Upload
others
View
23
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
43
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengumpulan Data
Penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan klarifikasi sebuah fenomena
atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Sanapiah: 2010,20). Penelitian
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kasus bullying yang terjadi di remaja
SMA dan jenis kasus yang mayoritas terjadi dalam bullying tersebut.
Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif untuk memperkuat
hipotesis yang ada. Penelitian secara kualitatif (pencarian data primer) dilakukan
melalui kuesioner yang diberikan kepada 100 responden remaja laki-laki dan
perempuan berusia 15-18 tahun yang bersekolah di Jakarta. Sedangkan penelitian
secara kuantitatif (pengumpulan data sekunder) dilakukan melalui wawancara
kepada narasumber dan pihak-pihak sekolah yang berperan dalam psikologis
remaja.
3.1.1. Kuesioner
Menurut Prof. Drs. Imam Ghozali, M. Com, Ph. D, CA, Akt., dalam
bukunya yang berjudul Desain Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, kuesioner
adalah pernyataan tertulis yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan responden
diminta untuk menjawabnya. Kuesioner digunakan untuk penelitian yang bersifat
deskriptif ataupun eksplanatori. Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
44
data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan kepada responden untuk dijawab.
Sanapiah (2010:92) menyarankan besar sampel minimum untuk penelitian
deskriptif sebanyak 100, penelitian korelasional sebanyak 50, penelitian kausal-
perbandingan sebanyak 30 per kelompok dan penelitian eksperimental sebanyak
30/15 per kelompok. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga survey
dilakukan kepada 100 responden anak-anak SMA berusia 15-18 tahun yang
berdomisili di Jakarta dan Tangerang.
Gambar 3.1.Kuesioner 1
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
45
Gambar 3.2.Kuesioner 2
Gambar 3.3.Kuesioner 3
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
46
Gambar 3.4.Kuesioner 4
Gambar 3.5.Kuesioner 5
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
47
Gambar 3.6.Kuesioner 3
Dari kuesioner yang dibagikan tersebut, disimpulkan bahwa kasus bullying
masih banyak terjadi di sekolah-sekolah di Jakarta. Sebagian besar kasus bullying
yang terjadi berupa verbal (kata-kata), dapat berupa julukan nama yang diberikan
kepada teman, maupun panggilan nama belakang orang tua. Beberapa siswa
sekolah SMA juga memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup dengan sebab yang
berbeda-beda.
Dalam pengumpulan data melalui kuesioner, telah didapatkan data bahwa
korban bullying saat ini lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki dengan
presentase 63% korban bullying perempuan dan 27% korban bullying berjenis
kelamin laki-laki.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
48
Gambar 3.7. Hasil Kuesioner Jenis Kelamin
Oleh karena itu, penulis pun mencari data lebih dalam lagi mengenai kasus-kasus
bullying yang terjadi pada perempuan, yaitu dengan mewawancarai salah satu
responden bullying bernama Regita Rahadika.
3.1.2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pertemuan dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti
terhadap narasumber atau sumber data (Sanapiah, 2010:42). Wawancara biasanya
digunakan untuk mendapatkan penjelasan dari suatu fenomena atau kejadian, dan
bukan tujuan untuk memahami fenomena tersebut. Wawancara dilakukan untuk
mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain
berdasarkan koefisien korelasi yang disebut sebagai koefisien korelasional.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
49
Wawancara dilakukan kepada:
1. Aktivis sekolah, yaitu Kepala Sekolah SMA Regina Pacis Jakarta Bpk.
Tarcicius Suhirman, SE., Guru BK (Bimbingan Konseling) SMA Regina
Pacis Jakarta Ibu Ardi dan guru agama SMA Regina Pacis Jakarta Bpk.
Alapinus Siang, S. Th. Wawancara ini dilakukan unuk mengetahui
penjelasan atau fenomena bullying yang terjadi di lingkungan Sekolah
Menengah Atas.
a) Bpk. Tarcisius Suhirman, S.E., selaku Kepala Sekolah SMA Regina Pacis
Jakarta. Wawancara dilakukan di Ruang Kepala Sekolah SMA Regina Pacis
Jakarta pada hari Rabu, 13 September 2017 pukul 11.00. Wawancara
melalui pertemuan langsung dengan Bpk. Tarcicius Suhirman dan
permbincangan dicatat secara langsung oleh penulis.
