106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: SHELMA YUSMINAR HAJAR NIM. E0008433 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2 0 1 3

LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH

INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN

HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

SHELMA YUSMINAR HAJAR

NIM. E0008433

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2 0 1 3

Page 2: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH

INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK

ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Oleh

SHELMA YUSMINAR H AJAR

NIM. E0008433

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Januari 2013

Dosen Pembimbing

m (Skripsi)

Pembimbing I

Erna Dyah K, S.H., M.Hum.,LL.M

NIP. 197703302003122001

Pembimbing II

Ayub Torry Satriyo K, S.H., M.H

NIP. 198307162008011005

Page 3: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH

INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN

HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Disusun oleh :

Shelma Yusminar Hajar

NIM. E0008433

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 23 Januari 2013

DEWAN PENGUJI

1. Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S :……………………………

Ketua

2. Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H :……………………………

Sekretaris

3. IErna Dyah Kusumawati, S.H., M.Hum., LL.M :……………………………

Anggota

Mengetahui,

Dekan

(Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.)

NIP. 195702031985032001

Page 4: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

SURAT PERNYATAAN

Nama : Shelma Yusminar Hajar

NIM : E0008433

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH

INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK

ASASI MANUSIA INTERNASIONAL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal

yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi)

ini.

Surakarta, Januari 2013

Yang Membuat Pernyataan,

Shelma Yusminar Hajar

NIM. E0008433

Page 5: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Shelma Yusminar Hajar. 2013. E0008433. LEGALITAS PEMULANGAN

IMIGRAN OLEH PEMERINTAH INDONESIA BERDASARKAN HUKUM

PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL.

Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini mendeskripsikan dan mengkaji permasalahan, pertama apakah

pemulangan imigran (pengungsi dan pencari suaka) oleh pemerintah Indonesia sudah

sesuai dengan hukum pengungsi (The 1951 Convention Relating to the Status of

Refugees dan The 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees) dan hukum hak

asasi manusia internasional. Kedua, bagaimana kewajiban Pemerintah Indonesia

dalam menangani pemulangan pengungsi sedangkan Indonesia belum meratifikasi

kedua aturan hukum pengungsi internasional tersebut.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data

sekunder meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan melalui Cyber media, instrumen

penelitian berupa Konvensi 1951 dan Protokol tambahan 1967, selanjutnya teknis

analisis yang digunakan adalah metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan pemulangan imigran

berdasarkan hukum pengungsi dan hak asasi manusia internasional yaitu tahap

penentuan status pengungsi. Setelah imigran mendapat status pengungsi maka

UNHCR akan mencarikan solusi berkelanjutan, yaitu pemulangan sukarela ke negara

asal atau integrasi lokal atau pemukiman kembali ke negara ke tiga. Untuk

pemulangan sukarela harus benar-benar memperhatikan kesukarelaan pengungsi dan

keadaan negara asal serta menghormati hak asasi manusia. Meskipun Indonesia

belum meratifikasi konvensi pengungsi dan protokol tambahan namun atas dasar

kemanusiaan dan prinsip non-refoulement Pemerintah Indonesia tetap harus

melindungi pengungsi dan pencari suaka yang singgah atau masuk ke wilayah

Indonesia. Pemulangan imigran oleh Pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan

hukum pengungsi dan hak asasi manusia. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kasus

pemulangan yang ditangani oleh Indonesia.

Kata Kunci : Pemulangan, imigran, Hukum Pengungsi dan Hukum HAM

internasional

Page 6: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Shelma Yusminar Hajar. E0008433. 2013. The Legality of the Refoulement of

Ilegal Immigrants by The Indonesia Government Based on the Refugee Law and

International Human Rights law. Legal Writing. Law Faculty of Sebelas Maret

University Surakarta.

This study describes and examines the problems regarding the refoulement of

illegal immigrants, in this regard are refugees and asylum seekers by the government

of Indonesia whether or not it is inaccordance to the international refugee law (The

1951 Convention Relating to the Status of Refugees and The 1967 Protocol Relating

to the Status of Refugees) and international human rights law; as well as the

obligation of the government of Indonesia in dealing with the refoulement of the

refugees in which Indonesia is not a party to the refugee convention and its its

convenan.

This research is normative legal research which is prescriptive. In nature the

data used in this research is secondary data including primary legal materials,

secondary and tertiary. Data collection techniques used is library study and through

Cyber media. A Convention 1951 on the status of refugees and the 1967 Additional

Protocol will be the main instrument to be considered. Technical analysis is

deductive method.

The results shows that the repatriation of refugees and legal immigrants

based on international human rights, namely the determination of refugee status. The

second stage after declared as refugees then the UNHCR will seek sustainable

solutions, namely voluntary repatriation to the country of origin or local integration

or resettlement to a third country. When the vouluntary repatriation is cloosen, the

condition of the country origin as well as the refugees volunterism should be paid

attention to respect human rights. Voluntary repatriation should really pay attention

to volunteerism refugees and the State of the country of origin as well as respect for

human rights. Although Indonesia has not yet to ratified the Refugee Convention and

the Additional Protocol, but on the basis of humanity and the principle of non-

refoulement remained Indonesia's Government must protect refugees and asylum

seekers who are in transit or entry into the territory of Indonesia. The refoulement of

immigrants by the Government of Indonesia is in compliance to international refugee

law and human rights law. This is proven by the number of cases dealt with the

refoulement carried out by Indonesia Government.

Keywords: Refoulement, Immigrants, Refugee and International Human Rights Law

Page 7: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada

sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang

laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita juga

ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah

sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu”

(QS. An Nisaa:32)

“Nikmati hidup karena hidup itu sungguh luar biasa! Hidup adalah perjalanan

yang indah!”

(Bob Proctor)

“If something went wrong, don’t be sad. It’s just God way to forgive your sins”

(A.K)

Page 8: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Kedua orang tuaku tersayang, mamaku Nurul Fadlilah dan papaku Muhamad

Yusuf, S.H

2. Kakakku, Muhammad Yasrul Hajar, S.H

3. Keluarga Besar Alm. H. Daeng Mattemu

4. Keluarga Besar Alm. H. Ahmad Milatu

5. Tito Erlangga

6. Sahabat-sahabatku: Goestania Firstkaputri, Karlina dyah K, Veri Puspita I, Titis

Restuning K, Indah Handaningrum, Danni Sepgavia dan lainnya.

7. Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 9: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha

Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “LEGALITAS PEMULANGAN

IMIGRAN OLEH PEMERINTAH INDONESIA BERDASARKAN HUKUM

PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL”.

Penulisan hukum ini membahas tentang pemulangan imigran dalam hal ini

yaitu pengungsi dan pencari suaka oleh pemerintah Indonesia berdasarkan hukum

pengungsi dan hak asasi manusia. Dimana terdapat prinsip non-refoulement yang

sudah menjadi hukum kebiasaan internasional semua negara harus mematuhinya,

tidak ada pengecualian.

Dalam kesempatan ini, Penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi)

ini tidak lepas dari bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor ;

2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pembantu Dekan;

3. Ibu Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini;

4. Ibu Erna Dyah Kusumawati, S.H., M.Hum.,LLM selaku Dosen Pembimbing I

yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu yang sangat bermanfaat,

bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum

ini;

Page 10: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

5. Bapak Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II

yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam

penulisan hukum ini ;

6. Ibu Siti Muslimah, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan

bimbingan dan nasihat selama Penulis menempuh kuliah S1;

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat bagi Penulis;

8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis selama kuliah di

Fakultas Hukum UNS;

9. Kedua orang tuaku, Papaku Muhamad Yusuf S.H, Ibuku Nurul Fadlilah, dan kakak M.

Yasrul Hajar, S.H serta Tito Erlangga yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa,

semangat, dukungan, kepercayaan dan perhatiannya selama ini;

10. Sahabat-sahabatku Goestania Firstkaputri, Karlina dyah K, Veri Puspita I, Titis

Restuning K, Indah Handaningrum, Danni Sepgavia, Mifta Adi, Liya Listiana, Nisa,

Cristian terimakasih atas dukungan dan doa kalian selama ini;

11. Sahabat seperjuangan dalam penulisan hukum (Skripsi) Hukum Internasional Mbak

Dina, Hanafi Dwi Atmojo, Stefanus Donatumar, Mohammad Ali Potera Lesmana;

12. Sahabat Black Photography Community, Mas Tio, Mas Fauzan, Mas Puguh, Mas Iang,

Mas Indra, Pak Fredy, Pak Yunus, Mas Nanang, Mas Adit, Mas Ael, Mas Keke, Mas

Widodo. Terimakasih atas persahabatan, keceriaan hunting foto dan berbagi ilmu

photography selama ini;

13. Teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Semoga penulisan hukum (skripsi) ini bermanfaat dan Penulis memohon maaf yang

sebesar-besarnya apabila kesalahan dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Januari 2013

Penulis,

Shelma Yusminar Hajar

Page 11: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. .................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

HALAMAN MOTTO ............................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI.............................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah ......................................................................... 8

C. Perumusan Masalah ......................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian............................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian............................................................................. 10

F. Metode Penelitian .............................................................................. 11

G. Sistematika Penelitian ....................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Imigrasi......................................................... 17

2. Tinjauan Tentang Pemulangan .................................................. 25

3. Tinjauan Tentang Penanganan WNA yang Melanggar

Hukum ...................................................................................... 27

4. Tinjauan Tentang Imigran (Pengungsi dan Pencari Suaka) ...... 30

5. Tinjauan Tentang Hukum Hak Asasi Manusia .......................... 46

Page 12: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

6. Tinjauan Tentang Organisasi Internasional Urusan

Pengungsi ................................................................................. 52

B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 61

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................. 63

1. Pengaturan Pemulangan Imigran dalam Hukum Pengungsi dan Hukum

Hak Asasi Manusia Internasional ............................................... 63

a. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan

Hukum Pengungsi ........................................................ 63

b. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan

Hukum Hak Asasi Manusia Internasional .................... 69

2. Pemulangan Imigran oleh Pemerintah Indonesia Sesuai dengan Hukum

Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia

Internasional ............................................................................... 71

B. Pembahasan ....................................................................................... 74

1. Pengaturan Pemulangan Imigran dalam Hukum Pengungsi dan Hukum

Hak Asasi Manusia .................................................................... 74

a. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan

Hukum Pengungsi ........................................................ 74

b. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum

Hak Asasi Manusia Internasional ................................. 82

2. Pemulangan Imigran oleh Pemerintah Indonesia Sesuai dengan Hukum

Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia

Internasional ............................................................................... 85

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 92

B. Saran ......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kedudukan dan Tugas Pokok UNHCR ...................................................... 58

Gambar 2 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 61

Gambar 3 Penentuan Status Pengungsi ....................................................................... 68

Page 14: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perjalanan zaman membawa pengaruh besar terhadap perkembangan suatu

negara di dunia. Penduduk di suatu negara dapat berpindah ke negara lain karena

beberapa faktor dengan negara mereka seperti adanya perang, adanya

penganiayaan, sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan kehendak mereka,

ketidakcocokan dengan sistem ekonomi, adanya bencana alam dan lain

sebagainya. Mobilitas atau perpindahan tersebut dibagi menjadi dua yaitu

permanen dan non-permanen. Mobilitas permanen meliputi migrasi,emigrasi dan

remigrasi. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau

negara ke luar menuju wilayah atau negara lain. Emigrasi berupa keluarnya

penduduk suatu negara untuk masuk ke negara lain, sedangkan remigrasi adalah

kembalinya penduduk ke negara asalnya. Kedua yaitu mobilitas non-permanen

seperti seperti berwisata, bekerja, pendidikan dan sebagainya. ( Wagiman,

2012:54-55).

Emigrasi merupakan istilah yang biasa dipakai oleh negara asal karena

penduduknya meninggalkan wilayahnya sedangkan Imigrasi adalah istilah yang

biasa digunakan oleh negara tujuan. Untuk masuk ke suatu wilayah negara harus

melengkapi beberapa persyaratan antara lain paspor. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, paspor berarti “Surat keterangan yang dikeluarkan oleh pemerintah

untuk seorang warga negara yang akan mengadakan perjalanan ke luar negeri”.

Menurut M. Iman Santoso disebutkan bahwa Passport adalah pas atau izin

melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata pass yaitu melewati,

dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Passport ini biasanya memuat

identitas pemegang serta negara yang mengeluarkan. Paspor juga menunjukkan

Page 15: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

identitas kewarganegaraan pemegang. Oleh karena itu negara yang mengeluarkan

berkewajiban memberikan perlindungan hukum bagi pemegang di mana pun

pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan kepada semua pihak

yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang paspor melewati suatu

wilayah secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan kepadanya di dalam

melintasi batas suatu negara (M. Iman Santoso, 2004: 16).

Dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan melakukan

perjalanan ke negara lain, dibutuhkan visa. Visa dipergunakan sebagai istilah

teknis di bidang keimigrasian yang artinya cap atau tanda yang diterakan pada

paspor, yang menunjukkan telah diperiksa dan disetujui oleh pejabat negara

tujuan, di luar negeri, untuk memasuki negara asal pejabat negara asing itu.

Pemeriksaan paspor dan visa yang tercantum di dalamnya merupakan bagian dari

proses keimigrasian pada saat kedatangan (M. Iman Santoso, 2004: 16).

Kedua surat-surat di atas adalah syarat umum untuk melalui suatu wilayah

negara. Bagi orang asing yang ingin berpergian ataupun singgah ke negara lain

wajib mempunyai surat-surat tersebut agar lalu lintas masuk keluarnya orang

asing dalam suatu negara berjalan dengan lancar. Lalu-lintas keluar masuknya

imigran di Indonesia ternyata tidak semuanya berjalan lancar sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang ada. Banyak diantaranya masuk secara

illegal, dalam arti tidak memenuhi persyaratan baik berupa tidak lengkapnya

paspor dan visa atau persyaratan lainnya seperti kartu identitas untuk para imigran

masuk ke suatu negara. Untuk itu diperlukan adanya pengawasan terhadap

imigran yang masuk ke Indonesia yang ditujukan untuk mengontrol keluar

masuknya imigran sesuai dengan ketentuan Imigrasi yang berlaku. Hal tersebut

dilakukan untuk menghindari adanya illegal migrant yang masuk ke Indonesia.

Berdasarkan data laporan ilegal imigran dari Kantor Imigrasi di Indonesia

Tahun 2000- 2001 tercatat 1.663 Warga Negara Asing (WNA) masuk secara

Page 16: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

illegal dan 704 diantaranya tidak memiliki kerwarganegaraan yang jelas

(Direktorat Jenderal Imigrasi, 2000-2001). Pada tahun 2002 tercatat tidak kurang

dari 3.500 imigran gelap dari berbagai kewarganegaraan masuk ke Indonesia.

Tercatat tidak kurang dari 1.594 imigran ditangani United Nations High

Commissions of Refugees (UNHCR), 482 orang dinyatakan sebagai pengungsi

setelah proses penyaringan oleh UNHCR (screen-in). Bagi Imigran yang telah

mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR diberi bantuan Rp 500.000,00

perbulan per keluarga. Sementara 1.114 orang lainnya berstatus suaka yang

sedang menunggu proses dari UNHCR (M. Iman Santoso, 2004: 228-229).

Sampai dengan 31 Maret 2012, sebanyak 3,781 pencari suaka dan 1,140

pengungsi terdaftar di UNHCR Jakarta. Sementara, belum ada jumlah pasti untuk

orang yang tidak memiliki kewarganegaraan ( http://www.unhcr.or.id/id/siapa-

yang-kami-bantu Diakses pada 18 April 2012 pukul 21:34 WIB). Sebagian besar

imigran tersebut berasal dari Afghanistan, Irak, Iran, Srilanka serta beberapa

negara Afrika lainnya. Para imigran tersebut biasanya menuju negara yang

mereka anggap aman seperti Australia sebagai negara migrant (migrant country)

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/solusi-jangka-panjang diakses pada

tanggal 21 Oktober 2012 pukul 21.30 WIB).

Perjalanan panjang menuju negara tujuan, banyak di antara imigran

terdampar di Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini. Negara-negara tersebut

diklasifikasikan sebagai negara transit (transit countries). Negara transit tersebut

hanya sebagai negara yang harus dilewati oleh para imigran. Imigran yang masuk

ke negara transit harus memiliki dokumen-dokumen yang lengkap, namun syarat-

syarat tersebut tidak semuanya dapat dipenuhi oleh para imigran. Hal inilah yang

menjadi permasalahan serius bagi negara transit. Dari rangkaian perjalanan

panjang tersebut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi perlu kerjasama

yang komprehensif antarnegara yang berkaitan. Terlebih lagi kalau mengacu pada

politik hukum keimigrasian yang tidak mengatur secara khusus tentang imigran

Page 17: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

yang melewati wilayahnya dan sebagian besar negara transit bukan merupakan

migrant country sehingga tentu saja tidak ada dasar hukum bagi kaum imigran itu

untuk bertempat tinggal di negara transit tersebut (M. Iman Santoso, 2004:229).

Pada satu sisi kehadiran orang asing di suatu negara memberikan

keuntungan bagi hubungan international antar negara. Misalnya kerjasama

diplomatik dan konsuler serta kedatangan wisatawan asing yang memberikan

devisa kepada negara. Namun, disisi lain dapat memberikan kerugian bagi suatu

negara misalnya penyelundupan dan perdagangan manusia yang berakibat

terancamnya keamanan dan kedaulatan suatu negara

http://www.dephan.go.id/kemhan/files/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e3.pdf

diakses pada tanggal 28 Oktober 2012 pukul 10.44 WIB) . Untuk mencegah

terjadinya tindakan kejahatan maka negara dapat melakukan

pemulangan/pengusiran atau tindakan hukum yang disebut dengan deportasi.

Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara hukum juga melaksanakan deportasi bagi

orang asing yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana di

wilayah negara Indonesia.

Pelaksanaan deportasi dilaksanakan oleh Dirjen Imigrasi Indonesia

berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang keimigrasian. Pasal 1

menjelaskan bahwa deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan orang asing

dari wilayah Indonesia. Deportasi pada dasarnya merupakan hak suatu negara

untuk mengusir orang asing yang dianggap melanggar peraturan,mengganggu

kestabilan negara, bahkan mengancam kedaulatan negara. J.G Strake dalam

bukunya “Pengantar Hukum Internasional (J.G Starke, 1972:98) mengatakan

bahwa: “Negara berwenang untuk mengusir orang-orang asing, mengembalikan

mereka ke negara asalnya dan mengantarkan mereka keperbatasan” .

Dapat disimpulkan bahwa deportasi adalah hak yang dimiliki oleh suatu

negara untuk mengeluarkan atau mengusir orang asing yang berada di wilayah

Page 18: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

territorial negaranya karena yang bersangkutan tidak dikehendaki oleh negara

penerima. Negara berhak mendeportasi orang asing yang terbukti melakukan

pelanggaran di suatu wilayah negara yang disinggahinya. Penderpotasian harus

dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan negara penerima. Apabila

sudah terbukti melakukan tindak pidana maka negara penerima segera

menindaklanjuti untuk segera dilakukan pendeportasian. Namun, sekali lagi

negara penerima dalam harus sangat teliti dalam mendeportasikan, sebab hal

tersebut berkenaan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM perlu

memperhatikan hukum international yang mengatur tentang pemulangan imigran

terlebih imigran pencari suaka dan pengungsi. Hukum Internasional mengenal

prinsip larangan pengusiran (non-refoulement), yaitu prinsip berupa larangan atau

tidak diperbolehkannya suatu negara untuk mengembalikan atau mengirimkan

pencari suaka dan pengungsi (refugee) ke suatu wilayah tempat pengungsi akan

menghadapi persekusi atau penganiayaan yang membahayakan hidupnya karena

alasan-alasan yang berkaitan dengan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada

kelompok sosial tertentu, atau keyakinan politiknya (Dwi Astuti Palupi, 2007:7).

Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Pasal 31 Konvensi Pengungsi

1951, yang melarang negara dimana pengungsi berada untuk melakukan

pengusiran dengan alasan formal, misalnya kedatangan secara tidak sah atau

kegagalan melaporkan kepada otoritas yang berwenang dalam batas waktu yang

telah ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 33 Konvensi Pengungsi

1951 yang menyatakan bahwa “negara pihak tidak boleh melakukan pengusiran

atau pengembalian pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah-wilayah

dimana hidup dan kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan,

keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politiknya”.

Page 19: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Dapat diperjelas disini bahwa deportasi dan refoulement adalah berbeda.

