11
Oseanografi, Lingkungan Laut 7/29/2022 Edit terakhir: 9 Nop 2006 5. LINGKUNGAN LAUT 5.1. PENDAHULUAN Kehidupan di lingkungan laut sangat bervariasi. Tumbuhan dan hewan hadir dalam berbagai ukuran, bentuk, warna, dan cara hidup. Berbagai kelompok hewan dan tumbuhan tampak hadir dalam jumlah yang berbeda-beda, baik dalam hal jumlah jenis atau spesiesnya, jumlah individu, maupun luas areal penyebarannya. Penelitian dasar oleh ilmuwan tentang biologi laut ditekankan pada bagaimana hewan dan tumbuhan berinteraksi satu sama lain dan lingkungan tempat hidupnya. Pengetahuan tentang lingkungan ini meliputi pengetahuan detil tentang sifat kimia air laut yang penting bagi kehidupan di laut, dan pemahaman tentang proses-proses biologi yang mendasar. Sementara itu, penelitian terapan difokuskan terutama pada efek dan bagaimana mendeteksi polusi yang terjadi di laut, dan bagaimana meningkatkan produksi makanan dari laut serta obat-obatan (Ross, 1977). Di dalam bab ini uraian akan difokuskan pada laut sebagai lingkungan yang mendukung kehidupan di laut. Adapun hal tentang tumbuhan dan hewan di laut, polusi dan sumberdaya hayati laut akan iuraikan di dalam bab-bab mendatang. 5.2. LAUT SEBAGAI LINGKUNGAN BIOLOGIS Organisme laut secara terus menerus berhubungan langsung dengan air laut. Dengan demikian, kondisi fisika dan kimia air laut akan dengan cepat mengenai organisme itu. Suatu hal yang menguntungkan adalah karakter fisika dan kimia air laut cenderung relatif stabil, dan organisme laut tidak dihadapkan pada perubahan kondisi lingkungan yang mendadak sebagaimana dialami oleh organisme yang hidup di darat. Organisme laut dipengaruhi secara langsung oleh sifat kimia laut, karena organisme laut itu mendapatkan berbagai unsur kimia untuk proses kehidupannya dari air laut. Berikut ini diuraikan beberapa sifat fisika dan kimia air laut yang penting bagi kehidupan laut. 5.2.1. Sifat-sifat Air Laut Yang Penting Secara Biologis Beberapa sifat air laut yang penting bagi kehidupan tumbuhan dan hewan di laut adalah sebagai berikut: 1). Kemampuan melarutkan (sebagai pelarut). Air laut dapat melarutkan dan membawa banyak material untuk memenuhi kebutuhan berbagai mineral dan gas yang dibutuhkan bagi kehidupan organisme laut. 2). Densitas (pendukung kehidupan). Air laut itu sendiri Page 1 of 11

Lingkungan Laut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Masih materi dari LIPI

Citation preview

Page 1: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

5. LINGKUNGAN LAUT

5.1. PENDAHULUAN

Kehidupan di lingkungan laut sangat bervariasi. Tumbuhan dan hewan hadir dalam berbagai ukuran, bentuk, warna, dan cara hidup. Berbagai kelompok hewan dan tumbuhan tampak hadir dalam jumlah yang berbeda-beda, baik dalam hal jumlah jenis atau spesiesnya, jumlah individu, maupun luas areal penyebarannya.

Penelitian dasar oleh ilmuwan tentang biologi laut ditekankan pada bagaimana hewan dan tumbuhan berinteraksi satu sama lain dan lingkungan tempat hidupnya. Pengetahuan tentang lingkungan ini meliputi pengetahuan detil tentang sifat kimia air laut yang penting bagi kehidupan di laut, dan pemahaman tentang proses-proses biologi yang mendasar. Sementara itu, penelitian terapan difokuskan terutama pada efek dan bagaimana mendeteksi polusi yang terjadi di laut, dan bagaimana meningkatkan produksi makanan dari laut serta obat-obatan (Ross, 1977).

Di dalam bab ini uraian akan difokuskan pada laut sebagai lingkungan yang mendukung kehidupan di laut. Adapun hal tentang tumbuhan dan hewan di laut, polusi dan sumberdaya hayati laut akan iuraikan di dalam bab-bab mendatang.

