikut bidang–bidang tertentu di dalam profesion fisioterapi menjadikan bidang ini semakin mendapat tempat dan terbuka luas dalam pasaran tenaga mahir(Department of Employment and Workplace Relations 2006; Bentley & Dunstan 2006; Department of Human Services, 2007). Ini telah meningkatkan keperluan ahli fisioterapi di negara kita.

Kita sering mendengar persaingan yang hebat untuk mengikuti bidang perubatan. Walaupun kos pembelajaran dalam bidang ini agak mahal, namun peluang kerjaya dalam bidang perubatan adalah luas dan cerah(Access Economics, 2002; Productivity Commission, 2005; Conn, Harris, and Gavel, 2001; Department of Health and Aged Care (DHAC), 2001; Joyce, and McNeil, 2006; McMeeken, Grant, Webb, Krause, & Garnett 2008). Para doktor tidak dapat merawat pesakit tanpa bantuan jururawat, juru farmasi, ahli fisioterapi, juru x-ray dan sebagainya. Selari dengan kesedaran masyarakat terhadap penjagaan kesihatan, seharusnya membawa kepada peningkatan bilangan institusi kesihatan kerajaan mahupun swasta dan syarikat–syarikat gergasi farmaseutika(Anderson, Ellis, Williams, & Gates, 2005; Chipchase, Galley, Jull, McMeeken, Refshauge, Naylor, & Wright, 2006). Sehubungan itu pihak kerajaan perlu bersedia bagi menghadapi perubahan ini. Kursus-kursus Sains Kesihatan seperti fisioterapi adalah satu prospek baru yang perlu diperkenalkan di sekolah-sekolah menengah di negara ini(Allen, 2000;Turner, 2001; Chartered Society of Physiotherapy, 2006; Blackstock & Jull, 2007; McMeeken, Webb, Krause, Grant, & Garnett, 2005).

Di Malaysia bilangan ahli fisioterapi masih sedikit. Menurut statistik unjuran stok dan keperluan tenaga manusia, menjelang tahun 2010 anggota tenaga paramedik mahir dan berpengetahuan yang diperlukan sekurang-kurangnya seramai 87,442 orang. Tan Sri Muhyiddin Yassin dalam kenyataannya di pembukaan mesyuarat Malaysian Psysiotherapist Association (MPA) kali ke 47 menggesa pengamal fisioterapi di negara ini untuk menyediakan input kepada kesedaran kesihatan di kalangan kanak-kanak sekolah. Kempen itu akan menjadi platform yang berkesan untuk mendidik anak-anak muda serta ibu bapa mereka dalam mengamalkan gaya hidup dan menjalani kehidupan yang sihat. Sebagai sebahagian daripada usaha untuk menangani masalah obesiti kanak-kanak dan isu-isu kesihatan yang lain dalam kalangan golongan muda, beliau menggalakkan MPA bekerjasama dengan Kementerian Pelajaran untuk menganjurkan kempen

39

sebahagian mata pelajaran Pendidikan Islam Sekolah Menengah di Malaysia. Ianya sebagai kesinambungan daripada pelajaran aqidah yang diajar di peringkat sekolah rendah. Sukatan pelajaran dalam Pendidikan Aqidah ini telah disusun mengikut kesesuaian tahap kemampuan murid mengikut Tingkatan. Adakalanya tajuknya berulang pada tingkatan yang berlainan tetapi pengisian akan berbeza. Tajuk-tajuk Aqidah berkisarkan 4 tajuk utama iaitu berkait dengan perkara Uluhiyyat, Ghaibiyat, Mumkinat dan Nubuwwat (KPM, 2002).

Walaupun Empat perkara utama yang dibincangkan dalam pelajaran Aqidah ini kelihatan agak berat. Namun ianya sangat penting untuk menerapkan pegangan yang kukuh kepada murid hari ini. Pihak yang menggubal sukatan ini tidak ada pilihan kerana ini merupakan asas yang mesti diketahui dan dihayati oleh setiap muslim yang mukalaf. Hanya yang mampu dibuat oleh penulis teks pelajaran Aqidah ialah mempermudahkan penerangan dan memasukkan elemen-elemen yang boleh menarik perhatian murid.

Mengikut Abdul Salam Mohd Shukri (2003) , salah satu pendekatan atau kaedah yang mesti digunakan oleh guru Pendidikan Islam ialah mengajar pendidikan Aqidah sehingga ianya menjadi satu pelajaran yang seronok dimuridi, mudah difahami dan yang penting sekali ialah akan dihayati oleh murid sepanjang hidup mereka. Pendekatan ini sesuai dengan jiwa murid yang masih muda dan mentah. Al-Bukhari meriwayatkan daripada Anas bahawa Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud: ”Mudahkanlah jangan memayahkan, berikanlah berita gembira jangan menyebabkan mereka lari”.

Dengan ini, guru Pendidikan Islam seharusnya memikirkan kaedah yang terbaik dalam pengajaran Aqidah. Ini juga adalah selari dengan pendapat Ahmad Mohd. Salleh (2003), adalah perlu seseorang guru merancang dengan baik tentang satu-satu kaedah yang hendak digunakan bagi satu pengajaran. Pemilihan kaedah dan bahan bantu mengajar yang sesuai akan membawa pengajaran yang berkesan serta pembelajaran yang bermakna dan menyeronokkan.

Pada kebiasaannya, guru Pendidikan Islam hanya menggunakan kaedah lama sebagaimana dalam kajian yang dibuat oleh Muhammad Sahari dan Hassan Langgulung(1997), Kamaruzzaman dan Mohd Aderi Che Noh (2006) yang mana guru-guru hanya menggunakan kaedah penerangan dan perbincangan dalam pengajaran mereka tanpa menggunakan bahan bantu mengajar yang berkesan, dengan ini matlamat untuk menjadikan subjek Pendidikan Islam khususnya subjek Aqidah

294

Page 48: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Gambar rajah 1.1: Pengajaran Berkesan

(Ubahsuaian daripada Ismail Zain, 2002)

Semua masalah dan kekangan yang disebutkan di atas menjadi penyumbang terbesar kepada guru-guru Pendidikan Islam untuk tidak menggunakan multimedia sebagai BBM dalam pengajaran mereka dan menjadikan alasan mereka untuk terus mengekalkan cara tradisional dalam pengajaran mereka.

PENGAJARAN AQIDAH DAN MULTIMEDIA DI PERINGKAT SEKOLAH MENENGAH

Menurut Ghazali Darussalam (2004), pendidikan aqidah ialah teras yang perlu diajar sebelum seseorang murid memmuridi subjek-subjek lain. Ini kerana Pendidikan tauhid merupakan asas keimanan dan keyakinan manusia terhadap keesaan Tuhan disamping kepercayaan terhadap rukun iman yang enam perkara. Jika ilmu tauhid ini telah ditanam di akal dan sanubari seseorang maka ilmu-ilmu lain yang akan bernaung di bawahnya. Dengan lain perkataan ilmu tauhid menjadi asas dan puncak serta paksi kepada pelbagai jenis ilmu.

Bersumberkan kepada pentingnya Pendidikan aqidah ini, ianya telah dijadikan salah satu komponen dalam bahagian Ulum Syar’iah iaitu

Psikologi Strategi Kecerdasan

Kemahiran Multimedia?

PENGAJARAN BERKESAN

Pedagogi

Teknolog

293

kesedaran kesihatan di sekolah-sekolah(Malaysian Psysiotherapist Association, 2010).

Persatuan Fisioterapi Malaysia (MPA) dalam kajiannya mendapati bidang fisioterapi dalam sektor kesihatan Malaysia amat diperlukan dan kerajaan perlu memberi laluan kepada kolej-kolej swasta dan institusi pengajian tinggi untuk menyediakan kursus-kursus bagi menyediakan tenaga mahir dalam bidang ini. Terdapat 209 hospital swasta dan 157 hospital awam di negara ini, yang memerlukan kira-kira 750 ahli fisioterapi. Selain itu, kerajaan juga perlu mengambil kira ahli fisioterapi yang bekerja dalam pertubuhan-pertubuhan bukan kerajaan (NGO), dan sektor kerajaan seperti Kementerian Pembangunan Wanita, Keluarga dan Masyarakat. Selain itu, kira-kira ahli fisioterapi yang menjalankan amalan persendirian dan bekerja di klinik swasta. Persatuan Fisioterapi Malaysia (MPA) mendapati purata nisbah ahli fisioterapi kepada penduduk negara adalah 1:27,000 berbanding dengan 1:14,000 bagi negara-negara maju dan 1:500,000 di bawah negara-negara maju. Persatuan Fisioterapi Malaysia (MPA) meramalkan bahawa akan ada kira-kira 19,000 ahli fisioterapi di negara ini menjelang 2020, apabila penduduk yang dianggarkan akan menjadi 30 juta, memberikan nisbah 1:1,700. Justeru, kerajaan perlu mengkaji semula sasaran ini dan mencadangkan agar ahli fisioterapi yang dihasilkan boleh dilantik ke sekolah-sekolah di bawah skim guru-guru lepasan ijazah (KPLI). Mereka boleh menjadi guru dan masuk ke dalam pelbagai bidang kepakaran dan boleh menjadi pendidik fizikal. Justeru, sekolah akan mempunyai tenaga pengajar dalam bidang fisioterapi dan Kementerian Pelajaran Malaysia perlu menyediakan ruang untuk bidang ini berkembang di sekolah. Untuk mengatasi masalah ini pengkaji inginkan mendapatkan maklum balas daripada pakar–pakar untuk menyerap masuk subjek fisioterapi dalam kurikulum sekolah menengah yang sedia ada.

Bertepatan dengan keperluan semasa dalam bidang fisioterapi, kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti bidang-bidang fisioterapi yang akan wujud di pasaran pada masa hadapan. Di samping itu pula, jangkaan keperluan bidang fisioterapi bagi memenuhi pasaran tenaga kerja dan subjek yang bersesuaian untuk diserapkan ke dalam kurikulum serta mengetahui keperluan prasarana bagi tujuan penyerapan subjek fisioterapi dalam kurikulum sekolah.

METODOLOGI

Teknik Delphi digunakan dalam kajian ini. Saedah Siraj(2008) berpendapat Teknik Delphi adalah satu pendekatan yang sistematik yang

40

Page 49: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

direka untuk mendapatkan kesepakatan atau konsensus pendapat pakar mengenai masa depan tanpa sebarang pengaruh peribadi. Teknik ini adalah yang terbaik untuk membuat kajian terhadap Prospektus Profesion Fisioterapi masa depan dan impaknya kepada kurikulum sekolah menengah kerana ianya merupakan satu pendekatan yang berstruktur di mana proses komunikasi kumpulan pakar dalam bidang ini dapat dilakukan secara berkesan dan tanpa bersemuka(Adler & Ziglio, 1996; Henson, 1980; Ziglio, 1996). Pembinaan item berdasarkan kesepakatan(konsensus) pandangan dalam kalangan pakar bagi mendapatkan tahap kesahan dan kebolehpercayaan yang tinggi(Gay & Airasian, 2000;Rubin, & Babbie, 2001). Menurut Steward, Halloran, dan Harrigan (1999), kepakaran seseorang individu dalam bidangnya berupaya menyelesaikan isu yang dikenal pasti kerana mereka boleh meramal masa depan.

Panel Pakar

Pakar-pakar dalam kajian ini adalah seramai 15 orang pakar yang dipilih secara bertujuan(purposive). Mereka yang dipilih sebagai pakar adalah terdiri daripada kumpulan yang mempunyai kepakaran dalam bidang fisioterapi, perubatan, pembangunan kurikulum dan pendidikan menengah. Pakar-pakar yang dipilih adalah 20 orang yang memiliki pengetahuan, menceburi dan terlibat secara langsung dalam bidang fisioterapi, lima orang doktor perubatan,tiga orang pegawai yang terlibat dalam penggubalan dan pembangunan kurikulum, tiga orang pentadbir sekolah menengah.

Prosedur Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dengan menggunakan Teknik Delphi dalam kajian ini melibatkan dua pusingan seperti berikut :

Pusingan Pertama

Semua responden yang telah dilantik sebagai pakar ditemu bual untuk memperoleh persetujuan dalam kajian ini. Teknik Delphi digunakan untuk membina item instrumen soalan soal selidik bagi melihat keperluan subjek fisioterapi dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah menengah. Satu temu duga berstruktur dijalankan dengan pakar yang dipilih bagi mendapat maklumat yang berkaitan Prospektus Profesion Fisioterapi masa depan dan keperluan kepada perubahan kurikulum sekolah menengah yang sedia ada. Hasil daripada temu bual ini dalam pusingan ini akan dijadikan asas membina soal selidik yang akan digunakan dalam pusingan seterusnya.

41

menggunakan multimedia dalam pengajaran mereka. Ini ditambah lagi sebenarnya teknologi multimedia ini hanya sebagai bahan bantu, murid bukannya boleh bergantung sepenuhnya kepada multimedia dalam usaha untuk memmuridi sesuatu ilmu. Murid juga masih memerlukan guru sebagai pembimbing utama dan menjadi tempat rujukan untuk memastikan apa yang mereka muridi tidak tersasar.

Permasalahan ini turut dijelaskan oleh Rosenberg (2000) dalam Mohd Arif Hj. Ismail dan Norsiati Razali (2003), yang menyatakan bahawa multimedia dapat menambahkan nilai dalam pengajaran dan pembelajaran, tetapi sebenarnya teknologi ini hanya suatu faktor pemangkin ke arah mempercepatkan proses keberkesanannya, manakala kemahiran guru dari segi aspek pedagogi serta psikologi adalah sangat diperlukan. Dengan itu, pembelajaran di kelas tidak akan berkesan kepada murid jika guru tidak mampu mengintegrasikan aspek pedagogi, psikologi dan teknologi dalam penyampaian ilmu atau dalam pengajaran mereka.

Menurut Ismail Zain (2002), keberkesanan pengajaran menggunakan multimedia mesti mempunyai pelbagai kaedah, teknik dan aktiviti harus mampu menyediakan satu persekitaran pengajaran mantap, menyeronokkan serta mampu menyokong dua aspek yang lain iaitu aspek pedagogi dan psikologi. Tambahnya lagi, aplikasi multimedia bukan sahaja penggunaan pekakas dan perisian yang canggih tetapi mampu menyusun satu strategi pengajaran yang lebih berstruktur dan bersepadu. Lihat gambar rajah di bawah.

292

Page 50: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Satu kajian tinjauan yang dilakukan oleh Rabaisyah Azirun (1999) menyatakan bahawa guru-guru Pendidikan Islam di Melaka Tengah, Melaka, sebenarnya berfikiran positif terhadap multimedia dalam pengajaran tetapi masih lagi menghadapi masalah kemahiran komputer yang tidak mencukupi, kekurangan kemudahan komputer di sekolah dan yang paling besar ialah halangan mental iaitu fobia dengan pekakas komputer dan tidak berkeyakinan dengan kebolehan mereka.

Kini kita faham bahawa semakin ramai guru Pendidikan Islam yang sedar tentang kepentingan penggunaan bahan multimedia dalam pengajaran mereka dan ingin menggunakan kaedah terbaru dalam pengajaran mereka tetapi terlalu banyak kekangan yang terpaksa mereka hadapi dan membantut usaha murni mereka itu . Menurut Abdul Ghani Shamsuddin (1997), guru Pendidikan Islam menghadapi lebih banyak cabaran dan kekangan berbanding dengan guru subjek dan lain dalam mengaplikasikan multimedia dalam pengajaran mereka. Antaranya ialah:

Kekurangan perisian Islam yang yang bersifat interaktif yang dapat menyokong perkembangan penggunaan Teknologi dalam kelas elektronik.

Perisian multimedia interaktif yang ada di pasaran, sebahagiannya memerlukan kepada pengubahsuaian agar sesuai dengan sukatan dan tahap pembelajaran.

Keterbatasan maklumat di lebuhraya maklumat kerana kekurangan pakar-pakar Islam yang menyumbangkan bahan on-line kepada masyarakat sejagat.

Kekurangan guru-guru Pendidikan Islam yang terlatih dan berkemahiran tinggi dalam penggunaan Teknologi canggih serta mampu menyesuaikan diri dalam pengajaran elektronik.

Kekurangan psarana teknologi dan suasana kondusif. Contohnya makmal komputer yang masih kekurangan komputer berbanding dengan jumlah murid yang ramai. Begitu juga kelas yang tidak sesuai untuk menggunakan komputer dan LCD di dalamnya contohnya kelas terlalu sempit, tiada kemudahan layar putih dan sebagainya.

Tambahan lagi menurut Yosni Norjannah (2005), guru-guru Pendidikan Islam juga bermasalah dari sudut penyediaan pekakasan sebelum menggunakan sesuatu perisian multimedia iaitu ianya menuntut masa yang lebih daripada guru sedangkan guru bukan sahaja ditugaskan menjalankan pengajaran bahkan dibebani berbagai tugas luar bilik darjah yang menyebabkan guru terpaksa mengetepikan hasrat mereka untuk

291

Pusingan Kedua

Pusingan kedua dilaksanakan bagi mengembangkan item instrumen soal selidik. Selain itu ia bertujuan mengenal pasti, memperincikan dan mempersetujui apa yang telah diperoleh daripada kalangan panel pakar terhadap item yang dikemukakan dalam soal selidik. Dalam pusingan ini, soal-selidik yang telah dibina berdasarkan dapatan dari pusingan pertama. Pengkaji terlebih dahulu menyenaraikan mengikut tema-tema persetujuan terhadap item dan memberikan semula kepada panel pakar untuk mendapatkan persetujuan semula. Sekiranya terdapat item yang perlu ditambah atau digugurkan, pusingan ini akan dijadikan asas untuk membina item yang benar-benar mempunyai kesahan yang tinggi. Skala Likert digunakan untuk mendapat konsensus pakar terhadap tema-tema yang dibentuk melalui input dalam pusingan pertama.

Pusingan Ketiga

Instrumen soal selidik yang digunakan adalah lanjutan daripada kandungan instrumen yang telah diubahsuai dan dimurnikan dalam pusingan terdahulu. Panel pakar tidak lagi perlu mengubah suai, menambah atau menggugurkan sebarang item yang telah dibina. Item yang sedia ada(tidak berubah) diberikan persetujuan semula manakala item baru yang ditambah perlu mendapatkan tahap persetujuan berdasarkan skala Likert yang diberikan.

Prosedur Analisis Data

Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data yang diperolehi. Semua data yang diperolehi daripada pusingan pertama dan kedua dianalisis berdasarkan kekerapan, median, julat antara kuartil. Konsesnsus pakar diukur dengan menggunakan kiraan julat antara kuartil untuk menentukan tahap konsensus antara pakar yang dilantik dalam kajian ini. Tahap konsensus yang ditentukan adalah seperti berikut :

a) Konsensus tinggi : Julat Antara Kuartil di antara 0 hingga 1

b) Konsensus sederhana : Julat Antara Kuartil 1.01 hingga 1.99

c) Tiada konsensus : Julat Antara Kuartil 2.0 dan ke atas

42

Page 51: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Analisis Data

Dapatan daripada setiap pusingan akan dianalisis sebagai usaha untuk mencapai konsensus di kalangan pakar. Oleh itu, data akan dianalisis menggunakan Ukuran KecenderunganBerpusat (UKB) iaitu median dan julat antara kuartil.

Jadual 1 Jenis-jenis bidang fisioterapi yang menyediakan peluang kerjaya di masa

hadapan No. Item

Item Median Julat Antara Kuartil

1 7 3 6 2 5 9 10 8 4 11 12 13

Sukan Muskulorsceletel rehabilitation Kesihatan wanita Pediatrik Geriatrik Pulmonary/cardiac rehabilitation Pemulihan tangan (Hand rehabilitation) Cardiorespiratory Lympoedema rehabilitation Critical care Neurology Kesihatan pekerjaan (Occupational Health) Amputee

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 2 1 1

Jadual 1 menunjukkan skor median item 1hingga 13 adalah 4. Ini bermakna semua bidang tersebut akan menyediakan kerjaya dalam pasaran pekerjaan di Malaysia masa hadapan. Jadual 1 juga menunjukkan item 1, 7, 9 dan 10 pada Julat Antara Kuartiladalah 0 iaitu pada tahap setuju tertinggi di kalangan pakar. Item 2, 3, 4, 5, 6, 8, 12 dan 13 mendapat Julat Antara Kuartil 1 di mana ia juga berada pada tahap yang tinggi. Sementara itu, item 11 menunjukkan Julat Antara Kuartil pada nilai 2 di mana ia berada pada tahap sederhana. Dengan kata lain, daripada Jadual 1 analisis jenis-jenis bidang fisioterapi berdasarkan dapatan Delphi Pusingan kedua menunjukkan panel pakar sangat bersetuju profesion-profesion yang telah disenaraikan akan berada dalam pasaran kerja dalam bidang profesion di masa hadapan.

43

d) Media yang paling ideal untuk pengajaran individu dan pemulihan kerana ianya memberi peluang kepada murid untuk menjelajah sendiri pelbagai sumber maklumat dalam multimedia.

e) Memberi kesegaran baru dalam tugas pengajaran dan pembelajaran kerana ia memberi gambaran yang jelas kepada murid dan ianya tidak statik.

f) Membekalkan kepada murid maklumbalas pakar dan juga membekalkan latihan dan ujiminda.

Kekangan dan Cabaran Pengajaran Pendidikan Islam mengunakan Multimedia

Menurut kajian yang terbaru mengenai amalan pengajaran guru Pendidikan Islam yang dijalankan oleh Kamaruzzaman Abdul Ghani dan Mohd Aderi Che Noh (2006), melalui persepsi murid sebagai sampel seramai 3166 orang di beberapa negeri di Malaysia berpendapat bahawa guru Pendidikan Islam begitu kurang menggunakan bahan bantu mengajar terkini seperti OHP, dan komputer ketika mereka mengajar. Mengikut analisis ini, min bagi penggunaan BBM hanyalah 2.71. Ini adalah suatu yang membimbangkan dan sepatutnya para pendidik mencari jalan untuk mengatasi kelemahan ini.

Walaupun begitu sudah ada usaha-usaha untuk meningkatkan lagi penggunaan multimedia dalam Pendidikan Islam contohnya sebagaimana penyelidikan yang dibuat oleh Zakaria Ahmad (2005) penggunaan CD komputer untuk Pengajaran Al-Quran di Maktab Perguruan Teknik kepada sebilangan bakal guru . Tumpuan pengajaran adalah berkaitan dengan sebutan makhraj huruf, mim mati/nun mati, hukum mad, makna ayat dan lagu. Pengajaran dalam bilik kuliah sebanyak dua sesi dalam tempoh dua minggu melibatkan 40 orang murid bidang sains dan bidang teknologi maklumat. Metodologi pengajaran yang digunakan penggunaan CD-Rom untuk proses pengajaran dan pembelajaran. Maklumat sokongan adalah daripada maklum balas guru-guru pelatih dan pensyarah-pensyarah pemerhati. Hasil kajian menunjukkan ketiga-tiga pihak bersetuju pengajaran Quran berbantukan komputer memberi kebaikan kepada murid dan pensyarah. Sekiranya dibandingkan dengan kaedah tradisional murid bersetuju bahawa kaedah pengajaran berbantukan komputer adalah lebih baik untuk pengajaran mim mati/nun mati, hukum mad, makna ayat dan lagu. Manakala kajian mendapati kaedah tradisional lebih sesuai digunakan untuk mengajarkan makhraj.

290

Page 52: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pakar seperti penyediaan latihan dan uji minda untuk menyenangkan murid berinteraksi.

Menurut Jamaluddin Harun & Zaidatun Tasir (2003), di antara ciri penting yang memberi kelebihan kepada penggunaan teknologi multimedia dalam pendidikan ialah interaktiviti. Ia sepatutnya menjadi unsur utama dalam pembangunan aplikasi multimedia kerana ia adalah elemen utama yang merangsang komunikasi pengguna dengan komputer. Ini membawa maksud pengguna komputer berupaya mengawal apa isi kandungan yang hendak dipersembahkan dan bagaimana ia dipersembahkan. Ini juga kerana ianya mengandungi ciri-ciri hipermedia dan hiperteks yang berperanan dalam menyediakan sistem capaian informasi yang boleh dicapai secara tidak linear. Menurutnya lagi keupayaan interaktif inilah yang menyebabkan multimedia ini berbeza dan lebih menarik jika dibandingkan dengan persembahan video dan filem. Walaupun kedua-dua ini juga mempunyai elemen teks, grafik, audio dan video tetapi pengguna tidak mampu untuk mengawal isi kandungan dan cara persembahan sebagaimana yang boleh dilakukan kepada multimedia.

Rosnaini Hj.Mahmud, Mohd Arif Hj. Ismail, Abdullah Mohd Sarif (2000) menggariskan keistimewaan multimedia berdasarkan respon para guru daripada hasil kajian yang dijalankan. Mereka mengatakan bahawa ciri multimedia seperti grafik berwarna warni, kesan bunyi, muzik iringan, suara latar lagu, klip video dapat menyumbang ke arah keseronokan dan minat belajar di kalangan murid. Tambahnya lagi dalam persembahan multimedia mempunyai bentuk visual bergerak dan adunan audio yang sesuai. Ini sebenarnya amat penting untuk mewujudkan persekitaran pembelajaran yang hidup dan tidak membosankan.

Secara umumnya, setelah meneliti pendapat dan kajian-kajian di atas, boleh dikatakan penggunaan multi media dilihat amat berkesan kepada pengajaran dan pembelajaran di sekolah kerana ianya dilihat sebagai:

a) Memudahkan penghasilan bahan pengajaran yang lebih kreatif dan efisyen.

b) Pendekatan baru dalam pendidikan yang lebih efektif dan realistik kepada murid kerana mampu muat turun bahan pengajaran dalam dan luar bilik darjah denga hanya melalui komputer multimedia dan LCD .

c) Memudahkan penggunaan pelbagai teknik pengajaran dan pembelajaran seperti multimedia, simulasi, aktiviti kumpulan menerusi aplikasi rangkaiannya.

289

Jadual 2 Jangkaan jenis-jenis pekerjaan ini berada di pasaran kerja di Malaysia

No. Item Item Median Julat Antara Kuartil

15 18 16 17 19 20

Sekarang 2020 2010 2015 2025 2030

4 4 4 4 4 4

0 1 2 0 0 0

Jadual 2 menunjukkan skor median item 15 hingga 20 adalah 4. Sementara itu, julat antara kuartil bagi item 15, 17, 19 dan 20 pula mendapat nilai 0. Ini bermakna semua panel bersetuju bahawa jangkaan keperluan pakar-pakar fisioterapi kepada rakyat Malaysia akan berlaku pada tahun 2015, 2025 dan 2030. Bagi tahun 2020 pula, Julat Antara Kuartil berada pada nilai 1 dan pada tahun 2020, panel pakar tidak mencapai konsensus yang tinggi terhadap keperluan pakar-pakar fisioterapi pada tahun 2010 dengan mencapai nilai Julat Antara Kuartil ialah 2.

Jadual 3 Matapelajaran di sekolah menengah yang perlu dikuasai

sebagai persediaan menceburi bidang fisioterapi No. Item Item Median Julat

Antara Kuartil

23 24 25 26 27 28 29

Bahasa Inggeris Biologi Sains Fizik Pergerakan manusia (Human movement) Sains biomedikal (Biomedical Science) Rawatan awal selepas kecederaan sukan

4 4 4 4 4 4 4

1 0 1 1 1 1 2

Jadual 3 menunjukkan median bagi item-item 23 sehingga 29 dengan nilai 4. Ini menunjukkan pakar amat bersetuju dengan item yang dicadangkan. Julat Antara Kuartil bagi item 24 adalah 0 menunjukkan pakar

44

Page 53: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mencapai konsensus persetujuan yang tinggi. Julat Antara Kuartil bagi item 23, 25 sehingga 28 adalah 1. Ia juga menunjukkan konsensus yang tinggi di kalangan pakar.

Jadual 4 Kaedah penilaian yang sesuai bagi menilai pencapaian pelajar

dalam bidang ini di sekolah menengah No. Item Item Median Julat

Antara Kuartil

30 31

Teori Praktikal

4 4

1 1

Jadual 4 terdapat item 30 dan 31 di mana nilai median kedua-duanya

adalah 4 dan para pakar juga mencapai konsensus yang tinggi bagi kedua-dua item berkenaan dengan mendapat nilai Julat Antara Kuartil bersamaan dengan 1.

Jadual 5 Kaedah pengajaran yang sesuai bagi mengajar bidang fisioterapi

di sekolah menengah No. Item Item Median Julat Antara

Kuartil 32 33 34

Demonstrasi Praktikal Klinikal

4 4 4

0 1 1

Nilai median 4 bagi semua item dalam Jadual 5 menunjukkan tahap sangat setuju dan mencapai persetujuan pakar dengan konsensus yang tinggi iaitu nilai Julat Antara Kuartil adalah 0 dan 1. Data tersebut menunjukkan panel pakar bersetuju sebulat suara bahawa kaedah pengajaran bagi bidang fisioterapi adalah dengan kaaedah demonstrasi, praktikal dan klinikal.

45

antaranya ialah Abu Zahari Abu Bakar (1988), yang mana beliau berpendapat bahawa pengamatan dan penumpuan murid akan lebih baik jika mereka mendapat rangsangan luaran yang kuat daripada warna-warna yang berbagai, bunyi-bunyian yang menarik, gambar-gambar yang besar dan terang , tulisan yang cantik, imej yang bergerak-gerak dan berubah-ubah serta berulang-ulang. Pada pendapat pengkaji, semua rangsangan ini tidak lagi mustahil diadakan dengan menggunakan bahan multimedia dalam pengajaran di bilik darjah.

Pendapat di atas juga menguatkan lagi penyelidikan yang dibuat oleh Green T.D dan Brown A (2002) yang mengatakan bahawa multimedia yang digunakan di dalam bilik darjah boleh mendorong lagi keinginan untuk belajar, menambahkan lagi produktiviti dan meningkatkan kreativiti di kalangan guru dan juga murid. Malah guru dan murid juga mampu membuat penemuan baru dalam program multimedia ini seterusnya juga dapat berkongsi penemuan terbaru tersebut bersama ahli kumpulan mereka.

Begitu juga dengan kajian yang dibuat oleh Baron A.E dan Orwig G.W (1995) mendapati bahawa penggunaan multimedia dalam latihan atau kursus yang dijalankan boleh menambahkan lagi keberkesanan kepada kursus tersebut, telah meningkatkan keyakinan diri peserta kursus, telah berjaya mengurangkan masa latihan, mengurangkan kos, menjadikan pengajaran dan pembelajaran lebih aktif, menggalakkan penyelidikan seterusnya dapat memberi motivasi kepada peserta kursus atau latihan yang mereka jalani.

Menurut Rozinah Jamaluddin (2005) Eiser, (1992) dalam kajiannya berkaitan dengan multimedia di Texas dan California telah menunjukkan keberkesanannya kepada pendidikan melalui adaptasi buku teks kepada cakera video. Keberkesanannya juga dapat lihat dalam kajian Kulik dan Kulik (1985, 1986, 1991 & 1994) dalam Rozinah Jamaluddin juga dapat dilihat melalui peningkatan gred pembelajaran dan dapat mengurangkan masa belajar bagi semua murid yang berada di kolej ataupun peringkat dewasa.

Begitu juga pendapat dari Yosni Norjannah (2005) yang mengatakan bahawa situasi pengajaran dan pembelajaran akan menjadi lebih realistik dan relevan bagi murid kerana multimedia mampu menyediakan gambaran yang jelas dan tidak statik. Tambahnya lagi dengan adanya multimedia boleh memberi galakan kepada murid untuk menjelajah sendiri pelbagai sumber maklumat kerana ianya mampu muat bahan pengajaran dalam dan luar bilik darjah. Pihak sekolah hanya perlu menyediakan komputer multimedia dan LCD. Selain itu juga ianya membekalkan maklumbalas

288

Page 54: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

paparan iaitu bukan sahaja melalui paparan skrin komputer malah boleh disambung terus ke monitor televisyen atau ditayang melalui projector LCD. Istimewanya lagi multimedia ini ialah ianya berbentuk interaktif yang mana murid boleh mengawalnya atau strukturnya berunsurkan hypermedia yang boleh dimasukkan ke laman web dan murid boleh menggunakannya untuk pembelajaran.

Rozinah Jamaluddin (2005) menjelaskan lagi bahawa para pendidik pada masa sekarang jangan sesekali mengehadkan pengajaran di dalam bilik kelas kepada persembahan linear seperti dalam buku teks, tetapi ini akan lebih bermakna jika multimedia digunakan kerana ianya akan menjadikan bacaan lebih dinamik dengan mengembangkan teks dalam sesuatu topik tertentu. Ia juga akan menjadikan teks lebih bermaya dengan intergrasi bunyi, gambar, muzik dan video.

Menurut Rozinah Jamaluddin lagi, Perubahan yang berlaku dalam masyarakat kita juga mempengaruhi pembangunan sistem pengajaran kita. Kita boleh melihat reka bentuk sistem pengajaran yang beganjak daripada teori behaviorism ke teori cognitivism dan yang terkini ialah teori constructivism. Dalam teori terbaru ini, murid berada di dalam kelas mesti aktif di mana pembelajaran berlaku dalam dua hala iaitu berpusatkan kepada murid (Student centered). Dengan adanya pengajaran menggunakan multimedia menguatkan lagi teori ini kerana murid dapat belajar dengan lebih berkesan dengan cara mereka memberikan input dan jawapan yang mana ianya akan diadili dengan maklumbalas yang telah dikodkan dalam pakej multimedia interaktif. Tambahnya, guru di sini hanya berfungsi sebagai fasilitator yang akan bertindak sebagai pemudahcara bagi murid. Murid juga dapat mencari sebanyak mana maklumat yang mereka kehendaki dengan bantuan daripada guru mereka.

Antara sebab yang penting multimedia digunakan dalam Pendidikan mengikut Usha Devi (2000) adalah kerana perkembangan teknologi baru ini menawarkan satu teknologi maklumat yang bersepadu serta berfungsi kerana kaedah ini memudahkan penyimpanan dan penyampaian maklumat kepada para pendidik dan para murid. Tambahan lagi kita juga tahu bahawa komputer adalah sebagai alat yang penting berkait dengan maklumat dan pengetahuan dan bagi pendidik dan murid, mereka sangat memerlukan maklumat dan pengajaran kerananya kedua-duanya adalah pemangkin kepada kejayaan mereka.

Sebenarnya antara sebab multimedia diciptakan dan digunakan dalam pengajaran dan pembelajaran di bilik darjah adalah untuk mengikut saranan yang dibuat oleh pakar-pakar psikologi pendidikan sejak dulu lagi

287

Jadual 6 Apakah bentuk laluan kerjaya bagi pelajar-pelajar yang

memilihmatapelajaran fisioterapi sebagai matapelajaran pilihan mereka? No. Item Item Median Julat Antara

Kuartil 35 36 37 38 39 40 41 42

Sukan Geneatrik Pediatrik Kesihatan wanita Industri Ergonomik Kesihatan pekerjaan Haiwan

4 4 4 4 4 4 4 4

0 1 1 1 1 1 1 1

Nilai median 4 bagi semua item di dalam Jadual 6 menunjukkan satu kesepakatan yang tinggi di kalangan semua pakar. Data tersebut juga menunjukkan konsensus yang tinggi pada item 35 dengan mendapat nilai Julat Antara Kuartil adalah 0 sementara bagi item 36 sehingga 42 pula mencapai nilai Julat Antara Kuartil adalah 1. Ini menunjukkan bahawa bidang kerjaya fisioterapi amat luas merangkumi bidang-bidang sukan, geneatrik, pediatrik, kesihatan wanita, industri, ergonomik, kesihatan pekerjaan dan bidang haiwan.

Jadual 7 Apakah kemudahan infrastruktur yang diperlukan oleh sesebuah

sekolah menengah apabila fisioterapi menjadi matapelajaran sekolah? No. Item Item Median Julat Antara

Kuartil 43 44 45 46 47 48

Kelas syarahan Makmal Kolam hidroterapi Gimnasium Bilik rawatan Bilik penilaian

4 4 4 4 4 4

1 1 1 1 1 1

Bagi Jadual 7, menunjukkan nilai median 4 bagi item 43 sehingga 48 dengan mencapai konsensus yang tinggi iaitu nilai Julat Antara Kuartil bersamaan dengan 1. Ini jelas menunjukkan para pakar amat bersetuju dengan kemudahan infrastruktur yang perlu ada di dalam bidang fisioterapi

46

Page 55: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

seperti menyediakan kolam hidroterapi, kelas syarahan, makmal, gimnasium, bilik rawatan dan bilik penilaian.

PERBINCANGAN

Dapatan jelas menunjukkan bawah karier dalam bidang fisiterapi mempunyai masa depan yang cerah terutama dalam bidang sukan, pemulihan muskuloskeletal pemulihan tangan dan kardiorespiratori. Anggaran keperluan tenaga kerja dalam bidang kesihatan wanita, pediatrik, geriatriks, pemulihan pulmunari, kardiak, pemulihan limpodema, rawatan kritikal, kesihatan pekerja dan amputee juga menjelaskan bahawa keperluan perubahan kurikulum amat berkait rapan dengan keperluan kerjaya ini.

Anggaran keperluan dalam tenaga manusia di Malaysia juga menunjukan kepeluan kerjaya dalam bidang fisioterapi amat tinggi. Kesemua pakar dalam kajian ini mempunyai konsensus yang tinggi berkaitan dengan keperluan tenaga mahir dalam bidang ini. Justeru, tindakan drastik perlu diambil oleh Pusat Perkembangan Kurikulum dan Kementerian Pelajaran Malaysia dalam menilai semula keperluan kurikulum yang boleh memenuhi keperluan tenaga mahir dalam bidang fisioterapi dan permintaan terhadapnya. Pusat Perkembangan Kurikulum juga perlu merancang subjek-subjek yang sesuai dalam membentuk kurikulum yang berkaitan dengan fisoterapi.Konsensus yang tinggi juga terhadap rekabentuk kurikulum fisioterapi harus diambil kira bagi memberi ruang kepada murid menguasiai subjek seperti biologi selain Bahasa Inggeris, fizik, pergerakan manusia dan sains biomedik. Penjelasan lanjut berkaitan dengan keperluan memebentuk kurikulum baru bersesuaian dengan pakej yang ditawarkan kepada murid dalam sistem pensijilan terbuka. Ini berikutan sekiranya murid ingin meneruskan pengajian lanjut mereka dalam bidang yang sama selepas menamatkan persekolah menengah.

Perancangan yang teliti diperluan dalam perlaksanaan kurikulum fisioterapi di sekolah menengah. Panel pakar juga bersetuju bahawa penilaian subjek fisioterapi perlua dijalankan secara teori dan praktikal. Cara penilaian terhadap subjek ini juga perlu diubah dan tidak hanya berasaskan kepada peperiksaan semata-mata (Taylor, 2003). Yap (2003) and McMeeken et al.(2008) dalam kajiannya juga mendapat penilaian secara teori dan praktikal lebih adil dalam menilai murid kerana penilaian dijalankan secara holistik dan tidak hanya terhad kepada peperiksaan. Teknik mengajar juga perlu diubah sekiranya subjek fisioterapi dijadikan sebagai kurikulum baru(McMeeken, 2008). Panel pakar juga bersepakat

47

daripada cerita ini dalam membangunkan kandungan multimedia untuk tujuan pendidikan.

Orang Islam mempunyai potensi untuk memajukan teknologi maklumat ini dengan berpegang kepada hikmah sebagai asas dalam membangunkannya. Pembangunan perisian dan kandungan perlulah bermatlamatkan penerapan nilai hikmah dalam kalangan penggunanya kerana ia akan meninggalkan implikasi baik bagi seluruh umat manusia dan umat Islam khasnya. Ia juga merupakan satu praktik ibadah yang akan mendapat ganjaran besar di sisi Allah s.w.t.

Ismail Ibrahim (1999) menyarankan agar umat dan dunia Islam seharusnya mengejar peluang serta turut bersaing dalam mengambil peluang membangunkan teknologi maklumat dan komunikasi sebagai satu bentuk penunaian kewajipan dan tanggungjawab mereka yang diberi amanah sebagai khalifah untuk memakmurkan alam ini.

Perbincangan di atas memberikan satu petunjuk bahawa umat Islam tidak boleh ketinggalan dalam perkembangan teknologi ini. Mereka mesti bersikap positif dan menceburkan diri secara aktif dalam denyut perkembangannya dengan kerangka yang selari dengan kehendak dan tuntutan syariat. Umat Islam perlu terkehadapan dalam bersaing serta berlumba agar kekuatan umat ini terserlah pada pandangan kawan dan lawan. Mereka perlu berjihad dalam melaksanakan tugasan ini sebagai menyahut seruan Rasulullah S.A.W dalam hadithnya yang bermaksud:

“Orang mukmin ialah orang yang bijaksana, pintar, waras, berhati-hati, berani, tidak gopoh, alim dan wara’” (hadith riwayat al-Dailami).

KEPENTINGAN MULTIMEDIA DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN

Multimedia merupakan kemahiran asas yang bergerak dengan pantas dan sangat penting bagi kehidupan pada abad ini. Multimedia telah berjaya menukar gaya pembacaan kita pada hari ini. Kalau dahulu, buku teks hanya memaparkan teks dan gambar yang kaku tetapi segalanya telah berubah dengan adanya teknologi multimedia ini.

Menurut Ismail Zain (2002), multimedia adalah salah satu media pengajaran (instructional media) iaitu cara di mana informasi dapat disampaikan kepada murid. Tambahnya lagi multimedia pula dirujuk kepada pelbagai media samada teks,grafik, audio,video dan animasi berbentuk digital yang disebarkan melalui mikroproses pada peranti

286

Page 56: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pembelajaran yang mengatakan bahawa 80 % daripada apa yang dilihat, didengar dan dipraktikkan dapat diingat lebih lama oleh manusia.

Walaupun teknologi maklumat dan komunikasi menyediakan ruang penyebaran maklumat dan pengetahuan yang luas, namun tidak semua maklumat itu boleh dikategorikan sebagai ilmu. Hanya maklumat dan pengetahuan yang bernilai boleh diterima sebagai ilmu. Ilmu juga mempunyai beberapa peringkat yang peringkatnya yang tertinggi adalah hikmah. Dengan kawalan perkakasan semata-mata, komputer tidak boleh menyediakan kandungan ilmu yang bernilai tinggi iaitu hikmah. Allah hanya menjadikan manusia yang mempunyai hati (jiwa) dapat mencapai tahap ilmu yang tertinggi (hikmah) tersebut. Manusia yang berhikmah bukan sahaja mempunyai pengetahuan tetapi menterjemahkan ilmu tersebut dalam perlakuan mereka. Mereka juga memiliki kemampuan untuk menapis sesuatu maklumat dan pengetahuan yang sampai kepada mereka sama ada ia bermanfaat atau sebaliknya. Di dalam surah al-Hujurat, ayat 6, Allah SWT berfirman dengan maksud:

“Wahai orang yang beriman, jika datang kepada orang fasiq membawa sesuatu berita, maka selidiklah terlebih dahulu”.

Maksud daripada ayat berkenaan memberi panduan kepada peranan manusia dalam menerima maklumat dan pengetahuan daripada sumber yang berasaskan teknologi maklumat dan komunikasi iaitu menapis, menyaring dan menentukan keutamaan apa yang diterima. Di dalam ayat berkenaan juga Allah SWT memerintahkan umat Islam menyelidik terlebih dahulu sesuatu yang disampaikan untuk menentukan kebenarannya demi menjaga kemaslahatan Ummah. Perintah ini mesti menjadi ingatan bagi setiap orang Islam yang ingin melayari internet kerana tidak semua maklumat yang dijumpai adalah benar. Begitulah juga dengan seorang yang menggunakan kemudahan teknologi tersebut dalam amalan pengajaran mereka. Maklumat yang yang menyeleweng dan paparan negatif hendaklah dihindari kerana ia boleh meninggalkan kesan negative bagi yang memperolehinya. Kemantapan aqidah dan ilmu pengetahuan amat berguna untuk memastikan maklumat yang diterima tidak menghakis jatidiri mereka sebagai seorang muslim.

Dalam al-Quran banyak kisah kehidupan berasaskan nilai hikmah dipaparkan untuk panduan pembacanya. Misalnya, cerita Nabi Sulaiman dan bapanya Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis, sehinggalah kisah Luqman al-Hakim dan anaknya serta Nabi Musa dan seorang lelaki (dikatakan Nabi Khidir). Banyak teladan hikmah yang kita boleh belajar

285

bahawa kaedah pengajaran juga diubah kepada kaedah demonstrasi, praktikal dan klinikal. Ini kerana kurikulum fisioterapi memerlukan murid didedahkan dengan pengetahuan dan kemahiran yang tinggi. Justeru, kaedah ini secara tidak langsung akan menepati keperluan penilaian terhadap pelajar.

KPM juga harus mengambil kira infrastruktur dalam kaedah pengajaran sekiranya merancang kurikulum fisioterapi nanti. Sekolah yang terpilih untuk melaksanakan kurikulum ini nanti perlu dilengkapi dengan bilik syarahan, makmal, kolam hidroterapi, gimnasium, bilik rawatan dan bilik penilaian. Infrastruktur ini diperlukan dalam memudahkan pengajaran dan pembelajaran. Walau bagaimanapun, KPM dan PPK perlu merancang dengan teliti dalam merealisasikan kurikulum fisioterapi pada masa depan.

RUMUSAN

Dapatan kajian ini jelas menunjukkan bahawa masa depan dalam bidang fisioterapi amatlah cerah dan memberi peluang yang sangat luas bagi lepasan sekolah menengah yang meminati bidang separa perubatan. Ibu bapa yang berpandangan positif harus melihat bidang separa perubatan sebagai bidang yang sama pentingnya dengan bidang perubatan yang selama ini dilihat sebagai tidak mempunyai masa depan yang baik untuk anak-anak mereka. Kementerian Pelajaran Malaysia juga harus melihat kembali silibus sekolah menengah yang sedia ada bagi memberi ruang dan peluang kepada pelajar untuk menceburi bidang selain daripada bidang perubatan yang selama ini diangap berprestij diceburi oleh pelajar aliran sains ketika di sekolah menengah. Kurikulum yang lebih fleksibel dan menitikberatkan praktikal selain daripada teori yang dipelajari di dalam kelas membolehkan pelajar-pelajar lebih bersedia untuk melanjutkan pelajaran dalam bidang yang diminati di samping memenuhi era globalisasi pembelajaran yang berteraskan kemahiran berbanding peperiksaan semata-mata. Justeru, Kementerian Pelajaran Malaysia harus menyemak kembali silibus sedia ada bagi tujuan kesesuaian semasa dalam memenuhi keperluan rakyat dan aspirasi negara.

RUJUKAN

Anderson G, Ellis E, Williams V, & Gates, C. (2005). Profile of the physiotherapy profession in New South Wales (1975–2002)Australian Journal of Physiotherapy 51: 109–116.

48

Page 57: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Access Economics (2002), An Analysis of the Widening Gap between Community

Need and the Availability of GP Services, Access Economics Pty Ltd. Canberra.

Allen, I. (2000). Challenges to the Health Services: The Professions, British Medical Journal Vol 320, pp. 1533-1535.

Australian Health Ministers’ Conference (2004), National Health Workforce Strategic Framework, Sydney.

Australian Physiotherapy Council (2008) Accreditation. Available from: http://www.physiocouncil.com.au/Accreditation/ [Accessed 22 April 2013].

Australian Standards for Physiotherapy (2006) Available from: http://www.physiocouncil.com.au/australian_standards_for_physiotherapy [Accessed 22 April 2008].

Bentley P, Dunstan D (2006) The Path to Professionalism: physiotherapy in Australia to the 1980s. Melbourne: Australian Physiotherapy Association.

Blackstock FC, Jull GA (2007) High-fidelity patient simulation in physiotherapy education Australian Journal of Physiotherapy, 53: 3–5.

Chartered Society of Physiotherapy (2006): Urgent action needed to secure jobs for newly qualified physios. from: http://www.csp.org.uk/director/newsandevents/news.cfm?item_id=95BD9AB500AC0B04CB2C380167B8603A[Accessed 7 January 2013].

Chipchase LS, Galley P, Jull G, McMeeken JM, Refshauge K, Naylor M, Wright A (2006) Looking back at 100 years of physiotherapy education in Australia. Australian Journal of Physiotherapy 52: 3–7.

Conn, W., Harris, M. and Gavel, P. (2001), Australian Medical Workforce Data Collections, Australian Medical Workforce Advisory Committee (AMWAC), Sydney.

Council of Australian Governments (COAG), (2006), COAG Communiqué: Report on Australia’s Health Workforce, COAG Unit, Department of the Prime Minister and Cabinet, Canberra.

Crosbie J, Gass E, Jull G, Morris M, Rivett D, Ruston S, Sheppard L, Sullivan J, Vujnovich A, Webb G, Wright A (2002):Sustainable undergraduate education and professional competency. Australian Journal of Physiotherapy 48: 5–7.

49

beliau ada perkaitan dengan teknologi komputer. Ayat 1 hingga 5 surah al-Alaq tersebut bermaksud:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia daripada segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”

Dalam potongan ayat tersebut, Allah s.w.t. menggunakan perkataan qalam atau pena. Dalam konteks zaman penurunan wahyu tersebut, pena merujuk kepada alat untuk menulis, menyebar dan menyimpan maklumat serta ilmu. Dalam konteks hari ini, alat untuk menulis, menyebar dan menyimpan maklumat serta ilmu adalah komputer. Perkembangan inilah yang perlu dihayati oleh orang Islam dalam menanggapi perkembangan kehidupan mereka.

Menurut Ismail Ibrahim (1999) lagi, penurunan wahyu tersebut memberi petunjuk jelas bahawa menulis dan membaca adalah asas kepada ilmu pengetahuan. Maksudnya, Allah s.w.t. mengajar manusia dengan perantaraan menulis dan membaca. Bahkan ketika ayat itu diturunkan, Nabi Muhammad s.a.w. tidak mengenal huruf apatah lagi membaca. Qalam itu pula merujuk kepada pena yang digunakan untuk menulis dan kemudian disebarkan kepada umat manusia. Komputer telah menggantikan peranan pena pada hari ini atas dasar perkembangan teknologi dan kepantasan aliran maklumat. Penciptaan komputer menyebabkan dunia semakin ‘mengecil’ kerana pelbagai perkara boleh diperolehi dengan mudah melalui perantaraan perkakasan tersebut. Menjadi tanggungjawab manusia untuk memastikan kemudahan tersebut digunakan bagi tujuan yang mendekatkan mereka kepada Pencipta sepertimana firman Allah Taala dalam surah An-Nahl, ayat 78, bermaksud:

“Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan kamu tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (jiwa) agar kamu bersyukur.”

Jelas daripada ayat berkenaan bahawa proses kesempurnaan kejadian dan kematangan manusia melibatkan tiga aspek yang dinyatakan iaitu pendengaran, penglihatan dan jiwa. Andai diterjemahkan dalam konteks perkembangan teknologi komunikasi dan maklumat, ia relevan dengan aplikasi multimedia yang mampu menggabungkan aspek audio (pendengaran), visual (penglihatan) dan analisis (hati atau minda) dalam kalangan khalayak. Fakta ini turut disokong oleh kajian dalam psikologi

284

Page 58: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengikuti dengan baik pengajaran yang dikendalikan oleh guru yang berkemampuan sedemikian.

Dalam pengajaran Pendidikan Islam, terdapat komponen yang agak sukar untuk diajar berbanding komponen yang lain. Di antaranya ialah komponen Aqidah yang agak sukar untuk dicerakinkan bagi tujuan penghayatan oleh murid berbanding dengan isi komponen Ibadah dan Akhlak Islamiyah serta Tilawah Al-Quran. Menurut Abdul Salam Mohd. Shukri (2003), pendidikan Aqidah secara dasarnya adalah suatu yang kompleks. Pengajarannya perlu mencapai matlamat yang tertinggi iaitu pengiktirafan dan pengakuan kebenaran berkaitan kedudukan sebenar sesuatu perkara sehingga murid dapat mengiktiraf dan mengakui adanya Allah, kedudukan-Nya sebagai Rabb iaitu Pencipta dan Ilah iaitu Tuhan yang disembah dan dipatuhi dalam semua perkara serta Allah sebagai Tuhan yang memiliki segala sifat kesempurnaan. Pendidikan Aqidah ini akan menjadi bertambah rumit lagi apabila guru hanya menggunakan kaedah penerangan tanpa alat bantu mengajar yang berkesan. Ini akan menyebabkan murid hanya menghafal isi yang terkandung dalam pelajaran Aqidah tanpa memahami serta menghayati kandungannya yang sebenar. Lebih merumitkan, apabila pembelajarannya hanya sekadar untuk lulus peperiksaan.

Oleh itu, eksploitasi teknologi maklumat dan komunikasi khususnya teknologi multimedia dalam pengajaran komponen Aqidah mampu menyediakan satu ruang untuk meningkatkan keberkesanan yang diharapkan.

KONSEP TEKNOLOGI MULTIMEDIA DALAM AL-QURAN

Menurut Mashkuri Yaacob, Salimah Mokhtar dan Abdullah Ghani (2000), teknologi bukanlah sesuatu yang asing dalam sejarah Islam. Ia berkembang secara berterusan selari dengan peningkatan kepandaian manusia bagi memudahkan kehidupan mereka. Jika ditelusuri, teknologi berkaitan mesin senibina, ketenteraan, perkapalan, perubatan, pertanian dan sebagainya telah berkembang maju mendokong kecemerlangan umat Islam sebelum abad ke 16 masihi lagi. Sebenarnya roh ajaran Islamlah yang menjadi pencetus dan penggerak utama kepada kejayaan tersebut dalam tangan para ilmuan, sarjana, saintis dan teknologis muslim pada masa itu.

Ismail Ibrahim (1999) menjelaskan bahawa wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. iaitu ayat permulaan bagi surah al-Alaq secara tidak langsung membicarakan tentang teknologi yang pada

283

Department of Health and Aged Care (DHAC).(2001). The Australian Medical

Workforce, Occasional Papers: New Series No. 12, DHA, Canberra.

Department of Employment and Workplace Relations (2006) National State Skills Shortage List (Physiotherapists).Available from: http://jobsearch.gov.au/joboutlook/ [Accessed 22 April 2013].

Department of Human Services (2005) Victorian Government submission to the Productivity Commission Study into the Health Workforce. Available from: http://www.health.vic.gov.au/workforce/downloads/productivity_commission2.pdf [Accessed 12 December 2013].

Department of Human Services (2007): Physiotherapy Labour Force Victoria 2006. Melbourne: Victorian Government Department of Human Services. Available from: http://www.health.vic.gov.au/workforce/ pubs.htm

Gay, L. R., & Airasian, P. (2000). Educational research: Competencies for analysis and aplication(6th edition). New Jersey: Merrill.

Glenn, J. C., & Gordon, T. J. (2007). State of the future 2007. Washington, DC: World Federation of UN Associations and American Council for the United Nations University.

Joyce, C., and McNeil, J. (2006). ‘Fewer medical graduates are choosing medical practice: A comparison of four cohorts’, Medical Journal of Australia, vol. 185, pp. 102-4.

Linstone, H. A., & Turoff, M. (2002). The Delphi Method: Techniques and Applications http://is.njit.edu/pubs/delphibook/delphibook.pdf

McMeeken, J.(2008). Physiotherapy education-what are the cost?. Australian Journal of Physiotherapy, vol 54, 85-86.

McMeeken JM, Grant R, Webb G, Krause KL, Garnett R (2008) Australian physiotherapy student intake is increasing and attrition remains as the university average: a demographic study. Australian Journal of Physiotherapy 54: 65–71.

McMeeken JM, Webb G, Krause KL, Grant R, Garnett R (2005) Learning Outcomes and Curriculum Development in Australian Physiotherapy Education. from: http://www.physiotherapy.edu.au/physiotherapy/go [Accessed 22 April 2013].

Minns, C. & Bithell, C.(1998). Musculoskeletal physiotherapy in GP fundholding practices, Physiotherapy, vol 84(2), 84-92.

50

Page 59: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Nall C (2005) The health workforce. Melbourne: Australian Physiotherapy

Association. Available from: http://apa.advsol.com.au /independent /documents /submissions/WorkforceEnquiry.pdf

Productivity Commission (2005) Australia’s Health Workforce Research Report. Canberra: Australian Government. Available from: http://www.pc.gov.au/study/healthworkforce/docs/finalreport

Rubin, A., & Babbie, E.(2001). Research method for social science work. Wadsworth: Thompson Learning.

Saedah Siraj (2008a). Kurikulum masa depan (Future curriculum) (1st ed.). Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya.

Saedah Siraj, & Azdalila Ali (2008). Principals’ projections on the Malaysian secondary school future curriculum.International Education Studies, 1(4), 61-78. [Online] http://www.ccsenet.org/ies/

Steward, L. G., O’Halloran, C., Harrigan, P., & Spencer, J. A. (1999). Identifiying appropriate tasks for the preregistration year: Modified Delphi Technicque. British Medical Journal, 319(7204), 224 – 229.

Taylor, R. L. (2003). Assessment of Exceptional Students, Educational and Psychological Procedures.Ed. ke-6. USA: Allyn and Bacon.

Turner, P.(2001). The occupational prestige of physiotherapy: Perception of student physiotherapists in Australia, Australian Journal of Physiotherapy, vol 47, 191-197.

Yap,Y. K. (2003). Pengurusan Kurikulum – Penilaian. KertasKerja Edaran PTK DG48. Kuala Lumpur.

51

Di samping itu, satu lagi situasi yang wajar mendapat perhatian semua pihak berkepentingan ialah keperibadian guru Pendidikan Islam yang tidak lagi mempunyai daya tarikan dalam kalangan murid. Jika guru berkenaan tidak mempunyai daya tarikan pada pandangan murid, sukar untuk mereka melihat idealisme yang terkandung dalam dalam cara hidup Islam dan guru berkenaan tidak mampu menjadi contoh ikutan bagi para murid. Kajian Muhammad Sahari dan Hassan Langgulung (1998) mendapati bahawa kaedah pengajaran guru Pendidikan Islam secara umumnya tidak menarik perhatian murid. Kajian Aiiri Abu Bakar (2003) kepada 415 murid di daerah Alor Gajah juga telah menunjukkan nilai min keseluruhan sikap murid terhadap subjek Pendidikan Islam adalah rendah iaitu 2.71, manakala min sikap murid terhadap guru Pendidikan Islam ialah 2.50. Kedua bacaan tersebut menggambarkan tahap yang sederhana dan sudah tentu tidak memuaskan. Apabila murid tidak berminat dengan seseorang guru, sudah semestinya apa yang diajar oleh guru berkenaan tidak akan mendapat perhatian dan keutamaan daripada mereka. Oleh itu, mata pelajaran Pendidikan Islam hanya dipelajari untuk lulus dan bukannya untuk difahami dengan mendalam sebagai bekalan hidup mereka di masa hadapan. Secara tidak langsung, tidak hairanlah jika masalah sosial berleluasa apabila murid tidak lagi berminat dengan didikan berteraskan Islam disebabkan tidak berminatnya mereka dengan personaliti dan kaedah pengajaran guru matapelajaran itu sendiri.

Kajian yang dibuat oleh Khadijah Abdul Razak dan Shahrin Awaludin (2006) melibatkan seramai 717 guru Pendidikan Islam di enam buah negeri mengenai penilaian kendiri mereka terhadap amalan pengajaran di dalam kelas telah membuktikan bahawa mereka mengakui tentang kurangnya penggunaan bantu bantu mengajar yang terkini (TMK dan komputer) iaitu dengan nilai min yang rendah (2.05) sahaja. Kekurangan ini sudah tentu bertentangan dengan tuntutan semasa untuk mempelbagaikan cara dan metod pengajaran subjek Pendidikan Islam melalui kemudahan TMK yang sudah menjadi sebahagian daripada kehidupan masa kini.

Pada pandangan Ismail Ibrahim (1999), teknologi komunikasi dan maklumat menarik perhatian dan minat generasi muda kerana mereka melihat keistimewaan yang ada di dalam teknologi tersebut secara logik yang bersesuaian dengan zaman kini. Oleh itu, jika guru Pendidikan Islam berkebolehan dalam mengeksploitasi keistimewaan teknologi tersebut, mereka akan dapat memperkenalkan satu pengalaman pembelajaran yang menarik dalam diri murid. Murid sudah tentu akan merasa kagum dan

282

Page 60: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

APLIKASI TEKNOLOGI MULTIMEDIA DALAM PENGAJARAN KONTEMPORARI BAGI AQIDAH ISLAMIYAH

Rahimi Md Saad dan Zaiton Mat Deris

PENGENALAN

Kurikulum Pendidikan Islam peringkat menengah yang dilaksanakan di Malaysia adalah disusun berdasarkan kerangka Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK) yang bermatlamatkan pembentukan insan seimbang. Pelbagai perubahan telah dilalui oleh kurikulum berkenaan untuk disesuaikan dengan peredaran zaman dan generasi namun isi kandungannya tidak banyak mengalami perubahan. Perubahannya banyak berlaku ke atas penyusunan struktur isi kandungan yang disesuaikan dengan keperluan dan perkembangan masa.

Sukatan Pendidikan Islam secara keseluruhannya dibahagikan kepada dua komponen utama iaitu bahagian Tilawah Al-Quran dan Hadith serta bahagian Ulum Syariah. Bahagian Ulum Syariah pula dipecahkan kepada beberapa komponen lebih kecil iaitu Aqidah, Ibadah, Sirah Nabawiyah dan Akhlak Islamiyah (KPM, 2002). Tujuannya adalah untuk memperdalamkan proses pengajaran dan pembelajaran matapelajaran berkenaan dan seterusnya memberikan kesan yang lebih menyeluruh kepada murid.

Namun, proses pembelajaran yang lebih berorientasikan peperiksaan telah menyebabkan guru Pendidikan Islam hanya mengajar subjek berkenaan dengan matlamat untuk menghabiskan sukatan pelajaran (Ahmad Mohd Salleh, 2003). Manakala murid pula belajar hanya untuk tahu tentang agama Islam dan lulus cemerlang dalam peperiksaan khususnya peperiksaan awam seperti dalam Penilaian Menengah Rendah (PMR) dan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM). Akibatnya, elemen pendidikan dan penerapan nilai murni kepada murid kurang diberi perhatian. Hasilnya, ukuran bagi berjaya atau gagal seseorang guru itu mengajar adalah merujuk kepada keputusan yang dicapai oleh murid di dalam peperiksaan. Begitu juga dengan murid, mereka akan dianggap cemerlang apabila mendapat keputusan terbaik dalam subjek utama seperti matematik, bahasa Inggeris, Sains dan sebagainya. Mereka tidak dianggap cemerlang dengan semata-mata berakhlak mulia serta berkeperibadian tinggi. Situasi ini menjadi dilema besar dalam amalan pendidikan kita hari ini.

281

PERBANDINGAN PEMIKIRAN KONSEP AKHLAKAL-GHAZALI

DAN IBN MISKAWAYH DALAM ASPEK ROHANI

Zulfahmi dan Wan Hasmah Wan Mamat,EdD.

PENGENALAN

Melalui pendidikan manusia dapat mempelajari semua konsep dan pelbagai aspek dalam kehidupan demi menjaga kelangsungan hidup. Manusia boleh membentuk satu tamadun yang stabil dan sempurna melalui akhlak mulia. Sejarah telah menyaksikan bahawa antara sebab yang membawa kemusnahan dan kehancuran sesuatu bangsa ialah akibat daripada kerakusan manusia dan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan serta akhlak dalam kehidupan (Asmawati Suhid, 2009). Ianya menjadi satu idea pemikiran bahawa pendidikan akhlak perlu sepanjang kehidupan manusia agar tamadun dapat menjaga kelestarian akhlak manusia seutuhnya. Pada hakikatnya pandangan tentang akhlak (Sembodo Ardi Widodo, 2003) tidak terhad pada susunan hubungan manusia dengan manusia lainnya, tetapi ianya mengawal hubungan manusia dengan segala perkara yang terkandung dalam kehidupan dan lebih dalam lagi mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Fadlil Yani Ainusyam (2007) menyatakan pula bahawa pendidikan akhlak merupakan bahagian penting dalam pembinaan peribadi individu dan moral bangsa. Akhlak itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari ajaran Islam namun dalam pelaksanaan pendidikannya harus diarahkan untuk membina tingkah laku yang luhur dan membina moral bangsa. Pandangan di atas diperkuatkan oleh Al-Jamil (1992) yang menyatakan “Islam mengajarkan kehidupan yang dinamik dan progresif, menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan, bersikap seimbang dalam memenuhi keperluan jasmani dan rohani, sentiasa mengembangkan kepedulian sosial, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif yang lainnya” (hlm. 11-12). Namun, dalam amalan umat Islam hanya berlaku untuk membayar kewajipan dan menjadi simbol ketaqwaan. Implikasi daripada ibadah yang bertujuan untuk kepedulian sosial kurang diberi penekanan. Fadlil Yani Ainusyam (2007) menegaskan pula bahawa masyarakat telah salah memahami simbol-simbol agama, agama lebih dimaknai sebagai penyelamat individu dan bukan keberkahan sosial secara bersama.

Dalam era globalisasi sekarang ini terjadi pelbagai isu akhlak dan moral dalam semua kalangan sebagaimana yang diperkatakan oleh Ismail Ibrahim

52

Page 61: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(1996). Menurut beliau isu peradaban dan akhlak tidaklah merupakan persoalan dalam kalangan remaja sahaja, persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan yang menyeluruh yang melibatkan hampir semua golongan dan kategori sosial. Apatah lagi melalui media yang begitu jelas diterangkan berita rasuah, perilaku seksual, salah laku pendidik dan pelajar di sekolah-sekolah yang berlaku di Malaysia, Indonesia dan di pelbagai negara-negara Islam lainnya. Sebenarnya agama dan institusi pendidikan serta persekitaran menurut Imran Effendy (2003)adalah amat memainkan peranan penting bagi mengatasi persoalan dan isu akhlak yang meresahkan semua pihak.

Huraian di atas menjadi sesebuah pemikiran yang mesti diperbincangkan untuk perkembangan ilmu dan mencari jalan yang sesuai dengan perkembangan manusia dalam era globalisasi yang sangat berpengaruh kepada tingkah laku, etika dan akhlak. Tingkah laku, etika dan akhlak pada amnya adalah sebagai modal dalam pembangunan moral bangsa. Justeru, akhlak pada khasnya adalah sebagai jatidiri amalan Islam yang murni untuk menunjukkan pribadi yang mulia dalam erti sebenarnya. Perbincangan di atas menjelaskan bahawa sejak awal peradaban Islam mahupun peradaban manusia sehingga sekarang persoalan dan isu akhlak terus dibincangkan dari semasa ke semasa, oleh itu kajian ini juga berhasrat mengkaji pemikiran-pemikiran mengenai konsep akhlak secara integrasi untuk mencapai sebuah maklumat dan konsep yang menyeluruh dan sesuai dengan isu-isu semasa.

Pelbagai kajian yang telah dijalankan untuk melihat perbandingan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam bidang akhlak. Azizah Zakaria (2004) mengkaji tentang beberapa aspek dalam falsafah etika al-Ghazali, beliau merumuskan bahawa etika al-Ghazali adalah suatu etika yang komprehensif. Mohd Rusli Hussain (2003) pula mengkaji perbandingan pemikiran antara al-Ghazali dan Ibn Khaldun dari segi pembangunan insan secara terperinci dan spesifik. Mengikut beliau kelemahan al-Ghazali berbanding Ibn Khaldun adalah dalam mengaitkan manusia dengan unsur luaran kerana unsur luaran merupakan unsur sampingan yang hanya sesuai digunakan mengikut kesesuaian sesuatu kelompok dan bukan perkara dasar yang menjadi kemestian dalam pembangunan insan. Justeru, wujud unsur-unsur itu boleh diteroka juga wujud persamaan dan perbezaan antara pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh.

Pemikiran falsafah akhlak Ibn Miskwayh juga dibincangkan oleh Mohd Jais Anuar Ahmad (2003). Beliau membincangkan tentang pemikiran Ibn Miskawayh mengenai ketokohannya dalam menghuraikan falsafah akhlak

53

Sidek Mohd Noah (2000). Reka bentuk Penyelidikan. Institut Pendidikan &

Pembelajaran Jarak Jauh (IDEAL), Universiti Putra Malaysia, Serdang, Selangor.

Sukatan Pelajaran Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM) Pendidikan Seni Visual (2000). Kementerian Pendidikan Malaysia.

Thompson Ian H. (2002). Ecology, community and delight: a trivalent approach to landscape education. Landscape and Urban Planning : European Conference of Landscape Architecture Schools Annual Meeting (ECLAS) 60 (2). Hlm 81 – 93.

Veveika Sinthamani A/P Roganagtham (2003). Penghasilan dan penilaian modul pembelajaran perindustrian di Asia Tenggara untuk Geografi Tingkatan Dua. Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya.

Yusup Hashim (1997). Media Pengajaran Untuk Pendidikan dan Latihan (hlm 145-150). Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.

280

Page 62: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Mok Soon Sang (2003). Buku Peperiksaan Penilaian Tahap Kecekapan Skim

Perkhidmatan Guru : Bahagian II : Kompetensi Khusus/Fungsi (Pengurusan Pengajaran dan Pembelajaran). Kementerian Pendidikan Malaysia.

Noriati A. Rashid, et al. (2012). Teknologi dalam Pengajaran dan Pembelajaran Edisi Kemas Kini. Malaysia: Oxford Fajar Sdn Bhd.

Norijah Mohamad (1997). Keberkesanan pembelajaran koperatif dan pengajaran secara modul bagi peningkatan pencapaian pelajar dalam Bahasa Melayu peringkat sekolah menengah. Tesis sarjana yang tidak diterbitkan Universiti Putra Malaysia.

