21
LAPORAN TUTORIAL BLOK REPRODUKSI SKENARIO 2 Pengaruh Preeklamsia Ringan terhadap Persalinan Normal Disusun oleh Nama : Cupuwatie Cahyani NIM : G0007053 Kelompok : 2 Nama tutor : Surtatinah Sri Handayani

LAPORAN TUTORIAL3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN TUTORIAL3

LAPORAN TUTORIALBLOK REPRODUKSI

SKENARIO 2

Pengaruh Preeklamsia Ringan terhadap

Persalinan Normal

Disusun oleh

Nama : Cupuwatie Cahyani

NIM : G0007053

Kelompok : 2

Nama tutor : Surtatinah Sri Handayani

FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 2: LAPORAN TUTORIAL3

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2009

I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan 5-15 persen penyulit dalam kehamilan dan

merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia,

mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain

oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas

nonmedik dan sistem rujukan yang belum sempurna.

Adanya hipertensi saat kehamilan juga daat mengindikasikan penyakit preklampsia. Preeklampsia

adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan

hipertensi dan proteinuria. Edema juga dapat terjadi (WHO, 2001). Preeklampsia ialah suatu kondisi yang

hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan

menderita preeklampsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan

perkembangan penyakit, primigravida, grandemultigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih

dari satu dan obesitas.

B. Skenario

Pasien, seorang wanita ibu hamil dengan status G4P2A1, hamil 37 minggu, datang ke Klinik

Bersalin dengan keluhan lendir darah pervaginam yang disertai perut kenceng-kenceng teratur sejak 4 jam

yang lalu. Hasil pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam oleh dokter, didapatkan keadaan umum yang

baik. Hasil vital sign: tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu 37 derajat Celcius, RR 20

kali/menit. Hasil pengamatan: terdapat edema pada tungkai bawah. Hasil pemeriksaan obstetri: janin

tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung janin masih baik. Hasil pemeriksaan fetal well

being: masih baik. Hasil pemeriksaan kematangan serviks (Bishop score): serviks sudah matang dengan

nilai 8. Dilatasi seviks sudah pembukaan sebesar 3 cm. Setelah 10 jam pada persalinan, penderita terlihat

ingin mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka, dilakukan pemeriksaan dalam, ternyata

pembukaan sudah lengkap.

C. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah tanda-tanda permulaan persalinan?

2. Adakah hubungan hipertensi pasien dengan penyakit yang diderita?

3. Apa yang dimaksud dengan preeklampsia?

4. Bagaimana tanda dan gejala beserta patofisiologi penyakit pada skenario?

5. Dapatkah pasien pada skenario melakukan persalinan normal?

6. Bagaimana penegakan diagnosis dan penatalaksaan penyakit pasien di atas?

D. Tujuan penulisan

Page 3: LAPORAN TUTORIAL3

1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran sistem reproduksi terutama yang berkaitan dengan

skenario.

2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem reproduksi

untuk memecahkan masalah dalam skenario.

3. Memenuhi tugas individu tutorial skenario 2 Blok Sistem Reproduksi.

E. Manfaat penulisan

1. Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik.

2. Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar.

3. Sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu

dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem reproduksi.

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanda-tanda permulaan persalinan dan in partu

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya, wanita memasuki

“bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut dengan kala pendahuluan (prepatory stage of

labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut (Cunningham, et. al., 2005):

1. Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama

pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara.

2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.

3. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh

bagian terbawah janin.

4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus,

kadang-kadang disebut “false labor poins”.

5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody

show).

Untuk tanda-tanda in partu, yaitu (Cunningham, et. al., 2005) :

1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.

2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada

serviks.

3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

Faktor-faktor yang sangat berperan dalam persalinan, antara lain:

1. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power), meliputi: his (kontraksi uterus), kontraksi otot-

otot dinding perut, kontraksi diafragma, dan ligamentous action terutama ligamentum rotundum.

2. Faktor janin.

Page 4: LAPORAN TUTORIAL3

3. Faktor jalan lahir, bahwa pada waktu partus akan terjadi perubahan-perubahan pada uterus,

serviks, vagina, dan dasar panggul.