5.2. LAUT SEBAGAI LINGKUNGAN BIOLOGIS

Organisme laut secara terus menerus berhubungan langsung dengan air laut. Dengan demikian, kondisi fisika dan kimia air laut akan dengan cepat mengenai organisme itu. Suatu hal yang menguntungkan adalah karakter fisika dan kimia air laut cenderung relatif stabil, dan organisme laut tidak dihadapkan pada perubahan kondisi lingkungan yang mendadak sebagaimana dialami oleh organisme yang hidup di darat. Organisme laut dipengaruhi secara langsung oleh sifat kimia laut, karena organisme laut itu mendapatkan berbagai unsur kimia untuk proses kehidupannya dari air laut. Berikut ini diuraikan beberapa sifat fisika dan kimia air laut yang penting bagi kehidupan laut.

5.2.1. Sifat-sifat Air Laut Yang Penting Secara Biologis

Beberapa sifat air laut yang penting bagi kehidupan tumbuhan dan hewan di laut adalah sebagai berikut:

1). Kemampuan melarutkan (sebagai pelarut). Air laut dapat melarutkan dan membawa banyak material untuk memenuhi kebutuhan berbagai mineral dan gas yang dibutuhkan bagi kehidupan organisme laut.

2). Densitas (pendukung kehidupan). Air laut itu sendiri memberikan dukungan bagi banyak organisme, dan sampai pada tingkat tertentu menghilangkan kebutuhan akan struktur rangka tubuh. Sebagai cotoh: ubur-ubur dan berbagai hewan kecil dapat mengapung di laut, dan laut dapat mendukung kehidupan ikan paus yang sangat besar.

3). Sebagai larutan penyangga (buffer). Sifat ini membuat air laut tetap netral dan melawan perubahan untuk menjadi lebih asam ataupun lebih basa atau alkalin. Air laut bersifat sedikit alkalin dengan pH 7,5 – 8,4. Sifat alkalin ini diperlukan oleh organisme untuk membentuk cangkang dari kalsium karbonat (CaCO3). Bila air laut bersifat asam, maka karbonat akan larut. Keuntungan lain adalah, dalam kondisi buffer, barbon dalam bentuk CO2 dapat hadir dalam jumlah besar di dalam air laut dengan tidak merubah pH. Karbon diperlukan oleh tumbuhan untuk memproduksi material organik.

4). Transparansi. Air laut yang transparan membuat sinar dapat menembus air laut sampai kedalaman yang besar. Sinar dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Dengan demikian, proses fotosintesis tidak hanya terjadi pada kedalaman beberapa meter dari permukaan laut, melainkan dapat mencapai kedalaman sampai 200 meter, tergantung pada tingkat kejernihan air.

5). Kapasitas panas dan panas laten penguapan yang tinggi. Kedua sifat ini mencegah terjadinya perubahan temperatur air laut yang cepat, yang membahayakan kehidupan laut.

6). Mengandung banyak unsur kimia. Unsur kimia yang ada di dalam air laut sangat penting

Page 1 of 7

Page 2: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

bagi kehidupan organisme laut. Rasio beberapa unsur itu di dalam air laut sama dengan yang dikandung oleh cairan tubuh dari sebagian besar organisme laut. Kesamaan antara medium luar (air laut) dan medium dalam (cairan tubuh) sangat penting bagi proses osmosis. Organisme laut harus melawan tekanan osmosis untuk mempertahankan komposisi cairan dalam tubuhnya. Di lingkungan laut, ada kesamaan antara cairan tubuh dengan medium luar, sehingga hanya sedikit tekanan osmosis yang terjadi. Keadaan ini berarti hanya sedikit energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan cairan tubuh, dan banyak energi yang dapat dipakai untuk pertumbuhan.

5.2.2. Karakter Umum Samudera Sebagai Lingkungan Biologis

Beberapa kondisi parameter lingkungan air laut yang mempengaruhi kehidupan organisme laut adalah:

1). Temperatur – berkisar dari -2oC sampai 40oC. Di samudera, banyak kawasan yang sangat luas memiliki kisaran temperatur yang seragam.

2). Salinitas – berkisar dari mendekati nol di estuari dan dekat pantai sampai sekitar 4‰ di Laut Merah. Meskipun demikian, di permukaan samudera terbuka, salinitas air laut sangat konstan berkisar antara 3,3 – 3,7‰. Di air yang lebih dalam, salinitas lebih seragam dengan kisaran normal 3,46 – 3,5‰.