Norulhuda Che Embi (2012). Pembinaan modul pembelajaran kendiri tajuk asas landskap dan reka bentuk landskap bagi kursus hortikultur hiasan dan landskap. Fakulti Pendidikan, Universiti Teknologi Malaysia.

Patton M.Q. (1990). How To Use Qualitative Methods In Evaluation. London: Sage.

Pusat Perkembangan Kurikulum (2009). Pembelajaran Secara Kontekstual. Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan Malaysia.

Rio Sumarni Shariffudin. (2007). Design of Instructional Materials for Teaching and Learning Purposes: Theory into Practice. In J. V. Robert A. Reiser, Trend and Issues in Instructional Design and Technology (pp. 97-110). New Jersey: Pearson Education.

Robert J. Mc Dermoott & Paul D. Sarrela (1996). Health Education Evaluation and Measurement : A Practitioner’s Perspective. 2nd Edition, New Jersey : Prentice Hall Englewood, hlm. 147-148.

Russell, J.D. (1974). Modular Instruction: A Guide to the Design, Selection, Utilization and Evaluation of Modular Materials. New York : Publishing Company.

Sabitha Marican (2009). Penyelidikan Sains Sosial : Pendekatan Pragmatik. Perpustakaan Negara Malaysia, Kuala Lumpur.

Sharifah Alwiah Alsagoff (1981). Pengenalan pengajaran individu dengan tumpuan khas kepada modul pengajaran & modul pembelajaran. Jurnal Pendidik dan Pendidikan, 3(1), 54 – 62. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia.

Sidek Mohd Noah & Jamaludin Ahmad (2005). Pembinaan Modul: Bagaimana membina modul latihan dan modul akademik. Serdang, Selangor: Penerbit Universiti Putra Malaysia.

279

secara terperinci. Pemikiran falsafah akhlak telah dicorakkan melalui gabungan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang pernah beliau lalui. Selain itu, terdapat juga kajian yang dilakukan oleh Mohd Sullah (2010) yang membandingkan konsep pendidikan akhlak Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ibn Miskawayh yang memfokuskan kepada pendidikan akhlak dari aspek karya, hakikat manusia dan konsep pendidikan akhlak daripada kedua-dua tokoh.

Perbincangan terhadap beberapa kajian yang telah dijalankan di atas menunjukkan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh kerap membincangkan tentang konsep akhlak daripada pelbagai perspektif. Abubakar Aceh (1982) mengkategorikan al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aliran moral dan akhlak. Oleh itu, kajian ini melihat dari sudut fokus yang berbeza dari kajian-kajian di atas. Kajian ini lebih berfokus kepada perbandingan konsep akhlak menurut pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dari segi rohani sebagai keindahan batin.

Dalam sejarah pemikiran Islam, pemikiran al-Ghazali kurang dipengaruhi oleh pemikiran falsafah Yunani bahkan ia menentang pemikiran ahli falsafah Yunani dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Sementara Ibn Miskawayh, pemikirannya dipengaruhi oleh pemikiran falsafah Yunani. Justeru itu, bagaimanakah pemikiran kedua-dua tokoh ini? Apakah intipati pemikiran kedua-dua tokoh dalam konsep akhlak? Apakah wujud persamaan dan perbezaan pemikiran antara kedua-dua tokoh? Oleh itu, kajian ini dapat memastikan titik persamaan dan perbezaan dalam konsep akhlak antara kedua-dua tokoh. Persoalan-persoalan itu adalah penting untuk melihat aspek yang perlu diperbaiki atau disokong tambah dalam membentuk konsep akhlak yang sesuai kehendak fitrah manusia dan Tuhan.

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan di atas, maka kajian ini dijalankan untuk mencapai objektif berikut: meneroka pandangan al-Ghazali tentang konsep akhlak dalam aspek rohani dan menelaah pandangan Ibn Miskawayh tentang konsep akhlak dalam aspek rohani serta menganalisa persamaan dan perbezaan konsep akhlak antara al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aspek rohani.

KONSEP AKHLAK DALAM ISLAM

Akhlak dalam Islam sangat penting dan besar pengaruhnya dalam membina dan membentuk manusia. Pendekatan Islam dalam amalan dan pendidikan akhlak amat menekankan kepada penanaman akidah atau rohani yang mantap (Asmawati Suhid, 2009). Kepentingan akidah dalam

54

Page 63: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pendidikan akhlak dapat dilihat menerusi nash-nash al-Quran dan Hadith. Al-Quran adalah wahyu Allah s.w.t.yang mengandungi petunjuk, arahan dan perbezaan antara hak dan batil terutama dalam tiga bidang iaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Allah s.w.t. menegaskan dalam al-Quran yang bermaksud:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (iaitu bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (ketibaan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

(Surah al-Ahzab 33:21)

Ayat di atas menjelaskan perilaku Baginda Rasulullah s.a.w. sebagai contoh teladan untuk seluruh umat Muslim dan juga seluruh umat manusia.

Islam adalah agama yang menekankan pembinaan dan pembentukan akhlak dan keperibadian mulia di semua kalangan. Akhlak membina diri insan agar menjadi seorang yang tunduk dan patuh kepada perintah dan larangan Allah s.w.t. di samping memiliki sifat dalaman suci dari segi peribadi dan personaliti luaran. Oleh itu, untuk menentukan secara terperinci konsep akhlak mestilah memahami definisi akhlak secara bahasa dan istilah terlebih dahulu.

Akhlak dapat didefinisikan dalam dua bentuk iaitu dari segi bahasa dan istilah. Dari segi bahasa Arab menurut Abd al-Latif (1985), akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang bererti kebiasaan, perilaku, tabi’at, marwah dan din (agama). Manakala Bugha (1997) memberikan takrif akhlak iaitu sifat yang menetap dalam jiwa, baik secara semulajadi (fitrah) ataupun yang diusahakan, yang memberikan pengaruh dalam sikap yang baik dan buruk. Pengertian yang sama juga dibincangkan oleh Nasir Omar (1986), Abdur Rahman Md Aroff (1999), Harun Din (2001), Imran Efendy Hasibuan (2003)dan Asmawati Suhid (2009). Mereka memandang bahawa perkataan akhlak merupakan bentuk jamak dari kata ‘khuluq’ (tingkah laku). Mengikut Harun Din (2001), beliau membezakan istilah al-khalq dan al-khuluq dengan perbezaan yang amat jauh antara akhlak yang bermakna keindahan fizik dengan akhlak yang berkekalan.

Akhlak juga boleh didefinisikan sebagai sifat semulajadi, marwah, tingkah laku, tabiat, kepercayaan, pegangan atau agama (Nasir Omar, 1986; Abdur Rahman Md Aroff, 1999; &Asmawati Suhid, 2009). Ditakrifkan mengikut Kamus Mu’jamWajiz (2000) bahawa akhlak adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum-hukum nilai yang berkaitan dengan perbuatan yang bersifat baik dan buruk.

55

Kementerian Pendidikan Malaysia (2003). Modul Pengajaran dan Pembelajaran

Pendidikan Seni Visual.

http://www.moe.gov.my/bpk/modul_pnp/modul_psv/02pengenalan.pdf

Kementerian Pendidikan Malaysia (2002). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah. Huraian Sukatan Pelajaran Landskap Dan Nurseri Tingkatan Empat Dan Lima. Pusat Perkembangan Kurikulum, Kuala Lumpur.

Kementerian Pendidikan Malaysia (2002). Modul Pelaksanaan Mata Pelajaran Vokasional. Kuala Lumpur : Kementerian Pendidikan Malaysia.

Kemp, J. E., Morrison, G. R, & Ross, S.M. (1998). Designing effective instruction (2nd Ed.). New Jersey : Merrill Prentice Hall.

Koh Boh Boon (1980). Pengajaran Bahasa Malaysia. Jabatan Pendidikan Bahasa, Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya, Kuala Lumpur.

Kolb, D.A. (1984). Experiential Learning : Experience as a Source of Learning and Development. Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.

Kosmo (01 Okt.2011). Dasar Penghijauan Negara : Dasar Landskap negara dilancar. Seksyen : Negara. hlm. 04.

Megat Aman Zahiri, Nurul Shuhadah Abdul Rahman (2010). Pembangunan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PBK) bagi topik bulatan Matematik Tingkatan 2 berasaskan teori konstruktivisme. Skudai, Johor: UTM.

Mohamad Najib Abdul Ghafar (1999). Penyelidikan Pendidikan. Skudai : Universiti Teknologi Malaysia.

Mohd Johari Ab. Hamid & Hamzah Lasa (2013). Estetika Seni Visual. Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Tanjong Malim, Perak.

Mohd. Majid Konting (2000). Kaedah Penyelidikan Penyelidikan. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur.

Mohd. Majid Konting (1993). Kaedah Penyelidikan Pendidikan, c.2, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mohd Yahya Mohamed Ariffin (2004). Siri Pengajian Dan Pendidikan Utusan : 55 Kerjaya Pilihan. Edisi Kedua. Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd., Kuala Lumpur.

Mok Soon Sang (2013). Pedagogi untuk Pengajaran dan Pembelajaran (Edisi Kedua). Penerbitan Multimedia Sdn. Bhd., Puchong, Selangor.

278

Page 64: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Butcher, C. Davies, C., & Highton, M. (2006). Designing learning: From module

outline to effective teaching. London: Routledge.

Cennamo, K., & Kalk, D. (2005). Real World Instructional Design. Toronto, ON: Thomson Learning Inc.

Chua Yan Piaw (2011). Kaedah dan Statistik Penyelidikan Buku 1 (Edisi Kedua). McGraw-Hill.

Creager & Murray (1985). The international encyclopedia of education. Oxford: Pergamon Press Ltd.

Dasar Landskap Negara (2011). Dasar Landskap Negara : Malaysia Negara Taman Terindah. Jabatan Landskap Negara dan Kementerian Perumahan & Kerajaan Tempatan.

http://www.kpkt.gov.my/jln/main.php?Content=articles&ArticleID=50&IID=

Hackett, B., (1971). Landscape Planning: an Introduction to Theory and Practice. Oriel Press, Newcastle upon Tyne.

Hannafin, M.J. & Peck, K.L. (1988). The design, development and evaluation of instructional software. New York: Mc Millan Publishing Company.

Iberahim Hassan (2009). Perancangan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Seni Visual dan Pendidikan Seni Berasaskan Disiplin (DBAE). Fakulti Sains Sosial dan Kesenian, Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Perak.

http://rozzoll.wordpress.com/seni-art/

Ivan Marusic (2002). Some observations regarding the education of landscape architects for the 21st century. Landscape and Urban Planning 60. Hlm 95 – 105

Jamaludin Ahmad (2008). Modul dan Pengendalian Bimbingan Kelompok. Serdang, Selangor: Penerbit Universiti Putra Malaysia.

Jamaludin Ahmad (2002). Kesahan, kebolehpercayaan dan keberkesanan modul program maju diri ke atas motivasi pencapaian di kalangan pelajar-pelajar sekolah menengah negeri Selangor. Tesis Doktor Falsafah yang tidak diterbitkan, Universiti Putra Malaysia, Serdang.

Johari Surif, Nor Hasniza Ibrahim, Mohamad Yusof Arshad (2006). Pembangunan dan keberkesanan perisian berdasarkan teori konstruktivisme dalam mempelajari konsep traffic sign, pengajian kejuruteraan awam. Universiti Teknologi Malaysia, Skudai, Johor.

277

Daripada beberapa definisi yang dikemukakan di atas, meskipun berbeza-beza perkataan tetapi dalam pengertian yang sama. Oleh itu, akhlak dapat dinyatakan mempunyai pengertian yang merangkumi empat hubungan iaitu hubungan akhlak terhadap Tuhan, hubungan akhlak terhadap diri sendiri, hubungan akhlak terhadap masyarakat dan hubungan akhlak terhadap alam sekitar.

Akhlak dari segi istilah banyak diberikan definisi oleh sarjana Islam berkaitan dengan pengertian dan konsep akhlak. Akhlak merupakan sifat yang muncul dari jiwa yang melahirkan perbuatan dengan mudah tanpa perlu difikirkan mahupun diusahakan (Abd al-Latif, 1985). Pandangan lain yang menjelaskan bahawa akhlak adalah satu ilmu yang membahaskan tingkah laku manusia sama ada baik dan buruk. Islam menyeru kepada akhlak yang baik dan melarang berbuat keburukan (Sayyed Naim, 1996; Bugha, 1997). Mengikut Asmawati Suhid (2009) akhlak mengandungi sifat yang dimiliki oleh individu sejak kelahirannya, yang menerusi latihan, rangsangan yang akhirnya menjadi tabiat dan akhlak juga meliputi dua dimensi iaitu batin dan zahir dalam bentuk perlakuan. Pengertian ini selaras dengan huraian Nasir Omar (1986).

Akhlak juga didefinisikan oleh Haron Din (2001) sebagai dua bentuk iaitu akhlak Islam dan akhlak falsafah. Akhlak Islam ialah akhlak yang bersumber kepada wahyu al-Quran dan al-Sunnah. Sementara akhlak falsafah ialah akhlak yang bersumber kepada daya usaha kemampuan pemikiran manusia. Kedua bentuk akhlak di atas selaras dengan pendapat Nasir Omar (1986), tentang kriteria nilai-nilai etika Islam iaitu nilai-nilai dari Allah yang dimanifestasikan melalui wahyu dan nilai-nilai buatan manusia hasil dari penggunaan kapasiti yang diberikan Allah kepada mereka, seperti akal, deria, dan lain-lain. Sidi Gazalba (1978) dan Abdur Rahman Md. Aroff (1999) mendefinisikan akhlak sebagai sikap keperibadian yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia terhadap Sang Khalik dan manusia lain, terhadap diri sendiri, haiwan dan alam sekitar mengikut perintah dan larangan serta petunjuk al-Quran dan al-Hadith.

Berdasarkan pandangan diatas dapat difahami bahawa setiap individu muslim haruslah menjaga keindahan budi pekertinya, keperibadian seseorang ditunjukkan oleh keindahan akhlak lahiriah bukan bentuk jasmaniah. Akhlak menunjukkan perangai dan tingkah laku individu sama ada baik atau buruk. Akhlak pula mencakupi semua aspek dan elemen dalam kehidupan kerana hal itu juga merupakan sebahagian dari ajaran dan suruhan Islam yang perlu dipelihara, agar sahsiah seseorang muslim dapat terjaga sebagaimana mestinya. Hal ini berhubungkait dengan akhlak yang diringkaskan oleh Miqdad Yaljan (1973). Beliau mendefinisikan dalam tiga

56

Page 65: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

aspek iaitu: 1) Sifat tabi’i atau semulajadi dari fitrah manusia. 2) Sifat yang dimiliki seseorang melalui latihan yang akhirnya diterima sebagai adat atau tabiat. 3) Akhlak terbagi kepada dua iaitu batin (jiwa) dan zahir iaitu kelakuan.

Kesimpulannya, akhlak berkait rapat dengan perbuatan atau perlakuan manusia ketika berada dalam keadaan sedar atau tidak sedar. Di samping itu perbuatan atau perlakuan buruk boleh di elak sewaktu keadaan sedar menerusi latihan-latihan. Manusia yang mempunyai personaliti yang baik menunjukkan ia adalah individu yang berakhlak baik. Sebaliknya manusia yang mempunyai personaliti yang buruk menunjukkan ia adalah individu yang berakhlak buruk. Sifat yang mulia dapat membawa kepada kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Sedangkan sifat yang buruk boleh membawa kepada kesengsaraan dan keseksaan hidup.

METODOLOGI

Kesesuaian kaedah yang digunapakai dalam pengumpulan data dapat menghasilkan dapatan yang benar, oleh itu penjelasan kaedah yang digunapakai adalah penting untuk menganalisis konsep akhlak menurut al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam kajian ini. Penyelidikan ini menggunapakai pendekatan inkuiri dengan cara analisis falsafah(Kneller, 1971; Wingo, 1974; Anderson, 1998; Koetting & Malisa, 2004; & Abdul Khobir; 2007).Data dikumpul dengan buku-buku yang berhubungkait dengan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh. Analisis terhadap pemikiran kedua-dua tokoh menggunakan analisis falsafah dengan mengikuti tiga cara analisis berikut:

1. Interpretasi 2. Induktif dan deduktif 3. Perbandingan

(Anton Bakker & Achmad Charris Zubair, 1989).

Dalam menjalankan interpretasi penyelidik menelusuri pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh untuk mendapatkan konsep dan maklumat yang dimaksudkan oleh kedua tokoh tersebut secara khas. Pandangan kedua-dua tokoh dibandingkan dan difahami menurut keunikannya dan juga diberikan penekanan pada segi-segi tertentu. Hasil interpretasi dirumuskan secara induktif dan deduktif bagi memperjelas fikiran utama yang ingin dicapai sebagai rumusan konsep akhlak dalam aspek rohani.Hasil interpretasi juga dianalisis secara induktif dan deduktif untuk mendapatkan intipati daripada maksud yang dikemukan al-Ghazali dan Ibn

57

digunakan dalam kajian ini kerana data yang dihasilkan dapat dikemukakan sebagai ringkasan daripada keseluruhan set data. Analisis ini dapat memberi maklumat secara terperinci tentang skor kekerapan, peratusan, min dan sisihan piawai.

RUMUSAN

Pelaksanaan Modul Pembelajaran Reka Bentuk Landskap di sekolah menengah kebangsaan harian biasa dilihat akan dapat meningkatkan kefahaman pelajar dan dapat diberi pendedahan awal disamping mengekalkan kepentingan tajuk ini. Keperluan penguasaan tajuk ini amat penting dalam memenuhi keperluan kehendak soalan dalam peperiksaan dan kerja kursus di peringkat SPM. Justeru itu, pelaksanaannya juga adalah penting dalam membantu pelajar untuk meningkatkan kemahiran kreativiti pada diri dan secara tidak sedar, pengalaman mempelajarinya akan turut dapat membantu mereka dalam memenuhi keperluan asas pendidikan di peringkat tinggi dan seterusnya dalam dunia pekerjaan kelak. Seperti yang telah dibincangkan, kajian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang melibatkan seramai 60 orang pelajar di sekolah menengah yang mempelajari PSV sebagai mata pelajaran elektif di tingkatan empat. Data dalam kajian ini dikumpul melalui soal selidik bagi menjawab semua soalan kajian. Harapan pengkaji agar pihak-pihak yang berkenaan akan mengambil perhatian dan merujuk kajian ini untuk digunakan dalam melaksanakan pengajaran dan pembelajaran dengan kehendak semasa dan masa akan datang. Dengan cara ini juga pelajar dapat diberi pendedahan awal dan mengetahui skop pembelajaran berkaitan dengan topik reka bentuk landskap.

BIBLIOGRAFI

Abd Wahid, Mohammad Faizal Naharuddin (2010). Pembangunan perisian multimedia interaktif teknologi automotif: Anti-lock Brake System (ABS). Skudai, Johor: UTM.

B. Suryosubroto, Rosda Karya (1983). Sistem Pengajaran dengan Modul. Jakarta: Bina Aksara.

Bahagian Pembangunan Kurikulum (2002). Panduan Pengajaran MPV Landskap dan Nurseri. Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur.

Baharuddin Aris, Rio Sumarni Shariffudin, Manimegalai Subramaniam (2002). Reka Bentuk Perisian Multimedia. Skudai: Penerbit UTM.

276

Page 66: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Berdasarkan Rajah 5, jika dilihat secara terperinci terdapat 1 (3.6%) orang responden mengatakan sangat tidak setuju, 6 (21.4%) orang responden pula tidak setuju dan 4 (14%) orang responden adalah tidak pasti. Responden yang mengatakan setuju adalah seramai 7 (25%) dan 10 (36%) orang responden sangat setuju dengan item soalan 30 ini. Daripada hasil analisis ini dapat ditafsirkan bahawa min bagi item soalan ini berada pada tahap kecenderungan yang tinggi.

Secara keseluruhannya, dapatan kajian rintis yang telah dijalankan menunjukkan responden faham dan memberi respons yang positif terhadap kepentingan Modul Pembelajaran Reka bentuk Landskap yang akan dilaksanakan. Ini dapat dilihat daripada keputusan analisis data yang mendapati bahawa tahap kecenderungan min untuk “Bahagian D : Pengetahuan dan minat pada tajuk Reka Bentuk Landskap” adalah berada pada tahap tinggi dan ini memberi keputusan yang positif kepada pengkaji untuk laksanakan kajian. Justeru itu, objektif ketiga kajian ini iaitu menguji kebolehgunaan modul pembelajaran yang disediakan setelah dilakukan pengubahsuaian daripada modul pengajaran yang asal telah dicapai dengan min keseluruhan yang tinggi.

iii. Pengubahsuaian Modul Beberapa perubahan dibuat terhadap modul pembelajaran yang telah

direka setelah peroleh respon daripada panel pakar, pelajar dan guru. Di antara perubahan tersebut adalah seperti berikut; (1) Pengkaji telah membuat penambahan pada modul dengan menambah beberapa gambar rajah yang berkaitan dalam Bahagian A, dan (2) Latihan pengukuhan yang melibatkan lukisan perspektif perlu ditambah dalam isi kandungan modul.

Isi kandungan modul telah distrukturkan semula mengikut kurikulum yang telah ditetapkan. Di samping itu, terdapat beberapa perubahan kecil melibatkan penambahan istilah dan kesilapan ejaan pada modul yang dibangunkan. Analisis Data

Data-data kajian ini dikumpul dari pendekatan kuantitatif. Menurut Patton (1990), pendekatan kuantitatif mampu mengukur reaksi responden terhadap soal selidik. Data-data yang dikumpul melalui soal selidik kemudiannya akan dianalisis dengan menggunakan programStatistical Package for the Social Sciences (SPSS) Statistics 20. Penganalisisan dilakukan untuk melihat peratus penyumbang kepada konstruk yang diwakili oleh item-item yang dianalisis. Nilai Alfa Cronbach digunakan untuk melihat kebolehpercayaan dan kebolehgunaan. Kaedah analisis deskriptif

275

Miskawayh. Kemudian intipati itu diketengahkan secara perbandingan bagi merumuskan konsep akhlak dalam aspek rohanidaripada perspektif persamaan dan perbezaan.

Data kajian tentang konsep akhlak al-Ghazali hanya melibatkan kepada tiga karya beliau yang berkaitan dengan akhlak iaitu Ihya’ Ulum al-Din, Ayyuha al-Walad, dan Mizan al-Amal. Ketiga karya itu dianalisis kandungan yang berkaitan dengan konsep akhlak. Manakala pemikiran konsep akhlak Ibn Miskawayh merujuk kepada salah satu karangannya iaitu Tahdhib al-Akhlaq dan dua buku karangan sarjana awal tentang Miskawayh iaitu The Refinement of Character dan The Ethical Philosophy of Miskawayh.Apa sahaja yang terkandung di dalam karya tersebut yang berkaitan dengan konsep akhlak dianalisis secara mendalam.

Setiap isi kandungan dikaji berdasarkan unsur atau elemen yang terkandung dalam senarai semak. Senarai ini merupakan instrumen utama yang menjadi pedoman dalam menjalankan proses penganalisisan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam konsep akhlak. Unsur atau elemen yang terkandung dalam senarai semak sebagai berikut:

5. Aql (akal) 6. Nafs (jiwa) 7. Qalb (hati) 8. Roh (ruh)

Semua unsur tersebut berkaitan dalam proses pembinaan aspek rohani dan sebagai pedoman untuk mengkategorikan pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam konsep akhlak.

DAPATAN KAJIAN

Al-Ghazali dalam dunia Islam dikenal sebagai Hujjatul Islam dengan karyanya yang paling popular Ihya Ulum al-Din dan banyak karya-karya beliau yang lain yang membincangkan tentang akhlak dalam pelbagai dimensi kehidupan.Berbanding dengan Ibn Miskawayh yang dikenal sebagai bapa etika Islam yang pertama. Karyanya yang paling popular iaitu Tahdhib al-Akhlaq dan beberapa karya yang lain juga berkaitan dengan akhlak.

Pemikiran Al-Ghazali Dalam Konsep Akhlak

Sebahagian besar pemikiran ahli falsafah Islam oleh pemikiran failasuf Yunani dan Neo-Platonisme, namun al-Ghazali adalah sebaliknya (Helmi

58

Page 67: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Hidayat, 1994). Beliau menjadikan pengalaman hidup kerohaniannya sebagai pengetahuan terpenting dan sebagai hujah yang benar dari ruh agama. Pengalaman kerohanian dalam agama adalah sebagai landasan teori akhlak. Beliau meletakkan matlamat dan prinsip yang benar sesuai dengan nilai-nilai Islam setelah melalui pelbagai cubaan dan keragu-raguan dalam hatinya.

Matlamat yang ingin dicapai dalam pembentukan akhlak adalah pembersihan jiwa dari kekotoran jiwa (al-Ghazali, 1967; 12). Aspek rohani sebagai elemen jiwa yang berbeza dari badan,maka pembentukan akhlak harus diberikan tumpuan pada pembersihan rohani agar menjadi suci. Namun, apabila akhlak buruk maka dapat merosak hati dan menyakiti jiwa (rohani).

Pembahasan aspek rohani hanya menitikberatkan beberapa tumpuan ajaran yang berkaitan dengan asas pembentukan akhlak dari aspek rohanimenerusi beberapa perkara di bawah ini:

a. Ajaran Tentang Kebahagiaan (al-sa’adah)

Dalam membicarakan tentang kebahagiaan al-Ghazali (1964) berpandangan bahawa manusia dapat memperoleh kebahagiaan yang kekal tanpa ada kehancuran, kelazatan tanpa kesulitan, kegembiraan tanpa kesusahan, kekayaan tanpa kefakiran, kesempurnaan tanpa cacat, kemuliaan tanpa kehinaan iaitu dengan mencari kebahagiaan akhirat. Kelemahan makhluk untuk menempuh jalan kebahagiaan adalah kerana kelemahan iman mereka terhadap hari akhirat.

Kelemahan iman termasuk dalam kebodohan aspek rohani, lemah yang disebabkan kelalaian untuk menempuh jalan-jalan kebahagiaan. Kenikmatan akhirat adalah kebahagiaan yang berkekalan. Al-Ghazali (1964) menggariskan empat golongan manusia dalam menghadapi akhirat:Pertama, golongan orang-orang yang berkeyakinan adanya padang mahsyar, syurga dan neraka. Kedua, golongan teologi Islam daripada ahli falsafah yang berkeyakinan realiti kelazatan adalah tidak wujud kecuali boleh dikesan wujud benda yang nyata. Ketiga, golongan yang mengingkari adanya kelazatan yang dapat dirasai oleh deria samada dengan jalan yang nyata atau jalan khayalan. Keempat, golongan majoriti orang-orang hodoh dan kurang akal serta tidak tergolong dalam kelompok orang-orang yang berfikir (1964; 182-185).

Interpretasi daripada empat golongan ini adalah memberikan tumpuan fikiran pada alam akhirat (rohani) dalam bentuk dan pemahaman yang

59

Rajah 4 menunjukkan minat responden untuk mempelajari topik reka bentuk landskap bagi item 30.

Rajah 4: Tahap kecenderungan jumlah pelajar yang menunjukkan minat

untuk mempelajari topik reka bentuk landskap.

Rajah 5: Peratus kecenderungan pelajar yang menunjukkan minat untuk mempelajari topik reka bentuk landskap

0

2

4

6

8

10

Sangat tidak

setuju

Tidak setuju

Tidak pasti Setuju Sangat setuju

1

6

4

7

10

Bil

anga

n P

elaj

ar

Sangat tidak setuju, 3.6%

Tidak setuju 21.4%

Tidak pasti 14%Setuju

25%

Sangat setuju 36%

274

Page 68: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

bidang landskap ini ada ditawarkan di peringkat universiti.

29 Saya tahu bahawa bidang landskap ini mempunyai peluang kerjaya yang cerah di masa hadapan.

Item 9 3.64 72.8 Tinggi

30 Saya minat untuk mempelajari topik ini dengan mendalam jika diberi peluang.

Item 10 3.68 73.6 Tinggi

Min

Keseluruhan 3.52 Tinggi

Jadual 3: Interpretasi Min

Skor min Kriteria

1.00 – 1.99 Rendah

2.00 – 2.99 Sederhana

3.00 – 3.99 Tinggi

4.00 – 5.00 Sangat Tinggi

Secara keseluruhannya, min yang dicatatkan bagi item pada bahagian

ini adalah 3.52. Ini menunjukkan responden mempunyai pengetahuan mengenai reka bentuk landskap secara asas sahaja serta mereka juga peka dan sedar akan kepentingan topik tersebut di masa akan datang lebih-lebih lagi di peringkat Sijil Pelajaran Malaysia (SPM). Ini dibuktikan lagi tentang minat untuk mempelajari topik dengan mendalam berada pada kedudukan min kedua tertinggi iaitu 3.68 dengan peratus skor min sebanyak 73.6%.

273

berbeza-beza berasaskan ilmu pada diri masing-masing untuk mencapai kebahagiaan. Usaha yang sungguh-sungguh (mujahadah) merupakan usaha mengubati jiwa (rohani) dengan tujuan membersihkannya, untuk memperolehi kebahagiaan. Sehingga sampailah kesucian jiwa pada ‘sa’adah’ atau kebahagiaan dapat diperolehi. Justeru itu, yang menolong untuk mencapai kebahagiaan adalah ‘amal sholeh’ (al-Ghazali, 1964; 196). Tumpuan aspek rohani dalam ajaran kebahagiaan mengikut al-Ghazali adalah pada kesucian jiwa sehingga membentuk akhlak batiniah yang mulia.

b. Ajaran Tentang Keutamaan (al-fadhail)

Kebahagiaan dapat dicapai dengan mensucikan jiwa dan menyempurnakannya. Manakala menyempurnakan jiwa mestilah dengan usaha untuk mencapai seluruh keutamaan. Al-Ghazali mengemukakan keutamaan yang penting menerusi akhlak, yang dirumuskan dalam empat kuasa atau kekuatan asas.

Kebijaksanaan (hikmah) adalah keutamaan kekuatan akal. Kebaikan ilmu tercapai melalui kekuatannya untuk mengetahui dan membezakan antara dua perkara, seperti benar dan bohong dalam perkataan (al-Ghazali, 1964;233, 1967;69). Beliau menekankan kekuatan ini sebagai punca utama akhlak yang baik. Apabila kekuatan ilmu itu baik maka ia akan meningkat kepada peringkat ‘hikmah’. Kekuatan ini pula menuntut jiwa (rohani) menemukan kebaikan-kebaikan amal perbuatan (al-Ghazali, 1964;265, 1967;11). Tumpuan aspek rohani dalam keutamaan ini adalah berusaha mendapatkan kebaikan bagi mengelak keburukan akhlak.

Berdasarkan analisis interpretasi adalah didapati keutamaan keberanian. Al-Ghazali berpandangan bahawa keberanian iaitu keutamaan kuasa‘marah’. Kebaikan marah ialah apabila mengecut dan mengembang selaras dengan kehendak hikmah. Kebolehan mengurus marah dikatakan baik dan berani. Apabila marah melampaui had dikatakan pengacau, tetapi apabila marahitu lemah dikatakan penakut (1964;266, 1967;69). Kuasa marah berada dalam emosi individu, tetapi hakikatnya dikawal oleh rohani agar tidak berakhlak buruk.

Selain dua kekuatan di atas, terdapat kekuatan ‘nafsu’iaitu iffah atau kawalan diri. Kebaikannya apabila berada di bawah arahanhikmah (akal). Kebolehan mengurus nafsu dikatakan baik dan suci. Apabila nafsu melampau dikatakan jahat, tetapi jika nafsu kurang(lemah) dikatakan beku (al-Ghazali, 1964;269, 1967;80).Nafsu boleh dikawal dengan membersihkan jiwa, mensucikan peribadi dan menjauhi hawa nafsu yang merosak akhlak

60

Page 69: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

(al-Ghazali, 1980;45-46).Aspek rohanimemainkan peranan yang selaras dengan kekuatan iffah,bertumpumengawal nafsu ke arah yang baik.

Berasaskan tiga keutamaan tersebut terdapat satu lagi keutamaan iaitu ‘adil’ sebagai titik tengah untuk menjaga keseimbangan antara seluruh keutamaan. Kuasa adil iaitu mengawalselia nafsu dan marah dibawah arahan akal dan syarak. Jika berlaku perbuatan melampau maka ia dikatakan zalim. Al-Ghazali menggariskan bahawa keutamaan adilmerupakan suatu keadaan yang teratur sesuai dengan ketentraman yang sebenar (1964;272, 1967;70). Beliau mengetengahkan keempat kekuatan dengan empat keutamaan yang merupakan punca akhlak (ummahat al-akhlaq) (1964; 286, 1967; 80).

Kekuatan-kekuatan itu membolehkan manusia untuk sedia mengamalkan perilaku yang terpuji.Disamping itu keutamaannyamemiliki dua hujung dan satu sifat pertengahan. Manusia diperintahkan untuk melakukan yang pertengahan, yang lurus antara dua hujung. Kuasa adil sebagai cerminan aspek rohani bagi mengawalselia kekuatan yang lain. Apabila rohani seimbang maka memberikan kekuatan bagi emosi, intelek dan jasmani.

c. Ajaran Tentang Kebaikan (al-khairat)

Jalan mendapatkan kebahagiaan dan keutamaan seperti pembahasan sebelumnya adalah melalui perbuatan yang baik. Kebaikan selalu baik, tetap dan tidak berubah. Al-Ghazali menerangkan bahawa terdapat tiga penggerak kebaikan duniawi:

i. Al-targhib dan al-tarhib(Dorongan dan pencegahan) ii. Raja’ al-mahmudah(Harapan pujian yang baik)

iii. Thalab al-fadhilah wa kamal al-nafs(Keinginan mencapai keutamaan dan kesempurnaan jiwa)

(al-Ghazali, 1964;287)

Ketiga penggerak ini dapat dilalui manusia dengan berbeza-beza untuk mencapai kebaikan. Justeru itu, tidak ada perbezaan antara kebaikan duniawi dan kebaikan ukhrawi kecuali cepat atau lambat mencapai kebaikan itu (al-Ghazali, 1964;289). Analisis induktif mendapati bahawa tiga penggerak kebaikan itu bertujuan untuk mencapai kecerdasan rohani.Rohani yang cerdas akan menggerakkan jiwauntuk mencari kebaikan dan kesempurnaan diri sendiri.

61

bahawa landskap terbahagi kepada dua jenis iaitu landskap lembut ’softscape’ dan landskap kejur ’hardscape’.

23 Landskap ini adalah berkaitan dengan alam sekitar.

Item 3 3.43 68.6 Tinggi

24 Saya tahu tentang fungsi fizikal dan estetika tumbuhan dalam landskap.

Item 4 3.61 72.2 Tinggi

25 Saya ingin mempelajari tentang lukisan pelan-pelan dalam reka bentuk landskap.

Item 5 3.25 65 Tinggi

26 Saya tahu apa itu model landskap.

Item 6 3.79 75.8 Tinggi

27 Saya sedar topik ini ada kerja kursus untuk peperiksaan di peringkat SPM.

Item 7 3.61 72.2 Tinggi

28 Saya tahu bahawa pembelajaran

Item 8 3.68 73.6 Tinggi

272

Page 70: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Bahagian D Pengetahuan Dan Minat Pada Tajuk Reka Bentuk Landskap

10 0.883

Keseluruhan 30 0.943

Dapatan yang diperolehi daripada kajian ini ialah nilai alpha 0.943.

Nilai ini mempunyai kebolehpercayaan yang bersesuaian dengan kenyataan Mohd Majid Konting (1993), meskipun tiada batasan khusus yang boleh digunakan bagi menentukan pekali kebolehpercayaan yang sesuai bagi sesuatu alat ukur, pekali kebolehpercayaan yang lebih daripada 0.60 sering digunakan dan menjadikan rujukan paling minimum untuk diterima. Nilai kebolehpercayaan yang boleh diterima pakai antara 0.6 hingga 1.0.

– 0.99 adalah tahap yang terbaik (71% - 99% kebolehpercayaan item oleh sampel). Fraenkel dan Wallen (1996) pula

– 0.99.

ii. Tahap Kecenderungan Terhadap Pelaksanaan Modul Bagi mendapatkan gambaran kecenderungan terhadap pelaksanaan

modul pembelajaran, pengkaji telah menganalisis respons pelajar pada Bahagian D iaitu “Pengetahuan dan minat pada tajuk Reka bentuk Landskap”. Dalam bahagian ini terdapat 10 soalan item. Item-item telah dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk mendapatkan nilai frekuensi, min dan peratusan. Hasil daripada responden mengenai bahagian ini adalah positif. Jadual di bawah menunjukkan perwakilan soalan bagi setiap item.

Jadual 2: Item dan analisis kekerapan, min dan min keseluruhan bagi item Bahagian D

Bil. Item No Item Skor Min Peratus

Skor Min (%)

Tafsiran Tahap

21 Saya pernah tahu mengenai reka bentuk landskap sebelum ini.

Item 1 3.25 65 Tinggi

22 Saya mengetahui Item 2 3.25 65 Tinggi

271

d. Ajaran Tentang Kesempurnaan (al-kamal)

Setiap manusia menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya, sama ada sempurna fizikal mahupun sempurna rohani. Apabila kesempurnaan diperolehi oleh seseorang individu makaindividu tersebut memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Al-Ghazali menggariskan kesempurnaan itu secara menyeluruh dalam lima bahagian.

Kesempurnaan yang paling utama mengikut al-Ghazali adalah kesempurnaan mendapatkan kebahagiaan akhirat. Kesempurnaan itu tidak dapat dicapai kecuali dengan adanya kesempurnaan kedua. Al-Ghazali menyebutnya dengan kesempurnaan bagi keutamaan jiwa (1964;294). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya iaitu keutamaan akal, keutamaan kawalan diri, keutamaan berani dan keutamaan adil.

Kesempurnaan ketigaiaitu keutamaan yang ada pada badan iaitu kesihatan badan, kekuatan badan, keelokan badan dan panjang umur. Keempat adalah kesempurnaan luaran pada manusia iaitu harta, keluarga, kemuliaan, dan keluarga mulia. Semuanya dilengkapi oleh kesempurnaan kelima iaitu taufiq dari Allah, melalui hidayah Allah, pimpinan Allah, kebaikan dari Allah, dan kekuatan dari Allah (1964;294). Analisis induktif dan deduktif mendapati bahawa pemikiran al-Ghazali tentang kesempurnaan adalah wujud dari aspek rohani sehingga membolehkan manusia mencapai kesempurnaan hakiki. Kebahagiaan dan kelazatan rohani diperoleh apabila manusia dekat dengan Allah s.w.t. dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Pemikiran Ibn Miskawayh Dalam Konsep Akhlak

Pemikiran Miskawayh tentang teori metafizik iaitu tentang Tuhan, alam dan jiwa manusia memberikan hubungkait kepada idea-idea yang diutarakan berkaitan akhlak.Pandangan beliau lebih merujuk kepada etika Aristotle dan Neo-Platonik sehingga terjadi perbezaan dan cabaran dalam membuat kesepaduan antara keduanya yang selaras dengan pandangan Islam.Berdasarkan analisis interpretasi mendapati beberapa ajaran asas pemikiran Miskawayh yang bertumpu dalam konsep akhlak.

a. Ajaran tentang kebahagiaan (al-sa’adah)

Kebahagiaan merupakan kebaikan yang amat berkaitan dengan pemiliknya dan merupakan kesempurnaan bagi pemiliknya. Kebahagiaan adalah kebaikan yang berhubungkait dengan seseorang atau orang lain, ia relatif dan esensinya tak pasti. Berbeza mengikut orang yang

62

Page 71: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengusahakannya, tetapi kebaikan mutlak tidak ada perbezaannya (Miskawayh, 1961;78, Ansari, 1964;70, & Zurayk, 1968;69).

Kebahagiaan sangat bergantung kepada usaha individu ertinya kebahagiaan yang dirasakan seseorang dengan orang lain adalah berbeza mengikut usahanya. Analisis mendapati bahawa Miskawayh dalam merumuskan pembahagiaan tentang kebahagiaan merujuk kepada pandangan Aristotle yang membahagi kebahagiaan menjadi lima:

Pertama, kebahagiaan yang merujuk kepada kesihatan badan dan kelembutan deria yang mencakup pendengaran, penglihatan, bau, rasa dan sentuhan yang baik. Kedua, kebahagiaan yang berdasarkan dengan memperolehi keberuntungan. Ketiga, kebahagiaan kerana termasyhur di kalangan orang-orang yang memiliki keutamaan dan mendapat pujian orang-orang tersebut kerana sentiasa berbuat kebajikan. Keempat, kebahagiaan pada seseorang yang sukses dalam segala hal, sehinggalah ia dapat mewujudkan cita-citanya dengan sempurna. Manakala perkara yang kelima, kebahagiaan dapat diperolehi apabila seseorang cerdas dan cermat dalam berfikir dan memberikan pendapat serta lurus keyakinannya (Miskawayh, 1961;83, Ansari, 1964;72, & Zurayk, 1968; 72). Mencapai kebahagiaan adalah salah satu ketenangan rohani yang menggerakkan fikiran untuk sentiasa berbuat baik. Sebaliknya keresahan rohani boleh membawa kepada kerosakan akhlak.

Miskawayh berpandangan juga bahawa manusia memiliki kebajikan rohani, yang diibaratkan dengan ruh yang baik atau disebut malaikat. Manusia juga mempunyai kebajikan jasmani yang diibaratkan dengan haiwan. Kedua-dua kebajikan ini terletak dalam dua alam yang berbeza, kebajikan rohani terdapat di alam yang tinggi, sementara kebajikan jasmani terdapat di alam yang rendah (Miskawayh, 1961;86, & Ansari, 1964;80, Zurayk, 1968;75). Mencapai kebahagiaan adalah dengan cara mengekang keinginan jasmani dan memberi penekanan pada hakikat aspek rohani.

b. Ajaran Tentang Keutamaan (al-fadhail)

MengikutMiskawayh bahawa jiwa manusia mempunyai tiga fakulti yang menjadikan manusia boleh mencapai kebajikan dan keutamaan (al-fadhail). Fakulti yang pertama adalah fakulti berfikir (rasional), Miskawayh menyatakan apabila aktiviti jiwa berfikirtidak keluar dari laluan dirinya dan mencari pengetahuan yang benarmaka jiwa berfikir dapat mencapai keutamaan sikap bijaksana (al-hikmah) (Miskawayh, 1961; 20, Ansari, 1964;88 & Zurayk, 1968;15). Muhammad Wahyuni Nafis (2006) pula menyatakan bahawa jiwa peribadi yang seimbang akan membimbing kebaikan dan

63

i. Kesahan dan Kebolehpercayaan Instrumen Kesahan (validity) dan kebolehpercayaan (reliability) adalah elemen

yang penting kepada para pengkaji. Ia juga merupakan instrumen amat penting bagi mempertahankan kejituan instrumen daripada terdedah kepada kecacatan. Semakin tinggi nilai dan tahap kesahan dan kebolehpercayaan instrumen, maka semakin jitu data-data yang akan diperolehi bagi menghasilkan kajian yang baik dan berkualiti.

Sabitha Marican (2009) menyatakan bahawa kualiti sesuatu alat ukur kajian boleh diterjemahkan dalam bentuk kebolehpercayaan dan kesahan. Kebolehpercayaan ialah sejauh mana ukuran itu konsisten dalam mengukur sesuatu konsep. Manakala kesahan pula ialah tahap perkaitan antara alat ukur kajian atau ukuran dengan gagasan yang hendak diukur. Kedua-duanya seringkali dilaksanakan untuk memastikan data kajian itu boleh dipercayai dan sah dari perspektif penyelidikan saintifik.

Menurut Chua Yan Piaw (2011), kesahan didefinisi sebagai nilai korelasi di antara pengukuran dan nilai sebenar sesuatu variabel. Jika pengukuran yang dibuat tepat pada nilai sebenar sesuatu variabel, nilai korelasinya adalah tinggi dan penyelidikan tersebut mempunyai kesahan yang tinggi. Kebolehpercayaan pula merujuk kepada suatu kajian untuk memperoleh nilai yang serupa apabila pengukuran yang sama diulangi. Jika pengukuran pada kali yang kedua (dan ketiga atau pada kali yang seterusnya) dilakukan, nilai yang diperoleh adalah serupa, maka kajian dikatakan mempunyai kebolehpercayaan yang tinggi. Di bawah merupakan jadual nilai kebolehpercayaan alfa cronbach bagi kajian rintis yang telah dilaksanakan sebelum melakukan kajian sebenar.

Jadual 1: Keputusan Kajian Rintis Nilai Kebolehpercayaan Alfa Cronbach bagi Kajian Rintis (N=28)

Item Bilangan Item Nilai Alpha

(Kebolehpercayaan)

Bahagian B Minat Diri Terhadap Mata Pelajaran Pendidikan Seni Visual

12 0.876

Bahagian C Pendekatan Guru Dalam Proses Pembelajaran

8 0.801

270

Page 72: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Bagi melengkapkan kajian rintis, borang soal selidik telah diedarkan kepada 28 orang pelajar yang merupakan subjek kajian. Pelajar-pelajar bagi kajian rintis ini terdiri daripada pelajar tingkatan empat dari kelas 4 Mawar 2 yang mempelajari mata pelajaran Pendidikan Seni Visual sebagai subjek elektif. Menurut Robert dan Paul (1996), jumlah sampel atau responden yang digunakan dalam kajian rintis biasanya tidak kurang daripada 20 orang sampel. Manakala Mohamad Najib (1999) menyatakan bahawa sampel kajian rintis tidak perlu besar dan hanya diperlukan 6 hingga 9 orang.

Pekali Alpha (kebolehercayaan) bagi kajian rintis ditentukan dengan penggunaan perisian komputer Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Statistics 20. Hasil daripada kajian rintis yang dijalankan, didapati nilai pekali Cronbach Alpha adalah 0.943 (>0.60). Ini menunjukkan item bagi soal selidik ini mempunyai tahap kebolehpercayaan yang tinggi dan sesuai digunakan dalam kajian yang ingin dijalankan. Menurut Mohd Majid (2000), pekali kebolehpercayaan yang sesuai bagi sesuatu alat ukur adalah tiada batasannya. Pekali kebolehpercayaan yang lebih daripada 0.60 adalah sering digunakan dalam penyelidikan.

Kajian rintis ini juga telah dijalankan ke atas dua orang guru PSV Tingkatan 4 dan 5 dan seorang Guru Kanan Mata Pelajaran (GKMP) dalam sekolah responden tersebut. Dalam kajian rintis ini, dua set borang soal selidik yang sama diedarkan kepada guru mata pelajaran. Kemudian sesi temu bual dijalankan terhadap ketiga-tiga orang guru tersebut bagi mendapatkan maklumat berkaitan kajian ini. Tujuan kajian rintis ini dijalankan adalah untuk melihat kesesuaian modul yang dibangunkan dari segi isi kandungan, bahasa yang digunakan, untuk mendapatkan maklumat tentang respons bertulis yang diberikan oleh guru PSV agar dapat membantu pengkaji memperbaiki mutu soal selidik untuk responden, modul pembelajaran yang akan digunakan serta untuk membuat anggaran peruntukan masa bagi kajian yang sebenarnya.

Antara isu yang cuba dicungkil dalam kajian rintis ini adalah mengetahui masalah utama para guru dalam pengajaran dan pembelajaran reka bentuk landskap dari aspek pedagogi, sikap dan masalah pembelajaran pelajar, penggunaan sumber dan bahan bantu mengajar dan aspek pentaksiran pencapaian pelajar. Kajian rintis ini turut mendapatkan pandangan pelajar terhadap minat diri terhadap mata pelajaran PSV, pengetahuan dan minat pada tajuk reka bentuk landskap serta pendekatan guru di dalam proses pengajaran dan pembelajaran.

269

menyediakan kecerdasan, inilah pandangan Miskawayh dalam konteks jiwa berfikir untuk kesucian rohani.

Fakulti yang kedua iaitu fakulti nafsu, Miskawayh menjelaskan apabila aktiviti jiwa haiwan dikendalikan oleh jiwa berfikir, tidak berlawanan dengannya dan tidak lemah dalam melawan kehendak hawa nafsu maka jiwa berfikir akan mencapai keutamaan kawalan diri (al-iffah) (Miskawayh, 1961;20, Ansari, 1964;88, & Zurayk, 1968;15). Apabila nafsu tidak dikawal dengan baik maka boleh merosak batiniah, oleh itu rohani mengawal nafsu agar tidak merosak akhlak batiniah.

Analisis juga mendapati pandangan Miskawayh tentang jiwa amarah. Beliau merumuskan apabila aktiviti jiwa amarah mematuhi arahan jiwa berfikir dan tidak bangkit lagi pada masa yang tidak sesuai atau terlalu bergelora, maka akan mencapai keutamaan sikap berani (al-syaja’ah) (Miskawayh, 1961;20, Ansari, 1964;88& Zurayk, 1968;15). Analisis senarai semak menunjukkan bahawa Muhammad Wahyuni Nafis (2006) menghuraikan unsur emosi dicetuskan oleh fikiran rasional dan akal dapat membaca realiti emosi serta membuat penilaian secara naluri terhadap realiti emosi.Pendapat ini selari dengan pandangan Miskawayh.Justeru itu, rohani menjaga keseimbangan jiwa amarah agar tetap tenang dan selalu berada dalam arahan jiwa berfikir.

Ketiga keutamaan tersebut saling berhubungkait sehingga wujudkeutamaan lain menyempurnakannyaiaitu keutamaan sifat adil (al-adl) (Miskawayh, 1961;20, Ansari, 1964; 88 & Zurayk, 1968; 16). Interpretasinya bahawa keutamaan adil adalah sebagai perilaku rohani dalam diri setiap insan. Rohani yang bijak, berbuat dan menilai secara adil kepada Allah dan manusia serta makhluk lainnya.Miskawayh juga menghuraikan empat unsur berlawanan daripada empat keutamaan iaitu kebodohan (al-jahl), kerakusan (al-Syirh), pengecut (al-jubn) dan kezaliman (al-jawr). Empat perilaku hina tersebut merupakan penyakit jiwa dan menimbulkan banyak kepedihan dan kesengsaraan. Justeru itu, manusia mesti mengawal empat keutamaan untuk menolak empat keburukan menerusi hakikat kecerdasanrohani.

c. Ajaran Tentang Kebaikan (al-khairat)

Pandangan Miskawayh tentang kebaikan juga merujuk kepada pandangan Aristotle. Menurut Miskawayh, kebaikan adalah berhubungan dengan tujuan tiap sesuatu perkara dan kebaikan merupakan tujuan terakhir (Miskawayh, 1961;78, Ansari, 1964; 71& Zurayk, 1968;69). Namun sesuatu yang bermanfaat untuk mencapai tujuan itu disebut juga dengan

64

Page 73: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kebaikan. Kebaikan bersifat mutlak benar, kerana akal tidak mungkin menerima usaha atau gerak yang tidak ada akhirnya. Tujuan berhujung pada kebaikan merupakan kenikmatan rohani kerana tujuannya adalah menuju kepada Allah.

Berdasarkan analisis didapati bahawa Miskawayh membahagi kebaikan sepertimana pembahagian oleh Aristotle. Miskawayh merumuskan kebaikan sebagai berikut:

i. Al-syarifah iaitu kebaikan kerana zatnya yang diperolehi melalui hikmah dan akal.

ii. Al-mamduhah iaitu keutamaan dan perbuatan yang diusahakan dengan baik dan dipersiapkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan berlaku.

iii. Al-nafi’ah iaitu segala sesuatu yang diinginkan bukan untuk zatnya tetapi alat untuk mewujudkan kebaikan itu.

(Miskawayh, 1961;80, & Zurayk, 1968;70).

Analisis juga menunjukkan bahawa kebaikan mutlak adalah kebaikan rohani. Kebaikan sementara dinamakan kebaikan nafsu syahwat. Sedangkan kebaikan yang disepakati manusia adalah kebaikan akal. Apabila kebaikan rohani selari dengan kebaikan akal maka melahirkan individu yang berakhlak mulia.

d. Ajaran Tentang Kesempurnaan (al-kamal)

Manusia dapat menentukan arah penciptaannya sebagai khalifah. Dengan kewujudan substansi inilah manusia dapat memperoleh tingkatan yang tinggi. Analisis interpretasi mendapati bahawa pembahasan Miskawayh dalam wacana kedua (al-makalah al-tsaniah) menyatakan:

Kesempurnaan manusia ada dua macam, kerana dua kekuatan yang dimilikinya: fakulti teoritikal (‘alimah) dan fakulti praktikal (‘amilah). Fakulti yang pertama manusia cenderung kepada berbagai macam ilmu dan pengetahuan dan yang satu lagi cenderung kepada mengatur perkara-perkara.

(Miskawayh, 1961;43).

65

landskap dengan pemeliharaan alam sekitar, jenis-jenis landskap, memahami pelan-pelan landskap dan sebagainya.

Sampel Kajian

Dalam persampelan kajian pula seramai 60 orang pelajar Tingkatan 4 yang mempelajari mata pelajaran Pendidikan Seni Visual sebagai mata pelajaran elektif diambil sebagai sampel kajian. Kesemua sampel kajian adalah dari salah sebuah sekolah menengah yang terletak dalam daerah Petaling Jaya, Selangor. Mereka mewakili 3 kelas sahaja. Sekolah dalam daerah ini dipilih sebagai sampel kajian kerana penyelidikan seperti ini belum pernah dijalankan. Satu gambaran kasar akan diberikan kepada sampel tentang struktur modul, rasional dan objektif. Dalam kajian ini, sampel kajian berperanan sebagai pengguna modul pembelajaran yang dibangunkan.

Instrumen Kajian

Dalam kajian ini instrumen yang digunakan ialah borang soal selidik (Pra Kajian dan Pasca Kajian), modul pembelajaran dan borang kesahan instrumen kajian (panel pakar). Pembangunan Modul Pembelajaran Reka Bentuk Landskap untuk Pendidikan Seni Visual Tingkatan 4 dibangunkan untuk mengkaji keberkesanan modul dalam pengajaran dan pembelajaran di kalangan pelajar disalah sebuah sekolah menengah, Petaling Jaya. Borang soal selidik dan borang penilaian keberkesanan modul digunakan untuk mengumpul data.

Dapatan Kajian Rintis

Untuk tujuan tersebut satu kajian awal dilaksanakan di sekolah kajian di Petaling Jaya sekitar bulan Januari 2014. Pelajar-pelajar daripada sebuah kelas yang mengambil mata pelajaran PSV sebagai mata pelajaran elektif telah terlibat dalam kajian awal. Kajian awal dilakukan untuk mengenal pasti masalah-masalah serta pendekatan yang digunakan dalam pengajaran dan pembelajaran PSV umumnya dan khususnya bagi tajuk reka bentuk landskap.

Untuk kajian rintis ini, satu sub topik dalam Bahagian A iaitu 1.1 (Jenis Landskap) serta dua sub topik dari Bahagian B iaitu 2.1 (Asas Lukisan Pelan Landskap) dan 2.2 (Inventori) telah dipilih untuk dilaksanakan. Sub topik tersebut dipilih atas kepentingannya sebagai tunjang utama kepada pengenalan serta pemahaman pelajar terhadap tajuk kajian ini secara umum.

268

Page 74: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Rajah 3: Pertindihan konseptual antara tiga bidang nilai utama:

ekologi, masyarakat dan kesejahteraan

Sumber : Thompson (2002)

Pada asasnya, di tengah-tengah gambar rajah tersebut adalah kawasan di mana ketiga-tiga bidang nilai utama bertindih antara satu sama lain. Ini menunjukkan bahawa reka bentuk akan menjadi kaya dengan nilai-nilai estetik, sosial dan nilai alam sekitar. Thompson (2002) menyatakan reka bentuk ini sebagai ‘reka bentuk Trivalen’ dan beliau berpendapat bahawa jenis hubung kait pada rajah tersebut adalah jenis yang paling kaya nilai reka bentuk.

Oleh yang sedemikian, kriteria-kriteria isi kandungan modul yang akan dibangunkan adalah berpandukan pendekatan ekologi kerana ia sentiasa berhubung kait dengan ciri-ciri yang terdapat pada pertindihan konsep antara tiga bidang nilai utama iaitu ekologi, masyarakat dan kesejahteraan. Ini adalah kerana Modul Pembelajaran Reka Bentuk Landskap yang akan dibangunkan untuk pelajar tingkatan empat, terbahagi kepada dua iaitu: Bahagian A (Pengenalan Landskap) dan Bahagian B (Proses Mereka Bentuk Landskap). Kedua-dua bahagian tersebut akan membincangkan hubungan

267

Berdasarkan petikan di atas bahawa kesempurnaan manusia itu terdapat dalam dua perkara iaitu teoritikal (al-‘alimah) dan praktikal (al-‘amilah). Kesempurnaan teoritikal merupakan kecenderungan manusia yang berpunca kepada pelbagai ilmu dan pengetahuan. Manakala kesempurnaan praktikal adalah kecenderungan manusia dalam mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara bersepadu (Miskawayh, 1961;43, Ansari, 1964; 79& Zurayk, 1968;36). Interpretasinya kedua-dua kesempurnaan itu adalah berhujung pada sempurna rohaniuntuk memperoleh darjah yang tinggi dan mulia.

Majoriti manusia memikirkan tentang kesempurnaan dengan memperolehi kenikmatan deria yang berupa kenikmatan jasmani sebagai punca dari tujuan dan kebahagiaan terakhir. Padahal hakikat kesempurnaan manusia adalah kenikmatan spiritual (rohani) iaitu manusia meninggalkan kesenangan materi yang fana, demi mendapatkan kesenangan yang berkekalan.

Persamaan Dan Perbezaan Konsep Akhlak Dalam Aspek Rohani

Berdasarkan analisis perbandingan, kajian ini telah mengenalpasti pemikiran konsep akhlak al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aspek rohanidaripada perspektif persamaan dan perbezaan. Analisis terhadap pemikiran al-Ghazali dan Ibn Miskawayh merumuskan pandangannya tentang ajaran dan asas pembentukan akhlak dalam aspek rohani.

Pandangan al-Ghazali dan Miskawayh dalam ajaran keutamaan (al-fadhail) menunjukkan persamaan dari segi pengertian tentang kekuatan adil (al-quwwah al-‘adalah). Kedua-duanya berpandangan bahawa kekuatan adil dapat mengawal kekuatan lain sehingga terwujud keseimbangan dalam perilaku mahupun tindakan seseorang. Kekuatan adil melahirkan sikap yang selaras terhadap kesucian rohani dan keutamaan jiwa manusia. Perbuatan yang dilaksanakan dengan adil sesuai petunjuk syarak boleh meluruskan hubungan sesama manusia dan membentuk kebaikan yang sempurna. Justeru itu, terbentuklah hubungan akhlak yang adil terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, persekitaran dan akhlak terhadap Allah secara batiniah (rohani), sebagaimana pandangan Yusuf al-Qaradawi (1977) tentang kesyumulan etika Islam.

Dari segi persamaan pemikiran al-Ghazali dan Miskawayh dalam aspek rohani mendapati pula bahawa unsur jiwa (rohani) sebagai elemen pembentukan akhlak yang mengawal setiap kekuatan dalam jiwa. Aspek rohani merupakan sumber bagi ilmu dan mencari ilmu untuk menjadikan jiwa mulia. Sementara dari segi matlamat kedua-dua tokoh menekankan

66

Page 75: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pembersihan jiwa dari kekotoran atau kerosakan jiwa. Begitupun dalam prinsip utama akhlak adalah untuk kebaikan dan kesempurnaan hakiki.

Sedangkan dari segi perbezaan konsep akhlak dalam aspek rohani bahawa pandangan al-Ghazali daripada unsur ruh dihuraikan secara ‘dalaman’ dan mendalam baik dari segi pengertian, sumber dan bahagiannya. Manakala Miskawayh hanya menghuraikan unsur ruh hanya dari segi hakikatnya sahaja. Al-Ghazali juga berpendapat bahawa jiwa dengan kuasa Allah dapat dihancurkan tetapi Allah tidak melakukannya. Sementara Miskawayh menyatakan bahawa jiwa tidak hancur apabila berpisah dengan jasad. Beliau juga menyebutkan bahawa dalam jiwa wujud penggerak kebaikan iaitu: Al-Syarifah (kebaikan), Al-Mamduhah (keutamaan), dan Al-Nafi’ah (manfaat). Berbeza dengan wujud penggerak yang disebutkan al-Ghazali, beliau menyebutkan penggerak kebaikan iaitu: al-Targhib dan al-Tarhib (Dorongan dan pencegah), Raja’ al-Mahmudah (Harapan pujian), dan Thalab al-Fadhilah wa Kamal al-Nafs (Keinginan mencapai keutamaan dan kesempurnaan jiwa). Penggerak kebaikan ini wujud dalam aspek rohani bagi mengawal kesucian akhlak batiniah secara berterusan.

Mengikut al-Ghazali pula bahawa jiwa rohani menjadi sempurna apabila mendapatkan lima kebajikan: kebajikan ukhrawiyah, kebajikan jiwa, kebajikan badaniyah, kebajikan urusan luar dan kebajikan taufiq dari-Nya. Sedangkan menurut Miskawayh bahawa kesempurnaan jiwa rohani diperoleh segi ilmu dan mengamalkan ilmu itu. Kesempurnaan jiwa adalah wujud dari ketenangan rohani bagi melahirkan akhlak batiniah yang mulia.

Prinsip akhlak adalah untuk kebaikan dan kesempurnaan hakiki. Justeru itu, aspek rohani sebagai penyeimbang kepada aspek emosi, intelek dan jasmanisesuai petunjuk syarak.Berdasarkan konsep akhlak al-Ghazali dan Ibn Miskawayh dalam aspek rohani maka dirumuskan perkaitannya sebagai berikut:

67

Antara lain, terdapat dua perkara penting bagi pembinaan modul pembelajaran yang berkesan iaitu reka bentuk modul perlu bertumpu kepada keperluan pelajar dan strategi pengajaran dan pembelajaran perlu bertumpu kepada usaha untuk membantu pelajar menguasai kemahiran, membina pengetahuan dan menghayati ilmu dengan berkesan.

Kriteria Pemilihan Isi Kandungan Modul Reka Bentuk Landskap

Untuk kajian ini, dalam memilih isi kandungan modul pembelajaran reka bentuk landskap, pengkaji akan mengaitkan hubungan modul yang dibangunkan dengan tiga bidang nilai utama bersangkutan pendekatan ekologi. Berdasarkan artikel Thompson (2002), beliau merujuk kepada penulisan Plato, jika diperhatikan Rajah 4, rajah menunjukkan bahawa terdapat pertindihan konsep antara ketiga-tiga bidang nilai. Sebagai contoh, ‘fungsi/fungsionalisme’, boleh difahami sebagai satu falsafah reka bentuk yang didorong oleh kesedaran sosial tentang kegunaan objek-objek yang direka bentuk dan mempunyai nilai estetik yang unggul.

Sementara itu, Hackett (1971) dari United Kingdom telah mengembangkan idea-idea hubung kait antara nilai-nilai ekologi dan nilai-nilai estetik, bahawa landskap yang direka bentuk berpandukan ekologi, menjadi salah satu idea yang sentiasa memenuhi nilai estetika. Ekologi dan nilai-nilai sosial membentuk satu ‘pendekatan ekologi’ sekitar tahun 1970-an dan 1980-an yang bermula di Belanda sebelum disebar luas dan diamalkan oleh pereka-pereka landskap untuk beberapa buah Bandar baru di Britain khususnya Warrington. Pihak-pihak yang memberi sokongan terhadap pendekatan ini mendakwa bahawa masyarakat akan mendapat manfaat dari segi psikologi dan sosial dengan adanya hubung kait landskap naturalistik yang terkandung spesis semula jadi dan kepelbagaian habitat.

266

Page 76: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Tujuan utama model reka bentuk pengajaran ini adalah untuk

menghasilkan modul pembelajaran yang berkesan bagi membolehkan pelajar memperoleh kemahiran, pengetahuan dan sikap yang diharapkan serta digemari oleh pelajar. Pengajaran yang dirancang dengan teliti dan lengkap diharapkan akan dapat mewujudkan keyakinan, kepercayaan dan perasaan hormat pelajar terhadap pengajar, sekaligus membina disiplin yang positif. Pembinaan Modul

Ketelitian adalah perlu dalam menjalankan pembangunan modul pembelajaran. Modul yang dibangunkan mengandungi pelajaran yang khusus dengan menyatakan objektif pengajaran dan pembelajaran yang hendak dicapai, menyenaraikan aktiviti bagi mencapai objektif tersebut dan menjelaskan teknik penilaian sumatif. Pada asasnya, modul pembelajaran tersebut mengandungi perkara seperti tajuk pada halaman hadapan; halaman kandungan; beberapa pelajaran atau unit tertentu dan maklumat khusus atau aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang relevan dalam setiap pelajaran.

Sharifah Alwiyah Alsagoff (1981) menegaskan sesuatu bahan pembelajaran haruslah sesuai dengan tahap kebolehan dan kecerdasan seseorang pelajar bahkan, urutan langkah-langkah pembinaan modul harus dipatuhi. Ini adalah untuk menjamin supaya modul itu kelak akan benar-benar mencerminkan keperluan pelajar, juga supaya konsep, prinsip dan kemahiran yang dikemukakan akan mengambil kira kemampuan pelajar dan objektif modul. Hal ini juga ditegaskan oleh Cennamo dan Kalk (2005) bahawa unsur paling penting dalam pembinaan modul pembelajaran ialah pemahaman tentang pengguna modul tersebut.

5) Mengukur bagaimana perjalanan latihan

2) Merancang strategi untuk mencapai matlamat dan objektifmencapai matlamat dan objektif

3) Mewujudkan kandungan kursus

4) Menggunakan latihan

2) Merancang strategi untukg s

1) Menentukan matlamat dan objektif pembelajaran

265

Rajah 1

Hubungan aspek rohani

Analisis konsep akhlak dalam aspek rohani menunjukkan kesepaduan antara unsur-unsur dalam diri manusia. Berdasarkan rajah 1menunjukkan bahawa empat unsur tersebut berfungsi secara selaras dan sepadu dalam diri manusia untuk melahirkan kecerdasan rohani. Ruh dalam diri manusia berhubungkait kepada pembinaan aspek rohani untuk menyeimbangkan antara kekuatan ilmu, amarah dan nafsusyahwat.

Dari ketiga-tiga kekuatan itu, melahirkan kekuatan adil sebagai penyeimbang antara ketiga-tiganya. Adil bukanlah sebahagian daripada keutamaan bijaksana (hikmah), keutamaan berani (syajaah), keutamaan kawalan diri (iffah) tetapi adil merupakan keutamaan daripada seluruh keutamaan tersebut. Justeru itu, keutamaan adil merupakan kumpulan hukum-hukum syariat yang mulia, kesucian jiwa dan kemuliaan akhlak.

Penerapan konsep akhlak dalam aspek rohani terlebih dahulu mengukuhkan akhlak dalam aspek intelek, emosi dan jasmani sehingga elemen-elemen yang terdapat dalam jiwa dengan mudah boleh mengenal

Roh (ruh)

Akal ('aql)

Jiwa (nafs)

Hati (qalb)

Kecerdasan rohani

Keadilan ('adalah)

Kekuatan daripada tiga Kekuatan Akal (ilmu), Amarah dan Nafsu Syahwat

(al-nathiqah, al-ghadhbiyyah wa al-syahwiyyah)

68

Page 77: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

hakikat kerohanian. Substansi jiwa (rohani) sebagai sumber bagi ilmu dan mencari ilmu untuk menjadikan rohani suci dan mulia. Oleh itu, pengajaran dan pembelajaran diberi tumpuan untuk menggariskan dan mencapai matlamat pembersihan rohani dari kekotoran atau kerosakan jiwa.

Al-Ghazali dan Miskawayh telah menggariskan bahagian yang terdapat dalam kekuatan adil. Penerapan konsep akhlak dalam aspek rohanimesti diambilkira dalam pengubalan sistem pengajaran dan pembelajaran untuk mencapai matlamat dan prinsip keadilan yang benar. Mengajar, mendidik, membangun dan membina nilai-nilai akhlak bagi keadilan kepada jiwa individu, masyarakat dan yang paling utama adalah adil kepada hak-hak Allah. Pembinaan akhlak mestilah dengan pembiasaan, latihan dan amalan terhadap nilai-nilai tersebut secara kukuh untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan dalam aspek rohani sesuai dengan tujuan penciptaannya kembali kepada Allah dengan jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah).

Pembentukan dan pembinaan kekuatan adil (al-quwwah al-‘adalah) boleh mengawal kekuatan-kekuatan lain untuk membersihkan dan mensucikan aspek rohani. Keutamaan adil boleh mengawalselia kekuatan ilmu, kekuatan amarah dan kekuatan nafsu syahwat. Penerapan konsep akhlak dalam aspek rohani bertujuan mencapai kecerdasan rohani supaya boleh membezakan hak-hak kepada manusia dan hak kepada Allah s.w.t.

PERBINCANGAN

Pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan Islam telah mengetengahkan sama ada ilmu dunia atau akhirat tetapi juga mendapati pelbagai cabaran. Analisis perbincangan al-Ghazali dan Miskawayh tentang konsep akhlak bahawa kedua-dua tokoh menekankan tujuan akhir kehidupan manusia adalah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, oleh itu manusia mesti mempraktikkan amalan-amalan kebaikan untuk mencapai matlamat itu.

