83
LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MUAWWIDZATAYN ANALISIS STRUKTURAL FERDINAND DE SAUSSURE Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Desi Aryani NIM: 11140340000116 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

LEMBAR JUDUL

SEMIOTIKA SURAH AL-MU‘AWWIDZATAYN

ANALISIS STRUKTURAL FERDINAND DE SAUSSURE

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Desi Aryani

NIM: 11140340000116

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,
Page 3: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,
Page 4: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,
Page 5: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

v

LEMBAR PENGESAHAN PAN

ABSTRAK

Desi Aryani

Semiotika Surah Al-Mu‘awwidztayn; Analisis Struktural Ferdinand De

Saussure

Dalam kalangan umat muslim surah al-Mu„awwidzatayn adalah dua surah

yang sebagian besar umat Islam hafal dan sering dibaca dalam wiridan maupun

dalam sholat. Surah al-Mu„awwidztayn terdiri dari surah al-Falaq dan surah al-

Nâs, kedua surah tersebut dinamakan surah al-Mu„awwidzatayn karena

merupakan dua surah yang sama-sama membahas mengenai perlindungan.

Penelitian dalam skripsi ini berkisar pada surah al-Mu„awwidzatayn (Q.S al-Falaq

dan Q.S al-Nâs). Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika struktural

Ferdinand de Saussure yang terdiri dari empat metode yaitu penanda-petanda,

langue-parole, sinkronik-diakronik, sintagmatik-paradigmatik, yang pada intinya

ingin menerapkan pendekatan semiotika pada al-Qur‟an, dan ingin mengetahui

pesan yang terdapat dalam surah al-Mu„awwidzatayn apabila diteliti

menggunakan pendekatan semiotika struktural Ferdinand de Saussure. Surah al-

Mu„awwidztayn yaitu surah al-Falaq dan surah al-Nâs merupakan dua surah yang

membahas mengenai perlindungan, perintah memohon perlindungan kepada

Allah. Dalam surah al-Falaq Allah menyebutkan manusia diperintahkan untuk

berlindung kepada Allah dari empat hal yaitu, apa-apa yang Allah telah ciptakan,

malam apabila telah gelap gulita, dari kejahatan penyihir yang meniup pada

buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia telah dengki.

Kemudian dalam surah Al-Nâs Allah memerintahkan manusia untuk berlindung

kepada Allah dari kejahatan bisikan-bisikan yang ada dalam dada manusia. Empat

hal kejahatan yang terdapat dalam surah al-Falaq merupakan kejahatan yang

menimpa manusia dari faktor eksternal, sedangkan satu hal kejahatan yang

terdapat dalam surah al-Nâs merupakan suatu kejahatan yang menimpa manusia

dari faktor internal. Dalam surah al-Falaq Allah menyebutkan namanya hanya

satu kali, sedangkan dalam surah al-Nâs Allah menyebutkan namanya hingga tiga

kali, hal tersebut menunjukkan bahwa melindungi diri dari kejahatan yang ada

dalam diri sendiri lebih sulit dibandingkan melindungi diri dari kejahatan-

kejahatan yang timbul dari luar. Karena kejahatan yang ada dalam diri sendiri,

ada dimanapun manusia berada, sedangkan kejahatan dari luar diri, masih ada cara

untuk mennghindarinya agar tidak bertemu.

Kata Kunci : Al-Mu„awwidzatayn, Al-Falaq, Al-Nâs, Semiotika, Ferdinand De

Saussure

Page 6: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk,

taufik, cahaya ilmu dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat terwujud

dengan judul “Semiotika Surah Al-Mu„awwidztayn : Analisis Struktural

Ferdinand de Saussure”. Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat dalam

penyelesaian pendidikan pada Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari dari kesempurnaan, untuk itu

penulis akan menerima dengan senang hati semua koreksi dan saran-saran demi

untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Pada dasarnya skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak

yang turut memberikan andil, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik

moril ataupun material. Maka, sepatutnya peneliti mengucapkan rasa syukur,

terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada

1. Kedua orang tua (bapak Endang dan ibu Maesaroh) penulis yang tiada

henti-hentinya memberikan dukungan, kasih sayang, do‟a yang tulus, serta

nasihat kepada penulis agar selalu menjadi sosok yang kuat dan sabar

dalam menghadapi hidup.

2. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

vii

4. Ibu Dr. Lilik. Ummi Kaltsum, M.A, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.

5. Dosen pembimbing skripsi penulis, Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A, yang

senantiasa membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi kepada

penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

6. Dosen penasehat akademik, Bapak Kusmana, P.hd, yang banyak memberi

masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, yang dengan tulus

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Para staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ushuluddin. Terimaksih

atas referensi yang ada sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada abi Bahrudin dan umi Tuti Rosmaya selaku pimpinan pondok

pesantren Daar El-Hikam, yang dengan tulus memberikan ilmu dan selalu

memberikan dukungan kepada penulis.

10. Teman-teman di pondok pesantren Daar El-Hikam, khususnya angkatan

2014 di antaranya adalah Aisyah, Farikha, lismaya, Adam, Ari, Zein dan

mereka yang tidak bisa disebutkan satu per-satu disini yang telah

memberikan hari-hari lebih berwarna dan saling memberikan motivasi satu

sama lain.

11. Pengurus ISDAH 2017-2018 dan 2018-2019 yang telah mengajarkan

penulis memiliki rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas.

Page 8: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

viii

12. Teman-teman satu jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir yang senantiasa

menemani penulis dalam menimba ilmu pengetahuan di Kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Di antaranya yaitu Tria, Riah, Evi, Ditha,

Zizah, Teti dan mereka yang tidak dapat disebutkan satu persatu di sini.

Berjumpa dengan kalian adalah sesuatu yang akan selalu terkenang.

Terima kasih telah menemani hari-hariku dalam menimba ilmu dan

semoga tuhan selalu menemani kita semua dalam segala hal.

Page 9: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................................. 1

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN PAN ..................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN DAN TABEL ................................................................................... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 5

E. Metode Penelitian ................................................................................................... 6

F. Kajian Pustaka ........................................................................................................ 8

BAB II SEMIOTIKA STRUKTURAL DAN FERDINAND DE SAUSSURE ......... 13

A. Pengertian dan Ruang Lingkup ............................................................................. 13

B. Sejarah Perkembangan .......................................................................................... 16

C. Ferdinand de Saussure .......................................................................................... 18

D. Analisis Struktural Ferdinand de Saussure ........................................................... 20

BAB III TINJAUAN UMUM SURAH Al- MU‘AWWIDZATAYN DAN

PENAFSIRANNYA ........................................................................................................ 28

A. Tinjauan Umum Surat Al-Mu„awwidzatayn ......................................................... 29

B. Penafsiran Surat Al-Mu„awwidzatayn .................................................................. 32

BAB IV PESAN SEMIOTIKA SURAT Al-MU‘AWWIDZATAYN ......................... 53

A. Parole .................................................................................................................... 53

B. Sintagmatik ........................................................................................................... 54

C. Penanda – Petanda ................................................................................................ 56

D. Paradigmatik ......................................................................................................... 59

Page 10: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

x

E. Langue................................................................................................................... 62

BAB V PENUTUP .......................................................................................................... 66

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 66

B. Saran ..................................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 68

Page 11: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

xi

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

A. Daftar Tabel

Tabel 2.1 Analisis Sintagmati dan Paradigmatik pada jumlah fi‟liyah 25

Tabel 2.1 Analisis Sintagmati dan Paradigmatik pada jumlah Ismiyah 26

Tabel 4.1 Analisis Sintagmatik Pada Surah Al-Falaq 55

Tabel 4.2 Analisis Sintagmatik Pada Surah Al-Nâs 56

Tabel 4.3 Pengaplikasian Penanda dan Petanda 57

B. Daftar Bagan

Bagan 4.1 Analisis Paradigmatik Surah Al-Falaq 60

Bagan 4.2 Analisis Paradigmatik Surah Al-Nâs 61

Bagan 4.3 Analisis Langue Surah Al-Falaq 62

Bagan 4.4 Analisis Langue Surah Al-Nâs 63

Bagan 4.5 Analisis Langue Surah Al-Nâs 64

Page 12: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transeliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku pedoman penulis skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman

Akademik Program Strata 1 tahun 2014/2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

H H dengan garis bawah ح

Kh Ka dan ha خ

D De د

Dz De dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan ye ش

S Es dengan garis bawah ص

Ḏ De dengan garis bawah ض

Ṯ Te dengan garis bawah ط

Ẕet Zet dengan garis bawah ظ

„ عKoma berbalik keatas,

menghadap kekanan

Gh Ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

Page 13: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

xiii

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ‟ ء

Y Ye ي

b. Vocal

Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal dalam bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

A Fatẖah

I Kasroh

U Ḏhommah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i أي

au a dan u أو

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harokat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

tâ a dengan topi di atas حا

tî i dengan topi di atas ح

tû u dengan topi di atas حو

Page 14: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. Suatu mukjizat yang dapat disaksikan oleh seluruh umat

manusia sepanjang masa, karena Nabi diutus oleh Allah untuk keselamatan

manusia di mana dan di masa apapun mereka berada. Salah satu kemukjizatan Al-

Qur‟an yang sering diperbincangkan ialah dalam hal kebahasan, karena bahasa

yang digunakan oleh al-Qur‟an sangat tinggi kesusastraannya. Selain itu ia

mampu menempatkan kata sesuai dengan keadaan dan ketentuan yang sangat

tepat. Suatu kata yang diungkapkan al-Qur‟an mempunyai timbangan atau

maksud tersendiri, sehingga satu kata mempunyai makna yang bervariasi sesuai

pada kalimat apa kata tersebut ditempatkan.1

Al-Qur‟an merupakan ujaran wahyu yang terkodifikasikan dalam bentuk

teks. Teks-teks tersebut merupakan sekumpulan tanda-tanda bersistem yang

mengandung pesan-pesan dari Allah Swt, untuk disampaikan kepada manusia.

Peran al-Qur‟an dalam peradaban umat Islam sangat besar. Oleh sebab itu Nasr

Hamid Abu Zaid mengatakan bahwa Islam merupakan peradaban teks.2

Al-Qur‟an dengan bahasa Arab di dalamnya memiliki sistem tanda yang

menarik untuk dikaji. Pandangan seperti ini menganggap bahwa al-Qur‟an adalah

dunia tanda, sehingga untuk menemukan meaning (arti) dan significance (makna)

1 Zainal Abidin, Seluk Beluk Al-Qur‟an (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 100.

2 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nass : Dirasah fî Ulum al-Qur‟an (Beriut: Markaz

al-Tsaqafi al-Araby, 1996), h. 9.

Page 15: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

2

sistem tanda yang ada di dalamnya harus dikaji. Konsep-konsep yang ada di balik

sistem tanda pada bahasa al-Qur‟an dicari dengan meneliti pola hubungan antara

penanda dan petanda yang ada. Meskipun demikian ada catatan penting yang

perlu diketahui, karena bahasa al-Qur‟an memiliki kekhasan sendiri. Bahasa al-

Qur‟an merupakan bahasa agama yang memiliki banyak istilah-istilah atau

ungkapan-ungkapan metafisik.3 Misal, kata al-Khannâs berarti tersembunyi. Kata

al-Khannâs ini memiliki arti dan makna yang beragam.

Karena al-Qur‟an sebagai dunia tanda, oleh karena itu penulis ingin

mengaitkan al-Qur‟an dengan menggunakan metode semiotika, yang mana

semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Sedangkan menurut Lechte, semiotika adalah teori tentang tanda dan penanda.4

Semiotika dalam kamus Sastra Arab seperti kamus Musṭahât al-Adab karya Majdi

Wahbah disebut dengan „ilmu al-„alâmât atau ilmu tanda.5 Kata “semiotika” itu

sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” atau seme yang

berarti “penafsir tanda”.6

Dari sekian banyak ayat-ayat dalam al-Qur‟an yang harus dipahami, salah

satunya ialah ayat mengenai perlindungan diri, yang terdapat pada surah al-Nâs

dan al-Falaq . Dalam Tafsir Al-Misbâh surah al-Falaq dan al-Nâs dinamai dengan

surah al-Mu„awwidzatayn. Nama itu terambil dari kata kedua surah tersebut yang

menggunakan kata A„ûdzu yang berarti aku berlindung, sehingga al-

Mu„awwidzatayn berarti dua surah yang menuntun pembacanya kepada tempat

3 Ali Imron, Semiotika Al-Qur‟an: Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf

(Yogyakarta: Teras, 2011), Cet. Ke-1, h. 4. 4 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung ; PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet ke-

4, h. 15-16. 5 Sukron Kamil, Najib Mahfuz (Jakarta; PT. Dian Rakyat, 2013), Cet ke-3, h. 96.

6 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 16.

Page 16: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

3

perlindungan. Para ulama menamai surah al-Falaq dengan surah al-

Mu„awwidzatayn al-Ulâ (yang pertama), dan surah al-Nâs dengan surah al-

Mu„awwidzatayn ats-Tsâniyah (yang kedua). Tema utama surah ini ialah

pengajaran untuk menyandarkan diri dan memohon perlindungan hanya kepada

Allah dalam menghadapi aneka kejahatan. 7

Dua surah tersebut tidaklah asing di kalangan masyarakat muslim, karena

banyak dari kalangan masyarakat muslim yang menjadikan surah tersebut sebagai

wiridan di pagi hari dan juga biasa dibaca ketika hendak tidur.8 Hal tersebut

merupakan salah satu bentuk bacaan yang percayai oleh mayoritas umat Islam

ketika memohon perlindungan kepada Allah dari segala macam bahaya yang ada.

Pada penulisan skripsi ini, penulis ingin mengaplikasikan al-qur‟an

menggunakan metode barat, yaitu menggunakan metode semiotika. Karena

apabila hanya dikaji dengan menggunakan metode tematik belum terlihat jelas

pesan yang terdapat pada surah al-Mu„awwidzatayn. Seperti dalam skripsi Saiful

Fajar yang membahas mengenai Konsep Syaitân dalam Al-Qur‟an dengan

menggunakan metode semantik Toshihiko Izutsu. Kata syaitân apabila hanya

dikaji menggunakan metode maudhu‟i tidak terlihat makna dasarnya apa, dan kata

tersebut digunakan untuk apa saja. Akan tetapi setelah dikaji menggunakan

metode semantik Thosihiko Izutsu terlihat bahwa makna dasar kata syaitân adalah

jauh, kemudian kata syaitân digunakan sebagai kosakata yang senantiasa

bermakna buruk untuk manusia, yaitu menjauhkan manusia dari menyembah

Allah Swt, mengganggu diri manusia, dan menjadikan manusia saling

7 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbâh Pesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,

2007), h. 619-620 8 Chodjim, An-Nās, h. 13.

Page 17: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

4

bermusuhan,9 apabila hanya menggunakan metode maudhu‟i saja tidak akan ada

kesimpulan seperti itu, oleh karena itu penulis ingin menggunakan metode

semiotika untuk mengkaji makna dan pesan yang terdapat pada surah al-

Mu„awwizdayn.

Dari sekian banyak pemikiran tokoh semiotika, teori-teori semiologi

Ferdinand de Saussure dipandang sesuai untuk diaplikasikan dalam penafsiran

surah Al-Mu„awwidzatayn, karena Saussure dikenal dengan metode strukturalnya,

oleh karena itu untuk mengetahui struktur yang terdapat pada surah Al-

Mu„awwidzatayn penulis menggunakan metode struktural Ferdinand De Saussure.

Selain itu juga penulis terbantu untuk memahami tanda pada surah Al-

Mu„awwidzatayn dari sisi dalam (makna internal dari surah al-Mu„awwidzatayn),

kemudian pembaca diarahkan untuk bisa memahami hubungan makna internal

dengan kontekstualisasi dan penggunaan makna tersebut pada realitas. Oleh

karena itu penulis mengangkat judul “SEMIOTIKA SURAH AL-

MU„AWWiDZATAYN: ANALISIS STRUKTURAL FERDINAND DE

SAUSSURE”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini terfokus pada tema yang diharapkan,

maka penulis membatasi rumusan masalah yang menjadi fokus utama yaitu, apa

makna dan pesan surah al-Mu„awwidzatayn (QS. Al-Falaq dan QS.An-Nâs)

apabila dianalisis dengan perspektif struktural Ferdinand de Saussure?

9 Saiful Fajar, “Konsep Syaitân dalam Al-Qur’an: Kajian Semantik Toshihiko Izutsu” Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.

Page 18: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

5

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguraikan makna dan pesan pada surah al-Mu„awwidzatayn.

2. Menjelaskan struktur yang terdapat pada surah al-Mu„awwidzatayn dengan

menggunakan semiotika struktural Ferdinand de Saussure.

