Upload
firdaus-putra
View
6.341
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Survei tentang PEMIRA BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
Citation preview
1
Mahasiswa, Kampus
dan Politik Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED
Purwokerto Survei ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir pada Jurusan Sosiologi
FISIP UNSOED Purwokerto untuk meraih gelar Strata 1 (S1). Pada tanggal 31
Agustus hasil survei sudah diuji di depan pembimbing dan outsider dan
kemudian disahkan pada tanggal 14 September 2009. Populasi survei ini adalah
mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) dengan cluster sampling
pada empat fakultas: FISIP, FE, Faperta dan Fapet. Sampel fakultas
didistribusikan secara proporsional dan responden dirandom berdasar interval
10. Hasil survei ini dapat digeneralisasi pada level populasi.
2009
Firdaus Putra A., S. Sos. Sosiologi FISIP UNSOED
9/20/2009
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
“Berkaryalah,
sekecil apapun itu”
Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
2
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
3
Firdos Putra Aditama
Untuk bapak dan ibu – Moh. Nashir & Supriyati,
Wahyuningsih dan para aktivis kampus
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : Firdos Putra Aditama
NIM : F1A 003074
Alamat : Ds. Surobayan 005/002 Kec. Wonopringgro Kab. Pekalongan
Judul : “Mahasiswa, Kampus dan Politik: Survei tentang Partisipasi Mahasiswa
dalam Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto”
Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sejauh
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Purwokerto, 14 September 2009
Firdos Putra A.
F1A 003074
Disclaim: Format halaman publikasi penelitian ini tidak sama dengan edisi
cetaknya (skripsi). Namun seluruh isi tidak mengalami perubahan. Saya merasa
tidak perlu mengikutsertakan lembar lampiran (28 halaman yang terdiri dari
banyak tabel) karena khawatir akan memperberat volume file.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
5
LEMBAR PENGESAHAN
MAHASISWA, KAMPUS DAN POLITIK
(Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM
tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto)
Oleh:
Firdos Putra A.
F1A 003074
Diterima dan disahkan pada tanggal 14 September 2009
Tim Penguji
1. Pembimbing I
Drs. Dalhar Shodiq, M.Si. tanda tangan
NIP.19551023 198403 1 001
2. Pembimbing II
Haryadi, S.Sos., M.A. tanda tangan
NIP.19751005 200212 1 002
3. Outsider
Nanang Martono, S.Sos., M.Si. tanda tangan
NIP.19810330 200501 1 002
Mengetahui
Dekan FISIP UNSOED
tanda tangan dan stempel
Drs. Muslihudin, M.Si.
NIP.19630414 198901 1 001
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, Allah SWT, yang telah
memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Tujuan
penelitian ini adalah guna memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya pembuatan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih kepada:
1. Bapak Dalhar Shodiq, M.Si., sebagai pembimbing pertama yang secara detail
mengoreksi dari awal hingga akhir.
2. Bapak Haryadi, MA., sebagai pembimbing kedua yang dengan sabar mau
meluluskan perubahan judul dari pertama hingga ketiga.
3. Bapak Nanang Martono, M.Si., sebagai outsider dan juga yang membantu
penulis menggunakan SPSS dan melayani berbagai pertanyaan kuantitatif.
4. Bapak Masrukin, M.Si., dan Bapak Joko Santoso, M.Si., selaku Kajur dan
Mantan Kajur sebelumnya, atas dukungan akademiknya.
5. Ibu Mintarti, M.Si., dan Bapak Haryadi, MA., selaku Sekjur dan Mantan Sekjur
sebelumnya, atas dukungan akademiknya.
6. Seluruh staf pengajar jurusan Sosiologi FISIP UNSOED.
7. Seluruh staf Bagian Pendidikan (Bapendik) FISIP UNSOED.
8. Seluruh staf perpustakan FISIP UNSOED.
9. Jajaran Dekanat, mulai dari Dekan sampai Pembantu Dekan, terimakasih atas
berbagai dukungan dalam bidang akademik atau non-akademik.
10. Enumerator di FISIP Dwi Prayitno, Fak. Ekonomi, seperti Affan, Zainul,
Master, dan awak LPM MEMI lainnya. Di Fak. Pertanian ada Hanang, Feri dan
lainnya. Di Fak. Peternakan ada Wahyuningsih yang dibantu teman Fak.
Peternakan juga.
11. Kepada Jajang Yanuar sebagai informan. Juga pada Auriza, Aulia el Hakim,
Suherdiyanto, Susana Agustin, Chaerudin Affan, Devi Ratnasari, Ias Pramesti,
Iqbal Khudafi, Candra Silfina dan Rangga Fak. Pertanian yang sudah share
panjang-lebar terkait kepolitikan Fak. Pertanian dengan adanya partai
mahasiswa.
12. Kepada Faturi, Acep, Mas Dadan dan khususnya Mas Nanang yang telah
mengajarkan secara intensif metode survei dan juga penggunaan program
SPSS.
13. Komunitas Sisoka (Si Anak, Solidaritas dan KMPA), yang meskipun penulis
bukan anggota mereka, penulis merasa dekat dan at home di tengah-tengah
mereka.
14. Kepada teman-teman WE-Press, LS Profetika dan Lingkar Maya yang selama
ini berdialektika bersama.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
7
15. Kepada teman-teman aktivis ekstra kampus, mulai FMN, IMM, HMI MPO,
HMI DIPO, PMII, PMKRI, GMNI, LMND, KAMMI dan Gema Pembebasandi
Purwokerto yang selama ini berproses bersama dengan warna-warni
agreement and disagreement.
16. Kepada teman-teman kos “Shopos Ashram” yang pernah penulis provokasi
untuk membangun “Gerakan Anak Kos Ramah Lingkungan” melalui daur
ulang sampah plastik, yang meski gagal, terimakasih atas kebersamaan,
kekeluargaan dan kepercayaanya.
17. Kepada KOPKUN yang bolak-balik penulis repoti. Juga kepada Kang Suroto
terimakasih atas dukungannya.
18. Kepada para dosen kritis-progresif terimakasih atas diskusi dan
partisipasinya—di beberapa forum yang penulis gelar—sebagai pembicara/
fasilitator yang tidak dibayar.
19. Kepada Taqi, Gery, Bagus, Diaz, Tito, Nyaman, Yogi, Dimas, Didik, Fadli, Anto,
Bambang, Edi, Lastri, Ambar, Efi, Tino, Alvin, Iko, Andi, Yahya, Syamsudin,
Sandra, Sari, Uwin, Dimas Alit, Hanang, Andi, Tyo, Feri, Putra dan lainnya,
sebagai teman bermain dan juga teman diskusi.
Tidak lupa kepada perseorangan atau lembaga yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, kepada mereka penulis haturkan terimakasih yang
mendalam. Kepada sidang pembaca, selamat menikmati hasil penelitian ini!
Purwokerto, 14 September 2009
P e n u l i s
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
8
DAFTAR ISI
MOTO 2
PERSEMBAHAN 3
PERNYATAAN 4
PENGESAHAN 5
KATA PENGANTAR 6
DAFTAR ISI 8
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM 10
DAFTAR ISTILAH 12
RINGKASAN 13
SUMMARY 14
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 15
1.2. Rumusan Masalah 25
1.3. Pembatasan Masalah 25
1.4. Tujuan Penelitian 25
1.5. Manfaat Penelitian 25
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktural Fungsional 26
2.2. Partisipasi Politik 27
2.3. Persepsi Mahasiswa 29
2.4. Ekspektasi Mahasiswa 31
2.5. Penelitian Terdahulu 32
2.6. Hipotesis Penelitian 37
III. METODE DAN ANALISA DATA
3.1. Lokasi, Populasi dan Sasaran Penelitian 38
3.2. Metode, Jenis dan Variabel Penelitian 39
3.3. Teknik Pengambilan Sampel 39
3.4. Metode Pengumpulan dan Jenis Data 42
3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 43
3.6. Definisi Konsep dan Operasional Variabel 45
3.7. Analisis Kuantitatif 47
3.8. Analisis Kualitatif 48
3.9. Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi 48
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah 49
4.2. Deskripi Umum tentang Organisasi Kampus 51
4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 54
4.4. Karakteristik Responden 55
4.5. Karakteristik Informan 58
4.6. Analisis Distribusi Frekuensi 60
4.7. Analisis Tabulasi Silang 79
4.8. Analisis Korelasi Tau Kendall 98
4.9. Analisis Kualitatif 100
4.10. Penerimaan Hipotesis 102
V. REFLEKSI
5.1. Publik yang Gamang 103
5.2. Pemira Setengah Hati 108
5.3. BEM Nyaris Tanpa Tangan-Kaki 116
5.4. Tipologi-tipologi 119
5.5. Revitalisasi Sistem Politik Kampus 127
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan 133
6.2. Saran 135
DAFTAR PUSTAKA 136
TENTANG PENULIS 138
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
10
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Halaman
Tabel 1 Tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira BEM 10
Tabel 2 Distribusi sampel fakultas 27
Tabel 3 Hasil uji validitas instrumen 40
Tabel 4 Deskripsi paska uji validitas 40
Diagram 5 Karakteristik responden berdasar fakultas 41
Diagram 6 Karakteristik responden berdasar organisasi 42
Tabel 7 Karakteristik responden berdasar angkatan 43
Tabel 8 Karakteristik responden berdasar jenis kelamin 43
Tabel 9 Karakteristik informan 44
Tabel 10 Pengetahuan responden terhadap fungsi BEM 46
Tabel 11 Persepsi responden terhadap kinerja BEM 48
Tabel 12 Pengetahuan responden tentang pengurus BEM 49
Tabel 13 Persepsi responden tentang manfaat BEM 50
Tabel 14 Persepsi responden tentang keterserapan
aspirasi mahasiswa
50
Tabel 15 Persepsi responden terhadap pelaksanaan Pemira 51
Tabel 16 Persepsi responden terhadap Pemira dan kuliah 52
Tabel 17 Persepsi responden terhadap materi kampanye calon 53
Tabel 18 Persepsi responden terhadap media kampanye calon 53
Tabel 19 Persepsi responden terhadap visi-misi calon 55
Tabel 20 Persepsi responden terhadap efektivitas sosialisasi KPR 56
Tabel 21 Penggunaan hak pilih responden 57
Tabel 22 Persepsi responden terhadap tentang
perlunya menggunakan hak pilih
57
Tabel 23 Asal motivasi responden saat memilih 58
Tabel 24 Efikasi politik responden tentang penggunaan hak pilih
dan perubahan keadaan kampus
60
Tabel 25 Efikasi politik responden terhadap BEM
dan perubahan kampus
60
Diagram 26 Macam-macam perubahan di kampus yang
diharapkan responden
61
Tabel 27 Ekspektasi responden terhadap BEM 62
Diagram 28 Macam-macam harapan responden terhadap BEM 62
Tabel 29 Rasa memiliki responden terhadap BEM 63
Tabel 30 TS. Persepsi responden terhadap kinerja
BEM berdasar fakultas
65
Tabel 31 TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi
mahasiswa berdasar fakultas
67
Tabel 32 TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar fakultas 68
Tabel 33 TS. Persepsi responden terhadap materi 69
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
11
kampanye calon berdasar fakultas
Tabel 34 TS. Persepsi responden terhadap media
kampanye calon berdasar fakultas
70
Tabel 35 TS. Persepsi responden terhadap visi-misi
calon berdasar fakultas
71
Tabel 36 TS. Persepsi responden tentang Pemira
dan kuliah berdasar fakultas
72
Tabel 37 TS. Persepsi responden tentang perlunya
menggunakan hak pilih berdasar fakultas
73
Tabel 38 TS. Efikasi politik responden terhadap BEM
dan perubahan di kampus berdasar fakultas
74
Tabel 39 TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar fakultas 75
Tabel 40 TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak
pilih dan perubahan di kampus berdasar fakultas
76
Tabel 41 TS. Persepsi responden tentang kinerja
BEM berdasar organisasi
77
Tabel 42 TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi
mahasiswa berdasar organisasi
78
Tabel 43 TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar organisasi 79
Tabel 44 TS. Persepsi responden tentang perlunya
penggunaan hak pilih berdasar organisasi
79
Tabel 45 TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak
pilih dan perubahan di kampus berdasar organisasi
80
Tabel 46 TS. Ekspektasi responden terhadap
BEM berdasar organisasi
81
Tabel 47 TS. Efikasi politik responden terhadap BEM
dan perubahan di kampus
81
Tabel 48 Analisis korelasi Kendall Tau 84
Diagram 49 Tipe pemilih 108
Tabel 50 Analisis SWOT sistem politik kampus 113
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
12
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
BEM : Badan Eksekutif Mahasiswa
BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan
Depolitisasi : Proses politik dimana masyarakat tidak dilibatkan secara aktif.
Masyarakat hanya menjadi massa mengambang.
DLM : Dewan Legislatif Mahasiswa
Efikasi Politik : Dampak yang diharapkan dari aktivitas politik
Ekspektasi : Harapan terhadap suatu obyek
FE : Fakultas Ekonomi
FISIP : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Faperta : Fakultas Pertanian
Fapet : Fakultas Peternakan
HMJ : Himpunan Mahasiswa Jurusan
HMPS : Himpunan Mahasiswa Program Studi
KBM/KM : Keluarga Besar Mahasiswa/ Keluarga Mahasiswa
KPR : Komisi Pemilihan Raya
LPM : Lembaga Pers Mahasiswa
MUSMA : Musyawarah Mahasiswa
Musang : Musyawarah Anggota
Motivasi : Dorongan termasuk didalamnya adalah harapan
NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus
Pemira : Pemilihan Raya
Presiden : Presiden (Ketua) BEM
UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa
UNSOED : Universitas Jenderal Soedirman
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
13
RINGKASAN
Mahasiswa, kampus dan politik merupakan tiga entitas yang dapat saling
berkelindan. Di kampus, mahasiswa tidak hanya mengisi aktivitas dengan belajar.
Mahasiswa dengan berbagai peran sosialnya dapat melakukan aktivitas-aktivitas
sosial-politik. Aktivitas ini sekurang-kurangnya dapat dilihat pada fenomena
pemerintahan mahasiswa sebagai wujud dari politik kampus.
Secara historis, pemerintahan mahasiswa bermula dari sejarah Senat
Mahasiswa, Dewan Mahasiswa dan kemudian wujud yang paling terkini adalah
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM). BEM
merupakan lembaga mahasiswa yang mempunyai fungsi pemberdayaan, kontrol
dan advokasi bagi mahasiswa. DLM adalah lembaga mahasiswa yang mempunyai
fungsi legislasi dan kontrol terhadap BEM.
BEM dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih satu tahun sekali melalui
Pemilihan Raya (Pemira). Fungsi Pemira selain untuk memilih ketua BEM juga
berfungsi sebagai media partisipasi mahasiswa pada sistem politik kampus.
Tinggi-rendahnya partisipasi mahasiswa dalam Pemira dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Penelitian ini menyelidiki faktor persepsi dan ekspektasi mahasiswa yang
diduga berpengaruh pada partisipasi mereka dalam Pemira.
Penelitian ini dilaksanakan di empat fakultas di UNSOED Purwokerto
dengan menggunakan metode survei. Teknik sampel yang digunakan adalah
teknik kelompok yang membagi delapan fakultas di UNSOED menjadi dua:
fakultas eksakta dan sosial. Pada setiap kelompok diambil dua fakultas.
Kemudian sampel diacak dan disebarkan ke fakultas secara proporsional. Survei
dilakukan kepada 261 responden yang nama-namanya sudah ditentukan melalui
kerangka sampel dengan interval 10.
Hasil survei memperlihatkan bahwa persepsi dan ekspektasi
mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam Pemira. Artinya hipotesis kerja (Hk)
penelitian ini diterima. Meski demikian, hasil penelitian ini menemukan bahwa
korelasi persepsi dan ekspektasi dengan partisipasi rendah. Hal ini disebabkan
pengaruh beberapa variabel komponen terhadap variabel partisipasi mahasiswa.
Diterimanya hipotesis kerja berarti bahwa hasil penelitian ini dapat digeneralisasi
pada tingkat populasi.
Di bagian akhir, peneliti menyarankan revitalisasi sistem politik kampus
dengan menyempurnakan Pemira dengan sistem partai. Selain itu, peneliti juga
menyarankan untuk membatasi pemilih dalam Pemira hanya pada empat
angkatan terakhir. Dua rekomendasi itu dapat meningkatkan partisipasi baik
secara kuantitatif dan kualitatif. Pada akhirnya, politik kampus akan dinamis dan
demokratis.
Kata kunci: Mahasiswa, Persepsi, Ekspektasi, Partisipasi Politik, Pemira, BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
14
SUMMARY
Politic, campus and student are three correlated entities. At campus,
student is not only taking their time by study. Student with their varied social
roles can do political and social activities. The activity, at least, can be seen in the
phenomenon of student government as form the campus politic.
Historically, the student government has started from the Student
Senate, Student Board and than the recent form are Student Executive
Institution (BEM) and Student Legislative Board (DLM). BEM is the organisation
with the empowerement, advocacy and control function for student. And DLM is
the organisation with the control and legislation function of BEM.
BEM is led by president who is elected yearly by the General Election
(Pemira). Beside to elect the BEM president candidate, Pemira is a medium for
student participation at political campus system. The up and down of student
participation at Pemira is influenced by many factors. This research investigates
the influence of expectation and perception for their participation at Pemira.
This research conducted at four faculties of UNSOED Purwokerto with
survey method. The research used cluster sampling technique by grouping eight
faculties into two: social and natural sciences. In each gorup researcher chose
two faculties. And than sample be randomized and distribute to faculty
proportionally. Survey has been conducted to 261 respondent determined by
with sampling frame with ten intervals.
The result shows that expectation and perception have influenced over
student participation at Pemira. That means that the working hypothesis of
research are acceptable. Although, the correlation is low. It was caused by
influence of some component variables to student participation variable. The
acceptable of working hypothesis means that the result could be generalized on
population level.
In the end, researcher suggesting the revitalization of campus politic
system to complete Pemira with party system. Beside of it, researcher is
suggesting also to limit of Pemira voter of only four late generations. Both of
suggestions can increase student participation at quantitative and qualitative
dimension. Lastly, campus politic will democratic and dynamic.
Keywords: Student, Perception, Expectation, Political Participation, Pemira, BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah mencatat sampai hari ini peran mahasiswa masih diharapkan
dalam rangka mengusung perubahan sosial. Posisi dan peran serta berbagai
kelebihan lainnya membuat mahasiswa menjadi salah satu agen perubah (agent
of change). Berbagai kelebihan itu seperti penguasaan basis intelektual yang
memungkinkan mahasiswa melakukan berbagai terobosan pemikiran. Sebagian
mahasiswa berasal dari status sosial-ekonomi menengah-atas. Posisi stratifikasi
yang demikian secara tidak langsung merupakan fasilitas-fasilitas yang bisa
dimanfaatkan untuk mendukung agenda perubahan. Selain itu, dengan berbagai
penguasaan sarana teknologi, mahasiswa cukup mahir dalam mencari,
mengembangkan dan mengelola jejaring dengan agen perubah lainnya.
Peran mahasiswa dalam panggung sejarah Indonesia tidak bisa dipandang
sebelah mata. Pada tahun 1966, mahasiswa yang terorganisir mampu
menggulingkan rezim Soekarno (Orde Lama). Otoritarianisme negara berupa
pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dapat ditolak. Secara
umum peran mahasiswa kala itu dapat dilihat pada film Gie, yang
menggambarkan bagaimana mahasiswa selalu kritis terhadap kuasa (negara) 1
.
1 Dalam film Soe Hok Gie, sutradara Riri Riza, diproduksi oleh Miles Film rilis pada 14 Juli 2005.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
16
Hal senada kembali terulang pada tahun 1998 dengan tumbangnya rezim
Soeharto (Orde Baru), yang mengantarkan Indonesia pada Orde Reformasi.
Mahasiswa memulai gerakan pada tahun 1997 dan klimaksnya pada bulan Mei
1998, berkat mahasiswa dan atas desakan tokoh-tokoh masyarakat Soeharto
mengundurkan diri sebagai presiden.
Reformasi bergulir, meski demikian tanpa menafikan berbagai silang
sengketa keterkaitan militer, agen intelejen asing, dan berbagai teori konspirasi
yang berkembang, mahasiswa tetap merupakan kelompok potensial dalam
menggulirkan perubahan sosial-politik. Aksi-aksi strategis yang dilakukannya
merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh kelompok penekan lainnya. Suara
mahasiswa, sekurang-kurangnya merupakan representasi dari suara masyarakat
umum. Suara mahasiswa bukan perpanjangan tangan kepentingan kelompok
tertentu, seperti: partai politik, organisasi massa atau negara. Suara mahasiswa
berangkat dari basis moral-intelektual yang senantiasa berpihak pada nilai-nilai
kemanusiaan-kemasyarakatan.
Tindakan atau aksi strategis seperti di atas tentu saja tidak bisa disterilkan
dari anasir sosial-politik kampus. Kampus merupakan kawah candradimuka,
tempat mahasiswa menempa ilmu dan berbagai kecakapan lainnya. Kampus juga
merupakan tempat untuk berkembangnya perdebatan berbagai masalah atau
diskusi pemikiran. Mimbar akademis yang sifatnya terbuka serta bebas
merupakan wahana bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri serta
merefleksikan dirinya. Selain itu dengan berbagai aktivitas, melalui Unit Kegiatan
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
17
Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Badan Eksekutif
Mahasiwa (BEM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) dan berbagai organisasi
lainnya, kemampuan analisis, kepemimpinan, pengorganisasian, manajerial dan
kecakapannya lainnya terasah dan tertempa dengan optimal.
Fungsi kampus dalam konteks ini sebagai “wadah pembiakan” tidak bisa
dilepaskan dari konteks posisi dan peran mahasiswa sebagai agen perubah.
Dialektika dalam berbagai aktivitas kampus merupakan rahim yang sudah dan
akan selalu melahirkan aktivis-aktivis—demikian label untuk mahasiswa
organisatoris dan kritis—yang dengan berbagai basis nilainya masing-masing,
melakukan usaha kritisisme serta resistensi terhadap jejaring kuasa yang ada.
Kampus dengan berbagai dinamikanya menyediakan raw material bagi olah pikir
dan olah aksi mahasiswa sebagai salah satu entitas terbesar di dalamnya.
Posisi dan peran mahasiswa pada titik itu tidak hanya sebagai peserta
didik yang menjalankan ritual harian (proses belajar), melainkan entitas sipil yang
secara utuh mempunyai hak-hak sipil sebagaimana warga lainnya. Dinamika
mahasiswa di dalam kampus sangat berbeda jauh dengan dinamika siswa di
sekolah. Dinamika mahasiswa di kampus lebih dekat ke arah bangun relasi warga
sipil yang sadar terhadap hak-hak sosial-politiknya. Pada titik yang lain, dosen
serta birokrasi kampus, merupakan warga sipil lain yang dalam struktur lembaga
pendidikan berperan sebagai fasilitator pendidikan. Oleh karenanya, aktivitas
mahasiswa di kampus bukan sekedar menyerap ilmu pengetahuan dari bangku
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
18
kuliah. Namun juga berperan dalam berbagai aktivitas-aktivitas yang bernuansa
sosial-politik.
Aktivitas-aktivitas sosial-politik ini merupakan turunan dari kesadaran
hak-hak sebagai warga negara atau peserta didik dalam lingkup perguruan tinggi.
Pada konteks ini, lahirlah terminologi politik kampus2. Secara umum politik
kampus bisa didefiniskan melalui, politik (policy); yakni aktivitas-aktivitas dalam
rangka mewujudkan kebijakan publik3, kampus; merupakan locus dimana
aktivitas itu lahir dari, oleh, dan untuk semua masyarakat kampus. Politik kampus
merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka
mewujudkan kebijakan publik sesuai dengan nilai-nilai luhur demokrasi.
Pada konteks itu, politik kampus merupakan upaya atau keterlibatan
mahasiswa dalam rangka merumuskan, menentukan dan mengontrol berbagai
macam kebijakan yang ada di kampus. Politik kampus berkonotasi positif sebagai
perjuangan untuk terpenuhinya hak-hak demokratik mahasiswa dalam konteks
dirinya sebagai peserta didik dan warga negara.
Fokus politik kampus merupakan segala kebijakan yang digulirkan oleh
lembaga mahasiswa itu sendiri (internal) atau oleh birokrasi kampus, seperti
jurusan, fakultas atau universitas (eksternal). Politik kampus dalam konteks
internal dapat dilihat pada entitas pemerintahan mahasiswa. Untuk lebih
2 Sepengetahuan penulis, setelah mencari dari berbagai sumber, belum ada definisi yang tuntas terkait terminologi “politik kampus”. Dalam konteks ini, penulis merasa perlu untuk mendefinisikan—meski secara kasar—terminologi tersebut dalam rangka mengoperasionalkan penelitian ini. 3 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 12.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
19
memamah lembut konsep politik kampus dan pemerintahan mahasiswa, perlu
kiranya menengok sejarah lembaga mahasiswa.
Dalam sejarah lembaga mahasiswa mewujud pada konsep student
goverment atau pemerintahan mahasiswa4. Konsep itu lahir dari dialektika
panjang dengan berbagai konstelasi politik yang mengiringinya. Pemerintahan
mahasiswa lahir dari kebutuhan mahasiswa untuk mengaspirasikan,
menyalurkan dan menuntut hak-hak politik.