Walaupun sekilas terlihat sama yaitu sama-sama dalam hal pengusiran imigran

dari suatu wilayah negara, namun pada dasarnya dua hal tersebut sangat berbeda.

Deportasi merupakan pengusiran orang asing di suatu wilayah negara lain karena

yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana atau melanggar aturan di

negara tersebut. Sedangkan refoulement tidak didasarkan imigran tersebut

melakukan tindak pidana atau melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan

peraturan keimigrasian suatu negara tetapi berdasarkan karena imigran tersebut

merupakan pencari suaka atau pengungsi yang harus mendapat perlindungan

sehingga negara yang disinggahi tidak dapat melakukan pemulangan dengan

sewenang-wenang.

Pelaksanaan deportasi dan prinsip non-refoulement diatur dalam Universal

Declaration of Human Rights 1948 (UDHR-DUHAM), yaitu Pasal 3, Pasal 9 dan

Pasal 14. Hak-hak tersebut diakui dalam International Customary Law/ hukum

kebiasaan internasional sebagai hak yang melekat pada individu dan tidak dapat

dihalang-halangi atau diambil (non derogable rights). Pasal 13 Paragraf 2

Deklarasi HAM PBB 1948 menyebutkan “Everyone has the right to leave any

country, including his own, and to return to his country”. Hal ini disebabkan

karena Universal Declaration of Human Rights1948 bersifat universal sehingga

menjadi modal ideal bagi dokumen atau konstitusi hak asasi manusia yang

terdapat di beberapa negara (Dwi Astuti Palupi, 2007:10).

Selain DUHAM tersebut diatas terdapat konvensi lain yang mengatur

tentang hak asasi manusia yaitu Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik

(KIHSP) yang dikenal dengan nama resmi International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPR). Saat ini KIHSP telah diratifikasi oleh 167 negara

(http://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IV-

4&chapter=4&lang=en diakses pada tanggal 3 Juni 2012 pukul 18.07 WIB) .

Tidak kurang dari 80% negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa

Page 20: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

(PBB) yang berjumlah 193 negara telah menjadi negara pihak (State Parties)

dari kovenan tersebut. Ditinjau dari segi tingkat ratifikasi, maka dapat dikatakan

kovenan ini memiliki tingkat universalitas yang sangat tinggi bila dibanding

dengan perjanjian internasional hak asasi manusia lainnya (Ifdhal Kasim,

2011:2).

Konvenan ini mewajibkan negara pihak untuk melaksanakan tanggung

jawab perlindungan dan upaya pemenuhan terhadap kebebasan terdapat dalam

Pasal 2 ayat (1) ICCPR menyatakan bahwa “setiap negara yang meratifikasi

perjanjian itu terikat atau berkewajiban untuk menghormati hak-hak dari individu

yang berada di wilayahnya tanpa membeda-bedakan ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama, politik, pendapat, asal kebangsaan atau kelas sosial,

kelas kejayaan dan lain-lain status”.

Dalam kaitannya dengan masalah pemulangan/deportasi konvenan ini

mengatur secara jelas dalam Pasal 13 yang berbunyi:

“An alien lawfully in the territory of a State Party to the present Covenant

may expelled therefrom only in pursuance of a decision reached in

accordance with law and shall, except where compelling reasons of national

security otherwise require, be allowed to submit the reasons against his

expulsion and to have his case reviewed by, and be represented for the

purpose before, the competent authority or a person or persons especially

designated by the competent authority”

Pasal tersebut berarti bahwa hak sebagai orang asing hanya dapat diusir

atau dipulangkan berdasarkan putusan hukum dan alasan keamanan nasional,

selain dua alasan tersebut prinsip non-refoulement berlaku. Hal tersebut secara

jelas diterangkan kembali dalam Penjelasan dari Pasal 13 ICCPR dalam General

Comment 15 menjelaskan bahwa Pasal 13 mengatur secara langsung hanya

tentang prosedur dan tidak alasan-alasan substantif dari pengusiran. Namun,

dengan menentukan “hanya menurut keputusan yang dikeluarkan berdasarkan

hukum”, maka tujuan pasal jelas untuk mencegah pengusiran secara sewenang-

wenang. Di sisi lain, pasal ini memberikan hak bagi setiap non-warga negara

Page 21: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

untuk mengambil keputusan dalam kasusnya sendiri, oleh karena itu, pasal 13

tidak terpenuhi hanya dengan hukum atau keputusan-keputusan mengenai

pengusiran kolektif atau massal, mengenai diperbolehkannya orang asing yang

akan diusir untuk mengajukan kembali kasus deportasinya sesuai dengan hukum

kecuali terpaksa atas alasan keamanan negara, serta tidak ada diskriminasi

terhadap warga negara. Sehubungan dengan hal tersebut karena sejauh ini

pemerintah Indonesia belum memiliki mekanisme nasional untuk menangani

pengungsi dan pencari suaka yang mengakibatkan aparat pemerintah kita

seringkali mengalami kesulitan dalam menangani pengungsi dan pencari suaka

yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat penelitian hukum dalam

bentuk skripsi dengan judul LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN

OLEH PEMERINTAH INDONESIA BERDASARKAN HUKUM

PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL.

B. Pembatasan Masalah

Dalam Penelitian ini penulis membatasi permasalahan pada subjek

penelitian yaitu Imigran pencari suaka dan pengungsi yang dipulangkan oleh

Indonesia didasarkan atas hukum pengungsi yaitu Konvensi 1951 dan Protokol

Tambahan 1967 serta beberapa Hukum Hak Asasi Manusia yaitu yaitu :Universal

Declaration of Human Rights 1948 dan International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPR).

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah maka

penulis akan merumuskan permasalahan yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan pemulangan imigran berdasarkan Hukum Pengungsi

dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional?

Page 22: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Apakah pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan

Hukum Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional?

D. Tujuan Penelitian

Agar suatu penelitian dapat berjalan dengan baik maka harus mempunyai

tujuan. Tujuan penelitian dikemukakan secara deklaratif dan merupakan

pernyataan-pernyataan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut (Soerjono

Soekanto,2007:118-119). Tujuan yang dikenal dalam penelitian ada dua macam,

yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif dan subjektif adalah:

1. Tujuan objektif

Tujuan objektif adalah tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang

mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Tujuan objektif dari penelitian

ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan pengaturan pemulangan imigran dalam Hukum

Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

b. Untuk mendeskripsikan pemulangan imigran oleh negara Indonesia

ditinjau dari Hukum Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia

Internasional

2. Tujuan subjektif

Tujuan subjektif adalah tujuan penulisan yang dilihat dari tujuan pribadi

penulis.Tujuan subjektif adalah yang menjadi dasar penulis dalam melakukan

penulisan. Tujuan subjektif penulis adalah:

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang ilmu

hukum Internasional;

b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana

dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Page 23: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

c. Untuk menerapkan dan mengasah ilmu serta teori-teori hukum yang telah

penulis peroleh agar dapat memberi mafaat bagi penulis sendiri khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan mampu memberi manfaat atau faedah, baik

secara tertulis maupun praktis yang nantinya dapat berguna bagi penulis,

masyarakat luas maupun perkembangan ilmu hukum sendiri. Manfaat yang

diharapkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan

dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah

sebagai berikut:

a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan di

bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum internasional pada

khususnya;

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan di bidang hukum tentang

pemulangan Imigran ke negara asal berdasarkan Hak Asasi Manusia

(HAM) Internasional;

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-

penelitian sejenis selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat dari penelitian hukum ini yang berkaitan

dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penulisan ini sebagai

berikut:

Page 24: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

a. Menjadi wahana bagi penulisan untuk mengembangkan penalaran dan

pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh;

b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan

kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu

hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan

argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan

suatu argumentasi, teori maupun konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah, maka diperlukan suatu kontruksi pemikiran yang bersifat

logis. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini

adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan

hukum yang lain. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab

isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 35).

Page 25: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum

itu sendiri dan ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif.

Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari

tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep

hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005 :22).

Penelitian hukum ini mempelajari tentang pemulangan Imigran di Indonesia

sesuai dengan hukum pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia (HAM)

Internasional yang kemudian dihubungkan dengan fakta (kasus) yang terjadi

di Indonesia.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian normatif yang digunakan antara lain adalah

pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analitis,

pendekatan kasus, pendekatan filsafat, pendekatan historis, dan pendekatan

perbandingan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

perundang-udangan yaitu undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang

Keimigrasian dan Hukum Pengungsi Internasional dan Hukum Hak Asasi

Manusia (HAM) Internasional serta pendekatan kasus yaitu beberapa kasus

pemulangan imigran.

4. Jenis Bahan Hukum

Dalam suatu penelitian hukum dibutuhkan adanya bahan hukum.

Menurut Peter Mahmud, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan

menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan- bahan hukum primer

dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan

hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

Page 26: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,

2005:141). Adapun bahan hukum primer dan sekunder dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang

mempunyai unsur mengikat. Bahan hukum primer meliputi:.

1) The 1951 Convention Relating to the Status of Refugess;

2) The 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees;

3) Universal Declaration of Human Rights 1948;

4) International Covenant on Civil and Political Rights;

5) Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011

Tentang Keimigrasian

Peraturan pada level internasional adalah, Hukum Pengungsi yaitu

The 1951 Convention Relating to the Status of Refugess dan The 1967

Protocol Relating to the Status of Refugees serta Hukum Hak Asasi

Manusia Internasional yaitu Universal Declaration of Human Rights

1948I dan nternational Covenant on Civil and Political Rights sebagai

premis mayor dan pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia

berdasarkan hukum pengungsi dan hak asasi manusia sebagai premis

minor.

b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberi penjelasan

hukum primer, seperti buku-buku, jurnal hukum, dan hasil penelitian yang

relevan atau berkaitan dengan penelitian ini. Jurnal yang digunakan

diantaranya yaitu:

Page 27: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

1) Sukanda Husin, 1998, “UNHCR dan Perlindungan Hak Azasi

Manusia”. Jurnal Hukum No 7 Th. V/ 1998. Padang : FH Univ.

Andalas;

2) Betts Alexander International Journal of Refugee Law Vol. 22 No. 2

(2010).

c. Bahan hukum tersier, meliputi:

1) Internet;

2) Kamus;

3) Modul;

4) Ensiklopedia.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah teknik studi pustaka dan studi dokumen. Teknik ini

dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Langkah selanjutnya penulis membaca ,menganalisa, mengkaji

serta membuat hasil analisis yang didapat dari buku-buku, peraturan

perundang-undangan dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Peraturan perundang-undangan yang dipakai yaitu

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dan peraturan

internasional yaitu The 1951 Convention Relating to the Status of Refugess;

The 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees; Universal Declaration

of Human Rights 1948; dan International Covenant on Civil and Political

Rights;

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini sumber hukum yang diperoleh dari perundang-

undangan, buku-buku, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dikumpulkan

kemudian dianalisis untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

Page 28: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian

ini adalah metode deduktif. Menurut Philipus M. Hajdon yang dikutip oleh

Peter Mahmud Marzuki menerangkan bahwa metode deduksi sebagaimana

silogisme yang diajarkan Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal

dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum) kemudian diajukan

premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik

kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Premis

major dalam penelitian ini yaitu pemulangan imigran berdasarkan hukum

pengungsi dan hukum hak asasi manusia. Sedangkan premis minor yaitu

kasus pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia berdasarkan hukum

pengungsi dan hak asasi manusia. Kemudian dapat disimpulkan bahwa

pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan hukum

pengungsi dan hak asasi manusia (legal).

G. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mengetahui gamabaran secara menyeluruh sistematika penulisan

hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan

dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab

dimana tiap-tiap bab terbagi menjadi sub-sub bab yang nantinya mempermudah

pemahaman mengenai penulisan ini secara keseluruhan. Sistematika penulisan

hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup.

Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

hukum.

Page 29: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori

ini penulis menguraikan tinjauan mengenai Pengertian imigran, pengungsi serta

peraturan yang mengaturnya. Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis

memberikan gambaran dalam melakukan penulisan hukum.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah didapat serta menganalisis

permasalahannya seperti yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Dalam

penulisan hukum ini yang menjadi pokok permasalahan adalah pemulangan

imigran dalam kasus pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia ke negara

asal.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan sebelumnya disertai dengan

saran sebagai pemecahan permasalahan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Dalam penulisan ini peneliti mengkaji beberapa teori hukum pengungsi

internasional, imigrasi, Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan pelaksanaan

pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia untuk menjawab permasalahan

dalam penelitian hukum ini. Beberapa teori tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Tinjauan tentang Imigrasi

Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin migratio yang artinya

perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau

negara lain. Ada istilah emigratio yang mempunyai arti berbeda, yaitu

perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju wilayah

atau negara lain. Sebaliknya, istilah immigratio dalam bahasa latin

mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke

dalam negara lain. Pada hakikatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut hal

yang sama yaitu perpindahan penduduk antar negara, tetapi yang berbeda

adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah ke negara lain, peristiwa

ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang didatangi

orang tersebut peristiwa itu sebagai peristiwa imigrasi (Iman Santoso, 2004:

14-15).

Menurut Koemiatrnanto Soetorawiro, keimigrasian adalah hal ihwal

mengenai orang-orang yang masuk atau keluar di wilayah Indonesia sekaligus

mengawasi terhadap orang asing tersebut. Pada dasarnya penduduk Indonesia

terdiri atas dua golongan, yaitu warga negara Indonesia dan orang asing atau

warga negara Indonesia dan orang asing atau warga asing. Untuk itu

Page 31: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Indonesia harus mengatur permasalahan masuk dan keluarnya orang asing

yang ada di Indonesia terutama yang berkaitan dengan prinsip, tata

pengawasan, tata pelayanan guna menjamin kemanfaatan dan melindungi

berbagai kepentingan nasional Indonesia (Koemiatrnanto Soetorawiro,

1996:74).

Terdapat berbagai alasan yang menyebabkan seseorang melakukan

imigrasi, misalnya ketidaknyamanan berada di negara asal (adanya perang),

penyerbuan atau pendudukan bangsa lain, adanya keinginan untuk mencari

kehidupan yang lebih layak, ketidakcocokan dengan sistem pemerintahan di

negara asal, adanya keinginan untuk mempelajari ilmu baru yang terdapat di

negara lain serta alasan lain yang memungkinkan seseorang melakukan

imigrasi dari negara asal.

Forced Migration Online (FMO) telah mengadopsi definisi ' migrasi

paksa' dipromosikan oleh International Association for the Study of Forced

Migration (IASFM)/ Asosiasi Internasional untuk Studi Migrasi Paksa yang

menggambarkan sebagai istilah umum yang mengacu pada pergerakan

pengungsi dan orang terlantar (orang-orang terlantar akibat konflik) sebagai

serta orang-orang terlantar akibat bencana alam atau lingkungan, kimia atau

bencana nuklir, kelaparan, atau proyek pembangunan. FMO memandang

migrasi paksa sebagai satu set kompleks, luas dan menyebar luas fenomena.

Studi tentang migrasi terpaksa multidisiplin, internasional, dan multisektoral,

menggabungkan perspektif akademis, praktisi, lembaga dan lokal. FMO

berfokus pada tiga terpisah, meskipun kadang-kadang simultan dan saling

terkait, jenis migrasi paksa. Ketiga jenis dikelompokkan menurut faktor

penyebab mereka: konflik kebijakan pembangunan, dan proyek, dan bencana,

http://www.forcedmigration.org/about/whatisfm/what-is-forced-migration

diakses pada t anggal 17 Juli 2012, pukul 10.49 WIB), yaitu:

Page 32: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

a. Conflict-Induced Displacement

People who are forced to flee their homes for one or more of the following

reasons and where the state authorities are unable or unwilling to protect

them: armed conflict including civil war; generalized violence; and

persecution on the grounds of nationality, race, religion, political opinion

or social group.

b. Development-Induced Displacement

These are people who are compelled to move as a result of policies and

projects implemented to supposedly enhance „development‟. Examples of

this include large-scale infrastructure projects such as dams, roads, ports,

airports; urban clearance initiatives; mining and deforestation; and the

introduction of conservation parks/reserves and biosphere projects.

c. Disaster-Induced Displacement

This category includes people displaced as a result of natural disasters

(floods, volcanoes, landslides, earthquakes), environmental change

(deforestation, desertification, land degradation, global warming) and

human-made disasters (industrial accidents, radioactivity). Clearly, there

is a good deal of overlap between these different types of disaster-induced

displacement. For example, the impact of floods and landslides can be

greatly exacerbated by deforestation and agricultural activities.

Ketiga jenis pengungsi diatas mempunyai alasan-alasan yang berbeda-

beda namun memiliki persamaan yaitu sama-sama faktor ketidaknyamanan,

sehingga memaksa mereka untuk pergi ke luar wilayah. Pengungsi yang

masuk ke suatu negara tetap melalui prosedur sesuai dengan negara yang

disinggahi. Seperti Indonesia yang seringkali menjadi negara transit

mempunyai badan yang berwenang mengurusi lalu lintas keluar masuknya

orang ke wilayah Indonesia yaitu Direktorat Keimigrasian. Direktorat

Keimigrasian termasuk salah satu instansi pemerintah, yang salah satu

kegiatannya memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Pelayanan dalam

hal memberikan segala perizinan keimigrasian berupa Visa, Izin masuk,

pendaftaran orang asing, izin masuk kembali, izin keluar tidak kembali, Surat

Perjalanan RI, tanda bertolak, tanda masuk, surat keterangan keimigrasian dan

perubahan keimigrasian. Tempat-tempat pelayanan keimigrasian, meliputi

Page 33: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

bidang atau sub bidang imigrasi pada Perwakilan Indonesia di luar negeri, di

perjalanan dalam pesawat udara, maupun kapal laut, tempat pemeriksaan

imigrasi, Kantor Imigrasi, Bidang Imigrasi pada Kantor Wilayah Kementerian

Kehakiman dan HAM, serta Direktorat Jenderal Imigrasi.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21634/4/Chapter%20I.pdf

diakses pada tanggal 14 Agustus 2012 pukul 22.17 WIB).

Keimigrasian di Indonesia diatur oleh Undang Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pengertian keimigrasian dalam undang-

undang tersebut dijelaskan bahwa: “Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas

orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam

rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara”. Dari pengertian tersebut dapat

ditarik kesimpulan terdapat 2 unsur pengaturan keimigrasian yang penting,

yaitu:

a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai aturan keluar masuk dan

tinggal dari dan ke dalam wilayah negara republik Indonesia.

b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di

wilayah Republik Indonesia.

Selanjutnya untuk menjaga keamanan negara Indonesia terhadap orang

yang masuk atau datang ke Indonesia dan keluar dari Indonesia maka mereka

wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Orang asing

yang memasuki wilayah yurisdiksi Indonesia, wajib memenuhi beberapa

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian, yaitu

(Wahyudin Ukun, 2004:23-24):

a. Wajib memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku, sebagaimana

dimaksud Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan UUK), dan menurut Petunjuk

Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: F- 307.IZ.01.10 Tahun

Page 34: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1995 tanggal 15 Maret 1995. Menurut Petunjuk Pelaksanaan Direktur

Jenderal Imigrasi Nomor: F-307.IZ.01.10 Tahun 1995 tanggal 15 Maret

1995 tersebut, yang dimaksud dengan surat perjalanan yang masih berlaku

adalah minimal 6 (enam) bulan. Pengertian surat perjalanan menurut Pasal

8 ayat (1) UUK adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat

yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya

dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negarai. Jenis surat

perjalanan negara asing antara lain: paspor diplomatik, paspor dinas,

paspor biasa, certificate of identity, seamans book. Jenis surat perjalanan

seamans book, belum semua negara memberlakukannya termasuk

Indonesia.

b. Wajib memiliki visa.

Pasal 8 ayat (2) UUK menyebutkan: “Setiap Orang Asing yang masuk

Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku,

kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang Undang ini dan perjanjian

internasional”. Visa hanya diberikan kepada orang asing yang maksud dan

tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta tidak akan

menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.

Pengecualian dari kewajiban orang asing yang memiliki visa sebagaimana

yang diatur pada Pasal 43 ayat (2) UUK yaitu:

1) warga negara dari negara tertentu yang ditetapkan berdasarkan

Peraturan Presiden dengan memperhatikan asas timbal balik dan asas

manfaat;

2) warga negara asing pemegang Izin Tinggal yang memiliki Izin Masuk

Kembali yang masih berlaku;

3) nahkoda, kapten pilot, atau awak yang sedang bertugas di alat angkut;

4) nahkoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut atau alat

apung yang datang langsung dengan alat angkutnya untuk beroperasi

di perairan Nusantara, laut teritorial, landas kontinen, dan/atau Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE).

