19
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter. a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologikarst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai. b. Mendala fisiografi Halmahera Barat Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen . c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.

Laporan_Lengkap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional

    2.1.1 Fisiografi

    Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera

    dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera

    barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.

    a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur

    Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan

    beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri

    dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian

    mempunyai morfologikarst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan

    cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.

    Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif

    rendah dan lereng yang landai.

    b. Mendala fisiografi Halmahera Barat

    Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi

    mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping

    berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar

    yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen .

    c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter

    Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera.

    Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian

    pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.

  • 11

    2.1.2 Stratigrafi

    Pulau Halmahera terletak di antara pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat

    lempeng mikro yang sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng

    (Australasia, Eurasia, dan Pasifik). Halmahera memiliki sejarah tektonik yang mirip

    dengan Sulawesi, terlihat dari bentuknya yang menyerupai huruf K.

    Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara

    tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang sangat

    berbeda. Lengan timur Halmahera memiliki batuan ultrabasa sebagai batuan dasar dan

    batuan sedimen di atasnya dari Formasi Dodoga dan Formasi Dorosagu yang berumur

    Eosen. Setelah ada jeda waktu sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen Awal,

    terjadi aktivitas vulkanik yang menghasilkan material vulkanik. Sementara itu terbentuk

    batuan sedimen dan batuan karbonat. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur mengalami

    pengangkatan dan erosi.

    Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona tumbukan antara

    busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng samudra

    Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen telah

    menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan (?

    Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan Formasi

    Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini (Gambar 2.1). Formasi-formasi ini

    dipisahkan oleh ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup

    panjang (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

  • 12

    Gambar 2.1 Geologi regional Halmahera (Daniel J.Olberg dkk, 1999)

    Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai

    dasitik dan batuan vulkaniklastik. Dari hasil dating (40Ar/39Ar) terhadap batuan basaltik-

    andesit dari Formasi Gosowong didapatkan umur dengan kisaran 5,4Ma sampai 2,6Ma.

    Kisaran waktu yang besar ini mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses

    tektonik yang luas paska pengendapan, intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi

  • 13

    Gosowong. Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen

    Akhir) seharusnya digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong

    (Majoribanks,1998, dalam Olberg dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak

    selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi Kayasa.

    Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik

    sampai andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian

    besar piroksen, bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini

    memiliki komponen andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abu-

    abu gelap; bertekstur afanitik sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak

    terpilah dengan baik, sebagian umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan

    berumur Pliosen.

    Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan

    diorit kuarsa, yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga.

  • 14

    Tabel 2.1. Modifikasi Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989

  • 15

    2.1.3 Struktur Geologi

    Halmahera Timur dan Barat mewakili dua daerah tektonik yang berbeda.

    Perkembangan tektonik Halmahera Timur yang dapat dilihat diperkirakan dimulai antara

    Kapur Akhir sampai Awal Tersier. Elemen struktur utama Halmahera adalah:

    1. Sesar naik berarah Utara Selatan di bagian tengah dan lengan selatan

    Halmahera. Di Halmahera tengah jalur lipatan sesar naik ini membentuk batas

    antara batuan dasar ofiolitik di bagian Timur dan batuan dasar busur vulkanik

    dibagian Barat. Di lengan Selatan, basemen vulkanik ini diterobos oleh sedimen

    Neogen.

    2. Sesar konjugate berarah Timurlaut Baratdaya dan Barat-Baratlaut Timur-

    Tenggara yang muncul di seluruh daerah ini. Set yang terakhir meliputi sesar

    transform yang berasosiasi dengan busur vulkanik aktif.

    3. Sesar normal listrik berarah Utara Selatan dan Timur Barat seperti pada urat

    kuarsa Gosowong dan Ruwait.

    4. Batuan berumur Pliosen di lengan utara di daerah Gosowong terlipat dengan

    arah Sumbu Timur Barat.