Manakala dari segi pembentukkan akhlak al-Ghazali dan Miskawayh sama-sama membincangkan tentang kebaikan (al-khair), keutamaan (al-fadhail), kebahagiaan (al-sa’adah) dan kesempurnaan (al-kamal). Keempat teori (ajaran) ini mesti diambilkira secara sepadu dan berterusan dalam mewujudkan pendidikan Islam yang berkesan. Analisis juga menunjukkan bahawa empat teori tersebut sangat berhubungkait dengan aspek rohani. Perbincangan al-Ghazali dan Miskawayh tidak menghuraikan secara spesifik tentang aspek rohani dalam ajaran kebaikan, keutamaan, kebahagiaan dan kesempurnaan. Justeru itu, secara tersirat perbincangan

69

MODELADDIE

del Reka Bentuk PengajaranRekabentuk pengajaran merujuk kepada satu proses yang sangat

sistematik bagi memastikan satu perancangan yang tersusun agar penyampaian dan penerimaan pembelajaran berkesan. Terdapat banyak model pengajaran yang telah diperkenalkan contohnya Model Heinich, Molenda, Russel and Smaldino, Model Morrison, Ross and Kemp (MRK), Model ASSURE, Model Dick and Reiser dan Model ADDIE. Namun begitu, proses bagi modul yang dihasilkan untuk kajian ini adalah berasaskan Model ADDIE. Model ini dipilih kerana ia dapat membantu dalam melaksanakan kajian dengan yakin selaras dengan tujuan kajian ini dan turut membantu untuk menambah baik pelaksanaan modul yang sedia ada di sekolah-sekolah menengah kebangsaan. Ia dapat diringkaskan kepada 5 fasa seperti Rajah 2 di bawah.

Rajah 2: Model ADDIE

264

MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOODDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEELLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLANALISIS(Analysis)

REKABENTUK(Design)

PEMBANGUNAN(Development)

PERLAKSANAAN(Implementation)

PENILAIAN(Evaluation)

Page 78: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Rajah 1: Carta Alir Proses Kerja Pembangunan Modul P & P

Pengkaji

PERANA

HASILAN

Pengkaji Penilai Pakar (Ketua Panitia PSV

Pengkaji

Pengkaji danPen

Dokumen modul, ulasan pakar dan pandangan guru

Prototaip 1

Ulasan pengguna(pelajar),

Penilaian pelajar, sem

FASA ANALISIS

FASA REKA BENTUK DAN

FASA PELAKSANAAN DAN

MengenalP

Menganali

Analisis Kep

Membina Modul

Pembelajaran PSV

Penilaian dan

Semakan

Diluluskan?

Penambahbaikan

oleh

Pengesahan

Pr

PelaksanaandanPenilaian

Ya

Masalah dan keperluan guru

dan pelajar,

Modul

PelaksanaandanPeni

263

kedua-dua tokoh menunjukkan ajaran tentang akhlak untuk membentuk dan membina aspek rohani yang kukuh.

Penerapan konsep akhlak daripada pemikiran al-Ghazali dan Miskawayh tentunya mendapati cabaran yang besar apabila orang-orang Islam malas dan tidak mau mendidik diri dan keluarga untuk menuntut pengetahuan agama (ilmu fardhu ain). Sebab pengetahuan agama membentuk rohani dan daya fikir yang kukuh. Akal dan agama merupakan perkara yang selaras dalam pendidikan Islam. Al-Ghazali dan Miskawayh telah menekankan pembersihan jiwa untuk mencapai kesempurnaan rohani.

RUMUSAN

Kesimpulannya bahawa konsep akhlak al-Ghazali dan Ibn Miskawayh mendapati bahawa secara umum mereka membincangkan tentang keutamaan, kebaikan, kebahagiaan dan kesempurnaan yang berhubungkait dengan aspek rohani.Persamaan pemikiran kedua-dua tokoh bahawa dalam jiwa insan terdapat kekuatan adilsebagai keseimbangan rohani yang mengawal kekuatan ilmu, amarah dan nafsu syawat. Sedangkan dari segi perbezaan, Al-Ghazali membincangkan tentang akhlak secara ‘dalaman’ dan mendalam dengan fungsi dan tugas setiap aspek.Sementara Ibn Miskawayh menjelaskan secara ‘luaran’ dan perilaku yang muncul dari aspek tersebut.

RUJUKAN

Abd al-Latif Muhammad Abd. (1985). Akhlaq fi al-Islam. Kahirah: Maktabah Dar al-Thaum.

Abdul Khobir. (2007). Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis. Pekalongan: STAIN Press.

Abdul Rahman Md. Aroff. (1999). Pendidikan Moral: Teori Etika dan Amalan Moral. Selangor: Universiti Putra Malaysia.

Abubakar Aceh. (1982). Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Ramadhani Sala.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1964). Mizan al-Amal. Oleh Sulaiman Dunya. Kaherah: Dar al-Ma’arif.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1967). Ihya ulum al-Din. Juz 1, Qahirah: Mu’assah al-Halabi wa Syarikah li al Nasyri wa at-Tauzi’.

70

Page 79: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali.

(1967). Ihya ulum al-Din. Juz 3, Qahirah: Mu’assah al-Halabi wa Syarikah li al Nasyri wa at-Tauzi’.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (1980). Ayyuha al-Walad al-Muhib. Oleh Abdullah Ahmad Abu Zinah. Dar al-Syuruq.

Al-Ghazali, al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali. (t.t.). Mukhtasar Ihya’Ulumuddin. Terj. Osman bin Jantan (2000). Cet. I. Singapore: Pustaka Nasional Pte Ltd.

Al-Jamil. (1992). Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. Terj. H. M. Arifin, Jakarta: Golden Terayon Press.

Anderson, G. (1998). Fundamentals of Educational Research. New York: Falmer Press.

Anton Bakker & Achmad Charris Zubair. (1989). Metodologi Penelitian Filsafat.Yogyakarta: Kanisius.

Asmawati Suhid. (2009). Pendidikan Akhlak dan Adab Islam Konsep dan Amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.

Azizah Zakaria. (2004). Penghayatan terhadap beberapa aspek dalam falsafah etika al-Ghazali: Kajian di kalangan pelajar Universiti Teknologi Mara (UiTM) Shah Alam, Selangor Darul Ehsan. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Harun Din. (2001). Manusia dan Islam. Jilid 2. Selangor Darul Ehsan: Dewan Pustaka dan Bahasa.

Helmi Hidayat. (1999). Menuju Kesempurnaan Akhlaq. Jakarta: Mizan.

Ibn Miskawayh, Abu Ali Ahmad Bin Muhammad Ya’kub Miskawayh. (1398). The Refinement of Character. Terj. oleh Constantine K. Zurayk (1968). Beirut: American University of Beirut.

Ibn Miskawayh, Abu Ali Ahmad Bin Muhammad Ya’kub Miskawayh. (1961). Tadhib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq. Beirut: Mansyurah Dar al-Maktabah al-Hayat.

Imran Effendy Hasibuan. (2003). Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari. Pekanbaru: LPNU Press.

Ismail Ibrahim. (1996). Isu Akhlak: Tanggungjawab Bersama. Disunting oleh Siti Fatimah Abdul Rahman, Membangun Fitrah Kehidupan. Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM).

71

Fasa pertama ialah mengenal pasti matlamat dan objektif pengajaran dan pembelajaran, melakukan analisis pengajaran dan mengenal pasti pengetahuan asas pelajar.Fasa kedua pula adalah merancang strategi untuk mencapai matlamat dan objektif serta membangunkan kandungan modul pembelajaran. Dalam fasa ini, mereka bentuk dan menghasilkan modul pembelajaran akan dibahagikan kepada dua bahagian iaitu Bahagian A: Pengenalan Landskap dan Bahagian B: Proses Merekabentuk Landskap. Penghasilan dan reka bentuk modul pembelajaran ini adalah berasaskan Model ADDIE. Seterusnya modul pembelajaran, borang soal selidik (Pra kajian dan Pasca Kajian) serta borang kesahan kajian dijalankan sebagai instrumen.

Fasa ketiga adalah di mana penganalisaan maklumat dan data yang dikumpul melalui borang soal selidik setelah aktiviti latihan dilakukan serta penilaian sumatif akan dilaksanakan bagi mengukur perjalanan pengajaran dan pembelajaran. Maklumat yang dikumpulkan juga digunakan untuk memperbaiki dan mengubahsuaikan modul pembelajaran ini jika perlu. Rajah 1 menunjukkan fasa dan carta alir proses kerja pembangunan modul.

262

Page 80: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

iii. Turutan unit-unit pelajaran adalah disusun daripada mudah ke kompleks, sesuai dengan perkembangan pembelajaran individu.

Di samping itu, berdasarkan literatur (Butcher, Davies, & Highton, 2006; Kemp, Morrison, & Ross, 1998), modul pembelajaran mempunyai beberapa ciri asas seperti:

i. Mengenal pasti pengguna bagi modul yang disediakan. ii. Mempunyai objektif pembelajaran yang dapat diukur.

iii. Menyediakan bahan pembelajaran yang tersusun rapi. iv. Menunjukkan kefleksibelan terhadap keperluan dan minat

pengguna. v. Memberi peluang kepada pengguna untuk mencapai kejayaan.

vi. Dibentuk dengan mengambil kira pengalaman lalu pengguna. vii. Menggunakan mod pembelajaran yang dapat diadaptasikan kepada

situasi pembelajaran secara individu atau berkumpulan. viii. Dapat digunakan dalam sebarang setting yang sesuai bagi

pengguna. ix. Dapat digunakan mengikut kelajuan sendiri, selaras dengan

keperluan dan kebolehan pengguna.

Oleh yang demikian, bahan-bahan pelajaran perlulah dirancang berdasarkan kemahiran dan ilmu pengetahuan asas pelajar, objektif pelajaran, sukatan pelajaran serta kaedah pembelajaran yang akan dipraktikkan di dalam bilik darjah. Pada peringkat akhir, pelajar akan menilai modul pembelajaran yang digunakan di dalam bilik darjah dengan tujuan mengesan kebolehgunaan dan keberkesanan modul.

METODOLOGI

Kajian ini menggunakan kaedah penyelidikan penerokaan yang melibatkan teknik penyelidikan tinjauanberbentuk deskriptif dengan menggunakan kaedah kuantitatif iaitu penggunaan set soal selidik dan set penilaian modul. Kaedah ini dipilih kerana pertama, ia melibatkan responden dalam skala yang kecil. Kedua, membolehkan pengkaji membuat kajian hubungan dan perbandingan dengan hasil kajian kepada populasi yang lebih besar. Prosedur kajian melibatkan tiga fasa iaitu (1) analisis keperluan, (2) reka bentuk dan pembangunan, dan (3) pelaksanaan dan penilaian. Fasa penilaian sumatif dilaksanakan dalam fasa pelaksanaan dan penilaian.

261

Kneller, G.F. (1971). Foundations of educations. New York: John Wiley and

Sons, Inc.

Koetting, J. R., & Malisa, M. (2004). Philosophy, research, and education. In D. H. Jonassen (Ed.), Handbook ofresearch in educational communications and technology (2nd ed., pp. 1009-1020). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

M Abdul Haq Ansari. (1964). The Ethical Philosophy of Miskawaih. India: The Aligarh Muslim University Press.

Miqdad Yaljan. (1973). Al-Ittijah al-Akhlaqi fi al-Islam, Kaherah: Maktabah al-Khanaji.

Mohd Jais Anuar Bin Ahmad. (2003). Metod Pembinaan Sahsiah Diri: Satu Analisis Terhadap Pemikiran Falsafah Akhlak Ibn Miskawayh Menerusi Kitab Tahdhibul Al-Akhlaq. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Mohd. Hussain Rusli. (2003). Pembangunan Insan: Kajian Perbandingan Antara al-Ghazali dan Ibn Khaldun. Disertasi. Universiti Malaya. Kuala Lumpur.

Mohd. Nasir Omar. (1986). Falsafah Etika: Perbandingan Pendekatan Islam dan Barat. Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Pelajar Jabatan Perdana Menteri.

Mohd. Sullah. (2010). Studi Komparasi Konsep Pendidikan Akhlak Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ibnu Miskawaih. Kertas Projek. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Mu’jam Wajiz. (2000).Mesir: Kementerian Pendidikan dan Pengajaran.

Muhammad Sayyed Naim. (1996). Fi al-Ilmi al-Akhlaq, Syirkah al-Tibaáh al-Fanniyah al-Muttahiddah.

Muhammad Wahyuni Nafis. (2006). Yakin Diri 9 Jalan Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual. Jakarta: Hikmah.

Mustafa Dib Bugha. (1997). Nidham al-Islami fi al-‘Aqidah wa al-Akhlaq wa al-Tashri’. Damsyik: Dar al-Mustafa.

Sembodo Ardi Widodo. (2003). Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam. Jakarta: Nimas Multima.

Sidi Gazalba. (1978). Ilmu Islam III. Kuala Lumpur: Offset Bumikita.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. HandbookBagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. (terbitan pertama). Fadlil

72

Page 81: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Yani Ainusyam, Pendidikan Akhlak. hal. 17-40. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wingo, M. (1974). Philosophy of education: An intoduction. Lexington, MA: D. C. Heath.

Yusuf al-Qardawi. (1977). Al-Khasa’is al-Ammah li al-Islam. Kaherah: Maktabah Wahbah.

73

pelajar ke arah kendiri. Pembelajaran kontekstual menggalakkan pelajar untuk belajar sesama sendiri. Pentaksiran autentik digunakan untuk menilai strategi-strategi pengajaran dan pembelajaran.

Ciri-ciri Modul

Bagi mencapai aspek kebaikan penggunaan modul, maka ciri-ciri tertentu perlu digariskan. Yusup Hashim (1997), menggariskan ciri-ciri modul mengandungi :

i. Rasional - Menerangkan tinjauan mengenai kandungan modul serta sebab-sebab modul digunakan.

ii. Objektif - Meliputi senarai kemahiran, pengetahuan dan sikap yang harus dikuasai oleh pelajar selepas mengikuti modul tersebut.

iii. Ujian Masuk / Pra-Kajian - Untuk mengetahui tahap pengetahuan atau kemahiran pelajar sebelum mengikuti modul atau untuk mengesan berapa banyak pengetahuan atau kemahiran yang telah dikuasai pelajar.

iv. Bahan Pelbagai Media - Berbagai-bagai format digunakan bersama modul. Ia bertujuan untuk menggalakkan penglibatan pelajar serta melibatkan sebanyak mungkin deria yang membantu proses pembelajaran.

v. Aktiviti Pembelajaran - Gabungan beberapa kaedah pengajaran yang sesuai dengan modul yang dapat membangkitkan minat dan memenuhi keperluan pelajar.

vi. Pasca-kajian - Bertujuan mengukur objektif modul tercapai atau sebaliknya.

Manakala antara ciri-ciri modul yang digariskan oleh Mok Soon Sang (2003) adalah :

i. Mempunyai objektif pelajaran yang khusus serta eksplisit agar pencapaian pelajar dapat diukur selepas aktiviti pembelajaran.

ii. Mengandungi unit-unit atau pakej-pakej pelajaran, disusun berdasarkan kaedah pembelajaran individu. Setiap unit atau pakej pelajaran mengandungi objektif pelajaran eksplisit, panduan belajar, arahan, bahan-bahan membaca, senarai takrif istilah, buku-buku rujukan, kerja kursus dan ujian.

260

Page 82: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

terhadap perisian modul tersebut mendapati ianya memenuhi ciri-ciri multimedia interaktif serta memenuhi objektif-objektif yang telah ditetapkan. Begitu juga kajian yang dijalankan oleh Megat Aman & Nurul Shuhadah (2010). Model ADDIE yang digunakan berjaya menarik minat pelajar terhadap proses pengajaran dan pembelajaran.

Berdasarkan kepentingan yang telah dinyatakan di atas, pengabaian kepada aspek model reka bentuk pengajaran dalam membangunkan bahan pengajaran akan menyebabkan proses pembelajaran yang berlaku tidak mencapai objektifnya.

a. Teori Pembelajaran Secara Kontekstual

Matlamat modul ini ialah untuk membantu guru dan pelajar memahami, menguasai dan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pengajaran dan pembelajaran. Merujuk kepada Pusat Perkembangan Kurikulum (2009), dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi pengajaran dan pembelajaran mestilah memenuhi empat keperluan yang berikut iaitu motivasi, pemahaman, kemahiran dan penilaian.

Maka dengan itu, Noriati A. Rashid et al., (2012) berpendapat tentang pendekatan kontekstual ini dapat membantu pelajar menghubungkaitkan pembelajaran kandungan dengan situasi sebenar dan motivasi pelajar untuk membuat kaitan antara apa-apa yang dipelajari di dalam bilik darjah dan bagaimana pengetahuan ini digunakan dalam kehidupan mereka sebagai warganegara dalam masyarakat. Kolb (1984) juga menjelaskan bahawa penglibatan pelajar dalam persekitaran sekolah bertambah secara signifikan apabila mereka tahu sebab mereka diajar konsep-konsep tertentu dan bagaimana konsep tersebut dapat diaplikasikan di luar bilik darjah. Majoriti pelajar akan belajar dengan lebih berkesan jika mereka bekerjasama dengan pelajar dalam kumpulan atau pasukan.

Mok Soon Sang (2013) juga turut menyatakan bahawa ciri-ciri teori pembelajaran secara kontekstual ini adalah; (a) Merupakan pembelajaran secara konkrit yang melibatkan aktiviti hands-ondan minds on, iaitu secara kerja praktik (melakukan dan berfikir), (b) Ia melibatkan pelbagai kemudahan seperti bilik darjah, makmal, alat bantu mengajar dan alam sekitar, dan (c) Pembelajaran ini banyak melibatkan potensi intelek, emosi, sosial, dan fizikal pelajar serta budayanya.

Noriati A. Rashid et al., (2012) membuat kesimpulan bahawa pengajaran ini membimbing pelajar untuk memantau dan bertanggungjawab terhadap pembelajaran sendiri agar mereka menjadi

259

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI DAERAH RIAU

Suarman dan Almasdi Syahza*)

Abstract

Government policies in the education sector with regard to the initial competency test before certification is intended to improve and ensure the readiness of teachers and the adequacy of competence in the education and training following the teaching profession. This research will compare the quality of the initial test value kompeteni before they follow PLPG the competency test score after follow PLPG that will appear either increase or decrease the development of scores before and after values held PLPG. The research was conducted through a survey with methods development (Developmental Research). In this study, samples were taken with the selection of samples based on purposive sampling method in order to obtain a representative sample in accordance with the specified criteria. The data used in this study is secondary data. The data that has been collected will be analyzed by using a different test is paired sample t-test. This study concluded that income was a significant difference between the value of the initial competency test with a value of teacher competency test after following certification through PLPG patterns, but when viewed from the delta turns upside is still far from the expected. Thus it can be said that the competence of teachers is low even if the teacher has followed the profession of teacher education and training, lack of competence is also related to teacher performance tersbut. Therefore, it still needs to improve teacher performance through assessment of teacher performance and teacher performance through continuous improvement. Besides, it is also necessary to study more in-depth analysis and conduct an evaluation relating well with the initial competency test as well as with regard to the implementation of the certification it self.

Keywords: government policy, teacher competency, certification

74

Page 83: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Abstrak

Kebijakan pemerintah di sektor pendidikan berkaitan dengan uji kompetensi awal sebelum pelaksanaan sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan dan memastikan kesiapan guru dan kecukupan kompetensi dalam mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru. Pada penelitian ini akan dibandingkan kualitas nilai uji kompeteni awal sebelum mereka mengikuti PLPG dengan nilai uji kompetensi setelah mengikuti PLPG sehingga akan nampak perkembangan baik peningkatan maupun penurunan skor nilai sebelum dan sesudah diadakan PLPG. Penelitian ini dilakukan melalui survey dengan metode perkembangan (Developmental Research). Dalam penelitian ini sampel diambil dengan pemilihan sampel berdasarkan metode purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan alat uji beda yaitu paired sample t-tes. Dapatan kajian ini menyimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai uji kompetensi awal dengan nilai uji kompetensi guru setelah mengikuti sertifikasi melalui pola PLPG, akan tetapi bila dilihat dari deltanya ternyata kenaikannya masih jauh dari yang diharapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi guru masih rendah sekalipun guru tersebut telah mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru, rendahnya kompetensi ini juga berkaitan dengan kinerja guru tersbut. Oleh karena itu masih diperlukan peningkatan kinerja guru baik melalui penilaian kinerja guru maupun melalui peningkatan kinerja guru berkelanjutan. Disamping itu juga diperlukan kajian dengan analisis yang lebih mendalam sekaligus melakukan evaluasi baik yang berkaitan dengan uji kompetensi awal maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan sertifikasi guru itu sendiri.

Kata kunci: Kebijakan pemerintah, Kompetensi Guru, Sertifikasi

75

dengan dua mandat yang berbeza seperti yang berikut; (1) Untuk menjalankan penyelidikan dan memahami undang-undang yang mengawal alam sekitar, dan (2) Untuk membina langkah-langkah bagi membolehkan kegiatan pemuliharaan dijalankan dengan cara yang paling sesuai.

Dalam hubungan ini, pelajar haruslah mengetahui tentang peranan mereka dan tujuan mempelajari fenomena keindahan bidang landskap, memperkukuhkan persepsi serta pemahaman agar menjadi generasi yang mampu memastikan landskap benar-benar memberi erti yang positif di dalam kehidupan seharian pada diri sendiri dan masyarakat setempat.

Penghasilan Modul Pembelajaran

a. Modul Pembelajaran Berasaskan Model ADDIE

Kebanyakan teori-teori dan model reka bentuk pengajaran bergantung kepada beberapa langkah dalam menghasilkan bahan pembelajaran yang berkesan (Hanaffin & Peck,1988). Secara umumnya, langkah tersebut meliputi tiga fasa iaitu fasa perancangan, fasa pembangunan dan fasa pengujian. Antara teori-teori dan model reka bentuk pengajaran yang ada ialah Model Hannafin & Peck, Model ASSURE, Model ADDIE dan sebagainya.

Menurut Thompson (2001) yang dipetik dari Rio Sumarni Shariffudin (2007), teori dan model pengajaran akan membimbing pembangun dalam mempercepatkan proses membangunkan bahan, membantu dalam komunikasi dengan ahli kumpulan perekabentuk dan meliputi semua fasa rekabentuk pengajaran. Model ini mengandungi tiga fasa yang utama iaitu ‘Fasa Analisis Keperluan’ (Need Assesment Phase), ‘Fasa Rekabentuk’ (Design Phase) dan ‘Fasa Pembangunan dan Perlaksanaan’ (Develop & Implement Phase). Di samping itu, setiap fasa tersebut akan melalui proses penilaian dan penyemakan yang dilaksanakan secara berterusan.

Untuk membangunkan Modul Pembelajaran Reka Bentuk Landskap dalam kajian ini, pengkaji akan menggunakan Model ADDIE. Model ini merupakan salah satu model reka bentuk pengajaran yang sistematik dalam penghasilan bahan pembelajaran yang berkesan dan mesra pengguna (Baharuddin et al., 2002). Hasil kajian yang dilakukan oleh Johari, Nor Hasniza & Mohamad Yusof (2006) menunjukkan bahawa perisian modul yang dibangunkan oleh mereka menggunakan model ADDIE berjaya memberi impak yang positif sebagai alat pembelajaran tambahan.

Abd. Wahid & Mohammad Faizal (2010) turut mengaplikasikan model reka bentuk ADDIE dalam perisian modul mereka. Hasil pengujian

258

Page 84: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

program ini juga bertujuan mewujudkan wadah bagi penyelidikan dan penilaian alam sekitar sebagai satu sumbangan khidmat kepada masyarakat dan negara.

Pemegang Ijazah Sarjana Muda Seni Bina Landskap adalah arkitek landskap bertauliah dan layak mendaftar sebagai ahli Institut Landskap Arkitek Malaysia (ILAM). Mereka boleh menceburi bidang-bidang kerja seperti arkitek landskap disektor awam atau swasta, pengurus tapak semaian, perhutanan, PERHILITAN, perancang landskap, perancang aspek taman rekreasi dan penyelidikan. Mereka juga boleh menjadi pensyarah di universiti dan IPT (Mohd Yahya, 2004).

Dalam meletakkan hala tuju pembangunan dan pemuliharaan landskap negara yang komprehensif untuk panduan semua pihak, satu dasar telahpun dilancarkan iaitu Dasar Landskap Negara (DLN) yang bermatlamat menjadikan Malaysia Negara Taman Terindah menjelang 2020. Ia dilancarkan serentak dengan Sambutan Hari Landskap Negara. Dasar yang diluluskan Kabinet pada 22 Disember 2010 itu akan digunakan dan dilaksanakan oleh semua Pihak Berkuasa Tempatan (PBT) sebagai rujukan untuk membangun dan memelihara landskap sebagai khazanah negara yang tinggi nilainya (Kosmo, 2011). Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM) adalah antara badan pelaksana yang turut terlibat dalam melaksanakan Pelan Tindakan DLN tersebut.

Penggubalan mata pelajaran bidang landskap yang berdasarkan Falsafah Pendidikan Kebangsaan dirancang untuk mencapai matlamat ke arah mempertingkatkan produktiviti negara dengan membekalkan tenaga mahir yang berpengetahuan dalam bidang landskap ini. Penawaran mata pelajaran ini merupakan sebahagian usaha Kementerian Pendidikan untuk memperluaskan pendidikan teknikal dan vokasional di sekolah-sekolah akademik serta institut-institut pengajian tinggi tempatan. Persediaan awal ini adalah untuk memenuhi keperluan permintaan tenaga pekerja mahir dan separa mahir dalam bidang industri landskap yang semakin meningkat (Kementerian Pendidikan Malaysia, 2002).

Satu kajian dari negara Slovenia, Ivan Marusic (2002) menegaskan dalam kesimpulan kajiannya bahawa kajian tersebut bukanlah untuk mengurangkan kepentingan mengajar sains semula jadi dalam kurikulum seni bina landskap dan perancangan landskap mahupun untuk mengurangkan peranan ekologi landskap dalam kurikulum pendidikan. Hasratnya hanya menekankan tentang betapa pentingnya bagi pelajar untuk memahami intipati proses perancangan dan mereka bentuk landskap dalam membezakan sifat sebenar ekologi landskap dan sifat sebenar seni bina landskap. Pelajar-pelajar perlu memahami bahawa seni bina landskap dan perancangan landskap adalah dua aktiviti yang berbeza pada dasarnya

257

PENDAHULUAN

Setiap negara membutuhkan SDM yang berkualitas, karena akan berdampak positif terhadap perkembangan pembangunan suatu bangsa dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sikap mental yang baik. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas SDMnya. Untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya karena dengan pendidikan yang berkualitas akan tercipta SDM yang berkualitas pula, yang pada akhirnya dapat mendukung terwujudnya target pembangunan nasional.

Untuk mencapai target kualitas dalam pendidikanpada semua tingkatan, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Salah satu implementasi dari undang-undang tersebut adalah pelaksanaan Sertifikasi Guru. Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan, antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru; 5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

Berkaitan dengan ketentuan tersebut, salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pembinaan dan peningkatan kompetensi guru adalah melalui pemetaan kompetensi guru dengan Uji Kompetensi Awal (UKA) bagi guru yang akan mengikuti sertifikasi.Uji Kompetensi Awal (UKA) adalah ujian bagi guru calon peserta sertifikasi guru yang bertujuan untuk mengukur kompetensi dasar guruyang bersangkutan. Hasil UKA akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan sertifikasi guru melalui PLPG.

Pelaksanaan sertifikasi guru ini telah dimulai sejak tahun 2007.. Kebijakan pemerintah melalui sertifikasi guru ditargetkan dapat meningkatkan mutu pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini sampai pendidikan tinggi. Disamping peningkatan mutu, pemerintah juga memberikan imbangan dalam bentuk kesejahteraan guru melalui tunjangan profesi pendidik. Dengan demikian guru disamping profesional dia juga harus sejahtera sebagai seorang guru.

Pada tataran empirik, program sertifikasi ditanggapi beragam oleh para guru. Sebagian guru menanggapi program sertifikasi dengan kesungguhan hati dan dipahaminya bahwa program sertifikasi guru benar–benar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kelompok ini

76

Page 85: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

berupaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas diri sejalan dengan panduan penilaian yang dikeluarkan pemerinta. Sebagian guru lainnya, menanggapi kebijakan sertifikasi ini tidak lebih dari kebijakan biasa-biasa saja seperti kebijakan-kebijakan lainnya. (Fachturrohman, 2009).

Terkait diberlakukannya UKA sejak tahun 2012, ada banyak sorotan yang menyatakan bahwa proses sertifikasi baik portofolio maupun PLPG tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru (M S Sembiring, 2010). Harus diakui bahwa pelaksanaan sertifikasi baik melalui portofolio maupun PLPG masih ada kelemahan. Guru peserta PLPG umumnya tidak memiliki kesiapan awal secara baik untuk memasuki proses PLPG, disisi lain pelaksanaan PLPG dimana interaksi antara guru dan asesor selama pelatihan yang hanya 9-10 hari, tentu menumbuhkan emosi tersendiri antara kedua belah pihak, sehingga kelulusan PLPG tidak terlepas dari pengaruh tersebut. (BPPSDMP, 2012)

Di Propinsi Riau dari 7.155 guru yang telah mengikuti uji kompetensi guru ternyata nilai rata-rata 39.50 lebih rendah dari rata-rata nasional 42.25, kompetensi pedagogiknya 42,41 juga lebih rendah dari rata-rata nasional 44.4 dan kompetensi profesional hanya 44.47 dari 46.40. (Agus Salim, 2014). Sementara harapan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru adalah terjadinya peningkatan kualitas kompetensi guru sebagai agen pembelajaran di sekolah. Serifikasi guru merupakan salah satu langkah untuk menjadikan guru profesioanal dan meningkatnya kesejahteraan guru. Kompetensi yang dimaksudkan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalanya.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai (1) perbedaan antara nilai UKA sebelum guru mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti PLPG seluruh jenjang tahun 2012 dan 2013 (2) perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum guru STK/PAUD mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti PLPG. (3)perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum guru SD mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti PLPG (4) perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum guru SMP mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti PLPG (5) perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum guru SMA mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti

77

d. Pelajar dapat menilai dan mengetahui hasil pembelajarannya secara berterusan.

e. Pelajar benar-benar menjadi sumber utama dalam proses pengajaran dan pembelajaran.

f. Pemahaman pelajar terhadap modul dapat dinilai melalui penilaian yang dibuat setelah setiap modul dipelajari.

(B. Suryosubroto, 1983:18).

Koh Boh Boon (1980) pula menyatakan, modul penting dalam pembelajaran kerana pembinaannya yang berlandaskan prinsip-prinsip pedagogi yang memberi kesan positif terhadap pembelajaran pelajar. Modul menjadi penting dalam pengajaran kerana kelebihan modul tersebut menjadikan pembelajaran pelajar lebih berkesan.Berpandukan kepada petikan Berita Harian (1990) yang dipetik dari Veveika (2003), bagi memastikan kewujudan pendidikan yang bermutu, maklumat dan objektif, isi kandungan, proses dan keberkesanan pendidikan diberi penekanan yang khusus melalui perubahan dan pembaharuan kurikulum.

Jadi, jelaslah bahawa pembangunan modul pembelajaran ini jelas membentuk landasan bagi pemilihan kandungan, aktiviti pembelajaran dan ukuran penilaian yang sesuai bagi sesuatu modul pembelajaran. Secara paling mudah, tujuan modul yang dibangunkan oleh pengkaji ini adalah membabitkan pernyataan global tentang hasil yang dijangkakan bagi modul tersebut.

Kepentingan Pengajaran Dan Pembelajaran Bidang Landskap di Malaysia

Pada peringkat sekolah, telah wujud mata pelajaran Landskap di sekolah-sekolah menengah harian biasa. Bermula pada tahun 2002 di mana mata pelajaran Vokasional diperkenalkan di sekolah harian biasa iaitu mata pelajaran Landskap dan Nurseri untuk pelajar tingkatan 4 dan 5. Tidak ketinggalan juga topik ini terkandung dalam silibus Pendidikan Seni Visual Tingkatan 4. Ini semua adalah pendedahan yang awal bagi pelajar mengenali dan memahami reka bentuk landskap diperingkat asas.

Merujuk satu kajian yang dibuat oleh Mohd Yahya (2004), untuk menambah lagi tenaga mahir mengenai landskap, kerajaan telah membuat pusat latihan mengenai landskap di mana dengan tujuan untuk menyediakan tenaga mahir dalam bidang ini. Program seni bina landskap yang ditawarkan di universiti/institusi pengajian tinggi antara lain bertujuan mendidik dan melahirkan pakar-pakar yang boleh merancang, mereka bentuk, mengubah suai dan mengurus kerja-kerja landskap. Di samping itu,

256

Page 86: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

motivasi; disebut sebagai bahan, alat dan sumber, yang terdiri daripada pelbagai aktiviti yang dirancang.

Di dalam pendidikan, terdapat beberapa jenis modul telah diperkenalkan. Jamaludin Ahmad (2002) telah membahagikan modul kepada empat jenis: (1) modul pengajaran, (2) modul motivasi, (3) modul pembinaan kendiri dan (4) modul akademik. Walau bagaimanapun, sebagai pembina modul, pembina perlu memastikan objektif modul tercapai di kalangan kumpulan sasaran (Jamaludin, 2008; Sidek & Jamaludin, 2005). Di samping itu, latar belakang teori modul perlu sesuai dengan objektif bagi setiap aktiviti dalam modul.

Kepentingan Modul Pembelajaran

Modul memuatkan beberapa maklumat berhubung dengan senarai standard pembelajaran yang perlu diajar serta cadangan aktiviti dan latihan. Modul juga boleh diguna pakai sebagai pencetus idea. Ia dapat membantu untuk melaksanakan sesi pengajaran dan pembelajaran dengan baik dan bersedia. Namun begitu, guru juga boleh mengubah suai dan mengembangkan lagi aktiviti dan latihan yang dicadangkan. Dalam kajian ini, perbincangan tertumpu kepada pembinaan atau pembentukan modul pembelajaran yang dapat berfungsi sebagai pelengkap kepada buku teks PSV sekolah. Modul tersebut menyediakan cadangan untuk menambah serta mengembangkan isi kandungan tajuk yang dikaji.

Sehubungan itu proses pengajaran juga perlu mampu mendorong pembelajaran ke peringkat yang maksimum. Untuk mendorong pemahaman yang tinggi di kalangan pelajar, pembelajaran perlulah berada dalam proses yang sistematik dan praktikal. Oleh yang demikian, peranan modul pembelajaran ini dibangunkan adalah suatu usaha untuk meningkatkan keberkesanan dan kualiti terhadap ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru dan dapat diterima dengan pemahaman yang tinggi oleh pelajar disamping dapat mencungkil kemahiran kreativiti mereka.

Berikut adalah antara tujuan pembangunan modul.Tujuan modul ini digunakan di dalam proses pengajaran dan pembelajaran adalah agar :

a. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif. b. Pelajar dapat mengikuti pengajaran sesuai dengan kemahiran, ilmu

dan kemampuannya sendiri. c. Pelajar dapat menghayati dan melakukan aktiviti pembelajaran

secara belajar sendiri, berkumpulan sama ada di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru.

255

PLPG (6) perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum guru SMK mengikuti PLPG dengan nilai Uji Kompetensi setelah mengikuti PLPG

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain ini secara umum adalah untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan sertifikasi guru terhadap peningkatan kompetensi guru.

TINJAUAN PUSTAKA

Program sertifikasi guru merupakan salah satu upaya kebijakan

pemerintah pada sektor pendidikan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru yang pada gilirannya juga akan meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidik menjelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Undang-undang tersebut secara jelas menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Maksudnya, guru merupakan pekerjaan yang membutuhkan berbagai persyaratan profesional yang ditetapkan. Persyaratan professional yang dimaksudkan adalah guru perlu memiliki sejumlah kompetensi.

Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (Mulyasa, 2007) mengemukakan bahwa kompetensi guru adalah a descriptive of qualitative nature of teacherbehavior appears to be entirely meaningful ... (suatu gambaran kualitatif tentang hakekat perilaku guru yang penuh arti). Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Kompetensi yang harus dimiliki guru mencakup kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi akademik dan kompetensi sosial. Kompetensi personal berupa perfoma kepribadian guru yang tercermin

78

Page 87: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

dalam perilaku yang baik dan mulia. Kompetensi profesional merupakan penguasaan guru atas keterampilan-keterampilan yang terkait dengan tugas-tugas keguruan, seperti penguasaan metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran. Kompetensi akademik berupa kemampuan guru dalam menguasai materi ajar sesuai dengan bidang keahliannya. Sedangkan kompetensi sosial berupa kemampuan guru dalam bersosialisasi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.

Uji Kompetensi merupakan kegiatan pemetaan yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan profesi guru yang efektif dan peningkatan kinerja guru. Sementara itu, pengertian Uji Kompetensi Guru yang tercantum dalam pasal 1 angka (1) berbunyi : “Uji Kompetensi Guru yang selanjutnya disebut UKG adalah pengujian penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan bagian dari penilaian kinerja guru”.

Dalam Pasal 3 ayat (1) PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa “Kompetensi sebagaimana dimaksud pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.” Pada ayat (2) pasal ini disebutkan juga bahwa “kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”

Standar kompetensi guru terkandung dalam Standar Pendidikan dan tenaga Kependidikan. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan sendiri telah diatur dalam Permendikbud No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam Permendikbud ini, diatur secara detil tentang standarisasi kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional guru pada masing-masing tingkat satuan pendidikan.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, pemerintah telah mengambil kebijakan sertifikasi guru. Menurut Wibowo dalam Mulyasa, (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan dan manfaat. Tujuan dari sertifikasi guru adalah: (1) untuk memberi perlindungan kepada profesi pendidik dan tenaga kependidikan.; (2) untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan; (3) untuk membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dalam mengembangkan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi calon pendidik dan tenaga

79

Fasa Analisis Keperluan: 1) Melaksanakan kajian rintis; mengedarkan borang soal selidik

kepada guru mata pelajaran PSV dan pelajar yang mengambil mata pelajaran PSV sebagai elektif. Temu bual guru PSV juga turut dijalankan. Menganalisis data yang diperolehi hasil daripada kajian rintis yang dijalankan.

Fasa Reka bentuk dan Pembangunan: 2) Membangunkan sebuah modul pembelajaran berasaskan modul

pengajaran Mata Pelajaran Vokasional (MPV) iaitu ‘Modul Landskap dan Nurseri Tingkatan 5’ kepada Modul Pembelajaran Reka bentuk Landskap untuk Pendidikan Seni Visual Tingkatan 4 dengan menggunakan kaedah Model ADDIE.

Fasa Pelaksanaan dan Penilaian: 3) Menguji kebolehgunaan modul pembelajaran yang dibangunkan

dengan mengaplikasi teknik Pengajaran dan Pembelajaran Secara Kontekstual setelah dilakukan pengubahsuaian daripada modul yang asal iaitu ‘Modul Landskap dan Nurseri Tingkatan 5’.

4) Mendapatkan penilaian pelajar terhadap keberkesanan modul pembelajaran Reka Bentuk Landskap Tingkatan Empat.

PENGAJARAN PEMBELAJARAN BERASASKAN MODUL

Di dalam bilik darjah, aktiviti pengajaran dan pembelajaran disampaikan melalui pelbagai kaedah, antaranya berasaskan modul. Norijah (1997), mendefinisikan modul sebagai sesuatu yang mampu menjadi bahan perantara kepada pelajar khususnya dalam proses pengajaran dan pembelajaran yang terancang. Melihat kepada definisi ini, pengkaji boleh mentakrifkan modul sebagai suatu bahan pengajaran dan pembelajaran yang lengkap dan penting bagi golongan pendidik di mana isi kandungannya telah dirancang oleh penggubal modul bagi menguji tahap pemahaman pelajar agar mereka dapat mencapai pengetahuan serta kemahiran-kemahiran tertentu yang dikehendaki.

Dalam kajian Russell (1974), beliau menyatakan bahawa para pembina modul menggunakan istilah ‘modul’ adalah untuk merujuk kepada pakej pendidikan yang berkaitan dengan konsep subjek manakala Creger dan Murray (1985) berpendapat modul adalah satu unit pendidikan yang lengkap yang memberi tumpuan untuk mencapai beberapa objektif yang dinyatakan. Beberapa aktiviti digabungkan, diselesaikan dan yang berkaitan dengan setiap aktiviti (Sharifah, 1981; Sidek, 2000), dan (Jamaludin, 2008; Sidek & Jamaludin, 2005) menyatakan modul adalah untuk program

254

Page 88: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PEMBANGUNAN MODUL PEMBELAJARAN REKA BENTUK LANDSKAP UNTUK PENDIDIKAN SENI VISUAL

TINGKATAN EMPAT

Siti Kalsom Abd Aziz,Wan Hasmah Wan Mamat, EdD., dan Abu Talib Puteh, PhD.

PENGENALAN

Sistem pendidikan adalah elemen yang penting bagi sesebuah negara dalam usaha menuju ke arah membangunkan masyarakat dari segi ekonomi, politik dan sosial. Maka itu, pelaksanaan sistem pendidikan yang dijalankan perlulah mengikut keperluan dan kesesuaian masyarakat Malaysia. Bagi mata pelajaran Pendidikan Seni Visual (PSV) di sekolah, mata pelajaran ini bertujuan membentuk keperibadian generasi Malaysia yang celik seni dan budaya, secara tidak langsung akan menggalakkan lagi perkembangan seni yang menuju ke arah memperbaiki nilai-nilai hidup. Usaha memartabatkan pelajaran PSV selari dengan mata pelajaran yang lain bukanlah suatu isu yang baru di dalam negara Malaysia ini. Pengajaran dan pembelajaran Pendidikan Seni Visual, Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM) telah dirancang dengan teratur, kemas dan berubah mengikut keperluan semasa atas usaha Pusat Perkembangan Kurikulum, Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM).

Seperti yang dinyatakan oleh Mohd Johari & Hamzah (2013), matlamat ilmu pendidikan seni adalah untuk membina pemikiran dan intelektual pelajar. Pelajar berpeluang menggunakan semua bentuk kebijaksanaan kreatif mereka, luahan perasaan, pemikiran serta mencetuskan idea-idea baharu dalam penciptaan. Yang penting dalam Pendidikan Seni Visual ialah aspek pembelajaran seni yang berkait dengan perkembangan diri individu, masyarakat dan penghasilan pelbagai produk seni sebagai keperluan dalam kehidupan manusia. Seperti mana yang telah ditegaskan dalam bidang penghasilan seni visual, kegiatan kreatif yang melibatkan benda-benda yang dapat disentuh, dilihat dan diimaginasi adalah galakkan kepada perkembangan persepsi dan daya intuisi(Sukatan Pelajaran KBSM Pendidikan Seni Visual, 2000).

Kajian ini dijalankan bagi mengenal pasti keberkesanan sebuah modul pembelajaran, dijalankan dengan mensasarkan tiga tujuan utama iaitu (1) menjalankan analisis keperluan, (2) mereka bentuk dan membangunkan modul pengajaran Pendidikan Seni Visual di peringkat sekolah menengah dan (3) menilai modul yang dibangunkan ini. Secara khususnya, objektif kajian ini ialah:

253

kependidikan;(4) untuk membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan; dan (5) untuk memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan. Sedangkan manfaat sertifikasi guru adalah: (1) Memberi kemudahan dalam memberikan pengawasan terhadap mutu pendidik dan tenaga kependidikan: dan (2) mempermudah dalam penjaminan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

Kebijakan pelaksanan sertifikasi guru tahun 2012 dilaksanakan melalui tiga pola yakni pola perolehan sertipikat pendidik secara langsung /PSPL, pola portofolio dan pola PLPG (gambar.1) Kebijakan lainnya yang menyertai pelaksanaan sertifikasi adalah bahwa setiap guru harus mengikuti uji kompetensi awal terlebih dahulu.

Gambar 1 Alur Sertifikasi Guru tahun 2012

Pelaksanaan uji kompetensi awal (UKA) sebelum pelaksanaan sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan dan memastikan kesiapan guru dan kecukupan kompetensi dalam mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). seorang guru yang lulus dari proses UKA, maka guru tersebut dinyatakan memiliki kompetensi dan kemampuan yang cukup untuk mengikuti PLPG sebagai bagian dari pendidikan profesinya. dan sebaliknya bagi guru yang tidak lulus UKA, dinyatakan belum mencukupi kompetensi untuk mengikuti pendidikan profesi guru. Dengan demikian, uji kompetensi awal bagi guru yang akan mengikuti PLPG merupakan

80

Page 89: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kontrol mutu saat itu bagi seorang guru. Jaminan mutu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin proses produksi agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi tertentu. Jaminan mutu adalah sebuah cara menghasilkan produk yang bebas dari cacat dan kesalahan.

Sekalipun pemerintah telah melaksanakan kebijakannya melaui sertifikasi guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalnya, hanya saja dari beberapa kajian yang dilakukan ternyata belum lagi memberikan hasil dan harapan yang maksimal. Kajian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (2011) tentang Analisis Sistem Sertifikasi Guru ternyata juga menenukan berbagai permasalahan sehingga disarankan untuk dilakukan lagi kajian dan analisis yang lebih mendalam mengenai desain sertifikasi guru agar sesuai kebutuhan saat ini.. Hal yang sama juga ditemukan dalam Kajian yang dilaksanakan oleh Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan dengan judul : Kajian Kompetensi Guru dalam meningkatkan Mutu Pendidikan, disimpulkan bahwa masih ada kesenjangan mengenai pelaksanaan kompetensi guru antara prosespembelajaran yang dilaksanakan di kelas dengan rencana pembelajaran (RPP)yang disusun guru. Secara administratif apa yang direncanakan oleh guru sudahsesuai dengan ketentuan yang ada, tetapi pelaksanaan di kelas tidak sesuaidengan rencana.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui survey dengan metode perkembangan (Developmental Research). Guna mendapatkan informasi secara umum tentang dampak kebijakan pemerintah disektor pendidikan terhadap peningkatan kompetensi guru, maka penelitian ini banyak memanfaatkan data sekunder yang didapatkan melalui dokumentasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru dari semua jenjang/satuan pendidikan di Propinsi Riau yang mengikuti PLPG pada Rayon 105 Universitas Riau tahun 2012 yaitu sebanyak 4.853 orang dan 2013 sebanyak 8.370 orang. Penentuan jumlah sampel merujuk kepada Sukmadinata (2005) dimana terlebih dahulu menentukan jumlah sasaran setiap kluster (jenjang/satuan pendidikan) sehingga diperoleh sampel minimum, untuk tahun 2012 sampel sebanyak 584 orang dan tahun 2013 sebanyak 612 orang. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan pemilihan sampel berdasarkan metode purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria

81

Silberman, M., (2014).Handbook experiential learning. Strategi pembelajaran dari

dunia nyata. Bandung:Nusa Media. Tomlinson, B., (1990). Managing change in Indonesian high schools. ELT

Journal 1 (1) 24-37. Wenden, A., (1989).Learner strategies for learner autonomy.Planning and imple- menting learning training for language leaners. New York:Prentice Hall.

252

Page 90: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kalah pentingnya ialahpilihan pendekatan pembelajaran dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain. Pendekatan saintifik di era pelaksanaan kurikulum 2013, dianggap sangat responsif terhadap penguasaan ilmupengetahuan dan tekhnolog. Hal itu diikuti oleh tingginya urgensikearah terpusat kepada siswa (students’ centered). Penekanan ini akan menjadikan peserta didik memaksimalkan daya fikirnya dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya dimasa yang akan datang. Persiapan yang intensif sebelum ujian nasional masih dipandang ebagai cara yang sangat urgen. Hal itu mengingat banyaknya hal-hal yang perlu dikuasai oleh peserta didik sebelum mengikuti ujian nasional itu sendiri. Kemudian yang perlu mendapat pertimbangan ulang ialahproses pemerolehan bahasa Inggris pada usia dini di tingkat sekolah dasar. Pase usia ini secara teori memang sudah diakui sebagai fase yang cukup potensial untuk menerima bahasa asing disamping penguasaan bahasa nasional (bahasa Indonesia). Kemudian, penetapan kompetensi Inti (KI) yang terfokus kepada pembentukan sikap akan memberi warna tersendiri bagi perjalanan generasi penerus bangsa Indonesia dimasa yang akan datang. Yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan fasilitas ICT di sekolah dan dimasa masyarakat telah pula memungkinkan peserta didik untuk berkembang sesuai zamannya dimana tekhnologi telah menjadi bagian sangat penting dalam kehidupan masa kini dan dimasa yang akan datang.

DAFTAR BACAAN

Brown, H.D., (2000). Perinsip pembelajaran dan pengajaran bahasa. Jakarta:Pearson Education Inc.

Ellis, R., (1994). The study of second language acquisition. Oxford: Oxford University Press.

Littlewood, W., (1980).An introduction to communicative approach. Cambridge: Cambridge University Press. Garis-Garis Besar Program Pendidikan dan Pengajaran (1969 dan 1975). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Mohammed Amin Embi (2000). Language learning strategies : A Malaysian

context. Bangi: Fakuliti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia. Oxford, R.L, (1989). Language learning strategies:What every teacher should

know. Boston:Heinle& Heinle Publishers. Norizan Abdul Razak, dkk., (2007). Online lifelong learning in Malaysia.

Research and practice. Kuala Lumpur:Universiti Putra Malaysia. Prabhu, N.S., (1989). New Pedagogy.Cambridge:Cambridge University Press.

251

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang telah lulus ujian kompetensi awal.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dimana data sekunder merupakan sumber penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui dokumentasi. Analisis data adalah cara-cara mengolah data yang telah terkumpul kemudian dapat memberikan interpretasi. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan. Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan alat uji beda yaitu paired sample t-tes. Pada penelitian ini akan dibandingkan kualitas nilai UK Awal sebelum mereka mengikuti PLPG dengan nilai Nilai Ujian Tulis Nasional setelah mengikuti PLPG sehingga akan nampak perkembangan baik peningkatan maupun penurunan skor nilai sebelum dan sesudah diadakan PLPG.

Proses analisis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a). Menentukan formulasi hipotesis nilai (H0) yaitu:

H01 : Tidak terdapat perbedaan kualitas Nilai Uji Kompetensi sebelum dan sesudah adanya kegiatan PLPG Tahun 2012 di Rayon 105 Universitas Riau.

H02 : Tidak terdapat perbedaan kualitas Nilai Uji Kompetensi sebelum dan sesudah adanya kegiatan PLPG Tahun 2013 di Rayon 105 Universitas Riau.

(b). Menentukan level of significant yaitu sebesar 5% atau 0,05;

(c). Menentukan kriteria pengujian. H0 diterima jika nilai probabilitas >0,05 berarti t idak terdapat perbedaan kualitas Nilai Uji Kompetensi sebelum dan sesudah adanya kegiatan PLPG Tahun 2012 di Rayon 105 Universitas Riau.H0 ditolak jika nilai probabilitas <0,05 berarti terdapat perbedaan kualitas Nilai Uji Kompetensi sebelum dan sesudah adanya kegiatan PLPG; dan

(d). Penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengethaui dampak kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan sertifikasi guru terhadap peningkatan kompetensi guru, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat apakah tedapat perbedaan nilai uji kompetensi awal yang diikuti oleh calon guru peserta sertifikasi jalur PLPG dengan nilai uji kompetensi guru akhir setelah mengikuti PLPG.

82

Page 91: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Uji kompetensi awal (UKA) mulai diterapkan bagi guru yang berhak ikut sertifikasi tahun 2012. Mendikbud Muhammad Nuh mengatakan, sertifikasi merupakan sebuah proses melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), yang ingin memastikan bahwa seseorang itu profesional sebagai guru.Uji kompetensi juga dilakukan untuk memastikan orang yang masuk ke dalam PLPG, apakah sudah memenuhi persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Jika peserta sudah memenuhi standar minimal dan mendapat sertifikasi, berarti dia dianggap sudah profesional secara administratif.

Pelaksanaan uji kompetensi ini sangat penting diadakan, hal ini sesuai dengan pendapat Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2006) menyatakan bahwa proses pembelajaran secara umum akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua komponen utama yaitu, (1) Kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran. Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka peyampaian materi ajar akan tidak maksimal. Dengan demikian, seorang guru dituntut untuk mampu menyampaikan materi ajar yang dikuasainya melalui berbagai strategi, metode, pendekatan yang sesuai dengan karakteristik materi ajar, tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik.

Pelaksanaan uji kompetensi awal (UKA) sebelum pelaksanaan sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan dan memastikan kesiapan guru dan kecukupan kompetensi dalam mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). seorang guru yang lulus dari proses UKA, maka guru tersebut dinyatakan memiliki kompetensi dan kemampuan yang cukup untuk mengikuti PLPG sebagai bagian dari pendidikan profesinya. dan sebaliknya bagi guru yang tidak lulus UKA, dinyatakan belum mencukupi kompetensi untuk mengikuti pendidikan profesi guru. Dengan demikian, uji kompetensi awal bagi guru yang akan mengikuti PLPG merupakan kontrol mutu saat itu bagi seorang guru.

Berdasarkan pengolahan dan analisis data diperoleh hasil perbandingan dan perbedaan nilai uji kompetensi awal dan uji kompetensi PLPG untuk tahun 2012 dan 2013 seperti tabel berikut:

83

bangsa Indonesia sebagai salah satu yang memiliki peradaban tinggi dimasa lalu. Para pejuang bangsa pada umumnya orang-orang yang berintegritas tinggi, hidup sederhana, mementingkan kepentingan umum diatas segala kepentingan pribadi dan golongan, bangsawan, negarawan, dan lain sebagainya.

C.9 Dukungan fasilitas ICTdalam proses pembelajaran bahasa Inggris

Sumber belajar yang selama ini bertumpu dua hal saja yakni guru dan perpustakaan telah berubah dengan hadirnya fasilitas “information, communication, and technology-ICT)(Norizan Abdul Razak, dkk; 2007). Dalam kta lain, guru tidak lagi merupakan sumber pengetahuan utama disamping perpustakaan. Kehadiran fasilitas ICT telah memungkinkan peserta didik mendapatkan informasi yang sangat banyak dan beragam yang dapat menopang proses pembelajaran bahasa Inggris. Dengan kekayaan bahan-bahan yang bersifat otentik (authentic material) telah pula menjadikan peserta didik menjadi pelajar yang independen (independent learners) dan dapat mengarahkan dirinya sendiri (self-directed learners).Hal penting yang perlu diperhatikan hanyalah pada dampak negative dari pemanfaatan ICT tersebut yang kadangkala peserta didik belum mampu memilih dan memilah informasi-informasi yang tersedia di dunia maya yang siaftnya sangat beragam dan sangat banyak jumlahnya.Peserta didik perlu pendampingan guru-guru, orang tua, teman sejawat, dan pihak-pihak terkait lainnya supaya tidak tergelincir kearah yang sifatnya negatif.

KESIMPULAN

Urain diatas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang berkait berkelindan dalam perbincangan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia terutama yang berorientasi kepada tujuan pembelajaran. Kedaan bahasa Inggris secara formal berstatus “English as a Foreign Language (EFL)” belum perlu secara nasional diubah menjadi “English as a Second Language (ESL)” di Indonesia, meskipun kebutuhan bahasa Inggris di daerah-daerah tertentu sangat tinggi pada tingkatan penggunaannya. Selanjutnya, perumusan tujuan pembelajaran secara nasional masih sangat relevan dalam rangka menyamakan tingkat kemajuan pendidikan di seluruh Indonesia. Kalau tidak demikian, daerah-daerah tertentu akan sangat maju jika dibandingkan dengan daerah tertentu pula di Indonesia. Berikutnya, pengetahuan peserta didik tentang bahasa Inggris masih sangat perlu seimbang antara Ilmu Bahasa B.Inggris dengan penggunaan bahasa itu sendiri, karena antara kedua aspek tersebut saling berkait satu sama lainnya terutama dalam kegiatan berbicara dan mengarang. Yang tidak

250

Page 92: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Dengan adanya kebijakan pemerintah Indonesia melalui pelaksanaan kurikulum 2013 dimana bahasa Inggris tidak lagi diberikan di sekolah dasar (SD) telah “memperlemah” persiapan belajar bahasa yang sesungguhnya di SLTP dan SLTA. Kebijakan sebelumnya telah “mengharuskan” siswa SD untuk memperoleh bahasa Inggris semenjak kelas 4 (pada umumnya usia 10 tahun). Rentang waktu selama tiga memperolah bahasa Inggris telah dimungkinkan terbentuknya fondasi-fondasi berbahasa seperti kebiasaan mendengar/meniru bahasa secara alamiah dari lawan bicara atau dari sumber-sumber belajar.Selain itu, siswa juga telah memperoleh kemampuan menggunakan sejumlah kosakata dasar dalam kalimat-kalimat sederhana.Perpaduan antara kemahiran mendengar, penggunaan kosakata dasar dalam kalimat sederhana telah memungkinkan siswa memiliki modal berbahasa yang memadai untuk kegiatan pembelajaran bahasa (language learning) di SLTP dan seterusnya.

Kalau kondisi ini dikaitkan dengan persiapan bahasa Indonesia untuk ikut serta dalam kehidupan regional Asia Tenggara yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sudah dapat dikatakan generasi penerus Indonesia akan lemah dalam aspek pemerolehan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Tentu saja sulit untuk dibandingkan dengan usia sebaya dengan generasi penerus Singapura, Malaysia, BruneiDarussalam, dan Philipina yang berada dalam suasana bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negaranya. C.8 Penetapan kompetensi inti (KI) yang terfokus kepada sikap dalam

pelaksanaan Kurikulum 2013 Penerapan kompetensi inti (KI) menjadi ciri khas dari pelaksanaan

kurikulum 2013. KI berisikan ketiga domain yang ada dalam diri siswa yakni sikap, pengetahuan, and keterampilan. Pada pelaksanaan kurikulum sebelumnya, komponen sikap terabaikan.Setelah lama berlansung, terasa hasil pendidikan Indonesia hanyalah menonjolkan aspek pengetahuan dan keterampilan.Hal seperti itu menampakkan sinyalemen negatif tentang prilaku generasi baru Indonesia yang cenderung pintar dan mampu bekerja tetapi kurang dibarengi dengan kejujuran, ketulusan, keikhlasan dalam berbuat.Pada gilirannya, watak bangsa Indonesia yang selama ini dikenal jujur, ramah, sopan santun terhapus oleh tingginya prilaku korupsi, anarkis, dan brutal.Tiga perilaku terakhir ini menjadi tontonan sehari-hari di media elektronik dan media cetak Indonesia.

Dengan terukurnya sikap dan perilaku sejak dini di sekolah, perilaku gererasi penerus bangsa Indonesia akan kembali kepada jati diri bangsa ini yang sudah lama diamalkan sebelumnya. Sebagai contoh, tingginya pengamalan budaya malu dimasa yang lalu telah mengantarkan

249

Tabel 1 Perbandingan Nilai Rata-rata UKA dengan Uji Kompetensi PLPG

o Tahun Rata-rata Nilai

UKA UK PLPG

2012 43,94 55,27 11,33

2013 43,25 57,64 14,39

Jumlah 43,60 56,46 12,86

Bila dilihat dari tabel 1 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan bahwa skor rata-rata uji kompetensi guru yang diperoleh dari tahun 2012 dan 2013 hanya 56,46 saja sementara skor yang diharapkan secara nasional adalah 70, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi guru masih rendah sekalipun guru tersebut telah mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru, rendahnya kompetensi ini juga berkaitan dengan kinerja guru tersbut. Oleh karena itu masih diperlukan peningkatan kinerja guru baik melalui penilaian kinerja guru maupun melalui peningkatan kinerja guru berkelanjutan, sehingga harapan pemerintah melalui kebijakan di sektor pendidikan khususnya kebijakan sertifikasi guru dapat meningkatkan kinerja guru tersebut dapat tercapai.

Selanjutnya bila dilihat sebarannya menurut jenjang satuan pendidikan pada tahun 2012 terlihat pada tabel 2, secara keseluruhan memang terjadi peningkatan nilai kompetensi guru paling tinggi untuk jenjang SMP yaitu 12.57 diikuti oleh SD, SMK dan SMA. Akan tetapi untuk guru TK/PAUD kenaikannya paling rendah yaitu hanya 2.24 saja. Sekalipun diperoleh peningkatan akan tetapi bila dilihat dari pencapaian skor minimum ternyata terdapat penurunan karena pada uji kompetensi awal (UKA) skor minimum adalah 30, sementara setelah mingikuti PLPG ternyata skor minimum adalah 15.

84

Page 93: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Tabel 2. Perbandingan Nilai rata-rata UKA dengan Uji Kompetensi PLPG

Tahun 2012

o Satuan Pendidikan

Rata-rata Nilai

UKA UK

PLPG

TK/PAUD 56,71 58,94 2,24

SD 41,07 52,44 11,37

SMP 45,97 58,54 12,57

SMA 51,47 62,25 10,78

SMK 51,13 62,42 11,29

Jumlah 49,27 58,92 9,65

Hal ini memberikan indikasi bahwa terjadi penurunan kompetensi guru sekalipun mereka telah mengikuti PLPG. Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan PLPG ke depan, baik dari segi penyelenggarannya maupun dari model pelaksanaan PLPG tersebut. Hal ini diperlukan agar tujuan pelaksanaan sertifikasi guru dapat tercapai. Sekalipun hasil penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar Dwi Kurniawan (2011) di Yogyakarta menyimpulkan bahwa proses pelaksanaan kebijaksanaan sertifikasi guru baik di tingkat Dinas Pendidikan dan LPTK telah terlaksana dengan baik dan lancar. Namun demikian kekhawatiran M S Sembiring (2010) yang menyatakan bahwa belum terlihatnya perbedaan yang signifikan kompetensi pedagogik, profesional dan sosial guru antara guru yang telah bersertifikat dengan guru yang belum bersertifikat sangat perlu dipertimbangkan. Artinya dampak kebijakan pemerintah sektor pendidikan khususnya tentang sertifikasi guru terhadap peningkatan profesionalitas dan kompetensi guru tidak akan terpenuhi.

Selanjutnya dari hasil analisis uji statistik menggunakan Paired Samples Test Statistics diperoleh hasil sebagai berikut:

85

kurang mampu menangkap filosofi pendekatan ini yang nota bene bertumpu kepada siswa. Guru-guru kurang sabar mengikuti proses demi proses pendekatan saintifik ini. Akhirnya, kembali terjadi kecenderungan dimana guru tetap mengambil alih kegiatan pembelajaran yang sayogiya hal-hal seperti itu dilakukan oleh peserta didiknya.

C.6 Keenam, masih perlukah persiapan yang intensif sebelum ujian

nasional (breakthrough programmes) dilakukan? Penetapan ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan siswa telah

menjadikan UN ini sebagai tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris.Kebijakan khusus yang diambil sekolah adalah dengan melakukan suatu program persiapan UN yang disebut dengan program terobosan (breakthrough program).Melalui program ini, siswa pada semester akhir Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) mengikuti program terobosan ini.Pada umumnya program ini berlansung pada bulan Oktober sampai dengan April (4 bulan).Selama rentang waktu tersebut, para siswa dijejali dengan soal-soal UN yang lalu.Kegiatannya benar-benar bertumpu kepada pengerjaan soal-soal UN. Istilah “learning for test” benar-benar terjadi dalam kegiatan ini (Mohammed Amin Embi;2000).

Pihak sekolah sangat percaya dengan program terobosan ini sebagai suatu usaha untuk meluluskan peserta didiknya dari UN.Persentase kelulusan siswa telah menjadi barometer keberhasilan sekolah.Dengan demikian konsep “learning for life” terlupakan, sehingga siswa menjadi manusia penghafal soal-soal ujian. Siswa kurang dibekali dengan kasus-kasus atau hal-hal yang dapat meransang proses berfikirnya sesuai dengan jenjang domain kognitif. Dalam kontek ini, aspek “mengingat” saja yang banyak dimanfaatkan siswa dalam proses pembelajaran menjelang diselenggarakannya UN.

C.7. Terabaikannya proses pemerolehan bahasa Inggrispada usia dini

(Sekolah Dasar) Sebahagian besar akhli berpendapat bahwa permulaan kematangan

untuk belajar bahasa lain selain dari bahasa ibu/bahasa negaranya adalah pada usia 9 tahun. Usia ini sejalan dengan usia seorang siswa kelas 3 sekolah dasar (SD). Pada usia-usia seperti ini telah berkembang daya ingat dan nalar seorang anak untuk meniru bahasa lawan bicaranya. Proses pemerolehan bahasa (language acquisition) telah dapat berlansung dengan sempurna (Ellis;2000).

248

Page 94: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

sangkut pautnya dengan kebutuhan nyata bahasa Inggris dalam dunia kerja (the need of English in work places).

Dengan fenomena tersebut terdahulu, pendekatan komunikatif (Communicative Approach selanjutnya disebut dengan PKG Approach) direkomendasikan sebagai pendekatan utama pembelajaran bahasa Inggris pada pelaksanaan kurikulum 1984. Guru-guru mendapat pelatihan yang cukup untuk melaksanakan PKG Approach ini secara berjenjang-nasional, regional dan lokal.Pelatihan secara nasional diikuti oleh guru-guru bahasa Inggris pilihan dari seluruh provinsi di Indonesia, yang menjadi fasilitator pada tingkat regional dan lokal didaerah masing-masing.Program ini diayomi oleh konsultan dari Negara kerajaan Inggris yakni Brian Tomlinson. Pada tahun 1991, Brian Tomlinson merefksikan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia melalui suatu artikel yang dimuat dalam English Teaching Forum-dengan judul Managing Change in Indonesian High School. Dia menyorot kegagalan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia sebelum diterapkannya kurikulum 1984 dimana pendekatan utama yang dipakai adalah Grammar Translation Method (GTM).Sorotannya terletak ketidakmapuan kebanyakan siswa untuk melakukan komunikasi dalam bahasa Inggris setelah bertahun-tahun belajar bahasa Inggris pada jenjang formal pendidikan.

C.5 Urgensinya kearah terpusat kepada siswa (students’ centered) sebagai warna dari pelaksanaan kurikulum 2013

Di era kurikulum 2013, pendekatan saintifik diangkat sebagai pendekatan utama pembelajaran dimana peserta didik jauh lebih aktif berbuat dibanding gurunya (students-centered learning)(Selberman; 2014).Kegiatan pengamatan yang diikuti oleh pengajuan pertanyaan oleh peserta didik menjadi rangkaian kegiatan yang krusial untuk dilaksanakan.Dari situlah guru-guru sebagai fasilatator, melakukan kegiatan pembelajaran selanjutnya.Artinya, guru-guru telah mendapatkan pemetaan keadaan pengetahuan peserta didik melalui ungkapan pertanyaan-pertanyaan yang ddiajukannya terhadap pengamatan yang mereka lakukan sebelumnya. Diasumsikan, pendekatan ini akan memungsikan kekuatan kognitif peserta didik (higher ranking order of thinking)(Oxford; 1989). Pada gilirannya, peserta didik diharapkan mampu melakukan rangkaian kegiatan-kegiatan ilmiah yang bermuara kepada “self-directed learners”.

Sementara ini, ada catatan penting dalam pelaksanaannya oleh guru-guru yang sudah terbiasa dengan pendekatan pembelajaran bahasa Inggris yang masih dinominasi oleg guru (teacher’s centered). Sebagian guru-guru

247

Me

an N Std.

Deviation

Std. Error Mean

Pair 1

UKA_AWAL

43,5777 663 13,935

61 ,54121

UKA_AKHR

54,1427 663 15,764

86 ,61226

Nilai rata-rata untuk UKA awal peserta PLPG 2012 adalah sebesar 43,57 sedangkan setelah mengikuti PLPG sebesar 54,14

Paired Samples Test

Paired Differences td

f

Sig. (2-tailed)

M

ean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

air 1

UKA_AWAL - UKA_AKHR

-10,5650

11,30419

,43902

11,4270

-9,7029

-24,065

662

,000

Hipotesis:

Ho : Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata nilai pretest dan posttest tidak berbeda secara signifikan)

Hi : Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata nilai pretest dan posttest adalah memang berbeda secara signifikan)

Terlihat bahwa t hitung adalah -24,065 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak atau nilai rata-rata berbeda

86

Page 95: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

secara signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa memang tedapat perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum mengikuti PLPG dengan nilai UKA setelah mengikuti PLPG untuk tahun 2012. Hasil analisis yang sama juga didapatkan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum mengikuti PLPG dengan nilai UKA setelah mengikuti PLPG untuk tahun 2012 baik satuan pendidikan TK/PAUD, SMP, SMA maupun SMK.

Berikutnya bila dilihat pula perbandingan nilai uji kompetensi awal dengan niali uji kompetensi guru setelah mengikuti PLPG tahun 2013 terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Nilai Rata-rata UKA dengan Uji Kompetensi Akhir PLPG Tahun 2013

o Satuan Pendidikan Rata-rata Nilai

UKA

UK PLPG

TK/PAUD 52,98 58,34 5,36

SD 41,34 56,60 15,26

SMP 43,67 58,94 15,26

SMA 51,16 66,69 15,53

SMK 41,49 60,17 18,68

Jumlah 46,13 60,15 14,02

Seperti halnya dengan tahun 2012, secara keseluruhan dari semua jenjang atau satuan pendidikan baik TK/PAUD sampai dengan SMA/K memang terjadi kenaikan nilai uji kompetensi awal dengan nilai uji kompetensi setelah mengikuti PLPG yaitu rata-rata kenaikan sebesar 14,02, tertinggi SMK yaitu 18,68 diikuti oleh SMA, SMP dan SD. Sedangkan yang terendah sama dengan tahun 2012 yaitu TK/PAUD yaitu hanya 5,36 saja. Hanya saja skor rata-rata pencapaian nilai uji kompetensi setelah PLPG bila dibandingkan dengan tahun 2012 (58,92) terjadi peningkatan tahun 2013 (60,15) sebesar 1,23, namun bila dibandingkan dengan nilai uji kompetensi yang diharapkan secara nasional yaitu 70, ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Akan tetapi pencapaian skor uji kompetensi ini tidak akan terlalu bermakna apabila tidak diimplementasikan oleh guru di sekolahnya tempat dia bertugas. Apabila hal ini tidak dilakukannya maka akan

87

Speaking juga memiliki keunikan tersendiri bagi yang melakukannya yakni adanya sifat-sifat diri yang tercategori kepada “extroverted person” dimana seseorang tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan penggunaan bahasa secara mudah “talk active”.Sifat “extroverted” peserta didik perlu dikenali secara pasti oleh guru-guru sebagai pembina, pengarah, pemberi kemudahan, sahabat berkomunikasi(Oxford; 1989). Dengan demikian, akan terjadi kemudahan dalam menjalankan kegiatan speaking ditengah-tengah peserta didik baik didalam kelas maupun diluar kelas.

