Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH VOLUME MOLASE REBUS DAN LAMA FERMENTASI
HIDROLISAT PROTEIN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) REBUS DENGAN STARTER KHAMIR LAUT
SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh : ACHMAD FAWZY
NIM. 115080300111063
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
ii
PENGARUH VOLUME MOLASE REBUS DAN LAMA FERMENTASI HIDROLISAT PROTEIN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) REBUS
DENGAN STARTER KHAMIR LAUT
SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh : ACHMAD FAWZY
NIM. 115080300111063
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
iii
iv
PERNYATAAN ORISINILITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis oleh naskah ini dan disebut dengan daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 8 Mei 2017
Mahasiswa
Achmad Fawzy
NIM. 115080300111063
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Moh. Artamo (Ayah), Hosmiati (Ibu), dan Julian Rizqi (Adik), serta
2. Prof. Ir. Sukoso, M.Sc. Ph. D selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini,
memberikan kultur khamir laut serta molase yang sangat membantu
dalam penelitian saya.
3. Dr. Ir. Yahya, MP selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
pengetahuan dan membimbing saya dengan sabar hingga saya dapat
memahami materi penelitian saya.
4. Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, MS dan Hefti Salis Yufidasari, S.Pi, MP
selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan ilmu, kritik, dan
saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Teman-teman THP 2011 yang telah memberikan masukan, semangat,
dukungan, tukar pikiran dan pengalaman.
6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Malang, 8 Mei 2017
Penulis
vi
RINGKASAN
ACHMAD FAWZY, (115080300111063). Pengaruh Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi Hidrolisat Protein Tanaman Azolla (Azolla Pinnata) Rebus dengan Starter Khamir Laut (di bawah bimbingan Prof. Ir. Sukoso, M.Sc. Ph.D dan Dr. Ir. Yahya, MP). Bakso Ikan merupakan salah satu bentuk diversivikasi olahan hasil perikanan. Bakso adalah makanan yang sangat digemari baik dari kalangan menengah ke bawah sampai menengah ke atas sebagai makanan kecil, maupun makan besar dengan demikian bakso berpotensi untuk dikembangkan keanekaragamannya. Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yang bermanfaat bagi tubuh, serta kandungan asam lemak tak jenuhnya yang bermanfaat mengurangi kadar kolesterol dan sangat baik untuk kesehatan. Salah satu yang harus sangat diperhatikan dalam memilih produk bakso ikan dipasaran adalah dengan memilih kualitas bakso ikan yang sesuai standart SNI. Oleh karena itu penelitian ini berhubungan dengan pengujian kualitas Bakso ikan yang beredar di Pasar Modern Kota Malang.
Maksud atau tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kualitas dari bakso ikan dari berbagai merk yang beredar di Pasar Modern Kota Malang. Karena kualitas dari berbagai merk bakso ikan yang beredar di pasar, terutama pasar modern belum tentu sesuai dengan standar SNI. Karena pada zaman sekarang ini produsen lebih mementingkan keuntungan sendiri dari pada kesehatan dan pasti konsumen yang akan dirugikan. Sedangkan konsumen sendiri berfikir kalau produk yang ada di pasar Modern itu semuanya berkualitas karena telah mendapat penyeleksian yang ketat. Tetapi kenyataannya belum ada suatu data atau penelitian valid yang menyatakan tentang kualitas dari bakso ikan yang beredar di Pasar Modern khususnya kota Malang kalau benar berkualitas dan sesuai standar.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan menggunakan metode penarikan sampel yaitu kuota sampling. Karena disesuaikan dengan jumlah sampel yang ingin diteliti dan juga karena peneliti tidak mengetahui berapa jumlah anggota populasi secara pasti. Terdapat variable bebas dan variable terikat dalam penelitian ini. Variabel bebas pada penelitian ini adalah bakso ikan dari berbagai merk yang terdapat di Pasar Modern Kota Malang yaitu merk bakso Ikan Kusno, Bumifood, Bernardi, Seafoodking, Champ dan Shifudo. Sedangkan variabel terikat dari penelitian ini ialah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat dan tingkat kekenyalan.
Dari survei yang dilakukan terdapat 6 merk bakso ikan yang beredar di pasar modern Kota Malang. Pembelian bakso ikan dari merk yang berbeda bertujuan untuk mengetahui kualitas dari setiap produk yang beredar dengan dilihat dari analisi parameter kadar air, potein, lemak, abu, karbohirat dan uji tingkat kekenyalan. Dari setiap produk yang beredar tidak akan sama kualitasnya, karena formulasi dan proses pengolahan dari merk yang berbeda akan berbeda juga. Kemudian setiap sampel produk dari berbagai merk yang dibeli dari pasar modern dilakukan uji proksimat dan uji tingkat kekenyalan
Analisa data yang digunakan data penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana dan tiga kali ulangan. Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan 3 kali ulangan. Semakin banyak ulangan data yang diperoleh akan semakin akurat. Selanjutnya di lakukan pengujian dengan analisa kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat dan uji tingkat kekenyalan.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan laporan skripsi yang berjudul
Pengaruh Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi Hidrolisat Protein
Tanaman Azolla (Azolla Pinnata) Rebus dengan Starter Khamir Laut
tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi pertumbuhan khamir
laut, volume molase, dan lama fermentasi, serta kualitas hidrolisat protein Azolla
pinnata rebus yang dihasilkan dari proses hidrolisis khamir laut dengan
menggunakan volume molase dan lama fermentasi yang berbeda.
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
dalam menyusun laporan skripsi ini, walaupun telah dikerahkan segala
kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 8 Mei 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL. ....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS. ................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH. ............................................................................ v
RINGKASAN. ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR. ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 1.4 Hipotesis ............................................................................................. 4 1.5 Kegunaan Penelitian............................................................................ 5 1.6 Tempat dan Waktu Peneltian ............................................................. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Azolla ................................................................................... 6 2.2 Fermentasi ........................................................................................... 8 2.3 Khamir Laut ......................................................................................... 9 2.4 Molase ................................................................................................. 13 2.5 Perebusan ........................................................................................... 15 2.6 Hidrolisat Protein Ikan .......................................................................... 16
3. METODE PENELITIAN .......................................... 19
3.1.1 Bahan Penelitian ......................................................................... 19 3.1.2 Alat Penelitian ............................................................................. 19
3. ............................... 20 3.2.1 Metode ........................................................................................ 20 3.2.2 Variabel ....................................................................................... 21 3.2.3 Rancangan Percobaan ............................................................... 21
3.3 ........................................ 22 3.3.1 Prosedur Pembuatan Kultur Khamir ........................................... 22
ix
3.3.2 Prosedur Penentuan Fase Log Khamir Laut ............................... 23 3.3.3 Prosedur Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla ........... 25
3.4 Pengamatan dan P .............. 29 3.4.1 Pengamatan ................................................................................ 29 3.4.2 Rendemen .................................................................................. 29 3.4.3 Analisis Proksimat ....................................................................... 29
3.4.3.1 Analisis Kadar Air ........................................................... 29 3.4.3.2 Analisis Kadar Lemak ..................................................... 30 3.4.3.3 Analisis Kadar Protein ..................................................... 32 3.4.3.4 Analisis Kadar Abu ......................................................... 32 3.4.3.5 Analisis Kadar Karbohidrat .............................................. 33
3.4.4 Nilai pH ....................................................................................... 33 3.4.5 Kapasitas Emulsi ........................................................................ 34 3.4.6 Daya Buih ................................................................................... 34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan ....................................................................... 36
4.1.1 Penentuan Fase Logaritmik ........................................................ 36 4.1.2 Penentuan Volume Molase Rebus dan Waktu Fermentasi ........ 40 4.1.3 Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus ...................................... 41
4.2 Penelitian Utama ................................................................................. 42 4.2.1 Rendemen Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ................... 43 4.2.1.1 Rendemen Cairan ........................................................... 43 4.2.1.2 Rendemen Pasta ............................................................ 44 4.2.2 Analisis Proksimat Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 45 4.2.2.1 Kadar Air ......................................................................... 45 4.2.2.2 Kadar Abu ....................................................................... 47 4.2.2.3 Kadar Lemak ................................................................... 49 4.2.2.4 Kadar Protein .................................................................. 50 4.2.2.5 Kadar Karbohidrat ........................................................... 52 4.2.3 Analisis pH .................................................................................. 54 4.2.4 Analisis Daya Buih ...................................................................... 56 4.2.5 Analisis Kapasitas Emulsi ........................................................... 57
4.3 Perlakuan Terbaik ................................................................................ 59
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 61 5.2 Saran ................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering ........................ 7 2. Komposisi Kimia Khamir Laut .................................................................. 11 3. Komposisi Kimia Molase .......................................................................... 14 4. Model Rancangan Penelitian ................................................................... 22 5. Tabel berbagai perlakuan pada penelitian ............................................... 26 6. Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus .................................................... 42 7. Selisih Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 46 8. Selisih Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan dengan Kontrol Awal Fermentasi ....................................... 48 9. Selisih Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 49 10. Selisih Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 51 11. Selisih Kadar Karbohidrat Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus dibandingkan dengan Kontrol Awal Fermentasi ............................ 53 12. Selisih pH Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 55 13. Selisih Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 56 14. Selisih Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi ......................................... 58 15. Komposisi Kimia Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ............. 60
