Upload
ayu-ningrum
View
271
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Level Pneumatic Valve Control
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM INSTRUMENTASI DAN KONTROL
LEVEL PNEUMATIC VALVE CONTROL
DISUSUN OLEH :
Nama : Rifki Fadhilah
NIM : 13 614 050
Kelompok : VI (Enam)
Kelas : IV-A
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
TAHUN AJARAN 2014 / 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 Level Control
Mempelajari karakter kerja direct action
Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor
Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan
mode on/off
Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan
mode PID
Mempelajari karakter kerja PSV untuk control level pada mode control manual
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Sistem Pengendalian
Pengendalian Proses adalah bagian dari pengendalian automatik yang diterapkan
di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang
diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut
sistem pengendalian atau sistem kontrol. Tujuan pengendalian proses bertujuan untuk
mempertahankan nilai proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi.
Tujuan pengendalian adalah mempertahankan nilai variabel proses agar sesuai
dengan kebutuhan operasi sesuai dengan yang diinginkan. Tujuan pengendalian erat
berkaitan dengan kualitas pengendalian yang didasarkan atas bentuk tanggapan
variabel proses. Setelah terjadi perubahan nilai acuan (set point) atau beban
diharapkan,
Penyimpangan maksimum dari nilai acuan sekecil mungkin
Waktu yang diperlukan oleh variabel proses mencapai kondisi mantap
sekecil mungkin
Perbedaan nilai acuan dan variabel proses setelah tunak sekecil
mungkin
Atau dapat dinyatakan dengan istilah umum, yaitu
2
Minimum overshoot
Minimum offset
Minimum settling time
Dengan kata lain kualitas pengendalian yang diharapkan adalah,
Tanggapan cepat
Hasilnya stabil dan tidak ada penyimpangan
Settling time
settpoint
Variabel proses offset
Overshoot (maksimum error)
Gambar 1 Grafik pengendalian proses
1.2.2 Jenis Variabel
Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang
pengendalian proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau yang disebut
juga variabel terkendali (controlled variable). Variabel proses adalah besaran fisika
atau kimia yang menunjukkan keadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik, artinya
nilai variabel dapat berubah spontan oleh sebab lain baik yang diketahui ataupun
tidak. Di antara banyak macam variabel proses terdapat empat variabel dasar, yaitu:
suhu (T), tekanan (P), laju alir (F), dan tinggi permukaan cairan (L).
Dalam teknik pengendalian proses, titik berat permasalahan adalah menjaga
agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur (trayektori) tertentu.
Variabel yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan variabel
proses disebut variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) atau variabel
3
pengendali. Sedangkan nilai yang diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi
variabel proses disebut nilai acuan (settpoint value, SV).
Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel lain yaitu
gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured disturbance) maupun tidak
terukur (unmeasured disturbance) dan variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled
output variable). Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu
mempengaruhi nilai variabel proses tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
Variabel keluaran tak terkendali adalah variabel keluaran yang tidak dikendalikan
secara langsung.
Gangguan terukur Variabel terkendali
Gangguan tak terukur
Variabel termanipulasi Variabel tak terkendali
Gambar 1. Jenis variabel dalam sistem proses
1.2.3 Sistem Pengendalian Umpan Balik
Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah mengukur
variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan balik adalah adanya umpan balik negatif,
artinya jika nilai variabel proses berubah, terdapat umpan balik yang melakukan tindakan
untuk memperkecil perubahan itu.
Mekanisme Pengendalian Umpan Balik
Mekanisme pengendalian yang mengakibatkan variabel termanipulasi (MV)
naik karena variabel proses (PV) turun, atau sebaliknya disebut aksi naik-turun
4
SISTEMPROSES
(increase-decrease) atau disebut juga aksi berlawanan (reverse action).
Kebalikan dari mekanisme tersebut adalah aksi naik-naik (increase-increase)
atau disebut juga aksi langsung (direct action), artinya jika variabel proses
(PV) naik maka variabel termanipulasi (MV) juga akan naik.
1.2.4 Langkah Pengendalian
Langkah pengendalian umpan balik adalah sebagai berikut:
1. Mengukur, tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau
mengamati nilai variabel proses
2. Membandingkan, hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai
terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (setpoint)
3. Mengevaluasi, perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk
menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
4. Mengoreksi, tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar
perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin
1.2.5 Instumentasi proses
Pelaksanaan langkah pengendalian pada penjelasan diatas memerlukan
instrumentasi sebagai berikut:
1. Unit Pengukuran
Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa besaran fisik
atau kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, pH, konsentrasi, dan sebagainya
menjadi sinyal standar. Bentuk sinyal standar yang populer dibidang
pengendalian proses adalah berupa sinyal penuematik (tekanan udara) dan
sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri dari atas dua bagian yaitu sensor dan
transmiter.
