Upload
hoangthuy
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
99
LAMPIRAN
Wawancara bersama Nong Darol Mahmada (Inisiator di Jakarta)
di Starbucks, Perkantoran Hijau Arkadia, Jakarta Selatan
Wawancara bersama Cyril Raoul Hakim (Inisiator di Jakarta)
di Fitzroy Gastrobar, Gunawarman, Jakarta Selatan
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
100
Wawancara bersama Gemma Ivan Miranda (Inisiator di Boston)
di Apriary Coworking Place, Lippo Mall Puri, Jakarta Barat
Wawancara bersama Bernadette Maria (Partisipan di Jakarta)
di Mango & Me, Ruko Greenlake, Jakarta Barat
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
101
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Nong Darol Mahmada (Inisiator di Jakarta)
Lokasi: Starbucks, Perkantoran Hijau Arkadia, Jakarta Selatan
Hari/Tanggal Wawancara: Jumat, 22 September 2017
Waktu Wawancara: Pukul 11.45 WIB
Wawancara dilakukan dalam 1 pertemuan
Peneliti (P)
Informan (I)
P: Menurut Mbak, aksi kolektif solidaritas itu apa?
I: Aksi kolektif itu aksi yang terdiri dari satu atau beberapa orang yang memulai
dan menaruh perhatian terhadap penyelesaian masalah-masalah publik.
P: Mbak, boleh diceritakan bagaimana awal dari aksi solidaritas 1000 cahaya
untuk Ahok ini?
I: Jadi acara itu didasari oleh, istilahnya itu kalau saya menyebutnya itu
kesedihan bersama ya, duka bersama yang kita alami waktu itu. Tidak tahu
waktu itu kan hari Selasa kan, itu vonis dijatuhkan ke Pak Ahok itu dua tahun ya.
Hmmm... Jadi kita tidak menyangka Pak Ahok akan divonis seperti itu. Udah
gitu kan tidak berdasarkan pada tuntutan dari Jaksa. Kalau Jaksa kan tidak ada
sampai dipenjara. Yang lebih sedihnya waktu itu adalah saat itu juga dibawa ke
Cipinang ya. Jadi saya kebetulan juga ada di pengadilan waktu itu ya. Jadi
sebelum Pak Ahok masuk ke ruangan sidang juga ketemu dulu gitu. Jadi habis
dijatuhkan vonis itu gak ketemu lagi karena Pak Ahok langsung diambil,
langsung dibawa. Jadi gak tau gitu, jadi kita itu semua sedih semuanya itu, jadi
nangis semuanya. Kita langsung kejar ke Cipinang dan bingung gitu kan. Dan
masuk ke penjara Cipinang, ketemu Pak Ahok gak bisa, semua pendukung
istilanya Ahokers juga pada nangis di luar. Jadi susasanya begitu sedih gitu.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
102
Ditambah lagi, saya pribadi waktu itu dapat berita duka. Ada satu orang security,
kawan Rumah Lembang meninggal gara-gara mendengar Ahok dipenjara. Dia
langsung pingsan gitu dan langsung meninggal di situ. Jadi kita tambah sedih.
Nah, sebenarnya malam itu, malam Rabu itu ada acara juga, malamnya di depan
penjara Cipinang itu. Saya juga termasuk yang ngundang waktu itu, tetapi itu
lebih pada spontan juga. Maksudnya, ya teriak-teriak aja gitu ya, demo aksi
biasa. Nah waktu yang di Cipinang itu bingung, ngeliat orang-orang sedih. Saya
juga sedih, teman saya gak berhenti-henti nangis kan. Akhirnya saya bilang,
kayaknya kita harus bikin acara deh. Acara buat kita semua gitu yang kaya
semacam, ya kalau perlu kita menangis bersama. Kita kumpulin terus kita nangis
bersama terus udahlah mau ngapain gitu. Pokoknya kita ekspresikan kesedihan
kita, kekecewaan kita. Terus tagline-nya waktu itu adalah matinya keadilan,
khusunya untuk Pak Ahok. Jadi, ya udah gimana gitu. Saya bilang kita memang
sedih, tetapi kita juga tidak boleh kehilangan harapan. Dan simbol dari harapan
itu kan sebenarnya cahaya lilin. Jadi, saya bilang kayanya pas kalau kita bikin
1000 lilin gitu. Oh ya udah, akhirnya pada ngedukung itu. Ya udah, saya
mungkin persiapannya gak sampai 24 jam gitu ya. Persiapannya hanya delapan
jam. Yaudah saya langsung bikin undangan gitu kan, langsung di blast aja.
Kepikian bikin di Tugu Proklamasi, padahal waktu itu belum ada izin belum apa.
Jadi ya gitu aja kita bikin di Proklamasi. Jadi pokoknya, karena saya juga
berkali-kali bikin acara di situ kan. Udahlah kita bikin di Tugu Proklamasi. Jadi
lnagsung aja tuh karena waktunya gak ada, saya langsung blast aja gitu kan
undangannya. Ya pada sambil pada saat bersamaan malam-malam gitu kita
kontak peralatan segala macem siangnya, baru minta izin ke pihak Proklamasi
dan sebenarnya tuh pihak Proklmasi tuh tidak mengizinkan, karena kan tidak
boleh dipakai untuk acara-acara kayak gitu. Tapi saya kontak Pak Djarot minta
izin, tolong saya bilang karena kalau misalnya kita gak dilokalisir di suatu
tempat yang istilahnya ada batas-batas kayak gitu, misalnya kayak di malam
sebelumnya. Nah kalau di malam sebelumnya kan sempat chaos kan. Saya
bilang itu akan terjadi chaos lagi kan. Sementara orang-orang masih marah, pada
sedih. Ini tuh acara yang kita bikin ini semacam positif juga gitu ya. Positif dan
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
103
pengennya itu adalah tidak ada kerusakan dan lain-lain. Akhirnya oleh Pak
Djarot diizinkan, ternyata pas dihubungi bawahannya itu saya harus
menghubungi ini ini dulu. Akhirnya ya sudah secara teknis tempat sudah oke.
Terus saya tuh sebenarnya tidak menyangka juga sih kemudian yang dateng itu
banyak banget. Itu diluar dugaan saya sama sekali, karena kalau misalnya lihat
dari kesiapannya itu kesiapaannya itu singkat banget. Kita tuh gak ada panggung
gitu kan. Ya uang juga saweran semua gitu. Terus spanduk juga medadak dua
jam tiga jam gitu. Melihat yang hadir kayak gitu saya makin memperkuat asumsi
saya sejak awal bahwa ini banyak sekali warga gitu ya, khusunya warga Jakarta.
Waktu itu bukan hanya dari Jakarta, dari Bekasi datang, pokoknya wilayah-
wilayah terdekat itu pada datang semua pakai kereta dan lain-lain. Karena
kebetulan narahubung atau contact person-nya itu kan saya. Jadi itu yang
namanya handphone itu tuh kayaknya crash aja. Tiap detik tuh handphone gak
berhenti nanya gitu nanya saya mau dateng, dimana tempatnya, benar atau
enggak kayak gitu. Itu gak berhenti dari dimulai diblast. Tetapi saya tidak
menduga bahwa akan sebanyak itu. Jadi, wah ini benar-benar warga itu terpukul.
Nah malam sebelum acara itu, saya konsolidasi. Kan saya tergabung dengan
PPKJ (Perempuan Peduli Kota Jakarta). Jadi saya bergabung dengan beberapa
relawan Ahokers yang mendukung Ahok. Saya sampaikan rencana lilin itu, saya
bilang kalau bisa di daerah-daerah juga iu kita bikin dan kalau bisa misalnya, kita
bisa barengan tuh. Nah beberapa kota itu menyambut, malam-malam itu jam 10
tek-tokkan terus. Jogja siap, Nong. Waktu itu Flores. Nong, Flores ya. Ini ada
temanku nih di Flores buat nyiapin besok malam. Trus, di Bali. Bali waktu itu
kan, siang. Jadi waktu itu kalau gak salah ada empat tempat. Jadi, ada Flores,
Bali, Jogja, satu lagi apa itu ya saya lupa. Yaudah saya bilang, kita brengan
Jakarta, Jogja, Bali, Flores malam ini barengin. Semuanya 1000 lilin acaranya.
Oke, nah untuk kota yang lain-lain terus-terusan gitu ya ngikutin. Sesiapnya
kota-kotanya masing-masing. Benar-benar antusias masyarakat mengharukan ya
dengan melihat anggapan dan testimoni dari teman-teman, mengharukan banget
buat saya juga.
P: Bisa dibilang Mbak ini salah satu orang yang pertama kali menginisiasi aksi
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
104
ini ya?
I: Ya, jadi bisa dibilang saya yang memiliki ide awal itu, terus didiskusikan
dengan teman-teman. Kebetulan teman-teman banyak yang mendukung. Jadi,
ada pembagian tugas. Kita saweran bareng-bareng, siapa yang pegang spanduk,
acara, hubungi orang, dan lain-lain. Jadi, saya gak bisa kerja sendiri jadi teman-
teman bantu.
P: Apakah Mbak juga merupakan inisiator aksi solidaritas di Balai Kota?
I: Di Balai Kota yang Mas Addie M. S. ?
P: Iya, Mbak.
I: Yang di Balai Kota Adie M. S. itu Mas Adie M. S. yang inisiator. Awalnya
saya mengajak Mas Adie untuk di Proklamasi. Ternyata Mas Adie sudah
menyiapkan itu sebelumnya, sama-sama spontan dan tidak menduga kalau Pak
Ahok itu langsung ditahan. Mas Adie itu rencana awalnya ingin menyanyi
bersama Ahok. Jadi itu rentetan awalnya seperti bunga dan lain-lain itu.
Jadwalnya itu disesuaikan dengan Pak Ahok yang menerima para warga. Nah,
itu settingan acara Mas Adie seperti. Jadi, Mas Adie itu merencanakan acara itu
jauh-jauh hari sebelum Pak Ahok divonis di penjara, sebelum pengadilan vonis.
Jadi, dia sudah rencana tadinya bersama Pak Ahok, ternyata seperti itu jadi
makin heboh. Jadi, malamnya diisi dengan acara kami. Sehari itu betul-betul
beruntut. Massanya juga dari Balai Kota ke Proklamasi juga.
P: Sebenarnya tujuan dari aksi solidaritas ini apa sih, Mbak?
I: Tujuannya ini adalah untuk mengekspresikan kesedihan dan juga
menyampaikan bahwa meskipun kita sedih karena keadilan sudah mati lewat Pak
Ahok dipenjara, tetapi kita juga tetap berjuang karena Indonesia masih punya
harapan. Jadi, kita ingin menyampaikan ke publik soal itu bahwa Indonesia
keadilan mungkin sudah mati, tetapi kita juga harus berusaha selalu optimis
untuk berjuang bersama-sama supaya Indonesia gak collapse, demokrasinya gak
mati, keadilannya gak mati, selalu ada harapan. Istilahnya dibalik kegelapan, tapi
masih ada secercah lilin yang itu menuntutn kita untuk melangkah ke depan.
Kira-kira kita ingin menyampaikan jangan menyerah, tetap semangat untuk
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
105
berjuang untuk negeri ini. Kesedihan boleh kita ekspresikan, tetapi harapan tetap
harus kita lakukan. Jadi kira-kira seperti itu sih tujuan ke publik yang ingin kita
sampaikan.
P: Pada awalnya proses aksi solidaritas ini seperti ini bagaimana sih, Mbak?
Apakah dari online atau offline?
I: Dari WA mungkin. Maksudnya kalau undangannya kita blast lewat WAG
(WhatsApp Group). Kalau mendiskusikan itu, karena kita kebetulan itu, saya dan
teman-teman, tim kecilnya ya pas barengan lagi ketemu di Cipinang. Jadi kita
merumuskannya itu di situ gitu. Jadi misalnya ketika saya bilang aduh kayanya
aku harus bikin acara deh. Kalau malam ini kita gak mungkin bisa. Karna
semuanya itu pasti tujuannya ke Cipinang. Lebih enak kita itu besok bikin acara
besok malam. Dan kita punya waktu untuk mempersiapkan teknisnya itu berapa
gitu. Teman-teman kaya oh kalau gitu apa yang kamu butuh. Jadi yah siapa yang
bisa jadi MC, siapa yang tampil untuk orasi, siapa yang mau doa, terus direspon
biar kita tentukan gimana. Soalnya kita pakai baju hitam yang melambangkan
kalau kita lagi berduka. Lilin juga kita minta dari peserta bawa sendiri aja, jadi
kita gak usah nyiapain karena kita terbatas juga kan. Ya udah akhirnya
disepakatin dirumuskan dalam bentuk surat kan tunjangan. Lalu kita blast lewat
WAG (WhatsApp Group), lewat media sosial Facebook dan Twitter. Dibantu
juga sama teman-teman, terus jadi rame.