Lain hanya dengan kegiatan penggunnaan bahasa tulis (writing) yang identik dengan merangkai-rangkai ide menjadi satu kesatuan dalam bentuk karangan (composition).Kegiatan ini dapat dijalankan dengan efektif jika ada latihan-latihan untuk mengerjakan model-model karangan didalam kelas yang dilanjutkan diluar kelas.Penguasaan ide-ide yang terambil dari bacaan-bancaan menjadi bagian-bagian penting dalam kegiatan mengarang (writing).Faktor yang tidak dapat diabaikan dalam kegiatan mengarang ini yakni koreksi dari guru-guru bahasa Inggris.Pengoreksian memerlukan keseriusan untuk melihat berbagai aspek suatu karangan seperti tatabahasa, konten, penggunaan kosakata, penggunaan tanda baca, dll.Tindak lanjut komentar/koreksian guru oleh peserta didik menjadi hal yang penting lainnya.

C.4 Pilihan pendekatan pembelajaran dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain

Salah satu kebijakan penting yang diambil oleh pembuat kurikulum di Indonesia adalah penetapan pendekatan utama pembelajaran disetiap era pelaksanaan kurikulum. Sebagai contoh “Grammar Translation Method” (GTM)telah ditetapkan sebagai pendekatan utama pembelajaran bahasa Inggris pada era kurikulum 1969-1975. Hampir mendekati masa lima belas tahun lamanya, GTM-yang lebih dikenal dengan pendekatan Salah Tiga (Salah Tiga Approach) menjadi warna pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia. Peserta didik dijejali dengan latihan-latihan rancang bangun kalimat (sentence pattern)(Prabhu: 1991).

Peserta didik cukup mahir melakukan latihan-latihan penggunaan bahasa melalui sentence pattern yang sudah dirancang sebelumnya, tetapi sangat kurang memperhatikan penggunaan bahasa itu dalam kenyataan sehari-hari (real life situation).Ia benar-benar “bookish English”, dan kebanyakan ungkapannya “are not working outside the classroom”. Prabhu mensinyalir di India, pengajaran bahasa Inggris didalam kelas tidak ada

246

Page 96: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

telah dijadikan landasan untuk merobah tujuan pembelajaran bahasa Inggris dari “passive English” kepada “active English”.

Melalui motto pembelajaran bahasa Inggris “use your English whenever possible” yang diterapkan sejak kurun waktu 1984, penggunaan bahasa telah mulai digalakkan di sekolah-sekolah. Namun dalam perjalannya, sedikit tergangganngu oleh kurang terkontrolnya penggunaan tatabahasa yang standard dan pilihan kosakata yang sesuai, motto tersebut sedikit diperbaiki dengan “meaningful use of English” mulai pada periode kurikulum 1994 sampai dengan priode kurikulum 2013 ini. Dengan demikian, penggunaan bahasa Inggris telah dibarengi oleh penggunaan kaedah-kaedah tata bahasa yang tepat, pemilihan penggunaan kosakata, intonasi, dan ritma bahasa yang sesuai menurut penutur aslinya.

C.3 Keseimbangan antara Ilmu Bahasa B.Inggris dengan penggunaan bahasa

Littlewood (1981) berketetapan bahwa antara “pre-communicative activities/the knowledge of the language” dan “ communicative English/the use of English” sangat perlu sejalan dalam pelaksanaannya. Dalam kontek ini, penguasaan ilmu bahasa (listening, reading, vocabulary, and structure) akan berkait berkelindan dengan penggunaan bahasa itu sendiri (speaking dan writing).

Hampir semua guru-guru bahasa Inggris mengakuinya bahwa kegiatan penggunaan bahasa (speaking dan writing) sangat tidak memadai waktu yang tersedia dibanding dengan jumlah peserta didik yang melakukannya.Apalagi aspek penggunaan bahasa itu sendiri belum menjadi barometer dari pembelajaran bahasa Inggris, dimana penguasaan ilmu bahasalah yang menjadi ukuran kuantitatif suatu pembelajaran.Hal itu ditandai oleh materi ujian nasional yang tidak memuat kemampuan penggunaan bahasa (speaking dan writing).

Selanjutnya, penggalakan kegiatan “speaking” akhir-akhir ini di sekolah melalui salah satu acara yakni “English day” sering tidak efektif karena berbagai kendala-kendala yang tidak teratasi oleh pesertanya. Salah satu kendalanya adalanya kurang mantapnya pemahaman ilmu bahasa seperti penguasaan tatabahasa dan kosakata, serta ide-ide pembicaraan yang terambil dari bacaan-bacaan.Disamping itu, pembiasaan-pembiasaan ucapan-ucapan kata, frase, kalimat, gabungan kalimat-kalimat juga turut memberi akibat kepada tersendatnya program “English day” tersebut.

245

benarlah seperti yang dikemukan oleh Ridwan El Hairiry (2010) yang menyatakan bahwa hasil analisis perbandingan kinerja guru sebelum dan setelah lulus sertifikasi ternyata rata-rata kinerja guru pascasertifikasi justru mengalami penurunan bila dibandingkan sebelum sertifikasi.

Dari hasil analisis uji statistik diperoleh gambaran sebagai berikut:

Paired Samples Statistics

Me

an N Std.

Deviation

Std. Error Mean

Pair 1

UKA AWAL

43,2228

659

21,30035

,82974

UKA AKHIR

57,8300

659

9,67931

,37705

Nilai rata-rata untuk UKA awal peserta PLPG 2012 adalah sebesar 43,22 sedangkan setelah mengikuti PLPG sebesar 57,83

Paired Samples Correlations

N Correl

ation Sig.

Pair 1 UKA AWAL & UKA AKHIR

659 ,638 ,000

Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima

Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak

Hasil korelasi antara kedua variabel, yang menghasilkan angka 0,638 dengan nilai signifikansi sebesar 0,00. Hal ini menyatakan bahwa korelasi antara nilai pretest dan posttest signifikan.

88

Page 97: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Paired Samples Test

Paired Differences d

f

Sig. (2-tailed)

Mea

n

Std. Deviati

on

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

UKA AWAL - UKA AKHIR

14,61 1

6,86 ,

66 -

15,90 -

13,32 22,23 6

58 ,

000

Hipotesis:

Ho : Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata nilai pretest dan posttest tidak berbeda secara signifikan)

Hi : Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata nilai pretest dan posttest adalah memang berbeda secara signifikan)

Terlihat bahwa t hitung adalah -22,23dengan probabilitas 0,000. oleh karena probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak atau nilai rata-rata berbeda secara signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum mengikuti PLPG dan nilai UKA setelah mengikuti PLPG tahun 2013. Hasil analisis yang sama juga didapatkan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum mengikuti PLPG dengan nilai UKA setelah mengikuti PLPG untuk tahun 2013 baik satuan pendidikan TK/PAUD, SMP, SMA maupun SMK

Berdasarkan analisis data tersebut dapat diketahui bahwa secara umum memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai UKA sebelum dengn sesudah PLPG dilaksanakan, akan tetapi bila dilihat dari deltaatau peningkatan kompetensi guru antara sebelum kegiatan sertifikasi guru dilaksanakan dengan kompetensi guru setelah dilaksanakan sertifikasi guru pola PLPG ternyata tidak terlalu besar kenaikannya bahkan dari nilai rata-rata nasional untuk uji kompetensi guru sebesar 70 masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan kajian dengan analisis yang lebih mendalam sekaligus melakukan evaluasi baik berkaitan dengan uji

89

tersebut diatas, telah menyeret masyarakat Indonesia kedalam arus putaran informasi tersebut. Tentu saja terjadi persoalan yang harus dituntaskan yakni tingkat kemampuan berbahasa Inggris masyarakat Indonesia secara umum.Ada kalangan tertentu (masih sedikit jumlahnya di Indonesia) yang sudah mengarahkan pemikirannya untuk mengubah status bahasa Inggris di Indonesia dari EFL kepada ESL.Kalangan ini adalah orang-orang yang selalu berinteraski kehidupannya dengan dunia internasional (diplomat, eksportir, ilmuan, pelintas batas negara, pemirsa televisi berskala dunia, dll). Mereka telah memperhatikan secara nyata efektifitas ESL diperbagai Negara tetangga seperti Singapura,Malaysia, Philipina, India, dll., yang telah menikmati kemajuan kehidupan globalisasi melalui penetapan bahasa Inggris sebagai ESL di negaranya. Dengan berstatus ESL, penggunaan bahasa Inggris telah dimungkinkan terjadinya secara aktif (compulsory) dalam sendi-sendi kehidupan dinegaranya.Persandingan penggunaan bahasa pertama masing-masing Negara (Malay, Chinese, Hindi, dll) dengan bahasa Inggris sebagai bahasakedua telah terjadi penguasaan kedua-dua bahasa secara berimbang (equal competence) (Wende; 1991).

C.2 Perumusan tujuan pembelajaran secara nasional

Dalam kurun waktu pelaksanaan kurilkulum 1969 dan kurikulum 1975, rumusan tujuan pembelajaran adalah menitik beratkan kepada bahasa Inggris pasif dimanapenguasaan reading (isi bacaan) yang ditopang oleh kosakata dan tatabahasa menjadi hal yang krusial (GBPP 1969 dan GBPP 1975). Kemudian tujuan pembelajaran tersebut bergeser kearah penggunaan bahasa Inggris secara intensifdi era pelaksanaan kurikulum 1984 dan kurikulum 1994, 2004, 2006, dan 20013. Dalam kurun waktu tersebut, penguasaan reading tetap menjadi hal yang pokok tetapi dijadikan alat penunjang untuk melakukan kegiatan-kegiatan penggunaan bahasa (berbicara dan mengarang)(Littlewood; 1981).

Diawal pelaksanaan kurikulum 1984, telah dilakukan evaluasi secara menyeluruh tentang pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris sebelumnya. Brian Tomlinson (1991) telah mengemukakan bahwa “…after several years of learning English, most of learners could not achieve English for communication”. Pernyataan ini telah menguatkan rumusan tujuan pembelajaran bahasa Inggris secara nasional untuk “passive English”. Dilain pihak, perkembangan kebutuhan bahasa Inggris dipertengahan tahun 1980-an di Indonesia sudah semakin pesat. Hal itu telah dimungkinkan oleh berbagai perkembangan Indonesia dalam pergaulan internasional seperti ASEAN, AFTA, MEE, PBB, dan lain sebagainya.Senyalemen kuat diatas

244

Page 98: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PERMASALAHAN

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, sekurang-kurangnya, ada sembilan permasalahan yang patut diperbincangkan dalam tulisan ini. Pertama, perlukah status bahasa Inggris dirubah dari English as a Foreign Language (EFL) kepada English as a Second Language (ESL) di Indonesia, yang dikaitkan dengan kebutuhan bahasa Inggris yang semakin meningkat dalam kontek dinamika global? Kedua, masih relevankah perumusan tujuan pembelajaran secara nasional dalam keberagaman kedaan lokal di Indonesia? Ketiga, masih perlukah keseimbangan antara Ilmu Bahasa B.Inggris dengan penggunaan bahasa? Keempat, apakah perlu ditetapkan pilihan pendekatan pembelajaran dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain? Kelima, dimanakah letak urgensinyakearah terpusat kepada siswa (students’ centered) sebagai warna dari pelaksanaan kurikulum 2013?Keenam, masih perlukah persiapan yang intensif sebelum ujian nasional (breakthrough programmes) dilakukan? Ketujuh, apakah akibat dari terabaikannya proses pemerolehan bahasa Inggris pada usia dini (Sekolah Dasar)? Kedelapan, apakah peran yang dimainkan oleh penetapan kompetensi Inti (KI) (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) dan dalam pelaksanaan kurikulum 2013? Kesembilan, dukungan fasilitas ICT seperti apakah yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dimasa yang akan datang?

PEMBAHASAN

C.1 Status bahasa Inggrisdi Indonesia Dinamika kehidupan globalisasi pada penggalan awal abad ke 21 ini

(2000-2025) telah menjadikan bahasa Inggris semakin kokoh sebagai bahasa pertama perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Hal itu diperkuat oleh berbagai siaran televisi berkelas dunia (BBC, CNN, Aljazeera, European News, France News, NSBC, Nat Geo Wild, dll) yang secara 24 jam setiap hari melakukan siarannya dalam bahasa Inggris. Media masa ini telah menjadi rujukan utama oleh masyarakat dunia tentang kejadian-kejadian yang berskala dunia.Dengan sangat aktifnya, televisi ini sebagai media masa dalam menggunakan bahasa Inggris dengan isu-isu yang mutakhir, telah membuka cakrawala umat manusia dijagad raya untuk ikut serta menikmati siaran ini secara aktif (USA, Kerajaan Inggris Australia, Seladia Baru, India, Bangladesh, Sri Langka, Malaysia, Singapura, Brunei Darusalam, dll) maupun secara pasif (Cina, Rusia, Indonesia, Thailand, Jepang, Vitenam, Korea Selatan, dll).

Derasnya arus informasi yang dapat dinikmati oleh hampir dua pertiga jumlah penduduk dunia, ( 4 milyar) manusia di Negara-negara

243

kompetensi awal maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan sertifikasi guru itu sendiri, sehingga kebijakan pemerintah di sektor pendidikan khususnya melalui UKA dan sertifikasi guru pola PPLG mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompeensi guru.

KESIMPULAN

Kebijakan pemerintah di sektor pendidikan berkaitan dengan uji kompetensi awal (UKA) sebelum pelaksanaan sertifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan dan memastikan kesiapan guru dan kecukupan kompetensi dalam mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). Seorang guru yang lulus dari proses UKA, maka guru tersebut dinyatakan memiliki kompetensi dan kemampuan yang cukup untuk mengikuti PLPG sebagai bagian dari pendidikan profesinya dan sebaliknya bagi guru yang tidak lulus UKA, dinyatakan belum mencukupi kompetensi untuk mengikuti pendidikan profesi guru.

Dapatan kajian ini menyimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai uji kompetensi awal (UKA) dengan nilai uji kompetensi guru setelah mengikuti sertifikasi melalui pola PLPG, akan tetapi bila dilihat dari deltanyaternyata kenaikannya masih jauh dari yang diharapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi guru masih rendah sekalipun guru tersebut telah mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru, rendahnya kompetensi ini juga berkaitan dengan kinerja guru tersbut.

Oleh karena itu masih diperlukan peningkatan kinerja guru baik melalui penilaian kinerja guru maupun melalui peningkatan kinerja guru berkelanjutan, sehingga harapan pemerintah melalui kebijakan di sektor pendidikan khususnya kebijakan sertifikasi guru dapat meningkatkan kinerja guru tersebut dapat tercapai.Disamping itu juga diperlukan kajian dengan analisis yang lebih mendalam sekaligus melakukan evaluasi baikyang berkaitan dengan uji kompetensi awal maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan sertifikasi guru itu sendiri, sehingga kebijakan pemerintah di sektor pendidikan khususnya melalui UKA dan sertifikasi guru pola PPLG mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru.

90

Page 99: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Dwi Kurniawan (2011). Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru dalam rangka Meningkatkan Profesionalitas Guru di Kota Yogyakarta, Jurnal Studi PemerintahanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta Vol. 2 Nomor 2 Agustus 2011

BPPSDMP Kemdikbud (2012).Pedoman Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Guru Pasca Uji Kompetensi Awal (UKA). Jakarta: Kemdikbud.

Fachturrohman, (2009). Fatchurrohman (2009) Pengaruh Sertifikasi Bagi Peningkatan Kinerja Guru SMP Negeri 1 Salatiga.Jurnal Mudarissa UNS Salatiga, VOL. 1 (NO. 2). ISSN 2085-2061

Kemdikbud.(2012). Pedoman Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan pada Sekolah Dasar. Jakarta: Kemdikbud.

M S Sembiring, (2010).Kajian Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Guru, Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan Vol. 3 No. 8 Tahun 2010; Pusat Penelitian Kebijakan, Depdiknas : Jakarta

Mulyasa (2007). Standar kompetensi dan sertifikasi guru. Bandung : Rosda

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 5 tahun 2012 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru;

Sagala (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung : Alfabeta

Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas (2012). Kajian Kompetensi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. www file.upi.edu/Direktori/.../sinopsis-kompetensi-guru%5B1%5D.pdf

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional;

91

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI INDONESIA BERORIENTASI KEPADA TUJUAN PEMBELAJARAN

Dr. FAKHRI RAS, M.Ed.

PENDAHULUAN Ciri khas pembelajaran Bahasa Inggris (sekolah-sekolah negeri dan

sebagian besar sekolah swasta)di Indonesia adalah tujuan pembelajaran menjadi titik sentral segala elemen-elemen yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa Inggris itu sendiri (learning goal oriented)(Brown;2000).Hal-hal yang terkait dengan tujuan pembelajaran tersebut adalah pendekatan utama pembelajaran (main teaching and learning approach), buku teks, sumber mengajar dan belajar, fokus evaluasi pembelajaran, konten program intensif untuk ujian nasional, dll. Berkenaan dengan rumusan tujuan pembelajaran, secara garis garis besarnya dapat dibagi kepada dua titik sentral tujuan pembelajaran itu yang bertumpu kepada pemahaman isi bacaan, kosakata, dan tata bahasa dan pemahaman isi bahasa bacaan sebagai titik penggunaan bahasa Inggris.Rumusan tujuan yang pertama telah dipakai pada kurun waktu pelaksanaan kurikulum 1969 dan kurikulum 1975.Sedangkan rumusan tujuan pembelajaran kedua dipakai dalam kurikulum 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013.

Pembaharuan tujuan pembelajaran yang berorientasi kepada perkembangan penggunaan bahasa Inggris dilakukan pada pelaksanaan kurikulum 1984. Tekanan pembelajaran bahasa Inggris telah bergeser dari aspek penguasaan pengetahuan bahasa (the knowledge of the language) kepada kemampuan penggunaan bahasa itu sendiri (the use of the language in real life situation).Pergeseran rumusan pembelajaran secara signifikan ini telah membawa konsekuensi logis kepada kompetensi yang perlu dimiliki guru-guru bahasa Inggris, perangkat pembelajarannya, dan situasi kebahasaan di sekolah dan diluar sekolah.Untuk memaksimalkan pencapaian pembaharuan tujuan pembelajaran tersebut, sekurang-kurang-nya, ada 9 hal yang perlu mendapat perhatian serius. Kesembilan hal tersebut adalah sebagai berikut; status bahasa Inggris di Indonesa, perumusan Tujuan pembelajaran secara nasional, keseimbangan antara Ilmu Bahasa B.Inggris dengan penggunaan bahasa, pilihan Pendekatan Pembelajaran,kearah terpusat kepada siswa (students’ centered), persiapan yang intensif sebelum ujian nasional (breakthrough programmes), terabaikannya proses pemerolehan bahasa Inggris pada usia dini,tekanan kompetensi Inti (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) pembelajaran, dan dukungan fasilitas ICT disekolah dan di masyarakat.

242

Page 100: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Riau Pos, 2014. Kurikulum dari Masa Ke Masa. Pekanbaru: Riau Pos, 20

Oktober 2014.

Stufflebeam, D.L. (1971). The relevance of CIPP evaluation model for educational accountability. Journal of Research and Development in Education Fall: 19-25.

Tierney, R. & Marielle, S (2004). What’s wrong with rubrics: focusing on the consistency of performance criteria across scale levels. Retrieved July 6, 2012, from http://PAREonline.net

Tillema, et al. (2011). Assessing assessment quality: Criteria for quality assurance in design of (peer) assessment for learning: A review of research studies. Studies in Educational Evaluation, 37, 25-34.

Tola, B. (2006). Self-assessment: Module assessment guidelines in the classroom. Jakarta: Educational Assessment Research and Development, Ministry of National Education (Penilaian diri: modul pedoman penilaian di kelas. Jakarta: pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.)

Yustisia, P.T. 2008. Panduan Lengkap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Zakaria, R.T. (2006). Attitude assessment guidelines: Module assessment guidelines in the classroom. Jakarta: Educational Assessment Research and Development, Ministry of National Education (Pedoman penilaian sikap: Modul pedoman penilaian di kelas. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.)

241

PEMBANGUNAN MODEL PENTAKSIRAN JASMANI, EMOSI, ROHANI, INTELEK (JERI) DI INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AWAM

MALAYSIA & INDONESIA

Ghazali Darusalam, PhD., Wan Hasmah Wan Mamat, EdD., dan Zaharah Hussin, PhD.

PENGENALAN

Pembangungan modul/perisian pentaksiran JERI (Jasmani, Emosi, Rohani dan Intelek) adalah satu model pentaksiran perkembangan insan pelajar secara holistik bagi mengukur keseimbangan JERI (Jasmani, Emosi, Rohani & Intelek) bukan sahaja boleh diguna pakai kepada murid-murid di sekolah tetapi juga pelajar-pelajar di Institut Pendidikan Tinggi Awam/Swasta di Malaysia dan Indonesia. Satu perisian (software) Pentaksiran JERI telah dicipta oleh penyelidik di Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya bersama dengan Fakulti Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogjakarta. Pentaksiran yang telah dihasilkan adalah selaras dengan kehendak Falsafah Pendidikan Kebangsaan untuk memaktubkan perkembangan potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani. Proses penaksiran JERI boleh dijalankan secara manual oleh guru/pensyarah di bilik darjah/kuliah selain boleh dilaksanakan melalui perisian komputer oleh penyelidik.

FALSAFAH PENDIDIKAN KEBANGSAAN

Pentaksiran JERI (Jasmani, Emosi, Rohani dan Intelek) diilhamkan daripada Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK). FPK digubal untuk memberi panduan atau arah tuju untuk menentukan haluan, asas dan inspirasi kepada semua usaha dan rancangan dalam bidang pendidikan. Falsafah Pendidikan Kebangsaan lahir melalui suatu proses yang agak panjang iaitu satu proses pembinaan negara dan bangsa semenjak merdeka lagi. Idea penggubalan FPK telah tercetus selepas penerbitan laporan Jawatankuasa Kabinet pada tahun 1979. FPK yang dahulunya dikenali sebagai Falsafah Pendidikan Negara (FPN) telah digubal berlandaskan tiga ideologi iaitu Rukun Negara, Dasar Ekonomi Baru (RMK 3, 1976-1980) dan Dasar Pendidikan Kebangsaan (1999). Penggubalan falsafah ini telah dilakukan oleh pakar-pakar akademik yang meneliti dan mengambil kira keperluan individu, masyarakat dan negara (KPM, 2001). Falsafah

92

Page 101: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pendidikan Kebangsaan (FPK) telah dirumuskan pada tahun 1988 dan dinyatakan dalam Akta Pendidikan 1996 yang bermaksud:

“Pendidikan di Malaysia adalah satu usaha berterusan ke arah memperkembangkan lagi potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini adalah bertujuan melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketerampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonian dan kemakmuran masyarakat dan negara”. ( Akta Pendidikan 1996, Akta 550)

Menurut Mohd Fathi Adnan (2010), berdasarkan pernyataan di atas, matlamat pendidikan negara boleh dinyatakan secara ringkas sebagai usaha untuk melahirkan warganegara yang mempunyai sahsiah yang baik, seimbang dan bersepadu dari segi Jasmani, Emosi Rohani dan Intelek (JERI). Ia juga selari dengan prinsip-prinsip Rukun Negara iaitu; Kepercayaan kepada Tuhan, Kesetiaan kepada Raja dan Negara, Keluhuran Perlembagaan, Kedaulatan Undang-undang serta Kesopanan dan Kesusilaan. Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK) boleh dicerminkan dalam Rajah 1 yang menggambarkan elemen-elemen dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan.

Rajah 1 : Elemen-elemen dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan

93

Rujukan

Azhar, F. 2012. Pelaksanaan Penilaian Berasaskan Kelas dalam Kalangan GuruBahasa Inggris Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Provinsi Riau, Indonesia. Disertasi Doktor pada Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia. Bangi.

Depdikbud, 1974. Kurikulum 1974 SMA. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdikbud.

Depdikbud, 1984. Kurikulum 1984 SMA. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Jakarta: Depdikbud.

Depdikbud, 1994. Kurikulum 1994 SMA. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004 SMA. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup PMU. Depdiknas.

Depdiknas, 2008. Rancangan Penilaian Hasil Belajar. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Forgette, G.R. & Marelle, S. (2000). Organizational Issues Related to Portfolio Assessment Implementation in the classroom. Retrieved June 21, 2012, from http://PAREonline.net

Hughes, A. 2003. Testing for Language Teachers. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Kemendikbud, 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Leahy et al. (2005). Classroom assessment minute by minute, day by day. Educational Leadership, 63(3). Retrieved June 26, 2012, from http://search.ebscohost.

O’Malley, M.J. & Pierce, V.L. 1996. Authentic Assessment for English Language Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Popham, W. J. (1995). Classroom Assessment: What teachers need to know. Boston: Pearson Education Inc.

240

Page 102: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

5 Material well organized; links could occasionally be clearer but communication not impaired.

4 Some lack of organization; re-reading required for clarification of ideas.

3 Little or no attempt at connectivity, though reader can deduce some organization.

2 Individual ideas may be clear, but very difficult to deduce connection between them.

1 Lack of organization so severe that communication is seriously impaired

SCORE:

Grammar:____+ Vocabulary_____+ Mechanism_____+ Fluency_____+ Form_____ =

(TOTAL)

5. Mampu menilai sikap siswa dari berbagai aspek sikap (Kemendikbud, 2013)

Sikap yang dimaksud disini adalah sikap siswa selama proses belajar-mengajar yang meliputi berbagai aspek seperti: (a) rasa hormat (respect), (b) jujur (honest), (c) peduli (care), (d) berani (brave), (e) percaya diri (confidence), (f) berkomunikasi baik (communicative), (g) peduli social (social awareness), (h) ingin tahu (curiosity), (i) kerja sama (team work), (j) melakukan tindak komunikasi yang tepat (communicative action).

Kesimpulan

Ditinjau dari factor input, guru Bahasa Inggris SMP Negeri di Provinsi Riau memiliki sikap yang tinggi, namu demikian memiliki pengetahuan serta keterampilan yang sedang dalam pelaksanan penilaian berbasis kelas (Azhar, 2012). Oleh karena itu, guru diharapkan senantiasa meningkatkan pengetahuan (what to teach) sebelum melaksanakan pembelajaran (how to teach) tetapi juga tahu bagaimana menjaga sikap siswa terhadap Bahasa Inggris (how to maintain) serta memiliki keterampilan pula dalam menentukan jenis penilaian otentik serta merancang perangkat penilaian secara holistic dan analitik. SEMOGA.

239

PENTAKSIRAN DI INSITITUSI PENGAJIAN TINGGI AWAM DI MALAYSIA

Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum (1991), penaksiran merupakan satu proses yang sistematik bertujuan untuk mengesan pekembangan pelajar secara menyeluruh dan berterusan, bersifat formatif, dirancang, dikendalikan dan ditaksir oleh guru sendiri yang bertujuan untuk memudahkan guru membuat tindakan susulan bagi mengatasi kelemahan pembelajaran dan memperkukuhkan kemahiran dan pengetahuan pelajar disamping guru dapat memperkembangkan potensi pelajar dari aspek pengetahuan (kognitif), kemahiran (afektif) dan sikap serta nilai murni yang dihayati. Pusat Perkembangan Kurikulum (1993) telah memperincikan rekabentuk penaksiran di sekolah berpandukan ciri-ciri berikut yang antara lainnya menyatakan penaksiran merupakan satu bentuk penilaian yang dapat mengesan perkembangan individu dari segi kognitif, afektif dan psikomotor, digubal oleh sekumpulan pakar, dilaksanakan secara desentralisasi, tidak menekankan perbandaingan pencapaian pelajar, dikendalikan melalui tiga cara; pemerhatian, lisan dan tulisan dan proses penilaian adalah sistematik.

Pentaksiran berkait rapat dengan kurikulum iaitu elemen utama dalam proses pendidikan. Finch dan Crunkilton (1999) telah menjelaskan bahawa kurikulum sebagai aktiviti pembelajaran dan pengalaman yang diperlukan oleh pelajar di bawah kawalan institusi pendidikan dan merangkumi dua kategori keperluan pendidikan secara lebih luas iaitu pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan untuk menyara kehidupan. Di institusi pengajian tinggi awam Malaysia, pentaksiran dijalankan kepada para pelajar dalam tempoh kuliah iaitu selama 14 minggu bagi setiap semester, dan 16 minggu setiap semester di Indonesia. diikuti dengan seminggu untuk cuti belajar dan peperiksaan akhir semester. Dalam jangka masa itu, pelajar juga harus bersedia dengan segala tugasan yang akan diberi sama ada ianya berbentuk bertulis, pembentangan dan seminar, di samping kuiz bertulis dan peperiksaan pertengahan semester yang dijalankan secara tidak rasmi iaitu di luar jadual peperiksaan terselaras.

Peperiksaan akhir semester di peringkat pengajian tinggi awam kebiasaannya hanya mewakili 40 hingga 60 peratus markah keseluruhan, manakala yang selebihnya merupakan markah pentaksiran yang dijalankan secara berterusan semasa sesi kuliah dan tutorial dijalankan. Dalam proses pentaksiran, elemen utama yang akan ditaksir ialah pengetahuan, kefahaman, kemahiran pelajar serta nilai yang menjurus kepada : profil (profile), penyertaan (involvement), perkembangan (development) dan pencapaian (achievement).

94

Page 103: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Sistem pentaksiran pendidikan kebangsaan direkabentuk untuk mencapai hasrat Falsafah Pendidikan Kebangsaan ke arah membangunakan potensi pelajar secara holsitik supaya dapat menghasilkan individu yang mempunyai intelek, rohani, emosi dan fizikal yang seimbang dan harmoni, berdasarkan kepercayaan dalam ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhan disamping mengurangkan penekanan terhadap pembelajaran berorientasikan peperiksaan serta untuk mentaksir pertumbuhan dan perkembangan pembelajaran pelajar. Proses pentaksiran pembelajaran boleh dibuat secara manual oleh guru atau pensyarah di bilik kuliah, juga boleh dilaksanakan melalui perisian komputer. Terdapat banyak aspek dalam pentaksiran pembelajaran pelajar yang boleh dinilai seperti: projek komuniti, peperiksaan, pembentangan individu atau kumpulan, pencapaian dalam kelas, kerja lab, perkuliahan, tugasan kursus, tugasan individu, demonstrasi, dan sebagainya.

Untuk melaksanakan penaksiran yang menyeluruh, kaedah penaksiran perlu lebih komprehensif dan hendaklah berdasarkan learning outcome. Sebelum menentukan kadah penaksiran, nilai atau kebolehan yang ingin dilihat daripada pelajar tersebut perlu dikenal pasti. Pentaksiran di IPTA adalah berdasarkan kepada Kerangka Kelayakan Malaysia (KKM) yang dikeluarkan oleh Malaysian Qualitification Agensi (MQA). KKM merupakan huraian sistem pendidikan kebangsaan, yang difahami peringkat antarabangsa yang menjelaskan semua kelayakan dan pencapaian akademik dalam pendidikan tinggi (pasca sekolah) dan menghubungkan kelayakan ini secara bermakna. KKM merupakan instrumen yang membangun dan megklasifikasikan kelayakan berdasarkan satu set kriteria yang dipersetujui di peringkat kebangsaan dan ditanda aras dengan amalan antarabangsa dan menjelaskan tahap pembelajaran, hasil pembelajaran dan sistem kredit (CGPA/PNGK) yang berasaskan beban pembelajaran pelajar. Kriteria ini diterima dan digunapakai bagi semua kelayakan yang dianugerahkan oleh pemberi pendidikan tinggi. KKM telah mengintegrasi dan menghubungkan semua kelayakan negara.

KKM juga menyediakan laluan pendidikan yang menghubungkan kelayakan-kelayakan secara sitematik. Ini membolehkan individu memajukan diri dalam pendidikan tinggi melalui pemindahan kredit dan pengiktirafan pembelajaran terkumpul yang diperoleh daripada pembelajaran formal dan informal tanpa mengira masa dan tempat dalam konteks pembelajaran sepanjang hayat. Bagi menjamin kualiti graduan, Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia (KPT) telah meletakkan kriteria dan standard yang jelas. Pencapaian hasil pembelajaran ini pula akan diukur menggunakan pengiraan sistem kredit yang berasaskan kepada beban

95

Mechanics

Score

Criteria

6 Few (if any) noticeable lapses in punctuation or spelling.

5 Occasional lapses in punctuation or spelling which does not, however, interfere with comprehension.

4 Errors in punctuation or spelling fairly frequent; occasional re-reading necessary for full comprehension.

3 Frequent errors in spelling or punctuation; lead sometimes to obscurity.

2 Errors in spelling or punctuation so frequent that reader must often rely on own interpretation.

1 Errors in spelling or punctuation so severe as to make comprehension virtually impossible.

Fluency (style and ease of communication)

Score

Criteria

6 Choice of structures and vocabulary consistently appropriate; like that of educated native speaker.

5 Occasional lack of consistency in choice of structures and vocabulary which does not, however, impair over all ease of communication.

4 ‘Patchy’, with some structures and vocabulary items noticeably inappropriate to general style.

3 Structures or vocabulary items sometimes mot only inappropriate but also misused; little sense of ease of communication.

2 Communication often impaired by completely inappropriate or misused structures or vocabulary items.

1 A ‘hotch-porch’ of half-learned misused structures and vocabulary items rendering communication almost impossible.

Form (organization)

Score

Criteria

6 Highly organized; clear progression of ideas well linked; like educated native speaker.

238

Page 104: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Contoh penilaian analitik untuk menilai karya tulis dan keterampilan berbicara:

(Adopted from Harris (1968) in Hughes (2003).

Grammar

Score

Criteria

6 Few (if any) noticeable errors of grammar or word order.

5 Some errors of grammar or word order which do not, however, interfere with comprehension.

4 Errors of grammar or word order fairly frequent; occasional re-reading necessary for full comprehension

3 Errors of grammar or word order frequent; efforts of interpretation sometimes required on reader’s part.

2 Errors of grammar or word order very frequent; reader often has to rely on own interpretation.

1 Errors of grammar or word order so severe as to make comprehension virtually impossible.

Vocabulary

Score

Criteria

6 Use of vocabulary and idiom rarely (if at all) distinguishable from that of educated native speaker.

5 Occasionally uses inappropriate terms or relies on circumlocutions; expression of ideas hardly impaired.

4 Uses wrong or inappropriate words fairly frequent; expression of ideas may be limited because of inadequate vocabulary.

3 Limited vocabulary and frequent errors clearly hinder expression of ideas.

2 Vocabulary so limited and so frequently misused that reader must often rely on own interpretation.

1 Vocabulary limitations so extreme as to make comprehension virtually impossible.

237

sebenar jam pembelajaran pelajar (student learning time) dan bukannya berasaskan jam kontak antara pensyarah dan pelajar. Rajah 2 diberikut menunjukkan kaitan antara hasil pembelajaran, jam kredit, MQF dan MQA.

Rajah 2 : Kaitan Antara Hasil Pembelajaran, Jam Kredit, MQF dan MQA

KONSEP DAN CONTOH PENTAKSIRAN JERI

Konsep Dan Contoh Pentaksiran Jasmani

Pentaksiran aktiviti jasmani berdasarkan Sistem Pentaksiran Penilaian Kebangsaan (SPPK) melibatkan pergerakan tubuh badan yang berkaitan dengan perkembangan fizikal dan kesihatan badan. Pentaksiran Aktiviti Jasmani (PAJ) pula adalah proses mendapatkan maklumat tentang perkembangan fizikal dan penjagaan kesihatan pelajar. Melalui pelbagai aktiviti PAJ, maklumat tentang kecerdasan dan kesihatan murid dapat dikumpul. PAJ ditaksir secara formatif, iaitu pentaksiran dilakukan sepanjang proses pembelajaran melalui pemerhatian oleh guru dan juga rakan sebaya. Aspek jasmani yang tidak boleh dilihat seperti pengetahuan dan pemikiran pula tidak ditaksir melalui PAJ tetapi ia boleh dinilai dengan menggunakan kaedah pentaksiran yang lain seperti Pentaksiran Psikometrik melalui Komponen Pintar Jasmani - KPJ (Bahagian Pembangunan Kurikulum, 2008).

Antara instrumen pentaksiran dan penilaian yang sering digunakan di peringkat sekolah ialah dengan kaedah senarai semak. Senarai semak adalah alat pentaksiran yang mengandungi senarai item dan ia digunakan bagi menilai kemahiran atau tingkah laku. Analisis daripada senarai semak ini menentukan sama ada wujud kemahiran atau tingkah laku tertentu dalam diri murid yang diperhatikan. Dari segi yang lain ujian kecergasan fizikal boleh dibahagikan kepada:

1. Kecergasan Fizikal Berlandaskan Kesihatan

Kecergasan satu panduan hidup sihat mengutarakan konsep asas tentang kecergasan serta startegi bagi mengatasai masalah kesihatan atau

96

Page 105: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

boleh menguji tahap kesihatan seseorang (Wee Eng Hoe, 1997). Ujian bagi mementukan kesihatan fizikal atau jamani seseorang boleh dibuat melalui ujian-ujian seperti; komposisi badan (BMI), fleksibiliti (jangkauan melunjur), daya tahan kardiovaskular (bleep test), kekuatan otot (standing broad jump) dan daya tahan otot (variation sit up – 5 level sit-up test). Kajian ini akan menggunakan Komposisi Badan (BMI) sebagai ukuran kesihatan seseorang pelajar seperti dalam jadual 1 berikut.

Jadual 1 : Indeks Jisim Badan (BMI) bagi range umur 19 – 24 tahun

Indeks Jisim Badan (BMI) Kateogri

(<18.5) Kurus (kurang berat)

(18.5 – 24.9) Normal (ideal)

(25 – 29.9) Gemuk (Berat Badan Berlebihan)

>30 Sangat Gemuk atau Obes

Komposisi Badan (BMI)

Kadar relatif otot, lemak, tulang dan tisu-tisu lain yang membentuk tubuh. Individu yang cergas mempunyai peratus kandungan lemak yang rendah, berkadar dengan berat badan dan ketinggian. Secara ringkas berat badan boleh dibahagikan kepada dua ; jisim tanpa lemak dan jisim berlemak. Jisim lemak dinyatakan sebagai peratus berat badan. Sebagai contoh seseorang yang mempunyai berat 70 kg dengan 35 peratus lemak akan membawa 24.5 kg (35 peratus daripada 70 kg) lemak semasa bergerak. Jisim tanpa lemak termasuk semua tisu dan organ selain lemak. Jisim lemak dibahagi kepada lemak yang diperlukan untuk hidup dan lemak yang berlebihan. Jumlah lemak yang diperlukan oleh setiap orang adalah 3 peratus untuk lelaki dan 12 peratus untuk wanita. Indeks Jisim Badan (BMI) merupakan skala yang lazim digunakan untuk menentukan kegemukan seseorang. Formula dibawah digunakan:

Berat badan (kg)

Indeks Jisim Badan =

Tinggi (meter) X Tinggi (meter)

97

Kedelapan jenis penilaian otentik ini, hanyalah merupakan pola pokok saja; guru disarankan mengembangkannya menjadi berbagai jenis penilaian yang dianggap lebih mudah dilaksanakan dan mudah pula dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, guru mestilah ber prilaku aktif dan kreatif dalam membuat rancangan penilaian hasil belajar baik untuk menilai aspek pengetahuan, praktik, maupun sikap siswa dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.

3. Menentukan jenis penilaian otentik berikut butir-butir soalnya yang sejalan dengan aspek perumusan indikator, perumusan tujuan pembelajaran, pemilihan materi ajar, pemilihan sumber belajar, pemilihan media belajar, model pembelajaran, serta skenario pembelajaran (Kemendibud, 2013).

4. Mampu merancang atau menentukan perangkat penilaian baik dalam bentuk rubrik (pengukuran secara holistik) maupun rating scale(pengukuran secara analitik) termasuk penilaian aspek sikap.

Contoh penilaian holistik untuk menilai isi karya tulis. (Depdiknas, 2004)

core Criteria

0 The essay writing demonstrates the ability to communicate and satisfy the reader/rater.

0 The essay writing demonstrates the ability to communicate with or (without) difficulties for the reader/rater.

0 The essay writing demonstrates the ability to communicate though there is a little difficulty for the reader/rater.

0 The essay writing demonstrates the ability to communicate though reader/rater sometimes has difficulties to understand.

0 The essay writing demonstrates the ability to communicate though reader/rater usually has difficulties to understand.

0 The essay writing demonstrates limited ability to communicate ideas/opinion.

0 The essay writing cannot demonstrate the ability to communicate; however, there is opinion/idea that can still be understood.

0 The essay writing cannot demonstrate the ability to communicate at all.

0 The essay writing cannot be assessed since the answers are only copied from the text.

236

Page 106: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

use of materials.

both.

- Can observe oral, written products and thinking skills.

- Scored with rubric or rating scale

Constructed-Response Items

Students respond in writing to open-ended questions.

- Student produces written report.

- Usually scored on substantive information and thinking skills

- Scored with rubric or rating scale

Teacher Observations Teacher observes student attention, response to instructional materials, or interactions with other students.

- Setting is classroom environment

- Takes little time

- Record observations with anecdotal notes or rating scales

Portfolios Focused on collection of student work to show progress over time.

- Integrates information from a number of sources

- Gives overall picture of student performance and learning

- Strong student involvement and commitment

- Calls for student self-assessment

235

2. Kecergasan Fizikal Berlandaskan Kemahiran Motor

i. Ketangkasan

Keupayaan untuk mengubah arah pergerakan atau kedudukan badan dengan pantas dan tepat.

ii. Kuasa

Keupayaan untuk memindahkan tenaga kepada daya secara eksplosif. Kuasa dirujuk kepada gabungan kekuatan dan kelajuan pergerakan.

iii. Imbangan

Keupayaan untuk mengekalkan kedudukan badan dengan teguh sama ada semasa melakukan pergerakan (dinamik) atau semasa pegun (statik).

iv. Masa Reaksi

Masa yang diambil oleh seseorang untuk bertindak setelah menerima rangsangan untuk berbuat demikian.

v. Kelajuan

Keupayaan untuk melakukan pergerakan dalam masa yang singkat. Kelajuan dirujuk kepada jarak pergerakan yang dicapai dalam satu jangka masa yang diberi.

vi. Koordinasi

Kebolehan menyelaras dan menyeragamkan pergerakan anggota badan untuk menghasilkan sesuatu tindakan tertentu.

Standard Ujian Kecergasan Fizikal (IPTA) contohnya di Universiti Teknologi MARA melalui Fakulti Sains Sukan Dan Rekreasi telah mereka bentuk ‘Borang Penilaian Temuduga Pelajar Program Diploma Pengajian Sukan’ (Physical Fitnessw Test Informed Consent Form) bagi menilai tahap kecergasan fizikal calon pelajar. Ujian kecergasan fizikal ini mengandungi:

1. Standing broad jump (kekuatan otot)

2. Agility T-Test (ketangkasan)

3. Variation sit up (daya tahan otot)

4. Bleep test (daya tahan kardiovaskular)

98

Page 107: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Ujian kecergasan fizikal yang digunakan sangat lengkap dan terperinci mengandungi maklumat seperti; arahan, aktiviti, borang penilaian dan ukuran tahap kercergasan seseorang (Norasudin Sulaiman, Hosni Hasan, Nagoor Meera Abdullah dan Norazhan Che Lan, 2013).

Konsep Dan Contoh Pentaksiran Emosi

Dalam pentaksiran emosi, tiada satu kaedah yang standard untuk mengukurnya. Cara dan soalannya tidak sama seperti pentaksiran yang melibatkan kognitif, kerana di dalam pentaksiran emosi, tiada jawapan betul atau salah yang ditanyakan, ia cuma berkenaan respon atau impuls pelajar. Emosi boleh diukur menggunakan pelbagai cara samada melalui bentuk kualititatif atau kuantitatif, namun terdapat tiga pendekatan utama untuk mengukur perubahan emosi iaitu meminta pelajar untuk menggambarkan emosi mereka., mengamati prilaku mereka dalam situasi yang membangkitkan emosi dan mengukur perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh (fisiologi) sewaktu mengalami pengalaman emosional. Dalam mentaksir emosi dengan kaedah kuantitatif, terdapat tiga instrumen yang boleh mentaksir emosi iaitu, Psikogalvanometer (melihat kepada perubahan elektrisis permukaan kulit kerana individu yang mengalami emosi akan mengeluarkan keringat), kedua Sphygmomanometer (alat untuk mengukur tekanan darah) dan ketiga ialah Lie detector (alat yang dapat mengukur samada individu tersebut bercakap benar atau bohong, ia dicatat dalam polygraph). Namun kebiasaanya instrumen ini digunakan untuk kes jenayah bukan untuk tujuan pendidikan.

Pada peringkat pendidikan tinggi ataupun universiti awam, pentaksiran emosi pelajar boleh dilakukan secara tidak formal seperti mentaksir keadaan emosi pelajar melalui kaedah pemerhatian semasa pelajar mengadakan sesi soal jawab sewaktu pembentangan. Selain itu, pentaksiran juga boleh dilakukan oleh pensyarah melalui sesi refleksi terhadap kerjasama rakan kumpulan dalam menyiapkan tugasan ataupun projek. Selain melalui tugasan kursus, pensyarah juga boleh mentaksir emosi pelajar melalui borang soal selidik, ia sebagai garis panduan untuk pemerhatian serta alat yang akan di gunakan untuk merekod (pengukuran tingkah laku menggunakan skala pengkadaran. Walaupun cara ini lebih empirikal, ia mempunyai kelemahan disebabkan cadangan jawapan di dalam skala tersebut telah disediakan, dan ia berkemungkinan bukan jawapan sebenar pelajar kerana terikat kepada beberapa cadangan jawapan yang disediakan.

99

Story or Text Retelling Students retell main ideas or selected details of text experienced through listening or reading.

- Student produces oral report

- Can be scored on content or language components

- Scored with rubric or rating scale

- Can determine reading comprehension, reading strategies, and language development

Writing samples Students generate narrative, expository, persuasive, or reference paper.

- Student produces written document

- Can be scored on content or language components

- Scored with rubric or rating scale

- Can determine writing processes

Projects/Exhibitions Students complete project in content area, working individually or in pairs.

- Students make formal presentation, written report, or both.

- Can observe oral and written products and thinking skills

- Scored with rubric or rating scale

Experiments/Demonstrations

Students complete experiment or demonstrate

- Students make oral presentation, written report, or

234

Page 108: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

1. Memahami aspek yang dinilai (Kemendikbud, 2013).

o Kelompok

Mata Pelajaran Mata

Pelajaran Aspek yang dinilai

Kelompok A (Wajib)

Bahasa Inggris Pengetahuan, praktik, dan sikap

Terdapat tiga aspek yang dinilai dalam mata pelajaran Bahasa Inggris yakni aspek pengetahuan, aspek praktik, dan aspek sikap. Aspek pengetahuan dalam konteks ini berkenaan dengan ilmu bahasa (language content) yakni aspek yang mengajarkan tentang kaedah-kaedah yang mencakupi pola tata bahasa (grammatical structures) maupun parts of speech (unsur-unsur penunjang) ilmu bahasa itu sendiri. Dengan kata lain, aspek pengetahuan ini berkenaan dengan ilmu bahasa yang harus diajarkan (what to teach). Setelah dianggap menguasai ilmu bahasa barulah dilanjutkan dengan kemampuan menggunakan bahasa (how to teach/practice). Ketika kedua aspek ini dijalankan secara bersamaan, disinilah guru dapat mengetahui/merasakan sikap siswa terhadap Bahasa Inggris melalui proses pengamatan. Jika proses what to teach nya menarik dan mudah dipahami, maka sikap siswa terhadap cara pembelajaran guru serta Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran akan menguat yang disebut dengan aspek menjaga sikap (how to maintain). Jadi, pastikan dalam melaksanakan penilaian ketiga aspek ini disarankan kepada guru mengikuti urutan sebagai berikut: what to teach(cognitive); how to teach/practice(psychomotor); and how to maintain (affective) secara otentik.

2. Memahami jenis-jenis penilaian otentik (O’Malley & Pierce, 1996)

Assessment Description

Advantages

Oral interview Teacher asks student questions about personal background, activities, readings, and interests.

- Informal and relaxed context

- Conducted over successive days with each student

- Record observations on an interview guide

233

Selain dari pentaksiran emosi konvesional (secara manual), terdapat pentaksiran emosi secara maya (on line), dengan kemajuan teknologi jalur lebar, pentaksiran emosi secara online boleh dilakukan bila-bila masa, ia dinamakan E-ujian emosi. E-ujian emosi di laman sesawang membolehkan pensyarah mentaksir emosi pelajar dengan cara meminta pelajar mengaksesnya di laman sesawang dan selain daripada itu, pelajar sendiri mampu menguji keadaan emosi nya tanpa perlu ada pihak ketiga, dalam konteks ini pihak ketiga adalah pensyarah. Namun cara ini masih lagi diragui oleh sesetengah pihak tentang kesahan dan kebolehpercayaanya. Terkini, di negara barat, mereka membina satu instrumen dalam bentuk visual dengan menampilkan ekspresi emosi secara grafik dalam mentaksir dan mengukur emosi seseorang individu. Antara instrumen jenis ini ialah LEMtool yang dibangunkan secara kerjasama oleh Huisman.G (University of Twente) dan Van Hout.M (SusaGroup), di mana ia melibatkan lapan jenis ekspresi bahasa tubuh Kamarul Azmi Jasmi dan Ab. Halim Tamuri (2007). Pentaksiran emosi digital media ini mempunyai kelebihannya tersendiri iaitu cepat dan dapat menjimatkan masa tanpa memerlukan literasi cadangan respon jika dibandingan dengan pentaksiran literasi.

Matrik emosi di Malaysia mahu pun di Indonesia diperingkatkan kepada 3 tahap mengikut kategori; rendah, sederhana dan tinggi berdasarkan ukuran 5 skala Likert = 3 ÷ 5.00 = 1.66 bagi menentukan kedudukan emosi seseorang pelajar di universiti seperti jadual 2 berikut:

Jadual 2 : Matrik pengkuran emosi

Konstruk Indikator Rendah Sederhana Tinggi

2. Emosi 1. Emosional Test a) Kesedaran kendiri b) Kemahiran sosial c) Pengurusan emosi d) Empati

0.00 - 1.66 1.67 - 3.33 3.34 - 5.00

Konsep Contoh dan Pentaksiran Rohani

Falsafah Pendidikan Kebangsaan menuntut pembangunan menyeluruh potensi murid dari aspek Jasmani, Emosi, Rohani dan Intelek. Namun, penekanan kepada peperiksaan menyebabkan proses Pengajaran dan

100

Page 109: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pembelajaran lebih menjurus kepada menyediakan murid untuk boleh menjawab soalan peperiksaan sahaja. Malah, sistem pentaksiran murid sedia ada juga lebih mengarah kepada pentaksiran aspek intelek sahaja tanpa memberi banyak tumpuan kepada penilaian pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi lain. Menurut Kamarul Azmi Jasmi dan Ab. Halim Tamuri. (2007) pentaksiran rohani pelajar dinilai melalui beberapa cara untuk memberi gambaran yang menyeluruh mengenai profil pelajar dari segi amalan agama iaitu melalui : pemerhatian, senarai semak dan skala pemeringkatan dan temu bual.

a. Pemerhatian

Melalui pemerhatian, guru dapat mengenal pasti dan mencatat ciri-ciri perkembangan pelajar dari aspek rohani seperti menghayati nilai kebersihan fizikal dan mental, nilai harga diri, kecintaan kepada Negara dan seumpamanya yang dapat mencerminkan aspek berkenaan dalam diri pelajar tersebut.

b. Senarai Semak dan Skala Pemeringkatan

Senarai semak dan skala pemeringkatan boleh digunakan oleh guru untuk mentaksir aspek rohani dalam kalangan pelajar. Guru perlu menyediakan senarai semak atau skala pemeringkatan yang mengandungi unsur-unsur rohani yang ingin ditaksir. Sebagai contoh, dalam Perkara Asas Fardhu Ain (PAFA) (Kamarul Azmi Jasmi dan Ab. Halim Tamuri, 2007) dan borang penilaian (Mohd.Azani Ghazali, 1999).

c. Temu bual

Iaitu menemu bual sendiri responden bagi mendapatkan pengakuan lisan mengenai amalan keagamaan mereka.

Matrik emosi di Malaysia mahu pun di Indonesia diperingkatkan kepada 3 tahap mengikut kategori; rendah, sederhana dan tinggi berdasarkan ukuran 5 skala Likert = 3 ÷ 5.00 = 1.66 bagi menentukan kedudukan emosi seseorang pelajar di universiti seperti jadual 3 berikut:

101

aspek sikap ini merupakan salah satu persyaratan dalam penentuan kenaikan kelas. Aspek penilaian sikap dalam Kurikulum 2013 ini mencakup dua sub-aspek utama yakni penilaian sikap spiritual dan penilaian sikap sosialyang dapat dilakukan melalui proses menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan dalam konteks membentuk “perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam sekitar rumah, sekolah, dan tempat bermain” (Kemendikbud, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa guru diharapkan memiliki tingkat kemampuan menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan penilaian berbasis kelas yang tinggi pula dalam proses belajar-mengajar sehingga akan mudah bagi meraka dalam merancang penilaian hasil belajar termasuk penilaian hasil belajar mata pelajaran Bahasa Inggris.

Namun demikian, dalam melaksanakan penilaian berbasis kelas ini, guru diharapkan melakukan penilaian terhadap pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa secara nyata/otentik sehingga penilaian ini disebut pula dengan penilaian otentik (authentic assessment) dalam proses belajar-mengajar. Penilaian otentik dapat di refleksikan sebagai satu jenis penilaian yang dilakukan pada saat satu atau beberapa kegiatan dilakukan oleh siswa secara nyata sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru (O’Malley & Pierce, 1996). Oleh karena itu, guru diharapkan memiliki kemampuan untuk membuat rancangan penilaian hasil belajar yang otentik yakni rancangan penilaian yang merefleksikan penilaian aspek sikap spiritual (KI1.1), penilaian aspek sikap sosial (KI1.2), penilaian aspek pengetahuan (KI.2), serta penilaian aspek keterampilan (KI.3) siswa yang sebenarnyasecara nyata selama proses belajar-mengajar berlangsung (Kemendikbud, 2013).

D. Rancangan Penilaian Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Dalam membuat rancangan penilaian hasil belajar mata pelajaran Bahasa Inggris secara akurat, maka guru disarankan mengikuti rambu-rambu sebagai berikut:

232

Page 110: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

menerapkan langkah-langkah saintifik yang berorientasi pada proses exploration, elaboration, dan confirmation. Sementara itu, dalam Kurikulum 2013, ketiga proses ini juga tetap dilakukan tetapi perlu dikembangkan dengan pendekatan saintifik yang mencakup observing, questioning, associating, experimenting, networking, serta communicating. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran dalam Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 adalah saling melengkapi.

C. Penilaian Hasil Belajar

Seterusnya, dalam konteks rancangan penilaian hasil belajar khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Inggris, baik Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 masih menggunakan penilaian berbasis kelas (classroom-based assessment) yakni jenis penilaian yang merujuk kepada aspek pengetahuan (cognitive), aspek keterampilan (psychomotor), dan aspek sikap (affective). Aspek pengetahuan (cognitive) mencakup penilaian tulis (written assessment), penilaian kinerja (performance assessment), dan penilaian portofolio (portfolio assessment). Aspek keterampilan (psychomotor) mencakup penilaian diri (self/peer assessment), penilaian produk (product assessment), dan penilaian proyek (project assessment); sementara itu, aspek sikap (affective) hanya mencakup penilaian sikap (attitude assessment).

Penilaian sikap (attitudes assessment) dan penilaian diri (self/peer assessment) berisikan informasi tentang domain afektif, sedangkan penilaian kinerja (performance assessment), penilaian proyek (project assessment), danpenilaian produk (product assessment) mengumpulkan informasi tentang domain keterampilan; penilaian tulis (written assessment) menilai domain kognitif; dan akhirnya, penilaian portofolio (portfolio assessment) mengumpulkan dan menyimpan informasi berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan terhadap mata pelajaran tertentu serta berfungsi sebagai bukti dari proses belajar-mengajar (Forgette & Marielle, 2000; Leahy, 2005; Zakaria, 2006; Tola, 2006; Tillema, 2011; Tierney & Marielle, 2004; Popham, 1995).

Hasil penelitian mengenai pelaksanaan jenis-jenis penilaian berbasis kelas (classroom-based assessment) menunjukkan bahwa guru-guru mata pelajaran Bahasa Inggris SMP Negeri di Provinsi Riau memiliki tingkat yang sedang pada aspek pengetahuan dan aspek keterampilan; tetapi memiliki tingkat yang tinggi pada aspek sikap terhadap pelaksanaan penilaian berbasis kelas (Azhar, 2012). Hasil kajian ini tentu saja sangat mendukung tujuan dari Kurikulum 2013 yakni lebih mengutamakan penilaian pada aspek sikap baru diikuti oleh aspek pengetahuan dan keterampilan; bahkan

231

Jadual 3 : Matrik pengkuran emosi

Konstruk Indikator Rendah Sederhana Tinggi

3. Rohani 1. Solat 2.Puasa 3.Membaca al-Qur’an 4.Amalan Wirid 5.Sifat Terpuji 6.Pencapaian Peperiksaan Pengetahuan Agama Islam / moral peringkat SPM

0.00 - 1.66 1.67 - 3.33 3.34 - 5.00

Konsep Dan Contoh Pentaksiran Intelek

Banyak cara boleh mengkelaskan penilaian. Penilaian yang dibuat berasaskan tujuan dan masa boleh dikelaskan kepada penilaian formatif, sumatif, pra kelayakan dan diagnostik serta alternatif. Penilaian pengajaran juga boleh dilakukan melalui pelbagai hasil pembelajaran pelajar seperti; disertasi, projek, kajian kes, portfolio, bengkel, seminar dan oral pelajar. Penilaian sumatif digunakan bagi menentukan tahap penguasaan pelajar dalam keseluruhan kursus. Penilaian sumatif biasanya dilakukan pada akhir sesi kursus. Contoh penilaian sumatif ialah ujian akhir semester. Memandangkan penilaian sumatif dibuat pada akhir kursus, skor-skor dari penilaian sumatif biasanya lebih berguna untuk tujuan melaporkan kemajuan pelajar daripada memperbaiki kelemahan awal pengajaran pensyarah dan pembelajaran pelajar. Peratusan yang diamalkan dalam penilaian sumatif kebiasaannya berada dalam lingkungan 50% – 70%. Pemberatan penilaian sumatif bergantung kepada jenis kursus yang ditawarkan oleh fakulti.

Manakala penilaian formatif digunakan secara berterusan untuk mengesan kemajuan yang dicapai oleh pelajar dalam unit-unit pelajaran yang diajar. Penilaian formatif dilakukan bagi memastikan pelajar telah menguasai setiap unit pelajaran sebelum mereka diperkenalkan dengan unit pelajaran baru seterusnya. Penilaian formatif sangat berguna bagi tujuan diagnosis. Dengannya punca-punca kelemahan pelajar dapat dikesan. Penilaian formatif dapat menentukan samada pelajar telah bersedia untuk mengikuti pelajaran berikutnya yang lebih tinggi dan rumit. Penilaian

102

Page 111: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

formatif juga boleh meningkatkan motivasi pelajar untuk belajar. Penggunaan penilaian formatif sangat ditekankan di universiti. Pencapaian ujian formatif tidak sesuai digredkan. Terdapat lima jenis penilaian yang digunakan di universiti. Pertama; penilaian autentik (sumatif), kedua; penilaian kompetensi (ujian prestasi), ketiga ; penilaian proses dan produk (ujian pencapaian), keempat: penilaian berterusan (ujian formatif) dan kelima; penilaian afektif (ujian prestasi).

CGPA atau PNGK (Purata Mata Gred Terkumpul) baik di Malaysia mahu pun di Indonesia adalah sama 0.00 – 4.00. Dalam kajian ini sahaja CGPA di peringkatkan kepada tiga kategori (rendah, sederhana dan tinggi) = 3 ÷ 4.00 = 1.33 bagi menentukan kedudukan inteleks seseorang pelajar di universiti seperti jadual 4 berikut.

Jadual 4 : CGPA atau PNGK (Purata Mata Gred Terkumpul)

CGPA / PNGK Kateogri

0.00 – 1.33 Rendah

1.34 – 2.67 Sederhana

2.68 – 4.00 Tinggi

PERSOALAN KAJIAN

Institut Pengajian Tinggi (IPT) sebagai institusi pendidikan tertinggi harus menjadi tempat yang paling sesuai untuk menggilap JERI pelajar. Pelajar IPT pula perlu mempunyai keinginan dan keupayaan untuk melibatkan diri dalam proses pembentukan modal insan dengan minda kelas pertama ini. Justeru pentaksiran keseimbangan JERI mesti dilaksanakan sefar menyeluruh oleh university dengan melibatkan semua pihak yang ada hubungan dengan pelajar. Oleh itu, persoalan kajian ini merangkumi:

1. Sejauhmanakah perisian (software) berbantukan komputer bagi melihat keseimbangan JERI (Jasmani, Emosi, Rohani Dan Intelek) seseorang pelajar di Institut Pengajian Tinggi Awam Malaysia dapat dibangunkan serta berkesan dalam mentaksir JERI pelajar?

2. Sejauhmanakah seseorang pelajar di Institut Pengajian Tinggi Awam Malaysia mempunyai keseimbangan JERI (Jasmani, Emosi, Rohani Dan Intelek) bagi mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis?

METODOLOGI 103

menunjukkan perbedaan target yang signifikan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya termasuk mata pelajaran Bahasa Inggris.

Namun demikian, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris mulai dari Kurikulum 1974 hingga Kurikulum 2004 telah terjadi perubahan pada pendekatan yang digunakan termasuk rancangan penilaian hasil belajarnya. Kurikulum 1974, berorientasi pada grammar translation method; Kurikulum 1984 berorientasi pada communicative approach; Kurikulum 1994 berorientasi pada meaningful language learning; dan Kurikulum 2004 berorientasi pada competency-based curriculum. Akan tetapi, Kurikulum 2006 yang berorientasi pada school-based curriculum dan Kurikulum 2013 yang berorientasi pada scientific approach diberlakukan kembali baik pendekatan pembelajaran maupun rancangan penilaian hasil belajarnya yakni berlaku secara umum terhadap semua mata pelajaran tanpa terkecuali (Depdikbud, 1974, 1984, 1994; Depdiknas, 2004, 2006; Kemendikbud, 2013).

B. Pendekatan Pembelajaran

Jika ditinjau dari sudut pendekatan, secara umum pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam kedua kurikulum ini (Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013), menunjukkan sedikit perbedaan. Pendekatan pembelajaran pada Kurikulum 2006 ditujukan pada penggunaan model-model pembelajaran efektif yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan keterampilan bahasa (language skills) termasuk pokok bahasa (lesson material) yang akan diajarkan. Jadi dalam konteks ini, guru diberi kebebasan untuk memilih model-model pembelajaran efektif yang diinginkannya (Yustisia, 2008). Sementara itu, dalam Kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan saintifik (scientific approach) yang mencakup aktivitas pembelajaran seperti berikut: observasi (observing), bertanya (questioning), Menalar (associating), mencoba (experimenting), membuat jaringan (networking), dan mengkomunikasikan (communicating) (Kemendikbud, 2013).

Namun demikian, pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam kedua kurikulum ini ditinjau dari aspek pelaksanaannya menunjukkan aktivitas atau langkah-langkah pelaksanaan yang tidak jauh berbeda bahkan saling melengkapi. Tingkat persamaan tersebut terletak pada langkah-langkah pembelajaran (kegiatan inti) yang dirancang oleh guru secara tertulis dalam Rencana Pengembangan Pembelajaran (RPP) nya. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2006, guru menggunakan pendekatan pembelajaran model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD). Model pembelajaran STAD ini tentu saja dilaksanakan dengan

230

Page 112: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM KURIKULUM 2013: SATU PENILAIAN

Fadly Azhar

Abstrak

Perubahan kurikulum dari masa ke masa yakni mulai dari tahun 1947, 1964, 1968, 1974, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006 hingga 2013 secara langsung menyebabkan terjadinya perubahan pada pendekatan pembelajaran serta rancangan penilaian hasil belajarnya. Dengan kata lain, setiap kurikulum memiliki pendekatan serta rancangan penilaian hasil belajarnya yang senantiasa berbeda antara satu kurikulum dengan kurikulum lainnya. Pendekatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 berorientasi pada pendekatan ilmiah (scientific approach) dan rancangan penilaian hasil belajarnya berorientasi pada penilaian otentik yang mencakup penilaian aspek sikap spiritual (KI1.1), penilaian aspek sikap sosial (KI1.2), penilaian aspek pengetahuan (KI.2), serta penilaian aspek keterampilan (KI.3). Makalah ini membahas tentang langkah-langkah pendekatan pembelajaran dan rancangan penilaian hasil belajar Bahasa Inggris berdasarkan Kurikulum 2013 yang ditinjau dari aspek context, input, process, dan product (Stufflebeam, 1971).

Kata-kunci: pendekatan saintifik, rancangan penilaian hasil belajar, kurikulum 2013

A. Kurikulum dari Masa Ke Masa

Perubahan kurikulum berkenaan dengan pendidikan di Indonesia telah terjadi sebanyak sebelas kali perubahan yakni dalam kurun waktu antara tahun 1947 hingga tahun 2013 (Riau Pos, 2014). Menurut harian ini, tiap-tip kurikulum memiliki rancangan pendekatan seperti berikut: Kurikulum 1947 terfokus pada rencana pembelajaran yang di rinci dalam rencana pembelajaran terurai. Kurikulum 1964& 1968 ditujukan padarencana pendidikan sekolah dasar. Kurikulum 1973 berpedoman pada proyek perintis sekolah pembangunan. Kurikulum 1975 berfokus pada pembinaan sekolah dasar. Secara garis besar, kurikulum dalam kurun waktu 1947 – 1975 ini menunjukkan pendekatan yang lebih berorientasi pada rancangan penilaian hasil belajar yang berlakuk secara umum bagi semua mata pelajaran di berbagai tingkat satuan pendidikan yakni belum

229

Kajian ini menggunakan rekabentuk survey sebagai asas untuk mengumpulkan data daripada responden. Kajian ini juga tergolong dalam kajian berbentuk ‘testing out research’ melalui ‘Pembangunan Software Model Pentaksiran JERI’. Tujuan kajian ini adalah untuk membangunkan atau menghasilkan satu perisian (software) berbantukan komputer bagi melihat sifat holistik seseorang pelajar universiti melalui keseimbangan JERI (Jasmani, Emosi, Rohani Dan Intelek). Sampel kajian dipilih secara random antara kedua buah negara Malaysia (Universiti Malaya, Kuala Lumpur) n = 81 dan Indonesia (Universitias Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta) n = 76. Empat bentuk instrument digunakan dalam kajian ini. Pertama; Indeks Jisim Badan (BMI) untuk ujian kesihatan jasmani, ‘emosional test’ untuk kestabilan emosi, soal selidik rohani dan CGPA atau PNGK pelajar untuk melihat domain inteleks. Pekali alpha

Internal Consistency kebolehpercayaan item adalah baik. Bagi mengesahkan insturmen kajian, penyelidik menggunakan teknik Criterion – Related Evidence untuk mengumpulkan bukti (collecting evidence) melalui sekumpulan pakar rujuk (expert judgment).

Reka Bentuk Dan Kerangka Kajian

Reka bentuk kajian ini adalah ‘kajian reka bentuk perisian dan pembangunan modul’. Matlamatnya adalah bagi menghasilkan satu perisian (software) keseimbangan JERI (Jasmani, emosi, Rohani dan Intelek) seseorang pelajar di Fakulti Pendidikan, Institusi Pengajian Tinggi Awam Malaysia. Reka bentuk pembangunan dibuat berdasarkan Richey dan Klien (2007). Reka bentuk kajian ini bersifat menguji dan mengesahkan seara praktik. Kajian pembangunan modul Jeri berasaskan perisian (software) berkomputer ini mengandungi tiga fasa; pertama, analisis keperluan, kedua, reka bentuk dan pembangunan dan ketiga.

Fasa 1 Analisis Keperluan

Teknik Pembangunan Model Pentaksiran JERI (Jasmani, Emosi, Rohani, Intelek) Di Sekolah Dan Institut Pengajian Tinggi Awam

Teknik penaksiran bagi Model JERI, dibuat melalui setiap individu pelajar secara formatif dari awal hingga penghujung semester. Proses pentaksiran dibuat secara formatif (berterusan) daripada awal hingga penghujung semester bagi mengenalpasti keseimbangan Jasmani, Emosi, Rohani dan Intelek pelajar. Pentaksiran model Jeri mencakupi aspek berikut:

104

Page 113: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

1. Penaksiran jasmani

2. Pentaksiran emosi

3. Pentaksiran rohani

4. Pentaksiran intelek

Dengan itu pentaksiran JERI mengikut indikatornya dibuat mengikut komponen-komponen seperti jadual 5 berikut :

Jadual 5 : Model JERI dan Jenis Pentaksiran

Model JERI Jenis Penaksiran 1. Jasmani Pelajar IPTA:

1. Ujian Kecergasan Berasaskan Kesihatan (Individual Fitness Test Evaluation): 1.1 Komposisi Badan (BMI)

2. Emosi 1. Emosional Test: i. Kesedaran kendiri ii. Kemahiran Sosial iii. Pengurusan Emosi iv. Empati

3. Rohani 1. Soal selidik Rohani 4. Intelek 1. Pencapaian CGPA/PNGK Semester akhir di universiti

Fasa 2 Rekabentuk Dan Pembangunan

Rekabentuk dan pembangunan mencakupi mereka bentuk perisian (software) JERI yang dibuat melalui bantuan pakar IT (Formats Sdn. Bhd). Semua pembolehubah JERI dan statistik dimasukkan bagi membuat modul pentaksiran JERI yang boleh digunapakai serta berkesan dalam mengukur JERI terhadap seseorang pelajar IPTA. Software JERI di bina barasaskan kepada dua komponen; pertama ‘data entry system’ dan kedua ‘report’.

