130

Lewat Djam Malam Diselamatkan

Embed Size (px)

Citation preview

  • Untitled-3 1 5/24/2012 5:23:59 PM

  • Untitled-3 1 5/24/2012 5:23:59 PM

    dengan dukungan:

  • Lewat Djam Malam Diselamatkan

    Penulis: Lintang Gitomartoyo, Totot Indrarto, Windu W Jusuf, Arie Kartikasari, Lee Chor Lin, Adrian Jonathan Pasaribu, Davide Pozzi, Lisabona Rahman, Amalia Sekarjati, Zhang Wenjie

    Editor: Adrian Jonathan Pasaribu, JB Kristanto

    Penerbit: Sahabat SinematekEmail: [email protected]: sahabatsinematek.org

    Perancang Sampul: Rully SusantoPenata Letak: Dadang Kusmana

    Lewat Djam Malam Diselamatkanx + 118 hlm ; 17 cm x 24 cm

  • Daftar Isi

    Pengantar vii

    Restorasi Lewat Djam Malam 1Mencari Kembali Eratnya Hubungan Indonesia-Singapura 3Memulihkan Warisan Bersama 7Tentang Proses Restorasi 9Kronologi Restorasi Lewat Djam Malam 15Penayangan Internasional Hasil Restorasi 21

    Sebelum dan Sesudah Restorasi 25

    Lewat Djam Malam 35Kredit Lewat Djam Malam 37Sinopsis Lewat Djam Malam 39Tidak Mudah Menjadi Indonesia 41Biografi: Usmar Ismail 51Misbach Jusa Biran tentang Usmar Ismail

    dan Lewat Djam Malam 55Revolusi, Impian, dan Jalan Buntu 67Bulan Madu Panjang Militer dan Birokrasi 75

    Sinematek Indonesia 85Apa Kami Hanya Pantas Menonton Film-film Rusak? 87Hanya 14 Persen yang Tersimpan dan dalam

    Kondisi Memprihatinkan 93Inisiatif Warga Menyelamatkan Sejarah 103

    Terima Kasih 109Kredit Restorasi 112Para Penulis 114Panitia 117

  • Pengantar

    Semuanya berawal dari persahabatan. Lisabona Rahman dari Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, yang bersama-sama mengerjakan buku Katalog Film Indonesia 2008, sudah lama mendesak saya untuk mengalihkan data-data buku Katalog Film Indonesia ke dalam bentuk media daring (online database). Ketika lembaga aktivis film Konfiden (Alex Sihar, Agus Mediarta, Dedy Arnov, Lintang Gitomartoyo) bersedia menjadi

    payung organisasi, maka tahun 2009 kami berdiskusi intens membuat peta rancangan web yang intinya adalah database film Indonesia yang ber sumber dari buku Katalog Film Indonesia dan data film pendek dan do kumenter yang dikumpulkan Konfiden. Rancangan peta ini sangat

    pen ting sebelum membangun situs webnya supaya jelas alurnya, karena begitu lah tuntutan alam internet.

    Di penghujung tahun itu, tepatnya 31 Desember 2009, muncul surel dari sahabat Singapura kami, Philip Cheah, sekarang jabatannya pemro-gram/kurator pada lima festival film. Dia mengusulkan agar buku Katalog Film Indonesia diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Dia se dang membicarakan usulan ini kepada National Museum of Singapore

    untuk pembiayaannya. Tanggapan segera dilayangkan: bagai mana kalau pem biayaan itu dialihkan untuk penerjemahan data-data di situs web saja, karena situs web itu direncanakan tampil dalam dua bahasa.

    Gayung bersambut. Dalam surel berikutnya tertanggal 8 Januari

    2010 Philip bukan hanya menyebutkan masalah penerjemahan buku dan situs web, tapi juga menyinggung A special screening of one restored

  • viii

    Indonesian classic film with English subtitles. After the screening, the

    museum will archive one 35 mm copy of the film yang direncanakan diadakan pada Maret 2011. National Museum of Singapore nampaknya

    memang berniat untuk mengo leksi bukan hanya harta budaya nasionalnya, tapi juga Asia Tenggara. Surel berikut nya, 12 Januari 2010,

    Philip meminta kami mengusulkan satu judul film Indonesia yang akan

    direstorasi. Maka muncul dengan spon tan judul Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail yang bisa disebut seba gai film terbaik sepanjang

    masa. Film ini bernilai tinggi bukan hanya karena nilai estetiknya, tapi juga nilai kesejarahannya. Sebagaimana dike tahui, dibanding artefak budaya lain yang pasif dan menuntut imaji nasi untuk memaknainya, maka film adalah artefak budaya yang aktif, hingga penonton bisa

    langsung berhadapan dengan masa lalu secara hidup.Semua sepakat dengan usulan itu. Berikutnya adalah kerja adminis-

    trasi dan birokrasi baik di Indonesia maupun Singapura yang terkadang

    mem buat semangat sempat menciut. Sahabat-sahabat Singapura lain: Lee Chor Lin, Zhang Wenjie, Teo Swee Leeng, Warren Sin, Low Zu Boon, dan Jasmine Low mengurus bagian mereka dan memilih LImmagine

    Ritrovata, Bologna, Italia, satu-satunya laboratorium film khusus restorasi

    di dunia. Direktur laboratorium ini, Davide Pozzi, dan Cecilia Cenciarelli, staf World Cinema Foundation lembaga bentukan sutradara ternama Martin Scorsese di Cannes 2007yang kemudian mengadopsi film men-

    jadi bagian dari sejarah sinema dunia, menjadi sahabat-sahabat baru da-lam proses selanjutnya yang berlangsung setahun penuh.

    Di Sinematek Indonesia, ditemukan bahwa negatif asli Lewat Djam

    Malam masih ada, tapi negatif asli suaranya hanya ada delapan reel dari yang seharusnya sepuluh. Beruntung masih ada duplikat kopi positif dan negatif. Semuanya dalam kondisi yang memprihatinkan. Kopi negatif asli, duplikatnya, dan kopi positif yang terbaik disiapkan untuk dikirim ke Bologna. Pemberitahuan kepada ahli waris dilakukan, Direktur

  • ix

    Sinematek Indonesia Berthy L Ibrahim dilibatkan, begitu juga Bapak

    Sinematek Indonesia, Misbach Jusa Biran yang memberi latar belakang

    pem buatan film itu.

    Rincian dari kisah restorasi bisa dibaca dalam artikel-artikel buku ini, baik mengenai kenapa restorasi film harus dilakukan maupun pro-

    ses res torasinya. Selain itu, buku ini menjadi lengkap dengan adanya pem bi cara an film Lewat Djam Malam itu sendiri yang dilakukan oleh sahabat-sahabat muda, hingga kita bisa mendapatkan perspektif lain. Tidak ketinggalan tulisan tentang Usmar Ismail dan warisannya untuk

    perfilman Indonesia. Dia meletakkan dasar estetika film Indonesia. Juga

    tentang kondisi Sinematek Indonesia dan koleksinya yang masih tetap

    memprihatinkan, padahal ini adalah harta karun bu daya Indonesia.

    Sebagian masa lalu dan masa depan kita ada di sana.Karena itu, Lewat Djam Malam yang dibuat atas nama persahabatan

    dua bapak perfilman Indonesia, Usmar Ismail dan Djamaludin Malik,

    di res torasi lewat sebuah persahabatan, akan diteruskan dengan Sahabat Sinematek, sebuah perkumpulan nirlaba yang berniat membantu Sinematek Indonesia dengan cara persahabatan seperti yang telah dilaku-

    kan dengan restorasi Lewat Djam Malam. Semoga persahabatan ini makin meluas.

    JB Kristanto

  • Restorasi Lewat Djam Malam

  • Lee Chor Lin pada pembukaan pekan film Merdeka! di National Museum of Singapore.

  • Mencari Kembali Eratnya Hubungan Indonesia-Singapura

    L E E C h o R L I n

    RASA syukur kami panjatkan pada sahabat-sahabat kami di Indonesia,

    atas kesempatan yang diberikan untuk bekerja sama merestorasi Lewat Djam Malam. Meski kita sudah punya cukup informasi perihal signifikansi

    historis serta pencapaian artistik Lewat Djam Malam, baru setelah proyek restorasi kita bisa mengapresiasi secara utuh apa yang ingin disampaikan bapak perfilman Indonesia ini, mulai dari konfrontasinya yang berani

    terhadap hantu-hantu revolusi, hingga penggambarannya yang jujur akan konflik batin para individu yang terjebak dalam pusaran sejarah.

    Sebagai institusi nasional yang berdedikasi pada sejarah Singapura, kami terdorong oleh kebutuhan mendesak untuk menjaga warisan ber-sama sejarah film di Asia Tenggara. Karena itulah kami terlibat dalam

    pro yek restorasi ini. Kami juga tergerak oleh semangat dan keteguhan teman-teman kami di Indonesia, yang mampu mengatasi halangan-

    halang an teknis dan birokratis untuk tujuan mulia.Kami tak punya alasan untuk tidak terlibat dalam kolaborasi ini. Takdir

    National Museum of Singapore, sebelumnya bernama Raffles Museum,

  • 4 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    tak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa Indonesia. Hubungan his to ris

    dengan Indonesia sungguh terasa di National Museum Singapore. Ko-

    leksi museum kami bermula dari sumbangan para antropologis dan biro-kra si kolonial yang mampir di Singapura di tengah perjalanan mereka ke Indonesia. Pada tahun 1910, kolonial Belanda mengasingkan raja-raja

    Riau dan Lingga. Di waktu yang sama, sejumlah artefak macam mangkuk dan piring perak berukiran abjad Jawi mulai terdaftar di katalog museum kami.

    Gedung National Museum Singapore sendiri berlokasi di kaki

    Bukit Larang an (sekarang Fort Canning), di mana kerajaan Temasek dulu ber se mayam. Kami tahu kerajaan ini punya kedekatan dengan Jawa, mengingat ornamen-ornamen emas bergaya Majapahit pernah

    ditemukan di sekitar fondasi kuil dan pancuran di bukit ini. Ornamen-ornamen emas dan temuan lainnya menjadi pameran pertama kami di Galeri Seja rah Singapura museum kami. Konon, nama Singapura berasal

    dari se orang pangeran muda dari Palembang. Saat ia sedang berjalan di salah satu pesisir pulau ini, sebuah makhluk melompat di hadapannya. Ia ter kesima dengan keanggunan dan kegagahan makhluk tersebut. Ter-

    cetus lah nama Singapura. Inilah episode singkat dari pertautan sejarah

    Indonesia dan bangsa kami.

    Akhir Maret tahun 2012, kami menyaksikan film Lewat Djam Malam

    yang hampir selesai direstorasi. Bersamaan dengan itu diputar juga dua film Usmar Ismail dan tiga karya Garin Nugroho. Retrospeksi kecil-

    kecilan ini bicara tentang arti kebangsaan di dua fase sejarah Indonesia,

    dan kami belajar banyak dari nya. Meski penontonnya yang hadir tak bisa

    dibilang banyak, kami per caya mereka datang karena mereka tahu dan peduli dengan Indonesia. Me reka paham adanya warisan bersama dan

    sejarah di antara Indonesia dan Singapura, mengapresiasi pentingnya

    film macam Lewat Djam Malam, dan oleh karenanya menyambut

  • 5R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    gembira program kami yang ber judul Merdeka!. Kebetulan, merdeka adalah kata yang diserukan oleh leluhur kami ketika Singapura bebas dari penjajahan.

    Proyek restorasi film ini menjadi perjalanan mencari kembali erat-

    nya hubungan kami dan dinamika perbedaan kami. Sekali lagi, kami ber syukur akan kesempatan bekerja sama dengan orang-orang hebat: Bapak dan Ibu Irwan Usmar Ismail dari keluarga Usmar Ismail, Berthy

    L Ibrahim dari Sinematek Indonesia, JB Kristanto, Lintang Gitomartoyo

    dan Alex Sihar dari Yayasan Konfiden, Lisabona Rahman dari Kineforum

    Dewan Kesenian Jakarta, serta LImmagine Ritrovata Bologna.

  • Memulihkan Warisan Bersama

    Z h a n g W E n j I E D a n L I S a b o n a R a h M a n

    PADA tahun 2010, kritikus film Philip Cheah dan JB Kristanto berko la-borasi dengan Yayasan Konfiden dan National Museum Singapore untuk menerjemahkan Katalog Film Indonesia, kumpulan data film Indonesia setebal 400 halaman, ke bahasa Inggris. Kolaborasi ini menghasilkan ide untuk merestorasi sebuah film Indonesia.

