81
i PENGARUH VOLUME MOLASE REBUS DAN LAMA FERMENTASI HIDROLISAT PROTEIN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) REBUS DENGAN STARTER KHAMIR LAUT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh : ACHMAD FAWZY NIM. 115080300111063 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Laporan Skripsi Achmad Fawzy 115080300111063 Teknologi ...repository.ub.ac.id/11571/1/Achmad Fawzy.pdf · skripsi program studi teknologi industri hasil perikanan jurusan manajemen

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PENGARUH VOLUME MOLASE REBUS DAN LAMA FERMENTASI

    HIDROLISAT PROTEIN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) REBUS DENGAN STARTER KHAMIR LAUT

    SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Oleh : ACHMAD FAWZY

    NIM. 115080300111063

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • ii

    PENGARUH VOLUME MOLASE REBUS DAN LAMA FERMENTASI HIDROLISAT PROTEIN TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) REBUS

    DENGAN STARTER KHAMIR LAUT

    SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya

    Oleh : ACHMAD FAWZY

    NIM. 115080300111063

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • iii

  • iv

    PERNYATAAN ORISINILITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya

    juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

    orang lain kecuali yang tertulis oleh naskah ini dan disebut dengan daftar

    pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

    penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, 8 Mei 2017

    Mahasiswa

    Achmad Fawzy

    NIM. 115080300111063

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

    dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

    dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Penulis menyampaikan ucapan

    terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Moh. Artamo (Ayah), Hosmiati (Ibu), dan Julian Rizqi (Adik), serta

    2. Prof. Ir. Sukoso, M.Sc. Ph. D selaku Dosen Pembimbing I yang telah

    banyak memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini,

    memberikan kultur khamir laut serta molase yang sangat membantu

    dalam penelitian saya.

    3. Dr. Ir. Yahya, MP selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

    pengetahuan dan membimbing saya dengan sabar hingga saya dapat

    memahami materi penelitian saya.

    4. Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, MS dan Hefti Salis Yufidasari, S.Pi, MP

    selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan ilmu, kritik, dan

    saran dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Teman-teman THP 2011 yang telah memberikan masukan, semangat,

    dukungan, tukar pikiran dan pengalaman.

    6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam

    menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

    Malang, 8 Mei 2017

    Penulis

  • vi

    RINGKASAN

    ACHMAD FAWZY, (115080300111063). Pengaruh Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi Hidrolisat Protein Tanaman Azolla (Azolla Pinnata) Rebus dengan Starter Khamir Laut (di bawah bimbingan Prof. Ir. Sukoso, M.Sc. Ph.D dan Dr. Ir. Yahya, MP). Bakso Ikan merupakan salah satu bentuk diversivikasi olahan hasil perikanan. Bakso adalah makanan yang sangat digemari baik dari kalangan menengah ke bawah sampai menengah ke atas sebagai makanan kecil, maupun makan besar dengan demikian bakso berpotensi untuk dikembangkan keanekaragamannya. Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yang bermanfaat bagi tubuh, serta kandungan asam lemak tak jenuhnya yang bermanfaat mengurangi kadar kolesterol dan sangat baik untuk kesehatan. Salah satu yang harus sangat diperhatikan dalam memilih produk bakso ikan dipasaran adalah dengan memilih kualitas bakso ikan yang sesuai standart SNI. Oleh karena itu penelitian ini berhubungan dengan pengujian kualitas Bakso ikan yang beredar di Pasar Modern Kota Malang.

    Maksud atau tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kualitas dari bakso ikan dari berbagai merk yang beredar di Pasar Modern Kota Malang. Karena kualitas dari berbagai merk bakso ikan yang beredar di pasar, terutama pasar modern belum tentu sesuai dengan standar SNI. Karena pada zaman sekarang ini produsen lebih mementingkan keuntungan sendiri dari pada kesehatan dan pasti konsumen yang akan dirugikan. Sedangkan konsumen sendiri berfikir kalau produk yang ada di pasar Modern itu semuanya berkualitas karena telah mendapat penyeleksian yang ketat. Tetapi kenyataannya belum ada suatu data atau penelitian valid yang menyatakan tentang kualitas dari bakso ikan yang beredar di Pasar Modern khususnya kota Malang kalau benar berkualitas dan sesuai standar.

    Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan menggunakan metode penarikan sampel yaitu kuota sampling. Karena disesuaikan dengan jumlah sampel yang ingin diteliti dan juga karena peneliti tidak mengetahui berapa jumlah anggota populasi secara pasti. Terdapat variable bebas dan variable terikat dalam penelitian ini. Variabel bebas pada penelitian ini adalah bakso ikan dari berbagai merk yang terdapat di Pasar Modern Kota Malang yaitu merk bakso Ikan Kusno, Bumifood, Bernardi, Seafoodking, Champ dan Shifudo. Sedangkan variabel terikat dari penelitian ini ialah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat dan tingkat kekenyalan.

    Dari survei yang dilakukan terdapat 6 merk bakso ikan yang beredar di pasar modern Kota Malang. Pembelian bakso ikan dari merk yang berbeda bertujuan untuk mengetahui kualitas dari setiap produk yang beredar dengan dilihat dari analisi parameter kadar air, potein, lemak, abu, karbohirat dan uji tingkat kekenyalan. Dari setiap produk yang beredar tidak akan sama kualitasnya, karena formulasi dan proses pengolahan dari merk yang berbeda akan berbeda juga. Kemudian setiap sampel produk dari berbagai merk yang dibeli dari pasar modern dilakukan uji proksimat dan uji tingkat kekenyalan

    Analisa data yang digunakan data penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana dan tiga kali ulangan. Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan 3 kali ulangan. Semakin banyak ulangan data yang diperoleh akan semakin akurat. Selanjutnya di lakukan pengujian dengan analisa kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat dan uji tingkat kekenyalan.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan

    rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan laporan skripsi yang berjudul

    Pengaruh Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi Hidrolisat Protein

    Tanaman Azolla (Azolla Pinnata) Rebus dengan Starter Khamir Laut

    tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi pertumbuhan khamir

    laut, volume molase, dan lama fermentasi, serta kualitas hidrolisat protein Azolla

    pinnata rebus yang dihasilkan dari proses hidrolisis khamir laut dengan

    menggunakan volume molase dan lama fermentasi yang berbeda.

    Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

    dalam menyusun laporan skripsi ini, walaupun telah dikerahkan segala

    kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan.

    Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

    membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

    Malang, 8 Mei 2017

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL. ....................................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii

    PERNYATAAN ORISINALITAS. ................................................................... iv

    UCAPAN TERIMA KASIH. ............................................................................ v

    RINGKASAN. ................................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR. ..................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

    1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 1.4 Hipotesis ............................................................................................. 4 1.5 Kegunaan Penelitian............................................................................ 5 1.6 Tempat dan Waktu Peneltian ............................................................. 5

    2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Azolla ................................................................................... 6 2.2 Fermentasi ........................................................................................... 8 2.3 Khamir Laut ......................................................................................... 9 2.4 Molase ................................................................................................. 13 2.5 Perebusan ........................................................................................... 15 2.6 Hidrolisat Protein Ikan .......................................................................... 16

    3. METODE PENELITIAN .......................................... 19

    3.1.1 Bahan Penelitian ......................................................................... 19 3.1.2 Alat Penelitian ............................................................................. 19

    3. ............................... 20 3.2.1 Metode ........................................................................................ 20 3.2.2 Variabel ....................................................................................... 21 3.2.3 Rancangan Percobaan ............................................................... 21

    3.3 ........................................ 22 3.3.1 Prosedur Pembuatan Kultur Khamir ........................................... 22

  • ix

    3.3.2 Prosedur Penentuan Fase Log Khamir Laut ............................... 23 3.3.3 Prosedur Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla ........... 25

    3.4 Pengamatan dan P .............. 29 3.4.1 Pengamatan ................................................................................ 29 3.4.2 Rendemen .................................................................................. 29 3.4.3 Analisis Proksimat ....................................................................... 29

    3.4.3.1 Analisis Kadar Air ........................................................... 29 3.4.3.2 Analisis Kadar Lemak ..................................................... 30 3.4.3.3 Analisis Kadar Protein ..................................................... 32 3.4.3.4 Analisis Kadar Abu ......................................................... 32 3.4.3.5 Analisis Kadar Karbohidrat .............................................. 33

    3.4.4 Nilai pH ....................................................................................... 33 3.4.5 Kapasitas Emulsi ........................................................................ 34 3.4.6 Daya Buih ................................................................................... 34

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan ....................................................................... 36

    4.1.1 Penentuan Fase Logaritmik ........................................................ 36 4.1.2 Penentuan Volume Molase Rebus dan Waktu Fermentasi ........ 40 4.1.3 Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus ...................................... 41

    4.2 Penelitian Utama ................................................................................. 42 4.2.1 Rendemen Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ................... 43 4.2.1.1 Rendemen Cairan ........................................................... 43 4.2.1.2 Rendemen Pasta ............................................................ 44 4.2.2 Analisis Proksimat Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 45 4.2.2.1 Kadar Air ......................................................................... 45 4.2.2.2 Kadar Abu ....................................................................... 47 4.2.2.3 Kadar Lemak ................................................................... 49 4.2.2.4 Kadar Protein .................................................................. 50 4.2.2.5 Kadar Karbohidrat ........................................................... 52 4.2.3 Analisis pH .................................................................................. 54 4.2.4 Analisis Daya Buih ...................................................................... 56 4.2.5 Analisis Kapasitas Emulsi ........................................................... 57

    4.3 Perlakuan Terbaik ................................................................................ 59

    5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 61 5.2 Saran ................................................................................................... 61

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering ........................ 7 2. Komposisi Kimia Khamir Laut .................................................................. 11 3. Komposisi Kimia Molase .......................................................................... 14 4. Model Rancangan Penelitian ................................................................... 22 5. Tabel berbagai perlakuan pada penelitian ............................................... 26 6. Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus .................................................... 42 7. Selisih Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 46 8. Selisih Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan dengan Kontrol Awal Fermentasi ....................................... 48 9. Selisih Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 49 10. Selisih Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 51 11. Selisih Kadar Karbohidrat Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus dibandingkan dengan Kontrol Awal Fermentasi ............................ 53 12. Selisih pH Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 55 13. Selisih Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi .................................................... 56 14. Selisih Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus dibandingkan Kontrol Awal Fermentasi ......................................... 58 15. Komposisi Kimia Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ............. 60