Page 35: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

c. Wajib melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan

imigrasi. Pemeriksaan keimigrasian dilakukan terhadap surat dan atau

orang, antara lain surat perjalanan, visa atau dibebaskan dari keharusan

memiliki visa, fisik sepanjang menyangkut gangguan jiwa atau penyakit

menular, kartu embarkasi dan disembarkasi, daftar cekal, dan daftar awak

alat angkut serta daftar penumpang;

d. Wajib mendapat izin masuk yaitu izin yang diterakan pada visa atau surat

perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan

oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi;

e. Wajib memiliki izin masuk kembali yang masih berlaku bagi orang asing

yang memiliki izin tinggal terbatas dan tetap;

f. Namanya tidak termasuk dalam daftar penangkalan yaitu larangan yang

bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah

berdasarkan alasan tertentu.

Visa adalah ijin tertulis yang diberikan oleh pejabat berwenang pada

perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh

Pemerintah Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk

masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia (Koemiatrnanto

Soetorawirom, 1996:75). Jenis-jenis visa Indonesia:

a. Visa Diplomatik

Visa diplomatik diberikan kepada orang asing termasuk anggota

keluarganya berdasarkan perjanjian internasional, prinsip resiprositas, dan

penghormatan (courtesy). Pasal 35 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian);

b. Visa Dinas

Visa dinas diberikan kepada orang asing pemegang paspor dinas dan

paspor lain yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dalam

rangka melaksanakan tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik dari

Page 36: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pemerintah asing yang bersangkutan atau organisasi internasional (Pasal

36 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian).

c. Visa Kunjungan yang terdiri dari:

Visa kunjungan, digunakan dalam penerapannya dapat diberikan untuk

melakukan kegiatan, antara lain:

1) wisata;

2) keluarga;

3) sosial;

4) seni dan budaya;

5) tugas pemerintahan;

6) olahraga yang tidak bersifat komersial;

7) studi banding, kursus singkat, dan pelatihan singkat;

8) memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan dalam penerapan

dan inovasi teknologi industri untuk meningkatkan mutu dan desain

produk industri serta kerja sama pemasaran luar negeri bagi

Indonesia;

9) melakukan pekerjaan darurat dan mendesak;

10) jurnalistik yang telah mendapat izin dari instansi yang berwenang;

11) pembuatan film yang tidak bersifat komersial dan telah mendapat

izin dari instansi yang berwenang;

12) melakukan pembicaraan bisnis;

13) melakukan pembelian barang;

14) memberikan ceramah atau mengikuti seminar;

15) mengikuti pameran internasional;

16) mengikuti rapat yang diadakan dengan kantor pusat atau perwakilan

di Indonesia;

17) melakukan audit, kendali mutu produksi, atau inspeksi pada cabang

perusahaan di Indonesia;

18) calon tenaga kerja asing dalam uji coba kemampuan dalam bekerja;

Page 37: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

19) meneruskan perjalanan ke negara lain; dan

20) bergabung dengan alat angkut yang berada di Wilayah Indonesia.

d. Visa tinggal terbatas;

Visa tinggal terbatas diberikan kepada orang asing yang

bermaksud bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas dan dapat

juga diberikan kepada orang asing eks warga negara Indonesia yang telah

kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Undang Undang

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan bermaksud untuk

kembali ke Indonesia dalam rangka memperoleh kewarganegaraan

Indonesia kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. (Pasal 39 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian).

Beberapa pendapat dalam hukum internasional mengenai hak-hak dan

kewajiban negara-negara berkenaan dengan orang-orang asing mengenai izin

masuk ada 4 (empat) pendapat penting dinyatakan berkenaan dengan izin

masuk (admission) orang-orang asing ke negara-negara bukan negara mereka,

yaitu:

a. Suatu negara berkewajiban memberikan izin kepada semua orang

asing;

b. Suatu negara berkewajiban untuk memberi izin kepada semua orang

asing, dengan syarat bahwa negara tersebut berhak menolak gabungan-

gabungan tertentu, misalnya pecandu-pecandu obat bius, orang-orang

berpenyakit tertentu dan orang-orang yang tidak dikehendaki lainnya;

c. Suatu negara terikat untuk mengizinkan orang-orang asing untuk

masuk tetapi dapat mengenakan syarat-syarat yang berkenaan dengan

izin masuk mereka;

d. Suatu negara sepenuhnya berhak melarang semua orang asing menurut

kehendaknya.

Page 38: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Sejauh menyangkut praktek negara, boleh dikatakan bahwa pendapat

yang pertama di atas tidak pernah diterima sebagai suatu kaidah umum hukum

internasional. Sebagian besar negara menyatakan dalam teori hukum untuk

menolak setiap orang asing yang tidak dikehendakinya, yang menegaskan

bahwa hak penuh tersebut merupakan suatu akibat esensial pemerintah yang

berdaulat.

2. Pemulangan (Deportasi)

Pasal 1 angka 36 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang

keimigrasian menjelaskan bahwa deportasi adalah tindakan paksa

mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia. Tindakan yang sering

dilakukan suatu negara terhadap warga negara asing (WNA) yang telah

melakukan tindakan yang merugikan kepentingan negara (Dwi Palupi Astuti,

2007:38).

Pengertian Deportasi menurut Sri Setianingsih Suwandi yaitu bahwa

“pengusiran orang asing untuk keluar wilayah suatu negara dengan alasan

bahwa dengan adanya orang asing tersebut dalam wilayahnya tidak

dikehendaki oleh negara yang bersangkutan”. Menurut O‟Connel yang dikutip

oleh Sri Setianingsih Suwandi, pada umumnya alasan yang dipergunakan

untuk mendeportasi seseorang adalah (Sri Setianingsih Suwandi, 1977:85):

a. Karena melakukan tindakan yang membahayakan kepentingan umum;

b. Karena tidak dapat lagi membiayai hidupnya;

c. Karena melakukan kejahatan berhubungan dengan pelacuran;

d. Karena menderita penyakit menular;

e. Karena alasan-alasan politik, misalnya mengadakan kegiatan spionase

atau kegiatan politik lainnya;

f. Karena melakukan tindakan melawan hukum setempat; dan

g. Karena menghina bendera negara-negara yang bersangkutan.

Page 39: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Deportasi sebagai salah satu cara mengeluarkan orang yang melanggar

hukum pada prinsipnya bukan merupakan tindakan penghukuman tetapi

merupakan tindakan administrasi. Deportasi merupakan suatu perintah dari

negara yang menetapkan orang asing dalam jangka waktu harus pergi atau

keluar dari wilayah teritorialnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa deportasi

adalah suatu tindakan sepihak dan bagi orang asing yang dikenai deportasi,

tidak ada jalan lain lagi kecuali mematuhi perintah pendeportasian (Dwi

Astuti Palupi, 2007:7).

Ada beberapa macam tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang

asing yang dianggap telah melanggar ketentuan sebagai berikut:

a. Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keimigrasian (izin keberadaan

atau izin tinggal);

b.Larangan untuk berada di suatu wilayah atau beberapa tempat tertentu di

wilayah Indonesia;

c. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah

Indonesia;

d.Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk

kewilayah Indonesia.

Proses deportasi meliputi kelengkapan dokumen perjalanan (paspor),

tiket pulang ke negara asal dan sebagainya. Apabila orang asing tersebut

selesai di deportasi, maka selesailah rangkaian proses penegakan hukum

keimigrasian melalui proses peradilan sebagai sub sistem dan Sistem

Peradilan Pidana. Mengenai proses peradilan dari waktu penyidikan hingga

vonis peradilan diperlukan waktu dari 2 (dua) bulan hingga 3 (tiga) bulan

lamanya. Kemudian proses itu sendiri PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)

tidak langsung menyerahkan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum (Jaksa),

harus melalui Koordinator Pengawas (Penyidik POLRI), dalam hal ini

Page 40: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

terdapat jenjang birokrasi dalam hal penyelesaian perkara kasus tindak pidana

tertentu (tindak pidana keimigrasian) (Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal

Imigrasi Nomor F.337.IL.02.01). Maka selesailah proses tindakan

keimigrasian oleh pihak yang berwenang.

Tindakan pelanggaran keimigrasian diatas dianggap telah melanggar

ketentuan perundang-undangan yang ada, untuk itu dalam setiap bentuk

keputusan tindakan keimigrasian harus disertai dengan alasan-alasan yang

jelas, misalnya karena melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga

berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum atau karena tidak

menghormati atau mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan untuk menetapkan Keputusan Tindakan Keimigrasian di tingkat

operasional ada pada Kepala Kantor Imigrasi di tingkat pengawasan dan

pengendalian ada pada koordinator/bidang Imigrasi pada setiap Kantor

Wilayah dan tingkat pusat dalam hal ini Direktur Jenderal Imigrasi yang

dalam pelaksanaannya pada Direktur Pengawasan dan Penindakan

Keimigrasian. Meskipun pengaturan mengenai keberadaan dan kegiatan orang

asing di suatu negara merupakan instrumen penegakan kedaulatan negara,

Undang Undang keimigrasian juga mengatur hak orang asing yang terkena

tindakan keimigrasian untuk mengajukan keberatan secara urut atau hierarki,

hal ini berarti bahwa hukum keimigrasian juga memperhatikan masalah

tersebut sebagai bagian hak asasi manusia.

3. Penanganan Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar hukum di

Indonesia

Bentuk pelanggaran yang biasanya dilakukan oleh warga negara asing

yaitu menyalahgunakan visa turis, pemalsuan surat-surat, serta melanggar

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Mekanisme penanganan WNA

Page 41: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

yang dituduh melakukan pelanggaran/melakukan tindak pidana di Indonesia

(Syahmin, 2008: 253):

a. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum setempat perlu segera

memberitahukan Kementerian Luar Negeri dan departemen/lembaga

pemerintah terkait lainnya (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian

Hukum dan HAM, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Badan

Intelijen Strategis, dan Badan Intelijen Negara) atas setiap penangkapan

WNA yang diduga melakukan pelanggaran/ melakukan tindak pidana di

daerah.

b. Pemberitahuan dilengkapi dengan dokumen pendukung, yaitu:

1) kronologi penangkapan/penahanan yang bersangkutan;

2) berkas tuduhan/dakwaan kepolisian/kejaksaan setempat;

3) kopi paspor yang bersangkutan;

4) hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mempercepat proses

pemeriksaan/peradilan yang bersangkutan.

c. Berdasarkan keterangan dan dokumen diatas, Kementerian Luar Negeri

memberitahukan perwakilan diplomatik/konsuler WNA tersebut dan

menjelaskan jenis tuduhan/dakwaan terhadap yang bersangkutan serta

proses hukum/peradilan yang akan ditempuh berikut, apabila diperlukan,

permintaan klarifikasi keaslian identitas/paspor yang bersangkutan dan

hal-hal lain yang dapat mempercepat proses pemeriksaan/peradilan yang

bersangkutan.

d. Kementerian Luar Negeri memberitahukan kasus penangkapan/penahanan

tersebut kepada perwakilan RI di luar negeri dan apabila diperlukan,

meminta Perwakilan RI untuk mengonfirmasikan kepada pemerintah

setempat,keaslian identitas/paspor yang bersangkutan.

e. Terhadap WNA yang dituduh melakukan tindak pidana atau digugat

secara perdata berdasarkan hukum Indonesia, namun proses

Page 42: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

pemeriksaan/peradilan mengalami kendala akibat ketidakhadiran yang

bersangkutan di wilayah hukum Indonesia, Pemerintah Indonesia dapat

melakukan upaya hukum, diantaranya melalui:

1) Pengekstradisian yang bersangkutan atau dengan menggunakan

mekanisme bantuan timbal balik di bidang pidana dengan pemerintah

WNA tersebut berada, berdasarkan perjanjian ekstradisi/mutuallegal

assistance in criminal matters atau melalui kesepakatan masing-

masing negara;

2) Penyampaian relaas panggilan untuk menghadiri sidang pengadilan

kasus-kasus perdata.

f. Upaya tersebut secara formal disampaikan Pemerintah Indonesia c.q

Kementerian Luar Negari kepada pemerintah negara asing melalui saluran

diplomatik dengan melibatkan perwakilan diplomatik/konsuler negara

yang bersangkutan di Indonesia dan perwakilan diplomatik/konsuler

Indonesia di negara yang bersangkutan.

Beberapa pertimbangan yang menyebabkan sanksi pidana dalam

Undang Undang Keimigrasian yang termasuk dalam hukum administratif di

mana ancaman pidananya tergolong berat, tidak ringan sebagaimana lainnya,

yaitu (M. Imam Santoso, 2006:223)

a. keimigrasian berkaitan erat dengan penegakan kedaulatan negara,

ketentuan-ketentuan keimigrasian merupakan bagian dari instrumen

penegakan kedaulatan negara;

b. keimigrasian berkaitan erat dengan sistem keamanan negara, aspek

keimigrasian terkait langsung dengan kegiatan intelijen, dukungan

terhadap penegakan hukum secara umum misalnya pemeriksaan terhadap

pelaku kejahatan dan sebagainya;

c. penegakan hukum secara umum misalnya pemeriksaan terhadap pelaku

kejahatan dan sebagainya. Keimigrasian berkaitan dengan aspek

Page 43: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pencapaian kesejahteraan masyarakat, melalui pelayanan keimigrasian

terhadap para wisatawan, investor asing dan lain-lain kegiatan yang

mempunyai dampak langsung ataupun tidak langsung dalam rangka

pembangunan nasional;

d. Keimigrasian berkaitan dengan hubungan internasional baik dalam bentuk

pelayanan maupun penegakan hukum ataupun dalam bentuk kerjasama

secara bilateral maupun internasional;

e. Keimigrasian berkaitan langsung dengan upaya-upaya memerangi

kejahatan yang bersifat terorganisir dengan scope international, sesuai

dengan konvensi-konvensi PBB, termasuk dalam hal penanganan refugee

dan asylum seekers;

f. Keimigrasian berkaitan dengan tuntutan universal, mengenai hak-hak sipil

dan hak-hak asasi manusia yang sudah berlaku secara universal.

4. Imigran (Pengungsi dan Pencari Suaka)

a. Pengungsi

Pengungsi adalah “sebagai orang yang dipaksa untuk keluar dari

rumah atau wilayah yang merupakan tempat mereka tinggal, mencari

nafkah, berkeluarga, dan sebagainya. Paksaan yang dilakukan terhadapnya

disebabkan oleh kondisi yang tidak memungkinkan adanya rasa aman atau

jaminan keamanan atas dirinya oleh pemerintah”(Enny Soeprapto, 1982:

25).

Pendapat para ahli:

1) Pietro Verri

Pietro Verri memberikan definisi tentang pengungsi dengan mengutip

bunyi pasal 1 UN Convention on the Status of Refugees tahun 1951

adalah „applies to many person who has fled the country of his

Page 44: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

nationality to avoid persecution or the threat of persecution‟.

(Achmad Romsan dkk, 2003 : 36-37)

2) Menurut Convention Relating to the Status of Refugees 1951

(Konvensi 1951)

a. Pengungsi Mandat adalah orang-orang yang diakui statusnya

sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang

atau mandat yang ditetapkan oleh statuta UNHCR.

b. Pengungsi Statuta adalah orang-orang yang berada di wilayah

negara-negara pihak pada Konvensi 1951 (setelah mulai

berlakunya konvensi ini sejak tanggal 22 April 1954) dan / atau

Protokol 1967 (sesudah mulai berlakunya Protokol ini sejak 4

Oktober 1967).

3) Menurut Protokol Tanggal 31 Januari 1967 Tentang Status Pengungsi

(Protocol Relating to the Status of Refugees of 31 January 1967)

Pengertian pengungsi terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Protokol tanggal

31 Januari 1967, yaitu :

“Untuk tujuan Protokol ini, maka istilah “pengungsi”, kecuali

mengenai penerapan ketentuan ayat 3 pasal ini, berarti siapa

pun yang tercakup dalam definisi Pasal 1 Kovensi seolah-olah

kata-kata “Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi

sebelum 1 Januari 1951 dan… “ dan kata-kata “Sebagai akibat

peristiwa-peristiwa tersebut,” dalam Pasal 1 A (2)

dihilangkan”.

4) Pengertian pengungsi menurut Deklarasi Suaka Teritorial tahun 1967

adalah “setiap orang yang meninggalkan negaranya, termasuk

mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, dan pemulangan ke

negaranya”.

5) Menurut Konvensi Pengungsi Organization of Africa Unity (OAU),

definisi pengungsi sebagai berikut (UNHCR. 2005:58):

Page 45: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

“Seorang pengungsi adalah seseorang yang terpaksa

meninggalkan negaranya karena agresi diluar, pendudukan,

dominasi asing atau kejadian-kejadian yang mengganggu

ketertiban umum secara serius di salah satu bagian atau di

seluruh negara asal atau negara kebangsaan”

6) Definisi pengungsi menurut Deklarasi Kartagena yaitu:

“Pengungsi jika mereka meninggalkan negaranya karena

hidup, keselamatan atau kebebasannya telah terancam oleh

kekerasan umum, agresi asing, konflik dalam negeri,

pelanggaran berat atas hak asasi manusia atau keadaan-keadaan

lain yang mungkin mengganggu ketertiban umum secara

serius”

7) Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa akar kata dari

istilah pengungsi adalah ungsi dan kata kerjanya adalah mengungsi,

yaitu pergi mengungsi (menyingkirkan) diri dari bahaya atau

menyelamatkan diri (ke tempat yang memberikan rasa aman),

pengungsi adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi.

adalah penduduk suatu negara yang pindah ke negara Pengungsi

politik lain karena aliran politik yang bertentangan dengan politik

penguasa negara asalnya.

8) Malcom Proudfoot

Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat

keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak

secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi,

pengertiannya yaitu. (Achmad Romsan, 2003: 36 ) :

“These forced movements, …werw the result of the

persecution, forcible deportation, or flight of Jews and

political opponents of the authoritarians governments; the

transference of ethnic population back to their homeland or to

newly created provinces acquired by war or treaty; the

arbitatry rearrangement of prewar boundaries of sovereign

states; the mass flight of the air and the terror of bombarment

from the air and under the threat or pressure of advance or

retreat of armies over immense areas of Europe; the forced

Page 46: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

removal of populations from coastal or defence areas underv

military dictation; and the deportation for forced labour to

bloster the German war effort‟”

9) Dalam Black‟s Law Dictionary pengungsi diartikan sebagai “A person

who arrives in a country to settle there permanently; a person who

immigrates” (Bryan A. Graner, 1999:1307)

10) Dalam The Concise Oxford Dictionary, pengungsi diartikan sebagai “

A person taking refuge, esp. in a foreign country from war or

persecution or natural disaster” (R.E. Allen, 1990:321)

11) Longman Dictionary of Contemporary English pengungsi diartikan

sebagai “ A person who has been driven from his country for political

reason or during war” (ST Ives, 1981:321)

12) Dalam Wedbster Ninth New Collegate Dictionary, pengungsi diartikan

dengan “One who fless to a foreign country or power to escape

danger or persecution” (Merriam-Webster Inc, 1990:991).

13) Irawati Handayani membagi pengertian pengungsi menjadi dua bagian

yaitu pengungsi yang disebabkan oleh peristiwa alam (natural

disaster) dan pengungsi yang disebabkan oleh perbuatan manusia

(human made disaster) (Irawati Handayani, 2002:158).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah

seseorang atau sekelompok orang yang terpaksa pindah ke daerah lain

akibat adanya penyiksaan, perang di daerah mereka, pemulangan secara

paksa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi

baru yang timbul akibat perang atau perjanjian.

Secara singkat UNHCR dalam information papernya mengatakan

batasan pengungsi: Pengungsi adalah orang yang terpaksa memutuskan

hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar-

mengalami persekusi (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah yang

membedakan pengungsi dari jenis migrant lainnya, seberat apa pun

Page 47: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

situasinya dan juga dari orang lain yang membutuhkan bantuan

kemanusiaan. Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan

dari negara yang seharusnya memberikan perlindungan kepada mereka,

maka untuk menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi,

persiapan-persiapan khusus harus dibuat oleh masyarakat internasional

(UNHCR, tanpa tahun;1).