Basis keberadaan pemerintahan mahasiswa adalah mahasiswa secara
keseluruhan, sehingga partisipasi mahasiswa dalam politik kampus menjadi
niscaya. Partisipasi politik dalam konteks ini merupakan keikutsertaan atau
keterlibatan mahasiswa dalam agenda-agenda politik, seperti Pemilihan Raya
(Pemira), penandatanganan petisi, audiensi dengan birokrasi kampus,
menghadiri kongres atau musyawarah mahasiswa (Musma), aksi massa dan lain
sebagainya, yang bertujuan untuk merealisasikan hak-hak politik mahasiswa.
Partisipasi mahasiswa juga menandakan seberapa membasisnya
pemerintahan mahasiswa yang ada. Selain itu, partisipasi mahasiswa merupakan
proses aspirasi, agregasi, serta aktualisasi kepentingan-kepentingan mahasiswa
yang kemudian menjadi input bagi sistem pemerintahan mahasiswa. Tujuan
pemerintahan mahasiswa sejatinya merupakan penyerapan serta kristalisasi
harapan, keinginan, kehendak basis konstituen. Partisipasi mahasiswa searah
dengan bangun logika demokrasi, dari, oleh dan untuk kita (baca: mahasiswa).
4 Untuk mengetahui sejarah pemerintahan mahasiswa, lebih lanjut lihat di www.wikipedia.co.id dengan kata kunci “sejarah dewan mahasiswa”.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
20
Input berupa aspirasi, harapan dan sebagainya merupakan kehendak dari
konstituen. Input politik tersebut kemudian diolah secara bersama oleh
pemerintahan mahasiswa. Selanjutnya, realisasi visi, misi, tujuan serta program-
program kerja merupakan hasil atau ouput yang dapat dipetik untuk kepentingan
bersama, baik pemerintahan mahasiswa dan mahasiswa pada umumnya.
Pada mulanya, format pemerintahan mahasiswa berbentuk Dewan
Mahasiwa. Bentuk organisasi ini berakhir pada tahun 1978-an ketika pemerintah
memberangus aksi kritis para mahasiswa dan berujung pada pembekuan Dewan
Mahasiswa. Kegiatan politik di dalam kampus juga secara resmi dilarang.
Kebijakan pemberangusan hak-hak politik ini dikenal dengan istilah Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK) dan dibentuklah Badan Koordinasi Kemahasiswaan
(BKK). Pembekuan ini terjadi pada masa Daoed Joesoef menjadi Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.5
Kemudian pada 1990-an, lahirlah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi
(SMPT), selanjutnya disingkat menjadi Senat Mahasiswa di bawah kepemimpinan
Fuad Hasan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Senat Mahasiswa
merupakan kumpulan para ketua-ketua Lembaga Kemahasiswaan yang ada:
Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas, Ketua Umum BPM dan Ketua Umum
Unit Kegiatan Mahasiswa. Model seperti ini di beberapa perguruan tinggi
5 Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT. Lihat, www.wikipedia.com dengan kata kunci “NKK/BKK”.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
21
kemudian ditolak, dan dipelopori oleh UGM, Senat Mahasiswa berubah menjadi
pemerintahan mahasiswa (student government).6
Perubahan Senat Mahasiswa menjadi pemerintahan mahasiswa dapat
dilihat dari adanya: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menjalankan fungsi-
fungsi eksekutif. Di sisi lain, Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) yang
menjalankan kerja-kerja legislasi dan kontrol. BEM dan DLM dipimpin oleh
seorang presiden atau ketua. Presiden BEM dipilih melalui Pemilihan Raya
(Pemira) setiap tahun sekali. Di akhir masa pemerintahan, DLM melaksanakan
Musyawarah Mahasiswa (Musma) atau Konggres Mahasiswa yang fungsinya
meminta pertanggungjawaban Presiden BEM serta membahas dan menetapkan
berbagai permasalahan kelembagaan mahasiswa.
Di sisi lain, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) secara struktural berada di
bawah BEM. UKM dengan logika ini nampak sebagai “departemen-departemen
negara” yang merealisasikan program-program BEM.7 Kemudian Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ), merupakan lembaga-lembaga yang mendudukkan
wakilnya di DLM.8 Berbeda dengan HMJ, yang ketuanya dipilih melalui Pemira
Jurusan, ketua UKM dipilih dalam forum Musyawarah Anggota (Musang) oleh
anggota UKM yang bersangkutan.
6 Lihat, www.wikipedia.com dengan kata kunci “Senat Mahasiswa”. Senat Mahasiswa disahkan melalui SK Mendikbud No. 0457/U/1990. 7 Namun pada kenyataannya, hubungan BEM dan UKM lebih nampak sebagai mitra yang secara struktural sebatas koordinasi. 8 Namun hal ini tidak berlaku umum, di beberapa fakultas HMJ tak ubahnya seperti UKM yang secara struktural berada di bawah BEM. Meski demikian, pada kenyataannya, kerja-kerja HMJ tidak terlalu terikat oleh kerja-kerja BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
22
Meskipun tidak ada petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis yang
dikeluarkan oleh otoritas tertentu, format pemerintahan mahasiswa seperti di
atas lazim digunakan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Format
pemerintahan itu juga menurun pada sistem suksesi kepemimpinan berupa
Musma dan Pemira. Hal tersebut juga berlaku di Universitas Jenderal Soedirman
(UNSOED) yang terletak di Purwokerto.
Baik di UNSOED atau perguruan tinggi lainnya, Pemira dilaksanakan
setahun sekali sesuai dengan periode kerja atau masa bakti Presiden BEM. Pada
umumnya, Pemira tidak berbeda jauh dengan Pemilu nasional. Untuk
menyelenggarakan Pemira, DLM akan membentuk Komisi Pemilihan Raya (KPR)
yang tak ubahnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia. Tahap-tahap pada
Pemira nyaris sama dengan Pemilu nasional. Ada tahap penjaringan calon, masa
kampanye, debat kandidat, masa tenang dan masa pencoblosan.
Di UNSOED, selain fakultas Pertanian (Faperta), fakultas lainnya tidak
menggunakan sistem kepartaian (baca: partai mahasiswa) sebagai wadah resmi
untuk mengajukan calon tertentu. AD/ART Keluarga Besar Mahasiswa (KBM)
fakultas seperti ISIP, Hukum, Ekonomi, MIPA, Kesmas, dan sebagainya tidak
menyaratkan adanya partai politik. Calon bisa perseorangan atau diajukan
komunitas tertentu.
Meski demikian pada masa kampanye masing-masing calon akan
membentuk tim sukses yang membantu dan mendukung calon bersangkutan.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
23
Dana dan perlengkapan lainnya mereka peroleh dari donasi individu yang lebih
dikenal dengan istilah “bantingan”.
Pada tahap akhirnya, mahasiswa akan menyalurkan hak pilihnya di bilik-
bilik pemungutan suara. Bilik suara ini biasanya terletak di beberapa tempat di
kampus yang mudah dijangkau mahasiswa kebanyakan. Bilik suara dijaga oleh
petugas KPR yang akan melayani mahasiswa mulai dari mendaftar dan mengecek
nama, memberi kertas suara dan seterusnya. Berbagai perlengkapan untuk
pemungutan suara dan lainnya tergantung pada kesiapan KPR. KPR sendiri
memperoleh dana penyelenggaraan dari pihak fakultas berupa dana kegiatan
kemahasiswaan.
Setelah selesai melakukan pemungutan suara, kertas suara langsung
dihitung disaksikan masing-masing saksi dari calon yang bersangkutan. Esoknya,
Presiden BEM terpilih bisa langsung diumumkan berikut jumlah seluruh suara
yang masuk, jumlah suara pesaingnya dan jumlah suara yang rusak. Tabel di
bawah ini menunjukan tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira BEM pada
beberapa fakultas di UNSOED, sebagai berikut;
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
24
Tabel 1 | Tingkat Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM
No Fakultas Mahasiswa
Aktif
Pemira 2006/2007 Pemira 2007/2008
Suara % Suara %
1. ISIP 2000 700an 35 600an 30
2. Ekonomi 7000 1200an 17 1800an 25
3. Pertanian 2500 700an 28 800an 32
4. Peternakan 900 400an 44 470an 52
5. Hukum 2000 400an 20 450an 22
Data: diolah dari berbagai sumber9
Data di atas memperlihatkan perbedaan, baik kenaikan atau penurunan,
tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira di beberapa fakultas di UNSOED.
Selain menunjukan kenaikan atau penurunan, secara tidak langsung data
tersebut menunjukan seberapa banyak mahasiswa yang menggunakan hak pilih
dan mahasiswa yang tidak menggunakannya. Artinya, data tersebut menunjukan
bahwa kecenderungan mahasiswa dalam menggunakan hak pilih dipengaruhi
oleh faktor-faktor tertentu sehingga tingkat partisipasi terlihat berubah-ubah.
Pada titik itu, berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa
dalam menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih perlu dikaji dan diteliti.
Pengkajian dan penelitian tersebut pada gilirannya dapat mengetahui faktor-
faktor apa saja yang secara signifikan mempengaruhi partisipasi mahasiswa pada
Pemira BEM tingkat fakultas di UNSOED.
9 Data diperoleh dari Ketua KPR atau Presiden BEM fakultas yang bersangkutan. Kondisi lembaga mahasiswa di lima fakultas di atas relatif tidak berubah setelah adanya kebijakan merger fakultas di UNSOED. Berbeda dengan itu, Fakultas Kedokteran, MIPA, Teknik, Kelautan dan Perairan, Kesmas, Farmasi dan sebagainya mengalami merger pada level akademik namun belum termerger pada level lembaga mahasiswa.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
25
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti perlu merumuskan
permasalahan agar penelitian ini berjalan dalam kerangka yang runtut dan logis,
yakni “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam
Pemira tingkat fakultas di UNSOED?”
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini membatasi masalah partisipasi mahasiswa dalam Pemira
BEM tingkat fakultas pada dua faktor yang mempengaruhinya;
1. Persepsi mahasiswa terhadap BEM dan Pemira.
2. Motivasi atau ekspektasi terhadap BEM dan Pemira.
D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
mahasiswa dalam Pemira fakultas di lingkungan UNSOED.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara; (a). teoritis yakni memperluas
cakrawala disiplin Sosiologi Politik dalam lanskap lokal (mikro). (b). Secara
praktis, penelitian ini dapat memberi gambaran dan masukan bagi para
aktivis kampus tentang masalah partisipasi mahasiswa yang menurun tajam
dibanding jumlah seluruh mahasiswa (aktif) di kampus tertentu.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
26
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Struktural Fungsional
Pada kajian Sosiologi terdapat tiga paradigma, yakni paradigma fakta
sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Penelitian ini menggunakan paradigma
fakta sosial. Fakta sosial (social facties) merupakan sesuatu (thing) yang berbeda
dengan dunia ide. Fakta sosial menurut Durkheim mempunyai sifat eksternal,
umum dan memaksa. Eksternal, umum dan memaksa artinya bahwa fakta
tersebut berada di luar individu dan berlaku secara umum bagi kelompok
individu (masyarakat) dan bersifat memaksa10
.
Durkheim merinci fakta sosial menjadi dua macam: pertama fakta sosial
yang berbentuk material, yaitu barang atau sesuatu yang dapat disimak,
ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini merupakan
bagian dari dunia nyata (external world). Contoh fakta sosial material adalah
arsitektur dan sebagainya. Kedua, fakta sosial nonmaterial, yaitu sesuatu yang
dianggap nyata (external). Fakta sosial ini merupakan fenomena yang bersifat
intersubyektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contoh
fakta sosial nonmaterial seperti nilai, norma dan sebagainya11
.
Pada konteks ini, partisipasi mahasiswa dalam politik kampus termasuk
dalam fakta sosial yang bersifat nonmaterial. Fenomena tersebut (Pemira)
10 Dalam Lawang hal. 177-178. 11 Dalam Ritzer hal 14.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
27
merupakan sesuatu yang berada di luar individu, yang bersifat umum
(intersubyektif) dan memaksa (menuntut kelompok individu untuk berpartisipasi
di dalamnya).
Di dalam paradigma fakta sosial sendiri terdapat empat macam teori;
teori struktural fungsional, konflik, sosiologi makro, dan sistem. Penelitian ini
akan menggunakan teori struktural fungsional. Teori ini menekankan kepada
keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam
masyarakat. Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang
terdiri dari bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam
keseimbangan12
. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa
perubahan pada bagian yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalam
sistem sosial bersifat fungsional terhadap yang lain. Bilamana tidak, maka
dengan sendirinya sistem itu akan hancur.
B. Partisipasi Politik
Miriam Budiardjo13
mengemukakan bahwa partisipasi politik merupakan
kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara
langsung atau tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan
umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai atau kelompok
12 Ibid. 13 Dalam Miriam Budiardjo, hal. 1-7.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
28
kepentingan, dan sebagainya. Lebih khusus Norman H. Nie dan Sidney Verba14
,
menyatakan bahwa partsisipasi politik merupakan kegiatan pribadi warga negara
yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi
pejabat-pejabat negara atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.
Partisipasi politik dibedakan menjadi dua, aktif dan pasif. Partisipasi aktif
mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan
umu, mengajukan alternatif kebijakan, mengkritik kebijakan, membayar pajak,
ikut serta dalam pemilihan pimpinan pemerintahan dan sebagainya. Di sisi lain,
partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan menaati peraturan, menerima dan
melaksanakan keputusan atau kebijakan pemerintah15
.
Partisipasi politik berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi partisipasi
yang bersifat sukarela (otonom) dan partisipasi atas desakan orang lain
(dimobilisasi). Nelsom membedakannya dengan dua sifat, yaitu autonomous
participation (partisipasi otonom) dan mobilized participation (partisipasi yang
dimobilisasikan)16
.
Pemberian suara dalam kegiatan pemilihan umum merupakan bentuk
partisipasi politik yang terbiasa, yang seringkali lebih luas daripada bentuk
partisipasi politik lainnya. Berbeda dengan itu, kegiatan seperti demonstrasi,
penandatanganan petisi, konfrontasi, pemogokan dan serangkaian tindakan
kekerasan merupakan bentuk partisipasi politik nonkonvensional17
.
14 Ibid. 15 Dalam Sudijono Sastraoatmodjo hal. 74. 16 Ibid. hal. 77. 17 Ibid. hal. 80.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
29
Sebagaimana dinyatakan Miriam Budiardjo, banyaknya partisipasi
masyarakat umumnya dianggap lebih baik18
. Pada titik ini, tingkat partisipasi
menjadi indikator bahwa warga negara memahami, mengikuti, dan bahkan
terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang
rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena
diartikan bahwa banyak warga negara tidak menaruh perhatian terhadap
masalah negara. Selain itu, ada kekhawatiran dengan rendahnya tingkat
partisipasi ini, pimpinan negara dianggap kurang tanggap atau tidak responsif
terhadap aspirasi warganya.
C. Persepsi Mahasiswa
Persepsi merupakan akar dari opini. Persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Selain itu ada pula yang mengartikan persepsi sebagai
proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra. Proses persepsi
yang didahului proses pengindraan yang berlangsung ketika individu menerima
stimulus dari alat indra19
.
Persepsi lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan
penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan
seleksi, penyusunan dan penafsiran. Walaupun persepsi sangat tergantung pada
proses pengindraan, proses kognitif barangkali bisa menyaring,
18 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 23 19 Dalam Bimo Walgito hal. 87-88.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
30
menyederhanakan atau mengubah secara sempurna data tersebut. Jika
informasi berasal dari stimuli yang telah diketahui oleh seseorang maka
informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi seseorang
mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai
suatu informasi berupa pengertian tentang sesuatu objek tersebut.
Persepsi dalam kajian politik merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku politik seseorang. Persepsi termasuk faktor ketiga yaitu
struktur kepribadian yang tercermin pada sikap individu. Salah satu hal untuk
memahami struktur kepribadian dengan cara melihat penilaian seseorang
terhadap suatu obyek yang didasarkan pada minat dan kebutuhan orang
tersebut terhadap obyek itu20
. Pada titik inilah persepsi individu menjadi salah
satu faktor penting yang mempengaruhi partisipasi politiknya.
Persepsi individu (baca: mahasiswa) terhadap: BEM, Pemira, pengurus
dan sebagainya merupakan input berupa informasi atau data. Input tersebut
akan disaring dan diseleksi oleh yang bersangkutan sesuai dengan latar belakang
individu. Setelah individu melakukan seleksi atau penilaian, maka individu
tersebut akan mendisposisi sikapnya sesuai dengan pengetahuan subyektif yang
diyakininya untuk memilih atau tidak dalam Pemira.
20 Dalam Sugijono Sastroatmodjo hal. 14.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
31
D. Motivasi atau Ekspektasi Mahasiswa
Motivasi merupakan suatu aspek penting yang menyangkut sikap hidup
manusia. Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan-kebutuhan atau
motivasi yang ada dalam dirinya. Di dalam diri individu terdapat sesuatu yang
menentukan perilaku, yang bekerja dengan cara-cara tertentu untuk
mempengaruhi perilaku tersebut. Penentu perilaku ini yang disebut sebagai
motivasi. Untuk dapat memhami tingkah laku manusia atau masyarakat maka
langkah awal yang perlu dilakukan adalah mencoba mengerti tentang batasan-
batasan atau pengertian motivasi.
Menurut Kartini Kartono21
motivasi berasal dari kata motivus yang berarti
sebab, alasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau
ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia.
Masalah motivasi berkaitan dengan kebutuhan yang akan dicapai manusia.
Gerungan mendefinisikan motivasi manusia sebagai dorongan, keinginan, hasrat
dan tenaga penggerak lainnya yang bersal dari dalam diri manusia tersebut
untuk melaksanakan sesuatu22
. Motif-motif itu memberi arah dan tujuan kepada
tindakan atau tingkah laku manusia. Motivasi merupakan sesuatu yang ada
dalam diri manusia yang menggerakan dan membangkitkan individu untuk
melakukan sesuatu.
Motivasi yang didasari oleh harapan-harapan tertentu terhadap suatu
keadaan merupakan faktor yang akan mempengaruhi partisipasi mahasiswa.
21 Dalam Kartini Kartono hal. 157. 22 Dalam Gerungan hal. 141.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
32
Motivasi atau ekspektasi dalam kajian Politik lebih dikenal sebagai political
efficacy yakni sebuah harapan akan dampak dari suatu aktivitas politik23
.
Harapan individu (baca: mahasiswa) terhadap perubahan di kampus
dengan berlangsungnya Pemira dan dengan keberadaan BEM akan mendorong
individu tersebut untuk menggunakan hak pilihnya. Pada titik itu individu
menganggap bahwa tindakannya berupa pemberian suara mempunyai dampak
yang nyata bagi perubahan kampus melalui Pemira dan BEM.
E. Penelitian Terdahulu
Muhammad Bawono24
telah melakukan penelitian dalam rangka
menyusun tesis dengan tema “Persepsi dan Perilaku Pemilih terhadap Partisipasi
Politik dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi pemilih terhadap Pemilu Legislatif 2004
adalah untuk memilih partai politik dan wakil rakyat secara langsung, yang
dianggap mampu mewakili suara kebutuhan masyarakat yang telah memilihnya.
Sikap pemilih secara umum menyatakan setuju dengan Pemilu Legislatif,
sedangkan sebagian tidak setuju. Tanggapan masyarakat secara umum
menyatakan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004 sudah berjalan baik dan
lancar, meskipun sistemnya rumit dan membingungkan. Perilaku Pemilih
dalam menggunakan hak pilih sesuai dengan hati nurani. Sebagian pemilih tidak
menggunakan hak pilih karena tidak diberi tahu dan tidak mau tahu, tidak
23 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 3. 24 Dalam http://pasca.uns.ac.id
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
33
terdaftar sebagai pemilih, bersikap pasif, tidak memahami manfaat Pemilu.
Pemilih mencoblos partai dan calon karena mengikuti karena pertimbangan
ikatan emosional pribadi, organisasi keagamaan, daerah asal calon, kultur atau
budaya. Sebagian masyarakat pemilih hanya memilih partai karena lebih
mempercayai partai.
Partisipasi politik masyarakat pemilih pada penyelenggaraan Pemilu
rendah. Sebagian pemilih terlibat karena ingin membantu kelancaran Pemilu.
Kampanye hanya diikuti kelompok simpatisan, anggota, pengurus partai politik
dan para calon. Masyarakat secara umum tidak terlibat dalam kampanye karena
merasa tidak berkepentingan langsung. Masyarakat sebagian besar telah
menggunakan hak pilih karena sebagai warga negara yang baik, ingin
menyalurkan aspirasi politik, mengenal program partai dan calon.
Klasifikasi pemilih yang terdiri atas latar belakang jenis pekerjaan,
pendidikan, dan usia berpengaruh langsung terhadap persepsi, perilaku pemilih
dan partisipasi politik lebih dominan. Faktor terpenting adalah kesadaran
perilaku pemilih dalam bersikap dan berpartisipasi politik. Hubungan persepsi,
perilaku pemilih dan partisipasi politik saling terkait, semakin baik persepsi
terhadap Pemilu maka perilaku pemilih semakin baik dalam partisipasi
politiknya.
Selain itu, Himawan Indrajat25
telah melakukan penelitian dengan judul
“Persepsi dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada Langsung 2005 di
25 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2005.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
34
Kabupaten Purbalingga”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa, pertama,
persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada Langsung cenderung positif, karena
pemilih pemula berpendapat Pilkada Langsung telah berjalan lancar dan juga
mencerminkan kebebasan menentukan pilihan, adapun persepsi pengetahuan
calon bupati dan wabup mereka mengetahuinya dari kampanye, spanduk,
selebaran, brosur dan stiker serta ada yang mengetahui dari keluarganya. Kedua,
pada partisipasi politik pemula cenderung positif yaitu menggunakan hak
pilihnya dan ada juga yang ikut kampanye, tetapi partisipasi yang dilakukan
pemilih pemula bersifat semu karena dipengaruhi keluarga, pemuka agama,
kelompok pergaulan atau teman dan dipengaruhi pemberian uang transportasi
oleh calon tertentu.
Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pada
Pilkada Langsung, pertama, pengaruh faktor lingkungan sosial politik tak
langsung (sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa), kebanyakan
pemilih pemula dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi karena mereka
percaya dengan Pilkada Langsung dapat mendorong kesejahteraan rakyat; kedua
pengaruh lingkungan sosial politik langsung (keluarga, agama, sekolah dan
kelompok pergaulan) pengaruh keluarga yang paling mempengaruhi pemilih
pemula dalam berpartisipasi politik; ketiga, faktor struktur kepribadian pemilih
pemula lebih mendukung calon bupati yang lama untuk memimpin Purbalingga
kembali, walaupun ada yang mendukung calon bupati yang pernah memimpin
kabupaten lain, tetapi harapan semua pemilih pemula sama terhadap Bupati
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
35
terpilih agar lebih memajukan Purbalingga; keempat pengaruh faktor lingkungan
sosial politik berupa situasi keadaan lingkungan pemilih pemula, kebanyakan
pemilih pemula memilih tetap akan menggunakan hak pilihnya bila cuaca tidak
mendukung dan terdapat ancaman karena merupakan kewajiban warga negara
untuk menggunakan hak pilih mereka.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Kamsiyah26
dengan judul “Persepsi
dan Perilaku Memilih Masyarkat dalam Pemilu Legislatif 2004 di Desa Wangon
Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas”. Selain itu juga dilakukan oleh Elisa
Sofiawati27
mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNSOED juga dengan judul “Persepsi
dan Partisipasi Anggota Organisasi Forum Betawi Rembug (FBR) terhadap Calon
Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada 2005 di Kota Depok”. Kamsiyah dan
Elisa dalam penelitiannya sama-sama menemukan bahwa persepsi mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif atau
Pilkada di dua kota tersebut.
Dari empat penelitian baik tingkat skripsi atau tesis dengan masalah
“persepsi dan partisipasi” berujung pada kesimpulan bahwa ketika persepsi
masyarakat terhadap Pemilu atau Pilkada, maka berpengaruh terhadap
partisipasi mereka dalam Pemilu atau Pilkada tersebut. Kesimpulan mereka
berempat, meski tidak dinyatakan secara tegas dalam bentuk pengujian
hipotesis, namun menyiratkan bahwa variabel persepsi berhubungan dengan
variabel partisipasi politik masyarakat.
26 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2004. 27 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2005.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
36
Selain itu, kesimpulan Himawan pada poin ketiga juga memberikan
gambaran bahwa efikasi politik atau ekspektasi (motivasi) juga menyebabkan
seseorang berpartisipasi dalam Pilkada Langsung 2005. Efikasi politik yang positif,
seperti “tetapi harapan semua pemilih pemula sama terhadap Bupati terpilih
agar lebih memajukan Kabupaten Purbalingga” telah mempengaruhi pemilih
pemula untuk berpartisipasi pada Pilkada di Kabupaten Purbalingga.
Perbedaan penelitian-penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini
adalah pada dimensi metode, dimana penelitian di atas menggunakan metode
kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan survei. Selain itu pada dimensi
obyek penelitian, dimana penelitian di atas berada pada level masyarakat yang
lebih heterogen, sedangkan penelitian ini pada level mahasiswa yang relatif
homogen.