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Tanaman Azolla (Azolla pinnata).............................................................. 7 2. Khamir Laut .............................................................................................. 9 3. Proses Pengenceran Bertingkat Khamir Laut .......................................... 24 4. Diagram Alir Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla ................... 28 5. Pertumbuhan Sel Khamir Laut dengan Pengamatan Setiap 12 Jam

    Sekali Selama 108 Jam ............................................................................ 36 6. Foto Pengamatan Sel Khamir Laut dengan Perbesaran 1000x ............... 38 7. Rata-rata Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ..... 43 8. Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ...................... 44 9. Rata-rata Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ......... 46 10. Rata-rata Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 47 11. Rata-rata Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus ....................................................................................................... 49 12. Rata-rata Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus ....................................................................................................... 51 13. Rata-rata Kadar Karbohidrat Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus ....................................................................................................... 53 14. Rata-rata pH Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ................... 54 15. Rata-rata Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus ....... 56 16. Rata-rata Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata

    Rebus ....................................................................................................... 58

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Perhitungan dalam Kultur Khamir Laut .................................................... 70 2. Diagram Alir Pembuatan Kultur Khamir Laut ............................................ 71 3. Perhitungan Pembuatan Media Pengenceran Khamir Laut ..................... 72 4. Diagram Alir Pembuatan Media Pengenceran Khamir Laut ..................... 73 5. Data Kepadatan Sel Khamir Laut ............................................................. 74 6. Jumlah Kepadatan Sel Khamir Laut Saat Dilakukan Pengenceran ......... 75 7. Data Pengamatan Pada Penelitian Pendahuluan .................................... 77 8. Hasil Analisis Nilai Rendemen dan Kandungan Nutrisi Kontrol

    Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ............................................ 80

    9. Data Pengamatan dan Analisis Data Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ....................................................... 81

    10. Data Pengamatan dan Analisis Data Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 83

    11. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Air Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 85

    12. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Abu Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 87

    13. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Lemak Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 89

    14. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Protein Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 91

    15. Data Pengamatan dan Analisis Data Kadar Karbohidrat Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 93

    16. Data Pengamatan dan Analisis Data pH Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 95

    17. Data Pengamatan dan Analisis Data Daya Buih Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda ........................................................................ 97

    18. Data Pengamatan dan Analisis Data Kapasitas Emulsi Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus dengan Volume Molase Rebus dan Lama Fermentasi yang Berbeda .............................................................. 99

    19. Dokumentasi Pembuatan Kultur Khamir Laut .......................................... 101 20. Dokumentasi Pengamatan Kepadatan Khamir Laut ................................ 103 21. Dokumentasi Pembuatan Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla

    Rebus ....................................................................................................... 104 22. Dokumentasi Analisis Kadar Air Pasta Hidrolisat Protein Tanaman

    Azolla Rebus ............................................................................................ 106

  • xiii

    23. Dokumentasi Analisis Kadar Lemak Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 107

    24. Dokumentasi Analisis Kadar Protein Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 109

    25. Dokumentasi Analisis Kadar Abu Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................................. 110

    26. Dokumentasi Analisis pH Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus ......................................................................................................... 111

    27. Dokumentasi Analisis Kapasitas Emulsi Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................. 112

    28. Dokumentasi Analisis Daya Buih Pasta Hidrolisat Protein Tanaman Azolla Rebus .............................................................................................. 113

    29. Hasil Analisa Proksimat Tanaman Azolla Rebus ....................................... 114 30. Hasil Analisa Kadar Protein Hidrolisat Protein Tanaman Azolla

    Rebus Terbaik ............................................................................................ 115

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Azolla pinnata adalah sejenis tanaman paku air yang tumbuh di sawah

    atau kolam di daerah tropis yang bernilai gizi tinggi. Tanaman azolla potensial

    digunakan sebagai pakan karena banyak terdapat di perairan tenang seperti

    danau, kolam, rawa dan persawahan. Pertumbuhan azolla dalam waktu 3-4 hari

    dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat segar (Haetami dan

    Sastrawibawa, 2005). Lumpkin dan Plucknet (1982) menyatakan kandungan

    protein pada Azolla sp. sebesar 23,42% berat kering dengan komposisi asam

    amino esensial yang lengkap. Kandungan protein yang tinggi dari tanaman azolla

    belum dapat menggambarkan secara pasti nilai gizi yang sebenarnya. Sebagai

    salah satu diversifikasi produk untuk mengolah azolla adalah dengan

    mengolahnya menjadi hidrolisat protein.

    Hidrolisat protein merupakan protein yang mengalami degradasi hidrolitik

    dengan asam, basa, atau enzim proteolitik. Hasilnya berupa asam amino dan

    peptida (Purbasari, 2008). Hidrolisis secara enzimatis lebih dipilih karena efisien,

    murah, menghasilkan hidrolisat protein ikan tanpa kehilangan asam amino

    esensial. Reaksi hidrolisis ini akan menghasilkan hidrolisat protein yang

    berkualitas karena pH, kondisi suhu, dan waktu hidrolisis yang dapat terkontrol.

    Penggunaan enzim didalam menghidrolisis protein dianggap paling aman dan

    menguntungkan karena dapat berlangsung secara spesifik sehingga

    dimungkinkan dapat mempengaruhi pembentukan peptida dan asam-asam

    amino (Nurhayati et al., 2014). Pembuatan hidrolisat protein dengan

    menggunakan enzim mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara fermentasi.

    Fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks

    menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan

  • 2

    mikroba dalam keadaan terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen yang

    dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk (Sastra, 2008). Lama

    fermentasi yang berbeda dapat menghasilkan hasil hidrolisat yang berbeda

    karena dalam selang waktu tersebut terjadi penguraian senyawa komplek

    menjadi sederhana. Pada proses fermentasi tentunya terdapat mikroorganisme

    yang berperan didalamnya. Pemilihan mikroorganisme harus disesuaikan

    dengan kebutuhan yang akan dihasilkan yakni pembuatan hidrolisat protein.

    Mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi adalah organisme yang

    non patogenik, tidak membutuhkan nutrisi secara spesifik, mudah untuk dikultur,

    dan dominan dalam pertumbuhannya, seperti khamir laut.

    Khamir laut merupakan salah satu jenis khamir yang diisolasi langsung

    dari laut. Merupakan organisme uniseluler dari golongan jamur, bersifat

    kemoorganotrof, bereproduksi seksual dengan spora dan aseksual dengan

    pertunasan atau pembelahan (Kreger, 1984). Khamir laut membutuhkan nutrisi

    untuk kebutuhan hidupnya seperti sumber karbon dan sumber nitrogen. Khamir

    dapat hidup dalam gula sederhana seperti glukosa, atau gula kompleks

    disakarida yaitu sukrosa. Khamir mempunyai reaksi positif terhadap gula

    rafinosa, trehalosa, maltosa, galaktosa, galaktosa, sukrosa, dan negatif pada

    gula laktosa (Ahmad, 2005). Sumber karbon yang biasa digunakan sebagai

    media pertumbuhan khamir laut adalah gula pasir. Molase banyak mengandung

    gula sehingga dapat digunakan sebagai energi dan sumber karbon (Febriani,

    2008).

    Molase merupakan limbah cair hasil samping yang berasal dari

    pembuatan gula tebu yang berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap

    pemisahan kristal gula, molase mengandung gula dengan kadar tinggi yaitu 50-

    60%, sehingga molase dapat digunakan sebagai media fermentasi yang baik

    (Juwita, 2012). Kandungan gula yang tinggi pada molase merupakan sumber

  • 3

    karbon untuk metabolisme dan pertumbuhan mikroba, sehingga dapat

    ditambahkan pada proses fermentasi. Perebusan molase dilakukan, karena

    selain dapat mengurangi kontaminasi dari mikroba juga dapat menguraikan

    molase sukrosa menjadi lebih sederhana sehingga dapat langsung digunakan

    untuk metabolisme khamir laut (Pangesti et al., 2012).

    Sejauh ini belum ada penelitian mengenai khamir laut sebagai starter

    dalam pembuatan hidrolisat protein dari tanaman azolla yang direbus dengan

    cara fermentasi dan penambahan sumber karbon berupa molase rebus, maka

    perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut. Dari paparan yang telah

    dijelaskan maka diperlukan kajian yang membahas tentang pemanfaatan khamir

    laut sebagai biokatalisator dalam pembuatan hidrolisat protein azolla rebus.

    1.2 Rumusan Masalah

    Tanaman azolla memiliki kandungan protein yang cukup besar, namun

    pemanfaatan tanaman azolla selama ini kurang optimal sehingga diperlukan

    adanya diversifikasi dalam pengolahan tanaman azolla, misalnya hidrolisat

    protein tanaman azolla. Adanya pengolahan tanaman azolla menjadi hidrolisat

    protein dengan menggunakan fermentasi berpeluang dalam penyediaan pangan

    yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Pemanfaatan khamir laut yang

    mengandung berbagai enzim (protease) dalam fermentasi berpotensi untuk

    meningkatkan kandungan protein dalam pembuatan hidrolisat protein tanaman

    azolla. Penggunaan volume molase rebus dan lama fermentasi yang tepat

    sangat menentukan kualitas hidrolisat protein tanaman azolla yang akan

    didapatkan. Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

    Bagaimana pengaruh penambahan volume molase rebus yang berbeda

    terhadap karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla?

  • 4

    Bagaimana pengaruh lama fermentasi yang berbeda terhadap

    karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian tentang pengaruh volume molase rebus dan lama

    fermentasi hidrolisat protein tanaman azolla (Azolla pinnata) rebus dengan

    starter khamir laut adalah:

    Untuk mendapatkan volume molase rebus yang tepat terhadap

    karakteristik hidrolisat protein tanaman azolla rebus.

    Untuk mendapatkan lama fermentasi yang tepat terhadap karakteristik

    hidrolisat protein tanaman azolla rebus.