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman Azolla (Azolla pinnata).............................................................. 7 2. Khamir Laut .............................................................................................. 9 3. Proses Pengenceran Bertingkat Khamir Laut .......................................... 24 4. Diagram Alir Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla ................... 28 5. Pertumbuhan Sel Khamir Laut dengan Pengamatan Setiap 12 Jam
Sekali Selama 108 Jam ............................................................................ 36 6. Foto Pengamatan Sel Khamir Laut dengan Perbesaran 1000x ............... 38 7. Rata-rata Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ..... 43 8. Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ...................... 44 9. Rata-rata Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ......... 46 10. Rata-rata Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 47 11. Rata-rata Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus ....................................................................................................... 49 12. Rata-rata Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus ....................................................................................................... 51 13. Rata-rata Kadar Karbohidrat Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus ....................................................................................................... 53 14. Rata-rata pH Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ................... 54 15. Rata-rata Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 56 16. Rata-rata Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata
Rebus ....................................................................................................... 58
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan dalam Kultur Khamir Laut .................................................... 70 2. Diagram Alir Pembuatan Kultur Khamir Laut ............................................ 71 3. Perhitungan Pembuatan Media Pengenceran Khamir Laut ..................... 72 4. Diagram Alir Pembuatan Media Pengenceran Khamir Laut ..................... 73 5. Data Kepadatan Sel Khamir Laut ............................................................. 74 6. Jumlah Kepadatan Sel Khamir Laut Saat Dilakukan Pengenceran ......... 75 7. Data Pengamatan Pada Penelitian Pendahuluan .................................... 77 8. Hasil Analisis Nilai Rendemen dan Kandungan Nutrisi Kontrol
Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ............................................ 80
9. Data Pengamatan dan Analisis Data Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ....................................................... 81
10. Data Pengamatan dan Analisis Data Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 83
11. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Air Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 85
12. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Abu Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 87
13. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Lemak Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 89
14. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Protein Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 91
15. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Karbohidrat Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 93
16. Data Pengamatan dan Analisis Data pH Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 95
17. Data Pengamatan dan Analisis Data Daya Buih Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 97
18. Data Pengamatan dan Analisis Data Kapasitas Emulsi Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 99
19. Dokumentasi Pembuatan Kultur Khamir Laut .......................................... 101 20. Dokumentasi Pengamatan Kepadatan Khamir Laut ................................ 103 21. Dokumentasi Pembuatan Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla
Rebus ....................................................................................................... 104 22. Dokumentasi Analisis Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Tanaman
Azolla Rebus ............................................................................................ 106
xiii
23. Dokumentasi Analisis Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 107
24. Dokumentasi Analisis Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 109
25. Dokumentasi Analisis Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................................. 110
26. Dokumentasi Analisis pH Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus ......................................................................................................... 111
27. Dokumentasi Analisis Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 112
28. Dokumentasi Analisis Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................................. 113
29. Hasil Analisa Proksimat Tanaman Azolla Rebus ....................................... 114 30. Hasil Analisa Kadar Protein Hidrolisat Protein Tanaman Azolla
Rebus Terbaik ............................................................................................ 115
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Azolla pinnata adalah sejenis tanaman paku air yang tumbuh di sawah
atau kolam di daerah tropis yang bernilai gizi tinggi. Tanaman azolla potensial
digunakan sebagai pakan karena banyak terdapat di perairan tenang seperti
danau, kolam, rawa dan persawahan. Pertumbuhan azolla dalam waktu 3-4 hari
dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat segar (Haetami dan
Sastrawibawa, 2005). Lumpkin dan Plucknet (1982) menyatakan kandungan
protein pada Azolla sp. sebesar 23,42% berat kering dengan komposisi asam
amino esensial yang lengkap. Kandungan protein yang tinggi dari tanaman azolla
belum dapat menggambarkan secara pasti nilai gizi yang sebenarnya. Sebagai
salah satu diversifikasi produk untuk mengolah azolla adalah dengan
mengolahnya menjadi hidrolisat protein.
Hidrolisat protein merupakan protein yang mengalami degradasi hidrolitik
dengan asam, basa, atau enzim proteolitik. Hasilnya berupa asam amino dan
peptida (Purbasari, 2008). Hidrolisis secara enzimatis lebih dipilih karena efisien,
murah, menghasilkan hidrolisat protein ikan tanpa kehilangan asam amino
esensial. Reaksi hidrolisis ini akan menghasilkan hidrolisat protein yang
berkualitas karena pH, kondisi suhu, dan waktu hidrolisis yang dapat terkontrol.
Penggunaan enzim didalam menghidrolisis protein dianggap paling aman dan
menguntungkan karena dapat berlangsung secara spesifik sehingga
dimungkinkan dapat mempengaruhi pembentukan peptida dan asam-asam
amino (Nurhayati et al., 2014). Pembuatan hidrolisat protein dengan
menggunakan enzim mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara fermentasi.
Fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks
menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan
2
mikroba dalam keadaan terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen yang
dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk (Sastra, 2008). Lama
fermentasi yang berbeda dapat menghasilkan hasil hidrolisat yang berbeda
karena dalam selang waktu tersebut terjadi penguraian senyawa komplek
menjadi sederhana. Pada proses fermentasi tentunya terdapat mikroorganisme
yang berperan didalamnya. Pemilihan mikroorganisme harus disesuaikan
dengan kebutuhan yang akan dihasilkan yakni pembuatan hidrolisat protein.
Mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi adalah organisme yang
non patogenik, tidak membutuhkan nutrisi secara spesifik, mudah untuk dikultur,
dan dominan dalam pertumbuhannya, seperti khamir laut.
Khamir laut merupakan salah satu jenis khamir yang diisolasi langsung
dari laut. Merupakan organisme uniseluler dari golongan jamur, bersifat
kemoorganotrof, bereproduksi seksual dengan spora dan aseksual dengan
pertunasan atau pembelahan (Kreger, 1984). Khamir laut membutuhkan nutrisi
untuk kebutuhan hidupnya seperti sumber karbon dan sumber nitrogen. Khamir
dapat hidup dalam gula sederhana seperti glukosa, atau gula kompleks
disakarida yaitu sukrosa. Khamir mempunyai reaksi positif terhadap gula
rafinosa, trehalosa, maltosa, galaktosa, galaktosa, sukrosa, dan negatif pada
gula laktosa (Ahmad, 2005). Sumber karbon yang biasa digunakan sebagai
media pertumbuhan khamir laut adalah gula pasir. Molase banyak mengandung
gula sehingga dapat digunakan sebagai energi dan sumber karbon (Febriani,
2008).
Molase merupakan limbah cair hasil samping yang berasal dari
pembuatan gula tebu yang berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap
pemisahan kristal gula, molase mengandung gula dengan kadar tinggi yaitu 50-
60%, sehingga molase dapat digunakan sebagai media fermentasi yang baik
(Juwita, 2012). Kandungan gula yang tinggi pada molase merupakan sumber
3
karbon untuk metabolisme dan pertumbuhan mikroba, sehingga dapat
ditambahkan pada proses fermentasi. Perebusan molase dilakukan, karena
selain dapat mengurangi kontaminasi dari mikroba juga dapat menguraikan
molase sukrosa menjadi lebih sederhana sehingga dapat langsung digunakan
untuk metabolisme khamir laut (Pangesti et al., 2012).
Sejauh ini belum ada penelitian mengenai khamir laut sebagai starter
dalam pembuatan hidrolisat protein dari tanaman azolla yang direbus dengan
cara fermentasi dan penambahan sumber karbon berupa molase rebus, maka
perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut. Dari paparan yang telah
dijelaskan maka diperlukan kajian yang membahas tentang pemanfaatan khamir
laut sebagai biokatalisator dalam pembuatan hidrolisat protein azolla rebus.
1.2 Rumusan Masalah
Tanaman azolla memiliki kandungan protein yang cukup besar, namun
pemanfaatan tanaman azolla selama ini kurang optimal sehingga diperlukan
adanya diversifikasi dalam pengolahan tanaman azolla, misalnya hidrolisat
protein tanaman azolla. Adanya pengolahan tanaman azolla menjadi hidrolisat
protein dengan menggunakan fermentasi berpeluang dalam penyediaan pangan
yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Pemanfaatan khamir laut yang
mengandung berbagai enzim (protease) dalam fermentasi berpotensi untuk
meningkatkan kandungan protein dalam pembuatan hidrolisat protein tanaman
azolla. Penggunaan volume molase rebus dan lama fermentasi yang tepat
sangat menentukan kualitas hidrolisat protein tanaman azolla yang akan
didapatkan. Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh penambahan volume molase rebus yang berbeda
terhadap karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla?
4
Bagaimana pengaruh lama fermentasi yang berbeda terhadap
karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tentang pengaruh volume molase rebus dan lama
fermentasi hidrolisat protein tanaman azolla (Azolla pinnata) rebus dengan
starter khamir laut adalah:
Untuk mendapatkan volume molase rebus yang tepat terhadap
karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla rebus.
Untuk mendapatkan lama fermentasi yang tepat terhadap karakteristik
hidrolisat protein tanaman azolla rebus.
Untuk mengetahui kandungan protein pada perlakuan terbaik hidrolisat
protein tanaman azolla rebus.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah:
Diduga volume molase rebus berpengaruh terhadap kualitas hidrolisat
protein tanaman azolla rebus.
Diduga lama fermentasi berpengaruh terhadap kualitas hidrolisat protein
tanaman azolla rebus.
Diduga perlakuan terbaik menghasilkan hidrolisat dengan kandungan
protein yang tinggi.