    Ketika diminta Cheah untuk memilih satu film Indonesia untuk direstorasi, Kristanto mengusulkan Lewat Djam Malam, karya Usmar Ismail tahun 1954. Selain terkesan dengan kualitas naratif serta signi-fi kansi historisnya, Kristanto percaya film tersebut memuat sejumlah wawasan penting tentang masyarakat Asia Tenggara dan transisinya men jadi bangsa yang merdeka. Ketika judul film untuk direstorasi sudah dipu tuskan, Cheah bekerja sama dengan Konfiden dan Kineforum Dewan Ke senian Jakarta untuk mengevaluasi ketersediaan dan kondisi filmnya di Sinematek Indonesia. Pada waktu bersamaan, National Museum Singapore mengontak LImmagine Ritrovata, sebuah laboratorium resto-rasi film terkemuka di Bologna, Italia, untuk mempersiapkan pemeriksaan elemen-elemen film Lewat Djam Malam.

    Hasil riset menunjukkan bahwa kopi negatif gambar dan suara Lewat Jam Malam sesungguhnya komplit, namun beberapa di antaranya dalam kondisi mengkhawatirkan, akibat kesalahan penanganan selama

  • 8 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    bertahun-tahun. Lewat Djam Malam sudah pernah dicetak ulang ke kopi positif di awal 90an untuk kebutuhan pemutaran, namun kerusakan dari kopi orisinil film juga turut tercetak di screening copies ini. Bagi yang sudah pernah menonton Lewat Djam Malam dengan screening copies tersebut, yang teringat pastilah gambar goyang, pencahayaan yang tak konsisten, goresan, serta suara yang buruk.

    Restu keluarga Usmar Ismail membuka jalan bagi National Museum Singapore, Konfiden, dan Kineforum untuk memulai proyek film Lewat Djam Malam. LImmagine Ritrovata yang menjadi rekan kerja pun sudah berpengalaman dalam memperbaiki karya-karya penting sinema dunia, di antaranya adalah A Brighter Summer Day (Edward Yang, 1991) dan La Dolce Vita (Federico Fellini, 1960). Proses restorasi memakan waktu tujuh bulan dan lebih dari 2.500 jam reparasi digital hingga selesai. Pekerjaan restorasi yang ekstensif ini harus dijalani untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan kopi film Lewat Djam Malam, sehingga kualitas asli audio visual Lewat Djam Malam bisa dikembalikan. Karena filmnya direstorasi dari kopi asli, kita pun bisa menyaksikan kembali Lewat Djam Malam seperti yang diniatkan Usmar Ismail beberapa dekade silam.

    Lewat Djam Malam adalah proyek pertama restorasi film Indonesia secara penuh. Proyek ini diinisiasi berdasarkan misi untuk memulihkan wa ris an bersama sinema Asia Tenggara. Proyek ini menjadi contoh bagai-ma na kecintaan pada sinema bisa menyatukan organisasi dan individu dari berbagai suku bangsa, saling membantu untuk memajukan sinema Asia Tenggara. Medium film tidaklah abadi. Kualitasnya bisa menurun apa-bila tidak dijaga dengan kondisi yang benar. Film-film di Asia Tenggara rawan mengalami hal tersebut karena kondisi iklim daerah ini. Mengingat sum ber daya untuk pengarsipan dan restorasi film masih sangat terbatas di Asia Tenggara, penting bagi para pegiat sinema di daerah ini untuk be kerja sama menjaga warisan bersama. Harta karun dari masa lalu kita patut lah dijaga dan dipertahankan dalam berbagai arsip di Asia Tenggara. Inilah tanggung jawab kita untuk generasi penerus.

  • Tentang Proses Restorasi

    D av I D E P o Z Z I

    Restorasi Lewat Djam Malam adalah proyek ambisius berskala inter-nasio nal yang melibatkan banyak orang dan lembaga. Di awal tahun 2011, LImmagine Ritrovata dilibatkan sebagai laboratorium restorasi.

    Menger jakan film-film dari berbagai negeri artinya mengurusi masalah-

    masalah spesifik terkait kondisi fisik dan iklim dari tempat asal sebuah

    film. Sejak awal kami sudah mengetahui betapa restorasi Lewat Djam

    Malam akan menjadi ikhtiar yang rumit dan intensif. Elemen-elemen film ini mengalami beberapa goresan, jamur dan jejak-jejak kelembaban,

    bagian-bagian yang rusak parah, frame yang hilang, serta vinegar syndrome, yakni sejenis pembusukan yang lazim terjadi pada film yang

    di sim pan dalam kondisi ruang yang lembab. Terjadi penyusutan pita, tekukan emulsi film, dan pembusukan sehingga sepanjang gambar di pita

    men jadi nyaris transparan. Langkah pertama melibatkan proses riset yang men dalam. Kami mempelajari dan membandingkan semua elemen film

    yang tersedia, yang terdiri dari pita negatif, interpositive, dan duplikat kopian negatif. Riset ini kemudian meluas seiring dengan ditemukannya unsur-unsur lain yang bisa dibandingkan, seperti kopi positif di mana kami menemukan soundtrack berdurasi 90 detik yang hilang dari semua

  • 10 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    Elemen-elemen film yang asli mengalami bermacam-macam kerusakan akibat kondisi penyimpanan sehingga gulungan pita seluloid melengkung dan dan menciut.

    Sebelum proses pemindaian seluloid ke format digital, serangkaian perbaikan manual dilakukan, termasuk memperbaiki sambungan dan retakan seluloid.

  • 11R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    Serangkaian perangkat digital digunakan untuk menyingkirkan efek-efek jamur, kotoran, goresan, efek kelap-kelip (flicker) dari elemen-elemen asli film.

    Setelah kerusakan diperbaiki secara digital, koreksi warna pun dilakukan supaya saturasi dan kedalaman optik antara warna hitam dan putih sesuai dengan karakteristik gambar yang asli.

  • 12 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    elemen lain yang ada. Kami menggunakan penyuntingan komparatif (decoupage) untuk mendokumentasikan banyak sekali shot dalam setiap gulung an pita, yang meliputi informasi seperti deskripsi narasi, deskripsi fisik, jenis elemen dan stok film, serta kerusakan yang terjadi. Fungsi

    penyuntingan komparatif ini berfungsi sebagai penyangga dan rujukan kunci yang memberikan petunjuk rekonstruksi film selama proses restorasi.

    Langkah kedua melibatkan restorasi fisik elemen-elemen asli filmnya

    agar dapat dipindai ke dalam format restorasi digital. Karena elemen-elemen filmnya mengalami berbagai macam kerusakan fisik yang bakal

    mempengaruhi proses pemindaian, kami pun harus melakukan per baikan manual agar kondisi film kembali optimal sehingga gambar yang ditangkap

    melalui pemindaian berikutnya mampu mendekati kualitas yang asli

    Restorasi suara secara digital meliputi perbaikan atas ketidakhamonisan audio seperti clicks, crackle, noise, dan tingkatan suara yang tak seimbang.

  • 13R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    dan terbaik. Proses perbaikan manual juga dilakukan agar film dapat di-

    masuk kan ke alat pemindai tanpa harus menambah kerusakan. Langkah perbaikan ini terdiri dari merekatkan potongan pita, merekonstruksi lubang-lubang di pinggir pita dan menambal retakan. Semua elemen ter-sebut juga dibersihkan dengan mesin pencuci ultrasonik.

    Selanjutnya uji coba dilakukan untuk membantu kami memilih elemen-elemen terbaik mana yang bisa direstorasi secara digital serta me-nen tu kan resolusi yang diperlukan demi mendapatkan kualitas ter baik. Kami memutuskan untuk memindai elemen film ke dalam resolusi 4K

    (sekitar 4096x3112 pixel per frame), karena resolusi tersebut me mung-kinkan kami melakukan restorasi yang lebih jauh lagi sembari tetap menjaga kualitas asli filmnya.

    Setelah proses pemindaian selesai, restorasi digital pun baru bisa di-mulai. Alur kerja restorasi digital kami biasanya dimulai dengan mem-

    per baiki ketidakstabilan dan flicker, kemudian berlanjut ke proses yang sa ngat cermat di mana efek-efek vinegar syndrome, kotoran, dan cuka pada setiap frame diperiksa satu per satu dengan serangkaian dengan perangkat otomatis dan manual. Masing-masing dirapikan, diber sih kan,

    dan warnanya dikoreksi sesuai dengan karakteristiknya, sehingga detail gambar asli tetap terjaga dan terekonstruksi seakurat mungkin.

    Untuk restorasi soundtrack secara digital, kurangnya keseragaman bahan yang tersedia serta rupa-rupa kondisi yang menyertainya menjadi masalah utama. Soundtrack negatif yang asli tercetak dalam sejumlah pita film yang berbeda dan dihasilkan dengan teknologi yang berbeda

    pula. Selain itu, dua gulung pita hilang dari negatif sountrack yang asli. Maka, kami pun harus mengambil suara dari kombinasi interpositive

    prints.Dua menit terakhir gulungan seluloid kelima hilang dari negatif

    soundtrack dan seluruh duplikat. Untungnya semua dapat ditemukan da lam salah satu kopi positif. Soundtrack dipindai dengan menggunakan

  • 14 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    tek nologi laser, sementara restorasi audio secara digital meliputi beberapa ta hap penyuntingan manual, de-clicker dan de-crackle beresolusi tinggi, dan beberapa lapis reduksi kebisingan secara otomatis.

    Di akhir restorasi, ada dua produk yang dihasilkan: seluloid 35mm

    yang baru dan paket format kamera digital. Kami senang dengan hasil yang diperoleh, namun yang lebih berharga dari itu, kami merasa ter-hor mat telah mendapatkan kesempatan untuk menyelamatkan film yang penting nilainya bagi sinema nasional Indonesia. Proyek ini pun

    me nunjukkan pada betapa kesadaran dan inisiatif untuk merestorasi dan pemeliharaan film yang berkelanjutan amatlah penting. Lewat Djam

    Malam hanyalah satu dari episode dari luasnya sejarah sinema yang per-lu direstorasi. Seiring berjalannya waktu, kondisi pita seluloid bakal te-rus memburuk jika tidak ada upaya untuk pemeliharaan dan restorasi. Kita harus bertindak cepat. Untuk saat ini, sangat menggembirakan bah-wa Lewat Djam Malam akan kembali ke layar lebar. Kedudukannya da-lam sejarah sinema pun kembali diperkokoh.

  • Kronologi Restorasi Lewat Djam Malam

    L I n Ta n g g I To M a RTo y o D a n a D R I a n j o n aT h a n Pa S a R I b u

    Januari 2010Philip Cheah (National Museum of Singapore/NMS) mengontak JB Kristanto dan kemudian Lisabona Rahman (Kineforum Dewan Kesenian Jakarta) dengan tawaran untuk menerbitkan Katalog Film Indonesia karya JB Kristanto dalam bahasa Inggris. Penerbitan Katalog Film Indonesia versi Inggris ini rencananya akan dibarengi dengan pemutaran film Indonesia klasik yang sudah direstorasi. Sebelumnya, belum ada film Indonesia yang pernah direstorasi. Lisabona mengabari JB Kristanto perihal proyek restorasi ini. Setelah diskusi dan konsultasi, terpilihlah Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail sebagai judul yang akan direstorasi.

    September 2010Lisabona mengadakan riset perihal teknis dan ketersediaan fisik Lewat Djam Malam. Riset ini diperlukan agar NMS dapat memperkirakan bujet restorasi yang dibutuhkan. Hasil riset kondisi Lewat Djam Malam di koleksi Sinematek Indonesia: original negative 10 reel, kopi negatif suara 8 reel (reel 8 dan 9 hilang), duplikat positif dan negatif lengkap (masing-masing 10 reel).

  • 16 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    NMS mengontak LImmagine Ritrovata untuk menjadi rekan kerja.

    LImmagine Ritrovata merupakan laboratorium di Bologna, Italia, yang

    khusus mengerjakan restorasi film. Salah dua karya bersejarah yang pernah

    pulihkan oleh laboratorium ini adalah A Brighter Summer Day (Edward Yang, 1991) dan La Dolce Vita (Federico Fellini, 1960). Atas spesialisasi

    dan track record inilah, LImmagine Ritrovata dipercaya NMS untuk merestorasi Lewat Djam Malam.

    Januari 2011NMS mengontak LImmagine Ritrovata untuk bersiap mengadakan

    pemeriksaan materi film Lewat Djam Malam, untuk mengetahui seberapa jauh kerusakannya. Pengiriman materi untuk dites dilakukan pada tanggal 12 Januari oleh Lintang Gitomartoyo (Yayasan Konfiden). Materi yang

    dikirim adalah original negative (reel 1 dan 9), kopi duplikat negatif (reel 1 dan 9), negatif suara (reel 1), kopi duplikat positif (reel 1 dan 9). Total tujuh reel dikirim ke Bologna.