Fasa 3 Pelaksanaan

Dalam fasa fasa 3 kajian rintis dibuat bagi menguji instrument dari segi kebolehpercayaan dan keesahan kajian, Juga bagi menguji kebolehgunaan dan keberkesanan program/software JERI melalui ‘tyr run’ terhadap 30 sampel yang dibuat di Universiti Malaya.

105

Pejabat Pelajaran Daerah Tongod/Telupid (2013). Keputusan Peperiksaan

Sijil Pelajaran Malaysia dan Penilaian Menengah Rendah. Pelan Pembangunan Pendidikan 2012-2025, Kementerian Pelajaran

Malaysia. Raihaniah Zakaria (1991). Falsafah Pembangunan Kemasyarakatan Menurut Ibn

Khaldun. Latihan Ilmiah, Ijazah Sarjana Muda Usuluddin, Universiti Malaya.

Rohana Hamzah (2010). Mengenali Manusia Asas Pembangunan Pendidikan Berkualiti. Johor: Universiti Teknologi Malaysia.

Rosnani Hashim (2001). Kurikulum Pendidikan Dari Perspektif Islam Dalam Konteks Pendidikan Di Malaysia. Jurnal Pendidikan Islam, 9 (4), 9-26.

Seman Saleh (2005). Pelaksanaan Pengajaran Dan Pembelajaran Bahasa Melayu: Kajian Kes Di Sebuah Sekolah Rendah Di Daerah Jerantut, Pahang Darul Makmur. Jurnal Institut Perguruan Bahasa Asing, Jilid 3(2), 27-44.

Sharifah Alawiyah Alsagoff (1986). Ilmu Pendidikan: Pedagogi. Kuala Lumpur: Heinemann.

Shirley Tay S.H dan Shukery Mohamed (2006). Issues In Teaching and Learning Sciences and Mathematics In English In Sabah. Proceedings from the National Seminar on Language Teaching. Universiti Malaysia Sabah, 83-96.

Sinagatullin, I.M. (2001). Expectant Times: Rural Education In Russia. Journal Education Review, Vol.53(1), 37-45.

Slavin, R.E (1991). Educational Psychology. Boston: Allyn Bacon. Tengku Sarina Aini & Faridah Che Husein (2008). Pendekatan Individu

dalam Pengajaran Pendidikan Islam sebagai Wahana Melahirkan Modal Insan Bertamadun, Jurnal Usuluddin, 27, 141-156.

Zawawi Ahmad (1984). Kaedah dan Teknik Pengajaran Pendidikan Islam. Selangor: International Book Service.

228

Page 114: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Ibnu Khaldun (2000). Muqaddimah Ibnu Khaldun. Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka. Jemaah Nazir Persekutuan (1986). Laporan Tahunan Jemaah Nazir

Persekutuan. Kuala Lumpur: Jemaah Nazir Sekolah Persekutuan, Kementerian Pendidikan Malaysia.

Kamarul Azmi Jasmi dan Abdul Halim Tamuri (2012). Kaedah Pengajaran Dan Pembelajaran Pendidikan Islam. Johor: Universiti Teknologi Malaysia.

Solstad, K. J. (2009). The Impact Of Globalisation On Small Communities And Small Schools In Europe. International Symposium for Innovation in Rural Education Improving Equity in Rural Education, Vol. 59 (7), 3-5.

Michael Brett (1999). Ibnu Khaldun And The Medieval Maghrib. Asugate Publishing Limited.

Misnan Jemali (2006). Metodologi Pengajaran Al-Quran Sekolah Menengah. Kajian Cuti Sabatikal. Tanjung Malim, Universiti Pendidikan Sultan Idris.

Misnan Jemali (2008). Amalan Pengajaran Guru Dalam Pengajaran dan Pembelajaran Tilawah Al-Quran Sekolah Menengah. Tesis Phd, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Mohd Faruq (1998). Al-Fikr Al-Khalduni min Khilal al-Muqaddimah. Beirut: Al-Risalah Publisher.

Muhammad Abdullah Enan (2012). Ibnu Khaldun Riwayat Hidup Dan Karyanya (terj.). Kuala Lumpur: Institut Terjemahan Negara Malaysia Berhad.

Muhammad Iqbal (1981). The Reconstruction Of Religion Thought In Islam. New Delhi: Bavana.

Muliyadi Bin Mohammed (2012). Keberkesanan Teknik Soaljawab Dalam Pengajaran Akhlak Pendidikan Islam Tahun Enam. Tesis Sarjana, Universiti Malaya.

Nik Mustapha Nik Hassan (1194). Falsafah Pengurusan Dalam Islam. Seminar Pengurusan Abad ke 21 Peringkat Kebangsaan. 21-23 Ogos 1994, Universiti Utara Malaysia.

Nor Azilah Ngah dan Zarina Shukur (1997). Projek Percubaan Pengenalan Kepada Komputer. Berita Matematik, April, 5-11.

Nora’shikin Bawi (2012). Intergrasi Komputer Dalam Pengajaran Dalam Kalangan Guru Pendidikan Islam Sekolah Rendah. Tesis Sarjana, Universiti Malaya.

Norhayati Ramlah & Mohd Yusof Abdullah (2011). Pengaruh Indigenous Pedagogy Terhadap Peranan Guru Dalam Proses Pengajaran Dan Pembelajaran Di Kawasan Pedalaman. Jurnal Pendidikan, Universiti Malaya (Edisi Khas),1-10.

227

Metrik Pengukuran Jeri

Sistem metrik berikut digunakan bagi melihat kesimbangan keempat-empat komponen JERI (Jasmani, Emosi, Rohani, Intelek) di Institut Pengajian Tinggi Awam Malaysia dan Indonesia. Oleh kerana setiap komponen JERI di beri pemberatan (weightage) maka kesesuaian bagi interval bagi tahap kesimbangan ‘rendah’, ‘sederhana’ dan ‘tinggi’ adalah 8.33 (25 ÷ 3) seperti jadual 6 berikut:

Jadual 6 : Metrik Pengukuran JERI

Model JERI

Instrumen Metrik Pengukuran

1.Jasmani Ujian Kecergasan Berasaskan Kesihatan (Individual Fitness Test Evaluation) berdasarkan ujian BMI (Bass Index Body)

Kurus (kurang berat)

(<18.5)

Normal (ideal)

(18.5 - 24.9)

Gemuk (Berat Badan Berlebihan)

(25 - 29.9)

2. Emosi Emosional Test

Rendah (R)

0.00 - 1.66

Sederhana (S)

1.67 - 3.33

Tinggi (T)

3.34 - 5.00

3. Rohani Pencapaian Peperiksaan Pengetahuan Agama Islam / moral di sekolah/IPTA

4. Intelek Pencapaian CGPA Akhir di university

Rendah (R)

0.00 – 1.33

Sederhana (S)

1.34 – 2.67

Tinggi (T)

2.68 – 4.00

LAPORAN KAJIAN

Laporan kajian ini adalah berdasarkan hasil dapatan daripada keseluruhan 5 buah universiti awam Malaysia dan sebuah universitas di Indonesia.

106

Page 115: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Jantina

Jadual 7 : Taburan Responden Mengikut jantina

Bil Malaysia (UM) Indonesia (UIN)

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 Lelaki 10 13.2 28 36.8

2 Perempuan 66 86.8 48 63.2

Jumlah 76 100.0 76 100.0

Jadual 7 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar perempuan 87.7 peratus (78) lebih ramai berbanding pelajar lelaki 12.3 peratus (10). Manakala data Universitas Islam Negeri, Yogyakarta menunjukkan pelajar perempuan 63.2 peratus (48) lebih ramai berbanding pelajar lelaki 36.8 peratus (28).

Umur

Jadual 8 : Taburan Responden Mengikut umur

Bil Malaysia (UM) Indonesia (UIN)

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 21 tahun 8 10.5 5 6.5

2 22 tahun 19 25.1 21 27.6

3 23 tahun 49 64.4 50 65.9

Jumlah 76 100.0 76 100.0

Jadual 8 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar yang berumur 23 tahun adalah 66.8 peratus (54 ) lebih ramai berbanding pelajar yang berumur 22 tahun 23.4 peratus (19) dan umur 21 tahun 9.8 peratus (8). Manakala data Universitas Islam Negeri, Yogyakarta menunjukkan pelajar yang berumur 23 tahun adalah 65.9 peratus (50 ) lebih ramai berbanding pelajar yang berumur 22 tahun 27.6 peratus (21) dan umur 21 tahun 6.5 peratus (5).

107

Laporan Penyelidikan. Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi.

Abd Munir Mohamed Noh (2005). Falsafah Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun Dan John Dewey: Kajian Perbandingan. Tesis Sarjana, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya.

Abdul Halim El-Muhammady (1998). Pendidikan Islam Falsafah, Disiplin dan Peranan Pendidik. Selangor: Dewan Pustaka Islam.

Abdullah Amin Al-Nukmy (1995). Kaedah Dan Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun dan Al-Qabisi. Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada.

Adam Hamzah (2005). Metode Menuntut Ilmu Mengikut Perspektif Ibn Khaldun. Latihan Ilmiah, Ijazah Sarjana Muda Usuluddin, Universiti Malaya.

Ahmad Zabidi Abdul Razak dan Fathiah Saini (2006). Kepimpinan Pengajaran Daripada Perspektif Islam Ke Arah Pembentukan Komuniti Sekolah Yang Cemerlang. Masalah Pendidikan, Universiti Malaya, 5-14.

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad (1998). Ihya’ Ulum al-Din. Al-Qaherah: Dar al-Hadith.

Anupam Azra (2009).The Monthly Journal Ministry Of Rural Education. International Symposium for Innovation in Rural Education Improving Equity in Rural Education. Vol. 59(7), 1-3.

Azmi Mamat (2005). Beberapa Aspek Pemikiran Kritis Ibn Khaldun Kajian Dalam Kitab Al-Muqaddimah. Kertas Projek Ijazah Sarjana Muda Usuluddin, Universiti Malaya.

Baharin Bin Abu & Norhidayah Ismail (2010). Tahap Kesediaan Guru Pelatih Fakulti UTM Untuk Berkhidmat Di Kawasan Pedalaman. Laporan Penyelidikan, Universiti Teknologi Malaysia, Johor.

Barter, B. (2008). Rural Education: Learning To Be Rural Teacher. Journal of Workplace Learning, Vol.20 (7/8), 468-479.

Eppley, K.(2009). Rural School and the Highly Qualified Teacher Provision of No Child Left Behind: A Critical Policy Abalysis. Journal Of Research In Rural Education.

Fuad Baali dan Ali Wardi (2003). Ibnu Khaldun & Pola Pemikiran Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Gamal Abdul Nasir Zakaria (2003). Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Kuala Lumpur. PTS Publications & Distributors Sdn. Bhd.

Ghazali Darusalam (2000). Kursus Tamadun Islam Dan Pendidikan Moral. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.

Hassan Langgulung (1995). Pendidikan Islam Dan Peralihan Paradigma. Shah Alam: Pustaka Hizbi.

Ibnu Khaldun (1995). Muqaddimah (terj). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

226

Page 116: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

dipertimbangkan seperti persediaan guru dan kemudahan sedia ada di sekolah untuk digunakan semasa pengajaran dalam pembelajaran.

Selain itu, Jabatan Pelajaran Negeri (JPN) dan Jemaah Nazir dapat membantu dan memantau guru-guru di pedalaman dengan lebih sempurna. Kedua-dua jabatan ini mampu menyelia sekolah-sekolah pedalaman dengan telus dan akan berlaku peningkatan kualiti pendidikan pelajar di pedalaman. Sebagai contoh amalan pengajaran guru berdasarkan indigenous pedagogy, memberikan panduan untuk merancang aktiviti berdasarkan persekitaran di pedalaman dan sentiasa memberikan jalan penyelesaian terbaik terhadap permasalahan-permasalahan dan cabaran-cabaran pembelajaran yang berlaku di pedalaman. Secara langsung pihak JPN juga dapat memberikan perhatian yang lebih kepada sekolah-sekolah pedalaman supaya pendidikan yang diterima oleh pelajar adalah adil dan saksama seperti pelajar di bandar. Ini secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi guru untuk mengajar dan pelajar mempelajari Pendidikan Islam dengan lebih sempurna di pedalaman . Modul amalan pengajaran guru berkesan di pedalaman boleh difikir dan dilaksanakan dengan strategi yang sempurna dan ilmiah.

RUMUSAN

Pendidikan Islam memainkan peranan yang penting dalam kehidupan. Kesempurnaan akhlak, keindahan peribadi, kemuliaan ibadah, kebesaran kandungan al-Quran dan pemurnian akidah adalah datang dari Islam. Untuk mendatangkan keindahan dan menjadikan Islam itu sebagai satu cara hidup, maka guru memainkan semua peranan utama ini untuk menjadikan pendidikan seumur hidup kepada para pelajar (Abdul Halim El-Muhammady,1998).

Melihat kepada keupayaan sebenar murid untuk menerima ilmu di kawasan pedalaman memerlukan komitmen penuh daripada guru. Murid yang dahagakan ilmu memerlukan guru yang pemurah dengan air ilmu kerana Allah. Justeru amalan pengajaran guru Pendidikan Islam yang positif penting terhadap pengajaran dalam pembelajaran pelajar di pedalaman.

RUJUKAN Al-Quran Ab. Halim Tamuri, Adnan Yusopp, Kamisah Osman, Shahrin Awaluddin,

Zamri Abdul Rahim, & Khadijah Abdul Razak (2004). Keberkesanan Kaedah Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Islam ke atas Diri Pelajar.

225

Agama

Jadual 9 : Taburan Responden Mengikut agama

Bil Malaysia (UM) Indonesia (UIN)

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 Islam 64 84.2 76 100

2 Kristian 9 11.9 - -

3 Buddha 3 3.9 - -

Jumlah 76 100.0 76 100.0

Jadual 9 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar yang beragama Islam 79.0 peratus (64) lebih ramai berbanding pelajar yang beragama Kristian 11.1 peratus (9) dan agama Buddha 9.9 peratus (8). Manakala data Universitas Islam Negeri, Yogyakarta menunjukkan semua pelajarnya beragama Islam 100.0 peratus (76).

Bangsa

Jadual 10 : Taburan Responden Mengikut bangsa

Bil Malaysia (UM) Indonesia (UIN)

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 Melayu 51 67.1 - -

2 China 13 17.1 - -

3 India 8 10.5 - -

4 Brunei 1 1.3 - -

5 Kadazan 2 2.7 - -

6 Bugis 1 1.3 - -

7 Indonesia 76 100

Jumlah 76 100.0 76 100.0

Jadual 10 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar berbangsa Melayu 69.1 peratus (56) lebih ramai berbanding pelajar berbangsa China 16.0 peratus (13), India 9.8 peratus (8), Brunei 1.2 peratus (1), Kadazan 2.5 peratus (2) dan Bugis 1.2 peratus (1).

108

Page 117: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Manakala data Universitas Islam Negeri, Yogyakarta menunjukkan semua pelajarnya adalah bangsa Indonesia 100.0 peratus (76).

Tahun Pengajian

Jadual 11 : Taburan Responden Mengikut tahun pengajian

Bil Malaysia Indonesia

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 Tahun 3 8 10.6 17 22.4

2 Tahun 4 68 89.4 59 77.6

76 100.0 76 100.0

Jadual 11 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar tahun 4 adalah 90.1 peratus (73) lebih ramai berbanding pelajar tahun 3, 9.8 peratus (8). Manakala data Universitas Islam Negeri, Yogyakarta menunjukkan pelajar tahun 4, 77.6 peratus (59) lebih ramai berbanding pelajar tahun 3, 22.4 peratus (17).

Pengajian / Kursus

Jadual 12 : Taburan Responden Mengikut Pengajian

Bil Malaysia Indonesia

Perihal Kekerapan Peratusan Kekerapan Peratusan

1 Sains 13 17.1 - -

2 Pendidikan 61 80.2 - -

3 Bahasa 2 2.7 - -

4 Tarbiyah - - 69 90.7

5 B.Arab - - 7 9.3

JUMLAH 76 100.0 76 100.0

Jadual 12 di atas bagi data Universiti Malaya, Kuala Lumpur menunjukkan pelajar pengajian Pendidikan Sains adalah 75.3 peratus (61) lebih ramai berbanding pelajar pengajian Pendidikan 22.2 peratus (18) dan pengian Bahasa 2.5 peratus (2). Manakala data Universitas Islam Negeri,

109

seperti kajian yang dijalankan oleh Adam Hamzah (2005). Keyakinan pengkaji terhadap tokoh ini sangat tinggi memandangkan tokoh ini merupakan seorang ilmuan terkenal dan sangat mengutamakan pengajaran al-Quran. Perkara ini disokong oleh Misnan Jemali (2006, 2008). Buktinya teori yang terkandung dalam kitab al-Muqaddimah ini berdasarkan ruh al-Quran (Muhammad Iqbal,1981; Adam Hamzah 2005) dan berkonsepkan penurunan ayat al-Quran secara beransur-ansur (Misnan Jemali, 2008). Tokoh ilmuan ini juga merupakan ilmuan Islam tersohor dengan memberikan kuliah di Universiti Al-Azhar dan universiti-universiti lain. Malah tokoh-tokoh barat amat menyanjungi Ibnu Khaldun sebagai tokoh pendidikan (Michael Brett,1999).

Beberapa aspek pemikiran kritis Ibnu Khaldun telah dikaji oleh Azmi Mamat (2005). Aspek pemikiran yang dimaksudkan adalah ketelitian, penilaian, logik, disiplin dan etika dan proaktif. Selain itu, analogi dan perbandingan, ketepatan dan mengkategorikan idea merupakan aspek pemikiran kreatif yang terhasil terdapat dalam kajian kitab tokoh ulung ini.

KEPENTINGAN P & P DI SEKOLAH PEDALAMAN

Manfaat kajian ini penting kepada Kementerian Pelajaran Malaysia berfokuskan membangunkan potensi pelajar minda kelas pertama yang seimbang daripada segi jasmani, emosi, rohani, intelek dan sosial (JERIS) di kawasan pedalaman. Setiap dasar yang dirancang, digubal dan dilaksanakan oleh kementerian untuk memperbaiki kurikulum dan pengajaran dalam pembelajaran warga sekolah pedalaman perlu bersifat adil dan tidak berat sebelah seperti mempertimbangkan pelbagai faktor. Antara faktor-faktor yang dimaksudkan ialah amalan pengajaran guru seperti indigenous pedagogy, iklim sekolah, kesediaan guru mengajar dan tahap kesediaan pelajar untuk belajar di sekolah pedalaman.

Kajian ini diharapkan agar panitia Pendidikan Islam di sekolah-sekolah pedalaman merancang secara khusus pengajaran dalam pembelajaran praktikal untuk ahli-ahli panitia. Dalam meningkatkan kualiti pengajaran Pendidikan Islam, fokus yang perlu diberi perhatian serius seperti pengajaran guru secara berkesan boleh melonjakkan prestasi akademik pelajar khasnya dalam peperiksaan awam, Sistem Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) dan peperiksaan atau ujian di peringkat sekolah. Panitia perlu menilai kembali aktiviti-aktiviti panitia berkaitan amalan pengajaran guru yang sesuai di pedalaman dengan pelbagai aktiviti bertema dan berfokus. Cabaran-cabaran pengajaran guru di pedalaman hendaklah

224

Page 118: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Rajah 1:

Model Ibnu Khaldun dalam teori malakah dan tadrij

Sumber: Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun (2000)

Ibnu Khaldun menyatakan bahawa pengajaran yang berkesan adalah pengajaran yang disampaikan secara berterusan. Mohd Faruq (1998) dalam Azmi Mamat (2005) menyatakan bahawa Ibnu Khaldun menyarankan kewajipan bagi seseorang guru untuk memberikan didikan berterusan kepada anak muridnya. Ini kerana, pendidikan yang diharapkan oleh Islam menjadi warisan ilmu. Ia diharapkan tidak terputus dan akan diwarisi oleh generasi-generasi seterusnya.

Konsep berterusan juga bermaksud pengajaran dan pembelajaran guru tidak terputus-putus dan tidak ditanggalkan dalam jarak dan tempoh yang lama (Ibnu Khaldun,1995). Jika pertentangan berlaku, ia akan menyebabkan pelajar akan mudah lupa dan tiada kesinambungan dan kaitan antara tajuk-tajuk yang telah dipelajari. Justeru apabila kajian dijalankan di sekolah pedalaman, pengkaji ingin melihat adakah kaedah ini sesuai dan diamalkan di sana.

Pada hemat pengkaji, teori yang diperbincangakn oleh Ibnu Khaldun ini amat sesuai dengan kajian pengkaji. Ini kerana kajian ini banyak menyentuh mengenai amalan pengajaran dan guru serta penguasaan ilmu

Pencapaian akademik di kalangan murid

KAEDAH PENGAJARAN MALAKAH (KOGNITIF)

TADRIJ

Tajuk-isu-isu, pengetahuan murid & set induksi

*tahap akal*kesediaan murid

Langkah 1

Objektif, kaedah & ABM*isu utama jelas & terang*ulang dengan ringkas

Langkah 2

Objektif, kaedah & ABM*isu mendalam *perincikan isu serta contoh

Langkah 3

Objektif, kaedah & ABM*P&P lebih mendalam*menekankanmalakah

Penilaian & Rumusan

*kesimpulan*ulang tiga kali*Buat penilaian*Rumuskan dengan jelas sebanyak tiga kali

223

Yogyakarta menunjukkan pelajar pengajian Tarbiyah adalah 90.7 peratus (69) lebih ramai berbanding pelajar pengajian Bahasa Arab 9.3 peratus (7).

Universiti Malaya

Jadual 13 : Keseimbangan JERI Di Universiti Malaya Bil Jasmani

(BMI) Emosi

(mean) Rohani

(mean) Intelek

(CGPA) Keseimbangan JERI

1 19.6 I 3.58 T 3.21 S 2.78 T Tidak Seimbang 2 19.4 I 3.76 T 3.14 S 3.08 T Tidak Seimbang 3 21.6 I 3.58 T 2.36 S 3.04 T Tidak Seimbang 4 20.7 I 3.91 T 3.74 T 3.65 T SEIMBANG 5 22.8 I 3.79 T 3.10 S 3.84 T Tidak Seimbang 6 18.3 K 4.27 T 3.10 S 3.11 T Tidak Seimbang 7 20.0 I 4.55 T 3.14 S 3.33 T Tidak Seimbang 8 19.7 I 4.09 T 2.95 S 3.59 T Tidak Seimbang 9 19.7 I 4.18 T 3.86 T 3.63 T SEIMBANG 10 17.3 K 4.39 T 3.76 T 3.42 T Tidak Seimbang 11 18.6 I 3.48 T 2.88 S 3.49 T Tidak Seimbang 12 15.7 K 3.73 T 3.86 T 3.27 T Tidak Seimbang 13 21.2 I 3.88 T 3.36 T 3.49 T SEIMBANG 14 16.2 K 3.82 T 3.24 S 3.29 T Tidak Seimbang 15 21.3 I 3.15 S 3.38 T 2.68 T Tidak Seimbang 16 31.1 G 3.58 T 2.95 S 3.30 T Tidak Seimbang 17 17.3 K 4.61 T 4.02 T 2.96 T Tidak Seimbang 18 22.7 I 3.73 T 3.74 T 3.27 T SEIMBANG 19 18.4 K 3.67 T 3.95 T 2.94 T Tidak Seimbang 20 21.5 I 4.39 T 3.86 T 2.74 T SEIMBANG 21 22.2 I 3.30 S 2.88 S 3.37 T Tidak Seimbang 22 17.1 K 3.97 T 3.36 T 2.94 T Tidak Seimbang 23 19.8 I 3.94 T 3.05 S 3.01 T Tidak Seimbang 24 20.8 I 3.00 S 5.38 T 2.99 T Tidak Seimbang 25 24.7 I 4.39 T 3.05 S 3.28 T SEIMBANG 26 20.2 I 4.12 T 3.86 T 3.21 T SEIMBANG 27 27.4 G 3.67 T 3.17 S 3.58 T Tidak Seimbang 28 17.2 K 3.52 T 3.17 S 3.42 T Tidak Seimbang 29 25.3 G 3.45 T 3.86 T 2.97 T Tidak Seimbang 30 21.3 I 3.30 S 3.52 T 3.41 T Tidak Seimbang 31 17.9 K 3.76 T 3.14 S 3.51 T Tidak Seimbang 32 22.4 I 3.24 S 2.48 S 3.41 T Tidak Seimbang 33 19.6 I 3.82 T 3.10 S 3.84 T Tidak Seimbang 34 22.5 I 3.45 T 3.24 S 3.32 T Tidak Seimbang 35 17.7 K 3.85 T 2.67 S 3.19 T Tidak Seimbang 36 18.9 I 3.73 T 2.98 S 3.02 T Tidak Seimbang 37 18.1 K 3.61 T 3.02 S 3.85 T Tidak Seimbang 38 22.0 I 3.30 S 3.21 S 3.28 T Tidak Seimbang

110

Page 119: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

39 21.7 I 3.67 T 2.67 S 3.42 T Tidak Seimbang 40 16.3 K 3.79 T 3.50 T 3.79 T Tidak Seimbang 41 22.5 I 4.55 T 3.71 T 3.35 T SEIMBANG

42 24.0 I 3.76 T 3.29 S 3.59 T Tidak Seimbang 43 17.3 K 3.64 T 3.17 S 3.46 T Tidak Seimbang 44 18.9 I 3.73 T 2.98 S 3.81 T Tidak Seimbang 45 24.1 I 4.64 T 3.48 T 3.58 T SEIMBANG

46 24.2 I 3.55 T 3.31 S 3.92 T Tidak Seimbang 47 25.1 G 4.55 T 3.48 T 3.35 T Tidak Seimbang 48 19.4 I 3.73 T 3.93 T 3.46 T SEIMBANG

49 19.3 I 3.61 T 3.36 T 3.18 T SEIMBANG

50 17.5 K 3.52 T 2.43 S 2.64 S Tidak Seimbang 51 23.1 I 3.70 T 3.26 S 3.16 T Tidak Seimbang 52 24.2 I 3.67 T 3.48 T 2.99 T SEIMBANG

53 28.9 I 3.94 T 3.50 T 3.31 T SEIMBANG

54 30.1 G 3.42 T 3.52 T 3.32 T Tidak Seimbang 55 21.3 I 3.58 T 2.45 S 3.39 T Tidak Seimbang 56 16.9 K 3.48 T 2.98 S 2.91 T Tidak Seimbang 57 23.2 I 4.15 T 3.07 S 2.37 S Tidak Seimbang 58 28.6 G 3.58 T 2.57 S 3.13 T Tidak Seimbang 59 30.7 G 3.48 T 3.07 S 2.95 T Tidak Seimbang 60 32.7 G 3.45 T 2.88 S 3.11 T Tidak Seimbang 61 19.6 I 3.42 T 2.76 S 2.41 S Tidak Seimbang

62 20.9 I 3.67 T 3.21 S 3.03 T Tidak Seimbang 63 27.7 G 3.76 T 3.19 S 3.46 T Tidak Seimbang 64 18.7 I 3.91 T 3.12 S 3.36 T Tidak Seimbang 65 17.5 K 4.09 T 3.52 T 3.43 T Tidak Seimbang 66 18.2 K 3.70 T 3.29 S 3.22 T Tidak Seimbang 67 17.4 K 3.58 T 2.40 S 3.34 T Tidak Seimbang 68 20.4 I 3.91 T 3.76 T 3.32 T SEIMBANG 69 31.7 G 3.79 T 3.10 S 3.63 T Tidak Seimbang 70 21.4 I 4.27 T 3.12 S 3.57 T Tidak Seimbang 71 21.0 I 4.55 T 3.07 S 3.33 T Tidak Seimbang 72 22.9 I 4.21 T 2.98 S 3.82 T Tidak Seimbang 73 22.4 I 4.18 T 3.21 S 3.47 T Tidak Seimbang 74 21.2 I 3.73 T 3.64 T 2.89 T SEIMBANG 75 20.4 I 4.21 T 3.74 T 3.49 T SEIMBANG 76 23.3 I 3.61 T 3.71 T 3.41 T SEIMBANG

Petunjuk:

Jasmani (BMI) : K = Kurus, I = Ideal, G = Gemok

Emosi, Rohani dan CGPA/PNGK : R=Rendah, S=Sederhana, T=Tinggi

111

pembelajaran, guru perlu mengajar perkara yang mudah dan meningkat sedikit demi sedikit sehinggalah pelajar bersedia untuk menerima pelajaran dan teori yang lebih kompleks seperti kemahiran dan perindustrian (Adam Hamzah,2005). Ibnu Khaldun menolak sistem pengajaran sekarang yang menggunakan teknik mudah seperti nota-nota dan ringkasan. Ini kerana teknik ringkasan ini akan menyekat ilmu secara mendalam dan merosakkan susunan ilmu itu sendiri (Raihaniah Zakaria, 1991).

Umumnya dalam al-Muqaddimah, penjelasan mengenai pengajaran guru amat ilmiah. Antaranya ialah guru hendaklah memberikan ulasan secara menyeluruh pengajaran yang disampaikan berdasarkan objektif pengajaran. Sekiranya objektif pembelajaran belum tercapai, guru digalakkan untuk tidak meneruskan pembelajaran dan objektif lain. Dalam konteks ini, Misnan Jemali (2006) memberikan contoh pelajar tidak dapat menguasai objektif pembelajaran surah al-Fatihah, guru tidak digalakkan memindah pengajarannya ke surah an-Nas.

Pendekatan kepada pelajar kurang jelas terhadap apa yang diajar oleh guru, guru hendaklah membuka ruang kepada pelajar untuk sesi soal-jawab. Ini kerana apabila guru menjawab soalan pelajar, ia dapat mengurangkan kekeliruan dan salah faham terhadap apa yang mereka faham dan tahu (Ibnu Khaldun, 2000). Ibnu Khaldun menyarankan agar guru mengulang-ulang kandungan pengajaran yang diajar sebanyak tiga kali sehingga menjadi kebiasaan (‘adat). Ia dapat dilihat secara ringkas seperti maklumat di bawah:

222

Page 120: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pelajar. Apabila kaedah ini tidak dipatuhi oleh guru dalam melaksanakan pengajaran dan pembelajaran, para pelajar akan mudah hilang fokus, susah menumpukan perhatian dan tidak berminat sekaligus menjauhi pembelajaran.

Metod menyampaikan ilmu menurut Ibnu Khaldun bukan sekadar guru menyampaikan ilmu tetapi bertujuan menyuburkan malakah dalam diri pelajar. Malakah dicapai melalui deep dan achieving oleh pelajar (Misnan Jemali, 2008). Penyuburan ini bertujuan melahirkan pelajar yang terbuka minda dan berfikiran luas dan jauh. Malakah yang terbentuk ini diharapkan dapat membantu pelajar untuk menghasilkan ilmu baru dan pandangannya sendiri terhadap apa yang dipelajari (Adam Hamzah, 2005). Ia dibina berasaskan kepada konsep beransur-ansur, melanjut, memperluas dan mendalami pelajaran dan terakhir adalah kesyumulan (Al-Nukmy, 1995).

Misnan Jemali (2008) menyatakan bahawa Ibnu Khaldun menegaskan malakah yang dicapai oleh pelajar melalaui deep dan achieving haruslah menepati dua syarat. Syarat pertama adalah pelajar wajib mendalami ilmu. Dengan mendalami ilmu ini, pelajar dapat membezakan antara faham dan hafal. Syarat yang kedua pula adalah untuk mendapatkan ilmu perlu menghafal dan faham. Ibnu Khaldun menegaskan bahawa syarat kedua ini, untuk mendapatkan ilmu perlu belajar secara optimum, latihan sebagai syarat serta belajar dan berlatih akan mengukuh dan memantapkan malakah mereka.

Menurut Ibnu Khaldun (1995) dalam kitabnya al-Muqaddimah, beliau mencadangkan tiga langkah pengajaran. Pertama adalah guru yang mengajar hendaklah mengetahui tahap dan kemampuan pelajar. Tahap dan kemampuan pelajar di sini adalah cemerlang, sederhana dan lemah. Oleh kerana pelajar mempunyai kemampuan tertentu, maka keadah mengajar dua perkara serentak tidak sesuai digunakan.

Langkah kedua adalah guru mengulang semula tajuk yang diperbincangkan semasa peringkat set induksi. Pada peringkat ini tujuannya untuk menguatkan kefahaman, mengaitkan dengan tumpuan dan menarik perhatian dan fokus pelajar. Ini termasuklah persediaan yang cukup supaya pengajaran guru lancar (Mohd Faruq, 1998).

Tahap ketiga pula adalah guru mengajar dengan jelas berdasarkan objektif pembelajaran pada tahap yang lebih tinggi. Apabila penyampaian guru terang dan jelas dari awal pembelajaran, para pelajar dapat mengaitkan semua isi kandungan pembelajaran hingga ke akhir sesi pengajaran guru. Itulah sebabnya Ibnu Khaldun menyarankan kepada para guru untuk mengajar mengikut tahap kemampuan pelajar. Ini kerana dalam

221

Jadual 13 di atas menunjukan keseimbangan JERI bagi sampel para pelajar di fakulti pendidikan, Universiti Malaya. Hasil kajian mendapati daripada domain jasmani pelajar yang kursus adalah 23.6 peratus (18), ideal 63.2 peratus (48), gemok 13.2 peratus (10). Domain Emosi pula didapati pelajar yang mempunyai emosi yang stabil atau tinggi 92.1 peratus (70), emosi sederhana 7.9 peratus (6) dan tiada emosi bertahap rendah. Domain Rohani pula didapati, pelajar yang mempunyai rohani yang baik atau Tinggi 38.2 peratus (29), sederhana 61.8 peratus (47) dan tiada rohani bertahap rendah. Akhir sekali daripada domain Inteleks didapati pelajar yang mempunyai CGPA yang tinggi adalah 96.1 peratus (73) para pelajar mempunyai daya inteleks yang sederhana 3.9 peratus (3) dan tiada pelajar yang mempunyai CGPA yang rendah. Secara kesimpulannya, dapatlah dirumuskan bahawa keseluruhan para pelajar yang dijadikan sampel kajian yang mempunyai tahap kesihatan Jasmani yang ideal/baik berdasarkan BMI adalah sebanyak 63.2 peratus (48), kestabilan Emosi berdasarkan emosional test adalah 92.1 peratus (70), Rohani yang baik berdasarkan ujian rohani adalah 38.2 peratus (29) dan daya Intelek berdasarkan CGPA tahun terakhir adalah 96.0 peratus (73). Hanya 21.0 peratus (16) pelajar di fakulti pendidikan, Universiti Malaya yang didapati mempunyai keseimbangn keempat-empat domin; Jasmani, Emosi, Rohani dan Inteleks.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Jadual 14 : Keseimbangan JERI Di Universiti Malaya Bil Jasmani

(BMI)

Emosi

(mean)

Rohani

(mean)

Intelek

(CGPA)

Keseimbangan JERI

1 16.6 K 4.07 T 4.12 T 3.34 T Tidak Seimbang

2 18.5 K 2.90 S 3.20 S 3.38 T Tidak Seimbang

3 22.0 I 3.38 S 3.91 T 3.41 T Tidak Seimbang

4 17.6 K 3.43 T 4.02 T 3.59 T Tidak Seimbang

5 17.2 K 3.36 S 3.97 T 3.50 T Tidak Seimbang

6 20.0 I 2.86 S 3.25 S 3.40 T Tidak Seimbang

7 20.0 I 2.75 S 2.58 S 3.45 T Tidak Seimbang

8 16.2 K 3.87 T 3.04 S 3.59 T Tidak Seimbang

9 21.6 I 3.23 S 3.26 S 3.60 T Tidak Seimbang

10 17.6 K 3.91 T 3.82 T 3.50 T Seimbang

11 26.4 G 3.57 T 3.00 S 3.65 T Tidak Seimbang

12 15.4 K 4.45 T 2.84 S 3.67 T Tidak Seimbang

112

Page 121: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

13 20.7 I 3.87 T 3.40 T 3.71 T SEIMBANG

14 22.0 I 3.87 T 3.26 T 3.51 T SEIMBANG

15 18.1 K 2.58 S 2.54 S 3.41 T Tidak Seimbang

16 18.1 K 2.50 S 2.82 S 3.49 T Tidak Seimbang

17 22.9 I 2.96 S 2.88 T 3.54 T Tidak Seimbang

18 17.9 K 2.72 S 3.35 S 3.40 T Tidak Seimbang

19 20.2 I 2.86 S 3.17 T 3.57 T Tidak Seimbang

20 18.2 K 3.04 S 3.31 T 3.00 T Tidak Seimbang

21 16.8 K 2.98 S 3.44 S 3.36 T Tidak Seimbang

22 18.3 K 3.71 S 3.22 S 3.80 T Tidak Seimbang

23 21.4 I 3.08 T 3.32 T 3.32 T SEIMBANG

24 21.6 I 3.52 T 2.84 S 3.24 T Tidak Seimbang

25 18.0 K 3.86 T 3.13 S 3.41 T Tidak Seimbang

26 21.5 I 2.86 T 2.92 S 3.32 T Tidak Seimbang

27 17.6 K 2.75 T 2.88 S 3.25 T Tidak Seimbang

28 18.0 K 3.87 T 3.30 T 3.32 T Tidak Seimbang

29 22.9 I 4.07 T 2.65 T 3.52 T SEIMBANG

30 23.5 I 3.50 T 3.14 S 3.52 T Tidak Seimbang

31 19.7 I 3.37 S 3.48 T 3.23 T Tidak Seimbang

32 20.3 I 2.96 T 2.98 S 3.56 T Tidak Seimbang

33 17.3 K 3.04 T 3.61 T 3.70 T Tidak Seimbang

34 18.1 K 3.32 T 3.02 S 3.66 T Tidak Seimbang

35 21.9 I 3.10 T 3.08 S 3.48 T Tidak Seimbang

36 20.6 I 2.98 T 3.22 S 3.52 T Tidak Seimbang

37 20.3 I 4.27 T 3.05 S 3.50 T Tidak Seimbang

38 22.3 I 3.32 S 3.13 S 3.60 T Tidak Seimbang

39 20.0 I 4.21 T 2.84 S 3.32 T Tidak Seimbang

40 20.7 I 3.83 T 3.53 T 3.41 T SEIMBANG

41 22.5 I 3.91 T 2.92 T 3.48 T SEIMBANG

42 16.5 K 3.64 T 3.32 T 3.36 T Tidak Seimbang

43 15.0 K 3.91 T 2.74 S 3.25 T Tidak Seimbang

44 18.2 K 3.91 T 2.92 S 3.57 T Tidak Seimbang

45 19.5 I 3.71 T 3.95 T 3.16 T SEIMBANG

46 16.2 K 4.14 T 3.30 S 3.16 T Tidak Seimbang

47 21.2 I 3.73 T 3.24 S 3.36 T Tidak Seimbang

113

Menyedari permasalahan yang berlaku, guru Pendidikan Islam di kawasan pedalaman sebagai peserta kajian untuk melihat amalan pengajaran yang berlangsung di sana. Fenomena ini merupakan satu jalan untuk melihat sejauhmanakah perkembangan amalan pengajaran Pendidikan Islam di kawasan pedalaman. Kajian ini juga diharapkan dapat melihat dengan lebih jelas lagi amalan-amalan yang digunakan oleh guru semasa pengajaran sekaligus menilai tahap keberkesanan amalan-amalan tersebut untuk melahirkan pelajar pedalaman yang berwibawa dan berpendidikan bertunjangkan Falsafah Pendidikan Kebangsaan. Dalam konteks ini juga, cabaran-cabaran dalam amalan mengajar guru Pendidikan Islam di pedalaman akan dikaji dengan teliti.

PENDEKATAN P & P DI SEKOLAH PEDALAMAN

Menurut Abd Munir Mohamed Noh (2005), dua saranan yang harus diberi perhatian oleh sistem pendidikan adalah ilmu pengetahuan dan ko-kurikulum hendaklah sesuai kepada pelajar dan kaedah dan langkah yang digunakan oleh guru adalah komprehensif. Dalam konteks ini, menurut Misnan Jemali (2008), peranan guru amat penting menurut Ibnu Khaldun. Antaranya membantu pencapaian pelajar, mengesan perkembangan psikologi dan sosial pelajar serta meningkatkan motivasi pelajar. Justeru model Ibnu Khaldun dalam teori malakah dan tadrij amat sesuai diimplimentasikan dalam kajian ini.

Gamal Abdul Nasir Zakaria (2003) menjelaskan bahawa antara kaedah pendidikan yang disarankan oleh Ibnu Khaldun adalah kaedah pandang dengar (talqin), pengajaran secara berperingkat-peringkat dan beransur-ansur (tadrij), pengajaran berfokus, peniruan (muhakah atau taqlid), percubaan (at-tajribah) dan pengulangan (al-tikrar). Tujuan pendidikan mengikut tokoh ini untuk menyediakan pendidikan agama, sosial dan akhlak dan kesenian, mendidik pemikiran individu dan bimbingan mendapat pekerjaan (Al-Nukmy,1995). Perkara ini disokong oleh Fuad Baali dan Ali Wardi (2003) dan Muhammad Abdullah Enan (2012) dengan menyatakan bahawa tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun tidak terpisah-pisah antara satu sama lain.

Teori malakah dan tadrij banyak membincangkan mengenai keberkesanan pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan teknik secara bertahap-tahap (tadrij), beransur-ansur serta sedikit demi sedikit dan kognitif (malakah) (Ibnu Khaldun,2000). Ini kerana menurut Mohd Faruq (1998), perkara asas yang ditekankan oleh Ibnu Khaldun kepada seseorang guru adalah guru hendaklah mengetahui kekuatan dan keupayaan akal

220

Page 122: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan persekitaran pendidikan di sekolah dan komuniti kecil akan terpinggir daripada arus pendidikan global.

Pada bulan September 2012, Kementerian Pelajaran Malaysia telah melancarkan Pelan Pembangunan Pendidikan 2012-2025 bertujuan sebagai transformasi pendidikan negara. Antara transformasi dimaksudkan kepada sekolah pedalaman adalah akses bekalan air bersih, kemudahan asrama selesa, elektrik sekurang-kurangnya 12 jam sehari dan infrastruktur kondusif di sekolah. Pelan ini bertujuan merapatkan jurang pendidikan negara antara urban dan pedalaman (Kementerian Pelajaran Malaysia, 2012).

Setelah pelbagai usaha dilakukan oleh pihak kerajaan bagi mempertingkatkan pendidikan di pedalaman, harapan yang tinggi diletakkan kepada guru-guru di pedalaman yang mengajar Pendidikan Islam. Guru-guru ini diharapkan mampu menjadikan amalan pengajaran sebagai pelengkap kepada pendidikan yang diperlukan oleh rakyat. Amalan pengajaran guru Pendidikan Islam diharap menjadikan pembelajaran pelajar menyeronokkan dan menambahkan minat mereka terhadap subjek ini. Persoalan timbul apabila kajian Jemaah Nazir Persekutuan (1986) menyatakan guru Pendidikan Islam berada pada tahap lemah dalam aspek persediaan mengajar, persediaan murid-murid, pengelolaan bilik darjah dan penyampaian pengajaran.

Shirley Tay dan Shukery Mohamed (2006) dan Seman Salleh (2005) dalam kajian mereka menyatakan pengajaran guru di pedalaman ketinggalan berbanding di kawasan urban. Barter (2008), dan Epply (2009) dalam Norhayati Ramlan dan Mohd Yusof Abdullah (2011) menyokong perkara ini dengan menyatakan bahawa murid pedalaman memiliki persekitaran yang amat berbeza dengan kawasan lain. Kehidupan murid amat terbatas pada dunia mereka yang terpencil menyebabkan pengetahuan mereka hanya bertumpu kepada perkara-perkara yang hanya terdapat dengan alam sekeliling mereka.

Maklumat keputusan peperiksaan awam oleh Pejabat Pelajaran Daerah Tongod/Telupid (2013) menunjukkan bahawa Gred Purata Matapelajaran (GPMP) bagi matapelajaran Pendidikan Islam Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) dan Penilaian Menengah Rendah (PMR) bagi tahun 2013 di kawasan pedalaman mengecewakan. Tiga sekolah pedalaman di daerah tersebut hanya mampu memperolehi kedudukan tiga terendah berbanding sekolah di urban. Tujuh daripada sembilan belas orang calon Pendidikan Islam yang menduduki PMR juga gagal dalam peperiksaan tersebut.

219

48 20.5 I 3.68 T 3.28 S 3.20 T Tidak Seimbang

49 17.5 K 3.82 T 3.39 T 3.05 T Tidak Seimbang

50 19.8 I 3.10 T 3.22 S 3.36 T Tidak Seimbang

51 16.4 K 3.23 T 3.23 S 3.70 T Tidak Seimbang

52 20.2 I 3.65 T 2.76 S 3.30 T Tidak Seimbang

53 18.3 K 3.23 T 2.66 T 3.57 T Tidak Seimbang

54 17.6 K 3.87 T 3.18 T 3.48 T Tidak Seimbang

55 20.1 I 3.33 T 3.70 T 3.00 T SEIMBANG

56 18.0 K 3.78 T 3.42 T 3.00 T Tidak Seimbang

57 22.6 I 3.35 T 3.18 T 3.59 T SEIMBANG

58 18.5 K 3.67 T 2.86 T 3.00 T Tidak Seimbang

59 20.7 I 3.34 T 3.36 T 3.50 T SEIMBANG

60 15.9 K 3.61 T 3.13 T 3.00 T Tidak Seimbang

61 18.2 K 3.23 T 3.06 T 3.33 T Seimbang

62 21.6 I 3.18 T 2.74 T 3.34 T SEIMBANG

63 20.0 I 3.10 T 3.06 T 3.66 T SEIMBANG

64 19.6 I 3.23 T 3.18 T 3.73 T SEIMBANG

65 21.9 I 3.65 T 3.53 T 3.40 T SEIMBANG

66 19.4 I 3.08 T 2.92 T 3.50 T SEIMBANG

67 18.7 I 3.04 T 2.97 T 3.66 T SEIMBANG

68 19.2 I 3.44 T 3.11 T 3.00 T SEIMBANG

69 21.7 I 3.67 T 3.06 T 3.56 T SEIMBANG

70 16.7 K 3.18 T 2.89 T 3.48 T Tidak Seimbang

71 17.5 K 3.55 T 3.04 T 3.82 T Tidak Seimbang

72 20.2 I 3.08 T 2.97 T 3.57 T SEIMBANG

73 17.3 K 3.52 T 3.88 T 3.00 T Tidak Seimbang

74 22.0 I 3.86 T 3.06 T 3.41 T SEIMBANG

75 18.3 K 3.74 T 3.51 T 3.00 T Tidak Seimbang

76 25.7 G 4.12 T 3.64 T 3.50 T Tidak Seimbang

Petunjuk:

Jasmani (BMI) : K = Kurus, I = Ideal, G = Gemok

Emosi, Rohani dan CGPA/PNGK : R=Rendah, S=Sederhana, T=Tinggi

114

Page 123: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Jadual 14 di atas menunjukan keseimbangan JERI bagi sampel para pelajar di fakulti Tarbiyah, Universitas Islam Negeri, Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Hasil kajian mendapati daripada domain jasmani pelajar yang kursus adalah 40.7 peratus (31), ideal 56.5 peratus (43), gemok 2.6 peratus (2). Domain Emosi pula didapati pelajar yang mempunyai emosi yang stabil atau tinggi 78.9 peratus (60) dan emosi sederhana 21.1 peratus (16). Domain Rohani pula didapati, pelajar yang mempunyai rohani yang baik atau Tinggi 55.2 peratus (42) dan sederhana 44.7 peratus (34). Akhir sekali daripada domain Inteleks didapati 100 peratus (76) para pelajar mempunyai daya inteleks yang tinggi. Secara kesimpulannya, dapatlah dirumuskan bahawa keseluruhan para pelajar yang dijadikan sampel kajian yang mempunyai tahap kesihatan Jasmani yang ideal/baik berdasarkan BMI adalah sebanyak 56.5 peratus (43), kestabilan Emosi berdasarkan emosional test adalah 78.9 peratus (60), Rohani yang baik berdasarkan ujian rohani adalah 55.2 peratus (42) dan daya Intelek berdasarkan CGPA tahun terakhir adalah 100 peratus (76). Hanya 26.3 peratus (20) pelajar di fakulti Tarbiyah, Universitas Islam Negeri, Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang didapati mempunyai keseimbangn keempat-empat domin; Jasmani, Emosi, Rohani dan Inteleks.

Perbandingan antara kedua Negara

Jadual 15 Perbandingan antara kedua Negara Universiti Malaya, Malaysia (n = 76) Universiti Islam Negeri, Yogjakarta (n = 76)

BMI (Ideal) Tinggi Tinggi Tinggi Keseimbangan JERI

BMI (Ideal) Tinggi Tinggi Tinggi Keseimb

angan JERI

Jasmani

63.2

(48)

- - -

21.0 (16)

56.5

(43)

- - --

26.3 (20)

Emosi - 92.1

(70)

- - - 78.9

(60)

-

Rohani

- - 38.2

(29)

- - - 55.2

(42)

-

Inteleks

- - - 96.1

(73)

- - - 100

(76)

115

perlu memberikan komitmen lebih terhadap pengajaran dalam pembelajaran di pedalaman.

Kesimpulan bahawa pengajaran guru yang berkesan penting terhadap pendidikan di pedalaman. Keperibadian guru seperti kekuatan azam semasa mengajar, bersemangat ketika proses pengajaran dalam pembelajaran dijalankan, kerelaan diri menyediakan alat bantu mengajar yang berkesan dan kesungguhan guru menjadi faktor kepada pembangunan pendidikan. Perkara ini disokong oleh Ahmad Zabidi Abdul Razak dan Fathiah Saini (2006) yang berpendapat bahawa pengaruh guru terhadap murid sangat besar. Murid mudah mencontohi teladan yang baik daripada guru dalam proses pendidikan kanak-kanak dan remaja di sekolah. Kesungguhan dan amalan pengajaran guru semasa mengajar menjadi satu sebab kejayaan pelajar di pedalaman.

Pengajaran Di Sekolah Pedalaman

Amalan pengajaran guru yang berkesan mempertimbangkan pelbagai skop yang luas seperti dalam Model Pengajaran Berkesan (Slavin, 1991). Model ini menekankan kualiti pengajaran, kesesuaian aras pengajaran, insentif dan masa yang perlu dipertimbangkan oleh guru semasa dalam proses pengajaran. Dalam proses pengajaran guru, guru perlu mempertimbangkan pelbagai perkara termasuk cara menyampaikan ilmu dan maklumat kepada pelajar yang sesuai. Pandangan ini bertepatan dengan aspek pemilihan kaedah yang ditegaskan oleh as-Syaibani (1979) dalam Kamarul Azmi Jasmi dan Ab. Halim Tamuri (2012):

“Tiada satu metod pengajaran yang berguna untuk semua tujuan pendidikan dan semua mata pelajaran. Begitu juga, tiada pengkaedahan yang lebih baik bagi semua pendidik dalam semua keadaan dan suasana. Guru boleh memilih metod yang sesuai dalam tujuan pendidikan yang ingin dicapainya atau pelajaran yang ingin diajar, serta tahap perkembangan, kematangan dan kecerdasan pelajar-pelajar ”.

Penyelidikan di luar negara mengenai sekolah pedalaman seperti Anupam Azra (2009) menyatakan bahawa tahap pendidikan di India sangat rendah sedangkan negara tersebut mempunyai populasi penduduk yang terbesar di dunia selepas Negara China. Kebanyakan rakyat di India terutamanya kanak-kanak perempuan di pedalaman masih tidak menguasai kemahiran asas di tahap umur mereka. Berbeza dengan pendapat oleh Solstad (2009) yang lebih risaukan globalisasi yang menjadi ancaman kepada sekolah dan komuniti yang kecil di Eropah. Ancaman globalisasi ini

218

Page 124: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

dan akhirat. Tanpa ilmu maka sudah pasti hasrat pendidikan untuk menghasilkan modal insan tidak akan tercapai. Masyarakat terus akan berada dalam kejumudan dan hanya berfikir di dalam kotak pemikiran mereka sahaja. Perkara ini akan menjadikan manusia mendapat kedudukan yang rendah (Muliyadi Mohammed,2012). Justeru tugas guru bukanlah sekadar memindahkan maklumat, pengetahuan, pengalaman dan ilmu kepada para pelajarnya. Akan tetapi bagaimana seseorang guru menyalurkan ilmu tersebut untuk menjadikan pelajar itu positif dari segi sikap, keperibadian dan nilai yang tinggi bermodelkan RasululLah (Tengku Sarina Aini & Faridah Che Husein,2008).

Firman Allah dalam Al-Quran yang bermaksud:

“Sesungguhnya adalah bagimu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan keredhaan Allah dan balasan baik hari akhirat, serta ia pula menyebut dan banyak mengingati Allah”.

(Surat Al-Ahzab: 21)

Justeru guru memainkan peranan untuk membangunkan potensi setiap pelajar terutamanya pelajar pedalaman yang dikatakan agak ketinggalan berbanding pelajar di urban melalui amalan pengajaran guru yang berkesan. Guru Pendidikan Islam hendaklah bersedia dan ikhlas mencurahkan ilmu di kawasan pedalaman. Namun, menurut Baharin Abu & Norhidayah Ismail (2010) mendapati bahawa tahap minat dan kesediaan guru pelatih Fakulti Pendidikan Universiti Teknologi Malaysia untuk berkhidmat di kawasan pedalaman di tahap yang sederhana.

Bertitik-tolak daripada penyataan di atas, amalan pengajaran guru Pendidikan Islam yang berkesan dan berkualiti diperlukan bagi memperkasakan Pendidikan Islam di pedalaman. Perkara asas yang perlu diketahui adalah amalan pengajaran guru merupakan aspek utama yang dipentingkan dalam proses pengajaran dalam pembelajaran (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986). Walaupun apa jua kaedah yang digunakan oleh guru, maka harus dilihat keberkesanan pengajaran guru dan kesannya terhadap pembelajaran. Tidak ada gunanya pengajaran guru berbantukan komputer riba tetapi guru mengajar sambil lewa dan tidak bersungguh-sungguh (Kamarul Azmi Jasmi & Abdul Halim Tamuri, 2012). Lebih-lebih lagi komitmen guru sangat dipentingkan kepada pelajar di pedalaman dalam proses guru menyampaikan ilmu kerana kondisi di pedalaman jauh berbeza dengan kawasan urban. Kenyataan ini disokong oleh Sinagatullin (2001) yang menjelaskan bahawa keadaan di pedalaman membataskan potensi pelajar kerana kekangan prasana dan infrastruktur. Ini menyebabkan guru

217

Jadual 15 di atas menunjukkan perbandingan antara kedua-dua buah universiti, Universiti Malaya, Malaysia dan Universiti Islam Negeri, Yogjakarta. Dapatan perbandingan menunjukkan daripada domain Jasmani 63.2 peratus (48) dan Emosi 92.1 peratus (70) didapati Universiti Malaya, Malaysia lebih baik berbanding Jasmani 56.5 peratus (43) dan Emosi 78.9 peratus (60) Universiti Islam Negeri, Yogjakarta. Tetapi jika dilihat daripada domain Rohani 55.2 peratus (42) dan inteleks 100.0 peratus (76) Universiti Islam Negeri, Yogjakarta didapati lebih baik berbanding Universiti Malaya, Malaysia Rohani 38.2 peratus (26) dan inteleks 96.1 peratus (73). Manakala keseluruhan keseimbangan Jasmani, Emosi, Rohani dan Inteleks (JERI) Universiti Islam Negeri, Yogjakarta 26.3 peratus (20) lebih baik berbanding dengan Universiti Malaya, Malaysia 21.0 peratus (16).

KESIMPULAN DAN RUMUSAN

Software atau perisian JERI melalui penggunaan computer telah berjaya dibangunkan setelah melalui beberapa ujikaji atau cubajaya yang dibuat secara berterusan terhadap sampel rintis di Universiti Malaya. Software JERI yang direkacipta berkemampuan mengukur atau membuat taksiran keseimbangan terhadap 4 domain JERI (Jasmani, Emosi, Rohani dan Inteleks) seseorang pelajar di IPTA dan juga terhadap murid-murid sekolah di sekolah rendah atau menengah dengan mengubah rubrik data. Kekuatan software JERI ini adalah ia dapat mengukur keseimbangan JERI secara individu dan rubriknya bersifat flexible kepada semua jenis pelajar dan institusi.

RUJUKAN

Al-Qur’an al-Karim

Ali Abdul Halim Mahmud (2000) Pendidikan Ruhani, Jakarta Gema: Insani Press.

Azizi Hj. Yahaya dan Yusof Boon. (2008). Kecerdasan Emosi dan Hubungannya Dengan Pencapaian Akademik dan Tingkahlaku Pelajar. Unibersiti Teknologi Malaysia Skudai, Johor.

Abdul Razaq Ahmad (2005). Mahasiswa Abad 21. Universiti Kebangsaan Malaysia. Bangi, Selangor.

Akta Pendidikan 1996, Arkib Negara, Kuala Lumpur.

Atkinson, R. L. DKK. (1987). Pengantar Psikologi I. Jakarta : Penerbit Erlangga.

116

Page 125: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Ali, Mohammad & Ansori, Mohammad (2000). Psikologi Remaja

(Perkembangan Peserta Didik), Bandung; Bumi Aksara.

Abdul Razaq Ahmad (2005). Mahasiswa Abad 21. Universiti Kebangsaan Malaysia. Bangi, Selangor.

Bhasah Abu Bakar (2003). Asas Pengukuran Bilik Darjah. Tanjung Malim: Quantum Books.

Eisenberg, N., Fabes, R., Carlo, G., Troyer, D., Speer, A., Karbon, M., & Switzer, G. (1992). The relations of maternal practices and characteristics to children’s vicarious emotional responsiveness. Child Development, 63, 583–602.

Eisenberg, N., Fabes, R., Bernzweig, J., Karbon, M., Poulin, R., & Hanish, L. (1993). The relations of emotionality and regulation to preschoolers’ social skills and sociometric status. Child Development, 64, 1418–1438.

Eisenberg, N., Fabes, R., & Murphy, B. (1996). Parents’ reactions to children’s negative emotions: Relations to children’s social competence and comforting behavior. Child Development, 67, 2227–2247.

Eisenberg, N., Fabes, R., & Losoya, S. (1997). Emotional responding: Regulation, social correlates, and socialization. In P. Salovey & D. Sluyter (Eds.), Emotional.

Eisenberg, N. & Fabes, F. (1998). Prosocial development. In N. Eisenberg (Ed.), Handbook of Child Psychology, Volume 3: Social, Emotional and Personality Development (5th edn, pp. 701–778). Editor-in-Chief: W. Damon. New York: Wiley.

Finch, C.R and Crunkilton, J.R. (1999). “Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content and Implementation”. Boston: Allyn and.

Fraenkel, J.R and Wallen, E. N. (1996), How to Design and Evaluate Research. United State of America : Mc Graw-Hill, Inc.

Goleman, D.(1997) Emotional Intelligence. United States: Boston.

Gardner, H.(1983).Frames of Mind :The Theory of Multiple Intelligences. Penerbit: Basic Books, New York.

Gay, L.R., (1992), Educational Research : Competencies for Analysis and Application. 4th Edition, Maxwell Macmillan International Edition, New York : Maxwell Macmillan Publishing Company.

Imam Ghazali (1988), Ihya’ `Ulumiddin. TK. H. Ismail Yakub MA-SH (terj.). Singapura: Pustaka National.

117

KONSEP AMALAN PENGAJARAN GURU PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH-SEKOLAH PEDALAMAN

Mohd Zaidi Bin Haji Mohd Zeki, Mohd Faisal Bin Mohamed dan Nurulaini Morshidi

PENGENALAN

Guru memainkan peranan penting kepada pembangunan negara. Pembinaan pendidikan secara menyeluruh oleh guru merupakan salah satu aspek pembangunan bagi memenuhi pendidikan dalaman dan luaran manusia (Rohana Hamzah, 2010). Menurut Nor Azilah Ngah dan Zarina Shukur, 1997), guru berperanan sebagai agen perubahan dan Abdul Halim et al., (2004) menyetujui pernyataan tersebut dengan menegaskan bahawa, tanggungjawab guru perlu memberitahu, mengajar, memindahkan maklumat, disiplin, ilmu pengetahuan menggunakan medium peneguhan, latihan, arahan dan sebagainya kepada para pelajarnya. Peranan dan tanggungjawab ini tidak boleh dipisahkan oleh guru sebagai ejen pendidik anak bangsa dan pemindahan nilai-nilai kepada pelajar (Abdul Halim El-Muhammady,1998).

Tanpa peranan pendidik, sudah pasti Falsafah Pendidikan Kebangsaan tidak dapat dijayakan. Ini sudah pasti akan menjejaskan Matlamat Pendidikan Negara untuk melahirkan warganegara Malaysia yang seimbang dalam pelbagai aspek, taat setia dan bersatu padu, beriman, berakhlak mulia, berilmu, berketrampilan dan sejahtera. Selain itu, matlamat pendidikan di negara ini penting bagi menyediakan sumber tenaga manusia untuk kemajuan dan keperluan negara. Perkara ini disokong oleh Nik Mustapha Nik Hassan (1993) dan Nora’shikin Bawi (2012) dengan menyatakan bahawa matlamat pendidikan memberi peluang pendidikan kepada semua rakyat berfokus untuk menghasilkan pelajar yang mempunyai pelbagai kecerdasan mengikut konteks (Contextual Multiple Intellligent-CMI).

Dalam konteks Pendidikan Islam, menurut Ghazali Darusalam (2000), tujuan Pendidikan Islam adalah untuk membawa individu ke arah pemantapan iman, pemikiran logik dan mampu membentuk disiplin diri. Tujuan Pendidikan Islam juga mendorong hati manusia mengingati Allah (Al-Ghazali,1998). Matlamat akhirnya adalah untuk pembentukan khalifah (Hassan Langgulung,1995; Abdul Halim El-Muhammady,1998) dan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T bagi mencapai kebahagiaan di dunia

216

Page 126: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Moyles, J. (2005). The excellence of play. New York: Open Press University

NAEYC. (2008). History of NAEYC. Online at www.naeyc.org /about/history.asp.

Ng, J. (2009). Exploring learning experience during an early childhood curriculumchange in Singapore.http://www.aare.edu.au /10pap/ 2424Ng.pdf. (20 Mac 2014).

Riley, J. (ed.) (2003). Learning in the early years. London: Paul Chapman.

Rohani Abdullah, Nani Menon & Mohd. Sharani Ahmad (2007). Panduan Kurikulum Prasekolah. PTS Professional Publishing Sdn. Bhd:Selangor.

Zakiah,M.A.,Azlina,M.K.,& Yeo,K.J.(2011). Persepsi dan amalan guru novis terhadap penggunaan pendekatan belajar sambil bermain. Kertas kerja yang dibentangkandalam The International Conference on Early Childhood and Special Education(ICECSE) 2011, 10-12 Jun.

215

Jabatan Pengurusan Institusi Pengajian Tinggi (2006). Modul Pembangunan

Kemahiran Insaniah (Soft Skills) Unutk Institusi Pengajian Tinggi Malaysia. Putrajaya: Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia.

Kamus Dewan (2012), Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kementerian Kesihatan Malaysia (2006), Noncommunicable Disease Section- Disease Control Divison, Kuala Lumpur.

Kementerian Pelajaran Malaysia ( 2001 ), Falsafah Pendidikan Kebangsaan, Matlamat dan Misi, Pusat Pembangunan Kurikulum, Kementerian Pelajaran Malaysia.

Kementerian Pelajaran Malaysia ( 2001 ), Falsafah Pendidikan Kebangsaan, Matlamat dan Misi, Pusat Pembangunan Kurikulum, Kementerian Pelajaran Malaysia.

Kementerian Pelajaran Malaysia. 2001. Falsafah Pendidikan Kebangsaan, Matlamat dan Visi,Kementerian Pendidikan Malaysia.Kuala Lumpur: Kementerian Pelajaran Malaysia, Pusat Perkembangan Kurikulum.

Kementerian Pelajaran Malaysia. 20013. Standard Kecergasan Fizikal Kebangsaan (SEGAK), Sekolah Rendah Dan Menengah. Kuala Lumpur : Kementerian Pelajaran Malaysia, Pusat Perkembangan Kurikulum.

Khailani Abdul Jalil & Ishak Ali Shah (1993) Pendidikan Islam Era 2020 Tasawur Dan Strategi, Selangor : Percetakan Bintang Jaya.

Kamarul Azmi Jasmi dan Ab. Halim Tamuri. (2007). Pendidikan Islam Kaedah Pengajaran & Pembelajaran. Universiti Teknologi Malaysia : Johor.

Muhamad Mahyudin Nafis (2007). Yakin Diri 9 Jalan Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual. Penerbit: Selangor, PTS Millenia Sdn. Bhd.

Mayer, J. D. 2001. Emotional Intelligence and Giftedness. Roeper Review. 23(3): 131-137.

Mayer, J. D., and Salovey, P. (1997). What is emotional of emotional intelligence. Intelligence, 17, (4), 433-442.

Mohd Fathi bin Adnan, Rohana Hamzah, Aminudin bin Udin (2010). Implikasi Falsafah Pendidikan Kebangsaan dalam Pendidikan Teknik dan Vokasional di Malaysia. Retrieved 2012, Februari 28: http://eprints.utm.my/14917/

Mawer, M. (1995). The effective teaching of physical education. London: Longman.

118

Page 127: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Mohd Fauzi Hamat, Joni Tamkin Borhan dan Ab. Aziz Mohd Zin (2007),

Pengajian Islam di Institut Pengajian Tinggi Awam Malaysia, Kuala Lumpur : Penerbit Universiti Malaya.

Muhammad Abi Sofian Abdul Halim (2011) Program Perhubungan Masyarakat. Rencana dipetik dari Dewan Siswa November 2011 telah dimuat turun dari laman web http://dwnsiswa.dbp.my/wordpress/?p=62

Mook, Soon Sang (2008). Bimbingan & Latihan Persediaan MedSI & Temuduga : Penerbitan Multimedia-Es Resources Sdn. Bhd.

Mohd.Azani Ghazali. (1999). Perkara Asas Fardhu’Ain (PAFA) & Ayat-ayat Hafazan. Pustaka Syuhada : Kuala Lumpur.

Newman J.H (1976). The Idea of University. Oxford University Press, London.

Noriati A. Rashid, Lee Keok Cheong, Zulkufli Mahayudin & Zakiah Noordin (2012), Falsafah & Pendidikan di Malaysia, Shah Alam: Oxford Fajar.

Noriati A. Rashid..[et al.], 2010, Siri Pendidikan Guru : Guru Dan Cabaran Semasa, Selangor : Oxford Fajar Sdn. Bhd

Nik Aziz Nik Pa, Rahimi Md. Saad & Ahmad Zabidi Abd. Razak (2007), Isu-Isu Kritikal Dalam Pendidikan Islam & Pendidikan Bahasa Arab Berteraskan Pendekatan Islam Hadhari, Selangor: Hazrah Enterprise.

Norasudin Sulaiman, Hosni Hasan, Nagoor Meera Abdullah dan Norazhan Che Lan, 2013. Finess Test For Student, Shah Alam : University Technology MARA, Faculty of Sports Science and Fecreation.

Nitko, A.J. (2004) “Educational Assessment of Students.” Upper Saddle River, NJ: Merrill Pusat Perkembangan Kurikulum (1991). Panduan Penilaian Berasaskan Sekolah (PKBS). Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan Malaysia.

Pusat Perkembangan Kurikulum (1993). Laporan Kajian Pelaksanaan Penilaian Kemajuan Berasaskan Sekolah Di Sekolah Rendah. Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan Malaysia.

Pusat Perkembangan Kurikulum, (2001). Falsafah Pendidikan Kebangsaan, Matlamat dan Misi. Kementerian Pendidikan Malaysia.

Pettifor, B. (1999) Physical education methods for classroom teachers, Physical education for children; Study and teaching (Elementary). (p.p. 343 ). United States Physical.

119

Bruce, T (1991). Time to play in early childhood education. London: Hodder

& Stoughton.

Carol Gestwicki. (1999) Developmentally Appropriate Practice,Curiulum And Development In Early Education. USA: Delmar Publisher.

Drake, J. (2001). Planning children’s play and learning in the foundation stage. London: David Fulton.

Duncan, J. & Lockwood, M. (2008). Learning through play: A work based approach for the early years professional. London: Continuum International Publishing Group.

Fauziah Md.Jaafar. (2008). Kepentingan Aktiviti Bermain Di Dalam Pendidikan Prasekolah. Bidang Pendidikan, Kolej Sastera dan Sains.

Froebel, F. (1889). The education of man. New York: E. Appleton.

Hall, N. & Abbott, L. (1991). Play in the primary curriculum. London: Hodder & Stoughton.

Hayer, Palmer & Zaslow (2009).Children Play and Development. Allyn & Bacon Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo and Singapore.

Hughes, F .P(1995). Children, play and development. Boston: Allyn And Bacon

Kementerian Pendidikan Malaysia. 2003.Huraian Kurikulum Prasekolah Kebangsaan. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kementerian pelajaran Malaysia 2010, huraian Kurikulum Standart Prasekolah Kebangsaan. Putrajaya: bahagian pembangunan kurikulum.

