59
REFRAT LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT & LEUKIMIA MIELOSIT KRONIK Blok 14 – Hematologi dan Imunologi Disusun oleh: Muhammad Hanif Baswedan 4111131127 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

REFRAT LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT

& LEUKIMIA MIELOSIT KRONIK

Blok 14 – Hematologi dan Imunologi

Disusun oleh:Muhammad Hanif Baswedan

4111131127

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2015

Page 2: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

SKENARIO

SKENARIO 1

Seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun diantar orang tuanya ke poliklinik

dengan keluhan demam sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak terlalu tinggi,

keluhan disertai dengan lemah badan, nyeri-nyeri tulang, pucat, napsu makan

sangat berkurang, sehingga berat badan anak turun sampai 3 kg. Dalam 3 minggu

ini keluhan bertambah parah, selain keluhan diatas penderita juga mengalami

perdarahan di gusi hampir setiap hari, benjolan di leher, dan ketiak yang makin

membesar dan bertambah banyak. Pada pemeriksaan fisik tampak palmar pucat,

hipertropi ginggiva dan perdarahan gusi, general limfadenopati,

hepatosplenomegali. Pemerksaan lboratorium didapatkan: Hb. 7 g/dl, leukosit.

150.000/mmk, trombosit. 70.000/mmk. Hitung jenis: 2/1/1/20/76/0, Morfologi

darah tepi: Eritrosit: jumlah kurang, mikrositik normokromik, normoblas (+),

Leukosit: jumlah lebih, segmen jarang, limfosit jarang, limfoblast (+), Trombosit:

jumlah kurang, giant trombosit (+).

SKENARIO 2

Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke poliklinik umum RS Dustira

dengan keluhan utama lemah badan. Keluhan dirasakan sejak sekitar 1 – 2 bulan

lalu dan semakin hari semakin dirasakan lemah. Keluhan disertai demam, banyak

berkeringat, penurunan berat badan, cepat kenyang dan perut terasa penuh.

Pemeriksaan Fisik:

KU: CM, T: 130/80mmHg, N: 105x/menit, Respirasi 30x/menit, S: 37,8

Kepala: konjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/- gusi: hipertrofi (-) KGB:

tdk teraba membesar

Cor: BJ I-II murni reguler, Pulmo: VBS +/+, Rh-/- wh:-/-

Abdomen: hepar tidak teraba, Lien: Schuffner 4 ektremitas: purpura (+)

2

Page 3: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Pemeriksaan lab:

Hb: 8gr/dl Leukosit: 100.000/mm3 Trombosit: 100.000/mm3 LED:

30/40 mm/jam

3

Page 4: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

CASE OVERVIEW DAN PETA KONSEP

Skenario I

Data KeteranganAnak laki-laki, 11 tahun KU : demam tidak terlalu tinggi, sejak 2 bulan yang lalu

Insidensi LLAGejala klinis

KP : 1. Lemah badan 2. Nyeri-nyeri tulang3. Pucat 4. Napsu makan sangat berkurang 5. BB : 3 kg 6. Gusi berdarah hampir tiap hari 7. Benjolan di leher dan ketiak,

semakin banyak dan bertambah besar

1. Gejala anemia 2. Infiltasi sumsum tulang oleh sel-

sel leukemi3. Gejala anemia4. Gejala anemia5. Gejala anemia 6. Gejala klinis leukemia 7. Gejala dari leukemia

Dalam 3 minggu, keluhan semakin memberat

Progresif

Pemeriksaan fisik :

1. Ekstremitas : palmar pucat 2. Mulut : gingiva : hipertrofi dan

perdarahan 3. General limfadenopati 4. Hepatosplenomegali

1. Kurangnya suplai O22. Adanya infeksi dan gejala klinis

leukemia3. Gejala leukemia 4. Gejala klinis leukemia

Pemeriksaan laboratorium :

1. Hb : 7 g/dl2. Leukosit : 150.000/mmk3. Trombosit : 70.000/mmk4. Hitung jenis : 2/1/1/20/76/05. Morfologi darah tepi :

a. Eritrosi : jumlah kurang b. Mikrositik normokromik c. Normoblas +d. Leukosit : jumlah lebih, segmen

jarang, limfosit jarang, limfoblas +

e. Trombosit : jumlah kurang, giant trombosit +

Menurun Normal Trombositopenia Shift to the left

DK: Leukimia Limfoblastik Akut

4

Page 5: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Skenario II

Data Keteranganlaki-laki berusia 65 tahun KU : lemah badan

Insidensi LMKDD/ anemia, hipoglikemi

KP : Demam, banyak berkeringat, penurunan berat badan, cepat kenyang dan perut terasa penuh.

