Upload
roesdy
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Mahasiswa Di Persimpangan
Citation preview
SOCIAL CONTROL; PETAKENDALI MAHASISWA DALAM
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan negara dan
hukum, yang dipraktikan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. demokrasi yang
dipraktikan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur
mayoritas.
Sampai saat ini demokrasi masih dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling
ideal dibanding dengan sistem monarki dan oligarki. Demokrasi menawarkan keterbukaan
dan keterpercayaan dalam pondasi pemerintahan dan bersandar pada kedaulatan rakyat.
Prinsip-prinsip demokrasi telah diterima secara luas dan menjadi dasar bagi model
pemerintahan di dunia. Demokrasi telah menjadi tolak ukur yang fundamental bagi legitimasi
politik pada era dewasa ini. Pembuatan hukum dan penegakkan hukum menjadi benar, jika
dilakukan secara demokratis.
Demokrasi adalah sintesis mutkahir bagi manusia modern. Demokrasi merupakan hasil
proses panjang manusia untuk menjadikan dunia sebagai a better place to live in. sebuah
proses yang diawali dengan catatan sejarah “mengesankan” melalui pergulatan pemikiran dan
pertumpahan darah.
Kemasyhuran demokrasi sebagai pil pahit yang menyehatkan banyak mengundang
berbagai kalangan intelektual modern untuk memaknai demokrasi baik secara universal
maupun partikular. Budayawan Emha Ainun Najib menyebut demokrasi sebagai la raiba fih
tak ada keraguan di dalamnya, hal ini dilihat dari matra demokrasi yang memberikan ruang
seluas-luasnya bagi hak asasi manusia serta nilai-nilai kebebasan sebagai warga negara baik
berbicara, berpendapat maupun bertanya. Bagi tokoh proklamasi Muhammad Hatta
demokrasi merupakan kedaulatan rakyat yang beradasarkan nilai-nilai kebersamaan dan
kekeluargaan.
Demokrasi diangkat sebagai tujuan perjuangan hak asasi manusia yang kemudian
menjadi euphoria bagi kalangan pemuda, telah tercatat dalam sejarah demokrasi Indonesia
melewati beberapa generasi, demokrasi itu sendiri telah melahirkan organisasi-organisasi
kepemudaan era 1920-an hingga organisasi kepemudaan era 1950 – 1990-an.
Euphoria demokrasi bukan hanya tumbuh dan berkembang di Indonesia saja melainkan
di seluruh belahan dunia, demokrasi bahkan telah menjadi candu dan pijakan untuk
meruntuhkan pemerintahan tiran yang membendung hak asasi manusia dan antidemokrasi.
Demokrasi dan pemuda adalah dua hal yang begitu lekat, demokrasi sebagai sebuah
skenario banyak diperankan oleh kalangan muda. Tercatat banyak sistem pemerintahan di
berbagai negara yang ditumbangkan melaui skenario demokrasi yang disutradarai dan
dibintangi langsung oleh kalangan muda dan mahasiswa.
Di Indonesia Orde Lama dan Orde Baru adalah dua pemerintahan yang berhasil
ditumbangkan oleh kekuatan mahasiswa yang kemudian dikenal sebagai people power.
Namun sungguh ironi dikala demokrasi diakui sebagai satu-satunya sistem pemerintahan
yang ideal di situ pula kita jumpai berbagai penghianatan terhadap core values of
democration, tingginya angka korupsi dan corak kepemimpinan yang diktator serta
pemanunggalan kepemimpinan di dalam pemerintahan adalah antitesa demokrasi.
Hal ini mirip dengan corak demokrasi yang dipraktekkan pada masa Yunani antara
abad ke-6 SM. sampai abad ke-4 M. demokrasi yang dipraktekkan adalah berbentuk
demokrasi langsung yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik. Akan tetapi uniknya
hanya kalangan tertentu atau warga resmi saja yang dapat menikmati dan menjalankan sistem
demokrasi, sementara masyarakat masih di marjinalkan sebagai kaum yang tidak bisa
menikmati demokrasi.
B. PEMUDA DAN DEMOKRASI
Mungkin sebagian dari kita masih ingat retorika Bung Karno yang minta di datangkan
pemuda untuk mengguncang dunia, hal ini mengindikasikan superioritas pemuda dalam
pandangan beliau. Dalam kesempatan yang sama Presiden Soekarno secara eksplisit dan
implisit membandingkan pengaruh yang timbul dari generasi tua dan generasi pemuda.