Maria Montessori (1912). The Montessori Method,( translated by Anne Everett George), New York: Frederick A.Strokes company.

Mariani Md Nor (2009). Kepentingan bermain dalam pendidikan prasekolah. http://www.scribd.com/doc/4007899/Kepentingan-Bermain-Dalam-Pendidikan-Prasekolah.

Miller, E. & Almon, J. (2009). Crisis in kindergarten:Why children need to play in school.USA: Alliance for Childhood.

Morrison, G. S. (1995). Early childhood education today. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Moyles, J. R. (1989). Just Playing? The role and status of play in early childhood education. Milton Keynes.Philadelphia: Open University Press.

214

Page 128: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

RUMUSAN

Keseluruhan dapatan kajian pelaksanaan belajar melalui bermain adalah memuaskan di mana majoriti guru sedar bahawa main sememangnya memainkan peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan kanak-kanak.

Guru juga merupakan individu yang bertanggungjawap terhadap kehidupan belajar kanak-kanak. Di sini, peranan guru amat penting untuk menyediakan persekitaran yang penuh kasih sayang dan merangsang minda serta fizikal kanak-kanak. Oleh itu, guru haruslah menggunakan kemahiran yang boleh membantu kanak-kanak untuk melaksanakan tanggungjawab kita dengan lebih baik.

Kurikulum Standard Prasekolah Kebangsaan menjadi panduan kepada prasekolah kerajaan, tadika swasta, tabika perpaduan, tadika anjuran jabatan agama islam serta tabika anjuran jabatan KEMAS. Pendekatan belajar melalui bermain menampilkan satu persamaan dimana ia mementingkan penglibatan ativiti yang menyeronokkan. Pelaksanaan pendekatan ini di tadika jelas menunjukkan keseriusan aktiviti bermain digunakan oleh guru walaupun menghadapi beberapan cabaran seperti masa yang amat terhad.

RUJUKAN

Abu Bakar Nordin & Rohaty Mohd Majzub (1989). Pendidikan prasekolah. Petaling Jaya: Fajar Bakti.

Aliza Ali & Sharifah Nor Puteh. (2011). Pendekatan Bermain Dalam Pengajaran Bahasa Dan Literasi Bagi Pendidikan Prasekolah. Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu.Vol 2,Bil 2. Nov 2011, 1-15.

Asmah Morni (2001). Play in Brunei preschool classrooms: In journal of Applied Research in Education, 2002, Vol.2, No.4, 203-213.

Azizah Lebai Nordin (2005). Pendekatan Pengajaran Prasekolah Belajar Sambil Bermain.Bengkel Kurikulum Pendidikan Prasekolah Anjuran Kementerian Pendidikan Malaysia.

Broadhead, P. (2004). Early years play and learning: Developing social skills and cooperation. London: Routledge Falmer.

Brock, A., Sylvia, D., Jarvis, P., & Olusoga, Y. (2009). Perspectives on play: Leaning for life. England: Pearson Education Limited.

213

Richey, R.C., Klien, J.D., & Nelson, W.A. (2007). Developmental Research :

Studies of Instructional Design And Development. Dlm. Johassen. D, H. (Ed.) Handbook of Research on Educational Communications and Technology (2nd ed.). London : Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Robert, J. Mc Dermoott and Sarrela, P.L., (1996), Health Education Evaluation and Measurement : A Practitioner’s Perspective. 2nd Edition, New Jersey : Prentice Hall Englewood.

Roid, G.H., and Haladyna, T,M., (1982), A Technology for Test-Item Writing. New York : Harcourt Brace Jovonavich Publishers.

Strayer (1987), Roberts & Strayer (1996), Eisenberg, Fabes, & Losoya (1997), Saarni, Sufean Hussin (2004). Pendidikan di Malaysia Sejarah, Sistem dan Falsafah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sistem Pentaksiran dan Penilaian Kebangsaan (2008). Kementerian Pelajaran Malaysia. Kuala Lumpur: Bahagian Pembangunan Kurikulum .

Seminar Pembangunan Modal Insan (2009), Kecemerlangan Modal Insan. Pada: 23-24 Mac 2009 irep.iium.edu.my/.../Proceding-Pelaburan-Negara. Syafiq (2009). Intelektual. ri http://eigenzone.blogspot.com/2009/12/intelektual.html pada 31 Oktober 2012.

Teuku Iskandar (1984). Kamus Dewan. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

Wee, E. H. (1997). Kecergasan : Satu Panduan Hidup Sihat. Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti. Sdn. Bhd.

Wee, E. H. (2011). Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesihatan. Selangor: Karisma Publications Sdn. Bhd.

120

Page 129: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PERANANMOTIVASI DAN BELAJAR MANDIRI (SELF-LEARNING) DALAM MENINGKATKANKEMAMPUAN MEMBACA

BAHASA INGGRIS

Hadriana

PENGENALAN

Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang karenamelalui bahasa seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi adalah memahami dan menyampaikan informasi, fikiran, perasaan; serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dapat juga dimaknai sebagai kemampuan berwacana, yaitu kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat kemahiran bahasa, yaitu mendengar, bertutur, membaca dan menulis. Menurut Raminah Haji Sabran (1993)dalam berkomunikasi seseorang menyampaikan perasaan, kehendak, pendapat, pengalaman, buah fikiran, pengetahuan, mendapatkan informasi, menambahkan ilmu pengetahuan, memahami orang lain dan sebagainya baik secara lisan ataupun tulisan.

Bahasa memiliki peranan penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional seorang. Bahasa juga merupakan faktor penentu dalam mempelajari pengetahuan. Agar pelajar mampu bersaing di era globalisasi dan masyarakat yang selalu berubah ini, Bahasa Inggeris merupakan salah satu mata pelajaran bahasa yang wajib bagisiswa sekolah menengahsampai mahasiswa di tingkat universitas di Indonesia. Hal ini disebapkan karena Bahasa Inggris telah menjadi bahasa global yang penting dalam semua bidang, khususnya dalam memahami teknologi baru dan dalam berkompetisi merebut lapangan kerja.

Tujuan pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggeris pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) di Indonesia ada dua, yaitu kemahiran berkomunikasi dan kemahiran untuk memahami teks (Departemen Pendidikan Nasional Indonesia 2006). Selain kedua aspek tersebut, sasaran pembelajaran Bahasa Inggeris juga tertumpu kepada tercapainyapassing grade dalam ujian akhir nasional. Ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah digariskan tersebut akan terlihat melalui empat kemahiran Bahasa Inggeris: mendengar, bercakap, membaca dan menulis siswa. Diantara empat kemahiran bahasa ini yang bersepadu dalam kurikulum Bahasa Inggeris, kemahiran membaca cenderung menjadi keutamaan.

121

8. Belajar Melalui Bermain Meningkatkan Perkembangan Bahasa Kanak-

kanak

Menurut Vygotsky (1967),” bermain membantu perkembangan bahasa menstruktur otak melalui penggunaan symbol-simbol dan alat-alat yang sesuai. Aktiviti belajar melalui bermain dapat merangsang perkembangan bahasa kanak-kanak. Kanak-kanak banyak melakukan tugasan di dalam kumpulan dan memerlukan mereka untuk berinteraksi sesama mereka.

IMPLIKASI

1. Implikasi Kepada Guru

Majoriti guru-guru tadika sedar bahawa belajar melalui bermain mempunyai banyak kebaikan kepada perkembangan diri kanak-kanak, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menyebabkan mereka kurang mengaplikasikan kaedah ini di dalam bilik darjah. Guru haruslah sentiasa peka dengan keperluan mata pelajaran disamping bijak menyelitkan aktiviti bermain untuk menarik minat kanak-kanak agar pengajaran menjadi lebih bermakna kepada kanak-kanak. Penggunaan bahan dan alatan haruslah ditambah dan dipelbagai agar kemahiran kanak-kanak dapat dibangunkan dan dikembangkan.

2. Cadangan Penambahbaikan

Cadangan kepada Guru Tadika dengan mengikuti latihan tentang belajar melalui bermain. Guru perlu lebih aktif dan kreatif serta perlu melibatkan diri bersama-sama dengan kanak-kanak.

3. Cadangan Kepada Pihak Pentadbir

Menyediakan persekitaran yang selamat, menarik dan sesuai.Menyediakan kurikulum yang tersusun dan seimbang. Pihak pentadbir tadika juga harus memastikan guru mempunyai kelayakan dalam bidang pendidikan awal kanak-kanak.Pihak kerajaan haruslah menyebarkan maklumat tentang pendekatan belajar melalui bermain.Pihak pentadbir perlu menyediakan peruntukan khas dan tidak harus mementingkan keuntungan semata-mata.

212

Page 130: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

untuk menulis dan mewarna bagi aspek motor halus mereka.Aktiviti-aktiviti ini akan membuatkan kanak-kanak berasa gembira dan seronok.

5. Belajar Melalui Bermain Dapat Meningkatkan Perkembangan Sosial Kanak-kanak

Rubin dan Clark (1983) menyatakan bahawa kanak-kanak yang terlibat dengan peraturan dan bersosial semasa bermain cenderung untuk menjadi orang yang paling popular dalam kumpulannya. Connolly dan Doyle (1984) pulamendapati kanak-kanak yang biasa melibatkan diri dalam main sosial membentuk fantasi mempunyai kecekapan sosial yang lebih tinggi.

Mereka juga melakukan perbincangan, berkerjasama dan bersepakat dalam melakukan tugasan yang diberi oleh guru, di sini, hubungan silaturahim sesama rakan sebaya dapat dieratkan dan kanak-kanak dapat belajar menghormati hak orang lain. Selain itu, kanak-kanak juga dapat belajar untuk bertolak ansur melalui perkongsian bahan mainan.

6. Belajar Melalui Bermain Dapat Memupuk Perkembangan Emosi Positif

Ibu bapa digalakkan untuk membenarkan anak-anak mereka bermain. Ini kerana, bermain amat penting kerana ia berupaya merehatkan fizikal dan minda daripada keletihan yang dialami di sekolah. Al-Ghazali (1988). Hal ini menyebabkan kanak-kanak berasa terkongkong dan bosan dengan aktiviti harian yang sama, akhirnya motivasi untuk belajar akan berkurangan dan kencenderungan untuk menuntut ilmu akan terabai.

7. Belajar Melalui Bermain Dapat Meningkatkan Kognitif Kanak-kanak

Roskos dan Christie (2007) serta Sawyer dan Dezutter (2007) menyatakan bahawa bermain penting untuk perkembangan kogntitif kanak-kanak.Aktiviti bermain juga membekalkan pengalaman kepada kanak-kanak contohnya, sewaktu melakukan aktiviti bermain, kanak-kanak akan melalui sendiri aktiviti tersebut contohnya simulasi lampu isyarat, dengan ini, kanak-kanak dapat berfikiran dengan luas di mana apa yang perlu dilakukan sekiranya berhadapan dengan lampu isyarat dan apakah tindakan yang boleh mereka lakukan.

Selain itu, aktiviti bermain juga mengalakkan kanak-kanak untuk menyuarakan pendapat dan idea mereka.

211

Memiliki kemahiran membaca mempunyai peranan yang sangat penting bagi orang-orang yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi ataupun bagi orang-orang yang ingin berjaya dimasa depan (Tuan 2011). Hal ini disebabkan karena membaca adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan penguasaan Bahasa Inggeris. Melalui membaca, siswa dapat memahami dan menggunakan informasi yang terkini.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang guru Bahasa Inggeris beberapa buah SMA di Pekanbaru pada bulan September 2012 didapati bahwa kemampuan membaca Bahasa Inggeris siswa SMA di Pekanbaru masih belum memuaskan. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan, rendahnya kemampuan membaca siswa adalah karena mereka tidak mampu memahami teks dengan baik sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan teks tersebut. Pendapat ini selari dengan temuan Rina Febritasari (2010) dan Sinur Vera Afriana (2012). Minimnya perbendaharaan kata yang dimiliki juga merupakan penyebap rendahnya kemampuan membaca Bahasa Inggris siswa. Selain itu, siswa juga kurang memiliki strategi dalam membaca. Hal ini disebabkan karena siswa kurang diberikan latihan yang cukup dan terencana untuk memiliki strategi yang baik dalam membaca. Sehingga ketika mereka diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan teks yang mereka baca, seperti: mencari idea pokok, menentukan makna kata dan mencari informasi tertentu pada teks, para siswa melakukannya dengan lamban dan kebingungan (Sinur Vera Afriana 2012).

Faktor kurangnyamotivasi membaca juga merupakan salah satu faktor yang menyumbang kepada wujudnya masalah membaca dalam kalangan siswaPendapat ini selari dengan temuan Susilowati (2012) yang menemukan penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa adalah karena kurang minat dan motivasi untuk membaca.Sebahagian besar siswa mengatakan bahawa mereka membaca hanya karena mereka harus membaca bukan kerana mereka senang membaca.Faktor lain yang menyebabkan rendahnya pemahaman membaca siswa adalah faktor kuantitas membaca yang dimilikinya.Semakin banyak ia membaca, akan semakin baik kemampuan membaca yang dimilikinya (Indra Rahmana Putra. 2012).

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa kemampuan membaca siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: (1) faktor-faktor yang berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman, dan tingkat kecerdasan atau kemampuan berfikir siswa; (2) faktor yang berkaitan dengan situasi emosi, motivasi dan sikap; (3) faktor yang berkaitan dengan

122

Page 131: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

tingkat kesukaran teks (4) faktor yang berkaitan dengan tingkat kemampuan siswa dalam penguasaan perbendaharaan kata dan struktur bahasa.

Untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Inggris, guru perlu kreatif dalam mewujudkan situasi belajar yang menyenangkan dan berpusatkan siswa.Hassan (2003) turut menegaskan guru-guru hendaklah menggunakanmetode pengajaran yang berbagai dalam membantu meningkatkan kemampuan siswa agar mencapai prestasi yang dikehendaki. Oleh karena itu guru perlu mengaplikasikan strategi-strategi mengajar yang bervariasi untuk menimbulkan minat dan motivasi membaca siswa. Dengan demikian diharapkan siswa tidak lagi menjadikan kegiatan membaca sebagai suatu yang membosankan.

Kemampuan Membaca, Motivasi dan Belajar Mandiri

Kemampuan Membaca

Membaca merupakan proses berpikir atau bernalar (proses aktif dan bertujuan) yang dilakukan melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan yang dilakukan oleh pembaca. Proses membaca hendaknya dilakukan untuk memperoleh dan memahami pesan yang disampaikan oleh penulis.

Kajian tentang bagaimana memahami proses membaca sudah dilakukan semenjak puluhan tahun yang lalu. Nuttal (1982) mengatakan bahwa membaca melibatkan tiga jenis pembelajaran: kognitif, afektif dan psikomotor. Pembelajaran kognitif yang adalah tentang bagaimana seseorang memahami teks. Pembelajaran afektif adalah tentang sikap siswa terhadap membaca dan pembelajaran psikomotor merupakan proses fizikal berkaitan dengan aktivitas membaca. Diantara ketiganya, pembelajaran kognitif merupakan hal yang paling dominan untuk menentukan makna sebagai bentuk kefahaman terhadap sebuah teks.

Menurut Nunan (2003) proses membaca untuk mendapatkan kefahaman itu ada tiga bahagian, iaitu: Bottom-up models, Top-down models dan Interactive model. Bottom-up model biasanya terdiri pada proses membaca tahap rendah. Siswa memulai kefahaman membaca pada asas-asas huruf, pemaknaanbunyi, morfem, diikuti dengan pengenalan terhadap strukturkalimat dan teks yang lebih panjang untuk mendapatkan makna dalam rangka mencapai kefahaman.

Model Top-down bermula dengan idebahwa kefahaman ada dalam diri sipembaca. Pembaca menggunakan pengetahuan yang sudah

123

mengenali persekitaran sosial dan fizikalnya. Selain itu, aktiviti bermain juga memberi peluang kepada kanak-kanak untuk menguasai kemahiran baru serta memperkembangkan konsep dan pengalaman mereka.

Kenyataan yang dikemukakan oleh Almy dengan pandangan Rubin et. al. (1983) dalam membincangkan ciri-ciri bermain, menyebut, “pertama, bermain adalah motivasi dalaman. Lenyap dengan sendiri dan berlaku bagi mendapatkan kepuasan semasa melakukannya. Kedua, ciri-ciri yang berkaitan dengan main perlu ada kebebasan memilih oleh peserta” (Fergus, 1995). Dengan kata lain, ciri-ciri bermain seterusnya adalah:

a) Menyeronokan b) Memilih secara bebas c) Tidak bersifat literal d) Digerakkan oleh motivasi intrinsik dan ekstrinsik e) Penglibatan secara aktif daripada sudut mental dan fizikal

4. Belajar Melalui Bermain Dapat Meningkatkan Kemahiran Fizikal

Kanak-kanak

Kanak-kanak pada peringkat prasekolah memerlukan aktiviti yang menguatkan otot mereka. Aspek perkembangan fizikal adalah amat penting di prasekolah kerana tanpa perkembangan fizikal yang mantap kanak-kanak akan menghadapi masalah dalam melakukan aktiviti seperti memegang pensel atau berus untuk menulis atau melukis, penglibatan dalam aktiviti sukan, aktiviti memainkan peralatan muzik serta pengendalian peralatan(Kurikulum Standard Prasekolah Kebangsaan. Sutterby & Frost (2006) menyatakan bahawa antara perkembangan positif yang diperoleh daripada aktiviti bermain adalah berkaitan dengan kesihatan dan perkembangan fizikal kanak-kanak.

Belajar melalui bermain menyediakan pelbagai aktiviti yang melibatkan pergerakan di mana pergerakan-pergerakan ini dapat meningkatkan kemahiran fizikal kanak-kanak. Aktiviti main ini dapat membantu perkembangan motor kasar serta melancarkan pergerakan otot serta saraf kanak-kanak.

Melalui pemerhatian pengkaji, aktiviti menyusun gambar dan perkataan, aktiviti membentuk tanah liat di tadika yang dikaji menunjukkan bahawa, aspek motor halus di tadika amat penting dan memainkan peranan utama, tidak lupa juga sewaktu menjalankan aktiviti ini, koordinasi mata tangan kanak-kanak juga akan berkembang. Cara ini dilihat sangat sesuai dipraktikan di tadika kerana lebih menarik dan dapat menghilangkan kebosanan kanak-kanak berbanding tadika yang hanya meminta murid

210

Page 132: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

KESIMPULAN

1. Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran

Berdasarkan dapatan kajian, kesemua guru menyatakan bahawa mereka menggunakan kurikulum standard prasekolah kebangsaan di tadika mereka. Pendekatan pengajaran dan pembelajaran merupakan standard kedua yang dikemukakan oleh Kurikulum Standard prasekolah kebangsaan iaitu, guru prasekolah perlu menggunakan pendekatan yang bersesuaian dengan tahap perkembangan kanak-kanak(developmentallyappropriate) supaya pembelajaran berkesan dan membawa makna kepada murid.

Pendekatan yang disarankan adalah pembelajaran berpusatkan murid, inkuiri penemuan, belajar melalui bermain, pendekatan bersepadu, pendekatan bertema, pembelajaran berasaskan projek, pembelajaran masteri(terutamanya dalam penguasaan bahasa dan kemahiran), pembelajaran konseptual(menggunakan pengalaman murid, alam persekitaran murid) dan pembelajaran berdasarkan kepelbagaian kecerdasan(multipleintelligence).

2. Guru Menjalankan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Belajar Melalui Main

Dapatan kajian mendapati bahawa kesemua guru telah faham akan pendekatan belajar melalui bermain dan boleh melaksanakan di dalam kelas sekiranya diperlukan. Rafie Mahat (2001) berkesanan kualiti dalam pendidikan prasekolah bergantung kepada pelaksanaannya.Guru juga seringkali mengendalikan aktiviti bermain melalui kaedah aktiviti kelas, aktiviti kumpulan dan aktiviti individu. Kaedah ditentukan oleh guru bedasarkan apa yang ingin dicapai, tahap pencapaian murid dan tugas. Ini kerana guru akan bertindak sebagai pembimbing.

Bahan dan peralatan adalah penting dalam program pendidikan awal kanak-kanak. Alat-alat pengajaran akan membantu perkembangan kanak-kanak sama ada dalam aspek fizikal, mental, sosial, emosi dan kerohanian. Bahan maujud, kad gambar, kad nombor, ‘puzzle’, blok dan objek semula jadi.

3. Kaedah Belajar Melalui Bermain Dapat Meningkatkan Perkembangan Diri dan Pencapaian Murid di Tadika

Secara amnya masyarakat sudah mengetahui bahawa bermain adalah penting bagi kanak-kanak. Melalui aktviti bermain, kanak-kanak dapat

209

dimilikinya, membuat prediksi, lalu mencari informasi dalam teks untuk mengesahkan atau menolak prediksi yang sudah dibuat. Oleh karena itu, makna dalam teks dapat difahami pembaca walaupun tidak semua kata-kata dalam teks itu diketahui artinya.Interactive model merupakan model yang dianggap memberipenjelasan paling komprehensif tentang proses membaca. Model ini mengkombinasikan bottom-up dan top-down dengan asumsi bahawa corak pemahaman disintesis berdasarkan informasi yang diberikan secara serentak pada beberapa sumber pengetahuan (Stavonich 1980). Murtagh (1989) menekankan bahawa pembaca bahasa kedua yang terbaik adalah orang-orang yang cekap dan boleh mengintegrasikan Bottom-up dan Top-down model.

Menurt Supyan Husin (2012), umumnya pembaca pemula memerlukan pendekatan bottom-up model untuk membaca dan memahami, manakala pembaca yang baik akan mengambil pendekatan top-down model, sedangkan pembaca mahir akan menggunakan pendekatan membaca interaktif dalam aktivitasmemcaca. Pendekatan model interaktif dalam membaca mencakup kedua-dua aspek membaca intensif dan membaca ekstensif. Guru perlu menyediakan teks yang lebih singkat untuk mengajar kemahiran dan strategi membaca tertentu dengan jelas. Guru juga perlu menggalakkan siswa untuk membaca teks yang lebih panjang dan banyak tetapi didak dimaksudkan untuk menguji kemahiran mereka.

Berbicara tentang definisi membaca, para pakar masih bersilang pendapat dalam memberikan definisi membaca yang benar-benar tepat. Meskipun demikian menurutnya ada satu yang disepakati oleh seluruh pakar tentang membaca, dimana unsur yang mesti ada dalam setiap aktivitas membaca adalah pemahaman (comprehension). Sesuai dengan pendapat Nunan (2003) tujuan membaca adalah kefahaman. Aktivitas membaca yang tidak disertai dengan pemahaman bukanlah aktivitas membaca. Hal ini selari dengan pendapat Zamri Mahamod et.al (2010) bahwa ketika membaca seseorang itu perlu memahami apa isi yang ingin disampaikan oleh sipenulis barulah apa yang dimaksudkan dengan membaca itu memberi kesan.

Nunan (2003) juga memberikan pendapatnya tentang membaca dan bagaimana kefahaman terhadap bacaan dapat diperoleh. Menurut Nunan, membaca adalah sebuah proses yang dilakukan pembaca dalam menggabungkan informasi yang berasal teks dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya untuk mendapatkan makna. Nunan menggunakan istilah strategic reading untuk menggambarkan kemampuan pembaca dalam menggunakan berbagai strategi untuk mencapai pemahaman. Pembaca yang baik tahu apa yang mesti ia lakukan bila

124

Page 133: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengalami kesukaran dalam mencapai kefahaman itu. Selain itu, Nunan juga menggunakan istilah fluent reading untuk menggambarkan kelajuan membaca yang sesuai bagi seseorang untuk mendapatkan kefahaman yang memadai ataupun mencukupi. Sehingga aktivitas membaca merupakan gabungan antara bacaan teks, pembaca, kelancaran dan strategi.

Menurut Radha, Noraini dan Pramela (2008), kemahiran membaca merupakan aktivitas persendirian yang lazimnya berlaku di dalam fikiran seseorang. Membaca juga ialah suatu proses kognitif yang penting untuk menentukan proses keberkesanan membaca.Membaca adalah juga suatu aktivas yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas mendengar, bertutur dan menulis. Ketika membaca, seseorang akan dikatakan faham apabila ia memahami apa yang dibacanya. Selain itu, dia dapat menyampaikan hasil kefahamannya itu secara lisan atau tertulis kepada orang lain.

Kemahiran membaca merupakan kemahiran yang penting disampingkemahiran menulis dan bertutur. Santangelo dan Olighouse (2009) mengatakan bahawa bersama-sama dengan kemahiran membaca, kemahiran menulis adalah peramal kejayaan akademik dan merupakan persyaratan utama untuk dapat ambil bahagian dalam kehidupan dimasyarakat dan dalam ekonomi global. Harmer (2009) pula mengatakan kemahiran membaca Bahasa Inggeris sangat berkaitan erat dengan proses pemerolehan Bahasa Inggeris sebagai bahasa asing. Dengan memiliki kemampuam membaca yang baik, siswa akan dapat berhasil tidak hanya pada mata pelajaran membaca, tetapi juga pada semua bidang ilmu.

Kemahiran membaca memang harus dibina dan dimiliki oleh semua siswa. Supyan Husin (2011) mengatakan, siswa yang dikategorikan sebagai pembaca yang baik akan mampu mencari dan menemukan ide-ide teks yang dibacanya dan pembaca yang lemah menggunakan mata mereka pada setiap perkataan dalam teks-teks dan bergantung kepada setiap huruf dan perkataan untuk memahami keseluruhan perenggan. Supyan Husin (2012) berpendapat bahawa pemahaman membaca akan menjadi lebih mudah bila seseorang mengetahui tentang simbol grapho-phonic sesuatu bahasa, yang merupakan prasyarat dalam membaca.

Aktivitas pendidikan dan pembelajaran sebenarnya merupakan suatu proses, yaitu proses mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan tersebut, diperlukan suatu alat atau aktivitas yang disebut penilaian. Nuttal (1982) menafsirkan membaca adalah hasil pada interaksi antara persepsi simbol grafik yang mewakili bahasa dan kemahiran bahasa pembaca, kemahiran kognitif, dan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam proses ini, pembaca cuba untuk mewujudkan makna

125

sesuatu. Nilai positif ini jika disemai sejak kecil dalam diri kanak-kanak, tidak mustahil untuk kanak-kanak ini berjaya apabila dewasa kelak.

3. Belajar Melalui Bermain Mengalakkan Kanak-kanak Untuk Berkomunikasi

Belajar melalui bermain juga dapat memberi kesan kepada perkembangan bahasa kanak-kanak. Kemahiran bahasa menjadi fokus utama dalam program pendidikan awal kanak-kanak di mana konsep 4M mengandungi 3M untuk aspek bahasa iaitu kemahiran mendengar, kemahiran membaca, dan kemahiran menulis.

Melalui aktiviti bermain dalam kumpulan, ahli kumpulan boleh menegur rakan mereka yang membuat kesalahan tutur kata. Secara tidak langsung mereka boleh memperbaiki kesilapan bahasa mereka. Aktiviti sosialisasi ini dapat memperbaiki tahap penguasaan bahasa kanak-kanak.

4. Belajar Melalui Bermain Dapat Melatih Kanak-kanak Untuk Menggunakan Anggota Badan Dengan Betul

Belajar melalui bermain dapat memberi kesedaran kepada kanak-kanak untuk menggunakan anggota badan mereka dengan betul iaitu melalui pergerakan aktif. Aktiviti bermain yang menggunakan otot kecil seperti menggunakan tanah liat, menyusun perkataan dan gambar dapat meningkatkan motor halus kanak-kanak manakala aktiviti bermain yang melibatkan pergerakan otot besar seperti aktiviti membaling dadu,pergerakan kaki dan badan bagi menjadi kenderaan dapat meningkatkan motor kasar kanak-kanak.

Kesimpulannya, berdasarkan dari keputusan dapatan kajian yang telah dibuat kebanyakkan responden mengatakan bahawa semua tadika menggunakan pendekatan belajar melalui bermain. Mereka mengatakan bahawa mereka memahami konsep belajar melalui bermain dan menyedari pelaksaan belajar melalui bermain adalah sangat perlu dalam pengajaran dan pembelajaran di sekolah.

Dapatan kajian juga mendapati bahawa aktiviti bermain di peringkat awal kanak-kanak sememangnya banyak memberi kesan yang positif kepada kanak-kanak seperti dari aspek perkembangan fizikal, mental, emosi, sosial dan bahasa kanak-kanak.

208

Page 134: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

kanak-kanak serta guru sendiri, kekerapan aktiviti belajar melalui bermain di dalam kelas adalah berbeza antara tadika yang dikaji.

Hasil temubual dengan guru di tabika kemas pula mendapati bahawa aktiviti belajar sambil bermain sememangnya dilaksanakan di tadika KEMAS, akan tetapi aktiviti ini dilaksanakan pada awal tahun sahaja dan pada akhir tahun, penekanan lebih diberikan kepada penguasaan 4 M iaitu membaca, menulis, mengira dan menaakul.

Keberkesanan Belajar Melalui Bermain

1. Belajar Melalui Bermain Menyebabkan Kanak-Kanak Berasa Gembira Untuk Belajar

Hasil dapatan kajian mendapati apabila guru mengaplikasikan pendekatan belajar melalui bermain di dalam kelas, kanak-kanak akan berasa gembira,seronok dan terhibur. Pemerhatian pengkaji mendapati apabila guru meminta kanak-kanak melakukan sesuatu aktiviti, kanak-kanak segera mengangkat tangan dan tidak sabar untuk belajar melalui bermain. Kanak-kanak juga lebih terbuka untuk menyuarakan pendapat apabila guru meminta pendapat kerana mereka telah melalui aktiviti tersebut.

2. Belajar Melalui Bermain Menerapkan Nilai Murni Dalam Diri Kanak-Kanak

Belajar melalui bermain bukan sahaja memberikan ilmu akademik semata-mata bahkan turut menerapkan nilai murni dalam diri kanak-kanak. Aktiviti bermain yang telah dirancang oleh guru sering memerlukan kanak-kanak untuk bekerja di dalam kumpulan. Di sini, kanak-kanak dapat belajar membuat sesuatu dengan bantuan rakan. Akhirnya kanak-kanak boleh bekerjasama dengan semua ahli dan juga ahli kumpulan lain.

Pemerhatian pengkaji mendapati terdapat guru yang meminta kanak-kanak bekerja dalam kumpulan, meminta mereka melantik seorang ketua, mengagihkan kawasan dan ruang untuk setiap kumpulan, membuat pengundian dan meminta kanak-kanak menyusun kepingan gambar bersama-sama rakan dan menegah kanak-kanak melakukannya sendiri. Kemudahan bahan dan peralatan yang terhad memerlukan kanak-kanak untuk bertolak ansur sesama mereka.

Kanak-kanak juga lebih berani untuk mencuba dan meneroka alam di sekeliling mereka dan lebih berdikari dan berdisiplin dalam membuat

207

yang dimaksudkan oleh penulis. Menurut Nuttal, ada lima klasifikasi soal yang dapat digunakan untuk menguji kefahaman membaca yaitu: (1) Soal tentang kefahaman literal; (2) Soal yang melibatkan penyusunan atau pentafsiran kembali; (3) Soalinferens atau membuat kesimpulan, (4) Soal penilaian; dan (5) Soal tentang respon pribadi.

Sedangkan Hughes (2002) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dapat digunakan untuk menilai kefahaman membaca siswa adalah: (1) Mencari idea utama (Finding the main idea); (2) Mencari informasifactual (Finding factual information); (3) Mencari makna kata berdasarkan konteks (Finding meaning of vocabulary based on context); (4) Rujukan (Reference); dan (5) Inferen.

Pardiono (2005) menambahkan dua jenis petanyaan lagi selain yang di kemukakan Hughes, yaitu bentuk pertanyaan benar-salah (true-false) dan bentuk pertanyaan yang menanyakan pengecualian (exception). Pada pertanyaan yang berbentuk true-false, siswa diberikan sebuah kalimat lalu diminta untuk menjawap apakah kalimat tersebut benar atau salah menurut teks yang diberikan. Pada pertanyaan exception, kepada siswa diberikan beberapa kalimat, lalu siswa diminta untuk menentukan mana diantara kalimat tersebut yang tidak betul menurut teks yang dibaca.

Motivasi

Para ahli psikologi mendefenisikan motivasi sebagai proses dalam diri seseorang yang mengaktifkan, membimbing dan mengekalkan perilaku dalam tempo masa tertentu. Menurut Hamzah B. Uno (2012) motivasi adalah dorongan asas yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan orang itu untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan apa yang ia inginkan. Oleh karena itu, perbuatan seseorang didasarkan atas suatu motivasi sesuai dengan tema yang mendasarinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Tileston dalam Marlina (2007) yang mengatakan bahawa motivasi dapat didefinisikan sebagai pendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, “Motivation relates to the drive to do something, to study new things, and encourages us to try again when we fail.”

Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan sesuatu dan mau melaksanakan sesuatu. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam mahupun dari luar diri seseorang yang mendorong orang itu berbuat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila dilihat pada sumber yang

126

Page 135: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

menimbulkannya, motivasi dapat dibagi menjadi dua bahagian, iaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Abdul Rahim et al. 2008; Hamzah B. Uno 2012).

Sumber motivasi intrinsik adalah challenge, curiosity, control, dan fantasy. Motivasi intrinsik timbul tampa memerlukan ransangan luar karena memang sudah ada dalam dirri seseorang, sejalan dengan keperluannya. Perilaku yang disebapkan oleh motivasi intrinsik tidak memerlukan penghargaan orang lain bila dilakukan dan tidak perlu pula hukuman bila tidak dilaksanakan. Segala tindakan yang dilakukan, termasuk belajar adalah karena terdapatnya tanggung jawab internal pada diri seseorang itu.

Sebaliknya, ada pula perilaku seseorang yang hanya muncul atau tidak muncul karena ada hukuman. Motivasi yang menyebapkan perilaku itu seolah-olah berasal luar. Motivasi ini disebut motivasi ekstrinsik. Dengan kata lain, motivasi ekstrinsik timbul karena ada ransangan luar diri seseorang individu. Misalnya seorang siswa yang bertingkah laku untuk mencapai hasil terbaik dalam menghadapi ujian. Motivasi ini timbul kerana melihat kepada manfaat yang akan diperoleh apabila berhasil dalam ujian itu.

Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar dan pembelajaran perlu dipahami oleh guru agar guru dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi belajar sangat penting dalam proses kegiatan pengajaran dan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan atauhasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Wagman (2005) yang mengatakan bahawa motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam mempelajari bahasa asing,termasuk kemampuan membaca Bahasa

Seorang siswa dikatakan mempunyai motivasi belajar kalau ia memperhatikan tingkat penglibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugasyang diberikan. Siswa ini memperlihatkan usaha dan semangat dalam belajar walaupun diluar waktu yang ditentukan guru. Perlu diketahui guru bahwa lamanya waktu yang diperlukan siswa untuk bekerja dalam menyelesaikan tugas yang diberikan adalah berbeda. Siswa-siswayang mempunyai motovasi tinggi lebih banyak menggunakan waktunya untuk belajar menyelesaikan tugas-tugasdibanding siswa-siswa yang mempunyai motivasi rendah.

Motivasi seorang siswa yang tinggi dalam belajar dapat dilihat melalui beberapa ciri motivasi yang ada pada diri seseorang seperti: tekun dalam belajar, dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, sabar menghadapi kesulitan, tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas

127

sukar menjalankan aktiviti main kerana kelas mereka terdiri dari kanak-kanak berusia 4 hingga 6 tahun dan kanak-kanak berumur 6 tahun sangat sedikit kerana ibu bapa lebih memilih untuk menghantar anak mereka ke prasekolah kebangsaan.

Dapatan kajian juga mendapati 2 orang guru menyatakan bahawa penyediaan bahan menjadi masalah untuk mereka manakala 3 orang guru menyatakan bahawa tempat belajar yang tidak sesuai dan sempit menyukarkan guru untuk menjalankan aktiviti belajar melalui bermain.

Rajah 7:

Masalah Murid Semasa Guru Menjalankan Aktiviti Belajar Melalui Bermain

Rajah 7 di atas, hasil temubual juga mendapati guru sukar

melaksanakan aktiviti belajar melalui bermain di kelas kerana berhadapan dengan beberapa masalah murid mereka. Masalah yang paling utama adalah masalah kawalan kelas iaitu 4 orang guru menyatakan bahawa kanak-kanak lebih aktif semasa bermain, ini menyebabkan mereka sukar mengawal kelas dan kanak-kanak bising. 3 orang guru pula mengatakan bahawa mereka menghadapi masalah masa kerana aktiviti bermain selalunya memakan masa yang lama dan untuk beralih dari satu aktiviti ke satu aktiviti bukanlah mudah dan kanak-kanak sering memakan masa yang lama untuk bertukar aktiviti, guru juga menyatakan bahawa aktiviti bermain tidak sempat dijalankan pada waktu pengajaran yang telah ditetapkan.

Dua orang guru pula menyatakan bahawa mereka kurang mendapat kerjasama dari kanak-kanak. Oleh kerana berhadapan dengan masalah dari

0123456789

10

masalah kawalan kelas

masalah masa murid kurang bekerjasama

tiada masalah

206

Page 136: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Rajah 5: Keperluan Menjalankan Aktiviti Belajar Melalui Bermain

Bagi menjalankan aktiviti belajar melalui bermain, peralatan dan bahan yang sering digunakan oleh guru untuk aktiviti ini adalah terdiri daripada kad objek,nombor, gambar, puzzle, blok, objek semula jadi serta objek maujud. Kajian menunjukkan 7 orang guru menggunakan bahan ini, manakala 3 orang guru lagi menggunakan bahan mengikut keperluan pembelajaran seperti dam ular, dadu dan carta penilaian untuk mengajar matematik, gelung bola dan kon untuk pengajaran melibatkan aktiviti fizikal serta replika objek untuk aktiviti simulasi.

Rajah 6: Masalah Guru Dalam Menjalankan Aktiviti Belajar Melalui Bermain

Penyelidikan juga melihat masalah yang dihadapi oleh guru dalam

menjalankan aktiviti belajar melalui bermain. 4 orang guru menyatakan mereka sukar merancang aktiviti kerana sukar menentukan kebolehan mental dan fizikal murid, guru tadika KEMAS mengatakan bahawa mereka

02468

10

keperluan mata pelajaran keperluan murid

0123456789

10

kesukaran tentukan

kebolehan mental dan fizikal

murid

penyediaan bahan

pengajaran

tempat belajar tidak

sesuai/sempit

tiada masalah

205

prestasi yang diperoleh, menunjukan minat yang besar terhadap masalah-masalah belajar, lebih suka belajar sendiri, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, dan senang mencari dan menyelesaikan masalah.

Untuk meningkatkan motivasi belajar, guru mesti berusaha membentuk kebiasaan siswanya agar secara beransur-ansur boleh menumpukan perhatian lebih lama dan bekerja keras (Azwani Binti Ismail 2012). Caranya ialah dengan: (1)Memberikan tugas-tugas yang dapat diselesaikan dalam waktu yang cukup tapi tidak terlalu lama dan guru mendampingi mereka bila mereka menghadapi kesulitan; (2) Menyiapkan pembelajaran koperatif; (3) Merancang tugas-tugas yang dapat difahami siswa dengan sempurna; (4)Meyakinkan siswa bahwa jika mereka melakukan usaha, maka mereka memperoleh kemajuan dan keberhasilan (5) Memberikan pujian atau penghargaan jika siswa menunjukkan peningkatan usaha dan kemampuan.

Dalam pembelajaran bahasa, termasuk didalamnya pembelajaran membaca Bahasa Inggris, motivasi digambarkan sebagai ‘kombinasi usaha dan keinginan untuk mencapai tujuan dan sikap yang baik terhadap pembelajaran bahasa tersebut (Gardner, 1985). Penelitian tentang motivasi dalam pembelajaran bahasa asing tidak dapat dilepaskan dari kajian yang dilakukan oleh Gardner dan Lambert ( 1972, 1985, 2005). Gardner dan Lambert (1972) yang menelaah motivasi sebagai sebuah faktor dari berbagai sikap yang yang berbeda-beda. Brown (2007) menyatakan bahawa motivasi merupakan variabel afektif yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran bahasa. Teori Motivasi berkembang melewati beberapa tempoh dan perspektif. Beberapa perspektif yang mengkaji motivasi, diantaranya adalah perspektif behavioristik yang memandang motivasi dalam pengertian bahawa motivasi muncul kerana adanya keinginan untuk mendapatkan imbalan. Dalam perspektif kognitif, motivasi muncul karena keperluan dasar manusia. Motivasi dipandang sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh individu demi tujuan tertentu yang hendak ia capai. (Keller: 1983 dalam Brown: 2007). Sedangkan perspektif konstruktif memandang motivasi sebagai hasil konstruksi sosial dalam masyarakat, hasil interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya, dan juga berperanan sebagai status sosial.

Peranan guru untuk mengendalikan motivasi belajar para siswa sangatlah penting, dan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada pengenalan guru kepada siswa secara individu. Usaha dan perhatian guru yang besar diperlukan pula untuk membimbing siswa-siswayang mempunyai kemampuan membaca rendah agar mereka

128

Page 137: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mempunyai motivasi belajar yang sama. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan siswaadalah karena mereka hanya menggunakan sedikit waktu untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas. Mereka juga tidak biasa untuk menumpukan perhatian dalam waktu yang cukup lama dan bekerja keras.

Ahirnya boleh dikatakan bahwa dalam kegiatan belajar untuk memperoleh kemampuan membaca Bahasa Inggris yang baik, motivasi sangat diperlukan. Bila seorang siswa tidakmempunyai motivasi dalam membaca, ia tidak akan melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar membaca itu dengan baik. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran membaca Bahasa Inggris ini perlu pula dipahami oleh guru agar guru dapatmelakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa.

Belajar Mandiri (Self-Learning)

Selain motivasi, gaya belajar dan strategi belajar juga dianggap sebagai faktor pentingdalam keberhasilan pembelajaran bahasa.Belajar mandiri merupakan salah satu bentuk dari gaya ataupun strategi pembelajaran seseorang.

Pada masa sekarang, tanggungjawab pembelajaran adalah tanggungjawab siswa dan bukannya tanggungjawab guru. Siswa tidak lagi dilihat sebagai individu yang hanya menerima informasi dan pengetahuan, melainkan secara aktif harus terlibat dalam penyusunan dan pembinaan pengetahuan. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diaplikasi oleh adalah belajar mandiri.

Little (2000) yang mengatakan belajar mandiri tidaklah berarti pembelajaran tanpa guru. Dalam konteks pembelajaran di kelas, mandiri tidak bermakna pelepasan tanggung jawab oleh guru ataupun guru membiarkan siswamelakukan hal-hal apa yang mereka dapat lakukan. Mandiri bukan pula sesuatu yang dilakukan guru untuk siswa karena belajar mandiritidak merupakan satu metode pengajaran. Namun, Guru dapat membantu siswa-siswa untuk mengetahui apa yang terbaik untuk mereka lakukan supaya mereka dapat mengawal kegiatan pembelajaran mereka. siswa yang mandiri mampu merancang, mengatur dan menilai sendiri kegiatan pembelajaran mereka.

Macdougall (2008) mendefinisikan belajar mandiri sebagai sejenis pembelajaran yang dicirikan oleh pribadi yang terarah mandiri dan ketergantungan yang kurang pada guru. Oleh kaena itu, siswayang mandiri selalu berusaha meningkatkan keupayaannya untuk membina keikut

129

guru dan membuat lembaran kerja. Manakala 6 buah tadika lagi menjalankan aktiviti belajar sambil bermain dengan bimbingan guru.

Rajah 4: Perancangan Aktiviti Bermain Sambil Belajar

Rajah 4 menunjukkan carta pie hasil temubual di mana mendapati

bahawa 7 orang guru merancang aktiviti bermain menggunakan modul bertema, manakala 3 orang guru menggunakan modul asas.

Kebanyakkan guru iaitu 70% guru merancang aktiviti berdasarkan tema pengajaran yang sudah ditetapkan setiap minggu, manakala 30% lagi menggunakan modul asas iaitu merangkumi Bahasa Malaysia, Bahasa Inggeris, Bahasa Cina (untuk prasekolah yang aliran Bahasa Cina), Bahasa Tamil (untuk prasekolah yang aliran Bahasa Tamil, Pendidikan Islam, Pendidikan Moral, Matematik dan permainan luar.

Temubual juga mendapati 8 daripada guru yang dikaji mengatakan mereka menjalankan aktiviti belajar melalui bermain mengikut keperluan mata pelajaran dimana mereka menyelitkan sesuatu subjek dengan aktiviti bermain.

Dapatan juga mendapati 2 daripada guru yang ditemubual mementingkan keperluan murid dalam menjalankan aktiviti bermain.

perancangan aktiviti belajar melalui bermain

modul bertema

modul asas

aktiviti rutin

204

Page 138: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pelaksanaan Belajar Melalui Bermain di Tadika

Dapatan kajian mendapati bahawa 6 daripada guru tadika yang dikaji sangat faham tentang belajar melalui bermain, manakala 4 orang guru faham dengan pendekatan ini. Hal ini dapat ditunjukkan melalui jadual graf 3. Kebanyakan guru (60%) mengatakan bahawa mereka sangat faham tentang pendekatan belajar melalui bermain, manakala 40% guru faham. Ini menunjukkan guru-guru sudah memahami pendekatan belajar melalui bermain.

Rajah 3: Kefahaman Guru Tentang Belajar Melalui Bermain

Apabila ditemubual, semua guru yang memahami pendekatan belajar

melalui bermain menyatakan mereka mengendalikan aktiviti bermain melalui aktiviti kelas, kumpulan dan individu. Semasa menjalankan aktiviti bermain, guru kelas mengalakkan kanak-kanak untuk berkerjasama dalam kumpulan dan melalui aktiviti bermain guru mengambil peluang untuk memerhatikan kanak-kanak bermain dan hasil pembelajaran dari aktiviti bermain itu boleh digunakan untuk merancang aktiviti-aktiviti seterusnya.

Aktiviti bermain secara berkumpulan juga dilihat lebih popular di kalangan guru, di mana 2 orang guru menyatakan mereka akan membuat kumpulan berdasarkan tahap kecerdasan dan umur kanak-kanak kerana guru akan membimbing kumpulan yang kurang mahir dalam sesuatu aspek.

Sebaliknya pada pemerhatian yang dijalankan oleh pengkaji di 8 buah tadika yang terdiri dari KEMAS, perpaduan, Majlis Ugama Islam Pahang, swasta dan Kementerian Pendidikan, mendapati 2 buah tadika tidak menjalankan aktiviti belajar melalui bermain. Kanak-kanak hanya mendengar guru mengajar, membaca, mewarna dan mengira di hadapan

kefahaman guru tentang belajar melalui bermain

sangat faham

faham

sederhana faham

tidak faham

203

sertaan dan kerjasama. Lebih tepat lagi, siswayang mandiri diberi kuasa untuk membina apa yang mereka sudah tahu atau percaya ke dalam sistem kepercayaan, konsep, nilai dan bentuk pemikiran yang merupakan satu tanda tingkat kematangan perkembangan kognitif.

Menurut Anita Wenden (1991) ciri-ciri pada siswa yang mandiri adalah (a) tidak hanya belajar disekolah, tetapi mempunyai cara sendiri untuk belajar dirumah; (b) mempuyai sistem dalam belajar; (c) berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri; (d) tidak malu bertanya, dan meminta orang lain untuk memeriksa dan menjelaskan kesalahan yang ia buat; (e) selalu belajar dari kesalahan; dan (f) selalu siap untuk menerima informasi.Nunan (2000) juga mampunyai pendapat tentang konsep mandiri dalam pembelajaran bahasa berkaitan dengan pendekatan komunikatif. Konsep mandiri merupakan keseluruhan pandangan seseorang terhadap dirinya. Konsep ini terbentuk sejak dari kecil dan berkembang dari masa kemasa melalui proses penilaian diri. Dari itu, bagaimana ibu bapak berinteraksi, menilai dan menghargai anak-anak akan memberi kesan yang mendalam terhadap pembentukan konsep mandiri mereka.

Akhirnya dapatrumuskan bahwa konsep mandiri merupakan keupayaan siswadalam mengawal proses pembelajarannyasendiri.Konsep mandiri dalam pembelajaran bahasa adalah berkaitan dengan pendekatan komunikatif. Pembelajaran bahasa kedua akan lebih berkesan jika siswa dibenarkan untuk membangun sifatmandiri mereka.Belajar mandiritidak menolak peranan guru dalam pembelajaran, tetapi ia menunjukkan, besarnya peranan guru dalam membentuk kemahiran diri siswa.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwamotivasi dan belajar mandiri dapat mempengaruhi kemampuan membaca membaca Bahasa Inggris siswa. Motivasi siswa yang baik dapat membantu mereka berusaha untuk meningkatkan kemampuan membaca. Belajar mandiri (self-learning) juga mampu memberi sumbangan kepada siswa untuk berusaha meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Inggris. Siswa yang mandiri tidak lagi mengandalkan guru dalam belajar, melainkan mampu menentukan apa yang ingin ia capai dan berusaha bagaiman cara mencapai tujuan tersebut. Sungguhpun begitu, faktor-faktor lain juga mempunyai peranan dalam usaha meningkatkan kemampuan membaca Bahasa Inggeris dalam kalangan siswa yang tidak dibincangkan dalam tulisan ini.

130

Page 139: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

RUJUKAN

Abdul Rahim Hamdan, Mohamad Najib Ghaffar, Jamaluddin Ramli & Ahmad Johari Sihes. 2008. Study preference and motivation taxonomy of adult learners. Laporan Projek. Fakulti pendidikan. Universiti Tehnologi Malaysia.

Azwani Binti Ismail. 2012. Kesan model STAD terhadap nilai patriotisme sikap dan kemahiran berkomunikasi pelajar dalam mata pelajaran sejarah. Tesis Dr.Fal. Universiti Kebangsaan Malaysia.

Brown, H.D. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Edisi Kelima. Pearson Education.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Garis-Garis Besar Program Pengajaran (Education Guidelines). Jakarta: Pusat Kurikulum Nasional.

Gardner, R. 1985. Social Psychology and Second Language Learning : the role of attitudes and motivation.London: Edward Arnold.

Gardner, R. and Lambert, W. 1972. Attitudes and Motivation in Second Language Learing. Rowley, MA: Newbury House.

Hamzah B Uno. 2012. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Harmer. 2009. How to Teach English. Oxford: Pearson Longman.

Hughes, Arthur. 2002. Testing for Language Teachers. 2nd Ed. Cambride: Cambride University Press.

Indra Rahmana Putra. 2012. The application of NHT (Numbered Head Together) technique in improving the students’ reading ability in comprehending descriptive texts. Tesis Sarjana. Universitas Riau.

Little, D. 2000. Autonomy and autonomous learners. Byram, M. (ed.). Routledge Encyclopedia of Language Teaching and Learning. London: Routledge, 69-72.

Macdougall, M . 2008. Ten Tips For Promoting Autonomous Learning And Effective Engagement In The Teaching Of Statistics To Undergraduate Medical Students Involved In Short-Term Research Projects. Journal of Applied Quantitative Method. 3 (3): 223-240.

Marlina, Lenny. 2007. Motivation and Language Learning: A Case of EFL Students. Jurnal KOLITA. Unika Atma Jaya.

131

Instrumen Kajian

Dalam kajian ini penyelidik menggunakan dua kaedah iaitu kaedah temubual dan pemerhatian.

Pemerhatian

Pemerhatian merupakan teknik utama dalam kajian kualitatif yang digunakan oleh penyelidik untuk mengumpul dan menganalisis data. Pemerhatian semulajadi adalah satu kaedah yang sering digunakan iaitu pengkaji akan memerhati responden kajian dalam keadaan semulajadi. Pemerhatian dijalankan semasa aktiviti pembelajaran menggunakan kaedah belajar melalui bermain berlangsung di dalam kelas.

Kaedah Temubual

Pengkaji telah menemubual responden iaitu guru prasekolah yang terlibat dan fokus soalan adalah berkisarkan kepada persoalan kajian.

Jadual 1: Sampel Kajian: Jenis Tadika, Bilangan Guru dan Bilangan Kanak-Kanak

Nama tadika Bilangan guru Bilangan kanak-kanak

Kemas

Perpaduan

Tadika Islam (MUIP)

Swasta

Kementerian Pendidikan Malaysia

2

1

2

3

2

44

17

42

82

46

Jumlah 10 201

DAPATAN KAJIAN

Responden yang terlibat dalam kajian ini adalah terdiri daripada 10 orang guru yang terdiri dari 8 buah tadika meliputi Tadika Kemas, perpaduan, swasta, Majlis Agama Islam Pahang dan Kementerian Pendidikan Malaysia untuk ditemubual. Seramai 201 orang kanak-kanak terlibat dalam pemerhatian.

202

Page 140: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Main adalah penentu penting bagi perkembangan kekuatan sahsiah, daya cipta, kestabilan emosi, perkembangan sosial dan intelek disamping dapat mengembangkan kekuatan fizikal, koordinasi dan ketangkasan murid (Caplan dan Caplan,1973).

Menurut Imam Al-Ghazali (1058-1111) menekankan bahawa bermain dalam kalangan kanak-kanak dapat mengembangkan sifat semulajadi kanak-kanak, menyuburkan tubuh, menguatkan otot, mendatangkan kegembiraan dan kerehatan selepas penat belajar. Beliau juga menasihati kanak-kanak agar bermain kerana main dapat menenangkan jiwa serta memberi kebebasab kepada kanak-kanak terutama semasa bergaul dengan rakan-rakan mereka.

Kesimpulannya pendidikan pra sekolah dalam atau luar negera mendapati kebanyakan guru bersetuju tentang pentingnya mengintegrasikan main dalam kurikulum namun bagi memenuhi standard yang ditetapkan, akan tetapi guru tidak mempunyai masa, tidak mempunyai latihan dan pengetahuan pedagogi yang secukupnya untuk melaksanakan aktiviti bermain di kelas. Justru, belajar melalui bermain perlu difokuskan terhadap konsep, kaedah pengajaran, pedagogi, pelaksanaan dan kesan-kesannya kepada pembangunan kanak-kanak seperti yang telah disyorkan oleh Jean Piaget, John Dewey, Maria Montessori, Friedrich Wilhelm Froebel dan Imam Al-Ghazali.

METODOLOGI

Kajian kes telah dipilih kerana kajian ini berbentuk kualitatif dan meninjau pelaksanaan belajar melalui bermain di prasekolah.

Rajah 2:Proses Reka Bentuk Kajian

pendekatan tadika

instrumen

pengumpulan data

analisis data

hasil kajian

201

Murtagh, L. 1989. Reading in a Second or Foreign Language: Models,

Processes, and Pedagogy. Language culture and Curriculum, 2:91-105.

Nunan, D. 2003. Practical English Language teaching. New York: McGrow-Hill.

Nuttal,C. 1982. Reading Skill in a Foreign Language. Oxford: Heinemann.

Pardiyono. 2005. Fokus Bahasa Inggeris: Persiapan UAN dan SPMB. Jakarta: Erlangga

Radha Nambiar, Noraini Ibrahim & Pamela Krish. 2008. Penggunaan Strategi Pembelajaran Bahasa dalam Kalangan Pelajar Tingkatan 2. Jurnal Bangi 3(3):1- 17.

Raminah Hj. Sabran. 1993. Kecekapan berkomunikasi dalam bahasa Malaysia. Kuala Lumpur: Fajar Bakti.

Rina Febritasari. 2010. A Study on the ability of the second year students of SMA Negeri 4 Pekanbaru in comprehending expository texts. Tesis Sarjana. Universitas Riau.

Santangelo, Tanya and Natalie G. Olinghouse. 2009. Effective Writing Instruction for Students Who Have Writing Difficulties. Focus on Exceptional Children 42 (4): 1-20.

Sinur Vera Afriana. 2012. Using three stay one stray strategy to increase the ability of the first year SMA Nurul Falah students in comprehending narrative text. Tesis Sarjana. Universitas Riau.

Supyan Husin 2011. Again, are you a good reader? http://supyanhussin. wordpress. com/2011/01/02/again-are-you-a-good-reader/. [4 Ogos 2013].

Supyan Husin. 2012.Ability to Read. What Does it Need?http:// supyanhussin. wordpress.com/category/opinion/. [4 Ogos 2013].

Susilowati. 2012. The Effectiveness of using QAR to improve students’ reading comprehension of hortatory exposition text at the second grade students of SMAN 3 Tanjung Balai Karimun. Tesis Sarjana. Universitas Riau.

Stanovich, K.E. 1980. Toward an Interactive Compensatory Model of Individual Differences in the Development of Reading Fluency. Reading Research Quarterly 16:32-71.

Tuan, T. L. 2011. Teaching Reading through WebQuest. Journal of Language Teacing and Research. 2 (3): 664 – 673.

Wagman, J.C. 2005.The Effects of an Inquiry-Internet Research Project on Self-Efficacy, And Academic Autonomy in Heterogenously Grouped

132

Page 141: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

High School Latin I Students. Motivation. Thesis Ph.D. Capella University.

Zamri Mahamod, Mohamed Amin Embi dan Nik Mohd Nik Yusof . 2010. Strategi Pembelajaran Bahasa Melayu dan Inggeris Pelajar Cemerlang. Bandar baru Bangi: Awal Hijrah Enterpri.

133

mana apabila kanak-kanak belajar konsep melalui main, pembelajaran dan ingatan akan bersatu dengan lebih kuat dan kekal untuk waktu yang lama.

Maria Montessori merupakah tokoh terkemuka dalam bidang pendidikan awal kanak-kanak dan sangat menghormati kanak-kanak dan hak mereka. Menurut Montessori (1870-1952), permainan adalah seperti pekerjaan kepada kanak-kanak. Permainan memberi peluang kepada kanak-kanak untuk meneroka dan mencuba sesuatu aktiviti. Dalam proses mencuba, mereka menemui pengetahuan baru. Aktiviti bermain membenarkan mereka memenuhi keperluan perasaan ingin tahu di samping meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran mereka. Beliau juga menekankan pembelajaran melalui penerokaan, di mana persekitaran adalah sangat penting bagi kanak-kanak kerana mereka boleh belajar semua benda yang terdapat di sekeliling mereka. Seterusnya, kanak-kanak akan berasa seronok dan mempunyai daya tahan yang tinggi kerana aktiviti mencabar di sekelilingnya dapat menjadikan fizikalnya lebih lasak.

Moyles (1991), menegaskan bahawa main adalah satu proses satu proses yang diperlukan oleh kanak-kanak dan sangat penting dalam pembelajaran. Biasanya apabila sesuatu tugasan itu dianggap mudah, tugasan tersebut sering dirujuk sebagai mainan kanak-kanak memandangkan tidak wujudnya komplikasi dan merupakan nilai yang paling berharga buat perkembangan kanak-kanak (Mariani Md Nor,2007).

Friedrich Wilhelm Froebel (1837) telah meneroka dan membina satu sistem pendidikan awal kanak-kanak berasaskan konsep belajar melalui bermain. Beliau percaya bermain adalah asas untuk kanak-kanak mempelajari sesuatu dan pembentukan peribadinya dipengaruhi oleh cara bagaimana kanak-kanak tersebut bermain. Beliau juga yakin permainan yang sesuai dapat membantu kanak-kanak berfikir dan memberi keseronokan, kebebasan, kepuasan, kerehatan dalaman dan luaran serta kedamaian di dalam dunia kanak-kanak.

John Dewey (1929), main terdiri daripada aktiviti-aktiviti tidak sedar yang dilakukan demi mendapatkan hasil yang melebihi kemampuan diri mereka sendiri. Apabila kanak-kanak bermain, mereka melakukan suatu aktiviti itu dengan bersungguh-sungguh kerana main dianggap proses yang bermakna kepada mereka. Kanak-kanak akan melakukan aktiviti yang memberi makna dan nilai kepada dirinya. Proses yang dilalui semasa aktiviti main adalah lebih penting berbanding produk akhir kerana produk akhir ini tidak atau hanya memiliki manfaat dan makna yang sedikit kepada kanak-kanak.

200

Page 142: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

memilih blok tertentu, berlakon dan berkomunikasi dengan kanak-kanak lain, mereka terlibat dalam pembelajaran bahasa yang bermakna.

Bodrova, Elena dan rakan-rakan(2003) dalam kajiannya yang bertajuk “building language and literacy through play” mendapati kecenderungan tingkahlaku main kanak-kanak terdiri dari pelbagai unsur. Main drama memberi kesan terbaik terhadap perkembangan bahasa dan literasi.

Kajian yang dijalankan di Scotland oleh Professor Emeritus Neuropsikologi iaitu Bergstrom (2005) menyatakan kanak-kanak memerlukan persekitaran yang luas dan memerlukan aktiviti mainan di luar bilik darjah untuk perkembangan otak yang sihat. Beliau mencadangkan bahawa terlalu banyak arahan daripada ibu bapa serta pembelajaran formal akan membentukan minat serta kreativiti kanak-kanak.

Kajian oleh Jensen (2000,2001), Shore (1997), Christie (2001), Frost, Wortham (2001) menyatakan:

“play is a scaffold for development, a vehicle for increasing neural structures,

and a means by which all children practice skills thay will need in later life”.

Di dalam kajian Wardel (2004) memberikan kesimpulan bahawa main amat penting kerana kanak-kanak merupakan kurikulum terbaik atau cara yang terbaik untuk perkembangan sosial, fizikal, emosi serta perkembangan kognitif kanak-kanak.Seorang doktor, iaitu Ginsburg (2007), dalam laporan klinikalnya yang bertajuk “American academy of paediatrics”, mengutarakan mengenai kepentingan bermain bagi kanak-kanak. Menurut beliau, main penting untuk perkembangan optimal kanak-kanak dan turut diiktiraf oleh “united nation high commission for human rights” sebagai “right of every child”. Kajian beliau turut mengenal pasti pelbagai sumbangan kepada perkembangan kognitif, fizikal, emosi, sosial, kesejahteraan dan perkembangan otak yang sihat.

Hirsh-Pasek, Golinkoff, Berk dan Singer (2009), mengutarakan pendapat, bahawa main sebagai alat menangani masalah obesiti yang semakin serius dalam kalangan kanak-kanak kebelakangan ini. Main dikaitkan sebagai aspek yang penting kepada “every single development domain”. Main juga membawa kepada perkembangan motor halus, motor kasar dan sosialisasi. Main juga menjadi asas untuk perkembangan emosi kanak-kanak.

Elkind (2007), menegaskan bahawa main pada zaman kanak-kanak adalah “dominant and directed learning experiences”. Pengalaman ini memperkayakan dan menyokong kematangan mental kanak-kanak. Di

199

EVOLUSI PENGAJARAN BAHASA ARAB DI CHINA

Wail Ismail, PhD., Muhammad Azhar Zailani, PhD., Mohd Faisal Mohameddan Di Xuan

PENGENALAN

Bahasa Arab adalah bahasa Al-Quran, bahasa asas dalam Islam, terjemahan kepada ibadah Islam, bahasa Sunnah, dan juga merupakan bahasa yang mengeratkan persaudaraan di antara umat Islam di Timur dan Barat. Al-Quran telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W dengan menggunakan bahasa Arab, justeru bahasa al-Quran bersifat bahasa kerohanian, kalimah al-Quran bukan ciptaan manusia tetapi kalimah yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad S.A.W untuk panduan seluruh umat manusia.

Perkembangan bahasa Arab ke pelusuk dunia telah bermula sejak 1400 tahun yang lampau. Pelbagai faktor yang memainkan peranan penting dalam perkembangan Bahasa Arab ke merata dunia. Antara faktor yang dianggap penting adalah semasa umat Islam menunaikan Ibadah haji di Kota Mekah. Aktiviti yang berlangsung pada ketika musim haji tidak hanya terhad kepada aktiviti ibadah haji semata-mata. Bahkan ianya merangkumi kepada pelbagai aktiviti sampingan seperti keterlibatan jemaah haji dengan urus niaga dalam kalangan orang Arab di Mekah. Jemaah haji dari luar tanah Arab membawa barangan jualan dari negara asal mereka untuk dipasarkan ketika musim haji.Pengunaan bahasa Arab semakin meluas dalam aktiviti ekonomi antara orang Arab dan bukan Arab. Antara pusat pasaran perdagangan yang terkenal di Mekah pada ketika itu ialah pasar Ukaz, Almajnah, Zi alHijaz, dan Khyber(Afghani,1993).

Bahasa Arab juga merupakan lambang perpaduan dalam kalangan masyarakat Arab dengan masyarakat bukan Arab. Sebagaimana al-Quran telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W. dalam bahasaArab. Penurunan al-Quran menggunakan bahasa Arab tidak bermakna al-Quran itu hanya untuk bangsa Arab sahaja, malahan ianya sebagai panduan kepada seluruh umat manusia tanpa mengira bangsa dan warna kulit. Sesiapa yang mempelajari al-Quran maka secara langsung mereka telah mempelajari bahasa Arab. Justeru, untuk memahami al-Quran secara terperinci semestinya pengetahuan bahasa Arab perlu diterapkan dalam setiap individu.Sesungguhnya al-Quran itu terjaga dari cacat dan cela. Tiada satu ilmu pun yang tertinggal dalam wahyu al-Quran itu. Sebagaimana

134

Page 143: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

yang dinyatakan dalam al-Quran surah al-Hijr, ayat 31, yang bermaksud: (Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran, dan Kami juga menjaganya). Mereka yang berpandukan al-Quran dalam hidup maka sesungguhnya telah mengamal Islam secara syumul. Islam tidak akan dapat disebarkan tanpa bahasa Arab sebagai perantaraan. Tanpa Islam sebagai isi kandungan, bahasa Arab berkemungkinan besar tidak membawa apa-apa erti dan tidak akan berkembang seperti sekarang.

Jika dilihat secara geografi penggunaan bahasa Arab meliputi sebahagian besar Afrika utara dan Asia Barat (Khalifa, 2003).Bahasa Arab diguna sebagai bahasa rasmi dalam dua puluh Liga Arab, bahasa rasmi Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu.Manakala mengikut sejarah,China adalah antara negara yang terawal telah menerima bahasa Arab sebagai bahasa asing yang utama. Perkara ini berlaku disebabkan hubungan yang erat diantara China-Arab kira-kira seribu tahun yang lampau.. Hubungan antara pedagang Arab-China yang sudah terjalin sekian lama. Pertukaran dari segi pendidikan, budaya, politik dan teknologi diantara Arab-China memantapkan lagi perkembangan bahasa Arab di China.

KEMUNCULAN BAHASA ARAB DI CHINA

Hubungan negara China dengan orang-orang Arab telah bermula sekian lama. Menurut Jiang Chun & Guo Ying De (2001), bahasa Arab adalah bahasa asing yang tertua telah memasuki dalam negara China. Ini disebabkan kemasukan orang-orang Arab ke negara China dalam urusan perdagangan dan perniagaan mereka. Hubungan awal diantara negara China dan Arab bermula pada zaman pemerintahan Han Barat (206SM-28M). Sokongan dan galakkan daripada pemerintahan kerajaan China pada ketika itu merancakkan lagi aktiviti ekonomi negara China dengan orang-orang Arab. Begitu juga ramai pedagang-pedagang China yang pergi ke tanah Arab untuk menjalankan aktiviti perniagaan mereka. Antara tokoh pedagang China yang terkenal seperti Zhang Qian. Beliau telah membuat perdagangan perjalanan sutera yang melibatkan Asia Tengah dan Asia Barat yang meliputi negara Iraq, Syria dan negara-negara Arab yang lain. Perkembangan aktiviti ekonomi diantara negara China dan orang-orang Arab telah memberi impak yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Arab di China. Ramai pedagang Arab yang datang ke China telah menetap dan berkahwin dengan wanita tempatan. Sejak dari itu Islam dan bahasa Arab telah mula berkembang di negara China terutamanya di bandar-bandar besar seperti di Canton, Guang Zhou, Bangchow dan bandar-bandar lain di tenggara China. Pendekatan dan penampilan orang-orang Islam yang

135

jangka pendek sahaja. Kartz tidak menafikan kebolehan kanak-kanak dalam menguasai kemahiran yang diajar oleh guru.

Hayer, Parmer dan Zaslow (2009) menyatakan guru-guru prasekolah memerlukan konsep yang jelas dan prinsip yang kukuh untuk dijadikan asas dan garis panduan pelaksanaan kurikulum prasekolah. Tanpa konsep dan prinsip ini. Sesuatu program prasekolah tidak dapat mencapai matlamat yang diharapkan. Untuk mencapai tahap kecemerlangan dalam pendidikan awal kanak-kanak para guru dan pentadbir perlu memahami matlamat dan menghayati prinsip pendidikan yang bersepadu jelas dan mantap.

Asma (2001) membuat kajian pelaksanaan main di tadika Brunei bertajuk “Play in Brunei Preschool Classrooms”. Kajian ini telah melibatkan 12 orang guru tadika dan 16 orang kanak-kanak. Dapatan kajian mendapati bahawa 60% guru-guru tadika tidak bersetuju dengan kaedah ini. Mereka berpendapat kaedah ini tidak memberi sumbangan terhadap proses pembelajaran kanak-kanak. Pada keseluruhannya kesemua guru tadika yang dikaji iaitu seramai 12 orang menyatakan bahawa kanak-kanak ini perlu diajar secara formal seperti latih tubi, ulangkaji pelajaran setiap hari dan pengajaran secara kelas. Ini sangat penting bagi tujuan menyediakan mereka kelak ke tahun satu. Aktiviti bermain cumalah untuk mengisi masa yang terluang sahaja.

Manakala Cooney (2004) yang mengkaji persepsi guru-guru di tadika-tadika di Guatemala mengenai belajar melalui bermain mendapati guru-guru lebih cenderung dan berminat dengan pendekatan kombinasi “teacher and child-centred” aktiviti dan pengimbangan di antara bermain sambil belajar dan akademik terancang dalam pembelajaran. Pui-Wan dan Stimpson (2004) yang menjalankan kajian mengenai pengetahuan, pendekatan dan masalah yang dihadapi oleh guru-guru di Hong Kong, mendapati guru-guru tidak memahami retorik dan realiti main. Main bebas (free play) lebih dipraktikkan dan masa bermain diberikan hanya sebagai ganjaran selepas penat belajar.