  • 16

    Gambar 2.2 Setting tektonik Halmahera (Hall, 1999)

    2.2 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi

    2.2.1. Alterasi Hidrothermal

    Fluida epitermal biasanya temperaturnya berkurang bersamaan dengan

    berkurangnya kedalaman dan bertambahnya jarak dari saluran fluida. Paleoisotherm dan

    saluran fluida dapat diketahui dengan memetakan mineral alterasi hidrothermal yang

    terdapat di dalam vein dan batuan induknya. Dalam hal ini, geothermometer mineral

    alterasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat ubahan suatu sistem; daerah yang

    mengindikasikan paleotemperatur yang rendah adalah baik, sementara indikasi

    paleotemperatur yang tinggi menunjukkan terbatasnya keterusan bijih epitermal ke arah

    kedalaman terbatas (Hedenquist, 1997).

  • 17

    Gambar 2.3 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997)

    Banyak variabel yang mempengaruhi formasi mineral alterasi dalam sistem

    hidrothermal. Ada enam faktor utama yang mempengaruhi mineral alterasi Corbett dan

    Leach, 1996) yaitu:

    1. Temperatur

    2. Komposisi kimiawi fluida

    3. Konsentrasi/kepekatan

    4. Komposisi batuan induk

    5. Lama aktifitas atau derajat kesetimbangan

    6. Permeabilitas

  • 18

    1. Temperatur

    Temperatur yang meningkat akan mempengaruhi stabilitas dan akan membentuk

    mineral yang lebih sekikit kandungan airnya. Ini khususnya terlihat pada mineralogi

    silikat lempung yang pada temperatur yang lebih tinggi akan membentuk urutan

    mineral-mineral sebagai berikut: smektit, smektit-illit, illit-smektit, illit dan mika putih.

    Temperatur juga mempengaruhi tingkat kristalinitas suatu mineral. Temperatur

    yang lebih tinggi akan membentuk fasa yang lebih kristalin. Seperti pada kaolin, kaolin

    dengan bentuk yang tidak teratur terbentuk pada suhu yang rendah, pada suhu yang

    tinggi akan terbentuk dikit dengan bentuk kristal yang bagus.

    Berikut temperatur pembentukan dari beberapa mineral alterasi yang dibuat

    berdasarkan (Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).

    (Tabel 2.2)

  • 19

    Tabel 2.2 suhu pembentukan dari beberapa mineral alterasi (berdasarkan Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).

    Mineral

    alterasi

    Hedenquist ,

    1997

    Lawless dan White,

    1997

    Corbett dan Leach,

    1996

    Kaolin 2400C 180-3000C

    Prehnit - 210-3000C 250-3000C

    Kalsit 250-3000C

    2. Kimia/Komposisi Fluida

    Komposisi fluida sangat mempengaruhi mineralogi alterasi, dengan temperatur

    yang akan mempengaruhi posisi batas phase. Yang lebih penting dari konsentrasi

    absolut adalah perbandingan unsur utama seperti: aNa+/aH+, aK+/aH+.

  • 20

    3. Konsentrasi/Kepekatan

    Konsentrasi absolut pada fluida hidrothermal berpengaruh pada tipe mineralogi

    alterasi, karena ini mempengaruhi derajat kejenuhan yang berkenaan dengan mineral-

    mineral tertentu.

    4. Komposisi Batuan Induk

    Komposisi batuan induk juga berpengaruh sangat luas pada tipe mineralogi

    alterasi. Mineralogi skarn terbentuk pada batuan induk calcareous/gamping. Adularia

    sebagai bentuk sekunder dari k-feldspar akan dijumpai pada batuan induk yang kaya

    pottasium (cotoh: rhiolit atau shoshonit). Paragonit (Na-mika) pada kondisi tertentu

    merupakan produk alterasi dari albit, seperti juga muskovit yang terbentuk dari alterasi

    feldspar potasik

    5. Lama Aktifitas atau Derajat Kesetimbangan

    Durasi dari sistem hidrothermal, atau waktu selama permeabilitas masih terbuka,

    menentukan apakah kesetimbangan telah tercapai antara sirkulasi fluida dan batuan

    induk.