Gambar 3.8.Bpk. Tarcicius Suhirman
Bpk. Tarcisius Suhirman adalah Kepala Sekolah SMA Regina Pacis Jakarta
sejak tahun 2017. Sebelumnya ia merupakan guru character building dan
kewarganegaraan yang mengajar di SMA Regina Pacis Jakarta sejak tahun
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
50
1995. Menurutnya, bullying adalah sebuah tindakan secara verbal maupun
non verbal yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain
(seseorang) yang mengusik ataupun menganggu keberadaaan serta hakekat
seseorang sebagai manusia secara negatif. Dalam hal ini dikatakan bahwa
tindakan bullying merupakan tindakan yang bersifat negatif dan
mengganggu orang lain (korban bullying).
Menurut Bpk. Tarcisius Suhirman atau yang biasa dipanggil dengan
Pak Hirman, karakter rata-rata siswa/i SMA Regina Pacis Jakarta
mengalami banyak perubahan yang drastis apabila dibandingkan dengan
tahun 1995 lalu, khususnya dalam hal kedisiplinan dan juga kepedulian
terhadap sesama. Hal itu kemungkinan diakibatkan oleh pudarnya nilai-nilai
kedisiplinan yang dibangun oleh keluarga dan juga perkembangan teknologi
yang semakin gencar sehingga tingginya tingkat individualism dari siswa
sekarang ini.
Kepribadian seseorang ditentukan oleh nilai-nilai yang ditanamkan
oleh lingkungan terdekat, yakni keluarga dan juga lingkungan sekitar
tempat seseorang berada/bergaul. Keluarga sebagai lingkungan terdekat
menanamkan nilai utama dan juga kepribadian dari orang tua masing-
masing orang pun memengaruhi karakter seseorang. Lingkungan sekitar
pun menjadi pengaruh eksternal bagi perkembangan karakter seseorang.
Keadaan saat ini dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat
dan juga banyaknya waktu serta kegiatan yang dilakukan di sekolah
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
51
memperbesar pengaruh lingkungan ntuk mempengaruhi karakter seseorang
khususnya remaja di SMA.
Fungsi orang tua sebagai pemegang peranan terbesar dalam keluarga
sudah sulit lagi karena adanya teknologi dan lingkungan luar yang
berpengaruh begitu besar dalam hidup remaja.
Kasus bullying sendiri sudah banyak dijumpai oleh Bpk. Hirman,
seperti kasus 2 tahun lalu yang dialami oleh seorang murid perempuan SMA
Regina Pacis yang memiliki kelainan tulang belakang sehingga teman-
temannya pun mengejeknya dengan sebutan fisik yang tidak baik. Hal
tersebut dilakukan berkali-kali sehingga murid tersebut pun menangis dan
tidak ingin bersekolah.
Hal yang sama pun juga dialami oleh anak Bpk. Hirman yaitu
adanya kekurangan fisik pada matanya. Hal itu pun menyebabkan teman-
temannya banyak mengejek dirinya yang sebetulnya kasar dan berpotensi
untuk menurunkan kepercayaan diri serta mental anak. Namun yang
dilakukan oleh Bapak Hirman adalah ia mengajarkan anaknya untuk dapat
menerima setiap keadaan yang dimilikinya dan meneguhkan anaknya
tersebut sebelum terjun ke dalam lingkungan yang lebih dalam. Penerimaan
terhadap diri sendiri lah yang membuat seseorang kuat untuk menghadapi
ejekan maupun gangguan dari lingkungan.
Sebagai kepala sekolah, ada beberapa kebijakan yang dapat
dilakukan oleh sekolah dalam menghadapi kasus bullying yang terjadi,
yakni kebijakan preventif (pencegahan) yaitu dengan adanya mata pelajaran
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
52
kerecisan yang mengajarkan murid-murid mengenai pengembangan
karakter dan nilai-nilai kemanusiaan yang terjadi di lingkungan sosial.