DD/ tanda dan gejalan leukemia mieloblastic kronik, TB, miloma multiple

Keluhan dirasakan sejak sekitar 1 – 2 bulan lalu dan semakin hari semakin dirasakan lemah

8. Perjalanan penyakit bersifat progresif

Pemeriksaan fisik :

1. KU: CM, T: 130/80mmHg, N: 105x/menit, Respirasi 30x/menit

S; 37,8 2. Kepala: konjunctiva anemis +/+,

sklera ikterik -/-3. gusi: hipertrofi (-)4. KGB: tdk teraba membesar 5. Cor: BJ I-II murni reguler,

Pulmo: VBS +/+, Rh-/- wh:-/- 6. Abdomen: hepar tidak teraba,

Lien: Schuffner 4ektremitas: purpura (+)

5. Tekanan darah : pre hipertensiNadi: takikardiRespirasi: takipneaSuhu: subfebris

6. Terdapat anemia sebagai tanda fase lanjut LMK7. Singkirkan DD/ LLA8. DD/ LMK, myeloma multiple9. Dbn10. Lien di schuffner 4 sebagai tanda klinis LMK, adanya purpura sebaga fase lanjut LMK

Pemeriksaan laboratorium :

Hb: 8gr/dlLeukosit: 100.000/mm3

Trombosit: 100.000/mm3LED: 30/40 mm/jam

Terdapat anemia

Leukositosis dan LED meningkat.Terdapat trombositopenia

DD/ Leukemia myeloma kronikMultiple Mieloma

DK/ Leukemia myeloma kronik

5

Page 6: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

KRITERIA DIAGNOSIS KERJA

DAN DIAGNOSIS BANDING LAIN

DEFINISI

Skenario I

Leukimia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel

prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, berasal dari limfosit B, dan sisanya

leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak

pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa. Jika

tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal.

Skenario II

Leukemia granulositik kronik/Leukimia mielositik kronik adalah penyakit

mieloproliferatif dengan ditandai adanya proliferasi sel induk hematopoietik

pada berbagai stadium diferensiasi

Leukimia granulositik kronik/Leukimia mielositik kronik merupakan

leukimia yang pertama ditemukan serta diketahui patogenesinya. Secara

klasifikasi, dahulu LGK termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang

ditandai dengan gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat

dengan mudah nelihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit

(bahkan mieloblas), metamielosit, mielodit, sampai granulosit.

6

Page 7: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

KLASIFIKASI

Skenario 1

Klasifikasi imunologi

Precursor B-Acute Lymphoblastik Leukemia (ALL)-70%: common ALL

(50%), null ALL, pre B ALL

T-ALL (25%)

B_ALL (5%)

Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau adanya berbagai

antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan

adalah common ALL. Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif

dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL merupakan penyakit yang jarang,

dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif

(varian Burkitt).

Klasfikasi morfologi the French-American-British (FAB)

L1: Sel blas berukuran kecil seragam, dengan sedikit sitoplasma dan

nukleoli yang tidak jelas

L2: Sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan

rasio inti-sitoplasma yang rendah

L3: Sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik

Skenario 2

Dalam perjalanan penyakitnya LGK dibagi kedalam 3 fase, yaitu:

1. Fase kronik: Anemia ringan, splenomegali, leukositosis, 5-10% jadi

mielofibrosis

2. Fase Akselerasi: Demam, leukositosis bertambah, anemia dan

trombositopenia progresif, basofil meningkat, resisten terhadap pengobatan.

3. Fase Krisis Blas: Gejala lebih hebat dari akselerasi bisa berupa limfoblast

atau mieloblast

7

Page 8: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

MANIFESTASI KLINIS

Skenario 1

Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Anoreksi

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel

leukemia)

Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)

Infeksi mulut, saluran nafas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis.

Penyebab paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri

gram negatif usus, serta berbagai spesies jamur.

Perdarahan kulit (ptekie, ekimosis), perdarahan gusi, hematuria,

perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.

Hepatomegali

Splenomegali

Limfadenopati

Masa di mediastinum (sering pada LLA sel T)

Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi

intrakranial, perubahan status mental, kelumpuhan saraf oleh terutama

saraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal

Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil.

Skenario 2

Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa

cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri

seperti di remas di perut kanan atas akibat desakan dari limpa. Keluhan lain yang

tidak spesifik misalnya:

Rasa cepat lelah

Lemah badan

Demam yang tidak terlalu tinggi

Keringat malam

8

Page 9: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Penurunan berat badan

Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua

keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetaboolisme akibat proliferasi sel-

sel leukimia.

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau

mengalami akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakan, pasien berada pada fase

kronis, maka kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas

fase akselerasi adalah: leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obatan

mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan

trombosit <100.000/mm3. Secara klinis fase ini dapat diduga bila limpa yang

tadinya sudah mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia

bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila disertai demam biasanya ada

infeksi,

9

Page 10: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

ILMU KEDOKTERAN DASAR

Pembentukan sel-sel darah

Sel darah memulai kehidupannya di dalam sumsum tulang dari suatu tipe

sel yang disebut sel stem hematopoietik pluripoten , yang merupakan asal dari

semua sel dalam darah sirkulasi. Sewaktu sel-sel darah ini berproduksi, ada

sebagian kecil dari sel-sel ini yang bertahan persis seperti sel-sel pluripoten

asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel

darah tersebut, walaupun jumlahnya berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Berbagai commited stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan

menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang

menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit, dan singkatan

CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Demikian pula, unit yang

10

Page 11: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan singkatan CFU-GM,

dan seterusnya.

Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacam-

macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan

empat penginduksi pertumbuhan yang utama dan masing-masing memliki ciri

khas tersendiri. Salah satunya adalah interluekien -3, yang memlukai

pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis commited stem cells yang

berdeda-beda, sedangkan yang lain hanya menginduksi pertumbuhan pada tipe-

tipe sel yang spesifik.

Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu

diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkain protein yang lain, yang disebut

penginduksi diferensiasi.

Pembentukan Sel Darah Putih

Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit

dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya di

kelenjar limfoid, limpa, timus, tnsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di

mana saja dalam tubuh, seperti sumsum tulang dan pla Peyer di bawah epitel

dinding usus.

Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, disimpan dalam

sumsum sampain diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudia,bila kebutuhan sel

darah putih ini muncul, berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit

tersebut dilepaskan. Liimfosit sebgaina besar di simpan di berbagai area jaringan

limfoid, kecualu sejmulah kecil limfosit yang angkuta dalam darah untuk

sementara waktu.

Granulosit

11

Page 12: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis

granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

a. Neutrofil

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,

sangat fasitrik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk

menyerang dan menghacurkan bakteri, virus atau agen penyebab ifeksi laiinya.

Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60%,

dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan

waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam

jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.

b. Eosinofil

Eosinofil meupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat

terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang

kasar dan besar. Sel garnulanya bewarna merah sampai jingga.

12

Gambar 1. Neutrofil

Page 13: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam

sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa

8-12 hari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari

neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.

c. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari

1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplsma

yang bentuknya tidak beraturan dan bewarna keunguan sampai hitam.

Besofil memiliki fungsi menyerupai sel mas, mengandung histamin untuk

membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.

13

Gambar 2. Eosinofil

Gambar 3. Basofil

Page 14: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplsma. Agranulosit

terdiri dari limfosit dan monosit.

a. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar

20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaki imunitas.

Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T

bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak

bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bentung. Limfosit

T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melaui pembentukan sel

yang eaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang degan semestinya,

berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan immunoglobulin, sel-

sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.

14

Gambar 4. Limfosit

Page 15: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah

putih. Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel

cedera dan mati, fragmen-frgamen sel, dan mikroorganisme.

1. Hematopoiesis

15

Gambar 5. Monosit

Page 16: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Hematopoiesis adalah proses pembentukan sel-sel darah, yang terdiri dari sel

darah merah, sel darah putih dan platelet.

Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh

adanya colony stimulating (factor perangsang koloni). Colony stimulating ini

dihasilkan oleh leukosit dewasa.

Leukosit dibentuk di sumsum tulang terutama seri granulosit, disimpan dalam

sumsum tulang sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya

meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Proses

pembentukan limfosit, ditemukan pada jaringan yang 7 berbeda seperti sumsum

tulang, thymus, limpa dan limfonoduli. Proses pembentukan limfosit dirangsang

oleh thymus dan paparan antigen.

Bertambahnya jumlah leukosit terjadi dengan mitosis (suatu proses

pertumbuhan dan pembelahan sel yang berurutan). Sel-sel ini mampu membelah

diri dan berkembang menjadi leukosit matang dan dibebaskan dari sumsum tulang

ke peredaran darah. Dalam sirkulasi darah, leukosit bertahan kurang lebih satu

hari dan kemudian masuk ke dalam jaringan. Sel ini bertahan di dalam jaringan

hingga beberapa minggu, beberapa bulan, tergantung pada jenis leukositnya.

Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit. Leukosit ada 2

jenis, sehingga pembentukannya juga sesuai dengan seri leukositnya.

Pembentukan sel pada seri granulosit (granulopoiesis) dimulai dengan fase

mieloblast, sedangkan pada seri agranulosit ada dua jenis sel yaitu monosit dan

limfosit. Pembentukan limfosit (limfopoiesis) diawali oleh fase limphoblast,

sedangkan pada monosit (monopoiesis) diawali oleh fase monoblast.

2. Granulopoiesis

Granulopoiesis adalah evolusi paling dini menjadi myeloblas dan akhirnya

menjadi sel yang paling matang, yang disebut basofil, eosinofil dan neutrofil.

Proses ini memerlukan waktu 7 sampai 11 hari. Mieloblas, promielosit, dan

mielosit semuanya mampu membelah diri dan membentuk kompartemen

16

Page 17: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

proliferasi atau mitotik. Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi pembelahan, dan sel

mengalami pematangan melalui beberapa fase yaitu: metamielosit, neutrofil

batang dan neutrofil segmen. Di dalam sumsum 8 tulang sel ini mungkin ada

dalam jumlah berlebihan yang siap dibebaskan apabila diperlukan. Sel-sel ini

dapat menetap di sumsum tulang sekitar 10 hari, berfungsi sebagai cadangan

apabila diperlukan.

3. Limfopoiesis

17

Page 18: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Limfopoiesis adalah pertumbuhan dan pematangan limfosit. Hampir 20% dari

sumsum tulang normal terdiri dari limfosit yang sedang berkembang. Setelah

pematangan, limfosit masuk ke dalam pembuluh darah, beredar dengan interval

waktu yang berbeda bergantung pada sifat sel, dan kemudian berkumpul di

kelenjar limfatik.