3). Kedalaman laut – berkisar dari nol meter sampai mencapai ribuan meter meter di palung atau cekungan samudera.

4). Tekanan – berkisar dari 1 atm di permukaan laut sampai lebih dari 1000 atm di perairan yang sangat dalam. Dari permukaan, tekanan air laut bertambah 1 atm untuk setiap turun 10 meter kedalaman.

5). Penetrasi cahaya – dapat mencapai 1000 meter. 6). Oksigen terlarut – berkisar dari lingkungan yang aerob sampai anaerob.7). Sirkulasi. Sirkulasi air laut sangat penting secara biologis, antara lain karena: (1) membawa

oksigen dari permukaan laut ke bagian-bagian laut yang dalam, (2) membawa nutrien dari air yang dalam ke permukaan laut, sehingga dapat dipergunakan oleh tumbuhan, dan (3) sebagai mekanisme penyebaran bahan buangan (waste products), telur-telur, larva-larva atau individu dewasa dari berbagai kehidupan laut.

Semua parameter-parameter lingkungan itu membuat di laut terdapat berbagai variasi kondisi lingkungan hidup organisme, yang disetiap lingkungan itu dihuni oleh organisme yang spesifik. Berikut ini akan diuraikan tentang pembagian dari lingkungan laut dan karakter umumnya.

5.3. KLASIFIKASI LINGKUNGAN LAUT

Berasarkan pada dua komponen utamanya, yaitu bumi sebagai wadah dan massa air sebagai sesuatu yang diwadahi, lingkungan laut dapat dibedakan menjadi dua lingkungan utama, yaitu: (1) lingkungan bentik (benthic), yang mengacu kepada dasar samudera atau dasar laut, dan (2) lingkungan pelagis (pelagic), yang mengacu kepada massa air laut. Kedua kelompok utama lingkungan laut itu meliputi dasar laut dan perairan dengan kisaran kedalaman yang sangat besar, mulai dari nol meter di tepi laut sampai kedalaman ribuan meter di daerah palung. Oleh karena itu, kedua lingkungan itu dibedakan lagi menjadi beberapa zona lingkungan berdasarkan beberapa parameter lingkungan laut. Beberapa penulis – seperti Hedgpeth, 1957 vide Nybaken, 1993, Ross, 1977, Ingmanson dan Wallace, 1985, dan Webber dan Thurman, 1991, telah membagi-bagi lingkungan laut menjadi berapa zona. Dasar yang dipakai untuk menentukan batas-batas dari setiap zona lingkungan itu adalah salinitas, kedalaman air, kedalaman penetrasi cahaya, dan temperatur air. Kriteria yang paling umum dipakai adalah kedalaman air. Beberapa skema zonasi pernah diajukan dan direview oleh Menzies at al. (1973 vide Nybakken, 1991). Tidak skema zonasi tunggal yang diterima secara universal. Sebab utamanya adalah karena kurangnya informasi tentang ekologi. Zonasi lingkungan laut yang dipakai disini adalah seperti pada Gambar 5.1, dan Tabel 5.1.

Page 2 of 7

Page 3: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

Gambar 5.1. Zonasi lingkungan laut. Dikutip dari Webber dan Thorman (1991) dengan modifikasi.

Tabel 5.1.A. Zonasi lingkungan laut dangkal.Cahaya Zona Pelagis Kisaran Kedalaman (m) Zona Bentik Kisaran Kedalaman (m)

Supralitoral Di atas pasang tinggi

EufotikLitoral Pasang tinggi – surut rendah

Neritik 0 - 200 SublitoralInner Surut rendah (0 ) - 50Outer 50 (?) - 200

Sumber: Kompilasi dari Ross (1977), Ingmanson dan Wallace (1985), dan Webber dan Thurman (1991).

Tabel 5.1. B. Zonasi lingkungan laut dalam.Cahaya Zona Pelagis Kisaran Kedalaman (m) Zona Bentik Kisaran kedalaman (m)

Eufotik (99%) Epipelagis 0 – 200 Sublitoral 0 – 200Disfotik (1%) Mesopelagis 200 – 1000 (?)

Batial 200 – 4000 (?)

Afotik (0%)Batipelagis 1000 (?) – 4000 (?)

