Upload
rh-rafsanjany
View
76
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Leukemia Limfositik Akut
(LLA)
R.Hakbar Rafsanjani
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta
PENDAHULUAN
Adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan
sel-sel normal di dalam sumsum tulang.
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini
merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun.
Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja
dan dewasa. Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi
limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu
menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa,
kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan
pertumbuhannya dan membelah diri.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
1
Telepon : 08569943774, Email : [email protected]
NIM : 10.2009.116, Kelompok : D8
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bercak-bercak biru di kedua kakinya
Pada anamnesis ditanyakan :
Identitas
Keluhan
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Apakah sering kelelahan ?
Apakah ada nyeri pada sendi ?
Apakah berat badan menurun ?
Apakah demam ?
Apakah ada rasa penuh pada perut ?
Apakah tidak nafsu makan ?
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Tanda Vital.
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali,
limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA
ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan
yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi.
Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan
penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu
pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali.
Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening
dan kadang-kadang priapismus.
2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung Darah Lengkap dan Apus Darah Tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis
(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada
umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blast pada hitung leukosit
bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit
kurang dari 25.000/mm3.
Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua
pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk
analisis histologi, sitogenetik, dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak
hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA
dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi
sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting
untuk evaluasi gambaran sitologi.
Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak
dapat membedakan LLA dari Leukemi Mieloblastik Akut. Pada LLA, pewarnaan sudan black
dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim
sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat
dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-
ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas,
sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid schiff
(PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan
imunoperoksidase atau flow cytometry.
Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal.1
3
DIAGNOSIS KERJA : LEUKEMIA LIMFOBLASTIK/LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun
1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak
sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel
leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan
hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel
ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit
yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan kegagalan
sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.2
a. Sel Darah Putih b. Leukemia
Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
4
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa
pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
Leukemia Limfositik/Limfoblastik Akut
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat
dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden
LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak
akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang.
Klasifikasi Imunologi
Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL)-70%: common ALL (50%), nul
ALL, pre-B ALL
T-ALL (25%)
B-ALL (5%)
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai antigen
permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL. Nul
cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL
5
merupakan penyakit yang jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai
limfoma agresif.
Klasifikasi Morfologi the French-American-British (FAB):
L1: Sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli yang
tidak jelas
L2: Sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti-
sitoplasma yang rendah
L3: Sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik
6
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan tipe L1 paling sering
ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA kecuali sel B mempunyai ekspresi
yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT), suatu enzim nuklear yang
terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan imunoglobulin. Peningkatan ini
sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA
dicurigai.
DIAGNOSIS BANDING
A. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan
penurunan selularitas sumsum tulang. Disebabkan:
a. Defek sel induk hematopoetik
b. Defek lingkungan mikro sumsum tulang
c. Proses imunologi
Kurang lebih 70% penderita anemia aplastik mempunyai penyebab yang tidak jelas,
dinamakan idiopatik. Defek sel induk yang didapat (acquired) diduga disebabkan oleh obat-
obat: busulfan, kloramfenikol, asetaminofen, klorpromazina, benzenebenzol, metildopa,
penisilin, streptomisin, sulfonamid dan lain-lain.
Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga sebagai berikut :
a. Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya (obat-obat
anti tumor)
7
b. Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga sebelumnya.
c. Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
Microenvironment :
Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi,
pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture
mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin,
ternyata tidak mengalami penurunan.3
Cell Inhibitors :
Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-limfosit yang
menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada biakan.
B. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit
yang tidak normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia
dan diakhiri dengan kematian.
Leukemia adalah suatu kelompok neoplasma hematogenous yang muncul dari transformasi
sel-sel hematopoetik yang ganas, sel-sel leukemia berproliferasi terutama dalam sumsum
tulang dan jaringan limfoid, mengganggu hematopoisis dan immunitasi normal.
Leukemia mieloblastik akut adalah proliferasi sel-sel mieloid, akibat gagalnya sel-sel ganas
untuk matang lebih dari tahap mieloblastik atau promielosit.
Leukemia mieloblastik Akut adalah satu penyakit keganasan sumsum tulang yang
mempunyai tnada khas berupa gangguan diferensiasi sel-sel mieloid. Sel-sel leukemia ini
diblokade pada tahap maturasi menjadi bentuk yang bervariasi.
8
C. Idiopatic Trombositopeni Purpura
PTI merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Imunoglobulin G.
Trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000
mikroLiter) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit
biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering
dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang
disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik.
Autoantibodi yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75% pasien PTI.
Autoantibodi IgG antitrombosit ditemukan pada kurang lebih 50-85% pasien. IgA serum
ditemukan sesering IgG, dan hampir 50% kasus, kedua serotipe Ig tersebut ditemukan pada
pasien yang sama. IgM juga ditemukan pada sejumlah kecil pasien tetapi tidak pernah
sebagai autoantibodi tunggal.
D. Limfoma non Hodgkin
Adalah sekelompok keganasan yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya
menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan
adanya hubungan dengan virus.