4. Monopoiesis

Monopoiesis berawal dari sel induk pluripoten menghasilkan berbagai sel

induk dengan potensi lebih terbatas, diantaranya adalah unit pembentuk koloni

granulosit yang bipotensial. Turunan sel ini menjadi perkusor granulosit atau

menjadi monoblas. Pembelahan monoblas menghasilkan promonosit, yang

sebagiannya berpoliferasi menghasilkan monosit yang masuk peredaran. Yang

lain merupakan cadangan sel yang sangat lambat berkembang. Waktu yang

dibutuhkan sel induk sampai menjadi monosit adalah sekitar 55 jam. Monosit

tidak tersedia dalam sumsum dalam jumlah besar, namun bermigrasi ke dalam

sinus setelah dibentuk. Monosit bertahan dalam pembuluh darah kurang dari 36

jam sebelum akhirnya masuk ke dalam jaringan.

18

Page 19: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO

19

Page 20: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

ETIOLOGI

Skenario I

Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA

adalah :

1. Radiasi ionik.

Orang – orang yang selamat dari ledakan bom atom Hiroshima dan

Nagasaki mempunyai risiko relati keselurahn 9,1 untuk berkembang

menjadi LLA

2. Paparan benzena kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsm tulang,

kerukana kromosom, dan leukemia

3. Merokok seidkit meningkatkan risiko LLA pada usia di atas 60 tahun

4. Obat kemoterapi

5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA

6. Pasien dengan sindroma Down dan Wiskott-Aldrich

Skenario II

Tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan kelainan kromosom yang

selalu sama pada pasien LGK, yaitu 22q atau hilangnya sebagian lengan panjang

dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph).

Selanjutnya, di tahun 1973 Rowley menemukan bahwa kromosom Ph terbentuk

akibat adanya translokasi respirokal antara lengan panjang kromosom 9 dan 22,

lazimnya ditulis t(9;22)(q34;q11).

Dengan kemajuan di bidang biologi molekuler, pada tahun 1980 diketahui

bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata didapatkan

adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9 (9q34),

yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di

lengan panjang kromosom 22 (22q11).

FAKTOR RISIKO

Skenario I

20

Page 21: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya LLA

Radiasi ionik

Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum

tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia

Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia di atas 60 tahun

Obat kemoterapi

Infeksi EBV berhubungan kuat dengan L3

Pasien dengan sindrom Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai risiko

yang meningkat untuk menjadi LLA

Skenario 2

Sampai saat ini yang dicurigai ikut berperan dalam patogenesis terjadinya

LMK adalah faktor radiasi ion, virus dan bahan-bahan kimia. Menurut beberapa

laporan kasus LMK lebih tinggi pada orang yang bekerja di unit radiologi, orang

yang terpapar radiasi bom atom, penderita yang mendapat terapi radiasi karena

penyakit Ankilosing spondilitis dan penyakit lain. Walaupun begitu, hanya 5 – 7

% dari kasus LMK yang dilaporkan berhubungan dengan adanya paparan radiasi

dan hal ini sangat jarang mengenai kelompok anak-anak. Berdasarkan penelitian

terhadap penduduk yang hidup setelah terpapar radiasi bom atom, waktu yang

diperlukan mulai dari saat terpapar sampai timbulnya gejala klinis adalah antara 5-

10 tahun. Pada anak muda, khususnya yang terpapar saat umur di bawah 5 tahun

akan meningkatkan kejadian LMK, tetapi tidak dijumpai adanya peningkatan

kejadian pada bayi dalam kandungan yang ibunya terpapr saat hamil. Secara

skematis perubahan-perubahan yang terjadi mulai dari masa inisiasi preleukemia

dan akhirnya menjadi leukemia.

PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh

terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat

dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel

21

Page 22: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda

dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi

memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.

Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk

sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada

jaringan.

Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi

kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom

dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh

kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),

delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah

bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan

mulainya proliferasi sel abnormal.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah

putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.

Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari

kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom

mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah

tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum

tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah

yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk

hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

Skenario 1

Kelainan sitogenik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa adalah

t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan

sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL

22

Page 23: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)(q34;q11)] yang

dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse

transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine

protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat

protein, sehingga terjadi aktivasi jalur tranduksi sinyal yang penting dalam

regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.

Kelainan yang lain yaitu -7, +8, dan karyotipe hipodiploid berhubungan

dengan prognosis yang buruk, sedangkan t(10;14) dan karyotipe hiperdiploid

tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari

pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor yang

mempunyai peranan penting dalam mengontrol progresi siklus sel, misalnya

p16(INK4A) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi,

dan penyusunan kembali gen (gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A)

dan p16(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supresor tumor RbI dan p53 ternyata

lebih sering terjadi. Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini

ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.

Skenario 2

23

Page 24: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Gambar 6. Bagan Patofisiologi LMK

Seperti yang telah disinggung di atas, gen BCR-ABL pada kromosom Ph

menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel induk pluripoten pada sistem

hematopoiesis. Klon-klon ini, selain proliferasinya berlebihan juga dapat

bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga

bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya

klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya.

Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak

terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini

masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima dan

Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat

akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini

24

Page 25: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen

resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.