Abisalpelagis 4000 (?) - 6000 Abisal 4000 (?) – 6000Hadalpelagis > 6000 Hadal > 6000

Catatan: (?) = batas tidak tentu.Sumber: Hedgpeth (1957 vide Nybakken, 1993) dengan modifikasi.

Berdasarkan pada posisinya terhadap konfigurasi benua dan samudera, lingkungan pelagis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) lingkungan neritik (neritic)atau sistem neritik, yaitu yang mengacu kepada air laut dangkal yang menutupi paparan benua; kedalamannya mencapai 200 meter, dan (2) lingkungan oseanik (oceanic) atau sistem oseanik, yaitu yang mengacu kepada air laut dalam yang menutupi lereng benua sampai cekungan samudera; kedalamannya lebih dari 200 meter.

Lingkungan oseanik dibedakan menjadi lima zona lingkungan, yaitu: (1) epipelagis (epipelagic) – dari permukaan laut sampai kedalaman 200 meter, (2) mesopelagis (mesopelagic) –

Page 3 of 7

Page 4: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006dari 200 sampai 700-1000 meter, (3) batipelagis (bathypelagic) – dari 700-1000 sampai 2000-4000 meter, (4) abisalpelagis (abyssalpelagic) – dari 2000-4000 sampai 6000 meter, dan hadalpelagis (hadalpelagic) – kedalaman lebih dari 6000 meter. Sementara itu, berdasarkan pada penetrasi sinar matahari, lingkungan pelagis dapat dibedakan menjadi tiga zona, yaitu: (1) eufotik (euphotic) – mulai dari permukan laut sampai batas kedalaman dimana 99% sinar matahari diserap; mencakup kedalaman sampai 200 meter atau sebanding dengan zona neritik atau epipelagis, (2) disfotik (dysphotic) – dari batas bawah zona eufotik sampai kegelapan total; kedalaman dari 200 – 1000 meter atau sebanding dengan zona mesopelagis, dan (3) afotik (aphotic) – zona tidak ada sama sekali cahaya yang menembus; mencakup zona batipelagis, abisal pelagis, dan hadal. Kedalaman 1000 meter yang menjadi awal dari zona afotik adalah batas dari deep scattering layer (DSL), yaitu suatu zona penghamburan suara (sound scatter) di dalam jalur gelombang yang sempit. DSL bergerak naik ke permukaan di malam hari dan turun di siang hari. Fenomena DSL ini berkaitan dengan aktivitas hewan laut (Ingmanson dan Wallace, 1985). Hewan-hewan laut yang yang ada di dalam jalur itu berkisar dari hewan-hewan mikriskopis zooplankton sampai copepoda, udang, ikan dan cumi-cumi.

Sementara itu, lingkungan bentik – dengan dasar yang sama seperti pelagis, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) lingkungan litoral (littoral) atau sistem litoral, yaitu dasar laut yang berupa paparan benua; kedalaman mencapai 200 meter, dan (2) lingkungan laut dalam (deep sea) atau sistem laut dalam, yaitu dasar laut mulai dari lereng benua sampai cekungan samudera; kedalaman air lebih dari 200 meter.

Selanjutnya, berdasarkan pada kedalaman air, lingkungan litoral dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) supralitoral (supralittoral) – dasar laut di atas pasang tinggi, (2) eulitoral (eulittoral) – mulai dari dasar laut batas pasang tinggi sampai surut rendah, dan (3) sublitoral (sublittoral)– mulai dari dasar laut surut rendah sampai dengan kedalaman 200 meter. Pembagian ini umum diterima oleh ilmuwan. Webber dan Thurman (1991), lingkungan sublitoral dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) inner sublittoral – kedalaman dari surut rendah (0 meter) sampai kedalaman 50 meter yang merupakan batas tumbuhan yang menempel dapat tumbuh dan berfotosintesis, dan (2) outer sublittoral – kedalaman dari 50 meter sampai 200 meter. Ross (1977) menetapkan batas zona eulitoral ke arah laut sampai kedalaman 40 – 60 meter, yang merupakan batas tumbuhan yang menempel dapat tumbuh dan berfotosintesis. Batas dari Ross itu identik dengan batas sisi laut dari zona inner sublittoral dari Webber dan Thurman (1991). Sedang zona sublitoral dari Ross (1977) identik dengan zona outer sublittoral dari Webber dan Thurman (1991).