    Untuk mengetahui kandungan protein pada perlakuan terbaik hidrolisat

    protein tanaman azolla rebus.

    1.4 Hipotesis

    Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah:

    Diduga volume molase rebus berpengaruh terhadap kualitas hidrolisat

    protein tanaman azolla rebus.

    Diduga lama fermentasi berpengaruh terhadap kualitas hidrolisat protein

    tanaman azolla rebus.

    Diduga perlakuan terbaik menghasilkan hidrolisat dengan kandungan

    protein yang tinggi.

  • 5

    1.5 Kegunaan penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam

    penggunaan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda dengan starter

    khamir laut terhadap kualitas hidolisat protein tanaman azolla (Azolla pinnata)

    rebus.

    1.6 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Ikan,

    Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan, dan Laboratorium Perekayasaan

    Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pengujian

    Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

    Brawijaya, Malang, pada bulan Januari - November 2016.

  • 6

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Azolla (Azolla pinnata)

    Azolla merupakan jenis tanaman pakuan air yang hidup di lingkungan

    perairan dan mempunyai sebaran yang cukup luas. Tumbuhan ini tumbuh di

    selokan dan air yang menggenang. Azolla berkembang biak secara vegetatif dan

    tumbuh banyak sekali. Reproduksi seksual tidak biasa dilakukan sebagai

    perkembangbiakan. Paku-pakuan biasanya berbentuk hijau kusut pada air yang

    berlebih dapat menjadi kemerahan merupakan akumulasi dari pigmen antosianin

    (Rao, 1993)

    Menurut Sudjana (2014), para ahli taksonomi menggolongkan Azolla

    pinnata sebagai berikut :

    Regnum : Plantae Divisio : Pteridophyta Classis : Pteridopsida Ordo : Salviniales Familia : Salviniaceae Genus : Azolla Species : Azolla pinnata

    Tanaman Azolla memiliki ciri-ciri: batang dan cabang mengapung di air

    dan bercabang yang susunannya saling tumpang tindih. Akar terdapat pada ruas

    cabang permukaan batang dan memiliki rambut-rambut akar dan tudung ruas

    berselubung yang dapat gugur karena usia tua, akar memberi sambungan besar

    terhadap berat basah total tanaman. Setiap daun Azolla terdiri dari helai daun

    bawah dan helai daun atas merupakan daun yang bilobus (bagian atas tebal)

    dan warna hijau mengandung klorofil atas dan bawah yang kontak dengan

    bagian air tipis warna merah muda karena tidak mengandung klorofil. Daun

    azolla selalu bergerombol yang menutupi seluruh permukaan tanaman, helaian

  • 7

    daun bawah sebagian tenggelam dalam air dan sedikit klorofil sedangkan helaian

    daun atas di atas permukaan air mengandung klorofil yang tebal (Hasbi, 2005).

    Gambar 1. Tanaman Azolla (Azolla pinnata)

    Tanaman Azolla merupakan gulma air yang tidak termanfaatkan, tetapi

    memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu 28,12% berat kering

    (Handajani, 2000). Itulah alasan mengapa penelitian ini menggunakan tanaman

    Azolla sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein. Kandungan tanaman

    Azolla dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering

    Unsur Kandungan Abu 10,50 Lemak Kasar 3.0-3,30 Protein Kasar 24-30 Nitrogen 4,5 Fosfor 0,5-0,9 Kalium 2,0-4,5 Pati 6,54 Magnesium 0,5-0,65 Mangan 0,11- 0,16 Zat Besi 0,06-0,26 Gula Terlarut 3,5 Kalsium 0,4-1,0 Serat Kasar 9,1 Klorofil 0,34- 0,55

    Sumber: Maftuchah, (1998)

  • 8

    2.2 Fermentasi

    Fermentasi adalah proses menghasilkan energi dengan perombakan

    senyawa organik. Fermentasi juga dapat diartikan suatu reaksi kimia yang

    membebaskan energi melalui perombakan nutrisi (disimilasi) senyawa-senyawa

    yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Senyawa substrat yang

    merupakan sumber energi diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana

    (Sulistyaningrum, 2008). Fermentasi merupakan salah satu upaya untuk

    mengubah senyawa karbohidrat menjadi etanol dengan bantuan

    mikroorganisme, fermentasi juga dapat dikatakan sebagai sutu proses

    perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun oleh aktivitas

    enzim yang dihasilkan mikroba (Sebayang, 2006).

    Pada proses fermentasi selalu berhubungan dengan lama waktu atau

    lama waktu fermentasi, perbedaan waktu fermentasi dapat menghasilkan

    perbedaan pada pertumbuhan mikroorganisme. Semakin lama waktu fermentasi

    maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh sampai nutrisi

    pada media tersebut habis. Proses pemecahan karbohidrat dipengaruhi oleh

    aktivitas mikroorganisme yang digunakan pada fermentasi (Hidayati et al., 2013).

    Fermentasi hidrolisat protein kepala udang rebus dengan penambahan

    khamir laut dan molase sebagai substrat dilakukan selama 12 hari (Budy, 2014).

    Pada penelitian hidrolisat protein tanaman azolla segar (Azolla pinnata) dengan

    volume molase rebus difermentasi dengan menggunakan waktu 12 hari.

    Pada proses fermentasi terjadi penguraian senyawa dari bahan-bahan

    protein kompleks. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses

    penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa

    kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana,

    dimana protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida

  • 9

    yang akan diurai lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam

    pembentukan cita rasa (Adawyah, 2007).

    2.3 Khamir Laut

    Khamir adalah organisme seluler dari golongan jamur, bersifat

    kemoorganotrof, bereproduksi seksual dengan spora dan aseksual dengan

    pertunasan atau pembelahan (Febriani, 2006). Khamir termasuk fungi, tetapi

    dibedakan dari kapang karena bentuknya yang uniseluler. Reproduksi vegetatif

    pada khamir terutama pada pertunasan, sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan

    berkembang biak dengan cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh

    dengan perkembangan filamen. Khamir berbeda dengan ganggang karena tidak

    dapat melakukan fotosintesis dan berbeda dengan protozoa karena mempunyai

    dinding sel yang kuat, khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya

    lebih besar dan morfologinya berbeda (Pelczar et al., 1978).

    Khamir laut juga termasuk dalam golongan fungi dan dibedakan

    bentuknya uniseluler sebagai sel tunggal. Khamir dapat tumbuh didalam larutan

    yang pekat, seperti gula dan garam serta lebih menyukai suasana asam, serta

    adanya oksigen dilingkungan hidupnya (Baila, 2004). Gambar khamir laut dapat

    dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Khamir Laut

  • 10

    Khamir laut dapat menghasilkan berbagai enzim seperti proteinase,

    amilase, deaminase, sukrose, maltose, fosfolipase, dan fosfatase, sehingga

    dapat berperan dalam pembuatan hidrolisat protein (Sukoso, 2012). Adapun

    kandungan nutrisi, asam amino, asam lemak, dan mineral kultur khamir laut

    dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 11

    Tabel 2. Komposisi Kimia Khamir Laut Kandungan Presentase (%) mg/100gr

    Analisa Proksimat Bahan kering 71,85 -

    Protein 28,29 -

    Lemak 0,34 -

    BETN 4,33 -

    Abu 66,09 -

    Asam amino essensial Arginin 0,206 -

    Histidin 0,262 -

    Isoleucin 0,310 -

    Leucin 0,318 -

    Lisin 0,463 -

    Threonin 0,187 -

    Metionin+sistin 0,773 -

    Valin 0,342 -

    Phenylananin 0,274 -

    Asam lemak Oleat 14,447 -

    Linoleat 7,469 -

    Linolenat 0,875 -

    Stearat 28,726 -

    Laurat 1,842 -

    Palmitat 17,437 -

    P - 2,276

    Cl - 7,452,459

    Zn - 266,241

    Mg 0,09 -

    Sumber: Febriani, 2010

    Kandungan kimia dari khamir laut yaitu dinding sel terdiri dari glukan atau

    selulosa khamir (3-35%), manan (30%), lemak (8,5-13%), protein (6-8%), dan

    kitin (1-2%) dari berat kering sel. Protein pada dinding sel khamir tersebut

  • 12

    jumlahnya relatif konstan. Protein ini juga termasuk dalam enzim protease yang

    dapat memecah substrat (Fardiaz, 1989).

    Peningkatan jumlah massa mikroba pada proses fermentasi dapat

    menyebabkan meningkatnya kandungan protein pada produk fermentasi yang

    merupakan refleksi dari jumlah massas sel. Mikroba dapat menghasilkan enzim

    yang mendegradasis senyawa-senyawa komplek menjadi lebih sederhana serta

    mensintesis protein. Khamir laut dapat meningkatkan kandungan protein yang

    ada didalam bahan dengan adanya aktifitas enzimatis dari enzim protease, serta

    dengan lamanya waktu fermentasi memberikan kesempatan pada khamir untuk

    tumbuh dan berkembang sehingga mampu meningkatkan massa mikrobial

    protein (Anggorowati et al., 2012). Selama pertumbuhannya, sel khamir laut

    menghasilkan senyawa seperti nukleotida, asam amino, faktor tumbuh yang

    belum teridentifikasi (unidentified growth factor), yang menstimulir pertumbuhan

    dan enzim (Made et al., 1996).

    Mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi akan

    memberikan hasil optimum apabila ditambahkan pada substrat ketika memasuki

    fase log. Bila biakan yang digunakan terlalu muda atau waktu inkubasi terlalu

    singkat, ada kemungkinan biakan tersebut masih dalam fase adaptasi, sehingga

    pertumbuhan belum optimal, tetapi apabila waktu inkubasi terlalu lama

    kemungkinan biakan telah mencapai fase stasioner, oleh karena itu biakan yang

    paling baik berada pada fase log (Eka dan Halim, 2009). Fase log yaitu fase

    dimana mikroba membelah dengan cepat dan konstan dan pada fase ini

    kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya

    seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan

    kelembapan udara (Yuliana, 2008). Pada waktu pembiakan 72 jam, khamir laut

    menunjukkan pertumbuhan jumlah sel terbanyak (Purwitasari et al., 2004).