5
1.5 Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
penggunaan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda dengan starter
khamir laut terhadap kualitas hidolisat protein tanaman azolla (Azolla pinnata)
rebus.
1.6 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Ikan,
Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan, dan Laboratorium Perekayasaan
Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pengujian
Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang, pada bulan Januari - November 2016.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Azolla (Azolla pinnata)
Azolla merupakan jenis tanaman pakuan air yang hidup di lingkungan
perairan dan mempunyai sebaran yang cukup luas. Tumbuhan ini tumbuh di
selokan dan air yang menggenang. Azolla berkembang biak secara vegetatif dan
tumbuh banyak sekali. Reproduksi seksual tidak biasa dilakukan sebagai
perkembangbiakan. Paku-pakuan biasanya berbentuk hijau kusut pada air yang
berlebih dapat menjadi kemerahan merupakan akumulasi dari pigmen antosianin
(Rao, 1993)
Menurut Sudjana (2014), para ahli taksonomi menggolongkan Azolla
pinnata sebagai berikut :
Regnum : Plantae Divisio : Pteridophyta Classis : Pteridopsida Ordo : Salviniales Familia : Salviniaceae Genus : Azolla Species : Azolla pinnata
Tanaman Azolla memiliki ciri-ciri: batang dan cabang mengapung di air
dan bercabang yang susunannya saling tumpang tindih. Akar terdapat pada ruas
cabang permukaan batang dan memiliki rambut-rambut akar dan tudung ruas
berselubung yang dapat gugur karena usia tua, akar memberi sambungan besar
terhadap berat basah total tanaman. Setiap daun Azolla terdiri dari helai daun
bawah dan helai daun atas merupakan daun yang bilobus (bagian atas tebal)
dan warna hijau mengandung klorofil atas dan bawah yang kontak dengan
bagian air tipis warna merah muda karena tidak mengandung klorofil. Daun
azolla selalu bergerombol yang menutupi seluruh permukaan tanaman, helaian
7
daun bawah sebagian tenggelam dalam air dan sedikit klorofil sedangkan helaian
daun atas di atas permukaan air mengandung klorofil yang tebal (Hasbi, 2005).
Gambar 1. Tanaman Azolla (Azolla pinnata)
Tanaman Azolla merupakan gulma air yang tidak termanfaatkan, tetapi
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu 28,12% berat kering
(Handajani, 2000). Itulah alasan mengapa penelitian ini menggunakan tanaman
Azolla sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein. Kandungan tanaman
Azolla dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering
Unsur Kandungan Abu 10,50 Lemak Kasar 3.0-3,30 Protein Kasar 24-30 Nitrogen 4,5 Fosfor 0,5-0,9 Kalium 2,0-4,5 Pati 6,54 Magnesium 0,5-0,65 Mangan 0,11- 0,16 Zat Besi 0,06-0,26 Gula Terlarut 3,5 Kalsium 0,4-1,0 Serat Kasar 9,1 Klorofil 0,34- 0,55
Sumber: Maftuchah, (1998)
8
2.2 Fermentasi
Fermentasi adalah proses menghasilkan energi dengan perombakan
senyawa organik. Fermentasi juga dapat diartikan suatu reaksi kimia yang
membebaskan energi melalui perombakan nutrisi (disimilasi) senyawa-senyawa
yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Senyawa substrat yang
merupakan sumber energi diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana
(Sulistyaningrum, 2008). Fermentasi merupakan salah satu upaya untuk
mengubah senyawa karbohidrat menjadi etanol dengan bantuan
mikroorganisme, fermentasi juga dapat dikatakan sebagai sutu proses
perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun oleh aktivitas
enzim yang dihasilkan mikroba (Sebayang, 2006).
Pada proses fermentasi selalu berhubungan dengan lama waktu atau
lama waktu fermentasi, perbedaan waktu fermentasi dapat menghasilkan
perbedaan pada pertumbuhan mikroorganisme. Semakin lama waktu fermentasi
maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh sampai nutrisi
pada media tersebut habis. Proses pemecahan karbohidrat dipengaruhi oleh
aktivitas mikroorganisme yang digunakan pada fermentasi (Hidayati et al., 2013).
Fermentasi hidrolisat protein kepala udang rebus dengan penambahan
khamir laut dan molase sebagai substrat dilakukan selama 12 hari (Budy, 2014).
Pada penelitian hidrolisat protein tanaman azolla segar (Azolla pinnata) dengan
volume molase rebus difermentasi dengan menggunakan waktu 12 hari.
Pada proses fermentasi terjadi penguraian senyawa dari bahan-bahan
protein kompleks. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses
penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa
kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana,
dimana protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida
9
yang akan diurai lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam
pembentukan cita rasa (Adawyah, 2007).
2.3 Khamir Laut
Khamir adalah organisme seluler dari golongan jamur, bersifat
kemoorganotrof, bereproduksi seksual dengan spora dan aseksual dengan
pertunasan atau pembelahan (Febriani, 2006). Khamir termasuk fungi, tetapi
dibedakan dari kapang karena bentuknya yang uniseluler. Reproduksi vegetatif
pada khamir terutama pada pertunasan, sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan
berkembang biak dengan cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh
dengan perkembangan filamen. Khamir berbeda dengan ganggang karena tidak
dapat melakukan fotosintesis dan berbeda dengan protozoa karena mempunyai
dinding sel yang kuat, khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya
lebih besar dan morfologinya berbeda (Pelczar et al., 1978).
Khamir laut juga termasuk dalam golongan fungi dan dibedakan
bentuknya uniseluler sebagai sel tunggal. Khamir dapat tumbuh didalam larutan
yang pekat, seperti gula dan garam serta lebih menyukai suasana asam, serta
adanya oksigen dilingkungan hidupnya (Baila, 2004). Gambar khamir laut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Khamir Laut
10
Khamir laut dapat menghasilkan berbagai enzim seperti proteinase,
amilase, deaminase, sukrose, maltose, fosfolipase, dan fosfatase, sehingga
dapat berperan dalam pembuatan hidrolisat protein (Sukoso, 2012). Adapun
kandungan nutrisi, asam amino, asam lemak, dan mineral kultur khamir laut
dapat dilihat pada Tabel 2.
11
Tabel 2. Komposisi Kimia Khamir Laut Kandungan Presentase (%) mg/100gr
Analisa Proksimat Bahan kering 71,85 -
Protein 28,29 -
Lemak 0,34 -
BETN 4,33 -
Abu 66,09 -
Asam amino essensial Arginin 0,206 -
Histidin 0,262 -
Isoleucin 0,310 -
Leucin 0,318 -
Lisin 0,463 -
Threonin 0,187 -
Metionin+sistin 0,773 -
Valin 0,342 -
Phenylananin 0,274 -
Asam lemak Oleat 14,447 -
Linoleat 7,469 -
Linolenat 0,875 -
Stearat 28,726 -
Laurat 1,842 -
Palmitat 17,437 -
P - 2,276
Cl - 7,452,459
Zn - 266,241
Mg 0,09 -
Sumber: Febriani, 2010
Kandungan kimia dari khamir laut yaitu dinding sel terdiri dari glukan atau
selulosa khamir (3-35%), manan (30%), lemak (8,5-13%), protein (6-8%), dan
kitin (1-2%) dari berat kering sel. Protein pada dinding sel khamir tersebut
12
jumlahnya relatif konstan. Protein ini juga termasuk dalam enzim protease yang
dapat memecah substrat (Fardiaz, 1989).
Peningkatan jumlah massa mikroba pada proses fermentasi dapat
menyebabkan meningkatnya kandungan protein pada produk fermentasi yang
merupakan refleksi dari jumlah massas sel. Mikroba dapat menghasilkan enzim
yang mendegradasis senyawa-senyawa komplek menjadi lebih sederhana serta
mensintesis protein. Khamir laut dapat meningkatkan kandungan protein yang
ada didalam bahan dengan adanya aktifitas enzimatis dari enzim protease, serta
dengan lamanya waktu fermentasi memberikan kesempatan pada khamir untuk
tumbuh dan berkembang sehingga mampu meningkatkan massa mikrobial
protein (Anggorowati et al., 2012). Selama pertumbuhannya, sel khamir laut
menghasilkan senyawa seperti nukleotida, asam amino, faktor tumbuh yang
belum teridentifikasi (unidentified growth factor), yang menstimulir pertumbuhan
dan enzim (Made et al., 1996).
Mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi akan
memberikan hasil optimum apabila ditambahkan pada substrat ketika memasuki
fase log. Bila biakan yang digunakan terlalu muda atau waktu inkubasi terlalu
singkat, ada kemungkinan biakan tersebut masih dalam fase adaptasi, sehingga
pertumbuhan belum optimal, tetapi apabila waktu inkubasi terlalu lama
kemungkinan biakan telah mencapai fase stasioner, oleh karena itu biakan yang
paling baik berada pada fase log (Eka dan Halim, 2009). Fase log yaitu fase
dimana mikroba membelah dengan cepat dan konstan dan pada fase ini
kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya
seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan
kelembapan udara (Yuliana, 2008). Pada waktu pembiakan 72 jam, khamir laut
menunjukkan pertumbuhan jumlah sel terbanyak (Purwitasari et al., 2004).