    6. Permeabilitas

    Permeabilitas memiliki pengaruh yang nyata yang membuat batuan induk

    berhubungan langsung dengan sirkulasi fluida hidrothermal. Alterasi philik dan argilik

    biasanya berbatasan langsung dengan struktur utama atau dengan sistem vein dimana

    fluida memiliki pH di bawah normal dikarenakan gas-gas yang larut, sedangkan Alterasi

    propilitik biasanya terdapat pada batuan induk dengan permeabilitas rendah dan jauh

    dari jalur fluida utama.

  • 21

    2.2.1.1 Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi.

    Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan dua

    faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal, seperti

    yang terlihat pada Gambar 2.4 (Corbett dan Leach, 1996) membagi kelompok alterasi

    menjadi 7 group utama:

    1. Group Mineral Silika /kuarsa

    Merupakan mineral yang stabil pada pH rendah < 2. Pada kondisi yang sangat

    asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu 300-350oC) dan korundum hadir pada suhu yang lebih

    tinggi lagi. Ada 4 macam alunit, alunit steam-heated, alunit supergen, alunit magmatic,

    dan alunit liquid.

    3. Group Mineral Kaolinit

    Dijumpai pada pH sekitar 4, biasa hadir bersama group alunit-andalusit-korundum

    pada pH 3-4. Halloysit merupakan produk supergene utama group ini. Kaolinit terbentuk

    pada kedalaman dangkal dan temperatur yang rendah. Dikit terbentuk pada suhu yang

    tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terbentuk pirophilit. Diaspor setempat-

    setempat dijumpai dalam zona silifikasi yang intens dengan group alunit dan/atau

    kaolinit.

    4. Group Mineral Illit

    Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk pada

    temperatur < 100-150C, interlayer illit-smektit (100-200C), illit (200-250C), serisit (muskovit) >200-250oC, phengit >250-300oC. Kandungan smektit pada interlayer illit

    smektit akan berkurang bersamaan dengan naiknya temperature.

  • 22

    Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan temperatur fluida hidrothermal pada

    kisaran 160-2200C (Lawless dan White, 1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang

    dominan illit menunjukkan temperatur fluida pada kisaran 220-2700C (Lawless dkk,

    1997). Sebagaimana illit umumnya stabil pada temperature lebih tinggi dari 2200C,

    berkurangnya temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya illit

    banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan

    bertambahnya mineral klorit (Lawless dkk, 1997).

    5. Group Mineral Klorit

    Pada kondisi pH yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat menjadi

    dominan, dimana mineral ini terbentuk bersama dengan group illit pada lingkungan

    transisi pH 5-6. interlayer klorit-smektit akan terbentuk pada temperatur rendah, dan

    klorit akan dominan pada suhu yang lebih tinggi.

    Klorit bukan merupakan mineral yang baik untuk indikator paleo temperatur,

    karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai temperatur lebih tinggi dari

    3000C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik untuk menunjukkan pH

    pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White, 1997).

    6. Group Mineral Kalksilikat

    Group kalksilikat terbentuk pada kondisi pH netral sampai alkali, pada temperatur

    rendah membentuk zeolit-klorit-karbonat, dan epidot diikuti amfibol (umumnya

    aktinolit) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi. Di beberapa sistem prehnit atau

    pumpellyit dijumpai berasosiasi dengan epidot. Epidot dengan kristalinitas yang rendah

    terbentuk pada suhu 180-2200C, pada kristalinitas yang lebih baik pada suhu yang lebih

    tinggi (>220-2500C). Amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk pada suhu 280-3000C.

    Biotit umumnya tersebar luas di dalam atau di sekitar intrusi porfiri dan terbentuk pada

    suhu 300-3250C.

  • 23

    7. Phase Mineral Lain

    Mineral Karbonat terbentuk pada range pH (> 4) dan temperatur yang lebih

    luas, dan berasosiasi dengan phase kaolin, illit, klorit, dan kalk-silikat. Mineral yang

    termasuk dalam kelompok ini adalah siderit, rhodokrosit, ankerit, kutnahorit, dolomit,

    magnesian-kalsit, dan kalsit.

    Mineral Feldspar umumnya berassosiasi dengan phase klorit dan kalk-silikat,

    terbentuk pada pH netral sampai basa. Mineral yang termasuk kelompok ini adalah albit,

    adularia, dan orthoklas.