Pemuda memiliki potensi yang besar untuk sebuah pergerakan, maka tidak berlebihan jika
Bung Karno demikian.
Sebagai bagian dari masyarakat muslim di Indonesia tentu kita banyak mendengar
idiom kepemudaan syubbanu al-yaum rijalu al-ghod pemuda saat ini adalah pemimpin di
masa mendatang, himmatu ar-rijal tuhdimu al-jibal cita-cita pemuda dapat meruntuhkan
gunung.
Ungkapan-ungkapan diatas seakan menerangkan bahwa pemuda adalah pemegang
kedudukan strategis baik dalam lingkup kecil maupun besar, pemuda adalah simbol kekuatan
dan semangat, bahkan musisi legendaris mengabadikan masa muda dalam sebuah lirik masa
muda adalah masa yang berapi-api.
Masa muda adalah masa dimana manusia mencari pematangan ideologi dan jati diri,
sebelum masuk pada fase perkembangan manusia dewasa. Atau dapat dipahami masa muda
adalah masa transisi antara masa remaja menuju manusia dewasa.
Matt Jarvis menjelaskan manusia dewasa sebagai manusia yang telah mengembangkan
fungsinya dengan sempurna (fully-functioning person). Ia pun mengutip pendapat Roger yang
mengidentifikasi lima ciri yang disebutnya sebagai prilaku orang dewasa, yaitu bersikap
terbuka terhadap pengalaman, cara hidup yang menghargai keberadaannya di dunia, percaya
pada diri sendiri, kebebasan mencari pengalaman, dan memiliki kreativitas.
Abraham Maslow tokoh psikologi humanistik memetakan kebutuhan manusia dalam
hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan intelektual, kebutuhan estetis, dan aktualisasi diri.
Melihat teori yang ditawarkan pada hirarki ada beberapa poin yang berhubungan erat
dengan kondisi pemuda tepat nya mahasiswa, kebutuhan intelektual, estetis dan aktualisasi
diri ketiga tingkatan ini identik dengan mahasiswa, dimana mahasiswa sebagai pemuda kerap
dikenal sebagai poros intelektual dan aktor aktualisasi yang memiliki pengaruh bagi
lingkungan.
1. Mahasiswa dan demokrasi
Sejak 1920-an kharisma mahasiswa sudah dapat dirasakan hal ini terlihat sejak Sutomo
yang berafiliasi dengan beberapa rekan dekatnya dari sekolah dokter Jawa, Stovia, Sekolah
Guru, Sekolah Pertanian, dan Kehewanan dan Sekolah Pamong Praja. Sebut saja Suraji,
Mohamad Sulaeman, Suwarno, Gunawan Mangunkusumo, Angka, Muhammad Saleh,
Suwardi Suryaningrat, Samsu, dan Sudibyo yang kesemuanya sebagai pengurus pertama
Budi Oetomo.
Tentu kita masih ingat peristiwa 1998 sebagai puncak perjuangan mahasiswa setelah
sebelumnya 1974 dan 1978 selalu gagal meruntuhkan rezim orba, ini merupakan salah satu
tonggak sejarah people power yang dimotori oleh mahasiswa. Mahasiswa medesak Presiden
Soeharto untuk mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, hal ini disebabkan buruknya citra
pemerintahan Orde Baru yang manipulatif dan koruptif sehingga mahasiswa yang dikenal
sebagai penyambung lidah rakyat bahu membahu membentuk sebuah gerakan dan kekuatan
yang berakhir pada runtuhnya rezim tersebut.
Menurut Khatimi Bahri memahami gerakan mahasiswa kita perlu melihat platform
gerakannya. Sejak awal gerakan mahasiswa mengidentifikasikan dirinya sebagai gerakan
moral dengan tuntuntan seputar keadilan, kemerdekaan, pemerataan dan hak asasi manusia.
Ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa sarat dengan visi kebangsaan, keagamaan dan
kemanusiaan.
Sejauh yang kita ketahui gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memiliki visi
yang sama yakni visi kebangsaan hanya saja proses dan cara memperjuangkannya tidak
selalu sama. Namun pada dasarnya kekuatan mahasiswa masih menjadi kekuatan elit sebagai
penyambung lidah dan perpanjangan tangan rakyat.