Implikasi lebih jauh bahwa penelitian di atas memberikan kerangka yang
lebih jelas bagaimana korelasi antara persepsi dan ekspektasi masyarakat dalam
menggunakan hak pilihnya saat Pilpres atau Pileg. Kontekstualisasi dalam
penelitian ini adalah korelasi antara persepsi dan ekspektasi mahasiswa dengan
partisipasi mereka di Pemira BEM tingkat fakultas di UNSOED. Kemudian posisi
penelitian ini bersifat mendukung kesimpulan penelitian-penelitian sebelumnya
yang tersebut di atas bahwa persepsi dan ekspektasi mempengaruhi partisipasi
seseorang dalam sebuah peristiwa politik tertentu.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
37
F. Hipotesis Penelitian
a. Model Verbal - Hipotesis Kerja (Hk)
Hipotesis Kerja (Hk) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
o Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan partisipasi
mahasiswa dalam Pemira tingkat fakultas di UNSOED.
o Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi/ekspektasi dengan
partisipasi mahasiswa dalam Pemira tingkat fakultas di UNSOED.
b. Model Geometrikal
X1
X2
Y
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
38
BAB III
METODE PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di empat fakultas: Ekonomi, ISIP, Pertanian
dan Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto.
2. Populasi
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa di tujuh fakultas di UNSOED:
Ekonomi, Hukum, ISIP, Pertanian, Peternakan, Sains-Teknik dan Kedokteran.
3. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah mahasiswa tiga angkatan terakhir yakni
angkatan 2006, 2007 dan 2008. Alasan dipilihnya mahasiswa tiga angkatan
terakhir karena frekuensi kehadiran mahasiswa tersebut di kampus masih tinggi
dibanding angkatan di atasnya yang sudah mulai mengerjakan tugas akhir
(skripsi). Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dengan frekuensi kehadiran yang
tinggi, mahasiswa bersangkutan akan lebih mengetahui seluk-beluk politik
kampus.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
39
4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian survei yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok28
.
5. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kerangka penelitian eksplanatif
(explanatory research). Penelitian ini bermaksud menguji hubungan
antarvariabel yang dihipotesiskan29
. Hipotesis itu sendiri menggambarkan
hubungan antara dua atau lebih variabel. Hipotesis bertujuan untuk mengetahui
apakah suatu variabel berasosiasi atau tidak dengan variabel yang lain.
6. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah: 1). Persepsi mahasiswa terhadap
BEM dan Pemira sebagai variabel X1; 2). Motivasi/Ekspektasi mahasiswa
terhadap BEM dan Pemira sebagai variabel X2; 3). Partisipasi mahasiswa dalam
Pemira BEM sebagai variabel Y.
7. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yakni
cluster sampling. Teknik ini merupakan metode yang digunakan untuk memilih
sampel berupa kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster) yang
pada setiap kelompoknya terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elements).30
28 Dalam Singarimbun hal. 3. 29 Dalam Faisal hal. 21. 30 Dalam Sugiarto, hal. 90.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
40
Pada halaman yang sama Sugiarto menjelaskan bahwa kelompok-kelompok
tersebut dapat dipilih baik menggunakan metode acak sederhana atau acak
sistematis dengan pengacakan pada kelompok pertamanya saja.
Berangkat dari cara berpikir itu, pada tahap awal peneliti melakukan
pengacakan dengan cara membagi populasi (UNSOED) ke dalam dua kelompok
besar, yakni fakultas eksakta dan noneksakta (sosial). Jumlah keseluruhan
fakultas di UNSOED ada delepan.31
Kedelapan fakultas itu yakni Sainstek,
Pertanian, Peternakan, FKIK, Biologi32
, termasuk dalam fakultas eksakta, dan
sisanya yakni Ekonomi, Hukum dan ISIP termasuk dalam fakultas noneksakta
(sosial). Kemudian dari dua kelompok itu peneliti acak menggunakan cara
tertentu,33
terpilihlah Fakultas Pertanian dan Peternakan dari kelompok fakultas
eksakta sedang ISIP dan Ekonomi dari kelompok fakultas noneksakta (sosial).
Pada tahap selanjutnya, melalui pra-survei peneliti mendata nama, NIM,
angkatan, dan jurusan pada fakultas yang telah ditentukan di atas. Nama-nama
mahasiswa tersebut kemudian diacak menggunakan cara interval. Pengacakan
menggunakan interval 10. Kemudian, sampel didistribusikan secara merata pada
setiap angkatan. Cara ini dilakukan dengan alasan kemudahan dan nama-nama
yang ada teracak secara sempurna. Cara ini juga mempunyai kelebihan karena
31 Dalam www.unsoed.ac.id. 32 Mengingat mahasiswa Fakultas Biologi tidak mempunyai lembaga BEM, maka Fak. Biologi dikeluarkan dari proses pengacakan. 33 Peneliti membuat lintingan (seperti arisan) kemudian mengocoknya dan menghasilkan empat dari tujuh fakultas eksakta dan noneksakta. Fak. Biologi tidak disertakan karena tidak mempunyai BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
41
peneliti hanya akan memperhatikan tahun angkatan sehingga kecenderungan
partisipasi mahasiswa masing-masing tahun angkatan bisa terbaca dengan baik.
Penentuan sampel penelitian ini menggunakan rumus yang
dikembangkan Isaac dan Michael34
. Isaac dan Michael telah menghitung kisaran
sampel dari populasi yang berbeda. Perhitungan mereka tertuang dalam tabel
yang secara rinci menyajikan berbagai kemungkinan besaran sampel sesuai
dengan pilihan tingkat kesalahan (sampling error). Penelitian ini menggunakan
tingkat kesalahan 5% dengan populasi 6682 mahasiswa (dibulatkan menjadi
7000), sehingga sampel dalam penelitian ini sebesar 261 mahasiswa seperti yang
tertera pada tabel olahan Isaac dan Michael35
.
Kemudian jumlah keseluruhan sampel itu akan didistribusikan ke tiap fakultas
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ds : Distribusi sampel
ns : Nominal sampel
P : Populasi
Setelah dihitung dengan menggunakan dua rumus di atas, maka distribusi
sampel per fakultas dapat dilihat seperti pada tabel di bawah:
Tabel 2 | Distribusi Sampel Fakultas
No. Fakultas Jumlah Populasi Distribusi Sampel
1. ISIP 965 mahasiswa 37.7 (38)
2. Ekonomi 3734 mahasiswa 145.8 (146)
3. Pertanian 1501 mahasiswa 58,6 (58)
4. Peternakan 482 mahasiswa 18,8 (19)
Total Populasi 6682 mahasiswa 261 responden
Sumber: Bapendik FISIP, Ekonomi, Pertanian dan Peternakan
34 Dalam Sugiyono hal. 70-71. 35 Ibid.
ns ds = X Σ Mhsw Fak P
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
42
8. Metode Pengumpulan Data
a. Kuesioner
Kuesioner merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden atau
memperoleh informasi yang sebenarnya berkenaan dengan pandangan,
sikap, dan perasaan responden terhadap BEM dan Pemira.
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan atau mengadakan tanya-jawab dengan informan sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan wawancara informal
guna mendapatkan data yang rinci, mendalam dan benar-benar digali dari
kejujuran informan guna mendukung dan melengkapi data dalam penelitian
ini. Peneliti dengan menggunakan wawancara berharap bisa mengungkap
latar belakang yang sebenarnya terkait masalah partisipasi mahasiswa.
c. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan pada
lokasi penelitian untuk melengkapi data dan informasi yang menunjang bagi
masalah penelitian. Observasi yang dilakukan bersifat participant
observation, dimana peneliti tidak memberitahukan maksudnya pada
kelompok yang diselidikinya36
. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini
36 Lihat Ritzer, hal. 63
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
43
seperti mengamati praktek Pemira BEM, kepolitikan kampus, aktivitas BEM
dan aktivitas UKM/ HMJ.
d. Dokumentasi
Pemanfaatan dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data atau
memperkuat kesimpulan dalam penelitian. Dokumen dalam penelitian ini
berupa dokumen dari KPR atau BEM fakultas, internet untuk mengakses
masalah pemerintahan mahasiswa, karya-karya ilmiah berupa skripsi atau
tesis dan buku-buku yang relevan dengan topik penelitian ini.
9. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). Data primer,
merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui alat bantu kuesioner
dan/atau wawancara dan observasi. 2). Data sekunder, merupakan data yang
diperoleh dari dokumen dari KPR atau BEM fakultas, internet untuk mengakses
masalah pemerintahan mahasiswa, karya-karya ilmiah berupa skripsi atau tesis
dan buku-buku yang relevan dengan topik penelitian ini.
10. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang
ingin diukur. Penggunaan kuesioner dalam pengumpulan data harus mampu
mengukur apa yang ingin diukur, dan belum tentu data yang terkumpul tersebut
adalah data yang valid sehingga pengujian validitas sangat diperlukan37
.
37 Singarimbun, hal. 124.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
44
Validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruk (construct validity). Validitas konstruk ini dapat diuji dengan cara:
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur.
2. Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut kepada sejumlah
responden.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban untuk sekedar ilustrasi.
4. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total
dengan menggunakan rumus product moment, sebagai berikut38
:
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan
dengan angka kritik tabel korelasi nilai r pada n-2, α =0,05. Dalam penelitian ini
syarat minimum r = 0,138 adalah diambil dari nilai r product moment dengan
taraf kesalahan 5% atau taraf signifikansi 95%.
Jika rhitung > rtabel, maka instrumen valid.
Jika rhitung < rtabel, maka instrumen tidak valid.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk menguji reliabilitas data
digunakan teknik Alpha Cronbach yaitu metode untuk mencari reliabilitas alat
ukur dari satu kali pengukuran, dengan rumus39
:
Keterangan:
rhitung = Nilai reliabilitas
∑Si = Jumlah varian skor tiap-tiap item
St = Varian total
K = Jumlah item
38 Ibid., hal 137. 39 Riduwan, hal. 125.
r hitung = ��∑�����∑��.�∑��
√�∑����∑�����∑����∑����
rhitung = ������� 1 �
∑���� �
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
45
Hasil dari rhitung kemudian dikorelasikan dengan nilai tabel r product
moment dengan dk = n-1, level signifikansi 95% atau α = 0,05 maka apabila:
rhitung > rtabel berarti reliabel;
rhitung < rtabel berarti tidak reliabel.
Penghitungan validitas dan reliabilitas pada instrumen penelitian
dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 10.
11. Definisi Konsep dan Operasional Variabel
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur variabel. Tiga variabel di atas akan didefinisikan
sebagaimana di bawah:
1. Variabel Persepsi Mahasiswa (X1)
Persepsi mahasiswa diartikan sebagai pandangan serta penilaian
mahasiswa terhadap BEM dan Pemira. Variabel ini dapat diukur dengan
indikator-indikator sebagai berikut;
a. Persepsi terhadap BEM
1. Pengetahuan terhadap BEM
2. Pandangan terhadap kinerja BEM
b. Persepsi terhadap Pemira
1. Pengetahuan terhadap Pemira
2. Pandangan terhadap sistem Pemira
3. Pandangan terhadap media-materi kampanye calon
4. Pandangan terhadap visi, misi, program calon
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
46
5. Pandangan terhadap pelaksanaan Pemira
6. Pandangan terhadap urgensi Pemira
2. Variabel Motivasi/ekspektasi Mahasiswa (X2)
Motivasi/ Ekpektasi diartikan sebagai faktor yang mendorong atau
sesuatu yang diinginkan/ diharapkan terhadap adanya BEM dan Pemira.
Variabel ini dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut;
a. Motivasi/Ekspektasi terhadap Pemira
1. Ekspektasi politik pada Pemira
b. Motivasi/Ekspektasi terhadap BEM
1. Ekspektasi politik terhadap BEM
3. Variabel Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira (Y)
Partisipasi politik mahasiswa dalam konteks ini dimaknai sebagai
penggunaan hak pilih saat berlangsungnya Pemira. Hal ini diukur dengan
indikator penggunaan hak pilih saat Pemira pada tahun tertentu.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
47
B. Metode Analisa Data
1. Analisis Kuantitatif
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Alat
analisis yang digunakan berupa distribusi frekuensi, analisis tabulasi silang, dan
analisis korelasi (Kendall Tau).
a. Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi adalah suatu susunan data dimana data dibagi
dalam beberapa kelompok yang sedemikian rupa sehingga setiap data dari
obyek penelitian termasuk dalam salah satu kelompok atau kategori.
Distribusi frekuensi bertujuan untuk mendapatkan deskripsi karakteristik
reponden atas dasar analisa satu variabel tertentu. Kemudian untuk
menentukan klasifikasi yang paling baik untuk tabulasi silang40
.
b. Analisis Tabulasi Silang
Analisis tabulasi silang merupakan model analisis yang digunakan
untuk melihat kecenderungan arah hubungan antarvariabel dan mempunyai
kemampuan untuk mengungkapkan hubungan yang hendak diteliti41
.
c. Analisis Korelasi Kendall Tau
Korelasi Kendall Tau digunakan untuk mencari hubungan dan menguji
hipotesis antara dua variabel atau lebih, bila datanya berbentuk ordinal atau
40 Dalam Singarimbun hal. 266. 41 Dalam Singarimbun hal. 273.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
48
rangking. Teknik ini digunakan untuk menganalisis sampel yang jumlah
anggotanya lebih dari 10. Rumus yang digunakan sebagai berikut42
;
t : Koefisien korelasi Kendall Tau (-1<0<1)
H : Jumlah rangking atas
L : Jumlah rangking bawah
N : Jumlah anggota sampel
2. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif ini digunakan untuk melengkapi analisis kuantitatif dan
mengungkapkan pemahaman peneliti tentang fenomena yang diteliti43
. Dengan
demikian diharapkan dapat menjelaskan dan mempertajam hasil analisis
kuantitatif yang sederhana tersebut.
3. Kriteria Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi
Kriteria untuk menerima atau menolak hipotesis formulasinya adalah jika
koefisien signifikansi hitung < koefisien signifikansi tabel, maka Ho ditolak dan Hk
diterima. Taraf signifikansi yang digunakan dalam pengujian hipotesis sebesar 5%
dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Derajat kepercayaan itu artinya
apabila peneliti menerima hipotesis berarti mengambil resiko salah dengan
keputusan sebesar 5% dan benar sekurang-kurangnya 95%.
42 Dalam Sugiyono hal. 117. 43 Dalam Muhadjir hal. 4.
ΣΑ−ΣΒ t = N(H – L) 2
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Wilayah
Sekitar tahun 1960, lembaga pendidikan yang ada di daerah Banyumas
baru sampai pada tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) umum atau
kejuruan. Padahal hasrat dan minat masyarakat untuk mencapai pendidikan yang
lebih tinggi semakin meningkat. Pada waktu itu, para lulusan SMTA yang akan
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi terpaksan harus mencari ke luar
Banyumas. Hal tersebut tentunya hanya terjangkau bagi keluarga yang sanggup
membiayai putra-putrinya.
Kondisi tersebut lantas menimbulkan usaha para pimpinan masyarakat,
baik formal maupun informal, untuk mendirikan universitas di daerah Banyumas.
Sejarah babad alas ini bisa disimak selengkap pada “Buku Pedoman UNSOED”
yang dicetak dan dibagikan kepada setiap mahasiswa baru44
.
Sebagian besar kampus UNSOED terletak di Kelurahan Karangwangkal
dan Grendeng. Sebagian yang lain, berada di Sokaraja (Kampus Kedokteran),
Kalibakal (Kampus Bahasa) dan perkembangan terkini, UNSOED memindahkan
Kampus Teknik ke Kabupaten Purbalingga. Kampus-kampus yang terletak di
kawasan Karangwangkal seperti Kampus D3 Bahasa Inggris, Pertanian,
44 Hal. 1-3 cetakan tahun 2007. Sayangnya perkembangan serta deskripsi wilayah terkini belum terilis dalam www.unsoed.ac.id sebagai media online yang seharusnya lebih up to date.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
50
Peternakan, Biologi, Saintek dan Kesmas, sedangkan kampus ISIP, Ekonomi dan
Hukum terletak di kawasan Grendeng.
Pada sisi lain, sebagian besar mahasiswa lebih sering menyebut kampus-
kampus yang berada di kawasan Karangwangkal dengan sebutan “Kampus
Belakang”. Sebaliknya, kampus-kampus yang berada di kawasan Grendeng—
seperti ISIP, Ekonomi dan Hukum—sebagai “Kampus Depan”. Nampaknya
penyebutan “Depan-Belakang” mengandung bias, seperti yang terungkap pada
tulisan Kun Indah Kumalasari45
, seorang mahasiswi Fapet. Sebagai mahasiswa
dari “kampus belakang” ia merasa tidak nyaman karena “belakang” berasosiasi
dengan sesuatu yang jorok, kotor dan semacamnya. Asosiasi kata “belakang”
seperti pada frasa, “mau ke belakang” atau “di belakang” yang berarti “kamar
mandi” atau “dapur”.
Secara faktual, kampus-kampus yang berada di kawasan Karangwangkal
sebagian besar adalah kampus eksak yang berada “di belakang” kantor
administrasi UNSOED dan Rektorat. Di sisi lain, kampus-kampus sosial berada di
depan atau sejajar dengan kantor administrasi UNSOED dan Rektorat.
Penyebutan “depan-belakang” kemungkinan berasal dari letak kampus
berbanding dengan letak kantor administrasi dan Rektor serta di depan jalan
utama yakni Jl. HR. Boenyamin – Purwokerto.
45 Lihat di www.we-press.com
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
51
2. Deskripsi Umum tentang Organisasi Kampus
Setiap fakultas di UNSOED mempunyai organisasi mahasiswa seperti: Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan lembaga yang bertujuan untuk
menampung dan mengaktualisasikan bakat-minat mahasiswa. Variasi UKM
terletak pada perbedaan pengembangan bakat-minat mahasiswa, misal: UKM
Pers Mahasiswa, UKM Olahraga, UKM Kerohanian, UKM Teater, UKM Musik,
UKM Pecinta Alam dan sebagainya. Variasi UKM di masing-masing fakultas bisa
berbeda tergantung pada kebutuhan dan aspirasi bakat-minat mahasiswa
fakultas bersangkutan.
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan/atau Himpunan Mahasiswa
Program Studi (HMPS) merupakan lembaga mahasiswa yang berbasis penalaran
keilmuan pada bidangnya masing-masing. Selain itu, HMJ dan/atau HMPS juga
bertujuan untuk menyatukan mahasiswa-mahasiswa jurusan dalam satu payung.
HMJ dan/atau HMPS signifikan dalam proses penerimaan mahasiswa baru yang
dengan kegiatan “Malam Keakraban” (Makrab) hubungan harmonis antara
mahasiswa lama dengan yang baru diusahakan sedemikian rupa.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Lembaga Mahasiswa
(DLM) merupakan lembaga yang bertujuan untuk menampung dan
mengaktualisasikan aspirasi mahasiswa dan hak-hak politik lainnya dalam
konteks akademik atau non-akademik. BEM merupakan lembaga eksekutif yang
secara umum menggarap: pemberdayaan, kontrol kebijakan dan advokasi.
Sedangkan DLM, merupakan lembaga legislatif yang berfungsi sebagai perumus
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
52
kebijakan dan kontrol terhadap BEM. Di UNSOED hanya ada satu fakultas yang
tidak mempunyai BEM/DLM, yakni fakultas Biologi.
Secara struktural, sebagian besar UKM dan HMJ/HMPS fakultas berada di
bawah BEM. UKM dan HMJ/HMPS berfungsi sebagai departemen-departemen
BEM dalam rangka melaksanakan program kerjanya. Pada konteks itu, UMK dan
HMJ/HMPS mengajukan dana ke BEM yang akan disetujui atau tidak oleh BEM.
Meski demikian, melalui observasi hubungan antara UKM dan HMJ/HMPS
dengan BEM kurang harmonis46
. Keharmonisan mereka seringkali hanya terjadi
pada saat rapat anggaran saat UKM dan HMJ/HMPS mengajukan sejumlah
proposal kegiatan. Selebihnya, koordinasi atau komunikasi intensif jarang
dilakukan di luar tindakan insidental seperti rapat koordinasi penyikapan isu atau
kebijakan tertentu.
Selain empat lembaga inti itu, di beberapa fakultas juga terdapat forum
diskusi yang secara struktural berada di luar struktur BEM. Forum diskusi
mahasiswa semacam ini biasanya lahir dari asosiasi sukarela individu yang
menaruh minat atau perhatian yang sama pada masalah, isu atau bidang
tertentu. Meski secara struktural berada di luar BEM, forum diskusi mahasiswa
diketahui dan diakui adanya, misalnya mereka senantiasa diundang dalam
kegiatan-kegiatan BEM.
Keempat lembaga di atas ditambah forum diskusi merupakan lembaga
intrakampus dalam terminologi NKK/BKK. Di sisi lain, dinamika kehidupan
46 Analisis ketidakharmonisan itu peneliti kupas lebih lanjut pada Bab VI Refleksi.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
53
fakultas di UNSOED tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga ekstrakampus
seperti: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Front Mahasiswa Nasional (FMN),
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII), Gerakan Nasional Mahasiswa Indonesia (GMNI), Gerakan
Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan), Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND) dan
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Selain lembaga
ekstrakampus nasional itu, ada juga ruang-ruang kreatif lainnya yang
membentang luas pada tema, isu atau bidang tertentu, misal komunitas film,
kajian sosial-agama, kajian politik, kajian lingkungan hidup dan sebagainya.
Adanya berbagai lembaga mahasiswa seperti di atas, kegiatan mahasiswa
di UNSOED semakin dinamis. Ujungnya dinamisasi itu mempersubur daya dan
sikap kritis mahasiswa, kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan berbagai
kemampuan-kemampuan lainnya yang mendukung bagi mahasiswa di setiap
fakultas. Pada sisi lain, hubungan antarlembaga di atas acap kali terjadi benturan
atau konflik—baik interntar-internal, internal-ekstra atau ekstra-ekstra—yang
sampai pada titik tertentu juga mendinamiskan kegiatan mahasiswa.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
54
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 3. Hasil uji validitas instrumen
No. Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
p1 cannot be computed 0.181 Tidak valid
p2 .389 0.181 Valid
p3 .278 0.181 Valid
p4 .578 0.181 Valid
p5 .641 0.181 Valid
p6 .585 0.181 Valid
p7 cannot be computed 0.181 Tidak valid
p8 cannot be computed 0.181 Tidak valid
p10 .259 0.181 Valid
p11 .575 0.181 Valid
p12 .503 0.181 Valid
p13 .625 0.181 Valid
p14 .355 0.181 Valid
p15 .144 0.138 Valid
p16 .506 0.181 Valid
p17 .408 0.181 Valid
p18 .347 0.181 Valid
p19 .652 0.181 Valid
P19a .637 0.181 Valid
p20 .507 0.181 Valid
p21 .794 0.181 Valid
p22 .431 0.181 Valid
Sumber: olahan data primer, 2009
Tabel 4. Deskripsi paska uji validitas
Item
Pengukuran
Item
diajukan
Item
gugur
Item hasil
validasi
Item
terpakai
Persepsi (X1) 15 3 12 12
Ekspektasi (X2) 7 0 7 7
Pertanyaan p1-p16 merupakan variabel persepsi (X1). Pertanyaan p17-
p22 merupakan variabel ekspektasi (X2). Pertanyaan nomor 1, 7 dan 8
dikeluarkan dari proses analisis karena tidak ditemukan variasi nilai sehingga
tidak berpengaruh pada penghitungan atau analisis statistik berikutnya. SPSS
versi 10 memberikan penjelasan “cannot be computed because at least one of
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
55
the variables is constant”. Variabel Y tidak dilakukan uji validitas karena terdiri
hanya dari satu item pertanyaan, yakni pertanyaan nomor 9.
Uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach pada seluruh item
pertanyaan menghasilkan rhitung sebesar 0,6643. Angka ini berarti reliabel karena
rhitung > rtabel (0,6643 > 0,138).
4. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian (survei) ini terkategorikan
menjadi empat, yakni berdasar fakultas, angkatan, jenis kelamin dan afiliasi
organisasi. Lebih jelasnya seperti pada diagram di bawah ini:
a. Berdasarkan Fakultas
Diagram 5. Karakteristik responden berdasar Fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Karakteristik responden penelitian ini berdasarkan fakultas terbagi
menjadi empat: FE dengan jumlah 146 responden (55,9%), FISIP dengan jumlah
isip ekonomi
pertanian peternakan
Fakultas:
Percent
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
38 146 58 19
hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
56
38 responden (14,6%), Faperta berjumlah 58 responden (22,2%) dan Fapet
berjumlah 19 responden (7,3%). Persentase tersebut diambil secara proporsional
berdasarkan jumlah mahasiswa fakultas masing-masing.
Pada sisi lain, karakteristik responden berdasarkan fakultas ini bisa
digolongkan menjadi dua: fakultas eksakta yakni Faperta dan Fapet, serta
fakultas noneksakta yakni FE dan FISIP. Penggolongan ini berfungsi untuk
mengetahui apakah terdapat korelasi antara latar belakang keilmuan dengan
persepsi, ekspektasi dan partisipasi mereka dalam Pemira BEM.
b. Berdasarkan Organisasi
Diagram 6. Karakteristik responden berdasar Organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Karakteristik responden berdasarkan organisasi seperti yang terlihat pada
diagram di samping yakni tidak adanya perbedaan jumlah yang tajam antara
mahasiswa yang berorganisasi (intra dan/atau ekstra) dengan yang tidak
berorganisasi. Jika hanya dibuat menjadi dua kategori besar, maka akan
intra
ekstra
non organisasi
Organisasi:
Percent
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
125 8 128
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
57
diperoleh persentase bahwa 49% (128 orang) responden adalah non-organisasi
(tidak berorganisasi) dan sisanya 51% (133 orang) adalah berorganisasi pada
tingkatan intra atau ekstrakampus.