13
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan khamir laut
meliputi Faktor intrinsik yaitu pH, aktivitas air, kamampuan mengoksidasi-reduksi,
kandungan nutrien, dan bahan karbon. Sedangkan faktor ekstrinsiknya yaitu
suhu penyimpanan, kelembapan, dan tekanan gas (Rustan, 2003).
Khamir laut memerlukan substrat dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan hidupnya dan perkembangbiakannnya. Salah satunya yaitu unsur
dasar yang dibutuhkan khamir yaitu sumber karbon dan karbon yang berasal dari
gula pereduksi, selain itu sumber karbon yang digunakan harus memiliki
kandungan yang cukup tinggi dan sesuai (Sari et al., 2014). Selain itu, khamir
laut juga dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa ataupun
gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (Ahmad, 2005).
2.4 Molase
Molase merupakan limbah yang berasal dari pengolahan tebu yang
berbentuk cairan yang kental, dan berwarna coklat tua kehitaman, memiliki
aroma yang berbau manis atau harum khas. Molase termasuk medium
pertumbuhan kompleks yang kaya akan sukrosa, gula yang umumnya dapat
difermentasi oleh khamir laut adalah glukosa, galaktosa, maltosa, sukrosa,
laktosa, trehalosa, melibiosa, dan rafinosa (Noviati, 2007). Pemanfaatan molase
selain digunakan untuk memperoleh etanol juga akan meningkatkan nilai
ekonomis molase. Molase mengandung antara lain : Sukrosa 55%, Gula
pereduksi 18,27%, Abu sulfat 12,74%, Pol 29,25%, Brick 81,27% (Yusma, 1999).
Komposisi kimia molase dapat dilihat pada Tabel 3.
14
Tabel 3. Komposisi Kimia Molase
Komposisi Kimia
Kandungan (%)
Molase Molase Rebus
Kandungan Gula
Air
Protein
Karbohidrat
Abu
Lemak
Gula reduksi
Sukrosa
66,20
23,23
6,36
4,13
0,08
1,5602
0,5299
64,63
24,64
5,73
4,95
0,05
2,1615
0,3962
Fruktosa 4,5652 3,9174
Asam Amino L-Asam Glutamat 2,912 3,594
L-Prolin 0,640 0,350
L-Alanin 0,610 0,512
L-Asam Aspartat 0,405 0,669
L-Serin 0,069 0,234
L-Glisin 0,051 0,187
L-Valin 0,046 0,124
L-Lisin 0,035 0,966
L-Leusin 0,027 0,121
L-Isoleusin 0,024 0,084
L-Treonin 0,021 0,112
L-Tirosin 0,015 0,060
L-Histidin 0,014 0,074
L-Fenilalanin 0,009 0,073
L-Metionin 0,008 0,034
L-Arginin 0,007 0,107
L-Sistein - 0,081
Sumber: (Rohim, 2014)
15
Sumber karbon yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan
S. cerevisiae yaitu glukosa, sukrosa, gula pasir, dan molase. Didapatkan
pertumbuhan S. cerevisiae dengan molase memiliki pertumbuhan yang paling
tinggi dibandingkan menggunakan sumber karbon lainnya. Molase sebagai
limbah pabrik gula dapat pula dipertimbangkan mengingat molase mampu
menghasilkan â-glukan sebaik glukosa. (Kusmiati et al., 2010). Hal ini
disebabkan kondisi fisiologi pertumbuhan sel lebih baik pada medium yang kaya,
dalam hal ini molase mengandung senyawa bernitrogen, garam organik, vitamin
dan elemen mikro yang mampu menstimulasi metabolisme sel (Compagno et al.,
1992).
Pada proses pembuatan hidrolisat protein tanaman azolla dengan teknik
fermentasi, volume molase yang digunakan sebanyak 3 kali perlakuan yaitu 100
mL, 150 mL, dan 200 mL. Penambahan sumber karbohidrat seperti molase ini
bertujuan untuk mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan
sumber energi yang cepat terbentuk dan cepat tersedia bagi mikroba tersebut.
Komposisi nutrisi molase dalam 100% bahan kering adalah 0,3% lemak kasar,
0,4% serat kasar, 3,94% protein kasar dan 11% abu (Sutardi,1981).
2.5 Perebusan
Perebusan adalah proses pemasakan dengan menggunakan suhu panas
(±100ºC), dan termasuk dalam kategori pemanasan basah karena menggunakan
media air (Ardiansari, 2012). Pengolahan panas merupakan salah satu cara yang
telah dikembangkan untuk memperpanjang daya simpan bahan pangan.
Pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yaitu aman,
bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia sehingga
dapat lebih diterima oleh konsumen. Namun, perebusan juga dapat menimbulkan
hal yang sebaliknya seperti kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sensori
16
(warna, tekstur, bau, dan cita rasa) yang kurang disukai oleh konsumen (Budy,
2014).
Pemasakan dengan melibatkan panas merupakan salah satu proses
pengolahan pangan yang banyak dilakukan baik pada skala rumah tangga atau
skala industri. Beberapa cara pemasakan yang umum dilakukan adalah
perebusan dan pengukusan. Perebusan adalah proses pemasakan dalam air
mendidih sekitar 1000C, yang dimana air sebagai media penghantar panas.
Pengukusan merupakan proses pemasakan dengan medium uap air panas yang
dihasilkan oleh air mendidih (Aisyah et al., 2014).
Bahan makanan mengandung molekul-molekul berbagai senyawa yang
terikat satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Proses perebusan atau
pemanasan dengan media air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara
molekul-molekul air dan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air
tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul bahan
pangan tersebut. Perebusan juga dapat memberikan pengaruh dalam perubahan
komponen kimia dari molase, dimana molase merupakan hasil samping dari
pembuatan gula sehingga tinggi akan kandungan sukrosa. Pada saat perebusan
molase, setiap molekul sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa yang
disebut dengan gula invert (Winarno, 2004).
2.6 Hidrolisat Protein Ikan
Hidrolisat protein ikan adalah protein ikan yang telah terurai menjadi
turunan-turunan protein karena adanya proses hidrolisis oleh enzim asam
ataupun basa (Haslina, 2004). Hidrolisat protein dapat dibuat dari ikan yang
memiliki nilai ekomonis rendah. HPI juga dapat dibuat dari limbah ikan seperti
kepala, tulang, daging merah, isi perut, kulit, sisik, tulang kecil, dan sirip (Muzaifa
et al., 2012).
17
Hidrolisis protein mengalami degradasi hidrolitik dengan asam, basa, atau
dengan enzim proteolitik yang menghasilkan produk berupa asam amino dan
peptida. Pengunaan enzim dalam menghidrolisis protein dianggap paling aman
dan menguntungkan. Hal ini disebabkan kemampuan enzim proteolitik dalam
menghidrolisis protein dapat menghasilkan produk hidrolisat yang terhindar dari
perubahan dan kerusakan produk (Kurniawan, 2012).
Hidrolisat protein ikan merupakan produk yang dihasilkan dari penguraian
protein ikan menjadi senyawa-senyawa berantai pendek karena adanya proses
hidrolisis baik oleh enzim, asam maupun basa (Bernadetta et al., 2012) Pada
umumnya hidrolisat protein digunakan untuk memperbaiki karakteristik berbagai
produk pangan. Manfaat hidrolisat protein yaitu sebagai penyedap rasa, sebagai
lanjutan untuk isolasi asam amino, serta untuk pengobatan (Purbasari, 2008).
Faktor yang mempengaruhi terhadap kecepatan hidrolisis dan kekhasan
produk pada proses pembuatan hidrolisat protein yaitu, suhu, waktu hidrolisis,
dan konsentrasi enzim yang ditambahkan, sedangkan tingkat kerusakan asam
amino dipengaruhi oleh kemurnian protein dari bahan awal, serta kondisi dan
jenis bahan penghidrolisis yang digunakan. Lama proses hidrolisis merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap mutu hidrolisat yang dihasilkan
(Haslina, 2004).
Hidrolisat protein dapat berbentuk cair, pasta, atau tepung yang bersifat
higroskopis. Produk hidrolisat mempunyai kelarutan tinggi pada air, kapasitas
emulsinya baik, serta kemampuan mengembang besar (Purbasari, 2008).
Produk hidrolisat protein memikiki rasa pahit yang merupakan ciri khas produk
HPI yang disebabkan oleh peptida berantai pendek sebagai produk hasil dari
pemecahan protein. Sedangkan rasa manis pada HPI disebabkan oleh asam
amino glisin selama hidrolisis, sedangkan rasa gurih yang dihasilkan disebabkan
oleh pembentukan oligipeptida yang tinggi dari asam glutamat selama proses
18
hidrolisis (Budy, 2014). Hidrolisat protein dapat berbentuk cair, pasta atau tepung
yang bersifat higroskopis. Hidrolisat protein yang berbentuk cair mengandung
30% padatan dan bentuk pasta yang mengandung 65% padatan (Johnson dan
Peterson, 1974).
19
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan untuk kultur khamir laut terdiri dari air laut,
gula pasir, pupuk daun (hortigro), starter khamir laut, kapas, plastik wrap, dan
plastik. Bahan-bahan yang digunakan untuk perhitungan kepadatan sel khamir
laut terdiri dari stok khamir laut, gula pasir, pupuk daun (hortigro), kapas, alkohol
dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat protein
terdiri dari tanaman Azolla (Azolla pinnata) segar yang didapatkan dari sawah-
sawah yang terletak di Desa Tegalgondo, Kecamatan Karangploso, Malang,
Jawa Timur, sebagai bahan dasar pembuatan hidrolisat protein, bahan dasar lain
yang digunakan yaitu molase, akuades dan inokulum khamir laut.