    Maret 2011Davide Pozzi, direktur LImmagine, mempresentasikan hasil pemeriksaan

    materi film Lewat Djam Malam, 3-4 Maret di National Museum of Singapore. Indonesia diwakili oleh Lisabona dan Lintang, sementara NMS

    oleh Zhang Wenjie. Davide memaparkan bahwa permasalahan utama Lewat Djam Malam adalah jamur di seluloid film. Apabila tidak dita ngani dengan

    benar, jamur ini bisa menyebabkan gambar di seluloid film hilang.

    Ada tiga pilihan hasil akhir restorasi yang ditawarkan: 2K, 3K, dan

    4K. Davide menyiapkan sampel (berdurasi sepuluh menit) untuk masing-masing pilihan hasil akhir, untuk memberi gambaran seperti apa jadinya Lewat Djam Malam setelah direstorasi. Setelah diskusi dan konsultasi, NMS memilih proses restorasi digital yang sifatnya menurun per tahap

    kualitasnya. Proses film scanning dilakukan dengan kualitas 4K, kemudian

  • 17R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    dibersihkan, dirapikan, dan diperbaiki dengan kualitas 3K. Hasil akhirnya

    adalah seluloid dan DCP (digital cinema package) dengan kualitas 2K. Pilihan hasil akhir DCP kualitas 2K dikarenakan proyektor yang le bih

    banyak dipakai (terutama di Asia Tenggara) adalah proyektor 2K. Pro-

    yektor 4K masih terbatas. Hasil akhir berupa seluloid dipilih, karena masih

    di anggap sebagai bentuk penyimpanan data yang paling baik dan awet.

    Juni 2011Tanda tangan surat persetujuan antara NMS dan Irwan Usmar Ismail,

    pihak keluarga Usmar Ismail sekaligus pemilik hak film Lewat Djam

    Malam. Tiga poin yang terangkum dalam kontrak: 1) film Lewat Djam

    Malam akan direstorasi dengan dana NMS di LImmagine Ritrovata,

    Bologna, Italia, 2) Indonesia akan menerima 1 kopi positif 35 mm dan

    DCP, sementara pihak NMS mendapat 1 kopi positif hasil restorasi Lewat

    Djam Malam, dan 3) NMS berhak menggunakan hasil restorasi film ini

    untuk kegiatan non-komersial.

    Agustus 2011Pengiriman sisa materi film untuk direstorasi pada tanggal 19 Agustus

    oleh Lintang. Materi yang dikirim adalah: negatif gambar (reel 2-8 dan 10), negatif suara (reel 2-7 dan 10), duplikat negatif (reel 2-8 dan 10), duplikat positif (reel 2-8 dan 10), trailer (1 reel), title reel (1 reel). Total ada 33 reel yang dikirim ke Bologna. Lisabona mengirimkan film-film Usmar Ismail yang lain dalam bentuk DVD ke Bologna, sebagai acuan

    warna dan gambar bagi LImmagine Ritrovata dalam merestorasi Lewat

    Djam Malam. Salah satu film yang dikirim adalah Darah dan Doa.

    Januari 2012Ketika berkunjung ke LImmagine Ritrovata, Lisabona mengabarkan ada sua-

    ra yang hilang pada menit ke-45 di reel lima. Durasi total suara yang hi lang

  • 18 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    adalah 1 menit 46 detik. Setelah diperiksa kembali, semua materi film Lewat

    Djam Malam yang dikirimkan ke Bologna memiliki cacat yang sama.

    Februari 2012LImmagine mempresentasikan proses kerja restorasi Lewat Djam Malam, 7 Februari di National Museum of Singapore. Perwakilan dari Indonesia

    yang hadir adalah Irwan Usmar Ismail, JB Kristanto, dan Lintang. Film

    baru 70% direstorasi. Suara sudah selesai direstorasi (kecuali 1 menit 46

    detik yang hilang), sementara restorasi gambar hanya setengah dari total reel keseluruhan.

    Dari presentasi ini, teridentifikasi dua masalah. Pertama, ada jamur-

    jamur yang tak dapat diangkat atau dikurangi sama sekali, karena jamur berada dalam frame-frame adegan yang mengandung gerakan di dalamnya. Pengangkatan jamur akan berdampak pada kualitas gambar. Kedua, belum ditemukan solusi untuk audio film yang hilang. Sempat

    muncul wacana untuk melakukan dubbing dan rekonstruksi suara, namun menurut pihak lab, hasilnya tidak akan sama. Solusi yang diajukan pihak lab adalah membuat dua subtitle sekaligus (bahasa Indonesia dan Inggris) apabila data audio yang dibutuhkan tidak ditemukan.

    Diskusi selama presentasi di Singapura membuahkan dua agenda untuk pihak lab. Pertama, riset tentang perfilman Indonesia. Kedua,

    membantu pencarian audio yang hilang. Pada tanggal 9 dan 10 Februari, Davide Pozzi dan Cecilia Cenciarelli mengunjungi Jakarta. Cecilia merupakan perwakilan dari Cineteca Bologna, arsip film di Bologna yang

    memiliki hubungan institusional dengan LImmagine Ritrovata. Cineteca

    juga tergabung dalam jaringan World Cinema Foundation (WCF) yang diketuai Martin Scorsese. Pada hari pertama, Davide dan Cecilia bertemu

    dengan Kineforum Dewan Kesenian Jakarta, Sinematek Indonesia, dan

    Yayasan Konfiden untuk perkenalan institusi serta dialog tentang industri

    dan preservasi film di Indonesia. Pada hari kedua, Davide dan Lintang

  • 19R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    mencari data audio yang dibutuhkan untuk restorasi komplet Lewat Djam Malam. Data tersebut akhirnya ditemukan di kopi D.

    Pengiriman kopi film Lewat Djam Malam yang bersuara komplet ke Bologna, dilakukan pada 22 Februari oleh Lintang. Materi yang dikirim

    adalah: kopi positif D (reel 1-5), dan negatif suara (reel 5/6). Total ada 6 reel yang dikirim.

    Maret 2012Di awal Maret, World Cinema Foundation (WCF) menghubungi NMS dan

    Konfiden dengan permintaan untuk berpartisipasi dalam proyek restorasi

    Lewat Djam Malam, dengan menanggung sebagian dari keseluruhan biaya restorasi. Apabila tawaran WCF diterima Sinematek Indonesia dan

    NMS, maka karya Usmar Ismail tahun 1954 tersebut menjadi salah satu

    judul yang didistribusikan oleh WCF ke seluruh dunia.Terjadilah dialog antara NMS dan Sinematek Indonesia yang dime diasi

    oleh Konfiden. Irwan Usmar Ismail memberikan kuasa pada Sinematek

    Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan WCF, sehingga dibuat lah

    kontrak antara Sinematek dan WCF. Terjadi dua perubahan dari per-setujuan sebelumnya. Pertama, kredit restorasi yang tadinya dialamat kan pada Sinematek Indonesia dan NMS kini turut melibatkan WCF. Artinya,

    ketiga nama instansi tersebut akan ada di bagian pembuka hasil res torasi Lewat Djam Malam, di manapun film itu diputar. Kedua, lisensi film

    Lewat Djam Malam menjadi hak milik Sinematek Indonesia dan WCF.

    Perpindahan lisensi ini berdampak pada hak distribusi Lewat Djam Malam hasil restorasi. NMS tetap memegang hak distribusi non-

    komersial untuk zona Asia, kecuali Indonesia. Sinematek Indonesia

    punya hak distribusi non-komersial di Indonesia, sementara WCF di

    seluruh dunia kecuali Asia. Untuk distribusi komersial, WCF adalah di

    seluruh dunia kecuali Indonesia. Hak distribusi komersial di Indonesia

    dipegang oleh Sinematek Indonesia.

  • 20 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    Maret 2012Lewat Djam Malam dengan hasil restorasi 90 persen diputar di National Museum of Singapore, 28 Maret hanya untuk undangan. Total ada 240

    penonton memenuhi ruang pemutaran NMS yang berkapasitas 247 orang.

    Lewat Djam Malam menjadi film pembuka program Merdeka!, yang

    berlangsung dari 28 sampai 31 Maret di NMS. Dalam program yang sama,

    dua film Usmar Ismail lainnya (Darah dan Doa dan Tamu Agung) dan tiga film Garin Nugroho (Surat untuk Bidadari, Puisi Tak Terkuburkan, dan Mata Tertutup) turut diputar. Perwakilan Indonesia yang hadir di acara

    ini adalah JB Kristanto, Lintang Gitomartoyo, dan Alex Sihar dari Yayasan

    Konfiden, Irwan Usmar Ismail beserta istri, serta Berthy L Ibrahim dari

    Sinematek Indonesia, A Rahim Latif, importir dan distributor, yang juga

    sangat mengenal Usmar Ismail dan turut membantu proses restorasi, juga

    hadir dalam pemutaran ini JB Kristanto dan Lee Chor Lin (direktur NMS)

    memberikan sambutan sebelum pemutaran hasil restorasi Lewat Djam Malam.

    Mei 2012Festival Film Cannes ke-65 memutar hasil restorasi Lewat Djam Malam

    tanggal 17 Mei di ruang Bunuel, Palais des Festival, Prancis. Pemutaran ini

    menjadi pembuka Cannes Classics, program khusus untuk film-film klasik

    yang direstorasi. Setiap tahunnya, WCF punya slot khusus di Cannes Classics, terkait dengan status Cannes sebagai tempat terbentuknya WCF tahun 2007 silam. Tahun ini, Lewat Djam Malam mengisi slot milik WCF di Cannes bersama dengan satu film India, Kalpana karya Uday Shankar tahun 1948. Pemutaran film dibuka dengan sambutan lima orang: Thierry

    Frmaux (Direktur Festival Film Cannes), Kent Jones (Direktur Eksekutif

    WCF), Alex Sihar, Lee Chor Lin (Direktur NMS), dan Pierre Rissient

    (kritikus film senior dari Prancis).

  • Penayangan Internasional Hasil Restorasi

    To To T I n D R a RTo

    SEBELUM disaksikan masyarakat Indonesia mulai Juni 2012, hasil

    restorasi Lewat Djam Malam sudah diputar dua kali di luar negeri. Pe-na yang an pertama berlangsung di National Museum of Singapore (NMS)

    pada 28 Maret 2012. Saat itu sebenarnya baru 90 persen restorasi selesai.

    Malam itu 240 tamu memenuhi ruang pemutaran NMS yang berkapasitas

    247 tempat duduk.

    Lewat Djam Malam menjadi pembuka program Merdeka!, yaitu pemu-

    taran enam film karya Usmar Ismail dan Garin Nugroho yang dianggap

    perintis dan pembaharu sinema Indonesia modern. Setelah acara dibuka

    oleh Direktur NMS Lee Chor Lin, penasehat proyek restorasi JB Kristanto

    mem perkenalkan Lewat Djam Malam ke hadapan penonton, Usmar Ismail adalah sutradara Indonesia pertama yang memperlakukan film

    seba gai pernyataan personal atau komentar sosial. Ini adalah lompatan

    kuantum dari semua pendahulunya dan mayoritas pembuat film sampai

    sekarang, yang melihat film sebagai hiburan semata.

    Hasil restorasi penuh ditayangkan pertama kali sebagai World Premiere

    dalam program Cannes Classics pada pada hari kedua Festival Film Cannes ke-65, 17 Mei 2012. Sekitar 300 penonton memenuhi Salle Buuel, Palais

  • Katalog, pamflet, dan tiket Lewat Djam Malam di Cannes Classics.

  • 23R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    des Festivals. Ikut menonton Alexander Payne, sutra dara pe me nang Oscar penulis skenario terbaik untuk filmnya, The Descendants, yang hadir di Cannes tahun ini sebagai anggota Dewan Juri kom pe tisi utama.

    Cannes Classics merupakan seleksi resmi Cannes untuk memutar resto rasi karya-karya klasik dan monumental dari berbagai penjuru dunia. Tahun ini Lewat Djam Malam dan Kalpana (Uday Shankar, India, 1948) diputar atas pilihan World Cinema Foundation (WCF) yang diketuai oleh Martin Scorsese. Lembaga yang berpusat di Jenewa dan New York itu

    di bentuk untuk menyelamatkan film-film yang dianggap layak menjadi

    ba gian dari sejarah perfilman dunia. Keduanya bersanding dengan film-

    film monumental karya John Boorman, Andrei Konchalovsky, Roman

    Polanski, Claude Miller, Alfred Hitchcock, Keisuke Kinoshita, Roberto

    Rosselini, Steven Spielberg, Agnes Varda, Sergio Leone, dan lain-lain.