Ajaran mengenai empati dan simpati pun juga diajarkan kepada murid-
murid. Selain itu, nasehat verbal dan pendekatan guru-guru kepada
muridnya juga dilakukan guna mengetahui perlakuan dan sikap murid
terhadap lingkungan sosialnya.
b) Ibu Ardi S., S. Psi., guru bimbingan konseling SMA Regina Pacis Jakarta.
Gambar 3.9.Ibu Ardi
Wawancara kepada Ibu Ardi dilakukan pada tanggal 13 September 2017 di
ruang bimbingan konseling SMA Regina Pacis Jakarta. Menurutnya,
bullying adalah tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah, baik secara
mental maupun fisik yang melukai korban (orang lain). Bullying banyak
terjadi di lingkungan sekolah karena hal tersebut merupakan sesuatu yang
alami, dan pada dasarnya manusia akan melakukan hal tersebut jika tidak
mendapat pendidikan etika dan moral yang baik di lingkungan keluarga, dan
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
53
jika kekurangan kasih sayang dari keluarga. Korban bullying di SMA
Regina Pacis mayoritas yang mudah diketahui adalah perempuan karena
mereka biasanya akan cerita ke orang-orang terdekat seperti teman dekat,
guru bimbingan konseling, maupun orang tua.
c) Bapak Alapinus Siang, S. Th., guru agama SMA Regina Pacis Jakartra.
Gambar 3.10. Bapak Alapinus Siang
Wawancara kepada Bapak Alapinus dilakukan pada tanggal 13
September 2017 di ruang Pertemuan SMA Regina Pacis Jakarta. Menurutnya,
bullying adalah perilaku yang sangat merugikan dan tidka menunjukkan
kedewasaan seseorang, terutama bila sudah duduk di bangku sekolah
menengah. Banyak korban bullying yang di sekolah menengah hanya dijadikan
sebagai bahan olok-olok atau bercanda karena mayoritas murid SMA menyukai
tindakan yang demikian. Korban yang dijadikan bahan ejekan rata-rata adalah
yang memiliki keterbatasan fisik, seperti warna kulit yang gelap, bentuk tubuh
yang tidak proposional, gigi yang lebih maju, dan lain sebagainya.
Korban bullying sebaiknya tidak diam saja dan menerima hal tersebut
sebagai bentuk yang pantas diterima, namun mereka harus bercerita kepada
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
54
orang lain dan mencari solusi atas apa yang dihadapinya. Pendidikan agama
dapat menjadi hal yang penting bagi korban maupun pelaku karena dalam
pendidikan tersebut diajarkan untuk memperlakukan manusia dengan baik,
mengasihi sesama manusia dan tentunya tidak melakukan tindakan bullying
kepada sesama.
4. Penulis, yaitu Bapak Hilman Suryajaya, SE., selaku konselor, mentor,
pembicara, dan motivator yang sudah terbiasa melakukan pelayanan khusus
kepada remaja.Wawancara kepada narasumber dilakukan untuk mengetahui
penjelasan mengenai peran yang dapat dilakukan orang lain terhadap korban
bullying. Wawancara kepada Bapak Hilman Suryajaya dilakukan pada hari
Selasa, 19 September 2017 pukul 17.00 di Meruya, Jakarta Barat. Wawancara
dilakukan dengan pertemuan langsung kepada narasumber dan dilakukan
perekaman video kepada narasumber.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
55
Gambar 3.11. Hilman Suryajaya
Hilman Suryajaya adalah seorang konselor, mentor, pembicara dan motivator
untuk remaja. Ia memulai pelayanannya untuk anak-anak muda (anak-anak dan
remaja) sejak tahun 1996 di gereja – gereja dan aktif mengikuti kegiatan sosial,
khususnya pelayanan anak-anak muda.
Menurutnya, anak-anak muda banyak yang kehilangan arah dan gambar dirinya
sebagai pribadi manusia dan tentu saja hal tersebut dapat mempengaruhi
karakternya secara keseluruhan. Pelayanan yang dilakukan dengan pendekatan
secara pribadi dan perubahan mindset kepada remaja dapat merubah tindakan
remaja dan juga respon remaja dalam menghadapi masalah.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
56
Hilman sendiri sempat menjadi korban bully pada waktu beliau duduk di
bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Saat itu dirinya mendapat
perlakuan tidak pantas dari teman-temannya dan menggunakan kata-kata yang
menyakitkan.