9
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
atau diseluruh tubuh , kelenjar membesar perlahan dan biasanya tidak nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil menyebabkan gangguan menelan,
pembesaran KGB jauh didalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan
menyebabkan: gangguan pernafasan, kurang nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut
pembengkakan tungkai.
Pada anak-anak gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma kedalam susm-sum tulang,
darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang, bukan pembesaran KGB.
Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis. Biasanya
yang membesar adalah KGB yang didalam yang menyebabkan: Pengumpulan cairan di
sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas, penekanan usus sehingga terjadi penurunan
nafsu makan atau muntyah, penyumbatan KGB sehingga terjadi penumpukan cairan.
ETIOLOGI
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindroma
predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa
faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah : 1. Radiasi
Ionik. Orang-orang yang selamat dari ledakan bom Hiroshima dan Nagasaki mempunyai
resiko relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA; 2. Paparan dengan Benzene
kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia;
3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia diatas 60 tahun; 4. Obat kemoterapi;
5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA; 6. Pasien dengan sindroma
Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi LLA.
EPIDEMIOLOGI
Insiden LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15
tahun. Insiden puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada
perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar
untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai
resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
10
PATOGENESIS
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari
normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.4
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang
terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan
angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur
termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua
kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali
melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.
Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak.
11
GEJALA KLINIS
Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-
sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di daerah
perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam
atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala
perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang
terjadi.
12
Gejala-gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan.5
Anemia; mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
Anoreksia
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)
Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)
Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitits, atau sepsis. Penyebab yang
paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negatif usus, serta
berbagai spesies jamur.
Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.
Hepatomegali
Splenomegali
Limfadenopati
Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)
Leukemia sistem saraf pusat; nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf
VI dan VII.
Keterlibatan organ lain; testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil.
TERAPI
Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga
terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi
dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada
beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3
tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi :
Indikasi remisi
Intensifikasi atau konsolidasi
Profilaksis susunan saraf pusat
13
Pemeliharaan jangka panjang
Sebelum terapi dimulai harus diperhatikan hal-hal berikut dari pasien :
Metabolik
Hiperurisemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder dapat terjadi pada pasien dengan
jumlah sel leukemia yang sangat banyak. Hal ini memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi
urin, dan pemberian alupurinol untuk mencegah akumulasi asam urat.
Infeksi
Selain mielosupresi, terapi LLA dapat menekan imunitas seluler sehingga ada yang
memberikan pencegahan terhadap infeksi virus herpes dan Pneumocystitis carinii.
Hematologik
Batas untuk pemberian transfusi sel darah merah tergantung dari keadaan fisiologik pasien.
Transfusi sel darah merah harus dihindari pada pasien dengan hiperleukositosis karena dapat
meningkatkan secara mendadak viskositas darah dan mempresipitasi leukostasis.
Pada keadaan hiperleukositosis (leukosit >100.000/mm3) dilakukan leukoferesis atau
pemberian prednison selama 7 hari atau vinkristin sebelum terapi induksi remisi dimulai.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini
14
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi
radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan
sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi
sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada
sumsum tulang dan SSP.
Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
Transplantasi Sumsum Tulang
Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi
sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu :
Kromosom Philadelphia
Perubahan susunan gen MLL
Hiperleukositosis
Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu
Pasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani
transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai.
Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
15
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.6
KOMPLIKASI
Komplikasi dibagi menjadi dua macam yaitu akibat dari penyakitnya sendiri dan akibat
dari pengobatan. Komplikasi dari penyakit : Perdarahan akibat dari trombositopenia yang
sering berakibat fatal apabila terjadi perdarahan otak. Infiltrasi sel leukemia ke otak pun
dapat menyebabkan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial.
Komplikasi terapi adalah terjadinya gejala akibat pemberian kortikosteroid dalam jangka
waktu lama berupa : mooface. hipertensi, osteoporosis , diabetes , gangguan keseimbangan
elektrolit dan masking effect terhadap adanya infeksi. Komplikasi akibat pemberian terapi
dengan terapi dengan antimetabolik menimbulkan ulserasi traktus digestivus sehingga
mengakibatkan lebih mudah infiltrasi dengan berbagai macam bakteri dan jamur.
PENCEGAHAN
Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu
penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
- Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan
medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan
menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian
atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik
radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.
- Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene dan zat aditif
serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi
mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari
paparan langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.
- Mengurangi frekuensi merokok
16
Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti atau
mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh merokok.45 Dapat
dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan
kanker termasuk leukemia (LMA).
- Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah. Pemeriksaan ini
memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai. Apabila masing-masing
pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita
sindrom Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli
hematologi. Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera
menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan
dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.
PROGNOSIS
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan
setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan
setelah menjalani kemoterapi awal.
Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan
tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki
prognosis paling baik.7
Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL
darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang memiliki
jumlah sel darah putih lebih banyak.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono, Bambang dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
18
2. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 563-564. 2001.
3. Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta. hal 637-639
4. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia,
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
5. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic
Leukemia. In Hoffman ed : Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churchill
Livingstone Inc. 2000, pp 1070-76.
6. Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta. hal 738-741
7. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood 2nd ed. Philadelphia : WB
Saunders, 2000 : 979.
19