    Pemutaran Lewat Djam Malam dalam gelaran bersejarah mem-peringati tahun ke-65 penyelenggaraan festival film paling ber geng si

    itu di buka oleh Thierry Frmaux, (Direktur Festival Cannes), Alex Sihar

    (Direktur Yayasan Konfiden), Kent Jones (Diek tur Eksekutif WCF), dan

    Lee Chor Lin (Direktur NMS).

    Thierry Frmaux, Kent Jones, dan Lee Chor Lin sepakat bahwa karya ter baik Usmar Ismail ini merupakan salah satu warisan perfilman dunia

    yang sangat pantas diselamatkan dan merasa beruntung bisa terlibat da-lam restorasinya. Sementara Alex Sihar menekankan perjuangan ke ras

    para penggiat film Indonesia dalam mengupayakan restorasi dan kon ser-

    vasi film-film Indonesia yang sebagian besar dalam keadaan rusak dan

    ter ancam kepunahan. Penayangan perdana ini diantar oleh Pierre Rissient, salah satu kriti-

    kus film Prancis terkemuka, yang pernah menonton di Jakarta pada 1977

    dan sangat terkesan meski tanpa teks terjemahan. Ia bersyukur bisa me-

    nyak sikan hasil restorasi film ini dan akhirnya bisa memahami selu ruh

    dialognya 35 tahun kemudian. Rissient menekankan pentingnya me mu-

  • 24 R E S To R a S I L E WaT D j a M M a L a M

    lih kan dan menonton kembali karya Usmar Ismail dan Asrul Sani, dua

    pem buat film Asia yang sangat ia hargai.

    Film ini juga akan ditayangkan sebagai bagian dari konferensi ASEACC

    (Association for Southeast Asia Cinema Conference) di Singapura 19 Juni

    2012, dan dalam program Il Cinema Ritrovata di Bologna 2012 (Festival

    Film Klasik Bologna 2012) pada 23-30 Juni 2012.Semua pihak yang tertarik untuk melakukan pemutaran film ini

    selanjutnya untuk kepentingan non-komersial dan festival, dapat menghubungi Sinematek Indonesia (untuk wilayah Indonesia), NMS

    (untuk wilayah Asia di luar Indonesia), atau WCF (untuk wilayah lain di

    dunia di luar Asia). *Penyumbang bahan: Alex Sihar, Lisabona Rahman.

    Alamat kontak:

    Sinematek Indonesia

    Jl. H.R. Rasuna Said Kuningan, Kav. C-22 Jakarta 12940 INDONESIA

    Telp.: 021-5268455, Fax.: 021-5268454

    [email protected] www.sinematekindonesia.com

    atau melalui:

    Sahabat [email protected] www.sahabatsinematek.org

    National Museum of Singapore (NMS)

    93 Stamford Road, Singapore 178897

    Special Attention to: Zhang Wenjie

    [email protected] www.nationalmuseum.sg

    World Cinema Foundation (WCF)110 W. 57th Street, 5th Fl., New York, NY 10019 USA

    Special Attention to: Douglas Laible

    [email protected] www.worldcinemafoundation.org

  • Sebelum dan Sesudah

    Restorasi

  • 26 S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 27S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 28 S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 29S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 30 S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 31S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 32 S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • 33S E b E L u M D a n S E S u D a h R E S To R a S I

  • Lewat Djam Malam

  • Iskandar (AN Alcaff) dan Puja (Bambang Hermanto).

  • Kredit Lewat Djam Malam

    PELaKon

    AN Alcaff IskandarNetty Herawati NormaDhalia LailaAwaludin GafarRd Ismail GunawanA Hadi Ayah NormaBambang Hermanto PujaAedy Moward AdlinTitien Sumarni IdaAstaman Lukman Jusuf S Taharnunu Wahid Chan

    KRu

    Srijani S Penata BusanaHanida Arifin Penata RiasE Sambas Perekam SuaraBob Saltzman Perancang SuaraGRW Sinsu Penata MusikSoemardjono Penata GambarMax Tera Penata KameraKasdullah Juru KameraAbdul Chalid Penata ArtistikMD Aliff Manager UnitAsrul Sani Cerita, SkenarioDjamaludin Malik ProduserUsmar Ismail ProduserUsmar Ismail SutradaraPerfini ProduksiPersari Produksi

  • Menjelang hukuman tembak.

  • Sinopsis Lewat Djam MalamSeorang bekas pejuang, Iskandar (AN Alcaff), kembali ke masya-rakat dan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan yang sudah asing baginya. Pembunuhan terhadap seorang perempuan dan keluarganya atas perintah komandannya di masa perang terus menghantui dirinya.

    Tepat pada jam malam yang sedang diberlakukan, ia masuk rumah pacar nya, Norma (Netty Herawati). Itu awal film yang masa kejadiannya ha nya dua hari. Keesokannya ia dimasukkan kerja ke kantor gubernuran oleh calon mertuanya. Tidak betah dan malah cekcok. Dengan kawan lama nya, Gafar (Awaludin), yang sudah jadi pemborong, ia juga tak mera sa cocok. Ia masih mencari kerja yang sesuai dengan dirinya.

    Bertemu dengan Gunawan (Rd Ismail), bekas komandannya, ia se ma kin muak melihat kekayaan dan cara-cara bisnisnya. Apa-lagi setelah tahu bahwa Gunawan merampas harta perempuan yang ditembak Iskandar itu lalu dijadi kan modal usahanya seka-rang. Kemarahannya memuncak. Ia lari dari pesta yang diadakan pacarnya untuk dirinya dan pergi mencari Gunawan, ditemani be kas anak buahnya Pujo (Bambang Hermanto), yang ja di centeng rumah bordil, yang dihuni oleh Laila (Dahlia), pelacur yang meng-im pi kan kedamaian sebuah rumah tangga yang tak kunjung da-tang.

    Pulang ke pesta, ia melihat polisi datang. Ia curiga dirinya dicari-cari. Maka lari lagilah dia sampai kena tembak oleh Polisi Militer, karena me lang gar peraturan (lewat) jam malam, justru di saat dia menghampiri kem bali Norma, satu-satunya orang yang mau mengerti dirinya.

    Karya terbaik Usmar Ismail. Sebuah kritik sosial yang tajam mengenai para bekas pejuang kemerdekaan pasca-perang. Maka di akhir film dibu buh kan kalimat: Kepada mereka yang telah memberikan sebesar-besar pengor banan nyawa mereka, supaya kita yang hidup pada saat ini dapat me nik mati segala kelezatan buah kemerdekaan. Kepada mereka yang tidak menuntut apapun buat diri mereka sendiri.

  • 40 L E WaT D j a M M a L a M

  • Usmar Ismail 1950-1970

    Tidak Mudah Menjadi Indonesia

    To To T I n D R a RTo

    1.Sejarah film Indonesia tidak bisa ditulis tanpa menulis sejarah hidup

    Usmar Ismail, kata Asrul Sani. Itu berarti, sejarah film Indonesia sebetul-

    nya masih terbilang muda, lebih singkat dibanding pengalaman orang Indonesia menonton dan membuat gambar hidup, karena film yang di-

    akui Usmar Ismail sebagai karya pertamanya baru dibuat setengah abad

    se sudah bioskop masuk ke negeri ini.Sejak bioskop pertama di Jalan Kebon Jahe, Tanah Abang, berdiri

    pa da 5 Desember 1900 penduduk Hindia Belanda sudah bisa merasakan

    sen sasi film. Bioskop berkembang terutama setelah pedagang Cina ma-

    suk ke bisnis tersebut dan mengimpor film-film Hollywood, Jerman, dan

    Cina. Tapi, dibutuhkan waktu 26 tahun sampai G Krugers, sutradara do-

    ku men ter Belanda bersama regent Bandung RAAHM Wiranatakusumah

    V, memproduksi film cerita pertama di Indonesia, Loetoeng Kasaroeng (1926).

    Setelah itu, 25 tahun berikutnya, setidaknya terdapat 124 film cerita

    lain dibuat oleh sutradara-sutradara berkebangsaan Belanda, Cina, dan

  • 42 L E WaT D j a M M a L a M

    ke mu dian juga Indonesia. Dua mantan wartawan, Bachtiar Effendy (Njai

    Dasima, 1932) dan Andjar Asmara (Kartinah, 1940), menjadi pemula, yang disusul sejumlah sutradara pribumi lain termasuk Usmar Ismail. Ia

    waktu itu masih bekerja untuk South Pacific Film Corporation dan sem-

    pat membuat dua film pada 1949, Harta Karun dan Tjitra.Praktis dalam seperempat abad pertama kehadirannya, film-film

    Indonesiasebagaimana motif utama pedagang Cina yang sejak 1925

    mengua sai usaha perbioskopandibuat semata sebagai barang hiburan dan komoditas dagang.

    Motif komersial yang terlampau kuat itu mendorong Usmar Ismail

    keluar dari perusahaan film Belanda itu dan bersama beberapa teman

    seni man mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Ia merasa gerah

    karena mesti mengakomodir banyak pesanan dari produser. Dengan modal dari kantung sendiri, ditambah persekot dari pemilik bioskop yang bersedia mengedarkan, pada 1950 ia membuat The Long March, yang lebih populer dengan judul Darah dan Doa. Film yang kemudian diakui sebagai film pertamanya.

    Dikembangkan dari cerita Sitor Situmorang, Darah dan Doa mengisah-kan perjalanan pulang pasukan TNI Divisi Siliwangi dari Yogya ke Jawa

    Barat, setelah ibukota sementara itu diserang dan diduduki Belanda. Ceri-ta berpusat pada pemimpin rombongan, Kapten Sudarto (Del Juzar). Meski pun sudah beristri, dalam perjalanan ia terlibat cinta dengan dua

    gadis. Film ini juga menggambarkan ketegangan terhadap ancaman serang-an Belanda, selain berbagai persoalan kemanusiaan seperti ketakut an, keraguan, penderitaan, kesetiakawanan, pengkhianatan, dan lain-lain.

    Kendati menempati posisi istimewa dalam sejarah film Indonesia,

    Darah dan Doa bukanlah film terbaik Usmar Ismail. Ia sendiri mengakui,

    film ini terlalu banyak maunya, berhasrat menampilkan seluruh kejadian

    be sar yang berlangsung dalam Revolusi Indonesia akibat semangatnya

    yang meluap-luap. Ia juga mengakui masih sangat banyak kekurangan

  • 43L E WaT D j a M M a L a M

    teknis, termasuk dalam penyusunan cerita dan penyutradaraan, karena minim nya pengetahuan dan pengalaman.

    Keistimewaan Darah dan Doa tercermin dari penahbisannya seba gai film Indonesia pertama, di samping hari pertama pengambilan gambar-

    nya (30 Maret) dijadikan Hari Film Nasional, Usmar Ismail dianggap

    Pelopor Film Nasional, dan bersama Djamaludin Malik diakui sebagai

    Bapak Perfilman Indonesia.

    2.Predikat film Indonesia pertama diberikan karena Darah dan Doa di-sutra darai oleh orang Indonesia asli, diproduksi oleh perusahaan film

    Indonesia, dan diambil gambarnya di Indonesia. Misbach Jusa Biran

    beralasan karena film itu mencerminkan kesadaran nasional dan meng-

    isyaratkan lahirnya sejarah film Indonesia. Asrul Sani mendefinisikannya

    sebagai film yang menjurubicarai perjuangan rakyat Indonesia, film

    yang merupakan bagian integral dari kehidupan dan perjuangan rakyat Indonesia.

    Sejumlah pengamat dan peneliti film tidak sepakat dengan pe-mujaan terhadap Usmar dan film itu, karena berarti menafikan ke ber-

    adaan dan kontribusi produser serta sutradara lain yang telah membuat film di Indonesia sejak 25 tahun sebelumnya. Boleh dibilang merekalah

    yang membangun infratruktur perfilman Indonesia, termasuk melahirkan

    bintang-bintang film berkualitas yang disukai penonton serta pekerja film

    terampil seperti Usmar Ismail.

    Usmar sendiri mengatakan Darah dan Doa tidak dibuat dengan per hi-tungan komersial apapun dan semata-mata hanya didorong idealisme. Jadi, setidaknya ada tiga motif besar yang mendasari pengakuan pada Darah dan Doa sebagai film Indonesia pertama, yaitu sentimen nasional is me,

    politik identitas, dan hasrat idealisme yang sangat kuat. Tiga ob se si yang kerap menjadi kegelisahan warga sebuah bangsa yang baru merdeka.

  • 44 L E WaT D j a M M a L a M

    Tentu bukan kebetulan jika film itu dan film-film Usmar Ismail

    berikut nya juga memuat kegelisahan mengenai tiga hal tersebut. Isu na-

    sional isme mudah terbaca pada film-filmnya yang bertema revolusi dan

    politik: Enam Djam di Djogja (1951), Kafedo (1953), Lewat Djam Malam (1954), Tamu Agung (1955), Pedjuang (1960), Toha Pahlawan Bandung Selatan (1961), Anak-anak Revolusi (1964). Di sini Usmar mempunyai kecenderungan anti hero dengan menggambarkan para pejuang, yang dalam sejarah dianggap pahlawan, sebagai manusia biasa. Justru sebagai bekas pejuang berpangkat mayor ia berani jujur dan menolak mitos ke-pahlawanan yang serba suci dan sempurna.