D. Manfaat Penelitian

Secara akademik, penelitian ini bermanfaat untuk melengkapi hasil

peneliatian Zamzam Afandi dalam mengkaji Relasi Jin dan Al-Ins dengan

menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu,10

dan menguatkan pendapat

para ulama yang mengatakan bahwa surah Al-Falaq dan Al-Nâs disebut dengan

surah Al-Mu„awwidzatayn, yaitu dua surah yang membahas mengenai

perlindungan.11

Secara praktis, kesimpulan penelitian ini dapat menjadi bagian dari bahan

ajar pada mata kuliah Pendekatan Modern, Hermeuneutika dan Semiotika serta

dapat menjadi perbandingan terhadap penelitian-penelitian berikutnya khususnya

penelitian yang menggunakan metode semiotika Ferdinand De Saussure.

Penelitian ini juga, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menunjukkan

pentingnya kajian bahasa dalam proses penafsiran, sehingga Fakultas Ushuluddin

khususnya studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, dapat memberikan tempat yang

semestinyadalam pengajaran mata kuliah linguistik.

10

Zamzam Afandi dan Ja‟far Shodiq, “Relasi Jin dan Al-Ins dalam Al-Qur‟an: Kajian

Semantik Toshihiko Izutsu” (Ihya‟ „Ulum al-Din, 19 Februari, 2018) . 11

Beberapa ulama tafsir yang codong pada pendapat ini adalah Ibnu Katsir, Al-Qurṯubi,

Buya Hamka dan Muhammad Abduh.

Page 19: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

6

E. Metode Penelitian

1. Metode dan Pendekatan

Pendekatan ini menggunakan metode analitik dalam membahas data-data,

dengan pendekatannya adalah semiotika Ferdinand de Saussure, yang mana ia

tidak mencakup tanda-tanda yang nonlinguistik. Pengaruh Saussure sangat kuat,

terutama pada tradisi penelitian semiologi-strukturalis.12

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan

data-data kepustakaan (library research), karena yang menjadi objek utama dalam

penelitian ini adalah penafsiran atas teks al-Qur‟an. Penulis akan menggunakan

teori semiotika Ferdinand De Saussure dalam menganalisis bangunan struktur teks

surah al-Mu„awwidzatayn. Maksudnya konsentrasi penelitian ini adalah untuk

mendapatkan dan mengelola data-data pustaka, baik berbentuk buku, jurnal,

maupun artikel yang berhubungan dengan teori-teori strukturalisme dan semiologi

yang nantinya akan digunakan dalam menafsirkan teks surah al-Mu„awwidzatayn

tersebut.

3. Sumber Data

Data primer dalam penulisan skripsi ini adalah al-Qur‟an yaitu pada surah

al-Mu„awwidzatayn (surah al-Nâs dan al-Falaq). Sedangkan data sekundernya

adalah kitab-kitab Tafsir, dan buku-buku serta jurnal yang membahas mengenai

surah al-Mu„awwidzatayn dan semiotika.

Untuk panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman

Akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

12

Okke K.S. Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra (Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 7.

Page 20: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

7

2014/2015 Program Strata 1, yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik

dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin. Mengenai transliterasinya

dalam penulisan skripsi ini mengacu pada transliterasi berdasarkan pada Pedoman

Akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2014/2015 Program Strata 1.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode

dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data dari sumber-sumber bahan atau

kepustakaan yang berkaitan dengan tema penelitian ini.

5. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data-data yang telah didapatkan dan dikumpulkan

akan diolah atau diproses sebagaimana berikut:

a. Deskripsi

Menguraikan data berupa ayat-ayat al-Qur‟an, yaitu surah al-

Mu„awwidzatayn yang terdiri dari surah al-Falaq dan al-Nâs.

b. Analisis

Tahapan analisis dalam metode semiotika dalam penelitian ini dilakukan

dengan beberapa langkah, yaitu pertama menulis surah al-Mu„awwidzatayn pada

skripsi penulis di bab 4 karena surah tersebut disebut sebagai parole. Tahap kedua,

penulis menganalisis sintagmatik yaitu mencari subjek, predikat dan objek akan

Page 21: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

8

tetapi jika dalam al-Qur‟an yang dicari ialah yang menjadi fi„il, fâ„il dan maf„ûl.

Tahap ketiga, penulis mencari tanda yang terdapat pada surah al-Mu„awwidzatayn

dan mengaplikasikan petanda menggunakan kamus dan tafsiran-tafsiran pada bab

3. Tahap keempat, mengaplikasikan metode paradigmatik dengan mencari kata-

kata yang mempunyai kedudukan yang sama. Tahap kelima, penulis

menggabungkan metode sintagmatik dan paradigmatik kemudian menjadi langue

sehingga dapat disimpulkan apa pesan yang terdapat pada surah al-

Mu„awwidztayn.

F. Kajian Pustaka

Kajian mengenai surah al-Mu„awwidzatayn dan semiotika, sudah banyak

dilakukan oleh para sarjana sebelumnya. Buku-buku yang membahas tentang

semiotika di antaranya buku yang berjudul Al-Falaq dan Al-Nas yang ditulis oleh

Achmad Chodim di dalamnya menjelaskan bahwa dalam surah al-Falaq terdapat

empat hal kejahatan dan pada surah al-Nâs terdapat satu hal kejahatan, untuk

menjauhi kejahatan tersebut manusia diperintahkan untuk berlindung kepada

Allah.

Kemudian skripsi yang berjudul Relasi Jin dan Al-Ins Dalam Al-Qur‟an:

Kajian Semantik Thosihiko Izutsu yang ditulis oleh Zamzam Afandi. Menurut

Zamzam mengenai relasi antara jinn dan al-ins dalam al-Qur‟an, disebutkan

bahwa jin dan manusia adalah benar-benar makhluk Allah yang diciptakan dari

unsur yang berbeda. Kesimpulan dari skripsi Zamzam bahwa jin dan ins bisa

diartikan syaitân, karena jin dan manusia termasuk kedalam golongan syaitân.13

13

Zamzam Afandi dan Ja‟far Shodiq, “Relasi Jin dan Al-Ins dalam Al-Qur‟an: Kajian

Semantik Toshihiko Izutsu” (Ihya‟ „Ulum al-Din, 19 Februari, 2018) .

Page 22: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

9

Buku yang berjudul Semiotika Al-Qur‟an Metode dan Aplikasi Terhadap

Kisah Yusuf yang ditulis oleh Ali Imron. Dalam karyanya tersebut, ia menjelaskan

teori semiotika dengan al-Qur‟an. Penulis memilih kisah nabi Yusuf a.s. dalam al-

Qur‟an sebagai objek material kajiannya. Sedangkan objek formalnya adalah

analisis semiotik terhadap kisah nabi Yusuf a.s. dan pesan-pesan yang terkandung

di dalamnya. Secara garis besar kajian ini akan menjawab pertanyaan tentang

bagaimana penerapan anallisis semiotika al-Qur‟an kisah nabi Yusuf a.s.,

sekaligus mencari pesan-pesan yang hendak disampaikan al-Qur‟an melalui kisah

nabi Yusuf a.s. melalui ideologi-ideologi yang dibangun.14

Sementara itu, karya ilmiah berupa skripsi S1 mengenai semiotik adalah

“Relevansi Semiotika dalam Kajian Tafsir Kontemporer” yang ditulis Luthfi

Firdaus. Dalam karyanya tersebut, ia menjelaskan teori semiotik dan para

tokohnya serta kemungkinan penerapannya dalam kajian tafsir kontemporer

sebagai alternatif penafsiran al-Qur‟an. Menurutnya, semiotika sangat relevan

dengan kajian al-Qur‟an. Luthfi mengambil kesimpulan bahwa semiotika solusi

bagi penafsiran yang bersifat artificial dan letterlux, karena proses penafsiran

semiotika melalui historisitas teks.15

Skripsi lain yang juga mengangkat tema yang sama adalah karya Rony

Subayu dengan judul “al-Qur‟an Sebagai Narasi Mistis : Konsep Mitos Roland

Barthes sebagai Metode Penafsiran al-Qur‟an”. Dalam skripsinya tersebut, ia

menggunnakan mitologi Roland Barthes untuk menafsirkan al-Qur‟an dan

14

Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 7. 15

Luthfi Firdaus, “Relevansi Semiotika dalam Kajian Tafsir Kontemporer “, Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2005).

Page 23: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

10

menyimpulkan bahwa tafsir mistis hanya berlaku untuk ayat-ayat mu‟amalah saja,

tidak untuk ubudiyah.16

Skripsi selanjutnya adalah karya tulis Husni Mubarak, “Mitologisasi

Bahasa Agama: Analisis Kritis dari Semiologi Roland Barthes”. Ia menjelaskan

bahwa mitos senantiasa berjalan dalam setiap bahasa. Karyanya ditekankan pada

penciptaan mitos baru yang dilandasi nilai-nilai kemanusiaan.17

Skripsi lain yang

mengangkat tema semiotik ialah karya Pipit Aidul Fitriyana yang menulis dengan

judul, “Kisah Yūsuf dalam Al-Qur‟an: Perspektif Semiologi Roland Barthes”.

Dalam skripsinya itu ia membahas kisah Yūsuf dengan pisau analisis teori mitos

Roland Barthes.18

Dan skripsi Irpan Sanusi yang berjudul “Pesan Semiotika Al-Qur‟an:

Analisis Strukturalisme QS. Al-Lahab”. Dalam skripsinya itu ia membahas figur

Abu Lahab yang dijadikan objek kisah QS. Al-Lahab syarat dengan nuansa

simbolik yang dikenal di benak komunitas muslim sebagai sosok calon penghuni

neraka .19

Dari beberapa karya di atas, pembahasan mengenai surah al-Falaq dan al-

Nâs dan semiotika sudah banyak diteliti. Akan tetapi, sejauh pengamatan penulis

bahwa pembahasan yang khusus mengenai surah al-Mu„awwidzatayn dengan

menggunakan metode semiotika belum penulis temukan. Untuk itu penulis

16

Rony Subayu, “Al-Qur‟an sebagai Narasi Mistis: Konsep Mitos Roland Barthes

Sebagai Metode Penafsiran Kontemporer”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, (2005). 17

Husni Mubarak, “Mitologisasi Bahasa Agama: Analisis Kritis dari Semioogi Roland

Barthes”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2006). 18

Pipit Aidul Fitriyana, “Kisah Yūsuf dalam al-Qur‟an: Perspektif Semiologi Roland

Barthes”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2014). 19

Irpan Sanusi, “Pesan Semiotika Al-Qur‟an: Analisis Strukturalisme QS. Al-Lahab”,

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2016).

Page 24: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

11

mengajukan sebuah judul Semiotika Surah al-Mu„awwidzatayn: Analisis

Struktural Ferdinand de Saussure.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi ini disusun dalam beberapa bab yang diperinci

sebagai berikut:

Bab I bertujuan untuk memberikan gambaran umum dari awal hingga

akhir dari pembahasan skripsi ini, oleh karena itu ia sangat berkaitan erat dengan

bab II, III, IV, bahkan kesimpulan, ia berisi tentang pendahuluan, dan pembahasan

itu terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penulisan, metodologi penulisan, kajian pustaka, serta sistematika

penulisan.

Bab II bertujuan untuk landasan teori, ini menjadi penting karena dengan

cara pandang itulah penulis mencoba untuk melihat teks yang ada sebagaimana

yang Saussure lakukan menurut orang-orang. Bab II ini berisi tentang pengertian

dan ruang lingkup semiotik, sejarah dan perkembangan semiotika, semiotika

Ferdinand De Saussure yang terdiri dari: riwayat hidup serta pemikiran Ferdinand

De Saussure mengenai semiotika, dan analisis strukturalisme Ferdinand de

Saussure.

Bab III bertujuan untuk memaparkan data yang berisi tentang tinjauan

umum surah al-Mu„awwadzatayn, teks dan terjemahan, asbab al-Nuzūl serta

manfaat, keistimewaan dan penafsiran yang dibagi menjadi dua bagian yaitu

penafsiran ulama klasik dan penafsiran modern.

Page 25: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

12

Bab IV bertujuan untuk menganalisis data sehingga bab IV sangat

berkaitan dengan bab I, II, III, karena landasan teori dan pemaparan data yang

dibahas di bab sebelumnya akan diterapkan dalam bab IV ini, ia berisi tentang

pesan semiotika surah al-Mu„awwadzatayn, dan pengaplikasian surah al-

Mu„awwidzatyn terhadap struktural semiotika Ferdinand de Saussure .

Bab V bertujuan untuk menjawab permasalahan dari skripsi ini, yang

berisi kesimpulan dan saran. Penulis akan memberikan kesimpulan dari

permasalahan yang penulis angkat dalam rumusan masalah. Dalam bab ini akan

diuraikan secara singkat, terkait dengan jawaban yang penulis dapatkan dari

semua pembahasan yang telah penulis jelaskan dalam bab-bab sebelumnya,

kemudian mengajukan saran sesuai dengan temuan hasil penelitian, disampaikan

juga hal-hal apa saja yang perlu ditindak lanjuti sebagai hasil penelitian yang telah

dilakukan.

Page 26: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

13

BAB II

SEMIOTIKA STRUKTURAL DAN FERDINAND DE

SAUSSURE

Pada bab II ini penulis akan membahas mengenai semiotika strukural dan

Ferdinand de Saussure, yang berisi tentang pengertian dan ruang lingkup

semiotika, sejarah dan perkembangan semiotika, dan semiotika Ferdinand de

Saussure yang terdiri dari: riwayat hidup, pemikiran, dan analisis strukturalisme

Ferdinand de Saussure. Semiotika itu dikenal sebagai ilmu yang membahas

mengenai tanda, seperti dalam kehidupan sehari-hari yang manusia jalani, tanpa

disadari bahwa di sekitar kehidupan yang dilaluinya itu terdapat tanda-tanda, dan

setiap tanda memiliki arti.

A. Pengertian dan Ruang Lingkup

Semiotika merupakan sebuah model ilmu pengetahuan dalam memahami

dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda”.1

Sedangkan menurut Lechte semiotika adalah teori tentang tanda dan penanda.2

Semiotika dalam kamus Sastra Arab seperti kamus Musṯalahât al-Adab karya

Majdi Wahbah disebut dengan „ilmu al-„alamat atau ilmu tanda.3 Secara definitif,

semiotika berasal dari kata seme, yang mana dalam bahasa Yunani, memiliki arti

penafsiran tanda. Ada juga yang mengatakan semiotika berasal dari kata semeion,

yang berarti tanda. Oleh sebab itu, semiotika sering disebut sebagai ilmu yang

1 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama (Malang:

UIN-Malang Press, 2007), h. 9. 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung ; PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet ke-

4, h. 15-16. 3 Sukron Kamil, Najib Mahfuz (Jakarta; PT. Dian Rakyat, 2013), Cet ke-3 , h. 96

Page 27: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

14

mengkaji tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial dan

kebudayaan merupakan sekumpulan tanda-tanda, sehingga dalam hal ini

semiotika dianggap ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan atau

konvensi-konvensi yang memungkinkan suatu tanda memiliki arti.4

Saussure menyatakan bahwa ia membayangkan suatu ilmu yang

mempelajari tanda-tanda dalam masyarakat. Di dalamnya dipelajari apa saja

tanda-tanda itu dan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Ilmu itu disebutnya

semiologi. Linguistik hanyalah sebagian kecil dari ilmu umum itu.5

Semiotika merupakan ilmu yang mengkaji tanda, baik sistem tanda

maupun produksi tanda. Sementara itu, tanda sendiri adalah segala sesuatu yang

dapat dipakai sebagai pengganti sesuatu yang lain secara signifikan. Sesuatu yang

lain ini tidak harus eksis secara aktual di suatu tempat, sehingga tanda dapat

menggantikannya.6

Teori semiotika merupakan bagian dari salah satu teori sastra yang

digunakan untuk mengkaji karya sastra. Oleh sebab itu, kajian karya sastra dengan

menggunakan teori semiotika tidak dapat dilepaskan dari analisis unsur karya

sastra, sebab unsur-unsur karya sastra sendiri merupakan bagian dari sistem tanda.

Dengan kata lain, struktur yang terdapat dalam karya sastra merupakan tanda yang

harus dikaji.7

Sebagaimana dikutip oleh Ali Imran, menurut Charles Morris seorang

filsuf yang juga menaruh perhatian atas ilmu tanda-tanda, semiotika pada

4 Ali Imron, Semiotika Al-Qur‟an Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf

(Yogyakarta: Teras, 2011), Cet ke-1, h. 9. 5 Harimurti Kridalaksana, Mogin Ferdinand de Saussure (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), Cet ke-1, h. 50. 6 Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 25.