P: Dalam aksi solidaritas ini ada tidak Mbak, siapa ingin dilawan gitu?
I: Ingin dilawan itu sebenarnya bukan siapa ya, tapi apa. Jadi apa yang kita ingn
lakukan melawan yang tadi keadilan. Keadilan dalam hal ini pengadilan dimana
Pak Ahok pada waktu itu kita lihat simbol perlawanan. Semua orang tahu bahwa
pegadilan telah memperlihatkan proses-prosesnya juga, saksi, bukti. Gak ada
yang menunjukkan Pak Ahok bersalah, tetapi vonis seperti ini. Ini ada apa, ini
kita melihat ada ketidakadilan. Bahkan jaksanya pun ketika sudah mendengar
kaya gitu, tuntutannya itu kan minimal banget, tapi yang terjadi malah
sebaliknya. Jadi itu namanya ketidakailan dan itu berlangsung di pengadilan
yang kita anggap bahwa tempat satu-satunya untuk mencari keadilan tapi disitu
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
106
tidak ditemukan. Jadi itulah yang kita lihat waktu itu sampai sekarang.
P: Alasan Mbak melakukan memobilasi aksi solidaritas ini melalui online?
I: Gak bisa dipungkiri kalau setiap kehidupan kita sekarang ini semuanya
berkaitan dengan media sosial. Semua orang punya dan pakai media sosial.
Untuk beberapa kasus tertentu, media sosial sangat efektif. Contohnya, saat
bencana tsunami di Aceh dulu sekitar tahun 2006-2007. Orang-orang tahu berita
tersebut dari media sosial Twitter. Selain itu lebih efektif, jadi sekarang itu
paling efektif untuk menyebarkan, mengkampanyekan apapun itu adalah lewat
online. Lewat WA, karena orang setiap hari seperti saya ke kamar mandi ke
mana itu gak bisa lepas dari WA. Jadi dari handphone dan semua itu ada di
handphone. Jadi online itu, lewat online, lewat sosial media itu sangat efektif.
Karena 24 jam orang mengakses sosial media.
P: Ada gak sih Mbak media sosial tertentu lebih efektif dari yang lain?
I: Kalau saya kebetulan media sosial yang saya pegang itu adalah Twitter dan
Facebook. Kalau seperti Instagram mungkin karena followers saya masih kecil
ya, gak begitu besar juga. Sempet on off on off terus kadang kebuka kekunci
kebuka kekunci. Tapi kalau kaya Twitter dan Facebook itu udah lumayan dan
kita juga banyak komunitas kayak gitu.
P: Kelebihan dan kekurangan dari media sosial masing-masing ada gak, Mbak?
I: Ada. Jadi kaya Twitter gitu, dia terlalu cepat. Jadi cepat hilang karena dia
sangat cepat, Twitter cepat banget hilangnya. Sepuluh menit, lima menit, satu
menit bisa langsung ketutup gituya oleh yang lain. Jadi harus ada jeda antara satu
tweet dengan tweet yang lain supaya tidak crash. Yang agak awet tu menurut
saya itu Facebook. Tapi ya itu, masing-masing punya ininya sendiri-sendiri lah.
Tapi Facebbok kan terbatas Cuma 5000, kecuali dibuka untuk publik. Paling
Twitter sih yang ada fitur hashtag dan trending topic-nya. Pesan-pesan yang kita
sampaikan disertai dengan hashtag. Ketika hashtag itu jadi trending topic dan
mengundang penasaran orang-orang. Kaya apa sih itu. Dari situ para netizen
mendapat gambaran mengenai suatu isu, kemudian informasi secara lengkapnya
di offline. Facebook dan Twitter punya kesamaan satu. Pesan itu dapat dengan
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
107
mudah tersebar. Dalam hitungan beberapa jam aja sudah berapa banyak orang
yang tahu kalau ada loh aksi ini. Maka dari itu media sosial punya peran sekuat
itu.
P: Apakah ada kendala memobilisasi aksi solidaritas melalui online?
I: Kendalanya itu karena meskipun di dunia maya ya, jadi kendalanya adalah ya
ga langsung, gak ketemu langsung. Salah satu cara untuk menutupi kekurangan
itu adalah kita memberi yang namanya contact person. Supaya orang kalau
pengen tahu detail acaranya gimana itu bisa telpon ke orang yang kita taro nomor
teleponnya di situ gitu. Makanya kalau misalnya ada acara, biasanya kalau gak
ada contact person-nya itu saya lihatya pasti gak jelas. Bisa hoax lah, bisa apa
lah. Karena itu, kendala dari online, sosial media itu adalah soal ketidaknyataan
gitu. Kita gak langsung ketemu face to face, hanya berdasarkan info dari
pengumuman itu aja gitu. Tapi detail-nya kaya apakah itu benar, gimana jamnya,
benar atau enggak. Itu kan hanya bisa ditanya ke orang yang ada di nomornya di
situ.
P: Adakah strategi atau cara teretentu yang ditempuh dalam memobilisasi aksi
solidaritas ini?
I: Waktu yang di Tugu Proklamasi itu sebetulnya strateginya gak ada. Jadi itu
memang perasaan yang sama aja, kecewa, sedih. Itulah yang menyebabkan kami
semua berkumpul. Jadi, setelah di Proklamasi ini, beberapa hari kemudian kalau
gak salah kami itu kemudian bikin acara di Mahkam Mbak Periok, lilin juga kan.
Itu tempatnya jauh banget loh, Mbak. Awalnya kami itu mau bikinnya itu di
Taman Waduk Pluit awalnya, itu barengan dengan acara ulang tahun DKI di
bulan Juni. Udah koordinasi dengan Pak Djarot, tetapi ketika saya nengok Pak
Ahok, Pak Ahok bilang, nong kalau bisa jangan acara DKI ya DKI, acara kamu
sendiri aja. Dia usul bikin acara di Mbah Priuk, itu juga untuk mengingatkan
kembali tentang programnya Pak Ahok buat cagar budaya Mbah Priok. Akhirnya
saya terima kan. Wkt itu sebetulnya saya deg-degan loh, Mbak. Karna tempatnya
jauh, jauh ke mana-mana git kan. Terus awalnya itu gak ada yang dateng. Tapi
gila penuh banget, penuh ampun-ampun. Jadi apa yang menyebabkan kami bisa
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
108
seperti itu adalah perasaan yang sama,yang dalam konteks itu adalah yang
menyatukan kami adalah sosok Pak Ahok. Jadi, kemudian saya berkesimpulan
bahwa acara apapun, dimanapun, dalam konteks apapun yang berkaitan dengan
Pak Ahok itu pasti akan, massa itu akan berkumpul. Jadi kemarin-kemarin kita
bikin acara lebih mendadak banget. Itu acara sebulan Pak Ahok ditahan, tanggal
sembilan Juni. Itu juga banyak juga yang dateng. Meskipun di gedung gede, itu
mungkin terbatas jadi yang dateng bukan massa. Tapi itupun yang dateng
lumayan gitu. Jadi saya bilang jadi massa itu lagi merasa terpanggil melakukan
sesuatu.
P: Sebetulnya aksi sebulan Pak Ahok ditahan ini merupakan aksi solidaritas
lanjutan dari 1000 cahaya ini gak sih, Mbak?
I: Kalau dibilang solidaritas iya sih. Jadi, isunya masih tetap solidaritas terkait
Pak Ahok. Jadi, kalau waktu itu sih selama dua bulan itu dia itu konteksnya
adalah solidaritas trhadap Pak Ahok sampai kemudian Pak Ahok meminta kita
untuk cooling down dulu mungkin. Karena dikhawatirkan terus menerus
menggelinding begini terus itu kan yang jadi korban nanti Pak Ahok lagi. Jadi
nantinya Pak Ahoknya diteken lah atau apa. Kita jadinya mikir, oh iya ya bener
juga.
P: Menurut Mbak, dampak yang dihasilkan dari aksi solidaritas ini apa yah,
Mbak?
I: Sebenarnya lebih ke memberikan edukasi kepada publik atau awareness,
political awareness atau kesadaran politik, khususnya kepada masyarakat yang
selama ini tidak terlalu peduli dengan bangsa, yang apatis dan skeptis. Yang
apatis itu bener-bener orang-orang yang gak peduli yang penting hidup dia aja
dan mikir emang ini ada pengaruhnya. Nah, pilkada DKI kemarin itu, itu kan
juga menumbuhkan sikap pendidikan atau kesadaran politik yang tinggi terhadap
warga. Orang-orang khususnya di kalangan emak-emak itu, istilahnya the power
of emak-emak itu sebenarnya fenomena dari munculnya atau bangkitnya
kesadaran politik keapda warga biasa. Nah, kegiatan-kegiatan yang kita lakukan
itu juga menimbulkan atau ingin berdampak menciptakan atau menumbuhkan.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
109
Kalau memang awalnya sudah tumbuh, netral itu tumbuh itu tumbuh lagi itu
pada awalnya enggak gitu loh. Bahwa kita harus peduli dengan negeri ini.
Dimana pedulinya waktu kita misalnya harus memilih, setelah memilih
kemudian salah itu biasa dalam demokrasi. Tapi misalnya dalam konteks ketika
itu sosok yang kita pilih, sosok yang kita berikan amanah dperlakukan seperti itu,
kita harus menunjukkan bahwa kita kecewa, kita protes. Karena prosesnya itu
salah banget, dan kita memperlihakan ke publik. Belum lagi misalnya daritadi
saya enggak terangkan soal misalnya bahwa faktor-faktor luar kolektif toleran
selalu kuat. Itu juga sebagai informasi publik, pendidikan politik juga kepada
warga bahwa kalau misalnya kita diem aja, kalau kita selama ini cuek dan apatis,
20 tahun lagi atau minimal paling lambat 5 tahun lagi itu kelompok-kelompok
yang ingin menggantikan Pancasila, yang selama ini menyerang Ahok akan
berkuasa di negeri ini. Akhirnya kita gak bisa apa-apa nantinya, demokrasi nanti
hilang. Itu tuh uda kejadian di negara-negara lain. Kita tuh gak hanya ngomong
dongeng, bukan ngomong konon. Itu tuh udah terbukti dan pelakunya itu
kelompok-kelompok di sana yang dateng ke sini. Jadi, kita juga memberikan
awereness dan informasi lewat-lewat seperti itu. Makanya daritadi saya bilang,
ini sebenarnya sosok Ahok adalah makhluk sasaran, tapi sebenernya isunya itu
lebih besar lagi yaitu soal NKRI, soal kita harus peduli dengan negara ini. Cuma
konsolidasinya yang mempersatukannya itu soal kasus Pak Ahok. Karena dari
kasus ini, tiba-tiba semua jadi kebuka. Yang tadinya gak ada, berbondong-
bondong aksi berjilid-jilid karena adanya Pak Ahok, semuanya keluar dan
pemerintah gak mampu membendungnya. Bahkan smapai pengadilanpun gak
bisa untuk menolaknya. Jadi itu yang ingin kita sampaikan. Jadi lewat acara yang
selama ini yang kita gagas dan disiapkan itu sebenarnya adalah untuk itu.
P: Reaksi apa yang diberikan para netizen di ranah online melalui aksi solidaritas
ini?
I: Kalau netizen ini kan luas ya, beragam jadi macem-macem. Kalau yang suka
ya pasti dukung. Banyak yang wah..., banyak yang dateng juga dan dateng juga.