Bahan untuk analisis proksimat yaitu kertas label, kertas saring, benang
kasur, petroleum-ether, indikator metil orange, tablet kjeldahl, H3BO3, NaOH,
H2SO4. Bahan untuk uji pH, daya buih dan emulsi yaitu akuades dan minyak
jagung.
3.1.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kultur khamir laut terdiri dari
botol kaca, kompor, panci, spatula, pipet volume, bola hisap, timbangan digital,
aerator, selang, corong dan beaker glass. Peralatan yang digunakan untuk
perhitungan kepadatan sel khamir laut terdiri dari mikroskop, hemocytometer,
mikropipet, cover glass, rak tabung reaksi, tabung reaksi, vortex mixer, bola
hisap, pipet volume 10 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur, timbangan digital,
spatula, sprayer, dan corong. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan
20
hidrolisat protein tanaman Azolla rebus terdiri dari kompor, panci, waterbath,
beaker glass, timbangan digital, gelas ukur 100 ml, bola hisap, sendok, pipet
volume, piring, spatula, nampan, baskom, sentrifuge, selang, aerator, botol
plastik, blender, dan food processor.
Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, cawan
petri, desikator, loyang, crushable tang, gelas ukur, corong, timbangan digital,
kuvet, sentrifuge, pipet tetes, pipet volume, bola hisap, cawan petri, spatula,
beaker glass, cawan porselen, destruksi, destilasi, statif, buret, hot plate, muffle,
gold fisch, gelas piala, dan sampel tube. Alat yang digunakan untuk analisis
emulsi dan daya buih yaitu pipet volume, cuvet, dan vortex mixer. Alat yang
digunakan untuk analisis pH yaitu pH meter, spatula, dan beaker glass.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen.
Metode penelitian eksperimen adalah metode sistematis guna membangun
hubungan yang mengandung fenomena dari sebab-akibat. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh informasi tentang variabel mana yang menyebabkan sesuatu
terjadi dan variabel akibat dari terjadinya perubahan dalam suatu kondisi
eksperimen (Azizah, 2013).
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan kultur
khamir laut yang bertujuan untuk mendapatkan inokulum khamir laut yang
dipanen pada fase pertumbuhan atau log. Khamir laut digunakan sebagai starter
pada pembuatan hidrolisat protein Azolla pinnata rebus. Setelah itu, menentukan
volume molase dan khamir laut yang bertujuan yaitu untuk memperoleh
konsentrasi dari volume molase dan khamir laut yang terbaik pada pembuatan
hidrolisat protein Azolla pinnata rebus. Terakhir yaitu proses pembuatan
21
hidrolisat protein tanaman azolla rebus dengan starter khamir laut dan volume
molase yang terbaik yang didapat dari penelitian tahap kedua. Sehingga pada
tahap ini digunakan perlakuan volume molase sebesar 100 ml, 150 ml, dan 200
ml dengan starter khamir laut sebesar 2,5 ml. setelah itu dilakukan analisa
proksimat, pH, kapasitas emulsi, dan daya buih.
3.2.2 Variabel
Variabel adalah segala faktor yang berperan atau berpengaruh terhadap
suatu percobaan. Menurut Brink dan Wood (2000), variabel adalah faktor yang
mengandung lebih dari satu nilai di dalam metode statik. Variabel terdiri dari
variabel bebas yang artinya variabel penyebab atau variabel yang
mempengaruhi dimana variabel dalam kelompok sampel dibedakan. Dalam kata
lain peneliti harus dapat memisahkan sampel dalam kelompok alternatif
didasarkan pada variabel. Sedangkan variabel terikat yaitu faktor yang
diakibatkan oleh pengaruh tersebut.
Penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel bebas, variable terikat
dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah volume molase
rebus dan lama fermentasi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini
adalah analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan
kadar karbohidrat), pH, daya buih, dan kapasitas emulsi. Dan variable control
dalam penelitian ini yaitu penambahan inokulum khamir laut sebanyak 2,5 ml
pada setiap perlakuan.
3.2.3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan yaitu A = molase 100 ml, B = molase 150
22
ml, dan C = molase 200 ml dan lama fermentasi pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9,
dan ke-12. Model rancangan percobaan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Model Rancangan Penelitian
Tabel 4 . Rancangan Percobaan Penelitian
Perlakuan Kelompok Rerata Total
Volume 0 3 6 9 12
molase
100 ml
150 ml
200 ml
Hasil dari data diatas selanjutnya dilakukan analisis menggunakan ANOVA
menggunakan uji F dengan membandingkan antara F hitung dengan F tabel.
Jika F hitung < F tabel 5%, maka perlakuan tidak berbeda nyata.
Jika F hitung > F tabel 1%, maka perlakuan menyebabkan hasil sangat
berbeda nyata.
Jika F tabel 5% < F hitung < F tabel 1%, maka perlakuan menyebabkan hasil
berbeda nyata.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Prosedur Pembuatan Kultur Khamir
Prosedur pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkultur
khamir laut. Tahapan dalam mengkultur khamir laut menurut Sukoso (2012),
yaitu menyiapkan bahan-bahan yang digunakan. Bahan-bahan yang digunakan
yaitu air laut, gula pasir, pupuk daun, dan biakan khamir laut. Air laut yang
digunakan yaitu sebanyak 1000 ml. Setelah itu, air laut disterilkan dengan cara
23
direbus sampai mendidih kemudian air laut yang sudah direbus tersebut
didinginkan pada suhu kamar. Air laut steril yang sudah dingin kemudian
dimasukkan ke dalam botol gelas kaca, lalu ditambahkan gula pasir 0,5%
sebagai sumber nutrisi dan pupuk daun 0,2% sebagai sumber nitrogen (b:v)
serta dihomogenkan sehingga diperoleh media khamir laut. Lalu ditambah starter
khamir laut sebanyak 2 ml dan dihomogenkan. Kultur khamir laut yang telah siap
kemudian ditutup dengan kapas dan dilapisi plastik wrap untuk menghindari
kontaminasi yang tidak diinginkan, lalu diberi aerasi yang cukup untuk
menambah suplai oksigen dalam pertumbuhan khamir laut. Aerasi dilakukan
selama tiga hari untuk dilakukan pengamatan tingkat kepadatan sel khamir laut.
3.3.2 Prosedur Penentuan Fase Log Khamir Laut
Prosedur yang dilakukan untuk menetukan fase log dilakukan dengan
menggunakan haemocytometer dan mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati setiap 12 jam sekali kultur khamir untuk diukur kepadatannya dengan
menggunakan haemocytometer dan mikroskop.
Prosedur perhitungan kepadatan sel khamir laut yaitu pada hari pertama
sampai hari ke-tiga kultur khamir laut yang telah diaerasi diambil sebanyak 1 ml
untuk dilakukan penganceran dari 10-1 sampai 10-4. Namun terlebih dahulu
disiapkan media pengenceran yang akan digunakan. Prosedur pembuatan media
pengenceran yaitu air laut sebanyak 100 ml disterilkan dengan dipanaskan
sampai mendidih kemudian didinginkan pada suhu kamar, kemudian diambil air
laut steril sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam enlemeyer, kemudian
ditambah gula pasir sebanyak 0,25% (b:v) kemudian pupuk daun sebanyak 0,1%
(b:v) serta dihomogenkan.
Setelah media yang akan digunakan sudah siap, langkah selanjutnya
adalah perhitungan kepadatan sel khamir laut dengan menggunakan
24
haemocytometer. Prosedur kerja yang digunakan yaitu diambil 9 ml media
pengenceran kemudian dimasukkan pada masing-masing lima tabung reaksi
untuk diberi perlakuan tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-4 dan satu sebagai
blanko. Tabung reaksi 10-1 yang telah berisi media ditambahkan kultur khamir
laut sebanyak 1 ml, lalu dihomogenkan dengan menggunakan vortex mixer.
Setelah itu, dari tabung reaksi 10-1 yang telah dihomogenkan diambil sebanyak 1
ml. untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-2 dan dihomogenkan, serta
dilakukan dengan cara yang sama sampai tabung reaksi 10-4. Selanjutnya, dari
hasil pengenceran 10-4 diuji kepadatan khamir laut dengan mikroskop dan
haemocytometer.
Kultur khamir yang telah diaerasi
Gambar 3. Proses Pengenceran Bertingkat Khamir Laut
Pengamatan kepadatan khamir laut dengan menggunakan pengamatan
mikroskop, yaitu dengan mengambil kultur khamir laut yang telah diaerasi
dengan menggunakan pipet tetes lalu diteteskan di atas hemocytometer dan
ditutup dengan cover glass. Preparat kultur khamir laut selanjutnya diamati di
bawah mikroskop pada skala pembesaran 400x Selanjutnya diamati dibawah
mikroskop pada perbesaran 400x. Kemudian dihitung sel khamir laut pada 5
kotak, yaitu ujung kiri bawah, ujung kiri atas, ujung kanan atas, ujung kanan
25
bawah, dan bagian tengah. Pengamatan kepadatan khamir laut dilakukan setiap
12 jam sekali mulai jam ke-0 sampai jam ke-108.