7 Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 29.

Page 28: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

15

dasarnya dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan, yaitu sintaktika

(sintaksis), semantika (semantik) dan pragmatika (pragmatik).8

Sintaktika adalah cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji hubungan

formal di antara satu tanda dengan tanda-tanda yang lain. Dengan kata lain,

karena hubungan-hubungan formal ini merupakan kaidah-kaidah yang

mengendalikan tuturan dan interpretasi, maka pengertian sintaktik kurang lebih

adalah “gramatika”.9

Semantik adalah cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari

hubungan di antara tanda-tanda dengan designata atau objek-objek yang

diacunya. Yang dimaksud designata adalah makna tanda-tanda sebelum

digunakan di dalam tuturan tertentu.10

Semantic mengkaji secara internal (ujaran

dan makna).11

Pragmatika adalah cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari

hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakai

tanda-tanda. Pragmatik secara khusus berurusan dengan aspek-aspek komunikasi,

khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.12

Tanda itu berada di mana-mana, kata atau kalimat adalah tanda. Demikian

juga gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Bahkan bahasa

Tuhan pun dapat dikatakan sebagai “tanda” (al-ayat), baik itu yang ada di alam

(al-kauniyah) maupun tanda yang ada dalam kitab suci (al-qauliyyah). Struktur

8 Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 11.

9 Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agamah, h. 11.

10 Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 11-12.

11 Moch Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab (Tangerang Selatan: Alkitabah,

2012), h. 132. 12

Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 12.

Page 29: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

16

karya sastra, struktur film, bangunan, artefact, nyanyian, mode pakaian, atau

sejarah dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda.13

Al-Qur‟an dengan menggunakan bahasa sebagai media merupakan lahan

subur bagi kajian semiotika. Dalam al-Qur‟an terdapat tanda-tanda yang memiliki

arti, yang dapat dikaji dengan menggunakan semiotika. Dengan demikian,

semiotika al-Qur‟an dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu semiotika yang

mengkaji tanda-tanda yang ada di dalam al-Qur‟an, dengan menggunakan

konvensi-konvensi yang ada di dalamnya. Al-Qur‟an memiliki satuan-satuan

dasar yang dinamakan ayat (tanda). Tanda dalam al-Qur‟an tidak hanya bagian-

bagian terkecil dari unsur-unsurnya, seperti: kalimat, kata atau huruf, tetapi

totalitas struktur yang menghubungkan masing-masing unsur termasuk dalam

kategori tanda al-Qur‟an. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh wujud al-Qur‟an

adalah serangkaian tanda-tanda yang memiliki arti.14

B. Sejarah Perkembangan

Semiotika mempunyai sejarah yang sangat panjang sejak zaman Yunani

kuno, melalui zaman pertengahan dan renaissance, hingga masa modern ini.

Bidang penelitiannya juga sangat luas, bahkan tak jelas batas-batasnya, mulai dari

tradisi bidang kedokteran, filsafat, linguistik, dan lain-lain.15

Kemunculan semiotika merupakan akibat langsung dari formalisme dan

strukturalisme. Pada dasarnya kelahiran strukturalisme di awal abad ke-20, yang

kemudian disusul oleh semiotika, merupakan akibat stagnasi strukturalisme itu

13

Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan

Tanda (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), Cet-1, h. 130. 14

Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 33-34. 15

Okke K.S. Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra (Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.

Page 30: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

17

sendiri. Pemikiran tentang tanda sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman

Yunani. Para ahli filsafat Yunani sekali-kali sudah memikirkan fungsi tanda.

Selain itu, pada masa filsafat Yunani abad pertengahan pengertian serta

penggunaan tanda juga telah disinggung. Istilah semiotika sendiri baru digunakan

pada abad ke-18 oleh Lambert (seorang ahli filsafat dari Jerman) sebagai sinonim

kata logika, dan orang baru memikirkan secara sistematis tentang penggunaan

tanda dan ramai-ramai membahasnya pada abad ke-20.16

Berdasarkan perkembangan sejak zaman Yunani sampai zaman modern,

kelahiran strukturalisme dan semiotika masing-masing berakar dalam kondisi

berbeda sesuai konteks sosial yang melahirkannya. Strukturalisme merupakan dua

teori yang identik. Strukturalisme memusatkan perhatian struktur karya sastra,

sedangkan semiotika pada tanda di dalamnya. Sementara itu, menurut Noth ada

empat tradisi yang melatar belakangi kelahiran semiotika, yaitu: semantik, logika,

retorika, dan hermeneutika.17

Kelahiran semiotika modern tidak bisa dilepaskan dari dua tokoh yang

sering disebut sebagai bapak semiotika modern, yaitu: Ferdinand de Saussure

(1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh ini tidak

saling mengenal dan masing-masing mengembangkan teori semiotika di daerah

yang berbeda. Saussure mengembangkan semiotika di Perancis, sedangkan Peirce

di Amerika. Kedua tokoh ini pun memiliki perbedaan-perbedaan terutama dalam

penerapan konsep. Perbedaan ini disebabkan karena latar belakang yang berbeda.

Saussure adalah seorang ahli bahasa dan menjadi cikal bakal linguistik umum,

16

Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 10. 17

Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 10.

Page 31: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

18

sementara itu Peirce adalah seorang ahli filsafat dan logika.18

Sedangkan

pengikut-pengikutnya yang mengembangkan pikiran keduanya adalah Hjmslev

(1819-1965), seorang strukturalis Denmark, Roland Barthes (1915-1980), Ch

Morris, Umberto Eco, dan di Indonesia Aart Van Zoest, seorang ahli semiotic

Belanda yang beberapa semester menjadi dosen tamu di Universitas Indonesia.19

Selain itu, perbedaan antara Saussure dengan Peirce adalah mazhab yang

mereka gunakan, Saussure dikenal dengan mazhab diadik yang artinya serba dua

yaitu yang terdiri dari penanda-petanda, langue-parole, sinkronik-diakronik, dan

sintagmatik-paradigmatik, sedangkan Peirce dikenal dengan mazhab triadik yang

artinya serba tiga yaitu interpretant, representamen, dan object. Dari tiga

pembagian tersebut masing-masing dibagi menjadi tiga bagian. Interpretant terdiri

dari rheme, discent, dan argument. Representamen terdiri dari qualisign, sinsign,

dan legisign, dan objek terdiri dari ikon, indeks dan simbol.20

C. Ferdinand de Saussure

1. Riwayat Hidup

Ferdinand de Saussure adalah sebuah nama yang tidak akan terhapuskan

dalam disiplin linguistik. Prinsip-prinsip linguistiknya terpancang kokoh dalam

rancang bangun ilmu ini.21

Saussure merupakan sosok yang sangat menarik dan

penuh teka-teki karena ia menjalani kehidupan yang tidak banyak peristiwanya.

Saussure lahir pada 26 November 1857,22

setahun sesudah Freud dan setahun

sebelum Durkheim. Saussure adalah anak lelaki dari seorang naturalis terpandang

18

Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 11. 19

Kamil, Najib Mahfuz, h. 99. 20

Kris Budiman, Semiotika Visual ; Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta:

Jalasurya, 2011), Cet ke-1, h. 17-31. 21

Rh. Widada, Saussure Untuk Sastra (Yogyakarta; Jalasutra, 2009), Cet ke-1, h. 13. 22

Hidayat, Filsafat Bahasa, h. 105.

Page 32: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

19

dan anggota keluarga dengan tradisi keberhasilan yang kuat dalam bidang ilmu

alam. Mongin-Ferdinand de Saussure adalah tokoh linguistik modern kelahiran

Genewa, Swiss.23

Ferdinand de Saussure diakui oleh para linguis di seluruh dunia sebagai

bapak linguistik modern dan dianggap sebagai pelopor strukturalisme. Awalnya,

tokoh ini belajar ilmu kimia dan fisika di Universitas Jenewa, kemudian belajar

ilmu bahasa di Leipzig pada tahun 1876 sampai 1879. Pada tahun 1880 Saussure

mendapat gelar doktor summa cum laude (IPK 4,00) dari Universitas Leipzig

dengan disertasinya De 1‟emploi du genitif absolu en sanserif. Pada tahun 1878

ketika berusia 21 tahun, Saussure sudah dapat dianggap sebagai ahli linguistik

historis yang sangat cemerlang. Namun, de Saussure lebih dikenal oleh para

linguis sebagai pakar linguistik umum sekalipun sumbangannya bagi linguistik

historis sangat menonjol. Saussure termasyhur karena buku yang tidak pernah

ditulisnya, yang berisi tiga seri kuliahnya tentang linguistik umum. Ketiga seri

kuliahnya itu dikumpulkan oleh tiga orang mahasiswanya, yaitu Ch. Bally, A.

Sechehaye, dan A. Riedlinger, dan buku tersebut diterbitkan pada tahun 1916,

dengan diberi judul Cours de linguistique generale (Pengantar Linguistik Umum).

Berkat buku itulah Saussure dikenal sebagai peletak dasar linguistik modern.24

2. Pemikiran

Saussure mengatakan bahwa akan hadir ilmu tanda yang disebutnya

semiologi. Saussure tidak membuat teori-teori tanda yang mencakup tanda-tanda

yang nonlinguistik. Meskipun demikian, pengaruh Saussure sangat kuat, terutama

pada tradisi penelitian semiologi-strukturalis. Hal ini terutama disebabkan oleh

23

E. Zaenal Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum (Tangerag : Pustaka Mandiri, 2015),

Cet. ke-1, h. 2. 24

Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum, h. 3.

Page 33: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

20

gagasannya bahwa penelitian linguistik dapat menjadi pola semiologi. Selain itu,

berkat Saussure para ahli semiologi mengakui perlunya sistem tanda.25

Ferdinand de Saussure memiliki pemikiran yang sangat brilian. Saussure

membedakan dua aspek tanda bahasa, yaitu signifiant dan signifie (lapisan yang

memaknai dan lapisan yang dimaknai). Dalam kajian linguistik, Saussure juga

membedakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik, serta membedakan linguistik

sinkronik dan linguistik diakronik.26

D. Analisis Struktural Ferdinand de Saussure

Saussure mengajarkan bahwa seluruh sistem bahasa sebagai forma dan

bukan substansi dapat disederhanakan dan dijelaskan sebagai relasi sintagmatis

dan paradigmatis; dan bahwa sistem itu terjadi dari tingkat-tingkat struktur. Pada

tiap tingkat terdapat unsur-unsur yang saling berkontras dan saling berkombinasi

untuk membentuk satuan-satuan yang lebih tinggi. Prinsip-prinsip penstrukturan

pada tiap tingkat pada dasarnya sama. Tujuan linguistik ialah mencari sistem

tersebut dari kenyataan yang konkret. Ajaran tersebut menjadi dasar dari apa yang

disebut pendekatan struktural. Untuk memahami pendekatan tersebut perlu dicatat

apa yang disebut struktur. Suatu deskripsi pernah diberikan oleh Jean Piaget,

seorang ahli psikologi dan pemikir Swiss. Menurut sarjana itu, struktur adalah

suatu tatanan wujud-wujud yang mencakup keutuhan, transformasi, dan

pengaturan diri.27

Konsep struktural Ferdinand de Saussure menggunakan mazhab diadik

ialah serba dua, dan konsep strukturalnya terbagi menjadi empat yaitu;

25

Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, h. 7-8. 26

Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum, h. 2-3. 27

Kridalaksana, Mogin Ferdinand de Saussure, h. 46.

Page 34: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

21

a. Penanda-Petanda

Salah satu penemuan Saussure yang terpenting adalah tentang tanda

bahasa. Ia menampilkan tiga istilah di dalam teorinya ini, yaitu tanda bahasa

(sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurut pendapatnya, setiap

tanda bahasa terdiri atas dua sisi, yaitu sisi penanda yang berupa imaji bunyi dan

petanda yang berupa konsepnya.28

Penanda adalah aspek material, seperti suara, huruf, bentuk, gambar, dan

gerak, sedangkan petanda adalah aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh

aspek material. Kedua aspek ini, yaitu penanda dan petanda kemudian disebut

komponen tanda. Suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan merupakan

penanda, sedangkan konsepnya adalah petanda, sehingga keberadaan dua unsur

ini tidak bisa dipisahkan, dan pemisahannya hanya akan mengaburkan pengertian

kata itu sendiri. Dalam pandangan Saussure, tanda adalah kesatuan dari suatu

bentuk penanda dengan sebuah ide, atau petanda. Dengan kata lain, penanda

adalah bunyi atau coretan yang bermakna. Jadi penanda adalah aspek material dari

bahasa, apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca,

sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi penanda

adalah aspek mental dari bahasa.29

Contoh pada lampu lalu lintas, sebagai sebuah tanda non-kebahasaan,

memperlihatkan penanda yang berupa citra-visual, yakni ketika lampu merah.

Citra visual yang tertera pada lampu lalu lintas adalah penanda, sedangkan

petanda atau maknanya adalah harus berhenti.30

28

Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, h. 8-9. 29

Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 17-18. 30

Budiman, Semiotika Visual ; Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas, h. 31.

Page 35: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

22

b. Langue-Parole

Langue adalah bahasa atau sarana yang digunakan manusia untuk

berbicara dan berkomunikasi dengan sesamanya.31

Ada juga yang mengatakan

bahwa langue adalah keseluruhan kekayaan bahasa, seperti kosakata dan tata

bahasa.32

Langue adalah bahasa sebagai objek sosial yang murni dan dengan

demikian, keberadaannya terletak di luar individu, yakni sebagai seperangkat

konvensi-konvensi sistematik yang berperan penting di dalam komunikasi.

Langue juga merupakan institusi sosial yang otonom, tidak tergantung kepada

materi-materi tanda-tanda pembentuknya. Sebagai sebuah institusi sosial, langue

sama sekali bukan tindakan dan tak bisa pula dirancang, diciptakan, atau diubah

secara pribadi karena ia pada hakikatnya merupakan kontrak kolektif yang

sungguh-sungguh mesti dipatuhi apabila kita ingin bisa berkomunikasi. Singkat

kata langue adalah bahasa dalam wujudnya sebagai suatu sistem.33

Yang dimaksud parole adalah keseluruhan apa yang diujarkan orang,

termasuk kontruksi-kontruksi individu yang muncul dari pilihan penutur, atau

pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan kontruksi-

kontruksi ini berdasarkan pilihan juga.34

Parole juga dapat diartikan sebagai

keseluruhan yang diujarkan individu, termasuk segala kekhasan dalam ucapan dan

pilihan struktur yang digunakan.35

Parole adalah ujaran yang diucapkan atau

didengar oleh kita dari seseorang. Parole terjadi dari pilihan perseorangan yang

tidak terhitung jumlahnya, banyak sekali pengucapan dan kombinasi-kombinasi

baru. Parole bukanlah sesuatu yang kolektif, semua perwujudannya bersifat

31

Hidayatullah, Cakrawala Lingustik Arab, h. 11. 32

Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, h. 8. 33

Budiman, Semiotika Visual, h. 24-25. 34

Kridalaksana, Mogin Ferdinand de Saussure, h. 16. 35

Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, h. 8.

Page 36: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

23

sesaat, pengungkapannya bersifat sesaat dan merupakan prilaku pribadi. Parole

yang artinya tuturan, yaitu bahasa yang dipakai orang tertentu, yang diujarkan

seseorang secara konkret, yang dapat juga disebut logat, ucapan, atau perkataan

adalah juga objek penelitian linguistik.36

c. Sinkronik-Diakronik

Pada abad ke 19 penelitian linguistik dilakukan dengan pendekatan diakronik,

yaitu yang berdasarkan sejarah atau perkembangan bahasa. Namun Saussure

berpendapat bahwa bahasa tidak hanya dapat diteliti secara diakronik, tetapi juga

dilakukan dengan pendekatan sinkronik.37

Gagasan mengenai metode sinkronik yang dilontarkan Ferdinand de

Saussure itu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan

linguistik, tidak hanya pada model struktural, tapi juga pada perkembangan

linguistik sendiri. Sekarang tidak hanya dipraktikkan general linguistics

(linguistik umum), historical linguistics atau disebut juga dengan sebutan

linguistik diakronik dan linguistik komparatif, tetapi juga dipraktikkan linguistik

sinkronik yang penyelidikannya tidak dibatasi oleh waktu tertentu seperti pada

linguistik diakronik. Linguistik sinkronik bertugas memberikan deskripsi dan

analisis bahasa. Dalam bahasa tersebut diterangkan bagaimana kerja dan

penggunaannya oleh para penutur pada kurun waktu tertentu. Objek kajiannya

tidak hanya bahasa hari ini (modern), tapi bahasa yang sudah mati pun bisa

dijadikan objek kajian.38

Jadi, sinkronik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sisi statik

dari suatu ilmu. Analisis bahasa secara sinkronik adalah analisis bahasa sebagai

36

Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum, h. 6. 37

Zaimar, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, h. 8. 38

Hidayat, Filsafat Bahasa, h. 111-112.

