LP HD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hemodialisa

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMODIALISA

OLEH:PUTU DESI YULISTINA0702105045KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2011

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMODIALISAA. SEJARAH HEMODIALISIS

Pengertian mengenai dialisis sudah diketahui sejak lama sewaktu terdapat wabah kolera pada tahun 1890 yang dilakukan dengan memasukan cairan bikarbonat kedalam rongga peritoneum. Kemudian tahun 1913 dimulai dengan penggunaan istilah artificial kidney (ginjal buatan) oleh Abel dkk dari Amerika. Mereka membuat tabung dari bahan kolodion, mendialisis binatang percobaan yang kemudian mati karena hipersensitivitas terhadap hirudin yang dibuat dari kepala pacet yang digerus. Di tahun 1935 heparin dapat dimurnikan dan bersamaan dengan itu juga dapat dikembangkan selulosa regenerasi. Sewaktu perang dunia ke-2 di Belanda, Willem Kolf tahun 1942-1943 membuat mesin dialysis yang berupa drum yang berputar (rotating drum) dalam air dializat untuk pengobatan gagal ginjal akut/ GGA. Setelah masa sekarang ini maka hemodialisis lebih berkembang lagi. Pada saat perang Korea banyak korban perang dapat tertolong dari komplikasi GGA. Kolf kemudian mengembangkan dializer koil sekali pakai pada tahun 1956 yang dijual ke Travanol (sampai tahun 1985 masih dipakai di Indonesia). Tahun 1960-an Kill mengembangkan flat plate flow dialyser (dipakai sampai tahun 1960-an, dapat dilihat di RSCM). Shunt eksternal Quinton- Schriber mulai dipakai untuk dialysis gagal ginjal kronik pada tahun 1959. Baru pada tahun 1965 dikembangkan fistula arteriovenous internal oleh Brescevia dan Cimino.

Ginjal Hollow fiber baru dibuat dan diuji coba pada tahun 1967 dan tahun 1974 sudah ditemukan dialyser dengan luas permukaan yang besar. Perkembangan dialyser amat pesat dengan pemakaian selulosa yang dimodifikasi, membrane sintetik yang mempunyai klirens dan filtrasi yang besar.

B. DEFINISI HEMODIALISIS

Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Hemodialisis berasal dari bahas Yunani hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrasi. Haemodialisis merupakan salah satu dari terapi penggganti ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik. Secara klinis hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksik) dari darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di dalam ginjal buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan dialisis yang disebut dialisat. Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.

Gambar 1. Proses Hemodialisis

C. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI HEMODIALISIS

Indikasi:

Klien dengan syndrome uremik/azotemia (gagal ginjal akut dan kronik), ureum > 200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl

Hiperkalemia, kadar kalium > 5,0 mEq/L

Asidosis, pH darah < 7,1

Kelebihan cairan

Dehidrasi berat

Keracunan barbiturate

Leptospirosis

Kontraindikasi:

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi dialisis, akan tetapi manfaat terapi dialisis perlu dipertimbangkan lagi pada pasien dengan sindrom hepato-renal, sirosishepatis yang lanjut dengan ensefalopati dan pada keganasan lanjut.

D. KOMPONEN YANG DIPERLUKAN DALAM HEMODIALISIS

1. Akses Vaskuler

Akeses vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Untuk melakukan dialisis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat di andalkan. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200-400 ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk hemodialisis dibedakan menjadi akses eksternal dan akses internal (Price, 1995). Akses vascular sangat diperlukan oleh karena untuk hemodialisis yang efektif diperlukan aliran darah yang cukup sampai lebih dari 300 ml/menit dan dapat dipakai berulangkali dalam jangka waktu yang panjang. Ada 2 macam akses vascular yaitu:a. Akses vascular sementara atau kontemporer

Akses vascular ini biasanya digunakan pada saat pertama kali hemodialisis sebelum dibuat akses vascular yang permanent. Akses vascular sementara umumnya dilakukan dengan menggunakan kateter. Kateter adalah suatu pipa berlubang yang dimasukkan kedalam vena subklavia, jugularis, atau vena femoralis yang memiliki akses langsung menuju jantung. Kateter ini merupakan akses vaskular sementara. Akses ini digunakan jika akses internal tidak dapat digunakan untuk pengobatan, dan pasien membutuhkan dialisis darurat. Keuntungan akses vascular sementara adalah :

Pada vena jugularis interna : dapat digunakan untuk jangka panjang dengan resiko yang kecil

Pada vena femoral : pemasangan mudah dengan resiko yang kecil

Pada vena subclavia: klien merasa lebih nyaman dan penggunaanya lebih lama

Kerugian akses vascular sementara adalah:

Pada vena jugularis : pemasangan lebih sulit

Vena femoral : immobilisasi pasien, resiko infeksi lebih tinggi

Vena subclavia: komplikasi stenosis vena dan resiko komplikasi pemasangan.

