25
Leukemia Limfositik Akut (LLA) R.Hakbar Rafsanjani Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta PENDAHULUAN Adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak- anak. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal 1

Leukemia Limfositik Akut

Embed Size (px)

Citation preview

Leukemia Limfositik Akut

(LLA)

R.Hakbar Rafsanjani

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

PENDAHULUAN

Adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal

berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan

sel-sel normal di dalam sumsum tulang.

LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini

merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun.

Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja

dan dewasa. Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi

limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu

menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa,

kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan

pertumbuhannya dan membelah diri.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

1

Telepon : 08569943774, Email : [email protected]

NIM : 10.2009.116, Kelompok : D8

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Bercak-bercak biru di kedua kakinya

Pada anamnesis ditanyakan :

Identitas

Keluhan

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga

Apakah sering kelelahan ?

Apakah ada nyeri pada sendi ?

Apakah berat badan menurun ?

Apakah demam ?

Apakah ada rasa penuh pada perut ?

Apakah tidak nafsu makan ?

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Tanda Vital.

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali,

limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA

ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan

yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi.

Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati.

Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan

penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu

pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali.

Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening

dan kadang-kadang priapismus.

2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hitung Darah Lengkap dan Apus Darah Tepi

Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis

(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada

umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blast pada hitung leukosit

bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit

kurang dari 25.000/mm3.

Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang

Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua

pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk

analisis histologi, sitogenetik, dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak

hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA

dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi

sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting

untuk evaluasi gambaran sitologi.

Sitokimia

Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak

dapat membedakan LLA dari Leukemi Mieloblastik Akut. Pada LLA, pewarnaan sudan black

dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim

sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat

dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-

ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas,

sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid schiff

(PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan

imunoperoksidase atau flow cytometry.

Biopsi Limpa

Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari

jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal.1

3

DIAGNOSIS KERJA : LEUKEMIA LIMFOBLASTIK/LIMFOSITIK AKUT (LLA)

Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun

1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk

hematopoetik.

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak

sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel

leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan

hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada

berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel

ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.

Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit

yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan kegagalan

sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.2

a. Sel Darah Putih b. Leukemia

Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya

komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan

4

penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa

pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.

Leukemia Limfositik/Limfoblastik Akut

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel

patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat

dalam) dan kegagalan organ.

LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden

LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak

akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum

tulang.

Klasifikasi Imunologi

Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL)-70%: common ALL (50%), nul

ALL, pre-B ALL

T-ALL (25%)

B-ALL (5%)

Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai antigen

permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL. Nul

cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL

5

merupakan penyakit yang jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai

limfoma agresif.

Klasifikasi Morfologi the French-American-British (FAB):

L1: Sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli yang

tidak jelas

L2: Sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti-

sitoplasma yang rendah

L3: Sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik

6

Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan tipe L1 paling sering

ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA kecuali sel B mempunyai ekspresi

yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT), suatu enzim nuklear yang

terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan imunoglobulin. Peningkatan ini

sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA

dicurigai.

DIAGNOSIS BANDING

A. Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan

penurunan selularitas sumsum tulang. Disebabkan:

a. Defek sel induk hematopoetik

b. Defek lingkungan mikro sumsum tulang

c. Proses imunologi

Kurang lebih 70% penderita anemia aplastik mempunyai penyebab yang tidak jelas,

dinamakan idiopatik. Defek sel induk yang didapat (acquired) diduga disebabkan oleh obat-

obat: busulfan, kloramfenikol, asetaminofen, klorpromazina, benzenebenzol, metildopa,

penisilin, streptomisin, sulfonamid dan lain-lain.

Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga sebagai berikut :

a. Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya (obat-obat

anti tumor)

7

b. Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga sebelumnya.

c. Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)

Microenvironment :

Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi,

pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture

mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin,

ternyata tidak mengalami penurunan.3

Cell Inhibitors :

Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-limfosit yang

menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada biakan.

B. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)

Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit

yang tidak normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia

dan diakhiri dengan kematian.

Leukemia adalah suatu kelompok neoplasma hematogenous yang muncul dari transformasi

sel-sel hematopoetik yang ganas, sel-sel leukemia berproliferasi terutama dalam sumsum

tulang dan jaringan limfoid, mengganggu hematopoisis dan immunitasi normal.

Leukemia mieloblastik akut adalah proliferasi sel-sel mieloid, akibat gagalnya sel-sel ganas

untuk matang lebih dari tahap mieloblastik atau promielosit.

Leukemia mieloblastik Akut adalah satu penyakit keganasan sumsum tulang yang

mempunyai tnada khas berupa gangguan diferensiasi sel-sel mieloid. Sel-sel leukemia ini

diblokade pada tahap maturasi menjadi bentuk yang bervariasi.

8

C. Idiopatic Trombositopeni Purpura

PTI merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan

trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem

retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari

Imunoglobulin G.

Trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000

mikroLiter) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi

prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit

biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering

dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang

disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik.

Autoantibodi yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75% pasien PTI.

Autoantibodi IgG antitrombosit ditemukan pada kurang lebih 50-85% pasien. IgA serum

ditemukan sesering IgG, dan hampir 50% kasus, kedua serotipe Ig tersebut ditemukan pada

pasien yang sama. IgM juga ditemukan pada sejumlah kecil pasien tetapi tidak pernah

sebagai autoantibodi tunggal.

D. Limfoma non Hodgkin

Adalah sekelompok keganasan yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya

menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan

adanya hubungan dengan virus.

9

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat

atau diseluruh tubuh , kelenjar membesar perlahan dan biasanya tidak nyeri.

Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil menyebabkan gangguan menelan,

pembesaran KGB jauh didalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan

menyebabkan: gangguan pernafasan, kurang nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut

pembengkakan tungkai.

Pada anak-anak gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma kedalam susm-sum tulang,

darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang, bukan pembesaran KGB.

Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis. Biasanya

yang membesar adalah KGB yang didalam yang menyebabkan: Pengumpulan cairan di

sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas, penekanan usus sehingga terjadi penurunan

nafsu makan atau muntyah, penyumbatan KGB sehingga terjadi penumpukan cairan.

ETIOLOGI

Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindroma

predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa

faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah : 1. Radiasi

Ionik. Orang-orang yang selamat dari ledakan bom Hiroshima dan Nagasaki mempunyai

resiko relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA; 2. Paparan dengan Benzene

kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia;

3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia diatas 60 tahun; 4. Obat kemoterapi;

5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA; 6. Pasien dengan sindroma

Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi LLA.

EPIDEMIOLOGI

Insiden LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15

tahun. Insiden puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada

perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar

untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai

resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

10

PATOGENESIS

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari

normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti

biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh

terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang

termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada

jaringan.4

Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang

terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan

angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur

termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua

kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah

dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami

gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali

melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).

Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel

membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum

tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.

Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah

bening, ginjal, dan otak.

11

GEJALA KLINIS

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan

kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-

sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di daerah

perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam

atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala

perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang

terjadi.

12

Gejala-gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan.5

Anemia; mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Anoreksia

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)

Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)

Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitits, atau sepsis. Penyebab yang

paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negatif usus, serta

berbagai spesies jamur.

Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,

perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.

Hepatomegali

Splenomegali

Limfadenopati

Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)

Leukemia sistem saraf pusat; nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi

intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf

VI dan VII.

Keterlibatan organ lain; testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil.

TERAPI

Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga

terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi

dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada

beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3

tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi :

Indikasi remisi

Intensifikasi atau konsolidasi

Profilaksis susunan saraf pusat

13

Pemeliharaan jangka panjang

Sebelum terapi dimulai harus diperhatikan hal-hal berikut dari pasien :

Metabolik

Hiperurisemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder dapat terjadi pada pasien dengan

jumlah sel leukemia yang sangat banyak. Hal ini memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi

urin, dan pemberian alupurinol untuk mencegah akumulasi asam urat.

Infeksi

Selain mielosupresi, terapi LLA dapat menekan imunitas seluler sehingga ada yang

memberikan pencegahan terhadap infeksi virus herpes dan Pneumocystitis carinii.

Hematologik

Batas untuk pemberian transfusi sel darah merah tergantung dari keadaan fisiologik pasien.

Transfusi sel darah merah harus dihindari pada pasien dengan hiperleukositosis karena dapat

meningkatkan secara mendadak viskositas darah dan mempresipitasi leukostasis.

Pada keadaan hiperleukositosis (leukosit >100.000/mm3) dilakukan leukoferesis atau

pemberian prednison selama 7 hari atau vinkristin sebelum terapi induksi remisi dimulai.

a. Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel

leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya

memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel

darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan

kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk

mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang

resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang

digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini

14

menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi

radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya

memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan

sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi

sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami

harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada

sumsum tulang dan SSP.

Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar

berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat

menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,

elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat

keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

Transplantasi Sumsum Tulang

Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi

sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu :

Kromosom Philadelphia

Perubahan susunan gen MLL

Hiperleukositosis

Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu

Pasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani

transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai.

Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia

dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan

15

keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk

mengatasi infeksi.6

KOMPLIKASI

Komplikasi  dibagi  menjadi  dua  macam  yaitu  akibat  dari  penyakitnya  sendiri dan akibat 

dari  pengobatan. Komplikasi dari  penyakit : Perdarahan akibat  dari trombositopenia yang 

sering berakibat  fatal apabila  terjadi  perdarahan otak. Infiltrasi sel  leukemia  ke otak pun

dapat  menyebabkan  gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial.

Komplikasi terapi adalah  terjadinya  gejala  akibat pemberian  kortikosteroid dalam jangka 

waktu  lama berupa : mooface. hipertensi, osteoporosis , diabetes , gangguan  keseimbangan 

elektrolit dan  masking effect terhadap adanya  infeksi. Komplikasi akibat  pemberian  terapi 

dengan terapi  dengan  antimetabolik menimbulkan  ulserasi  traktus  digestivus  sehingga 

mengakibatkan lebih  mudah infiltrasi dengan berbagai  macam  bakteri  dan  jamur.

PENCEGAHAN

Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu

penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.

- Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan

medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan

menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian

atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik

radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.

- Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene dan zat aditif

serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi

mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari

paparan langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.

- Mengurangi frekuensi merokok

16

Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti atau

mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh merokok.45 Dapat

dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan

kanker termasuk leukemia (LMA).

- Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah. Pemeriksaan ini

memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai. Apabila masing-masing

pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita

sindrom Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli

hematologi. Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera

menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan

dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.

PROGNOSIS

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan

setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan

setelah menjalani kemoterapi awal.

Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan

tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki

prognosis paling baik.7

Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL

darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang memiliki

jumlah sel darah putih lebih banyak.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Permono, Bambang dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Ikatan Dokter

Anak Indonesia.

18

2. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI. 563-564. 2001.

3. Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, Jakarta. hal 637-639

4. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia,

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta

5. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic

Leukemia. In Hoffman ed : Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churchill

Livingstone Inc. 2000, pp 1070-76.

6. Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, Jakarta. hal 738-741

7. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood 2nd ed. Philadelphia : WB

Saunders, 2000 : 979.

19