11
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA Disusun oleh: Lutfy Nooraini CEDERA KEPALA A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal. 2. Tujuan Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan gejala serta penatalaksanaannya. 2. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala. 3. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala. B. KONSEP TEORI 1. PENGERTIAN Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu : a. Cidera otak primer: Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi. b. Cidera otak sekunder:

LP CDR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP LDR

Citation preview

Page 1: LP CDR

LAPORAN PENDAHULUAN DANASUHAN KEPERAWATAN

CIDERA KEPALA

Disusun oleh:

Lutfy Nooraini

CEDERA KEPALA

A.      PENDAHULUAN

1.    Latar belakang

Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila

dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi

maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma

jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang

bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.

Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan asuhan

keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan

dapat maksimal.

2.    Tujuan

Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :

1.         Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan gejala serta

penatalaksanaannya.

2.         Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.

3.         Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.

B.       KONSEP TEORI 

1. PENGERTIAN

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :

a.    Cidera otak primer:Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

b.    Cidera otak sekunder:Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

KLASIFIKASIBeratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bankberdasarkan Skore

Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :

1.    Cedera Kepela Ringan

Page 2: LP CDR

     Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak

terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.

2.    Cedera Kepala Sedang

     Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24

jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3.    Cedera Kepala Berat

     Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio

serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.

 Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

        Membuka MataSpontanTerhadap rangsang suaraTerhadap nyeriTidak ada

4321

        Respon VerbalOrientasi baikorientasi tergangguKata-kata tidak jelasSuara Tidak jelas

 Tidak ada respon

54321

        Respon MotorikMampu bergerakMelokalisasi nyeriFleksi menarikFleksi abnormalEkstensiTidak ada respon

654321

Total 3 - 15

2. ETIOLOGI

a.    Kecelakaan

b.    Jatuh

c.    Trauma akibat persalinan.

3. PATOFISIOLOGI

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur

Page 3: LP CDR

tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku  terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

4. TANDA DAN GEJALA

a.    Gangguan kesadaran

b.    Konfusi

c.    Abnormalitas pupil

d.   Awitan tiba-tiba defisit neurologi

e.    Perubahan tanda vital

f.     Gangguan penglihatan dan pendengaran

g.    Disfungsi sensory

h.    Kejang otot

i.      Sakit kepala

j.      Vertigo

k.    Gangguan pergerakan

l.      Kejang

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.    CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak

Page 4: LP CDR

b.    Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,

perdarahan, trauma

c.    X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen

tulang

d.   Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika peningkatan tekanan

intracranial.

e.    Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial 

7. PENGKAJIAN

BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada

pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas

berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi

sputum pada jalan napas.

BLOOD:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan

meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi

lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,

takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan

pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi

gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

      Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh

emosi/tingkah laku dan memori).

      Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto

fobia.

      Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

      Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

      Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik

diafragma.

      Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga

kesulitan menelan.

BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan

miksi.

BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan

mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi

kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot

antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada

spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.    Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri

Page 5: LP CDR

b.    Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan sumbatan jalan napas

c.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama

d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan penurunan kekuatan/tahanan.

e.    Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan invasif

Page 6: LP CDR

PERENCANAAN KEPERAWATANDiagnosa

KeperawatanTujuan Intervensi Rasional

1. Kerusakan perfusi jaringan

    Serebral

NOC Outcome :- Perfusi jaringan cerebral- Balance cairan

Client Outcome :- Vital sign membaik- Fungsi motorik sensorik   membaik

NIC : Circulatory care

1. Monitor vital sign2. Moniror status

neurologi3. Monitor status

hemodinamik4. Posisikan kepela

klien head Up 30o

5. Kolaborasi pemberian manitol

  sesuai order

Mengetahui adanya resiko peningkatan TIK

Peningkatan aliran vena dari kepala menyebabkan penurunan TIKMengurangi edema cerebri