Gambar 2. Pemasangan Akses Vaskular sementarab. Akses vascular menetap / permanent

Akses vascular menetap dilakukan dengan membuat fistula atau hubungan (shunt) antara arteri dengan vena yang biasa disebut AV shunt. Dapat dilakukan dengan vena dan arteri pasien sendiri, memakai vena dari tempat lain (native graft) atau dengan bahan buatan (artificial graft). AV shunt dilakukan dengan cara menyambung arteri subcutan dengan vena didekatnya. Vena yang berdinding tipis dialiri oleh darah arteri yang bertekanan tinggi sehingga aliran darah lebih cepat. Cara ini sangat sering digunakan dan paling aman, bertahan lama, dan dengan komplikasi yang minimal (stenosis, infeksi, steal syndrome). Namun ada beberapa kerugian dari AV shunt yaitu: memerlukan waktu cukup lama untuk siap dipakai, cukup sering kegagalan atau kurang dapat memberikan aliran darah yang cukup pada saat hemodialisis serta pada klien dengan penyakit vascular yang berat tidak dapat dilakukan. Lokasi yang sering digunakan: pergelangan tangan (fistula radio chepalic/Brescia cimino) dan daerah siku / elbow (fistula brachio chepalic). Proses maturasi AV shunt antara 1-6 bulan dan pada tangan tersebut tidak dapat dilakukan penekenan berlebihan atau untuk mengambil sampel darah. Periksa suara bising atau thrill setiap hari dan posisikan tangan lebih tinggi dari badan pada saat pasca operasi. Arterio-Venous Fistula (AVF).

AVF di buat dengan teknik bedah melalui anastomosis langsung dari suatu arteri dengan vena (biasanya arteri radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada tangan yang non dominant dengan tujuan agar tidak mengurangi aktivitas dari pasien. Darah pirau dari arteri ke vana membesar setelah beberapa minggu. Pungsi vena dengan jarum yang besar akan lebih mudah di lakukan dan mencapai aliran darah pada tekanan arterial. Hubungan ke sistem dialisis di buat dengan menempatkan satu jarum di distal (garis arteri) dan sebuah jarum lagi di proksimal (garis vena) pada vena yang sudah di arterialisasi tersebut. Masalah yang paling utam adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostasis postdialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome) (Price, 1995).

Gambar 3. Arterio-Venous Fistula (AVF) Arterio-Venous Graft (AVG).

Di ciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri (biasanya arteri radialis atau tibialis posterior) dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung-ujung kanula kemudian dihubungkan dengan selang karet silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu di lakukan dialisis, maka selang pirau eksternal di pisahkan dan di buat hubungan dengan dialyzer. Darah kemudian mengalir dari jalur arteri, melalui dialyzer dan kemudian kembali ke vena. Masalah utama adalah masa pemakaian yang pendek akibat pembekuan dan infeksi (rata-rata 9 bulan).

Gambar 4. Arterio-Venous Graft (AVG)2. Membran Semi Permiabel

Membran semipermiabel dibutuhkan untuk mengadakan kontak antara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi. Sebuah membrane semipermiabel adalah lapisan material yang tipis yang memiliki pori-pori mikroskopik yang menghilangkan/mengeluarkan partikel yang lebih kecil dari pada pori-pori untuk lewat saat molekul yang lebih besar tertahan. Ukuran pori-pori dalam membrane dialiser bervariasi namun berkisar anatara 50 nefron.3. Dialiser atau ginjal buatan

Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Komponen ini terdiri dari membran dialiser semipermiabel dengan lokasi yang tersebar merata yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Darah banyak mengandung zat-zat toksik secara berlebihan sedangkan dialiser tidak mengandung apapun kecuali elektrolit tertentu.

Ada 3 macam dialiser yaitu:

a. Selulosa yang dibuat dari serat kapas yang diproses

b. Serat selulosa yang dimodifikasi dengan menambah gugus asetat seperti selulosa diasetat atau triaset

c. Membran sintetis seperti membrane polisulfon, polyacryionitril (PAN), policarbonat. Dimana membrane ini mempunyai klirens dan filtrasi yang besar.

Berbagai sifat dari dialiser dipengaruhi oleh:

a. Luas permikaan dialiser

b. Ukuran pori-pori atau kemampuan permeabilitas ketipisannya

c. Koefisian ultrafiltrasi

d. Kemampuan untuk mencegah terjadinya clotting sehingga pemakaian antikoagulasi yang minimal

e. HargaKUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran. Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan. Molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada 3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dializer dan coil dializer. Setiap dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa.4. Dialisat

Larutan dialisat biasanya disiapkan dalam bentuk konsentrasi yang mengandung buffer bikarbonat atau asetat.