Berdasarkan permasalahan tersebut maka Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) berupaya mengatasi masalah-masalah diatas hingga upaya

ini mencapai puncaknya pada tanggal 28 Juli 1951, ketika konferensi

khusus PBB menyetujui disahkannya Konvensi mengenai Status

Pengungsi. Badan PBB yang menangani pengungsi adalah UNHCR

yang bekerja sejak 1 Januari 1951. Pada awalnya, perangkat pertama

ini terbatas melindungi pengungsi Eropa setelah Perang Dunia II, namun

The 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees kemudian

memperluas jangkauan Konvensi sejalan dengan semakin meluasnya

permasalahan orang-orang yang tersisih di seluruh dunia. Sebanyak 146

negara di dunia sudah meratifikasi konvensi konvensi

(http://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=

V-5&chapter=5&lang=en diakses pada tanggal 2 Desember 2012 pukul

21.22 WIB). Sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi konvensi

pengungsi tersebut, hal ini menyebabkan Indonesia kesulitan dalam

penetapan status pengungsi. Penetapan seseorang menjadi pengungsi

(Refugee Status) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua

tahap:

1) Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada

memang orang tersebut adalah Refugee;

Page 48: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

2) Fakta dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan dalam Konvensi

1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang

bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.

Dalam hukum pengungsi internasional selain istilah pengungsi

(refugee), juga dikenal istilah-istilah yang lain yang berkaitan dengan

pengungsi, seperti (Achmad Romsan, 2003:29):

1) Migrant Ekonomi (Economic migrant):

„Person who,in pursuit of employment or a better over all standart of

living (that is, motivated by economic considerations), leave their

country to take up residence elsewhere‟ (Migran Ekonomi adalah

orang-orang yang mencari pekerjaan atau penghidupan yang layak

(dikarenakan pertimbangan ekonomi) meninggalkan negaranya untuk

bertempat tinggal dimanapun

2) Pengungsi sur place (Refugees sur place):

A person who not a refugee when she left her country, but who became

a refugee at a later date. A person becames a refugee sur place due to

circumstances arising in her country of origin during her absence

(Seseorang yang tidak termasuk kategori pengungsi sewaktu dia

tinggal di negaranya, tetapi kemudian menjadi pengungsi dikarenakan

keadaan yang terjadi di negara asalnya selama dia tidak berada).

3) Pengungsi Statuta (Statutory refugees):

Persons who meet the definitions of international instruments

concerning ferugees prior to the 1951 convention are usually referred

to as “statutory refugees (Pengungsi Statuta adalah orang-orang yang

yang memenuhi kriteria sebagai pengungsi menurut instrumen-

instrumen internasional sebelum tahun 1951. Istilah ini hanya dipakai

Page 49: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

untuk membedakan antara “pengungsi sebelum Konvensi 1951”

dengan “pengungsi menurut Konvensi 1951)

4) Pengungsi Perang (War refugees)

“Persons compelled to leave their country of origin as a result of

international or national armed conflicts are not normally

considered refugees under the 1951 Conventions of 1967 Protocol.

They do, however, have the protection provided for in other

international instruments, i.e. the Geneva Convention of 1949,

et.al. In the case of forces invasion and subsequent occupation,

occupying forces may begin to persecute segment of the

populations. In such cases, asylum seekers may meet the

conditions of the Convention definition”. (Pengungsi Perang

adalah mereka yang terpaksa meninggalkan negara asalnya akibat

pertikaian bersenjata yang bersifat internasional atau nasional yang

tidak dianggap pengungsi biasa menurut Konvensi 1951 atau

Protokol 1967. Pengungsi jenis ini mendapat perlindungan

menurut instrumen internasional yang lain, yakni Konvensi-

Konvensi Geneva 1949).

UNHCR menjalankan prosedur Penentuan Status Pengungsi

(Refugee Status Determination) (RSD), yang dimulai dengan registrasi

atau pendaftaran terhadap para pencari suaka. Setelah registrasi, UNHCR

akan melakukan wawancara individual dengan masing-masing pencari

suaka, dengan didampingi seorang penerjemah yang kompeten. Proses ini

menghasilkan keputusan yang beralasan yang menentukan apakah

permintaan status pengungi seseorang diterima atau ditolak dan

memberikan masing-masing individu sebuah kesempatan (satu kali) untuk

mengajukan banding apabila permohonannya ditolak. Mereka yang

teridentifikasi sebagai pengungsi akan menerima perlindungan selama

UNHCR mencarikan solusi jangka panjang, yang biasanya berupa

penempatan di negara lain. Untuk tujuan ini, UNHCR berhubungan erat

dengan negara-negara yang memiliki potensi untuk menerima pengungsi.

Sampai dengan akhir Februari 2012, sebanyak 3.583 pencari suaka dan

1.109 pengungsi terdaftar di UNHCR Jakarta (http://unhcr.or.id/id/tugas-

Page 50: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dan-kegiatan/penentuan-status-pengungsi diakses pada tanggal 13 Juli

2012 pukul 21.18 WIB).

Seseorang menjadi pengungsi sejak yang bersangkutan memenuhi

persyaratan yang tertulis dalam Konvensi 1951 atau Protokol 1967 (atau

perangkat regional dan nasional yang terkait). Agar pemerintah dapat

melindungi pengungsi secara efektif, pemerintah harus mengenali mereka

dulu sehingga dapat dibedakan dari orang asing lainnya yang ingin tinggal

di negaranya. Cara pembedaan tersebut tergantung dari kebiasaan hukum

dalam memeriksa setiap permohonan pengungsi atau suaka.

Prosedur penentuan status pengungsi ini dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu prosedur penentuan individu dan prosedur penentuan berkelompok.

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pengungsi secara individu

berbeda untuk masing-masing negara, tergantung dari kebiasaan hukum

setempat, sumberdaya dan keadaan. Di banyak negara, keputusan pertama

dilakukan oleh panitia khusus atau petugas, setelah melakukan wawancara

dengan para pencari suaka. UNHCR akan mengakses berkas-berkas kasus

tersebut dan memberikan masukan mengenai kasus-kasus individu kepada

aparat negara yang bersangkutan. Sesuai dengan Kesimpulan Executive

Committee No. 8 (XXVII) 1977, mengenai penentuan status pengungsi

menegaskan bahwa beberapa standar dasar perlu ditegakkan untuk

menjamin terciptanya prosedur yang adil dan efisien, yaitu:

a. Semua petugas yang berhubungan dengan proses permohonan suaka

harus mempunyai ketrampilan yang memadai, termasuk pemahaman

yang baik mengenai prinsip non-refoulement;

b. Pencari suaka/pengungsi mempunyai informasi yang jelas mengenai

prosedur yang terlibat dan mendapat semua bantuan yang diperlukan

seperti penerjemah, untuk menampilkan kasusnya;

Page 51: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

c. Pencari suaka/pengungsi harus dapat menghubungi UNHCR jika

meminta;

d. Harus ada hak untuk mengajukan banding/permohonan tersendiri atau

peninjauan ulang jika permohonan suakanya ditolak;

e. Pencari suaka atau pengungsi harus diijinkan untuk tinggal di negara

yang bersangkutan hingga kasusnya selesei, termasuk selama proses

pengajuan banding/tinjauan ulang, kecuali jika permohonan yang

diajukan jelas-jelas merupakan penyalahgunaan.

Prosedur penentuan berkelompok yaitu jika sejumlah besar

pengungsi tiba dalam saat yang bersamaan, penentuan status secara

individu sulit dilakukan. Dalam keadaan demikian, penyebab terjadinya

arus besar pengungsi seperti terjadinya peningkatan kekerasan perang sipil

antar suku biasanya cukup jelas. Jika bukti yang dapat dipercaya mengenai

kejadian-kejadian paling mutakhir yang terjadi di negara asal yang

diperoleh dari berbagai sumber, termasuk dari media massa dan laporan

diplomatik menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka yang tiba

berhak memperoleh status pengungsi, maka negara suaka perlu mengakui

orang-orang yang datang secara masal tersebut sebagai pengungsi. Setiap

anggota dari kelompok tersebut kemudian dianggap sebagai pengungsi

prima facie (yaitu, tanpa adanya bukti yang membatalkan/sebaliknya) oleh

pemerintah setempat (Pada situasi-situasi tertentu, UNHCR juga dapat

mengakui pengungsi berdasarkan prima facie sesuai mandatnya). Jika

setelah status pengungsi prima facie diberikan lalu muncul bukti-bukti

yang meragukan keabsahan status pengungsi salah satu individu dalam

kelompok tersebut, maka pemeriksaan atas kasus individu tersebut akan

dilaksanakan untuk menentukan apakah status pengungsi prima facie

individu tersebut perlu dibatalkan (Modul Pembelajaran Mandiri

UNHCR,118-122).

Page 52: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Hukum pengungsi internasional menyediakan untuk kondisi dan

situasi yang bisa membuat orang tidak lagi diakui sebagai pengungsi atau

karena yang dilarang untuk mengakui seseorang sebagai pengungsi.

Dalam arti lain adanya pemberhentian dan pengecualian. Penghentian

status pengungsi Menurut Pasal 1C Konvensi Pengungsi Jenewa,

Konvensi berhenti berlaku pada saat:

1) Pengungsi dengan sukarela telah memanfaatkan kembali kembali

kesempatan untuk memperoleh perlindungan dari negara

kewarganegaraannya atau;

2) Karena telah kehilangan kewarganegaraannya, dia dengan sukarela

telah memperolehnya kembali; atau

3) Pengungsi telah memperoleh kewarganegaraan baru, dan menikmati

perlindungan negaranya atau kebangsaan barunya, atau

4) Pengungsi dengan sukarela telah bertempat tinggal kembali di negara

yang dia tinggalkan atau dia tetap tinggal di luar negara yang

bersangkutan karena takut pada penganiayaan; atau

5) Pengungsi tidak dapat lagi, karena keadaan-keadaan yang

berhubungan dengannya dia telah diakui sebagai seorang pengungsi

sudah tidak ada, terus menolak memanfaatkan kesempatan untuk

memperoleh perlindungan dari negara kewarganegaraannya atau

tempat tinggalnya.

Dengan syarat bahwa ayat ini tidak akan berlaku pada

pegungsi yang termasuk ketentuan seksi (bagian) A (1) pasal ini yang

dapat meminta alasan-alasan mendesak yang muncul dari

penganiayaan sebelumnya karena menolak memanfaatkan kesempatan

untuk memperoleh perlindungan dari negara kewarganegaraan;

6) Karena merupakan orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dia,

karena keadaan-keadaan yang berhubungan dengannya di mana dia

Page 53: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

sudah tidak lagi diakui sebagai pengungsi, dapat kembali ke negara

bekas tempat tinggalnya;

Dengan syarat bahwa ayat ini harus tidak berlaku pada

pengungsi yang termasuk ketentuan seksi (A) pasal ini yang dapat

meminta alasan-alasan mendesak yang muncul dari penganiayaan

sebelum karena menolak kembali ke negara bekas tempat tinggalnya.

b. Pencari Suaka

Menurut hukum internasional suaka dan pengungsi sebenarnya

mempunyai perbedaan. Pengungsi adalah satu status yang diakui oleh

hukum internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui

statusnya sebagai pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang

ditetapkan serta hak-hak dan perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui

oleh hukum internasional dan/atau nasional. Seorang pengungsi adalah

sekaligus seorang pencari suaka. Sebelum seseorang diakui statusnya

sebagai pengungsi, pertama-tama ia adalah seorang pencari suaka. Status

sebagai pengungsi merupakan tahap berikut dari proses kepergian atau

beradanya seseorang di luar negeri kewarganegaraan atau tempat tinggal

biasanya yang terdahulu. Sebaliknya, seorang pesuaka belum tentu

merupakan seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui

statusnya demikian oleh instrumen internasional dan/atau nasional (Enny

Soeprapto, 1982: 20).

Beberapa pendapat para ahli mengenai suaka:

1) Dr. Kwan Sik, SH, mengatakan suaka adalah perlindungan yang

diberikan kepada individu oleh kekuasaan lain atau oleh kekuasaan

dari negara lain (negara yang memberikan suaka) (Sulaiman Hamid.

2000:45);

Page 54: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

2) Oppenheim Lauterpacth mengatakan bahwa suaka adalah dalam

hubungan dengan wewenang suatu negara mempuyai kedaulatan

diatas territorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki

dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya (L.

Oppenheim, 1966: 678);

3) Charles de Visscher dalam bukunya “Theory and reality in public

international law” mengatakan, suaka adalah sesuatu kemerdekaan

dari suatu negara untuk memberikan suatu suaka kepada seseorang

yang memintanya (Sulaiman Hamid. 2000:45);

4) Gracia Mora dalam bukunya “International Law and Asylum As

Human Right” sebagaimana yang dikutip oleh Sulaiman Hamid,

mengatakan suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh

sesuatu negara kepada orang asing yang melawan negara asalnya

(Sulaiman Hamid. 2000:45);

5) Prof. Dr. F Sugeng Istanto, S.H mengatakan: bahwa asylum adalah

perlindungan individu di wilayah negara asing tempat ia mencari

perlindungan. Asylum merupakan perlindungan negara asing di

wilayah negara tersebut dikediaman perutusan asing atau dikapal

asing. Dengan adanya perlindungan itu individu tersebut tidak dapat

diambil oleh penguasa negara lain (Sugeng Istanto, 1994: 146);

6) Prof. Dr. Sumaryo Suryokusuma mengatakan bahwa suaka adalah

dimana seorang pengungsi/pelarian politik mencari perlindungan baik

di wilayah sesuatu negara lain maupun di dalam lingkungan gedung

Perwakilan Diplomatik dari suatu negara. Jika perlindungan yang

dicari itu diberikan, pencari suaka itu dapat kebal dari proses hukum

dari negara dimana ia berasal (Sumaryo,1995:163);

7) Sulaiman Hamid mengatakan bahwa suaka adalah suatu perlindungan

yang diberikan oleh suatu negara kepada individu yang memohonnya

dan alasan mengapa individu-individu itu diberikan perlindungan

Page 55: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

adalah berdasarkan alasan perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras,

politik dan sebagainya (Sulaiman Hamid, 2002:46);

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa suaka

adalah suatu bentuk perlindungan suatu negara kepada

individu/sekelompok dari negara lain yang meminta perlindungan.

Individu/kelompok tersebut merasa terancam jiwanya di tempat dimana ia

berasal. Secara definitif belum ditemui adanya ketentuan-ketentuan

hukum internasional yang bersifat universal yang menentukan status

“pesuaka” (asylee). Tidak ada yang menentukan secara hukum pengertian

tentang “suaka” dan atau “pesuaka”. Demikian pula dengan batasan

“pencari suaka” (asylum-seeker) tidak ditemui dalam ketentuan-ketentuan

hukum internasional yang bersifat universal atau regional yang berkaitan

dengan masalah lembaga suaka (Sulaiman Hamid, 2002: 44). Namun,

sebagai dasar hukum kita dapat berpatokan pada Pasal 1 Paragraf 3

Deklarasi tentang Suaka Territorial 1967 bahwa secara tegas menyatakan

bahwa penilaian alasan-alasan bagi pemberi suaka diserahkan kepada

negara pemberi suaka (“it shall rest with the state granting asylum to

evaluate the grounds for the grant of asylum”) (Enny Soeprapto,

1982:23).

Deklarasi Suaka Teritorial ini sangat penting mengingat di antara

para pengungsi itu mungkin saja terdapat orang-orang yang mencari suaka

(asylum seekers). Beberapa Pasal penting dalam deklarasi tersebut:

1) Pasal 1 Deklarasi Suaka Teritorial Tahun 1967

Pemberian asylum oleh suatu negara, dalam rangka pelaksanaan

kedaulatannya sebagai sebuah negara yang berdaulat. Namun hak

untuk mendapatkan asylum itu tidak dapat diberikan apabila si

pemohon (asylee) melakukan tindak pidana kejahatan terhadap

perdamaian, kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan;

Page 56: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

2) Pasal 2 ayat (2) Deklarasi Suaka Teritorial Tahun 1967

Bila negara mengalami kesulitan untuk memberikan suaka kepada

pemohon, maka negara baik secara individu ataupun secara bersama-

sama ataupun melalui Perserikatan Bangsa Bangsa akan

mempertimbangkan, dalam semangat solidaritas internasional,

langkah-langkah untuk meringankan beban negara tersebut.

3) Pasal 3 ayat (1) Deklarasi Suaka Teritorial Tahun 1967

Para pemohon suaka tidak boleh ditolak di perbatasan, ataupun apabila

ia telah memasuki wilayah suatu negara untuk memohon suaka

dipulangkan secara paksa ke negara dimana ia mungkin akan

mengalami persekusi, kecuali dengan alasan keamanan nasional

ataupun untuk menyelamatkan bangsa, seperti dalam hal a mass influx

of persons yaitu masuknya massa atau sekelompok orang ke suatu

negara(http://www.unhcr.org/cgibin/texis/vtx/search?page=search&co

mid=4c470a426&title=mass%20influx diakses pada tanggal 3 Mei

2012 pukul 21.28 WIB) ,ciri-ciri:

a) Cukup besar jumlah orang yang tiba melalui perbatasan

internasional;

b) Kedatangan dengan kecepatan tinggi;

c) Tidak memadai penyerapan atau kapasitas respon di negara tuan

rumah, terutama selama fase darurat;

d) Prosedur suaka individu, bila ada, yang tidak dapat menangani

penilaian jumlah yang besar tersebut.

4) Pasal 4 Deklarasi Suaka Teritorial Tahun 1967

Terhadap orang-orang yang telah mendapat suaka tidak boleh

melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip-

prinsip Perserikatan Bangsa Bangsa.

Page 57: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Masuknya pencari suaka ke suatu negara melewati beberapa

prosedur, yaitu:

1) Setelah masuk ke wilayah suatu negara, pencari suaka berhak untuk

diperlakukan sesuai hukum pengungsi internasional dan hukum hak

asasi manusia internasional, hak asasi manusia, termasuk hak untuk

memperoleh tempat penampungan yang memadai berlaku untuk

semua orang. Perlakuan yang diterima para pencari suaka berbeda di

tiap negara, tergantung dari sumber dana yang ada, sistem hukum yang

berlaku dan perilaku sosial. Kesimpulan Executive Committee No. 93

(LIII) 2002 tentang penerimaan terhadap pencari suaka di negara

masing-masing menegaskan bahwa standar perlakuan dasar harus

dihormati untuk setiap pencari suaka, dan kebutuhan khusus

perempuan dan anak-anak harus diperhitungkan;

2) Setelah tiba di negara baru seringkali hanya dengan barang seadanya,

para pencari suaka akan membutuhkan bantuan untuk memperoleh

kebutuhan hidup yang paling dasar. Kebanyakan dari mereka tidak

membawa uang yang cukup untuk menyewa tempat untuk menginap.

Oleh karenanya, negara suaka dengan bantuan masyarakat

internasional dan UNHCR jika perlu, bertanggung jawab untuk

memberikan tempat penampungan, makanan dan pakaian yang

memadai;

3) Semakin banyak negara yang membatasi kebebasan bergerak para

pencari suaka. Mereka ditempatkan di ruang penahanan atau

dikenakan berbagai aturan yang membatasi sambil menunggu

penyelesaian terhadap permohonan mereka. Penahanan para pencari

suaka sangat tidak disarankan, menurut pandangan UNHCR. Negara

tidak boleh menahan seseorang secara otomatis atau menggunakan

penahanan sebagai cara untuk menangkal pencari suaka lainnya.

Page 58: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Penahanan hanya boleh dilakukakan jika memang disarankan oleh

hukum dan jika dipandang perlu sesuai empat keadaan yang

ditegaskan dalam kesimpulan Executive Committee No. 44 (XXXVII)

1986:

a) verifikasi identitas jika hal ini dipertanyakan atau tidak diketahui;

b) melakukan wawancara awal untuk mengetahui dasar alas an

penganjuan suaka;

c) jika individu telah melakukan penipuan dengan menghancurkan

dokumen perjalananan atau identitasnya atau menggunakan

dokumen-dokumen palsu untuk mengelabui petugas;

d) jika orang yang dimaksud merupakan ancaman bagi keamanan

negara atau ketertiban umum.

Walau penahanan terkadang perlu untuk alasan-alasan

tersebut diatas, langkah ini hanya boleh dilakukan untuk jangka

waktu yang pendek. Konvensi 1951 dengan tegas menyatakan

bahwa sanksi pidana bagi orang yang masuk secara tidak sah ke

negara suaka tidak boleh dikenakan pada pencari suaka yang

mempunyai alasan yang berdasar untuk menggunakan cara

tersebut agar bisa masuk ke dalam wilayah negara dan yang

dengan segera telah menghubungi para aparat.

