Upload
putri-andini
View
678
Download
82
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK
SKRINING KANDUNGAN AMPHETAMIN DALAM URIN
Disusun Oleh:
Kurnia (10060310130)
Nuni Nurjanah (10060310133)
Arfiah Tuankotta (10060310134)
Annisha Imania (10060310135)
Kelompok: 4F
Asisten :
Agung Dwi Hardiansyah, S.Farm
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2013
SKRINING KANDUNGAN AMPHETAMIN DALAM URIN
I. TUJUAN
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa di harapkan :
Memahami prinsip skrining kandungan psikotropika dengan metode
immunoassay.
Memahami peranan skriniing psikotropika untuk mendeteksi penyalahgunaan
obat psikotropika.
II. TEORI
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf
pusat (SSP) stimulants.stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa
bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan suatu
senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit
hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan pelepasan
katekolamin yang mengakibatkan jumlah neurotransmiter golongan monoamine
(dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin
memiliki banyak efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup,
menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu
makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis,
efek-efek tersebut menjadi berlebihan.
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin
memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh
amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali lebih
lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator tersebut
mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan ketika efek yang
ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan “signal” bahwa tubuh
membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-10 (The International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems), kelainan mental dan
tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15
(Amfetamin yang menyebabkan ketergantungan psikologis).
Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup melalui
tabung.Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS, SS, ubas,
ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya. Amfetamin terdiri dari
dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and pure levoamphetamine.dan
levoamphetamine murni.Since dextroamphetamine is more potent than levoamphetamine,
pure Karena dextroamphetamine lebih kuat daripada levoamphetamine,
dextroamphetamine juga lebih kuat daripada campuran amfetamin.
Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin termasuk
rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Perasaan ini bisa
bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan untuk menghindari turun
dari obat
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:
1. Amfetamin
2. Metamfetamin
3. Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).
Mekanisme kerja Amphetamine
Namun, aktivitas amfetamin di seluruh otak tampaknya lebih spesifik; reseptor
tertentu yang merespon amfetamin di tetapi beberapa daerah otak cenderung tidak
melakukannya di wilayah lain. Sebagai contoh, dopamin D2 reseptor di hippocampus ,
suatu daerah otak yang terkait dengan membentuk ingatan baru, tampaknya tidak
terpengaruh oleh kehadiran amfetamin.
Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat
dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur berbagai hal
penting di otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin. Salah satu
neurotransmiter tersebut adalahdopamin , sebuah pembawa pesan kimia sangat aktif
dalam mesolimbic dan mesocortical jalur imbalan. Tidak mengherankan, anatomi
komponen jalur tersebut-termasuk striatum , yangnucleus accumbens , dan ventral
striatum -telah ditemukan untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta
bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di daerah terlibat
dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya
stereotip euforia .
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Alat uji kaset
Container specimen urin
Pipet untuk meneteskan urin
Timer
Bahan :
Specimen urin
IV. PROSEDUR
Kaset uji ditempatkan pada permukaan yang agak tinggi dan bersih
↓
Pipet dipegang di atas lubang tempat specimen secara vertikal
↓
Diteteskan 3 tetes penuh urin (kira-kira 100µl) kedalm lubang tersebut
V. DATA PENGAMATAN
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan skrining kandungan amfetamin dalam urin.
Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA (methylene-dioxy-meth-
amfetamine), termasuk kedalam golongan psikotropika yang memiliki efek stimulansia kuat.
Dalam ilmu kedokteran amfetamin digunakan untuk mengobati penyakit narkolepsi,
hiperkinesis pada anak, dan obesitas. Namun penggunaan amfetamin yang melebihi dosis
untuk pengobatan dapat menimbulkan ketergantungan dan kecanduan. Amfetamin ini sering
disalahgunakan sebagai ‘dopping’ karena pada pasien yang tidak lelah akan menimbulkan
euforia ringan, meningkatkan rasa percaya diri dan aktivitas (Mutshcler, 2010). Karena
adanya penyalahgunaan inilah biasanya dilakukan skrining kandungan amfetamin pada
pertandingan-pertandingan olah raga dan dilakukan oleh polisi untuk menanangkap pengguna
narkoba (bisanya digunakan turunan amfetamin yaitu metamphetamin hidroklorida)
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan katekolamin
(epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan menghambat dengan
meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk dopamin. Sehingga
neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka
waktu yang lebihlama dari biasanya. Semua sistem saraf akan berpengaruh terhadap
perangsangan yang diberikanel (Mutshcler, 2010).