Karakteristik semacam ini sangat membantu peneliti untuk membaca
apakah ada perbedaan yang signifikan antara responden yang berorganisasi
dengan yang tidak berorganisasi. Selain itu, peneliti juga bisa mengetahui
perbedaan—jika ada—antara responden yang berorganisasi intrakampus (UKM,
HMJ/HMPS, BEM atau DLM) dengan yang berorganisasi ekstrakampus (FMN,
HMI, KAMMI, PMII, IMM, GMNI, PMKRI dan lainnya) pada masalah persepsi,
motivasi dan partisipasi mereka.
c. Berdasar Angkatan dan Jenis Kelamin
Tabel 7. Karakteristik responden berdasar angkatan
Sumber: olahan data primer, 2009
Tabel 8. Karakteristik responden berdasar jenis kelamin
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 7 dan 8 dapat dilihat bagaimana karakteristik responden
berdasarkan angkatan dan jenis kelamin. Karakteristik responden berdasarkan
102 39.1
159 60.9
261 100.0
perempuan
laki-laki
Total
Frequency Percent
86 33.0
87 33.3
88 33.7
261 100.0
2006
2007
2008
Total
Frequency Percent
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
58
angkatan terdistribusi secara proporsional yakni 86 responden untuk angkatan
2006, 87 untuk angkatan 2007 dan 88 untuk angkatan 88. Selanjutnya
karakteristik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat 102 responden berjenis
kelamin perempuan dan 159 berjenis kelamin laki-laki. Meskipun karakteristik
berdasarkan angkatan dan jenis kelamin tidak akan peneliti gunakan sebagai
dasar analisis, namun dengan menyajikan dua karakteristik itu peneliti dapat
memperlihatkan bahwa responden penelitian ini tidak berasal pada angkatan
atau jenis kelamin tertentu saja.
5. Karakteristik Informan
Tabel 9. Karakteristik informan
No. Nama dan Fakultas No.Kues. L/P Usia Keterangan
1. Jajang Januar – FE - L 22 th Koord. Pemira 2007
2. Aulia el Hakim – FISIP - L 20 th Pimlit. Solidaritas
3. Suherdiyanto – Fapet - L 19 th PU. Husbandri
4. Chaerudin Affan – FE - L 19 th PU. MEMI
5. Rangga Rizky A – Faperta - L 23 th Mantan Pres. BEM
6. Ias Pramesti – FE 146 P 18 th Tidak berorganisasi
7. Susana agustin – FISIP 32 P 18 th Tidak berorganisasi
8. Devi Ratnasari – Faperta 200 P 21 th Tidak berorganisasi
9. Auriza – Fapet 247 L 21 th Tidak berorganisasi
10. Iqbal A. Khudafi – FISIP 22 L 20th Tidak berorganisasi
11. Candra Silfiana – Faperta 185 P 21th Tidak berorganisasi
11. Heru Haryadi – FISIP 02 L 19th Aktivis ekstra kampus
Sumber: olahan data primer dan observasi lapangan
Informan di atas dipilih dalam proses wawancara untuk mendalami lebih
lanjut temuan survei lapangan. Lebih detailnya sebagai berikut, Jajang Yanuar
dipilih karena yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Koordinator Pemira
di FE yang saat itu menggunakan mekanisme “masuk ke kelas-kelas” yang hanya
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
59
didukung oleh lima orang panitia. Dramatisnya, tingkat partisipasi mahasiswa
pada Pemira itu mencapai 1200an suara.
Aulia el Hakim, Suherdiyanto dan Chaerudin Affan dipilih karena yang
bersangkutan merupakan pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di
kampusnya masing-masing, yang tentunya sering melakukan reportase lapangan
serta berbagai analisis politik kampus.
Rangga dipilih dalam wawancara ini karena kapasitasnya sebagai Mantan
Presiden BEM Faperta 2007. Hanya memilih Rangga bukan mantan presiden BEM
fakultas lainnya karena Faperta yang pertama kali menerapkan sistem Pemira
dengan partai, yakni semenjak tahun 2004. Selain itu, Rangga diperlukan untuk
menjelaskan lebih jauh bagaimana dinamika politik kampus dengan adanya
partai mahasiswa di sana.
Ias Pramesti, Susana Agustin, Devi Ratnasari, Auriza, Iqbal Khudafi dan
Candra Silfiana dalam wawancara ini untuk menggambarkan bagaimana
pandangan-pandangan mahasiswa yang tidak berorganisasi terhadap Pemira dan
BEM. Heru Hariyadi dipilih dalam wawancara ini karena kapasitasnya sebagai
aktivis ekstrakampus dari organisasi mahasiswa tertentu di Purwokerto47
. Di
organisasi tersebut Heru terdaftar dan aktif sebagai anggota.
47 Nama ormas tersebut peneliti rahasiakan dikhawatirkan akan memancing sentimen ideologi tertentu.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
60
B. Pembahasan
1. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan berupa distribusi frekuensi, analisis
tabulasi silang, dan analisis korelasi (Kendall Tau). Analisis ini berfungsi untuk
menjabarkan data kuantitatif yang sudah diolah dengan bantuan program SPSS.
a. Analisis Distribusi Frekuensi (DF)
Analisis distribusi frekuensi bertujuan untuk mengetahui kecenderungan
umum persepsi, ekspektasi dan partisipasi mereka dalam Pemira BEM. Detail
analisis berikutnya dapat dilihat pada analisis tabulasi silang sebagai penjabaran
lebih lanjut dari analisis distribusi frekuensi.
Tabel 10. Pengetahuan responden terhadap fungsi BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Seluruh (100%) responden mengetahui BEM48
, sehingga peneliti merasa
tidak perlu menjelaskan hal tersebut secara panjang lebar, selain bahwa
keberadaan BEM sudah sangat dikenal oleh mahasiswa di empat fakultas. Justru
yang menarik adalah, adanya 25,3% atau seperempat jumlah responden yang
48 Lihat Hal. Lampiran
66 25.3
195 74.7
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
61
masih tidak mengetahui fungsi BEM. Fakta ini menjadi ironis karena BEM
dianggap sebagai student government atau pemerintahan mahasiswa.
Fungsi BEM yang belum sepenuhnya dimengerti oleh mahasiswa pada
gilirannya bisa melahirkan salah pemahaman atau jurang pengetahuan yang
akan mengurangi efektivitas serta produktivitas lembaga tersebut. Saat
wawancara Ias, dan Auriza mengatakan bahwa fungsi BEM yang mereka ketahui
adalah sebagai lembaga yang menyerap aspirasi. Berbeda dengan Ias dan Auriza,
Devi mengatakan bahwa fungsi BEM selain menyerap aspirasi mahasiswa adalah
untuk mengelola UKM/HMJ. Selain itu, Susana mengatakan bahwa fungsi BEM
menurutnya adalah untuk menyerap aspirasi mahasiswa dan menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang dibutuhkan mahasiswa49
.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa responden kurang
mengetahui fungsi BEM secara menyeluruh. Fungsi yang lebih diketahui
responden adalah BEM sebagai lembaga aspirator yang merupakan turunan dari
fungsi pemberdayaan. Secara normatif, BEM mempunyai fungsi dalam tiga hal:
sebagai lembaga pemberdayaan yang kemudian diturunkan ke UKM/HMJ,
sebagai lembaga advokasi mahasiswa pada masalah akademik/non-akademik,
dan sebagai lembaga pengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh fakultas atau
universitas baik kebijakan akademik/non-akademik.
Penyerapan aspirasi mahasiswa seperti yang disampaikan oleh informan
di atas hanya merupakan turunan dari fungsi pemberdayaan mahasiswa. Artinya
49 Wawancara pada 3 September 2009 di kampus FISIP.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
62
pemahaman terhadap dua fungsi lainnya, yakni advokasi dan pengontrol
kebijakan, kurang dipahami oleh mahasiswa. Kekurangtahuan mahasiswa
terhadap fungsi BEM berarti mengurangi kemampuan yang bersangkutan untuk
memanfaatkan BEM, misalnya sebagai lembaga yang bisa mengadvokasi
(membantu) dirinya saat mempunyai masalah akademik/non-akademik,
misalkan pencekalan Kartu Hasil Studi (KHS) dan sebagainya.
Tabel 11. Persepsi responden terhadap kinerja BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 11 di atas, pandangan responden terhadap kinerja BEM
terlihat bahwa sebagian besar responden mengatakan BEM cukup baik (65,5%).
Hanya 5% responden yang menilai bagus dan sisanya, 29,5% menilai kinerja BEM
selama ini belum seperti yang mereka harapkan. Penilaian responden terhadap
BEM didasarkan pada bagaimana BEM merealisasikan program kerjanya sesuai
dengan visi-misi yang dijanjikan saat Pemira. Hal ini seperti apa yang
diungkapkan oleh Ias Pramesti melalui wawancara, ia mengatakan50
,
“Ya harusnya mereka bisa kerja seperti yang mereka janjikan pas
kampanye dulu. Dulu kan BEM triak-triak soal pendidikan komersil.
Sampai sekarang saja masalah POM belum selesai. Saya bayar POM lima
juta rupiah. Itu kan berat”.
50 Wawancara pada 3 September 2009
77 29.5
171 65.5
13 5.0
261 100.0
kurang
cukup
bagus
Total
Frequency Percent
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
63
Kinerja BEM secara fisik bisa dilihat dengan berbagai kegiatan yang
diselenggarakan, misal seminar, diskusi dan sebagainya. Selain itu, program
advokasi bagi mahasiswa yang mengalami masalah akademik/non-akademik.
Bisa juga dilihat kontrol BEM terhadap suatu kebijakan dalam bentuk audiensi
dengan pihak birokrasi kampus, aksi massa, penggalangan petisi dan sebagainya.
Tabel 12. Pengetahuan responden tentang pengurus BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Hampir 80% (78,5%) responden mengatakan mengetahui siapa presiden
atau pengurus BEM di fakultasnya masing-masing. Namun, ada 21,5% persen
yang mengatakan tidak mengetahui siapa presiden atau pengurus BEM. Menurut
Iqbal51
, dirinya tidak mengetahui siapa ketua/pengurus BEM karena jarang di
kampus. Ia mengatakan, “Jujur saja mas, aku jarang di kampus. Kalau kekampus
ya pas kuliah saja. Setelah selesai ya pulang. Jadi tidak tahu masalah begituan”.
Sosialisasi pengurus (individu) BEM bisa lebih santai dan spontan,
berbeda dengan menyosialisasikan masalah fungsi BEM yang tentu saja serius.
Seorang pengurus BEM tidak perlu mengatakan secara langsung “Saya adalah
pengurus BEM”, namun pada titik-titik tertentu ia secara spontan ia bisa
mengatakan kepada temannya melalui SMS atau tatap muka, “Maaf nanti
malam saya ada rapat BEM, jadi tidak bisa datang”. Poin dari analisis ini adalah
51 Wawancara melalui ponsel pada 10 September 2009.
56 21.5
205 78.5
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
64
bahwa proses sosialisasi itu bisa berjalan sangat luwes dan luas apalagi ditambah
dengan berbagai proses aktif BEM untuk melakukan pencitraan diri secara
langsung atau tidak melalui berbagai kegiatan mahasiswa di kampus.
Tabel 13. Persepsi responden tetang manfaat BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Tabel 14. Persepsi responden tetang
keterserapan aspirasi mahasiswa
Sumber: olahan data primer, 2009
Sebanyak 76,2% responden atau 199 orang mengatakan bahwa BEM
bermanfaat bagi mahasiswa. Sebaliknya, hanya 23,8% mengatakan tidak
bermanfaat. Pada titik ini, responden memandang BEM penuh dengan
optimisme. Namun pandangan optimis tersebut kemudian berubah ketika
responden ditanya apakah selama ini BEM sudah menyerap aspirasi mahasiwa,
60,9% (159 orang) mengatakan tidak dan sisanya 39,1% mengatakan sudah
menyerap aspirasi mahasiswa. Fakta ini menunjukan bahwa secara umum BEM
bermanfaat bagi mahasiswa, misalnya dengan berbagai kegiatan yang
diselenggarakan BEM seperti yang diungkapkan oleh Auriza dan Susana. Namun,
kemanfaatan tersebut tidak sejalan dengan harapan publik. Artinya, bisa terjadi
62 23.8
199 76.2
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
159 60.9
102 39.1
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
65
bahwa berbagai kegiatan BEM selama ini tidak sesuai dengan harapan mereka.
Proses keterlibatan tersebut hanya berada pada level normatif, semacam
kewajiban yang mendisposisi individu, bukan sebuah bentuk keterlibatan yang
sepenuh hati.
Tabel 15. Persepsi responden terhadap
pelaksanaan Pemira
Sumber: olahan data primer, 2009
Seluruh responden mengetahui Pemira dan fungsinya, yakni sebagai
ajang untuk memilih presiden BEM. Selanjutnya data ini peneliti reduksi dari
proses analisis karena tidak mengandung persoalan berarti.
Pada tabel 15 di atas terlihat bagaimana pandangan responden (calon
pemilih) terhadap pelaksanaan Pemira. Sebanyak 52,5% responden mengatakan
bahwa pelaksanaan Pemira mudah sedangkan 47,5% mengatakan tidak.
Kemudahan ini terletak pada mekanisme pencoblosan kertas suara. Devi
mengatakan bahwa pencoblosan kertas suara lebih mudah daripada PEMILU,
karena biasanya calon hanya berjumlah dua sampai tiga orang dengan ukuran
kertas suara yang kecil52
. Di sisi lain, ketidakmudahan Pemira terletak pada
masalah letak TPS yang kurang strategis, misalnya TPS yang dibagi berdasarkan
52 Wawancara melalui Facebook karena yang bersangkutan sedang berada di rumah (Pekalongan) pada 3 September 2009.
124 47.5
137 52.5
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
66
masing-masing jurusan padahal kuliah sering berpindah ruang53
. Selain itu, Ias
mengatakan bahwa kesulitan Pemira terletak pada TPS yang jauh jaraknya dari
ruang kuliahnya.
Tabel 16. Persepsi responden terhadap
Pemira dan kuliah
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada sisi lain, 84,3% responden menyatakan bahwa pelaksanaan Pemira
tidak mengganggu perkuliahan. Artinya sistem Pemira yang sudah berjalan
cenderung bisa diterima mahasiswa.
Meski demikian, ada sebagian kecil responden (15,7%) yang merasa
terganggu dengan pelaksanaan Pemira. Menurut Candra54
tahap kampanye
dalam Pemira menggangu kegiatan belajar. Ia mengatakan, “Pas kampanye
mereka kan ngomongnya make megaphone dan kenceng banget”. Devi
menambahkan bahwa selain tahap kampanye seperti yang dikatakan Candra,
tahap pemungutan suara juga mengganggu karena TPS berada dekat dengan
kelas dan panitia juga menggunakan pengeras suara.
Meski mengganggu, Devi menambahkan bahwa hal tersebut bisa
ditoleransi mengingat Pemira hanya dilaksanakan satu tahun sekali. Devi
53 Wawancara dengan Auriza pada 9 Agustus 2009. 54 Wawancara melalui ponsel pada 9 September 2009.
220 84.3
41 15.7
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
67
menganalogikan dengan ramainya masa kampanye PEMILU lima tahunan yang
sampai membuat jalan raya macet.
Tabel 17. Persepsi responden
terhadap materi kampanye calon
Sumber: olahan data primer, 2009
Tabel 18. Persepsi responden
terhadap media kampanye calon
Sumber: olahan data primer, 2009
Pemira sebagai proses pemilihan Presiden BEM tidak bisa dilepaskan dari
proses komunikasi dan marketing politik. Pada saat Pemira, masing-masing calon
atau kandidat akan berupaya memperoleh perhatian dan simpati publik yang
terkonversi menjadi suara (vote) bagi kandidat tertentu.
Pada proses ini, seringkali tampilan (appearance) lebih menentukan
daripada kemampuan (performance). Oleh karenanya, persoalan materi dan
media kampanye sebagai salah satu alat untuk mendapatkan suara perlu
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Materi dan media kampanye kandidat
termasuk bagian dari bagaimana mengemas isu, visi-misi dan lain sebagainya
162 62.1
99 37.9
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
172 65.9
89 34.1
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Persepsi Responden
terhadap Media Kampanye Calon
Sumber: hasil olahan data primer Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
68
dalam sebuah kemasan (media) tertentu, misalnya: pamflet, stiker, spanduk,
baliho dan lain sebagainya55
.
Pada tabel 17 dan 18 di atas responden mengatakan bahwa materi (kata/
kalimat, warna, foto, desain, dll.) dan media kampanye (pamflet, stiker, spanduk,
baliho, dll.) tidak menarik, yakni sebesar 65,9% dan 62,1%. Hal tersebut karena
berbagai media dan materi kampanye yang ada kurang bisa mengikat kesan
sehingga dilupakan begitu saja oleh mahasiswa.
Lebih lanjut, Ias menyatakan seharusnya media dan materi kampanye
calon seperti kampanye di PEMILU seperti spanduk yang besar dan banyak. Hal
itu akan lebih menarik dengan menambah berbagai slogan, katanya, “Misal
kayak JK: Lebih Cepat, Lebih Baik. Itu kan enak didengar. Atau kayak Tukul:
katrok, ndeso, kutu kupret dan lainnya. Slogan kayak gitu gampang diingat”.
Berbeda dengan itu, Devi menyatakan harusnya media kampanye lebih ramai
seperti pentas musik, sehingga menarik sebagian besar mahasiswa. Susana
berpendapat lain bahwa menurutnya seharusnya si calon itu melakukan
kampanye keliling kampus agar mahasiswa bisa melihatnya secara langsung
bukan melalui tim suksesnya.
55 Firmanzah, Hal. 166
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
69
Tabel 19. Persepsi responden
terhadap visi-misi calon
Sumber: olahan data primer, 2009
Selain masalah appearance dan performance, content (isi) juga perlu
diperhatikan. Tabel 19 di atas mengungkapkan bahwa 55,9% responden
mengatakan bahwa visi-misi calon presiden tidak mewakili mahasiswa yang nota
benenya adalah calon pemilih (konstituen). Angka ini mengindikasikan adanya
kesenjangan antara idealisme calon dengan idealisme konstituen. Bisa saja
terjadi, apa yang dianggap ideal oleh calon tertentu, tidak sesuai dengan harapan
konstituennya. Kesenjangan idealisme ini seperti perbedaan cara pandang BEM
dan mahasiswa pada masalah Semester Pendek (SP) atau Kuliah Akhir Tahun
(KAT). BEM memandang bahwa SP/KAT merupakan bentuk instanisasi
pendidikan, sedangkan mahasiswa menganggap hal tersebut sesuai dengan
kebutuhan dan lebih efisien daripada mengulang mata kuliah tersebut pada
semester berikutnya.
Kesenjangan semacam ini biasanya akan terkomunikasikan lebih lanjut
pada tahap Debat Kandidat Presiden BEM, saat itu calon menyampaikan visi-
misinya dan konstituen akan menanggapi, menyangkal dan mengkritik presentasi
calon tersebut. Selain itu, kesenjangan ini bisa juga diatasi dengan cara
melakukan poling atau survei terlebih dulu terhadap konstituen dan kemudian
146 55.9
115 44.1
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
70
mengkontekstualisasikan dengan visi-misi calon yang bersangkutan. Pada proses
ini, calon berikut tim suksesnya berperan sebagai interpretator dan artikulator
keinginan konstituen.
Tabel 20. Persepsi responden
terhadap efektivitas sosialisasi KPR
Sumber: olahan data primer, 2009
Selain calon, kerja KPR tidak bisa dinafikan sebagai komisi penyelenggara
Pemira. Pada tabel 20 di atas dapat dilihat bahwa 76,2% responden mengatakan
KPR tidak efektif dalam melakukan sosialisasi Pemira. Proses sosialisasi ini tentu
saja sangat penting bagi partisipasi mahasiswa di Pemira. Semakin maksimal
sosialisasi, maka semakin tinggi mahasiswa mengetahui adanya agenda Pemira
dan diharapkan partisipasi mahasiswa juga semakin meningkat.
Proses sosialisasi yang biasa dilakukan KPR-KPR fakultas yakni melalui
media pamflet, spanduk, dan poster. Menurut peneliti, sosialisasi sebenarnya
bisa juga ditambah melalui pesan singkat (SMS) dengan catatan tersedianya
database nomor ponsel mahasiswa. Bisa juga menggunakan saran Ias56
dengan
slogan/jargon yang menarik dan tidak klise. Materi sosialisasi KPR cenderung
klise, misalnya “Mari Kita Sukseskan Pemira FISIP untuk Menegakan Demokrasi
Kampus”. Materi sosialisasi dengan bahasa baku dan klise semacam itu bisa
56 Wawancara pada 3 September 2009.
199 76.2
62 23.8
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
71
dikemas dengan cara lain, misalnya, “Katrok dan ndeso lo kalo ga nyoblos di
Pemira!” dan sebagainya.
Tabel 21. Penggunaan Hak Pilih Responden
Sumber: olahan data primer, 2009
Tabel 22. Persepsi responden tentang perlunya
menggunakan hak pilih
Sumber: olahan data primer, 2009
Rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa, seperti pada Tabel 157
dapat
dipengaruhi oleh ketidakefektifan KPR dalam melakukan sosialisasi. Hal ini bisa
dibuktikan dengan melihat bahwa responden yang menggunakan hak pilih
sebesar 57,5% berbanding terbalik dengan pandangan mereka tentang
pentingnya menggunakan hak pilih sebesar 84,3%. Artinya ada kesenjangan yang
nyata antara idealitas tentang penggunaan hak pilih dengan realitas yang terjadi.
Ias, Susana dan Candra merasa perlu menggunakan hak pilih karena
mereka menganggap bahwa suaranya mempengaruhi siapa yang terpilih menjadi
Presiden BEM yang kemudian akan mempengaruhi perubahan kampus di masa
57 Lihat hal 8 pada Bab I Pendahuluan.
41 15.7
220 84.3 261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
111 42.5
150 57.5 261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
72
mendatang58
. Pada sisi lain, Iqbal merasa tidak perlu menggunakan hak pilih
karena menurutnya dalam demokrasi memilih itu adalah hak, bukan kewajiban59
.
Selain Iqbal, Auriza mengatakan bahwa dirinya tidak menggunakan hak pilih
karena tidak mengenal calon pada Pemira BEM 2007. Hal ini berbeda pada saat
Pemira BEM sebelumnya ia menggunakan hak pilih karena mengenal si calon.
Tabel 23. Asal motivasi responden saat memilih
Sumber: olahan data primer, 2009
Meski terkesan menyederhanakan, dari diagram di atas dapat diketahui
bahwa kesadaran politik sebagian besar mahasiswa cukup baik. Hal ini
ditunjukan dengan 75,9% responden mengatakan ketika memilih mereka lebih
karena keinginan sendiri daripada karena dorongan luar seperti: teman atau
lembaga. Diagram itu memperlihatkan bahwa dorongan dari dalam diri lebih
kuat di banding dorongan dari luar, yakni 75,9% berbanding 24,1%.
Data tersebut secara tidak langsung sebenarnya membantah anggapan
para aktivis atau pegiat kampus selama ini yang menengarai bahwa kesadaran
berpolitik mahasiswa kurang bagus. Ada dua jenis partisipasi, autonom
participation dan mobilized participation, dengan melihat data di atas dapat
58 Wawancara pada 3 dan 10 September 2009. 59 Wawancara pada melalui ponsel 10 September 2009.
63 24.1
198 75.9
261 100.0
dari luar
dari dalam
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
73
dinyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa cenderung otonom daripada
dimobilisasi.
Ias menyatakan bahwa saat menggunakan hak pilih dirinya diajak oleh
teman kelas, sebagai berikut:
“Aku nyoblos saat itu ya karena diajak teman. Aku gak tahu siapa
calonnya. Cuma kan pas saat itu di ekonomi calonnya cuma satu, ya aku
pilih saja dia. Aslinya se aku ga tahu siapa dia selain pernah liat pas
OSPEK”.
Meski sama-sama tidak berorganisasi, Susana menggunakan hak pilih saat
karena dorongan dari dirinya sendiri. Ia menceritakan sebagai berikut:
“Saat itu kan ada dua Pemira ya, DLM sama BEM. Nah Susan itu gak
nyoblos yang BEM karena tidak tahu siapa Masduki-Simon. Susan nyoblos
cuma yang DLM, Mas Wicak. Baru setelah Mas Simon menang, Susan
kenal dia karena pernah ngobrol langsung”.
Senada dengan Susana, Devi menggunakan hak pilih karena dorongan
dari sendiri. Meski sulit dibedakan secara tegas, idealnya partisipasi politik
individu seperti yang dilakukan Susana atau Devi yang berdasarkan dorongan diri
sendiri. Susana lebih memilih golput pada Pemira BEM daripada memilih calon
yang tidak dikenalinya.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
74
Tabel 24. Persepsi responden tentang
penggunaan hak pilih dan perubahan keadaan kampus
Sumber: olahan data primer, 2009
Efikasi politik adalah harapan akan dampak dari sebuah aktivitas politik
yang dalam konteks ini menggunakan hak pilih saat Pemira terhadap perubahan
keadaan kampus. Meski beda tipis, namun 55,2% responden mengatakan bahwa
dengan menggunakan hak pilih saat Pemira bisa merubah keadaan kampus
menjadi lebih baik. Dengan kata lain, Pemira dapat merubah keadaan kampus,
dalam konteks Pemira sebagai jembatan bagi terbentuknya BEM dan selanjutnya
BEM (baca: presiden) terpilih akan memulai upaya perubahaan keadaan kampus
agar lebih baik. Persentase yang beda tipis pada ekspektasi responden terhadap
Pemira, terjelaskan pada ekspektasi mereka terhadap BEM.