Gen hibrid BCR-ABL yang berada pada kromosom Ph ini selanjutnya

mensintesis protein 210 kD yang berperan dalam leukemogenesis, sedang peranan

gen resiprokal ABL-BCR tidak diketahui.

Saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom Ph, seperti tampak

pada tabel 1. Varian-varian ini dapat terbentuk karena translokasi kromosom 22

atau kromosom 9 dengan kromosom lainnya. Varian lain juga dapat terbentuk

karena patahan pada gen BCR tidak selalu di daerah q11, akan tetapi dapat juga di

daerah q12 atau q13 (Heim dan Mitelman, 1987), dengan sendirinya protein yang

dihasilkan juga berbeda berat molekulnya.

Jadi sebenernya gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q) selalu terdapat pada

semua pasien LGK, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70%

pasien LGK. Pada perjalanannya penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih rawan

terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80%

pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi

19, dan isokromosom lengan panjang kromosom 17 i(17)q. Dengan kata lain

selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam

patofisiologi LGK atau terjadi abnormalitan dari gen supresor tumor, seperti gen

p53, p16, dan gen Rb.

Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun

demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Anemia

Penderita akan menampakan cepat lelah, pucat dan bernapas cepat (sel darah

merah dibawa normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya

penderita bernapas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen

dalam tubuh).

2. Perdarahan

25

Page 26: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Ketika platelet (sel pembeku darah trombosit) tidak terproduksi dengan wajar

karena didominasi oleh sel darah putih, makan pendertia akan mengalami

perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan

kulit).

3. Terserang infeksi

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama

melawan penyakit infeksi. Pada penderita leukemi, sel darah putih yang

terbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi

semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri,

bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam,

keluar cariran putih dari hidung )meler) dan batuk.

4. Nyeri tulang dan persendian

hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)

mendesak pada oleh sel darah putih.

5. Nyeri perut

Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel

leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang

menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri.

Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.

6. Pembengkakan kelenjar lympa

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar

lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa

bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan

menyebabkan pembengkakakn.

7. Kesulitan bernapas (dyspnea)

Penderita mungkin manampakkan gejala kesulitan bernapas dan nyeri dada,

apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

26

Page 27: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Skenario 1

Pemeriksaan lab darah: hiperleukositosis (>100.000/mm) terjadi pada 15%

pasien dan dapat melebihi 200.000/mm. Anemia dan trombositopenia.

Trombosit kurang dari 25.000/mm

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: tampak hiperselular dengan limfoblas

lebih banyak, lebih dari 90%.

Sitokimia: pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan

memberikan hasil yang negatif. Pewarnaan fosfatase asam akan positif

pada limfosit T, sedangkan pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) akan

positif pada sel B.

Imunofenotip (flow cytometry): berguna untuk diagnosis dan klasifikasi

LLA.

o Untuk sel prekursor B: CD10 (common ALL antigen), CD 19,

CD79A, CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT

o Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8

o Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20, CD22

Sitogenik: translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada sel

B.

Skenario 2

1. Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun,

leukosit antara 20.000-60.000/mm3. Persentasi eosinofil dan atau basofil

meningkat. Trombosit biasanya meningkat antara 500.000-600.000/mm3.

Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat ditemukan normal atau

trombositopenia.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

- Anemia ringan-sedang

- Leukosit > 50 000/mm3, bahkan > 500 000/mm3

- Hitung jenis leukosit: 25-50% mielosit

27

Page 28: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

< 5% mieloblas,

sisanya promielosit, metamielosit, batang & segmen (netrofil, eosinofil,

basofil)

- Trombosit: stadium awal &

stadium akhir perdarahan

2. Apus Darah Tepi

Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya

polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan

diferensiasi dan maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan

metamielosit meningkat, demikian juga persentasi eosinofil dan atau basofil

Hasil Pemeriksaan Darah Tepi

- Eritrosit: Normokrom normositer, normoblas

- Leukosit: Penuh sekali seri granulosit (mieloblas segmen netrofil,

eosinofil, basofil) Gambaran Pasar Malam

- Trombosit: Ditemukan banyak kelompok trombosit

3. Apus Sumsum Tulang

Selularitas meningkata (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel

leukimia, sehingga rasio mieloid:eritroid meningkat. Megakariosit juga

tampak lebih banyak. Dengan pewarnaa retikulin, tampak bahwa stroma

sumsum tulang mengalami fibrosis.

4. Karyotipik

Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat

ini teknik ini sudah mulai ditinggalkan dan peranannya digantikan oleh

metode FISH (Fluorescen Insitu Hybridization) yang lebih akurat.

Beberapa abersi kromosom yang sering ditemukan pada LGK, antara lain:

+8, +9, +19, +21, i(17).

5. Pemeriksaan Laboratorium Lain

Sering ditemukan kondisi hiperurikemia

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Lainnya

- Neutrophil alkaline phosphatase

- Asam urat meningkat

28

Page 29: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

- 90% penderita CML ditemukan kromosom Philadelphia (Ph` +) atau

BCR-ABL akibat t(9; 22) (q34 ; q11)

- Fase akselerasi atau krisis blas terjadi perubahan sitogenetik (70-80%

penderita) trisomi, isokromosom 17, t19, bertambahnya kromosom Ph

29

Page 30: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

KOMPLIKASI

Skenario I

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi,

anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini

bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah

bakteri, yang akan dimanifestasikan oleh sepsis, penumoni, selulittis, dan otitis

media.