4) Sementara menunggu hasil dari permohonannya, para pencari suaka

perlu ditegaskan status hukumnya selama tinggal disana. Mereka perlu

diberi semacam dokumen identitas walau bersifat sementara dan

dalam bentuk sederhana melalui registrasi. Registrasi yaitu proses

dimana data-data pokok seseorang diperoleh dari setiap pencari suaka

dan juga merupakan cara yang efektif untuk menjamin perlindungan

hukum. Resgistrasi mempermudah pemberian bantuan bagi pencari

suaka serta membantu mengidentifikasi orang-orang yang

Page 59: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

membutuhkan perlindungan khusus. Pertimbangan utama dalam setiap

proses registrasi adalah di samping menjaga kerahasiaan setiap data

yang dikumpulkan, dapat dilihat dalam Kesimpulan Executive

Committee No. 91 (LII) 2001. Pentingnya registrasi sebagai alat

perlindungan juga diakui dalam Agenda Perlindungan.

5) Kebijakan mengenai penerimaan harus mempertimbangkan kebutuhan

khusus perempuan dan anak-anak (laki-laki dan perempuan). Ketika

menangani anak-anak yang menjadi pencari suaka, kepentingan yang

terbaik untuk mereka baik itu secara individu maupun kolektif, perlu

menjadi prioritas. Prinsip ini ditegaskan dalam Konvensi Hak Anak

1989 yang mendefinisikan bahwa anak adalah seorang manusia yang

berusia di bawah delapan belas tahun. Penahanan anak pencari suaka

harus dihindari dengan cara apapun mengingat besarnya dampak

psikologis yang dapat ditimbulkan pada seorang anak usia muda.

5. Hukum Hak Asasi Manusia (HAM)

a. Universal Declaration of Human Rights 1948

Hak (right) adalah hak (entitlement) (C.de Cover, 2000:56).

Hak adalah yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai

kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Hak Asasi Manusia (HAM)

adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak

tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin,

laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar

tetapi tidak pernah dapat dihapuskan (C. de Rover, 1998:47).

Universal Declaration of Human Rights 1948 atau Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia ditandatangani pada tanggal 10 Desember

1948. Deklarasi tersebut di latar belakangi dengan usainya Perang Dunia

II dan banyaknya negara-negara di Asia & Afrika dan bergabung dalam

United Nation (UN) atau PBB yang tujuan awalnya adalah untuk

Page 60: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

mencegah terjadi Perang Dunia kembali. DUHAM memuat pokok-pokok

tentang kebebasan, persamaan, pemilikan harta,hak-hak dalam

perkawinan, pendidikan, hak kerja dan kebebasan beragama (termasuk

pindah agama). Deklarasi itu, ditambah dengan berbagai instrumen

lainnya yang diadopsi setelah UDHR, misalnya:

1) International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination 1965 (Konvensi International tentang Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965);

2) The Convention Agains Torture and Other In human or Degrading

Treatment or Punishment 1984;

3) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against

Women, 1979 (CEDAW);

4) Convention on The Rights of the Child 1989.

Beberapa konvensi diatas merupakan dasar bahwa pentingnya

DUHAM dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak memandang gender,

umur, ras, agama serta kedudukan. Tak terkecuali permasalahan tentang

pendeportasian imigran. Permasalahan deportasi tidak lepas hubungannya

dengan HAM. Perlakuan suatu negara terhadap orang asing yang ada di

negaranya harus tetap menjunjung tinggi nilai HAM. Beberapa Pasal yang

erat hubungannya dengan deportasi:

1) Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;

“Setiap orang berhak mendapatkan kehidupannya, kebebasan dan

keamanan pribadi”

2) Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;

“tidak ada seorangpun yang boleh ditangkap, ditahan atau dibuang

dengan sewenang-wenang”

3) Pasal 10 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;

Page 61: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

”Setiap orang berhak sepenuhnya atas pemeriksaan perkara secara

umum dan adil oleh pengadilan yang berdiri sendiri dan tidak berat

sebelah dalam menentukan hak dan kewajibannya dan dari setiap

tuduhan kejahatan terhadap dirinya”

4) Pasal 14 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;

“setiap orang berhak mendapatkan tempat pelarian di negeri lain untuk

menjauhkan pengejaran”

Batasan dan pembagian bidang, jenis dan macam hak asasi

manusia dunia mencakup enam kelompok, yaitu (Wagiman, 30-31:2012):

1) Hak Asasi Pribadi (Personal Right)

a) Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah

tempat;

b) Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat;

c) Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan;

d) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama

dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2) Hak Asasi Politik ( political Right)

a) Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan;

b) Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan;

c) Hak membuat dan mendirikan partai politik (Parpol) dan

organisasi politik lainnya;

d) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

3) Hak Asasi Hukum ( Legal Equality Right)

a) Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

pemerintahan;

b) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil;

c) Hak mendapatkan layanan dan perlindungan hukum.

4) Hak Asasi Ekonomi/ Property Rights

a) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli;

Page 62: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

b) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak;

c) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, utang-piutang

dan lain-lain;

d) Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu;

e) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5) Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)

a) Hak mendapatkan pembelaan hukum di Pengadilan;

b) Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, pengangkapan,

penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6) Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Right)

a) Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan;

b) Hak mendapatkan pengajaran;

c) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan

minat.

Esensi hukum hak asasi manusia international mengatur

kemanusiaan universal tanpa terikat atribut ruang dan waktu tertentu

(Agus Fadillah, vi:2007). Hal tersebut penting mengingat setiap negara

tidak tertutup kemungkinan membicarakan hukum hak asasi manusia

dalam konteks domestiknya. Hak asasi manusia dalam konteks pengungsi

setidaknya berhubungan dengan tigal hal. Pertama, perlindungan terhadap

penduduk sipil akibat konflik bersenjata. Kedua, perlindungan secara

umum yang diberikan kepada penduduk sipil dalam keadaan biasa.

Ketiga, perlindungan terhadap pengungsi baik Internally displaced

persons (IDP‟s) maupun pengungsi lintas batas (Koesparmo Irsan, 6-

7:2007).

Page 63: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

b. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) lahir

sebagai hasil dari kompromi politik yang keras antara kekuatan negara

blok Sosialis melawan negara blok Kapitalis (Ifdhal Kasim, 2001: 29-30).

Saat itu situasi ini mempengaruhi proses legislasi perjanjian internasional

hak asasi manusia yang ketika itu sedang digarap Komisi Hak Asasi

Manusia PBB. Hasilnya adalah pemisahan kategori hak-hak sipil dan

politik dengan hak-hak dalam kategori ekonomi, sosial, dan budaya ke

dalam dua kovenan atau perjanjian internasional yang tadinya diusahakan

dapat diintegrasikan ke dalam satu kovenan saja. Tapi realitas politik

menghendaki lain. Kovenan yang satunya lagi itu adalah Kovenan

Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau International

Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).

ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan

penggunaan kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur

represif negara yang menjadi negara-negara pihak ICCPR. Maka dari itu

hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hak-hak

negatif (negative rights). Hak negatif artinya hak-hak dan kebebasan yang

dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi

atau terlihat minus. Tetapi apabila negara berperan intervensionis, tak bisa

dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar

oleh negara. Sedangkan hak positif apabila peran negara tidak dibatasi dan

negara berperan aktif. (http://www.elsam.or.id/pdf/kursusham

/Konvensi_SIPOL.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2012 pukul 20.24

WIB).

Penghormatan terhadap HAM yang diatur dalam ICCPR mulai

dari hak hidup hingga masalah larangan perbudakan. Dalam ICCPR juga

diatur larangan penangkapan secara sepihak dan syarat yang harus

dipenuhi bila seseorang diambil kemerdekaannya, bahkan larangan

Page 64: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

pemenjaraan yang didasarkan pada hubungan kontraktual. Negara peserta

juga wajib menjamin agar setiap orang bebas bergerak dan dilarang

melakukan tindakan deportasi secara sewenang-wenang. Bagi mereka

yang dituduh melakukan tindak pidana diatur secara rinci syarat-

syaratnya. Berdasarkan protokol ini Komite HAM diberi kewenangan

untuk menyelidiki, menyelesaikan dan memutus keluhan-keluhan dari

individu atau sekelompok atas pelanggaran HAM di negara peserta

(http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=5160&coid=4&caid=3

3 diakses pada tanggal 9 September 2012 pukul 20.32 WIB). Sesuai

dengan bunyi Pasal 2 Optional Protocol to the Covenant on Civil and

Political Rights yang berbunyi:

“Subject to the provisions of article 1, individuals who claim that

any of their rights enumerated in the Covenant have been violated

and who have exhausted all available domestic remedies may

submit a written communication to the Committee for

consideration”.

Tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan atas semua hak dan

kebebasan yang dijanjikan di dalam kovenan ini adalah di pundak negara,

khususnya yang menjadi negara Pihak ICCPR. Hal ini ditegaskan pada

Pasal 2 (1) yang menyatakan, negara-negara pihak diwajibkan untuk

“menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam kovenan ini,

yang diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah

dan tunduk pada yurisdiksinya” tanpa diskriminasi macam apapun.

Apabila hak dan kebebasan yang terdapat di dalam kovenan ini belum

dijamin dalam yurisdiksi suatu negara, maka negara tersebut diharuskan

untuk mengambil tindakan legislatif atau tindakan lainnya yang perlu

guna mengefektifkan perlindungan hak-hak itu (Pasal 2 ayat (2)). Perlu

diketahui, tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban

yang terbit dari ICCPR ini, adalah bersifat mutlak dan harus segera

dijalankan (immediately).

Page 65: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Kovenan ini menciptakan badan pengawasannya sendiri (treaty-

based organ), yaitu Komite Hak Asasi Manusia (United Nations

Commission on Human Rights). Komite inilah yang diberikan mandat

untuk mengawasi jalannya pelaksanaan isi ICCPR pada semua negara

Pihak. Untuk melengkapi pengawasan yang dilakukan oleh Komite ini,

pada ICCPR ditambahkan satu protokol yang bersifat pilihan, yakni

Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political

Rights (selanjutnya disebut Protokol Opsional). Artinya negara-negara

Pihak ICCPR boleh memilih terikat atau tidak kepada prosedur yang

disusun di dalam Protokol Opsional tersebut

(pusham.uii.ac.id/files.php?type=art&id=188&lang=id diakses pada

tanggal 9 September 2012 pukul 20.51 WIB).

Pencari suaka dan pengungsi memiliki hak atas kebebasan dan hak

untuk bebas dari sewenang-wenang penahanan, sebagaimana dijamin oleh

Pasal 9 ICCPR. ICCPR menyatakan bahwa "setiap orang berhak atas

kebebasan dan keamanan pribadi" dan dari sasaran penangkapan

sewenang-wenang (http://www.humanrightsfirst.org/wp-conten t /uploads

/pdf/RPP-ICCPR-submission.pdf).

6. Organisasi Internasional Urusan Pengungsi

a. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi / United Nations High

Commissioner for Refugees (UNHCR)

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)

dibentuk pada tahun 1951 berdasarkan Resolusi majelis umum

Perserikatan bangsa-bangsa No. 428 (V) dan keberadaannya diakui sejak

bulan Januari 1951 sampai dengan 31 Desember 1953, namun masa kerja

itu diperpanjang untuk lima tahun berikutnya yaitu 1958, 1963, 1968, dan

1973. Dalam melaksanakan tugasnya UNHCR berpedoman kepada

Page 66: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

mandat yang diberikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa

dan Economic and Social Council (ECOSOC). Wewenang atau tugas

adalah memberikan, berdasarkan alasan kemanusiaan dan non-politik,

perlindungan internasional kepada pengungsi serta mencarikan solusi

permanen bagi mereka. Orang-orang yang telah menerima bantuan dari

organisasi-organisasi PBB lainnya ketika Undang Undang UNHCR

disahkan, dikecualikan dari mandate UNHCR. Jadi, orang-orang yang

mengungsi akibat perang Korea dan mendapat bantuan dari Badan

Rekonstruksi PBB untuk Korea (UNKRA), tidak termasuk dalam mandat

UNHCR. Dalam statuta UNHCR tahun 1950 menyebutkan tentang fungsi

utama UNHCR adalah:

“The United Nations High Commissioner for Refugees, acting

under the authority of the General Assembly, shall assume the

function of providing international protection, under the

auspices of the United Nations, to refugees who fall within the

scope of the present Statute and of seeking permanent solutions

for the problem of refugees by assisting Governments and,

subject to the approval of the Governments concerned, private

organizations to facilitate the voluntary repatriation of such

refugees, or their assimilation within new national

communities.”

Badan PBB untuk urusan pengungsi diatur oleh Sidang Umum

PBB dan Economic and Social Council (ECOSOC). Komite Eksekutif

UNHCR yang terdiri dari 85 anggota, menyetujui program biennial

UNHCR yaitu usulan anggaran progam dua tahunan Badan PBB untuk

urusan pengungsi diatur oleh Sidang Umum PBB dan Economic and

Social Council (ECOSOC). Setiap tahun Komisioner Tinggi melaporkan

kinjerja UNHCR kepada ECOSOC dan Sidang Umum PBB. Mandat

UNHCR ditentukan dalam Statuta tahun 1950, yang awalnya ditetapkan

untuk periode tiga tahun. Pada tahun 2003, Sidang Umum memperluas

rentang waktu mandat tersebut hingga solusi ditemukan bagi

Page 67: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

permasalahan pengungsi. Sebagai ketua organisasi, Komisioner Tertinggi

bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mengontrol Sistem UNHCR.

Mereka akan mengarahkan kerja UNHCR dengan bantuan Deputi

Komisioner Tinggi dan Asisten Komisioner Tinggi untuk bidang

Perlindungan dan Operasi (http://www.unhcr.or.id/id/tentang-

unhcr/struktur-unhcr diakses pada tanggal 26 Juli 2012 pukul 21.02 WIB).

Dijelaskan pula oleh Alexander Betts dalam jurnalnya yang

berjudul “Towards a „Soft Law‟ Framework for the Protection of

Vulnerable Irregular Migrants” bahwa:

“UNHCR would not necessarily take on institutional

responsibility for the protection of vulnerable migrants, which

would be outside of its current normative and operational

mandate. However, as a rights-based organisation with

expertise in protection, it could play a facilitative role by

designing and overseeing the process of negotiation of a soft

law framework and a collaborative response to the

implementation of that framework. (Alexander Betts,

2011:216).

Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa UNHCR dapat

memainkan peran fasilitatif dengan merancang dan mengawasi proses

negosiasi kerangka hukum yang berkaitan dengan imigran. Untuk

melaksanakan fungsinya dengan baik, sesuai dengan General Assembly

Resolution 428 (V ) of 14 December 1950 on - the Statute of UNHCR

1951, dalam Pasal 2 mensyaratkan kepada negara-negara di dunia untuk

bekerjasama dengan UNHCR dengan cara sebagai berikut:

1) Menjadi peserta setiap konvensi internasional untuk melindungi

pengungsi serta mengimplementasikan konvensi tersebut;

2) Membuat perjanjian-perjanjian khusus dengan UNHCR untuk

melaksanakan langkah-langkah yang dapat memperbaiki keadaan

Page 68: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

pengungsi dan mengurangi jumlah pengungsi yang membutuhkan

perlindungan;

3) Tidak mengesampingkan pengungsi yang dalam kategori paling

miskin;

4) Membantu UNHCR dalam upaya mempromosikan repatriasi sukarela;

5) Mempromosikan pembauran, terutama dengan memberikan fasilitas

naturalisasi;

6) Memberikan dokumen perjalanan dan dokumen lainnya yang

memungkinkan pemukiman kembali para pengungsi;

7) Mengizinkan pengungsi untuk mentransfer asset mereka terutama

untuk keperluan pemukiman kembali; dan

8) Memberi informasi kepada UNHCR berkaitan dengan jumlah dan

kondisi pengungsi dan hukum serta aturan yang berkaitan dengan

pengungsi.

Selain perlindungan internasional, UNHCR juga diberikan

kewenangan untuk (General Assembly Resolution 428 (V) of 14 December

1950) on the Statute of the Office of the United Nations High

Commissioner for Refugees 1951 yaitu:

1) Promoting the conclusion and ratification of international conventions

for the protection of refugees, supervising their application and

proposing amendments thereto;

2) Promoting through special agreements with Governments the

execution of any measures calculated to improve the situation of

refugees and to reduce the number requiring protection;

3) Assisting governmental and private efforts to promote voluntary

repatriation or assimilation within new national communities;

4) Promoting the admission of refugees, not excluding those in the most

destitute categories, to the territories of States;

Page 69: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

5) Endeavouring to obtain permission for refugees to transfer their assets

and especially those necessary for their resettlement;

6) Obtaining from Governments information concerning the number and

conditions of refugees in their territories and the laws and regulations

concerning them;

7) Keeping in close touch with the Governments and inter-governmental

organizations concerned;

8) Establishing contact in such manner as he may think best with private

organizations dealing with refugee questions;

9) Facilitating the co-ordination of the efforts of private organizations

concerned with the welfare of refugees.

Pendeportasian atau pemulangan imigran dilakukan oleh

pemerintah yang bekerja sama dengan UNHCR dengan beberapa Solusi

jangka panjang yang ada terdiri dari integrasi lokal, pemulangan secara

sukarela, atau penempatan di negara ketiga (http://www.unhcr.or.id

/id/tugas-dan-kegiatan/solusi-jangka-panjang Diakses pada 18 April 2012

pukul 21:34 WIB):

1) Integrasi lokal saat ini belum menjadi pilihan yang memungkinkan

untuk kebanyakan kasus di Indonesia mengingat Indonesia belum

memiliki Undang Undang lokal untuk mengatur hak-hak dan cara

pengintegrasian pengungsi. Pengungsi dan pencari suaka hanya

memperoleh ijin untuk tinggal di Indonesia secara sementara.

2) Pemulangan sukarela menjadi pilihan bagi sebagian kecil pencari

suaka dan pengungsi dari Afghanistan, Irak, Iran dan Sri Lanka di

Indonesia. Peran UNHCR Jakarta adalah untuk melakukan konseling

dengan masing-masing individu untuk memastikan bahwa mereka

memang secara sukarela tidak keberatan untuk kembali ke negara

Page 70: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

asalnya. Segala kebutuhan perjalanan seperti dokumen, penerbangan,

uang tunai dan penerimaan di negara asal ditangani oleh mitra

operasional UNHCR, International Organization for Migration

(IOM). Pada tahun 2011, sejumlah 139 pengungsi dan pencari suaka

memilih dengan sukarela untuk dipulangkan ke negara asalnya (42%

diantara mereka berasal dari Afghanistan).

3) Penempatan di negara ketiga bukanlah hak bagi pengungsi dan negara

tidak memiliki kewajiban internasional untuk menerima pengungsi

yang secara sementara tinggal di negara suaka yang pertama. Dengan

demikian, penempatan di negara ketiga adalah solusi jangka panjang

yang bergantung pada kesediaan negara penerima. Di Indonesia,

penempatan di negara ketiga menjadi pilihan yang paling

memungkinkan bagi mayoritas pengungsi. Di Indonesia, sejak tahun

2001 hingga Desember 2011, sebanyak 1.916 orang telah menerima

penempatan di negara ketiga, terutama di Australia. Konteks yang

berlaku di Indonesia, penempatan di negara ketiga menjalankan fungsi

strategis khususnya dalam hal relevansi terkait “ruang perlindungan”

yang diberikan pemerintah bagi pencari suaka dan pengungsi yang

baru datang.

UNHCR berkantor di Indonesia di Indonesia sejak 1979. Banyak

kasus pengungsi di berbagai negara dan Indonesia ditangani oleh UNHCR

seperti pengungsi dari berbagai negara yang menetap maupun menjadikan

Indonesia sebagai negara transit. Untuk kasus-kasus permohonan

pengungsi di Indonesia, pihak pemerintah akan membawanya ke pihak

UNHCR. Untuk selanjutnya lembaga tersebut melakukan serangkaian

prosedur tetap guna penentuan status pengungsi pemohon. Dalam

melaksanakan tugasnya UNHCR bekerjasama dengan mitra kerja yang

berdomisili atau memiliki perwakilan di Indonesia. UNHCR

Page 71: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

melaksanakan program-program bantuan kepada pengungsi. Bantuan

tersebut berupa bantuan makanan, kesehatan, konseling serta kebutuhan

lainnya yang diperlukan. Jika dijelaskan dengan bagan mengenai

kedudukan dan tugas pokok UNHCR dapat digambarkan sebagai berikut

(Wagiman, 2012:190):

Gambar 1

b. International Organization for Migration (IOM)

International Organization for Migration (IOM) didirikan tahun

1951 atas inisiatif Belgia dan Amerika. IOM terbentuk sebagai

manisfestasi hasil Konferensi Internasional tentang migrasi yang diadakan

di Brusels. Badan ini diberikan nama Provisional Intergovernmental

Committee for the Movements of Migrant from Europe (PICMME).