  • 13

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan khamir laut

    meliputi Faktor intrinsik yaitu pH, aktivitas air, kamampuan mengoksidasi-reduksi,

    kandungan nutrien, dan bahan karbon. Sedangkan faktor ekstrinsiknya yaitu

    suhu penyimpanan, kelembapan, dan tekanan gas (Rustan, 2003).

    Khamir laut memerlukan substrat dan lingkungan yang sesuai untuk

    pertumbuhan hidupnya dan perkembangbiakannnya. Salah satunya yaitu unsur

    dasar yang dibutuhkan khamir yaitu sumber karbon dan karbon yang berasal dari

    gula pereduksi, selain itu sumber karbon yang digunakan harus memiliki

    kandungan yang cukup tinggi dan sesuai (Sari et al., 2014). Selain itu, khamir

    laut juga dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa ataupun

    gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (Ahmad, 2005).

    2.4 Molase

    Molase merupakan limbah yang berasal dari pengolahan tebu yang

    berbentuk cairan yang kental, dan berwarna coklat tua kehitaman, memiliki

    aroma yang berbau manis atau harum khas. Molase termasuk medium

    pertumbuhan kompleks yang kaya akan sukrosa, gula yang umumnya dapat

    difermentasi oleh khamir laut adalah glukosa, galaktosa, maltosa, sukrosa,

    laktosa, trehalosa, melibiosa, dan rafinosa (Noviati, 2007). Pemanfaatan molase

    selain digunakan untuk memperoleh etanol juga akan meningkatkan nilai

    ekonomis molase. Molase mengandung antara lain : Sukrosa 55%, Gula

    pereduksi 18,27%, Abu sulfat 12,74%, Pol 29,25%, Brick 81,27% (Yusma, 1999).

    Komposisi kimia molase dapat dilihat pada Tabel 3.

  • 14

    Tabel 3. Komposisi Kimia Molase

    Komposisi Kimia

    Kandungan (%)

    Molase Molase Rebus

    Kandungan Gula

    Air

    Protein

    Karbohidrat

    Abu

    Lemak

    Gula reduksi

    Sukrosa

    66,20

    23,23

    6,36

    4,13

    0,08

    1,5602

    0,5299

    64,63

    24,64

    5,73

    4,95

    0,05

    2,1615

    0,3962

    Fruktosa 4,5652 3,9174

    Asam Amino L-Asam Glutamat 2,912 3,594

    L-Prolin 0,640 0,350

    L-Alanin 0,610 0,512

    L-Asam Aspartat 0,405 0,669

    L-Serin 0,069 0,234

    L-Glisin 0,051 0,187

    L-Valin 0,046 0,124

    L-Lisin 0,035 0,966

    L-Leusin 0,027 0,121

    L-Isoleusin 0,024 0,084

    L-Treonin 0,021 0,112

    L-Tirosin 0,015 0,060

    L-Histidin 0,014 0,074

    L-Fenilalanin 0,009 0,073

    L-Metionin 0,008 0,034

    L-Arginin 0,007 0,107

    L-Sistein - 0,081

    Sumber: (Rohim, 2014)

  • 15

    Sumber karbon yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan

    S. cerevisiae yaitu glukosa, sukrosa, gula pasir, dan molase. Didapatkan

    pertumbuhan S. cerevisiae dengan molase memiliki pertumbuhan yang paling

    tinggi dibandingkan menggunakan sumber karbon lainnya. Molase sebagai

    limbah pabrik gula dapat pula dipertimbangkan mengingat molase mampu

    menghasilkan â-glukan sebaik glukosa. (Kusmiati et al., 2010). Hal ini

    disebabkan kondisi fisiologi pertumbuhan sel lebih baik pada medium yang kaya,

    dalam hal ini molase mengandung senyawa bernitrogen, garam organik, vitamin

    dan elemen mikro yang mampu menstimulasi metabolisme sel (Compagno et al.,

    1992).

    Pada proses pembuatan hidrolisat protein tanaman azolla dengan teknik

    fermentasi, volume molase yang digunakan sebanyak 3 kali perlakuan yaitu 100

    mL, 150 mL, dan 200 mL. Penambahan sumber karbohidrat seperti molase ini

    bertujuan untuk mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan

    sumber energi yang cepat terbentuk dan cepat tersedia bagi mikroba tersebut.

    Komposisi nutrisi molase dalam 100% bahan kering adalah 0,3% lemak kasar,

    0,4% serat kasar, 3,94% protein kasar dan 11% abu (Sutardi,1981).

    2.5 Perebusan

    Perebusan adalah proses pemasakan dengan menggunakan suhu panas

    (±100ºC), dan termasuk dalam kategori pemanasan basah karena menggunakan

    media air (Ardiansari, 2012). Pengolahan panas merupakan salah satu cara yang

    telah dikembangkan untuk memperpanjang daya simpan bahan pangan.

    Pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yaitu aman,

    bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia sehingga

    dapat lebih diterima oleh konsumen. Namun, perebusan juga dapat menimbulkan

    hal yang sebaliknya seperti kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sensori

  • 16

    (warna, tekstur, bau, dan cita rasa) yang kurang disukai oleh konsumen (Budy,

    2014).

    Pemasakan dengan melibatkan panas merupakan salah satu proses

    pengolahan pangan yang banyak dilakukan baik pada skala rumah tangga atau

    skala industri. Beberapa cara pemasakan yang umum dilakukan adalah

    perebusan dan pengukusan. Perebusan adalah proses pemasakan dalam air

    mendidih sekitar 1000C, yang dimana air sebagai media penghantar panas.

    Pengukusan merupakan proses pemasakan dengan medium uap air panas yang

    dihasilkan oleh air mendidih (Aisyah et al., 2014).

    Bahan makanan mengandung molekul-molekul berbagai senyawa yang

    terikat satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Proses perebusan atau

    pemanasan dengan media air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara

    molekul-molekul air dan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air

    tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul bahan

    pangan tersebut. Perebusan juga dapat memberikan pengaruh dalam perubahan

    komponen kimia dari molase, dimana molase merupakan hasil samping dari

    pembuatan gula sehingga tinggi akan kandungan sukrosa. Pada saat perebusan

    molase, setiap molekul sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa yang

    disebut dengan gula invert (Winarno, 2004).

    2.6 Hidrolisat Protein Ikan

    Hidrolisat protein ikan adalah protein ikan yang telah terurai menjadi

    turunan-turunan protein karena adanya proses hidrolisis oleh enzim asam

    ataupun basa (Haslina, 2004). Hidrolisat protein dapat dibuat dari ikan yang

    memiliki nilai ekomonis rendah. HPI juga dapat dibuat dari limbah ikan seperti

    kepala, tulang, daging merah, isi perut, kulit, sisik, tulang kecil, dan sirip (Muzaifa

    et al., 2012).

  • 17

    Hidrolisis protein mengalami degradasi hidrolitik dengan asam, basa, atau

    dengan enzim proteolitik yang menghasilkan produk berupa asam amino dan

    peptida. Pengunaan enzim dalam menghidrolisis protein dianggap paling aman

    dan menguntungkan. Hal ini disebabkan kemampuan enzim proteolitik dalam

    menghidrolisis protein dapat menghasilkan produk hidrolisat yang terhindar dari

    perubahan dan kerusakan produk (Kurniawan, 2012).

    Hidrolisat protein ikan merupakan produk yang dihasilkan dari penguraian

    protein ikan menjadi senyawa-senyawa berantai pendek karena adanya proses

    hidrolisis baik oleh enzim, asam maupun basa (Bernadetta et al., 2012) Pada

    umumnya hidrolisat protein digunakan untuk memperbaiki karakteristik berbagai

    produk pangan. Manfaat hidrolisat protein yaitu sebagai penyedap rasa, sebagai

    lanjutan untuk isolasi asam amino, serta untuk pengobatan (Purbasari, 2008).

    Faktor yang mempengaruhi terhadap kecepatan hidrolisis dan kekhasan

    produk pada proses pembuatan hidrolisat protein yaitu, suhu, waktu hidrolisis,

    dan konsentrasi enzim yang ditambahkan, sedangkan tingkat kerusakan asam

    amino dipengaruhi oleh kemurnian protein dari bahan awal, serta kondisi dan

    jenis bahan penghidrolisis yang digunakan. Lama proses hidrolisis merupakan

    faktor yang paling berpengaruh terhadap mutu hidrolisat yang dihasilkan

    (Haslina, 2004).

    Hidrolisat protein dapat berbentuk cair, pasta, atau tepung yang bersifat

    higroskopis. Produk hidrolisat mempunyai kelarutan tinggi pada air, kapasitas

    emulsinya baik, serta kemampuan mengembang besar (Purbasari, 2008).

    Produk hidrolisat protein memikiki rasa pahit yang merupakan ciri khas produk

    HPI yang disebabkan oleh peptida berantai pendek sebagai produk hasil dari

    pemecahan protein. Sedangkan rasa manis pada HPI disebabkan oleh asam

    amino glisin selama hidrolisis, sedangkan rasa gurih yang dihasilkan disebabkan

    oleh pembentukan oligipeptida yang tinggi dari asam glutamat selama proses

  • 18

    hidrolisis (Budy, 2014). Hidrolisat protein dapat berbentuk cair, pasta atau tepung

    yang bersifat higroskopis. Hidrolisat protein yang berbentuk cair mengandung

    30% padatan dan bentuk pasta yang mengandung 65% padatan (Johnson dan

    Peterson, 1974).

  • 19

    3. METODE PENELITIAN

    3.1 Materi Penelitian

    3.1.1 Bahan Penelitian

    Bahan-bahan yang digunakan untuk kultur khamir laut terdiri dari air laut,

    gula pasir, pupuk daun (hortigro), starter khamir laut, kapas, plastik wrap, dan

    plastik. Bahan-bahan yang digunakan untuk perhitungan kepadatan sel khamir

    laut terdiri dari stok khamir laut, gula pasir, pupuk daun (hortigro), kapas, alkohol

    dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat protein

    terdiri dari tanaman Azolla (Azolla pinnata) segar yang didapatkan dari sawah-

    sawah yang terletak di Desa Tegalgondo, Kecamatan Karangploso, Malang,

    Jawa Timur, sebagai bahan dasar pembuatan hidrolisat protein, bahan dasar lain

    yang digunakan yaitu molase, akuades dan inokulum khamir laut.