Page 37: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

24

sistem yang eksis pada suatu titik tertentu, yang sering kali berarti “saat ini” atau

kontemporer dengan mengabaikan rute yang telah dilaluinya sehingga dapat

berwujud seperti sekarang.39

Diakronik adalah segala sesuatu yang bersangkutan

dengan evolusi.40

d. Sintagmatik-Paradigmatik

Sebagai sebuah sistem atau struktur, bahasa mempunyai aturan yang

mengorganisasikan, menguasai, dan menentukan seluruh jalinan antar tanda yang

menjadi bagiannya. Tata bahasa adalah satu perwujudan dari aturan bahasa

tersebut. Jalinan antar tanda bahasa itu mempunyai dua poros utama, yakni poros

sintagmatik dan paradigmatik.41

Sintagmatik adalah hubungan linear antara unsur bahasa yang satu dan

unsur bahasa yang lain dalam tataran tertentu. Hubungan sintagmatik adalah

hubungan mata rantai dalam suatu rangkaian ujaran. Suatu sintagma atau

konstruksi dapat berupa satuan berurutan apa saja yang jelas batasnya; jumlahnya

sekurang-kurangnya ada dua, baik berupa urutan fonem, suku kata, morfem, kata,

maupun frasa, dan sebagainya.42

Paradigmatik adalah ilmu yang mengkaji makna yang dipengaruhi oleh

hal-hal di luar bahasa.43

Hubungan paradigmatik (hubungan asosiatif, ke bawah)

berkaitan dengan hubungan unsur bahasa yang lain di luar tingkat itu, yang dapat

dipertukarkan. Jadi, hubungan paradigmatik adalah sistematis antar unsur bahasa

yang memiliki kesesuaian.44

39

Budiman, Semiotika Visual, h. 23-24. 40

Budiman, Semiotika Visual, h. 24. 41

Widada, Saussure Untuk Sastra, h. 20-21. 42

Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum, h. 8. 43

Hidayatullah, Cakrawala Lingustik Arab, h. 132. 44

Arifin dkk, Asas-Asas Linguistik Umum, h. 10.

Page 38: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

25

Contoh hubungan sintagmatik dan paradigmatik dalam bentuk jumlah

fi„liyah sebagai berikut:

HUBUNGAN SINTAGMATIK

Tabel 2.1 Analisis Sintagmatik dan Paradigmatik pada jumlah

fi’liyah

P

A

R

A

D

I

G

M

A

T

I

K

فعل فاعل هفعول

الباب

زد

فخح

-

عل

قام

أهرا

احود

نصر

Dari contoh hubungan paradigmatik dan sintagmatik di atas termasuk

jumlah kalimat fi„liyah karena terdapat fi„il, fâ„il dan maf„ûl. Kemudian dari

contoh di atas terdapat jumlah fi„liyah dari Fi„il lazim dan muta‟adi.

Secar sintagmatik (linear ke kanan), berdasarkan contoh di atas, dapat

diketahui bahwa kalimat فخح زد الباب sudah benar dan dapat dipahami maknanya.

Jika urukannya diubah, maka kalimat juga akan berubah.

Page 39: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

26

Secara paradigmatik, baik fungsi fi„il, fâ„il maupun maf‟ul di atas dapat

diisi oleh kata atau frasa yang sejenis. Maksudnya kata yang berkedudukan fâ„il

dapat ditukar dengan kata lain yang sama berkedudukan sebagai fâ„il, seperti kata

.عل dan أحود dapat ditukar dengan kata زد

Contoh hubungan sintagmatik dan paradigmatik dalam bentuk jumlah

ismiyah sebagai berikut:

HUBUNGAN SINTAGMATIK

Tabel 2.1 Analisis Sintagmati dan Paradigmatik

pada jumlah Ismiyah

P

A

R

A

D

G

M

A

T

I

K

المبتدأ الخبر

كرن

دمحم

هاهر

الطالة

Dari contoh hubungan paradigmatik dan sintagmatik di atas termasuk

jumlah kalimat ismiyah karena terdapat mubta‟da dan khobar.

Page 40: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

27

Secar sintagmatik (linear ke kanan), berdasarkan contoh di atas, dapat

diketahui bahwa kalimat دمحم كرن sudah benar dan dapat dipahami maknanya. Jika

urukannya diubah, maka kalimat juga akan berubah.

Secara paradigmatik, baik fungsi mubta‟da atau pun khobar di atas dapat

diisi oleh kata atau frasa yang sejenis. Maksudnya kata yang berkedudukan

mubta‟da dapat ditukar dengan kata lain yang sama berkedudukan sebagai

mubta‟da, seperti دمحم dapat ditukar dengan kat . الطالة

Berdasarkan pemaparan pada bab II ini, maka dapat disimpulkan

semiotika merupakan sebuah model ilmu pengetahuan yang membahas tentang

tanda, dan dalam membahas semiotika tidak lepas dari dua komponen yaitu

penanda dan petanda. Istilah semiotika baru digunakan pada abad ke-18.

Kelahiran semiotika modern tidak bisa lepas dari dua tokoh yaitu, Ferdinand de

Saussure dan Charles Sander Peirce. Dua tokoh ini dikenal sebagai bapak

semiotika modern. Pada skripsi ini penulis mencoba menerapkan metode

strukturalisme Ferdinand de Saussure dalam membaca tanda-tanda di dalam al-

Qur‟an. Ferdinand de Saussure dikenal dengan mazhab diadik yang berarti serba

dua, yang mana konsep strukturalnya terdapat 4 konsep yang setiap konsepnya

terdiri dari dua, sebagaimana yang telah dibahas oleh penulis pada bab II ini.

Page 41: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

28

BAB III

TINJAUAN UMUM SURAH Al- MU‘AWWIDZATAYN DAN

PENAFSIRANNYA

Pada bab sebelumnya penulis membahas mengenai semiotika struktural

dan Ferdinand de Saussure, dan pada bab ini penulis akan membahas mengenai

tinjauan umum surah al-Mu„awwidzatayn dan penafsirannya. Adapun poin-poin

yang akan dibahas pada bab III ini ialah mengenai tinjauan umum surah al-

Mu„awwidzatayn yang terdiri dari: teks surah dan terjemahannya, serta asbab an-

nuzulnya, dan penafsiran dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah

penafsiran ulama klasik yang terdiri dari tafsir Ibn Katsir dan tafsir Al-Qurṯubi,

dan yang kedua adalah penafsiran ulama kontemporer yaitu, tafsir Al-Azhar dan

tafsir Muhammad Abduh. Dalam bab III ini penulis membagi dua penafsiran yaitu

antara penafsiran ulam klasik dan penafsiran ulama modern bertujuan untuk

membandingkan penafsiran ulama terdahulu dan ulama zaman modern, serta

melihat apakah perubahan zaman mempengaruhi penafsiran seseorang dan apakah

budaya juga mempengaruhi dalam penafsiran. Dalam penafsiran ulama klasik

penulis menggunakan dua penafsiran yaitu tafsir Ibn Katsir dan tafsir al-Qurṯubi,

yaitu untuk mengetahui di mana perbedaan antara penafsiran bil ma‟tsur (tafsir

Ibn Katsir) dan penafsiran yang menggunakan perpaduan bil ma‟tsur dan bil ra‟yi

(tafsir al-Qurṯubi). Sedangkan dalam penafsiran ulama modern penulis

menggunakan dua penafsiran yaitu, Tafsir al-Azhar dan Tafsir Juz „Amma

Muhammad Abduh karena ingin mengetahui perbedaan penafsiran ulama dari

Indonesia dan dari luar Indonesia.

Page 42: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

29

A. Tinjauan Umum Surat Al-Mu„awwidzatayn

1. Teks Surah dan Terjemahan

Surah Al-Falaq

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari

kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap

gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus

pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."45

Surah Al-Nâs

Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan

menguasai) manusia. raja manusia. sembahan manusia. dari kejahatan

(bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan)

ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.46

2. Asbab Nuzûl

Dilihat dari sudut pandang sebab-sebab ayat al-Qur‟an diturunkan, ayat-

ayat al-Qur‟an dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yakni:

kelompok ayat-ayat yang dapat dikenali sabab nuzulnya, dan kelompok ayat-ayat

al-Qur‟an yang tidak diketahui sabab nuzulnya. Atau dalam ungkapan al-Buthi

45

Lihat Q.S Al-Falaq/113 : 1-5. 46

Lihat Q.S Al-Nâs/114 : 1-6.

Page 43: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

30

sebagaimana yang dikutip oleh Amin Suma, ada kelompok ayat yang

penurunannya dipertautkan dengan sejumlah sebab dan kejadian yang melatar-

belakanginya; dan ini jumlahnya relatif lebih banyak. Sedangkan sebagian ayat

yang lain, turun tanpa ada sabab nuzul yang mendahului. Ayat-ayat yang turun

tanpa sebab yang mendahului ini pada umumnya ialah ayat-ayat yang berkaitan

dengan kisah umat manusia masa lalu serta sifat-sifat surga dan neraka.47

Asbab an-Nuzûl surah al-Mu„awwidzatayn (QS. Al-Nâs dan Al-

Falaq) ialah pada suatu saat Rasulullah SAW menderita sakit sangat parah.

Maka Allah SWT mengutus dua orang malaikat menjenguk beliau. Salah

seorang malaikat duduk di sebelah kepala, dan yang satunya duduk di

bagian kaki. Dua malaikat itu terlibat dalam dialog.

“Apa yang kamu lihat terhadap diri Rasulullah”, tanya malaikat

yang berada di bagian kaki.

“Beliau kena sihir”, jawab yang di bagian kepala.

“Apa sihir itu?”

“Sihir adalah guna-guna”.

“Siapa gerangan yang menyihirnya?”.

“Labid bin al-A‟sham, seorang Yahudi. Sihirnya berupa ijuk

gulungan yang ditaruh di sumur sebelah sana, pada keluarga si anu,

diletakkan di bawah batu besar. Maka timbalah air sumur dan angkatlah

batu besar itu, kemudian ambil dan bakarlah ijuk tersebut”.

Rasulullah SAW memperhatikan dialog tamunya, dan pada

keesokan harinya memerintahkan Amar bin Yasir dan kawan-kawan

mendatangi sumur yang dikatakan malaikat. Ketika sampai di sumur,

terlihat airnya sangat merah bagai darah. Maka air pun ditimba dan batu

besar pun diangkat. Gulungan ijuk dikeluarkan kemudian dibakar. Ketika

diamati, dalam gulungan ijuk terdapat sebelas buhul pada seutas tali. Maka

terbuktilah apa yang dikatakan malaikat yang berpura-pura menjadi tamu

yang menjenguk Rasulullah SAW. Malaikat telah menjelma sebagai

manusia, dua insan yang bersaudara.

Kedua surah Al-Nâs dan Al-Falaq diturunkan sehubungan dengan

sakit Rasulullah SAW. Ia diperintahkan Allah SWT agar membaca dua

surah tersebut. Setiap satu ayat dibaca, maka lepaslah buhul tali pada

47

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Rajawali Pres,2014), Cet ke-2,

h. 208.

Page 44: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

31

gulungan ijuk yang digunakan untuk menyihir beliau. Maka begitu beliau

selesai membaca, badan pun sehat kembali seperti sedia kala.48

3. Surah Al-Mu„awwidzatayn

a. Al-Falaq

Surah al-Falaq terdiri dari lima ayat, berada pada urutan ke-113 pada

urutan nama surah di dalam al-Qur‟an. Arti dari surah al-Falaq adalah “waktu

subuh”.49

Mayoritas ulama berpendapat bahwa surah al-Falaq termasuk surah

makkiyah yakni turun sebelum Nabi SAW berhijrah ke Madinah. Surah ini

dinamai Nabi SAW dengan nama surah Qul A„ûdzu bi Rabb al-Falaq. Ada juga

yang mempersingkat dengan menamainya surah al-Falaq. Surah al-Falaq juga

disebut sebagai surah al-Mu„awwidzatayn. Nama itu terambil dari kata kedua

surah tersebut yang menggunakan kata A„udzu yang berarti “aku berlindung”,

sehingga al-Mu„awwidzatayn berarti dua surah yang menuntun pembacanya

kepada tempat perlindungan, atau memasukkannya ke dalam arena yang

dilindungi. Dari nama tersebut sementara para ulama menamai surah ini dengan

surah al-Mu„awwidzatayn al-U‟la (yang pertama).

Surah al-Falaq juga dinamai dengan al-Muqasyqaisyatain, yang menurut

al-Qurthubi berarti yang membebaskan manusia dari kemunafikan. Tema utama

surah ini adalah pengajaran untuk menyadarkan diri dan memohon perlindungan

hanya kepada Allah dalam menghadapi aneka kejahatan. 50

48

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah-

An-Nâs (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 970-971. 49

Mahmud Yunus, Tafsîr Qur‟an Karîm (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,

2015), h. 923. 50

Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an (Jakarta:

Lentera Hati,2007), Vol.VX Cet. IX h. 619-620.

Page 45: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

32

b. Al-Nâs

Surah al-Nâs terdiri atas enam ayat, dan berada dalam urutan ke 114 dalam

urutan nama surah didalam al-Qur‟an. Arti dari surah al-Nâs adalah ”manusia”.51

Surah al-Nâs diturunkan sesudah surah al-Falaq, dan termasuk dalam golongan

surah makkiyah. Namanya yang populer adalah surah al-Nâs, surah ini juga

disebut sebagai surah al-Mu„awwidzatayn yaitu surah al-Mu„awwizdatayn ats-

Tsaniyah (yang kedua), dan dinamai juga dengan al-Muqasyqaisyatain seperti

surah al-Falaq.

Tema utama surah ini sebagaimana surah al-Falaq adalah permohonan

perlindungan kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda: “Allah telah menurunkan

kepadaku ayat-ayat yang tidak ada tandingannya; “Qul A„udzu bi Rabbi al-Nâs

dan Qul A„udzu bi Rabb al-Falaq” (HR. Muslim dan At-Tirmidzî melalui „Uqbah

Ibn „Amir al-Juhani). Yang dimaksud dengan tidak ada bandingannya adalah

dalam hal do‟a meminta perlindungan. Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda

kepada „Uqbah (sahabat yang meriwayatkan hadits ini): “Mohonlah perlindungan

dengan membaca keduanya, karena tidak satu pun yang meminta perlindungan,

serupa dengannya.” 52

B. Penafsiran Surat Al-Mu„awwidzatayn

1. Tafsir Klasik ( Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Qurṯubi)

Tafsir Ibn Katsîr merupakan tafsir bil ma‟tsur dan al-laun wa al-ittijah

(corak dan oreintasi). Selain itu tafsir ini juga, merupakan tafsir yang paling

banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya,

kemudian diikuti dengan hadits-hadits marfu‟ yang ada relevansinya dengan ayat,

51

Mahmud Yunus, Tafsîr Qur‟an Karîm, h. 924. 52

Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, h. 637-638.

