6
Perjanjian Maastricht sebagai Bentuk Akomodasi Semangat Kebersamaan Uni Eropa Tugas Pengganti Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Dinamika Uni Eropa oleh Abellia Anggi Wardani, 0706164744 Program Studi Prancis Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Proses integrasi Eropa menjadi Uni Eropa seperti sekarang ini, telah melalui berbagai perjanjian yang saling melengkapi satu sama lain. Tiga perjanjian yang ikut berperan penting dalam perkembangan Uni Eropa adalah Perjanjian Schengen, Maastricht, dan Amsterdam. Ketiganya memiliki beberapa kesamaan maupun perbedaan baik dalam dari segi tujuan maupun isinya. Esai ini membahas tentang Perjanjian Maastricht yang menjadi salah satu bentuk perjanjian yang paling mengakomodasi semangat kebersamaan Uni Eropa. ____________________________________________________________ ____________ Pada awal tahun 1985, lima negara di Eropa Barat, yaitu Prancis, Jerman, Belgia, Belanda dan Luksemburg menandatangani sebuah perjanjian di kota Schengen, Luksemburg. 1 Perjanjian yang kemudian terkenal dengan sebutan Perjanjian Schengen tersebut awalnya bertujuan untuk memberi kemudahan perpindahan manusia antar negara anggota wilayah Schengen. Meskipun negara-negara yang menandatangani perjanjian ini adalah anggota-anggota European Community (EC), perjanjian ini tidak termasuk ke dalam bingkai EC. 2 Berbeda 1 Philip Thody, An Historical Introduction to the European Union, (London:Roudledge, 1997), 57. 2 Josephine Steiner, EC Law, (England:Oxford University Press, 2006), 10.

Maastricht treaty - Perjanjian Maastricht- Uni Eropa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Maastricht treaty - Perjanjian Maastricht- Uni Eropa

Perjanjian Maastricht sebagai Bentuk Akomodasi Semangat Kebersamaan

Uni Eropa

Tugas Pengganti Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Dinamika Uni Eropa

oleh Abellia Anggi Wardani, 0706164744

Program Studi Prancis Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Proses integrasi Eropa menjadi Uni Eropa seperti sekarang ini, telah melalui berbagai perjanjian yang saling melengkapi satu sama lain. Tiga perjanjian yang ikut berperan penting dalam perkembangan Uni Eropa adalah Perjanjian Schengen, Maastricht, dan Amsterdam. Ketiganya memiliki beberapa kesamaan maupun perbedaan baik dalam dari segi tujuan maupun isinya. Esai ini membahas tentang Perjanjian Maastricht yang menjadi salah satu bentuk perjanjian yang paling mengakomodasi semangat kebersamaan Uni Eropa.________________________________________________________________________

Pada awal tahun 1985, lima negara di Eropa Barat, yaitu Prancis, Jerman, Belgia,

Belanda dan Luksemburg menandatangani sebuah perjanjian di kota Schengen,

Luksemburg.1 Perjanjian yang kemudian terkenal dengan sebutan Perjanjian Schengen

tersebut awalnya bertujuan untuk memberi kemudahan perpindahan manusia antar negara

anggota wilayah Schengen. Meskipun negara-negara yang menandatangani perjanjian ini

adalah anggota-anggota European Community (EC), perjanjian ini tidak termasuk ke

dalam bingkai EC.2 Berbeda dengan Perjanjian Maastricht yang ditandatangani pada

tahun 1992 ataupun Perjanjian Amsterdam pada tahun 1997, keduanya merupakan

kelanjutan proses integrasi Eropa dan berhubungan langsung dengan EC.