    Bahan untuk analisis proksimat yaitu kertas label, kertas saring, benang

    kasur, petroleum-ether, indikator metil orange, tablet kjeldahl, H3BO3, NaOH,

    H2SO4. Bahan untuk uji pH, daya buih dan emulsi yaitu akuades dan minyak

    jagung.

    3.1.2 Alat Penelitian

    Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kultur khamir laut terdiri dari

    botol kaca, kompor, panci, spatula, pipet volume, bola hisap, timbangan digital,

    aerator, selang, corong dan beaker glass. Peralatan yang digunakan untuk

    perhitungan kepadatan sel khamir laut terdiri dari mikroskop, hemocytometer,

    mikropipet, cover glass, rak tabung reaksi, tabung reaksi, vortex mixer, bola

    hisap, pipet volume 10 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur, timbangan digital,

    spatula, sprayer, dan corong. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan

  • 20

    hidrolisat protein tanaman Azolla rebus terdiri dari kompor, panci, waterbath,

    beaker glass, timbangan digital, gelas ukur 100 ml, bola hisap, sendok, pipet

    volume, piring, spatula, nampan, baskom, sentrifuge, selang, aerator, botol

    plastik, blender, dan food processor.

    Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, cawan

    petri, desikator, loyang, crushable tang, gelas ukur, corong, timbangan digital,

    kuvet, sentrifuge, pipet tetes, pipet volume, bola hisap, cawan petri, spatula,

    beaker glass, cawan porselen, destruksi, destilasi, statif, buret, hot plate, muffle,

    gold fisch, gelas piala, dan sampel tube. Alat yang digunakan untuk analisis

    emulsi dan daya buih yaitu pipet volume, cuvet, dan vortex mixer. Alat yang

    digunakan untuk analisis pH yaitu pH meter, spatula, dan beaker glass.

    3.2 Metode Penelitian

    3.2.1 Metode

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen.

    Metode penelitian eksperimen adalah metode sistematis guna membangun

    hubungan yang mengandung fenomena dari sebab-akibat. Hal ini dilakukan

    untuk memperoleh informasi tentang variabel mana yang menyebabkan sesuatu

    terjadi dan variabel akibat dari terjadinya perubahan dalam suatu kondisi

    eksperimen (Azizah, 2013).

    Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan kultur

    khamir laut yang bertujuan untuk mendapatkan inokulum khamir laut yang

    dipanen pada fase pertumbuhan atau log. Khamir laut digunakan sebagai starter

    pada pembuatan hidrolisat protein Azolla pinnata rebus. Setelah itu, menentukan

    volume molase dan khamir laut yang bertujuan yaitu untuk memperoleh

    konsentrasi dari volume molase dan khamir laut yang terbaik pada pembuatan

    hidrolisat protein Azolla pinnata rebus. Terakhir yaitu proses pembuatan

  • 21

    hidrolisat protein tanaman azolla rebus dengan starter khamir laut dan volume

    molase yang terbaik yang didapat dari penelitian tahap kedua. Sehingga pada

    tahap ini digunakan perlakuan volume molase sebesar 100 ml, 150 ml, dan 200

    ml dengan starter khamir laut sebesar 2,5 ml. setelah itu dilakukan analisa

    proksimat, pH, kapasitas emulsi, dan daya buih.

    3.2.2 Variabel

    Variabel adalah segala faktor yang berperan atau berpengaruh terhadap

    suatu percobaan. Menurut Brink dan Wood (2000), variabel adalah faktor yang

    mengandung lebih dari satu nilai di dalam metode statik. Variabel terdiri dari

    variabel bebas yang artinya variabel penyebab atau variabel yang

    mempengaruhi dimana variabel dalam kelompok sampel dibedakan. Dalam kata

    lain peneliti harus dapat memisahkan sampel dalam kelompok alternatif

    didasarkan pada variabel. Sedangkan variabel terikat yaitu faktor yang

    diakibatkan oleh pengaruh tersebut.

    Penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel bebas, variable terikat

    dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah volume molase

    rebus dan lama fermentasi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini

    adalah analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan

    kadar karbohidrat), pH, daya buih, dan kapasitas emulsi. Dan variable control

    dalam penelitian ini yaitu penambahan inokulum khamir laut sebanyak 2,5 ml

    pada setiap perlakuan.

    3.2.3 Rancangan Percobaan

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan yaitu A = molase 100 ml, B = molase 150

  • 22

    ml, dan C = molase 200 ml dan lama fermentasi pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9,

    dan ke-12. Model rancangan percobaan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Model Rancangan Penelitian

    Tabel 4 . Rancangan Percobaan Penelitian

    Perlakuan Kelompok Rerata Total

    Volume 0 3 6 9 12

    molase

    100 ml

    150 ml

    200 ml

    Hasil dari data diatas selanjutnya dilakukan analisis menggunakan ANOVA

    menggunakan uji F dengan membandingkan antara F hitung dengan F tabel.

    Jika F hitung < F tabel 5%, maka perlakuan tidak berbeda nyata.

    Jika F hitung > F tabel 1%, maka perlakuan menyebabkan hasil sangat

    berbeda nyata.

    Jika F tabel 5% < F hitung < F tabel 1%, maka perlakuan menyebabkan hasil

    berbeda nyata.

    3.3 Prosedur Penelitian

    3.3.1 Prosedur Pembuatan Kultur Khamir

    Prosedur pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkultur

    khamir laut. Tahapan dalam mengkultur khamir laut menurut Sukoso (2012),

    yaitu menyiapkan bahan-bahan yang digunakan. Bahan-bahan yang digunakan

    yaitu air laut, gula pasir, pupuk daun, dan biakan khamir laut. Air laut yang

    digunakan yaitu sebanyak 1000 ml. Setelah itu, air laut disterilkan dengan cara

  • 23

    direbus sampai mendidih kemudian air laut yang sudah direbus tersebut

    didinginkan pada suhu kamar. Air laut steril yang sudah dingin kemudian

    dimasukkan ke dalam botol gelas kaca, lalu ditambahkan gula pasir 0,5%

    sebagai sumber nutrisi dan pupuk daun 0,2% sebagai sumber nitrogen (b:v)

    serta dihomogenkan sehingga diperoleh media khamir laut. Lalu ditambah starter

    khamir laut sebanyak 2 ml dan dihomogenkan. Kultur khamir laut yang telah siap

    kemudian ditutup dengan kapas dan dilapisi plastik wrap untuk menghindari

    kontaminasi yang tidak diinginkan, lalu diberi aerasi yang cukup untuk

    menambah suplai oksigen dalam pertumbuhan khamir laut. Aerasi dilakukan

    selama tiga hari untuk dilakukan pengamatan tingkat kepadatan sel khamir laut.

    3.3.2 Prosedur Penentuan Fase Log Khamir Laut

    Prosedur yang dilakukan untuk menetukan fase log dilakukan dengan

    menggunakan haemocytometer dan mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan

    mengamati setiap 12 jam sekali kultur khamir untuk diukur kepadatannya dengan

    menggunakan haemocytometer dan mikroskop.

    Prosedur perhitungan kepadatan sel khamir laut yaitu pada hari pertama

    sampai hari ke-tiga kultur khamir laut yang telah diaerasi diambil sebanyak 1 ml

    untuk dilakukan penganceran dari 10-1 sampai 10-4. Namun terlebih dahulu

    disiapkan media pengenceran yang akan digunakan. Prosedur pembuatan media

    pengenceran yaitu air laut sebanyak 100 ml disterilkan dengan dipanaskan

    sampai mendidih kemudian didinginkan pada suhu kamar, kemudian diambil air

    laut steril sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam enlemeyer, kemudian

    ditambah gula pasir sebanyak 0,25% (b:v) kemudian pupuk daun sebanyak 0,1%

    (b:v) serta dihomogenkan.

    Setelah media yang akan digunakan sudah siap, langkah selanjutnya

    adalah perhitungan kepadatan sel khamir laut dengan menggunakan

  • 24

    haemocytometer. Prosedur kerja yang digunakan yaitu diambil 9 ml media

    pengenceran kemudian dimasukkan pada masing-masing lima tabung reaksi

    untuk diberi perlakuan tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-4 dan satu sebagai

    blanko. Tabung reaksi 10-1 yang telah berisi media ditambahkan kultur khamir

    laut sebanyak 1 ml, lalu dihomogenkan dengan menggunakan vortex mixer.

    Setelah itu, dari tabung reaksi 10-1 yang telah dihomogenkan diambil sebanyak 1

    ml. untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-2 dan dihomogenkan, serta

    dilakukan dengan cara yang sama sampai tabung reaksi 10-4. Selanjutnya, dari

    hasil pengenceran 10-4 diuji kepadatan khamir laut dengan mikroskop dan

    haemocytometer.

    Kultur khamir yang telah diaerasi

    Gambar 3. Proses Pengenceran Bertingkat Khamir Laut

    Pengamatan kepadatan khamir laut dengan menggunakan pengamatan

    mikroskop, yaitu dengan mengambil kultur khamir laut yang telah diaerasi

    dengan menggunakan pipet tetes lalu diteteskan di atas hemocytometer dan

    ditutup dengan cover glass. Preparat kultur khamir laut selanjutnya diamati di

    bawah mikroskop pada skala pembesaran 400x Selanjutnya diamati dibawah

    mikroskop pada perbesaran 400x. Kemudian dihitung sel khamir laut pada 5

    kotak, yaitu ujung kiri bawah, ujung kiri atas, ujung kanan atas, ujung kanan

  • 25

    bawah, dan bagian tengah. Pengamatan kepadatan khamir laut dilakukan setiap

    12 jam sekali mulai jam ke-0 sampai jam ke-108.