Dialisat Asetat

Dialisat Asetat masih banyak digunakan untuk dialisat karena dapat diproduksi dengan mudah dalam kemasan yang mengandung berbagai macam elemen. Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin. Kemudian seiring berkembangnya waktu, larutan bicarbonate lebih banyak digunakan karena lebih fisiologis, dapat mengontrol asidosis dengan lebih baik,lebih sedikit menimbulkan efek dan komplikasi. Dialisat Bikarbonat

Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat.

Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut: Natrium

= 135 145 meg / 1

Kalium

= 0 4,0 meg / 1

Calsium

= 2,5 3,5 meg / 1

Magnesium

= 0,5 2,0 meg / 1

Khlorida

= 98 112 meg / 1

Asetat atau bikarbonat = 33 25 meg / 1.

Dextrose

= 2500 mg / 15. Antikoagulan

Akibat adanya sirkit ekstrakorporeal pada hemodialisis memungkinkan terjadinya kontak antara darah dengan permukaan saluran sintetik pada hemodialisis mengakibatkan terjadinya pembekuan darah sehingga perlu digunakan antikoagulasi dengan heparin agar memungkinkan hemodialisis berjalan dengan lancar.Heparin merupakan mukopolisakarida sulat anionic dengan berbagai berat molekul yang diekstraksi dari paru sapi atau usus babi. Heparin terikat pada antitrombin-III, yang kemudian membentuk kompleks dengan protease serine mengaktifasi faktor-faktor koagulasi. Waktu paruh pada pasien normal dan pasien hemodialisis adalah 30-120 menit dan dapat lebih panjang lagi dengan disosiasi heparin komplek AT-III. Menilai koagulasi pada pasien hemodialiss dengan mengamati secara visual dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:a. Warna darah gelap sekali

b. Adanya garis-garis hitam atau gelap pada dialiser

c. Busa dan butir bekuan pada venous trap

d. Adanya bekuan darah

Pemeriksaan yang juga sering dipakai adalah memeriksa clotting time.6. Mesin Hemodialisis

Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara 200-300 ml per,33 - 8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-390C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan penderita. Gambar 5. Mesin HemodialisisE. PRINSIP KERJA / MEKANISME HEMODIALISIS

Mekanisme pemisahan zat zat terlarut pada hemodialisis terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi.

1. Secara difusiProses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen (dari yang konsentrasi tinggi kekonsentrasi rendah)2. Secara ultrafiltrasi

Pemisahan cairan dialisis dan darah dilakukan dengan prinsip perbedaan tekanan. Tiga tipe dari tekanan yng dapat terjadi pada membrane adalah:

a. Tekanan positif

Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resistensi vena terhadap darah yang mengalir balik kefistula. Tekanan positif mendorong cairan menyeberangi membrane.

b. Tekanan negative

Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane. Tekanan negative menarik cairan keluar dari darah.

c. Tekanan Osmotik

Tekanan Osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut tinggi akan menarik cairan dari larutan lain yang konsentrasinya lebih rendah sehingga menyebabkan membrane permiabel terhadap air (dari konsentrasi rendah kekonsentrasi tinggi). Dimisalkan ada 2 larutan A dan B dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan B mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding A maka konsentrasi air dilarutan B lebih kecil dibanding konsentrasi larutan A. Dengan demikian air akan berpindah dari A ke B melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.

F. PEDOMAN PELAKSANAAN HEMODIALISIS

1. Persiapan

Persiapan Alat

Dialiser ( ginjal buatan)

AVBL

Set Infus

NaCl (cairan fisiologis) ( 2-3 fflashf)

Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc

Heparin injeksi ( + 2000 Unit)

Jarum punksi :

Jarum metal (AV. Fistula G.16, 15, 14) 1 1 inch.

Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16, 15, 14) 1 1 inchi.

Penapung cairan ( Wadah)

Anestesi local (lidocain, procain)

Kapas Alkohol

Kassa

Desinfektan (alcohol bethadin)

Klem arteri (mosquito) 2 buah.

Klem desimfektam

Bak kecil + mangkuk kecil

Duk (biasa,split, bolong)

Sarung tangan

Plester

pengalas karet atau plastic

Persiapan lingkungan

Lingkungan disiapkan agar nyaman dan tenang

Jaga privacy klien

Atur tempat tidur sesuai dengan kenyamanan pasien Persiapan Klien

Jelaskan prosedur tindakan hemodialisis

Timbang berat badan klien

Anjurkan pasien mencuci tangan

Atur posisi klien agar memudahkan tindakan dan nyaman untuk klien

Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum

Persiapan perawat

Perawat membaca order atau catatan medik klien

Perawat mencuci tangan

Perawat memakai sarung tangan dan masker.2. Prosedur Tindakan

Penatalaksanaan hemodialisis dibagi dalam tiga tahap yaitu :

1) Perawatan sebelum hemodialisis

Menyiapkan mesin hemodialisis

Sambungkan slang air dari mesin hemodialisis

Kran air dibuka

Pastikan slang pembuang air dari mesin hemodialisis sudah masuk

ke lubang/ saluran pembuangan.

Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak (sebelumnya periksa voltage listrik).

Hidupkan mesin dengan menekan tombol on yang ada dibelakang mesin.

Jelaskan mesin pada posisi rinse selama + 20 menit (sesuai program penggunaan mesin).

Matikan mesin hemodialisis Masukkan slang dialisat ke dalam jerigen dialisat pekat. Sambungkan slang dialisat dengan konector yang ada pada mesin hemodialisis

Hidupkan mesin dengan posisi normal (siapkan) Menyiapkan sirkulasi darah :

Bukalah alat-alat dialysis dari setnya.

Tempatkan dializer pada holder (tempatnya) dengan posisi inlet (tanda merah) diatas dan posisi outlet (tanda biru) dibawah.

Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inlet dari dializer. Hubungkan ujung biru dari VBL dengan ujung outlet: dari dializer dan tempatkan bubble trap diholder dengan posisi tegak. Set infuse ke botol aCL 0,.9% - 500 CC

Hubungkan set infuse keselang arteri.

Bukalah klem NaCl 0.9%, isi selang arteri sampai keujung selang lalu klem.

Tempatkan ujung biru VBL pada maatkan dan hindakan kontaminasi.

Memutar letak dializer dengan posisi inlet dibawah dan outlet diatas, tujuannya gar dializer bebas dari udara.

Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.

Buka klem dari infuse set, ABL, VBL

Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.

Isi bubble trap dengan NaCl 0.9% sampai bagian

Memberikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengeluarkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dializer bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).

Melakukan pembilasan dan pengisian dengan menggunakan NaCL 0.9% sebanyak 500 CC yang terdapat pada botol (Kolf), sisanya tampung dalam gelas ukur.

Ganti kolf NaCL 0.9% yang kosong dengan kolf NaCL 0.9% baru.

Sambung ujung biru VBL dan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit untuk dializer baru, 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit, berikan UFR 0.8 1.0 Mengembalikan posisi dializer ke posisi semula, dimana inlet dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking). Punksi Cimino / Graft

Persiapan alat-alat

1 buah set steril dialysis terdiri dari :

- Kain alas dan set steril kain 1 buah

- Kassa 5 buah, tuffer 1 buah

- 1 buah mangkok kecil berisi NaCL 0.9%

- 1 pasang sarung tangan

- 1 buah 5 CC berisi NaCL 0.9%

- 1 buah spuit insulin isi lidocain 0.5 CC

- 1 buah arteri klem

- 2 buah AV fistula

2 buah mangkok steril berisi btadin dan alcohol

Masker dan apron

Plester / micropore

1 buah gelas ukur

Plastic untuk alat kootor

Trolly

Memulai desinfektan caranya:

Jepitlah tuffer betrdine dengan arteri klem, oleskan daerah cimino dan vena lain dengan cara memutar dari dalam ke luar.

Masukkan tuffer kedalam kantong plastic.

Jepitlah kassa alcohol dengan arteri kelm, bersihkan daerah cimino dan vena lain caranya sama seperti diatas.

Lakukan sampai bersih

Letakkan kassa kotor pada plastic, sedangkan klem arteri letakkan pada gelas ukur.

Letakkan kain alas steril dibawah tangan

Letakkan kain belah steril diatas tangan.

Memulai fungsi cimino/graft

Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat keluarnya darah dari tubuh ke mesin), dengan spuit insulin 1 cc.

Tusuklah tempat cimino dengan jarak 8-10 cm dari anastomose.

Tusuklah secara intrakutan dengan diameter 0.5 cm.

Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain (tempat masuknya darah dari mesin ke tubuh, dengan cara yang sama seperti pada no. a).

Bekas tusukan dipijat sebentar dengan kassa steril.

Memasukkan jarum AV Fistula:

Masukkan jarum AV Fistula pada tusukan yang telah dibuat pada saat pemberian anestesi lokal (cimino)

Setelah darah keluar isaplah dengan spuit 5 ml dan bilas kembali dengan NaCL 0.9% secukupnya.

AV Fistula diklem, spuit 5 ml dilepaskan, ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difikasi dengan micropore/plester.

Masukkan jarum AV Fistula pada vena lain, sesuai pada tempat pemberian anestesi lokal caranya sama seperti diatas pada no. a

Tinggalkan kain alas steril dibawah tangan pasien, sebagai alas dan penutup selama proses dialysis berlangsung.

Alat kotor masukkan ke dalam plastic, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai kembali dibawa ke ruang disposal.

Bedakan dengan alat-alat yang terkontaminasi.

Bersihkan dari darah, masukkan ke kantong plastik.2) Memulai Pelaksanaan Hemodialisis

Lakukan tindakan a dan anti-septik dengan membersihkan tempat yang akan dilakukan penusukkan dengan betadine 10%, kemudian dibersihkan dengan alcohol 70%.