Dengan menggunakan kemoteraou yang intensif dan pemajanan

antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh

Candida atau Aspergilus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit

dibiakan dari ahan darah.

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau

pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas

pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat,

paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien.

Skenario II

Beberapa masalah dalam penanganan LMK :

1.      Masalah metabolik

Masalah metabolik terjadi akibat cepatnya sitolisis, yang akan

mengakibatkan terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia.

Hal tersebut harus di antisipasi, dan di terapi dengan pemberian cairan yang

cukup, alkalinisasi dan pemberian allupurinol.

2.      Hiperkulositosis

Peningkatan ekstrim dari leukosit pada LMK dapat menyebabkan

komplikasi leukostatik pada beberapa organ khususnya otak, paru, retina dan

penis. Sejak leukosit kurang seimbang dengan eritrosit akan terjadi

peningkatan viskositas darah akibat peningkatan fraksi leukosit tersebut.

30

Page 31: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Myeloblas merupakan sel yang lebih kaku dibandingkan sengan leukosit lain,

juga meningkatkan viskositas tersebut.

Jika hiperleukositosis mencapai > 200 000/mm3 atau > 50 000/mm3, penderita

harus diterapi secara simultan dengan obat sitotoksik seperti hidroksiurea 50-

75 mg/kgbb/hari dengan infus intravena, transfusi tukar dan transfusi eritrosit.

3.      Priapism

Nyeri persisten pada penis mungkin merupakan akibat obstruksi oleh

leukemia, adanya penyumbatan pada korpora kavernosa akibat tertekannya

saraf dan vena oleh pembesaran lien. Aterapi mencakup pemberian analgetik,

pemberian cairan yang cukup, kompres hangat, radioterapi (pada penis atau

lien) dan pemberian kemoterapi dosis tinggi (50-74 mg/kgbb/hari intravena).

4.      Leukemia Meningeal

Leukemia meningeal pada LMK fase kronis sering tidak diketahui dan

jarang dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat

bila penderita bertahan hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa

paralysis saraf pusat dan udema papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukannya

sel blas pada cairan cerebrospinal. Terapi adalah dengan memberikan

metotreksat, walaupun hasilnya kurang memuaskan. 

5.      Myelofibrosis

LMK sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan

meningkatkan produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan

degradasi kolagen.

31

Page 32: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

EPIDEMIOLOGI

Skenario I

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien

berusia kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih

banyak ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari LLA

mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA,

sedangkan kembar monozigot dari pasien mempunyai risiko 20% untuk

berkembang menjadi LLA.

Insidensi rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki

dibanding perempuan. Berdasarkan laporan dari Suveillance Epidemiology And

End Result (SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia lebih besar pada

laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 57,22%:42,77%.

Skenario II

Kejadian leukimia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukimia pada

dewasa, kedua terbanyak setelah leukimia limfositik kronik. Pada umumnya

menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan

biasanya lebih progresif. Di jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom

atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom

Chernobil meledak. LMK jarang dijumpai pada masa anak-anak dan diperkirakan

hanya merupakan 1 – 5 % kasus Leukemia. Diagnosis penyakit ini hampir 80 %

didiagnosis setelah umur 2 tahun. Umur terendah yang terdiagnosis LMK adalah 3

bulan.

32

Page 33: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

PENATALAKSANAAN

Skenario I

PENCEGAHAN

a. Pencegahan Primer

- Pencegahan terhadap pemaparan lingkungan kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene

dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan

pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja

dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparab langsung terhadap zat-zat

kimia tersebut.

- Pengendalian terhadap pemaparan sinar radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang

penatalaksaann medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi dapat

dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan

terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan

dengan memberikan palayanan diagnostik radiologi serendah mungkin sesuai

kebutuhan klinis.

- Pemeriksaan kesehatan pranikah

Pencegahan ini lebih ditunjuan pada pasangan yang akan menikah.

Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai.

Apabila masing-masing pasangan atau salah atu dari pasangan tersebut

mempunyai riwayat keluarga yang mederita sindrom Down atau kelainan gen

lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hamtologi. Jadi pasangan

tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.

33

Page 34: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau

cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.

Dapat dilakukan dengan cara medeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang

cepat dan tepat.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan untuk membatasi atau mengahalangi perkembangan

kemampuan,kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ketahap lanjut

yang membutuhkan perawatan intensif. Untuk penderita leukemia dilakukan

perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang akhli di rumah sakit.

Non farmakologi dan Farmakologi

a. Farmakologi

Terapi yang dilakukan adalah dengan kemoterapi dimana terdapat penggunana

bermacam-macam gabungan obat antarnya dari golongan sitostatik dan

kortikosteroid. Pemberian oba-obatan ini umumnya mempunyai protokol yang

telah ditetapkan oleh ahli-ahli hemtologi, onkologi, dan pediatrik. Berikut adalah

pembagian terapi.