Ryan, Tagano dan Moran (2005) mendapati ramai guru berpendapat bahawa main bukan merupakan satu cara yang sesuai untuk meningkatkan dan membantu perkembangan kanak-kanak, malah guru-guru lebih berminat kepada program akademik sahaja.

Kajian oleh Karyn Wellhousen dan Rebecca (2006), dalam jurnal bertajuk ‘building literacy opportunities into children’s block play’, mengkaji bagaimana alat mainan blok menyumbang kepada pembelajaran literasi awal kanak-kanak. Apabila kanak-kanak membuat keputusan,

198

Page 144: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pendidikan yang mementingkan kemahiran 3M semata-mata adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip yang sihat.

Azizah Lebai Nordin (2005) mengatakan terdapat guru-guru prasekolah yang mengajar mata pelajaran secara berasingan dan dalam bentuk yang sangat formal seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah rendah, seperti guru tidak memahami perkembangan dan pertumbuhan kanak-kanak. Ada separuh guru yang menggunakan strategi belajar sambil bermain tetapi permainan yang dijalankan lebih merupakan permainan bebas tanpa perancangan yang tersusun dan berkesan.

Pendidikan Prasekolah Luar Negara

Miller dan Almon (2009) mendapati aktiviti bermain telah diketepikan dalam pendidikan prasekolah di Amerika sejak dua dekad yang lalu kerana dianggap tidak relevan dengan kurikulum prasekolah yang bersifat akademik dan berorintasikan peperiksaan. Menurut beliau lagi, masa kanak-kanak lebih banyak diperuntukkan untuk belajar dan sering diuji dalam kemahiran literasi dan Matematik berbanding pendekatan belajar melalui bermain. Akibatnya, bilangan guru yang mengikut kurikulum baru semakin bertambah dan guru terpaksa menurut perubahan kurikulum (Nicolopoulou, 2010). Miller & Almon (2009) bersetuju bahawa dengan memilih pendekatan langsung, kanak-kanak menguasai kemahiran Literasi dan Matematik dengan cepat mengikut masa dan standard akademik yang telah ditentukan dalam kurikulum.

Kajian Chervenak (2011) yang melihat perspektif guru tentang pembelajaran berasaskan main mendapati kebanyakkan guru bersetuju tentang pentingnya mengintegrasikan main dalam kurikulum namun bagi memenuhi standard yang ditetapkan, guru tidak mempunyai masa yang secukupnya untuk melaksanakan aktiviti bermain di kelas.

Kajian Ng (2009) di Singapura, melaporkan latihan tentang prinsip dan pedagogi kurikulum berasaskan bermain yang diberikan kepada guru prasekolah yang mempunyai pengalaman mengajar yang lama tidak berjaya mengubah sikap mereka untuk menerima perubahan kurikulum, malah mereka didapati tidak melaksanakan kurikulum ini di dalam kelas.

Kartz (2007) tidak bersetuju dengan bebanan berat yang diberikan oleh guru prasekolah kepada kanak-kanak dalam melaksanakan tugas-tugas akademik. Beliau juga menyebut tekanan kepada kanak-kanak untuk menghasilkan tugas-tugas akademik seperti buku kerja, kertas edaran dan latihan fonik adalah tidak berkesan atau jika bermanfaat ia adalah dalam

197

jujur dan amanah dalam aspek perniagaan terutamanya telah menarik perhatian masyarakat tempatan untuk memeluk agama Islam.Banyak masjid-masjid telah dibina dan dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pengajian bahasa Arab (ZhouLie, 2013).

Perkembangan bahasa Arab dan Islam semakin maju pada zaman pemerintahan keluarga diraja Yuan (1271 m -1328 m). Perubahan geo-politikini membawa perubahan besar pada negara China yang juga meliputi sebahagian besar negara-negara di Asia Tengah dan Asia Barat. Penghijrahan orang Arab muslim dan Parsi ke China semakin meningkat. Mereka membentuk komuniti muslim dengan mendirikan masjid-masjid yang digelar sebagai ‘Hoy- Hoy” yang melambangkan orang Islam. Keluarga diraja Yuan berperanan penting dalam menjalin hubugan luar dengan negara Arab. Hubungan luar ini merangkumi kesemua aspek politik, ekonomi, ketenteraan, budaya, dan teknologi.Pengunaan bahasa Arab digunakan secara meluas di China, ianya bukan sahaja terhad dalam kalangan orang Islam malahan menjadi bahasa asing yang utamadi China. Pertukaran pelbagai ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pada zaman pemerintahan diraja Yuan. Antara bidang yang menjadi keutamaam seperti sains, astronomi, perakaunan, perubatan, ketenteraan, pembinaan dan sebagainya. Terdapat banyak buku berbahasa Arab dan manuskrip Islam dalam Perpustakaan Diraja pada Dinasti Yuan. Dianggarkan lebih daripada 242 jilid buku berbahasa Arab dalam perpustakaan tersebut(WangShiDian & ShangQiWeng, 1992).

Bermula daripada Dinasti Yuan bahasa Arab terus berkembang dan menjadi salah satu bahasa yang paling penting di China. Bahasa Arab adalah bahasa hubungan sains, politik, perdagangan dan ekonomi antara Arab-China. Di samping itu, ianya bahasa Al-Quran dan Sunnah dan juga bahasa umat Islam (Wu Qing Ling, 2012).

Pada abad kedua puluh telah berlaku perubahan yang ketara di China dari segi politik, budaya serta pendidikan. Penambahbaikan dalam sistem pendidikan telah dimantapkan bagi menjamin kualiti pendidikan di China seiring dengan kemajuan dunia semasa. Pendidikan agama Islam dan Bahasa Arab yang sebelum ini banyak tertumpu pengajiannya secara tradisional di masjid-masjid telah beralih arah masuk dalam sistem pendidikan sekolah moden. Seterusnya peralihan ini telah dilanjutkan pada peringkat pengajian tinggiiaitu di kolej dan universiti awam kerajaan.

Pengajian ilmu-ilmu Islam dan Bahasa Arab telah menjadi kurikulum rasmi disemua peringkat pengajian. Kursus-kursus yang berkaitan

136

Page 145: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pendidikan Islam dan Bahasa Arab telah beri tempat dalam sistem arus perdana di China.

Kesedaran kerajaan China terhadap kepentingan bahasa Arab dalam kalangan masyarakat China juga merupakan salah satu faktor perkembangan bahasa Arab di China. Pihak kerajaan China telah menghantar pelajar-pelajar China di institusi-institusi pengajian peringkat tinggi di negara-negara Arab.Bantuan biasiswa telah diberikan kepada pelajar-pelajar tersebut sebagai sokongan kerajaan dalam pengajian mereka di negara–negara Arab. Dasar terbuka kerajaan China dalam menerima pelajar dari negara-negara Arab untuk menyambung pengajian di peringkat universiti dan institusi pengajian mereka juga menyumbang kearah perkembangan bahasa Arab di China. Pertukaran pelajar diantara dua pihak banyak memberi implikasi yang besar dalam perkembangan dan penggunaan bahasa Arab di China.

PERKEMBANGAN PENGAJARAN BAHASA ARAB DI CHINA

Perkembangan pengajaran Bahasa Arab di China terbahagi kepada empat fasa seperti berikut:

Fasa Pertama:Pendidikan "Jenzten" dalam pengajaran Bahasa Arab

Pada peringkat awal pengajaran bahasa Arab dipelopori oleh dua keluarga iaitu Tang (618-907) dan Song (960-1279). Pada peringkat ini pengajaran bahasa Arab diajar secara kaedah pengajaran tradisional. Metod ini dikenali sebagai "bapa kepada anak” yang hanya diajar dirumah. Metod ini berterusan pada zaman pemerintahan Dinasti Yuan (1271-1368). Akan tetapi kaedah ini terdapat kelemahan dan masalah dalam pelaksanaannya. Menyedari dengan permasalahan yang berlaku Khoo Deng Zhou (1522-1597) telah memperkenalkan pengajaran agama Islam dan bahasa Arab yang khusus di masjid-masjid pada zaman pemerintahan Dinasti Ming (1368-1644). Banyak rujukan buku-buku Arab dan agama Islam telah diterjemah kedalam bahasa China bagi kegunaan masyarakat tempatan. Cabang ilmu bahasa Arab telah diajar secara lebih mendalam seperti nahu, balaghah dan sebagainya ( Bai Shou Yi, 1990).

Fasa Kedua: Pendidikan Moden dalam Pengajaran Bahasa Arab

Pendekatan tradisional dalam pengajaran bahasa Arab masih digunakan di masjid-masjid. Aktiviti pendidikandi masjid-masjid telah

137

Pendidikan Prasekolah DalamNegara

Kajian awal telah dilakukan oleh jemaah nazir sekolah pada tahun 2005 setelah pendekatan bermain sambil belajar diperkenalkan dalam Kurikulum Prasekolah Kebangsaan (2003). Malangnya kurikulum ini tidak ketara penggunaannya di prasekolah di Malaysia kecuali prasekolah di bawah kementerian pelajaran Malaysia (Mariani,2009). Hasil kajian mendapati bahawa sebanyak 79.5 peratus guru menggunakan pendekatan belajar melalui bermain dalam pembelajaran mereka, 83.6 peratus menggunakan pendekatan bertema dan 78.0 peratus menggunakan pendekatan bersepadu.

Hasil ini bertentangan dengan kajian yang dilakukan oleh pegawai prasekolah dari Bahagian Pendidikan Negeri Selangor ke atas 20 buah sekolah dimana dapatan menunjukkan hampir semua kelas tidak melaksanakan pendekatan belajar melalui bermain (Pusat Perkembangan Kurikulum, 2007). Kajian juga mendapati bahawa guru mempunyai pandangan positif terhadap pendekatan belajar melalui bermain yang menjadi panduan pengajaran dalam kurikulum prasekolah kebangsaan tetapi mempunyai masalah untuk melaksanakannya di dalam kelas kerana kurang kemahiran dan pengetahuan dan tidak mendapat panduan yang khusus untuk melaksanakan pendekatan tersebut.

Kajian Sharifah Norhaidah Syed Idros (2007,2010) dari Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan, Universiti Sains Malaysi mendapati 15 daripada 19 orang guru yang ditemu bual menyatakan bahawa mereka tahu tentang kelebihan pendekatan belajar sambil bermain tetapi sukar untuk melaksanakan kerana kesuntukan masa, kekurangan bahan dan alat dan sukar dalam mengawal tingkahlaku kanak-kanak.

Lau Ging Lim (2012) mengkaji kesan penggunaan kaedah bermain sambil belajar ke atas minat dan penglibatan murid dalam pembelajaran Sains di samping meningkatkan pencapaian mereka dalam mata pelajaran Sains. Kajian dijalankan ke atas 38 orang murid tahun 4 di sebuah sekolah kebangsaan di daerah Kuching. Hasil kajiannya menunjukkan bahawa penggunaan kaedah bermain sambil belajar didapati berjaya meningkatkan minat serta penglibatan peserta kajian dalam pembelajaran Sains, sekaligus meningkatkan pencapaian mereka dalam mata pelajaran Sains.

Rohaty dan Abu Bakar (2008) menyatakan kecermerlangan masyarakat masa kini, sering kali dikaitkan dengan kejayaan kanak-kanak prasekolah dalam menghasilkan kanak-kanak yang berjaya menulis, mengira dan membaca. Justeru itu pusat prasekolah tersebut menjadi tumpuan ibu bapa untuk menghantar anak-anak mereka mendapat pendidikan prasekolah.

196

Page 146: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

b. Persekitaran yang kondusif, perancangan jangka pendek dan jangka panjang perlulah dibina.

a. Guru membina aktiviti pengajaran berpandukan minat kanak-kanak. Guru membuat keputusan tentang proses pengajaran serta bahan yang diperlukan dalam melaksanakan aktiviti berkenaan.

b. Guru merancang masa, menyediakan bahan dan peralatan serta mengenalpasti langkah-langkah melaksanakan aktiviti yang terpilih. Akhirnya, aktiviti dilaksanakan.

Menurut Rohani, Nani dan Mohd. Sharani (2007), dalam teori Piaget, pendekatan bermain menitik beratkan beberapa perkara seperti berikut:

i. Persekitaran kanak-kanak perlu dilengkapi dengan bahan dan aktiviti yang membenarkan mereka berinteraksi dengan persekitaran mereka. Contohnya, aktiviti melukis, membina, berlakon, bermain olok-olok atau bermain dengan pasir dan air.

ii. Pengalaman belajar kanak-kanak adalah berasakan aktiviti penerokaan dan penemuan. Misalnya, selepas berpengalaman bermain air, kanak-kanak berkebolehan membuat jangkaan samada sesuatu benda akan terapung atau tenggelam apabila diletakkan di atas permukaan air.

iii. Guru berperanan menggalakkan penerokaan persekitaran dan membimbing dalam proses pembinaan pengetahuan.

iv. Kurikulum dan pengalaman pembelajaran kanak-kanak disusun berasaskan minat yang boleh mewujudkan perasaan ingin tahu kanak-kanak.

PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM DAN LUAR NEGARA

Pendidikan prasekolah ternyata sudah mempunyai kurikulum yang sesuai serta strategi pengajaran dan pembelajaran yang sepadan dengan perkembangan kognitif, afektif, dan sosial kanak-kanak iaitu melalui pendekatan belajar melalui bermain dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Huraian Kurikulum Prasekolah Kebangsaan Kementerian Pendidikan Malaysia (2003: 260) telah menghuraikan pendekatan belajar melalui bermain yang menjadi asas konsep dan prinsip pendidikan prasekolah.

195

berlansung dengan konsiten. Peningkatan ahli masyarakat yang ingin belajar bertambah dari masa ke semasa. Begitu juga kewujudan sekolah-sekolah Islam telah mendapat tempat dalam kalangan pelajar. Ramai pelajar telah memilih sekolah aliran Islam ini kerana perjalanan sekolah yang bersistematik, prasarana yang cukup dan moden serta kurikulum sekolah yang menepati dengan keadaan semasa di China(Ibrahim, 1998& LiXingHua, 1999).

Sekolah moden aliran Islam terbahagi kepada dua jenis:

1. Sekolah rendah. Pada peringkat ini pelajar diajar bahasa China, subjek-subjek teras sebagaimana di sekolah awam dan pengajian ilmu-ilmu Islam dalam bahasa China dan bahasa Arab. Di antara sekolah yang berpengaruh seperti: a) Sekolah Rendah Ma Yuan di Cheng Chang, daerah Juan Sho.

Telah diasaskan oleh Thong Zhang pada tahun 1906. b) Sekolah Rendah Persendirian Yuan Ben di Peking. Telah

diasaskan pada tahun 1906. 2. Sekolah menengah, sebagai contoh:

a) Sekolah Menengah Chun Shi Shan Xi, diasaskan pada tahun 1926.

b) Sekolah Menengah Bandar Houshang di Khang, diasaskan pada tahun 1928.

Kesan daripada sistem pengajian Islam moden di sekolah–sekolah tersebut membuahkan hasil ke arah perkembangan bahasa Arab di China. Ramai tenaga pengajar yang terdiri daripada kalangan orang Arab yang berhijrah ke China. Begitu juga dasar penghantaran pelajar China untuk belajar di institusi-institusi pengajian di tanah arab seperti di Universiti al-Azhar, Mesir. Perkara ini dapat mengukuhkan lagi perkembangan bahasa Arab secara meluas di China. Mereka inilah banyak memberi sumbangan dalam kejayaan bahasa Arab di China. Sistem pembelajaran yang lebih dinamik dan teratur telah diperkenalkan. Tidak hanya bergantung dengan metod konvensional semata-mata. Di samping itu sokongan yang kuat daripada pihak Persatuan Islam China juga merupakan salah satu elemen kejayaan dan perkembangan bahasa Arab di China(LiXingHua, 1998, DingJun, 2000 & LiZheZhong, 2013).

138

Page 147: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Fasa Ketiga: Pengajaran Bahasa Arab di Universiti China

Pada fasa ini pengajaran Bahasa Arab telah mula diajarkan di peringkat universiti. Pada peringkat ini merupakan sumbangan yang besar terhadap perkembangan bahasa Arab di China. Graduan awal pelajar China yang menuntut di Universiti al-Azhar telah kembali ke negara mereka dengan memberi input yang banyak dalam mengembangkan pengajaran bahasa Arab di China. Dengan inisiatif kumpulan ini, bahasa Arab telah mula diajar di Universiti Nanjing pada tahun 1943. Selepas itu satu jabatan yang khusus untuk Bahasa Arab telah ditubuhkan di Universiti Peking pada tahun 1946 (Zhou Lie, 2010).

Salah satu matlamat pengajaran Bahasa Arab di universiti China adalah bagi mengukuhkan lagi penguasaan pelajar berkomunikasi dalam Bahasa Arab dengan fasih dan lancar. Latihan dan praktikal secara optimum telah dititik beratkan kepada pelajar dalam memastikan Bahasa Arab dapat dikuasai sepenuhnya. Perkara ini diberi keutamaan kerana pelajar-pelajar yang mengikuti kursus Bahasa Arab akan menjadi lidah rasmi kepada kerajaan China dalam hubungan luar dengan negara-negara Arab.

Bahasa Arab dianggap bahasa yang penting bagi kerajaan China. Ini dijelaskan oleh Timbalan Perdana Menteri China merangkap Menteri Luar China Chen Yi. Beliau menegaskan bagi mengukuhkan pengaruh politik di arena global kemahiran dan penguasaan bahasa asing adalah sangat diperlukan. Tokoh pemikiran sosialis China Mao Zhe juga telah menyatakan untuk menjadikan negara China sebuah negara pertama yang berpengaruh dan disegani diperingkat antarabangsamaka keperluan terhadap bahasa asing amat diperlukan. Justeru Bahasa Arab adalah salah satu bahasa asing yang perlu diberi perhatian oleh masyarakat China(Zhou Lie, 2010).

Dengan sokongan yang padu daripada kerajaan China telah banyak universiti-universiti China telah mula memainkan peranan dalam menubuhkan program pengajian bahasa Arab. Pengajian bahasa Arab bersifat terbuka kepada seluruh masyarakat China samada Islam atau bukan Islam. Antara universiti-universitiChina yang terawal telah menubuhkan jabatan bahasa Arab seperti berikut:

1. Peking University 2. Fakulti Pengajian Asing Peking 3. Universiti Barat Laut Rakyat China 4. Lanzhou University 5. Hailo Nagjiang University 6. Universiti Pengajian Asing di Shanghai 7. Universiti Pengajian Asing di Sichuan

139

Konsep Bermain di Prasekolah

Pusat Perkembangan Kurikulum (2008) menggariskan konsep “belajar melalui bermain” yang diperlukan seperti berikut:

i. Sesuatu aktiviti yang dapat memberi kegembiraan serta peluang kepada murid melahirkan perasaan.

ii. Murid dapat meneroka, mencuba dan meningkatkan penguasaan kemahiran

iii. Murid berpeluang memberi tumpuan dan perhatian iv. Membantu murid mengembangkjan pertumbuhan dari segi kognitif

dan psikomotor. v. Bebas, terancang dan selamat

vi. Peluang mencuba idea sendiri

Menyedari kepentingan “belajar sambil bermain” dan peranannya kepada kanak-kanak, Akta Pendidikan Kanak-Kanak (1996) Bab Dua Pendidikan Prasekolah, Seksyen 22 mensarankanpendekatan-pendekatan kurikulum prasekolah seperti berikut:

i. Pendekatan belajar melalui main ii. Pendekatan bertema

iii. Pendekatan bersepadu iv. Pendekatan ICT dalam pembelajaran

Main adalah satu aktiviti yang bebas daripada peraturan luaran yang mana ia bukan satu tugas yang dipaksa. Dalam suatu permainan, ia menentukan penglibatan diri individu secara aktif dan permainan ini selalunya melibatkan kesan perasaan positif seperti gembira dan seronok yang selalu disertai dengan gelak ketawa. Bermain juga adalah satu bentuk pembelajaran yang aktif yang mengintegrasikan minda, badan dan jiwa (Persatuan Kebangsaan Pendidikan Awal Kanak-kanak, 1997).

Dalam konteks prasekolah di Malaysia, khususnya dari perspektif kurikulum, main mempunyai unsur seperti berikut:

i. Main yang terancang ii. Main yang berstruktur

iii. Main yang fleksible iv. Memenuhi keperluan kognitif, psikomotor dan afektif

Langkah-langkah melaksanakan aktiviti bermain adalah seperti berikut:

a. Aktiviti bermain memerlukan perancangan yang teratur bersesuaian dengan perkembangan kanak-kanak.

194

Page 148: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

and pleasurable.Carr dalam teorinya menyatakan, main penting kepada kanak-kanak kerana main menyediakan peluang kepada kanak-kanak untuk meluahkan pendapat masing masing (Kraus,1990).

Bermain adalah fitrah kanak-kanak. Penekanan belajar melalui bermain dalam pendidikan prasekolah dapat memberi kanak-kanak peluang untuk membuat penerokaan, penemuan dan pembinaan pengalaman secara langsung. Semasa menjalankan aktiviti tersebut, pengalaman secara tidak langsung akan berlaku dalam proses penerimaan sensori atau deria seperti penglihatan, sentuhan, bau dan rasa yang dirangsang. Menurut Fauziah Md. Jaafar (2003), bermain adalah satu aktiviti semulajadi dan menjadi keperluan bagi setiap kanak-kanak.

Penggunaan konsep bermain pada peringkat kanak-kanak telah disokong dan diakui oleh penyelidik-penyelidik dari pelbagai disiplin termasuklah penyelidik psikologi, pendidikan, falsafah, sosiologi dan juga kesihatan. Malah Persatuan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) telah mengistiharkan pada 20 November 1959 bahawa kanak-kanak mempunyai hak untuk bermain yang harus diarahkan untuk tujuan yang sama khususnya dalam bidang pendidikan (Duncan & Lockwood, 2008). Hal ini kerana, mereka percaya dalam kehidupan kanak-kanak, bermain merupakan faktor penting dalam membantu proses pembelajaran dan perkembangan mereka (Bredekamp, 1987).

Menurut Morrison (1995), bermain adalah proses kehidupan kanak-kanak dan merupakan tahap tertinggi dalam membantu proses perkembangan kanak-kanak. Malah Frobel menyarankan semua kerja yang dilakukan oleh kanak-kanak perlu mempunyai ciri-ciri bermain. Oleh yang demikian, guru prasekolah haruslah mengaplikasikan aktiviti bermain di bilik darjah dengan berkesan seperti yang ditetapkan dalam setiap tunjang prasekolah.

Hasil kajian oleh Zakiah, Azlina dan Yeo (2011) mendapati pendidikan formal menjadi pilihan guru prasekolah kerana mereka lebih fokus kepada objektif mata pelajaran dan kemahiran yang perlu dikuasai kanak-kanak sebelum ke darjah satu. Kebanyakan tadika tidak menyediakan waktu bermain atas alasan tidak mempunyai masa yang cukup untuk menjalankan aktiviti bermain, malah kebanyakan penyelia tadika tidak menghargai belajar melalui bermain langsung (Miller & Almon 2009).

Kajian tentang pelaksanaan dan keberkesanan pendekatan belajar melalui main dilihat perlu untuk kita mengetahui samada guru-guru di prasekolah melaksanakan pendekatan yang telah digariskan oleh Kurikulum Standard Prasekolah Kebangsaan.

193

8. Universiti Pengajian Asing di Xi'an 9. Universiti Pengajian Asing di Dalian 10. Universiti Pengajian Asing di Tianjin 11. Zhongshan Universiti 12. Universiti Ningxia 13. Universiti Qinghai Rakyat China

Fasa Keempat: Pengajaran Bahasa Arab di Institut-Institut Islam China

Pada zaman pemerintahan Perdana Menteri China Zhou Ang Lai, beliau masih meneruskan polisi kerajaan yang sebelum ini. Dimana perkembangan bahasa asing terutamanya bahasa Arab dianggap penting untuk kestabilan politik China di peringkat antarabangsa. Pada April 1955 beliah telah mengadakan satu lawatan rasmi ke Institut Islam Indonesia. Konsep Institut Islam Indonesia telah menarik minat beliau untuk menubuhkan institut yang sama di China (Li Jiang Min, 2004).

Justeru itu, dengan sokongan dan galakkan daripada beliau telah diasaskan beberapa institut Islam di beberapa wilayah yang mempunyai populasi penduduk majoriti orang Islam. Wilayah tersebut seperti di Xinjiang, Ningxia, Gansu, Qinghai, Yunnan dan Henan.

Institut-institut Islam terbahagi kepada dua kategori:

1) Institut-institut Islamkerajaan. Institut ini mendapat dana sokongan daripada kerajaan China.SepertiInstitut Islam Xinjiang, Institut Islam China, InstitutIslam Peking, Institut Islam Kunming, Institut Islam Shangtun, Institut Islam Lanzho dan lain-lain.

2) Institut-institut Islam swasta. Institut ini diuruskan secara persendirian dan tidak mendapat dana daripada pihak kerajaan. Seperti Institut Tinggi Bahasa Arab Kaiyuwan– Yunnan, Institut Bahasa Arab Yangkesha- Guang Zhou, Institut Bahasa Arab Shanghai -Shanxi dan lain-lain.

Institut-institut Islam telah mendapat tempat dalam masyarakat China. Kehadiran pelajar di setiap wilayah untuk belajar agama Islam dan Bahasa Arab semakin meningkat dari masa kesemasa. Bilangan institut-institut Islam mula bertambah pada tahun 1980. Dengan perkembangan positif ini telah membawa era baru dalam pengembangan Pendidikan Islam serta Bahasa Arab secara amnya.

140

Page 149: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Beberapa kriteria kemasukkan pelajar ke institut-institut Islam ditetapkan. Calon pelajar sekurang-kurangnya perlu mempunyai sijil sekolah tinggi atau yang setaraf dengannya.Hanya calon pelajar Islam diterima masuk dalam program institut-institut Islam. Manakala tempoh pengajian selama tiga tahun bagi program diploma dan empat tahun bagi program ijazah sarjana muda.

Struktur kurikulum di institut-institut Islam terbahagi kepada tiga kategori asas:

1. Pengajian ilmu-ilmu Islam sebanyak 60%. Seperti al-Quran, ilmu tafsir, ulum al-Quran, perundangan Islam, sejarah Islam dan sebagainya.

2. Pengajian Bahasa Arab sebanyak 24%. Merangkumi nahu, soraf, balaghah, linguistik dan sebagainya.

3. Sains politik sebanyak 16%. Merangkumi geo politik tempatan dan antarabangsa.

MATLAMAT PENGAJARAN BAHASA ARAB

DI INSTITUT-INSTITUT ISLAM

Pada asasnya matlamat pendidikan di institut-institut Islam di China memberi tumpuan kepada pemupukan semangatpatriotime terhadap negara sendiri, menyokong sistem pentadbiran kerajaan sosialis China. Di samping itu dapat melahirkan pelajar dan masyarakat Islamberpengetahuan tinggi dengan ilmu-ilmu Islam serta kecekapan berbahasa Arab.

Oleh yang demikian ahli-ahli akademik telah menggariskan komponen yang hendak dicapai dalam sistem dan kurikulum di institut-institut Islam di China sepeti berikut:

a) Matlamat agama: Subjek-subjek yang menjurus untuk mendalami Islam seperti : Hadis, Tafsir, Perundangan Islam, Feqah, Al-Quran dan sebagainya. Perkara ini dititikberatkan supaya pengetahuan serta amalan agama Islam dalam kalangan masyarakat Islam bertepatan dengan ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad (SAW). Agama Islam adalah agama yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad (SAW), dan bukan ajaran ciptaan manusia.Ketakwaan kepada Allah (SWT) adalah matlamat hamba diciptakan ke atas muka bumi ini.

b) Matlamat khusus kepada individu dan masyarakat: 1. Pembangunan jati diri setiap individu dan masyarakat dari segi

fizikal, mental, falsafah, moral dan sosial.

141

tahap komunikasi lisan yang lebih tinggi, pemikiran yang kreatif, berimaginasi dengan lebih baik, dan dapat menyelesaikan masalah (Brock et.al.,2009), meningkatkan motivasi dan menggalakkan penglibatan serta tumpuan (Riley,2003) melalui aktiviti belajar melalui bermain.

Oleh itu, objektif kajian ini adalah untuk: Mengenal pasti pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang guru gunakan di dalam bilik darjah. Mengenal pasti cara guru menjalankan pengajaran berdasarkan pendekatan belajar melalui main. Mengenal pasti kesan kaedah belajar melalui bermain dalam membantu murid meningkatkan perkembangan diri murid di tadika.

Penyelidikan ini dijalankan berdasarkan adaptasi daripada Model Teori Pemprosesan Maklumat R.M Gagne (1957). Model ini sesuai untuk dijadikan panduan dalam menyediakan maklumat yang sistematik untuk melihat implikasi pendekatan pengajaran belajar melalui bermain terhadap kanak-kanak prasekolah. Baddley (1990) menyokong teori ini dan menyatakan bahawa model Gagne ini lengkap kerana ia dapat menyampaikan maklumat tentang input, proses dan output yang dihasilkan untuk mencapai objektif penyelidikan.

Rajah 1: Teori Pemprosesan Maklumat, R.M.Gagne (1975)

Belajar Melalui Bermain

Mengikut Pallergini (1995), main ialah sukarela, bermotivasi intrinsik, main melibatkan penglibatan dan pergerakan fizikal yang aktif serta mempunyai kualiti yang melibatkan imaginasi.Brian Sutton-Smith dalam Pallergini (1995) menyifatkan mainadalah satu proses belajar untuk memenuhi keperluan fisiologi dan keperluan sosial. Main juga disifatkan sebagai kuasa. Ini merujuk kepada pertandingan yang melibatkan pasukan yang menang dan kalah. Dimana jika dia menjuarai sesuatu pertandingan, dia akan berasa kekuasaan berada di tangannya. Beliau juga mendefinisikan mainsebagai suatu fantasi yang berkait secara langsung dengan main sebagai kemajuan kerana kedua-duannya melibatkan kanak-kanak. Manakala Johnson & Enshler (1982) mendapatimain sebagai play may be defined as behaviour that is intrinsicically motivated, freely chosen, process oriented

INPUT

Pengajaran belajar sambil bermain lebih berbentuk akademik

PROSES

-pemerhatian

-temubual

OUTPUT

-implikasi kanak-kanak prasekolah

192

Page 150: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

“divergent object may guide children to numerous approaches, leading them to appreciate the fact that problems may have multiple solutions”

Pendekatan belajar melalui bermain telah diperkenalkan dalam kurikulum pendidikan prasekolah melalui Kurikulum Prasekolah Kebangsaan (2003) sejak lebih sepuluh tahun lalu dan menjadi asas konsep dan prinsip pendidikan prasekolah. Kini, melalui Standard Kurikulum Prasekolah Kebangsaan (SKPK, 2010), pendekatan belajar melalui bermain masih menjadi pendekatan yang perlu dilaksanakan di prasekolah seluruh Malaysia. SKPK menfokuskan kepada proses pengajaran dan pembelajaran di prasekolah iaitu berpusatkan kanak-kanak, menggunakan pendekatan pengajaran dan pembelajaran bersepadu, bertema, belajar melalui bermain, pembelajaran kontekstual dan pembelajaran berasaskan projek.

Bermain diakui penting oleh ramai penyelidik seperti Moyles, (1989), Bruce (1991), Hall dan Abbott (1991), Wood dan Artfield (1996), Drake (2001), Riley(2003), Broedhead(2004) dan Brock et. al (2009) yang menekankan tentang kepentingannya untuk meningkatkan pembelajaran dan perkembangan kanak-kanak. Bermain dapat menyediakan peluang kepada kanak-kanak melalui proses penyusunan semula, penemuan baru, proses pengayaan, pembinaan pengalaman dan pengetahuan serta konsep-konsep baru (Brock et. al 2009). Menurut Sharifah Nor Puteh dan Aliza Ali (2011), pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan awal kanak-kanak lebih berkesan jika dilakukan melalui aktiviti bermain kerana bermain adalah sebahagian dari dunia kanak-kanak.

National Association for the Education of Young Children (NAEYC) percaya bahawa kanak-kanak belajar mengikut perkembangan mereka. NAEYC (2008) menekankan amalan-amalan pendekatan pengajaran “Developmentally Appropriate Practices (DAP)” atau amalan bersesuaian dengan perkembangan kanak-kanak.

Ramai kajian lepas menghasilkan bukti bahawa pendekatan belajar melalui bermain penting untuk diaplikasikan dalam proses pengajaran dan pembelajaran peringkat prasekolah. Pakar-pakar ini telah membina kurikulum prasekolah yang menggunakan pendekatan bermain untuk meningkatkan perkembangan kognitif (Bodrova & Leong,2001,2003; Bruce, 2001; Owocki,1991; Sawyers & Rogers,1998), perkembangan sosil (Parten,1932; Sluss,2005, Trawick-Smith,2006) dan pembelajaran kanak-kanak (Brand,2006).

Pendekatan belajar melalui bermain tidak boleh dipandang remeh dan diabaikan pelaksanaannyaoleh guru-guru prasekolah. Penyelidik-penyelidik terdahulu telah membuktikan bahawa kanak-kanak boleh menunjukkan

191

2. Membentuk nilai-nilai rohani yang mantap dan percaya dengan konsep ketuhanan terhadap Allah SWT.

3. Pemupukan tahap pemikiran yang tinggi dan kritis kepada pelajar dengan mengambil kira persekitaran semasa dan sentiasa maju kehadapan.

4. Menanamkan kebanggaan berbahasa Arab sebagai bahasa komunikasidalam masyarakat.

5. Memupuk semangat hormat- menghormati pada semua lapisan masyarakat.

6. Penyediaan kepakaran sumber manusia dalam semua bidang profesional dan sebagainya.

7. Memberi latihan dan pengalaman dalam setiap bidang kepakaran yang diperlukan, dan juga memupuk rasa bertanggungjawab individu dalam memberi khidmat terhadap ahli masyarakat.

8. Kelestariansetiap individu dalam aktiviti sosialisasi bersama masyarakat serta mendidik keseimbangan emosi dan juga kestabilan dari segi psikologi.

9. Melahirkan masyarakat yang berkreativiti dan berinovasi selaras dengan kemajuan tamadun dunia.

10. Mewujudkansemangat kecintaan terhadap keluarga berteraskan semangat kasih sayang, hormat-menghormati dan kerjasama.

11. Melahirkan individu yang mampu menghadapi situasi kehidupan yang berbeza dengan bijak, rasional dan sentiasa berani menyahut cabaran.

KESIMPULAN

Perkembangan bahasa Arab di China telah wujud sekian lama. Peranan pemerintahan awal kerajaan China yang mempunyai dasar terbuka kepada orang asing terutamanya orang Arab telah mengukuhkan lagi kedudukan bahasa Arab di China. Kepentingan bahasa Arab dalam kalangan rakyat China amat signifikan dalam mengembangkan pengaruh China ke persada antarabangsa. Bahasa Arab juga mempunyai nilai komersial yang tinggi dan berdaya saing serta mampu menandingi bahasa dunia lain seperti bahasa Inggeris, Perancis, Rusia dan sebagainya. Nilai ekonomi yang terdapat pada bahasa Arab membolehkannya diiktiraf sebagai salah satu bahasa utama dan terpenting di dunia serta telah menarik ramai orang mempelajarinya. Kini fungsi dan peranan bahasa Arab dilihat semakin bertambah terutama dalam era globalisasi. Dasar langit terbuka dan dunia tanpa sempadan membawa kepada erakomunikasi yang tidak terbatas yang rnenjadikan

142

Page 151: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

bahasa sebagai wadah perantaraan.Bahasa Arab turut tidak ketinggalan dan memainkan peranannya dalam menjalinkan perhubungan politik, ekonomi dan sosial antara masyarakat dunia yang bersifat global.

RUJUKAN

Bai Shou Yi, (1982).Manuscripts of the history Islam in China,Ning xia People's Publishing House.

Bai Shou Yi, (1990).Hui Personage History (Ming), Ning xia People's Publishing House.

Ding Jun, (2013). Chinese Arabic Education, China Social Press.

Jiang Chun, Guo Ying De, (2001). The history of Arab-China relations, Economic Daily Press.

Li Jiang Min, (2004).China Islamic Institute Library Overview, Volume 11.

Li Xing Hua, (1998). The history of Islam in China,China Social Sciences Press.

Li Zhen Zhong 2000), The pursuit of scholar-Ma Jian biography,Ning xia People's Publishing House.

Ma Yong, (1999).The basic curriculum to teach Arabic language (The decisions of the Department of Arabic Language in the faculty of Oriental Languages and Literature at the University of Beijing).

Xin Yue Hua, (2004).China Islamic Institute Library Overview. Volume II.

Wu Qing Ling, (2012).Analysis of the development from a different perspective changes in China and the Arab countries, West Africa, Volume II.

Zhao Can, (1977). Jing Xue Xi Chuan Publisher.

Zhou Lie 2010).Arabic teaching and research in China.

143

PELAKSANAAN DAN KEBERKESANAN BELAJAR MELALUI BERMAIN KANAK-KANAK PRASEKOLAH

Latifah Ismail, PhD., dan Norlidya Wani Arpai

PENGENALAN

Belajar melalui bermain adalah salah satu teknik pengajaran dan pembelajaran yang berkesan kepada kanak-kanak. Teknik ini mendatangkan lebih keseronokan dan kepuasan kepada kanak-kanak kerana selepas bermain, merekamenunjukkan rasa kegembiraan. Dengan bermain, kanak-kanak belajar atau secara sedar mencari maklumat dan kemahiran yang baharu. Kanak-kanak dapat menguasai beberapa kemahiran dan perkembangan seperti kemahiran fizikal, penguasaan bahasa dari segi perbendaharaan dan peraturan tatabahasa, melatih diri dengan kemahiran sosial, pemikiran kreatif, mengumpul segala informasi tentang dunia mereka melalui deria, atau dengan mudah dapat disimpulkan sebagai ‘belajar melalui bermain’.

Pada abad yang ke 20an ini, main menjadi satu keperluan, penting, kritikal, asas kepada dunia sosial kanak-kanak, perkembangan emosi, fizikal, dan perkembangan intelektual. Justru, pendekatan belajar melalui bermain dilihat menjadi keutamaan dalam proses pengajaran dan pembelajaran kanak-kanak sekarang.

Bermain memerlukan bahan mengajar atau alat kelengkapan yang membantu dalam menyampaikan pengajaran. Bahan bantu mengajarmerangkumi semua benda yang boleh dilihat, didengar, dipegang, dibaca, dikisahkan, dirasai, dihidu, digunakan dan sebagainya. Peralatan untuk aktiviti bermain tidak semestinya dibeli dari pasaran malah boleh dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan bahan semulajadi dan bahan terbuang.

Hughes (1995) mendapati kanak-kanak yang menggunakan berbagai alat mainan menunjukkan perkembangan kognitif yang lebih baik daripada kanak-kanak yang tidak menggunakan alat mainan. Kekurangan alat permainan akan membantutkan aktiviti main di prasekolah. Persekitaran kanak-kanak perlu dipenuhi oleh bahan-bahan yang perlu disentuh dan bahan yang boleh digunakan secara sepenuhnya bagi perkembangan sensori dan sosial (Gestwicki,1999).Peralatan yang digunakan oleh kanak-kanak dalam aktiviti mainan dapat membantu membina pemikiran yang kreatif, kritis dan berimaginasi. Hughes seterusnya mendapati (1999):

190

Page 152: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pratiwi, Yuni. (2001). Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran.“Pengembangan

Kompetensi Teks dalam Pembelajaran Prosa Fiksi”. Malang: IKIP Malang.

Rio Sumarni Shariffudin & Kasiran Buang.(1994). Effectiveness of a computer-aided module in enhancing conceptual understanding in science learning.Proceeding of the National Symposium on Educational Computing (EDUCOMP 94), hlm.153-160.

Rosalina, D. (2008). Efektivitas permainan konstruktif terhadap peningkatan kreativitas anak prasekolah.(Online).Availabe etd.eprints.ums.ac.i d/852/1/F100020186.pdf. (diunduh pada12 Maret 2013).

Snow, C. E., Burns, M. S., & Griffin, P. (1998).Preventing reading difficulties in young children.Washington, DC: National Academy.

Spodek, B., & Saracho, O. N. (1994). Early childhood education and early childhoodspecial education: A look to the future. In P. L. Safford, B. Spodek, & O. N. Saracho (Eds.).Yearbook of Early Childhood Education: Early Childhood Special Education, Vol. V (pp. 242-246). New York: Teachers College Press.

Sri Nuryati. (2007). Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Permainan Bahasa Di Kelas Awal Sekolah Dasar.Jurnal Sekolah Dasar, (Online), (http://www. Google.com, (7 Disember 2007)

Suhardjono.(2008). Kemampuan Membaca Pemahaman Soal Hitungan Cerita Murid-Murid Kelas IV Sekolah Dasar/Maddrasah Ibditaiyah.http://kompas.com. Di-download pada tanggal 7 Maret 2013.

Walker, D., Greenwood, C., Hart, B., & Carta, J. (1994). Prediction of school outcomes based on early languageproduction and socioeconomic factors. Child Development, 65, 606-611.

Winiasih, (2005).Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa Sd/Mi Melalui analisis Reading Readiness.Jurnal Sekolah Dasar, (Online), Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 1, (http://www. Google.com, diakses 19 Desember 2007)

Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih.(1996/1997).Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.

189

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN BIOLOGI

SEKOLAH MENENGAH ATAS (PBM-BSM) (PROBLEM-BASED LEARNING MODULE DEVELOPMENT FOR

TEACHING AND LEARNING BIOLOGY IN HIGH SCHOOL)

Wan Syafii

ABSTRACT

This study was carried out aiming to design modules Problem Based Learning in Teaching High School Biology (PBM-BSM) in order to assist teachers in creating a learning process that is innovative and creative. Modules are designed with the topic Motion System and Circulatory System. The design of the module using the ADDIE model as a guide. The design of PBM-BSM module with a five-step implementation of PBL. The module consists of a material book, Learning Implementation Plan (RPP), and the Student Worksheet (LKS) and manuscript evaluation. The draft has been prepared modules assessed by expert lecturers and teachers who are experienced, then performed a limited test. The results showed that the modules developed if the terms of the indicators of material well categorized (score 3:28). RPP indicators are categorized either (a score of 3:03). LKS indicators are categorized either (a score of 3:09). and evaluation indicators are categorized either (a score of 3:08). Overall conclusion that the teachers agree that PBM-BSM modules generated in this study is good if judged from the indicator module.

Keywords: Biology High School; Problem Based Learning Module; Module Development

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk merancang modul Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pengajaran Biologi Sekolah Menengah (PBM-BSM) agar dapat membantu guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Modul yang dirancang dengan topik Sistem Gerak dan Sistem Peredaran darah. Pengembangan modul menggunakan Model ADDIE sebagai panduan. Pengembangan modul PBM-BSM dengan penerapan lima langkah PBM. Modul terdiri dari Buku materi, Rancangan

144

Page 153: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembaran Kerja Siswa (LKS) serta naskah Evaluasi. Draf modul yang telah siap dinilai oleh pakar dosen dan guru yang berpengalaman, selanjutnya dilakukan uji terbatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan jika ditinjau dari segi indikator Buku Materi dikategorikan baik (skor 3.28). Indikator RPP dikategorikan baik (skor 3.03). Indikator LKS dikategorikan baik (skor 3.09). dan indikator Evaluasi dikategorikan baik (skor 3.08). Kesimpulannya secara keseluruhan bahwa guru-guru setuju bahwa modul PBM-BSM yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah baik jika dinilai dari indikator modul.

Kata Kunci: Biologi SMA; Modul Pembelajaran Berdasarkan Masalah; Pengembangan Modul

PENDAHULUAN

Metode pengajaran dan pembelajaran semestinya beralih dari pembelajaran berbentuk hafalan (rote learning) kepada pembelajaran yang merangsang pikiran (mind stimulating learning) untuk menggalakkan peserta didik berfikir secara kreatif dan inovatif. Ini bermakna pengajaran dan pembelajaran adalah berfokus pada peserta didik dan pembelajaran diarahkan dari proses pasif ke aktif dan bermakna [1].

Dalam kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak di dominasi guru. Guru-guru yang mengajar dalam bidang sains, termasuk biologi belum secara optimum menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual. Kenyataan pola pembelajaran seperti itu perlu diubah dengan cara mengiringi peserta didik mencari ilmunya sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus mencari konsep-konsep secara mandiri. Untuk mengatasi masalah di atas, guru dituntut mencari dan mencari suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Keadaan ini mengakibatkan rendahnya hasil pencapaian belajar peserta didik.

Hasil pencapaian biologi berdasarkan hasil ujian nasional tahun pelajaran 2008/2009 untuk Kota Pekan baru di dapati bahwa nilai rata-rata pencapaian biologi adalah 6.39 dengan kategori cukup dan persentase nilai peserta didik yang memperoleh nilai di bawah 7.00 yaitu 75.24%. Seterusnya penguasaan bahan biologi di bawah 50% di antaranya mengenal pasti mekanisme gerak otot berdasarkan gambar yang disajikan (47.85%); dan mengenal pasti jenis gangguan penyakit pada sistem peredaran darah (48.89%) [2].

145

Burns, P.C., Betty, D. & Ross, E.P. (1996).Teaching Reading in Today’s

Elementary Schools. Chicago: Rand Mc.Nally College Publishing Company.

Combs, Martha. (1996). Development Competence Readers and Writers in The Primary Grades. Englewood Cliff, N.J: Prentice Hall, Inc.

Depdiknas.(2000). Metodik Khusus Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.

Eva Fauzah. (2010). Jangan Paksakan Anak Belajar Membaca Bila Belum Siap. http://www.voa-islam.com/muslimah/pendidikan/2010/07/05/7754/jangan-paksakan-anak-belajar-membaca-bila-belum-siap/ (12 Maret 2013).

Garber, H. L. (1998).The Milwaukee project: Preventing mental retardation in children at risk. Washington, DC: American Association on Mental Retardation.

Indrawati, Sri. (1996). Jurnal Ilmu Pendidikan. “Pengaruh Konteks Visual terhadap Pemahaman Bacaan Murid Sekolah Dasar”. Malang: IKIP Malang

Jackson, Sherri L. (2006). Research Methods and Statistics.A Critical Thinking Approach.Belmont, C.A.: Wadsworth, Thomson Learning Inc.

Lina Khoerunnisa. (2010). Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia.http://www.pemustaka.com/penerapan-digital-library-sebagai-langkah-startegis-menstimulasi-budaya-membaca-di-masyarakat.html. Di-download pada tanggal 7 Maret 2013.

Lyon, G. R. (1999). The NICHD research program in reading development, reading disorders and reading instruction.Washington, DC: National Center for Learning Disabilities.

Maya.(2007). PAUD dan Calistung (Online).Availabe :http://pendidikan rumah.blogspot.com/2007/08/paud-dan-calistung.html (12Maret 2013).

Mulyadi.(2005). Anak TK Belajar Huruf & Angka, Penganiayaan Terselubung.http://evatiopitna.multiply.com/journal?&page_start=20&show_interstitial=1&u=%2Fjournal Di-download (16 Maret 2013).

Peta, L. 2003. Cognitive development. (atas talian) http:// www.artsci.gmcc.ab.ca/ people/petal/ piaget.html (12 Maret 2013).

188

Page 154: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

SIMPULAN

Pembelajaran membaca permulaan di SD merupakan pembelajaran yang penting artinya bagi perkembangan pembelajaran murid-murid selanjutnya untuk semua bidang pembelajaran. Dengan kemampuan membaca yang lancar dan dapat memahami isinya dapat mempermudah murid-murid memahami pembelajaran yang diberikan guru. Namun, hal ini bukan berarti murid-murid harus diajarkan membaca sebelum masuk SD karena dapat menghambat perkembangan pembelajaran murid-murid tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pembelajaran membaca permulaan dengan komputer atau CD pembelajaran murid-murid kelas 1 SD yang tamat TK dan yang tidak tamat TK, disimpulkan bahwa

1) perkembangan pembelajaran membaca permulaan murid-murid yang tamat TK lebih rendah daripada perkembangan pembelajaran membaca permulaan murid-murid yang tidak tamat TK walaupun murid-murid yang tamat TK telah memperoleh kemampuan membaca permulaan;

2) kemampuan membaca yang diperoleh di TK tidak menjamin perkembangan pembelajaran membaca murid-murid di SD, bahkan dapat menghambat perkembangan pembelajaran mereka.

RUJUKAN

Akhadiah M.K., Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. (1991). BahasaIndonesiaI.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Auzar.(2010). Pembangunan dan Penilaian Keberkesanan Perisian Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer Asas Membaca Bahasa Indonesia. Disertasi (tidak diterbitkan).Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia.

Badan Pusat Statistik. (2006). Minat Baca Indonesia Rendah: Wacana Indikator Riset Ilmiah. www.bps.go.id (10 Maret 2013).

Bhatacharya, K.,& Han, S. 2001. Piaget and cognitive development.Dlm. Orey, M. (pnyt.).Emerging perspectives on learning, teaching, and technology.http:// it3.coe.uga.edu/ebook/ piaget.html (12 Maret 2013).

Blachman, B. A. (2000). Phonological awareness. In M. L. Kamil, P. B. Mosenthal, P. D. Pearson, & R. Barr (Eds.), Handbook of reading research (Vol. 3.) (pp. 251-284). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

187

Keterampilan berfikir dan menyelesaikan masalah peserta didik di Indonesia belum begitu membudaya. Kebanyakan peserta didik terbiasa melakukan kegiatan belajar berupa menghafal tanpa diikuti dengan proses keterampilan berfikir dan menyelesaikan masalah. Untuk menyikapi permasalahan ini maka perlu dilakukan upaya pembelajaran berdasarkan teori kognitif yang di dalamnya termasuk teori belajar konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme keterampilan berfikir dan menyelesaikan masalah dapat ditumbuhkan jika peserta didik melakukan sendiri, mencari, dan memindahkan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat membantu para peserta didik berlatih menyelesaikan masalah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih menyelesaikan masalah adalah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM). Model ini merupakan pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, mengembangkan keterampilan yang tinggi dan penelitian, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya [3]. Pada model ini, peranan guru adalah mengemukakan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana berdiskusi, memberikan kemudahan penelitian, dan melakukan penelitian.

Berdasarkan uraian di atas perlu difikirkan usaha-usaha yang dapat membantu guru untuk melaksanakan Model PBM, salah satunya ialah dengan pengembangan modul dalam pengajaran biologi. Hasil penelitian [4] mendapati bahwa dengan pengajaran bermodul dapat meningkatkan pencapaian sains. Penggunaan modul meningkatkan motivasi peserta didik dan membolehkan peserta didik belajar secara lebih bermakna dan produktif dan umpan balik yang diterima oleh peserta didik adalah segera, cepat dan tepat.

Oleh yang demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan modul PBM agar dapat membantu guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Modul yang dikembangkan dengan standard kompetensi Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan haiwan tertentu, kelainan/ penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat), topik Sistem Gerak dan Sistem Peredaran darah. seterusnya modul yang sudah dikembangkan dapat digunakan dalam pengajaran dan pembelajaran biologi agar dapat melaksanakan langkah-langkah PBM secara lebih bermakna, sehingga pencapaian hasil belajar bagi peserta didik dapat ditingkatkan.

146

Page 155: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

METODOLOGI

2.1 Pengembangan Modul

Dalam penelitian ini pemgembangan modul menggunakan Model ADDIE [5], dan dimodifikasi [6], dan [7]. Hasil modifikasi sebagai pedoman karena merupakan model integrasi yang komprehensif.

Pengembangan modul diawali dengan tahap 1: Menyediakan draf modul (yaitu Pengembangan objektif pendidikan; Mengenal pasti teori, rasional, falsafah, konsep, sasaran dan tempoh masa; Kajian keperluan; Menetapkan objektif; Pemilihan isi kandungan; Pemilihan strategi; Pemilihan materi; Pemilihan media; dan Menyatukan deraf modul). tahap 2: Mennguji dan menilai modul (meliputi uji terbatas; Menentukan kesahan).

2.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan ialah: (1) Instrumen menilai persepsi guru terhadap modul PBM-BSM yang terdiri atas Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Evaluasi dan Buku Materi Pembelajaran. Instrumen diadaptasi dari [8] dan [9].

Penilaian oleh guru ini merupakan penilaian yang dilakukan oleh teman sejawat, penilaian RPP, LKS dengan menggunakan lembar penilaian [8] dan [9]. Lembaran penilaian modul pembelajaran pada penelitian ini merupakan modifikasi [10] dan [8] serta acuan penilaian RPP dan LKS yang dimodifikasi [9].

Indikator yang digunakan untuk penilaian modul PBM-BSM yaitu 1 set Unit Modul yang dinyatakan dalam 27 pertanyaan terbuka dan 59 pertanyaan tertutup yang terdiri atas Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 16 item pertanyaan; Lembar Kerja Siswa (LKS) 20 item pertanyaan; Lembar Evaluasi 8 item pertanyaan; dan Buku Materi Pembelajaran 15 item pertanyaan.

2.3 Analisis Data

Untuk mengetahui penilaian modul oleh guru, tanggapan guru dan peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran berasaskan masalah, maka ditetapkan rentang nilai seperti yang disajikan pada tabel 1.

147

prestasi membaca lebih bagus dibanding anak lain yang belajar membaca di usia sebelum 6 tahun. Hal ini diketahui ketika dilakukan tes pada anak-anak tersebut di usia 9 atau 10 tahun.

Eva Fauzah (2010) menyatakan bahwa seorang psikolog di Amerika membandingkan dua kelompok anak dalam belajar membaca.Kelompok pertama merupakan anak-anak yang dimasukkan ke TK akademis, yakni TK yang metode pembelajarannya seperti layaknya di SD, mengajarkan para muridnya berbagai pelajaran termasuk membaca.Kelompok kedua merupakan murid-murid TK biasa, yakni TK yang mengutamakan metode bermain bagi siswanya. Hasilnya, saat duduk di kelas 1 SD, para lulusan TK akademis ternyata tidak memiliki keunggulan akademis jangka pendek, apalagi jangka panjang, jika dibandingkan dengan siswa lulusan TK biasa. Bahkan murid-murid TK akademis terlihat lebih gelisah dan kurang kreatif jika dibandingkan murid-murid TK biasa.

Implikasi dan Rekomendasi

Penelitian ini memiliki implikasi dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran membaca permulaan. Pihak-pihak tersebut, di antaranya, pemilik atau kepala TK, Kepala Sekolah Dasar, dan orang tua murid.

TK adalah tempat anak-anak bermain sambil belajar. Oleh karena itu, anak-anak tidak perlu diberikan pengajaran secara terstruktur seperti murid-murid SD. Selain itu, memaksa anak-anak belajar secara terstruktur dapat mengganggu perkembangan jiwa dan menimbulkan rasa jenuh atau bosan terhadap pembelajaran yang bersangkutan.

Kepala SD harus menyadari bahwa SD merupakan jenjang yang paling rendah untuk melaksanakan pendidikan terstruktur atau terencana. Dengan demikian, tidak perlu membuat syarat harus dapat membaca bagi calon-calon murid yang akan masuk SD.

Orang tua murid harus menyadari dan memahami bahwa TK bukanlah tempat untuk pembelajaran membaca secara terstruktur.TK adalah tempat anak-anak untuk bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.

186

Page 156: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

murid-murid yang tamat TK lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan membaca permulaan murid-murid yang tidak tamat TK, yaitu 35.85 berbanding 22.85. Perbedaan ini sangat jauh dan dikategorikan signifikan. Jika diperhatikan skor terendah murid-murid yang tamat TK, skor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan skor tertinggi murid-murid tidak tamat TK.

Hasil Posttest

Hasil postes kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan komputer atau CD pembelajaran antara murid-murid kelas 1 SD yang tamat TK dan tidak tamat TK menunjukkan perbedaan kemajuan yang signifikan. Hasil lengkap dipaparkan di dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Kenaikan Skor Membaca Permulaan Murid-murid TK dan Tidak TK

Kelompok Sampel Skor Skor Kenaikan Stand. Dev. Kenaikan Signif.

Pretes Postes (Mean) (%)

TK 28 35.85 48.78 12.93 6.36500 36.067 0.00

Non-TK 14 22.85 40.57 17.71 8.77434 77.549

Tabel 2 memperlihatkan kenaikan atau perkembangan pembelajaran membaca permulaan murid-murid yang tamat TK dan tidak tamat TK. Kelompok TK mengalami kenaikan 12.93 atau 36.067%, sedangkan kelompok yang tidak tamat TK mengalami kenaikan 17.72 atau 77.549%. Selisih kenaikan atau perbedaan kenaikan kedua kelompok belajar tersebut sebesar 41.482%. Hal ini berarti perkembangan pembelajaran membaca permulaan kelompok tidak tamat TK sangat tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tamat TK. Perbedaan perkembangan pembelajaran antara kedua kelompok tersebut signifikan (0.00).

Hasil penelitian menunjukkan kemajuan kemampuan membaca permulaan murid-murid kelas 1 SD yang tidak tamat TK lebih tinggi daripada murid-murid yang tamat TK. Perbedaan tersebut signifikan. Hal ini bermakna bahwa tidak ada jaminan bagi murid-murid yang telah belajar membaca di TK akan berkembang dengan cepat dalam membaca. Menurut Marit Korkman et al. (1999) dalam Eva Fauzah (2010), anak yang belajar membaca saat mendapat pendidikan formal di usia 6-7 tahun memiliki

185

Tabel 1 Skala dan penunjuk penilaian angket dengan rentang 1-4

Skala Indikator 3.7 – 4.0 Sangat Baik 2.7 – 3.69 Baik 1.7 – 2.69 Kurang Sangat Kurang

Sumber: [11]

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penilaian Modul Oleh Pakar Penilaian pakar telah dibuat selepas draf pertama siap. Dalam

penelitian ini, peneliti telah mendapat masukan dari enam orang sebagai penilai bagi modul ini. Draf modul yang disediakan diberikan kepada panel penilai yang terdiri dari dosen dan guru biologi Sekolah Menengah Atas. Profil panel adalah seperti dalam tabel 2.

Tabel 2. Panel penilai modul PBM-BSM No Profil Ringkas Institusi Bidang Kepakaran

1 2 3 4 5 6

Prof.Dr Dra. MSi Dra. MPd Dra. MPd Dra. M.Pd SPd. MSi

UNP UNRI UNRI UNRI SMA SMA

Strategi Pembelajaran & Pedagogi Sains Penilaian dan kurikulum Kurikulum Guru Biologi Guru Biologi

Secara ringkasnya, umpan balik dari penilaian panel sebagai berikut :

1) Situasi fakta yang terkandung dalam masalah pada LKS telah mencerminkan konsep biologi yang diinginkan namun perlu perbaikan pada pernyataan.

2) Langkah-langkah perpaduan keterampilan proses dan penyelesaian masalah dengan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) telah sesuai dengan standard kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pencapaian. Sehingga dapat digunakan sebagai aktivitas pengajaran dan pembelajaran di kelas, namun perlu mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik dan dalam waktu yang sama mematuhi prinsip-prinsip model PBM.

148

Page 157: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

3) Keterampilan proses dan penyelesaian masalah dapat dilaksanakan oleh

peserta didik.

4) Aktivitas pembelajaran membantu peserta didik untuk memahami konsep, keterampilan proses, penyelesaian masalah dan sikap saintifik.

5) Bahan-bahan sumber pengajaran yang disediakan dapat membantu guru biologi untuk melaksanakan pembelajaran dengan Model PBM, namun perlu perbaikan pada penyajian media dan sumber belajar pada silabus.

6) Aktivitas keterampilan proses dan penyelesaian masalah yang dirancang membawa kepada penemuan konsep biologi yang diinginkan.

7) Soal evaluasi telah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, namun perlu perbaikan pada pilihan alternatif jawapan pada pertanyaan objektif.

Untuk menentukan kesahan modul PBM-BSM, metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah membandingkan ciri-ciri modul ini dengan syarat-syarat kesahan isi modul sebagai berikut:

(i) Sesuai sasaran populasi yaitu modul yang dirancang memperhatikan aspek latar belakang tingkah laku peserta didik.

(ii) Situasi pengajaran dan pelaksanaan modul adalah baik dan memuaskan.

(iii) Waktu yang diberikan kepada peserta didik untuk menyelesaikan sesuatu modul adalah cukup dan memadai.

(iv) Menunjukkan peningkatan hasil belajar pada diri peserta didik setelah mengikuti modul.

(v) Menunjukkan perubahan sikap ke arah lebih cemerlang setelah mengikuti modul [12].

3.2 Pengujian Modul Dalam Pengajaran

Sungguhpun modul PBM-BSM sudah menjalani penilaian pakar, namun uji terbatas harus dilaksanakan terhadap kelompok peserta didik untuk mendapatkan apakah masih ada masukan sebagai penyempurnaan supaya modul PBM-BSM yang dihasilkan lebih berkualitias dan mantap. Uji terbatas untuk mendapatkan kelemahan pada instrumen yang digunakan dan menyediakan data awal untuk tujuan pensampelan [13]. Kesahan isi alat ukur dapat diperoleh dengan bantuan panel penilai [14].

Berdasarkan saran peserta didik dan guru, maka peneliti melakukan perbaikan yaitu modul pembelajaran peserta didik ditambah dengan gambar-gambar yang relevan dengan masalah, seperti gambar-gambar sistem gerak dan sistem sirkulasi yang lebih menarik. Pernyataan yang

149

Pengambilan data dilakukan dengan cara test, yaitu pretes dan posttest membaca permulaan. Pretest dan posttest menggunakan seperangkat (set) tes yang terdiri atas huruf vokal dan konsonan, kata-kata yang bersuku satu, dua, dan tiga yang berdiri sendiri dan dimasukkan ke dalam kalimat.

Pretest dilakukan sebelum melaksanakan eksprimen. Pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal membaca permulaan murid-murid dan dijadikan tolok ukur (starting point) pengukuran kemajuan pembelajaran membaca permulaan. Seterusnya, kesemua murid dibelajarkan dengan bantuan media (CD) pembelajaran membaca permulaan selama 16 x pembelajaran atau 16 x 35 menit.Pembelajaran dilakukan oleh guru yang berkenaan atau guru yang mengajar di kelas murid-murid sampel.Setelah selesai melaksanakan eksperimen,murid-murid diberi test (posttest).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan analisis data test, baik pretes maupun postes, diperoleh hasilnya sebagai berikut:

Hasil Pretest

Pretes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal membaca permulaan. Berdasarkan kemampuan awal inilah kemajuan pembelajaran diukur dengan cara membandingkannya dengan hasil akhir atau posttest. Hasil pretes murid-murid yang tamat TK dan yang tidak tamat TK digambarkan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Perbedaan Pretes Membaca Permulaan Murid-murid TK dan Tidak TK

Kelompok Sampel Rata-rata Stand. Dev. Skor Tinggi Skor Rendah Signif.

TK 28 35.85 8.76 39.25 32.45 0.000

Non-TK 14 22.85 13.00 30.3615.34

Tabel 1 menunjukkan perbedaan hasil pretes membaca permulaan antara murid-murid kelas 1 yang tamat TK dan murid-murid yang tidak tamat TK. Berdasarkan Tabel 1 tersebut, kemampuan membaca permulaan

184

Page 158: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengorganisasikan pengalaman lepas dan menyediakan kerangka kerja untuk memahami pengalaman baru. Piaget menganggap skema sebagai asas kepada pembinaan blok pemikiran. Oleh karena perkembangan kognitif berterusan, skema baru terus dibentuk dan skema yang sudah ada diorganisasi dengan efisiennya untuk diadaptasikan dengan persekitarannya (Bhattacharya & Han 2001; Peta 2003).

Skemata murid-murid kelas 1 SD terbentuk dengan kuat karenamereka telah belajar membaca di TK sebelum masuk ke Sekolah Dasar.Berdasarkan pengamatan Mulyadi (2005) di beberapa TK, selain diajarkan bernyanyi dan keterampilan untuk melatih motorik. Setiap harinya murid-murid TK juga mendapat pendidikan mengenal huruf-huruf alphabet dan angka. Bahkan, anak-anak yang masih berusia empat sampai lima tahun itu juga diharuskan berlatih menuliskannya dalam buku tulis seperti halnya murid SD. Menurut Rosalina (2008), pembelajaran menulis, membaca, dan matematika, bahkan juga bahasa Inggris, sekarang sudah diberikan di TK walaupun tidak dipersyaratkan dalam kurikulumnya.

Keberhasilan membaca tidak hanya disebabkan oleh faktor skemata, tetapi disebabkan juga oleh faktor lain. Burns et al. (1996) mengemukakan adanya enam faktor penting yang menentukan keberhasilan seseorang dalam membaca. Keenam faktor tersebut adalah (1) latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca terutama yang sesuai dengan materi bacaan, (2) penguasaan bahasa bacaan, (3) minat terhadap bacaan, (4) kesiapan sosial dan emosional, (5) kesiapan fisik, dan (6) kemampuan berpikir.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap murid-murid kelas 1 Sekolah Dasar (SD) 006 Pekanbaru. Jumlah murid dalam satu kelas tersebut sebanyak 42 orang yang terdiri atas 28 orang murid yang tamat TK dan 14 orang yang tidak tamat TK. Kesemua murid ini dilibatkan sebagai sampel dalam penelitian ini.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen kuasi pembauran (confound), yaitu sebuah eksperimen yang menggabungkan 2 sampel penelitian ke dalam 1 kelas. Dasar penggabungan ini karena kedua-dua kelompok sampel tidak saling memengaruhi atau tidak saling bergantung. Jackson (2006:154) menyatakan a confound is an uncontrolled extraneous variable or flaw in experiment. If a study is confounded, then it is impossible to say whether changes in the dependent variable were caused by independent variable or by the uncontrolled variable.

183

terlalu panjang diringkas supaya peserta didik dapat menangkap pesan yang ingin disampaikan.

3.2.1 Penilaian Modul PBM-BSM Oleh Guru Modul yang dinilai terdiri dari dua unit, penialain modul dilakukan oleh 20 orang guru, dimana penilaian setiap modul dilakukan oleh 10 orang guru, yang terdiri atas Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Evaluasi dan Buku Materi Pembelajaran. Rerata skor untuk masing-masing item penilaian dari setiap Unit Modul (UM), ditinjau dari RPP, LKS, Evaluasi dan Buku seperti yang dipaparkan pada tabel 3. Tabel 3. Rerata skor indikator RPP, LKS, Evaluasi dan Modul materi modul PBM-BSM

Indikator Modul-1 Modul-2 Rata-rata Min skor (Kategori) Min Skor

(Kategori) Min Skor (Kategori)

RPP 3.04 (Baik)

3,02 (Baik)

3.03 (Baik)

LKS 3.09 (Baik)

3.09 (Baik)

3.09 (Baik)

Evaluasi 3.10 (Baik)

3.05 (Baik)

3.08 (Baik)

Buku Materi 3.52 (Baik)

3.03 (Baik)

3.28 (Baik)

Berdasarkan tabel 3, penilaian modul PBM-BSM untuk indikator RPP adalah skor 3.03 (baik) .

Komponen yang dibahas dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran yaitu kelengkapan komponen, identitas RPP, standar kompetensi, Tujuan pembelajaran, Materi pelajaran, Media dan sumber belajar, kegiatan selama proses pembelajaran serta evaluasi pembelajaran telah dirancang sesuai denga model PBM. Hasil penilaian modul yang dikembangkan dikategorikan baik. Dengan demikian maka RPP yang dirancang selaras dengan tujuan pembelajaran, dengan indikator pembelajaran, adanya keselarasan penilaian dengan LKP (Lembaran Kerja Peserta didik), serta dengan bahan pelajaran. Sebagaimana dinyatakan oleh [8] bahwa komponen yang harus ada pada RPP di antaranya adalah Standar kompetensi, bahan pembelajaran, sumber belajar, penilaian, indikator dan tujuan pembelajaran. Modul PBM-BSM memberi gambaran jelas bagaimana

150

Page 159: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

modul tersebut dapat memberikan manfaat kepada penggunanya, karena mengandungi komponen berikut: rasional, objektif, ujian awal, bahan-bahan pelbagai media, kegiatan pembelajaran, ujian mandiri dan ujian pasca.

Selanjutnya dari segi indikator LKS, maka hasil modul yang dikembangkan dikategorikan baik, dengan skor 3.09 untuk kedua-dua modul. Hal ini disebabkan oleh: i) Penyusunan bahan pelajaran telah bersesuaian dengan indikator dan tujuan pembelajaran; ii) Rangkuman bahan telah sesuai dengan huraian bahan pada RPP dan sukatan pelajaran; iii) Huraian pertanyaan tersebut telah sesuai dengan indikator pembelajaran; iv) Sistematik, huraian pertanyaan sesuai dengan langkah-langkah kegiatan inti/isi, dan langkah-langkah pembelajaran, serta tujuan pembelajaran [ 8], dan [15]. indikator Evaluasi, maka hasil modul yang dikembangkan dikategorikan baik, dengan skor 3.08 untuk kedua-dua modul. Pada komponen kesesuaian prosedur evaluasi, jenis evaluasi dan instrumen evaluasi pada ujian pasca modul yang dikembangkan dikategorikan baik. Dengan demikian maka penilaian selaras dengan tujuan pembelajaran, dengan indikator pembelajaran, adanya keselarasan penilaian dengan LKP, serta dengan bahan pelajaran. Indikator Buku Materi Pelajaran, maka hasil modul yang dikembangkan dikategorikan baik, dengan skor 3.28 untuk kedua-dua modul. Hal ini menandakan bahwa modul yang dikembangkan dapat digunakan dan menuntun dalam proses pembelajaran secara aktif, dengan demikian maka pembelajaran yang berlangsung diharapkan dapat berjalan dua hala antara peserta didik dengan guru, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara lebih efisien dan efektif. Kandungan materi modul amat penting karena ia menjadi penentu kepada pencapaian objektif modul dan dapat memberi gambaran jelas bagaimana modul tersebut dapat memberikan manfaat kepada penggunanya [6]. 3.2.2 Kebolehpercayaan Modul Modul yang dinilai beserta lembar penilaian diberikan langsung kepada guru-guru yang berkenaan di sekolah. Setiap Unit Modul (UM) dinilai oleh sekumpulan guru-guru yang terdiri dari 10 orang. Hasil penilaian guru, dikumpulkan setelah 2 minggu. Selanjutnya, data responden dideskripsikan. Hasil analisis uji kebolehpercayaan instrumen penilaian modul oleh guru-guru, dipaparkan perincian penilaian menurut indikator modul pada Tabel 4

151

Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui bahan teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf atau bunyi bahasa) yang berisi nilai moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan pelbagai nilai lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada murid. Menurut Winihasih (2005), pengembangan kemampuan dapat diajarkan secara terpadu melalui bahan teks bacaan yang berisi pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pelbagai pengembangan kemampuan murid.