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah penggunaan.
Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan melalui urin sebanyak 30%
dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-
hidroksinorepedrin, dan penilaseton (Mutshcler, 2010).
Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini relatif cepat dan
dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu kesulitan tersendiri untuk pengujian
terhadap pengguna, bila pengujian dilakukan lebih dari 24 jam jumlah metabolit sekunder
yang di terdapat pada urin menjadi sangat sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT
(Hamdani, 2012).
Maka daritu proses skrining ini harus dilakukan secara cepat, sehingga hasilnya dapat
langsung diketahui. Sehingga dibutuhkan metode analisis yang ceapt dan akurat. Metode
analisis yang memenuhi syarat tersebut adalah metode immunoassay.
Immunoassay merupakan uji untuk mengidentifikasi keberadaan suatu obat maupun
metabolitnya dalam sampel biologis. Tujuannya untuk memonitor penyalahgunaan obat
maupun terapi suatu obat pada pasien (Stanley, 2002). Immunoassay merupakan metode
analisis yang didasarkan pada interaksi antigen dan antibodi. Antibodi merupakan
molekul protein (yang diproduksi oleh hewan) yang dapat mengenal antigen (obat)
secara spesifik pada tingkat molekuler. Kemampuan antibodi untuk membentuk
kompleks dengan antigen merupakan basis immunoassay. Immunoassay merupakan
teknik yang spesifik dan sensitif (Stripp, 2007).
Beberapa jenis immunoassay adalah sebagai berikut (Stripp, 2007) :
1. Enzyme-multiplied immunoassay technique (EMIT)
2. Radioimmunoassay (RIA)
3. Fluorescent polarization immunoassay (FPIA)
4. Kinetic interaction of microparticles in solution immunoassay (KIMS).
5. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Pada percobaan ini dilakukan metode immunoassay ELISA (Enzyme-linked
immunosorbent assay). Mekanisme ELISA adalah sejumlah antigen yang tidak dikenal
ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan
tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu
enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi
sinyal yang dapat dideteksi (Krisna, 2012).
Kelebihan dari metode immunoassay mudah dilakukan, relatif murah untuk
pengujian tiap sampel, cepat, dan dapat mengidentifikasi suatu golongan obat. Namun
perlu diperhatikan adanya senyawa yang mirip dengan senyawa target dapat
mengganggu pengukuran dan memberikan hasil positif yang tidak diharapkan atau hasil
positif yang salah (Stripp, 2007).
Sampel yang digunakan untuk percobaan ini adalah urin, menggunakan urin karena
immunoassay lebih sering menggunakan sampel urin karena dibutuhkan sampel bebas
protein. Keberadaan protein akan mengganggu analisis yang terjadi (Stripp, 2007).
Sampel menggunakan urin salah satu praktikan, urin tersebut diteteskan kedalam
lubang spesimen pada alat sebanyak 3 tetes sampai penuh. Tidak boleh terdapat gelembung
udara karena adanya gelembung udara akan mengganggu analisis sehingga hasil kurang
akurat. Setelah itu tempatkan kaset uji pada bidang datar, tunggu hingga muncul garis merah.
Hasil dari percobaan terdapat 2 garis merah, satu garis merah di kontrol zone dan satu
garis merah di test zone. Garis merah di control zone menunjukan bahwa volume spesimen
telah tepat dan membrane telah akurat (kondisi kaset uji masih baik). Sedangkan garis merah
di test zone menandakan bahwa sampel negatif mengandung amfetamin. Mekanisme
terjadinya garis merah pada test zone adalah sebagai berikut :
Konjugat protein-obat dan antibody akan berkompetisi untuk berikatan dengan
antibody yang ada pada test zone.