Menurutnya, korban bullying sendiri tidak mudah terbuka dengan orang lain
terutama kepada lingkungan tempat ia mengalami tindakan bullying tersebut.
Korban hanya akan terbuka di tempat ia merasa nyaman dan dapat menjadi
dirinya sendiri. Tempat tersebut bisa di rumah, gereja, maupun lingkungan lain
yang lebih nyaman bagi dirinya. Keterbukaan akan terlihat dari ekspresinya dan
keberaniannya dalam mengutarakan pendapat maupun cara berperilakunya.
Ada tiga fase secara keseluruhan ketika seseorang menjadi korban bullying.
Pertama, saat korban bullying menganggap tindakan yang dilakukan oleh
pelaku hanyalah bercanda sehingga korban tidak begitu menganggap hal
tersebut (seperti angin berlalu). Pada fase ini korban terlihat biasa saja dan
hanya menunjukkan sikap tidak nyaman.
Fase kedua, yaitu korban mulai merasakan adanya gangguan yang terjadi
secara intensif sehingga mengganggu perilakunya (salah tingkah) dan juga
menunjukkan sikap menolak terhadap sikap yang dilakukan oleh pelaku. Pada
fase ini, beberapa korban mengalami kesulitan tidur dan gangguan pada pikiran
mereka, sehingga adanya perubahan perilaku yang cukup signifikan.
Contohnya, seperti lebih banyak diam, tidak nafsu makan, kepercayaan diri
menurun, dan lain sebagainya.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
57
Fase ketiga adalah ketika korban mulai merasakan takut yang berlebihan
(depresi). Pada fase ini korban sulit untuk berpikir dengan akal sehatnya, ada
perubahan karakter secara signifikan, dan juga dapat bertindak tidak normal
secara tiba-tiba (spontan). Beberapa korban yang sudah mencapai fase ini dapat
melakukan tindak kekerasan secara fisik, seperti memukul teman secara tiba-
tiba, menusuk temannya, melukai diri sendiri, bahkan hingga tindakan
mengakhiri hidup.
Pemberian motivasi ataupun saran secara satu arah lebih baik dilakukan
pada saat korban masih berada pada fase 1 ataupun fase 2, karena pada kedua
fase ini korban masih dapat menerima masukan dari orang lain dan juga masih
berpikiran terbuka terhadap situasi yang dihadapi. Pada fase ini lebih mudah
untuk mendengarkan ungkapan perasaan yang dihadapi oleh korban, dan juga
mudah untuk merubah cara pandang korban terhadap situasi tertentu.
Sedangkan pada fase 3, pemberian motivasi secara satu arah akan lebih sulit
dikarenakan korban cenderung untuk menutup diri dan pola pikirnya yang
sudah kaku (tertutup), sehingga pada fase ini dibutuhkan pendampingan khusus
dari orang tua, teman dekat, psikolog, maupun konseling psikologis.
5. Korban bullying, yaitu Regita Rahadika
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
58
Gambar 3.12. Regita Rahadika
Regita Rahadika merupakan perempuan berusia 18 tahun yang pernah menjadi
korban bullying semasa sekolah (Sekolah Menengah Atas). Berdasarkan hasil
wawancara dengan korban, didapatkan informasi bahwa korban mengalami cyber
bullying semasa SMA yang membuatnya tidak memiliki mental yang kuat dan
memutuskan untuk pindah sekolah dan memilih untuk home schooling. Hal-hal
yang dihadapi semasa SMA adalah ia menerima perkataan tidak sopan, seperti
“j*blay”, “p*rek”, bahkan perlakuan fisik seperti dikerjain oleh teman-teman satu
kelompok. Dalam kegiatannya bersekolah home schooling, menurutnya hal tersebut
membuatnya menjadi pribadi yang tertutup, tidak terbuka terhadap kehidupan
sosial, dan tidak dapat mengembangkan diri lebih lagi.