Sensor yaitu elemen perasa yang lansung bersentuhan dengan variabel
proses.
Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor
(gerakan mekanik, perubahan hambatan, perubahnan tegangan atau arus)
menjadi sinyal standar.
5
2. Unit Pengendali
Bagian ini bertugas membandingkan, mengevaluasi, dan mengirimkan sinyal
ke unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi matematika.
Hasil evaluasi berupa sinyal kendali yang dikirim keunit kendali akhir. Sinyal
kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran.
Controller (pengendali) yaitu menerima nilai error dari hasil pembanding,
kemudian menginterprestasikan nilai yang tepat lalu memerintahkan
elemen kontrol pengendali akhir agar bisa sesuai dengan nilai yang
diinginkan. Respon dari konroller memiliki tiga kriteria koreksi, yaitu:
1. Proportional : sinyal keluaran sebanding dengan penyimpangan
(deviasi). Pengendali ini cepat stabil dan memiliki offset kecil.
2. Integral: keluaran selalu berubah selama terjadi deviasi dan kecepatan
perubahan keluaran tersebut sebanding dengan penyimpangan.
Pengendali ini lambat stabil karena sering terjadi gangguan, tetapi
memiliki offset kecil.
3. Derivatif: mempercepat respon pengendali tetapi sangat peka terhadap
noise (gangguan akibat bising, turbulensi). Pengendali ini cepat stabil
dan memiliki offset kecil
4. Kombinasi: pengontrol tipe integral dan derivatif jarang digunakan
secara tersendiri, tetapi digabungkan dengan sistem proportional untuk
menghilangkan keragu-raguan jika jenis proportional memerlukan
karakteristik yang stabil. Dengan penggabungan ini akan diperoleh suatu
sistem kontrol yang lebih stabil sehingga sensitivitas responnya akan
menjadi lebih besar.
3. Unit Kendali Akhir
Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau koreksi
melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini terdiri atas dua bagian
besar, yaitu aktuator dan elemen kendali akhir. Aktuator adalah penggerak
6
elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa motor listrik, selenoida, atau
membran peneumatik. Sedangkan elemen kendali akhir biasanya berupa katup
kendali akhir (control valve) atau elemen pemanas.
1.2.6 Tanggapan Transien Sistem Tertutup
Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan, idealnya
nilai variabel proses tepat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi kondisi demikian
biasanyatidak terjadi. Nilai variabel proses akan mengalami beberapa kemungkinan
perubahan, yaitu:
Tanpa osilasi (everdamped)
Osilasi teredam (underdamped)
Osilasi kontinyu (sastrained oscilation)
Tidak stabil (amplitudo membesar)
Keempat tanggapan diatas dibuat dengan memberi masukan berupa step
function (fungsi langkah) yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai
masukan konstan ke nilai masukan konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut
biasanya paling besar 10%.
Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil. Sedangkan tanggapan
osilasi teredam mengalami sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya
amplitudo mengecil dan akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun
terjadi sedikit ketidakstabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu, variabel
proses secara terus menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang
tetap, terakhir, tanggapan tak stabil memiliki amplitudo besar, kondisi demikian
sangat berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan.
Tanggapan teredam (ζ >1) Tanggapan osilasi teredam (0<ζ<1)
7
Osilasi kontinyu (ζ=0) Tak stabil (ζ<0)
y y
Gambar 2. Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai
acuan
Dari keempat kemungkinan tadi, yang paling dihindari bahkan sama sekali
tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo membesar.
Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih bisa diterima,
meskipun cukup berbahaya.
1.2.7 Pneumatik Valve
Udara merupakan sumber daya alam dan sangat mudah didapatkan sehingga
pada realisasi dan aplikasi teknik sekarang ini udara banyak digunakan sebagai
penggerak untuk mengontrol peralatan dan komponen-komponennya yang kita
kenal sekarang ini dengan PNEUMATIK.
Pneumatik berasal dari kata Yunani: pneuma = udara. Jadi pneumatik
adalah ilmu yang berkaitan dengan gerakan maupun kondisi yang berkaitan dengan
udara.Perangkat pneumatik bekerja dengan memanfaatkan udara yang
dimampatkan (compressed air). Dalam hal ini udara yang dimampatkan akan
didistribusikan kepada sistem yang ada sehingga kapasitas sistem terpenuhi. Untuk
memenuhi kebutuhan udara yang dimampatkan kita memerlukan Compressor
(pembangkit udara bertekanan). Debit yang diukur adalah m3/menit. Tekanan udara
yang dibutuhkan pada alat pengontrol pneumatik seperti silinder, katup serta
peralatan lainnya adalah 6 bar, supaya efektif dan efisien dalam penggunaannya
(range alat 3–10 bar). Dan untuk memelihara keawetan peralatan haruslah diperoleh
8
udara kering, yaitu agar tidak terjadi korosi pada pipa saluran udara, pelumasan
yang ada tidak terbawa uap air, tidak terjadi kontaminasi bila udara mampat
langsung kontak dengan produk yang sensitif seperti cat dan makanan.