    Dalam mengolah persoalan identitas, atau persisnya kegamangan kul-tural manusia-manusia yang baru menikmati kemerdekaan, Usmar lebih sering mengemas atau menyelipkan sentilan atau kritik sosial terhadap kecenderungan kebarat-baratan terutama kelas menengah Indonesia pada

    sebagian besar filmnya. Perkara-perkara sepele yang tidak pernah diangkat

    dalam film-film yang dibuat di Indonesia sebelumnya, namun senantiasa

    mengganggunya. Melalui sentilan, ia tidak semata mempersoalkan jati-

    diri, melainkan terus-menerus mengingatkan pentingnya memiliki ke pri-badian yang kuat sebagai sebuah bangsa merdeka.

    Adapun gagasan mengenai idealisme boleh dikata merupakan topik

    abadi pada hampir semua film Usmar Ismail, yang direpresentasikan

    da lam konflik antara karakter idealis dengan karakter pragmatis. Mena-

    rik nya, kendati terasa selalu menempatkan karakter idealis sebagai protagonis, ia tidak membabi buta membela mereka. Iskandar (AN Alcaff)

    dalam Lewat Djam Malam, misalnya, ditembak mati akibat kekerasan hati nya ketika hendak menemui satu-satunya orang yang dianggap bisa me mahami idealisme dan kegelisahannya.

    Penggambaran seperti itu justru memperlihatkan kecintaan dan pe-mihakan Usmar. Setelah menjadi manusia berdaulat kita mempunyai seti-daknya dua pilihan: idealis atau pragmatis. Seorang idealis adalah anjing

  • 45L E WaT D j a M M a L a M

    penjaga kesadaran yang mesti terus ada buat memelihara keseimbangan, sehingga tidak boleh bersikap bodoh, frustrasi, dan fatalis, karena malah akan berakibat mematikannya. Dan itu jelas merugikandalam konteks film-filmnyaperjalanan kemerdekaan bangsa ini.

    Hal-hal tersebut di atas bisa menjadi argumentasi penguat mengapa

    Darah dan Doa serta semua film Usmar secara estetika sangat layak di-

    anggap prototipe film Indonesia. Keberadaannya jelas-jelas menandai ke-

    hadiran film-film yang berakar dan tumbuh di tanah gembur masyarakat

    Indonesia, alias bukan sesuatu yang dipetik dari langit khayali.

    Usmar tidak sekadar memotret Indonesia dengan perspektif turis-

    tik, lalu mengeksploitasinya menjadi hiburan atau tontonan eksotis de ngan konteks yang dicari-cari. Ia merasakan kegelisahan, lalu meng-

    olah pelbagai persoalan faktual bangsa dan masyarakatnya untuk kemu-dian diceritakan sebagai ekspresi personal dengan gagasan yang kuat. Ditambah lagi, ia mempunyai obsesi besar pada perfeksi teknis dan artis-tik, sehingga setelah membuat tiga film pada 1952 ia menerima tawaran

    bea siswa Yayasan Rockefeller untuk belajar film di UCLA, Los Angeles,

    Amerika Serikat.

    Setahun belajar dan berkeliling studio-studio Hollywood sempat

    seben tar mengubah Usmar. Film pertama yang dibuat seusai belajar, Kafedo, terasa menampilkan gaya dan ritme Amerika, termasuk adegan-adegan perkelahian yang seru. Padahal film itu mengisahkan persaingan

    cinta pada masa revolusi fisik. Karakter utamanya seorang nasonalis yang

    ber mukim di Mentawai dan bergaul dengan orang-orang kota namun te-

    tap teguh memegang adat-istiadat, atau dalam deskripsi Usmar kala itu, Percampuran manusia alam dan manusia peradaban.

    Tapi, ia cepat berubah lagi. Setelah itu ia membuat dua film de ngan

    konsep dan orientasi berbeda, yang sama berhasilnya. Dengan itu sebe-tulnya tugasnya sebagai perintis sudah selesai, karena telah mem bukti-kan mampu membuat dua jenis film yang selalu dipertentangkan: film

  • 46 L E WaT D j a M M a L a M

    laris yang digemari penonton dan film bagus yang dipuji kritikus dan juri

    festival. Yang pertama Krisis (1953), komedi sketsa penghuni rumah kon-

    trakan yang diniatkan sebagai film komersial. Film itu berhasil menjadi

    film terlaris setelah Terang Boelan (Albert Balink, 1938). Kedua, Lewat Djam Malam dibuat bekerja sama dengan Perseroan Artis Indonesia

    (Persari) se bagai film bermutu guna bertarung di Festival Film Asia

    (FFA). Walau pun batal mengikuti FFA karena dilarang pemerintah, film

    itu men dapat lima penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) 1955, ter-

    masuk Film Terbaik, dan hingga kini dianggap film Indonesia terbaik

    se panjang masa.Film yang baru selesai direstorasi oleh National Museum of Singapore

    dan World Cinema Foundation itu oleh produser dan anggota Komite Film DKJ (De wan Kesenian Jakarta) Abduh Aziz dinilai, Menyampaikan

    isu paling kon tekstual zamannya. Ada soal pembangunan yang baru ber-

    jalan, ada soal frustasi para pejuang. Ada juga soal manusia sebagai kor-

    ban pergolakan sejarah zamannya. Film ini sangat baik menangkap se-mua persoalan itu.

    Apresiasi dari orang-orang yang bahkan tidak hidup sezaman dengan

    pembuatnya itu semakin membuktikan bahwa ke-Indonesia-an film-

    film Usmar Ismail adalah sesuatu yang otentik dan menyatu erat seperti

    darah dalam daging, sehingga mudah dilihat dan dirasakan keunikannya. Indonesia sebagai semacam ruh sekaligus pembeda filmnya dengan 125

    film lain yang pernah dibuat selama 25 tahun sebelumnya, bahkan, ironis-

    nya, juga dengan ribuan film berikut yang dibuat orang Indonesia sampai

    dengan hari ini, 62 tahun kemudian.

    3.Tidak pernah ada jalan mudah untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berarti, termasuk usaha Usmar Ismail membuat apa yang disebut

  • 47L E WaT D j a M M a L a M

    film Indonesia. Bukan sekadar film yang dibuat di Indonesia atau film

    yang dibuat oleh orang Indonesia.

    Sebagai pengusaha ia harus berhadapan dengan kenyataan untuk berkompromi dalam banyak hal. Barangkali filmnya yang paling murni

    hanya Darah dan Doa. Dalam film-film lain ia belajar berkompromi biar pun dengan rasa sinis, tulis Asrul Sani. Kompromi paling nyata ada-

    lah ketika ia terpaksa membuat film-film komersial yang, seberapa pun

    tidak disukai, tetap dikerjakan dengan pandangan kritis mengenai ke-hidupan masyarakatnya. Bukan film hiburan yang asal-asalan, dalam

    istilah Misbach Jusa Biran.

    Setelah Krisis yang laris manis, Usmar juga membuat Tamu Agung (1955), Lagi-lagi Krisis (1955), Tiga Dara (1956), Delapan Pendjuru Angin (1958), Asrama Dara (1958), Amor dan Humor (1961), dan Big Village (1968). Semuanya berjenis komedi, tetapi tidak satu pun me-

    nya mai kesuksesan Krisis. Tiga Dara, musikal yang melambungkan po-pularitas Indriati Iskak, adalah yang paling laku di pasar.

    Namun, Tamu Agung, satir politik mengenai Bung Karno, justru ber-hasil mencuri perhatian pengamat film di dalam dan luar negeri. Film

    itu merupakan satir sosial dengan kompleksitas dan kecanggihan se buah film sekualitas film Jean Renoir, La Rgle du Jeu (Aturan Main, 1939). Dua segi lain yang patut memperoleh perhatian: bermain-main de ngan kon vensi sinematik film musikal pada bagian pembuka diimbangi ber-

    main-main dengan konvensi retorikal Indonesia di bagian lain, puji

    David Hanan, pengajar kajian film dan televisi dari Monash University,

    Melbourne.

    Toh, tantangan terbesar Usmar Ismail sebagai pencipta justru datang

    dari kondisi bangsanya sendiri, yang juga baru mengenal film sebagai

    me dium interpretasi dan dramatisasi persoalan kehidupan, tidak sekadar medium hiburan seperti biasanya. Akibatnya, film yang menggambarkan

    realitas sehari-hari dipandang sebagai generalisasi kenyataan.

  • 48 L E WaT D j a M M a L a M

    Norma (Netty Herawati) di tengah pesta.

  • 49L E WaT D j a M M a L a M

    Banyak adegan pertempuran Darah dan Doa dipotong sensor karena terlalu realistis dan dianggap sadis. Film itu juga diprotes TNI-AD kare na

    menggambarkan perwira yang terlalu manusiawi dan lemah, juga kisah percintaan sang perwira dengan gadis Eropa, serta bagian cerita menge-nai Darul Islam (DI) yang dikhawatirkan bakal membangkitkan sema-

    ngat jahat umat Islam lain. Sebaliknya, PKI memprotes karena orang-

    orang komunis di dalam film itu digambarkan sebagai fanatik yang suka

    mem balas dendam.Menghadapi paradigma generalisasi seperti itu, dalam film-film

    berikutnya Usmar mesti berakrobat agar tidak ada yang tersinggung. Maka, Orang-orang jahat hanyalah Belanda saja. Orang Indonesia semua-

    nya baik dan kalau suatu waktu menjadi pengkhianat, tabu untuk me-nyebutkan asal golongannya. Itulah sebabnya dalam film-film Indonesia

    yang menjadi bandit selalu golongan yang paling lemah posisi sosialnya, antara lain pengusaha! simpulnya.

    Lebih berat dari itu, sebagai seniman penting dan menonjol serta buda-wayan (pendiri dan ketua umum Lesbumi, 1962-1969), Usmar kemudian ikut terseret dalam pergolakan besar politik dan ekonomi, di mana perang ideologi kesenian dan kebudayaan antara kelompok komunis dengan nasionalis menjadi salah satu medan pertempuran terbesar dan mungkin ter dramatis, yang berujung pada berakhirnya kekuasaan Soekarno. Tak meng herankan apabila ia konon masuk dalam daftar orang yang akan di tumpas PKI pada 5 Oktober 1965, karena dituduh antek CIA dan kaki

    ta ngan AMPAI, perwakilan film Amerika di sini.

    Jadi praktis tidak sampai sepuluh tahun Usmar Ismail bisa berkarya

    de ngan idealisme-yang-telah-dikompromikan, dan mencapai puncaknya da lam Asrama Dara, film pertama Suzanna yang meraih tiga penghargaan FFI 1960. Tapi, waktu yang relatif pendek itu rasanya sudah cukup buat

    meletakkan fondasi dasar estetika film Indonesia.

    Beruntung Indonesia memiliki Usmar Ismail. Di tangannya, film

  • 50 L E WaT D j a M M a L a M

    Indonesia dilahirkan, dipelihara, dan senantiasa diperjuangkan sebagai

    estetika yang ideal dan mulia. Fakta itu memang bisa menjadi beban ter amat berat bagi pekerja film generasi selanjutnya. Penulis skenario

    Salman Aristo mengibaratkan, Beratnya, film Indonesia dimulai dari

    puncak sekali, dan setelah itu grafiknya makin lama justru makin me-

    nurun. Bukan sebaliknya. Pelbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi Usmar pada zaman-

    nya masih tetap dan akan selalu ada, mungkin dalam bentuk berbeda. Namun, mata air gagasan seperti yang ia miliki dulu pun kini tersedia sa ma atau bahkan lebih luas dan beragam. Artinya, di atas kertas film

    Indonesia sebagaimana digagas dan dirintis Usmar dahulu tidak akan

    per nah mati.