Tapi, banyak juga yang haters dan itu terbukti saya dibully dan diftinah dikatain
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
110
apa segala amacem, itu biasa dan itu resiko. Kita kan melakukan sesuatu, gak
semua orang suka. Jadi kita harus tahu dan kita harus siap. Kalau kita takut atau
khawatir dengan dampaknya yang terjadi pada kita, misalnya takut tidak disukai,
takut dibully ya gak usah melakukan sesuatu. Karena setiap apapun yang kita
lakukan, orang kan kepala beda-beda. Jadi kalau saya memilih, saya harus
melakukan sesuatu. Bodo amat orang mau mikir apa, tapi yang penting kita
melakukan sesuatu yang menurut kita itu benar dan apa itu dasar kebenaran kita
menurut saya, ya buat bangsa ini. Saya ini punya konstitusi kok, itu jadi
pegangan aja. Saya gak macem-macem kok, itu kan lebih ke panggilan saya aja.
Kebetulan saya punya anak dua-duanya perempuan, bayangkan kalau misalnya
Indonesia ini berubah menjadi negara Islam di generasi anak saya. Jadi saya tuh
mikirnya seperti itu, itu yang membuat saya juga gak peduli sama haters. Karena
saya merasa itu lebih besar taruhannya daripada misalnya fitnah ke saya, itu mah
didiemin aja akan cape sendiri. Saya sih pendiriannya seperti itu.
P: Oh ya, Mbak, sempat disinggung orang-orang di grup WhatsApp ini Mbak
kenal lewat mana? Ketemu langsungkah atau lewat online?
I: Sebetulnya lewat online dari Twitter dan dari kegiatan-kegiatan kaya ini. Saya
juga banyak juga bikin kegiatan, dari situ tuh kemudian jadi memperluas terus
pergaulan. Jadi misalnya setiap ketemu ini, ada ide yang lain. Kemudian bikin
acara yang lain. Kemudian kita ketemu temen baru lagi. Awalnya cuma di
Twitter, terus ajak ketemu kita ngobrol, ketemu satu ide bikin itu, terus dia bawa
orang, saya bawa orang. Akhirnya bikin grup baru. Jadi terus begitu sampai
akhirnya berkembang dan banyak. Selain grup komunitas, saya juga acara-acara
seperti ini, saya juga aktivis, saya juga salah satu pengurus Garda Satwa
Indonesia. Biar efektif walaupun gak ketemu makanya lewat media sosial dan
WA. Jadi ada beberapa komunitas, yang memang ada juga bukan dari online tapi
dari ketemuan.
P: Apakah aksi solidaritas ini dapat dikatakan berhasil?
I: Kalau ngelihat dari antusiasme, kalau dari liat kemudian ada follow up-nya,
saya sebagai sebuah gerakan sosial ya, saya anggap berhasil. Jadi habis acara itu
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
111
kita kemudian saya evaluasi. Terus kemudian kita bikin program yang lain
termasuk website justice for ahok, ada diskusinya juga. Gantian dari satu
lembaga ke lembaga lain. Jadi saya sih melihatnya berhasil, tinggal sekarang itu
karena permintaan Pak Ahok untuk cooling down, khawatir disalahgunakan atau
disalahpahami. Kita cooling down dulu, sambil mencari apa lagi yang bisa kita
lakukan ya kita diskusi kebangsaan, ya kita gitu aja.
P: Indikator apa yang menjadikan keberhasilan aksi solidaritas ini?
I: Kalau jangka pendeknya, kegiatan itu tolak ukuran berhasil atau tidaknya itu
bisa dilihat dari seberapa massa yang hadir, seberapa efektifkah kampanye yang
kita lakukan lewat media itu hadir. Media itu dalam pengertian dalam TV,
liputan media. Itu ukurannya lewat itu aja udah cukup. Tapi kalau yang Mbah
Priuk kita sampai siaran langsung live Kompas TV terus liputan media saya lihat
juga bagus. Itu ukuran dalam pengertian jangka pendek, kasat mata. Tapi
mislanya yang long term itu apakah tujuan yang kita sampaikan di awal-awal,
edukasi masyarakat, edukasi politik atau kesadaran pada masyarakat dari
kegiatan-kegiatan itu ngukurnya gak bisa smebarangan. Jadi ngukurnya harus
berdasarkan survey. Survey dilakukan oleh lembaga-lembaga survey. Efektif gak
kita bikin kegiatan-kegiatan ini, saya yang tadinya skeptis terhadap politik
sebelum ada acara kita misalnya 0, berapa persen, berarti kita berhasil meskipun
naiknya segini. Kalau ukurannya dari coverage, masyarakat yang hadir, public
figura yang hadir, kemudian kita terus menerus bikin acara dan ada follow up-
nya, menururt saya itu berhasil. Apalagi untuk ukurannya 1000 cahaya, gila
seluruh kota dan seluruh negara gitu jadi sebagai sebuah gerakan sosial itu harus
diakui iya.
P: Apakah aksi solidaritas di daerah lain ada guidance terpusat dari Mbak?
I: Kalau dibilang spontan, karena sama, perasaan yang sama. Paling yang saya
bilang diawal itu, mereka cuma kaya kasih tau aja. Kaya Nong, kelompok ini di
Bali mau bikin acara, Surabaya di tanggal segini jam segini, Bandung nih. Saya
bilang yang acaranya 100 cahaya ini bebas aja, tapi yang terpenting simbol dari
lilin itu harus ada. Karena namanya 1000 cahaya dari lilin dan itu hampir
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
112
semuanya pakai.
P: Apakah simbol dari dari aksi solidaritas ini?
I: Simbolnya adalah hope ya, bisa dari cahaya dari lilin, cahaya, atau senter
Kemudian, simbol kesedihan melalui baju hitam, dan kebangsaan warna merah
putih. Sebenarnya simbol-simbol itu sih. Hampir semua acara seperti itu.
P: Jadi mereka ngkutin yang di Proklamasi aja ya?
I: Iya.
P: Menurut Mbak potensi apa yang ditimbulkan dari aksi solidaritas ini?
I: Ya itu tadi menumbuhkan awareness, kesadaran politik orang-orang yang
tadinya gak tau, apatis jadi bertanya-bertanya dan peduli. Apa sih acara ini gitu.
P: Potensi apa yang ditimbulkan dari aksi solidaritas ini?
I: Sebenarnya setelah kesadaran itu yang kita harapkan adalah action, ikut
bareng. Ikut bersama-sama membangun. Jadi tuh yang sebenarnya itu yang
diharapkan. Jadi tuh yang tadi saya sampaikan, ancaman kita sekarang itu nyata
banget. Dan sekarang yang jadi korban itu Pak Ahok, korban dari ancaman atau
suasana persoalan yang ada dari dulu tetapi oleh kita selama ini diabaikan,
dianggap itu bukan persoalan. Nah setelah Pak Ahok jadi korban, semua jadi
terkaget-kaget dan kita berharpnya kan bukan terkaget-kaget tapi kemudian
action. Apa yang bisa kamu lakukan, kamu lakukan. Kalau saya pribadi, saya
ngomongnya pribadi ya kalau orang lain saya gak tau. Kalau saya pribadi, saya
bergerilya denga jaringan-jaringan saya, potensi mana yang katakanlah yang
paling gampang dan mudah terinfiltrasi kan anak-anak sekolah, dan sebetulnya
itu dari dulu yang saya kerjakan itu. Saya masuk ke kempus-kampus, yang dulu
saya kerjakan yang dulu orang belum dikerjakan oleh orang lain, saya sudah
kerjakan. Tapi kan waktu itu kita kecil, kalah. Sekarang itu kita gerakan lagi dan
kita ingin dibantu oleh teman-teman yang sekarang tergerak, yang sudah terbuka
matanya. Apa yang bisa kita kerjaan, kita kerjakan. Misalnya Nong, saya bisa
kasih dana atau apa. Jangan sampe kita lambat, tiba-tiba terkaget-kaget berjilid-
jilid berbulan-bulan, karena itu bikin ketakutan. Karena mereka masih ingin
show off, ingin memperlihatkan dirinya gua ini kuat, gua ini besar kaya gitu.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
113
P: Sebetulnya dana yang dikumpulkan ini dialokasikan ke mana ya?
I: Biasanya dana ini untuk biaya kebersihan istilahnya. Jadi, biayanya itu
mungkin waktu itu resminya sekitar sejuta. Tapi kita kasih ke tim pembersihan
dan lain-lain misalnya 500 ribu karena banyak sampah ya. Terus buat sound
system itu mungkin sekitar 15 juta. Spanduk sekitar 2 juta. Jadi, setiap kegiatan
itu kebutuhan kita itu. Kalau di Mbah Priok itu lebih besar lagi karena ada
panggung itu lumayan, panggung dengan sound system 20 juta. Jadi gak mahal-
mahal juga sih dibandingkan konser atau apa.
P: Sumber daya apa yang dimiliki di dalam aksi solidaritas ini?
I: Selain jaringan dengan komunitas, punya jaringan dengan aparat itu sih yang
terpenting supaya tidak ada yang terprovokasi. Bahwa acara kita itu benar-benar
dijaga. Kalau engga, kocar-kacir diadu domba mulu.
P:Bagaimana startegi yang Mbak lakukan untuk mengajak orang berpartisipasi di
dalam aksi solidaritas ini? Apakah dilakukan di online saja?
I: Itu gak perlu strategi karena semuanya sudah digerakkan oleh hatinya sendiri,
oleh kesedihannya, oleh kedukaannya, oleh kekecewaannya. Yah kita hanya
melakukan tahapan, itu tahapan teknisnya aja, persiapan acara, tokoh-tokohnya,
fasilitasnya. Tapi untuk gerakan-gerakan lain, tentu saja harus ada strategi.
Misalnya parade 19 November itu ribetnya ampun-ampunan karena kita harus
meyakinkan komunitas-komunitas yang kita ajak percaya sama kita. Karena
mereka ketakutan dengan kelompok sana, takut diserang. Banyak banget
ketakutannya, kita harus meyakinkan ke mereka bahwa kita harus mereka bahwa
kita harus ungkapkan dan ekspresikan. Karena mereka semua takut sekarang
sama kelompok sana. Padahal mereka itu semua khawatir juga, khususnya
kalangan minoritas. Itu kita benar-benar yakinkan, itu ada lobi-lobinya itu untuk
membuat ayo kita bergerak, kita tunjukkan Indonesia itu bhinekka. Makanya
tagline-nya itu Indonesia Bhinneka. Ayo kita tunjukkan, jangan takut, jangan kita
hanya didonimasi oleh kelompok Islam kaya gitu. Jadi, itu yang namanya
berantem dulu dengan temen sendiri itu terjadi. Kalo acara lilin, kalau buat saya
itu gampang banget. Acara lilin untuk Ahok itu cuma 5 jam karena situasinya
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
114
sudah panas dan terjadi. Kasus Ahok itu benar-benar luar biasa menyatukan kita
semua. Saya aja gak menduga. Jadi, mungkin setelah peristiwa 98, ini kemudian
Pak Ahok. Orang gila lagi sebuah gerakan massa.
P: Kalau saya melihat profil Mbak, Mbak ini aktif pada waktu peristiwa 98. Ada
perbedaannya gak sih Mbak dengan sekarang ini?
I: Jelas ada dong perbedaannya. Kalau dulu itu kan waktu 98, kita semua
musuhnya sama. Kalangan yang sekarang, musuh kita kaum intoleran ini sama
dengan kita, musuhnya cuma satu Soeharto harus tumbang. Kalau sekarang
yaudah yatidak semua menjadikan Ahok sebagai solidaritas mereka. Buat
kelompok sana, Ahok dan kita ini musuh mereka. Tapi untuk membangkitkan
atau membangun silent majority, khususnya kalangan minoritas, kasusnya Ahok
ini berhasil. Saya, Alhamdulilah dua-duanya ikutan jadi tahu, bisa melihat ininya
lah. Kalau buat saya, yang kita pegang kan prinsip. Jadi prinsip itu yang kita
pegang untuk kita mau melakukan apa, mau ikut ke mana, mau berpihak ke siapa
itu dari prinsip itu. Jadi, kalau teman-teman yang berbeda itu sih bukan prinsip
tapi udah kepentingan.
P: Apa hal yang menjadi pertimbangan di dalam usaha untuk memobilisasi
partisipan ke dalam aksi offline?