Jika dalam urin tidak terdapat obat atau kandungan obat dalam sampel urin berada
dibawah batas konsentrasi, maka tidak ada yang berikatan dengan antibodi yang
terdapat pada test zone.
Antibodi yang belum berikatan ini akan bereaksi dengan konjugat protein-obat
Ikatan antara konjugat protein-obat dan antibodi ini kan menghasilkan warna pada test
zone.
Mekanisme tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar dibawah ini :
Tidak menghasilkan warna Menghasilkan warna
Pada skrining amfetamin dengan immunoassay ini terdapat nilai cut-off yaitu
konsentrasi terendah dari suatu analit untuk menghasilkan hasil positif. Berikut ini adalah
nilai batas deteksi minimum (cut-off) dari amfetamin dan turunannya :
Nama senyawa Nilai Batas Deteksi
d-Amphetamine < 400 ng/mL
d,l-Amphetamine 1000 ng/mL
d- Methamphetamine 1000 ng/mL
Methylenedioxyamphetamine (MDA) 1000 ng/mL
Methylenedioxymethamphetamine (MDMA) 3000 ng/mL
(Shizume et al, 2004)
Penyalahgunaan amfetamin dimulai pada tahun 1940-an dimana zat kimia yang
terdapat dalam jumlah besar sebagaiinhaler digunakan untuk dekongestan hidung. Salah satu
pola dari penyalahgunaan amfetamin disebut “lari”, yaitu pengulangan pemberian injeksi
intravena yang dilakukan sendiri untuk mendapatkan “serangan” (suatu reaksi seperti
orgasme) diikuti dengan rasa kesiapsiagaan mental dan euforia yang kuat. Pola dari
penyalahgunaan amfetamin telah berkembang dimana metamfetamin berbentuk kristal
(ice) diisap, dirokok sehingga menghantarkan bolus ke otak, menyerupai dengan pemberian
secara intravena. Karena masa kerja metamfetamin jauh lebih lama, intoksikasi dapat
bertahan selama beberapa jam setelah merokok satu kali (Hamdani, 2012).
Keracunan amfetamin pada umumnya terjadi karena penyalahgunaan hingga
menyebabkan ketergantungan. Ditandai dengan peningkatan kewaspadaan dan percaya diri,
euforia, perilaku ekstrovet, banyak bicara, berbicara cepat, kehilangan keinginan makan dan
tidur, tremor, dilatasi pupil, takikardia, dan hipertensi berat, juga dapat menyebabkan
eksitabilitas, agitasi, delusi, paranoid, dan halusinasi dengan perilaku bengis
Kesimpulan
Amfetaminadalah obat golongan psikotropik yang sering disalahgunkan oleh pencandu
narkoba dan atlit sebagai dopping.
Metode yang digunakan untuk skrining kandengan amphetamine dalam urin adalah
metode immunoassay jenis ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) karena mudah
dilakukan, relatif murah untuk pengujian tiap sampel, cepat dan dapat
mengidentifikasi suatu golongan obat.
Hasil skrining amphetamine pada urin hasilnya negative ditandai dengan adanya garis
warna merah pada daerah pengujian (test zone).
VII. DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Syarif. 2012. Amfetamin. http://catatankimia.com/catatan/amfetamin.html diakses
pada 4 November 2013 jam 21.05
Krisna, Arini. 2012. Test ELISA. http://pandalikespurple.blogspot.com/2012/04/test
elisa.html diakses pada 4 November 2013 jam 21.32
Shizume, T, Donabedian, R., Hodson, M., 2004, Journal: Urine Drug of Abuse by Emit,
Deparment of Laboratory Medicine Clinical Chemistry.
Stanley, J., 2002, Essentials of Immunology and Serology, 162 , Thomson Learning
Inc., USA.
Stripp, R.A., 2007, The Forensic Aspect of Poisons, 90-92 , Infobase Publishing, New York.