Page 46: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

33

serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti

pula dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi‟in dan ulama salaf sesudahnya.53

Tafsir al-Qurṯubi pengarangnya adalah Abu „Abdillâh Muhammad bin

Ahmad al-Anshâri al-Malikî al-Qurṯubi (w. 671H/1273M). Ia lahir di lingkungan

keluarga petani di Cordova pada masa kekuasaan Bani Muwahhidûn tahun

580H/1184M. Tafsir ini memadukan antara bil ma‟tsur dan bil ra„yi, kemudian

memiliki corak sejarah dan fiqh. Al-Qurṯubi adalah seorang penganut sunni

asy‟ari dan ia membela dan mempertahannkan ahlu sunnah. Dalam persoalan

madzhab Ia adalah seorang malikiah.54

a). Surah Al-Falaq

Ibn Katsir dalam menafsirkan kata al-falaq dalam kitab tafsirnya

mengambil rujukan melalui hadits riwayat Ibn Abu Hatîm mengatakan: Ahmad

bin Ishâm berkata kepada kami, Abu Ahmad Az-Zubairî berkata kepada kami,

Hasan bin Shalih berkata kepada kami dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil

dari Jabir ia berkata: qul a„udzu bi rabb al-falaq Maksud kata al-falaq adalah

subuh.55

Selain itu Ibn Katsir mengambil pendapat dari Al-Qurhzi, Ibn Zaid, dan

Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa kata al-falaq pada ayat ini, sama dengan

firman Allah,

53

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

2013), Cet. ke-16, h. 528. 54

Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet. Ke-1, h. 19-21. 55

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma min Tafsîr Al-Qur‟an Al „Adzîm, Penerjemah. Farizal

Tirmidzî (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. 11, h. 421

Page 47: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

34

“Dia menyingsingkan subuh Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan

malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha

mengetahui .” (Qs. Al An‟âm (6):96).56

Untuk memperkuat, Ibn Kasir juga memasukan hadits yang diriwayatkan

oleh Ibn Hatim: Ayahku berkata kepada kami, Suhail bin Utsman berkata kepada

kami dari seseorang, dari As-Sady, dari Zaid bin Ali, dari Ayahnya: Al-Falaq

adalah penjara di dasar neraka Jahanam yang memiliki penutup. Jika penutupnya

itu terbuka, maka keluarlah darinya api yang akan membuat neraka Jahanam

berteriak, lantaran panas yang amat tinggi yang keluar dari penjara api dasar

neraka Jahanam. Menurut Ibn Jarir yang benar adalah pendapat yang pertama,

yang mengatakan bahwa al-Falaq artinya subuh. Ini adalah pendapat yang benar.57

Sedangkan al-Qurṯubi dalam menafsirkan kata al-falaq mengambil

pendapat dari beberapa ulama di antaranya yaitu: Jabir bin Abdullah, Al-Hasan,

Sa‟id bin Jubair, Mujahid, Qatadah, Al-Qurzhi, Ibnu Zaid dan Ibn Abbas yang

mengartikan kata Al-Falaq dengan "waktu subuh", dan pendapat dari Al-Hasan

dan Adh-Dhahhak yang mengartikan kata al-Falaq dengan segala sesuatu yang

dapat terbelah akibat ciptaan lainnya, seperti hewan, waktu pagi, bulir tumbuh-

tumbuhan, biji buah-buahan, atau benih apapun yang dapat menumbuhkan

sesuatu.58

Dalam menafsirkan Min syarri mâ khalaq (dari kejahatan makhluknya)

Ibnu Katsir mengambil pendapat dari Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri

56

Lihat Q.S Al-An’âm/6 ; 96. 57

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 422. 58

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, Penerjemah Dudi Rosyadi dan Faturrahman

(Jakarta: Pustaka Azzam,2009), Jilid. 20, h. 908-909.

Page 48: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

35

yang mengatakan: maksudnya adalah dari kejahatan neraka Jahanam dan dari

kejahatan Iblis serta anak-anaknya.59

Sedangkan al-Qurṯubi mengatakan yang dimaksud Min Syarri Mâ Khalaq

adalah iblis beserta keluarga dan keturunannya, dan semua keburukan atau semua

yang dapat mendatangkan keburukan dari dari makhluk Allah.60

Dalam tafsirnya Ibn Katsir menafsirkan Wa min syarri ghâsiqin idzâ

waqaba (dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita), mengambil

pendapat dari Mujahid yang mengatakan bahwa ghâsiqin idzâ waqaba artinya

malam, jika matahari telah terbenam, kemudian pendapat Ibn Zaid yang

mengatakan Al ghasiq, menurut orang Arab, artinya adalah “jatuhnya bintang

tujuh, yang pada jatuhnya bintang itu, berbagai macam penyakit dan keburukan

akan semakin merajalela, dan pendapat Ibn Jarir yang mengatakan ghâsiqin idzâ

waqaba artinya bulan jika telah menjadi gelap.61

Menurut Ibnu Katsîr, landasan

semua pendapat ini adalah hadits riwayat Imam Ahmad: Abu Daud Al Hafari

berkata kepada kami dari Ibnu Abu Dzi‟b, dari Al Harits, dari Abu Salamah, ia

berkata: Rasulullah SAW memegang tanganku lalu beliau memperlihatkanku

bulan yang sedang terbit dan beliau bersabda,

“Hendaklah engkau berlindung kepada Allah dari bulan malam ini ketika

gelap.” 62

Al-Qurṯubi memaknai kata ghâsiqin, dalam tafsirnya dengan "malam"

pendapat ini di ambil dari Ibn Abbas, Adh-Dhahhak dan Qatadah. Pada kata

waqaba al-Qurṯubi memaknai seperti hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzî,

59

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 422. 60

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 911. 61

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 422-423. 62

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 424.

Page 49: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

36

dari Aisyah, ia berkata: ketika pada suatu hari nabi saw melihat ke arah bulan,

beliau berkata kepadaku;

"Wahai Aisyah, mintalah perlindungan dari Allah akan keburukan

yang mungkin akan terjadi pada saat sekarang ini, karena saat inilah yang

dimaksud al-gâsiq idzâ waqab (bulan yang tertutupi)."63

Ibn Katsir dalam menafsirkan Wa min syarrin-naffâtsâti fi al-„uqudi (Dan

dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul)

wa min syarri hâsidin idzâ hasada (dan dari kejahatan orang yang dengki apabila

ia dengki),

Mengambil hadits yang diriwayatkan oleh Mujahid berkata dari Ikrimah,

Al Hasan, Qatadah, dan Adh-Dhahhak: maksudnya adalah para tukang

sihir. Mujahid mengatakan maksudnya wanita-wanita itu melakukan sihir

dengan meniup ikatan-ikatan tali, dan mengambil hadits yang

diriwayatkan oleh Ibn Jarir mengatakan: Ibnu Abdul A‟la berkata kepada

kami, Ibn Tsaur berkata kepada kami dari Ma‟mar, dari Ibn Thawus, dari

ayahnya, ia berkata: sesungguhnya yang paling dekat dengan kesyirikan

adalah melakukan sihir ular dan orang-orang gila. Selain hadits di atas Ibn

Katsir juga mengambil hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu

hadits yang mengatakan bahwa malaikat Jibril datang kepada Nabi

Muhammad SAW lalu berkata, “Wahai Muhammad apakah engkau

sakit?” Beliau menjawab “Ya.” Jibril berkata, “Dengan nama Allah aku

akan meruqyahmu dengan ruqyah syar‟i, agar kamu terhindar dari segala

macam buruknya kedengkian „ain (sihir mata). Allah akan

menyembuhkanmu.” Kemungkinan yang dialami oleh Nabi SAW adalah

penyakit yang disebabkan oleh sihir, kemudian Allah menyembuhkan

beliau serta mengembalikan tipu daya para tukang sihir serta orang-orang

yang iri dan dengki kepada Nabi Muhammad SAW dikalangan orang

yahudi. 64

Sedangkan menurut al-Qurthubi yang dimaksud dari ayat tersebut yaitu

perintah Allah kepada manusia untuk berlindung dari kejahatan wanita-wanita

tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul yakni, para penyihir

(penyebutan wanita pada ayat ini, karena ilmu sihir yang identik dengan wanita,

63

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 911-913. 64

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 424.

Page 50: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

37

seperti istilah nenek sihir) yang meniupkan ikatan benang untuk melancarkan

sihirnya.65

Al-Qurṯubi dalam menafsirkan wa min syarri hâsidin idzâ hasada ( dan

dari kejahatan orang yang dengki, apabila ia dengki). Menurutnya makna dari kata

ẖasada (dengki) adalah mengharapkan hilangnya nikmat yang dirasakan oleh

orang yang dengki, walaupun orang yang mendengki tidak menginginkan nikmat

tersebut beralih kepadanya. Kedengkian adalah dosa pertama yang dilanggar di

langit, dan kedengkian juga menjadi dosa pertama yang dilanggar dibumi. Adapun

dilangit adalah ketika iblis dengki kepada Adam, sedangkan dibumi adalah ketika

Qabil dengki terhadap Habil. Sifat dengki adalah sifat yang buruk, dibenci, dan

dilaknat.66

Al-Qurṯubi mengatakan dalam tafsirnya bahwa surah ini menunjukkan

keburukan juga diciptakan dari Allah, dan Nabi SAW diperintahkan untuk selalu

meminta perlindungan kepada-Nya dari segala hal-hal yang buruk. Lalu Allah

juga menutup surah ini dengan menyebutkan sifat dengki, sebagai peringatan akan

besarnya akibat yang akan tercipta, juga besarnya bahaya yang akan terjadi dari

suatu kedengkian.67

b.) Surah Al-Nâs

Dalam menafsirkan Qul A„ûdzu bi Rabbi al-Nâs, Malik al-Nâs, Ilâhi al-

Nâs (katakanlah: aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)

manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Ibn Katsir mengatakan Ini adalah

tiga sifat diantara sifat-sifat Allah, yaitu Rububiyah, Al Malik, dan Ilahiyah.

Artinya, Allah adalah Tuhan pemilik sesuatu (dengan demikian segala sesuatu itu

65

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 419. 66

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 913-918. 67

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 918.

Page 51: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

38

adalah makhluk yang diciptakan), raja dari segala sesuatu dan Tuhan yang

disembah oleh segala sesuatu dan Tuhan yang disembah oleh segala sesuatu serta

segala sesuatu menyembah-Nya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan pada

semua yang memohon perlindungan untuk berlindung kepada Allah SWT yang

memiliki sifat-sifat ini, dari kejahatan yang tersembunyi, yaitu syetan yang selalu

menyertai manusia, karena sesungguhnya setiap manusia pasti memiliki syetan

yang mendampinginya, yang akan membisikan buruk syetan itu hanya manusia

yang mendapat perlindungan dari Allah.68

Ketika menafsirkan Qul A„ûdzu bi Rabb Al-Falaq al-Qurthubi

mengatakan, dalam surah Al-Nâs ada dua alasan dalam penyebutan manusia

secara khusus, walaupun Allah swt adalah Tuhan bagi seluruh makhluk di alam

semesta ini, yaitu:

1. Karena manusia lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya.

2. Karena manusia diperintahkan untuk memohon perlindungan dari segala

keburukan yang datang dari jenis mereka sendiri.69

Adapun penyebutan ayat kedua dan ketiga, yang artinya "raja manusia"

dan "sembahan manusia", al-Qurṯubi mengatakan: sesungguhnya di antara mereka

ada yang menjadi raja-raja, namun Allah adalah raja yang sebenarnya. Oleh sebab

itu Allah mengingatkan manusia bahwa Allah-lah Tuhan mereka. Allah adalah

sesembahan mereka, Allah adalah satu-satunya yang berhak untuk dimintai

perlindungan dan permohonan, bukan kepada raja-raja atau penguasa dari jenis

mereka sendiri.70

68

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 429-430. 69

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 923. 70

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 924.

Page 52: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

39

Ibn Katsir ketika menafsirkan Min Syarri al-Waswâsi al-Khannâs

mengambil hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu:

Rasulullah SAW bersabda, “tiap-tiap orang diantara kalian telah

disertakan syetan yang akan mengganggunya.” Para sahabat bertanya,

“Bagaimana denganmu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “ya,

termasuk aku. Akan tetapi, sesungguhnya Allah telah membantuku, maka

aku terhindar dari syetan itu. Allah juga tidak menyuruhku kecuali untuk

melakukan kebaikan.”71

Selain hadits di atas Ibn kastir dalam penafsirannya memakai

hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hafidz Abu Ya‟la Al Mushily,

Muhammad bin Bahar, berkata kepada kami: Adi bin Abu Umarah berkata

kepada kami, Ziyad An-Namiri berkata kepada kami dan Anas bin Malik

berkata: Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya syetan meletakkan

cicinnya (berada) di hati manusia. Jika manusia itu ingat kepada Allah,

maka syetan akan berbunyi, namun jika manusia lupa kepada Allah, maka

syetan akan menelan (menguasai) hati manusia. Itulah yang dimaksud

dengan bisikan yang biasa bersembunyi.72

Kemudian Ibn Katsir mengambil pendapat dari Qatadah dan Sa‟id bin

Jubair yang mengatakan dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya: Min Syarri Al

waswâsi al khannâs (dari kejahatan bisikan syetan yang biasa tersembunyi): itu

adalah syetan yang bersembunyi dalam hati manusia. Jika manusia itu lupa atau

lalai, maka syetan akan membisikan kejahatan pada manusia. Namun jika manusia

itu ingat kepada Allah dengan berdzikir, maka syetan itu akan bersembunyi.73

Ketika menafsirkan Min Syarri al-Waswâsi al-Khannâs Ibn Katsir

mengambil pendapat dari al-Farra yang mengatakan Allah memerintahkan

manusia untuk berlindung dari kejahatan (bisikan) syetan yang bisa bersembunyi,

yakni dari kejahatan yang suka membisikkan (dzul waswaas), dan mengambil

pendapat dari At-Tirmidzi Al-Hakim dalam kitab Nawadir Al-Ushul, dari Wahab

bin Munabbih yang mengatakan bahwa al-Khonnâs adalah nama salah satu dari

anak iblis yang dititipkan oleh iblis kepada Siti Hawa. Kemudian al-Qurthubi

mengatakan adapun penamaan khunnas itu dikarenakan ia sering bersembunyi,

71

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 430. 72

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 430-431. 73

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 431.

Page 53: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

40

dan makna ini sesuai dengan makna bahasanya. Al-Qurṯubi mengambil pendapat

dari Ibn Jubair dari Ibn Abbas yang mengatakan bahwa kata khannas bermakna

kembali, karena syetan itu akan kembali kepada hati seorang hamba yang lalai

dari mengingat Allah. Kemudian Ibn Jubair mengatakan bahwa akibat dari bisikan

Khannas itu ada dua bentuk, pertama: membuat seseorang berpaling dari hidayah,

dan yang kedua: membuat seseorang dipenuhi keragu-raguan.74

Alladzî Yuwaswisu fî Sudûri al-Nâs (yang membisikan kejahatan ke dalam

dada manusia). Minal jinnati wa al-nâs (dari golongan jin dan manusia). Ibn

Katsir mengatakan bahwa ayat ini merupakan penafsiran ayat sebelumnya, yaitu

menyatakan bahwa ayat kelima dari surah ini bersifat umum, yaitu golongan jin

dan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-An‟aam ayat 112.75

Ketika menafsirkan Alladzî Yuwaswisu fî Sudûri al-Nâs (yang membisikan

kejahatan ke dalam dada manusia) al-Qurthubi mengambil pendapat dari Munqatil

yang mengatakan: Sesungguhnya Syetan yang berbentuk seperti seekor babi dapat

berlari-larian di aliran darah manusia disetiap ruas urat yang mereka miliki, dari

kaki hingga kepala, dan yang menjadi pusat kediaam mereka adalah di kalbu

manusia.76

Minal Jinnati wa al-Nâs (dari golongan jin dan manusia) menurut Ibnu

Katsir ayat ini merupakan penafsiran dari Alladzî Yuwaswisu fî Sudûri al-Nâs.77

Dalam penafsiran Minal Jinnati wa al-Nâs al-Qurthubi mengambil

pendapat dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ada dua golongan yang disebut

Khannâs. Adapun dari golongan jin disampaikan ke dalam dada manusia,

74

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 924-928. 75

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 432. 76

Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 928. 77

Ibn Katsîr, Tafsîr Juz „Amma, h. 432.

Page 54: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

41

sedangkan bisikan dari golongan manusia disampaikan secara terang-terangan.

Dengan penafsiran seperti ini, maka yang diperintahkan oleh ayat ini adalah

memohon perlindungan dari kejahatan yang diperbuat oleh bangsa jin dan

kejahatan yang diperbuat oleh sesama manusia.78

2. Tafsir Modern (Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Muhammad Abduh)

Tafsir Al-Azhar adalah hasil karya H. Abdul Malik Karim Amrullah, yang

biasa dikenal dengan Buya Hamka. Dalam sumber penafsiran atau juga sering

disebut dengan naw‟u (jenis) ada dua sumber yang digunakan yaitu bi al-ma‟tsur

dan bi al-ra‟yi. Menggunakan metode tahlili. Tafsir al-Azhar dalam menjelaskan

ayat itu bercorak sastra budaya kemasyarakatan (adabi ijtima‟i).79

Tafsir Al-Azhar menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al-Qur‟an dengan

ungkapan yang teliti, menjelaskan makna-makna yang dimaksud dalam al-Qur‟an

dengan bahasa yang indah dan menarik dan menghubungkan ayat dengan realitas

sosial dan sistem budaya yang ada, dan disusun tanpa membawa pertikaian antar

mazhab.80

Muhammad „Abduh nama lengkapnya adalah Muhammad bin „Abduh bin

Hasan Khairullah. Muhammad Abduh lahir pada tahun 1266 H/1849 M dan wafat

pada tahun 1323 H/1905 M di Iskandaria.81

Ada dua fokus utama pemikiran tokoh

pembaru Mesir ini. Pertama, membebaskan umat dari taqlîd dengan berupaya

memahami agama langsung dari sumbernya yaitu al-Qur‟an dan Sunnah. Kedua,

memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi oleh

78

Qurthubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 930-932. 79

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), Cet. Ke-2,

h.170-188. 80

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, (Jakarta: Gema Insani, 2015), Cet.1, h.340 81

Lilik Umi Kaltsum, “Mendialogkan Realitas Dengan Teks”, (Surabaya: IAIN Press

Sunan Ampel), h. 1.