B. Fisiologi persalinan normal

Persalinan berarti kelahiran bayi. Pada akhir

kehamilan, uterus secara progresif lebih peka sampai

akhirnya timbul kontraksi kuat secara ritmis sehingga

bayi dilahirkan. Penyebab peningkatan aktivitas uterus

yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi sedikitnya ada

dua kategori pengaruh utama yang menyebabkan

timbulnya puncak kontraksi yang berperan dalam

persalinan: (1) perubahan hormonal progresif yang

menyebabkan peningkatan eksitabilitas otot-otot uterus, dan , (2) perubahan mekanik yang progresif.

Faktor-Faktor Hormonal yang menyebabkan Peningkatan Kontraktilitas Uterus :

1. Rasio estrogen terhadap progesteron. Progesteron menghambat kontraksi uterus selama

kehamilan, sehingga membantu mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya, estrogen mempunyai

kecenderungan nyata untuk meningkatkan derajat kontraktilitas uterus, yang terjadi karena

estrogen meningkatkan jumlah taut celah (gap junction) antara sel-sel otot polos uterus yang

berdekatan, namun juga karena pengaruh lain yang masih belum dimengerti. Baik progesteron

maupun estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang secara progresif makin bertambah selama

kehamilan, tetapi mulai kehamilan bulan ke tujuh dan seterusnya sekresi estrogen terus meningat

sedangkan sekresi progesteron tetap konstan atau mungkin sedikit menurun. Oleh karena itu,

diduga bahwa rasio estrogen-terhadap-progesteron cukup meningkat menjelang akhir kehamilan,

sehingga paling tidak berperan sebagian dalam peningkatan kontraktilitas uterus.

2. Pengaruh oksitosin pada uterus. Oksitosin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh

neurohipofisis yang secara khusus menyebabkan kontraksi uterus. Ada empat alasan untuk

memercayai bahwa oksitosin mungkin diperlukan dalam meningkatkan kontraktilitas uterus

menjelang persalinan: (1) Otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin dan, oleh

karena itu, meningkatkan responsnya terhadap dosis oksitosin yang diberikan selama beberapa

bulan terakhir kehamilan. (2) Kecepatan sekresi oksitosin oleh neurohipofisis sangat meningkat

pada saat persalinan. (3) Walaupun pada hewan yang telah menjalani hipofisektomi masih dapat

melahirkan bayinya pada kehamilan aterm, persalinannya akan berlangsung lama. (4) Penelitian

pada hewan menunjukkan bahwa iritasi atau regangan pada serviks uteri, seperti yang terjadi

selama persalinan, dapat menyebabkan sebuah refleks neurogenik melalui nukleus paraventrikular

dan supraoptik hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar hiposisis posterior (neurohipofisis)

meningkatkan sekresi oksitosinnya.

Page 5: LAPORAN TUTORIAL3

3. Pengaruh hormon fetus pada uterus. Kelenjar hipofisis uterus menyekresikan oksitosin, yang

mungkin berperan dalam merangsang uterus. Kelenjar

adrenal fetus juga menyekresikan sejumalh besar kortisol,

mungkin merupakan suatu stimulan uterus lain. Selain itu,

membran fetus melepaskan prostaglandin dala konsentrasi

tinggi pada saat persalinan. Prostaglandin ini juga dapat

meningkatkan intensitas kontraksi uterus.

Faktor-Faktor Mekanis yang Meningkatkan Kontraktilitas

Uterus :

1. Regangan otot-otot uterus. Regangan sederhana organ-organ berotot polos biasanya akan

meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya, regangan intermiten, seperti yang

terjadi berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga dapat meningkatkan kontraksi

otot polos. Perhatikan khususnya pada bayi kembar yang rata-rata lahir 19 hari lebih awal

daripada anak tunggal, yang menekankan pentingnya regangan mekanik dalam menimbulkan

kontraksi uterus.

2. Regangan atau iritasi serviks. Terdapat alasan untuk memercayai bahwa meregangkan atau

mengiritasi serviks uteri khususnya penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh,

ahli obstetri sering menginduksi persalinan dengan memecahkan ketuban sehingga kepala bayi

lebih meregang serviks daripada biasanya atau mengiritasi serviks dengan cara lain. Mekanisme

bagaimana iritasi serviks dapat merangsang korpus uteri tidak diketahui. Diduga bahwa regangan

atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya refleks pada korpus uteri, tetapi efek ini juga

secara sederhana dapat terjadi akibat transmisi miogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri.