Provisional Intergovernmental Committee for the Movements of Migrant

United Nations High Commissioner for Refugees

(UNHCR)

A subsidiary organ of The United

Nations General Assembly

(Boards, Commissions, Committees,Cou

ncils and Panels, and Working Groups

and others.

Primary mandate

Responsibility for the protection of refugees

And solution to the problems of refugees

Page 72: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

from Europe kemudian berubah nama menjadi Intergovernmental

Committee for Eropean Migrantion (ICEM). Tahun 1989 ICEM‟s Council

berubah nama lagi menjadi Intergovernmental Committee for Migrantion

(ICM) dengan skala kerja yang lebih luas, tidak hanya mencakup Eropa

saja. Kemudian pada tahun 1989 ICM berubah menjadi IOM (Wagiman,

2012:191).

Struktur organisasi IOM meliputi Office of the Director General

yang membawahi Director General, dan Working Group on Gender

Issues. Office of the Director General dipilih oleh suatu Dewan masa kerja

lima tahun. Badan ini meliputi Executive Officer yang memiliki otoritas

untuk mengelola organisasi dan mengadakan kegiatan sesuai mandat yang

memformulasikan kebijakan-kebijakan organisasi serta menyusun

program pengembangan sesuai dengan prioritas serta strategi organisasi.

Di bawah Office of the Director General adalah seluruh tenaga

administrasi dan staf petugas lapangan yang melaksanakan kegiatan-

kegiatan IOM. Office of the Director General membawahi Executive

Group yang berkewajiban melaporkan kegiatan-kegiatan IOM pada

officer of the Director General. Executive Group meliputi pelaksana

diantaranya (Wagiman, 2012:192):

1) Inspector General yang tugasnya melakukan evaluasi dan audit

internal berdasarkan standar umum serta penerapan metodologi untuk

suatu penilaian program organisasi. Audit internal mengerjakan tugas

untuk mengedit keuangan dan manajemen markas-markas IOM di

seluruh dunia;

2) Legal Service, badan ini bertanggung jawab untuk menjamin aktivitas

organisasi agar sesuai dengan konstitusi organisasi IOM serta

instrumen-instrumen hukum lainnya yang sesuai. Disamping itu juga

Page 73: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

memfasilitasi hubungan dengan pemerintah-pemerintah di dunia,

organisasi-organisasi internasional, instusi swasta serta individu-

individu yang berhubungan dengan kerangka kerja IOM;

3) Meeting Secretariat, badan ini bertanggung jawab dalam perencanaan,

pengorganisasian, monitoring, menghadiri pertemuan-pertemuan serta

menindaklanjuti Governing Body Meeting. Termasuk dalam tugasnya

adalah mempersiapkan serta mendistribusikan seluruh dokumen dan

informasi untuk pertemuan antar pemerintah dengan unsur-unsur

terkait;

4) Policy Guidance and Media, badan ini bertugas untuk membantu

Director General‟s Office dalam memetakan dan

mengimplementasikan suatu strategi untuk mendesiminasikan

informasi-informasi kebijakan baik internal maupun eksternal.

Termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan IOM, khususnya pada

media dan publik.

IOM memulai operasinya di Indonesia dengan memproses migran

Vietnam di Tanjung Pinang, Riau pada 1979. Serangkaian usaha berlanjut

dengan penyediaan perawatan, pemeliharaan dan bantuan pemulangan

sukarela bagi para pengungsi Timor Timur. Hubungan IOM dengan

pemerintah Indonesia dimulai pada 1999 ketika Indonesia resmi menjadi

pengamat dalam dewan IOM. Sebuah perjanjian kerjasama yang

ditandatangani pada 2000 mengakui hubungan yang sangat bermanfaat

antara pemerintah dan IOM dalam meningkatkan penanganan migrasi.

Program-program IOM Indonesia telah berkembang dari sisi geografis

maupun target penduduk, khususnya sejak tsunami menghantam propinsi

Aceh di ujung utara pulau Sumatera pada Desember 2004. Kantor – kantor

cabang kini berdiri di penjuru nusantara dengan lebih dari 600 staff

Page 74: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

bekerja dalam beragam kegiatan.(http://www.iom.or.id/index.jsp?lang=ind

diakses pada tanggal 14 Juli 2012 pulul 23.45 WIB).

2. Kerangka Pemikiran

Gambar 2

Imigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu Negara untuk masuk

ke dalam Negara lain.Di Indonesia aturan mengenai imigrasi diatur dengan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Warga negara

asing yang masuk ke suatu negara mempunyai kepentingan yang berbeda-

beda yang melalui beberapa prosedur. Namun, banyak diantaranya masuk

secara illegal, dalam arti tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu

negara. Hal ini disebabkan sulitnya memenuhi persyaratan tersebut atau tidak

diakuinya status oleh organisasi internasional baik itu sebagai pengungsi

maupun sebagai pencari suaka. Sehingga mereka masuk secara diam-diam ke

negara tujuan melalui bantuan pihak yang yang tidak bertanggung jawab.

Kedudukan negara Indonesia dalam hal ini sebenarnya adalah hanya

sebagai negara transit yang sama sekali tidak memiliki kewajiban terhadap

Imigran\Warga Negara

Asing (WNA)

Pemulangan/Deportasi

Hukum Pengungsi dan HAM internasional

UU Keimigrasian

Pelanggaran hukum /tindak

pidana

Page 75: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

mereka. Para imigran illegal tersebut pergi menuju negara migrant seperti

Australia yang secara langsung untuk menuju kesana harus melewati

Indonesia. Sebagian dari mereka berasal dari Timur Tengah seperti

Afghanistan, Iran, Irak, Palestina, dan Pakistan. Dimana negara-negara

tersebut merupakan negara yang rawan konflik, sehingga tidak mengherankan

apabila banyak dari penduduk dari negara tersebut keluar untuk mengungsi

atau mencari suaka ke negara lain.

Salah satu cara mengatasi adanya Imigran gelap yang masuk ke

Indonesia adalah dengan cara memulangkan mereka ke negara asal

(deportasi). Dalam memulangkan imigran gelap tersebut, pemerintah tidak

bisa bertindak sewenang-wenang karena di dalam hukum internasional

terdapat prinsip non-refoulement adalah larangan atau tidak diperbolehkannya

suatu negara untuk mengembalikan atau mengirimkan pengungsi ke suatu

wilayah tempat dia akan menghadapi persekusi atau penganiayaan yang

membahayakan hidupnya karena alasan-alasan yang berkaitan dengan ras,

agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, atau

keyakinan politiknya. Hal tersebut sangat berhubungan erat dengan Hukum

Hak Asasi Manusia Internasional yang pada dasarnya harus ditaati oleh setiap

negara.

Atas dasar itulah maka Indonesia harus berhati-hati dalam

memulangkan imigran yang bermasalah. Adanya UNHCR membantu

Indonesia dalam menentukan status para imigran tersebut. Apakah sebagai

pengungsi atau pencari suaka. Mengingat Indonesia belum meratifikasi

Konvensi Pengungsi Tahun 1951.

Page 76: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Pengungsi dan

Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

a. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Pengungsi

Permasalahan pengungsi dan pencari suaka merupakan

permasalahan klasik bagi dunia internasional yang saat ini masih menjadi

tugas utama bagi PBB beserta seluruh negara anggotanya untuk

menyelesaikannya. Melalui UNHCR organisasi resmi penanganan

pengungsi yang dibentuk oleh PBB dapat membantu menurunkan

permasalahan pengungsi di dunia. Tak hanya UNHCR yang bekerja,

namun diperlukan pula kerjasama yang baik dengan negara-negara lain

baik itu negara penerima, negara ketiga maupun negara tempat pengungsi

atau pencari suaka berasal.

UNHCR memiliki perwakilan di beberapa negara (kantor regional)

yang bekerja sama dengan pemerintah suatu negara dalam upaya

menangani pencari suaka dan memproses pemohon pengungsi. Setiap

tahunnya organisasi ini menyimpulkan secara garis besar data jumlah

asylum seekers, refugees maupun IDP‟s. dari data yang didapat dari

UNHCR Global Trends tahun 2011 tercatat di benua Afrika terdapat

2.693.400 pengungsi, Amerika terdapat 807.400 pengungsi, Asia Pasific

terdapat 3.607.200 pengungsi, Eropa terdapat 1.557.500 pengungsi dan

Middle East and North Africa sejumlah 1.739.300 pengungsi. Jika kita

melihat untuk wilayah Asia Pasific disimpulkan bahwa jumlah pengungsi

menempati urutan teratas.

Page 77: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Indonesia sendiri dari data UNHCR diketahui bahwa angka imigran

yang masuk di Indonesia baik itu berstatus sebagai pengungsi atau pencari

suaka cukup banyak terutama apabila dikhususkan dalam wilayah Asia

Tenggara. Berdasarkan data tahun 2011 di Indonesia tercatat sebanyak

1.006 pengungsi dan pencari suaka (pending cases) sebanyak 3.233 orang

(UNHCR Global Trends :2011).

Semakin meningkatnya jumlah imigran dan pencari suaka di dunia

membuat UNHCR semakin dibutuhkan. UNHCR sebagai badan PBB

memiliki wewenang penuh untuk mengatur dan melindungi pengungsi dan

pencari suaka yang masuk ke suatu negara. Badan ini berwenang untuk:

1) menerbitkan kartu yang menerangkan status pemiliknya sebagai pencari

suaka atau pengungsi;

2) mencarikan negara yang mau menerima mereka yang berstatus

pengungsi;

3) mengelompokkan imigran yang bukan termasuk sebagai pencari suaka

menjadi kelompok kedua. Dimana motif kepergian imigran bukanlah

dikarenakan hidupnya terancam melainkan karena motif ekonomi.

Mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Namun mereka

umumnya mengaku-aku sebagai pencari suaka atau pengungsi. Sebab

kedua status inilah yang membuat imigran aman bergerak, tanpa takut

dihukum.

Selain wewenang-wewenang diatas, UNHCR juga bertugas untuk

menetapkan status pencari suaka. Penetapan tersebut terdiri dari beberapa

langkah,) yaitu (http://unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/penentuan-status-

pengungsi) :

1) Mengajukan permohonan status pengungsi, imigran harus mengisi

"Formulir Aplikasi RSD" di kantor UNHCR. Setiap anggota keluarga

dewasa (orang18 thn atau di atas) diperlukan untuk mengisi formulir,

Page 78: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

bahkan jika mereka mengajukan status pengungsi sebagai bagian dari

keluarga. semua pertanyaan pada formulir harus dijawab secara jujur.

Informasi ini diperlakukan secara rahasia dan tidak dibagi dengan pihak

ketiga, termasuk anggota keluarga lainnya;

2) Imigran akan dijadwalkan wawancara sesegera mungkin setelah

pendaftaran, tetapi dilakukan dalam masa tunggu yang tergantung pada

jumlah aplikasi suaka yang diterima oleh kantor. Jika Imigran merasa

lebih nyaman menjadi diwawancarai oleh seseorang yang berjenis

kelamin sama, dapat meminta ini dengan mencentang kotak yang sesuai

pada RSD Formulir Aplikasi. Selama wawancara Imigran akan memiliki

kesempatan untuk memberikan alasan rinci tentang mengapa ia

meninggalkan negara dan mengapa ia tidak bisa atau tidak ingin

kembali. Imigran perlu membawa setiap dokumen yang dianggap

penting, termasuk dokumen identitas, dan yang dapat membantu klaim.

Membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan informasi akan

memiliki efek negatif pada keputusan. Jika Imigran memiliki dokumen

yang mendukung untuk status pengungsi, imigran harus

memberitahukan kepada UNHCR sesegera mungkin. UNHCR akan

membuat salinan dari dokumen asli tapi tidak akan membuat dokumen

asli dalam file;

3) Untuk status pengungsi akan diperiksa secara menyeluruh. UNHCR

akan berhati-hati mempertimbangkan pernyataan imigran, serta

informasi dari negara asal. Imigran akan diberitahu keputusan UNHCR

sesegera mungkin. Jika aplikasi suaka ditolak, maka Imigran akan

mengatakan alasan untuk keputusan ini oleh UNHCR Petugas dengan

bantuan seorang juru bahasa, jika diperlukan. Jika Imigran berpikir

keputusan ini salah maka imigran tersebut memiliki hak untuk

mengajukan banding dalam waktu 30 hari. Imigran akan diberikan

sebuah formulir untuk membantu menulis banding. Jika Imigran

Page 79: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

tersebut tidak mengajukan banding dalam waktu 30 hari, file akan

ditutup dan Kantor Imigrasi akan memberikan informasi;

4) Jika imigran menarik kembali pengajuan bandingnya, maka akan

diwawancarai kedua kalinya oleh petugas UNHCR yang berbeda. Jika

ditolak untuk kedua kalinya, UNHCR tidak akan dapat membantu lebih

lanjut. Jika diakui sebagai pengungsi, Petugas UNHCR akan

memberitahukan tentang keputusan ini dan menjelaskan apa yang akan

terjadi selanjutnya. Imigran akan menerima brosur informasi yang

terpisah dengan informasi penting bagi pengungsi;

5) Hak dan kewajiban di Indonesia:

a) Sebagai pencari suaka,dengan intervensi berwenang UNHCR

Indonesia untuk melindungi Imigran dari deportasi ke negara asal

untuk tinggal illegal di Indonesia;

b) Harus mematuhi hukum dan menghormati Indonesia lokal tradisi,

adat istiadat, dan budaya. Jika melakukan tindak pidana di Indonesia,

imigran akan dituntut dan dihukum sesuai dengan Hukum Indonesia;

c) Imigran harus mendaftar dengan polisi setempat di daerah di mana

imigran tersebut berada. Hal ini berlaku untuk seluruh penduduk

Indonesia dan warga negara asing di Indonesia.

6) Sementara menunggu keputusan sebagai pencari suaka, imigran tidak

akan menerima keuangan bantuan dari UNHCR secara

finansial. Namun, menerima pengobatan gratis dalam kasus keadaan

darurat (misalnya, dalam kehidupan mengancam situasi). Solusi

permanen: UNHCR telah diberi mandat untuk mencari solusi

berkelanjutan bagi pengungsi di seluruh dunia. Ada tiga solusi

permanen yaitu:

a) Pemulangan sukarela ke negara asal

b) Integrasi lokal di negara tuan rumah

Page 80: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

c) Pemukiman kembali ke negara ketiga. Pemukiman kembali bukan

hak dan karenanya tidak secara otomatis diproses setelah status

pengungsi diberikan. Setiap kasus ditinjau secara individual oleh

UNHCR untuk menyimpulkan apakah pemukiman kembali adalah

solusi terbaik tahan lama. Proses pemindahan juga tergantung pada

ketersediaan kuota dan keputusan negara ketiga tempat pemukiman

kembali.

Kepada kelompok kedua yaitu imigran yang pergi karena alasan

ekonomi kita dapat melakukan tindakan hukum. Mereka dapat kita minta

secara baik-baik untuk kembali ke negara asalnya. Prosesnya dinamakan

repatriasi. Apabila mereka tidak memiliki biaya ke negara asal (atau

biasanya biaya untuk membeli tiket pesawat) maka International

Organization for Migration (IOM) akan menyediakan biaya.

Apabila mereka menolak pulang secara baik-baik maka negara

tempat orang asing itu berada bisa memulangkan secara paksa. Prosesnya

dinamakan deportasi. IOM tidak akan menanggung biaya pemulangan

paksa. Jadi Pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk membayar biaya

perjalanan mereka. Non-refoulement tidak sama dengan deportasi ataupun

pemindahan secara paksa. Deportasi ataupun pengusiran terjadi ketika

warga negara asing dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan yang

bertentangan dengan kepentingan negara setempat atau ia menjadi

tersangka perbuatan pidana di suatu negara dan melarikan diri dari proses

peradilan (Sigit Riyanto, 2010: 435). Maka dari negara harus mengetahui

dan menyelidiki bahwa perbuatan yang dilakukan orang asing tersebut

termasuk tindak pidana atau bukan.

Situasi bertambah rumit jika ada imigran yang tidak memiliki status

pencari suaka atau pengungsi dan juga tidak memiliki paspor. Tanpa

paspor, mereka tidak bisa diketahui kewarganegaraannya dan tidak jelas

Page 81: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

tujuan pemulangan. Dalam hal ini adalah tugas Kementerian Luar Negeri

dan kantor imigrasi untuk menghubungi kedutaan besar negara asal

imigran tersebut dan melakukan koordinasi bersama. Koordinasi dengan

kantor kedutaan berkaitan dalam hal:

1) imigran tersebut tidak mempunyai identitas perjalanan/paspor;

2) imigran tidak memiliki biaya pemulangan;

3) tentang waktu pemulangannya, sampai kedutaan yang bersangkutan

mengeluarkan paspor.

Setelah berkoordinasi maka kedutaan yang bersangkutan akan

memberikan biaya untuk pemulangan imigran dan diberangkatkan sesuai

tanggal tiket. Namun apabila imigran tersebut adalah pengungi maka harus

melalui proses oleh UNHCR untuk mengetahui bahwa imigran tersebut

benar-benar pengungsi. Penentuan status pengungsi dapat dijelaskan dalam

bagan dibawah ini yang didasarkan atas definisi pengungsi dalam Konvensi

1951:

Gambar 3

Skrining Penentuan Status Pengungsi

Diterima

Dikirim ke negara penerima suaka

Ditolak

Banding

Definitif ditolak

Dideportasi

Page 82: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Proses penentuan apakah pemohon pengungsi dikategorikan

screening-in atau screening-out sangat ditentukan oleh alasan yang dapat

dipenuhi sebagaimana ditentukan Konvensi 1951, dimana terdapat teori

yang diperkenalkan oleh Jean-Yves Carlier yaitu (Jean-Yves Carlier,

1999:140-144):

a. Apakah risiko sungguh-sungguh ada?

Poin ini merupakan tahap pada tataran risiko (Risk/R)

b. Apakah penganiayaan/penyiksaan/tekanan sungguh-sungguh ada?

Poin ini merupakan tahap pada tataran terjadinya

Penyiksaan/penganiayaan (Persecution?Pe)

c. Apakah resiko penganiayaan cukup dimungkinkan?

Poin ini merupakan tahap pada tataran bukti (Proof/Pr)

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa proses untuk

memulangkan orang asing sangatlah sulit dan membutuhkan waktu yang

sangat lama. Sehingga tidak mengherankan apabila banyak dari para

imigran ini menuggu lama di rumah detensi migrasi (Rudenim) sampai ia

mendapatkan sertifikasi dan status pengungsi dari UNHCR. Hambatan lain

yaitu saat ini sulit untuk menemukan negara maju yang mau menerima

pengungsi dan pencari suaka sebagai warga negaranya ataupun jika

dikembalikan ke negara asal sulit pula mendapat kesepakatan untuk

menerima mereka kembali sementara keadaan negara masih kacau.

b. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Hak Asasi

Manusia Internasional

Kebebasan merupakan hak dasar pengungsi dan pencari suaka yang

berarti termasuk dalam hak asasi manusia dan tercantum dalam beberapa

Page 83: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

instrumen-instrumen internasional. Seperti yang tercantum dalam Pasal 13

ayat (1) DUHAM yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas

kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara. Hal

tersebut berarti kebebasan termasuk hak semua orang di dunia termasuk

pengungsi dan pencari suaka tanpa adanya diskriminasi.

Pengungsi dan pencari suaka yang melintasi batas negaranya atau

dalam kata lain memasuki wilayah negara lain menjadikan permasalahan

baru di negara tempat mereka singgah. Negara yang disinggahi tidak dapat

melakukan pemulangan secara paksa. Sesuai dengan Pasal 33 Konvensi

Pengungsi 1951 yang mengatur tentang prinsip non-refoulement (prinsip

tidak memulangkan kembali). Selain Pasal tersebut DUHAM juga

mengatur pemulangan pengungsi dan pencari suaka yaitu:

1) Tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenang-

wenang, penahanan atau pengasingan” (Pasal 9 DUHAM);

2) Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di

negara lain akibat pengejaran” (Pasal 14 DUHAM);

3) Setiap orang mempunyai hak atas suatu kewarganegaraan” (Pasal 15

DUHAM);

4) hak atas kebebasan bergerak dan berdiam dalam batas-batas tiap

negara (Pasal 13 (1) DUHAM);

5) hak untuk meninggalkan negara, termasuk negara sendiri dan hak

untuk kembali ke negaranya (Pasal 13 (2) DUHAM).

