94
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14 Disusun oleh : Kelompok 4 Nurul Hayatun Nupus (04111001008) Maulia Wisda Era Chresia (04111001010) Ayu Riski Fitriawan (04111001018) Clara Adelia Wijaya (04111001020) Adiguna Darmanto (04111001064) Nyimas Inas Mellanisa (04111001067) Kinanthi Sabilillah (04111001071) Dipika Awinda (04111001074) Kiki Rizki Arinda (04111001075) Desy Aryani (04111001085) Dimas Swarahanura (04111001087) M. Tafdhil Tardha (04111001102) PENDIDIKAN DOKTER UMUM

Laporan Skenario C L4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Skenario C L4

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 14

Disusun oleh : Kelompok 4

Nurul Hayatun Nupus (04111001008)

Maulia Wisda Era Chresia (04111001010)

Ayu Riski Fitriawan (04111001018)

Clara Adelia Wijaya (04111001020)

Adiguna Darmanto (04111001064)

Nyimas Inas Mellanisa (04111001067)

Kinanthi Sabilillah (04111001071)

Dipika Awinda (04111001074)

Kiki Rizki Arinda (04111001075)

Desy Aryani (04111001085)

Dimas Swarahanura (04111001087)

M. Tafdhil Tardha (04111001102)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012

Page 2: Laporan Skenario C L4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-

Nya Laporan Tutorial Skenario C Blok 14 ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar

tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini yakni tutor pembimbing dan anggota kelompok 4.

Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam

pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Penyusun

Page 3: Laporan Skenario C L4

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

I. Skenario 1

II. Klarifikasi Istilah 1

III. Identifikasi Masalah 2

IV. Analisis Masalah 3

V. Hipotesis 24

VI. Keterkaitan Antar Masalah 24

VII. Sintesis 25

A. Kelenjar Tiroid 25

B. Hipertiroid 35

C. Grave Disease 39

D. Krisis Tiroid 51

VIII. Kerangka Konsep 56

IX. Kesimpulan 56

Daftar Pustaka 57

Page 4: Laporan Skenario C L4

I. SKENARIO C

Nn. SS, 22 tahun, karyawan honroer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD

sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1

minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggoroka.

Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir.

Dalam beberapa bulan terakhir pasen juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah

cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit, suhu

39oC

Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat

Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3

Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal

Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl

Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Aloanamnesis : wawancara yang dilakukan untuk mendukung penegakan

diagnosis yang dilakukan kepada keluarga atau orang terdekat pasien

2. Diare : Pengeluaran tinja berair yang berkali-kali yang tidak

normal

3. Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya

mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai dengan keadaan ilusi, halusinasi,

delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan inkoheren.

4. Exophthalmos : Protrusio mata yang abnormal; Protrusio: perluasan

melebihi batas ynag biasanya, atau diatas permukaan sebuah bidang

5. Hiperemis : Pembengkakan atau ekses darah pada bagian tubuh tertentu

Page 5: Laporan Skenario C L4

6. Oral hygiene : Kebersihan rongga mulut

7. Struma diffusa : Pembesaran kelenjar tiroid yang tidak berbatas tegas atau

setempat

8. Kaku kuduk : disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk

akibat rangsangan pada meningen. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan

kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala sehingga dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada.

9. Takikardia : Kecepatan denyut jantung yang abnormal (>100 x/menit)

10. Tremor : Getaran atau gigilan yang involunter

11. TSH : Hormon kelenjar hipofisis anterior yang memiliki afinitas

untuk dan secara spesifik merangsang kelenjar tiroid

12. T4 bebas : Bentuk aktif hormon T4 yang tidak berikatan dengan

protein plasma

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu

2. Sejak 1 minggu yang lalu, pasien demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan,

diare frekuensi 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir.

3. Dalam beberapa bulan terakhir pasen juga sering gugup, keluar keringat banyak,

mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

4. Pemeriksaan fisik

Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit,

suhu 39oC

Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat

Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)

5. Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3

Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum

normal

Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl

Page 6: Laporan Skenario C L4

IV. ANALISIS MASALAH

1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu

a. Apa etiologi penurunan kesadaran secara umum?