Mekanisme Persalinan

Kontraksi uterus selama persalinan dimulai terutama dari puncak fundus uteri dan menyebar ke

bawah ke seluruh korpus uteri. Selain itu, intensitas kontraksi sangat besar pada puncak dan korpus uteri,

tetapi lemah pada segmen bawah uterus yang berdekatan dengan serviks. Oleh karena itu, setiap kontraksi

uterus cenderung mendorong bayi ke bawah ke arah serviks.

Pada bagian awal persalinan, kontraksi mungkin hanya terjadi sekali setiap 30 menit. Dengan

majunya persalinan, kontraksi akhirnya timbul lebih sering, sekali setiap 1 sampai 3 menit, dan intensitas

kontraksinya bertambah sangat kuat, dengan periode relaksasi yang singkat di antara kontraksi. Gabungan

kontraksi uterus dan otot-otot abdomen selama kelahiran bayi menyebabkan bayi terdorong ke bawah

kira-kira dengan kekuatan 25 pon setiap kontraksi yang kuat. Untungnya, kontraksi persalinan terjadi

secara intermiten karena kontraksi yang kuat menghalangi atau kadang-kadang bahkan menghentikan

aliran darah melalui plasenta dan akan menyebabkan kematian fetus bila kontraksi berlangsung. Memang,

pada pemakaian berlebihan dari berbagai zat perangsang uterus seperti oksitosin, dapat menyebabkan

spasme uterus, dan bukan kontraksi ritmis, yang dapat menyebabkan kematian fetus.

Page 6: LAPORAN TUTORIAL3

Pada 95% kelahiran, kepala merupakan bagian pertama yang dikeluarkan dari bayi, da pada

sebagian besar sisanya, bokong dikeluarkan pertama kali. Kepala bertindak sebagai baji untuk membuka

struktur-struktur jalan lahir ketika fetus didorong ke bawah. Hambatan utama yang pertama dari

pengeluaran fetus adalah serviks uteri. Menjelang akhir kehamilan, serviks menjadi lunak, yang

memungkinkan serviks meregang saat kontraksi persalinan mulai terjadi di dalam uterus. Apa yang

disebut kala satu persalinan adalah suatu periode dilatasi serviks yang progresif, berlangsung sampai

pembukaan serviks sebesar kepala fetus. Stadium ini biasanya berlangsung selama 8 sampai 24 jam pada

kehamilan pertama, tetapi sering hanya berlangsung beberapa menit pada kehamilan yang sudah berkali-

kali. Sekali serviks telah berdilatasi sempurna, ketuban biasanya pecah dan cairan ketuban tiba-tiba

mengalir keluar ke vagina. Kemudian kepala fetus bergerak dengan cepat masuk ke jalan lahir, dan

dengan kekuatan tambahan dari atas, kepala terus turun melalui jalan lahir sampai akhirnya terjadi

kelahiran. Keadaan ini disebut kala dua persalinan, dan kala dua ini dapat berlangsung paling cepat 1

menit pada multipara sampai 30 menit atau lebih pada primigravida.

(Guyton and Hall, 2007)

C. Persalinan normal

Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:

1. Kala I: waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.

2. Kala II: kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan

mendorong janin keluar hingga lahir.

3. Kala III: waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri.

4. Kala IV: mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam.

Kala I (Kala Pembukaan)

In partu (partus mulai) ditandai dengan

keluarnya lendir bercampur darah (bloody

show), karena serviks mulai membuka (dilatasi)

dan mendatar (effacement). Darah berasal dari

pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis

servikalis karena pergeseran ketika serviks

mendatar dan terbuka. Kala pembukaan dibagi

atas 2 fase, yaitu:

1. Fase laten: di mana pembukaan serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3 cm

berlangsung dalam 7-8 jam.

2. Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase :

a. Periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.

b. Periode dilatasi maksimal (steady): selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9

cm.

Page 7: LAPORAN TUTORIAL3

c. Periode deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau

lengkap.

Fase-fase yang dikemukakan di atas dijumpai pada primigravida. Bedanya dengan multigravida ialah:

Primi Multi

Serviks mendatar (effacement) dulu, baru

dilatasi.

Mendatar dan membuka bisa bersamaan.

Berlangsung 13-14 jam. Berlangsung 6-7 jam.

Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir,

kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.

Kepala janin telah turun masuk ruang panggul

sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar

panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa

mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa

seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai

kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan

lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 ½-2 jam pada multi ½-1

jam.

Kala III (Kala Pengeluaran Uri)

Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar.

Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi

pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 x

sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his

pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10

menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam

vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri.

Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai

dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.

Kala IV (Kala Pengawasan)

Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama

terhadap bahaya perdarahan postpartum. Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah:

  Primi Multi

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala IIII 1/2 jam ¼ jam

Lama persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam

Page 8: LAPORAN TUTORIAL3

(Mochtar, 1998).

D. Hipertensi dalam kehamilan

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang terjadi sebelum

kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Golongan penyakit ini ditandai dengan

hipertensi dan sering disertai proteinuri, edema, kejang, koma, atau gejala-gejala lain. Kematian pada bayi

terutama juga disebabkkan oleh partus prematurus yang merupakan akibat dari hipertensi. (Sastrawinata,

et. al., 2004)

Klasifikasinya antara lain: (Sastrawinata, et. al., 2004)

1. Kehamilan yang menyebabkan hipertensi: hipertensi timbul sebagai akibat kehamilan dan akan

menghilang pada masa nifas, seperti:

a. Hipertensi tanpa proteinuri atau edema.

b. Pre-eklampsi dengan atau tanpa proteinuri dan edema, yaitu pre-eklampsi ringan dan pre-

eklampsi berat.

c. Eklampsi, yaitu kejang disertai atau tanpa proteinuri dan edema.

2. Hipertensi secera kebetulan : hipertensi kronis yang mendahului kehamilan dan menetap pada

masa nifas.

3. Kehamilan yang memperburuk hipertensi : hipertensi yang sudah terjadi diperburuk dengan

adanya kehamilan, yaitu hipertensi yang diperberat pre-eklampsi dan eklampsi.

4. Hipertensi sementara (transient hypertension).

E. Preeklamsia

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah

usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Dorland, 2006). Eklampsia adalah

preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi. Superimposed

preeklampsia-eklampsia adalah timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada pasien yang menderita

hipertensi kronik (Mansjoer, dkk., 2005).

Etiologi. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Teori yang sekarang dipakai sebagai

penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun, teori ini belum dapat menerangkan

semua hal yang bertalian dengan penyakit ini (Mochtar, 1998). Preeklampsia hampir secara eksklusif

merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur yang

ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada

multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut: kehamilan multifetal dan

hydrops fetalis; penyakit vasculer, termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus; penyakit

ginjal (Pritchard, et al., 1991).

Patofisiologi. Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam

dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen

arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

Page 9: LAPORAN TUTORIAL3

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi

kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan

edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui

sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola

sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Pengaruh spasme ini terhadap plasenta dan rahim adalah

aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta sehingga terjadi gangguan

pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia

sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus

prematurus (Mochtar, 1998).

Manifestasi Klinis dan Diagnosis. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua

dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria.

Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema

terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah ≥

140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang

diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari

85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l

dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l

dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak

waktu 6 jam. Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala berikut:

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

2. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥3 pada tes celup.

3. Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam).

4. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

5. Nyeri epigastrium atau ikterus.

6. Edema paru atau sianosis.

7. Trombositopenia.

8. Pertumbuhan janin terhambat.

Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preeklampsia disertai kejang atau

koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala dari

nyeri kepala hebat, gangguan visis, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang

progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia

ditangani sebagai kasus eklampsia (Mansjoer, dkk., 2005).

Pemeriksaan Penunjang. Urin: protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin; Darah: trombosit,

ureum, kreatinin, SGOT, LDH, dan bilirubin; USG (Mansjoer, dkk., 2005).

Page 10: LAPORAN TUTORIAL3

Diagnosis Banding. 1). Kejang, bisa disebabkan ensefalopati hipertensi, epilepsi, tromboemboli,

intoksikasi obat, trauma, hipokalsemia, atau alkalosis. 2). Koma, bisa disebabkan epilepsi, sinkop,

intoksikasi alkohol atau obat, asidosis hipoglikemia, atau azotemia (Mansjoer, dkk., 2005).

Pencegahan Preeklampsia. Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklampsia.

Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen

kalsium, magnesium, dll.) atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretik, aspirin, dll.) dapat

mengurangi kemungkinan timbulnya preeklampsia (Mansjoer, dkk., 2005).

III PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario ketiga ini, pasien hamil 37 minggu mengeluhkan keluarnya lendir darah

pervaginam disertai perutnya yang kencang-kencang teratur sejak 4 jam yang lalu. Seorang ibu dikatakan

dalam persalinan (in partu) bila telah timbul his, yaitu kontraksi yang teratur, makin sering, makin lama,

dan makin kuat serta mengeluarkan lendir bercampur darah (bloody show). Keluarnya lendir bercampur

darah ini terjadi karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari

pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar

dan terbuka. Kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan

sifat-sifat: (1) kontraksi simetris, (2) fundus dominan, kemudian diikuti (3) relaksasi. Pada waktu

kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi

lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion ke arah segmen bawah rahim dan serviks. Sifat-

sifat lainnya dari his adalah: (1) involuntir, (2) intermiten, (3) terasa sakit, (4) terkoordinasi dan simetris,

serta (5) kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia, dan psikis. Adanya blood show

disertai his menunjukkan bahwa pasien sedang mengalami kala I. Selain kedua tanda tersebut, tanda-

tanda in partu lainnya adalah ketuban yang kadang-kadang pecah dengan sendirinya dan pada

pemeriksaan dalam ditemukan serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah ibu meningkat meski suhu, nadi, dan RR

baik. Pada tungkai bawah juga nampak edema. Seperti yang kita ketahui bahwa edema dan hipertensi

pada kehamilan merupakan tanda yang fisiologis. Namun dilihat tingkatannya apabila melebihi nilai

tertentu maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pre-eklampsia. Hasil pemeriksaan tekanan darah

140/90 mmHg menunjukkan hipertensi yang mengarah ke pre-eklampsia ringan. Namun disini pasien

tidak disebutkan proteinuria atau tidak. Selain itu edema yang terjadi hanya pada bagian tungkai bawah,

sementara pada bagian wajah, lengan, perut, tidak ada. Untuk itu diagnosis pre-eklampsia tidak bisa

ditegakkan begitu saja tanpa melalui pemeriksaan penunjang lainnya. Namun penulis dan kelompok

berkesimpulan bahwa pasien sudah dalam keadaan pre-eklampsia ringan. Namun tidak diketahui apakah

pasien termasuk preeklampsia superimposed (hipertensi sebelum hamil) ataukah genuin (hipertensi

sesudah hamil) karena tidak dijelaskan dalam skenario.

Page 11: LAPORAN TUTORIAL3

Pada skenario dijelaskan bahwa janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung

janin masih baik. Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim

yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Bagian terendah (presenting part) adalah

bagian tubuh janin yang terletak paling depan dalam jalan lahir atau yang paling dekat dari bagian

tersebut. Artinya, bagian terendah adalah bagian janin yang teraba melalui serviks pada pemeriksaan

dalam. Bagian terendah menentukan presentasi. Sementara untuk menilai denyut jantung janin, dapat

digunakan stetoskop Laennec atau alat Doppler. Waktu yang terbaik untuk mendengarkan denyut jantung

janin ialah segera setelah fase terkuat his lewat. Dengarkan denyut jantung janin selama 1 menit, sedapat

mungkin ibu dalam posisi miring. Denyut jantung kurang dari 120 x/menit (bradikardi) dan lebih dari 160

x/menit (takikardi) dapat merupakan indikasi adanya gawat janin.

Pada pemeriksaan kematangan serviks (Bishop score), hasilnya serviks sudah matang dengan nilai

8. Dilatasi serviks sudah ada pembukaan sebesar 3 cm. Pada pemeriksaan Bishop, faktor-faktor yang

dinilai adalah pembukaan serviks, pendataran serviks, penurunan kepala diukur dari bidang Hodge III,

konsistensi serviks, dan posisi serviks. Jika nilai pada pemeriksaan ini ≥ 6, maka kemungkinan ibu dapat

melahirkan pervaginam sangat besar.

Hasil pemeriksaan tersebut dituliskan dalam lembar partograf. Partograf adalah catatan grafik

kemajuan persalinan guna memantau keadaan ibu dan janin, dipakai untuk menemukan adanya persalinan

abnormal, sebagai petunjuk untuk melakukan bedah kebidanan serta menemukan disproporsi kepala janin

Faktor Nilai

0 1 2 3

Pembukaa

n serviks

0 1-2 3-4 ≥ 5

Pendataran

serviks

0-30 % 40-50 % 60-70

%

≥ 80 %

Penurunan

kepala diukur

dari bidang

Hodge III

(cm)

-3 -2 -1, 0 +1, +2

Konsistens

i serviks

Keras Sedang Lunak -

Posisi

serviks

Ke

belakang

Searah

sumbu jalan

lahir

Ke arah

depan

-

Page 12: LAPORAN TUTORIAL3

dan panggul ibu jauh sebelum persalinan menjadi terhambat. Pengamatan yang dicatat dalam partograf

adalah:

1. Kemajuan persalinan: pembukaan serviks; turunnya kepala (dengan palpasi perut seperlimaan

kepala janin yang teraba); his (frekuensi/10 menit, lamanya).