Pasal-pasal diatas merupakan hak-hak dasar yang tidak boleh

dilanggar oleh dalam perlindungan pengungsi dan pencari suaka. Hak

tersebut dihubungkan dengan tata cara pemulangan yang sudah ditetapkan

dalam Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 dengan bantuan

UNHCR dan IOM. Namun dalam proses pemulangan pengungsi tersebut

Page 84: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

harus berhati-hati dan melihat bagaimana keadaan negara asal pengungsi,

karena dapat menjadi permasalahan fatal apabila negara asal masih

membahayakan pengungsi atau pencari suaka tersebut.

Pemulangan kembali hanya dapat dilakukan dan bersifat manusiawi

manakala ia dilaksanakan secara sukarela, dan dengan memperhatikan

penghormatan atas hak asasi pengungsi. Selama pelanggaran hak asasi

manusia tetap terjadi di negara asal, diragukan apakah ada pengungsi yang

memutuskan untuk kembali dengan sukarela. Oleh sebab itu, perbaikan

penghormatan dan pemajuan terhadap semua jenis hak asasi manusia, dan

penghentian pertikaian dengan kekerasan di negara asal merupakan syarat

yang dibutuhkan untuk pemulangan pengungsi secara sukarela (Lembar

HAM dan pengungsi, tt: 20)

2. Pemulangan Imigran oleh Pemerintah Indonesia Berdasarkan Hukum

Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Pemulangan imigran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia harus

melalui prosedur yang sesuai Undang Undang yang ada. Kasus-kasus

pemulangan Imigran di Indonesia tidak semuanya dapat ditangani dengan

Undang Undang regional namun sebagian diselesaikan dengan hukum

internasional. Pemulangan imigran yang melakukan tindak pidana berbeda

dengan pemulangan pengungsi dan pencari suaka. Berikut beberapa kasus

pemulangan imigran di Indonesia:

a. Pendeportasian 14 warga China

Kantor Imigrasi Karawang memeriksa 14 warga negara Cina yang

dicurigai telah menyalahgunakan visa yang mereka gunakan. Para WNA

itu ditangkap ketika sedang bekerja di pabrik PT KPSS. Visa yang mereka

pegang hanya untuk kunjungan pelatihan kerja. Mereka tertangkap saat

Page 85: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

sedang berada di lingkungan pabrik, bukan di tempat latihan kerja. Sudah

ada peringatan kepada para WNA tersebut agar mengurus izin sesuai

peraturan perundang-udangan yang berlaku jika ingin kembali lagi ke

Indonesia. Peringatan disampaikan juga kepada pihak PT KPSS yang

dicurigai sering mendatangkan warga Cina untuk bekerja di pabriknya.

Pihak perusahaan harus mempunyai surat Rencana Penggunaan

Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi sebelum mendatangkan para pekarja asing. PT KPPS

berdalih telah mengajukan RPTKA namun hingga saat belum juga terbit.

Pada akhirnya mereka tetap mendatangkan warga China dengan hanya

mengggunakaan izin kunjungan kerja.

Kantor Imigrasi Karawang akhirnya memulangkan secara paksa

(deportasi) empat belas warga Guang Zhou, Cina yang sedang bekerja di

pabrik pengolahan logam PT Karawang Prima Sejahtera Steel (KPSS),

Pangkalan, Kabupaten Karawang. Mereka dianggap telah

menyalahgunakan izin keimigrasian seperti diatur dalam Pasal 122 huruf a

Undang-undang No.6 tahun 2011. Mereka akan dipulangkan melalui

Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan pesawat Garuda dan Cina

Airlines.

Para WNA Cina tersebut diberangkatkan dari mess PT KPSS

dengan pegawalan dari pihak imigrasi hingga ke Bandara Soekarno-Hatta.

Setelah berada di bandara pasport mereka akan diserahkan kepada

pemiliknya masing-masing. Hal itu dilakukan agar para WNA itu telah

dipastikan pulang ke negaranya, bukan dipindahkan ke tempat lain yang

masih berada di wilayah Indonesia. (A-106). (Sumber:

http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id

=763&Itemid=34 diakses pada tanggal 27 September 2012 pukul 11.31

WIB).

Page 86: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

b. Pemerintah Australia menerima 50 Pengungsi asal Afganistan yang berada

di Indonesia

Pemerintah Australia dipastikan akan menerima sebanyak 50

orang imigran asal Afghanistan yang saat ini ditampung di Rumah

Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang, Kepulauan Riau, karena mereka

sudah berstatus sebagai pengungsi. Penentuan status tersebut ditetapkan

oleh UNHCR. Dimana selama ini pengungsi tersebut berada di Indonesia

dan menunggu untuk penempatan di negara yang baru. Hingga akhirnya

Australia mau menerima para pengungsi tersebut untuk tinggal di

Australia (suaraindonesia.co diakses pada tanggal 10Desember 2012).

c. Pendeportasian 214 warga negara asing oleh pemerintah Indonesia

Rumah Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang Kepulauan Riau

mendeportasi 214 orang dari 676 warga negara asing (WNA) yang

menghuni penampungan selama 2012. sebagian dari mereka adalah

imigran illegal, pencari suaka dan imigran yang melanggar hukum

keimigrasian Indonesia. WNA yang dideportasi itu adalah para imigran

ilegal dan mereka yang melakukan pelanggaran keimigrasian.

Pendeportasian imigran illegal tersebut telah diverifikasi pihak Komisariat

Tinggi Perserikatan Bangsa-Banga Urusan Pengungsi (UNHCR).

sedangkan yang berstatus sebagai pengungsi masih menunggu di Rudenim

untuk proses lebih lanjut http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika

/sebanyak-214-wna-terpaksa-dideportasi-dari-indonesia diakses pada

tanggal 31 Januari 2013).

Page 87: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

B. Pembahasan

1. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Pengungsi dan

Hukum Hak Asasi Manusia

a. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Pengungsi

Imigran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama,

pencari suaka (asylum seekers) dan yang kedua yaitu pengungsi (refugees).

Mereka adalah orang-orang yang kabur dari negara asal karena merasa

hidupnya terancam. Bisa karena berasal dari etnis minoritas. Atau karena

perbedaan pandangan politik dan keyakinan. Masyarakat internasional

memiliki kewajiban untuk melindungi kelompok pertama ini. Mereka tidak

boleh dihukum karena pelanggaran keimigrasian (misalnya masuk ke

Indonesia tanpa paspor dan visa atau tidak punya ijin tinggal di Indonesia).

Mereka juga tidak boleh dikembalikan ke negara asalnya (D. W. Bowett.

2007: 306).

Pengaturan pemulangan imigran yang dilakukan oleh UNHCR

berdasarkan mandatnya yaitu tahap demi tahap. Tahap pertama yaitu tahap

penentuan status pengungsi oleh UNHCR melalui identifikasi dan

wawancara. Sambil menunggu keputusan imigran tersebut ditempatkan di

rudenim. Tahap kedua, apabila sudah dinyatakan statusnya sebagai

pengungsi maka UNHCR akan mencari solusi berkelanjutan, yaitu

pemulangan sukarela ke negara asal, integrasi lokal, pemukiman kembali

ke negara ke tiga. Untuk pemulangan sukarela harus benar-benar

memperhatikan kesukarelaan pengungsi dan keadaan negara asal serta

menghormati hak asasi manusia.

Larangan pengembalian diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Konvensi

1951 tentang Status Pengungsi menyebutkan bahwa negara-negara peserta

konvensi ini tidak diperbolehkan untuk mengusir ataupun mengembalikan

Page 88: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

pengungsi dalam bentuk apapun ke luar wilayahnya dimana keselamatan

dan kebebasan mereka terancam karena alasan ras, agama, kebangsaan,

keanggotaan pada kelompok sosial ataupun pandangan politiknya.

Larangan pengusiran/pemulangan secara paksa disebut juga dengan

prinsip non-refoulement. Prinsip non-refoulement yang mencerminkan

perlindungan minimum berdasarkan alasan kemanusiaan tercantum dalam

Pasal 33 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi. Pasal 33 ini

mencakup 3 (tiga) hal penting yaitu (Jun Justinar, 2011: 19-20):

1) Konvensi 1951 hanya mengikat negara-negara yang telah menjadi pihak

pada konvensi tersebut. Berdasarkan Pasal I ayat (2) Protokol 1967,

suatu negara yang tidak menjadi pihak pada Konvensi 1951 namun

menjadi pihak pada Protokol 1967, juga terikat pada Pasal 2 hingga

Pasal 34 Konvensi 1951. Dengan demikian, Pasal 33 Konvensi 1951

mengikat negara-negara yang menjadi pihak pada Konvensi 1951 atau

Protokol 1967, atau pada kedua instrument tersebut;

2) Konvensi 1951 bersifat kemanusiaan. Hal ini secara jelas tercantum

dalam paragraf pembukaan Konvensi 1951 yang mengemukakan bahwa

“PBB peduli pengungsi dan menjamin pengungsi mendapatkan hak-hak

dasarnya serta kebebasannya sebagaimana yang tercantum

dalam Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Universal

Hak-hak Asasi Manusia)”. Hal ini merupakan pengakuan dari seluruh

negara terhadap aspek sosial dan kemanusiaan dari masalah pengungsi;

3) Larangan pengusiran mengandung hal yang khusus. Hal ini didukung

oleh Pasal 42 ayat (1) Konvensi 1951 yang mengecualikan Pasal 33 dari

tindakan reservasi, dengan demikian larangan pengusiran dalam Pasal

33 Konvensi 1951 merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat

dikurangi sedikitpun (non-derogable) yang membangun esensi

kemanusiaan dalam Konvensi 1951.

Page 89: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Saat ini prinsip non-refoulement telah menjadi kebiasaan

internasional yang harus ditaati oleh semua negara tanpa terkecuali.

Dalam arti lain negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi 1951

harus mentaati dan menghormati prinsip ini. Namun, terdapat

pengecualian yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 2 Konvensi 1951

mengatur bahwa “penerapan prinsip non-refoulement tidak berlaku bila

pengungsi tersebut keberadaannya mengancam keamanan nasional atau

mengganggu ketertiban umum di negara tempat ia mencari

perlindungan”, dengan syarat terdapat bukti yang menyatakan bahwa

pengungsi tersebut benar-benar membahayakan keamanan negara.

Prinsip non refoulement inipun telah diakui sebagai bagian dari

hukum kebiasaan internasional (international customary law).

International customary law maksudnya yaitu walaupun Indonesia tidak

meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 namun dengan

dikeluarkannya Resolusi Nomor 429 (V) oleh Majelis Umum PBB yang

menyatakan bahwa prinsip tersebut merupakan hukum kebiasaan

internasional yang harus atau wajib dilaksanakan. Sehingga, negara yang

belum menjadi pihak (state parties) dari Konvensi Pengungsi 1951 pun

harus menghormati prinsip non refoulement ini. Prinsip utama yang

melatar belakangi perlindungan internasional bagi pengungsi yaitu

konvensi 1951 dan protokol 1967 mencakup pula ketentuan-ketentuan

yang berupa (UNHCR. 2005: 39):

1) larangan untuk memulangkan pengungsi dan pencari suaka yang

beresiko menghadapi penganiayaan saat dipulangkan (prinsip non-

refoulement);

2) persyaratan untuk memperlakukan semua pengungsi dengan cara

yang non diskriminatif;

3) standar perlakuan terhadap pengungsi;

4) kewajiban pengungsi kepada negara tempatnya suaka;

Page 90: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

5) tugas negara untuk bekerja sama dengan UNHCR dalam

melaksanakan fungsi-fungsinya.

Telah dijelaskan diatas bahwa prinsip non-refoulement

merupakan hukum kebiasaan internasional, akibat dari pernyataan

tersebut maka aturan tersebut mengikat semua negara. Dalam arti lain

tidak hanya untuk negara yang telah meratifikasi Konvensi Pengungsi

1951 atau Protokol 1967, termasuk Indonesia yang belum meratifikasi

aturan-aturan tersebut.

Selain prinsip non-refoulement, di dalam Konvensi Pengungsi

1951 dan Protokol 1967 terdapat pula pasal-pasal yang mengatur tentang

perlindungan pengungsi yaitu berupa hak-hak dasar mereka. Berikut

beberapa pasal yang menjelaskan secara mendasar tentang perlindungan

pengungsi:

1) Pasal 30 Protokol 1967

“Ketentuan Konvensi harus diterapkan tanpa diskriminasi

berdasarkan ras, agama atau negara asal”

2) Pasal 15 Konvensi 1951

“berkaitan dengan asosiasi dan perhimpunan dagang non politik

dan nirlaba negara-negara pihak harus menyetujui pengungsi

tinggal secara sah di dalam wilayah mereka dengan perlakuan

sangat baik yang sama dengan warga negara asing, dalam keadaan

yang sama “

3) Pasal 16 Konvensi 1951

“Para pengungsi akan memperoleh akses bebas ke pengadilan di

wilayah semua negara pihak”

4) Pasal 26 Konvensi 1951

“Pengungsi sah di wilayah negara pihak memiliki hak untuk

memilih tempat tinggal mereka dan bergerak secara bebas di

Page 91: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

wilayah tersebut, tunduk kepada peraturan yang berlaku kepada

orang asing pada umumnya dalam keadaan yang sama”

5) Pasal 27 Konvensi 1951

“negara pihak harus mengeluarkan kartu identitas kepada setiap

pengungsi di wilayah mereka yang tidak memiliki dokumen

perjalanan yang sah”

6) Pasal 28.1 Konvensi 1951

“untuk tujuan perjalanan ke luar wilayah negara tersebut,

pengungsi diberikan dokumen perjalanan, kecuali ada alasan

keamanan nasional atau ketertiban umum memaksa yang

mengharuskan hal sebaliknya”

7) Pasal 31 Konvensi 1951

“hukuman tidak boleh dikenakan kepada orang yang masuk atau

datang secara tidak sah ke dalam wilayah negara untuk mencari

perlindungan seperti ditentukan dalam Pasal 1, dengan ketentuan

bahwa orang-orang tersebut datang sendiri tanpa mengabaikan

penguasa dan menunjukan alasan yang benar untuk masuk atau

kedatangan mereka”.

Sampai saat ini Indonesia masih belum meratifikasi baik itu

Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967 yang mengakibatkan

sulitnya Indonesia dalam memproses dan mengatur hadirnya pengungsi

serta pencari suaka. Imigran yang masuk di Indonesia hanya diatur oleh

Undang Undang Keimigrasian, sehingga terjadi kekosongan peraturan

yang mengatur perlindungan pengungsi dan pencari suaka. Indonesia

telah mempunyai Undang Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional, Undang Undang tersebut menjadi tolak ukur

Pemerintah Indonesia dalam membuat dan mengesahkan suatu perjanjian

internasional. Dijelaskan dalam Pasal 10 Undang Undang Nomor 24

Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional bahwa: Pengesahan

Page 92: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila

berkenaan dengan:

1) Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;

2) Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik

Indonesia;

3) Kedaulatan atau hak berdaulat negara;

4) Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;

5) Pembentukan kaidah hukum baru;

6) Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Pasal 8 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional menentukan bahwa: materi muatan yang harus

diatur dengan Undang Undang berisi hal-hal yang:

1) Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi:

a) Hak-hak asasi manusia;

b) Hak dan kewajiban warga negara;

c) Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian

kekuasaan negara;

d) Wilayah negara dan pembagian daerah;

e) Kewarganegaraan dan kependudukan;

f) Keuangan negara

2) Diperintahkan oleh suatu Undang Undang untuk diatur dengan

Undang Undang

Selain alasan diatas terdapat juga alasan lain yaitu Indonesia

sebagai negara transit yang sering menjadi tempat singgah para imigran

yang ingin menuju Australia. Sebagai negara transit Indonesia

membutuhkan aturan-aturan mengenai penanganan imigran yang masuk.

Aturan tersebut dibutuhkan untuk menjamin hak-hak para imigran

termasuk kewajiban Indonesia dalam memberikan perlindungan dan

Page 93: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

menjaga stabilitas keamanan negara, namun sampai saat ini masih di

Indonesia masih terjadi kekosongan peraturan tersebut. Dari penjelasan

tersebut telah jelas menjadi alasan agar Indonesia segera meratifikasi

Konvensi 1951 dan Protokol 1967, hal ini disebabkan bahwa konvensi

tersebut mengatur perlindungan Hak Asasi Manusia, memberikan

pengakuan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut oleh seluruh

anggota masyarakat yang memberikan penghargaan terhadap martabat

manusia. Dengan meratifikasi konvensi tersebut Indonesia dapat

melaksanakan asas dan prinsip yang terkandung dalam perundang-

undangan nasional yang nantinya akan diikuti oleh seluruh rakyat

Indonesia tanpa mengabaikan norma, nilai, agama dan adat istiadat bangsa

Indonesia serta sesuai dengan keadaan Indonesia baik itu dari segi

ekonomi, sosial maupun politik.

Ada beberapa hak yang perlu diperhatikan dan dipenuhi oleh

pemerintah Indonesia sebelum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan

Protokol 1967, yaitu:

1) Kebebasan mempraktekkan agama dan pendidikan agama bagi anak-

anak pengungsi (Pasal 4);

2) Hak atas milik bergerak dan tidak bergerak (Pasal 13);

3) Hak berserikat (Pasal 15);

4) Hak berswakarya (Pasal 18)

5) Hak menjalankan profesi liberal (Pasal 19);

6) Hak atas pendidikan (Pasal 22);

7) Hak atas kondisi kerja yang layak dan jaminan sosial (Pasal 24);

8) Kebebasan berpindah tempat (Pasal 26).

Beberapa hak diatas merupakan hak-hak yang harus diterima oleh

pengungsi dan pencari suaka selama mereka berada di Indonesia, selain

terdapat hak-hak yang dapat direservasi yaitu ketentuan Pasal 4 sedangkan

pasal-pasal yang lain tidak boleh direservasi. Ketentuan-ketentuan yang

Page 94: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

tidak boleh direservasi tersebut terdapat dalam Pasal 42 Konvensi 1951,

yaitu:

1) Definisi istilah pengungsi (Pasal 1);

2) Non diskriminasi (Pasal 3);

3) Kebebasan beragama (Pasal 4);

4) Akses ke Pengadilan (Pasal 6 ayat (1));

5) Non-Refoulement (Pasal 33);

6) Klausula akhir (Pasal 36-46).

Pemerintah Indonesia dapat melakukan reservasi terhadap

ketentuan Pasal 13,14, Pasal 17 yang mewajibkan negara untuk memberi

perlakuan yang sama terhadap pengungsi dan warga negara sendiri serta

orang lain yang tinggal di wilayahnya. Pertimbangan untuk mereservasi

pasal-pasal tersebut adalah bagi negara berkembang seperti Indonesia

menyediakan fasilitas bagi warga negaranya sendiri saja masih sulit untuk

dilaksanakan, terlebih harus memberikan pelaksanaan hal tersebut kepada

pengungsi.

Ketentuan Pasal 35 Konvensi 1951 menyatakan bahwa Komisariat

Tinggi mengawasi penerapan instrumen internasional oleh negara pihak

harus memberi kemudahan bagi pelaksanaan tugas Komisariat Tinggi

tersebut. Keikutsertaan negara pihak dalam penerapan instrumen

internasional dapat membantu kemajuan dan perlindungan hak asasi

manusia yang berkaitan langsung dengan perlindungan pengungsi serta

negara wajib memenuhi kewajiban tersebut walaupun dalam keadaan

darurat sekalipun termasuk penerapan prinsip non-refoulement (Atik

Krustiyati, 2010:64).

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip non refoulement

tersebut telah mengikat semua negara-negara di dunia. Dengan kata lain

walaupun suatu negara tidak meratifikasi konvensi namun ia tidak dapat

menghindar dari kewajiban tersebut. Sedangkan pihak yang telah

Page 95: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

meratifikasi mempunyai kewajiban internasional yang mengikat secara

yuridis. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB meskipun tidak

meratifikasi Konvensi Pengungsi namun Indonesia harus melaksanakan

kewajiban melindungi pengungsi sebagai wujud melindungi ketertiban

dunia yang merupakan kewajiban sebagai anggota PBB.

b. Pengaturan Pemulangan Imigran Berdasarkan Hukum Hak Asasi

Manusia Internasional

Permasalahan pengungsi dan pencari suaka tidak dapat dilepaskan

dari hak asasi manusia. Pengungsi dan pencari suaka berhak mendapat

perlindungan dari segala ancaman dan siksaan di negaranya. Seperti yang

diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Universal Declaration of Human Right

(UDHR) 1948 yang berbunyi ”Setiap orang berhak meninggalkan suatu

negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya” dan

Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk

mencari dan menikmati suaka dari negara lain karena takut akan

penyiksaan. Setiap pencari suaka-pun memiliki hak untuk tidak diusir atau

dikembalikan secara paksa apabila mereka telah tiba di suatu negara

dengan cara yang tidak lazim. Prinsip ini kemudian dikenal sebagai prinsip

non-refoulement.