Tabel 25. Persepsi responden terhadap BEM
dan perubahan kampus
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 25 di atas dapat dilihat kegamangan responden, yakni 54,4%
mengatakan bahwa BEM tidak membawa perubahan di kampus. Hal ini bisa
dijelaskan dengan analisis waktu, bahwa saat menggunakan hak pilih, responden
142 54.4
119 45.6
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
64 24.5
197 75.5
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
75
mempunyai harapan yang begitu besar terhadap BEM yang akan datang. Namun
responden melihat masa sebelumnya untuk mengetahui kinerja BEM apakah
mempengaruhi perubahan kampus atau tidak.
Diagram 26. Macam-macam perubahan di kampus
yang diharapkan responden
Sumber: olahan data primer, 2009
Perubahan-perubahan yang diharapkan responden dapat dilihat tabel 26
sebagai mana di atas. Mahasiswa lebih kritis dan dinamis—termasuk di dalamnya
perlu diperbanyak kegiatan mahasiswa—sebesar 21,5%; 2). Perbaikan sarana
dan prasarana sebesar 15,7%; 3). Transparansi dan kebijakan anggaran yang pro
mahasiswa—termasuk di dalamnya penolakan terhadap POM—sebesar 13,8%;
4). Perbaikan birokrasi dan pelayan akademik dan non-akademik sebesar 12,6%;
5). Iklim akademik yang lebih baik dan dosen yang profesional sebesar 5,7%,
sedangkan sisanya sebanyak 30,7% mengatakan tidak mempunyai harapan
terhadap perubahan di kampusnya.
0 Tidak berharap 1 Perbaikan sarana 2 Iklim akademik 3 Transparansi anggaran 4 Perbaikan birokrasi 5 Mahasiswa lebih kritis
Keterangan:
Percent0.0
10.0
20.0
30.0
30,7 15,7 5,7 13,8 12,6 21,5
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
76
Tabel 27. Ekspektasi responden terhadap BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 27, terlihat 75,5% responden masih berharap terhadap BEM.
BEM masih dipandang dengan penuh optimisme, sebagai lembaga yang bisa
mewadahi berbagai aspirasi dan kebutuhan mereka. Ini merupakan potensi yang
sangat luar biasa bagi BEM dalam rangka mengelola perubahan yang strategis.
Diagram 28. Macam-macam harapan
responden terhadap BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Tingginya harapan ini tergambar secara detail seperti pada tabel 28.
Berbagai macam harapan terhadap BEM seperti: 1). BEM semakin aspiratif
sebesar 41,8%; 2). BEM meningkatkan kinerjanya sebesar 17,2%; 3). BEM aktif
mengadvokasi mahasiswa sebesar 7,7%; 4). BEM lebih kreatif—termasuk di
0 Tidak berharap
1 Kinerja ditingkatkan 2 Aspiratif 3 Kreatif 4 Advokatif 5 Kritis
Keterangan:
Percent
10.00
20.00
30.00
40.00
24,5 17,2 41,8 6,1 7,7 2,7
64 24.5
197 75.5
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
77
dalamnya lebih membumi dengan berbagai pendekatan, komunikasi dan
propaganda yang lebih kreatif—sebesar 6,1%; 5). BEM lebih kritis, sebanyak 2,7%
dan sisanya 24,5% mengatakan tidak mempunyai harapan terhadap BEM.
Semakin besar persentase pada poin tertentu, maka mengindikasikan
bahwa poin tersebut selama ini kurang tergarap oleh BEM. Misalnya, poin BEM
lebih aspiratif sejalan dengan tabel 14 yang cenderung mengatakan bahwa BEM
tidak aspiratif.
Tabel 29. Rasa memiliki responden terhadap BEM
Sumber: olahan data primer, 2009
Sebagai pemerintahan mahasiswa yang harus senantiasa membumi,
menyerap serta mengartikulasikan aspirasi mahasiswa, nampaknya diagram di
samping akan menjadi peringatan (warning) bagi BEM agar senantiasa berefleksi
dan mengevaluasi kinerjanya selama ini. Diagram di atas memperlihatkan bahwa
61,7% responden mengatakan tidak merasa memiliki BEM. Artinya, sebagian
besar mahasiswa merasa tidak memiliki BEM. Hal ini merupakan persoalan serius
yang dapat menghambat kerja BEM.
Devi mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak mengenal BEM karena
ia tidak merasa dekat dengan BEM, ia mengatakan, “Ga mas… gimana mau
ngrasa miliki wong dekat saja tidak kok”. Pernyataan Devi menyiratkan bahwa
161 61.7
100 38.3
261 100.0
tidak
ya
Total
Frequency Percent
Sumber: hasil olahan data primer
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
78
kedekatan merupakan syarat bagi lahirnya rasa memiliki (sense of
belongengness) mahasiswa terhadap BEM. Kedekatan semacam ini bisa
dibangun melalui sosialisasi yang intensif. Selain Devi, Iqbal juga merasa tidak
dekat dengan BEM. Namun alasan Iqbal berbeda dengan Devi, dia mengatakan,
“Aku se gak munafik mas, aku gak pernah mikiri masalah kampus. Jadi ya sama
sekali gak ngrasa tuh miliki BEM”. Selain Iqbal, dalam wawancara Ias
mengatakan bahwa dirinya tidak merasa memiliki BEM karena ia bukan
mahasiswa yang suka berorganisasi. Ia juga menerangkan, “Seandainya saya
berorganisasi mungkin ya akan merasa memiliki mas”.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
79
b. Analisis Tabulasi Silang (TS)
Analisis tabulasi silang ini lebih bersifat menjelaskan secara rinci berdasar
fakultas dan organisasi tentang persepsi, motivasi dan partisipasi responden.
Pada bagian ini, peneliti juga merasa perlu memilih hanya beberapa variabel
berdasar indikator yang telah ditetapkan di Bab III.
a. Tabulasi Silang (TS) berdasar Fakultas
Selain sebagai tempat belajar, dalam konteks ini kampus merupakan
wahana sosialisasi politik mahasiswa. Analisis tabulasi silang berdasar fakultas
akan memperlihatkan sosialisasi politik pada fakultas apa yang lebih baik
daripada fakultas yang lain.
Tabel 30. TS. Persepsi responden terhadap kinerja BEM berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 30 dapat dilihat bahwa kinerja BEM Faperta lebih baik
daripada tiga fakultas lainnya dengan cara membandingkan persentase
pandangan responden pada standar nilai “kurang” dan “cukup”. Pada tiga
fakultas lainnya, tidak ada perbedaan yang signifikan pada dua standar nilai itu.
Namun, pada Faperta terlihat mencolok yakni 17,2% responden menjawab
36.8% 55.3% 7.9% 100.0%
31.5% 65.1% 3.4% 100.0%
17.2% 74.1% 8.6% 100.0%
36.8% 63.2% 100.0%
isip ekonomi pertanian peternakan
nim/fakultas
kurang cukup bagus
menurut sdr bagaimana kinerja bem selamaini
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
80
“kurang” dan 74,1% menjawab “cukup”. Selain itu, persentase pada standar nilai
“bagus” pada Faperta juga paling besar dibanding yang lain, sebesar 8,6%.
Nampaknya, perlu ditinjau lebih lanjut apakah kinerja BEM Faperta lebih
baik daripada tiga fakultas yang lain berhubungan dengan sistem Pemira mereka
yang mengadopsi sistem kepartaian atau sekedar masalah good management.
Wawancara dengan Rangga – Mantan Presiden BEM 200760
, peneliti
menemukan bahwa kinerja BEM Faperta yang lebih baik daripada yang lain
berhubungan dengan sistem partai. Adanya sistem partai membuat kinerja BEM
semakin dinamis mengingat ia senantiasa dikontrol. Partai mahasiswa di Faperta
juga melakukan tradisi oposisi yang kadang sampai dengan cara-cara
nonkonvensional, seperti menyegel sekretariat BEM, mencoret-coret pintu
sekretariat, dan tindakan lainnya. Adanya oposisi semacam ini, BEM menjadi
senantiasa terevaluasi dan akhirnya selalu berusaha berbenah diri.
Pada fakultas lain, tidak ditemukan sistem partai, sehingga tradisi oposisi
berjalan tersendat-sendat yang pada gilirannya justru menghantam balik BEM
melalui pembusukan struktur61
. Pembusukan struktur yakni ketika mahasiswa
(kultur) acuh tak acuh terhadap BEM, mahasiswa tidak mengkritik dan juga tidak
mengapresiasi, sehingga BEM tidak pernah tahu penilaian mahasiswa terhadap
kinerjanya selama ini.
60 Wawancara dilaksanakan pada 25 Agustus 2009 di Faperta. 61 Konsep/istilah pembusukan struktur sering digunakan oleh para aktivis untuk menyatakan suatu kondisi yakni saat mahasiswa tidak memedulikan BEM. Mahasiswa tidak mengkritik dan juga tidak mengapresiasinya. Mahasiswa acuh tak acuh terhadap BEM. Istilah ini diperoleh melalui observasi lapangan.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
81
R. Andriadi Achmad – Kepala Departemen LITBANG BEM Fakultas Sastra
Universitas Andalas 05/06 menuliskan, bahwa keberadaan Parma dalam sistem
politik kampus memiliki andil untuk memberikan pembelajaran politik bagi
mahasiswa, mewujudkan demokratisasi kampus, meningkatkan daya partisipasi
mahasiswa dalam pemilu dan menguatkan legitimasi keberadaan lembaga
mahasiswa62
. Adanya partai mahasiswa membuat pembusukan struktur menjadi
terantisipasi yang pada gilirannya semakin memperkuat kinerja BEM dengan
dukungan atau tradisi oposisi.
Tabel 31. TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi mahasiswa berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 31 di atas terlihat bahwa tingkat keterserapan aspirasi
mahasiswa masih cukup jauh dari harapan. Padahal kinerja BEM akan sangat
bergantung pada bagaimana mereka menyerap aspirasi mahasiswa. Di antara
keempat fakultas, BEM Fapet terlihat paling tidak aspiratif. Hal tersebut sesuai
dengan pandangan Auriza (Mahasiswa Fapet 2006) yang mengungkapkan bahwa
BEM jarang memperhatikan mahasiswa pada umumnya. Pada tabel di atas
62 http://yuliku.wordpress.com/2007/04/13/ partai-mahasiswa-katalisator-politik-kampus-yang-mandul/
60.5% 39.5% 100.0%
59.6% 40.4% 100.0%
58.6% 41.4% 100.0%
78.9% 21.1% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
menurut sdr apakah bem sudah menyerap aspirasi
mahasiswa
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
82
tingkat keterserapan aspirasi Faperta mencapai 41,4% responden, menyusul
berikutnya 40,4% responden FE dan 39,5% FISIP.
Masih minimnya penyerapan aspirasi mahasiswa oleh BEM bisa berakibat
BEM tidak peka terhadap realitas kampus serta berbagai keinginan dan
kebutuhan mahasiswa. Selain itu, aspirasi bak amunisi bagi kerja-kerja BEM yang
seharusnya berdasarkan aspirasi yang berkembang di tingkatan mahasiswa.
Penyerapan aspirasi mahasiswa oleh BEM bisa melalui cara-cara formal
seperti poling, public hearing atau public sharing. Bisa juga melalui cara non-
formal dalam perjumpaan keseharian antara pengurus BEM dengan mahasiswa
dalam konteks pertemanan.
Tabel 32. TS. Penggunaan Hak Pilih Responden berdasar Fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 32 di atas, tingkat partisipasi yang paling bagus terlihat pada
FE dengan 61% responden menggunakan hak pilih pada Pemira sebelumnya.
Persentase ini paling besar dan berbeda cukup signifikan dibanding tiga fakultas
lainnya.
42.1% 57.9% 100.0%
39.0% 61.0% 100.0%
48.3% 51.7% 100.0%
52.6% 47.4% 100.0%
isip ekonomi
pertanian
peternakan
nim/
fakultas
tidak ya
apakah sdr menggunakan
hak pilih dalam Pemira
tahun lalu
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
83
Data tersebut sesuai dengan fakta bahwa tingkat partisipasi mahasiswa
FE senantiasa naik secara signifikan. Misal, pada tahun 2007 tingkat partisipasi
mencapi 1200an suara sedang pada tahun berikutnya mencapai 1800an suara.
Meski partisipasi mahasiswa di FE paling tinggi di antara fakultas lainnya,
namun perlu diperhatikan pada kenyataannya partisipasi tersebut belum
mencapai 50% mahasiswa dari aktif fakultas tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
dibandingkan antara Tabel 1 tentang tingkat partisipasi mahasiswa di Pemira
fakultas (halaman 8) dengan Tabel 2 tentang distribusi sampel dengan data yang
diambil dari Bapendik masing-masing fakultas (halaman 28).
Pada Tabel 1 tingkat partisipasi mahasiswa FE mencapai 1800an suara. Di
sisi lain, data mahasiswa aktif tiga angkatan (2006, 2007 dan 2008) terakhir
mencapai 3734 mahasiswa. Perlu diperhatikan bahwa partisipasi dalam Pemira
tidak hanya dibatasi pada tiga angkatan terakhir melainkan seluruh angkatan
selama yang bersangkutan masih terdaftar sebagai mahasiswa di FE. Artinya,
jumlah seluruh mahasiswa aktif di FE lebih dari 3734.
Tabel 33. TS. Persepsi responden tentang materi kampanye calon berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
60.5% 39.5% 100.0%
66.4% 33.6% 100.0%
60.3% 39.7% 100.0%
89.5% 10.5% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/ fakultas
tidak ya
menurut sdr apakah materi
kampanye kandidat menarik
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
84
Tabel 34. TS. Persepsi responden tentang media kampanye calon berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada 33 dan 34 di atas hanya Fapet saja yang terlihat mencolok dengan
89.5% responden mengatakan bahwa materi kampanye seperti kalimat, gambar,
warna dan simbol tidak menarik. Di sisi lain, tiga fakultas lainnya berada pada
persentase yang hampir sama, 60-66,4%.
Selain itu 78,9% responden Fapet mengatakan bahwa media kampanye
calon presiden BEM tidak menarik. Media kampanye yang mereka gunakan saat
Pemira seperti pamflet, poster dan bendera kecil. Di lain sisi, FISIP nampaknya
lebih bagus daripada tiga fakultas lainnya dengan 44,7% mengatakan bahwa
media kampanye menarik, persentase tersebut paling tinggi di antara fakultas
lainnya. Media kampanye tersebut selain pamflet, poster, bendera kecil ada juga
dengan cara memarkir motor secara berjajar yang dilakukan pendukung calon
tertentu dan menutup plat nomornya dengan kertas yang bertuliskan nomor
pasangan tertentu.
55.3% 44.7% 100.0% 62.3% 37.7% 100.0% 60.3% 39.7% 100.0% 78.9% 21.1% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
menurut sdr apakah mediakampanye kandidat
menarik
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
85
Tabel 35. TS. Persepsi responden tentang visi-misi calon berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 35 di atas, Faperta terlihat lebih baik dibanding tiga fakultas
lainnya. 56,9% responden mengatakan bahwa visi-misi dan program calon sudah
mewakili aspirasi mereka. Hal ini menyiratkan bahwa proses komunikasi politik
antara calon dengan konstituen berjalan baik saat calon mampu mengetahui apa
yang dikehendaki konstituen. Pandangan responden FISIP mencapai 44,7% yang
mengatakan bahwa visi-misi dan program sudah mewakili aspirasi mahasiswa. FE
sebesar 41,1% dan paling rendah di antara ketiga fakultas lainnya adalah Fapet
dengan persentase sebesar 26,3%.
Kampanye calon presiden BEM yang diturunkan dalam wujud materi,
media serta visi-misi dan program merupakan kesatuan antara isi dan bagaimana
pengemasannya. Pada marketing politic pesan politik merupakan hal yang sangat
penting. Pengemasan berperan dalam rangka mengarahkan cara mahasiswa
memaknainya63
.
63 Firmanzah, Hal. 259.
55.3% 44.7% 100.0%
58.9% 41.1% 100.0%
43.1% 56.9% 100.0%
73.7% 26.3% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
menurut sdr apakahvisi,misi dan program
kandidat mewakili aspirasi
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
86
Tabel 36. TS. Persepsi responden tentang Pemira dan Kuliah berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 36 di atas dapat dilihat tidak ada perbedaan mencolok pada
persepsi responden empat fakultas konteks pelaksanaan Pemira dan kuliah.
Responden FISIP dan Ekonomi mengatakan bahwa proses Pemira tidak
menganggu kuliah sebesar 86,8% dan 84,2%. Pada Faperta dan Peternakan
persepsi itu mencapai 81% dan 89,5%. Hal ini menyiratkan bahwa tidak ada
perbedaan antara pelaksanaan Pemira dan kuliah di fakultas eksakta (Pertanian
dan Peternakan) dengan fakultas sosial (ISIP dan Ekonomi).
Pelaksanaan Pemira yang mudah dan tidak mengganggu aktivitas
akademik mahasiswa akan semakin membuka peluang bagi partisipasi
mahasiswa. Pemira BEM seharusnya dimodifikasi sedemikian rupa agar lebih
mudah, sederhana dan akhirnya aksesibel terhadap seluruh calon pemilih di
fakultas masing-masing.
86.8% 13.2% 100.0%
84.2% 15.8% 100.0%
81.0% 19.0% 100.0%
89.5% 10.5% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
adakah proses atau tahapPemira yang mengganggu
kegiatan perkuliahan
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
87
Tabel 37. TS. Persepsi responden tentang perlunya menggunakan hak pilih berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 37 di atas terlihat bahwa mahasiswa Fapet sangat optimis
dengan 94,7% responden mengatakan perlu menggunakan hak pilih dalam
Pemira. Pada FE dan Faperta persepsi tersebut relatif sama. Di sisi lain,
nampaknya mahasiswa FISIP justru rendah dibanding tiga fakultas lainnya,
71,1%. Meski demikian, secara umum persepsi responden di empat fakultas itu
cenderung optimistik memandang perlunya menggunakan hak pilih.
Kondisi di FISIP bisa terjadi lantaran proses sosialisasi politik yang lebih
intensif di antara lainnya. Pada konteks ini, diduga mahasiswa cenderung kritis
memaknai penggunaan hak pilih. Proses kritisisme tersebut mereka peroleh dari
mata kuliah dan/ atau dinamika FISIP yang tidak jauh dengan persoalan politik.
Hal tersebut dimungkinkan sebagai bentuk kejenuhan politik responden
FISIP yang lebih rendah persepsinya daripada yang lain. Kejenuhan politik dalam
konteks ini juga bisa dipengaruhi dinamika politik negara yang senantiasa
berkonotasi dengan sesuatu yang buruk atau licik. Jadi ada semacam pandangan
umum terhadap makna politik dan akhirnya juga merembes ke pemaknaan yang
lebih khusus, politik kampus.
28.9% 71.1% 100.0%
14.4% 85.6% 100.0%
13.8% 86.2% 100.0%
5.3% 94.7% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
perlukan sdr menggunakanhak pilih dalam Pemira
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
88
Tabel 38. TS. Efikasi Politik responden tentang BEM dan
perubahan di kampus berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 38 di atas tidak ada perbedaan yang mencolok antara
keempat fakultas. Namun bisa digambarkan bahwa pandangan responden FE
(51,4%) paralel dengan pandangan responden Faperta (53,2%) dan pandangan
responden FISIP (63,2%) paralel dengan pandangan responden Fapet (63,2%)
yang mengatakan bahwa mereka tidak merasa BEM membawa perubahan di
kampus.
Pada umumnya efikasi politik di empat fakultas tersebut cenderung
rendah dan tidak mencapai 50%. Hal ini karena BEM tidak mampu merealisasi
harapan mahasiswa dengan berbagai program kerjanya. Oleh karenanya,
mahasiswa cenderung menilai bahwa apa yang dilakukan BEM selama ini tidak
secara signifikan merubah keadaan kampus.
Perubahan yang diharapkan mahasiswa selengkapnya bisa dilihat pada
diagram 26 tentang harapan perubahan di kampus. Hal ini juga berfungsi sebagai
input bagi BEM dalam mengarahkan kinerjanya dalam konteks kontrol kebijakan
dan lembaga advokasi mahasiswa.
63.2% 36.8% 100.0%
51.4% 48.6% 100.0%
53.4% 46.6% 100.0%
63.2% 36.8% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
apakah sdr merasa bemmembawa perubahan di
kampus
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
89
Tabel 39. TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Harapan mahasiswa di empat fakultas cenderung baik. Hal ini terlihat dari
tabel di atas yakni tingkat ekspektasi mahasiswa terhadap BEM di atas 65%.
Tercatat 65,8% reponden FISIP, kemudian FE, Pertanian dan Peternakan sebesar
78,9%. Meski pandangan reponden pada empat fakultas cenderung optimis,
yang menarik adalah bahwa persentase FISIP paling rendah dibanding tiga
fakultas lainnya. Hal tersebut paralel dengan tabel sebelumnya yang
memperlihatkan responden FISIP lebih rendah dalam memandang penggunaan
hak pilih pada Pemira.
Pada konteks ini, diduga mahasiswa cenderung kritis memaknai
penggunaan hak pilih. Proses kritisisme tersebut mereka peroleh dari mata
kuliah dan/ atau dinamika FISIP yang tidak jauh dengan persoalan politik.
34.2% 65.8% 100.0%
23.3% 76.7% 100.0%
22.4% 77.6% 100.0%
21.1% 78.9% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
apakah sdr mempunyaiharapan terhadap bem
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
90
Tabel 40. TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak pilih dan
perubahan kampus berdasar fakultas
Sumber: olahan data primer, 2009
Efikasi politik terkait Pemira dan perubahan kampus cukup tinggi. Pada
tabel di atas terlihat bahwa 50-63% responden di FE, Pertanian dan Peternakan
cenderung berharap bahwa penggunaan hak pilih di Pemira akan mempengaruhi
perubahan kampus. Berbeda dengan itu, responden FISIP cenderung rendah
dibanding lainnya, 39,5%.
Alasan yang sama terkait intensifnya sosialisasi politik peneliti duga
menjadi penyebab mengapa responden FISIP lebih rendah persepsinya daripada
yang lain. Selain itu, hal ini bisa juga ditambah dengan kinerja BEM yang belum
mampu membuktikan dirinya sebagai lembaga handal dalam melakukan kerja-
kerja pemberdayaan, kontrol kebijakan dan advokasi.
60.5% 39.5% 100.0%
39.7% 60.3% 100.0%
50.0% 50.0% 100.0%
36.8% 63.2% 100.0%
isip
ekonomi
pertanian
peternakan
nim/fakultas
tidak ya
apakah sdr merasa dengan
menggunakan hak pilihdalam Pemira keadaankampus akan berubah
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
91
b. Tabulasi Silang (TS) berdasar Organisasi
Organisasi intrakampus yang dimaksud dalam konteks ini adalah UKM,
HMJ, BEM dan DLM. Untuk lebih mudahnya, peneliti akan menggunakan istilah
“aktivis intrakampus” untuk menyebut mahasiswa yang berorganisasi
intrakampus. Di sisi lain, pneliti akan menggunakan istilah “aktivis ekstrakampus”
untuk menyebut mahasiswa yang berorganisasi ekstrakampus.
Tabel 41. TS. Persepsi reseponden tentang kinerja BEM berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 41, responden aktivis ekstrakampus lebih banyak menilai
kinerja BEM masih jauh dari harapan, sebesar 25%. Berbeda dengan itu, aktivis
intrakampus menilai bahwa kinerja BEM sudah cukup baik sebesar 68,8% dan
tidak berbeda jauh dengan mahasiswa yang tidak berorganisasi sebesar 64,8%.
25.6% 68.8% 5.6% 100.0%
62.5% 25.0% 12.5% 100.0%
31.3% 64.8% 3.9% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
kurang cukup bagus
menurut sdr bagaimana kinerja bem selamaini
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
92
Tabel 42. TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi mahasiswa berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Sebagian besar responden berdasar organisasi menyatakan bahwa BEM
belum aspiratif. Hal ini terlihat dari data di atas yakni responden aktivis
intrakampus yang menyatakan BEM belum aspiratif sebesar 57,6%, kemudian
responden aktivis ekstrakampus 62,5% dan responden yang tidak berorganisasi
mencapai 64,1%. Perbedaan mencolok terlihat pada aktivis intrakampus yang
persepsinya cenderung optimis. Peneliti mengamati bahwa hal ini terjadi karena
aktivis intrakampus sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan BEM melalui
UKM/ HMJ64
. Proses komunikasi dan koordinasi yang intensif membuat aspirasi
mereka lebih cepat diserap oleh BEM daripada aktivis ekstrakampus atau
mahasiswa yang tidak berorganisasi.
Aspirasi mahasiswa yang tidak berorganisasi atau aktivis ekstrakampus
diserap BEM melalui kegiatan public sharring. Meskipun BEM sudah
menjadwalkan, namun pada kenyataannya kegiatan ini lebih sering diadakan
64 Melalui observasi lapangan bisa dilihat bahwa UKM dan HMJ lebih intensif dalam berkomunikasi dan berkoordinasi dengan BEM misalnya pada rapat anggaran dana triwulan—tergantung kesepakatan di antara mereka—atau caturwulan. Selain itu juga pada forum-forum komunikasi lainnya seperti di FE.
57.6% 42.4% 100.0%
62.5% 37.5% 100.0%
64.1% 35.9% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
menurut sdr apakah bemsudah menyerap aspirasi
mahasiswa
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
93
secara insidental saat menyikapi isu tertentu, misalnya public sharring POM yang
diadakan BEM Faperta dengan Dekanat.