Page 55: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

42

kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit dimengerti. Kedua fokus tersebut ditemukan

dengan sangat jelas dalam karya-karyanya dibidang tafsir.82

a). Surah Al-Falaq

Menurut Buya Hamka pada surah al-Falaq ini manusia diperintahkan

untuk berlindung kepada Allah. Karna Allah adalah tempat manusia berlindung.

Qul A‟ûdzu bi Rabb al-Falaq (Katakanlah, “aku berlindung kepada Tuhan-Nya

waktu subuh” menurut Buya Hamka kata al-Falaq dapat diartikan cuaca subuh,

tetapi ada juga yang mengartikan dengan peralihan.83

Dalam menafsirkan Qul A„ûdzu bi Rabb al-Falaq (Katakanlah, “aku

berlindung kepada Tuhan-Nya waktu subuh”. Muhammad Abduh mengambil

pendapat yang mengatakan bahwa al-Falaq ialah waktu subuh. Sedangkan

Tuhannya subuh, adalah Allah SWT. Kemudian mengambil pendapat dari para

ahli tafsir yang menyatakan bahwa al-Falaq ialah semua maujud di alam semesta,

dan Allah SWT Tuhannya wujud semesta ini semuanya, dan hanya kepadanyalah

manusia memohon perlindungan.84

Dalam menafsirkan Min syarri mâ khalaq (dari kejahatan makhluknya)

Buya Hamka mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar

berlindung dari kejahatan yang telah diciptakan. Allah-lah yang menciptakan

semua makhluk, baik langit dengan segala yang ada dilangit, atau bumi dengan

segala isinya, dan segala yang telah Allah jadikan itu bisa saja membahayakan

manusia. Seperti hujan lebat bisa menjadi banjir.85

82

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm: Juz „Amma, Penerjemah Muhammad

Bagir, (Bandung: Mizan,1998), h.16. 83

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 322. 84

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. .371-372. 85

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 322-323.

Page 56: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

43

Min Syarri mâ Khalaqa (dari kejahatan makhluk-Nya), maksud dari ayat

ini menurut Muhammad Abduh adalah berlindung dari setiap kejahatan atau

gangguan yang dapat menimpa anda, yang berasal dari segala sesuatu yang Allah

ciptakan.86

Allah SWT menciptakan segala ciptaan-Nya demi hikmah yang tidak

kita ketahui. Meskipun adakalanya Allah menunjukkan juga hikmahnya. Setiap

makhluk adalah baik dalam dirinya sendiri, karena ia telah menempati posisinya

dalam hidup ini. Yaitu kebaikan yang tidak mungkin ia tergeserkan darinya.

Adapun kejahatan-kejahatan yang kadang-kadang ia jumpai adalah hal-hal yang

bersifat relatif. Sesuatu yang merupakan suatu kejahatan bagi anda, mungkin ia

adalah kebaikan bagi makhluk yang lainnya.87

Itu sebabnya, ayat ini menisbahkan

kejahatan kepada makhluk (ciptaan) Allah. Karena, sesuatu yang disebut

„kejahatan‟ itu sendiri adalah relatif, berkaitan dengan sisi pandangan masing-

masing.88

Wa min syarri ghâsiqin idzâ waqaba (dan dari kejahatan malam apabila

telah gelap gulita), menurut Buya Hamka maksud dari ayat tersebut yaitu manusia

diperintahkan oleh Allah untuk berlindung dari kejahatan malam. Apabila

matahari telah terbenam dan malam datang menggantikan siang, bertambah lama

bertambah tersungkurlah matahari itu sebaliknya bumi dan bertambah kelamlah

malam. Maka dalam malam hari itu berbagai ragam bahayalah yang dapat

terjadi.89

Wa Min Syarri Ghāsiqin Idzā Waqaba (dan dari kejahatan malam apabila

telah pekat kegelapannya). Muhammad abduh mengambil asal kata ghasiq

86

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 372. 87

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 372. 88

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 372. 89

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 324.

Page 57: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

44

mengandung arti „mengalir atau tercurah dengan kuat‟, sedangkan asal kata waqab

ialah lubang di dalam gunung dan sebagainya. Sedangkan kata kerja waqaba

berarti masuk sedalam-dalamnya sehingga menembus apa saja yang dilaluinya.90

Adapun menurut Muhammad Abduh yang dimaksud dengan ghâsiq disini ialah

„malam‟ apabila ia waqaba „masuk seraya meliputi segalanya‟, sehingga menjadi

gelap gulita. Suasana seperti itu, biasanya mencekam dan membuat manusia takut

mengalami sesuatu yang mengganggu, sementara manusia tidak tahu bagaimana

menyelamatkan diri.91

Wa min syarrin-naffâtsâti fi al-„uqudi (Dan dari kejahatan wanita-wanita

tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul), ketika menafsirkan ayat ini

Buya Hamka mengatakan bahwa Allah memerintahkan manusia agar berlindung

dari kejahatan mantra-mantra sang dukun. Segala macam mantra atau sihir yang

digunakan untuk mencelakakan orang lain. Dengan adanya ayat ini, nyatalah

bahwa al-Qur'an mengakui adanya hal-hal demikian.92

Dalam tafsirnya Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah SWT

mengkhususkan beberapa makhluk lainnya yang ada kemungkinan timbulnya

kejahatan dari mereka, serta sulitnya menghindar darinya. Maka tak ada jalan lain

kecuali melindungkan diri kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya. Wa Min

Syarri al-Nafâtsâti Fî al-„Uqadi (dan dari kejahatan para pengembus pada buhul-

buhul ikatan), dalam menafsirkan ayat ini Muhammad Abduh Mengatakan bahwa

kata عقد adalah kata jamak dari عقدة yang berarti buhul ikatan. Kemudian kata itu

digunakan secara lebih luas untuk segala sesuatu yang diikat dengan kuat.93

90

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 373. 91

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 373. 92

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 324. 93

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 373-374.

Page 58: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

45

Kemudian kata النفث ialah tiupan yang halus, adakalanya disertai sedikit air liur.

Sedangkan النفاثت ialah orang yang amat sering melakukan hal itu, baik laki-laki

atau perempuan. Kata jamaknya النفاثاث Yang dimaksud disini adalah para

penyebar fitnahan atau memanas-manasi perselisihan antara dua orang atau

kelompok, dengan tujuan memutuskan hubungan persaudaraan.94

Dalam

menafsirkan ayat ini Muhammad Abduh mengambil riwayat yang menyatakan

bahwa Nabi SAW pernah disihir oleh Labid bin Al-A‟sham. Sihir tersebut telah

mempengaruhi diri nabi SAW, sehingga adakalanya ia telah melakukan sesuatu,

padahal ia tidak melakukannya. Atau mendatangi sesuatu padahal ia tidak

mendatanginya. Allah SWT kemudian memberitahukan hal itu kepadanya. Maka

dikeluarkanlah media sihir itu dari dasar sebuah sumur. Sejak itu, nabi SAW

terbebas dari pengaruh sihir, lalu turunlah surah ini.95

Wa Min Syarri Hâsidin Idzâ Hasada ( dan dari kejahatan orang yang

dengki, apabila ia dengki), dalam menafsirkan ayat ini Buya Hamka mengatakan

bahwa manusia diperintahkan oleh Allah agar berlindung dari kejahatan orang

yang dengki, apabila dia melakukan kedengkian. Pada hakikatnya dengki itu

adalah salah satu penyakit yang menimpa jiwa manusia. Sakit hatinya melihat

nikmat yang dianugrahkan Allah kepada seseorang, padahal dia sendiri tidaklah

dirugikan oleh pemberian Allah itu. Oleh karena itu bisa saja orang yang dengki

bertindak yang tidak-tidak kepada yang didengkinya.96

Oleh sebab kejahatan-

kejahatan yang ada, manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dalam

94

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 374. 95

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 375. 96

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 325-326.

Page 59: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

46

namanya sebagai Rabb, penjaga, pemelihara, pendidik dan pengasuh agar

diselamatkan dari segala bahaya yang ada.97

Wa Min Syarri Hâsidin Idzâ Hasada (dan dari kejahatan orang yang

dengki apabila ia mendengki), dalam menafsirkan ayat ini Muhammad Abduh

mengatakan, seorang pendengki adalah yang mengharapkan hilangnya

kenikmatan dari orang yang ia dengki dan tidak rela akan datangnya kenikmatan

baru baginya. Orang seperti itu, manakala melaksanakan kedengkiannya dengan

benar-benar berupaya menghilangkan kenikmatan orang yang ia dengki.

Pendengki termasuk makhluk Allah yang paling besar gangguannya, paling

tersembunyi tipu dayanya, dan paling licik caranya. Sementara itu, orang yang ia

dengki tidak berdaya membuat senang lawannya dengan cara apa pun juga, dan

tidak pula mampu mengetahui tipu daya macam apakah yang direncanakan

terhadapnya.98

Kemudian Muhammad Abduh mengatakan, maka tak ada

perlindungan dari kejahatan seperti itu, kecuali terhadap Allah SWT. Allah yang

maha kuasa untuk mencegah gangguan tersebut dan mengagalkan rencana

jahatnya. Maka semoga Allah SWT menjaga kita dari kedengkian para pendengki,

dan menolakkan rencana para perencana kejahatan.99

b.) Surah Al-Nâs

Buya Hamka mengatakan dalam tafsirnya bahwa di dalam surah Al-Nâs

dijelaskan bagaimana cara manusia berlindung kepada Allah dari sesama manusia,

dan dalam surah Al-Imran ayat 112, dengan tegas Allah memberikan peringatan,

bahwa kehinaan akan dipikulkan Allah kepada manusia kecuali dengan berpegang

kepada dua tali yaitu, hablun minallah dan hablun minan-nâs. Manusia bisa

97

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 330. 98

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 379. 99

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 379.

Page 60: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

47

menguntungkan dan bisa juga membahayakan manusia yang lainnya. Maka

diajarkanlah pada surah Al-Nâs ini, bagaimana cara manusia menghadapi dan

hidup ditengah-tengah manusia lainnya. Melalui ajaran nabi Muhammad saw

manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah. Karena Allah adalah

Rabbun al-Nâs, Maliki al- Nâs, dan Ilâhi al-Nâs.100

Allah adalah kholiq, artinya

pencipta. Buya Hamka juga mengatakan Allah adalah Rabb al-Nâs yaitu

pemelihara manusia. Allah adalah Maliki al-Nâs, penguasa dari seluruh manusia.

Jika kata malik itu dibaca tidak dipanjangkan bacaan pada mim (tidak dengan

madd), berartilah ia penguasa atau raja. Tetapi jika maalik dbaca panjang dua alif

pada mim, berarti dia "yang empunya" (yang memiliki). Namun dipanjangkan

atau tidak, pada kedua bacaan itu memang terkandung pemgertian, Allah itu raja

atau penguasa mutlak atas diri manusia. Maka tidaklah ada artinya mengakui

Allah sebagai Rabbun (pemelihara), jika manusia tidak mengakui Allah itu

sebagai Malikun (penguasa atas hambanya). Oleh sebab itu hanya Allah-lah

pemelihara, penguasa, maka Allah pulalah yang berhak untuk disembah dan

dipuja.101

Muhammad Abduh dalam tafsirnya mengatakan surah al-Nas mengandung

perintah Allah SWT agar kita berlindung kepada-Nya, dan memohon pertolongan-

Nya guna menolak kejahatan. Namun kejahatan seperi ini sering kali dilupakan

orang, sehingga mereka tidak mempedulikannya. Ia mendatangi mereka dari arah

syahwat hawa nafsu mereka, dan berbaur secara tersembunyi dengan berbagai

kekuatan dan potensi diri mereka. Akibatnya, secara tidak sadar mereka

terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan buruk, sementara mereka mengira

100

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 331-332. 101

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 332-333.

Page 61: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

48

dirinya melakukan perbuatan-perbuatan yang baik-baik saja.102

Mengingat bahwa

kejahatan dari jenis ini amat halus dan tersembunyi, sedemikian sehingga

kekuatan orang tidak mampu menolaknya dengan mudah, maka diperlukan

pertolongan Allah SWT untuk menangkalnya, dan perlindungan-Nya pula dalam

upaya mengatasinya. Kejahatan yang dimaksud adalah yang disebut waswas.103

Dalam menafsirkan Qul A‟ûdzu bi Rabb al-Nâs (katakanlah “aku

berlindung kepada Rabb-nya manusia”), Muhammad Abduh mengatakan bahwa

Rabb-nya manusia adalah Allah SWT, yang memelihara mereka dengan karunia-

karunia-Nya dan memberikan pendidikan kepada mereka dengan hukuman-

Nya.104

Maliki al-Nâs (rajanya manusia), menurut Muhammad Abduh maksudnya

ialah yang menguasai mereka, mengawasi perbuatan-perbuatan mereka, mengatur

segala usaha mereka, menetapkan perundangan-perundangan-Nya di antara

mereka, dan menetapkan berbagai peraturan dan batasan umum agar mereka tidak

melanggarnya.105

Ilâhi al-Nâs (Tuhannya manusia), menurut Muhammad Abduh

maksudnya ialah yang menguasai jiwa-jiwa mereka dengan keagungan-Nya,

sementara mereka tidak mampu menjangkau hakikat kekuasaan-Nya, dan hanya

menunduk khusyu‟ di hadapan-Nya. Dia meliputi semua arah jiwa-jiwa mereka,

sementara mereka tidak tahu dari arah manakah ia mencapai mereka. Dialah

Tuhan dan sembahan yang haqq, dan tempat berlindung bagi manusia setiap kali

mengalami situasi yang tidak menguntunkan.106

Menurut Muhammad Abduh

sebutan tentang manusia ini diulang-ulang, setiap kali dengan menggunakan kata

102

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 381-382. 103

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 382. 104

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 382. 105

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 382. 106

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 382.

Page 62: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

49

“manusia”, bukan dengan kata ganti “mereka”. Hal ini menunjukan keseriusan

persoalan, mengingat begitu besarnya ketergantungan mayoritas manusia pada

khayalan-khayalan mereka, dan berpegang teguhnya mereka pada pikiran-pikiran

yang melenceng.107

Maka Allah SWT ingin mengingatkan mereka dengan cara

mengulang-ulang sebutan kata manusia pada ayat 1-3, dan telah jelas bahwa

manusia tidak mempunyai Rabb, atau Raja, atau Illah selain Allah SWT.108

Alladzî Yuwaswisu fî Sudûri al-Nâs (yang membisikan kejahatan ke dalam

dada manusia). Minal jinnati wa al-nâs (dari golongan jin dan manusia). Ketika

menafsirkan ayat tersebut Buya Hamka mengatakan bahwa pada surah Al-Nâs

manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari bisikan-bisikan orang

yang selalu mengintai jika ada peluang. Maka saat manusia lengah itulah, peluang

yang baik baginya untuk membisik-bisikan sesuatu. Dia masuk ke dalam dada

manusia secara halus sekali. Dia menumpang dalam aliran darah, dan darah

berpusat ke jantung, dan jantung terletak dalam dada. Maka dengan tidak disadari

bisikan yang dimasukkan melalui jantung yang di balik benteng dada

terpengaruhlah oleh bisikan itu. Yang memasukkan waswas itu disebut khonnas.

Ada yang secara halus, itulah dari golongan jin, dan ada yang secara kasar, itu

adalah dari golongan manusia.109

Min Syarri al-Waswâsi (dari kejahatan waswas). Muhammad Abduh

mengatakan kata waswas berasal dari kata waswasah suara yang lirih atau

tersembunyi. Adakalanya, suara perhiasan wanita ketika bergerak, disebut

waswasah. Adapun yang dimaksud dengan waswas disini adalah sesuatu atau

107

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 383. 108

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 383. 109

Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 333.

Page 63: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

50

seseorang yang membisikkan kata-kata jahat kedalam jiwa manusia,110

dan Al-

Khannâs (yang datang dan kembali secara sembunyi-sembunyi). Asalnya dari

kata kerja khanasa, yang berarti datang atau kembali (secara sembunyi-sembunyi).

Muhammad Abduh mengatakan bahwa kata-kata jahat yang berupa bisikan yang

jahat seperti itu, apabila diperhitungkan dan diteliti akibat-akibatnya secara akal,

pasti akan hilang lenyap, dan si penimbul waswas itu pun akan berhenti dan pergi

bersembunyi.111

Siapa saja pelaku waswas, yang gemar membisikkan kejahatan

ke dalam jiwa manusia, pasti mudah pergi menyembunyikan diri. Karena ia

berada disisi kebatilan, dan takkan mampu melawan kebenaran apabila keduanya

saling berbenturan. Tetapi ia akan menjerumuskan siapa saja yang mengikutinya

dan mengikuti bisikan jahatnya ke dalam jurang kehancuran.112

Menurut Muhammad Abduh dalam ayat 4 Allah SWT menyebutkan sifat

sesuatu yang datang dan pergi secara sembunyi-sembunyi, untuk mengingatkan

manusia tentang celah kelemahan dari penimbul waswas. Agar manusia mampu

menolak kejahatan nya, seraya memohon perlindungan dan pertolongan Allah

SWT. Untuk menunjukkan kepada manusia, bahwa bencana yang menimpa

manusia dari arahnya disebabkan dari kelemahan tekad serta kebutaan mata hati

mereka sendiri.113

Alladzî Yuwaswisu fî Sudûri al-Nâs (yang membisikan kejahatan dalam

dada manusia, dari jin dan manusia). Menurut Muhammad Abduh maksud kalimat

dari jin dan manusia adalah penjelasan berkaitan dengan al-waswâsi al-khannas,

110

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 383-384. 111

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 384. 112

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 384. 113

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 384-385.

Page 64: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

51

atau tentang siapa saja yang menimbulkan waswas, adakalanya dari bangsa jin

ataupun manusia biasa.114

Muhammad Abduh mengatakan bahwa para penyebar waswas ini terdiri

atas dua jenis makhluk. Pertama, yang disebut jin, jenis makhluk yang

tersembunyi dan tidak kasat mata. Manusia tidak mengenal mereka, tetapi dapat

dirasakan dalam diri manusia adanya suatu pengaruh yang dinisbatkan kepada

mereka. Bagi setiap manusia ada syetan yang senantiasa berupaya

mempengaruhinya. Yaitu suatu kekuatan yang mengajak kepada kejahatan, dan

menimbulkan pikiran-pikiran jahat dalam hati manusia. Ayat ini menyebutkan

tempat timbulnya waswas ialah dada manusia. Jenis kedua dari para pelaku

waswas yaitu manusia. Sebab Allah SWT menisbahkannya kepada manusia,

dalam firman-Nya, Mina al-Jinnati wa al-Nâs (dari jenis jin dan manusia). Maka

seharusnya manusia-manusia yang menimbulkan waswas dalam jiwa manusia

lainnya, memiliki belalai dan paruh yang masuk ke dalam dada-dada, dan

diletakkan di telinga hati. Setiap kali nama Allah disebutkan, belalai itu mengerut

seperti yang mereka sebutkan berkaitan dengan manusia.115

Oleh sebab itu,

manusia diperintahkan unutuk berlindung kepada Allah SWT dari al-waswas al-

khannâs, dari bangsa jin dan manusia yang menimbulkan kejahatan dalam dada

manusia.116

Dari empat penafsiran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika

menafsirkan ayat Ibn Katsir lebih menggunakan ayat-ayat yang bersangkutan

kemudian diikuti dengan hadits-hadits dan menambahkan juga pendapat-pendapat

114

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 385. 115

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 385-386. 116

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 387.

Page 65: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

52

dari ulama-ulama sebelumnya. Al-Qurṯubi ketika menafsirkan ayat lebih banyak

mengambil pendapat-pendapat ulama terdahulu dan pendapat dari dirinya sendiri.

Al-Qurṯubi juga mencantumkan hadits dan ayat qur‟an yang bersangkutan akan

tetapi hanya sebagian kecil saja dari penafsirannya. Kemudian Buya Hamka

dalam menafsirkan ayat lebih banyak menggunakan pendapat sendiri. Ia juga

menyantumkan beberapa ayat yang bersangkutan akan tetapi hanya sebagian kecil

saja. Buya Hamka dalam menafsirkan ayat mengaitkan penafsirannya dengan

realita sosial dan budaya yang ada. Sedangkan Muhammad Abduh ketika

menafsirkan ayat lebih banyak menggunakan akal atau pendapat dirinya sendiri,

kemudian dalam menafsirkan ayat Muhammad Abduh lebih sering menafsirkan

per-kata dan mencari asal kata tersebut.

Page 66: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

53

BAB IV

PESAN SEMIOTIKA SURAT Al-MU‘AWWIDZATAYN

Pada bab IV ini penulis akan memaparkan pengaplikasian metode

struktural Ferdinand de Saussure pada surah al-Mu„awwidzatayn, yang diawali

dari parole, sintagmatik, penanda-petanda, paradigmatik, dan langue. Pada bab IV

ini penulis tidak mengaplikasikan metode sinkronik dan diakronik karena menurut

Ferdinand de Saussure hanya sinkronik yang penting dalam mengkaji bahasa.

Sinkronik adalah makna bahasa saat ini, karena dalam petanda penulis

mengkonseptualkan dengan makna saat ini jadi metode sinkronik tidak perlu

dikaji lagi karena sudah terdapat dalam petanda.

A. Parole

Parole bisa juga dikatakan sebagai aplikasi dari sistem bahasa tersebut.

Firman Allah dari surah al-Fatihah hingga surah al-Nas disebut sebagai parole.

Karena surah tersusun dari ayat, ayat tersusun dari lafadz. Gabungan dari lafadz

tersebut yang tersusun mengikuti kaidah jadi parole. Parole dari surah al-

Muawwidzatyn adalah QS. Al-Nâs dan QS Al-Falaq.

Surah Al-Falaq

Page 67: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

54

Surah Al-Nâs

B. Sintagmatik

Sintagmatik adalah hubungan linear antara unsur bahasa yang satu dan

unsur bahasa yang lain dalam tataran tertentu.1 Pada skripsi ini penulis mencoba

menerapkan analisis sintagmatik pada surah al-Mu„awwidzatayn (surah al-Falaq

dan surah al-Nâs).

2

Hubungan sintagmatik yang terdapat pada surah al-Falaq:

Tabel 4.1 Pengaplikasian Sintagmatik Pada Surah Al-Falaq

فعل فاعل مفعول األولى مفعول الثانى

- قل هللا الناس

الناس برب من شر أعوذ

ما -

هللا خلق

- - وقب غاسق

- - حسد حاسد

1 E. Zaenal Arifin, Asas-Asas Linguistik Umum, (Tangerag : Pustaka Mandiri, 2015), Cet.

ke-1. h.8. 2 Lihat Q.S Al-Falaq/113 : 1-5.

Page 68: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

55

Secara sintagmatik (linear ke kanan), berdasarkan contoh di atas, dapat

diketahui bahwa kalimat kata قل fâ„ilnya adalah Allah dan maf„ulnya adalah al-

Nâs. Oleh karena itu, kalimat tersebut sudah dapat dipahami yaitu “Allah

memerintahkan manusia untuk berkata (mengerjakan).

Pada fi„il أعوذ sudah terlihat di dalam tabel fâ„il dan maf„ulnya, sehingga

dapat dipahami bahwa “Manusia berlindung kepada Allah dari kejahatan”, Dan

pada kalimat di bawahnya dapat dipahami seperti contoh 1 dan 2.

3

Hubungan sintagmatik yang terdapat pada surah al-Nâs:

Tabel 4.2 Pengaplikasian Langue Pada Surah Al-Nâs فعل فاعل مفعول الأوىل مفعول الثىن

قل هللا الناس -

أأعوذ الناس برب من رش

يوسوس اخلناس ىف صدور الناس -

Pada surah al-Nâs terdapat jumlah fi„liyah yang membentuk suatu kalimat

yaitu kata قل, أعوذ, وسوس . Secara sintagmatik (linear ke kanan), berdasarkan

contoh di atas, dapat diketahui bahwa kalimat kata قل fâ„ilnya adalah Allah dan

maf„ulnya adalah al-Nâs. Oleh karena itu, kalimat tersebut sudah dapat dipahami

yaitu “Allah memerintahkan manusia untuk berkata (mengerjakan).

3 Lihat Q.S Al-Nâs/114 : 1-6.

Page 69: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

56

Pada fi„il أعوذ sudah terlihat di dalam tabel fâ„il dan maf„ulnya, sehingga dapat

dipahami bahwa “Manusia berlindung kepada Allah dari kejahatan”. Kemudian

pada kata وسوس setelah diketahui fi‟il dan fâ„ilnya sebagaimana yang penulis

paparkan di dalam tabel maka dapat dimaknai dengan “ Al-Khannâs membisiki ke

dalam dada manusia”.

C. Penanda – Petanda

Seperti yang telah dibahas pada bab II, Penanda adalah aspek material,

seperti suara, huruf, bentuk, gambar, dan gerak, sedangkan petanda adalah aspek

mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material.4 Karena al-Qur‟an

sebagai dunia tanda, dan ayat dalam al-Qur‟an disebut sebagai tanda, sehingga

penulis mencoba mencari tanda yang terdapat pada surah al-Mu„awwidzatayn

(QS.al-Nâs dan QS.al-Falaq).

Tabel 4.1 Pengaplikasian Penanda dan Petanda

No. Penanda Petanda

1. Rabb

Kata Rabb secara etimologis berarti

pemelihara, pendidik, pengasuh pengatur,

yang menumbuhkan.5 Kata rabb biasa

sebagai salah satu nama tuhan karena

Tuhanlah yang secara hakiki menjadi

pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur

dan yang menumbuhkan makhluknya.6

2. Falaqa

Falaqa berarti “waktu fajar”,7 dan falaqa

berarti “membelah”.8 Falaqa berupa waktu

ketika bulan mulai menghilang dan berganti

dengan munculnya matahari. Dalam tafsir al-

Azhar yang dimaksud falaqa adalah ketika

perpisahan di antara gelap malam dengan

mulai terbit fajar hari akan siang.9

Sedangkan dalam tafsir al-Qurṯubi falaqa

4 Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.17-18.

5 Sahabuddin, Ensiklopedia Al-Qur‟an Kajian Kosa Kata, h.231

6 Sahabuddin, Ensiklopedia Al-Qur‟an Kajian Kosa Kata, (Jakarta; Lentera Hati, 2007)

7 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Al-Arshi, h. 1406

8 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),

h.1071 9 Buya Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, (Jakarta: Gema Insani, 2015), Cet.1. h.322.

Page 70: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

57

bermakna terangnya langit tatkala matahari

terbit.10

3. Syarri Syarri berarti “ perbuatan jahat/jelek” 11

,

4. Khalaqa

Khalaqa berarti menciptakan.12

Khalaqa

berupa ciptaan-ciptaan Allah seperti

manusia, langit dan isinya, beserta bumi dan

seluruh isinya.

5. Ghâsiq

Ghâsiq berarti “malam yang gelap gulita”13

Petanda dari kata ghâsiq adalah waktu ketika

matahari mulai terbenam dan bulan mulai

terlihat. Ketika mendengar kata ghâsiq

(malam hari) yang terbesit dalam pikiran

adalah bumi yang terang menjadi gelap

gulita, dan malam hari adalah waktu dimana

manusia beristirahat setelah melakukan

aktivitas di siang hari. Al-Qurṯubi memaknai

kata ghâsiqin, dalam tafsirnya dengan

"malam" pendapat ini di ambil dari Ibnu

Abbas, Adh-Dhahhak dan Qatadah.14

6. Waqaba

Waqaba berarti “terbenam”15

, yang di

maksud waqaba menurut Qatadah dalam

tafsir al- Qurṯubi adalah hilang atau tertutup

oleh sesuatu hingga tidak terlihat.16

7. Al-Naffâtsât

Al-Nafâtsât berarti tukang sihir atau dukun,

ialah orang yang suka mengirimkan guna-

guna kepada seseorang. Kata النفاثاث Yang

menurut Muhammad Abduh dalam tafsirnya

adalah para penyebar fitnahan atau

memanas-manasi perselisihan antara dua

orang atau kelompok, dengan tujuan

memutuskan hubungan persaudaraan.17

8. Uqada

Uqada berarti “simpul buhul / ikatan”18

,

menurut Muhammad Abduh dalam tafsirnya

kata uqada berarti buhul ikatan. Kemudian

kata itu digunakan secara lebih luas untuk

segala sesuatu yang diikat dengan kuat.19

10

Al-Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, Penerjemah Dudi Rosyadi dan Faturrahman,

(Jakarta: Pustaka Azzam,2009), Jilid. 20. h.909. 11

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir , h. 758. 12

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor , Kamus al-Arshi, h. 855. 13

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir , h. 1005. 14

Al-Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h.911 15

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir , h. 1679. 16

Al-Qurthubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h.912 17

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 374. 18

Mahmud Yunus, “Kamus Arab Indonesia”, (PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah,

Ciputat : 2010), h.274. 19

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm, h. 374.

Page 71: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

58

9. Hasada

Hasada berarti “dengki”.20

Hasada (dengki)

adalah seseorang yang syirik (tidak

menyukai) ketika seseorang memiliki

sesuatu. Dengki adalah semacam penyakit,

atau kehilangan kewarasan pikiran, maka

bisa saja si dengki itu bertindak yang tidak-

tidak kepada orang yang didengkinya.21

Dalam tafsir al-Qurṯubi yang dimaksud

hasada adalah mengharapkan hilangnya

nikmat yang dirasakan oleh orang yang

didengki, walaupun orang yang mendengki

tidak menginginkan nikmat tersebut beralih

kepadanya.22

10. Malik Malik berarti “raja / pemilik”23

11. Ilâh Ilâh berarti “menyembah”24

12. Khannâs

Khannâs menurut bahasa berarti

“tersembunyi”.25

Khannâs adalah syetan

yang bersembunyi dalam hati manusia. Jika

manusia itu lupa atau lalai, maka syetan akan

membisikan kejahatan pada manusia.26

13. Jin

Jin adalah nama lain dari syaitan. Hal ini

dikarenakan beberapa ayat yang menjelaskan

perbuatan jin, pada ayat lain al-Qur‟an

menyebutnya dengan kata syaitan dalam

konteks dan perbuatan yang sama.27

Salah

satunya pada (Q.S Al-An‟am ayat 112)

14. Al-Nâs

Al-Nâs menurut bahasa adalah “manusia”.28

Al-Nâs yaitu hayawanu natiq (makhluk

hidup yang memiliki akal), dan yang terbesit

ketika mendengar al-Nas atau manusia

adalah makhluk hidup yang memiliki dua

kaki, dua tangan, dua telinga, dua mata, satu

hidung dan satu mulut.

Dari banyak kata yang terdapat dalam surah al-Mu„awwidzatayn (Q.S Al-

Falaq dan Al-Nâs) hanya 14 kata yang dijadikan penanda oleh penulis, karena

20

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 262. 21

Buya Hamka, Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar, h. 326. 22

Al-Qurṯubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, h. 917. 23

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir,h. 1455. 24

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir , h. 39. 25

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h.372. 26

Ibn katsir, Tafsîr Juz „Amma min Tafsîr Al-Qur‟an Al „Adzîm, h. 431. 27

Saiful Fajar, “Konsep Syaitân dalam Al-Qur‟an : Kajian Semantik Toshihiko Izutsu”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018, h. 56. 28

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor , Kamus Al-Asr, h.1878.

Page 72: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

59

kata-kata tersebut dianggap penting oleh penulis untuk dikaji. Oleh karena itu,

penulis hanya mencantumkan 14 kata yang berposisi sebagai penanda.

D. Paradigmatik

Analisis paradigmatik pada surah Al-Falaq yaitu:

Bagan 4.1 Analisis Paradigmatik Surah Al-Falaq

:memiliki relasi paradigmatik dengan (kejahatan) شر

a. ها خلق (apa-apa yang Allah ciptakan)

b. غاسق إذا وقة (malam apabila telah gelap gulita)

c. النفثج فى آلعقد (penyihir yang meniup pada buhul-buhul)

d. حاسد اذا حسد (orang yang dengki apabila ia telah dengki)

Paradigmatik adalah hubungan asosiatif, pada surah al-Falaq Allah

memerintahkan manusia untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan apa-apa

yang Allah ciptakan. Kemudian ketika dalam ucapan mengatakan berlindung dari

من شر حاسد إذا حسد

من شر النفثت فى العقد

من شر غاسق إذا وقب

من شر ما خلق

برب

أعوذ الفلق

Page 73: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

60

kejahatan apa-apa yang Allah ciptakan, dan dalam pikiran timbul pemikiran

kejahatan malam apabila telah gelap gulita, kejahatan penyihir yang meniup pada

buhul-buhul dan kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ketika mengatakan Allah memerintahkan manusia untuk

berlindung kepada-Nya dari kejahatan apa-apa yang Allah ciptakan, kata atau

objek dari apa-apa yang Allah ciptakan bisa diganti dengan kejahatan malam

apabila telah gelap gulita, kejahatan penyihir yang meniup pada buhul-buhul dan

kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki, karena kalimat tersebut sama-

sama berkedudukan sebagai ma„fûl tsânî, oleh karena itu kalimat tersebut dapat

ditukar satu sama lain.