    Mineral Sulfat terbentuk pada hampir semua suhu dan temperatur dalam

    hidrothermal system. Mineral yang termasuk dalam kelompok ini adalah anhidrit,

    gipsum, dan jarosit.

  • 24

    Ch-Sm / ChSilikaZeo

    Ct / Do

    Ch-Sm / ChSilika

    Cb

    Ch / Ch-SmQ / Chd

    ZeoCt / Do

    ChQ / ChdAd / AbCt / Do

    ChI

    Ab / AdQCb

    ChCb

    I-SmQ / Chd

    Ch / Ch-SmSm

    Q / Chd

    Ch, Q, EpZeo, Ct / Do

    Ad / Ab

    Ch, Q, EpCt / DoAd / Ab

    Ep, Act, Ch, QFsp, Ct / Do

    TrQ

    Ct / Do

    CpxQ

    Ct / Do

    Ga, Q, Wo,Ves, Mt

    Act, QFsp, Cb

    Bio, ActFsp, Q

    Bio, FspCpx, Mt

    SerFspQChCb

    Mica / SerFsp, Q+ Cb

    MicaFsp, Q+ Cb

    SerQCb

    Mica / SerQCb

    MicaQ

    + Cb

    Mica, CorQ

    DikPyr

    Ser, Q

    PyrSerQ

    Mica / SerPytQ

    AndMica

    Q

    And, MicaQ, Cor

    SmSilica

    SmCb

    Q / Chd

    I-SmQ / Chd

    Cb

    IQCb

    HalSm

    SilicaK, SmSilica+ Sid

    K, SmQ

    + Sid

    K, I-Sm, Q+ Sid

    K, Dik I/ I-Sm+ Sid

    Dik, IQ

    + Sid

    HalSilica

    KSilica

    KQ

    K, DikQ

    + Dp

    DikQ

    + Dp

    DikOyr, Q+ Dp

    PyrQ

    + Dp

    AndPyrQ

    Al, HalSilica

    Al, KSilica

    AlKQ

    Al, KDik, Q+ Dp

    AlDik, Q+ Dp

    Al, DikPyr, Q+ Dp

    AlPyr, Q+ Dp

    AndAl, Pyr

    Q

    AlOpCrTri

    OpCrTri

    Silica

    Al

    Q

    Q

    AndAlQ

    Wei

    Lau

    Sib

    , Heu

    , Mor

    , Cha

    b, N

    atZe

    olite

    Calc - SilicateGroup

    ChloriteGroup

    IlliteGroup

    I - KGroup

    KaolineGroup

    Al - KGroup

    AluniteGroup

    SilicaGroup

    Condition of non-dissociation Porp

    hyry

    Mes

    othe

    rmal

    Epith

    erm

    al

    INCREASING pHIN

    CR

    EASI

    NG

    TEM

    PER

    ATU

    R

    Potasik

    Skarn

    Phyllic

    Propylitic

    Argillic

    Outer / Sub Propylitic

    Advanced Argillic

    Mineral Abreviation :Ab-albite ; Act-actinolite ; Ad-adularia ; Al-alunite ; And-andalusite ; Bio-biotite ; Cb-carbonate (Ca, Mg, Mn, Fe) ;Ch-chlorite ; Chab-chabazite ; Chd-chalcedony ; Ch-Sm-chlorite-smectite ; Cor-corondum ; Cpx-clinopyroxene ;Cr-cristobalite ; Ct-calcite ; Do-dolomite ; Dik-dickite ; Dp-diaspore ; Ep-epidot ; Fps-feldspar ; Ga-garnet ;Hal-hallosyite ; Heu-heulandite ; I-illite ; I-Sm-illite-smectite ; K-kaolinite ; Lau-leumontite ; Mt-magnetite ;Mor-mordenite ; Nat-natrolite ; Op-opaline silica ; Pyr-pyirophylite

    Gambar 2.4 Himpunan mineral alterasi sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996).

  • 25

    2.2.1.2 Sistem Epitermal Sulfida Rendah

    Sistem epitermal sulfidasi rendah zona alterasi potasik dan filik tidak ditemukan.