  • 51L E WaT D j a M M a L a M

    Biografi: Usmar Ismail

    Lahir: Bukittinggi, 20 Maret 1921 Meninggal: Jakarta, 2 Januari 1971

    Pendidikanl 1928-1935 HIS (Hollandsch-Inlandsche School), Batusangkarl 1935-1938 MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) kelas

    BAfd, Padang

    l 1939-1941 AMS (Algemeene Middelbare School) bagian A (Sastra-Budaya), Yogyakarta

    l 1952-1953 UCLA (University California Los Angeles), Amerika Serikat, jurusan film

    Pekerjaanl 1942-1945 Anggota staf pengarang Pusat Kebudayaaan Jakartal 1945-1949 Mayor TNI di Yogyakartal 1949 Sutradara di South Pacific Film Corporationl 1950-1970 Direktur, Produser, dan Sutradara NV Pefinil 1950-1970 Direktur Utama Biro Perjalanan Triple Tl 1956-1960 Direktur PT Bank Kemakmuran, Jakartal 1966-1969 Anggota DPRGR/MPRS (Dewan Perwakilan Rakyat

    Gotong Royong/Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara)

    l 1967-1970 General Manager Miraca Sky Club, Jakarta

    Aktivitas Lainl 1943-1945 Ketua Sandiwara Penggemar Maja

  • 52 L E WaT D j a M M a L a M

    l 1946-1947 Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)l 1946-1948 Ketua BPKI (Badan Permusyawaratan Kebudayaan

    Indonesia), Yogyakarta dan Ketua Serikat Artis Sandiwara

    Yogyakarta

    l 1955-1965 Pendiri dan Ketua ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), Jakarta

    l 1956-1970 Ketua PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia)l 1962-1969 Pendiri dan Ketua Lesbumi (Lembaga Seniman

    Budawajan Muslimin Indonesia), Jakarta

    l 1964-1969 Pengurus PB NU (Nahdatul Ulama), Jakarta

    Penghargaanl 1962 Hadiah seni Widjajakusuma dari Pemerintah RI,

    penghargaan tertinggi dalam bidang Kebudayaanl 1970 Penghargaan Warga Teladan Jakarta dari Pemda DKI

    Jakartal 1975 Namanya diabadikan sebagai nama pusat perfilman yang

    dibangun Pemda DKI Jakarta bersama masyarakat perfilman

    Filmografi

    1. Harta Karun (1949) Sutradara, Penulis Skenario2. Tjitra (1949) Sutradara, Penulis Cerita3. The Long March (Darah dan Doa) (1950) Sutradara, Penulis

    Skenario4. Enam Djam di Djogja (1951) Produser, Sutradara, Penulis

    Skenario5. Embun (1951) Penulis Cerita

    6. Dosa Tak Berampun (1951) Produser, Sutradara, Penulis Skenario

    7. Terimalah Laguku (1952) Produser

  • 53L E WaT D j a M M a L a M

    8. Kafedo (1953) Produser, Sutradara, Penulis Skenario9. Krisis (1953) Produser, Sutradara10. Harimau Tjampa (1953) Produser11. Lewat Djam Malam (1954) Produser, Sutradara 12. Heboh (1954) Produser13. Tamu Agung (1955) Sutradara14. Lagi-lagi Krisis (1955) Produser, Sutradara, Penulis Cerita,

    Penulis Skenario15. Tiga Dara (1956) Produser, Sutradara, Penulis Cerita, Penulis

    Skenario16. Tiga Buronan (1957) Produser17. Sengketa (1957) Produser, Sutradara

    18. Delapan Pendjuru Angin (1957) Produser, Sutradara, Penulis

    Skenario19. Asrama Dara (1958) Produser, Sutradara20. Tjambuk Api (1958) Produser21. Djenderal Kantjil (1958) Produser22. Pedjuang (1960) Produser, Sutradara, Penulis Cerita, Penulis

    Skenario23. Laruik Sandjo (1960) Produser, Sutradara, Penulis Skenario

    (Tidak pernah diedarkan)24. Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961) Produser,

    Sutradara, Penulis Cerita, Penulis Skenario25. Korban Fitnah (1961) Sutradara

    26. Amor dan Humor (1961) Sutradara, Penulis Cerita, Penulis Skenario

    27. Bajangan Diwaktu Fadjar (1962) Produser, Sutradara,

    Penulis Cerita, Penulis Skenario28. Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962) Produser,

    Sutradara, Penulis Skenario

  • 54 L E WaT D j a M M a L a M

    29. Masa Topan dan Badai (1963) Sutradara30. Anak-anak Revolusi (1964) Sutradara, Penulis Cerita, Penulis

    Skenario31. Liburan Seniman (1965) Sutradara, Penulis Cerita, Penulis

    Skenario32. Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966) Produser33. Menjusuri Djedjak Berdarah (1967) Produser34. Ja Mualim (1968) Sutradara, Penulis Cerita, Penulis Skenario35. Big Village (1969) Produser, Sutradara, Penulis Cerita,

    Penulis Skenario36. Ananda (1970) Sutradara, Penulis Cerita, Penulis Skenario37. Bali (1970) Sutradara, bersama Ugo Liberatore

  • Misbach Jusa Biran tentang Usmar Ismail dan Lewat Djam Malam

    a M a L I a S E K a R j aT I

    MISBACH JUSA BIRAN adalah pendiri dan direktur pertama Sinematek Indonesia. Sebelumnya, ia aktif terlibat produksi di Perfini, perusahaan

    yang memproduksi Lewat Djam Malam. Beliau tutup usia 11 April 2012 silam di umur 78 tahun. Sebenarnya, Misbach direncanakan akan

    menyampaikan pidato kehormatan di malam peluncuran hasil restorasi Lewat Djam Malam bulan Juni 2012 nanti.

    Wawancara ini terjadi di kediaman Misbach, Bogor, pada tanggal 14

    Februari 2012. Tujuannya untuk melengkapi gambaran mengenai Usmar Ismail dan Lewat Djam Malam. Pengalamannya di Perfini merupakan

    wawasan yang berharga perihal konteks historis Lewat Djam Malam dan sejarah perfilman Indonesia.

    Bisakah Anda bercerita tentang awal pembuatan Lewat Djam Malam? Bagaimana Perfini dan Persari bisa sampai bekerja sama, mengingat keduanya punya pendekatan yang saling bertolak belakang? Perfini membawa ideologi tertentu dalam

  • 56 L E WaT D j a M M a L a M

  • 57L E WaT D j a M M a L a M

    produksi filmnya, sementara Persari lebih dekat dengan film-

    film hiburan populer.

    Pada masa pendudukan Jepang, Usmar pernah menjadi wakil Armijn

    Pane yang menjadi ketua bidang Teater di Pusat Kebudayaan di Jogja. Waktu itu ia berusia 21 tahun. Ada ketidakcocokan antara Armijn dengan

    Usmar. Menurut Armijn, anak muda pada saat itu, termasuk Usmar dan

    Chairil Anwar (mereka berdua adalah kerabat), membuat karya yang

    keluar dari pakem. Hal yang dianggap aneh atau unik pada saat itu mereka

    coba. Lalu Usmar membuat Maya, sebuah perkumpulan sandiwara, dan

    pernah di salah satu cerita yang dibuat, ada tokoh yang karakternya mirip Armijn, yang bisa dibilang galak [Tertawa]. Armijn pun tahu.

    Pada zaman revolusi, dengan pertumbuhan yang baik, yaitu pernah menjadi Mayor di Yogyakarta (yang pada saat itu menjadi pusat

    pemerintahan RI), juga pernah menjadi ketua PWI (Persatuan Wartawan

    Indonesia) pada usia mudanya, setelahnya ia kembali ke Jakarta dan

    hendak masuk ke suatu institusi yang ternyata ada Armijn di dalamnya.

    Maka, sulit baginya untuk masuk ke dalam institusi tersebut. Begitu juga

    dengan Djamaludin, karena bisa dibilang dia memang orang dagang. Ia

    membuat film semata-mata untuk menolong artis, karena pada saat itu

    banyak yang hidup miskin. Persari, rumah produksi yang didirikannya, jadi semacam perserikatan artis film dan ada untuk menolong mereka,

    untuk hiburan saja. Jadi, Djamal lebih punya bakat industri, pengusaha yang baik, sedangkan Usmar lebih baik secara pemikiran. Di situlah mereka seperti bertolak belakang.

    Namun, tahun 1953, mereka berdua pergi ke Jepang mengikuti

    konferensi produser-produser se-Asia. Ada cerita, ketika sedang jamuan

    makan dan Djamal melakukan pidato, ia berpidato dalam bahasa Padang yang isinya memaki-maki orang Jepang bahwa mereka penjajah [Tertawa]. Usmar yang sedang makan lalu kebingungan, bagaimana

    menerjemahkan pidato itu. Saya ngomong pakai bahasa saya saja, lah.

  • 58 L E WaT D j a M M a L a M

    kata Djamal yang kelahiran Padang. Sepanjang konferensi tersebut, beredar wacana kalau Festival Film

    Asia pertama akan diadakan tahun depannya, tahun 1954, di Tokyo,

    Jepang. Djamal mau ikut, tapi tidak punya film untuk dikirim. Mereka

    bingung mengirimkan film apa karena merasa film yang pernah dibuat

    masih kurang baik. Namun Djamal tetap bilang ikut. Jadi, ia minta Usmar produksi filmnya, sementara ia sendiri mencari uang.

    Kecuali AN Alcaff dan Bambang Hermanto, Persari menyediakan

    semua pemain untuk Lewat Djam Malam, sedangkan Dhalia dari luar keduanya. Bambang Hermanto dulunya seorang pemain hiburan.

    Kemudian ia masuk Perfini, namanya naik setelah bermain di Harimau

    Tjampa. Sedangkan Alcaff memang pertama kali berakting untuk Perfini.

    Film pertamanya adalah Dosa Tak Berampun. Dulunya ia tentara dari Jambi, datang ke Perfini dan bilang mau main film. Saat itu, Usmar

    sudah punya pemain. Alcaff pun dites untuk akting dan ternyata suaranya

    bagus, mantap. Akhirnya, Alcaff bergabung. Untuk film Dosa Tak

    Berampun, pada awalnya peran utama akan dimainkan Rendra Karno, tetapi kemudian ia diganti Alcaff. Di situ mulai friksi antara Usmar dan

    Rendra Karno, karena ia merasa sakit hati. Jadi begitulah, film Lewat Djam Malam dibuat bersama. Modal

    uang dari Persari, karena film seperti ini tetap butuh modal yang besar.

    Film ini bisa dibilang tidak ada hiburannya, tidak ada nyanyi-nyanyinya. Lalu untuk pemain gabungan dari keduanya. Untuk urusan artistik dan produksi, Usmar yang mengarahkan. Semua kru dari Perfini. Saya akui,

    Perfini isinya seniman-seniman besar pada mulanya. Termasuk Gajus

    Siagian, Basuki Resbowo, dulu pernah di Perfini. Kalau Rosihan Anwar

    hanya punya saham.

    Ide siapakah cerita Lewat Djam Malam? Apakah Usmar Ismail, sutradaranya, atau Asrul Sani, penulis naskahnya?

  • 59L E WaT D j a M M a L a M

    Tugas pembuat cerita adalah Asrul. Cerita, skenario, itu dari Asrul. Saya

    tidak tahu persisnya siapa yang mencetuskan ide pertama kali. Namun pada intinya, dua orang besar pada saat itu yaitu Djamal dan Usmar, ingin membuat film yang bisa dibawa ke festival film besar di Asia.

    Usmar dan Asrul sendiri sempat kurang begitu baik hubungannya.

    Pada tahun 1952, Usmar menentang sensor. Menurutnya, kalau karya

    memang dibuat begitu, ya begitu. Sudah bagus-bagus dibikin, masa disensor? Sedangkan Asrul menyetujui adanya sensor. Alasannya, untuk

    menghindari bahaya-bahaya paham dan dampak buruk. Menurut dia,

    film Usmar memang dibuat baik, tetapi bagaimana dengan film-film

    asal yang dibuat hanya untuk mencari uang? Diperlukan sensor. Usmar sendiri ada berangkai-rangkai tulisannya tentang anti-sensor.

    Ketika itu Asrul mengatakan film bukanlah semata-mata alat

    penerangan, tetapi juga merupakan alat kebudayaan. Makanya, lembaga

    sensor pindah dari Departemen Penerangan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian ada perubahan pandangan. Bayangkan, dua-duanya punya pemikiran seperti itu pada saat mereka masih muda dulu.

    Bagaimana kemudian kiprah Lewat Djam Malam di Festival Film Asia?

    Filmnya tak jadi masuk festival. Ketika Usmar dan Djamal akan berangkat Jepang untuk menghadiri festival, pemerintah melarang. Tentu, ada agenda politik di balik semua ini. Ini adalah cara pemerintah

    kita untuk memprotes orang-orang Jepang, karena pampasan perang belum dibayar. Karena ini, Djamal mengadakan Festival Film Indonesia

    pertama pada tahun 1955.

    Berapa biaya produksi Lewat Djam Malam?Kira-kira 300 ribu, ya. Film-film Usmar dan Perfini rata-rata segitu.