I: Pertimbangannya itu lebih ke isu ya. Jadi, pertimbangannya itu isunya harus
kuat. Jadi isunya harus kuat, harus bisa yang tadi saya bilang, mengajak publik
untuk terlibat, harus bener-bener diberikan kayak semacam pandangan bahwa eh
kalau lu ga bergerak sekarang nih, udah lu yang jadi korban nanti. Jadi, isu yang
ambil isu strategis. Tujuannya juga diterangkan jadi engga hanya massa ikut-
ikutan itu engga. Justru kita jeaskan satu-satu ke massa, yang saya bilang edukasi
publik, mereka jadi ngerti. Jadi bukan sekedar hanya ikutan, setelah itu mereka
dapat uang 50 ribu. Kita kan gak bisa kaya gitu karna kan gak ada dananya. Jadi,
yang menggerakan massa kita itu soal kesadaran. Jadi isu yang membuat, isu
agenda yang kita terangkan ke warga kemudian membuat mereka tergerak
dengan kita.
P: Dalam aksi solidaritas ini, apa saja yang dilakukan?
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
115
I: Selain orasi, kemudian doa. Acara tamanya adalah doa sama mengingatkan
kembali soal kebangsaan lewat lagu, simbol-simbol dasar negara kita itu
Pancasila. Jadi, run down acaranya kita buat seperti itu dan itu tidak satu arah, itu
semua harus dilibatkan. Publik yang hadir harus dilibatkan. Mereka tidak hanya
datang, dengar, lalu pulang, kita kulik emosinya. Dari mulai teriakan, nyanyian,
tekat. Memang sengaja dibikin seperti itu untuk membangun emosi publik. oh
gue dateng ini untuk Indonesia, udah lama ya gak nyanyi Indonesia Raya ya.
Ada loh yang kaya gitu loh. Ada loh yang bilang uda lama ya gak nyanyi
Indonesia Raya dan baca Pancasila sampai lupa, karna ikut acara ini jadi ingat
lagi. Banyak yang testimoni ke saya seperti itu.
P: Rundown dari aksi solidaritas ini apa ya, Mbak?
I: Menyanyikan Indonesia Raya, Pancasila, kemudian saya kasih sambutan, kasih
tau acaranya apa kita ngapain di sini, ada orasi, lagu-lagu, dan doa. Bernyanyi
sama-sama sambil dengan lilin.
P: Dalam membuat aksi solidaritas ini, berapa orang yang terlibat?
I: Kita berlima. Untuk MC saya minta Ilma dan Saidiman, untuk tim acara dan
mempersipkan sound system itu Renny, Renny dan saya juga hubungi satu-satu
seleb sosial media untuk tweet, meskipun cuma satu atau kalau mereka gak
sempet, untuk retweet tweet kita aja. Ada juga yang bantu sosial media itu Mita
Kartika Sari, terus untuk keamanan saya barengan mina ke Mas Chico Hakim.
Yang mencarikan dana itu Raja Juli Antoni.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
116
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Cyril Raoul Hakim (Inisiator di Jakarta)
Lokasi: Fitzroy Gastrobar, Gunawarman, Jakarta Selatan
Hari/Tanggal Wawancara: Jumat, 29 September 2017
Waktu Wawancara: Pukul 22.10 WIB
Wawancara dilakukan dalam 1 pertemuan
Peneliti (P)
Informan (I)
P: Mas, bisa diceritakan bagaimana aksi solidaritas 1000 cahaya untuk Ahok ini
dapat terbentuk?
I: Kami para pendukung Basuki Tjahya Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat ini
tergabung dari relawan-relawan yang sebenarnya gak ada nama grup relawannya.
Jadi karena memang sebagian dari kami aktivis dari lama, sehingga punya
hubungan cukup erat ya, cukup lama. Dalam beberapa kali pemilihan-pemilihan
sebelumnya kami juga ternyata memilih kubu yang sama. Itulah prinsipnya
bagaimana itu terjadi bahwa itu adalah bentuk dari solidaritas dan kemarahan
kami sebenarnya. Kemarahan, kalau saya begini. Kalau saya sebagai seorang
Muslim dimana saya belajar bahwa ada tuh ayatnya saya lupa berapa, bahwa
kamu menghukum seseorang itu janganlah melebihi batas. Ahok ini udah
dikalahkan dengan cara-cara yang curang. Lalu, dia divonis lagi gitu. Ini saya
cuma mau kasih contoh aja. Mengapa sih alumni 212 itu ketika dia bikin alumni,
reuni yang muncul Cuma 150 orang ya. Saya gak bisa menyalahkan. saya bukan
tipe oh itu yang di 212 itu semua bayaran itu engga. Saya tahu kok banyak orang
yang di daerah-daerah memang diajarkan Islamnya begitu dari kecil, sehingga
mereka don’t know better, apalagi di panas-panasin, apalagi yang belajar Islam
itu apa kata ulama. Tanda kutip, belum tentu ulamanya ulama beneran loh,
seperti Rizieq. Rizieq itu gak pernah belajar di pesantren loh. Habib Rizieq itu
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
117
sekolahnya sekolah Kristen, SMP SMA-nya di sekolah Kristen di Petamburan.
Jadi, dia bukan anak yang dibesarkan di pesantren, tapi mungkin kharismatik.
Cara bicaranya ohh, terus kebetulan nama belakangnya ada keturunan dari Nabi
Muhammad, walaupun itu gak menjamin gitu ya. Banyak juga korban narkoba
keturunan Nabi Muhammad. Itu kan cuma fam aja. Kalau orang tuanya baik kan
tidak menjamin anaknya baik, sama dengan koruptor tidak jamin anaknya
penjahan. Kan gitu. Orang mesti tahu itu, apalagi non-Muslim. Saya sekarang
coba menedukasi, jangan alergi sama pesantren. Pesantren itu susah ntuk
membuat mereka menjadi radikal, yang mudah radikal itu yang Islamnya
setengah-setengah, yang kosong. Anyway, jadi saya gak pernah menyalahkan
212 itu semua ya, ada memang ibu-ibu yang berjalan kaki membawa anaknya
merasa itu mereka berjuang untuk Islam, walaupun salah pemahamannya
menurut saya. Tapi kan terbukti bahwa mereka itu sedikit. Ketika mereka lebih
sedikit dan saya yakin bahwa kami itu sebetulnya lebih banyak dari orang-orang
ini yang salah, yang bayaran apalagi. Jadi, Nong yang pertama kali
memprakarsai, saya seperti biasa soal tek-toknya begitulah. Trus kita meeting di
restoran saya di Fitzroy ini, saya sendiri paling cepat meninggalkan tempat,
karena ini saya tuh sama Nong udah biasa bikin aksi dan buat kita tuh yah udah
lah, SOP-nya udah tau, terus simupul-simpulnya udah tau. Oke siapa aja yang in-
charge, tetapi kami memang tidak menyangka yang hadir segitu banyak. Itu tuh
bener-bener luar biasa, persiapannya tuh rapatnya malem, jadi persiapannya baru
besoknya. Aku di sini cuma sebentar, mesti pergi lagi. Nong, Renny, Agus di
sini. Yang di Proklamasi singkat banget, akrena itu lagi panas-panasnya dan itu
betul-betul semuaya spontan. Aku kaget juga terus udah gitu apa ya, yang kita
gak sangka, keesokan harinya dan seterusnya bergulis seluruh Indonesia, padahal
kita gak ada kontak. Jadi bener-bener spontan dan kalau mau dibilang non-
Muslim, gak mungkin di Surabaya gak ada non-Muslim sebanyak itu, karena gak
mungkin di Pekanbaru ada non-Muslim sebanyak itu, di Medan, di mana ya kan.
Terus, bayangin di Pekanbaru, tiga gubernur korupsi gak ada yang demo, ini
gubernur DKI mereka demo. Jadi, peran media sosial sanat kuat d situ. Dia
membantu kami menggerakan. Jadi media sosial itu interaksi manusia.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
118
P: Apa tujuan dari aksi solidaritas 1000 cahaya untuk Ahok ini?
I: Kita itu tuh mau kasih liat itu satu, kasih liat dukungan pada Jokowi bahwa
ente jangan mau disandera. Kepentingan-kepentingan ini disandera dengan
mengorbankan seorang Ahok. Ahok ini kan korban kan, dia dikalahkan.
Kalaupun menang, ia akan dikalahkan. Jadi, itu sedih ya cuma dia itu ya pasang
badan. Ahok setia sama jokowi, karena dia tahu Jokowi bisa mempertahankan
ideologi kita dengan maksud kami itu kami ingin memberi dukungan kepada
pemerintahan sekarang. Eh, pada Polri eh lu jangan korbanin orang-orang bae,
orang-orang bae ini banyak banget nih, orang-orang bae nih kalau udah marah,
sebanyak ini nih yang turun ke jalan dan satupun loh ada FPI yang bubarin atau
apa. Karena mereka itu apa, kaget. Gak ada sholat Jumat di Petamburan segitu.
Dan kalau hari itu mereka dateng, kita sembeleh dan ternyata mereka pengecut
kok. Orang yang dibayar itu biasanya pengecut, karena gak pake hati kan. Kalau
kita ini pake hati. Terus saya selalu mempertanyakan keislaman mereka. Kan
mereka kan kaya hmmm, awas lu dan sebagainya, saya gak takut mati saya
bilang, seperti Ahok. Ini bukan manas-manasinnya ya tapi orang baik harus
melawan. Bukti kok waktu kita dipanggil ke istana, Jokowi bilang dalam tersirat
dia ngomong ya saya udah gini-gini gak ada yang belain. Dia ingin gitu dibelain
kaya gini, lu kasian dong support-nya kalau lu lebih banyak. Kan politik itu kan
kotor dan ia mengikuti arus. Jokowi itu kan pengen berkuasa kan. Pada akhirnya
orang kanan itu bilang, udah Pak, Bapak tetep jadi presiden, tapi ideologinya ini
ya, Pak. Bisa jadi loh. Makanya saya selalu bilang, saya dalam pidato-pidato
saya ya, saya juga pernah nulis kalau saya ini bukan pendukung Ahok di dunia
ini, tapi saya mendukung prinsip. Karena manusia itu bisa mati, bisa berkhianat,
bisa pensiun. Terus kita dukung siapa dong kalau dia mati, ya dukung prinsip.
Anda kalau mempertanyakan itu, saya tulis, buktinya apa prinsip bisa betahan.
Penggali Pancasila kan sudah mati, founding father sudah mati, prinsip-prinsip
dasar kita masih sama. Artinya ya yang kita dukung prinsipnya, bukan orangnya.
Itu orang mesti ngerti, jangan sampai kita juga terlalu mendewakan Ahok.
Karena tiba-tiba dia bisa berubah loh. Karena manusia kan bisa berubah, tapi
kalau kita dukung prinsip, di-inspired oleh seorang dia ketika pada masa
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
119
baiknya. Kalau kitadukung Bung Karno, Bung Karno kan pengen jadi presiden
seumur hidup, tapi ada prinsip-prinsip lain yang memang dia yang menemukan.
P: Bagaimana cara yang tempuh untuk mencapai tujuan dari aksi solidaritas ini?
I: Kita harus terus-menerus, gitu, menyuarakan. Makanya setelah di Tugu
Proklamasi, semua Indonesia bergerak. Kita juga bikin di Makam Mbah Priuk.
Oh itu, sebelumnya polisi juga melarang ini itu, melarang bawa lilin, ini itu, ana,
ini. Saat di Priuk nanti diserang, saya bilang “FBR apa terserah sini deh.” Dari
aksi solidaritas ini saya seneng, saya bilang kaum-kaum minoritas yang tadinya
tidur, gak mau turun ke jalan panas-panasan sekarang mau. Karena memang
freedom itu harus dipertahankan pake darah kalau perlu. Jadi jangan main kabur
ke Singapura aja kalau rusuh. Jangan enak-enakan aja, lu pengen Indonesia tetap
utuh ga, mau turun ke jalan dan kalian ga sendirian kok, kalian gak minoritas
kok. Kalian itu mayoritas kan apa artinya, yang menjunjung tinggi nilai-nilai
negara kita itu kan lebih banyak dari kelompok-kelompok itu. Ya kita kelompok
itu. Saya ini Muslim tapi saya ini bersama kamu lebih dari saya bersama FPI.
Kamu mayoritas bukan minoritas, jangan punya mental itu lagi. Itu yang pengen
saya bilang. Makanya sekarang saya aktif di pesantren-pesantren. Yang saya ajak
siapa, pelatih olahraga Chris John. Chris John kan Kristen. Terus saya bawa
namanya Mbak Yulia F. Hartanto, ahli grooming, she’s Chienese. Maksud saya,
pesantren juga menerima, pesantren-pesantren yang moderat dan modern
menerima dengan kita membawa warna-warna baru. Si Yuliana ngajar grooming
di kelas-kelas santri, ngajarin cara membawa diri kan gak berhubungan sama ras.