Pada pengamatan tingkat kepadatan khamir laut, ada fase log yang
ditandai dengan pertumbuhan sel yang paling tinggi dibandingkan dengan fase
lainnya. Fase log sendiri yakni fase dimana mikroorganisme mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat dan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan
eksponensial. Pada fase log ini kebutuhan energi lebih tinggi dan sel menjadi
lebih sensitif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, pada fase ini mikroba
termasuk didalamnya khamir laut banyak memproduksi zat-zat metabolit yang
dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya (Waluyo, 2007).
3.3.3 Prosedur Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla
Pada pembuatan hidrolisat protein tanaman Azolla rebus, prosedur
pertama yang dilakukan yaitu mencuci bersih tanaman azolla. Setelah itu
tanaman Azolla dihaluskan menggunakan blender supaya tanaman azolla
mudah tercampur dengan komponen lain. Azolla yang sudah dihaluskan
kemudian direbus dengan menggunakan akuades 1:2 (b:v) suhu 600C selama 15
menit. Lalu ditimbang sebanyak 50 g untuk masing-masing perlakuan kemudian
dimasukkan kedalam botol. Pada penelitian ini juga menggunakan molase (tetes
tebu) rebus, dimana proses perebusannya dilakukan sampai mendidih karena
molase memiliki sifat sebagai sumber nitrogen dan sumber karbon yang dapat
digunakan sebagai pengganti gula sehingga mudah mengalami karamelisasi.
Pada penelitian ini menggunakan penambahan molase rebus dan lama
fermentasi yang berbeda. Perlakuan penelitian dengan berbagai variabel dapat
dilihat pada Tabel 5.
26
Tabel 5. Tabel berbagai perlakuan pada penelitian
Perlakuan Molase Rebus
Lama Fermentasi
1 2 3
A A1 A2 A3
B B1 B2 B3
C C1 C2 C3
D D1 D2 D3
E E1 E2 E3
Keterangan : A = lama Fermentasi 0 hari 1 = volume molase rebus 100 mL B = lama Fermentasi 3 hari 2 = volume molase rebus 150 mL C = lama Fermentasi 6 Hari 3 = volume molase rebus 200 mL D = lama Fermentasi 9 hari E = lama Fermentasi 12 hari
Pada penelitian ini molase yang digunakan menggunakan konsentrasi
yang berbeda-beda yaitu 100 ml, 150 ml dan 200 ml, tujuan diberikan
konsentrasi yang berbeda adalah untuk mengetahui efektifitas molase rebus
terhadap proses pembuatan hidrolisat protein tanaman azolla. Kemudian
ditambahkan inokulum khamir laut sebanyak 10 ml. Khamir laut yang digunakan
adalah khamir yang mengalami fase logaritmik karena itu adalah fase
pertumbuhan khamir laut menuju pertumbuhan tertinggi. Tujuan dari
penambahan khamir laut yaitu sebagai starter dalam proses hidrolisis tanaman
azolla. Lalu botol ditutup rapat dan diberi aerasi sebagai suplai oksigen.
Kemudian dilakukan proses fermentasi dan dilakukan pengamatan pada hari ke
0, 3, 6, 9 dan 12, tujuan dari lama fermentasi yang berbeda yaitu untuk
mengetahui tingkat efektifitas fermentasi dalam proses pembuatan hidrolisat
protein tanaman Azolla rebus.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan analisis terhadap hasil fermentasi
hari ke 0, 3, 6, 9 dan hari ke-12. Sebelum dilakukan analisis kandungan nilai gizi
hidrolisat protein tanaman azolla diperas terlebih dahulu menggunaan kain
27
blancu. Tujuan dari dilakukan pemerasan yaitu untuk memisahkan antara cairan
dan endapan pada sampel hidrolisat protein tersebut. Setelah itu, cairan
hidrolisat protein dioven vakum selama ±9 jam dengan suhu 55oC, tujuan dari
dilakukan pengovenan vakum menggunakan suhu 55oC adalah supaya tidak
merusak pada kadar protein dalam hidrolisat protein. Selain itu, kadar air
hidrolisat protein akan turun dan menjadi bentuk pasta. Hal tersebut terjadi
dikarenakan adanya proses evaporasi, dimana pada prinsipnya adalah
menguapkan air yang terdapat pada bahan (larutan pekat) menggunakan vakum
(tanpa ada udara) dengan tekanan tinggi.
Selanjutnya dilakukan analisi kimia antara lain analisis proksimat, pH,
emulsi dan daya buih. Analisis tersebut adalah karakteristik fisik dari hidrolisat
protein. Dari hasil analisa hidrolisat protein terbaik, selanjutnya dilakukan analisis
total asam amino. Prosedur skema kerja pembuatan hidrolisat protein tanaman
azolla dapat dilihat pada Gambar 4.
28
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla
Dicuci hingga bersih
Azolla yang sudah dihaluskan kemudian direbus dengan menggunakan akuades 1:2 (b:v) suhu 60 0C selama 15 menit
Penghalusan dengan menggunakan blender
Ditimbang sebanyak 50 g
Penuangan ke dalam beaker glass
Penghomogenan
Substrat
Penghomogenan lalu dimasukkan ke dalam botol
Fermentasi selama 0, 3, 6, 9, 12 hari pada suhu ruang
Penyaringan dengan kain blancu
Cairan hidrolisat protein tanaman Azolla
Pengeringan dalam oven vakum pada suhu 550C
Penambahan molase rebus 100 ml, 150 ml,
200 ml
Perebusan hingga mendidih
Analisis : 1. Proksimat 2. pH 3. Daya buih 4. Kapasitas
emulsi
Penambahan inokulan khamir laut sebanyak 10 ml
Pemberian aerasi dan penutupan dengan malam
Pasta hidrolisat protein tanaman Azolla
Tanaman Azolla
Molase
Padatan
29
3.4 Pengamatan dan Parameter
3.4.1 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi rendemen, analisa proksimat (kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat), pH, daya
buih, kapasitas emulsi, dan profil asam amino.
3.4.2 Rendemen
Menurut Yunita (2009), rendemen merupakan persentase perbandingan
antara produk yang dihasilkan terhadap bahan bakunya. Purbasari (2008),
mengatakan bahwa rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah
proses dan dinyatakan dalam % (persen). Rendemen produk hidrolisat protein
merupakan persentase banyaknya produk hidrolisat yang dihasilkan terhadap
bahan baku yang digunakan sebelum hidrolisis. Persamaan yang dapat
digunakan untuk menghitung rendemen adalah:
Keterangan : A = Berat akhir hidrolisat (setelah diperas dan dikeringkan) (g)
B = Berat awal sampel setelah pencampuran (g)
3.4.3 Analisis Proksimat
3.4.3.1 Analisis Kadar Air
Menurut Legowo et al., (2007), analisis yang digunakan adalah dengan
cara pengeringan. Metode pengeringan dengan oven didasarkan atas prinsip
perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengeringan.
Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar
air bahan. Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven dengan
suhu 100-1050C sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dengan bobot
akhir dihitung sebagai kadar air. Prosedur dan perhitungan kadar air metode
pengeringan oven adalah sebagai berikut:
30
Siapkan cawan porselin yang telah diberi kode sesuai kode sampel,
kemudian panaskan dalam oven dengan suhu 100-1050C selama ± 24 jam.
Ambil cawan porselin, masukkan dalam desikator ± 15 menit, kemudian
cawan ditimbang.
Timbang sampel sebanyak 5 g dalam cawan porselin yang telah diketahui
beratnya.
Keringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 4-6 jam. Ditimbang,
dioven kembali dan ditimbang hingga konstan. Bobot dianggap konstan
apabila selisih penimbangan tidak melebihi 0,2 mg.
Masukkan dalam desikator ± 15 menit, dilanjutkan dengan penimbangan.
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Dimana : A : berat botol timbang B : berat sampel C : berat akhir (botol timbang + sampel) yang telah dikeringkan. 3.4.3.2 Analisis Kadar Lemak
Menurut Sudarmadji et al., (1989), analisis kadar lemak meggunakan
metode goldfisch. Metode goldfisch adalah metode yang digunakan untuk
ekstraksi lemak, dimana labu ekstraksi dirancang supaya pelarut melewati
sampel tanpa merendam sampel. Prinsip metode goldfisch adalah sampel yang
telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam thimble kemudian dipasang dalam
tabung penyangga yang berlubang pada bagian bawah. Pelarut diletakkan dalam
gelas piala yang terdapat di bawah tabung penyangga. Saat dipanaskan, pelarut
naik dan dinginkan oleh kondensor sehingga terdapat embun dan menetes pada
sampel, sehingga bahan dibasahi oleh pelarut dan lemak terekstraksi yang
31
kemudian akan tertampung dalam gelas piala kembali. Prosedur dan perhitungan
analisis kadar lemak adalah sebagai berikut:
- Penimbangan sampel sebanyak 5 g.
- Peletakan dalam oven dengan suhu 105°C selama 24 jam.
- Peletakan kertas saring dan tali kedalam oven bersamaan dengan sampel.
- Peletakan kertas saring dan tali kedalam desikator dan penimbangan
sampel sebanyak 2 g.
- Penimbangan berat kertas saring dan tali menggunakan timbangan analitik
- Pembungkusan sampel dengan kertas saring.
- Pasanglah sampel pada sampel tube, yakni gelas penyangga yang bagian
bawahnya terbuka tepat di bawah kondensor alat destilasi Goldfisch.