    Kalau film-film dari rumah produksi Cina biasanya di bawah 100-200

  • 60 L E WaT D j a M M a L a M

    ribu. Lalu bagaimana Usmar yang film-filmnya tidak begitu menghibur,

    berhadapan dengan film yang murah? Film murah tadi ada penontonnya,

    tapi film Usmar lebih banyak ditanya, Film apa, nih? Tamu Agung yang lucu saja, filmnya tidak laku. Padahal sudah setengah mampus dibuat

    lucu [Tertawa]. Di film itu ada tokoh tukang obat yang dibuat mirip

    Bung Karno, tapi orang-orang tidak melihat itu, karena tidak ada latar belakang pengetahuan mengenai Soekarno. Lagi-lagi Krisis, nggak laku juga. Orang-orang pada tidak tertawa, nggak ngerti yang mana yang bikin tertawa.

    Usmar dengan sadar menggunakan filmnya sebagai wacana politik.

    Ia ingin filmnya menjadi ekspresi personal dari ideologinya. Namun, bisa

    dibilang film-filmnya itu lahir terlalu cepat, karena penonton belum

    bisa menerima yang ia maksudkan lewat film tersebut. Tidak nyambung

    antara film dengan penontonnya. Dalam Lewat Djam Malam, tidak ada perempuan cantik, tidak ada nyanyi-nyanyi, sehingga tidak laku di kota kecil. Di kota besar mungkin.

    Ketika membuat Lewat Djam Malam, Usmar sudah belajar di Amerika?

    Sudah. Ia belajar skenario sekitar dua tahun di sana. Namun, ada satu

    gelombang, ketika ia kembali kemari, film-film yang dibuatnya mirip film

    koboi. Salah satunya Kafedo. Ada sedikit pengaruh Amerika, tetapi segala macamnya agak dipaksakan. Namun, di film Long March, ceritanya lebih mengalir. Memang tidak lebih dramatik, tetapi ada problem yang

    berkembang. Sedangkan pada film Lewat Djam Malam, lebih menghibur sedikit.

    Sebelum Lewat Djam Malam, Perfini pernah membuat Embun, dan dua-duanya tentang orang yang kembali dari revolusi lalu mengalami kesulitan bersosialisasi. Belakangan, orang yang dulunya pejuang, ketika sudah hidup enak malah jadi koruptor. Ini justru lebih bagus dari film

  • 61L E WaT D j a M M a L a M

    Amerika yang jadi inspirasi, yaitu The Best Years of Our Lives, yang menggambarkan setelah perang dunia kedua ada perubahan sikap yang aneh sekali. Namun di Lewat Djam Malam, ada perbaikan simbol-simbol. Menjadi pejuang tuh seperti tidak ada pilihan lain. Proses

    revolusi jelas digambarkan dengan begitu adanya. Menggambarkan satu

    fase di masyarakat itu. Saya kira itu kelebihan film ini. Bagaimana terjadi

    perubahan-perubahan dalam perjuangan. Tokoh-tokoh yang tadinya orang berpendidikan menjadi mata duitan, atau kapten yang ragu-ragu.

    Ada yang bilang film ini dipengaruhi neorealisme?

    Itu filmnya yang pertama. Jadi, Usmar mengajak teman-temannya,

    bersama-sama membuat film. Akhirnya patungan dan terkumpul 150 ribu.

    Dibuatlah Long March. Di dalamnya ada percintaan antara pimpinan tentara dengan orang asing yang dia rawat. Filmnya mau mengatakan bahwa bukan bangsanya yang bermusuhan, tapi pemerintah. Dulu menyebar stereotip bahwa semua Belanda jahat jadi cerita percintaan itu tidak boleh. Usmar bilang, kenapa tidak boleh? Kan sesama manusia?

    Beberapa kru kurang setuju, tapi tetap dibikin. Untuk Long March, bisa dibilang film itu dibuat Usmar tanpa

    pengetahuan. Walaupun, ia sempat bekerja menjadi asisten sekitar dua tahun di Australia, di perusahaan Belanda yang memiliki kongsi film.

    Usmar sendiri bekerja melatih dialog, salah satunya di film Andjar

    Asmara yaitu Djauh di Mata. Tugasnya begitu, menjadi partner orang berlatih dialog. Pada masa ini, ia sempat membuat dua film, Harta Karun

    dan Tjitra. Namun, selama itu, ia melihat bahwa banyak keputusan yang diambil penata kamera, termasuk penata kamera yang bilang cut, cut, cut. Dengan sistem kerja seperti itu, Usmar merasa itu bukan film dia.

    Artinya Usmar sudah sadar soal auteur sebelum ada teorinya, ya.

  • 62 L E WaT D j a M M a L a M

    Itu terbentuk karena pengalaman. Bukan berdasar kata siapa atau

    menurut siapa. Mau bikin apa, ya dia bikin saja. Usmar ini memang pintar,

    berbeda dengan sutradara lain yang besar di kampung. Lingkungannya memungkinkan dan ia termasuk elit. Usmar masuk sekolah Belanda dan bisa berbahasa Inggris aktif. Namun, lama-lama muncul orang seperti

    Bachtiar Siagian, yang muncul dari daerah dengan membawa misi kebudayaan.

    Film Indonesia selalu punya dimensi kritiknya sendiri, tetapi ketika

    dua tahun sesudah merdeka dan filmnya begitu-begitu saja, kritik mulai

    hilang. Namun, belakangan memang terjadi perubahan. Ada upaya

    menjadikan film bukan sebagai tontonan kampungan seperti dulu, misalnya ada Dardanella, tetapi film-film yang mengandung pemikiran.

    Salah satunya Usmar.Djamal memang bukan seniman, dia hanya menolong artis saja.

    Namun, Persari juga berkembang karena ia pandai mencari uang. Ia

    biasa dipanggil Big Boss. Di Persari, setiap pemain film mendapat mobil. Sedangkan Perfini cuma punya satu mobil kecil, mobilnya Usmar. Jadi,

    Perfini itu biasanya pakai tiga kendaraan. Untuk para pemain perempuan,

    naik mobil Usmar. Pemain laki-laki naik mobil pick-up, sedangkan kru naik truk. Bayangkan, kami diantar bergantian. Belakangan, Bambang Hermanto, nggak mau naik pick-up, karena sudah jadi top star. Rendra Karno juga begitu. [Tertawa]

    Berapa lama Usmar Ismail bisa berkarya sesuai idealismenya sebelum akhirnya mentok dengan tuntutan ekonomi industri film?

    Saya rasa sampai tahun 1960an. Tahun 1957, ada krisis finansial.

    Banyak yang gulung tikar, pegawai keluar atau diberhentikan, karena bangkrut. Studio diambil alih oleh bank dan pemerintah. Pada saat itulah kemudian ia membuat film Tiga Dara, yang bisa dibilang film

  • 63L E WaT D j a M M a L a M

    hiburan. Namun, ia diserang Lekra, dianggap pelacur kebudayaan. DN Aidit bilang bahwa itu film bagus tapi jelek. Itu bagaimana maksudnya?

    Saya tak paham. Kemudian, dia bikin juga Asrama Dara. Yang main Bambang Hermanto, banyak lagu-lagu daerah, menggarap pesan yang

    kuat. Bukan film hiburan yang asal-asalan. Dibuat agar pemerintah mau

    membantu, dan pemerintah akhirnya membantu. Kemudian bekerja sama dengan Departemen Kehutanan, Usmar membuat film di hutan-

    hutan Kalimantan, lalu membuat Pedjuang dan Anak-Anak Revolusi. Namun, tetap saja Usmar dicela.

    Akhirnya keadaan ekonomi ambruk. Ada gagasan anti-Barat

    sehingga semua studio film ditutup. Produksinya di rumah-rumah orang, dubbing di kamar yang kecil. Maka ia mulai masuk politik dengan menjadi Ketua Pelaksana di Lesbumi, sebuah lembaga di bawah NU. Posisinya begitu kuat karena itu lembaga kebudayaan. Bung Karno, sebagai orang muslim, juga nggak terlalu berani. Pada masa Bung Karno ada tiga kekuasaan: PKI, PNI, NU. Lalu, Bung Karno pidato mendekritkan

    kembali ke UUD 45 dan merumuskan konsep NASAKOM (Nasionalis,

    Agama, dan Komunis). Ia merasa didukung kekuatan nasional dan

    menyatakan Presiden adalah penguasa, bukan hanya lambang.Namun di NU ada Asrul Sani, Usmar Ismail, Farouk Afero. Orang

    pada gila-gilaan. Ya, senang-senang saja lah. Namun, ya ada pergerakan

    sosial itu. Bambang Hermanto mendapat penghargaan aktor terbaik di

    Moskow lewat film Pedjoeang, lalu dibilang politis sama Lekra. Bambang yang tidak berpendidikan langsung drop. Lalu, ditolong oleh Lekra. Orang-orang gelisah ditarik. Seniman khususnya, banyak masuk Lekra karena situasi, bukan ideologi.

    Jadi ya itu, suka dukanya membuat film. Kemudian ada masanya

    kepentingan politik masuk ke dalam film. Khususnya PKI yang

    mempengaruhi dan memakai kebudayaan. Dari situlah berubah cara pikir orang kita. Bukan penjajahan ekonomi, tapi penjajahan buah pikiran.

  • 64 L E WaT D j a M M a L a M

    Kalau orang-orang PKI bicara, dimuat. Kalau bukan orang-orang PKI,

    tidak dimuat.Buat orang komunis, pengalaman itu bisa berguna untuk belajar,

    orang-orang politik pakai film sebagai alat untuk berkampanye. Ya, buat

    orang-orang komunis, sejarah adalah ilmu. Mereka belajar dari sejarah.

    Kalau buat kita, sejarah adalah kenang-kenangan.

    Kalau pribadi Usmar bagaimana?Sudah saya bukukan, judulnya Peran Anak Muda dalam Film

    Nasional. Saya kembangkan, tapi tidak ada yang mau biayain buku itu, jadinya saya simpan di Sinematek. Periodenya sekitar 1950-1956. Di situ

    saya tulis, seperti apa tujuan pembuatan film untuk dia. Saya kira kalau

    baca buku ini, sebagian besar ada semua. Termasuk latar belakang Lewat Djam Malam, yang memang ingin dibuat untuk go international, tapi tidak jadi.

    Namun, bisa dibilang, ia banyak digodok pada zaman Jepang. Pada zaman Belanda, yakni waktu dia SMA juga sudah belajar dan sudah

    kenal karya-karya besar di sekolah. Usmar tergugah oleh suasana ketika Jepang datang karena pada saat itu Jepang selalu bilang, Mengapa takut

    sama Belanda?. Bahkan Jepang memposisikan bahasa Belanda sebagai bahasa kampungan. Jadi, berubahlah itu, Belanda yang digambarkan kejam, tiba-tiba dibilang kampungan. Hasil pendidikan intelektual Usmar

    di zaman Belanda, berubah sama sekali di zaman Jepang.

    Perfini sendiri menjadi tempat kumpul seniman-seniman?

    Pada mulanya. Pada awal tahun 50an, banyak seniman yang pindah

    ke Jakarta. Lalu, sebagian besar berniat menjadikan film sebagai alat

    pengucapan baru. Jika tadinya lewat sastra, teater, lalu film. Ingin

    menunjukkan bahwa ini modern. Ada juga yang berusaha mengubah citra

    teater yang dianggap pertunjukan kampungan. Peralihan dari Belanda

  • 65L E WaT D j a M M a L a M

    ke Jepang juga membawa perubahan. Usmar melihat film-film Jepang

    yang isinya adalah orang-orang berperang untuk bangsanya. Jika film

    Amerika isinya nyanyi-nyanyi, film-film Jepang isinya perang melawan

    penjajahan Eropa di Asia.

    Jadi, peralihan dari Belanda ke Jepang memang sempat membuat shock. Yang selama ini diagung-agungkan, tiba-tiba hilang. Itu mengubah

    sikap orang kita. Setiap hari putar film dan sebelum film dimulai ada gambar bendera merah putih, lalu tulisan Alhamdulillah, Asia

    telah kembali. Lagu yang diputar Indonesia Raya. Bagaimana tidak

    berubah? Pada zaman Jepang, orang Inggris atau Amerika Serikat masih

    diperhitungkan, tapi kalau Belanda tidak masuk hitungan sama sekali. Memang diakui bahwa Jepang yang memengaruhi anak-anak muda tadi

    untuk berkarya.

    Bagaimana dukungan pemerintah terhadap perfilman pada

    saat itu?Tahun 50an dulu, ada upaya mengubah dari film yang tidak di ke-

    nal menjadi dikenal. Namun, tidak ada satu pun berhasil. Pajak su dah dikurangi, sudah ada subsidi. Lalu, apa yang berhasil? Ya sejak pen di-

    dikan digalakkan, sejak ada sekolah film, apresiasi lumayan meningkat.