Chis John ngajarin tinju kan ga ngajarin sama agama. Jadi, kita harus mulai.
Artinya, kalian bagian dari mayoritas itu dan pesantren yang bagus itu ya seperti
yang saya bilang itu tadi bahwa kebanyakan ekstremis itu ga pernah nyantri
sebenarnya. Intinya begitu lah bahwa kita harus tetep terus kegiatan untuk
menyadarkan. Bukan orang-orang yang memang belajar di pesantren dan yang di
Twitter yang radikal-radikal itu belajarnya googling. Saya dari kecil belajar,
terus aku kan dari umur 14 ke Austalia terus Amerika, umur 24 baru pulang ke
Indonesia. Jadi 10 tahun baru pulang. Di tengah-tengah itu galau, galau bukan
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
120
mau pindah agama. Persoalannya agama apapun bagus, ina ini itu. Bapakku tau,
bapakku kan Islam yang bukan garis keras tapi yang belajar agama terus bilang
kalau kamu berbuat baik, sholat juga Tuhan minta lima menit. Paling juga 20
menit kalau ditotal sehari terus di dunia kamu dapet temen banyak yang baik, it’s
a win win. Sekarang pesantren yang aku kerjasama dan aku jadikan percontohan
itu Pesantren Asshiddiqiah, pesantrennya Kyai Nur di Jakarta dan ada 4.000
santri dan beberapa tempat lokasi. Mereka udah sepakat kerjasama sama aku dan
aku punya Indonesia Muda itu jadi setelah sholat subuh itu, santri kan mondok
kayak asrama itu jam 6-9 pagi buat main sepak bola, melatih tinju. Dan aku
kampanye ke mereka, ketika aku presentasi ke Kyai-kyai itu bilang, tau ga
olahraga itu kadang-kadang lebih mengajarkan taat hukum, daripada agama.
Woah kaget mereka. Karena Tuhan kan maha pengampuni, maha pengasih,
maha penyanyang kalau di Islam kan. Ada janjinya kok di Al-quran kalau lu
berbuat salah lalu bertobat, lu dimaafin. Sholat aja kalau telat, kamu bisa
belakangan. Kalau kamu berhalangan gitu, ga sholat zuhur bisa ditarik ke sholat
asa jadi kamu doanya dua kali. Bisa, dalam Islam itu boleh. Sedangkan kalau di
sepakbola, wasit keluarin kartu merah, ga mungkin dimasukin lagi sampe lu
keluar lapangan dan itu mutlak. Artinya, dia mengajarkan manusia untuk patuh
hukum, di dunia ini ada hal-hal yang mutlak harus diikuti. Nanti di akhirat lain
lagi urusannya sama Tuhan. Terus kalau pertandingan nih, tim satunya telat 15
menit, kalah WO dia. Mutlak juga kan. Di agama Islamnya aja boleh rapel, kalau
di bola ga boleh di WO, gak ada urusan. Mereka ketawa dan mereka terima.
Kesenian juga untuk menghargai keindahan. Orang-orang yang bisa membuat
sesuatu yang indah-indah, tendency untuk merusaknya juga sedikit. Saya yakin
orang FPI gak ada yang bisa ngelukis, memahat, atau apa, gak ada yang bisa
ngapain kan. Makanya senang ngerusak. Dan saya bilang pada hakikatnya Islam
itu sekular. Wah mereka ksget lagi. Kan Tuhan meminta doa cuma 20 menit,
sisanya apa, muamalat. Muamalat itu dalam arti Islam tuh berinteraksi dengan
sesama manusia. Dan dalam bermuamalat tidak ada aturan untuk bermuamalat
dengan kaum apapun. Berdagang dengan nasrani, Yahudi, bergaul juga gak
pernah dilarang. Jadi sekularisme yang diajarkan. Awalnya merka kaget-kaget,
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
121
yah tapi bener kok. Kalau Tuhan minta memuja-muja, yah wajib hukumnya kan
kalau di riwayatnya gak salah minta 80 rakaat. Tapi diriwayatnya, Nabi
Muhammad menawar, dalam doanya dia bilang “YaAllah ini kalau 80 rakaat gak
ada yang sholat”, terus ya udah Tuhan kasih cuma segini. Balik lagi ke cara
mencapai tujuan, caranya kita harus bersatu, yang mayoritas agamanya seperti
saya. Kalau dibilang mayoritas itu kita, kamu dan saya menjadi satu bagian
dibandingkan mereka-mereka itu minoritas. Mereka itu siapa, yang bilang 29 apa
lah. Bukan yang dateng 212 loh. Saya buka ke kamu cuma mau bilang kalau
mereka itu ikhlas untuk melawan Ahok. Cuma mereka don’t know better, it’s
just like that. Tapi ketika Ahok udah kalah terus divonis, yang Islam beneran
kan, makanya alumni 212 gak pernah sukses bikin acara. Yang Islam beneran
kan yang ikut long march kan mikir “Perasaan di agama gue jelas, lu ga boleh
injek lagi”. Makanya saya selalu bilang, di Al Quran jelas ada, hukum penistaan
agama itu hukum yang diciptakan oleh oknum-oknum gereja di tahun 1700-an,
belum sekular-sekular muncul. Untuk apa, untuk memperkuat gereja. Gereja itu
kan dulu lebih berkuasa dibanding raja, dengan membuat hukum penistaan
agama. Di Islam gak ada hukum penistaan agama. Ini orang-orang Islam pakai
hukum yang dibikin oleh kafir-kafir. Nah, pertama kali ada penistaan agama di
negara Islam itu di Pakistan tahun 1930, terus yang bikin siapa, Inggris bukan
Islam. Jadi lucu kan, lu pake hukum Kristen fundamentalis yang ingin
mempertahankan kekuasaan gereja. Di Islam mana ada penistaan agama. Dalam
riwatnya, Nabi itu dilempar kotoran oleh perempuan Yahudi buta gak pernah
marah, dituntun. Si Yahudi buta gak tau kalau dituntun sama dia. Itu kan contoh
riwayat-riwayat Rasul bahwa gua aja gapapa, nah kita gak boleh marah kalau
agama kita dihina. Jadi aku meng-counter Islam dengan ayat-ayat yang
menyalahkan tindakan mereka. Ada lagi ayat saat Nabi Muhammad dihina,
isinya “Janganlah kau bersedih atas perkataan-perkataan mereka, jangan kau
membalas. Berdoalah padaku, insyaallah Aku cukupkan.” Jadi lu ga boleh sedih,
cuma perkataan kok. Yang boleh membuat seorang Islam perang itu, ketika dia
dilarang beribadah, ketika dia dipaksa keluar dari tempat tinggalnya tanpa diberi
pengertian. Contohnya, Palestina. Saya sampai kapanpun I stand for Palestina,
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
122
seperti I stand for Dalai Lama di Tibet, seperti I stand for Rohingnya dan it’s the
same with the Jews pada masa Hitler. It’s not about religion, tapi masalah
kemanusiaan.
P: Mengapa masyarakat tertarik untk ikut atau mendukung dalam aksi solidaritas
ini?
I: Ya, mereka terbangunkan dan tersadarkan bahwa ketika mereka baik, tetep
bertindak sesuai norma dengan cara yang baik, ternyata gak cukup untuk
mempertahankan suatu prinsip. Makanya mereka harus melawan, mereka
muncul. Kalau engga, dia akan terus ditekan.
P: Adakah cara atau strategi tertentu dalam menggalang dukungan dari aksi
solidaritas ini?
I: Gak ada sih sebenarnya begini, kita kan aktivis sudah lama, seperti saya dan
Nong. Memang udah emang kita naturally kerjaan, bukan kerjaan cari uang ya.
Maksudnya kita hari-harinya emang begini bikin aksi gitu. Udah tau yang mesti
ditelpon, siapa simpul-simpul massanya ke mana aja. Bahasanya apa di media
sosial. Pertama 1000 lilin ya, oh lilin ternyata terlalu Kristen. Akhirnya kita
bilang 100 cahaya, cahaya itu kan Basuki Tjahya Purnama. Terus sempet
dilarang sama Polisi kan karna pake lilin. Makanya di Mbah Priuk, kita pakai
yang rave party, yang pakai gelang gitu. Yang penting cahaya kan. atau gak
senter handphone.
P: Dalam aksi ini, mana yang diutamakan? Online atau offline?
I: Online. Melalui media sosial Facebook dan Twitter, kita bisa tahu teman-
teman, bahkan orang yang kita tidak kenal ini memiliki satu interest yang sama
dalam bidang tertentu. Contohnya dari pandangan mereka ataupun
pengalamannya terhadap sesuatu yang mereka share di akun pribadi mereka.
Langkah awalnya perlu sekali di online dulu. Media sosial sudah terbukti efektif
sebagai salah satu tools yang efektif untuk menjangkau publik. Banyak banget
orang yang pake, dan kita gak perlu biaya buar sampein pesannya. Kita tinggal
menyampaikan pesan yang mudah dicerna publik.
P: Apa kekurangan dan kelebihan dari menggerakan atau memobilisasi massa
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
123
dalam aksi solidaritas ini melalui online?
I: Jangkauannya terbatas, cuma orang-orang yang punya smartphone aja kelas
menengah ke atas. Tapi gak juga sih, strata ekonomi rendahpun pakai
smartphone. Tapi emang sebatas itu aja, ga semasif kalau kita melakukannya
lewat door to door atau televisi dan radio.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
124
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Gemma Ivana Miranda (Inisiator di Boston)
Lokasi: Apriary Coworking Place, Lippo Mall Puri, Jakarta Barat
Hari/Tanggal Wawancara:
Waktu Wawancara:
Wawancara dilakukan dalam 1 pertemuan
Peneliti (P)
Informan (I)
P: Ci, bisa ceritain gak awalnya aksi 1000 cahaya untuk Ahok di Boston ini?
N: Aku emang pas kejadiannya itu kan kebetulan papa aku involve di organisasi yang
namanya NINJA (Negriku Indonesia Jaya), organisasi ini bener-bener yang membela Ahok.
Jadi organisasi itu bener-bener aktif dan dia juga bikin aksi bela Ahok di New York. Karna
kebetulan aku lagi di Boston aku jadi mikir “eh ayolah kita bikin juga”. Aku sendiri juga
kebetulan deket sama organisasi-organisasi yang di Boston jadi aku udah kenal gitu sama
orang-orangnya jadi bisa ajak-ajakin dan kebetulanya lagi ada dua orang juga yang emang
dari awal punya niat buat bikin gitu tapi mereka ga ngerti cara kerjanya. Jadi, kalo di
Amerika buat acara kayak gitu harus dapet ijin dari pemerintah dan harus dijagain polisi
karna takut rusuh segala macem. Dulu aku pernah bikin festival gitu di Boston, jadi otomatis
aku udah ngerti prosedurnya, akhirnya aku yang apply izin dan segala macem, aku juga susun
acara, kumpulin orang-orangnya dan marketing-in.
P: Jumlah orangnya berapa banyak ya ci yang ikut?
N: Kemarin sih pas pulang pergi gitu ga nyampe 100 orang. Hmmm, kalo aku bisa bilang
orang-orang Indonesia yang tinggal di Boston rasanya kurang berkecimpung di dunia politik
dan banyak juga WNI yang statusnya udah berkeluarga. Jadi waktu itu bikin acaranya
kebetulan pas summer, jadi orang-orang yang punya anak masih di bangku sekolah udah pada
pulang dan liburan. Jadi aku mikirnya yaudah deh siapa aja yang bisa ikut ya ikut aja,
kebanyakan sih yang ikut ibu-ibu dan bapak-bapak.Sebenernya partisipan yang ikut juga
sedikit karna kebetulan banyak WNI di Boston yang jadi pendukung beratnya si Sandiaga
Uno.Jadi aku mikir yaudah deh partisipannya seadanya aja, yang kemungkinan bisa join pasti
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
125
aku undang, gitu sih.
P: Terus gimana cara cici marketingin atau memobilasasi orang-orang supaya ikut?