Peristiwa 1998 adalah puncaknya yang sebelumnya selalu terbentur oleh depolitisasi
mahasiswa yang dilancarkan Orde Baru untuk membendung kekuatan basis mahasiswa yang
vokal terhadap kebijakan-kebijakan ataupun kinerja pemerintahan yang dirasa bersebrangan
dengan esensi kedaulatan rakyat.
Hal inilah yang kemudian merangsang kalangan mahasiswa dan pemuda merasa perlu
meluruskan jalur demokrasi dengan menggagas revolusi reformasi di tiga ranah politik,
ekonomi, dan hukum. Akan tetapi iklim demokrasi masa kini berbeda dengan era awal
perjuangan mahasiswa di 1920-an atau 1990-an, Denny J. A mengungkapkan mahasiswa
sebagai kekuatan elit yang pada awalnya dianggap ampuh telah dikebiri kini mahasiswa tidak
lagi dianggap sebagai elit strategis yang khusus. Ia menambahkan kita pun memahami bahwa
kekuatan politik mahasiswa ternyata adalah kekuatan semu. Mahasiswa sebagai kelompok
tidak lagi mempunyai arti dan posisi strategis di kalangan elit politik atau elit ekonomi.
Hal ini jelas berbeda dengan mahasiswa Indonesia di tahun dua puluhan. Kala itu
mahasiswa adalah generasi pertama kaum terpelajar yang jumlahnya sangat sedikit. Mereka
mempunyai posisi strategis dalam lingkaran elit politik pribumi. Dibandingkan kaum tua
yang datang dari pola tradisional, kaum terpelajar inilah yang mampu menerjemahkan
kegelisahan massa kedalam ideologi dan organisasi modern.
Sebagai mahasiswa perlulah kiranya kita melakukan kontemplasi panjang sejauh
manakah euphoria demokrasi mewarnai masa muda kita, masa dimana seharusnya
pergolakan ideologi demokrasi menjadikan kita sebagai man of idea sekaligus man of action
dalam menafsirkan kegelisahan massa dan mengantarkannya pada pengejawantahan hak asasi
manusia dan kedaulatan rakyat.
2. Mahasiswa dan social control
Jika kita berniat menilik kembali esensi demokrasi maka kita akan menemukan
kesimpulan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan
politik. Yang kemudian bisa kita kenal dalam teori demokrasi klasik sebagai government of
people, government by people, dan government for people. Tiga faktor ini merupakan tolak
ukur sebuah pemerintahan yang demokratis.
Cendekiawan muslim Nurcholis Madjid berpendapat bahwa pandangan hidup
demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara teoritis
maupun pengalaman praktis di negara-negara yang demokrasinya sudah mapan. Setidaknya
ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang
demokratis. Keenam norma tersebut adalah, kesadaran akan pluralism, musyawarah, cara
haruslah sejalan dengan tujuan, norma kejujuran adalah pemufakatan, kebebasan nurani
persamaan hak dan kewajiban, dan trial and error.
Rumusan sandaran hidup demokratis selalu menjadi wacana publik, karena memang
nilai dasar demokrasi integral dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Sedikit saja bagian dari
keduanya tercederai maka aliansi pro demokrasi akan bekerja keras untuk memulihkan luka
keduanya.
Di antara sekian banyak poros pro demokrasi pemuda dan mahasiswalah yang banyak
berbicara dan beraksi dengan lantang mengenai hakikat demokrasi. Geliat mahasiswa seperti
tanpa ujung, animo pergerakannya terus membumbung meskipun kerap berhadapan dengan
pemerintah yang bersembunyi di balik sistem yang berupaya membendung aliran deras aksi
mahasiswa.
Akan tetapi demokrasi sebenarnya bukan hanya milik mahasiswa atau kaum muda
melainkan milik setiap individu, karena secara fitrah setiap manusia memiliki hak-hak yang
harus diterima. Oleh karena itu demokrasi merupakan tujuan bersama ketika ada sistem yang
mencoba memangkas bagian-bagian demokrasi, sebagai contoh ketika pemerintah terkesan
antidemokrasi atau berubah haluan atau lebih parah menghianati demokrasi maka secara
umum rakyat akan menuntut bagian-bagian tersebut yang menjadi haknya.
Salah satu faktor esensial demokrasi government by people memiliki pengertian bahwa
suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas nama dorongan
pribadi elite birokrasi. Selain itu poin ini mnegandung pengertian bahwa dalam menjalankan
kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat (social control). Pengawasan
dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui wakilnya di
parlemen.