    Zona alterasi yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah sebagai

    berikut: silisifikasi, ini banyak terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi multiple

    dari kuarsa dan kalsedon yang umumnya disertai dengan adularia dan kalsit. Resapan

    silisifikasi dalam urat biasanya diapit oleh serisit-illit-kaolinit. Alterasi argilik [kaolinit-

    illit-montmorillonit (smektit)] biasanya terbentuk berdampingan dengan urat. Alterasi

    argilik lanjut (kaolinit-alunit) ini dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona

    mineralisasi. Alterasi propilitik dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi

    vein.

    Sistem epitermal terbentuk pada kedalaman kurang dari dari 1 km dari

    permukaan pada temperatur kurang 3000C (umumnya 1500-2500C), dan dari fluida asal

    meteorik, mungkin dengan sebagian tambahan dari magmatic. Sistem epitermal

    umumnya dibedakan dari tipe endapan lainnya berdasarkan perbandingan emas dan

    peraknya, komposisi batuan induk, dan tatanan geologinya. Banyak peneliti

    membedakan tipe deposit emas epitermal menjadi dua yang pada awalnya dibedakan

    sebagai serisit adularia dan sulfat acid. Sekarang lebih dikenal dengan sistem sulfida

    tinggi dan sulfida rendah (Gambar. 2.5; Hedenquist, 1997).

  • 26

    Gambar. 2.5 Distribusi skematik dari alterasi hydrothermal berassosiasi dengan deposit

    epitermal sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi(Hedenquist, 1997).

    Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan hidrothermal yang

    naik melalui zona rekah dan bereaksi dengan batuan samping dan air meteorik sehingga

    pH nya terus berkurang hingga hampir netral. Sistem epitermal sulfidasi rendah ini

    dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan membentuk H2S (Corbett dan Leach, 1996).

    Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat pada

    volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental volcanic dengan

    regime struktur extensional dan strike-slip.

    2.2.2 Mineralisasi Hidrotermal

    Mineralisasi adalah proses pembentukan endapan mineral logam atau non logam

    yang terkonsentrasi dari satu atau lebih mineral yang dapat dimanfaatkan (Bateman dan

    Jensen,1981).Emas pada mineralisasi ini umumnya berassosiasi dengan galena,

    sphalerit, kalkopirit, dan sedikit pirit (Corbett dan Leach 1996). Pola mineralisasinya

    yaitu mineral bijih yang mengisi rongga-rongga dan rekah (open space & cavity filling).

    Zona bijih biasanya dibatasi oleh struktur, tetapi juga bisa muncul pada litologi yang

  • 27

    bersifat permeable. Urat yang lebar (memiliki lebar > 1m dengan beberapa ratus meter

    searah jurus) sampai urat-urat kecil dan stockworks biasanya memiliki penyebaran dan

    pergantian yang lebih sedikit.

    Mineral penyerta yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah:

    kuarsa, ametis, kalsedon, struktur kalsit yang kemudian digantikan oleh kuarsa, kalsit,

    adularia, serisit, barit, fluorit, rhodokrosit, hematit dan klorit.

    Sistem epitermal sulfidasi rendah dapat dikelompokkan (Corbett dan Leach,

    1996) sebagai berikut (Gambar 2.6):

    Deposit yang berhubungan dengan porfiri menunjukkan hubungan yang sangat dekat dengan sumber magmatik dan membentuk suatu kesatuan ke arah kerak

    yang lebih dangkal dan semakin jauh dari sumber intrusi dibagi menjadi:

    o Kuarsa emas perak sulfida o Karbonat emas logam dasar o Epitermal emas-perak kuarsa

    Emas yang menggantikan batuan induk sedimen Berdasarkan arah kedalaman, sistem epitermal Au-Cu-adularia-serisit dapat

    dikelompokkan lagi sebagai berikut:

    o Sinter dan breksi hidrothermal Au-Cu (deposit Hot spring) o Urat kuarsa stockwork Cu-Au o Urat pengisi rekah Au-Cu

  • 28

    Gambar 2.6 Model Deposit Bijih (Corbett dan Leach, 1996)