N: Hmm kalo aku selain manfaatin sosial media aku juga pake teknik personal touch sih. Jadi
aku dateng ke komunitas keagamaan kayak komunitas Kristen, Katolik, Islam dan aku juga
ke organiasasi kampus yang punya komunitas ada mahasiswa Indonesianya gitu. Paling aku
juga ajak melalui instagram, Twitter, Facebook. Kalau uda booming, orang jadi tertarik untuk
ikut. Di media sosial kita memberikan awareness. Orang-orang yang tadinya gak tahu dan
gak peduli, jadi tahu dan mau turun ke jalan. Tapi aku ga boleh publish di Facebook- nya
PERMIAS karna PERMIAS itu non-partisan ga boleh ikut politik, jadi yaudah kebanyakan
dari aku aja yang ajakin personal sama dari update posting di Facebook dan Twitter aku.
P: Jadi kebanyakan cici kontak orannya satu persatu?
N: Iya, harus kayak gitu dan kebetulan acaranya juga agak mepet. Sebenernya banyak
perhitungan dan hal yang harus dipikirin buat acara itu, kayak musim atau cuaca hujan yang
harus diantisipasi, izin dari Boston yang harusnya dibuat dari sebulan sebelumnya. Karna
kebetulan aku mau balik lagi ke Indonesia, jadi acara itu dibuat kayak terburu-buru gitu.
Oh iya, tadi aku lupa ngasih tau, yang soal organisasi NINJA (Negriku Indonesia Jaya).
NINJA itu organisasinya ingin membuat cabang di setiap kota, dan organisasi itu bukan cuma
bahas soal politik aja tapi dia lebih ke gerakan melawan hal yang ga sesuai sama pancasila.
Jadi dia mau bikin perwakilan-perwakilan di berbagai kota dan kebetulan di Boston kemarin
aku sekalian ngebantuin NINJA supaya ada yang tertarik buat bikin cabang organisasi itu
disana.
P: Sebagai inisiator di Boston, cici sendirian atau dibantu temen-temen lain?
N: Aku dibantu sama dua orang dan keduanya itu tante-tante gitu sih, jadi tim intinya
sebenernya cuma ber 3 aja. Karna kebetulan papaku juga lagi di Boston, jadi papa aku juga
sering ngebantuin. Tapi untuk teknik marketing dan segala macem, semua yang handle aku,
soalnya tim aku ga ngerti marketing sama sekali karna mereka basic-nya ibu rumah tangga
gitu.
P: Kalo cici marketinginnya kayak gimana ci?
N: Yang kayak tadi aku bilang sih lebih ke media sosial kayak Facebook, Twitter, Instagram
gitu. Untuk komunitas-komunitas lain yang ga bisa dijamah, aku akan kontak personal gitu.
P: Kalo aksi di Boston sendiri, aksinya lebih kayak gimana sih ci?
N: Jadi aku panggil temen-temen aku yang kuliahnya di jurusan musik, mereka kayak nyanyi
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
126
lagu-lagu kebangsaan gitu kayak Indonesia Raya, Tanah Airku, dan lagu-lagu lainnya. Terus
aku juga panggil dua temenku yang bisa dibilang orang yang heboh alias timhore, mereka
bertugas untuk orasi. Aku juga ngeprintleaflet-nya yang isinya lirik2 gitu terus aku jelasin
pake bahasa inggris dan bagi selembaran ke bule-bule yang lewat gitu, mereka kan ga ngerti
soal Ahok, jadi kita kayak kasih informasi ke orang-orang disana “ada isu soal ini loh di
Indonesia”. Isu ini akhirnya juga gede sampe boston globe, new york times semuanya
ngecover kan soal blasphemy. Banyak juga orang-orang yang lewat nanya ke aku sebenernya
blasphemy apa sih terjadi. Di acara itu juga kita nyalain lilin, doa bareng dan sisanya foto-
foto gitu.
P: Semua partisipannya pake dresscode gitu ga ci?
N: Iya, kemarin itu sih pada pake baju hitam-hitam.
P: Berarti aku bisa tarik kesimpulan , cici bikin acara di Boston karna liat di Indonesianya
sendiri bikin acara untuk Ahok ya?
N: Iya betul.
P: Cici ada kontak sama orang lokal yang disini ga pas bikin acara untuk Ahok?
N: Engga sih, ak bener-bener sendiri.
P:leaflet-nya sendiri cici sebar juga ya?
N: Iya, leaflet yang isinya lirik-lirik itu aku sebar pas lagi aksi solidaritas aja. Kalo yang
leaflet yang versi digital soal detail acaranya mungkin kesebar ke banyak orang sih.
P: Ada kendalanya ga ci saat memobilisasi orang?
N: Sejujurnya yang susahnya itu pas lagi ngurus izinnya gitu. Buat dapet izin di Boston bisa
dibilang lumayan repot, karna orang Amerika pasti mikir “apasih aksi buat orang Indonesia,
ga penting ah”. Karna orang Indonesia di Amerika bisa dibilang minor banget jadinya ya
lumayan kendala gitu.Kesulitannya sih cuma dalam hal izin, karna mau pake toa aja harus
ada izinnya dulu.Untuk pasang lilin juga harus ada izinnya, kebetulan kemarin pas acara
pakenya lilin yang batre bukan lilin biasa karna ga sempet urus izinnya. Untuk kumpulin
orang juga harus dapet izin karna tadinya mereka mau siapin polisi, cuma aku bilang ke pihak
mereka kalo partisipan yang ikut ga terlalu banyak, akhirnya ada pihak keamanan yang jagain
tapi Cuma satu dua orang dan itupun dipantau dari jauh. Itu sih yang susah, persoalan izin
soalnya paling lama ngurusnya. Terus juga rencana awalnya adalah aku mau live tweet, tapi
gak bisa karena aku orasi juga, pegang poster juga. Jadi semuanya keteteran dan akhirnya gak
jadi live tweet pada saat acara 1000 cahaya untuk Ahok berlangsung.
P: Keluar biaya ga sih ci buat izin gitu?
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
127
N: Biaya sih engga, untungnya engga ya. Kalo kamu kemarin ngeliat berita soal Trump
jalanan sampe ditutup gitu kan. Aku makanya bilang ke mereka kalo acara yang mau aku
buat ini cuma acara kecil-kecilan yang digelar di depan perpustakaan lokal Boston, dan kita
cuma berdiri aja disitu untuk nyalain lilin dan doa bareng. Jadi pihak mereka juga santai aja
pas tau detail acaranya cuma gitu doang. Tadinya aku mau bikin acaranya kayak aku sama
partisipan-partisipan lainnya jalan keliling tapi kalo gitu harus bayar. Kalo jalan dikenain
biaya dan harusbayar soalnya ada orang safetynya gitu yang jagain, nah kalo acara yang
kemarin safetynya diem doang jadi ga bayar, gitu sih.
P: Berarti acara yang kemarin dibuat ga keluarin biaya sama sekali ya ci?
N: Biayanya kayak cuma yang kecil-kecilan gitu sih kayak print, plamfet, beli lilin-lilinan,
banner dan lain-lain. Tapi biasanya mereka mau nangggung pengeluaran itu sendiri. Dan
sebelumnya juga sempet kumpulin donasi kan, kalo misalnya si NINJA ini jadi, kalo ada
yang mau bikin acara lain lagi, nanti uangnya akan pake dari donasi itu.
P: Cici kan kontakin orang-orang secara personal, reaksi mereka rata-rata gimana ci?
N: Hmmm, rata-rata sih mereka kayak welcome-welcome gitu yang kebetulan bisa join pasti
akan join, tapi ada juga yang mau join tapi ga bisa karna ada masalah sama schedule dan
waktu. Ada juga sih yang ga pro-Ahok dan langsung nolak untuk join. Kalo yang aku share
di komunitas Facebook tanggapannya lebih positif kayak “akhirnya kita buat juga yah yang
di Boston, gamau kalah sama yang di New York”, jadi banyak yang antusias juga sih.
P: Cici bilang berhasil ga ci aksi solidaritas ini?
N: Personally,aku ngerasanya kayak kita ngegaet dan ngumpulin orang-orang yang
ideologinya sama yaitu: pancasila, Indonesia dan damai. Untuk ngumpulin orang yang seide
dan punya sudut pandang yang sama aku rasa itu berhasil. Kebetulan ada juga yang punya
kontak pribadi sama Pak Ahok dan beliau juga bilang terimakasih setelah dikirimin foto aksi
solidaritas yang kita buat. Jadi, untuk moral support nya Pak Ahok sendiri aku rasa juga
berhasil. Aku sadar sih, apa yang aku lakuin ini ga bikin negara membebaskan Ahok, tapi
untuk Pak Ahoknya sendiri akan merasa kalo dia ga sendiri gitu. Aku yakin dia pasti ngerasa
sakit hati dimasukin ke penjara, jadi melalui acara ini seakan-akan aku ngasih tau ke beliau
kalo banyak kok orang di belakang Pak Ahok yang peduli, jadi Pak Ahok sendiri akan lebih
semangat dan ga pupus harapan.
P: Sebelum acara ini diadain, cici punya indikator buat menilai acara ini berjalan sukses atau
engga ga?
N: Hmmm engga sih sebenernya. Aku aja merasa seneng kalo ada orang yang waktu itu mau
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
128
dateng ke acara yang dibuat. Jujur ini pertama kali ak buat acara yang kayak begini, dulu aku
sering ikutan acara tapi partipannya lebih sepi, contohnya pas aku ikut acara mendukung
lumba-lumba. Awalnya aku pikir “kira-kira ada ga yang dateng ke acara ini?’“10-15 orang
yang dateng juga gapapa kok”, eh ga taunya yang dateng lumayan rame, jadi baguslah.
P: Selain mendukung lumba-lumba cici pernah ikut acara apa lagi?
N: Environment, LGBT juga aku juga pernah ikut. Soalnya aku kuliahnya di liberal arts, jadi
kampus aku tuh liberal banget di seluruh US, jadi banyak banget aksi yang hipster dan hippy-
hippy gitu, yaudah aku ikutan aja.
P: Kalo menurut cici, kenapa sih orang-orang mau ikut aksi solidaritas ini juga?
N: Mungkin mereka merasa sadar kalo apa yang dialamin sama Ahok ga adil. Mungkin
banyak yang dukung Ahok karna kesamaan ras dan agama, seperti karna sesama Chinese dan
Kristen makanya harus saling mendukung. Tapi aku sendiri engga, aku pro Ahok bukan
karna kesamaan itu, tapi ak lebih ngerasa apa yang Ahok kerjakan bener-bener membuat
Jakarta jadi jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Selain itu dia bener-bener bersih banget
kan sebagai seorang politikus. Bahkan orang indo yang tinggal di Boston juga merasakan
efeknya loh. Kita yang berada jauh dari Jakarta bisa ngeliat apa hasil kerja yang Ahok
perbuat, bahkan dia bersih dari kasus-kasus korupsi. Jadi terlepas dari ras dan agama, kita
semua sadar dia orang yang kita inginkan untuk jadi sosok pemimpin. Di Amerika sendiri
kan lebih maju ya, walaupun politikusnya masih kotor tapi mereka jauh lebih transparan
daripada di Indonesia, makanya orang indo yang tinggal disini pas balik ke indo akan sadar
pemerintahan di Indonesia semuanya main kotor bahkan polisi sekalipun. Beda banget sama
di Amerika, di Amerika kita semua tunduk banget sama polisi, polisi disana ga bisa disogok.
Hadirnya Ahok ini bikin orang seneng karna akhirnya ada satu politikus di Indonesia yang
bisa dipercaya 100% gitu. Uda gitu juga, kalau aku pribadi juga ngeliatnya apa yang terjadi
sama Ahok selama Pilkada itu sama kaya pas Donald Trum calonin diri di pilpres. Donald
Trump menggunakan isu superioritas warga Amerika kulit putih dengan warga pendatang
baru (warga kulit hitam, Asia, dan korban perang), sedangkan Anies Baswedan menggunakan
isu pentingnya agama mayoritas yang berdaulat yaitu, Muslim dengan non-Muslim. Aku rasa,
karna alasan itu juga, orang-orang Indo di sini gak pengen juga Jakarta bakal punya nasib
yang sama kaya di Amerika.
P: Jadi tujuan aksi solidaritas yang cici buat betul-betul untul moral support atau ada tuntutan
yang ingin dicapai?