2. Ketidakefektifan jalan    Napas

NOC Outcome :- Status respirasi : pertukaran                        Gas- Status respirasi : kepatenan                               jalan napas- Status respirasi : ventilasi- Kontrol aspirasi

Client Outcome :- Jalan napas paten- Sekret dapat dikeluarkan- Suara napas bersih

NIC : Manajemen jalana napas1.Monitor status respirasi dan   Oksigenasi2. Bersihkan jalan napas

3. Auskultasi suara pernapasan

4. Berikan Oksigen sesuai    Program

NIC : Suctioning air way1. Observasi sekret yang keluar2. Auskultasi seblum dan sesudah    melakukan suction3. Gunakan pealatan steril pada    saat melakukan suction4. Informasikan pada klien dan    keluarga tentang tindakan     suction

Mengetahui kepastian dan kepatenan kebersihan jalan napas

Membebaskan jalan napas terhadap akumulasi sekret guna terpenuhinya kebutuhan oksigenasi klien

3. Kerusakan integritas kulit

NOC Outcome :- Integritas jaringan

NIC : Perawatan luka dan

Mengetahui

Page 7: LP CDR

Client Outcome :- Integritas kulit utuh

          pertahanan kulit1. Observasi lokasi terjadinya    kerusakan integritas kulit2. Kaji faktor resiko kerusakan    integritas kulit3. Lakukan perawatan luka4. Monitor status nutrisi5. Atur posisi klien tiap 1 jam    Sekali6. Pertahankan kebersihan alat    Tenun

seberapa luas kerusakan integritas kulit klien

Mencegah terjadinya penekanan pada area dekubibus

4. Intolerasi aktivitas

NOC Outcome :- Pergerakan sendi aktif- Tingkat mobilisasi- Perawatan ADLs

Client Outcome :- Peningkatan kemampuan  dan kekuatan otot dalam  bergerak- Peningkatan aktivitas fisik

NIC : Terapi latihan (pergerakan sendi)1. Observasi KU klien2. Tentuka ketebatasan gerak     Klien3. Lakukan ROM sesuai    Kemampuan4. Kolaborasi dengan terapis    dalam melaksanakan latihan

NIC : Terapi latihan (kontrol otot)1. Evaluasi fungsi sensori2. Tingkatkan aktivitas motorik     sesuai kemampuan3. Gunakan sentuhan guna    meminimalkan spasme otot

Dengan latihan pergerakan akan mencegah terjadinya kontraktur otot

Meminimalkan terjadinya kerusakan mobilitas fisik

Page 8: LP CDR

5. Resiko terjadi infeksi

NOC Outcome :- Status imunologi- Kontrol infeksi- Kontrol resiko

Client Outcome :- Bebas dari tanda-tanda   Infeksi- Angka lekosit dalam batas   Normal- Vital sign dalam batas   normal

NIC : Kontrol infeksi1. Pertahankan kebersihan    Lingkungan2. Batasi pengunjung

3. Anjurkan dan ajarkan pada

    keluarga untuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien

4. Gunakan teknik septik dan

    aseptik dalam perawatan klien

5. Pertahankan intake nutrisi yang adekuat

6. Kaji adanya tanda-tanda infeksi

7. Monitor vital sign8. Kelola terapi

antibiotika

NIC : Pencegahan infeksi

1. Monitor vital sign2. Monitor tanda-

tanda infeksi3. Monitor hasil

laboratorium4. Manajemen

lingkungan

5. Manajemen pengobatan

Meminimalkan invasi mikroorganisme penyebab infeksi kedalam tubuh

Mencegah terjadinya infeksi lanjutan

Memberikan perlindungan pada klien tehadap paparan mikroorganisme penyebab infeksiMemastikan pengobatan yang diberikan sesuai program

KEPUSTAKAANArif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company, Philadelphia

Hudak C.M., 1994,  Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Page 9: LP CDR

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA