Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3426
SESI III/7
Legitimasi dan Struktur Kepemilikan pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
NI KETUT RASMINI*
MADE GEDE WIRAKUSUMA
NI WAYAN YUNIASIH
Universitas Udayana
Abstract: Suchman (1995) defines legitimacy as “a generalised perception or assumption that the
actions of an entity are desirable, proper or appropriate within some socially constructed systems of
norms, values, beliefs and definitions.” Legitimacy is achieved when organisations adopt proper
organisational structures and practices that comply with social norms or values (Meyer and Rowan,
1991). Stakeholders are affected by the change in business activities, as well as the changes in
ownership structure. This information is one of an essential element for investors to determine the
value and risks of the investment, because if the ownership is highly concentrated, the majority could
expropriate the minority shareholders. The market will legitimate that information by holding or
selling the shares of those companies, and the price of the shares in capital market would be changed.
The owenership structure in Indonesia tend to be concentrated. Research on the relationship of
ownership structure and firm value has been made but not yet distinguish between the immediate
ownership and ultimate ownership. This study investigate the effect of ownership structure on the
share price as a proxy of the legitimation of investors, using all companies listed on the Indonesia
Stock Exchange during the period 2008-2010. There are 163 observations that meet the purposive
criteria. We using cut-off point of 30 percent control rights to test those effects.
The results showed that the type of ownership have no effect on share price, the level of
ownership have positive effect on share price, family ownership, high-low ownership have negative
effect on share price. This evidence indicated that investors did not use the ownership structure in
their decision judgments. Investors tend to legitimate the shares from the majority holder, but if the
ownership more than average majority holder 63.04%, seemed investor less legitimate, as well as the
family ownership. From the sensitivity test showed investor more legitimate the government
ownership than non government ownership.
Keywords: Immediate Ownership, Ultimate Ownership, Market Price, Legitimacy Theory
* Corresponding author: [email protected]
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3427
SESI III/7
PENDAHULUAN
Teori legitimasi (Legitimacy Theory) menyatakan bahwa organisasi akan berusaha
meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma
masyarakat dimana mereka berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi
atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan
yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi
yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). Legitimasi akan tercapai ketika suatu
organisasi mengadopsi struktur organisasi dan praktik organisasi yang sesuai dengan norma
ataupun nilai-nilai sosial (Meyer dan Rowan, 1977). Para pemangku kepentingan khususnya
investor akan dapat terkena dampak dari perubahan aktivitas yang terjadi dalam suatu
organisasi, seperti adanya perubahan struktur kepemilikan. Informasi tentang struktur
kepemilikan perusahaan merupakan salah satu informasi penting bagi investor dalam
mempertimbangkan nilai dan risiko investasinya. Legitimasi pasar atas struktur kepemilikan
suatu perusahaan akan dapat terefleksi dari harga saham, karena harga yang terbentuk
merupakan refleksi kepercayaan pasar.
Beberapa kasus perubahan struktur kepemilikan yang banyak menjadi perhatian publik
misalnya privatisasi BUMN, seperti privatisasi PT. Indosat Tbk. dan PT Telekomunikasi
Seluler (Telkomsel) pada tahun 2004 menyebabkan beralihnya struktur kepemilikan dari
pemerintah kepada swasta. Sesuai persetujuan DPR RI 35 persen saham Telkomsel dibeli
oleh Singapore Telecom (Singtel), dan 41,94% saham Indosat dibeli oleh Singapore
Technologies Telemedia (STT). Kenyataannya kedua perusahaan tersebut merupakan
perusahaan yang berada dalam satu perusahaan induk Temasek Holding Group Ltd,
Singapura. Dengan kata lain perusahaan Singapura ini memegang lebih dari sepertiga saham
perusahaan, sehingga secara otomatis hak kontrol berada di tangan mereka. Temasek sebagai
pemegang saham mayoritas akan berhak menentukan berbagai kebijakan strategis
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3428
SESI III/7
perusahaan, misalnya kebijakan deviden, penggunaan sumberdaya, investasi dan lain
sebagainya. Kondisi monopoli pasar ini tentunya bukan kondisi yang diinginkan oleh
masyarakat karena dapat merusak iklim bisnis di Indonesia.
Struktur kepemilikan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu struktur
kepemilikan terkonsentrasi dan tersebar. Struktur kepemilikan perusahaan di negara Asia
Timur dan Eropa Timur umumnya terkonsentrasi pada pemilik tertentu, sedangkan di
Amerika Serikat dan Inggris umumnya tersebar (La Porta et al., 1999; Claessens et al., 2000;
Faccio dan Lang, 2002). Pemegang saham pada struktur kepemilikan terkosentrasi dapat
dikelompokkan sebagai pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pemegang saham
mayoritas dapat meningkatkan kepemilikannya melalui struktur kepemilikan piramida,
kepemilikan silang dan/atau terlibat dalam manajemen perusahaan. Peningkatan kepemilikan
menyebabkan meningkatnya kemampuan pemegang saham mayoritas untuk mengendalikan
perusahaan. Jika outsider equity dimiliki oleh banyak investor dengan nilai ekuitas yang
relatif kecil disebut dengan struktur kepemilikan tersebar.
Konflik agensi antara manajemen dan pemegang saham cenderung kurang relevan pada
perusahaan publik Indonesia, karena kepemilikan saham di Indonesia cenderung
terkonsentrasi (La Porta et al.,1999; Claessens et al., 2000; Febrianto, 2005; Siregar, 2006;
dan Sanjaya, 2010). Konsentrasi kepemilikan mengakibatkan perubahan konflik kepentingan
dari konflik antara manajer dan pemegang saham menjadi konflik kepentingan antara
pemegang saham mayoritas dan minoritas (Fan dan Wong, 2002; Leuz et al., 2003;
Villalonga dan Amit, 2004; Ding et al., 2007; serta Siregar, 2006). Kepemilikan saham
terkonsentrasi menyebabkan munculnya pemegang saham pengendali dan minoritas (La
Porta et al., 2000).
Munculnya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham minoritas ini disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama, pemegang saham
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3429
SESI III/7
mayoritas terlibat dalam manajemen sebagai direksi atau komisaris yang kemungkinan besar
melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Kedua, hak suara yang dimiliki
pemegang saham mayoritas melebihi hak atas aliran kasnya, karena adanya kepemilikan
saham dalam bentuk bersilang, piramida dan berkelas (Claessens et al., 2000). Bentuk
kepemilikan seperti ini akan mendorong pemegang saham mayoritas untuk mengutamakan
kepentingan mereka sendiri yang sangat berbeda dengan kepentingan investor dan
stakeholder lain. Ketiga, pemegang saham mayoritas mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang hanya
memaksimumkan kepentingannya dan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas.
Keempat, lemahnya perlindungan hak-hak pemegang saham minoritas, mendorong pemegang
saham mayoritas untuk melakukan tunneling yang merugikan pemegang saham minoritas
(Claessens et al., 2002).
Konsentrasi kepemilikan tidak selalu berarti bahwa pemegang saham mayoritas akan
melakukan ekpropriasi, dan mengutamakan kepentingan mereka. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam struktur kepemilikan, antara lain: (1) Kepemilikan sebagian kecil
saham perusahaan oleh manajemen mempengaruhi kecenderungan untuk memaksimalkan
nilai pemegang saham dibanding sekedar mencapai tujuan perusahaan semata; (2)
Kepemilikan yang terkonsentrasi memberi insentif kepada pemegang saham mayoritas untuk
berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan; (3) Identitas pemilik menentukan prioritas
tujuan sosial perusahaan dan (4) maksimalisasi nilai pemegang saham, misalnya perusahaan
milik pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan perusahaan
(Haruman, 2008).
Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi kepemilikan dilihat dari hak kontrol telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Fan dan Wong (2002) menemukan bahwa konsentrasi
kepemilikan dalam hal control right berhubungan dengan rendahnya daya informasi
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3430
SESI III/7
akuntansi di 8 negara Asia Timur, yaitu Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Singapura, Korea
Selatan, Taiwan dan Thailand. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar tidak memberikan
respon positif pada informasi akuntansi sebagai akibat adanya konsentrasi kepemilikan. Clark
dan Wójcik (2005) menunjukkan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan dengan
stock market return. Penelitian Pivovarsky (2001), Gorriz dan Fumas (1996) dan
McConaughy et al., (2001) tentang hubungan antara konsentrasi kepemilikan dengan kinerja
perusahaan menemukan hubungan yang positif.
Penelitian sebelumnya hanya meneliti pengaruh konsentrasi kepemilikan pada nilai
perusahaan, dengan tanpa menelusuri konsentrasi kepemilikan tersebut apakah bersifat
imediat atau kepemilikan ultimat. Penelitian ini bermaksud mengkaji dari perspektif
legitimasi pasar atas struktur kepemilikan dari emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
perioda 2008-2010, dengan membedakan konsentrasi kepemilikan menjadi dua yaitu
konsentrasi kepemilikan imediat dan konsentrasi kepemilikan ultimat. Lebih lanjut juga
diteliti legitimasi pasar atas besarnya persentase kepemilikan masing-masing, termasuk
kepemilikan oleh keluarga dan nonkeluarga, dengan memasukkan variabel kontrol
konsentrasi kepemilikan tinggi dan rendah. Selanjutnya, dilakukan juga uji sensitivitas atas
kepemilikan oleh pemerintah dan nonpemerintah.
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Teori Legitimasi
Suchman (1995) mendefinisikan legitimasi sebagai: “a generalised perception or
assumption that the actions of an entity are desirable, proper or appropriate within some
socially constructed systems of norms, values, beliefs and definitions.”
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3431
SESI III/7
Wilmshurt dan Frost (2000) menyatakan legitimasi perusahaan sebagai pandangan dari
pemangku kepentingan terhadap perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, bahwa
perusahaan melakukan aktivitas yang dapat diterima oleh masyarakat tersebut. Legitimasi
akan diperoleh ketika suatu organisasi mengadopsi struktur organisasi dan praktik-praktik
yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut di masyarakat tersebut (Meyer dan
Rowan, 1977). Dengan demikian perusahaan harus mengelola strategi dan praktik bisnisnya
agar memperoleh legitimasi dari masyarakat ataupun pasar.
Struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu struktur
kepemilikan terkonsentrasi dan tersebar. Struktur kepemilikan perusahaan di negara Asia
Timur dan Eropa Timur umumnya terkonsentrasi pada pemilik tertentu. Sedangkan di
Amerika Serikat dan Inggris umumnya tersebar (La Porta et al., 1999; Claessens et al., 2000;
Faccio dan Lang, 2002). Pemegang saham pada struktur kepemilikan terkosentrasi dapat
dikelompokkan sebagai pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pemegang saham
mayoritas dapat meningkatkan kepemilikannya melalui struktur kepemilikan piramida,
kepemilikan silang dan terlibat dalam manajemen perusahaan. Peningkatan kepemilikan
menyebabkan meningkatnya kemampuan pemegang saham mayoritas untuk mengendalikan
perusahaan. Jika outsider equity dimiliki oleh banyak investor dengan nilai ekuitas yang
relatif kecil disebut dengan struktur kepemilikan tersebar.
Konsentrasi kepemilikan dapat diidentifikasi baik melalui pola kepemilikan imediat
maupun dengan ultimat. Kepemilikan imediat, tidak menelusuri rangkaian kepemilikan
sampai dengan kepemilikan akhir, sehingga La Porta et al. (1999) memperkenalkan konsep
baru dalam mengidentifikasi rantai kepemilikan, pemegang saham pengendali, pemisahan
hak aliran kas dan hak kontrol, serta mekanisme peningkatan kontrol dalam perusahaan. Pola
ini disebut dengan kepemilikan ultimat.
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3432
SESI III/7
La Porta et al. (1999) menemukan bahwa dengan pisah batas hak kontrol 10%, 76%
perusahaan publik dikendalikan melalui pola kepemilikan ultimat pada perusahaan publik di
27 negara di benua Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. Sedangkan Claessens et al. (2000a)
menemukan dengan pisah batas hak kontrol 10%, sebanyak 93% perusahaan publik di Asia
dikendalikan oleh pemegang saham pengendali. La Porta et al. (1999), Claessens et al.
(2000a), serta Faccio dan Lang (2002) dalam Siregar (2008) mengklasifikasi pemegang
saham pengendali menjadi lima, yaitu: keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan
kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan pemegang saham pengendali
lainnya (seperti investor asing, koperasi, dan karyawan).
Legitimasi dan Struktur Kepemilikan
Kepemilikan dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan langsung/imediat (immediate
ownership) dan kepemilikan ultimat (ultimat ownership). Kepemilikan imediat adalah
kepemilikan langsung terhadap perusahaan publik. Berdasarkan konsep kepemilikan ini,
rangkaian kepemilikan tidak ditelusuri, dan besarnya kepemilikan pemegang saham
ditentukan berdasarkan persentase saham yang terlulis atas nama dirinya. Kepemilikan
ultimat adalah kepemilikan langsung dan tidak langsung terhadap perusahaan publik.
Berdasarkan konsep kepemilikan ini, rangkaian kepemilikan harus ditelusuri sampai dengan
pemilik ultimat dapat diidentifikasi.
Ada dua mekanisme yang lazim digunakan pemegang saham pengendali untuk
mengendalikan suatu perusahaan melalui perusahaan lain yaitu kepemilikan piramida
(pyramid ownership) dan lintas kepemilikan (cross-holding). Pemegang saham pengendali
(controlling shareholder) adalah individu, keluarga, atau institusi yang memiliki kontrol
terhadap sebuah perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung pada tingkat pisah
batas (cut-off) hak kontrol tertentu (Claessens et al., 2000b). Kepemilikan piramida adalah
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3433
SESI III/7
kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lain, baik
melalui perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik. La Porta et al., (1999)
menunjukkan bahwa mekanisme kepemilikan yang paling lazim di negara berkembang
adalah struktur kepemilikan piramida. Lintas kepemilikan adalah kepemilikan pemegang
saham pengendali terhadap dua atau lebih perusahaan yang saling memiliki satu dengan
lainnya.
Kepemilikan ultimat mempunyai jalur dan lapisan kepemilikan hingga lapisan
tertentu. Siregar (2008) menemukan bahwa pemegang saham pengendali di Indonesia bisa
berada pada lapisan sampai dengan 10 dan memiliki sampai dengan 11 jalur kepemilikan.
Lapisan dan jalur kepemilikan yang kompleks meningkatkan kemungkinan bahwa pemegang
saham pengendali pada kepemilikan ultimat dapat melakukan ekspropriasi pada pemegang
saham minoritas. Lemahnya perlindungan hukum menyebabkan pemegang saham pengendali
lebih mudah mendapatkan manfaat privat atas kontrol yang dimiliki (La Porta et al., 2000).
Investor yang meragukan legitimasi perusahaan dengan kepemilikan ultimat cenderung tidak
berani membeli saham perusahaan dengan harga tinggi. Berdasarkan rerangka berpikir
tersebut maka diduga:
H1: Pola kepemilikan ultimat berpengaruh negatif pada harga saham.
Claessens et al. (2000b) mengajukan argumen tentang pengaruh konsentrasi
kepemilikan terhadap nilai perusahaan, yaitu positive incentive effect (PIE). Argumen PIE
menyatakan bahwa pemegang saham pengendali tidak akan melakukan ekspropriasi terhadap
pemegang saham minoritas karena pemegang saham pengendali merupakan pihak yang
paling merasakan dampak negatif dari penurunan nilai perusahaan atas tindakan ekspropriasi
tersebut. Nilai perusahaan tercermin pada harga saham perusahaan. Harga saham yang tinggi
menunjukkan kepercayaan investor pada perusahaan sebagai cerminan kemampuan
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3434
SESI III/7
perusahaan mempertahankan legitimasinya di pasar modal. Kemampuan pemegang saham
pengendali untuk mengendalikan manajemen dalam argumen PIE tidak ditujukan unuk
kepentingan pribadi, melainkan justru untuk menunjukkan kepada pemegang saham
minoritas bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan. Argumen tersebut konsisten
dengan Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan
berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Sehingga diduga:
H2: Persentase kepemilikan berpengaruh positif pada harga saham.
La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002)
mengklasifikasikan pemegang saham pengendali menjadi lima, yaitu keluarga, pemerintah,
institusi keuangan dengan kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan
pemegang saham pengendali lainnya (seperti investor asing, koperasi, dan karyawan). Siregar
(2008) menemukan bahwa pemegang saham pengendali di Indonesia didominasi oleh
keluarga. Pada perusahaan yang struktur kepemilikannya terkonsentrasi keluarga, biasanya
terjadi penggabungan antara fungsi manajemen dan kontrol sehingga keputusan yang dibuat
cenderung akan menguntungkan keluarga dan merugikan pemegang saham minoritas (Jensen
dan Fama, 1983).
Pada perusahaan keluarga kemungkinan terjadinya ekspropriasi menjadi lebih tinggi,
misalnya dalam menentukan orang yang akan ditunjuk sebagai manajemen. Ada
kecenderungan bahwa pendiri perusahaan akan memimpin perusahaan dalam jangka waktu
yang relatif lama walaupun sudah tidak kompeten (Shleifer dan Vishny, 1997). Kondisi
tersebut akan berdampak pada kepercayaan investor akan manajemen perusahaan karena
tidak dapat melakukan kontrol. Chen et al., (2008) menemukan bahwa perusahaan keluarga
cenderung melakukan tingkat pengungkapan informasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan nonkeluarga. Hal ini dapat berdampak pada turunnya nilai pasar yang
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3435
SESI III/7
tercermin dalam harga saham. Chen et al., (2008) menemukan bahwa perusahaan keluarga
cenderung melakukan tingkat pengungkapan informasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan nonkeluarga. Tingkat transparansi informasi perusahaan keluarga yang
relatif rendah membuat investor cenderung lebih hati-hati dalam menilai perusahaan tersebut.
Berdasarkan rerangka berpikir tersebut, diduga:
H3: Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif pada harga saham.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2010. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metoda purposive
sampling dengan kriteria yaitu perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi dengan pisah
batas 30% sesuai penelitian Demirag dan Serter (2003), karena kepemilikan perusahaan
publik di Turki kurang tersebar, serupa dengan kondisi perusahaan publik di Indonesia
(Sanjaya, 2010).
Definisi Operasional Variabel
1) Pola Kepemilikan
Pola kepemilikan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan imediat
(immediate ownership), dan kepemilikan ultimat (ultimat ownership). Kepemilikan
imediat adalah kepemilikan langsung terhadap perusahaan publik. Kepemilikan ultimat
(ultimate ownership) adalah kepemilikan langsung dan tidak langsung terhadap
perusahaan publik. Pola kepemilikan diproksikan dengan dummy variabel. Perusahaan
dengan pola kepemilikan ultimat diberi nilai 1, sedangkan perusahaan dengan pola
kepemilikan imediat diberi nilai 0.
2) Persentase Kepemilikan
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3436
SESI III/7
Persentase kepemilikan diproksikan dengan hak kontrol pemegang saham mayoritas yang
menunjukkan kemampuan pemegang saham mengendalikan kebijakan perusahaan. Hak
kontrol yang digunakan adalah jika persentase konsentrasi kepemilikannya baik langsung
maupun tidak langsung sebesar minimal 30% sesuai dengan penelitian Demirag dan
Serter (2003).
3) Kepemilikan Keluarga
Kepemilikan terkonsentrasi pada keluarga diproksikan dengan dummy variabel. Nilai 1
untuk perusahaan yang konsentrasi sahamnya dimiliki oleh keluarga tertentu dan nilai 0
untuk perusahaan yang konsentrasi sahamnya dimiliki oleh selain keluarga.
4) Harga Saham
Harga saham dalam penelitian ini diproksikan dengan harga saham penutupan 31 Maret.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-36/PM/2003 tentang
kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala menyatakan bahwa perusahaan wajib
menerbitkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit paling lambat akhir bulan
ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan. Tanggal laporan keuangan yang
digunakan perusahaan sampel adalah 31 Desember sehingga batas akhir penyampaian
laporan keuangan adalah 31 Maret tahun berikutnya. Penelitian yang menghubungkan
atribut laporan keuangan (misalnya laba) dengan harga pasar seringkali menggunakan
harga penutupan pada tanggal yang merupakan batas akhir waktu penyampaian laporan
keuangan kepada pihak yang berwenang, seperti Bapepam di Indonesia dan Securities
and Exchange Commission di Amerika Serikat. Tanggal tersebut pula yang digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Decow et al. (1999), Myers (1999), dan Wirama
(2008). Penelitian ini tidak menggunakan harga saham pada tanggal publikasian karena
tidak ada perbedaan harga yang signifikan antara tanggal publikasi dan tanggal 31 Maret.
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3437
SESI III/7
Harga saham merupakan proksi legitimasi pasar karena harga mencerminkan kepercayaan
pasar pada kondisi dan aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan.
5) Konsentrasi Kepemilikan Tinggi-Rendah
Penelitian ini menambahkan konsentrasi kepemilikan tinggi dan rendah sebagai variabel
kontrol. Konsentrasi kepemilikan tinggi adalah persentase kepemilikan di atas nilai rata-
rata yaitu 63,04% dan konsentrasi kepemilikan rendah berada di bawah nilai rata-rata
tersebut. Perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan tinggi diberi nilai 1, sedangkan
perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan rendah diberi nilai 0.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.
Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian asumsi klasik. Pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-
Smirnov. Multikolinearitas diuji dengan melihat nilai tolerance atau variance inflation factor
(VIF). Metoda Durbin Watson (Dw Test) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
autokorelasi, sedangkan untuk menguji heteroskedastisitas digunakan uji Glejser. Penelitian
ini juga melakukan analisis sensitivitas dengan melakukan uji beda harga saham antara
perusahaan dengan kepemilikan langsung oleh pemerintah dan perusahaan dengan
kepemilikan langsung nonpemerintah. Model regresi linear berganda ditunjukkan dalam
persamaan sebagai berikut.
HRG = β0 + β1PLK + β2 PK + β3 KK + β4 KTR+ e.......(1)
Keterangan:
HRG = Harga saham
β0 = Konstan
β1, β2, β3, β4 = Koefisien Regresi
e = Variabel Pengganggu
SK = Pola kepemilikan
PLK = Persentase kepemilikan
KK = Kepemilikan keluarga
KTR = Kepemilikan tinggi-rendah
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3438
SESI III/7
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kriteria pemilihan sampel diperoleh 163 pengamatan perusahaan yang
sesuai dengan kriteria selama periode 2008-2010. Karakteristik sampel dan distribusinya
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Karakteristik Sampel
No. Jumlah Observasi Persentase
Imediat 62 38%
Ultimat 101 62%
Pemerintah 36 22%
Perusahaan dengan kepemilikan luas 42 26%
Keluarga/Individu 74 45%
Institusi keuangan dengan kepemilikan luas 8 5%
Lain-lain 3 2%
Karakteristik Sampel
2
Pemegang
saham
pengendali
Pola
kepemilikan1
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 101 pengamatan (62%) merupakan perusahaan
dengan pola konsentrasi kepemilikannya ultimat, sedangkan sisanya 62 pengamatan (38%)
merupakan perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan imediat. Jika dilihat dari pemegang
saham pengendalinya maka pemegang saham pengendali terbanyak ada pada
keluarga/individu yaitu sebanyak 45% dari jumlah sampel. Gambaran ini konsisten dengan
hasil penelitian yang dilakukan Siregar (2008).
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tingkat
signifikansi 0,397 > 0,05. Hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan nilai tolerance
variabel bebas tidak kurang dari 10% atau 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF)
semuanya kurang dari 10. Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar
1,988. Nilai tersebut terletak diantara dU (1,781) dan 4-dU (2,219). Hasil uji Glejser
menunjukkan seluruh variabel bebas tidak berpengaruh pada nilai absolut residual.
Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi dalam penelitian
ini telah lolos pengujian asumsi klasik.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai adjusted R2 adalah 0,262. Ini berarti
bahwa varian dari variabel bebas yaitu sifat kepemilikan, persentase kepemilikan, dan
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3439
SESI III/7
kepemilikan keluarga mampu menjelaskan varian variabel terikat harga saham sebesar 26,2
persen, sedangkan sisanya sebesar 73,8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa pola kepemilikan
tidak berpengaruh pada harga saham pada tingkat signifikansi 0,053 (> 0,05). Ini
mengindikasikan bahwa pasar cenderung tidak menggunakan informasi pola struktur
kepemilikan dalam melakukan investasi. Hal ini mungkin disebabkan karena terbatasnya
transparansi informasi mengenai rantai kepemilikan, dimana investor hanya mungkin
menelusuri jika pemegang saham pada lapisan berikutnya juga merupakan perusahaan publik,
sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangan dalam melitigimasi aktivitas perusahaan
tersebut.
Persentase kepemilikan berpengaruh positif pada harga saham dengan tingkat
signifikansi 0,049 < 0,05. Hasil ini konsisten dengan argumen PIE yang menyatakan bahwa
pemegang saham pengendali tidak akan melakukan ekspropriasi karena mereka akan
menerima dampak negatif yang paling besar atas penurunan harga saham. Ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976) dan Grosfeld (2011). Alimehmeti dan
Pelleta (2012) juga menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif pada
nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa investor cenderung lebih melegitimasi
saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali, karena mereka sangat
berkepentingan dalam menjaga nilai perusahaan.
Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif pada harga saham dengan tingkat
signifikansi 0,000 < 0,05. Konsisten dengan hipotesis yang diajukan bahwa ekspropriasi
cenderung terjadi pada perusahaan keluarga sehingga kepercayaan investor pada legitimasi
perusahaan menurun. Penurunan legitimasi tercermin dari penurunan harga saham
perusahaan. Feng dan Jiang (2010) menyatakan bahwa di negara-negara yang institusinya
kurang berkembang seperti Indonesia, kontrol melalui kepemilikan keluarga atau struktur
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3440
SESI III/7
piramida memberikan kesempatan yang lebih besar untuk melakukan ekspropriasi pada
pemegang saham minoritas. Maury (2006) menemukan bahwa kepemilikan keluarga
berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Konsisten dengan penelitian tersebut, ekspropriasi
yang dilakukan perusahaan keluarga menyebabkan legitimasi perusahaan menurun yang
tercermin dari turunnya harga saham perusahaan.
Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol yaitu konsentrasi kepemilikan tinggi
dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol tersebut berpengaruh
negatif pada harga saham perusahaan dengan tingkat signifikansi 0,015 < 0,05. Hal ini
mengindikasikan kecenderungan bahwa perusahaan yang konsentrasi kepemilikannya di atas
nilai rata-rata memiliki legitimasi yang lebih rendah dilihat dari harga saham perusahaan.
Hasil pengujian sensitivitas antara perusahaan dengan kepemilikan langsung oleh
pemerintah dan kepemilikan langsung oleh nonpemerintah menunjukkan bahwa ada
perbedaan reaksi pasar antar kedua kelompok perusahaan tersebut. Pasar cenderung lebih
meyakini bahwa aktivitas perusahaan yang dikendalikan pemerintah tidak akan melakukan
ekspropriasi karena adanya pengawasan dari pemerintah dan masyarakat, sehingga harga
saham perusahaan pemerintah cenderung akan lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan pasar
lebih melegitimasi perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan
bahwa pola kepemilikan tidak berpengaruh pada harga saham, persentase kepemilikan
berpengaruh positif pada harga saham, kepemilikan keluarga dan kepemilikan tinggi-rendah
berpengaruh negatif pada harga saham. Hal ini mengindikasikan bahwa investor cenderung
belum mempertimbangkan pola struktur kepemilikan dalam melegitimasi suatu perusahaan
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3441
SESI III/7
yang mempengaruhi keputusannya dalam berinvestasi. Disisi lain investor cenderung lebih
melegitimasi saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali, karena
kemungkinan berasumsi pemegang saham pengendali sangat berkepentingan dalam menjaga
nilai perusahaan. Namun, investor cenderung meragukan legitimasi perusahaan jika
konsentrasi kepemilikan yang terlalu tinggi (di atas rata-rata 63,04%), karena tingginya hak
kontrol yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali tersebut dalam menentukan
kebijakan strategis perusahaan, sehingga kemungkinan dapat merugikan pemegang saham
minoritas. Berbeda halnya dengan saham yang mayoritas dimiliki oleh perusahaan keluarga
cenderung kurang dilegitimasi oleh investor. Hasil uji sensitivitas mengindikasikan pasar
lebih melegitimasi perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah.
Harga yang bersedia dibayar oleh investor sangat tergantung pada ketersediaan
informasi. Perusahaan dapat menjaga legitimasinya dengan melaksanakan aktivitas yang
sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku, dengan melakukan pengungkapan informasi
yang memadai, salah satunya berkaitan dengan struktur kepemilikan saham sehingga dapat
dijadikan pertimbangan oleh Investor dalam membuat keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa implikasi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1) Implikasi teoretis
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan literatur yang berkaitan dengan
pengujian struktur kepemilikan dan teori legitimasi. Struktur kepemilikan menjadi
topik yang menarik karena kondisi di Indonesia yang relatif unik.
2) Implikasi bagi perusahaan
Perusahaan perlu mempertimbangkan pengungkapan informasi mengenai struktur
kepemilikan. Selama ini pengungkapan struktur kepemilikan khususnya kepemilikan
ultimat sangat terbatas. Investor mungkin akan bertindak konservatif dengan
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3442
SESI III/7
informasi yang terbatas sehingga tidak berani melakukan investasi dengan harga
tinggi.
3) Implikasi bagi regulator
Badan regulator hendaknya lebih memperhatikan struktur kepemilikan perusahaan
yang ada. Hal ini berkaitan dengan perlindungan investor dari kemungkinan
terjadinya ekpropriasi oleh pemegang saham mayoritas. Investor mungkin akan takut
melakukan investasi atau membayar dengan harga rendah pada perusahaan tertentu
karena adanya kekhawatiran terhadap return dan risiko yang akan ditanggung.
Pengungkapan yang memadai tentang struktur kepemilikan ultimat memungkinkan
semakin sulit bagi pemegang saham pengendali untuk mengekspropriasi pemegang
saham minoritas. Dengan pengungkapan kepemilikan ultimat yang memadai, investor
sudah dapat mengantisipasi besarnya risiko ekspropriasi yang mungkin terjadi. Perlu
adanya ketentuan pasar modal agar penegakan hukum lebih kondusif bagi investor.
4) Implikasi untuk penelitian selanjutnya
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga perlu dilakukan penelitian
lanjutan untuk memperoleh hasil yang lebih robust. Berikut beberapa saran untuk
penelitian selanjutnya antara lain:
a) Penelitian ini hanya menggunakan harga sebagai proksi legitimasi karena
penelitian yang menghubungkan legitimasi struktur kepemilikan masih
terbatas. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan proksi
legitimasi yang lain misalnya atensi media (Liu et al., 2012).
b) Penelitian ini hanya menguji perbedaan harga hanya berdasarkan tipe
pemegang saham pengendali keluarga. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan
pada kelompok pemegang saham pengendali yang lain sehingga diperoleh
hasil yang lebih komperhensif.
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3443
SESI III/7
DAFTAR PUSTAKA
Alimehmeti, G. dan A. Palleta. 2012. Ownership Concentration and Effects Over Firm Performance: Evidences
from Italy. European Scientific Journal. Vol. 8, No. 22.
Chen, S., X. Chen, and Q. Cheng. 2008. Do family firms provide more or less voluntary disclosure? Journal of
Accounting Research 46 (3): 499-536.
Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph; dan Lang, Larry (2000b). “Expropriation of Minority
Shareholders: Evidence from East Asia. Policy Research Working Paper 2088, The World Bank.
Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph P.H.; dan Lang, Larry H.P. (2002). Disentagling the Incentive
and Entrenchment Effects of Large Shareholdings. Journal of Finance. Vol. 57, No. 6: 2741-1771.
Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; dan Lang, Larry H.P. (2000a). “The Separation of Ownership and Control
in East Asian Corporations.” Journal of Financial Economics. Vol. 58: 81-112.
Clark, Gordon L and Dariusz Wójcik 2005. Financial Valuation of the German Model: The Negative
Relationship Between Ownership Concentration and Stock Market Returns, 1997 – 2001. Economic
Geography Vol. 81 No. 1. pp. 11 – 29.
Dechow, P. M., A. P. Hutton, dan R. G. Sloan. 1999. An Empirical Assessment of the Residual Income
Valuation Model. Journal of Accounting and Economics 26: 1-34.
Demirag, I. Dan Serter, M. 2003. Ownership Patterns and Control in Turkish Listed Companies. Corporate
Governance, 11 (1): 40-51.
Ding, Y., Zang, H., dan Zang, J. 2007. Private vs. State Ownership and Earnings Management: Evidence from
Chinese Listed Companies. Corporate Governance,15(2): 223-238.
Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gorriz, C. Galve and Vicente Salas Fumas 1996. Ownership Structure and Firm Performance: Some Empirical
Evidence from Spain. Managerial and Decision Economics, Vol. 17, No. 6, pp. 575-586.
Faccio, M. dan Lang, Larry H.P. (2002). The Ultimate Ownership of Western European Corporations. Journal
of Financial Economics. Vol. 65: 365-395.
Fama, E. and M. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics 26, 301-
325.
Fan, J. P. H dan Wong, T. J. 2002. Corporate Ownership Structure and The Informative of Accounting Earnings
in East Asia. Journal of Accounting and Economics 33: 401- 425.
Febrianto, R. 2005. The Effect of Ownership Concentration on The Earnings Quality: Evidence from Indonesian
Companies. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (2):105-120.
Feng, M. W. Dan Y. Jiang. 2010. Institutions Behind Family Ownership and Control in Large Firms. Journal of
Management Studies 47: 2.
Grosfeld, I. 2011. Ownership concentration and firm performance: Evidence from an emerging market. Working
paper Nº 6-18, Paris-Jourdan Sciences Economiques.
Haruman, T. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan
Survey pada Perusahaan Manufaktur di PT. Bursa Efek Indonesia. Makalah disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Jensen, Michael C. dan Meckling, William H. (1976). “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs. And Ownership Structure.” Journal of Financial Economics. Vol. 3: 305-360.
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3444
SESI III/7
La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei (1999). Corporate Ownership Around the
World. Journal of Finance. Vol. 54, No. 2: 471-517.
La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (1998). Law dan Finance.
Journal of Political Economy. No. 106: 1113-1155.
La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (2000). Agency Problems
and Dividend Policies Around the World. Journal of Finance. Vol. 55: 1-33.
La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (2002). Investor Protection
and Corporate Valuation. Journal of Finance. Vol. 57, No. 3: 3-27.
Leuz, C., Nanda, D., dan Wysocki P. D. 2003. Earnings Management and Investor Protection: An International
Comparison. Journal of Financial Economic, 69: 505-527.
Lins, Karl V. (2003). “Equity Ownership and Firm Value in Emerging Markets.” Journal of Financial and
Quantitative analysis. Vol 38, No. 1: 159-184.
Liu, J., D. Taylor, dan K. Harris. 2012. Legitimacy and Corporate Governance Determinants of the Disclosure
of Executives’ Share Rights, Options and Termination Benefits. Available at: www.ssrn.com.
Accessed: 12 Juli 2013.
Maury, B. 2006. Family Ownership and Firm Performance: Empirical Evidence from Western European
Corporations. Journal of Corporate Finance. No. 12: 321-341.
Mcconaughy, Daniel L, Charles H Matthews and Anne S Fialko. 2001. Founding family controlled firms:
performance, risk, and value Journal of small business management. Vol. 39 No.1, pp. 31 – 49.
Myers, J. N. 1999. Implementing Residual Income Valuation With Linear Information Dynamics. The
Accounting Review 74 (1): 1-28.
Meyer, J.W. dan Rowan, B. 1991. Institutionalised Organisation: Formal Structure as Myth and Ceremony. in
The New Institutionalism in Organizational Analysis (DiMaggio, P.J. and Powell, W.W eds): 1-38.
Chicago: University of Chicago Press.
Pivovarsky, A. 2001. How Does Privatization Work? Ownership Concentration and Enterprise Performance in
Ukraine. IMF Working Paper. Tanggal download 11 – Juli 2013.
Sanjaya, I. P. S. 2010. Efek Entrenchment dan Alignment pada Manajemen Laba. Disertasi. Program Doktor
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Scott, William R. 2000. Financial Accounting Theory. Canada: Prentice-Hall Inc, 2 th edition.
Shleifer, Andrei dan Vishny, Robert W. (1997). A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. Vol.
52 No. 2: 737-783.
Siregar, B. 2008. Ekspropriasi Pemegang Saham Minoritas dalam Struktur Kepemilikan Ultimat. Disampaikan
dalam Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak: 23-24 Juli.
Suchman, M. C. (1995) Managing Legitimacy: Strategic and Institutional Approaches, Academy of Management
Journal, Vol. 20, No. 3, pp. 571 - 610.
Villalonga, B. dan Amit, R. 2004. How do Family Ownership, Control and Management Affect Firm? Journal
of Financial Economic 80: 385-417.
Wilmshurt, T.D. and Frost, G.R. 2000. Corporate Environmental Reporting: A Test of Legitimacy Theory.
Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 13, No. 1, pp. 10-26.
Wirama, Dewa Gede. 2008. Validitas Teori Surplus Bersih dalam Menjelaskan Harga dan Return. Desertasi.
(Tidak dipublikasikan). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3445
SESI III/7
Lampiran 1
Pengujian Hipotesis
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,534a ,285 ,262 1,58160 1,988
a. Predictors: (Constant), LagY, Persentase Kepemilikan, Kepemilikan Keluarga, Pola
Kepemilikan, Konsentrasi Tinggi-Rendah
b. Dependent Variable: Harga
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 155,355 5 31,071 12,421 ,000b
Residual 390,226 156 2,501
Total 545,581 161
a. Dependent Variable: Harga
b. Predictors: (Constant), LagY, Persentase Kepemilikan, Kepemilikan Keluarga, Pola
Kepemilikan, Konsentrasi Tinggi-Rendah
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 5,603 ,932 6,011 ,000 Pola Kepemilikan -,697 ,358 -,185 -1,949 ,053 ,511 1,956
Persentase Kepemilikan
,029 ,015 ,242 1,983 ,049 ,308 3,243
Kepemilikan Keluarga -1,179 ,324 -,320 -3,637 ,000 ,593 1,685
Konsentrasi Tinggi-Rendah
-,967 ,451 -,263 -2,144 ,034 ,304 3,289
LagY ,144 ,075 ,143 1,909 ,058 ,812 1,232
a. Dependent Variable: Harga
Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma, dan Ni Wayan Yuniasih
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 3446
SESI III/7
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 2,179 ,547 3,987 ,000
Pola Kepemilikan -,347 ,210 -,177 -1,655 ,100
Persentase Kepemilikan -,013 ,009 -,211 -1,535 ,127
Kepemilikan Keluarga -,190 ,190 -,099 -,998 ,320
Konsentrasi Tinggi-Rendah ,453 ,264 ,238 1,714 ,088
LagY -,014 ,044 -,026 -,309 ,758
a. Dependent Variable: Abs2
Lampiran 2
Analisis Sensitivitas