- Dimasukkan pelarut petroleum eter secukupnya ke dalam gelas piala.
- Pasanglah gelas piala berisi pelarut pada kondensor sampai tepat, dan tak
dapat diputar lagi.
- Hidupkan aliran air pendingin dan kondensor.
- Naikkan pemanas listrik sampai menyentuh bagian bawah gelas piala dan
nyalakan pemanas listriknya.
- Proses ekstraksi 3-4 jam.
- Setelah selesai ekstraksi, pemanas dimatikan dan diturunkan. Setelah
sekiranya tidak ada tetesan pelarut, diambil thimble dan sisa dalam gelas
penyangga.
- Kemudian residu dikeringkan dalam oven 1050C sampai berat konstan.
Berat residu ini dinyatakan sebagai minyak atau lemak yang ada pada
bahan.
- Pendinginan sampel dalam desikator.
32
- Kadar emak dapat dihitung dengan rumus:
3.4.3.3 Analisis Kadar Protein
Menurut Sudarmaji et al., (2003), pada prinsipnya penentuan kadar
protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Dimana dengan cara menghitung
presentase Nitrogen (N) terlarut yang terkandung oleh suatu bahan pangan.
Prosedur penentuan kadar protein dengan metode Kjedahl sebagai berikut:
- Diambil bahan yang telah dihaluskan sebanyak 0,5 g dan dimasukkan
kedalam labu kjedahl.
- Ditambah 15 ml H2SO4 pekat dan 2 g tablet kjeldahl sebagai katalisator.
- Dipanaskan dalam ruang asam selama 2-3 jam pada suhu 3700C sampai
jernih kehijauan.
- Setelah dingin ditambahkan akuades 100 ml dan 50 ml NaOH.
- Dilakukan destilasi dan menampung destilasi dalam enlemeyer yang telah
diberi 50 ml H3BO3 dan 1 tetes indikator MO (Metyl Orange).
- Destilasi berakhir dan dilakukan titrasi dengan larutan H2SO4 0,3 N hingga
warna merah muda tidak pudar.
- Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:
3.4.3.4 Analisis Kadar Abu
Menurut Sudarmadji et al., (1989) analisis kadar abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Prinsip analisis kadar abu
adalah mengoksidasi zat organik pada suhu tinggi sekitas suhu 500-600oC
33
kemudian melakukan penimbangan zat yang masih tertinggal setelah proses
pembakaran.
Prosedur dan perhitungan analisis kadar abu adalah sebagai berikut:
- Dimasukkan kurs porselin kedalam oven selama 12 jam pada suhu 100-
1050C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air
dan ditimbang beratnya.
- Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam kurs porselin yang
sudah dioven.
- Sampel dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap.
- Dilakukan pengabuan sampel didalam muffle dengan suhu 6000C sampai
pengabuan sempurna. Lama pengabuan berbeda-beda dan berkisar antara
2-8 jam.
- Sampel yang sudah menjadi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
- Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
3.4.3.5 Analisis Karbohidrat
Menurut Winarno (2004), prinsip penentuan kadar karbohidrat dapat
diketahui dengan cara menghitung selisih % total kadar air, kadar lemak, kadar
abu dan kadar protein atau dengan cara perhitungan Carbohydrate by
Difference.
3.4.4 Nilai pH
Menurut Sudarmadji et al., (1989), penetapan nilai pH dilakukan setelah
pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan dengan
akuades perbandingan 1:10 (v:v), lalu dihomogenkan. Setelah itu, elektroda
34
dibilas dengan menggunakan akuades dan dikeringkan. Elektroda dicelupkan ke
dalam larutan sampel dan pengukuran pH dapat di set. Elektroda dibiarkan
tercelup beberapa saat sampai diperoleh nilai pH yang stabil dan kemudian
dicatat nilai pH sampel yang didapat.
3.4.5 Kapasitas Emulsi
Menurut Rieuwpassa et al., (2013), kapasitas emulsi yang baik bila bahan
dapat menyerap air dan minyak secara seimbang. Prinsip dari kapasitas emulsi
protein bergantung pada keseimbangan ikatan hidrofilik dan lipofilik. Kapasitas
emulsi diukur dengan cara 5 g sampel ditambahkan dengan 20 ml akuades dan
20 ml minyak jagung, kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Lalu disentrifus
dengan kecepatan 7500 rpm selama 5 menit. Budy (2014) menyatakan prinsip
dari kapasitas emulsi pada protein bergantung pada keseimbangan ikatan
hidrofilik dan lipofilik.
Prosedur pengujian kapasitas emulsi adalah sebagai berikut:
- Timbang sampel sebanyak 1 g.
- Tambahkan 5 ml akuades dan 5 ml minyak jagung.
- Homogenkan selama 1 menit dan disentrifus dengan kecepatan 7500 rpm
selama 5 menit.
- Kapasitas emulsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
3.4.6 Daya Buih
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk
bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan
buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam
bobot, volume atau derajat pencairan buih (Simon, 2014). Budy (2014)
35
menyatakan prinsip dari daya buih yaitu kekuatan protein dalam memerangkap
gas, dimana kapasitas buih bergantung pada fleksibilitas molekul dan sifat fisiko
kimia protein.
Prosedur Pengujian daya buih adalah sebagai berikut:
- Timbang sampel sebanyak 1 g lalu dimasukkan kedalam cuvet.
- Tambahkan 10 ml akuades.
- Pengukuran tinggi awal pada cuvet yang berisi sampel dan akuades.
- Dihomogenkan dengan cara dikocok selama 1 menit.
- Pengukuran tinggi buih yang terbentuk pada cuvet.
Rumus perhitungan daya buih adalah sebagai berikut:
36
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
4.1.1 Penentuan Fase Logaritmik
Fase logaritmik adalah fase meningkatnya aktivitas pertumbuhan sel
khamir laut, sehingga pada fase ini sel khamir laut mengalami pertumbuhan
populasi yang maksimum. Peningkatan aktivitas ini biasanya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: sifat mikoorganisme, kandungan nutrisi pada media
kultur, kandungan oksigen, suhu, dan lain-lain. Penentuan fase logaritmik
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap tingkat kepadatan sel
khamir laut dengan menggunakan hemocytometer dan mikroskop. Berikut ini
adalah sel-sel khamir laut yang telah mengalami pertumbuhan dan pembelahan
selama waktu pengamatan yang telah dilakukan setiap 12 jam sekali. Hasil
pengamatan pertumbuhan sel khamir laut ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pertumbuhan Sel Khamir Laut dengan Pengamatan Setiap 12 Jam Sekali Selama 108 Jam
y = -0,0314x2 + 0,3958x + 9,8425 R² = 0,8511
10
10,2
10,4
10,6
10,8
11
11,2
11,4
11,6
11,8
12
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108
Jum
lah
sel /
ml
Waktu (Jam)
37
Pada Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan khamir laut dimulai dari fase
lag sampai fase menuju kematian. Dimana fase lag terjadi pada jam ke-0 sampai
jam ke-12 yang ditandai dengan pertumbuhan yang berjalan secara lambat.
Gambar juga menunjukkan bahwa bentuk dari sel khamir laut yaitu bulat oval
dan terdapat tonjolan berukuran kecil yang menempel disampingnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sedang mengalami pertunasan. Menurut Kabinawa
(2006), pada fase lag (adaptasi) inokulum yang baru ditransfer kedalam medium
pengulturan mengalami proses penyesuaian diri (adaptasi) terhadap medium
pertumbuhannya. Proses ini berjalan sekitar 10 jam setelah diinokulasi.
Selanjutnya, fase logaritmik terjadi jam ke-72, ditandai dengan peningkatan
maksimal sel khamir laut menjadi semakin tinggi dikarenakan banyaknya sel
khamir laut yang tumbuh dan melakukan pembelahan diri secara cepat. Fase
logaritmik merupakan saat yang tepat untuk mentransfer inokulum (biak)
kedalam medium pertumbuhan yang baru.
Tingkat pertumbuhan sel khamir laut tertinggi terjadi pada jam ke-72,
dapat dilihat dari hasil pengamatan dengan menggunakan hemocytometer
melalui mikroskop. Hasil pengamatan tingkat kepadatan sel khamir laut pada jam
ke-0 sampai jam ke-108 melalui mikroskop dengan pembesaran 1000x dapat
dilihat pada Gambar 6.
38
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g) (h) (i)
(j)
Gambar 6. Foto Pengamatan Sel Khamir Laut dengan Perbesaran 1000x. Pada jam ke-0 (a), jam ke-12 (b), jam ke-24 (c), jam ke-36 (d), jam ke-48 (e), jam ke-60 (f), jam ke-72 (g), jam ke-84 (h), jam ke-96 (i), jam ke-108 (j).
Pada Gambar 6 tampak bahwa sel khamir laut ada yang berbentuk oval,
bulat, dan menyerupai garis lurus. Beberapa sel khamir laut terlihat seperti
bulatan kecil. Bulatan kecil tersebut nantinya akan tumbuh besar dan berbentuk
menyerupai gelembung. Bulatan kecil ini disebut konodia. Konodia menunjukkan
39
bahwa sel khamir laut sedang mengalami pembelahan. Bentuk sel khamir
bermacam-macam yaitu bulat, oval, silinder, dan bulat panjang. Khamir adalah
mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran 5 sampai 20 mikron. Dalam kultur
yang sama, ukuran dan bentuk khamir laut mungkin berbeda karena adanya
pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan khamir laut
(Fardiaz, 1989).