Dalam hal ini, korban bullying perempuan perlu mendapatkan perhatian serius agar
tidak terus menganggap dirinya sebagai korban dan dapat mengembangkan diri
lebih lagi, serta memiliki respon yang baik terhadap kasus-kasus bullying yang
menimpa dirinya.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
59
6. Narasumber (Psikolog), yaitu Hadyan Dhiozandi, M.Psi., Psikolog. Wawancara
dilakukan sebanyak dua kali di ruang konseling Universitas Multimedia Nusantara,
Tangerang. Dalam wawancara dengan Psikolog, dibahas lebih lanjut mengenai isi
konten dari buku ilustrasi dan juga relevansi konten tersebut dengan tema yang
diambil (bullying). Dari Mas Dhio, diberikan beberapa masukan untuk konten buku
dan juga penulisan buku secara keseluruhan.
3.2. Metodologi Perancangan
Metode perancangan yang digunakan untuk merancang buku motivasi ilustrasi
untuk korban bullying adalah sebagai berikut:
3.2.1. Perancangan Copywriting
Copywriting atau konten dari buku motivasi ilustrasi ini didapat dari
data yang telah disiapkan oleh penulis, Bpk. Hilman Suryajaya dan
akan diolah oleh penulis sesuai dengan izin dari narasumber. Data
yang didapat berupa rangkaian (draft) dari konten buku tersebut
dengan tujuan yang telah disepakati dan juga data akhir (final) yang
sudah direvisi oleh editor maupun narasumber.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
60
Gambar 3.13. Printscreen Data Konten
Gambar 3.14. Printscreen Data Konten 2
Data yang telah dibuat tersebut berdasarkan hasil konsultasi dengan
narasumber yaitu Hadyan Dhiozandi, M. Psi yang merupakan
psikolog dan Leonarda Anggia, S. P. yang juga asisten psikolog.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
61
Gambar 3.15. Printscreen Data Konten 3
3.2.2. Perancangan Titik, Garis dan Bentuk
Titik, garis dan bentuk memiliki peran yang besar dalam
perancangan sebuah ilustrasi karena ketiganya menentukan dan
mengekspresikan perasaan yang dapat dirasakan oleh penikmatnya
(pembaca).
Menurut Richard Poulin (2011:15) dalam bukunya “The Language
of Graphic Design”, titik merupakan yang utama dan mendasar
dalam pembentukan seluruh elemen komunikasi visual dan
prinsipnya. Titik merupakan bentuk yang paling sederhana dan
murni dari seluruh elemen geometri. Merujuk pada definisi titik
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
62
yang dikemukakan Penemu geometri modern yakni Euclid, Poulin
menuliskan: “titik adalah sesuatu yang tidak memiliki bagian / that
which has no part”.
Menurut Laurer / Pentak (2008:138) dalam bukunya “Design
Basic”, kualitas sebuah garis dapat mengekspresikan sebuah
perasaan. Sebuah karya visual yang menampilkan kualitas tebal-
tipis, halus – kasar, datar - bergelombangnya garis dapat
memunculkan sebuah ekspresi yang dapat dapat dirasakan oleh
penikmatnya.
Menurut Robin Landa (2011:17) dalam bukunya “Graphic
Design Solutions”, definisi bidang (shape) adalah garis besar yang
umum dari sesuatu, suatu area yang digambarkan pada sebuah
permukaan datar yang dibentuk secara sebagian atau penuh dengan
garis (outline / contours) atau warna dan teksture.
Oleh karena itu, elemen-elemen garis dalam bentuk visual sangat
menentukan pesan yang diberikan oleh penulis/pembuat ilustrasi
kepada pembaca. Dalam hal ini, penulis menghubungkan antara
target dan juga pendalaman kasus (bullying) untuk menjadi dasar
pembentukan elemen-elemen desain yang digunakan.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
63
Gambar 3.16. Elemen Desain Dinamis
Garis-garis yang banyak dibentuk adalah garis yang dinamis karena
menyesuaikan dengan target pembaca yaitu remaja pada umumnya
dengan sifat yang bebas dan bergairah. Garis-garis tersebut
kemudian dikombinasikan dengan permasalahan sosial yang terjadi
yaitu bullying.