Pneumatik dewasa ini memegang peranan penting dalam pengembangan
dan teknologi otomatisasi, di samping hidraulik dan elektronik/elektrik. Sebelum
1950, pneumatik banyak dipakai sebagai media kerja dalam bentuk energi
tersimpan. Tapi setelah 1950 dipakai dan dikembangkan sebagai elemen kerja.
Katup (valve)
1. Katup pengarah (Directional Control Valve), terdiri dari 2 jenis katup:
a) Katup poppet, yang bekerja dengan cara melepas dan menempelkan bola/piringan
terhadap dudukannya yang terpasang ‘seal’ yang bersifat elastis namun kuat.
Gaya untuk menggerakkan katup poppet relatif besar karena harus melawan gaya
pegas pada saat posisi kerja.
b) Katup geser (slide valve), yang bekerja dengan menggeser silinder atau piringan.
2. Katup searah (Non return valve), yang jenisnya antara lain:
a) Check valves: hanya mempunyai 1 inlet dan 1 outlet, dapat menutup aliran pada
satu arah aliran. Pada arah lainnya katup ini dengan bebas dapat mengalirkan
aliran udara dengan tekanan rendah.
b) Two pressure valve: mempunyai 2 inlet dan 1 outlet. Udara mampat mengalir
melalui katup ini bila sinyal udara terdapat pada kedua sambungan inlet. (= Logic
AND function)
c) Shuttle valve: (= Logic OR function) Udara mampat dapat mengalir dari salah
satu atau kedua saluran inlet menuju outlet.
d) Quick exhaust valve: berfungsi sebagai penambah kecepatan silinder. Dengan ini
memungkinkan waktu yang diperlukan untuk langkah kerja silinder terutama
untuk single act cylinder lebih singkat lagi.
3. Katup pengatur aliran (Flow control valve), berfungsi mengatur aliran udara
secara volumetrik.
a) Bi-directional flow control valve, mengatur udara ke dua arah.
9
b) One way flow control valve, mengalirkan udara ke satu arah untuk mengatur
kecepatan aktuator.
4. Katup pengatur tekanan (pressure valve), fungsinya mengatur besarnya tekanan
udara yang diperlukan.
a) Pressure regulating valve, berfungsi mengatur tekanan udara konstan yang
dibutuhkan. Tekanan input harus lebih besar dibandingkan dengan output.
b) Pressure limiting valve, biasanya dipakai sebagai katup pengamanan: untuk
menjaga tekanan maksimum yang diinginkan tidak akan terlewati. Bila tekanan
maksimum pada inlet sudah tercapai maka outlet akan membuka dan tekanan
udara yang berlebihan akan dikeluarkan ke udara bebas.
c) Katup berangkai (sequence valve), fungsinya juga untuk membatasi tekanan.
Biasanya dipakai pada kontrol pneumatik bila tekanan udara yang spesifik
dibutuhkan untuk menjalankan operasi/sistem.
5. Combinational valve
Beberapa katup yang fungsinya berbeda dapat digabungkan menjadi satu badan dan
disebut katup kombinasi. Jenisnya antara lain:
a) Time delay valve
b) Air control valve
c) 5/4 way valve: yang terdiri dari empat katup 2/2
d) Air operated 8 ways valve: terdiri dari 2 katup 4/2
e) Impulse generator: multi vibrator cycles
f) Vacuum generator with ejector
g) Steppler modules: untuk sequential control teste.
h) Command memory module: untuk start-up dengan signal input conditions.
Actuator dan Output
Actuator adalah bagian terakhir dari output suatu sistem kontrol pneumatik.
Output biasanya digunakan untuk mengidentifikasi suatu sistem kontrol ataupun
aktuator. Pada pneumatik, jenis aktuator ada bermacam-macam, diantaranya:
a) Aktuator gerakan linier:
- Single acting cylinder (silinder aksi tunggal)
10
- Double acting cylinder (silinder aksi ganda)
b) Aktuator gerakan berputar:
- Motor yang digerakkan oleh udara. Motor pneumatik adalah suatu
peralatan pneumatik yang menghasilkan gerakan putar yang sudut
putarnya tidak terbatas bila terhadap peralatan ini dialiri udara yang
dimampatkan. Ada 4 jenis motor pneumatik, yaitu piston motors, sliding
vane motors, gear motors, turbin.