Jawab: Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan

penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :

1.      S : Sirkulasi

Meliputi stroke, penyakit jantung, syok, dan berkurangnya cairan tubuh. Hilangnya

cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.

2.      E : Ensefalitis

Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin

melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.

3.       M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum

4.      E : Elektrolit

Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.

5.       N : Neoplasma

Tumor otak baik primer maupun metastasis.

6.      I : Intoksikasi

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh

misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan

ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus

maupun mesensefalon

7.      T : Trauma

Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan

subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi

oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten.

8.      E : Epilepsi

Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan

penurunan kesadaran.

b. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran yang dialami Nn. SS?

Jawab: Tirotoksikosis terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan untuk

katekolamin, sehingga jaringan saraf mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap

katekolamin dalam sirkulasi. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan

Page 7: Laporan Skenario C L4

katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon

tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek

katekolamin , peningkatan katekolamin yang semakin tinggi memicu terjadinya

penurunan kesadaran sampai delirium.

c. Bagaimana penanganan pertama yang harus dilakukan pada pasien ini?

Jawab: TS14668 Krisis tirotoksikosis (thyroid strom) membutuhkan penanganan

intensif. Propranolol, 1-2 mg pelan-pelan intravena atau 40-80 mg tiap 6 jam per

oral, sangatlah penting dalam memantau aritmia. Bila ada gagal jantung berat atau

asma dan aritmia, pemberian secara hati-hati verapamil intravena dengan dosis 5-10

mg cukup efektif. Sintesis hormon dihambat oleh pemberian propiltiourasil, 250 mg

tiap 6 jam. Jika pasien tidak dapat makan obat lewat mulut, maka dapat diberikan

metimazol dengan dosis 25 mg tiap 6 jam dengan bentuk suppositoria rektal atau

enema. Setelah pemberian obat-obat anti tiroid, pelepasan hormon dihambat oleh

pemberian natrium iodida, 1 gr secara intravena dalam 24 jam, atau larutan jenuh

kalium iodida, 10 tetes dua kali sehari. Natrium ipodat, 1 gr sehari diberikan secara

intravena atau per oral, dapat digunakan sebagai pengganti natrium iodida, tapi ini

akan menghambat penggunaan definitif terapi radioiodin untuk 3-6 bulan. Konversi

T4 menjadi T3 dihambat sebagian oleh kombinasi propanolol dan propiltiourasil, tapi

pemberian hidrokortison hemisuksinat 50 mg intravena tiap 6 jam, sebagai

tambahan. Terapi suportif termasuk selimut pendingin dan asetaminofen untuk bantu

mengendalikan panas. Aspirin kemungkinan merupakan kontraindikasi, oleh karena

kecenderungannya untuk mengikat TBC dan menyingkirkan tiroksin, menyebabkan

lebih banyak tiroksin yang tersedia dalam bentuk bebas. Cairan, elektrolit dan nutrisi

adalah penting. Untuk sedasi, fenobarbital kemungkinan paling baik karena

mempercepat metabolisme perifer dan inaktivasi tiroksin dan triiodotironin, akhirnya

menyebabkan kadar-kadar ini menurun. Oksigen, diuretika dan digitalis

diindikasikan untuk gagal jantung. Akhirnya, sangatlah penting untuk mengobati

proses penyakit dasar yang mungkin menimbulkan eksaserbasi akut. Jadi, antibiotik,

obat-obat anti alergi dan pelayanan pascabedah merupakan indikasi untuk

penanganan masalah-masalah ini.

Penanganan Delirium

Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering

dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. American Psychiatric Association

Page 8: Laporan Skenario C L4

dan Society of Critical Care Medicine merekomendasikan haloperidol untuk

pengobatan ICU delirium (Jacobi et al). Haloperidol adalah antagonis reseptor

dopamin yang bekerja dengan menghambat dopamin neurotransmisi, dengan

dihasilkannya perbaikan yang positif dalam simtomatologi (halusinasi, gelisah dan

perilaku agresif) seringkali menghasilkan efek obat penenang.

Haloperidol digunakan karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan

dapat diberikan secara aman melalu jalur oral maupun parenteral. Dosis yang biasa

diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular maupun intra vena

(IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap satu jam sampai total kebutuhan

sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah pasien lebih baik kesadarannya atau sudah

mampu menelan obat oral maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis

terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena

lebih sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral.

Disamping haloperidol, obat lain antipsikotik/ neuroleptic agen (misalnya,

risperidol, ziprasidone, quetiapine, dan olanzapine) terutama dengan afinitas reseptor

yang lebih luas digunakan untuk pengobatan ICU delirium.

2. Sejak 1 minggu yang lalu, pasien demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan, diare

frekuensi 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir.

a. Bagaimana mekanisme gejala yang dialami Nn. SS:

Jawab:

- Demam tinggi

DEMAM AKIBAT INFEKSI .

Oral hygiene yang buruk menyebabkan terjadinya infeksi bakteri. Menurut

penelitian, 85% penderita hipertiroid mengalami infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Infeksi tersebut menyebabkan demam.

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.

Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu

pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari

pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme

seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida

yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen

endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari

pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen

Page 9: Laporan Skenario C L4

endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain

juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand,

2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih

(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,

mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan

mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α,

dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di

pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang

lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-

mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit

dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi

peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya

akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood,

2001).

DEMAM AKIBAT TINGGINYA HORMON TIROID

Hormon T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui

stimulasi Na/K + ATP ase dalam semua jaringan kecuali otak ,lien dan testis. Pada

penderita hipertiroid, hormon T3 mengalami peningkatan, yang menyebabkan

sintesa Na/ K + ATP ase pun ikut meningkat. Hal ini membutuhkan ATP dalam

jumlah yang cukup banyak sehingga metabolisme di dalam tubuh pun ikut

meningkat. Meningkatnya metabolisme di dalam tubuh mengakibatkan tubuh

memproduksi kalor/ panas yang berlebih.

- Batuk pilek

Mekanisme Batuk

• Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat

jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut

terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan.

• Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus

saluran pernafasan yang akan merangsang reseptor batuk di sel epitel mucus.

Page 10: Laporan Skenario C L4

Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktivasi pusat

batuk di medulla spinalis. Fase ini disebut fase iritasi

• Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non

myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot

abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan

menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi

intercosta pada abdominal.

• Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga

merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam.

Fase ini disebut fase Inspirasi

• Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan

glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik

sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi

Mekanisme pilek

• Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran

pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai

antigen presenting cells (APC).

• Lalu allergen yang ada di macrofag tadi akan di presentasikan ke sel Th.

Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui

penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B

diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.

• IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam

jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena

kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,

makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas

yang lemah.

• Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan

allergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada

pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk

Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

• Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam

proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang

sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang

Page 11: Laporan Skenario C L4

mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-

A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera

terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

• Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &

permeabilitas, sekresi mucus.

• Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.

- Sakit tenggorokan

Kelenjar tiroid terdapat di daerah leher, sehingga gangguan pada kelenjar tiroid

(pada kasus ini adalah hipertiroid) dapat menyebabkan rasa nyeri pada leher dan

tenggorokan. Sakit tenggorokan yang dirasakan penderita hipertiroid biasanya adalah

akibat dari pembesaran kelenjar tiroid/goiter.

Selain itu, sakit tenggorokan dapat disebabkan oleh infeksi dan batuk pilek

yang berlangsung selama seminggu mengakibatkan iritasi mukosa tenggorokan.

- Diare tanpa disertai darah dan lendir

Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau se

kresi yang meningkat. Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme

sekretorik, mekanisme osmotik dan campuran. Diare pada kasus ini disebabkan oleh

tiroid yang overaktif, menyebabkan hipermotilitas, dimana terjadi peningkatan

gerakan peristaltik makanan dalam traktus digestivus sehingga reabsorbsi air dalam

usus berkurang dan terjadi diare. Selain itu diare dapat disebabkan oleh pengaruh

hormon gastric di tubuh, namun mekanismenya masih kurang jelas. Tidak adanya

lendir dan darah pada diare yang dialami Nn SS menghilangkan kemungkinan diare

akibat gastroenteritis.

b. Bagaimana hubungan gejala yang dialami dengan penurunan kesadaran yang dialami

Nn. SS?

Jawab: Gejala-gejala tersebut terjadi karena adanya gangguan kelenjar endokrin

yang pada kasus ini adalah kelenjar tiroid. Hipertiroidisme ini menyebabkan

terjadinya hipersekresi hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) yang

akan menimbulakan gejala-gejala tersebut. Gejala diare yang dialami Nn SS dapat

terjadinya dehidrasi yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran (delirium).

Page 12: Laporan Skenario C L4

3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak,

mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

a. Bagaimana mekanisme gejala yang dialami Nn. SS

Jawab:

- Sering gugup

Gugup / nervous merupakan hal yang normal jika terjadi dalam kondisi

tertentu, seperti saat akan menjalani ujian. Namun jika perasaan nervous ini terus

muncul walaupun tidak berada dalam kondisi yang secara normal membuat

seseorang gugup maka kemungkinan orang tersebut menderita anxiety disorder. Pada

kasus yang dialami Nn. SS maka dapat dikategorikan mengalami anxiety disorder.

Penyebabnya adalah:

Akibat dari peningkatan hormon tiroid.

Hormon Tiroid memiliki hubungan langsung pada regulasi beberapa

neurotransmitter penting di otak seperti GABA (gamma aminobutyrat acid),

serotonin dan NE. Tiroksin adalah precursor langsung katekolamin yang terjadi di

sel neuron dan adrenal. HT dapat memperkuat kerja katekolamin di tempat

pascaresptor. Dalam kondisi normal neurotransmitter otak baik epinerphrin,

serotonin dan GABA dalam kondisi seimbang. Saat seseorang nervous maka EPI

yang bekerja dominan. Sedangkan GABA berperan menghambat munculnya

nervous tadi. Namun saat terjadi peningkatan hormon tiroid maka kinerja dari EPI

dan NE menjadi lebih kuat sehingga efeknya kan lebih dominan akibatnya terjadi

gangguan keseimbangan neurotransmitter di otak. Akibatnya kadar EPI akan

meningkat sehingga efeknya menjadi lebih dominan dan memberikan efek pada otak

dan tubuh sebagai rasa gugup.

Selain itu, tiroksin yang meningkat ini menyebabkan peningkatan reseptor

beta adrenergic di banyak jaringan, termasuk otot jantung, otot rangka, jaringan

adipose dan limfosit. Karena strukturnya yang mirip dengan katekolamin. Salah satu

akibatnya terasa pada jantung yaitu jantung yang berdebar-debar. Akibat dari

palpitasi ini juga dapat menyebabkan munculnya rasa gugup.

- Keringat banyak

Gejala-gejala yang dialami penderita diakibatkan meningkatnya efek yang

ditimbulkan hormon tiroid. Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,

perkembangan, dan metabolisme energi. Ketika kecepatan metabolisme meningkat,

konsumsi oksigen tentu juga akan meningkat karena oksigen berperan sebagai

Page 13: Laporan Skenario C L4

oksidator reaksi metabolisme. Oleh karena itu, penderita sering merasa kepanasan

dan suka hawa dingin. . Selain oksigen, kebutuhan zat makanan juga akan meningkat

karena makanan merupakan bahan yang akan dimetabolisme tubuh. Hal ini

menyebabkan penderita sering merasa lapar namun tidak gemuk karena kecpatan

metabolisme tinggi. Sisa metabolisme diekskresikan salah satunya melalui keringat,

karena itulah penderita banyak keringat.

- Mudah cemas

Pada hipertiroid, terjadi efek simpatomimetik. Tiroid meningkatkan

responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin. Katekolamin mengaktifkan

amygdala, regio yang sangat penting dalam menghasilkan sensasi rasa takut.

- Sulit tidur

Manifestasi tirotoksikosis antara lain: gelisah, sulit tidur, tremor, motilitas

usus, keringat berlebih, intoleransi panas, kehilangan BB, dan kelemahan otot.

Suhu tubuh bervariasi antara individu antara 36.2-37.8C. Lingkungan, apa

yang kita makan, bagaimana kita merasa dan seberapa aktif kita semua faktor yang

juga mempengaruhi tidur kita. Ada perubahan suhu tubuh pada siang hari dengan

suhu terendah di pagi hari.

Hipotalamus di otak mengatur suhu tubuh dan darah dikirim ke kulit dan tubuh

berkeringat ketika terlalu panas. Menjadi terlalu panas atau terlalu dingin pada

malam hari akan merangsang otak, sehingga masuk akal untuk mencoba dan

mengatur suhu badan untuk tidur nyenyak di malam hari.

Gangguan sulit tidur dapat terjadi akibat meningkatnya metabolisme tubuh,

yang menyebabkan suhu tubuh tinggi, gelisah, dan banyak berkeringat,

menimbulkan ketidaknyamanan untuk tidur.

4. Pemeriksaan fisik

Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit, suhu

39oC

Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat

Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)

Page 14: Laporan Skenario C L4

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik yang normal dan

abnormal?

Jawab:

Kesadaran: Delirium

TD 100/80

Pada kasus ini, Nn SS mengalami peningkatan suhu tubuh sentral. Salah satu

kompensasi tubuh untuk menghilangkan panas tubuh adalah dengan membawa darah

ke perifer. Semakin banyak darah semakin banyak panas yang dikeluarkan, yakni

dengan cara vasodilatasi. Pengatur pembuluh darah perifer adalah hipotalamus

(vasodilatasi) dan medula (vasokonstriksi). Untuk pembuluh darah perifer lebih

dominan hipotalamus. Sehingga untuk penderita suhu tubuh tinggi mengalami

penurunan tekanan darah.

Peningkatan suhu tubuh akibat peningkatan proses metabolik dalam

menyebabkan perubahan pola kerja jantung dan paru. Pada kasus ini, TD 100/80

menunjukkan penurunan tekanan nadi (selisih sistole dan diastole). Tekanan nadi

>25% dari sistole menunjukkan tekanan nadi yang rendah tidak normal. Hal ini

dapat terjadi akibat tirotoksikosis. Komplikasi dari hipertiroid dapat menyebabkan

congestive heart failure, dimana jantung tidak bekerja seperti normal. Kebutuhan

akan oksigen dan nutrisi yang tinggi pada kasus hipertiroid menyebabkan kardiak

output meningkat dan vasodilatasi bagian perifer, sehingga hambatan perifer

menurun dan sistole menurun.

Nadi 140x/menit

Takikardi disebabkan oleh peningkatan sensitivitas reseptor adrenergik terhadap

katekolamin pada tubuh. Hal tersebut terjadi akibat peningkatan kadar hormon tiroid

dalam tubuh.

RR 24x/menit

Normal.

Suhu 39 oC

Terjadi peningkatan suhu tubuh akibat aktivitas metabolik yang meningkat.

Produksi hormon tiroid meningkat Metabolisme tubuh meningkat

Produksi kalor meningkat Suhu tubuh meningkat

Page 15: Laporan Skenario C L4

Kepala: Exoftalmus (+)

Interpretasi : tidak normal

Mekanisme :

TSH reseptor antibodi berikatan dengan reseptor TSH di jaringan ikat retro-

orbital

Tsel mengeluarkan faktor-faktor inflamasi (sitokin) IL 1, TNF-a dan interferon-γ.