    Pada pengamatan tingkat kepadatan khamir laut, ada fase log yang

    ditandai dengan pertumbuhan sel yang paling tinggi dibandingkan dengan fase

    lainnya. Fase log sendiri yakni fase dimana mikroorganisme mengalami

    pertumbuhan yang sangat cepat dan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan

    eksponensial. Pada fase log ini kebutuhan energi lebih tinggi dan sel menjadi

    lebih sensitif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, pada fase ini mikroba

    termasuk didalamnya khamir laut banyak memproduksi zat-zat metabolit yang

    dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya (Waluyo, 2007).

    3.3.3 Prosedur Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla

    Pada pembuatan hidrolisat protein tanaman Azolla rebus, prosedur

    pertama yang dilakukan yaitu mencuci bersih tanaman azolla. Setelah itu

    tanaman Azolla dihaluskan menggunakan blender supaya tanaman azolla

    mudah tercampur dengan komponen lain. Azolla yang sudah dihaluskan

    kemudian direbus dengan menggunakan akuades 1:2 (b:v) suhu 600C selama 15

    menit. Lalu ditimbang sebanyak 50 g untuk masing-masing perlakuan kemudian

    dimasukkan kedalam botol. Pada penelitian ini juga menggunakan molase (tetes

    tebu) rebus, dimana proses perebusannya dilakukan sampai mendidih karena

    molase memiliki sifat sebagai sumber nitrogen dan sumber karbon yang dapat

    digunakan sebagai pengganti gula sehingga mudah mengalami karamelisasi.

    Pada penelitian ini menggunakan penambahan molase rebus dan lama

    fermentasi yang berbeda. Perlakuan penelitian dengan berbagai variabel dapat

    dilihat pada Tabel 5.

  • 26

    Tabel 5. Tabel berbagai perlakuan pada penelitian

    Perlakuan Molase Rebus

    Lama Fermentasi

    1 2 3

    A A1 A2 A3

    B B1 B2 B3

    C C1 C2 C3

    D D1 D2 D3

    E E1 E2 E3

    Keterangan : A = lama Fermentasi 0 hari 1 = volume molase rebus 100 mL B = lama Fermentasi 3 hari 2 = volume molase rebus 150 mL C = lama Fermentasi 6 Hari 3 = volume molase rebus 200 mL D = lama Fermentasi 9 hari E = lama Fermentasi 12 hari

    Pada penelitian ini molase yang digunakan menggunakan konsentrasi

    yang berbeda-beda yaitu 100 ml, 150 ml dan 200 ml, tujuan diberikan

    konsentrasi yang berbeda adalah untuk mengetahui efektifitas molase rebus

    terhadap proses pembuatan hidrolisat protein tanaman azolla. Kemudian

    ditambahkan inokulum khamir laut sebanyak 10 ml. Khamir laut yang digunakan

    adalah khamir yang mengalami fase logaritmik karena itu adalah fase

    pertumbuhan khamir laut menuju pertumbuhan tertinggi. Tujuan dari

    penambahan khamir laut yaitu sebagai starter dalam proses hidrolisis tanaman

    azolla. Lalu botol ditutup rapat dan diberi aerasi sebagai suplai oksigen.

    Kemudian dilakukan proses fermentasi dan dilakukan pengamatan pada hari ke

    0, 3, 6, 9 dan 12, tujuan dari lama fermentasi yang berbeda yaitu untuk

    mengetahui tingkat efektifitas fermentasi dalam proses pembuatan hidrolisat

    protein tanaman Azolla rebus.

    Langkah selanjutnya yaitu dilakukan analisis terhadap hasil fermentasi

    hari ke 0, 3, 6, 9 dan hari ke-12. Sebelum dilakukan analisis kandungan nilai gizi

    hidrolisat protein tanaman azolla diperas terlebih dahulu menggunaan kain

  • 27

    blancu. Tujuan dari dilakukan pemerasan yaitu untuk memisahkan antara cairan

    dan endapan pada sampel hidrolisat protein tersebut. Setelah itu, cairan

    hidrolisat protein dioven vakum selama ±9 jam dengan suhu 55oC, tujuan dari

    dilakukan pengovenan vakum menggunakan suhu 55oC adalah supaya tidak

    merusak pada kadar protein dalam hidrolisat protein. Selain itu, kadar air

    hidrolisat protein akan turun dan menjadi bentuk pasta. Hal tersebut terjadi

    dikarenakan adanya proses evaporasi, dimana pada prinsipnya adalah

    menguapkan air yang terdapat pada bahan (larutan pekat) menggunakan vakum

    (tanpa ada udara) dengan tekanan tinggi.

    Selanjutnya dilakukan analisi kimia antara lain analisis proksimat, pH,

    emulsi dan daya buih. Analisis tersebut adalah karakteristik fisik dari hidrolisat

    protein. Dari hasil analisa hidrolisat protein terbaik, selanjutnya dilakukan analisis

    total asam amino. Prosedur skema kerja pembuatan hidrolisat protein tanaman

    azolla dapat dilihat pada Gambar 4.

  • 28

    Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Hidrolisat Protein Tanaman Azolla

    Dicuci hingga bersih

    Azolla yang sudah dihaluskan kemudian direbus dengan menggunakan akuades 1:2 (b:v) suhu 60 0C selama 15 menit

    Penghalusan dengan menggunakan blender

    Ditimbang sebanyak 50 g

    Penuangan ke dalam beaker glass

    Penghomogenan

    Substrat

    Penghomogenan lalu dimasukkan ke dalam botol

    Fermentasi selama 0, 3, 6, 9, 12 hari pada suhu ruang

    Penyaringan dengan kain blancu

    Cairan hidrolisat protein tanaman Azolla

    Pengeringan dalam oven vakum pada suhu 550C

    Penambahan molase rebus 100 ml, 150 ml,

    200 ml

    Perebusan hingga mendidih

    Analisis : 1. Proksimat 2. pH 3. Daya buih 4. Kapasitas

    emulsi

    Penambahan inokulan khamir laut sebanyak 10 ml

    Pemberian aerasi dan penutupan dengan malam

    Pasta hidrolisat protein tanaman Azolla

    Tanaman Azolla

    Molase

    Padatan

  • 29

    3.4 Pengamatan dan Parameter

    3.4.1 Pengamatan

    Pengamatan yang dilakukan meliputi rendemen, analisa proksimat (kadar

    air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat), pH, daya

    buih, kapasitas emulsi, dan profil asam amino.

    3.4.2 Rendemen

    Menurut Yunita (2009), rendemen merupakan persentase perbandingan

    antara produk yang dihasilkan terhadap bahan bakunya. Purbasari (2008),

    mengatakan bahwa rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah

    proses dan dinyatakan dalam % (persen). Rendemen produk hidrolisat protein

    merupakan persentase banyaknya produk hidrolisat yang dihasilkan terhadap

    bahan baku yang digunakan sebelum hidrolisis. Persamaan yang dapat

    digunakan untuk menghitung rendemen adalah:

    Keterangan : A = Berat akhir hidrolisat (setelah diperas dan dikeringkan) (g)

    B = Berat awal sampel setelah pencampuran (g)

    3.4.3 Analisis Proksimat

    3.4.3.1 Analisis Kadar Air

    Menurut Legowo et al., (2007), analisis yang digunakan adalah dengan

    cara pengeringan. Metode pengeringan dengan oven didasarkan atas prinsip

    perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengeringan.

    Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar

    air bahan. Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven dengan

    suhu 100-1050C sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dengan bobot

    akhir dihitung sebagai kadar air. Prosedur dan perhitungan kadar air metode

    pengeringan oven adalah sebagai berikut:

  • 30

    Siapkan cawan porselin yang telah diberi kode sesuai kode sampel,

    kemudian panaskan dalam oven dengan suhu 100-1050C selama ± 24 jam.

    Ambil cawan porselin, masukkan dalam desikator ± 15 menit, kemudian

    cawan ditimbang.

    Timbang sampel sebanyak 5 g dalam cawan porselin yang telah diketahui

    beratnya.

    Keringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 4-6 jam. Ditimbang,

    dioven kembali dan ditimbang hingga konstan. Bobot dianggap konstan

    apabila selisih penimbangan tidak melebihi 0,2 mg.

    Masukkan dalam desikator ± 15 menit, dilanjutkan dengan penimbangan.

    Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

    Dimana : A : berat botol timbang B : berat sampel C : berat akhir (botol timbang + sampel) yang telah dikeringkan. 3.4.3.2 Analisis Kadar Lemak

    Menurut Sudarmadji et al., (1989), analisis kadar lemak meggunakan

    metode goldfisch. Metode goldfisch adalah metode yang digunakan untuk

    ekstraksi lemak, dimana labu ekstraksi dirancang supaya pelarut melewati

    sampel tanpa merendam sampel. Prinsip metode goldfisch adalah sampel yang

    telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam thimble kemudian dipasang dalam

    tabung penyangga yang berlubang pada bagian bawah. Pelarut diletakkan dalam

    gelas piala yang terdapat di bawah tabung penyangga. Saat dipanaskan, pelarut

    naik dan dinginkan oleh kondensor sehingga terdapat embun dan menetes pada

    sampel, sehingga bahan dibasahi oleh pelarut dan lemak terekstraksi yang

  • 31

    kemudian akan tertampung dalam gelas piala kembali. Prosedur dan perhitungan

    analisis kadar lemak adalah sebagai berikut:

    - Penimbangan sampel sebanyak 5 g.

    - Peletakan dalam oven dengan suhu 105°C selama 24 jam.

    - Peletakan kertas saring dan tali kedalam oven bersamaan dengan sampel.

    - Peletakan kertas saring dan tali kedalam desikator dan penimbangan

    sampel sebanyak 2 g.

    - Penimbangan berat kertas saring dan tali menggunakan timbangan analitik

    - Pembungkusan sampel dengan kertas saring.

    - Pasanglah sampel pada sampel tube, yakni gelas penyangga yang bagian

    bawahnya terbuka tepat di bawah kondensor alat destilasi Goldfisch.

    - Dimasukkan pelarut petroleum eter secukupnya ke dalam gelas piala.