N: Nah kebetulan Harvard Univesity ada di Boston, alumni-alumninya ini pada bikin page
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
129
gitu. Isi pagenya sendiri berisi tuntutan kayak petisi gitu kalo Ahok tidak bersalah. Di page
itu mereka juga jabarin gitu alasan-alasan kenapa Ahok harus dibebaskan.Mereka semua
berkumpul buat bikin petisi yang bisa ditandatangankan, jadi aku juga sebarin link page
mereka di pamflet.Pas hari H juga spanduknya kita tanda tanganin dan bikin kata-kata buat si
Ahok.
P: Media sosial apa yang lebih cici manfaatkan?
N: Facebook dan Twitter. Aku sering pake FB groups karna itu salah satu platform dimana
aku punya banyak koneksi. Selain itu aku juga pake instagram dan twitter. Sejauh ini media
sosial yang dampaknya paling ga berasa itu twitter, soalnyaak sendiri kurang aktif juga pake
twitter. Selain medsos, ak juga pake email dan telpon.
P: Waktu cici bikin aksi solidaritas ini, cici mikir buat bikin aksi lanjutannya ga?
N: Karna kebetulan itu hari-hari terakhir aku di Boston, jadi aku ga ada rencana bikin aksi
selanjutnya. Tapi karna adanya acara aksi solidaritas kemarin, akhirnya organisasi NINJA itu
terbentuk di Boston meskipun jumlah membernya cuma 5–7 orang. Awalnya orang-orang
disana masih ragu buat gabung di organsisasi itu, tapi karna udah aku kompor-komporin
akhirnya mereka jadi bersedia buat berkecimpung. Dengan terbentuknya NINJA di Boston,
kedepannya mungkin akan ada aksi-aksi solidaritas lain yang akan diadain oleh organisasi
itu.
P: Aku mau tau dong ci step by step dari acara yang udah cici buat itu apa aja?
N: Hmm, mungkin lebih ke ngurusin izin terus ngudang orang-orang, sama bikinin susunan
acara. Karna akudesigner jadi aku bener-bener design si pamflet, poster dan lain sebagainya.
Sebenernya banyak sih yang dilakuin dan karna kebetulan keluarga aku lagi di Boston jadi
aku dibantu ade aku, papa aku, mama aku, pokoknya keluarga juga jadi ikutan sibuk sendiri
buat ngurusin acara ini.
P: Menurut cici aksi solidaritas itu kayak gimana?
N: Menurut aku aksi solidaritas itu bagus sekali. Aku sendiri sebenernya tinggal di Indonesia
cuma sebentar, jadi aku tinggal di Indo cuma sampe umur 13 tahun dan abis itu aku lanjut
keluar negri yaitu ke Singapure.Setahun sekali aku masih main-main ke Indo, dan setiap kali
aku main ke Indo aku selalu ngeliat orang-orang minoritas disini sulit menyuarakan suara
mereka. Orang-orang minoritas yang aku maksud itu kayak orang chinesse dan nasrani.
Dalam artian, sebagai orang minor pasti kebanyakan dari mereka lebih memilih diam dan ga
menyuarakan pendapat yang mereka miliki. Nah, tapi sekarang beda, orang yang bener
emang harusnya dibela. Kebetulan relawan NINJA yang cabangnya di Jakarta bantuin
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
130
pemilihan pilkada untuk memantau dan mengawasi perhitungan polling yang ada, ternyata
banyak banget suara-suara yang ga sesuai. Aku ngeliat aksi solidaritas ini bisa jadi langkah
yang bagus untuk kesatuan, karna baru kali ini aku liat orang-orang minoritas dapat
berkumpul dengan orang-orang mayoritas demi menyuarakan satu suara yang sama.
P: Menurut cici potensi apa sih yang bisa ditimbulkan dari aksi solidaritas?
N: Membuat gaung atau ‘gema’ , jadi aksi solidaritas ini dapat menciptakan kebersamaan dan
kekeluargaan. Meskipun orang-orang WNI yang tinggal di Boston jauh dari Jakarta tapi kita
juga ngerasain loh apa yang dirasain oleh warga Jakarta. Jadi untuk aksi-aksi seperti ini di
Amerika sebenernya juga bertujuan untuk memberi tau orang-orang Amerika tentang apa
yang terjadi di negara kita sendiri. Sama halnya seperti Rohingya, padahal itu kan terjadinya
di negara lain tapi orang-orang bisa ngerasa solidaritas karna mereka adalah umat yang
seiman (muslim), makanya umat-umat muslimah lainnya juga merasa prihatin karna ada
perasaan“itu masih saudara gua”. Jadi sama kasusnya kayak Ahok, karna dia orang yang
bener makanya harus ada yang support beliau. Aku sendiri berharap dengan bikin aksi-aksi
seperti ini orang-orang makin sadar untuk membela kebenaran.
P: Menurut cici apa kekurangan dan kelebihan dari media sosial masing-masing?
I: Kalau secara umum, aku banyak kenal orang baru. Ada beberapa teman yang awalnya
cuma tau di media sosial, akhirnya jadi kenal bahkan orang itu kenalin aku dengan temannya.
Bisa dibilang media sosial ini juga membantu memperluas pertemananku. Kalau buat Twitter
dan Facebook sendiri. Hmmm... Kaya Twitter, kita gak bisa tulis banyak-banyak. Tapi, ada
tools yang bisa kita pakai di Twitter seperti Tweetbom, chirpstory untuk series tweet dan
lain-lain. Terus amplify-nya tuh cepet, dikit-dikit keliatan tuh segini impression-nya ketauan
banget kalau di-track dengan Twitter Analytics. Di Facebook kita bisa provide informasi
lebih dari 160 karakter dengan tulisan yang panjang, detil, dan ada fotonya. Kalau di Twitter
paling ngasih link. Cuma dia gak ada trending topic kaya di Twitter. Menurut aku juga,
viralnya di Facebook itu ga segampang di Twitter.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
135
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Bernadette Maria (Partisipan di Jakarta)
Lokasi: Mango & Me, Ruko Greenlake, Jakarta Barat
Hari/Tanggal Wawancara: 11 November 2017
Waktu Wawancara: Pukul 12.00 WIB
Wawancara dilakukan dalam 1 pertemuan
Peneliti (P)
Informan (I)
P: Mengapa Kakak ingin mengikuti aksi ini?
I: Aku uda concern dengan kasus Ahok ini sejak video Ahok yang di-share Buni Yani di
akun Facebooknya dan jadi masalah sepanjang Pilkada ya. Puncaknya kekhawatiran aku itu
ketika Aksi Bela Islam ada terus selama 6 bulan lebih. Pokoknya sejak kasus Ahok ini, tahun
2016 di Jakarta itu serasa kota ini ingin balik mundur dan ingin seperti Arab Saudi. Padahal
Arab Saudi aja sedang berusaha untuk bertransformasi menjadi negara Islam yang moderat.
Sempat skeptis sebenarnya dengan ahli pemuka agama di Indonesia yang ingin sekali
menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan tanggapan netizen di internet. Tapi pas
dateng ke aksi solidaritas bareng orang-orang yang gak dikenal, terus nyanyi Indonesia Raya
tuh ngebangkitin semangat untuk diri aku sendiri kalau justru kita yang jadi warga Indonesia
gak boleh lari dari isu-isu yang ngancem negara kita. Aku ngerasa kebhinekaan Indonesia ini
tuh terancam kalau kita sebagai masyarakat gak melakukan apa-apa, pasrah menerima
keadaan. Karna kalau begini terus, pasti akan ada korban-korban lain seperti Ahok ini.Jadi,
itu sih yang jadi motivasi aku untuk ikut.
P: Apa yang Kakak dapat dari media sosial seputar kasus Ahok dan aksi 1000 cahaya untuk
Ahok ini?
I: Banyak banget ya informasi yang didapet dari media sosial. Khususnya, Twitter karena aku
paling aktif di media sosial Twitter daripada Facebook. Kalau Facebook tuh aku buka setiap
hari, kalau Facebook sekarang udah agak jarang. Dari viralnya kasus Ahok, biasa ya kalau
ada isu apa kan informasi banyak banget, baik dari pro dan kontra. Informasi yang paling aku
inget dan ngena itu tentang post dari orang-orang yang berlatarbelakang hukum menjelaskan
tentang kasus Ahok dan dijelasin di situ dengan basis pasal kenapa Ahok gak bersalah. Terus
kalau yang kontra juga banyak aku liat tweet di timeline aku. Yang paling sedih sih liat
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
136
retweet dari teman sendiri yang isinya tentang kalau pemimpin itu mutlak adanya beragama
Islam dan viral banget. Sedih banget deh itu aku bacanya. Seakan-akan orang yang beragama
lain itu gak punya kesempatan untuk menjadi pemimpin di pemerintahan hanya karena
agamanya. Dan kualifikasi seseorang itu udah ga diliat lagi dari kualitasnya, tapi dari
agamanya. Sebenernya banyak banget deh yang didapet dari media sosial. Intinya sih yang
pengen aku mau bilang, aku seneng sih masih banyak netizen ataupun selebtwit ataupun
orang-orang yang terkenal di Twitter itu speak up tentang isu-isu yang diskriminatif. Kalau
diliat, banyak banget deh tweet war rame-rame sampe jadi viral karena suatu isu. Cuma
menurut aku ada baiknya sih, orang yang baca yang tadinya ga ngerti itu seengganya dapet
gambaran.
P: Apakah informasi di Facebook dan Twitter sudah cukup lengkap? Atau adakah distorsi?
I: Menurut aku informasi di media sosial lengkap banget ya. Ada yang bener, ada yang hoax.
Tinggal pinter-pinternya kita aja menyaringnya. Karna banyak banget kan ya, informasi yang
gak hanya sumbernya dari media sosial Facebook dan Twitter aja, tapi dari broadcast
message dari WhatsApp kan ada aja ya tiap hari orang yang share di grup.
P: Apakah Kakak sering mengikuti aksi-aksi semcam ini?
I: Aku baru ikut lilin untuk Ahok ini sama waktu itu Women March di Jakarta. Itu yang
offline ya. Kalau yang online aku juga suka ikut tandatangani petisi. Engga ada aksi pun
semcam ini atau petisi juga biasanya aku ikut beropini tentang suatu isu. Memang followers
aku jumlahnya sedikit (8000 followers). Tapi ada beban sendiri aja buat aku buat bersuara
tentang isu-isu yang perlu orang tahu. Biasanya aku sering bahas di Twitter aku tentang
kesetaraan gender, persepsi yang salah mengenai LGBT menular lah, mentall illness. Aku
sering juga retweet informasi yang buat aku penting dan berguna. Karena banyak banget kan
hal yang kita gak tau atau gak sadar akan itu. Dan buat aku itu berguna sekali supaya
pengetahuan kita semakin kaya dan pemikiran kita terbuka.
P: Apakah media sosial cara Kakak untuk ikut kegiatan acaraseperti 1000 lilin untuk Ahok
ini?
I: Bisa dibilang iya. Bukan cuma aksi-aksi kaya gini ya, tapi banyak juga dari media sosial
aku tahu tentang isu-isu lain yang gak terlalu dibahas di media. Khususnya, permasalahan di
daerah-daerah lain kaya di Papua. Dan aku banyak juga kenal sama orang-orang yang aktifdi
media sosial menyuarakan suaranya soal isu-isu di Indonesia, ataupun di luar negeri. Orang-
orang ini dari berbagai profesi pula, adanya pengacara, hukum, jurnalis.
P: Apakah media sosial cukup efektif untuk mengajak orang untuk mengikuti suatu aksi?
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
137
I: Bisa banget. Aku ngelihatnya aksi-aksi seperti ini yang menggunakan media sosial sebagai
penyebarannya bukan pertama kali di kasus Ahok doang. Kasus #savekpk juga trending di
Twitter dan jadi pembicaraan hangat di Twitter selama beberapa waktu. Aksi Women March
yang aku ikutin kemarin juga aku taunya dari media sosial Twitter. Sekarang gak cuma ksi-
aksi offline yang berkaitan dengan suatu kebijakan pemerintah aja. Waktu itu ada akun
Twitter yang isinya foto-foto perempuan yang ga sadar kalau mereka difoto. Perempuan-
perempuan ini bisa dibilang jadi korban pelecehan seksual. Karena mereka gak tau kalau
mereka difoto. Kedua, perempuan-perempuan ini sengaja difoto pas dibagian anggota
badannya waktu mereka lagi di tempat-tempat umum. Dan ironisnya akun laknat kaya gitu
punya 300 ribu follower. Tweet tentang permintaan buat di hapus di Instagram juga viral
banget kan. Akhirnya akunnya dihapus dari Twitter. Menurut aku sih, sekarang apapun itu
ajakan, gerakan, aksi, tentang apapun, entah itu buat lingkungan, kesehatan, apapun itu
semuanya bisa melalui media sosial.