Tujuan membaca permulaan di kelas 1 adalah supaya murid dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdiknas, 2000). Kelancaran dan ketepatan murid membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di dalam kelas 1. Dengan kata lain, guru memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan membaca murid. Peranan penting ini berkaitan dengan peranan guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan pengelola dalam proses pembelajaran.

Combs (1996) memilah kegiatanmembaca permulaan menjadi 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap perkembangan, dantahap transisi. Dalam tahap persiapan, anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak,konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf, dan konsep tentang kata.Dalam tahap perkembangan, anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalambarang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan kata lain. Dalam tahaptransisi, anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalamhati.Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai.

Burns et al. (1996) menyatakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang sangat penting dalam masyarakat terpelajar. Namun, anak-anak yang tidak memahami betapa pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan aktivitas berterusan dan anak-anak yang melihat betapa tingginya makna membaca dalam aktivitas pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntunganaktivitas membaca.

Kemampuan membaca ini berhubungan dengan skemata.Skemata merupakan struktur pengetahuan abstrak yang disimpan secara hirarkis dalam otak (Pratiwi, 2001). Dalam kaitannya dengan membaca, Harjasujana (dalam Indrawati, 1996) menjelaskan bahwa skemata merupakan asosiasi-asosiasi atau gambaran-gambaran yang dapat bangkit dan membayang pada saat pembaca membaca kata, frase, atau kalimat. Menurut teori kognitif Piaget, skema adalah struktur pengetahuan yang

182

Page 160: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

TINJAUAN LITERATUR

Secara umum, pembelajaran membaca di peringkat awal anak-anak merupakan suatu proses yang sukar untuk dikuasai dan dilaksanakan. Oleh karena itu,pembelajaran membaca merupakan tugas yang menantang karena pengajaran dan pembelajaran membaca merupakan pengajaran secara individu.Selain itu, dalam pengajaran dan pembelajaran membaca terdapat faktor yang berpengaruh, yaitu latar belakang sosial dan tingkat kemampuan anak-anak yang beraneka ragam, terutama dalam membaca (Rio Sumarni, 2003).

Belajar membaca bagi murid-murid kelas I SD merupakan kegiatan yang rumit karena mereka berusaha mengenal dan menghubungkan bunyi dengan huruf atau kata yang dibacanya.Mereka juga berlatih menulis sesuai dengan arahan gurunya.Membaca dan menulis merupakan pelajaran pokok dan dasar bagi murid-murid kelas 1 SD. Membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif dan menulis merupakan kemampuan menghasilkan tulisan (Zuchdi dan Budiasih, 1996).

Pembelajaran membaca di SD di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan pembedaan kelas-kelas rendah dan kelas-kelas tinggi. Pembelajaran membaca di kelas rendah disebut membaca permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut membaca lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas 1 SD dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara menggunaan media atau alat peraga selain buku, misalnya kartubergambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartukalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran (Sri Nuryati, 2006).

Membaca merupakan proses memperoleh makna dari barang cetak (Spodek dan Saracho, 1994). Ada dua cara yang ditempuh pembaca dalam memperoleh makna cetak, yaitu (1) langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya, dan (2) tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna. Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan cara kedua digunakan oleh pembaca permulaan.

Pembelajaran membaca di sekolah dasar, terutama di kelas 1 dan kelas 2 disebut pembelajaran membaca permulaan. Tujuan pembelajaran membaca permulaan ini adalah agar murid-murid memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar sebagai dasar membaca lanjut. Selain itu, pembelajaran membaca mempunyai nilai yang penting bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan murid.

181

Tabel 4 Hasil analisis uji kebolehpercayaan indikator modul PBM-BSM

Indikator Modul

Bill item

Uji Kebolehpercayaan Alpha

Cronbach Modul 1

Alpha Cronbach Modul 2

Kebolehpercayaan

Buku Materi 15 0.90 0.92 Boleh dipercayai RPP 16 0.93 0.90 Boleh dipercayai LKP 20 0.92 0.93 Boleh dipercayai Evaluasi 8 0.79 0.84 Boleh dipercayai Total item 59 0.95 0.95 Boleh dipercayai

Penilaian Unit Modul satu menunjukkan bahwa dengan Alpha Cronbach 0.95. Dengan perincian (1) RPP dengan Alpha Cronbach 0.93; (2) LKP dengan Alpha Cronbach 0.92; (3) Buku Materi dengan Alpha Cronbach 0.90; dan (4) Evaluasi dengan Alpha Cronbach 0.79. Penilaian Unit Modul Dua dengan Alpha Cronbach 0.95. Dengan perincian (1) RPP dengan Alpha Cronbach 0.90; (2) LKP dengan Alpha Cronbach 0.93; (3) Buku Materi dengan Alpha Cronbach 0.92; dan (4) Evaluasi dengan Alpha Cronbach 0.84.

Berdasarkan hasil ini, maka nilai Alpha Cronbach dari penilaian modul sudah terpenuhi yaitu sudah melebihi 0.70 [16] dan [17]. Kriteria lainnya juga menyatakan sekurang-kurangnya 0.80 [18] dan [19]. KESIMPULAN

Penelitian ini telah berhasil mengembangkan Modul pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pengajaran Biologi Sekolah Menengah (PBM-BSM). Modul terdiri dari Buku materi, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembaran Kerja Siswa (LKS) serta naskah Evaluasi. Draf modul yang telah siap dinilai oleh pakar dosen dan guru yang berpengalaman, selanjutnya dilakukan uji terbatas. Secara keseluruhan bahwa guru-guru setuju bahwa modul PBM-BSM yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah baik jika dinilai dari indikator-indikator modul dan Modul PBM-BSM dapat digunakan Guru dalam menerapkan Pembelajaran Berdasarkan Masalah di kelasnya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Natrah Binti Mohamad. 2012. Kesan Pembelajaran Berasaskan Masalah Terhadap Pencapaian dan Pemikiran Kritikal dalam Topik Nutrisi.

152

Page 161: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Tesis Sarjana Pendidikan, Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia

Depdiknas, 2009. Laporan Hasil dan Statistik Nilai Ujian Nasional Tahun Pelaporan 2008/2009. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.

Arends, R. I. 2004. Learning to Teach. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Companies Inc.

Nik Zaharah bt. Nik Yaacob. 2007. Kajian penerapan nilai murni menerusi pengajaran bermodul. Tesis Dr. Falsafah, Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Gagne. R.M, Wager.W.W, Golas K.C. Keller. J.M. 2005. Principles of Instructional Design, Fifth Edition, Singapore: Wadsworth Thomson Learning Inc.

Sidek Mohd. Noah & Jamaludin Ahmad. 2008. Pembinaan Modul: Bagaimana Membina Modul Latihan Dan Modul Akademik. Serdang: Universiti Putra Malaysia.

Yustina, 2010. Pembinaan dan keberkesanan modul pembelajaran alam sekitar melalui pendekatan konstruktivisme. Thesis Dr. Falsafah, Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Kunandar. 2007. Guru Profesional dalam Implementasi KTSP dan Sukses Sertifikasi. Jakarta: Rajawali Press.

Usman, M.U., 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Depdiknas. 2006. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Arikunto, S. 2007. Kaedah Penelitian dan Penilaian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rusell, J.D. 1974. Modular Instruction; A Guide to the Disign, Selection, Untilization and Evaluation of Modular Materials. New York: Publishing Company.

Merriam, S.B. 1998. Qualitative Research and Case Study Applications in Education. San Francisco: Jossey-Bass.

Mohd. Majid Konting. 2005. Kaedah Penyelidikan Pendidikan. Edisi ke-7. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka.

153

belakang orang tua atau ibu bapa yang kurang memperhatikan pendidikan awal anak-anaknya sehingga di dalam kelas 1 SD masih terdapat juga murid-murid yang tinggal kelas.

Pembelajaran membaca permulaan dilakukan oleh guru-guru dengan metode konvensional. Selain itu, guru tidak konsisten menggunakan suatu metode pembelajaran. Para guru akan menggantikan suatu metode jika sebuah metode tertentu tidak menunjukkan kemajuan yang berarti terhadap kemampuan membaca anak, meskipun caramereka itu menyalahi prinsip-prinsip penggunaan metode. Penggantian sebuah metode memengaruhi hasil pembelajaran membaca murid-murid (Auzar, 2010).

Pembelajaran membaca permulaan dengan bantuan komputer atau CD pembelajaran dapat dikatakan tidak pernah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan para guru terhadap keberhasilan dan kemudahan penggunaan komputer dalam pembelajaran membaca perrmulaan. Banyak guru tidak mengetahui bahwa penggunan komputer dalam pembelajaran membaca permulaan menunjukkan keberhasilan yang signifikan dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional (Auzar, 2010).Namun, keberhasilan tersebut belum pasti berlaku kepada murid-murid yang telah dapat membaca ketika mereka berada di TK jika dibandingkan dengan murid-murid yang tidak pernah belajar di TK. Perbedaan hasil belajar yang menunjukkan bahwa murid-murid yang tamat TK lebih tinggi daripada murid-murid tidak tamat TK dapat saja terjadi, tetapi dalam kemajuan atau perkembangan pembelajaran dapat terjadi sebaliknya. Berkaitan dengan itu, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan tingkat kemajuan atau perkembangan pembelajaran membaca permulaan antara murid-murid yang tamat TK dengan murid-murid yang tidak tamat TK?

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini tidak mengukur perbedaan kemampuan membaca permulaan, tetapi mengukur kemajuan pembelajaran membaca permulaan.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan tingkat kemajuan atau perkembangan pembelajaran membaca permulaan antara murid-murid yang tamat TK dengan murid-murid yang tidak tamat TK.

180

Page 162: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mereka tidak diterima di SD karena ada beberapa SD yang menjadikan kemampuan membaca sebagai syarat masuk SD. Selain itu, beberapa TK (TK) menjadikan kemampuan membaca dan pengetahuan lain sebagai daya jual mereka agar para calon murid akan banyak mendaftar di TK mereka.

Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003, TK termasuk dalam sistem pendidikananak usia dini (PAUD) yang mengutamakanpembelajaran moral, nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian. Semua nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui metode pembiasaan. Undang-undang tersebut tidak menyebutkan TK sebagai sarana persiapan bagianak sebelum memasuki SD. Begitu pula dengan pembelajaran huruf dan angka,tidak masuk dalam kurikulum TK sehingga pendidikan membaca, menulis, dan berhitung dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap aturan. Namun pada praktiknya, pelanggaran itu terjadi di sebagian besar TK. Hal itu terjadi karena tuntutan mayoritas SD yang mengharuskan calon siswanya telah menguasai membaca, menulis, dan berhitung (Mulyadi, 2005).

Hasil penelitian mendukung hubungan yang kuat antara pendidikan anak usia dini dan pembangunan intelektual anak-anak. Kualitas intervensi dan pengajaran dalam program anak usia dini mempengaruhi keberhasilan sekolah anak-anak di kemudian hari (Blachman, 2000; Lyon,1999, Snow, Burns, & Griffin, 1998). Selanjutnya,penelitian baru terhadap perkembangan otak (Garber, 1988;Walker, Greenwood, Hart, & Carta, 1994) menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini berpengaruh lama pada kognitif anak-anak, sosioemosional, dan perilaku. Secara khusus,keberhasilan awal dalam membaca dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang kritisbagi pertumbuhan kognitif anak-anak.

Persoalan membaca, menulis, dan berhitung memang merupakan fenomena tersendiri. Hal ini karena adanya pro dan kontra dalam mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung di TK. Namun, kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usiaTKkarena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di pendidikan selanjutnya nanti jika dari awal belum dibekali keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (Maya, 2007).

Perbedaan latar belakang sosial dan tingkat kemampuan dapat menimbulkan masalah pembelajaran membaca permulaan di kelas 1 SD. Lebih separuh murid-murid kelas 1 SD berasal dari Taman Kanak-kanak yang sudah memiliki kemampuan membaca permulaan. Sebagiannya lagi adalah murid-murid yang memiliki latar belakang yang beraneka ragam, selain tidak pernah mengikuti kelas TK, mereka juga memiliki latar

179

Susanto. 2008. Penyusunan Silabus dan RPP Berbasis Visi KTSP. Surabaya:

Mata Pena.

Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. 2006. How to Design And Evaluate Research In Education. Sixth Edition. Boston: McGraw-Hill Publishing Company.

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Edwar, G.C. & Richard, A.Z. 1979. Reliability and Validity Assessment.

American: SAGE Sukandarrumidi. 2004. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

154

Page 163: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

DOMAIN ASAS BAGI KERANGKA FACEBOOK SEBAGAI MEDIUM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN

HOLISTIK

Nurulrabihah Mat Noh, Saedah Siraj, PhD., Mohd Ridhuan Mohd Jamil, Zaharah Husin, PhD.,dan Ahmad Arifin Sapar, PhD.

PENGENALAN

Pendidikan holistik adalah suatu pendidikan yang menyeluruh yang melibatkan falsafah, kurikulum, proses pengajaran dan pembelajaran serta melibatkan juga proses penilaian dan pentaksiran. Ia juga meliputi penggunaan teknologi maklumat dan komunikasi di dalam sistem pendidikan.

Perkembangan pesat teknologi maklumat dan komunikasi telah membawa perubahan dalam bentuk pedagogi yang diamalkan di sekolah. Pada masa ini, laman sosial begitu popular digunakan oleh berjuta-juta pengguna yang kebanyakannya terdiri daripada pelajar yang mempunyai pelbagai tujuan penggunaannya (Lenhart & Madden, 2007; Selwyn, 2007).Berlakunya perubahan dalam teknologi maklumat dan komunikasi ini telah menjadi pemangkin di dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran. Konsep pembelajaran menggunakan internet juga bukanlah sesuatu yang baru di Malaysia, malah kerajaan sejak tahun 1997 telah melancarkan Sekolah Bestari sejajar dengan gagasan Multimedia Super Corridor (MSC).

Facebook adalah salah satu laman sosial yang menggunakan internet untuk berhubung dan berkomunikasi. Berdasarkan kesepakatan pakar jelas menunjukkan bahawa facebook merupakan laman rangkaian sosial yang paling popular dalam kalangan pelajar sekolah di peringkat menengah (Ross, Orr, Sisic, Arseneault, Simmering, & Orr, 2009; Mazman & Usluel, 2010; Bicen & Cavus, 2011; Cain, 2008: Golder, Wikinson, & Huberman, 2007). Terdapat banyak kajian yang yang menegaskan bahawa Facebook mempunyai potensi untuk diterapkan di dalam pembelajaran dan pengajaran. Namun begitu, terdapat keperluan untuk menentukan domain-domain asas yang diperlukan bagi mewujudkan facebook sebagai suatu medium pengajaran dan pembelajaran. Domain asas ini adalah satu kerangka yang harus ada bagi merealisasikan proses pengajaran dan pembelajaran menggunakan facebook.

Bertitik tolak daripada keperluan untuk menentukan domain asas sebagai suatu kerangka bagi facebook. Maka, penulis telah menggariskan

155

menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%)(Badan Pusat Statistik, 2006).

Menyadari rendahnya kemampuan membaca murid-murid SD, perlu dilakukan peningkatan kualitas pengajaran membaca dan harus dimulai dari membaca permulaan. Namun, pengajaran membaca permulaan merupakan persoalan yang sangat rumitkarena sebagian besar anak-anak di Indonesia menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa percakapan sehari-hari (Akhadiati, et al., 1991).Bagi sebagian besar anak-anak tersebut,bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Oleh sebab itu, pengajaran bahasa Indonesia secara umum, dan pengajaran membaca secara khususnya tidak saja mengajari anak-anak atau murid-murid memahami huruf, kata-kata, dan maknanya, tetapi juga mengajari murid-murid memahami bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, kemampuan mengajar guru sangatlah penting artinya dalam pengajaran membaca permulaan.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan fakta di TK yang menunjukkan bahwa murid-murid telah diajarkan pembelajaran membaca permulaan walaupun hal tersebut bertentangan dengan kurikulum dan perkembangan psikologi murid-murid.Selain itu, ditemukan juga bahwa lebih dari separuh murid-murid kelas 1 SD telah dapat membaca permulaan.Hal ini menyukarkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.Guru pun tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah keberhasilan membaca murid-murid yang tamat TK tersebut merupakan hasil pembelajaran oleh guru atau bukan? Keadaan seperti ini membuat guru sukar menerapkan metode pembelajaran yang tepat sehingga guru akan mencoba-coba pelbagai metode. Selain itu, guru lebih suka menggunakan metode konvensional karena tidak mengetahui metode lain, seperti cara membaca dengan bantuan komputer.

PERNYATAAN MASALAH

Dualisme sikap diperlihatkan oleh tokoh-tokoh pendidikan dan orang tua murid terhadap pembelajaran membaca permulaan di TK. Di satu pihak, tokoh pendidikan dan psikologi tidak membenarkan pembelajaran membaca permulaan dilakukan secara terstruktur di TK karena akan mengganggu perkembangan psikologi anak ketika mereka berada di kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Selain itu, mereka menganggap bahwa anak-anak usia 4-6 tahun tersebut cukup diperkenalkan huruf, kata, dan kalimat secara audio-visual. Di pihak lain, orang tua murid sangat khawatir anak-anak

178

Page 164: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

PENDAHULUAN

Kehidupan pada abad yang akan datang semakin tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan membaca karena sebagian besar informasi disampaikan melalui tulisan. Sejalan dengan itu, bertambah pentinglah usaha pengembangan dan peningkatan kemampuan membaca di kalangan bangsa-bangsa yang ingin maju. Usaha tersebut di antaranya dilakukan melalui pendidikan Sekolah Dasar (SD) (Akhadiah et al.,1991).

Pembelajaran membaca di SD sangat perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan terencana sesuai dengan tuntutan kurikulum yang belaku.Hal ini berkaitan dengan tugas pengajaran di kelas-kelas rendah yang harus menumbuhkembangkan kemampuan membaca murid.Apalagi merujuk padalaporan penelitian Progressin InternationalReadingLiteracyStudy (PIRLS), yaitustudi internasional dalam bidang membaca anak-anakdi seluruh dunia yang disponsori oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi, nilai rata-ratamembaca murid Sekolah Dasar dan Madrasah Ibditaiyah Indonesia berada diurutan 41 dari 45 negara (Suhardjono,2008).

Berdasarkan beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga survei, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, menunjukkan bahwa minat baca bangsa Indonesia masih rendah, baik segi kualitas maupun segi kuantitas. Beberapa laporan hasil survei maupun hasil studi yang dilakukan, antara lain (1) laporan International Association for Evaluation of Educationalpada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29, yaitu setingkat di atas Venezuela. Peta di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia from Crisis to Recovery” tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI sekolah dasar di Indonesia, hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7% setelah Filipina yang memperoleh 52,6% dan Thailand dengan nilai 65,1% serta Singapura dengan nilai 74,0% dan Hongkong yang memperoleh 75,5%; (2) hasil survei UNESCO tahun 1992 menyatakan bahwa tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara; (3) hasil survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 memperlihatkan sebanyak 57%pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya (Lina Khoerunnisa, 2010)

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukan bahwa masyarakat Indonesia belum

177

enam domain yang boleh dijadikan asas di dalam menghasilkan suatu rekabentuk kerangka garis panduan terhadap penggunaan Facebook sebagai suatu medium di dalam proses pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Domain-domain yang menjadi asas ini adalah diambil berdasarkan kepada literatur kajian lepas yang telah disintesis dan disokong oleh kajian-kajian yang telah dijalankan oleh para sarjana.

Berikut adalah enam domain dilihat sebagai satu kerluan yang perlu eujud sebagai piawai di dalam mengaplikasikan facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran di sekolah, iaitu:

1. Psikologi Pembelajaran a. Teori Pembelajaran Tingkah laku (Behaviorisme) b. TeoriPembelajaran Kognitif c. TeoriPembelajaran Konstruktivisme d. TeoriNeurosains

2. Pedagogi 3. Rekabentuk Persekitaran Pembelajaran 4. Sikap Pengajar 5. Teknologi Dalam Pengajaran 6. Keperluan Pelajar

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN

Pengaplikasian aspek psikologi dalam media pengajaran di dalam Facebook amat penting bagi menghasilkan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkesan menggunakan pendekatan teori pembelajaran. Ini memandangkan strategi atau kaedah pengajaran yang terdapat di dalam rekabentuk pembelajaran di dalam Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran adalah berdasarkan kepada teori-teori ini. Penyataan ini adalah selari dengan Bednar, Cuningham, Duffy, & Perry (1992) yang menegaskan bahawa proses merekabentuk dan membangunkan sesuatu bahan pembelajaran sama ada yang berbentuk konvensional atau pun yang memanfaatkan teknologi moden dan terkini seharusnya berasaskan kepada teori-teori pembelajaran. Para sarjana ini menyambung hujah bahawa sesuatu bahan pembelajaran yang efektif hanya akan berjaya dihasilkan sekiranya seorang guru atau pereka bentuk telah mengambil kira asas teori pembelajaran di dalam rekabentuknya. Polemik tentang teori pembelajaran ini juga telah dikupas oleh Arif Sukardi (1987), yang menekan bahawa terdapat beberapa sebab teori-teori pembelajaran ini perlu dikuasai oleh guru, antaranya seperti berikut:

156

Page 165: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

a. Teori pembelajaran membantu guru-guru memahami proses

pembelajaran yang berlaku di dalam diri pelajar itu sendiri.

b. Guru dapat memahami keadaan dan faktor yang mempengaruhi, mempercepatkan atau melambatkan proses pembelajaran seseorang.

c. Guru dapat membuat ramalan yang tepat tentang hasil yang diharapkan dari proses pengajaran dan pembelajaran.

Rafiza & Maryam (2013) pula mendapati bahawa pemahaman yang rendah terhadap aspek psikologi membawa kepada kurangnya pengaplikasian aspek ini oleh responden dalam membangunkan media pengajaran berasaskan multimedia. Begitu juga dengan dapatan analisis kandungan media pengajaran yang menunjukkan pembangunan bahan tersebut tidak mengaplikasikan ilmu psikologi ke dalam bahan tersebut. Ini jelas menunjukkan bahawa guru-guru tidak menyedari kepentingan teori-teori pembelajaran dalam merekabentuk bahan pembelajaran. Pembangunan bahan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan teknologi terkini seperti Facebook juga sewajarnya turut mengambil kira peranan teori pembelajaran di dalam proses pembangunannya. Clark (1998) juga turut menyokong pendapat ini dengan menyatakan bahawa keberkesanan sesuatu proses pembelajaran tidak bergantung kepada kaedah pembelajaran yang dipilih dan diaplikasikan menerusi media tersebut dan kaedah pembelajaran di sini amat berkait rapat dengan teori pembelajaran yang menyokongnya. Secara ringkas jenis-jenis teori pembelajaran adalah seperti berikut:

TEORI PEMBELAJARAN TINGKAH LAKU

(BEHAVIORISME)

Menurut ahli-ahli psikologi teori tingkah laku, pembelajaran dikatakan berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku dalam diri seseorang. Perubahan tingkah laku yang dimaksudkan di sini adalah perubahan tingkah laku daripada tidak tahu melakukan sesuatu perkara kepada tahu melakukannya.

Skinner (1968) telah memperkenalkan kaedah pengajaran terancang dalam kerangka Rangsangan-Tindak balas atau Stimulus-Respons. Menurut beliau setiap rangsangan (R) yang diberikan ke atas seseorang akan menyebabkan menghasilkan tindak balas (T) ke atas rangsangan yang diberi. Beliau juga turut berpendapat pembelajaran sebenar boleh berlaku

157

KEMAJUAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN BANTUAN KOMPUTER

Auzar

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan kemajuan pembelajaran membaca permulaan dengan bantuan komputer murid-murid kelas 1 Sekolah Dasar No. 006 Pekanbaru yang tamat Taman Kanak-kanak dan yang bukan tamat Taman Kanak-kanak.Metodologi penelitian ini adalah eksperimen quasi yang dibaurkan (Quasy Experimental with Confound), yaitu eksperimen yang menggabungkan 2 kelompok murid yang tidak saling mempengaruhi. Murid-murid yang menjadi sasaran eksperimen ini sebanyak 42 orang yang terdiri atas 28 orang murid tamat TK dan 14 orang yang bukan tamat TK. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemajuan pembelajaran murid-murid yang bukan tamat TK berkembang sangat baik dibandingkan dengan murid-murid yang tamat TK, yaitu 77.47% berbanding 36.08%.

Kata kunci: hasil pembelajaran, membaca permulaan, bantuan computer, eksprimen

Abstract

This studyaims to describedifferences inthe progress oflearningof beginning readingwithcomputer added grade 1 of No. 006 Elementary School in Pekanbaru that completed kindergarten and are not completed kindergarten. The methodology of this research is a quasi experimental desegregated (Experimental Quasy with confound), the experiment that combines two groups of pupils that do not affect each other. The disciples who were subjected to these experiments as many as 42 people consisting of 28 pupils graduated from the kindergarten and 14 were not completed kindergarten. The results showedan increase inthe learningprogress ofstudentswho are notgraduatingkindergartenis growing verywellcompared tostudentswho graduated fromkindergarten, which is77.47% versus 36.08%.

Keywords: learning outcomes, beginning reading, computer added, experiment

176

Page 166: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Rio, S. S. (2007). Design Of Instructional Materials for Teaching and Learning

Purposes: Theory into practice. In J. R. Reiser, Tren and Issues in Instructional Design and Technology (pp. 97-110). New Jersey: Pearson Education.

Salmon, G. (2005). E-Moderating: The Key to Teaching and Learning Online. London, UK: Kogan Page.

Scardamalia, M., Bereiter, C., McLean, R. S., Swallow, J., & Woodruff, E. (1989). Computer-supported learning environments and problem-solving. Berlin: Springer-Verlag.

Selwyn, N. (2007). Screw blackboard. Do it on Facebook! An investigation of students' educational use of Facebook. ‘Poke 1.0 - Facebook social research symposium’. London: University of London.

Skinner, B. (1968). The Technology of Teaching. New York: Appleton-Century-Crofts.

Smith, P., & Ragan, T. (1999). Instructional design, (2nd Ed). Hoboken, NJ: John.

Thompson, N. (2001). Why ID? The benefits of Instructional Design Models. Teaching with technology today vol 7 No 6.

Varsidas, C., & McIsaac, M. (2001). Intergrating technology in teaching education: Implications for policy and curriculum reform. Educational Media International, 38 (2/3), 127-132.

Voogt, J., Almekinders, M., Van Den Akker, J., & Moonen, B. (2005). A 'blended' inservice arrangement for classroom technology integration: Impacts on tecahers and students. Computers in Human Behavior, 21 , 523-539.

Windle, R., & Warren, S. (1999). Collaborative Problem Solving and Dispite Resolution in Speacial Education. Training and Manual.

Wittrock, M. (1979). The Cognitive movement in instruction. Journal of Educational Research 8 (2) , 5-11.

Zhao, Y., & Cziko, G. (2001). Teacher adoption of technology: A perceptual control theory perspective. Journal Of Technology and Teacher Education, 9(1), 5-30.

175

dalam kerangka R-T. Maka, guru yang mengajar seharusnya memberi sebanyak mungkin rangsangan kepada pelajar, agar pelajar memberikan tindak balas ke atas rangsangan-rangsangan yang diberikan. Sekiranya ini dapat dilakukan, pembelajaran akan berlaku di kalangan pelajar tersebut. Rangsangan ini amat diperlukan di dalam Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran untuk mengekalkan pelajar yang terlibat untuk mengambil bahagian dalam dialog yang produktif. Hujah ini selari dengan Dorothy, Norlidah & Saedah (2013) yang memberi peranan kepada guru untuk menggalakkan penyertaan murid dengan memastikan pengajar berada di dalam talian dan dilihat oleh murid. Ini adalah untuk menyediakan peluang bagi murid untuk memberi respon. Mereka juga mencadangkan supaya menggunakan emoticon untuk memberi rangsangan dan merapatkan interaksi bertulis.

Berikut adalah cadangan garis panduan proses merekabentuk pengajaran dalam aplikasi multimedia yang telah disyorkan oleh Jamaluddin dan Zaidatun (2003). Konsep Pengajaran Terancang yang diperkenalkan oleh Skinner (1968) ini boleh diaplikasikan di dalam proses merekabentuk pengajaran yang menggunakan Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran. Strategi pengajaran yang berbentuk penyampaian isi pelajaran dalam Kerangka Soalan-Jawapan boleh digunakan. Secara ringkasnya bentuk penyampaian isi pelajaran adalah seperti berikut:

Rajah1: Konsep pengajaran terancang oleh Skinner

Jamaluddin dan Zaidatun (2003) mempersetujui pendapat ahli psikologi teori tingkah laku yang menekankan kepentingan konsep

Isi pelajaran 1melaluiFace

book

Soalan 1melaluiFa

cebook

Jawapan 1melaluiFa

cebook

RangsanganmelaluiFaceb

ook

RangsanganmelaluiFace

book

MaklumbalasmelaluiFaceb

ook

158

Page 167: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

pemberian respon yang positif dan negatif ke atas tindak balas yang diberi oleh pelajar di dalam proses pembelajaran menggunakan aplikasi multimedia. Begitu juga pembelajaran di Facebook yang turut menekankan kepentingan konsep ini. Menurut mereka respon positif yang diberi ke atas tindak balas yang dikehendaki boleh mengukuhkan lagi kefahaman pelajar serta membolehkan penghasilan tindak balas yang sama berulang kali. Respon positif yang diberikan oleh guru dapat mendorong pelajar menghasilkan kerja yang bermutu tinggi. Walau bagaimanapun Brophy (1981) telah menggariskan ciri-ciri respon positif yang memberi kesan ialah memuji secara ikhlas, memuji dengan cepat, memuji tanpa pilih kasih, memuji usaha dan cuba jaya, memuji tingkah laku yang spesifik dan memuji jawapan atau respon yang spontan.Mereka juga menitikberatkan pemberian motivasi di dalam pengajaran di mana mereka berpendapat motivasi dapat mempertingkatkan minat pelajar terhadap pembelajaran. Oleh itu pembelajaran dalam talian yang berjaya memerlukan guru untuk mempunyai ciri-ciri seperti berikut: senang didekati, berpengetahuan, boleh memberi sokongan teknikal, boleh berinteraksi dan memotivasikan murid (Allan, 2002).

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF

Proses kognitif melibatkan aktiviti mental seperti perolehan, penyimpanan, pengambilan semula dan penggunaan pengetahuan. Dalam pendekatan ini, manusia belajar secara melihat semula perhubungan di antara berbagai-bagai elemen daripada alam sekitar dan pengalaman-pengalaman lampau serta teori yang terdapat ketika itu. Pembelajaran juga ditafsirkan sebagai satu proses penyelesaian masalah, iaitu satu cara atau proses pemikiran, pewujudan dan pengabungan pengetahuan dan pengalaman lama dengan yang baru bagi mengatasi sesuatu masalah. Selain itu, terdapat konsep tentang stuktur kognitif yang menyatakan bahawa sesuatu konsep akan berkembang dan menjadi tersusun melalui satu proses yang dikumpulkan, iaitu pengalaman yang baru akan dicantumkan ke dalam stuktur sedia ada (pengalaman lampau) dalam pemikiran seseorang bagi menghasilkan satu stuktur yang baru. Implikasi pendekatan ini ialah perhatian istimewa yang diberikan kepada perbezaan dan perkembangan individu berkaitan dengan pembelajaran (Connell, Andersen, & Debus, 1968; Wittrock, 1979).

Menurut Miller (1956) dalam satu masa, ingatan jangka masa pendek seseorang manusia boleh mengingati 7 campur tolak 2 (7 ± 2 ) maklumat dalam satu masa. Konsep ini dikenali sebagai “magical number7” oleh Miller.

159

Mazman, S., &Usluel, Y. (2010). Modelling educational usage of

Facebook.Computer & Education, 55. , 444-453.

Miller, G. A. (1956). The magical number seven plus or minus two. some limits on our capacity for processing information. Psychological Review 63 (2) , 81-97.

Mohammad, R., & Muhammad Shariff, S. (2011). Kesan Penggunaan Laman Sosial ke atas kaedah perbincangan di dalam pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran Sejarah. Jurnal Teknologi Pendidikan Malaysia, 1(1), 75-80.

Mokhtar, N. (2005). Computer Competency of in-service ESL teachers in Malaysian secondary schools. PHD diss., Universiti Kebangsaan Malaysia .

Muhammad, K. K., Norlida, A., & Mohamad, J. Z. (2010). Facebook: An online environment for learning of English in institutions of higher education? Internet and Higher Education, 13. , 179-187.

Mupinga, D. M., Nora, R. T., & Yaw, D. C. (2006). The Learning Styles, Expectations, And Needs Of Online Students. Heldref Publications Vol. 54/No. 1 , 185-189.

Norlidah, A., Saedah, S., Mohd, K. A., & Zaharah, H. (2013). Effectiveness Of Facebook Based Learning To Enhance Creativitty Among Islamic Studies Students By Employing Isman Instructional Design Model. The Turkish Online Journal Of Educational Technology 12 (1) , 60-67.

Ormrod, J. (2008). Educational Psychology Developing Learners (6th Ed). London: Pearson Prentice Hall.

Park, I., & Hanaffin, M. (1993). Empirically-Based Guidelines for the Design of Interactive Multimedia. Educational Technology Research & Development Journal Vol 41. No (3) , 63-85.

Pountney, R., Parr, S., & Whittaker, V. (2002). Communal constructivism and networked learning: Reflections on a case study. Networked Learning 2002: A research-based conference on e-learning in higher education and lifelong learning. Sheffield.

Rafiza, A. R., & Maryam, A. R. (2013). Pembinaan Media Pengajaran Berasaskan Multimedia Di Kalangan Guru ICTL. Jurnal Kurikulum & Pengajaran Asia Pasifik , 20-31.

Ross, C., Orr, E. S., Sisic, M., Arseneault, J. M., Simmering, M. G., & Orr, R. R.(2009). Personality and motivations associated with Facebook use. Computers in Human Behavior, 25(2) , 578-586.

174

Page 168: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Dorothy, D., Norlidah, A., & Saedah, S. (2013). Merekabentuk interaksi bagi

pembelajaran dalam talian: Pedagogi modul CmL. Jurnal Kurikulum & Pengajaran Asia Pasifik , 19-27.

Golder, S., Wikinson, D., & Huberman, B. (2007). Rhythms of social interaction: Messaging within a massive online network. Proceedings of the third communities and technologies conference (pp. 41-66). London: Springer-Verlag Limited.

Goodyear, P. (2000). Online teaching. In N. Hativa, & P. Goodyear (Eds.), Teacher thinking, beliefs and knowledge in higher education. Dordrecht: Kluwer.

Harasim, L., Hiltz, R., Teles, L., & Turoff, M. (1997). Learning Networks: A Field Guide To Teaching and Learning Online. Cambridge, MA: Massachusetts Institute of Technology.

Hew, K. (2011). Students’ and teachers’ use of Facebook. Computers in Human Behaviour, 662-676.

Howland, J. L., & Moore, J. L. (2002). Student perceptions as distance learners in Internet-based courses. Distance Education 23 (2) , 83–195.

Huber, H., & Lowry, J. C. (2003). Meeting the needs of consumers: Lessons for post secondary environments. . New Directions for Adult and Continuing Education, no 100, 79-88.

Ismail, Z. (2002). Aplikasi Multimedia Dalam Pengajaran. Utusan Publications.

J.C, C., & J.J, K. (1989). The Tenth Mental Measurements Yearbook. In L. Gay, & D. P.L(ed), Research Methods for Bussiness and Managemant. New York: Mac Millan Publishing Company.

Jamalludin, H., & Zaidatun, T. (2003). Multimedia dalam pendidikan. Pahang: PTS Publications & Distributors.

Jamaluddin, H., Baharuddin, A., & Zaidatun, T. (2003). Pembangunan Perisian Multimedia: Satu Pendekatan Sistematik. Batu Caves, Selangor: Venton PublishingSdn. Bhd.

Lenhart, A., & Madden, M. (2007, August 27). Social networking websites and teens: an overview. Retrieved August 27, 2013, from Pew Internet and American life project: www.pewinternet.org/PPF/r/198/report_display.asp.

Kanuka, H., & Anderson, T. (1998). Online social interchange, discord, and knowledge construction. Journal of Distance Education 13 (1) , 57–75.

173

Maksudnya di sini, dalam satu masa, ingatan jangka masa pendek manusia boleh mengingati 5 hingga 9 perkara. Perkara di sini merujuk kepada nombor, perkataan, langkah-langkah dan juga objek. Secara tidak langsung ini boleh dikaitkan dengan perkara yang wujud dalam kehidupan kita di mana kalau di lihat, nombor telefon dan nombor kad pengenalan adalah dalam julat 6 hingga 8 nombor. Penetapan nombor ini telah secara tidak langsung adalah merupakan pengaplikasian konsep Miller.

Jelas disini menunjukkan bahawa konsep Miller ini boleh digunakan dalam proses penyampaian maklumat kepada pelajar melalui Facebook. Penegasan Jamaludin dan Zaidatun (2003) menghujahkan bahawa seharusnya guru hanya memaparkan tidak lebih daripada sembilan maklumat atau perkara dalam satu masa. Ini bermakna, jika guru mengajar melalui Facebook, maka harus diingat bahawa tidak lebih daripada sembilan konsep yang boleh diajar oleh guru pada satu masa. Ini adalah untuk memastikan konsep-konsep yang disampaikan itu dapat dienkodkan oleh otak manusia dan seterusnya disimpan dalam ruang ingatan jangka masa panjang (Jamaludin & Zaidatun, 2003).

Oleh itu apabila menggunakan Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran, penulis mencadangkan supaya mengambil kira tahap kemampuan seseorang pelajar untuk menerima maklumat yang disediakan. Dengan itu, guru perlulah mengambil kira kuantiti maklumat yang akan disampaikan dalam satu masa agar ianya tidak melebihi muatan ingatan jangka masa pendek seseorang individu.

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Teori konstruktivisme menekankan kepentingan ilmu pengetahuan, kepercayaan dan kemahiran yang di bawa oleh seseorang individu itu ke pengalaman pembelajaran. Ia juga mengiktiraf pembinaan kefahaman baru sebagai gabungan pembelajaran terdahulu, maklumat baru dan kesediaan untuk belajar (Ormrod, 2008). Di samping itu, konstruktivisme sosial memperakui peranan budaya dalam pembinaan pengetahuan (Pountney, Parr, & Whittaker, 2002).

Jamaludin dan Zaidatun (2003) berhujah bahawa teori konstruktivisme boleh digunakan di dalam aplikasi multimedia kerana penggunaan masalah-masalah yang berlaku dalam kehidupan seharian di dalam proses pengajaran dan pembelajaran adalah digalakkan di dalam pengajaran dan pembelajaran berbentuk konstruktivisme. Di samping itu penekanan ke atas pencapahan pemikiran juga dipraktikkan. Oleh itu pelajar seharusnya dibimbing oleh guru atau bahan pembelajaran yang disediakan ke arah

160

Page 169: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

memahami sesuatu konsep dari pelbagai perspektif agar pemikiran mereka akan berkembang dan dinamik. Konsep ini mudah untuk disediakan di dalam persekitaran pembelajaran yang memanfaatkan penggunaan teknologi seperti multimedia dan juga laman sosial seperti Facebook.

Teori konstruktivisme juga dilihat berupaya menyediakan panduan dan juga prinsip yang perlu diberi perhatian semasa membangunkan persekitaran pembelajaran berasaskan penggunaan teknologi (Jamaludin & Zaidatun, 2003). Salah satu panduan utama yang ditetapkan ialah menyediakan persekitaran pembelajaran yang bersifat autentik serta disampaikan dalam konteks yang bermakna (Brown, Collinns, & Duquid, 1989; Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1992). Dalam konteks pembelajaran melalui Facebook, pelajar akan dipandu untuk terlibat secara aktif di dalam persekitaran pembelajaran yang disediakan bagi menyelesaikan permasalahan yang disediakan.

Teori konstruktivisme juga tidak melibatkan pengetahuan ataupun kecerdasan yang memandu serta menstukturkan proses pembelajaran. Sebaliknya, situasi serta kemudahan lain perlu disediakan bagi merangsang pelajar menggunakan potensi kognitif mereka secara lebih optima (Scardamalia, Bereiter, McLean, Swallow, & Woodruff, 1989) dan mampu memenuhi keperluan pembelajaran secara individu disamping menyediakan aktiviti sosial. Laman sosial seperti Facebook menawarkan kemudahan bagi menggalakkan aktiviti sosial berlaku seperti kemudahan private message, forum perbincangan, perkongsian bijak secara elektronik dan sebagainya. Ini secara tidak langsung membolehkan pelajar bekerja secara kooperatif serta berkongsi idea di samping mencabar pemikiran masing-masing menerusi aktiviti perbincangan.

Guru dicadangkan supaya menyediakan bahan pembelajaran dalam bentuk yang menggalakkan pelajar membentuk pengetahuan mereka sendiri. Guru juga perlu menekankan proses pembelajaran aktif di kalangan pelajar. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan kaedah perbincangan. Kaedah perbincangan dengan menggunakan Facebook dapat mengaktifkan suasana pembelajaran dan meningkatkan minat pelajar (Rossafri & Shabariah, 2011). Rossafri dan Shabariah (2011) menegaskan lagi bahawa pembelajaran menggunakan kaedah perbincangan dikenal pasti mempunyai kelebihan berbanding kaedah lain. Ini kerana kaedah perbincangan yang diaplikasikan merupakan pembelajaran yang berpusatkan pelajar dan memberi peluang kepada pelajar merancang pembelajaran mereka sendiri.

161

Bednar, A., Cuningham, D., Duffy, T., & Perry, J. (1992). Theory into practice:

How do we link? In T. Duffy, & D. (. Jonassen, Constructivism and the technology of instruction" a conversation (pp. 17-34). Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates.

Bicen, H., & Cavus, N. (2010). The most preferred social network sites by students. Procedia Social and Behavioral Sciences, 2(2). , 5864-5869.

Blattner, G., & Fiori, M. (2009). Facebook in the language classroom: Promises and possibilities. Instructional Technology and Distance Learning (ITDL), 6(1) , 17-28.

Brophy, J. (1981). Teacher Praise: A Functional Analysis. Review of Educational Research.51(1) , 5-32.

Brown, J., Collinns, A., & Duquid, P. (1989). Situated cognition and culture of learning. Educational Researcher 18(1) , 32-41.

Bugeja, M. (2006). Facing the Facebook . Chronicle Of Higher Education,52(21),1-4.

Cain, J. (2008). Online social networking issues within Academia and Pharmacy Education. American Journal of Pharmaceutical Education, 72(1) , 10-16.

Clark, K. (1998). Intersection of instructional television and computer assisted learning: Implications for research paradigms. In J. Asamen, & G. Berry (Eds.), Research paradigms in the study of television and social behavior (pp. 287-304). Newbury Park, CA: Sage.

Cognition, a. T. (1992). Emerging technologies, ISD, and learning environments: critical perspectives. Educational Technology Research and Development, 40 (1) , 65-80.

Connell, W., Andersen, W., & Debus, R. (1968). The Foundations of Education. Sydney: Ian Novak.

Diaz, R., Swan, K., P., I., & Kupczynksi, L. (2010). Student ratings of the importance of survey items, multiplicative factor analysis, and the validity of the community of inquiry survey. The Internet and Higher Education, 13(1–2) , 22-30.

Dick, W., & Reiser, R. (1989). “Planning Efective Instruction.”. Prentice-Hall.

Dick, W., Carey, L., & Carey, J. (2001). The systematic design of instruction (5th ed). Allyn & Bacon.

172

Page 170: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Kepentingan aspek keperluan pelajar dalam membangunkan media pengajaran berasaskan multimedia tidak dapat disangkal lagi. Ini berdasarkan kajian Rossafri dan Shabariah (2011) yang menjurus kepada teknik dan gaya pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran sejarah. Gaya pembelajaran ini meliputi cara pembelajaran secara kumpulan (kolaboratif), interaksi dua hala dan pembelajaran kendiri yang akhirnya memperoleh pembelajaran yang berkesan. Pendapat ini disokong oleh Windle dan Warren (1999) yang menyatakan bahawa teori pembelajaran secara kolaboratif boleh menimbulkan minat dan motivasi pelajar. Guru membimbing penglibatan individu dalam proses kolaboratif dan perbincangan supaya dapat membina satu hubungan interaksi antara pelajar untuk membangunkan kemahiran berfikir seseorang pelajar dan mencapai pemahaman tentang sesuatu konsep.

KESIMPULAN

Facebook dilihat mampu menjadi suatu medium pengajaran dan pembelajaran yang berkesan sekiranya terdapat domain-domain yang menjadi asas di dalam proses penggunaanya. Domain-domain asas ini adalah berdasarkan kepada dapatan kajian lepas dan boleh digunakan dalam merekabentuk kerangka Facebook sebagai medium pengurusan pengajaran dan pembelajaran. Penggunaan domain-domain ini diharap mampu membentuk kepada perlaksanaan dan rekabentuk kerangka Facebook bagi digunakan di dalam proses pengajaran dan pembelajaran pelajar dan guru di sekolah Kesimpulaannya adalah jelas menunjukkan bahawa penggunaan facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran berupaya untuk menjadikan sesatu sistem pendidikan itu bersifat holisti dan berkesan.

RUJUKAN

Allan, B. (2002). E-learning and teaching in library and information services. London: Facet Publishing.

Arif, S. (1987). Prinsip-Prinsip(Teori) Pembelajaran. Retrieved from www.ut.ac.Id/01-supp/fkip/pgsm3803

Atan, L. (1980). Pedagogi Kaedah Am Mengajar. Kuala Lumpur: Fajar Bakti Sdn Bhd.

Baharudin, A., Rio, S. S., & Manimegalai, S. (2002). Rekebentuk Perisian Multimedia. Skudai, Johor: UTM.

171

TEORI NEUROSAINS

Neurosains merupakan satu bidang kajian mengenai sistem saraf yang ada di dalam otak manusia. Ianya juga mengkaji mengenai kesedaran dan kepekaan otak dari segi asas biologi, persepsi, ingatan dan kaitannya dengan pembelajaran. Bagi teori neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fizikal bagi proses pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat perkaitan di antara pemerhatian terhadap proses kognitif yang berlaku di dalam otak dengan tingkah laku fizikal yang akan terhasil. Dengan kata lain, setiap maklumat yang diproses oleh otak akan mengaktifkan kawasan-kawasan yang tertentu sahaja di dalam otak. Berikut merupakan di antara penemuan yang diperolehi oleh teori neurosains:

a) Otak terbahagi kepada tiga stuktuk yang besar iaitu:

i. Otak reptilian: mengawal fungsi-fungsi asas deria motor.

ii. Otak mamalia atau otak limbic: mengawal emosi, ingatan dan ritma biologi (biorhythms).

iii. Neokortek atau otak berfikir: mengawal proses penaakulan, bahasa, kepintaran dan kognitif.

b) Otak bukanlah seperti komputer, stuktur ikatan saraf otak sebenarnya longgar, fleksibel, bersarang seperti sarang labah-labah, sentiasa bertindih dan berulang. Dengan itu adalah mustahil sekiranya otak itu dianggap seperti sistem komputer yang linear. Otak sebenarnya merupakan satu sistem yang tersusun dan berfungsi secara kendiri.

c) Otak sentiasa berubah apabila ia digunakan dalam proses ini berlaku sepanjang hidup manusia. Penumpuan minda mengubahsuai stuktur fizikal otak manusia. Saraf otak dihubungkan oleh cabangan yang dikenali sebagai ‘dendrite’. Terdapat lebih kurang 10 juta neuron/saraf di dalam otak manusia. Neuron-neuron yang berkaitan dihubungkan di antara satu sama lain dalam pelbagai corak. Apabila otak digunakan, sebahagian dari corak ikatan antara neuron-neuron akan menjadi kuat. Pembentukan dan pengukuhan ikatan neuron-neuron di dalam otak merupakan proses sebenar yang mengambarkan bagaimana ingatan dibina di dalam otak.

Apabila mengaplikasikan teori Neurosains di dalam aplikasi multimedia pendidikan, maka guru perlulah menyediakan strategi yang memfokuskan kepada pengalaman sebenar yang berlaku di dalam kehidupan manusia. Strategi pengajaran yang disediakan itu juga haruslah

162

Page 171: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

mengintegrasikan idea-idea yang lebih menyeluruh. Selain daripada itu, guru juga perlu menggunakan kaedah pengajaran yang mampu menggalakkan aktiviti pemikiran yang kompleks dan pembentukan minda di kalangan pelajar.

Memandangkan teori neurosains ini mengambarkan otak sebagai neuron-neuron yang mempunyai “rhizome” yang bercabang-cabang, maka pengaplikasian konsep peta minda atau peta konsep di dalam Facebook merupakan satu contoh aplikasi neurosains dalam pembelajaran. Oleh itu penyampaian maklumat di dalam Facebook seharusnya tidak disampaikan secara linear. Sebaliknya peta minda digunakan bagi tujuan tersebut. Kajian juga mendapati bahawa proses pengajaran yang menggunakan peta minda yang mempunyai imej-imej yang berkaitan adalah lebih berkesan dari penggunaan teks semata-mata. Ini dapat dibuktikan melalui konsep yang dihuraikan di dalam “Dual-codetheory” di mana otak akan mengekod imej dahulu dan kemudiannya teks. Pengekodan imej akan menyediakan satu ruang yang khas untuk pengekodan teks di dalam otak. Apabila ini berlaku, maka proses pengekodan teks akan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan pantas.

Selain dari menggunakan pendekatan peta minda, Jamaludin dan Zaidatun (2003) mencadangkan penggunaan kaedah pengajaran yang dapat mengaitkan isi pelajaran yang diajar dengan isi pelajaran yang lain merupakan satu contoh pengaplikasian teori neurosains dalam pembangunan aplikasi multimedia pendidikan. Ini dapat dilakukan dengan menyediakan pautan-pautan di dalam Facebook yang membolehkan isi pelajaran sokongan dicapai pada bila-bila masa yang diperlukan oleh pelajar. Kemudahan chat room di dalam Facebook juga boleh dimanfaatkan bagi membolehkan para pelajar mencapai lebih banyak maklumat berkaitan yang diperlukan. Perkaitan isi-isi tersebut seterusnya akan membantu otak membentuk ikatan-ikatan neuron yang tertentu di dalam otak. Apabila ini terjadi, maka maklumat yang diproses akan dapat disimpan di ruangan ingatan di dalam otak.

PEDAGOGI

Peranan guru adalah untuk merangsang perubahan dalam murid. Guru berperanan dalam merekabentuk pengalaman pembelajaran, dengan pengetahuan bahawa murid mengawal apa yang dia belajar dan pembelajaran adalah proses bukan linear (Allan, 2002). Pembelajaran dalam talian yang berjaya memerlukan guru untuk mempunyai ciri-ciri seperti berikut: senang didekati, berpengetahuan, boleh memberi sokongan teknikal,

163

& Zaidatun, 2003). Selain itu aspek pengetahuan sedia ada yang ada pada pelajar juga perlu diambil kira. Keperluan pelajar boleh dipenuhi dengan cara mengenali pelajar itu sendiri. Antara cara yang boleh dilakukan dalam mengenali pelajar adalah dengan cara mengkaji rekod pelajar. Maklumat daripada guru darjah, secara pemerhatian, secara temubual dengan pelajar dan dengan mengadakan ujian-ujian sahsiah (Atan Long, 1980). Menurut Baharuddin et al. (2002), pembangunan media pengajaran juga perlulah mengambil kira aspek pengetahuan sedia ada pelajar sebelum menentukan apa yang perlu di ajar dalam perisian.

Menurut Mupinga, Nora dan Yaw (2006) pelajar yang berjaya di dalam pembelajaran atas talian perlulah mempunyai akses kepada hardware dan software tertentu dengan mempunyai kemahiran teknologi yang minima. Mereka juga mesti berkomunikasi atas talian, mempunyai motivasi kendiri dan disiplin diri. Mereka perlu komited dengan tugasan pembelajaran setiap minggu dan perlu bersuara jika terdapat masalah yang timbul (Howland & Moore, 2002; Huber & Lowry, 2003). Walaubagaimanapun ciri-ciri ini tidak diendahkan membuatkan mereka tercicir di dalam pembelajaran atas talian.

Kajian yang dijalankan oleh Mupinga, Nora dan Yaw (2006) tentang keperluan pelajar di dalam pembelajaran atas talian menunjukkan beberapa kehendak yang diperlukan oleh pelajar atas talian seperti komunikasi segera dengan professor dan maklumbalas segera tentang tugasan. Kajian ini dikukuhkan lagi dengan pendapat Diaz, Swan, & Kupczynksi, (2010) yang mencadangkan supaya memberi keutamaan yang lebih tinggi diberikan kepada memberi maklum balas tepat pada masanya. Selain daripada bantuan teknikal, kajian ini juga mendedahkan keperluan pelajar termasuklah tenaga pengajar yang fleksibel, maklumat yang jelas tentang kandungan kursus diberikan terlebih dahulu, contoh tugasan, bahan rujukan tambahan dan platform pengurusan yang sama untuk semua kurus dalam talian.

Pelajar juga perlu memberikan tumpuan yang kurang dalam aktiviti di Facebook contohnya aktiviti bersosial dan memberi tumpuan yang lebih kepada aspek pembelajaran di Facebook. Dengan itu pembelajaran di dalam Facebook menjadi lebih bermakna. Oleh itu Muhammad Kamarul etal. (2010) mencadangkan supaya guru-guru memaklumkan kepada pelajar-pelajar tentang objektif projek, bagaimana untuk mengenalpasti hasil pembelajaran, apa yang perlu dilakukan apabila pembelajaran berlaku, terutama sekali konsep memberi kurang tumpuan kepada Facebook dan memberi tumpuan kepada aspek pembelajaran.

170

Page 172: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

Implement Phase’ (Fasa Pembangunan dan Perlaksanaan). Di samping itu, setiap fasa tersebut akan melalui proses penilaian dan penyemakan yang dilaksanakan secara berterusan.

Kepentingan menggunakan model rekabentuk dalam pembelajaran berasaskan Facebook dikukuhkan dengan kajian yang dijalankan oleh Norlidah, Saedah, Mohammad Khairul Azman & Zaharah (2013), Dalam kajian tersebut mereka telah mengkaji keberkesanan Facebook untuk meningkatkan kreativiti di kalangan pelajar Pengajian Islam yang menggunakan reka bentuk model pengajaran Isman. Hasil kajian menunjukkan model pengajaran Isman yang memberi perhatian kepada arahan daripada perspektif kandungan adalah sesuai dalam merekabentuk dan membangunkan pembelajaran berasaskan Facebook untuk meningkatkan kreativiti di kalangan pelajar pengajian Islam di sekolah menengah di Malaysia.

Jika dilihat pada pernyataan Baharuddin, Rio dan Manimegalai (2002), model rekabentuk pengajaran memainkan peranan untuk:

a. Menambahkan kecekapan pengajaran.

b. Menambahkan keberkesanan pengajaran.

c. Memastikan pelajar berminat mempelajari pelajaran yang disampaikan.

d. Memastikan proses pembelajaran boleh diaplikasikan kepada semua senario yang berpadanan.

e. Memastikan pelajaran yang dirancang dapat disampaikan dalam masa yang diperuntukkan.

Berdasarkan kepentingan yang telah dinyatakan di atas, pengabaian pada aspek model rekabentuk pengajaran dalam Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran akan menyebabkan hasil pembelajaran tidak mencapai objektif yang dikehendaki dan menyebabkan proses pengajaran dan pembelajaran tidak dapat berjalan dengan lancar. Aplikasi rekabentuk pengajaran dalam Facebook adalah amat perlu demi peningkatan kualiti pendidikan dan kepelbagaian proses pengajaran dan pembelajaran.

KEPERLUAN PELAJAR

Keperluan pelajar mencakupi aspek pemahaman pelajar, kebolehan dan kemampuan pelajar serta pengetahuan sedia ada pelajar. Dalam membangunkan media pengajaran multimedia, pereka bentuk perlu memikirkan siapakah bakal pelajar serta menganalisis ciri-ciri pelajar yang akan menggunakan aplikasi atau perisian tersebut (Jamaluddin, Baharuddin,

169

boleh berinteraksi dan memotivasikan murid (Allan, 2002). Kanuka & Anderson (1998) menyatakan keperluan fasiliti untuk menyokong pembinaan pengetahuan dalam persekitaran pembelajaran atas talian. Diaz, Swan, Ice & Kupczynksi (2010) menyokong penyataan ini dengan menyatakan perbincangan dalam talian yang memerlukan kemahiran penyelesaian masalah yang membolehkan pelajar membina pengetahuan dan membangunkan pemikiran kritis apabila disokong oleh fasiliti pengajar yang bersesuaian. Oleh itu dalam menggunakan Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran guru-guru perlulah mempunyai keupayaan seperti membantu dalam mengenalpasti persetujuan dan percanggahan pendapat mengenai topik-topik pembelajaran yang dapat membantu pelajar belajar.

Selain daripada itu, Salmon (2000) pula menegaskan guru haruslah menggalakkan murid untuk berdebat dan aktif berkongsi pendapat mereka dan selepas itu menghubungkait sumbangan murid dan pengetahuan sebagai satu tenunan. Ini menunjukkan bahawa sokongan berterusan harus diberikan kepada murid dalam persekitaran Facebook.

Dalam persekitaran Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran, peranan guru perlu berubah. Guru adalah seorang perunding, memberi panduan dan rujukan kepada sumber, serta merekabentuk pengalaman pembelajaran untuk dikongsi bersama murid. Ini menepati kehendak pendapat sarjana yang menghujahkan murid mempunyai kuasa dan kawalan ke atas pembelajaran mereka sendiri. Oleh itu, pengajar yang boleh dipercayai dengan kepakaran yang relevan untuk memberi motivasi kepada murid supaya mereka mencapai standard yang lebih tinggi, tetapi cukup bijaksana untuk mengurus dan mewujudkan suasana kerjasama tanpa mendominasi atau menyuap murid adalah diperlukan (Dorothy, Norlidah& Saedah, 2013). Dorothy et al (2013) juga berhujahkan dalam dua aspek iaitu dari segi rekabentuk persekitaran pembelajaran dan dari aspek sikap pengajar yang telah diubahsuai oleh pengkaji.

REKABENTUK PERSEKITARAN PEMBELAJARAN

Bagi domain rekabentuk persekitaran pembelajaran terdapat sepuluh item garis panduan yang boleh digunakan bagi menghasilkan rekabetuk kerangka facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran iaitu:

1. Penjelasan objektif secara eksplisit bagi memastikan matlamat pembelajaran melalaui Facebook yang melibatkan kemahiran pembelajaran abad ke-21 seperti penyelesaian masalah, komunikasi, kerjasama dan literasi digital.

164

Page 173: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

2. Memerlukan sumbangan murid dalam persekitaran pembelajaran

melalui Facebook. Memastikan murid mempunyai tanggungjawab untuk menyertai pembelajaran melalui Facebook dengan menggunakan kontrak, galakan dan ganjaran.

3. Interaksi dan pendekatan pembelajaran yang peribadi kepada murid untuk personalized learning.

4. Prosedur melaksanakan tugasan yang ringkas digunakan. Peraturan yang kompleks adalah sukar untuk difahami dalam teks. Arahan yang jelas diberikan.

5. Soalan yang dirangka perlu jenis yang memerlukan jawapan dan komen daripada murid. Ini boleh membantu murid melihat peluang bagi mereka bertanggungjawab dan aktif dalam talian.

6. Soalan dan komen yang memberi pendapat yang bercanggah sesuai digunakan untuk murid melihat pandangan alternatif. Ini mungkin menggalakkan mereka untuk menimbang semula pandangan mereka sendiri.

7. Memupuk penggunaan persekitaran Chat di Facebook bagi menggalakkan murid membentuk kumpulan dengan rakan-rakan secara talian.

8. Membangunkan bahan yang relevan supaya murid dapat melihat hubungan antara menggunakan persekitaran dalam talian dan bahan-bahan sokongan.

9. Jemput pakar dan pengunjung “melawat” ke ruang dalam talian untuk merangsang perbincangan dan membawa pandangan lain yang bernilai.

10. Ruang untuk mencari rumusan perbincangan dalam talian dengan mencari benang penyatuan yang membawa idea berbeza bersama untuk membantu murid mencari hubungan baru antara idea.

SIKAP PENGAJAR

Domain sikap pengajar mempunyai tujuh item garis panduan yang boleh digunakan sebagai asas dalam rekabentuk kerangka garis panduaan Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran iaitu seperti berikut:

1. Pengajar perlu mempunyai pengetahuan kandungan pedagogical yang kuat.

2. Memainkan peranan fasilitator dalam talian.

165

teknologi di dalam Facebook dilihat mampu memberikan impak yang positif dalam menjadikan proses pengajaran dan pembelajaran lebih bermakna dan berkesan.

PROSES REKABENTUK PENGAJARAN

“ Designing instruction is the prosess of translating principles of learning and instruction into plans for instructional materials and activities.”

(Smith & Ragan, 1999, ms 2)

Manakala Dick dan Reiser (1989) mendefinisikan rekabentuk pengajaran sebagai satu proses yang sistematik untuk merekabentuk, membangun, melaksana dan menilai pengajaran. Pemilihan media pengajaran mempunyai hubungan yang rapat dalam proses merancang sesuatu topik atau aktiviti pengajaran untuk menentukan keberkesanannya (Ismail, 2002). Dick dan Reiser (1989) menjelaskan konsep ini dan mencadangkan satu model rekabentuk pengajaran.

Seseorang guru harus mengetahui aspek rekabentuk pengajaran kerana tanpa perancangan yang lengkap dan sistematik, seseorang guru tidak dapat mencapai keberkesanan dalam pengajarannya terutamanya dalam proses pemilihan dan pengaplikasian media pengajaran. Malangnya, hasil kajian yang dijalankan oleh Rafiza dan Maryam (2013) mendapati hampir ke semua responden di dapati tidak menggunakan model rekabentuk dalam membangunkan media pengajaran berasaskan multimedia. Keadaan ini dilihat oleh mereka sebagai kefahaman yang rendah dalam aspek model rekabentuk pengajaran membawa kepada kegagalan mengaplikasikan aspek tersebut dalam membangunkan media pengajaran berasaskan multimedia.

Rekabentuk pengajaran banyak dipengaruhi oleh perkembangan teori pembelajaran kerana dua bidang ini saling mempunyai hubungan yang rapat di antara satu sama lain (Dick, Carey, & Carey, 2001). Menurut Thomson (2001), teori dan model pengajaran akan membimbing guru dalam mempercepatkan proses membangunkan bahan, membantu dalam komunikasi dengan ahli kumpulan pereka bentuk dan meliputi semua fasa rekabentuk pengajaran (Rio Sumarni, 2007). Kebanyakan teori-teori dan model rekabentuk pengajaran bergantung kepada beberapa langkah dalam menghasilkan bahan pembelajaran yang berkesan (Park & Hanaffin, 1993) Model ini mengandungi tiga fasa yang utama iaitu ‘Need Assesment Phase’ (Fasa Analisis keperluan), ‘Design Phase’ (Fasa Rekabentuk) dan ‘Develop &

168

Page 174: repository.um.edu.myrepository.um.edu.my/97425/1/Buku Mahdum-Holistik@ (2).pdf · Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif

terutama sekali pembelajaran di Facebook yang mempunyai potensi sebagai medium pengajaran dan pembelajaran di sekolah menengah.

Garis panduan dalam kerangka piawaian ini perlu sentiasa ditekankan. Penekanan ini bukan sekadar menyatakan bahawa ianya penting dan perlukan sikap yang positif, namun ia perlu direalisasikan dalam pembangunan bahan pembelajaran di Facebook. Antaranya ialah guru perlu diajar dan dilatih dengan baik untuk meningkatkan kemahiran ICT mereka untuk meraih semua manfaat di dalam Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran. Penyataan ini adalah seiring dengan penekanan Harasim, Hiltz, Teles, & Turoff (1997) yang menyatakan guru perlu mempunyai pengetahuan asas dan selesa dengan komunikasi berantarakan komputer yang akan digunakan. Guru juga perlu tahu menggunakan sumber multimedia daripada internet bagi menghasilkan bahan pengajaran yang canggih di Facebook sekaligus ia dapat menarik minat pelajar dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Namun begitu hasil kajian mendedahkan bahawa perisian yang sering digunakan oleh guru adalah Microsoft words (Mokhtar, 2005). Majoriti guru-guru yang dikaji adalah cekap menggunakan perisisian Microsoft iaitu dalam pemprosesan perkataan dan persembahan elektronik, tetapi kurang mahir dalam menggunakan internet, pangkalan data atau komunikasi dalam talian dan rangkaian. Oleh itu, untuk menjadikan Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran, guru perlu meningkatkan kemahiran teknikal untuk memaksimumkan sepenuhnya penggunaan laman sosial ini.

Selain daripada itu, penggunaan teknologi harus menyokong objektif pendidikan seperti kemahiran untuk mencari dan menilai maklumat, kerjasama, komunikasi dan penyelesaian masalah di mana kemahiran ini amat penting untuk latihan kanak-kanak dalam masyarat digital (Drent & Mellissen, 2008). Di samping itu juga, perkhidmatan yang disediakan oleh Facebook boleh membuatkan guru dan murid berasa yakin bahawa sistem komunikasi dan maklumat ini adalah selamat, boleh dipercayai, sesuai di mana sahaja dan bersifat peribadi. Tambahan pula Blattner & Fiori (2009) juga turut menyatakan Facebook mempunyai ciri-ciri unik yang menawarkan pengalaman pendidikan yang membina di samping mengekalkan privasi dan keselamatan.

Bagi Hew (2011) pula penggunaan Facebook dalam pembelajaran dan pengajaran adalah satu alternatif untuk mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan dan memberi peluang kepada guru-guru untuk mengamalkan pedagogi yang berbeza demi untuk kepentingan pelajar. Aplikasi Facebook berpotensi untuk mengoptimumkan keberkesanan proses pengajaran (Bugeja, 2006; Rossafri & Shabariah, 2011). Kebolehan guru mengaplikasikan

167

3. Menggalakkan penyertaan murid dengan memastikan pengajar berada

di dalam talian dan dilihat oleh murid. Ini adalah untuk menyediakan peluang bagi murid untuk memberi respon.

4. Pengajar harus senang didekati, tanpa gaya authorititarian, tetapi menghargai sumbangan dan kehadiran pelajar dalam talian.

5. Jangan mengajar secara syarahan, memaharahi pelajar atau terlalu mementingkan sumbangan dan kehadiran dalam talian bagi pelajar.

6. Menggunakan emoticon untuk merangsang dan merapatkan interaksi bertulis.

7. Harus bersikap objektif dan jangan tertarik kepada persepsi mengenai pelajar melalui tingkah laku dalam talian.

TEKNOLOGI DALAM PENGAJARAN

Apabila menyentuh tentang Facebook sebagai medium pengajaran dan pembelajaran, aspek teknologi merupakan elemen yang paling rapat sekali. Malahan, berdasarkan hasil dapatan Rafiza dan Maryam (2013) mengenai aspek teknologi dalam pembangunan media pengajaran berasaskan multimedia mendapati bahawa kesemua responden memberi maklum balas yang positif, baik dari aspek pengetahuan tentang bidang teknologi sehinggalah kepada pengaplikasian teknologi multimedia ke dalam rekabentuk pengajaran. Rata-rata responden berpendapat bahawa penggunaan teknologi serta bahan multimedia yang canggih akan lebih menarik minat pelajar. Namun demikian, polemik ini berbeza pula dengan beberapa dapatan yang menyatakan guru-guru masih tidak bersedia menggunakan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran di sebabkan guru mempunyai masalah mengintegrasikan teknologi di dalam pengajaran dan pembelajaran (Varsidas & McIsaac, 2001; Voogt, Almekinders, Van Den Akker & Moohen, 2005). Contohnya seperti kajian yang dijalankan oleh Zhao & Cziko (2001) yang menyatakan antara kekangan yang dihadapi oleh guru ialah kekurangan latihan yang sesuai, kekurangan sokongan teknikal dan pentadbiran, kekurangan infrastuktur institusi, kepercayaan kepada pedagogi tradisional dan sikap guru yang tidak mahu berubah.

Kedua-dua dapatan yang berbeza ini menunjukkan guru-guru memerlukan sokongan baik dari segi pembangunan profesional mahu pun pembangunan kendiri bagi menambahbaik penggunaan teknologi dalam pendidikan di kalangan guru-guru. Oleh itu satu kerangka piawaian perlu disediakan kepada guru-guru yang boleh digunakan oleh mereka sebagai garis panduan dalam menggunakan aspek teknologi dalam pendidikan

166