Secara umum, ketiga perjanjian ini (Schengen, Maastricht, dan Amsterdam)

memiliki kesamaan, yaitu ditandatangani oleh negara-negara pelopor EC, ketiganya juga

sama-sama membahas tentang free movements of persons.3 Pada Perjanjian Schengen,

yang lebih ditekankan adalah memudahkan perpindahan manusia dari satu negara ke

negara lain tanpa pemeriksaan di perbatasan internal. Kemudian dikembangkan pada

Perjanjian Maastricht yang mengatur tentang perpindahan manusia dalam kategorisasi

(turis dan pekerja) serta menetapkan beberapa kebijakan tentang imigrasi yang 1 Philip Thody, An Historical Introduction to the European Union, (London:Roudledge, 1997), 57.2 Josephine Steiner, EC Law, (England:Oxford University Press, 2006), 10.3 Thody, Op.cit., 48.

Page 2: Maastricht treaty - Perjanjian Maastricht- Uni Eropa

dimasukkan ke dalam pilar ketiga, Justice and Home Affaires. Baru pada Perjanjian

Amsterdam, Perjanjian Schengen dimasukkan ke dalam bingkai UE.4

Selain itu, tujuan utama ketiga perjanjian tersebut pun sama, yaitu merintis Eropa

yang bersatu. Sebagai contoh, Perjanjian Schengen, dengan adanya kemudahan mobilitas

manusia dari satu negara ke negara lain, jelas memberi efek positif terhadap konsep

Eropa bersatu. Di lain pihak, Perjanjian Maastricht, merupakan sebuah jawaban atas

pergolakan politik di antara negara-negara anggota EC pada akhir tahun 1980an akibat

peristiwa penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur. Namun karena Perjanjian

Maastricht dirasa belum mampu mengakomodir semua permasalahan yang terjadi di

antara anggota-anggota UE, maka diadakan Intergovernmental Conference (IGC) pada

tahun 1996 yang kemudian berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Amsterdam

pada tahun 1997.5

Perbedaan yang mendasar antara Perjanjian Maastricht dan Amsterdam adalah

dalam hal fungsi dan struktur organisasi. Pada Perjanjian Maastricht, yang ditekankan

adalah perubahan struktur organisasi di mana kemudian lahir tiga pilar sebagai substansi

penting organisasi, sedangkan pada Perjanjian Amsterdam, hanya ada pemindahan lokasi,

sebagai contoh, proses administrasi penerimaan anggota baru dari negara dunia ketiga

yang dulunya diatur pada pilar ketiga (Justice and Home Affaires) dipindah ke pilar

pertama (European Community).6 Perbedaan lainnya, Perjanjian Maastricht bertujuan

untuk memperluas kekuatan komunitas yang ditandai dengan banyaknya rencana

kegiatan, penambahan bidang kerja7, serta pengambilan kebijakan-kebijakan baru,

sedangkan Perjanjian Amsterdam hanya dalam tataran mengefektifkan kemampuan yang

ada, seperti memilih seorang High Representative8, serta lebih berisi tentang persiapan

menghadapi perluasan anggota yang berasal dari Eropa Timur. Dari uraian tersebut, dapat

4 Steiner, Op.cit.,10. 5 Paul Craid & Grainne de Burca, EC Law, (England : Oxford University Press, 2003), 29.6 Steiner, Op.cit.,10.7 ‘The treaty adds several new fields of activity, including the following titles : culture, trans-european networks, industry, and development cooperation.’ Stephen Weatherill & Paul Beaumont, EC Law, (England: Penguin books, 1995), 12.8 High Representative atau Menteri Luar Negeri Uni Eropa bertugas mewakili UE dalam pertemuan-pertemuan Internasional. Pemilihan Menlu baru pertama kali diadakan berdasarkan hasil dari Perjanjian Amsterdam.

Page 3: Maastricht treaty - Perjanjian Maastricht- Uni Eropa

dikatakan bahwa Perjanjian Amsterdam merupakan amandemen dari Perjanjian

Maastricht.9

Setelah mengetahui beberapa persamaan dan perbedaan antara Perjanjian

Schengen, Maastricht, dan Amsterdam, muncul pertanyaan di benak kita, manakah

perjanjian yang paling dapat mengakomodir semangat kebersamaan Uni Eropa sehingga

dapat menjadi sebuah organisasi besar seperti sekarang ini?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi perombakan besar-besaran baik

pada struktur organisasi maupun fungsi organisasi setelah ditandatanganinya Perjanjian

Maastricht, sehingga perjanjian ini menjadi salah satu penanda penting dalam integrasi

Eropa. Uraian berikut akan memberikan gambaran singkat tentang Perjanjian Maastricht

yang memberi pengaruh signifikan terhadap proses menuju Eropa yang bersatu.