Tabel 43. TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Partisipasi responden aktivis intrakampus nampaknya lebih positif
dengan 62,4% mengatakan bahwa yang bersangkutan menggunakan hak pilih
dalam Pemira tahun lalu. Di sisi lain, aktivis ekstrakampus terlihat gamang, 50%
di antara mereka menggunakan hak pilih, dan 50% sisanya tidak. Partisipasi
responden yang tidak beroganisasi mencapai 53,1% dengan menggunakan hak
pilih pada Pemira tahun lalu.
Tabel 44. TS. Persepsi responden tentang perlunya penggunaan hak pilih berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
10.4% 89.6% 100.0%
62.5% 37.5% 100.0%
18.0% 82.0% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
perlukan sdr menggunakan hak pilih dalam Pemira
Total
37.6% 62.4% 100.0%
50.0% 50.0% 100.0%
46.9% 53.1% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
apakah sdr menggunakanhak pilih dalam Pemira
tahun lalu
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
94
Pada tabel 44 di atas responden aktivis ekstrakampus berpandangan
lebih negatif daripada aktivis intrakampus atau mahasiswa yang tidak
berorganisasi. Persentase itu sebesar 62,5% yang menyatakan bahwa mereka
merasa tidak perlu menggunakan hak pilih dalam Pemira. Di sisi lain, aktivis
intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi sama-sama cenderung
berpandangan positif.
Tabel 45. TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak
pilih dan perubahan kampus berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Efikasi politik bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira akan merubah
keadaan kampus terlihat kuat pada responden aktivis intrakampus di banding
mahasiswa yang tidak berorganisasi lebih-lebih aktivis esktra kampus. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel 45 sebagaimana di atas.
39.2% 60.8% 100.0%
87.5% 12.5% 100.0%
47.7% 52.3% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
apakah sdr merasa dengan menggunakan hak pilihdalam Pemira keadaankampus akan berubah
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
95
Tabel 46. TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar organisasi
Sumber: olahan data primer, 2009
Pada tabel 46 di atas memperlihatkan bahwa responden aktivis ekstra
cukup pesimis untuk berharap kepada BEM, hanya 37,5%. Berbeda dengan itu,
aktivis intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi mempunyai
ekspektasi yang sangat tinggi 71-81%. Meski demikian, ekspektasi aktivis intra
tetap lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak berorganisasi.
Tabel 47. TS. Persepsi responden tentang BEM yang membawa perubahan di kampus
Sumber: olahan data primer, 2009
Pesimisme kembali muncul pada aktivis ekstrakampus. Di sisi lain, aktivis
intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi terlihat gamang dengan
47.2% 52.8% 100.0%
87.5% 12.5% 100.0%
59.4% 40.6% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
apakah sdr merasa bem membawa perubahan di
kampus
Total
18.4% 81.6% 100.0%
62.5% 37.5% 100.0%
28.1% 71.9% 100.0%
intra
ekstra
non organisasi
organisasi
tidak ya
apakah sdr mempunyaiharapan terhadap bem
Total
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
96
persentase 52,8% dan 40,6%. Artinya, kurang-lebih separoh lainnya masih
mempunyai optimisme bahwa BEM membawa perubahan di kampus.
Perlu diperhatikan bahwa persepsi dan ekspektasi aktivis ekstrakampus
terlihat berbeda dengan aktivis intra atau responden yang tak berorganisasi.
Pada tabel 17, 19, 20, 21, 22 dan 23 persepsi dan ekspektasi mereka terhadap
Pemira dan/atau BEM cenderung negatif/pesimistik. Hal ini karena sosialisasi
politik yang diterima oleh aktivis ekstrakampus lebih intensif daripada aktivis
intrakampus atau mahasiswa yang tidak berorganisasi.
Sosialisasi para aktivis ekstrakampus ini melalui pendidikan politik dalam
kurikulum perkaderan organisasinya65
. Pendidikan politik tersebut melengkapi
mahasiswa yang bersangkutan dengan berbagai pisau analisis, ideologi dan nilai-
nilai lainnya yang akan digunakan anggota tersebut dalam melihat, membaca
dan memetakan realitas.
Pada sisi lain, aktivis ekstrakampus merasa bahwa keberadaan BEM tidak
signifikan dalam agenda perjuangan politik mahasiswa. Heru Haryadi seorang
aktivis ekstrakampus menyatakan sebagai berikut66
:
“Ya aku pesimis karena BEM yang telah terpilih jarang terbuka terhadap
ormas. Soal masalah mahasiswa, BEM hanya melakukan tindakan yang
reaksioner dan tidak berkelanjutan, malah tertutup agenda yang tidak
ada hubungannya sama mahasiswa. Ya secara garis besar kurang
berpihak sama mahasiswa”.
Kritik Heru di atas tidak berbeda jauh dengan pandangan Affan dan
Hakim yang masih menempatkan BEM sebagai lembaga yang masih bisa
65 Dalam Nasikun hal. 102-103 66 Wawancara dilakukan melalui ponsel pada 4 September 2009.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
97
diharapkan sebagai pemimpin (leader) hanya saja saat ini kinerjanya masih jauh
dari harapan. Berbeda dengan Affan dan Hakim, Heru menyinggung masalah
hubungan BEM dengan organisasi ekstrakampus yang menurutnya BEM tidak
terbuka kepada mereka. Perbedaan ini berangkat dari sosialisasi politik yang
diterima Affan dan Hakim berbeda dengan Heru, yakni antara sosialisasi politik
intrakampus dengan ekstrakampus sehingga membuat keduanya berpandangan
lain.
Pada masalah Pemira, Heru mengatakan sebagai berikut:
“Lha soal Pemira hanya sebatas ajang umbar janji dan formalitas belaka.
Buat saya, seharusnya BEM adalah sebagai pembantu mahasiswa dalam
mendapatkan hak demokratik mahasiswa. Percuma saja ada Pemira
kalau BEM terpilih kurang berpihak dan malah mementingkan golongan
tertentu”.
Persepsi yang pesimistik terhadap Pemira tersebut kemudian membuat
dirinya tidak menggunakan hak pilih pada Pemira 2008/2009 di FISIP. Meski
demikian, Heru masih memiliki harapan terhadap BEM yakni BEM harus progresif
dan mengerti keinginan sebagian besar mahasiswa serta lebih responsif. Artinya,
hubungan antara dirinya sebagai aktivis ekstrakampus dengan BEM tidak bersifat
antagonistik. Justru dengan adanya harapan tersebut aktivis ekstrakampus
melegitimasi keberadaan BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
98
c. Analisis Korelasi Kendall Tau
Tabel 48. Analisis korelasi kendall tau
Sumber: olahan data primer, 2009
Untuk menganalisis korelasi Kendall Tau peneliti menggunakan program
SPSS versi 10. Pada tabel 48 di atas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan
positif antara variabel X1 dan X2 dengan Y. Hal ini dapat dilihat pada tabel 48
yakni 0,000 < 0,05 yang berarti signifikan karena harga signifikansi X1 dan X2
mendekati nol. Artinya penelitian ini sudah membuktikan bahwa terdapat
korelasi antara persepsi dan ekspektasi terhadap partisipasi mahasiswa dalam
Pemira BEM tingkat fakultas. Selain itu, hasil penelitian ini juga terbukti bisa
digeneralisasi pada tingkat populasi67
.
Di sisi lain, hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y terlihat rendah.
Hal ini terungkap dengan cara membandingkan dari harga rhitung dengan rtabel
yakni harga X1 dan X2 sebesar 0,224 dan 0,236 yang termasuk dalam interval
67 Lihat output SPSS selengkapnya pada Lampiran.
1.000 .384 ** .224 **
. .000 .000
261 261 261
.384 ** 1.000 .236 **
.000 . .000
261 261 261
.224 ** .236 ** 1.000
.000 .000 .
261 261 261
X1
X2
penggunaaan hakpilih (Y)
Kendall's tau_b
X1 X2penggunaan
hak pilih
Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).**.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
99
koefisien 0,20 – 0,399 yang berarti rendah. Hal ini berarti bahwa variabel
persepsi dan ekspektasi hanya menyumbangkan 0,224 dan 0,236 dari seluruh
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam menggunakan
hak pilih68
.
Rendahnya korelasi antara variabel persepsi dengan partisipasi
dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Tingginya persepsi
responden yang menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif (60,9%). 2). Masih
tingginya persepsi responden yang menyatakan bahwa Pemira tidak mudah
(47,5%). 3). Materi dan media kampanye calon yang dianggap responden tidak
menarik (60,9% dan 62,1%). 4). Masih tingginya persepsi responden yang
menyatakan bahwa visi-misi calon tidak mewakili aspirasi mahasiswa (56,9%). 5).
Persepsi responden terhadap sosialisasi Pemira oleh KPR yang cenderung buruk
(76,2%). Lima variabel komponen tersebut mempengaruhi pandangan responden
sehingga meskipun mereka memandang bahwa BEM bermanfaat bagi
mahasiswa (76,2%) dan menggunakan hak pilih adalah penting (75,9%), tidak
serta-merta mempengaruhi mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.
Pada sisi lain, korelasi antara variabel ekpektasi dengan partisipasi rendah
dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Responden
menganggap bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira tidak akan merubah
kampus (44,8%). 2). Responden menganggap bahwa BEM tidak membahwa
perubahan di kampus (54,4%). 3). Responden tidak merasa memiliki BEM
68 Interval koefisien bisa dilihat pada Sugiyono, Hal. 183.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
100
(61,7%). Tiga variabel komponen tersebut mempengaruhi ekspektasi responden
terhadap Pemira sehingga meskipun ekspektasi terhadap BEM sangat tinggi
(75,5%) dan dorongan memilih dari diri sendiri (75,9%), tidak serta-merta
mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.
2. Analisis Kualitatif
Partisipasi mahasiswa dalam Pemira merupakan fakta sosial. Ciri dari
fakta sosial adalah sifatnya yang eksternal, umum dan memaksa. Partisipasi
mahasiswa mencukupi ciri tersebut, karena partisipasi mahasiswa bersifat di luar
individu yang merupakan turunan dari sistem politik kampus. Selain itu,
partisipasi mahasiswa bersifat umum, yakni berlaku bagi seluruh
individu/mahasiswa pada fakultasnya masing-masing. Terakhir, partispasi
mahasiswa bersifat memaksa individu untuk melibatkan dirinya dalam sebuah
peritiwa politik (suksesi BEM). Daya paksa/koersif ini berasal dari ikatan
administratif mahasiswa dengan institusi pendidikan/fakultas.
Daya paksa ini terekam dalam wawancara dengan Auriza yang
menyatakan, “Kan mahasiswa harus nyoblos, tidak boleh golput”. Pernyataan
Auriza menyiratkan ada sesuatu yang mewajibkan dirinya untuk ikut Pemira.
Sesuatu itu adalah nilai tentang kampus yang lebih baik. Perlu diperhatikan,
bahwa nilai merupakan salah satu fakta sosial yang bersifat nonmaterial.
Durkheim69
menjelaskan bahwa untuk menganalisis sebuah fakta sosial
69 Dalam Lawang hal. 177-178 dan dalam Ritzer hal. 17.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
101
diperlukan analisis terhadap fakta sosial lainnya. Nilai ideal tentang kampus
dalam konteks ini merupakan sebuah fakta sosial yang pada gilirannya
melahirkan fakta sosial lainnya berupa partisipasi mahasiswa dalam Pemira.
Susana agustin mengatakan bahwa dirinya berpartisipasi dalam Pemira agar
kampusnya bisa bersaing dengan kampus lain dalam konteks dinamika kegiatan
mahasiswa. Nilai-nilai yang secara tidak langsung diterima individu tersebut
kemudian mendisposisi yang bersangkutan agar menggunakan hak pilih dalam
Pemira.
Pada konteks lain, partisipasi mahasiswa sejalan dengan teori struktur
fungsional yang menyatakan bahwa setiap elemen/subsistem menyumbangkan
perannya ke arah ekuilibrium/keseimbangan. Keseimbangan dalam konteks ini
adalah sebuah keteraturan sosial (order) yang lebih khusus lagi berupa lestarinya
sistem pemerintahan mahasiswa.
Elemen-elemen dalam konteks politik kampus adalah BEM sebagai
pemerintahan mahasiswa yang menjalankan peran/fungsi eksekutif. UKM
merupakan departemen BEM yang mendukung kerja-kerja BEM sebagai
pemimpinnya. HMJ jika berada dibawah BEM berperan sama dengan UKM,
namun jika berada dibawah DLM, maka HMJ berfungsi sebagai lembaga yang
mendelegasikan wakil-wakilnya di lembaga legislatif70
. DLM sebagai lembaga
legislator yang merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan tertentu yang
70 Di beberapa kampus ada yang menempatkan HMJ secara struktural berada di bawah BEM ada juga yang menempatkannya di bawah DLM. Perbedaan ini tergantung pada rasionalitas kepolitikan kampus masing-masing. Bahkan pada tahun 2008/2009 dengan alasan tertentu HMJ di FISIP dilepaskan dari struktur pemerintahan mahasiswa (tidak berada di bawah BEM dan DLM).
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
102
salah satunya adalah pelaksanaan Pemira. KPR merupakan lembaga operasional
yang bertanggungjawab kepada DLM dalam konteks penyelenggaraan Pemira.
Mahasiswa merupakan konstituen yang berperan sebagai pemilih calon presiden
BEM tertentu dalam ajang Pemira. Partai mahasiswa dan/atau organisasi
mahasiswa ekstra kampus merupakan kelompok kepentingan dan penekan yang
melakukan kiritik/oposisi dan/atau dukungan terhadap BEM yang dengan
sendirinya melegitimasi sistem tersebut.
3. Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi
Mengacu pada hasil analisis korelasi Kendall Tau di bagian sebelumnya
dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Hk diterima karena koefisien signifikansi
hitung < koefisien signifikansi tabel (0,000 < 0,05). Taraf signifikansi dalam
pengujian hipotesis sebesar 5% dengan derajat kepercayaan sebesar 95%.
Derajat kepercayaan pada kisaran itu artinya apabila peneliti menerima hipotesis
berarti mengambil resiko salah dengan keputusan sebesar 5% dan benar
sekurang-kurangnya 95%.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
103
BAB V
REFLEKSI
A. Publik yang Gamang
Analisis sederhana pada sajian data di Bab IV memperlihatkan sampai
batas tertentu bahwa publik (baca: mahasiswa) mengalami kegamangan. Satu
sisi, publik memandang dan menilai BEM sebagai lembaga yang begitu
mempesona, sedang pada sisi lain ternyata BEM tidak mampu menampung dan
mengartikulasikan aspirasi publik. Kegamangan publik ini terlihat jelas yakni
76,2% responden mengatakan bahwa BEM memberi manfaat bagi mahasiswa,
namun pada sisi lain, responden menilai (60,9%) BEM tidak aspiratif.
Fakta tersebut ditemukan pada empat fakultas, bukan hanya FISIP atau
Pertanian saja, melainkan juga FE dan Peternakan. Artinya, pertama, state of
mind publik pada empat fakultas tersebut relatif sama atau tidak ada perbedaan
mencolok, meski beda disiplin keilmuan (eksakta dan sosial). Hal ini menunjukan
bahwa proses sosialisasi politik yang berjalan melalui proses imitasi daripada
antisipatoris. Proses sosialisasi imitasi ini dapat dilakukan secara sadar melalui
usaha meniru preferensi sosial, kultural dan sebagainya kemudian
menjadikannya sebagai bagian integral dari kepribadian mereka, yakni
kepribadian seorang mahasiswa yang juga anggota dari sebuah pemerintahan
mahasiswa71
.
71 Nasikun, Hal. 101.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
104
Kedua, keadaan BEM satu fakultas tidak berbeda dengan fakultas lain
yang sama-sama mengalami krisis sebagai lembaga aspirator dan artikulator.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa Faperta lebih terlihat baik daripada BEM
fakultas lainnya. Analisis lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Pada konteks lain, kegamangan publik masih terlihat jelas pada tingginya
ekspektasi terhadap BEM (75,5%), namun lebih dari 50% responden menganggap
BEM tidak membawa perubahan di kampus (54,4%). Artinya, tiga dari empat
mahasiswa berharap kepada BEM, pada sisi lain dua di antaranya bimbang,
apakah BEM bisa melakukan perubahan atau dalam konteks ini, memenuhi
harapannya atau tidak.
Kegamangan publik tentu saja bukan kabar baik. Kegamangan publik jika
tidak disikapi dengan serius akan berubah menjadi mosi tidak percaya yang pada
gilirannya menghantam balik BEM secara telak. Kegamangan merupakan sikap di
antara “ya” dan “tidak”, sikap tersebut akan semakin tinggi atau rendah
tergantung pada faktor-faktor lain yang melingkupinya.
Kegamangan publik sebenarnya bukan hanya sebatas potensi, namun
aktual dan terlihat jelas pada momentum Pemira dengan 42,5% mahasiswa tidak
menggunakan hak pilihnya. Padahal, publik menganggap bahwa menggunakan
hak pilih dalam Pemira merupakan sesuatu yang penting. Hal ini terlihat dari
pandangan awal mereka yang menembus angka 84,3% yang berarti delapan dari
sepuluh mahasiswa menganggap perlu menggunakan hak pilih. Fakta ini
diperkuat dengan data tentang rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa dalam
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
105
Pemira yang belum mencapai 50% dari jumlah mahasiswa aktif (tiga angkatan
terakhir)72
.
Perlu diperhatikan juga, bahwa kegamangan itu tidak hanya terjadi pada
publik yang relatif jauh dengan BEM, yakni mahasiswa yang tidak berorganisasi,
namun juga pada publik yang relatif dekat dengan BEM, anggota UKM atau
HMJ/HMPS. Sebesar 64,1% responden yang tidak berorganisasi dan 57,6%
aktivis intrakampus menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif. Prosentase tersebut
tentu saja sangat besar, misal dari 4000 mahasiswa FE (tiga angkatan terakhir)
10-15% merupakan anggota organisasi, artinya ada sebanyak 400-600
mahasiswa dan separohnya sebanyak 200-300 mahasiswa berpandangan negatif.
Selebihnya, ada 3400-3600 mahasiswa yang tidak berorganisasi dimana lebih
dari separohnya, sebanyak 2160, yang pesimis. Selain itu, misal pada tahun 2008
tingkat partisipasi Pemira di kampus yang sama mencapai 1800, masih ada 45%-
nya yang berpandangan cenderung pesimistik.
Mengapa publik gamang? Tentu saja kegamangan tersebut bukan
sesuatu yang bersifat moody, melainkan variabel yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, misal: kinerja BEM, kedekatan BEM dengan akar rumput, progresifitas
BEM dan sebagainya. Pada titik ini, kegamangan publik merupakan akibat
sistematis dari kesalahan, kecacatan, ketakmampuan, atau kekurangan BEM
sebagai lembaga yang memerintah.
72 Lihat Tabel 1 Bab Pendahuluan.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
106
Meski demikian, publik yang gamang lebih baik daripada publik yang
sama sekali tidak percaya. Mengingat berada di antara “ya” dan “tidak”,
pandangan publik sangat mungkin berubah menjadi “ya” atau sebaliknya. Hal ini
tentu saja tergantung pada BEM apakah mampu meyakinkan dan membuktikan
diri bahwa dirinya pantas diharapkan atau tidak di depan publik. Dengan
berbagai cara dan pendekatan, BEM bisa membangun kembali kepercayaan
publik, sekurang-kurangnya sampai 70% mahasiswa menyatakan bahwa BEM
aspiratif. Idealitas BEM memberi manfaat bagi mahasiswa dengan demikian
bukan sekedar omong kosong atau mitos. Pada gilirannya, BEM menjadi lembaga
yang strategis guna mengartikulasikan aktivitas serta berbagai hak-hak politik
mahasiswa.
Tiga dari empat mahasiswa menunjukan tingginya harapan kepada BEM.
Hal tersebut terkonfirmasi pada variasi berbagai harapan yang mereka isi pada
lembar kuesioner (pada pertanyaan terbuka no. 19a). Menempati harapan yang
paling sering muncul adalah BEM yang aspiratif sebanyak 41,8% atau 109
responden. BEM yang aspiratif adalah BEM yang mengerti kebutuhan
mahasiswa, dalam konteks akademik pun non-akademik.
Pada kasus tertentu, Chaerudin Affan (PU LPM MeMI) menyampaikan
bahwa pada kasus POM FE terlihat tidak konsisten. Ia mengatakan sebagai
berikut:
“Posisi BEM terhadap POM itu tidak jelas. Kalau memang BEM sebagai
leader mengapa BEM tidak mengeluarkan sikap untuk melarang
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
107
penggunaan uang POM. Justru Bahkan BEM masih memfasilitasi
UKM/HMJ mengakses dana tersebut”73
.
Ambiguitas posisi BEM ini bisa menjadi salah satu faktor yang
mempertinggi derajat kegamangan publik, sekurang-kurangnya bagi mahasiswa
yang berorganisasi intrakampus. Meski demikian, ambiguitas sikap BEM ini
secara nyata bertentangan dengan pandangan publik (mahasiswa yang
berorganisasi atau tidak) dimana 79,4% responden mengatakan keberatan atas
penarikan dana POM74
. Ambiguitas sikap seperti itu membuat BEM nampak tidak
tegas di mata publik.
Kesenjangan antara sikap politik BEM dan keinginan publik sebenarnya
bisa dijembatani dengan berbagai cara, misal melalui public hearing/sharring,
poling guna menyerap aspirasi publik, focus group discussion dengan beberapa
simpul kelompok pertemanan mahasiswa dan juga tidak salah melalui
pendekatan informal di luar forum-forum resmi lainnya. Berbagai pilihan cara
tersebut, akan menggambarkan dan memetakan berbagai keinginan, pandangan
dan sikap publik.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan BEM perlu melakukan proses
penyerapan penilaian publik terhadap dirinya, misal melalui poling terbatas yang
dilaksanakan pertigabulanan. Input dua atau tiga kali poling dengan fokus yang
sama itu, bisa digunakan untuk membaca tren derajat kepercayaan publik dan
menguji sebarapa dekat serta baiknya citra BEM di mata publik.
73 Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2009 di Rumah Makan Wong Solo Pabuaran – Purwokerto. 74 Data hasil poling Centra Peduli UNSOED (CPU) dengan 800 responden yang dilaksanakan pada delapan fakultas di UNSOED pada angkatan 2006, 2007 dan 2008. Sampel didistribusikan secara merata dimana setiap fakultas diambil 100 mahasiswa.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
108
B. Pemira Setengah Hati
Masih rendahnya partisipasi publik dalam Pemira (57,5%) menunjukan
rendahnya derajat legitimasi kepemimpinan BEM secara moral-kultural.
Serendah apapun partisipasi publik dalam Pemira, secara legal-formal BEM tetap
legitimit karena presiden yang bersangkutan terpilih melalui tahapan-tahapan
tertentu yang dijamin dengan aturan tertentu (AD/ART). Tingginya partisipasi
publik dalam Pemira merupakan keniscayaan dalam konteks demokrasi
prosedural.
Hal tersebut sesuai dengan AD/ART pemerintahan mahasiswa yang
menyatakan bahwa pucuk pimpinan dipilih melalui proses pemilihan umum
(baca: Pemira), bukan melalui musyawarah mufakat atau aklamasi. Artinya,
sampai saat ini pemerintahan mahasiswa masih seiya-sekata dengan logika
demokrasi prosedural. Oleh karenanya, secara konsisten dan prinsipil tingginya
partisipasi publik harus menjadi agenda yang digarap dengan serius agar tidak
menyalahi logika tersebut. Bilamana tidak, maka demokrasi yang diterapkan
pemerintahan mahasiswa, sekedar demokrasi prosedural yang setengah hati.
Pada konteks ini, secara umum ada empat aktor yang berkepentingan
dalam sebuah Pemira: 1). Calon beserta tim suksesnya; 2). Penyelenggara
Pemira, yakni KPR; 3). Publik sebagai konstituen yang akan memilih calon
tersebut; 4). Kelompok-kelompok tertentu yang mengawasi jalannya Pemira.
Data menunjukan 84,3% responden menilai bahwa menggunakan hak
pilih dalam Pemira masih dianggap penting. Optimisme ini senada dengan
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
109
dorongan saat menggunakan hak pilih, yakni 75,9% responden mengatakan lebih
didorong oleh keinginan pribadi daripada pihak lain. Artinya, kultur demokrasi
kampus masih terlihat menunjang atau mendukung bagi jalannya sebuah sistem
demokrasi prosedural.
Kesiapan kultur (baca: publik) nampaknya tidak sejalan dengan kesiapan
struktur pelaksana demokrasi. Pada konteks ini, calon beserta tim sukses dan
KPR bertanggungjawab terhadap suksesnya Pemira mulai dari tahap: penjaringan
bakal calon, penetapan calon, masa kampanye, pencoblosan dan penghitungan
kertas suara.
Pengalaman Pemira di FISIP merupakan ironisme yang harus dikaji
dengan serius. Pada tahun 2007, tingkat partisipasi publik mencapai 700an suara,
namun pada tahun berikutnya, partisipasi tersebut lebih rendah menjadi 600an
suara. Pada sisi yang lain, pengalaman Pemira FE perlu dijadikan acuan yakni
pada tahun 2006/2007 tingkat partisipasi dari 600an suara meningkat menjadi
1200an dan kembali naik secara dramatis pada tahun berikutnya menjadi 1800an
suara.
Pemira meskipun sekedar persoalan teknis, namun suka tidak suka,
Pemira merupakan salah satu indikator keberhasilan demokrasi (prosedural)
pemerintahan mahasiswa. Semakin tinggi tingkat partisipasi, maka semakin
berhasil demokrasi pemerintahan mahasiswa. Pada konteks ini, hukum dialektika
materi berlaku, yakni dari kuantitas menuju kualitas, bukan sebaliknya. Artinya
dalam proses Pemira ini sebanyak-banyak pemilih harus diusahakan, kemudian
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
110
secara berangsur, berkesinambungan dan/atau berbarengan mengusahakan
kualitas pemilih dengan berbagai cara.