    - Pasanglah gelas piala berisi pelarut pada kondensor sampai tepat, dan tak

    dapat diputar lagi.

    - Hidupkan aliran air pendingin dan kondensor.

    - Naikkan pemanas listrik sampai menyentuh bagian bawah gelas piala dan

    nyalakan pemanas listriknya.

    - Proses ekstraksi 3-4 jam.

    - Setelah selesai ekstraksi, pemanas dimatikan dan diturunkan. Setelah

    sekiranya tidak ada tetesan pelarut, diambil thimble dan sisa dalam gelas

    penyangga.

    - Kemudian residu dikeringkan dalam oven 1050C sampai berat konstan.

    Berat residu ini dinyatakan sebagai minyak atau lemak yang ada pada

    bahan.

    - Pendinginan sampel dalam desikator.

  • 32

    - Kadar emak dapat dihitung dengan rumus:

    3.4.3.3 Analisis Kadar Protein

    Menurut Sudarmaji et al., (2003), pada prinsipnya penentuan kadar

    protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Dimana dengan cara menghitung

    presentase Nitrogen (N) terlarut yang terkandung oleh suatu bahan pangan.

    Prosedur penentuan kadar protein dengan metode Kjedahl sebagai berikut:

    - Diambil bahan yang telah dihaluskan sebanyak 0,5 g dan dimasukkan

    kedalam labu kjedahl.

    - Ditambah 15 ml H2SO4 pekat dan 2 g tablet kjeldahl sebagai katalisator.

    - Dipanaskan dalam ruang asam selama 2-3 jam pada suhu 3700C sampai

    jernih kehijauan.

    - Setelah dingin ditambahkan akuades 100 ml dan 50 ml NaOH.

    - Dilakukan destilasi dan menampung destilasi dalam enlemeyer yang telah

    diberi 50 ml H3BO3 dan 1 tetes indikator MO (Metyl Orange).

    - Destilasi berakhir dan dilakukan titrasi dengan larutan H2SO4 0,3 N hingga

    warna merah muda tidak pudar.

    - Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

    3.4.3.4 Analisis Kadar Abu

    Menurut Sudarmadji et al., (1989) analisis kadar abu adalah zat

    anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Prinsip analisis kadar abu

    adalah mengoksidasi zat organik pada suhu tinggi sekitas suhu 500-600oC

  • 33

    kemudian melakukan penimbangan zat yang masih tertinggal setelah proses

    pembakaran.

    Prosedur dan perhitungan analisis kadar abu adalah sebagai berikut:

    - Dimasukkan kurs porselin kedalam oven selama 12 jam pada suhu 100-

    1050C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air

    dan ditimbang beratnya.

    - Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam kurs porselin yang

    sudah dioven.

    - Sampel dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap.

    - Dilakukan pengabuan sampel didalam muffle dengan suhu 6000C sampai

    pengabuan sempurna. Lama pengabuan berbeda-beda dan berkisar antara

    2-8 jam.

    - Sampel yang sudah menjadi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

    - Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

    3.4.3.5 Analisis Karbohidrat

    Menurut Winarno (2004), prinsip penentuan kadar karbohidrat dapat

    diketahui dengan cara menghitung selisih % total kadar air, kadar lemak, kadar

    abu dan kadar protein atau dengan cara perhitungan Carbohydrate by

    Difference.

    3.4.4 Nilai pH

    Menurut Sudarmadji et al., (1989), penetapan nilai pH dilakukan setelah

    pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan dengan

    akuades perbandingan 1:10 (v:v), lalu dihomogenkan. Setelah itu, elektroda

  • 34

    dibilas dengan menggunakan akuades dan dikeringkan. Elektroda dicelupkan ke

    dalam larutan sampel dan pengukuran pH dapat di set. Elektroda dibiarkan

    tercelup beberapa saat sampai diperoleh nilai pH yang stabil dan kemudian

    dicatat nilai pH sampel yang didapat.

    3.4.5 Kapasitas Emulsi

    Menurut Rieuwpassa et al., (2013), kapasitas emulsi yang baik bila bahan

    dapat menyerap air dan minyak secara seimbang. Prinsip dari kapasitas emulsi

    protein bergantung pada keseimbangan ikatan hidrofilik dan lipofilik. Kapasitas

    emulsi diukur dengan cara 5 g sampel ditambahkan dengan 20 ml akuades dan

    20 ml minyak jagung, kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Lalu disentrifus

    dengan kecepatan 7500 rpm selama 5 menit. Budy (2014) menyatakan prinsip

    dari kapasitas emulsi pada protein bergantung pada keseimbangan ikatan

    hidrofilik dan lipofilik.

    Prosedur pengujian kapasitas emulsi adalah sebagai berikut:

    - Timbang sampel sebanyak 1 g.

    - Tambahkan 5 ml akuades dan 5 ml minyak jagung.

    - Homogenkan selama 1 menit dan disentrifus dengan kecepatan 7500 rpm

    selama 5 menit.

    - Kapasitas emulsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

    3.4.6 Daya Buih

    Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk

    bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan

    buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam

    bobot, volume atau derajat pencairan buih (Simon, 2014). Budy (2014)

  • 35

    menyatakan prinsip dari daya buih yaitu kekuatan protein dalam memerangkap

    gas, dimana kapasitas buih bergantung pada fleksibilitas molekul dan sifat fisiko

    kimia protein.

    Prosedur Pengujian daya buih adalah sebagai berikut:

    - Timbang sampel sebanyak 1 g lalu dimasukkan kedalam cuvet.

    - Tambahkan 10 ml akuades.

    - Pengukuran tinggi awal pada cuvet yang berisi sampel dan akuades.

    - Dihomogenkan dengan cara dikocok selama 1 menit.

    - Pengukuran tinggi buih yang terbentuk pada cuvet.

    Rumus perhitungan daya buih adalah sebagai berikut:

  • 36

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Penelitian Pendahuluan

    4.1.1 Penentuan Fase Logaritmik

    Fase logaritmik adalah fase meningkatnya aktivitas pertumbuhan sel

    khamir laut, sehingga pada fase ini sel khamir laut mengalami pertumbuhan

    populasi yang maksimum. Peningkatan aktivitas ini biasanya dipengaruhi oleh

    beberapa faktor, antara lain: sifat mikoorganisme, kandungan nutrisi pada media

    kultur, kandungan oksigen, suhu, dan lain-lain. Penentuan fase logaritmik

    dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap tingkat kepadatan sel

    khamir laut dengan menggunakan hemocytometer dan mikroskop. Berikut ini

    adalah sel-sel khamir laut yang telah mengalami pertumbuhan dan pembelahan

    selama waktu pengamatan yang telah dilakukan setiap 12 jam sekali. Hasil

    pengamatan pertumbuhan sel khamir laut ini dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Pertumbuhan Sel Khamir Laut dengan Pengamatan Setiap 12 Jam Sekali Selama 108 Jam

    y = -0,0314x2 + 0,3958x + 9,8425 R² = 0,8511

    10

    10,2

    10,4

    10,6

    10,8

    11

    11,2

    11,4

    11,6

    11,8

    12

    0 12 24 36 48 60 72 84 96 108

    Jum

    lah

    sel /

    ml

    Waktu (Jam)

  • 37

    Pada Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan khamir laut dimulai dari fase

    lag sampai fase menuju kematian. Dimana fase lag terjadi pada jam ke-0 sampai

    jam ke-12 yang ditandai dengan pertumbuhan yang berjalan secara lambat.

    Gambar juga menunjukkan bahwa bentuk dari sel khamir laut yaitu bulat oval

    dan terdapat tonjolan berukuran kecil yang menempel disampingnya. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa sedang mengalami pertunasan. Menurut Kabinawa

    (2006), pada fase lag (adaptasi) inokulum yang baru ditransfer kedalam medium

    pengulturan mengalami proses penyesuaian diri (adaptasi) terhadap medium

    pertumbuhannya. Proses ini berjalan sekitar 10 jam setelah diinokulasi.

    Selanjutnya, fase logaritmik terjadi jam ke-72, ditandai dengan peningkatan

    maksimal sel khamir laut menjadi semakin tinggi dikarenakan banyaknya sel

    khamir laut yang tumbuh dan melakukan pembelahan diri secara cepat. Fase

    logaritmik merupakan saat yang tepat untuk mentransfer inokulum (biak)

    kedalam medium pertumbuhan yang baru.

    Tingkat pertumbuhan sel khamir laut tertinggi terjadi pada jam ke-72,

    dapat dilihat dari hasil pengamatan dengan menggunakan hemocytometer

    melalui mikroskop. Hasil pengamatan tingkat kepadatan sel khamir laut pada jam

    ke-0 sampai jam ke-108 melalui mikroskop dengan pembesaran 1000x dapat

    dilihat pada Gambar 6.

  • 38

    (a) (b) (c)

    (d) (e) (f)

    (g) (h) (i)

    (j)

    Gambar 6. Foto Pengamatan Sel Khamir Laut dengan Perbesaran 1000x. Pada jam ke-0 (a), jam ke-12 (b), jam ke-24 (c), jam ke-36 (d), jam ke-48 (e), jam ke-60 (f), jam ke-72 (g), jam ke-84 (h), jam ke-96 (i), jam ke-108 (j).

    Pada Gambar 6 tampak bahwa sel khamir laut ada yang berbentuk oval,

    bulat, dan menyerupai garis lurus. Beberapa sel khamir laut terlihat seperti

    bulatan kecil. Bulatan kecil tersebut nantinya akan tumbuh besar dan berbentuk

    menyerupai gelembung. Bulatan kecil ini disebut konodia. Konodia menunjukkan

  • 39

    bahwa sel khamir laut sedang mengalami pembelahan. Bentuk sel khamir

    bermacam-macam yaitu bulat, oval, silinder, dan bulat panjang. Khamir adalah

    mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran 5 sampai 20 mikron. Dalam kultur

    yang sama, ukuran dan bentuk khamir laut mungkin berbeda karena adanya

    pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan khamir laut

    (Fardiaz, 1989).