Lingkungan laut dalam – berdasarkan kedalaman air, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) batial (bathyal) – kedalaman dari 200 sampai 2000-4000 meter, (2) abisal (abyssal) – kedalaman dari 2000-4000 sampai 6000 meter, dan (3) hadal (hadal) – kedalaman > 6000 meter.

Batas kedalaman pembagian zona lingkungan bentik batial dan abisal, bertepatan dengan batas kedalaman antara lingkungan pelagis batipelagis dan abisalpelagis. Lingkungan Menurut Ingmanson dan Wallace (1985), batas antara batial dan abisal ditentukan pada kedalaman 2000 meter dengan anggapan bahwa sebagian besar lantai samudera terletak di kedalaman dari 2000 sampai 6000 meter. Ross (1977) juga menempatkan batas antara batial dan abisal pada kedalaman 2000 meter, meskipun tanpa penjelasan. Di pihak lain, beberapa buku teks Biologi Laut menempatkan batas itu pada kedalaman 4000 meter (seperti Weber dan Thurman, 1991; McConnaughey, 1974). Sementara itu, Hedgpeth (1957 vide Nybakken, 1993), dengan mempertimbangkan parameter temperatur menempatkan batas antara batipalagis – abisalpelagis pada kisaran kedalaman dari 2000 sampai 4000 meter, yaitu bertepatan pada kedalaman dengan temperatur 4oC. Selain itu, ia juga menempatkan batas antara mesopelagis – batipelagis pada kisaran kedalaman dari 700 sampai 1000 meter, yaitu pada kedalaman dengan temperatur 10oC.

Berikut ini akan diberikan uraian lebih lanjut tentang karakteristik dari berbagai zona lingkungan laut tersebut di atas.

Page 4 of 7

Page 5: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

5.4. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN LAUT

5.3.1. Lingkungan Bentik

5.4.1.1. Lingkungan Suparlitoral

Lingkungan supralitoral berada di atas pasang tinggi. Lingkungan ini lebih banyak tersingkap ke udara, dan hanya akan tergenang pada saat air laut mengalami pasang tertinggi. Sehari-harinya, lingkungan ini basah oleh air laut oleh cipratan air dari gelombang yang pecah di pantai atau bila terjadi badai.

Kondisi permukaan lingkungan ini sangat kasar. Organisme yang hidup di lingkungan ini hampir terus menerus tersingkap ke udara, dan hanya basah bila terjadi air laut pasang tertinggi, cipratan air dari gelombang yang pecah di pantai atau bila terjadi badai. Hewan yang hidup di lingkungan ini, sama di seluruh dunia.

5.4.1.2. Lingkungan Eulitoral

Umum diterima bahwa lingkungan eulitoral, sering juga disebut litoral, meliputi daerah yang secara periodik tersingkap ke udara pada waktu laut surut (daerah pasang surut atau intertidal). Lebar daerah pasang surut (intertidal) tergantung pada kisaran tinggi pasang surut dan kemiringan lereng dasar laut. Hewan yang hidup di daerah ini adalah hewan yang sanggup bertahan terhadap pukulan gelombang. Ross (1977) menarik batas sisi laut lingkungan ini sampai daerah dengan kedalaman 40 sampai 60 meter. Batas sisi laut dari lingkungan ini adalah sampai kedalaman dimana sebagian besar tumbuhan yang menempel masih dapat tumbuh dan mendapatkan cukup cahaya untuk fotosintesis.

Hewan dan tumbuhan di kawasan ini sangat banyak dan bervariasi. Selain itu, kawasan ini juga sangat baik untuk mempelajari kondisi lingkungan biologi laut, karena kondisi lingkungan ini dapat diamati secara langsung dengan cara menyelam.

5.4.1.3. Lingkungan Sublitoral

Lingkungan sublitoral mencakup daerah dengan kedalaman 200. Menurut Ross (1977) batas sisi laut lingkungan ini bahkan sampai 400 meter. Batas ini didasarkan pada kedalaman maksimum dimana algae (tumbuhan) dapat hidup,. Batas bawah lingkungan ini umumnya bertepatan dengan batas bawah zona eufotik. Selain itu batas sisi laut dari lingkungan ini bertepatan dengan tepi paparan benua.