    Upaya-upaya seperti itu yang dibutuhkan, bukan dikasih uang peme rin-tah untuk membuat film. Perubahan terjadi karena pendidikan. Da tang-

    lah ke Sinematek, baca-baca di sana. Jadi, bantuan dana ini hanya un tuk mendidik orang film. Seperti dulu saya membuat asosiasi pekerja film

    KFT. Semua harus belajar terlebih dahulu di situ, baru membuat film.

    Mau nggak mau, harus belajar. Hasilnya, 99% orang film yang ke mu di an

    berkembang, belajar di situ. Saya yakin, dengan pendidikan film bisa ber-

    kembang. Bukan karena dikasih uang. Kalau dikasih uang ya dihabisin.Makanya, untuk selanjutnya perlu dirumuskan supaya film bisa

    menjadi banyak penggunaannya. Kita bisa lebih maju berpikirnya,

  • 66 L E WaT D j a M M a L a M

    maju nuraninya, maju taste-nya. Setiap film setidaknya punya pesan itu. Agar penonton juga berkembang pemikirannya. Tentang keluarga

    atau tentang apapun. Kedua, film juga bisa menangkap keindahan, yang

    mungkin susah dijelaskan. Abstrak. Nah, kalau bagi komunis, abstrak

    itu dimusuhi, karena tidak bersentuhan langsung dengan rakyat. Ketiga, film juga bisa dibuat untuk memenuhi rasa takut, senang, lucu, sedih,

    pada saat menonton, selama itu tidak berbahaya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan alamiah manusia. Intinya, film ini mau ngomong

    apa dan bagaimana mau ngomongnya? Film sekarang kadang-kadang berat kemasannya daripada isinya.

    Bagaimana tanggapan Bapak terhadap kondisi Sinematek sekarang?

    Orang-orang yang bekerja di Sinematek sebenarnya bukan tenaga kerja profesional. Kerja bukan karena dia pintar, tapi orang-orang kecil yang mau diajak kerja, jadi dia bisa punya pekerjaan yang lebih baik. Masih banyak yang kerja sampai sekarang, tapi ya semua pegawai tidak

    ada yang profesional. Jadi, ke depannya harus bisa lebih baik. Kalau ada uang, atau bisa minta bantuan, mengajak mereka belajar dari orang-orang luar. Sinematek cukup banyak masalahnya.

  • Revolusi, Impian, dan Jalan Buntu

    a D R I a n j o n aT h a n Pa S a R I b u

    RUMORNYA setiap pemimpin negara dunia ketiga membisikkan hal se rupa sehari setelah kemerdekaan: Sekarang masalah sebenarnya di-mulai. Indonesia tak terkecuali. Revolusi mendatangkan kemerdekaan

    dan ke mer dekaan membuka jalan untuk pembangunan. Masalahnya,

    pem bangun an bergantung pada prinsip-prinsip yang dulu para pejuang atasi: eks ploitasi dan dominasi. Berarti ada harga tersendiri yang harus diba yar para pejuang untuk mengisi kemerdekaan. Bagaimanakah mereka se pantasnya bersikap?

    Usmar Ismail menyuarakan pendapatnya pada tahun 1954 melalui

    Lewat Djam Malam. Menurut Sitor Situmorang, film yang dibuat Usmar

    tersebut adalah drama psikologis modern pertama di Indonesia. Dalam

    bacaan lebih lanjut, Lewat Djam Malam sebenarnya mengikuti cetak biru film-film noir di Amerika sana. Selain terpengaruhi oleh neorealisme Italia, paling kentara di Darah Dan Doa (1950), Usmar mengakui keter-

    tarikannya pada metode produksi Hollywood. Hampir secara tidak

    sadar, saya mulai menerapkan prinsip kerja Hollywood, tulis Usmar di

    harian Pedoman tahun 1953, sekembalinya ia dari studi penulisan naskah di Amerika Serikat. Seperti yang dituturkan sejumlah catatan sejarah,

  • 68 L E WaT D j a M M a L a M

    Laila (Dhalia).

  • 69L E WaT D j a M M a L a M

    1953 adalah tahun kejayaan film noir di Hollywood, sebuah periode yang berlangsung dari 1944 sampai 1958. Melihat pola visual dan penokohan

    dalam Lewat Djam Malam, bisa jadi Hollywood yang Usmar maksud adalah film noir.

    Layaknya film noir, Lewat Djam Malam terstruktur atas kegelisahan moral seorang protagonis laki-laki. Plot film tersebut menggambarkan

    kejatuhan tragis seorang individu di sebuah tatanan sosial yang dicengkeram oleh para borjuis. Gambar pertama yang kita lihat adalah

    sepasang kaki berjalan perlahan-lahan di suatu malam yang kelam. Inilah

    Iskandar, bekas pejuang dan mahasiswa kedokteran. Sekembalinya dari

    zona perang, ia mendambakan kehidupan yang lebih tenang dan damai. Keinginannya sederhana: menikahi kekasihnya, membangun sebuah peternakan di desa, lalu menghabiskan sisa hidupnya dalam damai. Sayangnya, realita ekonomi pasca perang tak sesederhana itu.

    Lima tahun pasca kemerdekaan tercatat sebagai periode Revolusi Fisik, periode transisi kuasa dari kolonial Belanda ke pemerintah Indonesia. Periode ini diwarnai sejumlah kekacauan sipil dan pertempuran

    bersenjata di sejumlah daerah. Militer kesulitan menanganinya. Jam

    malam pun diberlakukan di kota-kota untuk menegakkan peraturan. Di saat yang bersamaan, pembangunan juga sudah dirintis. Fasilitas publik mulai menjamur, perusahaan nasional mulai untung, dan tenaga kerja sedang hidup-hidupnya dengan energi anak muda.

    Panggung sudah tersedia bagi Iskandar. Dia punya masa muda,

    pengalaman kerja praktis, dan latar belakang akademis. Lebih signifikannya lagi, Norma, tunangannya adalah seorang borjuis, sebuah kelas sosial yang sedang tumbuh-tumbuhnya di ekonomi pasca kemerdekaan. Kegiatan waktu senggangnya adalah pesta dan dansa-dansi semalam suntuk. Atas semua ini, Iskandar menikmati dua hal yang

    sulit diakses mayoritas rakyat: kesejahteraan material dan koneksi sosial. Tidak ada yang bisa menghentikan Iskandar menjadi penanggung hajat

  • 70 L E WaT D j a M M a L a M

    hidup, baik bagi bangsa maupun keluarganya.Pahlawan kita tak cocok dengan orang-orang kaya baru ini. Sepanjang

    film, meletus perang tak berkesudahan dalam batinnya. Di satu sisi dia

    masih mengimani nilai-nilai kebangsaan yang ia perjuangkan dulu, di sisi lain dia merasa dihantui oleh kematian-kematian yang ia sebabkan selama perang. Masalah kian pelik ketika ia harus berhadapan dengan

    fakta bahwa revolusi gagal melahirkan keadilan. Yang kejadian malah

    tatanan masyarakat dengan korupsi dan konspirasi sebagai pilar-pilar penyokongnya. Salah dua lakonnya adalah Gafar dan Gunawan, rekan

    Iskandar waktu perang dulu. Rekan satunya lagi, Puja, sudah jadi bandit

    yang lebih akrab dengan judi, alkohol, dan bentuk-bentuk hiburan malam lainnya. Pahlawan kita jelas tak terima. Revolusi bukan lagi soal kepentingan bersama dan semua orang punya idenya sendiri untuk menang. Ide Iskandar melibatkan sebuah pistol dan konfrontasi dengan

    rekan-rekan kerjanya.

    yang Terkasih dan yang TersisihDalam Lewat Djam Malam, status sosial menjadi garis tegas antara orang-orang yang terkasih dan yang tersisih. Mereka yang terkasih diwakili oleh

    Norma dan teman pestanya, sementara pihak yang tersisih ditubuhkan melalui figur Laila, wanita panggilan yang dirawat Puja di kediamannya.

    Laila adalah satu-satunya wajah non-borjuis yang kita lihat sepanjang film. Laila punya katalog kliping koran yang ia jaga dengan sepenuh

    hati. Katalog ini menjadi pengingat Laila akan mimpi-mimpi kecilnya, semacam kegiatan menghabiskan waktu sampai seorang lelaki datang menggandeng tangannya ke pelaminan. Bagi Laila, Iskandar adalah lelaki

    itu dan Norma (yang nantinya ia temui sekilas) adalah perempuan yang pantas ia jadikan panutan.

    Dalam konteks yang lebih luas, tarik-ulur antar-kelas dalam Lewat Djam Malam menyiratkan suatu bangsa yang terpisah antara mimpi-

  • 71L E WaT D j a M M a L a M

    mimpi tak kesampaian dan jalan buntu politis. Dalam tatanan masyarakat yang disetir oleh kaum elit dan borjuis, mobilitas sosial hanyalah sebuah mitos bagi kelas bawah. Satu-satunya jalan naik, seperti yang dibayangkan oleh Laila, adalah dengan masuk ke dalam sistem atau menggantikan sistem tersebut dengan sistem baru yang lebih demokratis. Solusi terakhir sesungguhnya yang ingin dicoba oleh Iskandar. Sayangnya, ia

    gagal. Usahanya mengganyang ketimpangan sosial diganjar oleh sebutir peluru di dadanya. Tak ada yang menangisi tragedi ini, kecuali Iskandar

    seorang.Satu pertanyaan yang belum terjawab: apakah Lewat Djam

    Malam memang benar potret Indonesia pasca revolusi kemerdekaan,

    atau hanyalah mimpi kekiri-kirian sang pembuat film? Patut diingat

    Usmar Ismail sejatinya adalah seorang intelektual sosialis, yang dalam

    beberapa kesempatan menulis untuk harian partai komunis. Baru di akhir kariernya, bertahun-tahun setelah Lewat Djam Malam, Usmar mendekatkan diri dengan organisasi sayap kanan macam Lesbumi.

    Patut diingat juga bahwa Lewat Djam Malam diproduksi tak lama setelah insiden Oktober 1952. Insiden ini berawal dari tuntutan dua

    pemimpin tertinggi TNI, AH Nasution dan TB Simatupang, untuk menata

    ulang militer. Hanya para prajurit yang berlatar belakang pendidikan

    kemiliteran Belanda (KNIL) yang akan diperhitungkan. Lainnya, mulai

    dari prajurit eks PETA hingga relawan, akan tersingkir. Campur tangan

    DPR menggagalkan rencana ini dengan mencopot jabatan Nasution beserta tujuh perwira daerah. Pihak militer merasa kaum politisi terlalu campur tangan dengan rumah tangga militer. Jadilah, pada tanggal 17 Oktober 1952, sejumlah petinggi militer memprakarsai sebuah

    demonstrasi di Jakarta.Semula massa mendatangi gedung parlemen, kemudian ganti

    haluan ke Istana Negara. Tuntutan mereka: pembubaran parlemen

    dan pengadaan pemilu sesegera mungkin. Tuntutan ini berpuncak

  • 72 L E WaT D j a M M a L a M

    Iskandar (AN Alcaff) dan Norma (Netty Herawati).

  • 73L E WaT D j a M M a L a M

    pada sejumlah tank mengarahkan moncong meriam ke Istana Negara.

    Peristiwa 1952 ini berujung buntu dan sejarah mencatatnya sebagai

    kudeta gagal. Pada momen historis macam inilah Lewat Djam Malam berteriak lantang, momen-momen kritis ketika pilihan yang tersedia hanyalah perubahan total, atau impian-impian revolusioner bapak dan ibu negara kita hanya akan berulang menemui jalan buntu.

    Lewat Djam Malam merupakan sketsa tentang revolusi salah jalan, ketika nilai-nilai kolektif yang dulu diperjuangkan kini telah beralih fungsi menjadi sarana pemuas diri. Di tahun 2012, 14 tahun setelah reformasi 1998, Indonesia tak juga lebih baik. Korupsi dan konspirasi masihlah

    menjadi pilar penyangga kehidupan bangsa negeri ini. Melalui Lewat

    Djam Malam, Usmar Ismail sesungguhnya menyuarakan penantiannya

    akan kedatangan Iskandar-Iskandar baru, Iskandar-Iskandar yang bisa

    mengadakan perubahan.

  • Bulan Madu Panjang Militer dan Birokrasi

    W I n D u W j u S u f

    IBagaimana membaca Lewat Djam Malam sebagai dokumentasi era pasca-perang dan sebagai kritik sosial yang masih bersuara di zaman kita?

    Ingatan orang biasanya langsung tertuju pada sutradaranya, Usmar

    Ismail. Ia dikenang karena tiga alasan: tiga film pertamanya bertema

    se putar revolusi fisik, keterlibatannya dalam prahara kebudayaan pada

    dekade 1960-an, dan keberadaan dia