Perjanjian Maastricht

Setelah melewati dua IGC yang membahas tentang penyatuan ekonomi dan

politik Eropa,10 barulah pada tahun 1992 Perjanjian Maastricht ditandatangani. Tujuan

utama perjanjian ini adalah untuk menyelesaikan permasalahan baik dalam bidang

ekonomi ataupun bidang politik diantara anggota EC. Pada perjanjian ini pula lahir tiga

pilar utama yaitu European Community, Common Foreign and Security Policy, dan

Justice and Home Affaires. Selain itu, salah satu hal yang paling penting dalam perjanjian

ini adalah dipakainya nama Uni Eropa (European Union) menggantikan European

Community.

Pergantian nama dari EC menjadi UE menunjukkan bahwa organisasi ini bukan

lagi sekedar komunitas (community) tetapi merupakan suatu kesatuan (union). Hal

tersebut sejalan dengan konsep UE sebagai suatu bentuk negara-bangsa bagi seluruh

masyarakat di kawasan Eropa11, yang dapat dilihat dalam pasal 8 (1) dari Perjanjian

Maastricht.12

9 Craid, Op.cit.,30.10 Michael J. Baum, “The Maastricht Treaty as High Politics: Germany, France, and European Integration”, Political Science Quarterly Volume 110 No.4 (1995-1996): 619.11 Nasrulloh Riyano, “Integrasi Eropa dan Konsep Negara-bangsa: Perbedaan Pengalaman Historis Prancis, Inggris, dan Jerman”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa Volume III-no.3 (2007): 95.12 Pasal 8 (1) Perjanjian Maastricht : Citizenship of the Union is hereby established. Every person holding the nationality of a Member State shall be a citizen of the Union. Citizenship of the Union shall complement and not replace national citizenship.

Page 4: Maastricht treaty - Perjanjian Maastricht- Uni Eropa

Dalam bidang ekonomi, Perjanjian Maastricht menyinggung tentang proses

integrasi ekonomi Eropa yang dilakukan dengan lebih berorientasi sosial agar kebijakan

yang diambil disesuaikan dengan keadaan sosial negara-negara anggota.13 Dari perjanjian

ini pula muncul gagasan untuk mendirikan bank Sentral Eropa sebagai salah satu bentuk

penyatuan sistem moneter di antara negara anggota.

Dalam bidang sosial, seperti yang telah disinggung sebelumnya, Perjanjian

Maastricht memberi ruang sebesar-besarnya terhadap isu sosial yang menjadi

permasalahan utama di dalam organisasi. Lewat beberapa kebijakan yang diambil, UE

berusaha meningkatkan kualitas hidup para pekerja, memberi perlindungan sosial, serta

mengembangkan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja para pekerja.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Maastricht telah memberi

warna baru terhadap proses integrasi Eropa, dan sudah cukup mengakomodir semangat

kebersamaan Uni Eropa. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan nama dari EC menjadi

UE, pemberian status warga negara Uni Eropa sebagai bentuk identitas komplementer,

penyatuan sistem moneter dengan kebijakan didirikannya bank Sentral Eropa, serta

beberapa kebijakan baru yang lebih berorientasi sosial serta perbaikan terhadap kualitas

hidup para pekerja sehingga tidak ada lagi kesenjangan sosial yang kentara antara negara

anggota.

13 ‘marks a new stage in the process of creating an ever closer union among the peoples of Europe in which decisions are taken as closely as possible to the citizen.’ Josephine Shaw, European Community Law, (United Kingdom: Macmillan Press, 1993):333.