Depper dan kassa yang telah dipakai, dibuang ketempat sampah yang telah disediakan.

Cari daerah yang lebih mudah dilakukan penusukkan.

Jarak penusukkan pertama kali pada daerah vena (outlet) disertai pemberian loading heparin 1000 IU/sesuai dosis.

Lakukan penusukan pertama kali pada daerah vena (outlet0 disertai pemberian loading heparin 1000 IU/sesuai dosis.

Kemudian dilakukan penusukkan pada daerah inlet dengan ABL (arteri blood line) dan dijalankan blood pump dengan kecepatan mulai dari 100 ml/menit sampai seluruh blood line (baik ABL maupun VBL) terisi penuh, baru disambungkan dengan bagian jarum fistula outlet.

Jalankan lagi blood pump perlahan-lahan sampai 200 ml/menit, setelah itu mulailah pemasangan sensor dan batasan minimal dan maksimal baik pada blood monitoring maupun dialisat monitoring.

Kemudian set mesin hemodialisis sesuai program HD masing-masing pasien.

Matikan (tutup) klem infuse NaCL.

Sambungkan jarum AV Fistula dengan selang arteri, bersihkan kedua sambungan dengan kassa betadine.

Bukalah masing-masing klem pada AV Fistula dengan aterial

Mulai dialysis berjalan:

Hidupkan pump, mulailah putar dari 100 ml/menit, dinaikkans ecara bertahap sampai batas maksimal.

Mengalirkan darah untuk mengisi selang arterial dan dialiser.

Perhatikan aliran darah pada cimino/graft apakah lancar.

Jika aliran darah tersendat-sendat, cobalah memutar posisi jarum AV Fistula secara perlahan-lahan sampai aliran darah lancar.

Darah pada bubble trap tidak boleh penuh/kosong, sebaiknya bagian.

Tekan tombol start heparin

Mengatur kecepatan pemberian, heparin selama dialysis berlangsung

Bukalah klem pada selang urea, sebagai venous pressure.

Tekan tombol start sambil melihat jam, tanda proses dializer dimulai.

Putar tombol UF, tertekan UF yang dihitung.

Fiksasi pada sambungan antara AV Fistula dengan selang darah.

Pengawasan selama hemodialisis berlangsung

Observasi tanda-tanda vital tiap jam, tensi dan nadi, kemungkinan komplikasi selama HD : mual, kram otot dan keluhan lain. kecuali keadaan pasien jelek, obersvasi sesuai dengan kebutuhan :

Jika pasien sesak, hitung pernafasan. Jika pasien demam, ukur suhu badan

Menjaga ketepatan pencatatan dalam lembaran dialysis Pengawasan Mesin :

Pengawasan sirkulasi darah diluar ekstrakorporeal blood monitoring:

- Pengawasan kecepatan aliran darah

- Pengawasan terhadap tekanan:

Arteri: bila alarm berbunyi pada aterial druk berarti tekanan darah rendah, lihat aliran darah pada inlet.

Venous pressure: dilihat dari indicator (hati-hati bila tinggi), bila tinggi periksa outlet, bila rendah periksa sensor vena.

Pengawasan heparin pump. Pengawasan terhadap sirkulasi dialisat monitoring

Low temperature atau high temperature

Low conductivity atau high conductivity

Transmembrane pressure

Positive pressure

Kebocoran dializer (blood leak)

Perhatikan kelancaran aliran darah pada cimino/graft. Perhatikan sambungan yang terdapat pada :

AV Fistula dengan selang arteri

Selang arteri dengan dializer dan sebaliknya, kalau perlu dikembangkan.

Berikan pasien posisi tidur yang nyaman. Perhatikan edema pada : muka, punggung tangan, asites, mata kaki dan daerah dorsum pedis :

Jika edema (+) tidak disertai sesak nafas maka lakukan dialysis sesuai dengan program tarik air (UFG = ultrafiltrasi goal). Cara perhitungan tarik air: selisih berat badan, dating berat badan standar + jumlah intake yang masuk (minum, infuse, transfuse dan sonde).

Jika edema ++ atau lebih, dengan disertai sesak nafas maka lakukan tarik air (sequential ultrafiltrasi) pada awal dialysis.

Perhatikan pemakaian oksigen :

Apakah oksigen masih ada (lihat pada jarum petunjuk)

Perhatikan bila pada angka petunjuk oksigen, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan pasien.

Perhatikan gambaran EKG monitor jika ada kelainan direkam dan beritahu pada dokter yang merawat pasien / dokter jaga.

Perhatikan rembusan luka fungsi cimino/graft, bersihkan rembesand arah dengan kassa alcohol.

Jika rembesan masih ada, beri bubuk anti-biotik hebacitin tepat pada tusukan fungsi, fiksasi yang kencang pada daerah tusukan.

Bantu segala kebutuhan pasien termasuk: makanan, minuman, buang air dan urinaria.