Peneliti memandang bahwa dalam konteks penyelenggaraan Pemira, ada
beberapa poin yang harus diperhatikan75
:
1. Sistem atau mekanisme Pemira
2. Kuantitas dan militansi KPR
3. Kecukupan finansial penyelenggaraan
4. Kreativitas tim sukses
5. Dokumentasi Pemira
Pada poin pertama, J. Prihatmoko menyatakan mengingat strategisnya
Pemilu—dalam konteks ini berarti Pemira—maka sistem pemilihan harus tepat
dan favorable. Artinya, bahwa tidak ada sistem pemilihan yang ideal untuk setiap
tempat dan kondisi. Sistem pemilihan harus bersifat kontekstual dengan
berbagai pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif, dan praktis76
.
Ketepatan dan kemudahan pelaksanaan Pemira—baik dari sudut pandang
penyelenggara dan pemilih—merupakan faktor yang secara bersama-sama
menentukan partisipasi publik. Semakin praktis dan aksesibel sistem itu, maka
partisipasi akan semakin baik.
Pilihan berbagai sistem Pemira ini bisa berbeda dari satu fakultas dengan
yang lain. Misal, Faperta sampai hari ini menggunakan sistem kepartaian dengan
tingkat partisipasi 690 pemilih pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 812
pemilih pada tahun 2008. Atau pada fakultas lainnya, pada tahun 2007 tingkat
75 Observasi lapangan dilakukan selama peneliti studi, mengingat peneliti juga aktif berkecimpung dalam politik kampus. Sehingga dalam penelitian ini, posisi peneliti lebih sebagai participant as observer. 76 Lihat selengkapnya, Joko J. Prihatmoko, hal. 19-20.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
111
partisipasi mencapai 1200an pemilih dengan sistem “Go to class” di FE yang
tahun sebelumnya hanya 600an suara. Pada tahun berikutnya, KPR kembali ke
sistem konvensional (menggunakan bilik TPS) dengan diimbangi cara-cara
tertentu77
, sehingga membuat tingkat partisipasi kembali naik menjadi 1800an
suara.
Poinnya adalah, bagaimanapun sistem Pemira tersebut yang jelas dia
harus bisa meningkatkan partisipasi publik. Nampaknya FISIP, Peternakan
dan/atau fakultas lainnya perlu belajar dari Pemira FE atau Pertanian. Seperti
tersebut di atas, partisipasi di FISIP justru semakin rendah, sedangkan Fapet naik
namun tidak signifikan, yakni dari 400 pemilih pada tahun 2007 menjadi 470
pada tahun 2008.
Poin kedua, semudah dan seaksesibel apapun sistem Pemira tidak akan
optimal tanpa dukungan kuantitas dan militansi panitia penyelenggaranya dalam
hal ini adalah KPR. Jumlah panitia penyelenggara sangat menentukan karena
logika demokrasi prosedural menekankan seberapa banyaknya jumlah pemilih.
Banyaknya panitia penyelenggara dan dengan tata kelola serta militansi yang
tinggi, akan sebanding dengan semakin luasnya jaring guna menyerap suara
sebanyak-banyaknya. Hal ini tentu bukan perkara yang mudah, mengingat
banyak-sedikitnya panitia tergantung kepada sikap kesukarelaan individu guna
menyediakan waktu, energi serta pikirannya bagi kepentingan publik.
77 Cara-cara ini berupa pengadaan doorprize (undian) berhadiah satu buah flashdisk, pemindahan tanda tangan mata kuliah tertentu di TPS dan sebagainya.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
112
Pengalaman FE bisa menjadi salah satu referensi yang berharga. Pada
Pemira tahun 2007 tingkat partisipasi naik secara dramatis, hanya dibutuhkan
lima orang panitia yang berhasil menjaring 1200an suara pemilih. Jumlah yang
sangat minim tersebut menjadi optimal dengan perubahan mekanisme Pemira
dari konvensional menjadi “Go to class”. Teknisnya, Jajang Y. Habib (Koordinator
Penyelenggara Pemira) menjelaskan sebagai berikut78
:
1. Tim penyelenggara Pemira (Komisi 3) membuat data base mahasiswa FE
dengan klasifikasi berdasar jurusan, angkatan, dan mata kuliah aktif.
2. Tim akan membuat data base mahasiswa tiga angkatan terakhir (2005-
2007), karena dianggap mahasiswa pada tiga angkatan tersebut masih
banyak mengambil mata kuliah.
3. Tim menyediakan data base dalam bentuk hard copy dan soft copy yang
fungsinya untuk mengecek dan menjaga keakuratan data serta
penyimpangan, misal, pencoblosan ganda.
4. Tim masuk ke kelas setelah dosen selesai mengajar.
5. Tim mengondisikan kelas yang cukup riuh karena selesai kuliah.
6. Tim mengkomunikasikan maksud dan tujuan kehadirannya di kelas
tersebut.
7. Tim menyediakan empat tempat pencoblosan berupa bangku kuliah
yang dialasi busa sterofoam.
8. Tim menyediakan dua buah kotak suara.
9. Tim memanggil satu per satu nama mahasiswa yang tercatat dalam kelas
yang mengambil mata kuliah tersebut.
10. Pencoblosan dilaksanakan di depan kelas, yang diawasi oleh Panwas
yang terdiri dari wakil dari masing-masing calon.
Meski minimal, dengan militansi dan strategi tertentu angka partisipasi
meningkat secara dramatis. Berangkat dari penjelasan teknis di atas bisa disusun
asumsi, jika pada tahun 2007 anggota panitia lebih banyak, maka jumlah
partisipasi bisa lebih dari 1200an pemilih. Hal ini menurut Jajang karena saat itu
78 Wawancara pra-penelitian pada tanggal 27 November 2008 di kediamannya.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
113
panitia harus membagi menjadi dua tim untuk menyisir (masuk) kelas karena
hanya berjumlah lima orang.
Poin ketiga, masalah finansial atau keuangan sangat krusial dalam rangka
mencukupi berbagai kebutuhan teknis atau infrastruktur berupa: media
sosialisasi, kertas suara, bilik suara dan sebagainya (mungkin juga bisa
ditambahkan doorprize). Seringkali dukungan finansial tersebut minim, ditambah
biasanya alokasi dana Pemira disatukan dengan alokasi dana MUSMA. Akibatnya,
dengan alokasi yang minimum dan terbagi itu, tahap sosialisasi Pemira kurang
tergarap dengan baik. Hal ini kemudian terkonfirmasi ketika 76,2% mahasiswa
mengatakan bahwa sosialisasi Pemira oleh KPR tidak efektif.
Minimumnya alokasi dana ini sebenarnya bisa diatasi melalui politik
pendanaan yang menempatkan Pemira sebagai proses pertanggungjawaban
generasi. Politik pendanaan ini seharusnya bisa dibicarakan dengan UKM, HMJ,
BEM-DLM dalam konteks agenda bersama, bukan semata agenda BEM-DLM.
81,6% UKM/HMJ (mahasiswa berorganisasi intrakampus) berharap kepada BEM.
Selain itu, faktanya UKM/HMJ lah yang lebih banyak dan paling sering mengakses
BEM daripada, misalnya, mahasiswa yang tidak berorganisasi/ yang berorganisasi
ekstrakampus. Hal ini menjadi sangat relevan ketika politik pendanaan Pemira
menjadi agenda bersama dalam rangka meningkatkan partisipasi publik.
Poin keempat, mengingat Pemira merupakan sarana dalam rangka
memobilisasi suara publik, maka kreativitas tim sukses merupakan keharusan.
Meski variabel ini secara mandiri tidak deterministik, namun 65,9% dan 62,1%
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
114
publik menilai bahwa materi dan media kampanye tidak menarik. Hal ini menjadi
peringatan keras bagi calon berikut tim suksesnya bahwa kemampuan mereka
dalam marketing politic amatlah buruk.
Sampai batas tertentu, pencitraan dibutuhkan. Pemira bukanlah ajang
demokrasi deliberatif yang membuat publik memilih calon hanya karena
kapasitas intelektual dan kemampuan manajerial. Lebih dari itu, publik juga akan
melihat bagaimana penampakan luarnya (appearance) terkait masalah
pengemasan isu, pilihan media dan lain sebagainya.
Premis yang bisa disusun bahwa semakin menarik materi dan media
kampanye calon, maka semakin besar peluang bersimpati dan semakin tinggi
elektabilitas yang bersangkutan dipilih. Selain persoalan elektabilitas calon yang
bersangkutan, kreativitas materi dan media kampanye juga akan membantu
proses sosialisasi Pemira di tingkatan grass root. Publik akan tertarik dengan
sesuatu “yang beda” kemudian mencari tahu informasi dan mendekatinya.
Ironisnya, materi dan media kampanye dari tahun ke tahun tetap saja masih
dinilai tidak menarik79
. Sesuatu yang beda itu bisa saja seperti yang dibayangkan
oleh Susana yakni ketika calon presiden berkampanye dengan cara keliling
kampus sembari membagi selebaran, orasi dan sebagainya80
.
Kelima, proses pendokumentasian seluruh tahap Pemira adalah penting
bagi proses evaluasi dan studi komparasi dari tahun ke tahun atau antarfakultas.
Ironisnya, yang sering terjadi adalah proses dokumentasi semacam itu tidak
79 Lihat Tabel 18 dan 19 pada hal. 72. 80 Hasil wawancara pada 3 September 2009
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
115
pernah sedemikian rapi sehingga beberapa data tercecer dan hilang karena
kecerobohan (human error). Hal ini peneliti jumpai di FE, ISIP dan Peternakan
yang tidak bisa menunjukan data valid/otentik dokumentasi Pemira tahun
sebelumnya.
Selain itu, sungguh sangat disayangkan tidak ada satu KPR pun di empat
fakultas yang mendokumentasikan berapa angka/jumlah golput pada setiap
Pemira. Angka golput merupakan jumlah mahasiswa yang tidak menggunakan
hak pilihnya karena berbagai sebab (politis, administratif atau persoalan teknis
lainnya). Angka golput dalam Pemira bisa ditentukan dari target jumlah pemilih
potensial (misal tiga-empat angkatan terakhir) kemudian dikurangi dengan
jumlah kertas suara yang masuk.
Misalnya, pada tahun 2008 tingkat partisipasi di FE mencapai 1800an,
sedang jumlah mahasiswa aktif 4000an81
, maka ada 2200 mahasiswa yang
golput. Sedang pada tahun yang sama, ada 300-400 mahasiswa yang Golput di
FISIP dan seterusnya. Dokumentasi ini diperlukan untuk mengetahui tren
partisipasi publik yang dalam konteks lain bisa mencerminkan derajat
kepercayaan publik pada pemerintahannya. Cara yang paling aman adalah
dengan mempublikasikan dokumentasi itu di website BEM, yang selain aman
(kecil kemungkinan karena human error data tersebut hilang) data itu bisa
diakses oleh publik seluas-luasnya.
81 Lihat Tabel 1 dan 2 hal. 10 dan 28.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
116
Selain masalah kendala teknis di atas, juga perlu diperhatikan adanya
kelompok-kelompok tertentu (formal atau non-formal/ independen) yang
mengawasi jalannya Pemira. Kelompok pengawas seperti itu diperlukan agar
Pemira (khususnya KPR dan calon) tetap on the track sehingga tidak
meninggalkan melakukan penyimpangan atau cacat konstitusi yang bisa
menggugat legitimasi hasil Pemira.
C. Bem Nyaris Tanpa Tangan-Kaki
Merupakan sesuatu yang ironis sebuah pemerintah namun tidak memiliki
kaki dan tangan. Secara struktural tangan BEM adalah UKM dan HMJ. Mereka
merupakan departemen-departemen yang menafsirkan dan merealisasikan
narasi besar BEM pada masa bakti tertentu. Di sisi lain kaki BEM adalah
mahasiswa sebagai basis konstituen. Namun kenyataan itu tak selalu indah,
61,7% responden mengatakan tidak merasa memiliki BEM. Artinya enam dari
sepuluh mahasiswa merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan BEM.
Mahasiswa merasa BEM tidak membumi. Pandangan seperti ini tak hanya
terjadi di FE yang terjaring pada pertanyaan terbuka, namun juga pada Fapet,
ISIP dan Pertanian. Mereka menilai selama ini BEM justru sibuk dengan dirinya
sendiri, paling jauh dengan UKM/HMJ sebagai komunitas besarnya. Auriza
(mahasiswa Peternakan) mengatakan, “Aku tidak merasa memiliki BEM. Mereka
sibuk ya dengan kelompoknya sendiri”82
.
82 Hasil FGD pada 9 Agutus 2009.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
117
Bagi mahasiswa yang tidak berorganisasi seperti Auriza, ada-tidaknya
BEM tidak berpengaruh bagi dirinya. Meski tidak sampai antipati, namun Auriza
menyayangkan sikap BEM yang elitis tersebut. Ia mengatakan seharusnya BEM
memasyarakat kepada mahasiswa seperti dirinya.
Ironisnya, hal tersebut dibenarkan oleh Suherdiyanto (PU LPM Husbandri)
yang mengisahkan bahwa suatu ketika saat BEM menyebarkan angket
(kuesioner), temannya tidak respek (tidak antusias) sama sekali dengan
kuesioner itu. Ia mengatakan, “Pas BEM menyebar kuesioner, teman kelasku
malah bilang, apa sih BEM!”. Persoalan ini menjadi pelik, mengingat bisa jadi
angket yang dimaksud dalam rangka menjaring aspirasi mahasiswa, namun
mahasiswa sendiri justru mencibir.
Elitisme BEM, sebenarnya sudah terjadi cukup lama. Persoalan kultural
ini, misal di FISIP sudah ada semenjak peneliti di awal kuliah (tahun 2003). Saat
itu, pintu sekretariat BEM terdapat coretan dengan cat warna merah yang
berbunyi “Badan Eksklusif Mahasiswa” yang merupakan plesetan dari Badan
Eksekutif Mahasiswa. Eksklusifitas semacam ini pada gilirannya membuat BEM
terlihat elitis bagi mahasiswa kebanyakan. Jadilah ia, pemerintah yang nyaris
tanpa kaki.
Selain nyaris tanpa kaki, BEM ternyata nyaris tanpa tangan. Di beberapa
kampus, seperti Peternakan dan ISIP, hubungan antara BEM dengan UKM/HMJ
tidak terlalu harmonis pada kurun waktu tertentu. Ketidakharmonisan hubungan
itu digambarkan oleh Suherdiyanto bahwa BEM saat ini sedang dikucilkan oleh
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
118
UKM-UKM di Fapet. Padahal, UKM senantiasa melakukan rapat kerja (khususnya
rapat anggaran dengan BEM) setiap tiga bulan sekali atau rentang waktu
tertentu yang ditetapkan bersama. Jika demikian, relasi BEM dengan UKM lebih
bersifat instrumentalis, yakni UKM membutuhkan BEM sekedar untuk
mencairkan dana kegiatan mahasiswa.
Fakta di atas diperkuat oleh data bahwa 52,8% responden yang
berorganisasi intra (UKM/HMJ) tidak merasa memiliki BEM atau dengan kata
lain, mereka tidak merasa memiliki hubungan emosional dengan BEM. Pola relasi
semacam ini tentu saja kurang/ tidak sehat bagi sebuah pemerintahan, dimana
departemen-departemen yang secara struktural berada di bawahnya justru
cenderung tidak merasa memiliki hubungan emosional dan mengucilkan
keberadaannya.
Di sisi lain, Aulia el Hakim (Pimlit LPM Solidaritas) membaca bahwa
persoalan ketiadaan sense of belongengness (rasa memiliki) ini lebih disebabkan
karena BEM masa sebelumnya yang membuat publik kehilangan harapan, atau
dalam bahasa lain dia menyebut dengan “hopeless”. Pada konteks ini, secara
kultural sebenarnya BEM miskin legitimasi. Prosentase itu membesar pada
mahasiswa yang tidak berorganisasi, 68,8% daripada mahasiswa yang
berorganisasi intrakampus, 52,8%. Artinya ada tujuh dari sepuluh mahasiswa
seperti Auriza yang tidak merasa memiliki BEM. Di lain pihak, ada separoh dari
sepuluh mahasiswa seperti Aulia el Hakim dan Suherdiyanto yang merasa tidak
memiliki BEM.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
119
Miskin legitimasi secara kultural ini bisa berubah menjadi proses
deligitimasi lembaga kalau saja ada yang memantik dan memobilisasinya.
Poinnya adalah BEM berada pada kondisi yang rentan atau rapuh. Kerentanan ini
tidak pernah terungkap karena tidak adanya lembaga yang melakukan pemetaan
terhadap pandangan publik. Hal ini dibenarkan oleh LPM Solidaritas, LPM MeMI
dan LPM Husbandri dimana mereka belum pernah membuat pemetaan serupa
secara serius, sehingga bak luka yang menyerang punggungnya, ketiadaan
cermin itu membuat luka semakin menganga lebar.
D. Tipologi-Tipologi
a. Karakteristik Pemilih
Pada kajian politik dikenal adanya tipologi masyarakat pemilih. Tipologi ini
sangat dibutuhkan untuk memahami perilaku pemilih dan memberikan
gambaran yang lebih komprehensif tentang cara mereka menentukan
pilihannya. Menurut Firmanzah ada beberapa tipologi masyarakat pemilih,
sebagai berikut83
:
1. Pemilih Rasional
Pemilih ini memiliki orientasi tinggi pada “policy problem-solving” dan
berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih pertama ini lebih
mengutamakan kemampuan calon dalam program kerjanya.
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada
kemampuan calon dengan tingginya orientasi mereka pada hal-hal yang
bersifat ideologis. Pemilih jenis ini menjadikan nilai ideologis sebagai
pijakan untuk menentukan kepada siapa dia berpihak dan selanjutnya
akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan.
83 Hal. 134.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
120
3. Pemilih Tradisional
Pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak
melihat kemampuan calon. Pemilih tradisional lebih mengutamakan
kedekatan asal-usul, agama, ideologi dan lain sebagainya dibanding
kemampuan si calon.
4. Pemilih Skeptis
Merupakan pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi
pada kelompok tertentu dan juga rendah dalam orientasi terhadap
kemampuan si calon. Pemilih ini tidak meletakan visi-misi-program
sebagai dasar yang menentukan saat memilih, melainkan lebih secara
acak (random).
5. Pemilih Pragmatis
Pemilih tipe pragmatis tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi
pada kelompok tertentu juga pada si calon. Keterlibatan mereka hanya
sejauh keterlibatan itu menguntungkan atau mengakomodir
kepentingannya.
Pada konteks Pemira, tipologi di atas bisa digunakan untuk membaca
kemungkinan karakteristik mahasiswa pemilih. Berdasar wawancara dan
observasi, dengan bantuan klasifikasi di atas, peneliti membuat klasifikasi pemilih
dalam Pemira sebagai berikut:
Pertama (A), sebagian besar mahasiswa yang berorganisasi intrakampus
lebih mendekati tipe pemilih rasional mengingat yang bersangkutan
“dibesarkan” dalam budaya organisasi yang terbiasa dengan berbagai
perumusan kebijakan dan sebagainya. Orientasi kemampuan diri calon dalam
masalah-masalah keorganisasian lebih diperhatikan daripada misalnya
background ideologi calon tersebut. Sebagian lainnya lebih bertipe kritis yakni
selain memperhatikan masalah keroganisasian dan manajemen, yang
bersangkutan juga memperhatikan kaitan background ideologi calon tersebut.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
121
Kedua (B), mahasiswa yang berorganisasi ekstrakampus lebih bersifat
tradisional. Aktivis ekstrakampus dalam menentukan pilihan awal mula yang
mereka pandang adalah “warna” calon tersebut. Mereka lebih baik tidak memilih
(golput) daripada memilih calon dengan “warna” yang lain apalagi ketika warna
tersebut bertentangan dengan “warna” dirinya. Meski demikian, tidak menutup
kemungkinan ada sebagian di antara mereka yang bersifat kritis yang tidak
semata melihat “warna” melainkan juga kemampuan manajerial dan organisasi.
Ketiga (C), mahasiswa yang tidak berorganisasi sebagian besar lebih
bersifat rasional. Mereka awal-mulanya memperhatikan visi-misi-program dan
lain sebagainya, meski sepintas dan tidak seketat mahasiswa yang berorganisasi
intrakampus. Referensi tersebut mereka olah dengan cara mendiskusikannya
(dalam istilah sehari-hari lebih mudah disebut “nggosip”) bersama teman
sepermainan untuk menimbang dan menentukan pilihan. Teman sepermainan
atau kelompok pertemanan ini sangat signifikan fungsinya sebagai agen
sosialisasi politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai figur-figur referensi.
Individu menerima pandangan-pandangan dari teman dekat mereka, karena
mereka menghormati mereka atau kerena mereka ingin menjadi seperti teman-
teman mereka84
. Klasifikasi mahasiswa pemilih itu sebagai berikut bisa dilihat
dalam bentuk diagram sebagai berikut:
84 Nasikun, Hal. 109.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
122
Diagram 49 | Tipe pemilih
b. Sistem Pemira
Seperti penjelasan bagian sebelumnya, pemerintahan mahasiswa lebih
menggunakan logika demokrasi prosedural. Pada konteks ini, salah satu indikator
keberhasilan adalah tinggi-rendahnya partisipasi publik. Sehingga pilihan sistem
Pemira harus berujung pada cita-cita mempertinggi keterlibatan publik dalam
pengambilan kebijakan, dalam konteks ini adalah memilih seorang pemimpin.
Melalui observasi dan analisis dokumen, sistem Pemira bisa digolongkan
menjadi dua, yakni:
1. Pemira tanpa Partai
Sistem Pemira tanpa partai ini seperti yang dipraktekan pada FE/ ISIP.
Dimana sebagian besar konstituen bersifat floating mass dan sebagian
yang lain berafiliasi pada UKM/HMJ atau organisasi ekstrakampus.
Sistem ini memposisikan massa sebatas floating mass. Proses sosialisasi
dan pendidikan politik kampus bagi mahasiswa tidak terwadahi. Selain
itu, proses rekruitmen politik saat Pemira cenderung terjadi secara
spontan bukan dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Pada dimensi lain,
Pemira tanpa partai tidak melengkapi sistem politik dengan oposisi yang
senantiasa mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.
2. Pemira dengan Partai
Sistem Pemira dengan partai sudah dipraktekan Faperta beberapa tahun
yang lalu. Dalam sistem ini proses sosialisasi dan pendidikan politik
berjalan optimal yang dikerjakan oleh partai. Proses rekruitmen politik
bisa dipertanggungjawabkan melalui proses pengorganisasian dan
perkaderan. Pada sisi lain, budaya oposisi politik akan mendinamiskan
politik kampus dan senantiasa menjadi early warning bagi sistem politik
yang sedang berjalan.
Di beberapa kampus, kecuali Faperta, sistem Pemira yang digunakan
adalah Pemira tanpa partai. Misal, FE dan ISIP. Kekurangan dan kelebihan dua
Rasional
Kriti
s
Pemilih A
Tradisional
Kriti
s
Pemilih B
Rasional
Ske
ptis
Pemilih C
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
123
sistem tersebut pada demokrasi kampus akan dibicarakan pada bagian
selanjutnya.
c. Perspektif Politik
Dalam konteks partisipasi politik ada pemerintah yang begitu antusias
terhadap partisipasi publik, ada yang setengah hati ada juga yang
membungkamnya. Dengan melihat bagaimana mereka merespon aspirasi atau
partisipasi publik, maka akan terlihat pendekatan politik yang BEM gunakan.
Pada konteks yang lebih luas/umum Mohtar Mas’oed dan Nasikun
mengklasifikannya sebagai berikut85
:
1. Perspektif Strukturalis-Fungsionalis
Partisipasi politik merupakan sarana yang dipakai oleh warga negara dan
kelompok kepentingan untuk mendukung sistem politik. Sebagai imbalan
terhadap dukungan warga negara, sistem politik memberikan
kepemimpinan yang bertanggungjawab dan memenuhi tuntutan-
tuntutannya.
2. Perspektif Konflik
Yang paling aktif berpartisipasi adalah mereka yang paling beruntung
dalam masyarakat. Tuntutan dari masyarakat terhadap sistem politik
tidak ditanggapi secara seimbang. Ada yang ditanggapi dengan sungguh-
sungguh, ada yang tidak.
3. Perspektif Kelas
Bentuk-bentuk partisipasi konvensional bisa tidak efektif karena hanya
akan mendukung kelas berkuasa. Sehingga bentuk-bentuk non-
konvensional mungkin diperlukan (revolusi, pengambilalihan kekuasan,
dll.)
4. Perspektif Elitis
Mayoritas masyarakat bersifat pasif dan diam. Mereka sekedar
dimanipulasi/ dimobilisasi oleh kaum elit. Para elit yang memerintah
tidak selalu tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
5. Perspektif Pluralis
85 Hal. 15.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
124
Para pemilih dan kelompok kepentingan mempengaruhi proses
pembuatan keputusan melalui cara-cara pemilihan, menjadi anggota
kelompok kepentingan dan sebagainya. Pada tipe ini sistem politik selalu
tanggap terhadap tuntutan warganya.