Surah Al-Nâs

Analisis paradigmatik pada surah Al-Nâs yaitu:

Bagan 4.2 Analisis Paradigmatik Surah Al-Nâs

من شر الوسواس الخناس

إله الناس

ملك الناس

برب الناس

أعوذ

Page 74: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

61

Allah memiliki relasi paradigmatik dengan Rabb, Malik, dan Ilâh. Karena

pada surah al-Nâs pada ayat pertama bahwa Allah memerintahkan manusia untuk

berlindung kepada Tuhan pemelihara (Rabb) manusia. Kata Rabb disana bisa di

ganti dengan kata Allah, Mâlik, dan Ilâh. Karena ketika sedang mengucapkan kata

Rabb maka timbullah dalam pikiran kita asma-asma Allah yang lain seperti Malik

dan Ilâh, selain itu karena kata-kata tersebut sama-sama berkedudukan sebagai

maf„ûl ûlâ.

Analisis paradigmatik pada surah Al-Nâs yaitu:

Bagan 4.3 Analisis Paradigmatik Surah Al-Nâs

Relasi paradigmatik kata Al-Khannâs yaitu Jin, dan Manusia, seperti

dalam surah al-Nâs ayat 4-5 al-Khannâs yang membisik-bisiki kedalam dada

manusia. Kata Khannâs dapat di ganti dengan kata Jin dan manusia, karena

mereka merupakan bagian dari al-Khannâs yaitu yang memiliki sifat suka

membisik-bisiki ke dalam dada manusia. Jin membisiki kedalam dada manusia

secara halus (tidak terlihat), sedangkan manusia suka membisik-bisiki ke dalam

dada manusia secara kasar (terlihat secara kesat mata), selain itu juga karena kata

al-Khannâs, jin dan al-Nâs sama-sama berkedudukan sebagai fâ„il.

الخناس يوسوس فى صدورالناس

الناس

آلجنة

Page 75: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

62

E. Langue

Pada bab II telah dibahas apa yang dimaksud langue, langue adalah bahasa

atau sarana yang digunakan manusia untuk berbicara dan berkomunikasi dengan

sesamanya.29

Langue bisa disebut juga sebagai sistem bahasa. Al-Qur‟an menggunakan

bahasa Arab, sehingga dalam al-Qur‟an terdapat dua kaidah bahasa yaitu terdiri

dari jumlah fi„liyah dan jumlah ismi‟ah. Jumlah fi„liyah terbagi menjadi dua yaitu

fi„il lazim dan fi„il muta‟adi. Fi„il lazim terdiri dari fi„il, fa„il saja dan tidak

membutuhkan ma„ful, sedangkan fi„il muta‟adi terdiri dari fi„il, fa„il dan maf„ul,

dan jumlah ismi‟ah terdiri dari mubtada dan khobar.

Berikut adalah bagan pengaplikasian langue pada surah al-Falaq :

Bagan 4.4 Analisis Langue Surah Al-Falaq

Dari pengaplikasian sintagmatik dan paradigmatik maka dapat

diaplikasikan pada langue seperti bagan di atas. Kemudian dari bagan tersebut

dapat dipahami bahwa dalam surah al-Falaq, Allah memerintahkan manusia untuk

29

Moch Syarif Hidayatullah , Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah,

2012). h.11.

External

ما خلق

غاسق إذا

وقب

النفثت فى

العقد

حاسد إذا

حسد

قل أعوذ برب من شر

Page 76: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

63

berlindung kepada Rabb dari kejahatan apa-apa yang Allah ciptakan, kejahatan

malam apabila telah gelap gulita, kejahatan wanita-wanita peniup buhul-buhul,

kejahatan pendengki apabila ia telah dengki. Kejahatan-kejahatan tersebut

merupakan kejahatan yang terdaji dari luar diri manusia, oleh karena itu penulis

menyebutnya dengan kejahatan eksternal.

Berikut adalah bagan pengaplikasian langue pada surah al-Falaq :

Bagan 4.5 Analisis Langue Surah Al-Nâs

Dari pengaplikasian sintagmatik dan paradigmatik maka dapat

diaplikasikan pada langue seperti bagan di atas. Kemudian dari bagan tersebut

dapat dipahami bahwa dalam surah al-Nâs, Allah memerintahkan manusia untuk

berlindung kepada Rabb, Malik dan Ilâh dari kejahatan bisikan-bisikan al-

Khannâs, dan yang termasuk ke dalam al-Khannâs adalah dari golongan jin dan

manusia. Kejahatan-kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang terdaji dari luar

diri manusia, oleh karena itu penulis menyebutnya dengan kejahatan internal.

Setelah penulis menganalisis surah al-mu„awwidzatayn menggunakan

struktural Ferdinand de Saussure, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pesan

yang terdapat pada surah al-mu„awwidzatayn (QS. Al-Falaq dan Al-Nâs) adalah

Internal الخناس

إله

قل أعوذ من شر ب ملك

رب الناس الجن

Page 77: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

64

bahwa kedua surah tersebut sama-sama membahas mengenai perlindungan, akan

tetapi terdapat perbedaan dalam hal berlindung, yaitu surah Al-Falaq membahas

mengenai manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk berlindung kepadanya

dari kejahatan yang terdapat dari luar dirinya karena dari macam-macam

kejahatan yang disebutkan dalam surah al-Falaq yaitu, pertama dari apa-apa

ciptaan Allah termasuk kedalam kejahatan dari luar karena dari empat tafsir yang

penulis gunakan bahwa yang dimaksud ciptaan Allah disini adalah makhluk salah

satunya adalah hewan. Hewan merupakan salah satu makhluk Allah yang dapat

menimbulkan bahaya, bahaya tersebut terdapat diluar diri manusia.

Kedua, dari malam apabila telah gelap gulita, malam termasuk salah satu

kejahatan karena waktu malam adalah waktu kebanyakan manusia untuk istirahat,

akan tetapi ada sebagian orang yang memanfaatkan waktu tersebut untuk

melakukan kejahatan salah satunya adalah merampok. Oleh karena itu, malam

merupakan salah satu kejahatan yang terdapat dari luar diri manusia.

Ketiga, dari kejahatan wanita peniup buhul-buhul yang biasa kita kenal

dengan nama sihir, ini merupkan salah satu kejahatan karena akibat dari sihir

tersebut dapat membahayakan manusia salah satunya adalah membuat orang tak

sadarkan diri. Oleh karena itu kejahatan ini termasuk kejahatan yang terdapat dari

luar diri manusia, karena ada pelakunya terlihat jelas.

Keempat, dari kehatan orang yang dengki apabila iya telah dengki, hal ini

merupakan kejahatan karena apabila orang telah dengki segala hal dapat ia

lakukan salah satunya dengan memfitnah orang yang didengki. Oleh karena itu

kejahatan ini termasuk kejahatan yang terdapat dari luar diri manusia, karena ada

pelakunya.

Page 78: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

65

Oleh karena itu, dalam surah al-Falaq dapat disimpulkan bahwa Allah

memerintahkan manusia dari kejahatan yang terdapat dari luar dirinya yaitu empat

hal yang telah penulis paparkan diatas.

Sedangkan dalam surah al-Nâs Allah memerintahkan manusia untuk

berlindung dari kejahatan yang ada dalam dirinya sendiri, yaitu bisikan-bisikan

dari jin dan manusia yang masuk kedalam dadanya. Kejahatan yeng terdapat pada

surah al-Nâs merupakan kejahatan yang timbul dari diri manusia sendiri karena

karena al-Khannâs adalah yang selalu membisik-bisiki dalam dada manusia. Yang

dimaksud al-khannâs adalah al-Nâs dan jin, jin adalah makhluk yang samar tak

terlihat oleh kesat mata oleh karena itu, manusia tidak menyadari bahwa terdapat

kejahatan yang disebabkan oleh jin dengan cara membisik-bisiki kedalam dada

manusia dengan hal kejahatan. Kemudian al-Nâs, yang dimaksud al-Nâs disini

bukan manusia melainkan pikiran negatif yang terdapat dalam diri manusia hal ini

ditemukan penulis setelah mengkaji kata al-Nâs menggunakan metode diakronik.

Dalam pra-qur‟anik kata al-Nâs diartikan sebagai binatang liar, kemudian pada

masa qur‟anik dan pasca qur‟anik diartikan dengan manusia. Setelah penulis teliti

bahwa dari arti binatang liar kemudian menjadi manusia karena manusia

merupakan salah satu makhluk hidup yang mempunyai akal untuk berpikir, liar

disitu merupakan pikiran manusia yang bebas untuk berfikir. Oleh karena itu,

yang dimaksud al-Nâs disini adalah fikiran negatif yang terdapat dalam diri

manusia. Oleh karena itu, dalam surah al-Nâs dapat disimpulkan bahwa Allah

memerintahkan manusia dari kejahatan yang terdapat dari dalam dirinya yaitu dari

kejahatan al-Khonnâs yaitu terdiri dari Jin dan al-Nâs sebagaimana yang telah

penulis paparkan di atas, dan dapat disimpulkan dengan bagan di bawah ini:

Page 79: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penulis terhadap surah al-Mu„awwidzatayn dengan

menggunakan pendekatan semiotika struktural Ferdinand de Saussure, terdapat

dua jenis permohonan perlindungan. Pertama dalam surah Al-Falaq terdapat jenis

permohonan perlindungan kepada Allah yang disebabkan oleh faktor dari luar,

yaitu dari kejahatan ciptaannya, dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,

dari kejahatan penyihir yang meniup pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang

yang dengki apabila ia telah dengki. Kedua dalam surah Al-Nâs terdapat jenis

permohonan perlindungan kepada Allah yang disebabkan dari dalam diri sendiri,

yaitu kejahatan bisikan-bisikan yang ada dalam dada manusia.

Oleh karena itu dalam surah Al-Falaq Allah menyebutkan nama-Nya

hanya satu kali, sedangkan dalam surah al-Nâs Allah menyebutkan namanya

hingga tiga kali. Hal tersebut menunjukan bahwa melindungi diri dari kejahatan

yang terdapat dalam diri sendiri lebih berat dari pada melindungi diri dari

kejahatan dari luar diri kita (dari makhluk sekitar).

Dalam menganalisis juga penulis menemukan banyak hal yang sinkron

antara penafsiran surah al-Mu„awwidzatayn dengan merujuk kepada kitab-kitab

tafsir yang ada, dan dengan menerapkan metode semiotika struktural Ferdinand

de Saussure. Oleh karena itu, metode semiotika dapat dijadikan sebagai metode

Page 80: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

67

untuk mengkaji al-qur‟an, karena hasil yang di dapat penulis tidak jauh berbeda

dan tidak melenceng dari kaidah-kaidah dalam al-qur‟an.

B. Saran

Penelitian ini masih banyak kekurangannya. Terutama dalam

mengaplikasikan analisis struktural Ferdinand de Saussure. Penelitian semiotika

yang penulis lakukan hanya bagian kecil dari penerapan teori semiotika Ferdinand

de Saussure terhadap surah Al-Mu„awwidzatayn. Masih terbuka lebar

kesempatan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tanda terhadap

ayat-ayat dalam al-qur‟an dengan menggunakan semiotika struktural Ferdinand de

Saussure, karena al-Qur‟an merupakan dunia tanda.

Page 81: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

68

DAFTAR PUSTAKA

„Abduh, Muhammad. Tafsîr al-Qur‟an al-Karîm: Juz „Amma. Penerjemah

Muhammad Bagir. Bandung: Mizan. 1998.

Abidin, Zainal. Seluk Beluk Al-Qur‟an. Jakarta: PT Rineka Cipta,1992.

Ahmad. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet-1.

Ali, Atabik dan Muhdlor. Ahmad Zuhdi. Kamus al-Arshi.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: CV. Sejahtera Kita. 2013. Cet.

Ke-2.

Arifin ,E. Zaenal. Asas-Asas Linguistik Umum. Tangerang : Pustaka Mandiri,

2015. Cet. ke-1.

Budiman, Kris. Semiotika Visual ; Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas.

Yogyakarta: Jalasurya. 2011. Cet ke-1.

Fajar, Saeful. “Konsep Syaitân dalam Al-Qur‟an : Kajian Semantik Toshihiko

Izutsu” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2018.

Fathani, Abdul Halim. Al-Qur‟an dalam Fuzzy Clustering. Jakarta; Lintas

Pustaka. 2007.

Firdaus, Luthfi. “Relevansi Semiotika dalam Kajian Tafsir Kontemporer “. Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2005.

Fitriyana, Pipit Aidul. “Kisah Yūsuf dalam al-Qur‟an: Perspektif Semiologi

Roland Barthes”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. 2014.

Hamka. Juz „Amma Tafsîr Al-Azhar. Jakarta: Gema Insani. 2015. Cet.1.

Hidayatullah, Moch Syarif. Cakrawala Linguistik Arab. Tangerang Selatan:

Alkitabah. 2012.

Imron, Ali. Semiotika Al-Qur‟an Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf.

Yogyakarta: Teras. 2011. Cet ke-1.

Page 82: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

69

Izutsu, Thoshihiko. Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap

Al-Qur‟an. Penerjemah: Asep Hidayat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

1997. Cet. Ke-1.

Kaltsum, Lilik Umi. “Mendialogkan Realitas Dengan Teks”. Tulisan ini

disampaikan pada acara Konferensi Internasional di Opasca Sarjana.

2011.

Kamil, Sukron. Najib Mahfuz. Jakarta; PT. Dian Rakyat. 2013. Cet ke-3.

Katsîr. Tafsîr Juz „Amma min Tafsîr Al-Qur‟an Al „Adzîm. Penerjemah. Farizal

Tirmidzî. Jakarta: Pustaka Azzam. 2007. Cet. 11.

Kridalaksana, Harimurti. Mogin Ferdinand de Saussure. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. 2005. Cet ke-1.

Mahali, Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an Surat Al-

Baqarah-An-Nas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002. Cet. Ke-1.

Ibn Manzur, Abî al-Fadl Jâmâl bin Mukarram bin Manzûr al-Mishrî. Lisan al-

„Arab .

Mubarak, Husni. “Mitologisasi Bahasa Agama: Analisis Kritis dari Semioogi

Roland Barthes”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. 2006).

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir . Surabaya: Pustaka Progresif.

1997.

Muzakki, Akhmad. Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama.

Malang: UIN-Malang Pres. 2007.

Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.

2013. Cet. ke-16.

Al-Qurthubi, Al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an. Penerjemah Dudi Rosyadi dan

Faturrahman. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009. Jilid. 20.

Sahabuddin. Ensiklopedia Al-Qur‟an Kajian Kosa Kata. Jakarta; Lentera Hati.

2007.

Sanusi, Irpan. “Pesan Semiotika Al-Qur‟an: Analisis Strukturalisme QS. Al-

Lahab”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2016.

Page 83: LEMBAR JUDUL SEMIOTIKA SURAH AL-MU ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44127...Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas petunjuk, taufik,

70

Saussure, Ferdinand de. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

Universty Press. 1988.

Shihab, Muhammad Quraisy. Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-

Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati. 2007. Vol.VX Cet. IX.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung ; PT Remaja Rosdakarya. 2009. Cet

ke-4.

Subayu, Rony. “Al-Qur‟an sebagai Narasi Mistis: Konsep Mitos Roland Barthes

Sebagai Metode Penafsiran Kontemporer”. Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2005.

Sulaimân, Mahmûd Yâqut. I„râb Al-Qur‟âni Al-Karîm. Mesir : Darul Ma‟arif Al-

Jami‟iyah. Jilid 10.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur‟an. Jakarta: Rajawali Pres. 2014. cet ke-2.

Syibromalisi, Faizah Ali, dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2011. Cet. Ke-1.

Widada, Rh. Saussure Untuk Sastra. Yogyakarta; Jalasutra. 2009. Cet ke-1.

Yâqut, Mahmûd Sulaimân. I‘râb Al-Qur’âni Al-Karîm. Mesir : Darul Ma’arif Al-Jami’iyah.

Jilid 10.

Yunus, Mahmud. Tafsîr Qur‟an Karîm. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa

Dzurriyyah. 2015.

Zaid, Nasr Hamid Abu. Mafhum al-Nâs : Dirasah fi Ulum al-Qur‟an. Beirut:

Markaz al-Tsaqafi al-Araby.

Zaimar, Okke K.S. Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008.