Faktor lingkungan yang penting adalah cahaya dan temperatur. Selain itu, faktor lain yang kadang-kadang juga penting adalah kondisi geologi dasar perairan, gelombang, dan arus. Beberapa hal yang penting yang perlu dicatat dari lingkungan ini adalah bahwa di lingkungan ini terbentuk delta-delta, terumbu karang, atau alur-alur bawah laut (submarine canyon).

Pada rentangan dari lingkungan eulitoral sampai sublitoral, terdapat penurunan kehidupan tumbuhan dan peningkatan kehidupan hewan laut. Adanya berbagai jenis hewan yang bernilai ekonomis itu menyebabkan kawasan sublitoral yang sangat ekstensif dieksploitasi oleh para nelayan komersil.

5.4.1.4. Lingkungan Laut Dalam

Lingkungan laut dalam yang meliputi lingkungan batial, abisal, dan hadal, kosong dari kehidupan tingkat tinggi, tetapi bakteri dapat hidup di lingkungan yang dalam ini.

Kondisi oseanografi di lingkungan laut dalam ini seragam. Temperatur turun perlahan sesuai dengan kedalaman, salinitas relatif konstan, dan tekanan meningkat 1 atm setiap turun dengan kedalaman 10 meter. Organisme yang hidup di dalam lingkungan ini sebagian besar tersusun oleh air. Oleh karena itu, tekanan tidak mempengaruhi proses kehidupan hewan laut dalam.

Kondisi oseanografi yang seragam di dalam lingkungan ini menunjukkan bahwa musim musim memiliki pengaruh yang kecil terhadap berbagai fenomena kehidupan, seperti musim berkembang biak, yang di perairan dangkal dipengaruhi oleh musim.

Page 5 of 7

Page 6: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

Makanan di lingkungan laut dalam tidak sebanyak di lingkungan litoral. Hewan-hewan laut dalam diperkirakan mendapat makanan dari material organik yang jatuh dari perairan dekat permukaan ke dasar samudera.

Zona hadal meliputi daerah palung laut dalam, temperatur mencapai <1oC, dan tekanan mencapai 600 atm. Jumlah hewan di daerah ini kira-kira sepersepuluh kehidupan di zona abisal.

5.4.2. Lingkungan Pelagis

5.4.2.1. Lingkungan Neritik

Lingkungan neritik pelagis umumnya memperlihatkan kondisi keanekaragaman yang tinggi bila di lingkungan itu terdapat air tawar yang masuk dari aliran sungai. Organisme yang hidup di lingkungan ini dengan demikian harus bertahan hidup dalam kisaran salinitas yang lebar.

Nutrien yang masuk ke dalam lingkungan ini berasal dari laut dalam yang masuk melalui mekanisme “upwelling” – yang terjadi karena angin di daerah pesisir, dan dari daratan yang masuk melalui aliran sungai. Banyak ikan dan berbagai tipe makanan dari laut diambil dari daerah ini.

5.4.2.2. Lingkungan Oseanik

Telah disebutkan di depan bahwa lingkungan oseanik dibedakan menjadi zona eufotik, dysfotik, dan afotik. Berdasarkan kedalamannya dari permukaan laut, lingkungan eufotik oseanik setara dengan lingkungan neritik. Meskipun demikian, terdapat perbedaan kondisi lingkungan diantara keduanya yang disebabkan oleh perbedaan kedekatan fisiknya dengan daratan. Berbeda dengan lingkungan neritik, salinitas di lingkungan eufotik oseanik relatif konstan, temperatur turun sesuai kedalaman dan perubahan temperatur terbesar terjadi pada kedalaman sekitar 100 meter – di daerah termoklin. Temperatur air permukaan bervariasi sesuai dengan posisi lintang. Nutrien biasanya rendah di perairan permukaan dan meningkat sesuai dengan kedalaman. Secara biologis, zona eufotik oseanik memiliki produktifitas rendah dibandingkan zona neritik.