1. Terapi induksi remisi

Tujuannya adalah mencapai remisi komplit dan mengembalikan hemopoiesis

normal. Regimennya bisa 4 jenis obat atau 5 jenis obat. Untuk 4 jenis obat

adalah vinvristine, prednisone, anthracycline dan cyclophosphamide atau L-

asparaginase. Dimana 5 jenis obat adalah vincristine, prednisoe,

anthracycline, cyclophosphamide dan L-asparaginase

2. Terapi intensifikasi atau konsolidasi

Tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi sel leukemia residual. Regimenya

adalah daunorubicin dan cytosine arabinoside (Ara-C).

3. Pemeliharaan jangka panjang

34

Page 35: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Dilakukan untuk mencegah relaps. Regimennya adalah 6-mercaptopurin dan

methotrxate. Namun terdapat juga beberapa protokol tidak memerlukan terapi

pemeliharaan jangka panjang.

4. Terapi untuk B-ALL

Kebanyakan LLA sel B tidak dapat diterapi oleh regimen LLA konvensional

karena kecepatan proliferasi sel-sel leukemianya tinggi. Maka diberikan

terapi hiperfractional dari cyclophosphamid dosis tinggi dan methrotrexate

dosis tinggi atau ifosfamide dan methotrexate dosis tinggi.

Selain itu, pilihan terapi untuk leukemia adalah : kemoterapi, terapi biologi, terapi

radiasi, atau transplantasi sel stem. Jika terdapat pembesaran limpa, mungkin

dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi limpa yang membesar tesebut. Tujuan

utama terapi leukemia adalah untuk mencapai remisi sempurna.

1. Kemoterapi

Kebanyakan pasien leukemia akan diberikan kemoterapi. Tujuannya adalah

untuk memusnahkan sel leukemia. Regimen kemoterapi yang digunakan

tergantung dari jenis leukemianya.

2. Terapi biologi

Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kanker.

Terapi biologi diberikan melalui injeksi. Untuk beberapa pasien dengan

leukemia limfositik kronik, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi

monoklonal yang akan berikatan dengan sel leukemia sehingga memungkinkan

sel kekebalan tubuh membunuh sel leukemia tersebut. Untuk beberapa pasien

dengan leukemia mieloid kronik, terapi biologi yang dapt digunakan adalah

interferon.

3. Terapi radiasi

Terapi radiasi/radioterapi menggunakan sinar x dosis tinggi untuk membunuh

sel leukemia. Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke limpa, otak, atau

bagian tubuh lainnya di mana sel leukemia berkumpul. Pada beberapa pasien

mungkin dilakukan radiasi seluruh tubuh.

35

Page 36: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

4. Transplantasi sel stem

Transplantasi sel stem memungkinkan untuk dilakukan terapi dengan dosis

obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi. Terdapat beberapa macam

transplantasi sel stem, yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi sel stem

perifer, dan transplantasi darah umbilikal.

Skenario 2

Tujuan terapi pada LGK adalah mencapai remisi lengkap, baik remisi

hematologi, remisi sitogenik, maupun remisi biomolekuler. Untuk mencapai

remisi hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif. Setelah itu

dilanjutkan terapi interferon dan atau sumsum tulang. Indikasi cangkok sumsum

tulang: 1) usia tidak lebih dari 60 tahun, 2) ada donor yang cocok, 3) termasuk

golongan risiko rendah menurut perhitungan sokal.

Hydroxyurea (Hydrea)

- Terapi pilihan untuk induksi remisi hematologik pada LGK

- Lebih efektif dibandingkan busulfan, melfalan (Alkeran) dan klorambusil

- Efek mielosupresif masih berlangsung beberapa hari sampai 1 minggu setelah

pengobatan dihentikan. Tidak seperti busulfan yang dapat menyebabkan

anemi aplastik dan fibrosis paru.

- Dosis 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3

dosis. Apabila leukosit >300.000/mm3 , dosis boleh ditinggikan maksimal 2,5

gram/hari

Busulfan (Myleran)

- Termasuk golongan alkil yang sangat kuat

- Dosis 4-8 mg/hari per oral, dapat dinaikkan sampai 12mg/hari. Harus

dihentikan bila leukosit antara 10-20.000/mm3 dan baru dimulai kembali

setelah leukosit >50.000/mm3

- Interaksi obat: asetaminofen, siklofosfamid dan itrakonazol akan

meningkatkan efek busulfan, sedangkan fenitoin akan menurunkan efeknya

Imatinib mesylate (Gleevec=Glyvec)