Kaji keluhan pasien, kalau perlu terapi beritahu dokter.

Evaluasi hasil tindakan dialysis.

Tindakan atau obat-obatan yang telah diberikan, catalah dalam catatan keperawatan.3) Mengakhiri Dialisis

Prosedur dengan 1 perawat;

Mengakhiri dialysis :

Hentikan pump heparin dan lepaskan spuit heparin dari tempatnya.

Kecilkan pompa darah (BP) sampai 100 cc dan matikan.

Klem pada AV Fistula dan selang arterial

Lepaskan sambungan AV Fistula dan selang arterial dengan kassa steril.

Membilas AV Fistula :

Gunakan spuit 5 cc berisi NaCL, bilas AV Fistula sampai bersih, lalu klem kembali dan tutup ujung AV Fistula. Membilas selang darah dan dialiser :

Bilas selang darah dan dialiser dengan Na CL sampai darah tidak ada lagi.

Jika ada obat-obatan injeksi yang akan diberikan, berikan melalui selang vena.

Selama pembilasan, gunakan pump dengan kecepatan 100 ml/menit.

Menyelesaikan dialysis

Selang pada vena diklem, lepaskan dari mesin.

Lepaskan semua selang darah dan dialiser dari mesin, masukkan ke dalam plastik. Melepaskan jarum AV Fistula

Cabut AV Fistula pada cimino dan AV Fistula pada vena lainnya, masukkan AV Fistula ke dalam plastik. Tekan bekas tusukan dengan kassa betadine sampai darah tidak keluar lagi. Berikan masing-masing bekas tusukan dengan band aid dan balutlah sesuai dengan kebutuhan, lalu difiksasi dengan micropore.

Mengembalikan alat-alat :

Alat instrument yang telah digunakan dipisahkan dibawa ke disposal room dan dipisahkan dengan alat yang terkontaminasi. Perawat melepas sarung tangan, masker dan apron. Perawat mencuci tangan. Prosedur dengan 2 perawat:

Perawat yang satu membantu menekan bekas tusukan cimino dan vena lainnya dengan kassa betadine.

Memberikan band aid dan membalut

Sedangkan perawat yang lain membilas selang darah dan dialiser sampai bersih sama-sama memakai sarung tangan untuk mencegah terkontaminasi dengan darah pasien. Observasi sesudah dialysis meliputi:

Observasi kesadaran dan KU pasien dan Observsi tanda-tanda vital

Kaji keluhan pasien

Berikan tindakan perawatan sesuai kebutuhan dan beritahu dokter sehubungan dengan pemberian terapi.

Semua tindakan yang telah diberikan ke pasien, catat dalam catatan dialysis.

Anjurkan pasien timbang berat badan jika memungkinkan

Untuk pasien rutin dialysis, jika akan pulang ingatkan jadwal kembali dialysis berikutnya.

Jika ada perubahan jadwal, agar segera memberitahukan suster ruang dialysis.

Untuk pasien rawat (in patient), agar segera memberitahukan jadwal dialysis berikutnya kepada suster ruangan atau pasiennya.

Pesanan dicatat dalam catatan dialysis.

1. PENGKAJIAN DAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan diparu (overload) Ditandai dengan:

DS: Klien mengatakan sesak

DO:

Pernapasan cuping hidung Sianosis RR > 30 X menit Udem pada kaki dan palpebra Ascites

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik oleh karena punksi selama HD

Ditandai dengan:

DS: Klien mengeluh nyeri pada daerah punksi DO: Ekspresi wajah meringis dan gelisah.3. Resiko syock hipovolemik berhubungan dengan efek ultrafiltrasi selama HD

Ditandai dengan:

DS:

Klien mengatakan mata kabur dan berkunang-kunang

Klien mengatakan badan lemas

DO: Klien berkeringat dingin, akral dingin,

Nadi tidak teraba,TD turun sampai 60/ PP4. PK : Hemoragic

Ditandai dengan:

DS: Klien mengeluh pusing

DO:

Darah merembes dari daerah punksi

Klien tampak pucat, akral dingin Nadi tidak teraba,

TD sampai dengan 60/PP5. Risiko cidera berhubungan dengan gelisah akibat prosedur HD

Ditandai dengan:

DO: Klien tampak gelisah selama proseddur HD

6. Syndrome kurang perawatan diri makan dan toileting berhubungan dengan pemasangan alat dyalisis

Ditandai dengan:

DS: Klien mengatakan pergerakannya terbatas karena terpasang set dyalisis

DO: Klien terpasang set dyalisis

7. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Ditandai dengan:

DO: Terdapat luka bekas punksi pada akses vascular klien8. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang HD

Ditandai dengan:

DS: Klien mengatakan kurang informasi tentang HD dan biaya DO: Klien tampak cemas dan bingungG. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI SELAMA DIALISIS

1. Hipotensi

Penyebab:

a. Terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin

b. Ultrafiltrasi berlebihan

c. Obat-obatan anti-hipertensi

Gejala:

a. Lemas, berkeringat, pandangan kabur berkunang-kunang

b. Kadang-kadang mual, muntah, sesak

c. Sakit dada.