Zona disfotik adalah zona dengan penetrasi sinar matahari kurang dari 1%. Hanya sedikit sinar biru yang masuk ke dalam zona ini. Batas bawah zona ini adalah daerah dengan oksigen minimum dan sinar matahari nol persen. Di dalam zona ini bakteri mengurai fitoplankton dan zooplankton yang mati dan tenggelan ke dalam zona ini dari zona eufotik. Pengurai itu menghasilkan nutrien. Nutrien tersebut kemudian dibawa kembali ke dalam zona eufotik dengan mekanisme upwelling. Deep scattering layer (DSL) terdapat di dalam zona ini dengan ketebalan 50 sampai 200 meter. DSL bergerak ke arah permukaan pada malam hari dan turun lagi pada pagi hari, dan juga bergerak sedikit naik turun bila ada awan lewat di atasnya. Fenomena naik turunnya DSL terjadi karena hewan-hewan laut yang ada di dalam DSL naik ke atas untuk memakan plankton di malam hari dan kembali ke kedalaman di siang hari untuk menghindari predator (Ingmanson dan Wallace, 1985).

Zona afotik adalah zona bertemperatur sangat rendah, tekanan sangat tinggi, dan tanpa sinar. Zona ini meliputi zona batipelagis, abisalpelagis, dan hadal. Zona abisalpelagis adalah satu dari beberapa unit ekologi terbesar di dunia, karena tiga per empat dari volume total samudera terletak di dalam zona ini. Di dalam zona ini, densitas air naik sesuai dengan pertambahan kedalaman, dan stratifikasi air laut terjadi karena densitas. Sementara itu, temperatur turun dengan bertambahnya kedalaman. Temperatur di dasar laut sekitar 1,6oC.

5.5. LINGKUNGAN KHUSUS

5.5.1. Lingkungan Hidrotermal Laut Dalam

Lingkungan ekosistem lubang hidrotermal laut dalam (deep-sea hydrothermal-vent ecosystem) pertama kali ditemukan pada tahun 1977 ketika kapal selam Alvin dipakai untuk mempelajari lubang hidrotermal di Galapagos Rift di lingkungan laut dalam dengan kedalaman 2,5 km (Igmanson dan Wallace, 1985). Lingkungan ini sangat kaya secara biologis. Temperatur di dekat lubang mencapai 400oC, tekanan tinggi, dan air bersifat asam dengan pH mencapai 2,8. Perairan banyak mengandung methan dan sulfur.

Page 6 of 7

Page 7: Lingkungan Laut

Oseanografi, Lingkungan Laut4/13/2023Edit terakhir: 9 Nop 2006

Secara biologis, lingkungan ini sangat produktif, tetapi produser primer fotosintesis tidak ditemui. Produktifitas yang tinggi terjadi karena aktifitas bakteri autotrophic (chemosynthetic). Bakteri tersebut mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur dan menggunakan energi kimia untuk mensintesa protein, karbohidarat dan lemak.

5.5.2. Estuari

Estuari atau mulut sungai adalah lingkungan transisi di antara sungai dan laut. Kondisi fisik lingkungan ini, seperti bentuk, panjang, lebar dan dalamnya, sangat ditentukan oleh sejarah geologi estuari tersebut. Secara fisik, konfigurasi lingkungan estuari menyerupai sebuah teluk.

Di dalam estuari terjadi pertemuan antara air tawar dari aliran sungai dan air laut. Fenomena itu membuat salinitas air di dalam estuari sangat bervariasi, mulai dari salinitas air laut sampai kurang dari 5% di tempat masuknya air sungai. Pola penyebaran salinitas di dalam estuari sangat rumit. Hal itu karena dalam estuari terjadi pola arus yang sangat kompleks sebagai hasil dari interaksi antara pasang surut, aliran air sungai, rembesan air tawar, dan efek Coriolis.

Nutrien banyak masuk ke dalam estuari dari daratan melalui aliran sungai. Suplai nutrien yang banyak dan ditambah sinar matahari membuat lingkungan estuari sangat subur.

DAFTAR PUSTAKA

Ingmanson, D. E. and Wallace, W. J., 1985. Oceanography: an introduction, 3rd ed., Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 530 p.

McConnaughey, B. H., 1974. Introduction to Marine Biology, 2nd ed., The C.V. Mosby Company, Saint Louis, 544 p.

Nybakken, J. W., 1993. Marine Biology: an ecological approach, 3rd ed., HarperCollins College Publisher, New York, 462 p.

Ross, D. A., 1977. Introduction to Oceanography, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 437 p.

Weber, H. H. and Thruman, H. V., 1991. Marine Biology, 2nd ed., HarperCollins Publisher Inc., New York, 424 p.

Page 7 of 7