P: Apakah media sosial bisa menyampaikan informasi lengkap dan mempersuasi khalayak
untuk terlibat?
I: Iya, ini aku pertama kali tau adanya aksi ini dari Twitter, dari tweet-tweet orang yang aku
kenal dan orang-orang yang aku follow di Twitter. Ngeliat antusias mereka dan landasan apa
yang bikin mereka mau bergerak juga memotivasi aku untuk melakukan yang sama. Sampai-
sampai ada akun yang jelasin secara detail gimana akses ke tempat aksi solidaritas ini dengan
kendaraan umum dari arah Bekasi, Bogor itu luar biasa banget. Aku ngerasa ini juga bisa
berlaku buat yang lain dan aksi-aksi lain.
P: Menurut Kakak, konten apa yang membuat Kakak untuk mau terlibat?
I: Sebetulnya sih konten-konten yang menyajikan pandangan yang serupa sama aku.
Biasanya kan kita suka memiliki pandangan kita terhadap sesuatu, tapi merasa ragu untuk
melakukan atau membuat kita berani untuk mengungkapkannya. Tapi, begitu ada orang yang
mengutarakan pandangan yang sama dengan kita, kita langsung terpacu untuk sama-sama
melakukan sesuatu. Terus, juga yang bikin aku tergerak itu ketika aku membayangkan suatu
keadaan lebih baik daripada yang sekarang. Itu juga ngebuat aku pengen bergerak.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
131
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Nukman Luthfie
Lokasi: Sekretariat Peta Jalan E-Commerce, Wisma BSG, Jakarta Pusat
Hari/Tanggal Wawancara: Selasa, 7 November 2017
Waktu Wawancara: Pukul 17.05 WIB
Wawancara dilakukan dalam 1 pertemuan
Peneliti (P)
Informan (I)
P: Seberapa besar pengauh media sosial Facebook dan Twitter dalam aksi solidaritas ini
dibandingkan dengan era pra media sosial dengan sekarang?
I: Begini, ada beberapa kota yang tidak mungkin melakukan kampanye tanpa media sosial,
karena kepadatan pengguna media sosialnya sangat besar. DKI Jakarta itu memang bukan
hanya ibukotanya Indonesia, tetapi ibukotanya sosial media kan. Twitter kita paling cerewet
di seluruh dunia, Facebook sendiri di Jakarta itu merupakan kota keempat terbesar di dunia,
sehingga segala macam urusan baik itu politik maupun ekonomi dan lain-lain itu gak
mungkin jalan tanpa sentuhan sosial media. Dua itu Facebook dan Twitter. Itu sebabnya
ketika Jokowi berebut menjadi gubernur DKI dari Solo, hebohnya luar biasa kan dan Twitter
jadi pemicunya. Secara riset mengatakan bahwa faktor Twitter berperan besar membawa
Jokowi kota kecil itu ke DKI. Begitu pula ketika Jokowi menjadi presiden. Sama, sosial
media perannya luar biasa, tanpa itu gak jalan. Terkair sama 1000 lilin Ahok, fansnya itu kan
anak-anak muda. Iya kan. anak-anak muda yang lintas agama kan. gitu. Mereka bergeraknya
dimana, anak muda itu bergeraknya di media sosial. Inget yang sejuta KTP untuk Ahok, itu
kan didorong semua sama anak muda semua, dari mall ke mall, segala macem. Media
komunikasinya apa, Twitter sama Facebook, dan Instagram. Makanya follower-nya Ahok di
media sosial berapa juta lebih. Terus fans berat garis kerasnya banyak kan di tiga media
sosial paling gak, yaitu Twitter, Facebook, dan Instagram. Yang tua-tua pada di Facebook,
yang muda-muda berantem di Instagram, dan pada umumnya yang tua dan muda
berantemnya semua di Twitter kan. Makanya seberapa besar efektifnya, itu gak mungkin
1000 lilin itu menjadi gerakan tanpa sosial media. Gak mungkin. Kenapa bisa begitu, karena
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
132
fansnya Ahok itu tipe cara komunikasinya lewat handphohe, bukan secara manual, tapi lewat
Twitter dan Facebook, Ngabarin yuk kita ngumpul lewat Twitter dan Facebook. Aku merasa
bahwa dalam kerangka rebutan pemerintah daerah ini, peran Facebook dan Twitter luar biasa.
Makanya sekali suka sama orang gara-gara dia posisinya adalah kepala daerah, fans garis
kerasnya akan berkomunikasi dengan medium yang mereka pakai untuk mengangkat si
pemimpin itu menjadi terpilih. Kalau mainnya di Twitter, mereka akan berseru di Twitter.
Kalau mainnya di Facebook ya di Facebook. Tapi intinya, media sosial yang dipake.makanya
tanpa itu, masa pake selebaran. Makanya itu pake ponsel dan sosial media di dalamnya. Ya
gak perlu nomor telepon ya Twitter dan Facebook. Kalau Whatsapp kan berbagi nomor
telepon kan males, tapi kalau Twitter dan Facebook ya dengan rasa yang sama aja, cita-cita
yang sama, perasaan yang sama itu bisa berkomunikasi tanpa perlu ada nomor hape.
Makanya Twitter dan Facebook itu medium yang paling berperan dalam 1000 lilin untuk
Ahok. Jadinya bukan seribu toh, malah lebih.
P: Apa kelemahan dan kelebihan dari penggunaan media sosial Twitter dan Facebook dalam
mendukung aksi solidaritas semacam ini?
I: Satu, kelebihannya kan udah jelas menggalang massa itu dengan cepat. Kedua adalah
menemukan orang yang punya pahamnya sama tu sangat mudah. Makanya kadang-kadang
kalau Twitter dan Facebook kalau kita mau liat percakapannya, itu akan mengelompok
orang-orang yang pro Ahok mengelompok membentuk kelompok sendiri. Makanya, dua
paling engga. Satu, mengalang orang yang sama. Kedua, menemukan orang yang pahamnya
sama. Kelemahanya apa, kelemahannya ada. Karna Twitter dan Facebook itu sifatnya
terbuka, maka gerakanmu akan kelihatan sama orang. Orang yang tidak suka sama gerakan
untuk Ahok ini akan nyir-nyir. Opo sih udah dipenjara ngapain. Terus, kita gak bisa
menyimpan rahasia disitu. Gerakan lilinnya mau dimana sih itu, ya udah semua orang tahu
jadinya. Lalu, ada orang jahat pengennya acara itu gagal kan. dibikin kacau segala macem
gitu. Jadi, sabotase dapat terjadi kalau kamu melakukan gerakannya di Twitter dan Facebook.
Sama ditunggu keplesetnya, diplintir kan. Sama dengan dulu gerakan dengan kerangka
bunga. Kan dia berusaha gak injek-injek taman kan, malah dipraktekin kan. Selalu orang
yang gak suka akan mencari celah supaya bisa memojokkan dengan data-data yang
sebenarnya gak akurat. Dompleng gitu kan.
P: Apakah yang menyebabkan publik menggunakan media sosial untuk membahas isu
seputar politik?
I: Sebetulnya itu alamiah aja sih. Kalau orang sudah tertarik dengan sebuah isu, isu apapun
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
133
dia akan ngomong ke temen-temennya di warung kopi, di kampus itu di offline. Tapi begitu
di online di sosial media, dia kan ngomong sendiri. Dia ngomong aku suka Ahok nih, kita
bikin gerakan lilin untuk Ahok yuk. Yang dengerin kan bukan di kafe doang, bukan di
warung kopi, yang denger semua followers dia. Kalau followers-nya ratusan ribu, berapa
banyak orang yang denger itu. Dari 100 ribu itu, kemudian yang saut-sautan gak banyak tapi
kan menggema dan menimbulkan viral. Terjadinya seperti retweet. Ibaratnya apa, coverage-
nya gede. Yang tadinya followers-nya 100 ribu bukan berarti coverage-nya 100 ribu, tapi bisa
aja 2 juta. Gara-gara siapa, misalnya kaya Addie M. S. me-retweet atau meng-quote.
Percakapan yang tadinya kecil bia membesar karena gaya bicara kita di kafe-kafe itu ketika
kafe itu dibuka seluas-luasnya, ibaratnya kita ngomong Twitter dan Facebook kan terbuka,
gemanya luar biasa. Kenapa, karena gak butuh tempat, gak ada jarak lagi. Semua bisa lihat di
ujung-ujung, Papua, sampai ke Amerika dan menggulir. Ternyata yang tertarik dengan isu itu
banyak. Kita kan bisa lihat kalau orang yang ngomongin Ahok bukan satu kafe, gak satu
kelompok doang kan. sebenarnya orang-orang yang ngomongin Anies, sama gak cuma di
mesjid-mesjid doang. Nah itu dibuka sekat-sekat itu di sosial media. Jadi gak ada anehnya
kenapa orang suka mendiskusikannya di sosial media karena sekat-sekat offline dibuka
semua.
P: Apakah benar aksi kolektif solidaritas merupakan bentuk dari kontrol publik?
I: Jika semua itu tidak dimotivasi oleh uang itu baru kontrol publik. Apapun gerakan yang
dilakukan lewat sosial media dari Twitter dan Facebook yang ditujukkan ke pemerintah, itu
biasanya berupa kontrol publik. Dan bentuknya itu tidak hanya pembicaraan di sosial media,
tapi bisa juga bentuknya dalam polling.
P: Apakah opinion leader masih dinilai powerfull oleh publik? Apakah orang ynng tidak
memiliki latar belakang daru dunia politik namun memiliki pandangan yang dinilai publik
masuk akal mempunyai kekuatan untuk membuat gaung?
I: Sebenarnya gini, sebenarnya bukan opinion leader ini yang mampu menggerakan. Orang-
orang yang sudah jatuh cinta dengan Ahok itu sudah banyak. Jadi kalaupun ada satu yang gak
punya hubungannya dengan politik terus dia ajak untuk ikut 1000 lilin ini, ya disambut. Tapi
kalo yang cinta sama Ahok gak banyak, meskipun tokoh politik yang ngajak, ya ga bakal ada
yang ikut. Jadi ini kuncinya ada di Ahok. Ahok di sini yang begitu powerfull, begitu dekat di
hati fansnya. Makanya di pilkada DKI, Ahok kalahnya tipis banget. Ya karena dia kuat.
P: Apakah media sosial Facebook dan Twitter ini sudah digunakan secara efektif dalam
menyelenggarakan aksi solidaritas 1000 cahaya untuk Ahok?
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
134
I: Berhasil ya. Tapi kalau efektif itu dihitung dulu, itu pake uang apa engga. Ngeluarin uang
berapa banyak. Kalau tanpa biaya itu baru luar biasa.
P: Apakah aksi kolektif harus disertai dengan aksi offline saja? Atau apakah aksi di online
sudah cukup?
I: Kalau di online saja gak ada gunanya, nanti hanya sebatas seperti petisi. Tapi kalau kamu
bilang lilin, offline-nya kan harus jalan. Sama dengan fansnya Ahok ajak ngumpulin seribu
KTP, kan gak bisa di online aja. Kan harus buka booth segala macem. Gak ada aksi hanya di
online saja.
P: Apa potensi yang dapat terjadi dari sebuah aksi kolektif?
I: Media sosial kan tempat bagi orang-orang untuk bersosialisasi. Ya bisa digunakan untuk
apa saja, sama seperti di offline. Kamu kalau kumpulin ornag bisa buat apa, ya bisa untuk
pengajian akbar, bisa untuk pawai, bisa untuk nyerang tempat ibadah. Nah sama aja. Semua
potensi-potensi yang dilakukan offline, di online juga bisa terjadi, ajakannya ya.
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018
Pengelolaan Pesan Melalui..., Cyntia Lopita Saputra, FIKOM, 2018