Penanganan:

a. Posisi tidur, kepala lebih rendah dari kaki

b. Kecepatan aliran darah dan UFR diturunkan

c. Berikan NaCL 0.9% - 100 ml atau sesuaikan dengan tensi pasien

d. Berikan O2 1-2 liter.

e. Kalau perlu dialysis sementara diistirahatkan dengan cara :

Darah pasien dikembalikan ketubuh sambil menunggu K.U pasien membaik, selang darah diisi dengan NaCL 0.9% dan disirkulasikan.

Heparin tetap dijalankan agar tidak ada sisa bekuan darah dalam selang

Jika tensi sudah naik (kembali normal), dialysis dapat dimulai kembali.

Catat semua tindakan yang telah dilakukan dalam catatan dialysis.

Pencegahan:

Anjurkan pasien membatasi kenaikan berat badan intradialisis kurang dari 1 kg/hari.

Anjurkan pasien untuk minum obat anti-hipertensi sesuai aturan dokter.

Bila perlu gunakan dialysis bicarbonate.

Observasi tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.2. Mual dan Muntah

Penyebab:

a. Gangguan G.I Trac Gastritis

b. Ketakutan

c. Reaksi obat

d. Hipotensi

Penanganan:

a. Kecilkan lairan darah sampai 100 RPM

b. kecilkan UFR sampai 0.0

c. berikan kantong plastic muntah

d. Bantu kebutuhan apsien (kalu perlu berikan minyak gosok pada daerah epigastrik).

e. Observasi ketat tanda-tanda vital selama proses dialysis berlangsung.

f. Jika tensi turun, guyur NaCl 0.9% - 100 ml sesuai KU pasien.

g. Jika keadaan sudah membaik, program dialysis diatur secara bertahap sesuai kebutuhan pasien.

h. Beritahu dokter jika pasien tidak ada perbaikan.

i. Mencari timbulnya muntah: hipotensi, penarikan cairan terlalu cepat, atau kenaikan BB > 1 kg/hari.

Pencegahan:

a. Hindari hipotensi dengan menurunkan kecepatan aliran darah selama jam pertama dialysis, selanjutnya dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan pasien.

b. Ganti cairan dialysis dengan cairan bikarbonat, atas persetujuan dokter nefrologi.

c. Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang keluar.

d. Observasi ketat tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung.3. Sakit Kepala

Penyebab:

a. Tekanan darah naik

b. Ketakutan

Penanganan:

a. Kecilkan kecepatan aliran darah sampai 100 RMP

b. Observasi tanda-tanda vital (terutama tensi dan nadi)

c. Jika tensi tinggi, beritahu dokter.

d. Kompres es diatas kepala

e. Jika keluhan sudah berkurang, jalankan program dialysis kembali seperti semula secara bertahap.

f. Mencai penyebab sakit kepala : cairan dialisat asetat, minum kopi atau ada masalah.

Pencegahan:

a. Mengganti cairan dialisat sesuai dengan persetujuan dokter

b. Anjurkan pasien untuk mengurangi kopi.

c. Memberikan kedekatan pada pasien untuk meningkatkan masalah yang sedang dihadapi.4. Demam disertai menggigil

Penyebab:

a. Reaksi pirogen

b. Reaksi transfuse

c. Kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah. Penanganan:

a. Observasi tanda-tanda vital

b. Berikan selimut

c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi (panadol bila suhu meningkat)

d. Mencari penyebab demam karena: bahan pirogen dari set dialysis atau infeksi pada pasien.5. Nyeri Dada

Penyebab:

a. Minum obat jantung tidak teratur

b. Program HD yang terlalu cepat.

Penanganan:

a. Kecilkan kecepatan aliran darah

b. Pasang EKG monitor

c. Beritahu dokter untuk pemberian terapi

Pencegahan:

a. Minum obat jantung secara teratur

b. Anjurkan pasien untuk control ke dokter secara teratur.6. Gatal-gatal

Penyebab:

a. Jadwal dialysis yang tidak teratur (Toksin Uremia kurang tedialisis).

b. Sedang transfuse / sesudah transfuse

c. Kulit kering

Penanganan:

a. Gosoklah dengan talk/balsam/krim khusus untuk gatal

b. Jika karena transfuse beritahu dokter untuk pemberian avil 1 ml/TV.