Gambar 3.17. Elemen Desain Statis
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
64
Garis-garis yang tercipta dari permasalahan sosial tersebut adalah
garis yang bersifat kaku, tertutup dan juga memiliki sudut. Kedua
hal ini perlu dikombinasikan agar dapat mengutarakan perasaan
kepada pembaca yaitu remaja yang sedang memiliki permasalah
sosial (bullying).
3.2.3. Perancangan Warna
Menurut Timothy Samara dalam bukunya “Design Elements”
(2007:90), warna dari sebuah temperatur baik berupa dingin (cool)
maupun hangat (warm) berelasi dengan kualitas dari sebuah obyek
tertentu di alam, semisal biru dengan es yang dingin.
Warna-warna yang diberikan pada suatu visual tertentu
dapat memberikan perasaan maupun suasana kepada pembaca
sesuai dengan temperature warna yang ada. Jika warna-warna yang
dihasilkan adalah warna hangat, maka memberikan perasaan yang
ceria, hangat, dan menyenangkan. Sedangkan jika warna-warna
yang diberikan adalah warna-warna dingin, maka suasana yang
tercipta adalah suasana yang dingin, menyedihkan, mengharukan,
kelam, dan lain sebagainya.
Dalam perancangan warna pada buku ilustrasi ini dilakukan dengan
studi eksistensi antara target dengan permasalahan sosial yang
terjadi yaitu bullying. Perancangan warna dilakukan dengan
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
65
membandingkan ilustrasi-ilustrasi dengan tema serupa serta target
secara spesifik dari buku ini.
Gambar 3.18. Pengambilan Sampel Warna Cerah
Pengambilan sampel warna dilakukan dengan membuat moodboard
ilustrasi yang menggambarkan remaja pada umumnya yang ceria,
bahagia, dan ekspresif. Warna-warna yang diambil sampelnya
merupakan warna yang memiliki brightness tinggi dan hue yang
tinggi.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
66
Gambar 3.19. Pengambilan Sampel Warna Gelap
Kemudian pengambilan sampel warna dilakukan berdasarkan
permasalahan sosial yang warnanya bersifat dingin, gelap, dan
tertutup. Warna-warna tersebut memiliki contrast yang tinggi
dengan saturation yang rendah.
Dari kedua sumber warna tersebut maka dihasilkan kombinasi
warna sebagai berikut:
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
67
Gambar 3.20. Colour Palette yang digunakan
Warna-warna yang dikombinasikan tersebut merupakan warna yang
memiliki kroma rendah/kusam, dengan value yang gelap (shade).
Kroma adalah adalah kadar cerah – kusamnya warna seperti merah
cerah atau merah kusam, sedangkan value merupakan kadar gelap
terangnya warna seperti biru muda dan merah tua. Kombinasi warna
seperti ini memiliki temperatur yang hangat dan juga dingin untuk
mengekspresikan beberapa ilustrasi sesuai dengan unsur-unsur
tertentu yang ingin diekspresikan. Sedangkan warna-warna yang
terang dengan agak sedikit kusam untuk menunjukkan bahwa warna
ini ditujukkan untuk target (remaja) dengan permasalahan sosial
yang terjadi pada dirinya (bullying).
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
68
3.2.4. Perancangan Typeface
Perancangan typeface dilakukan dengan studi eksistensi yaitu
membandingkan beberapa buku-buku maupun media tertulis
lainnya yang ditujukkan untuk target yang sama (remaja).
Gambar 3.21. Perbandingan Media Ilustrasi
Dalam beberapa media tersebut, dapat disimpulkan bahwa typeface
yang digunakan adalah yang bersifat dinamis, handwriting, dan juga
terbuka. Sehingga typeface yang digunakan pada perancangan visual
buku ilustrasi ini adalah:
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
69
Gambar 3.22. Typeface yang Digunakan
Typeface yang digunakan untuk body text adalah Cartoonist
(Cartoonist) dengan karakter yang tipis, memiliki readability dan
legability yang baik, dan cocok untuk pembaca yang bersifat
introvert. Selain itu, typeface ini berbentuk bulat, memiliki kepala
dan kaki typeface yang tinggi sehingga mudah dibedakan tiap
karakternya.