    Pada Gambar 6, tampak bahwa pada jam ke-24 sampai jam ke-96 sel

    khamir laut sedang melakukan pembelahan diri. Proses pembelahan sel khamir

    laut terjadi secara aseksual dengan cara membentuk tunas. Dari proses

    pertumbuhan sel khamir laut, pada jam ke-72 merupakan fase yang memiliki

    jumlah populasi tertinggi yang ditandai dengan semakin banyaknya konidia dan

    siap melakukan proses pelepasan. Oleh karena itu, fase ini disebut dengan fase

    logaritmik, dimana pada pada jam ke-72 sel khamir laut mengalami pertumbuhan

    dengan cepat dan konstan. Pada fase ini, kecepatan pertumbuhan khamir sangat

    dipengaruhi oleh media pertumbuhan seperti pH dan kandungan nutrisi, juga

    kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara (Yuliana, 2008).

    Perkembangbiakan khamir dapat dilakukan dengan cara membentuk tunas

    (budding), membelah diri (fission), atau membentuk askospora.

    Pada Gambar 6, tampak bahwa pada jam ke-84 hingga jam ke-96,

    pertumbuhan sel khamir laut mulai mengalami penurunan. Dalam hal ini, jumlah

    populasi sel khamir laut semakin berkurang disebabkan karena sel khamir laut

    yang terus mengalami pertumbuhan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah nutrisi

    yang tersedia hingga pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan sel khamir laut

    menjadi menurun. Fase ini disebut dengan fase stasioner atau fase menuju

    kematian. Pada fase stasioner, pertumbuhan sel inokulum konstan. Kematian sel

    dapat disebabkan oleh habisnya jumlah nutrisi yang ada atau terjadinya

  • 40

    penimbunan dari senyawa hasil metabolisme yang mengandung racun bagi

    pertumbuhan sel (Kabinawa, 2006).

    4.1.2 Penentuan Volume Molase Rebus dan Waktu Fermentasi

    Penentuan volume molase rebus dan lama fermentasi ini bertujuan untuk

    mengetahui konsentrasi terbaik yang selanjutnya digunakan sebagai landasan

    untuk melakukan penelitian utama. Pada penentuan volume molase rebus dan

    lama fermentasi, dilakukan dalam tiga kali percobaan dengan bahan baku Azolla

    pinnata sebanyak 50 g. Pada percobaan pertama yaitu volume molase rebus

    sebanyak 50 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml. Pada percobaan kedua

    yaitu volume molase rebus sebanyak 50 ml, 100 ml, dan 150 ml dengan khamir

    laut sebanyak 2,5 ml. Pada percobaan ketiga yaitu volume molase rebus

    sebanyak 100 ml, 150 ml, dan 200 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml.

    Pada percobaan pertama yaitu menggunakan volume molase rebus

    sebanyak 50 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml, didapatkan hasil sampel

    mengalami pembusukan setelah proses fermentasi berjalan selama 5 hari

    dengan ciri-ciri berwarna cokelat pekat, berjamur dan berbau agak busuk. Hal ini

    terjadi karena volume molase yang digunakan sedikit, sehingga tidak cukup

    untuk digunakan sebagai media pertumbuhan substrat khamir laut yang

    menyebabkan sampel yang dihasilkan menjadi padat kering dan sulit untuk

    melakukan proses aerasi yang menyebabkan suplai oksigen dan proses agitasi

    tidak dapat berjalan dengan baik. Menurut Juwita (2012), aerasi merupakan

    faktor yang penting untuk pertumbuhan sel. Oksigen digunakan memecah

    sumber karbon yang dapat menghasilkan energi untuk proses metabolisme dan

    pertumbuhan sel.

    Pada percobaan kedua yaitu menggunakan volume molase rebus

    sebanyak 50 ml, 100 ml, dan 150 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml. Dari

  • 41

    percobaan kedua didapatkan hasil yaitu sampel dengan volume molase rebus

    sebanyak 50 ml mengalami penurunan kadar cairan sehingga menjadi agak

    kering setelah difermentasi selama 6 hari dengan ciri-ciri warna coklat pekat dan

    bau agak busuk. Hal ini terjadi karena volume molase rebus yang digunakan

    hanya sedikit sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung hingga waktu

    yang ditentukan. Pada sampel dengan volume molase rebus sebanyak 100 ml

    dan 150 ml dapat melakukan proses fermentasi selama 12 hari dengan ciri-ciri

    berbau khas fermentasi, berwarna coklat segar dan volume cairan berkurang

    tetapi tidak sampai habis. Menurut Budy (2014), Hal ini terjadi dimungkinkan

    karena selama fermentasi berlangsung akan menghasilkan asam-asam dan

    karbondioksida yang sifatnya mudah menguap sehingga dapat keluar melalui

    selang pembuangan dan cairan yang terdapat pada sampel akan berkurang.

    Pada percobaan ketiga yaitu menggunakan volume molase rebus

    sebanyak 100 ml, 150 ml, dan 200 ml dengan khamir laut sebanyak 2,5 ml,

    semua proses fermentasi dapat berjalan dengan baik dan dapat bertahan sampai

    hari ke-12 dengan ciri-ciri produk yang dihasilkan berwarna coklat segar,

    beraroma khas fermentasi, dan cairan masih ada. Oleh karena itu, pada

    penelitian utama bahan baku Azolla pinnata yang digunakan sebanyak 50 g

    dengan volume molase rebus 100 ml, 150 ml, dan 200 ml. Sedangkan lama

    fermentasi yang digunakan dalam penelitian utama yaitu 3, 6, 9, dan 12 hari.

    4.1.3 Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus

    Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Azolla

    pinnata segar. Bahan baku didapat dari area persawahan di Desa Tegalgondo

    Kecamatan Karangploso, Malang, Jawa Timur. Selanjutnya Azolla pinnata segar

    direbus dan dilakukan analisis proksimat di Laboratorium Pengujian Mutu dan

    Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Hasil

  • 42

    analisis proksimat Azolla pinnata rebus dapat dilihat pada Lampiran 29. Tujuan

    dari analisis kimia ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi Azolla pinnata

    rebus. Hasil analisis kimia Azolla pinnata rebus dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Komposisi Kimia Azolla pinnata Rebus

    Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya (2016)

    4.2 Penelitian Utama

    Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, perlakuan

    yang digunakan pada proses pembuatan hidrolisat protein Azolla pinnata rebus

    yaitu penambahan volume molase rebus sebanyak 100 ml, 150 ml, 200 ml dan

    lama fermentasi yang digunakan yaitu 3, hari, 6 hari, 9 hari, dan 12 hari.

    Inokulum khamir laut pada fase logaritmik yang digunakan yaitu sebanyak 2,5 ml.

    Produk hidrolisat protein Azolla pinnata rebus pada penelitian ini yaitu berbentuk

    pasta yang bertujuan untuk mempermudah proses analisis dan penyimpanan

    produk. Melihat kemungkinan pemakaian hidrolisat protein Azolla pinnata rebus

    sebagai suplemen pakan maka hasil dari penelitian utama akan dilakukan

    analisis yang meliputi rendemen, analisis proksimat, pH, daya buih dan kapasitas

    emulsi pada perlakuan terbaik.

    Parameter Azolla pinnata Rebus Kadar Air (%) 94,91 Kadar Abu (%) 0,50 Kadar Lemak (%) 2,51 Kadar Protein (%) 1,39 Kadar Karbohidrat (%) 0,69

  • 43

    4.2.1 Rendemen Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    4.2.1.1 Rendemen Cairan

    Data pengamatan dan analisis data rendemen cairan hidrolisat protein

    Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda

    dapat dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata rendemen cairan hidrolisat protein

    Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi yang

    berbeda dapat dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7. Rata-rata Rendemen Cairan Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin lama proses fermentasi

    maka akan mengakibatkan rendemen cairan hidrolisat protein Azolla pinnata

    rebus semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena semakin lama proses

    metabolisme khamir laut pada proses fermentasi maka semakin banyak

    kandungan air dan nutrisi lainnya yang digunakan oleh khamir laut untuk

    menghasilkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisis protein dan lemak pada

    substrat. Menurut Budy (2014), aktivitas hidrolisis yang tinggi menyebabkan

    terurainya protein menjadi asam amino yang kemudian berubah menjadi H2O,

    CO2, dan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen (NH3, skatol, indol,

    kadaverin, dan putresin). Semakin lama proses fermentasi maka akan berpotensi

    90,4

    2194

    3

    83,2

    6244

    9

    78,6

    5758

    4

    65,7

    3073

    8

    91,8

    1103

    4

    86,5

    0116

    0

    79,1

    8861

    1

    72,7

    6595

    9

    91,9

    8254

    7

    89,4

    9719

    1

    83,8

    7980

    6

    80,8

    3649

    8 0

    10 20 30 40 50 60 70 80 90

    100

    3 Hari 6 Hari 9 Hari 12 Hari

    Ren

    dem

    en C

    aira

    n (%

    )

    Lama Fermentasi (Hari)

    Molase 100 ml

    Molase 150 ml

    Molase 200 ml

  • 44

    terjadinya penguapan senyawa-senyawa volatil sehingga nilai rendemen cairan

    akan mengalami penurunan.

    Pada perhitungan statistik didapatkan hasil sebagai berikut, untuk

    perlakuan volume molase 100 ml, 150 ml, dan 200 ml yaitu sangat berbeda

    nyata terhadap rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus. Pada perlakuan

    lama fermentasi yang berbeda juga didapatkan sangat berbeda nyata terhadap

    nilai rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus. Data hasil perhitungan

    rendemen cairan hidrolisat protein azolla rebus dapat dilihat pada lampiran 9.

    4.2.1.2 Rendemen Pasta

    Data pengamatan dan analisis data rendemen pasta hidrolisat protein

    Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi berbeda

    dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata rendemen pasta hidrolisat protein

    Azolla pinnata rebus dengan volume molase rebus dan lama fermentasi yang

    berbeda dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Rendemen Pasta Hidrolisat Protein Azolla pinnata Rebus

    Pada Gambar 8 menunjukkan semakin lama proses fermentasi akan

    mengakibatkan rendemen pasta hidrolisat protein Azolla pinnata rebus menjadi

    semakin