Pada Gambar 6, tampak bahwa pada jam ke-24 sampai jam ke-96 sel
khamir laut sedang melakukan pembelahan diri. Proses pembelahan sel khamir
laut terjadi secara aseksual dengan cara membentuk tunas. Dari proses
pertumbuhan sel khamir laut, pada jam ke-72 merupakan fase yang memiliki
jumlah populasi tertinggi yang ditandai dengan semakin banyaknya konidia dan
siap melakukan proses pelepasan. Oleh karena itu, fase ini disebut dengan fase
logaritmik, dimana pada pada jam ke-72 sel khamir laut mengalami pertumbuhan
dengan cepat dan konstan. Pada fase ini, kecepatan pertumbuhan khamir sangat
dipengaruhi oleh media pertumbuhan seperti pH dan kandungan nutrisi, juga
kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara (Yuliana, 2008).
Perkembangbiakan khamir dapat dilakukan dengan cara membentuk tunas
(budding), membelah diri (fission), atau membentuk askospora.
Pada Gambar 6, tampak bahwa pada jam ke-84 hingga jam ke-96,
pertumbuhan sel khamir laut mulai mengalami penurunan. Dalam hal ini, jumlah
populasi sel khamir laut semakin berkurang disebabkan karena sel khamir laut
yang terus mengalami pertumbuhan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah nutrisi
yang tersedia hingga pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan sel khamir laut
menjadi menurun. Fase ini disebut dengan fase stasioner atau fase menuju
kematian. Pada fase stasioner, pertumbuhan sel inokulum konstan. Kematian sel
dapat disebabkan oleh habisnya jumlah nutrisi yang ada atau terjadinya
40
penimbunan dari senyawa hasil metabolisme yang mengandung racun bagi
pertumbuhan sel (Kabinawa, 2006).
4.1.2 Penentuan Volume Molase Rebus dan Waktu Fermentasi
Penentuan volume molase rebus dan lama fermentasi ini bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi terbaik yang selanjutnya digunakan sebagai landasan
untuk melakukan penelitian utama. Pada penentuan volume molase rebus dan
lama fermentasi, dilakukan dalam tiga kali percobaan dengan bahan baku Azolla
pinnata sebanyak 50 g. Pada percobaan pertama yaitu volume molase rebus
sebanyak 50 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml. Pada percobaan kedua
yaitu volume molase rebus sebanyak 50 ml, 100 ml, dan 150 ml dengan khamir
laut sebanyak 2,5 ml. Pada percobaan ketiga yaitu volume molase rebus
sebanyak 100 ml, 150 ml, dan 200 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml.
Pada percobaan pertama yaitu menggunakan volume molase rebus
sebanyak 50 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml, didapatkan hasil sampel
mengalami pembusukan setelah proses fermentasi berjalan selama 5 hari
dengan ciri-ciri berwarna cokelat pekat, berjamur dan berbau agak busuk. Hal ini
terjadi karena volume molase yang digunakan sedikit, sehingga tidak cukup
untuk digunakan sebagai media pertumbuhan substrat khamir laut yang
menyebabkan sampel yang dihasilkan menjadi padat kering dan sulit untuk
melakukan proses aerasi yang menyebabkan suplai oksigen dan proses agitasi
tidak dapat berjalan dengan baik. Menurut Juwita (2012), aerasi merupakan
faktor yang penting untuk pertumbuhan sel. Oksigen digunakan memecah
sumber karbon yang dapat menghasilkan energi untuk proses metabolisme dan
pertumbuhan sel.
Pada percobaan kedua yaitu menggunakan volume molase rebus
sebanyak 50 ml, 100 ml, dan 150 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml. Dari
41
percobaan kedua didapatkan hasil yaitu sampel dengan volume molase rebus
sebanyak 50 ml mengalami penurunan kadar cairan sehingga menjadi agak
kering setelah difermentasi selama 6 hari dengan ciri-ciri warna coklat pekat dan
bau agak busuk. Hal ini terjadi karena volume molase rebus yang digunakan
hanya sedikit sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung hingga waktu
yang ditentukan. Pada sampel dengan volume molase rebus sebanyak 100 ml
dan 150 ml dapat melakukan proses fermentasi selama 12 hari dengan ciri-ciri
berbau khas fermentasi, berwarna coklat segar dan volume cairan berkurang
tetapi tidak sampai habis. Menurut Budy (2014), Hal ini terjadi dimungkinkan
karena selama fermentasi berlangsung akan menghasilkan asam-asam dan
karbondioksida yang sifatnya mudah menguap sehingga dapat keluar melalui
selang pembuangan dan cairan yang terdapat pada sampel akan berkurang.
Pada percobaan ketiga yaitu menggunakan volume molase rebus
sebanyak 100 ml, 150 ml, dan 200 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml,
semua proses fermentasi dapat berjalan dengan baik dan dapat bertahan sampai
hari ke-12 dengan ciri-ciri produk yang dihasilkan berwarna coklat segar,
beraroma khas fermentasi, dan cairan masih ada. Oleh karena itu, pada
penelitian utama bahan baku Azolla pinnata yang digunakan sebanyak 50 g
dengan volume molase rebus 100 ml, 150 ml, dan 200 ml. Sedangkan lama
fermentasi yang digunakan dalam penelitian utama yaitu 3, 6, 9, dan 12 hari.
4.1.3 Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Azolla
pinnata segar. Bahan baku didapat dari area persawahan di Desa Tegalgondo
Kecamatan Karangploso, Malang, Jawa Timur. Selanjutnya Azolla pinnata segar
direbus dan dilakukan analisis proksimat di Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Hasil
42
analisis proksimat Azolla pinnata rebus dapat dilihat pada Lampiran 29. Tujuan
dari analisis kimia ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi Azolla pinnata
rebus. Hasil analisis kimia Azolla pinnata rebus dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus
Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya (2016)
4.2 Penelitian Utama
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, perlakuan
yang digunakan pada proses pembuatan hidrolisat protein Azolla pinnata rebus
yaitu penambahan volume molase rebus sebanyak 100 ml, 150 ml, 200 ml dan
lama fermentasi yang digunakan yaitu 3, hari, 6 hari, 9 hari, dan 12 hari.
Inokulum khamir laut pada fase logaritmik yang digunakan yaitu sebanyak 2,5 ml.
Produk hidrolisat protein Azolla pinnata rebus pada penelitian ini yaitu berbentuk
pasta yang bertujuan untuk mempermudah proses analisis dan penyimpanan
produk. Melihat kemungkinan pemakaian hidrolisat protein Azolla pinnata rebus
sebagai suplemen pakan maka hasil dari penelitian utama akan dilakukan
analisis yang meliputi rendemen, analisis proksimat, pH, daya buih dan kapasitas
emulsi pada perlakuan terbaik.
Parameter Azolla pinnata Rebus Kadar Air (%) 94,91 Kadar Abu (%) 0,50 Kadar Lemak (%) 2,51 Kadar Protein (%) 1,39 Kadar Karbohidrat (%) 0,69
43
4.2.1 Rendemen Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
4.2.1.1 Rendemen Cairan
Data pengamatan dan analisis data rendemen cairan hidrolisat protein
Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda
dapat dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata rendemen cairan hidrolisat protein
Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Rata-rata Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin lama proses fermentasi
maka akan mengakibatkan rendemen cairan hidrolisat protein Azolla pinnata
rebus semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena semakin lama proses
metabolisme khamir laut pada proses fermentasi maka semakin banyak
kandungan air dan nutrisi lainnya yang digunakan oleh khamir laut untuk
menghasilkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisis protein dan lemak pada
substrat. Menurut Budy (2014), aktivitas hidrolisis yang tinggi menyebabkan
terurainya protein menjadi asam amino yang kemudian berubah menjadi H2O,
CO2, dan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen (NH3, skatol, indol,
kadaverin, dan putresin). Semakin lama proses fermentasi maka akan berpotensi
90,4
2194
3
83,2
6244
9
78,6
5758
4
65,7
3073
8
91,8
1103
4
86,5
0116
0
79,1
8861
1
72,7
6595
9
91,9
8254
7
89,4
9719
1
83,8
7980
6
80,8
3649
8 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
100
3 Hari 6 Hari 9 Hari 12 Hari
Ren
dem
en C
aira
n (%
)
Lama Fermentasi (Hari)
Molase 100 ml
Molase 150 ml
Molase 200 ml
44
terjadinya penguapan senyawa-senyawa volatil sehingga nilai rendemen cairan
akan mengalami penurunan.
Pada perhitungan statistik didapatkan hasil sebagai berikut, untuk
perlakuan volume molase 100 ml, 150 ml, dan 200 ml yaitu sangat berbeda
nyata terhadap rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus. Pada perlakuan
lama fermentasi yang berbeda juga didapatkan sangat berbeda nyata terhadap
nilai rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus. Data hasil perhitungan
rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus dapat dilihat pada lampiran 9.
4.2.1.2 Rendemen Pasta
Data pengamatan dan analisis data rendemen pasta hidrolisat protein
Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda
dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata rendemen pasta hidrolisat protein
Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus
Pada Gambar 8 menunjukkan semakin lama proses fermentasi akan
mengakibatkan rendemen pasta hidrolisat protein Azolla pinnata rebus menjadi
semakin