Selain UDHR terdapat pula beberapa konvensi yang berkaita

dengan HAM yang mengatur tentang prinsip non-refoulement, yaitu:

1) Pasal 13 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)

“Orang asing yang berada secara sah di wilayah Negara Pihak

pada Kovenan ini dapat diusir dari Negara tersebut hanya

menurut keputusan yang dikeluarkan berdasarkan hukum dan,

kecuali ada alasan-alasan kuat sehubungan dengan keamanan

nasional, ia harus diberi kesempatan mengajukan keberatan

terhadap pengusiran dirinya, dan meminta agar kasusnya

ditinjau kembali dan diwakili untuk keperluan ini, oleh pihak

yang berwenang atau orang-orang yang secara khusus ditunjuk

oleh pihak yang berwenang”

Page 96: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

2) Pasal 3 Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture)

a) Tidak ada satu negara Pihak pun yang boleh mengusir,

mengembalikan (refouler) atau mengekstradisikan seseorang ke

negara lain apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga

bahwa orang itu berada dalam bahaya karena dapat menjadi sasaran

penyiksaan.

b) Untuk menentukan apakah terdapat alasan-alasan semacam itu,

pihak yang berwenang harus mempertimbangkan semua hal yang

berkaitan termasuk, apabila mungkin, adanya pola tetap

pelanggaran yang besar, mencolok, atau massal terhadap hak asasi

manusia di negara tersebut.

3) Pasal 45 paragraf 4 Konvensi Jenewa IV (Fourth Geneva Convention)

tahun 1949 yang berbunyi ”Dalam situasi apapun, orang yang dilindungi

ditransfer ke negara di mana ia mungkin memiliki alasan untuk takut

penganiayaan karena pendapat politik nya atau keyakinan agama”.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi

Jenewa IV, dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, dimana

kesemuanya mengatur tentang Prinsip Non-Refoulement. Pada umumnya

Prinsip non-refoulement terdapat pada Konvensi 1951 dimana Indonesia

belum meratifikasi. Namun demikian, dalam berbagai Konvensi

Internasional tentang HAM yang sudah diratifikasi oleh Indonesia

mengatur prinsip yang sama. Selain itu terdapat pula hukum nasional

Indonesia yang mengakui keberadaan prinsip ini. Adapun peraturan-

peraturan tersebut adalah:

1) Pasal 3 Konvensi Anti Penyiksaan;

2) Pasal 45 paragraf 4 Konvensi Jenewa IV tahun 1949;

3) Pasal 13 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966;

4) Pasal 24 Tap MPR No. XVII/1998 mengenai HAM;

5) Pasal 28 G ayat 2 UUD 1945;

6) Pasal 28 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 mengenai

HAM;

Page 97: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

7) Pasal 26-28 Undang-undang Nomor 37 Tahun1999 mengenai

Hubungan Luar Negeri.

Praktik penerapan prinsip non-refoulement ini di Indonesia

dilaksanakan berdasarkan Surat Direktur Jenderal Imigrasi (untuk

selanjutnya disebut dengan Surat Dirjen) Nomor F-IL.01.10-1297, yang

ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (untuk selanjutnya disebut dengan Kakanwil Depkum HAM

RI) dan Kepala Kantor Imigrasi di seluruh Indonesia, untuk memberikan

petunjuk mengenai penanganan terhadap orang asing yang menyatakan diri

sebagai pencari suaka atau pengungsi.Surat tersebut menegaskan bahwa

Indonesia secara umum menolak orang asing yang datang memasuki

wilayah Indonesia jika tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang

berlaku. Hal ini wajar mengingat setiap negara berhak menentukan orang

asing mana saja yang diijinkan masuk ke wilayahnya. Kemungkinan

masalah timbul dalam hal masuknya pengungsi, baik secara ilegal maupun

legal, yang tidak boleh dikembalikan ke daerah yang membahayakan

dirinya. Namun jika pengungsi tersebut terbukti melakukan tindak pidana,

maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30/1994 mengenai Tata Cara

Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan, Pemerintah berhak menangkal

pengungsi tersebut masuk ke wilayah RI. (Jun Justinar, 2011:18).

Pasal 3 Deklarasi Umum HAM PBB berbunyi : ” any individual

has the right to life, freedom and personal security”. Hak tersebut

termasuk dalam non derogable yang sering disebut sebagai ius cogens

tercantum dalam Vienna Convention on The Law of Treaties (Konvensi

Wina tentang Hukum Perjanjian Tahun 1969) yaitu norma-norma yang

telah diterima dan diakui oleh komunitas internasional, yang tidak boleh

dicabut dan tidak boleh dikecualikan oleh siapa pun, seperti yang dikatakan

oleh J.G Starke (1999:66) mengatakan konsep ius cogens yaitu:

Page 98: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

”serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah, peremptory,

yang tidak boleh diabaikan, dan yang karenanya dapat berlaku untuk dapat

membatalkan suatu traktat. Pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa prinsip non-refoulement tidak dapat dikecualikan bahkan dihindari.

Semua negara di dunia mempunyai kewajiban untuk menghormati dan

melaksanakan prinsip ini tanpa adanya diskriminasi, termasuk pula negara-

negara yang bukan peserta konvensi.

2. Pemulangan Imigran oleh Pemerintah Indonesia Berdasarkan Hukum

Pengungsi dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Pemulangan Imigran oleh Pemerintah di Indonesia selama ini tidak lepas

dari aturan-aturan di Indonesia dan beberapa aturan Internasional baik yang sudah

diratifikasi oleh Indonesia maupun aturan yang menjadi kebiasaan internasional.

Berikut beberapa kasus pemulangan oleh pemerintah Indonesia:

a. Pendeportasian 14 warga China

Kantor Imigrasi Karawang akhirnya memulangkan secara paksa

(deportasi) empat belas warga Guang Zhou, Cina yang sedang bekerja di

pabrik pengolahan logam PT Karawang Prima Sejahtera Steel (KPSS),

Pangkalan, Kabupaten Karawang. Mereka dianggap telah menyalahgunakan

izin keimigrasian seperti diatur dalam Pasal 122 huruf a Undang Undang

No.6 tahun 2011. Mereka akan dipulangkan melalui Bandara Soekarno-

Hatta dengan menggunakan pesawat Garuda dan Cina Airlines.

Pihak imigrasi terpaksa memulangkan para pekerja asing asal Cina

itu karena mereka tidak mempunyai izin untuk bekerja. Visa yang mereka

pegang hanya untuk kunjungan pelatihan kerja. Mereka tertangkap saat

sedang berada di lingkungan pabrik, bukan di tempat latihan kerja. Sudah

ada peringatan kepada para WNA tersebut agar mengurus izin sesuai

Page 99: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

peraturan perundang-udangan yang berlaku jika ingin kembali lagi ke

Indonesia. Peringatan disampaikan juga kepada pihak PT KPSS yang

dicurigai sering mendatangkan warga Cina untuk bekerja di pabriknya.

Pihak perusahaan harus mempunyai surat Rencana Penggunaan

Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi sebelum mendatangkan para pekarja asing. PT KPPS berdalih

telah mengajukan RPTKA namun hingga saat belum juga terbit. Pada

akhirnya mereka tetap mendatangkan warga China dengan hanya

mengggunakaan izin kunjungan kerja. Para WNA Cina tersebut akan

diberangkatkan dari mess PT KPSS dengan pegawalan dari pihak imigrasi

hingga ke Bandara Soekarno-Hatta. Setelah berada di bandara pasport

mereka akan diserahkan kepada pemiliknya masing-masing. Hal itu

dilakukan agar para WNA itu telah dipastikan pulang ke negaranya, bukan

dipindahkan ke tempat lain yang masih berada di wilayah Indonesia. Kantor

Imigrasi Karawang memeriksa 14 warga negara Cina yang dicurigai telah

menyalahgunakan visa yang mereka gunakan. Para WNA itu ditangkap

ketika sedang bekerja di pabrik PT KPSS. Setelah diperiksa ternyata

kecurigaan pihak Kantor Imigrasi terbukti, hingga akhirnya ke-14 warga

China itu diputuskan untuk dideportasi. (A-106). (Sumber:

http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7

63&Itemid=34 diakses pada tanggal 27 September 2012 pukul 11.31 WIB).

Kasus diatas merupakan salah satu permasalahan imigran di

Indonesia. Pasal 8 ayat (2) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang

keimigrasian mengatakan bahwa: “Setiap Orang Asing yang masuk Wilayah

Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku, kecuali

ditentukan lain berdasarkan Undang Undang ini dan perjanjian

internasional”. Pada kasus di atas visa yang digunakan oleh warga negara

Page 100: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

china tersebut berupa visa pelatihan kerja namun mereka justru bekerja di

Indonesia sedangkan masa berlaku visa tersebut telah habis.

Pelanggaran lain yang dilakukan yaitu perusahaan yang

mendatangkan mereka yaitu PT KPSS telah melanggar ijin tinggal yang

telah diberikan. Sesuai dengan Pasal 122 huruf a Undang Undang Nomor 6

Tahun 2011 Tentang keimigrasian yang menyatakan: “Dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”:

1) setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau

melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan

pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya;

2) setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada

Orang Asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang

tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian Izin Tinggal

yang diberikan kepadanya.

Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut untuk itu pemerintah

Indonesia telah bertindak tegas untuk memulangkan secara paksa

(Deportasi) warga Cina tersebut ke negara asal karena telah melakukan

tindak pidana berupa melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan

sehingga merugikan negara Indonesia. Tindakan pendeportasian tersebut

sudah sesuai dengan peraturan di Indonesia dan juga hukum pengungsi serta

hukum HAM internasional. WNA tersebut bukanlah pengungsi ataupun

pencari suaka, sehingga tidak ada alasan Indonesia untuk tidak

memulangkan mereka.

b. Pemerintah Australia menerima 50 Pengungsi asal Afganistan yang berada

di Indonesia

Pemerintah Australia dipastikan akan menerima sebanyak 50

orang imigran asal Afghanistan yang saat ini ditampung di Rumah

Page 101: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang, Kepulauan Riau, karena mereka

sudah berstatus sebagai pengungsi. Penentuan status tersebut ditetapkan

oleh UNHCR. Selama ini pengungsi tersebut berada di Indonesia dan

menunggu untuk penempatan di negara yang baru. Hingga akhirnya

Australia mau menerima para pengungsi tersebut untuk tinggal di

Australia (http://suaraindonesia.co/ nasional/4163/ australia- terima- 50 –

pengungsi-asal-afghanistan diakses pada tanggal 10Desember 2012).

Permasalahan pengungsi merupakan permasalahan yang sudah

lama terjadi dan sampai saat ini masih menjadi perhatian khusus bagi

negara-negara di dunia. Kasus diatas merupakan salah satu permasalahan

yang biasa terjadi di Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui bahwa

letak Indonesia merupakan jalur lalu lintas yang dilewati oleh pengungsi

dan pencari suaka ke negara yang mereka tuju. Contohnya yaitu Australia

sebagai migrant country.

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Undang Undang Nomor 6 Tahun

2011 Tentang keimigrasian bahwa “Setiap orang yang masuk atau keluar

Wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh

Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi”. Setelah dilakukan

pemeriksaan dan penyelidikan barulah diketahui alasan para imigran

masuk ke Indonesia baik itu dalam keadaan terpaksa atau tidak. Seperti

kasus diatas bahwa imigran asal Afganistan yang masuk ke Indonesia

setelah dilakukan pemeriksaan oleh UNHCR terbukti bahwa mereka

adalah pengungsi.

Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Refugee Status) sebenarnya

merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap:

1) Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada

memang orang tersebut adalah Refugee;

Page 102: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

2) Fakta dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan dalam Konvensi

1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang

bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.

Setelah mendapatkan status pengungsi, maka negara tempat singgah

pengungsi tersebut tidak diperbolehkan melakukan pengusiran atau

mengembalikan secara paksa. Sesuai dengan Pasal 33 Konvensi Pengungsi

1951 yang berisi larangan pengusiran atau pengembalian (refoulement).

Meskipun Indonesia sebagai negara yang belum meratifikasi Konvensi 1951

dan Protokol 1967, namun Indonesia atas dasar kemanusiaan tetap harus

melindungi para pengungsi tersebut, selain itu dalam Pasal 28 G ayat (2)

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa

setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka

politik dari negara lain. Namun hal yang sangat mendasar yang berkaitan

dengan hukum internasional adalah adanya prinsip non-refoulement yang

wajib ditaati oleh semua negara karena sudah menjadi kebiasaan

internasional dan secara otomatis mengikat semua negara. Hal inilah yang

membedakan dengan kasus-kasus pemulangan imigran lain yang tidak

mempunyai dasar kemanusiaan seperti ekstradisi dan deportasi.

Kasus penempatan ke negara ketiga seperti kasus diatas sangat

membutuhkan kesediaan negara ketiga dalam hal ini Australia. Australia

mau menerima imigran-imigran tersebut karena mereka sudah terbukti

sebagai pengungsi. Mengingat negara Australia tidak menginginkan

masuknya imigran yang tidak mempunyai dokumen lengkap seperti illegal

imigran.

Page 103: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

c. Pendeportasian 214 warga negara asing oleh pemerintah Indonesia

Rumah Detensi Imigrasi Pusat Tanjungpinang Kepulauan Riau

mendeportasi 214 orang dari 676 warga negara asing (WNA) yang

menghuni penampungan selama 2012. Sebagian dari mereka adalah imigran

illegal, pencari suaka dan imigran yang melanggar hukum keimigrasian

Indonesia. WNA yang dideportasi itu adalah para imigran ilegal dan mereka

yang melakukan pelanggaran keimigrasian. Pendeportasian imigran illegal

tersebut telah diverifikasi pihak Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-

Banga Urusan Pengungsi (UNHCR). Sedangkan yang berstatus sebagai

pengungsi masih menunggu di Rudenim untuk proses lebih lanjut

http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/sebanyak-214-wna-terpaksa-

dideportasi-dari-indonesia diakses pada tanggal 31 Januari 2013).

Sikap Indonesia pada kasus ini tidak serta merta memulangkan atau

bahkan mengusir secara paksa para imigran gelap tersebut. ada beberapa

prosedur perlindungan dan pemulangan terhadap mereka. Serta kerja sama

dengan organisasi internasional yaitu UNHCR dan IOM. Indonesia sebagai

negara yang dilintasi para imigran tersebut meskipun secara yuridis tidak

mempunyai kewajiban menampung para imigran tersebut namun atas dasar

kemanusiaan dan berdasarkan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM serta Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 tentang

pengesahan convention against torture and other cruel, inhuman or

degrading treatment or punishment maka Indonesia wajib untuk melindungi

para Imigran ini. Untuk selanjutnya dibutuhkan kerjasama UNHCR untuk

membuktikan bahwa imigran-imigran tersebut merupakan pengungsi atau

pencari suaka.

Page 104: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Proses pembuktian tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama

untuk mengetahui status mereka. Dalam jangka waktu tersebut Indonesia

tetap harus melindungi dan tidak dapat melakukan pemulangan imigran

gelap tersebut. Hal ini berdasarkan atas prinsip non- refoulement yang sudah

menjadi kebiasaan internasional sehingga tidak ada pengecualian untuk tidak

mentaatinya meskipun Indonesia bukanlah negara peserta konvensi 1951.

Berdasarkan data yang didapat dalam kasus diatas Indonesia melakukan

deportasi terhadap imigran yang melanggar hukum keimigrasian dan imigran

illegal tang tidak terbukti sebagai pengungsi. Para imigran tersebut

dipulangkan kembali ke negara asal mereka. Sedangkan imigran yang

terbukti sebagai pengungsi masih dalam tahap menunggu di Rudenim untuk

penempatan oleh UNHCR.

Pemulangan imigran oleh pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan

hukum hak asasi manusia dan tidak bertentangan dengan prinsip non-

refoulement. Pada saat Indonesia melakukan pemulangan imigran, hal itu

dikarenakan imigran tersebut bukan merupakan pencari suaka atau

pengungsi melainkan mereka adalah illegal imigran dan melakukan

pelanggaran hukum di Indonesia. Sehingga, Indonesia sebagai negara yang

berdaulat berhak untuk memulangkan ke negara asal (deportasi).

Indonesia juga telah memenuhi kewajiban perlindungan HAM bagi

pengungsi meskipun belum meratifikasi Konvensi 1951 beserta protokolnya.

Hal ini terbukti pada saat datangnya pengungsi vietnam di Pulau Galang

tahun 1979. Indonesia mau menerima mereka untuk sementara waktu sampai

para pengungsi tersebut di tempatkan kembali oleh UNHCR. Selain itu

koordinasi yang baik antara pemerintah Indonesia dengan UNHCR dan IOM

dalam membantu proses pemulangan imigran di Indonesia menjadi lebih

baik dan terstruktur. Sehingga permasalahan pengungsi di Indonesia secara

perlahan dapat ditangani dan dikontrol oleh pemerintah sampai Indonesia

meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Tambahan 1967.

Page 105: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pengaturan pemulangan imigran dalam Hukum Pengungsi dan Hukum Hak

Asasi Manusia (HAM) Internasional yaitu diawali dengan tahap penentuan

status pengungsi. Selanjutnya yaitu setelah imigran dinyatakan sebagai

pengungsi maka UNHCR akan mencarikan solusi berkelanjutan, yaitu

pemulangan sukarela ke negara asal atau integrasi lokal atau pemukiman

kembali ke negara ke tiga. Untuk pemulangan sukarela harus benar-benar

memperhatikan kesukarelaan pengungsi dan keadaan negara asal serta

menghormati hak asasi manusia. Hukum Internasional yang digunakan untuk

melindungi pengungsi sampai saat ini ialah Konvensi Pengungsi 1951 dan

Protokol 1967, serta hukum HAM internasional di antaranya yaitu Universal

Declaration of Human Rights 1948, dan International Convenant on Civil and

Political Rights. Terdapat prinsip non-refoulemet (larangan pemulangan

secara paksa) yang sudah menjadi hukum kebiasan internasional yang tidak

dapat dikecualikan.

2. Pemulangan imigran oleh Pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan hukum

pengungsi dan hukum hak asasi manusia (HAM) internasional, sehingga dapat

dikatakan pemulangan imigran sudah bersifat legal. Hal ini dibuktikan dengan

kasus pemulangan seperti pendeportasian 14 warga China, kasus 50

pengungsi Afghanistan di Indonesia yang diterima oleh Australia, dan kasus

pendeportasian 214 WNA di Indonesia. Pemerintah Indonesia bersedia

menampung mereka untuk sementara waktu. Selanjutnya proses penentuan

status pengungsi dan penempatan mereka dengan bantuan UNHCR dan IOM

sebagai organ yang menyediakan biaya serta kebutuhan imigran-imigran

selama mereka di Indonesia. Kalaupun Indonesia melakukan

pemulangan/pendeportasian, hal itu dikarenakan mereka bukan merupakan

Page 106: LEGALITAS PEMULANGAN IMIGRAN OLEH PEMERINTAH …/Legalitas... · INDONESIA BERDASARKAN HUKUM PENGUNGSI DAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

pencari suaka atau pengungsi melainkan mereka adalah illegal imigran dan

melakukan pelanggaran hukum di Indonesia

B. Saran

Berdasarkan simpulan disarankan:

1. Dirjen Imigrasi Indonesia perlu meningkatkan pengawasan yang ketat

terhadap kinerja aparat imigrasi dalam menangani imigran yang masuk untuk

melindungi kedaulatan Negara Indonesia.

2. Pemerintah Indonesia (legislatif) perlu ratifikasi Hukum Pengungsi karena

dua instrument tersbut yaitu Konvensi Pengungsi 1961 dan Protokol 1967

merupakan instrument yang cukup lunak dan fleksibel yang aturan tersebut

tidak hanya berisi tentang keharusan melainkan juga membolehkan negara

yang terikat untuk berbuat sesuatu serta mereservasi pasal tertentu.