Dari lima klasifikasi di atas, peneliti menganggap bahwa secara sadar atau
tidak, BEM telah menggunakan perspektif elitis dalam menjalankan
pemerintahannya. Karena perspektif ini, aspirasi mahasiswa tidak diperhatikan
dan pada sisi lain, partisipasi mahasiswa dalam Pemira sekedar basis legitimasi
formal. Selebihnya, paska Pemira publik tidak akan terperhatikan sebagaimana
sebelum pra Pemira yang begitu berapi-api.
Analisis tersebut hanya tepat dengan menganulir keberadaan organisasi
ekstrakampus. Namun bilamana organisasi ekstrakampus dihitung dalam proses
politik kampus, maka perspektif konflik lebih mendekati pembacaan terhadap
realitas. Perspektif ini menjelaskan bahwa siapa yang paling aktif berpartisipasi
maka merekalah yang paling beruntung dalam rangka mengakses sumber daya
kampus. Pada gilirannya, aspirasi mahasiswa tidak ditanggapi secara seimbang
dan hanya agenda-agenda tertentu saja yang lebih sesuai dengan garis
ideologinya yang lebih diprioritaskan.
Kemungkinan dua perspektif itulah yang digunakan BEM fakultas sebagai
political frame saat ia menjabat. Meski demikian, yang bersangkutan belum
tentu sadar terhadap pilihan perspektif yang digunakannya. Hanya saja, melalui
refleksi terhadap realitas, perspektif politik itu bisa terbaca dengan jelas.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
125
d. Budaya Politik
Budaya politik mengacu pada pembatasan konteks kehidupan yang lebih
terbatas, yakni kehidupan politik. Budaya politik merupakan konteks dimana
persepsi, sikap, serta aktivitas-aktivitas lahir. Dalam kajian ini Verba secara jelas
memberikan definisi dari budaya politik. Menurutnya, sebagaimana dikutip
Mochtar Masoed86
, budaya politik menunjuk pada sistem kepercayaan-
kepercayaan tentang pola-pola interaksi politik dan institusi-institusi politik, akan
tetapi pada apa yang diyakini orang tentang kejadian-kejadian tersebut.
Kepercayaan-kepercayaan yang dimaksud mencakup berbagai hal, seperti
kepercayaan empirik mengenai situasi politik, keyakinan mengenai tujuan atau
nilai yang harus dihayati dalam kehidupan politik. Almond dan Verba
mengklasifikasikan kebudayaan politik menjadi tiga macam;
1. Parokhialisme, ciri paling penting dari kebudayaan parokhial adalah
spesialisasi peranan-peranan politik. Kebudayaan politik parokhial
merupakan fenomena umum yang biasa ditemukan di dalam masyarakat-
masyarakat yang belum berkembang, dimana spesialisasi politik sangat
minimal. Di dalam kebudayaan demikian, individu sadar akan adanya
suatu rezim politik pusat. Akan tetapi, perasaan-perasaannya terhadap
rezim bersifat tidak menentu atau negatif. Sementara itu, individu
tersebut belum mampu menginternalisasikan dirinya dengan norma-
norma untuk mengendalikan hubungan antara dirinya dengan rezim atau
pusat kekuasaan.
2. Kebudayaan politik subyek ditandai dengan tingginya orientasi terhadap
suatu sistem politik tertentu. Subyek individual menyadari adanya
otoritas kuasa yang memiliki spesialisasi, ia bahkan secara afektif
mengorientasikan diri kepadanya, ia memiliki kebanggaan terhadapnya
atau sebaliknya tidak menyukainya, dan ia menilainya sebagai otoritas
yang absah atau tidak absah.
3. Partisipan, merupakan kebudayaan politik dimana masyarakat secara
eksplisit cenderung mengorientasikan diri mereka kepada sistem sebagai
86 Dalam Mochtar Mas’oed dan Nasikun, hal. 74-82.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
126
pusat kuasa. Di dalam kebudayaan politik demikian, anggota masyarakat
mengorientasikan diri mereka kepada suatu peranan “aktivis”, sekalipun
penerimaan atas peranan tersebut dapat bervariasi diantara menerima
atau menolak.
Berdasarkan analisis di bagian “Publik yang Gamang” dapat disimpulkan
bahwa budaya politik yang muncul saat ini merupakan budaya politik
parokhialisme. Budaya politik ini ditandai dengan cara pandang publik yang tidak
menentu dan belum adanya orientasi politik yang jelas terhadap struktur.
Idealnya, budaya politik subyek ini bisa tertransformasi ke arah budaya
politik subyek atau bahkan partisipan yakni ketika publik secara eksplisit
cenderung mengorientasikan diri mereka kepada sistem sebagai pusat kuasa.
Selain itu transformasi budaya politik tersebut harus semakin membuka peluang
agar publik semakin terlibat dalam sistem politik kampus.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
127
E. Revitalisasi Sistem Politik Kampus
Berangkat dari refleksi permasalahan di bagian sebelumnya, dengan
bantuan analisis SWOT akan terpetakan kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), kesempatan (opportunities) serta ancaman (threats) yang ada
pada sistem politik kampus pada umumnya. Sebagain analisis SWOT di bagian
bawah diambil dari data survei dan sebagian lainnya hasil observasi peneliti,
sebagai berikut:
Tabel 50. Analisis SWOT sistem politik kampus
Dimensi Kultur/ Publik Struktur/ Aktor
Strengths 1.Pemilih cenderung rasional
2. Citra BEM terkait kinerja
cukup baik (65,5%)
3.Partisipasi dalam Pemira
cukup baik (57,5%)
1. Wewenang budgeting dana
kegiatan mahasiswa
2. Membawahi UKM dan HMJ
3. Akses sumber daya kampus
Weaknesses 1.Persepsi BEM tidak aspiratif
cukup tinggi (60,9%)
2.Sebagian besar floating mass
3.Sense of belongengness
terhadap BEM rendah (31,2%)
1.BEM kurang harmonis dengan
UKM/HMJ
2.Ambiguitas political will
3.Sense of belongengness
terhadap BEM cukup rendah
(47,2%)
4.Pembusukan struktur karena
ketiadaan oposisi
Opportunities 1.Persepsi kemanfaatan BEM
sangat baik (76,2%)
2.Ekspektasi terhadap BEM
sangat baik (75%)
3.Persepsi tentang perlunya
menggunakan hak pilih dalam
Pemira sangat tinggi (84,3%)
1.Sistem telah membudaya dan
ditunjang oleh infrastruktur
2.Figur pemimpin masih
dipandang publik
Threats 1.Gaya hidup yang melenakan
2.Paradigma study oriented
1.Prasangka dan pertarungan
ideologi tidak terbuka dan
cenderung ditutup-tutupi
2. Sektarianisme UKM/ HMJ
Analisis SWOT di atas memperlihatkan kecenderungan keberterimaan
struktur politik (BEM dan Pemira) oleh kultur/ publik. Kelemahan yang paling
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
128
nyata terlihat pada keterserapan aspirasi publik yang masih sangat rendah.
Kelemahan lainnya adalah persoalan sense of belongengness kultur terhadap
BEM. Kelemahan tersebut bisa ditambal dengan cara BEM menunjukan kerja
nyata yang didasarkan pada aspirasi mahasiswa. Ancaman atau hambatan
seperti gaya hidup yang melenakan serta paradigma study oriented87
merupakan
permasalahan klasik yang tidak perlu diperdebatkan panjang-lebar, melainkan
dicari perumusan solusinya.
Pada dimensi struktur/aktor masih memperlihatkan kapasitas yang prima.
Pada dimensi ini hanya ada beberapa celah seperti pembusukan struktur88
karena ketiadaan oposisi yang mengontrol kinerja BEM selama masih menjabat
dan konflik ideologi yang laten namun secara pasti menggerogoti struktur.
Berdasarkan pengalaman Faperta dan beberapa universitas lainnya89
,
peneliti merekomendasikan menggunakan sistem Pemira dengan kepartaian.
Secara teoritik, sistem ini akan lebih memungkinkan tingkat partisipasi publik
meningkat karena masing-masing partai akan melakukan proses mobilisasi dan
pengorganisasian daripada sekedar tim sukses yang hanya muncul menjelang
Pemira sebagai kaki-tangan calon presiden. Secara kalkulatif, adanya partai
mahasiswa lebih mendukung bagi keberhasilan demokrasi kampus dalam
konteks prosedural/ kuantitatif.
87 Paradigma study oriented adalah pandangan bahwa kuliah hanya sekedar belajar dalam rangka
memperoleh nilai setinggi-tingginya untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Istilah tersebut juga sering disebut dengan IP minded yang bisa ditemukan melalui observasi lapangan. 88 Istilah pembusukan struktur digali dari observasi lapangan, yakni ketika BEM tidak memperoleh apresiasi (afirmasi) ataupun oposisi (negasi) dari mahasiswa. Sikap mahasiswa secara umum adalah acuh tak acuh. 89 UI, ITS, UIN Sunan Kalijaga, UNPAS, UNHAS, dan lain-lainnya yang bisa dengan mudah ditemukan melalui google dengan kata kunci “partai mahasiswa” atau “Pemira partai mahasiswa”.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
129
Selain itu, secara kualitatif adanya partai mahasiswa akan semakin
mengikat publik secara kuat, misal dengan adanya sistem keanggotaan dan Kartu
Tanda Anggota (KTA). Dampaknya, budaya subyek bisa ditransformasi menjadi
kebudayaan politik partisipan90
.
Pada dimensi struktur politik, adanya partai mahasiswa akan mengurangi
kemungkinan pembusukan struktur karena ketiadaan oposisi. Sistem partai
mahasiswa sangat membuka peluang bagi lahirnya tradisi oposisi yang sehat dan
terbuka. Berbeda dengan itu, oposisi politik yang tidak terwadahi seringkali
tercecer di ruang-ruang UKM dan HMJ yang mengganggu harmoni relasi BEM
dengan UKM/HMJ bersangkutan. Rangga – Mantan Presiden BEM Faperta
menjelaskan, sebagai berikut:
“Kalau di sini oposisi itu sudah menjadi tradisi. Bentuknya malah bisa
macam-macam, pernah sampai ada yang nyegel sekre BEM, ada juga
yang mengencingi, membakar, mencorat-coret. Dinamis sekali lah”91
.
Partai mahasiswa secara nyata bisa melakukan kontrol terhadap BEM
beserta UKM/HMJ mengingat partai mahasiswa memiliki basis konstituen yang
riil. Berbeda dengan itu praktik di FE serta ISIP tak ubahnya masa Orde Baru
dengan depolitisasi publik. Peluang transformasi budaya politik dari
parokhialisme menuju subyek atau partisipan didukung oleh karakter pemilih
yang sebagian besar cenderung rasional.
Partai mahasiswa juga akan mentransformasi konflik politik-ideologi yang
berkembang di beberapa fakultas tertentu menjadi lebih terbuka dan adil.
90 Hasil wawancara dengan Rangga pada 25 Agustus 2009 di FE 91 Wawancara pada 25 Agustus 2009 di FE.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
130
Keterbukaan konflik itu pada gilirannya akan mendinamiskan politik kampus
karena konflik yang ada dikelola dengan baik daripada ditutup-tutupi. Berbeda
dengan sebelumnya, perspektif elit menempatkan konflik politik-ideologi hanya
sebagai menu santapan mereka saja yang kemudian secara sadar atau tidak
publik ditinggalkan dalam proses tersebut.
Selain menyempurnakan Pemira dengan sistem kepartaian, perlu juga
diperhatikan keterukuran (measurement) partisipasi mahasiswa dalam Pemira.
Keterukuran partisipasi ini mencakup tiga hal, sebagai berikut:
1. Daftar pemilih tetap pada saat Pemira dilaksanakan.
2. Jumlah mahasiswa yang menggunakan hak pilih.
3. Jumlah mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilih.
Tiga poin tersebut dapat diukur secara pasti melalui penyusunan Daftar
Pemilih Tetap (DPT) yang nama-namanya bisa diambil dari Bapendik masing-
masing fakultas. Agar derajat keterukuran tersebut bisa dipertanggungjawabkan
secara pasti, maka peneliti merekomendasikan pembatasan pemilih tetap.
Peneliti berpendapat bahwa tingkat partisipasi akan lebih mungkin diukur secara
pasti dengan cara membatasi pemilih hanya pada empat angkatan terakhir.
Misalnya, jika Pemira dilaksanakan pada tahun 2009, maka empat angkatan
terakhir tersebut adalah angkatan 2009, 2008, 2007 dan 2006. Tujuan
pembatasan adalah dalam rangka mereduksi beberapa angkatan di atasnya
(2005, 2004, 2003 dan 2002) yang peneliti anggap bukan pemilih strategis.
Angkatan 2005, 2004, 2003 dan seterusnya meskipun masih menyisakan
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
131
sebagian mahasiswa aktif namun mereka tergolong bukan konstituen strategis.
Hal ini dikarenakan mahasiswa pada angkatan tersebut biasanya sudah
mengkonsentrasikan diri menyusun tugas akhir (skripsi).
Meski demikian, perlu dicatat dengan seksama, bahwa pemerintahan
mahasiswa tetap menjamin hak-hak sosial-politik mahasiswa angkatan-angkatan
tersebut (2005, 2004, 2003 dan seterusnya). Pemerintahan mahasiswa tetap
harus turun tangan misalnya saat ada mahasiswa angkatan 2005 yang terkena
masalah akademik atau nonakademik lainnya. Logika seperti ini sama dengan
pembatasan pemilih pada Pemilu nasional yang tidak menyertakan anak-anak,
remaja di bawah usia tujuh belas tahun, narapidana dengan masa tahanan lebih
dari lima tahun dan faktor lainnya sebagai pemilih tetap dalam Pemilu. Meskipun
mereka bukan pemilih, namun hak-hak sosial-ekonomi-politik tetap dijamin oleh
negara.
Dengan pembatasan pemilih tersebut maka tingkat partisipasi akan
terbaca dan terpetakan dengan jelas. Pada gilirannya, derajat legitimitas
pemerintahan mahasiswa dapat terlihat jelas, sehingga hal ini akan menutup
peluang konflik paska Pemira yang mempersoalkan legitimitas presiden terpilih
yang ironisnya tanpa disertai data yang pasti.
Implikasi lebih jauh dari sekedar keterukuran partisipasi mahasiswa
dalam Pemira, bahwa kerja pemerintahan mahasiswa sekurang-kurangnya
optimal pada empat angkatan terakhir. Meski demikian, hal ini tidak melupakan
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
132
fakta masih adanya beberapa angkatan di atasnya yang tetap harus dijamin hak-
haknya.
Penyempurnaan Pemira dengan sistem kepartaian pada akhirnya akan
mentransformasi perspektif elit/konflik ke arah menjadi perspektif pluralis
dimana para pemilih dan kelompok kepentingan mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan lembaga kemahasiswaan. Pada sisi lain, transformasi
dalam dimensi kualitatif tersebut akan semakin teguh dengan mengupayakan
keterukuran tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira. Akhirnya, dialektika
kualitatif dan kuantitatif tersebut akan semakin mendinamiskan kehidupan
politik kampus semakin aksesibel, responsif dan demokratis.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
133
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian pada Bab IV diketahui bahwa terdapat hubungan antara
variabel X1 (persepsi) dan X2 (ekspektasi) dengan Y (partisipasi). Hal ini dapat
dilihat dari koesifien signifikansi hitung < koesifien signifikansi tabel (0,000 <
0,05), yang berarti signifikan karena harga signifikansi X1 dan X2 mendekati nol.
Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Hk
diterima dengan pengujian hipotesis sebesar 5% dengan derajat kepercayaan
sebesar 95%.. Artinya hasil penelitian ini bisa digeneralisasi pada tingkat
populasi.
Di sisi lain, hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y terbukti
rendah. Hal ini terungkap dengan cara membandingkan antara harga rhitung
dengan rtabel dimana X1 dan X2 sebesar 0,224 dan 0,236 yang termasuk dalam
interval koefisien 0,20 – 0,399 yang berarti rendah.
Rendahnya korelasi antara variabel persepsi dengan partisipasi
dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Tingginya persepsi
responden yang menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif (60,9%). 2). Masih
tingginya persepsi responden yang menyatakan bahwa Pemira tidak mudah
(47,5%). 3). Materi dan media kampanye calon yang dianggap responden tidak
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
134
menarik (60,9% dan 62,1%). 4). Masih tingginya persepsi responden yang
menyatakan bahwa visi-misi calon tidak mewakili aspirasi mahasiswa (56,9%). 5).
Persepsi responden terhadap sosialisasi Pemira oleh KPR yang cenderung buruk
(76,2%). Lima variabel komponen tersebut mempengaruhi pandangan responden
sehingga meskipun mereka memandang bahwa BEM bermanfaat bagi
mahasiswa (76,2%) dan menggunakan hak pilih adalah penting (75,9%), tidak
serta-merta mempengaruhi mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.
Pada sisi lain, korelasi antara variabel ekpektasi dengan partisipasi rendah
dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Responden
menganggap bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira tidak akan merubah
kampus (44,8%). 2). Responden menganggap bahwa BEM tidak membahwa
perubahan di kampus (54,4%). 3). Responden tidak merasa memiliki BEM
(61,7%). Tiga variabel komponen tersebut mempengaruhi ekspektasi responden
terhadap Pemira sehingga meskipun ekspektasi terhadap BEM sangat tinggi
(75,5%) dan dorongan memilih dari diri sendiri (75,9%), tidak serta-merta
mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
135
B. Saran
Setelah merefleksikan hasil penelitian, peneliti menyarankan adanya
revitalisasi sistem politik kampus dari sistem Pemira tanpa partai menjadi sistem
Pemira dengan partai. Selain itu, peneliti juga menyarankan adanya pembatasan
pemilih dalam Pemira agar tingkat partisipasi terukur secara pasti.
Seperti ulasan pada Bab V, secara teoritik sistem Pemira dengan partai
lebih membuka peluang bagi keberhasilan demokrasi prosedural-kuantitatif yang
ditandai dengan tingginya tingkat partisipasi dan secara kualitatif akan
mencerdaskan publik melalui proses dialektika politik. Hal ini didukung bahwa
sebagian besar pemilih bersifat rasional-kritis pada mahasiswa yang
berorganisasi intrakampus dan rasional-skeptis pada mahasiswa yang tidak
berorganisasi ekstrakampus. Dan pada mahasiswa yang berorganisasi
ekstrakampus cenderung tradisional-kritis. Pada sisi lain, perspektif BEM lebih
dekat ke arah elit atau konflik, yang idealnya berubah ke arah pluralis. Sedang
budaya politik publik secara umum adalah parokhial yang cenderung gamang
terhadap orientasi politiknya terhadap struktur. Idealnya budaya politik ini bisa
tertransformasi ke arah subyek atau partisipan.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
136
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. “Sejarah Dewan Mahasiswa” dalam www.wikipedia.co.id diakses pada
12 Maret 2009.
Bawono, Muhammad. 2008. “Persepsi dan Perilaku Pemilih Terhadap Partisipasi
Politik Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk”
dalam www.pasca.uns.ac.id diakses pada 15 April 2009.
Budiardjo, Miriam. 1983. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta.
_________. 1998. Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai.Yayasan
Obor Indonesia: Jakarta.
Faisal, Sanapiah. 2003. Format-format Penelitian Sosial. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Firmanzah. 2007. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Yayasan
Obor Indonesia: Jakarta.
Gerungan. 1986. Psikologi Sosial. PT Eresco: Bandung
Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius: Yogyakarta.
Indrajat, Himawan. 2005. “Persepsi dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam
Pilkada Langsung 2005 di Kabupaten Purbalingga”. Skripsi. Ilmu Politik
FISIP UNSOED Purwokerto.
Kamsiyah. 2004. “Persepsi dan Perilaku Memilih Masyarkat dalam Pemilu
Legislatif 2004 di Desa Wangon Kec. Wangon Kab. Banyumas”. Skripsi.
Ilmu Politik FISIP UNSOED Purwokerto.
Kartono, Kartini. 1991. Psikologi Sosial untuk Manajemen. Rajawali Pers: Jakarta.
Kpu-Unhas. “Tentang Partai Mahasiswa” dalam http://kpu-
unhas.blogspot.com/2006/02/tentang-partai-mahasiswa.html diakses
pada 16 Agustus 2009.
Lawang, Robert MZ. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Rajawali Pers:
Jakarta.
Masoed, Mochtar dan Nasikun. 1987. Sosiologi Politik. PAU Studi Sosial UGM:
Yogyakarta.
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
137
Prihatmoko, Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. LP2I:
Semarang.
Raillon, Francois. 1984. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. LP3ES: Jakarta.
Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit Alfabeta: Bandung.
Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Diterjemahkan oleh Alimandan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Rahardi, Dicky. “Analisis S.W.O.T.” dalam www.dickyrahardi.com diakses pada 16
Agustus 2009.
Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press: Semarang.
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta.
Sofiawati, Elisa. 2005. “Persepsi dan Partisipasi Anggota Organisasi Forum Betawi
Rembug (FBR) terhadap Calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada
2005 di Kota Depok”. Skripsi. Ilmu Politik FISIP UNSOED Purwokerto.
Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Gramedia: Jakarta.
Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung.
_________. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widiasarana
Indonesia: Jakarta.
Walgito, Bimo. 1983. Psikologi Sosial. Yayasan Penerbit fakultas Psikologi UGM:
Yogyakarta.
Yuli. “Partai Mahasiswa: Katalisator Politik Kampus yang Mandul” dalam
http://yuliku.wordpress.com/2007/04/13/partai-mahasiswa-katalisator-
politik-kampus-yang-mandul diakses pada 16 Agustus 2009.
Zainun, Buchari. 1981. Manajemen dan Motivasi. Balai Aksara: Jakarta
� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
Tentang Penulis
UNSOED.
Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan
Lingkar Studi (LS) Profetika. Lingkar studi yang
agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian
pada tahun 2008 mendirikan
semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi
pekerja (worker co’op). Pada tahun
profit yang bergerak di bidang pelatihan internet
perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama
penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (
Pada awal tahun 2009 penulis memperoleh
dari Ashoka Indonesia –
memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.
Selain mengikuti berbagai pelatihan
“History of Thought” di
“Agamawan Merespon Kemiskinan” di Al
“Youngchangemaker” di Ashoka Indonesia dan lain
penulis sering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan
oleh teman-teman mahasiswa.
Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan
diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.
Korespondensi lebih lanjut bisa m
blog: www.firdausputra.co.cc
Tambahan, skripsi ini bisa didownload melalui
pada menu “MyResearch”
Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
Tentang Penulis Penulis dibesarkan di Kota Batik,
Pekalongan. Lahir pada 31 Maret 1985. Masa SD
sampai SMP penulis habiskan di Pekalongan. Sedang
SMA di MA. HM. Tribakti Kediri Jawa Timur sembari
nyantri di HM. Putra Lirboyo. Karena alasan
tertentu, pada tahun ketiga, penulis pindah ke MAN
1 Pekalongan. Kemudian melanjutkan studi di
Jurusan Sosiologi FISIP UNSOED.
Saat mahasiswa penulis cukup aktif di
beberapa kegiatan. Pada tahun 2004 dan 2005,
penulis dipercaya sebagai Dewan Presididum KBM
FISIP UNSOED. Selain itu, pada tahun 2006, penulis
menerima penghargaan sebagai Mahasiswa
Berprestasi (Mapres) I se-FISIP dan Mapres III se
Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan
Lingkar Studi (LS) Profetika. Lingkar studi yang concern pada masalah s
agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian
pada tahun 2008 mendirikan Writing and Empowering Press (WE
semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi
). Pada tahun 2009 mendirikan Lingkar Maya, organisasi
profit yang bergerak di bidang pelatihan internet-blog, pembuatan dan
perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama
penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (
Pada awal tahun 2009 penulis memperoleh Youngchangemaker Award
– Bandung. Dan berita menggembirakan lainnya, penulis
memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.
Selain mengikuti berbagai pelatihan—seperti “Anti Korupsi” di FISIP UI Jakarta,
di SATUNAMA Yogyakarta, “Islam Liberal” di JIL Jakarta,
“Agamawan Merespon Kemiskinan” di Al-Maun Institute dan
“Youngchangemaker” di Ashoka Indonesia dan lain-lainnya—mulai tahun 2007
ering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan
teman mahasiswa.
Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan
diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.
Korespondensi lebih lanjut bisa melalui email/FB: [email protected]
www.firdausputra.co.cc dan ponsel: +6285647788101.
Tambahan, skripsi ini bisa didownload melalui www.firdausputra.co.cc
“MyResearch”.
Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam
Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto
138
Penulis dibesarkan di Kota Batik,
Pekalongan. Lahir pada 31 Maret 1985. Masa SD
sampai SMP penulis habiskan di Pekalongan. Sedang
SMA di MA. HM. Tribakti Kediri Jawa Timur sembari
di HM. Putra Lirboyo. Karena alasan
ulis pindah ke MAN
1 Pekalongan. Kemudian melanjutkan studi di
Saat mahasiswa penulis cukup aktif di
beberapa kegiatan. Pada tahun 2004 dan 2005,
penulis dipercaya sebagai Dewan Presididum KBM
tahun 2006, penulis
menerima penghargaan sebagai Mahasiswa
FISIP dan Mapres III se-
Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan
pada masalah sosial-
agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian
(WE-Press),
semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi
2009 mendirikan Lingkar Maya, organisasi
blog, pembuatan dan
perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama
penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (KOPKUN).
Youngchangemaker Award
Bandung. Dan berita menggembirakan lainnya, penulis
memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.
rti “Anti Korupsi” di FISIP UI Jakarta,
SATUNAMA Yogyakarta, “Islam Liberal” di JIL Jakarta,
Maun Institute dan
mulai tahun 2007
ering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan
Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan
diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.
[email protected] atau
www.firdausputra.co.cc