Pencegahan:

a. Anjurkan pasien makan sesuai dengan diet.

b. Anjurkan pasien taat dalam menjalani hemodialisis sesuai dengan program.

c. Anjurkan pasien selalu menjaga kebersihan badan.

d. Usahakan pada saat sirkulasi waktunya agak lama.7. Perdarahan cimino setelah dialysis :

Penyebab:

a. Tempat tusukan membesar

b. Masa pembekuan darah lama

c. Dosis heparin yang berlebihan.

d. Tekanan darah tinggi

e. Penekanan tusukan tidak tepat

Penanganan:

1. Tekan darah tusukan dengan tepat.

2. Mencari penyebab perdarahan

3. Observasi tanda-tanda vital dengan ketat

4. Lapor dokter jaga jika perdarahan lama berhenti.

Pencegahan:

a. Sebelum dialysis, kalau perlu periksa laboratorium terhadap MPP, APTT.

b. Bekas tusukan cimino tidak boleh digaruk-garuk atau dipijat.

c. Hindari penusukan pada bekas tusukan dialysis sebelumnya.8. Kram Otot

Penyebab:

a. Penarikan Cairan dibawah berat badan standar

b. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR tinggi)

c. Cairan dialisat dengan kadar Na rendah

d. Berat badan naik > 1 kg/hari.

e. Posisi tidur berubah terlalu cepat.

Penanganan:

a. Kecilkan QB dan UFR

b. Massage (stretching exercise) pada daerah yang kram

c. Kalau perlu berikan obat gosok.

d. Guyur dengan NaCl 0.9% sebanyak 100-200 ml dan sesuaikan dengan keadaan umum pasien.

e. Kompres air hangat

f. Observasi tanda-tanda vital

g. Laporkan pada dokter untuk pemberian terapi. Pencegahan:

a. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairan

b. Jangan menarik cairan terlalu cepat/UFR tinggi pada awal dialysis.

c. Anjurkan pasien untuk mentaati diet agar kenaikan berat badan interdialisis tidak lebih dari 1 kg/hari.

d. Gunakan cairan dialisat dengan kadar Na tinggi (karbohidrat). 9. Gangguan keseimbangan cairan.

(1) Hypervolemia (Fluid over load)

Tanda dan Gejala:

Berat badan naik secara berlebihan

Sesak napas atau napas pendek, kadang kadang batuk berdarah.

Oedema.

Hipertensi

Vena leher membesar / melebar (melembung)

Ronchi paru paru.

Penatalaksanaan:

Ultrafiltrasi Sequential (SU)

Berat badan diturunkan dengan menggunakan UF tinggi (TMP tinggi, pilih dialiser dengan kuff tinggi)

Sesak berikan Oksigen.

Membatasi cairan yang masuk (Intake) melalui IV maupun oral (cairan priming jangan dimasukan wash out jangan dimasukan, dorong pakai udara.)

Observasi penurunan berat badan supaya mencapai DW ( Kalau perlu timbang berat badan di tengah HD)

(2) Hypovolemia (Fluid Depresention)

Tanda dan Gejala:

Berat badan menurun secara berlebihan.

Oedema, kadang kadang mata cekung.

Hipotensi

Turgor (Elastisitas) menurun

Lemas kadang kadang gemetar.

Vena leher rata Mulut dan lidah kering, kadang kadang suara serak atau parau.

Penatalaksanaan

HD tanpa penurunan berat badan / tanpa UF

TMP = 0., pilih dialiser dengan Kuff rendah.

Membatasi cairan yang keluar (Cairan priming tidak perlu dikeluarkan)

Menambah cairan yang masuk melalui IV dan peroral.

Observasi berat badan (timbang BB ditengah HD)

10. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

(1) Hiperkalemia

Tanda dan gejala:

Kadar Kalium darah tinggi

Perubahan Gambaran EKG

Gelisah

Lemas

Kadang kadang sesak

Denyut jantung cepat

Penatalaksanaan:

HD tanpa kalium

Monitor EKG (gelombang T tinggi)

Membatasi intake kalium.

Periksa kalium darah pre, on dan post Hemodialisa

Penyuluhan kesehatan tentang diit.

Tindakkan darurat atau emergency.

Pemberian infus atau drip 10 Unit Ringer Insulin. ( 1 ampul Bicnat, 205 Dextrose)(2) Hipokalemia

Tanda dan gejala:

Tekanan darah turun mendadak

Lemas, berkeringat, pandangan berkunang kunang (Gelap).

Kadang kadang mual atau muntah, sesak.

Penatalaksanaan:

Posisi tidur horizontal atau rata tanpa bantal.

QB dan TMP diturunkan

Berikan oksigen bila sesak.

Hati hati dalam pemberian cairan secara intravena.4. EVALUASI Dx 1 : Pola nafas kembali normal.

Dx 2: Nyeri pasien berkurang Dx 3: Syock tidak terjadi

Dx 4: PK perdarahan tidak terjadi

Dx 5: Pasien tidak mengalami cidera

Dx 6: Masalah syndrome kurang perawatan diri makan dan toileting pasien terpenuhi Dx 7: Infeksi tidak terjadi Dx 8: Cemas pasien berkurangPAGE