3.2.5. Perancangan Ilustrasi
Perancancangan ilustrasi buku motivasi ini dilakukan dengan cara:
1. Studi Literatur
Studi literatur adalah cara mengumpulkan data dengan
menghimpun data-data atau sumber yang berhubungan dengan
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
70
topik penelitian yang diangkat. Dengan demikian perancangan
ilustrasi yang ada mengacu pada buku-buku sumber tertentu
dengan teori yang ada dan mengarah pada ilustrasi yang sesuai
dengan target.
2. Analisa kompetitor
Analisa kompetitor dilakukan dengan menganalisa projek yang
serupa dengan karya yang akan dibuat agar dapat mengacu
kepada objek yang dibuat nantinya.
a. Buku Rahasia Gadis
Gambar 3.23.Buku Rahasia Gadis
(diunduh dari www.twitter.com/rahasiagadis)
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
71
Gambar 3.24.Konten Buku Rahasia Gadis
(diunduh dari www.twitter.com/rahasiagadis)
Buku Rahasia Gadis merupakan contoh buku motivasi yang
ditujukan kepada perempuan yang berusia 17 – 23 tahun (belum
menikah) yang mengalami masalah dengan pengambilan keputusan,
pacar, jodoh, maupun kehidupan. Dalam buku ini lebih banyak
memotivasi wanita-wanita muda ke arah yang lebih bijaksana.
Visual dan ilustrasi buku ini lebih banyak menggunakan warna-
warna cerah seperti merah, merah muda, ungu, kuning, dan lain
sebagainya dikarenakan ditujukkan kepada wanita. Selain itu font
yang digunakan adalah tulisan tangan agar, dan ilustrasi yang
digambarkan adalah ilustrasi yang sangat feminism
b. Buku 88 Love Life
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
72
Gambar 3.25.Buku 88 Love Life
(diunduh dari www.twitter.com/rahasiagadis)
Buku ini merupakan buku karangan Diana Rikasari yang membahas
mengenai kehidupan dan juga cinta. Buku ini ditujukkan kepada
remaja perempuan yang berusia 17 – 23 tahun dan pada kontennya
didukung oleh ilustrasi yang mendukung masing-masing konten per
halaman.
Buku ini memiliki bentuk visual dengan warna-warna yang solid
dan penggunaan quotes (kata mutiara) yang sederhana sehingga
memudahkan pembaca untuk mendapat pesan dari tiap halaman
tersebut. Tiap halaman dari buku ini memiliki ilustrasi yang detail
dan menjelaskan tiap konten dari halaman tersebut.
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
73
Gambar 3.26 Contoh Ilustrasi Buku 88 Love Life
c. Buku Rahasia Menjadi Remaja Gaul
Gambar 3.27. Rahasia Menjadi Remaja Gaul
Buku ini merupakan pocket book (buku saku) yang berukuran 10 x
10 cm yang membahas mengenai rahasia-rahasia menjadi remaja
gaul. Di dalam buku tersebut terdapat ilustrasi-ilustrasi yang
mendukung masing-masing poin yang terlampir dalam buku
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
74
tersebut. Buku ini ditujukkan kepada remaja yang berusia 14-17
tahun. (SMP dan SMA)
Gambar 3.28. Konten Rahasia Menjadi Remaja Gaul
Dalam buku ini, terdapat tips-tips bagaimana menjadi remaja yang
gaul dengan ilustrasi gambar perempuan di sebelah kanan/kiri tips
tersebut. Ilustrasi dibuat dengan gaya yang ekspresif, pewarnaan
tekstur seperti cat air dan bentuk tokoh yang memiliki tubuh terlihat
lebih kecil.
Perancangan ilustrasi penulis dibuat berdasarkan kombinasi
dan modifikasi dari kedua jenis ilustrasi serupa tersebut, yaitu
penggunaan warna yang solid dengan memberikan tekstur pada
visual yang akan dibuat. Tekstur dibuat dengan titik-titik yang
konsisten dan menyerupai bentuk kapur. Pemberian tekstur kapur
mengacu pada target pembaca yang mayoritas siswa/siswi SMA,
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018
75
sehingga terlihat seperti suasana sekolah yang masih menggunakan
papan dan kapur.
Gambar 3.29. Tekstur pada Visual Buku Ilustrasi
Perancangan Buku Motivasi..., Clairine Irawan, FSD UMN, 2018