Di sinilah peran mahasiswa sebagai bagian dari elemen bangsa, mahasiswa berupaya
menjalankan apa yang disebut social control, melakukan pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan. Jika dirasa ada kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat, terutama rakyat
kecil maka peran mahasiswa adalah sebagai garda depan untuk membela dan mengembalikan
hak-hak rakyat.
Dewasa ini kita ketahui bersama kenaikan harga BBM yang direncanakan oleh
pemerintah menuai protes keras dari berbagai kalangan terutama mahasiswa. Mahasiswa
yang nota bene sebagai agent of change menolak secara tegas hal tersebut, hal ini
berdasarkan pandangan stabilitas perekonomian di kalangan masyarakat bawah yang begitu
riskan. Fragmen ini merupakan bagian dari social control yang dimotori oleh mahasiswa,
wakil rakyat di parlemen yang seharusnya mampu meredam ambisi kenaikan BBM barulah
berfungsi ketika penetrasi mahasiswa membangun kekuatan dan menduduki gedung DPR.
Kebebasan berpendapat yang dijamin oleh demokrasi telah menjadi pandangan kolektif
mahasiswa, sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperjuangkan bendera demokrasi dalam
agenda reformasi. Jika bendera demokrasi setengah tiang maka mahasiswa dalam basis
pemuda senantiasa siap untuk mengerek hingga ke puncak tiang, sampai terwujudnya tatanan
hidup yang demokratis.
C. DEMOKRASI MASA KINI, PELUANG DAN TANTANGAN
Globalisasi merupakan wacana yang sudah diketengahkan dalam isu nasional dan
memaksa Indonesia turut ambil bagian di dalamnya. Globalisasi sebagai linkage
memungkinkan suatu negara berhubungan dengan negara lain dalam berbagai aspek baik
ekonomi, politik budaya maupun hukum.
Bangsa-bangsa di seluruh dunia menyadari telah masuk kedalam era globalisasi,
interaksi antarnegara tersebut saling mempengaruhi secara positif maupun negatif. Mengingat
dampak-dampak globalisasi dapat bersifat positif maupun negatif, suatu negara dituntut untuk
bersikap kritis dan bijaksana dalam menyikapi globalisasi.
Limas Sutanto dalam Gunawan menjelaskan globalisasi sebagai penyatuan dunia oleh
kemudahan teknologi, informasi, dan komunikasi massa dengan segala dampaknya di bidang
ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Dalam perkembangan zaman yang tidak dapat dibendung segala sesuatunya memiliki
beragam potensi peluang dan tantangan. Hak Asasi Manusia yang dilindungi dalam
demokrasi kemungkinan terbesarnya akan memiliki peluang pengembangan diri yang lebih
luas sesuai dengan peluang interaksi dengan dunia internasional, namun di sisi lain ini
menjadi tantangan tersendiri.
Adanya interaksi atau kerja sama Indonesia dengan negara asing dapat membuat
mahasiswa bekerja jauh lebih keras. Indikasi adanya kebijakan pemerintah berdasar
intervensi asing tidak dapat dipungkiri, jika kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak pro
rakyat atau justru merugikan rakyat Indonesia tentu mahasiswa sebagai garda depan akan
bangun lebih pagi. Dewasa ini hal tersebut sudah terjadi, dimana intervensi asing sudah mulai
masuk pada ranah kebijakan sehingga ekses negatif terhadap hal tersebut perlu diwaspadai
bersama.
Globalisasi terus bergerak diimbangi penetrasi teknologi informasi dan komunikasi
yang semakin hari semakin menunjukkan kecanggihannya. Kecanggihan teknologi inilah
yang kemudian dirasa banyak membius mahasiswa sehingga aktualisasi dan militansi
mahasiswa semakin redup. Beragam fitur teknologi yang mampu menjangkau semua
kebutuhan individual menyebabkan asas kebersamaan menjadi surut bahkan pudar, dan
kepekaan sosial semakin tidak terasah. Daya kiritis dan otokritik terhadap berbagai wacana
nasional dianggap sesuatu yang tabu dan tidak banyak diketengahkan. Ini pulalah yang
kemudian mengapa kekuatan mahasiswa tidak lagi disegani atau diperhitungkan sebagai
people power yang membahayakan.
Linkage pemerintah dengan negara manapun itu adalah sebuah pilihan dan bagian dari
demokrasi, namun segala potensi baik positif maupun negatif harus senantiasa diwaspadai
dan di carikan beragam solusi alternatif agar sebisa mungkin rakyat tidak dirugikan dalam
setiap kebijakan yang ditetapkan.