- Aktuator yang berputar/gerakan putar.
11
BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Pengamatan
Variasi PB : 1% , 2%, 3% 5%
Variasi TI : 0,5 s ; 0,7s ; 1 s
12
Variasi TD : 5 s ; 10 s ; 15
3.2 Pembahasan
Pada percobaan kali ini menggunakan alat armfield PCT 40 control level. Pada
percobaan kali ini lebih pada pengamatan tanggapan alat dengan berbagai macam
atau jenis – jenis nilai P (proporsional), I (Integral), D (Derivative).
Pada dasarnya, prinsip percobaan kontrol level kali ini adalah berusaha mengatur
laju alir masuk dan laju alir keluar agar level pada bak operasi tetap pada level atau
keadaan yang diinginkan. Dalam praktikum kontrol, diharapkan agar sistem
pengendalian tersebut memiliki respon yang cepat, offset yang terjadi kecil, sehingga
errornya pun sekecil mungkin.
Pada percobaan ini yang bertindak sebagai control valve yaitu Hot Pump
Speed/Pneumatic dan proses variable yaitu level. Dari penggunaan sistem
pengendalian Proportional menghasilkan pengaruh jika Semakin besar Proportional
Band (PB) semakin cepat stabil tapi semakin jauh dari setpoint dan offset semakin
besar. Kemudian terhadap Integral time semakin besar nilai TI (Integral Time) maka
semakin besar jumlah pick sehingga semakin besar TI maka respon cenderung
semakin cepat serta terhadapa Derivative time yaitu semakin besar nilai TD maka
13
semakin cepat terjadinya kondisi konstan/tetap (settling time semakin cepat) dan
offset semakin kecil. Hal ini menyebabkan terjadi tanggapan osilasi teredam.
Dengan dilakukannya awal percobaan pengendalian terhadap Proportional Band
yang divariasikan (1%, 2%, 3%, 5%). Dari percobaan pertama variasi proportional
Band memberikan hasil tanggapan yang berbeda-beda. Pada nilai PB 1% hasilnya
yaitu tanggapan osilasi teredam yang jauh dari set point dan titak memberikan aksi
menuju set point, pada 2 % tidak stabil yang tidak memberi tanggapan, pada 3%
tanggapan teredam yang stabil dan pada 5% osilasi teredam. Mode pengendalian
yang baik ada pada PB 3%.
Integral Time yang divariasikan ( 0,5s, 0,7s, 1s) dan Proportional Band dibuat
konstan yaitu 3%. Dari ke tiga variasi didapatkan grafik bersosilasi kontinyu tetapi
yang paling stabil diantaranya yaitu Integral time 0,7s. Mode itu yang baik untuk
pengendalian selanjutnya.
Percobaan selanjutnya variasi terhadap nilai Derivatif time yaitu sebesar (5s,
10s, 15s). Dari percobaan pertama, PB 3%, TI 0,7s, TD 5s memberikan hasil
tanggapan osilasi kontinyu yang stabil, settling time yang cepa dan hampir
mendekati set point dengan offset 2. Kemudian pada percobaan kedua, PB 3%, TI
0,7s, TD 10s, memberikan hasil yang sama dengan percobaan kedua tetapi waktu
tanggapnya lebih lambat. Selanjutnya pada percobaan ketiga, PB 3%, TI 0,7s, TD
15s, memberikan tanggapan osilasi kontinyu diawal tetapi saat menit berikutnya
terjadi gangguan yang menyebabkan grafik tak stabil variabel prosesnya menjauhi
set point dan offsetnya besar.
Dari percobaan pengendalian ini yang paling akurat adalah percobaan dengan
mode pengendalian PB 3%, TI 0,7s, TD 5s. Hal ini dikarenakan pengendalian
tersebut menghasilkan pengendalian yang memiliki offset yang kecil dan terjadi pada
osilasi kontinyu yang stabil dan sehingga nilainya mendekati set point.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
Nilai pengendalian Proportional Band 3%, Integral Time 0,7s dan Derivative
Time 5s merupakan mode yang paling optimum dibandingkan mode lainnya,
karena memiliki offset kecil dan osilasi kontinyu yang stabil sehingga nilainya
mendekati set point.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. “Pneumatik dan Elektro Pneumatik”. http://www.reocities.com/al_dodi/kerja/kp4a.pdf. 24 April 2015. 10.33.
Eko Naryono, dkk. 1995. “Pengendalian Proses Kimia”. Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik.
Tim Penyusun Laboratorium Kontrol. 2015. “Penuntun Praktikum Laboratorium Kontrol”. Samarinda : Polnes.
16