2. Keadaan janin: frekuensi denyut jantung janin; warna, jumlah, dan lamanya ketuban pecah;

molase kepala janin.

3. Keadaan ibu: nadi, tekanan darah, dan suhu; urin (volume, protein, dan aseton); obat-obatan dan

cairan intravena; pemberian oksitosin.

Setelah sekitar 10 jam dalam persalinan, penderita terlihat ingin mengejan, perineum terlihat

menonjol dan anus terbuka, dilakukan pemeriksaan dalam ternyata pembukaan sudah lengkap. Lamanya

persalinan normal pada wanita multipara adalah 7 ¾ jam. Ini menunjukkan bahwa pasien mengalami

waktu persalinan yang lebih lama dari seharusnya. Pasien terlihat ingin mengejan, perineum terlihat

menonjol, anus terbuka, dan pembukaan sudah lengkap menunjukkan bahwa pasien sedang berada dalam

Kala II. Rasa mengejan yang timbul terjadi sebagai akibat kepala janin yang telah turun masuk ruang

panggul. Selanjutnya, akibat tekanan pada rektum, ibu merasa seperti ingin buang air besar, sehingga

anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, dan perineum pun

meregang/menonjol. Dengan his mengejan yang terpimpin akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh

badan janin.

Adanya penyakit preeklampsia ringan pada calon ibu dapat mengancam kesehatan ibu dan bayi,

seperti komplikasi terjadinya sindrom HELLP, solutio plasenta, kelahiran prematur, dan sebagainya. Pada

hasil pemeriksaan fetal well-being baik, artinya janin masih hidup dan tidak didapatkan adanya kelainan.

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan adalah terus memonitor jalannya persalinan, mencatatnya dalam

lembar partograf. Selain itu perlu diperhatikan juga vital sign ibu dan keadaan janin.

IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan skenario, pasien mengalami hipertensi yang mengarah pada pre-eklampsia ringan

dengan tekanan darah 140/90 mmHg dan edema pada tungkai bawah.

2. Pasien dengan keadaan ini dapat melakukan persalinan normal dilihat dari keadaan umum pasien

dan pemeriksaan fetal well being pada janin yang masih baik.

B. Saran

1. Sebaiknya sebagai seorang dokter yang mendapatkan kasusu ini, tindakan yang harus dilakukan

antara lain jalannya persalinan dan mencatatnya dalam lembar partograf.

2. Pemantauan vital sign si ibu dan keadaan bayi juga perlu dilakukan. Bila memang persalinan

memanjang ini terus berlangsung dan pada hasil partograf sudah menyinggung garis aksi, maka

perlu dilakukan tindakan atau induksi persalinan.

Page 13: LAPORAN TUTORIAL3

Daftar pustaka

Cunningham, F. G., N. F. Gant, K. J. Leveno, L. C. Gilstrap III, J. C. Hauth, K. D. Wenstrom. 2005.

Obstetri Williams . Edisi 21. Volume 1. Editor: Profitasari, et. al. Terjemahan: Hartono, A., et. al.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Cunningham, F. G., N. F. Gant, K. J. Leveno, L. C. Gilstrap III, J. C. Hauth, K. D. Wenstrom. 2005.

Obstetri Williams . Edisi 21. Volume 2. Editor: Profitasari, et. al. Terjemahan: Hartono, A., et. al.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Alih bahasa: Tim penerjemah

EGC. Editor edisi bahasa Indonesia: Tim Editor EGC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Alih bahasa : Irawati,

dkk. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2005. Kapita Selekta Kedokteran

Edisi III Jilid I. Editor : Arif Mansjoer, dkk. Jakarta : Media Aesculapius

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Editor : Delfi Lutan. Jakarta : EGC

Pritchard, Jack A., Paul C. MacDonald, Norman F. Gant. 1991. Obstetri Williams Edisi ke Tujuhbelas.

Alih bahasa : R. Hariadi, dkk. Surabaya : Airlangga University Press

Page 14: LAPORAN TUTORIAL3