Mahasiswa kembali harus menggulung lengan baju untuk menjalankan social control
karena bagaimanapun mahasiswa adalah elemen masyarakat bangsa yang menurut Jack
Newfield mahasiswa adalah “a prophetic minority”. Mahasiswa adalah kelompok minoritas
dalam masyarakat bangsa. Tetapi mereka memainkan peranan yang profetik, mereka melihat
jauh kedepan dan memikirkan apa yang belum atau tidak dipikirkan masyarakat umumnya.
Dalam visi mereka, nampak suatu kesalahan mendasar dalam masyarakat dan mereka
menginginkan perubahan. Tidak sekedar perubahan marginal, melainkan perubahan
fundamental. Mereka memikirkan suatu proses transformasi. Peranan mereka bagaikan nabi
dan bukan pendeta atau kiai yang sibuk dengan rutinitas. Ini seperti mengingatkan sebuah
hadis nabi saw. yang mengatakan bahwa “cedekiawan adalah pewaris (cita-cita) para nabi”.
Era saat ini tentu mengandung berbagai peluang dan tantangan bagi kalangan
mahasiswa, dengan kesan era yang high tech basis mahasiswa diharapkan mampu
mengoptimalkannya sebagai media aktualisasi diri dan menjalankan social control yang lebih
mapan dan holistik sehingga tidak akan menimbulkan kesan bangsa yang high tech but low
touch. Dengan demikian fungsi dan tujuan social control berjalan pada orbitnya yang tepat
dan sesuai era.
Denny J. A, 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an. Yogyakarta. Lkis
Harjono. 2009 Transformasi Demokrasi. Jakarta Sekretariat Jenderal Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi
ICCE UIN Jakarta. 2008. Pendidikan Keewarganegara an (Civic Education), Kencana,
Jakarta.
Jarvis Matt, 2006. Teori-teori Psikologi, Nuansa, Bandung.
Najib Ainun Emha, 2010 Demokrasi la roiba fih. Jakarta. Kompas
Revitch Diane & Abigail, Demokrasi Klasik & Modern.
Suleman Zulkifli, 2010. Demokrasi Untuk Indonesia, Kompas, Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan dan Ary Ginanjar A. 2008, Mencintai Bangsa dan Negara, Jakarta
ARGA Publisihing.
Sunarto Kamanto, 2004. Pengantar Sosiologi¸ FE UI. Jakarta.
The Habibie Center, 2002. Demokrasi Tak Boleh Henti. Jakarta
Diane Revitch & Abigail, Demokrasi Klasik & Modern.
Gunawan Sumodiningrat dan Ary Ginanjar A, Mencintai Bangsa dan Negara, ARGA
Publisihing, Jakarta: 2008, hal, 44.
Gunawan Sumodiningrat & Ari Ginanjar A, Loc. cit, hal. 44
Komaruddin Hidayat dalam kata sambutan Pendidikan Keewarganegara an (Civic
Education), ICCE UIN Jakarta, Kencana, Jakarta: 2008, hal. vii-viii
Kata Pengantar Dawam Raharjo dalam Denny J. A, Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum
Muda Era 80-an. LKiS, Yogyakarta: 2006, hal. xxxv – xxxvi.
Ibid, hal. xl
Ibid, hal. 3
ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewaragaan (civic edocation), Kencana, Jakarta: 2008, hal.
44
Harjono, Transformasi Demokrasi. Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
Jakarta: 2009, hal. 19.
The Habibie Center, Demokrasi Tak Boleh Henti. Jakarta: 2002, hal. v.
Zulkifli Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia, Kompas, Jakarta: 2010, hal. 183.
Matt Jarvis, Teori-teori Psikologi, Nuansa, Bandung: 2006, hal. 91-92.
Ibid, hal. 94.
Dapat dilihat dalam Denny J. A. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-
an, hal.xiii.
Khatimi Bahri dalam Mahasiswa Menggugat, Potret Mahasiswa Indonesia 1998, Pustaka
Hidayah, Bandung: 1999, hal. 55.
Denny J. A, Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. LKiS, Yogyakarta:
2006, hal 9
ICCE Uin Jakara, Op. cit, hal. 40
Gunawan Sumodiningrat & Ary Ginanjar Agustian, Op. cit. hal. 128
Dawam Raharjo dalam Denny JA, Op. cit. hal. xxxiv