- Tergolong antibodi monoklonal yang dirancang khusus untuk menghambat

aktivitas tirosin kinase dari gusi gen BCR-ABL

36

Page 37: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

- Diabsorbsi secara baik oleh mukosa lambung pada pemberian per oral

- Untuk fase kronik, dosis 400mg/hari setelah makan. Dosis dapat

ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik

setelah 3 bulan pemberian, atau pernah mencapai respon yang baik tetapi

terjadi perburukan secara hematologic, yakni Hb menjadi rendah dan atau

leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah trombosit

Cangkok sumsum tulang

- Merupakan terapi definitif untuk LGK. Data menunjukkan bahwa cangkok

sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai >9 tahun,

terutama pada CST alogenik

- Tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau BCR-ABL

negatif

37

Page 38: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

PROGNOSIS

Skenario 1

Prognosis LLA untuk pasien dewasa biasanya lebih buruk dari yang berusia lebih

muda. Untuk yang berusia 15-20 tahun prognosisnya baik dan bisa sembuh

dengan kemoterapi jika disertai faktor prognostik yang baik. Tapi pada pasien

LLA dewasa sebenarnya juga tergantung dari intensifnya terapi yang diberikan,

seperti transplantasi sumsum tulang. Untuk usia > 60 tahun prognosisnya agak

buruk, karena survival ratenya biasanya hanya 10% setelah remisi komplit.

Tabel 2. Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Penyakit LLAKarakteristik pasien Faktor prognosis

Usia (tahun)

< 30

>= 30

Baik

buruk

Jumlah leukosit (x106 /ml)

< 30.000

>= 30.000

Baik

Buruk

Imunophenotype

T-cell ALL

Mature B-cell ALL, early T-cell ALL

Baik

Buruk

Sitogenetika

Kelainan 12p; t(10;14)(q24;q11)

Normal; hiperdiploid

t(9;22), t(4;11), hipodipoid

Baik

Sedang

buruk

Respon terapi

Remisi komplit dalam 4 minggu

Minimal residual disease persisten

Baik

Buruk

38

Page 39: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Kematian masih tinggi

Terapi yang baik 65-70%

Prognosa buruk jika:

- Pasien laki-laki

- Leukosit >20.000/mm

- Umur < 2 tahun atau > 10 tahun

- IQ kurang – Down syndrome

- T-cell leukemia

- Mediastinal mass atau infiltrasi ke CNS

Maka untuk prognosisnya ialah :

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtional : dubia ad bonam

Skenario II

Harapan hidup rata-rata penderita LMK adalah 3-4 tahun dari saat diagnosis ditegakkan.

Hanya 30% dari penderita tersebut bertahan hidup sampai 5 tahun. Kematian biasanya

terjadi beberapa bulan setelah mengalami fase akselerasi dari fase kronik. Bila telah

sampai pada fase blas maka kematian akan terjadi setelah 1-5 bulan akibat kegagalan

sumsum tulang.

Beberapa petanda prognosis buruk adalah :

1. Splenomegali (>5 cm di bawah arkus, kosta)

2. Trombositopenia (<150/mm3)>500.000/mm3)

4. Leukositosis berat (>100.000/mm3)

5. Proporsi sel blas meningkat (>1%) atau terdapat granulosit imatur (>20%).

Maka untuk prognosisnya ialah :

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad fungtional : dubia ad malam

39

Page 40: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

ASPEK BIOETIK HUMANIORA

Skenario I

Beneficience : Golden Rule Principle

Dokter mampu mendiagnosis pasien leukemia limfosit akut melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan penunjang. lalu memberikan

penatalaksanaan awal

Nonmaleficence

Dokter harus mempu menangani kasus ini dengan penatalaksanan yang sesuai dan

tepat agar dapat menekan timbulnya komplikasi.

Autonomy (Informed consent)

Dokter memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien serta memberikan

informed consent terhadap tindakan yang akan dilakukan. Dan memberikan

infoermasi mengenai rujukan.

Justice

Seorang dokter tidak boleh membedakan pasien berdasarkan SARA, status

sosial,dll; dokter juga harus memberikan pengobatan secara proporsional kepada

pasien.

40

Page 41: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

Skenario II

Beneficience : Golden Rule Principle

Dokter mampu mendiagnosis pasien leukemia mieloblastik kronik melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan penunjang..

Nonmaleficence

Dokter harus mempu menangani kasus ini dengan penatalaksanan yang sesuai dan

tepat agar dapat menekan tibulnya komplikasi yang lebih membahayakan nyawa

pasien dan segera memberi tindakan karena pada pasein sudah ditemukan

leukositosis yang progresif.

Autonomy (Informed consent)

Dokter memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien serta memberikan

informed consent terhadap tindakan yang akan dilakukan. Kemuadian meberi

rekomendasi rujukan kepada dokter spesialis.

Justice

Seorang dokter tidak boleh membedakan pasien berdasarkan SARA, status

sosial,dll; dokter juga harus memberikan pengobatan secara proporsional kepada

pasien.

41

Page 42: M. Hanif Baswedan_4111131127_LEUKIMIA_Matur1.docx

DAFTAR PUSTAKA

Skenario I

1. Seiter, Karen. Acute Lymphoblastic Leukemia. Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/207631-overview#a7

2. Fianza, Panji Irani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi VI.

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran. Jakarta. Halaman 2683-91.

3. Hall J.E Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Singapore

2014. Halaman 439-59.

Skenario II

4. Emmanuel C Besa, MD. Chronic myelogenous leukemia. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/199425-overview

5. Fianza, Panji Irani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi VI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran. Jakarta. Halaman 2683-91.

6. Hall J.E Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Singapore 2014. Halaman 439-59.

42