Peningkatan glikosaminoglikan

Pembengkakkan di otot dan jaringan ikat di belakang mata

menyebabkan penonjolan orbita (eksoftalmus)

Mulut: Faring Hiperemis, Oral Hygiene buruk

Interpretasi : tidak normal

Mekanisme :

Faring hiperemis terjadi akibat peningkatan vaskularisasi di daerah faring

untuk memudahkan transport leukosit untuk melawan bakteri penyebab infeksi.

Sehingga faring menjadi bengkak dan kemerahan.

Akibat dari peningkatan HT sehingga kerja katekolamin sebagai saraf

adrenergic meningkat. Saraf simpatis yang bekerja lebih dominan juga

mempengaruhi kelenjar saliva. Akibatnya produksi saliva menjadi lebih sedikit .

Padahal saliva dengan kandungan zat organic ( protein : lisozim, musin, laktoferin),

elektrolit, dan komponen lain seperti EGF dll. berperan dalam menjaga kebersihan

dan kesehatan gigi dan mulut. Aliran saliva yang terus menerus membantu membilas

residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda asing. Penurunan sekresi saliva

ini mengakibatkan mulut menjadi kering dan kebersihan mulut pun terganggu. Hal

ini pun memicu semakin mudahnya bakteri masuk dan berkembang biak di dalam

rongga mulut.

Akibat dari peningkatan metabolisme tubuh sehingga panas yang dihasilkan

juga meningkat. Sebagai konsekuensinya dapat terlihat pada mulut yang kering

sehingga kebersihan mulut pun terganggu.

Page 16: Laporan Skenario C L4

Menunjukkan bahwa Nn. SS terinfeksi bakteri (Streptococcus beta

hemolyticus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyrogen sebagai penyebab

terbanyak) pada tonsil / tonsilitis

Leher: Struma diffusa (+)

Interpretasi : tidak normal

TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar

tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular

kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta

merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid.

Kaku kuduk (-)

Interpretasi : normal, pada kasus dilakukan pemeriksaan kaku kuduk untuk

menghapuskan dugaan hipertiroid akibat lesi di hypothalamus yang bisa muncul

akibat meningitis tbc. Artinya pada Nn. SS hipertiroid bukan karena lesi di

hipothalamus.

Mekanisme : Kaku kuduk terjadi akibat mengejangnya otot-otot ekstensor

tekuk. Bila terlalu berat dapat terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap

kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi.

Jantung: takikardia

T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum

sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen

Na+ - K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi

protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan

kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran

jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme.

Abdomen: dinding perut lemas

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein

struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan

kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria

sontan. Itu sebabnya pada penderita hipertiroid maka weakness and fatigability

umum terjadi.

Bising usus meningkat

Gastrointestinal symptoms include increased frequency of bowel movements

due to increased motor contraction in the small bowel, leading to more rapid

Page 17: Laporan Skenario C L4

movement of intestinal contents. Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang

dapat menimbulkan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme.

Tremor

Tremor terjadi karena peningkatan hormon tiroid yang merangsang

peningkatan sensitivitas dari saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan tonus

otot dan terjadi tremor.

b. Bagaimana cara pemeriksaan fisik kepala, mulut, dan leher pada skenario?

Jawab:

KEPALA

Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri

2. Bila pakai kaca mata dilepas

3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang

kepala

4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.

MATA

A. Bola mata

Cara Kerja :

1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus,

strabismus.

2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.

3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri

4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm

5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk

mengetahui fungsi otot gerak mata.

B. Kelopak Mata

1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata

rontok, lesi, xantelasma.

2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata

Page 18: Laporan Skenario C L4

C. Konjungtiva, sclera dan kornea

1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan

2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya

kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )

3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi /

benjolan ( norma : putih )

4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam

transparan dan jernih )

D. Pemeriksaan pupil

1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan

2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial

3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan

kanan dan kiri

Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm

Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis

E. Pemeriksaan tekanan bola mat a

Tampa alat :

Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat

adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.

Dengan alat :

Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )

F. Pemeriksaan tajam penglihatan

1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.

2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang

ditunjuk perawat.

3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata

( atau dengan alat penutup ).

4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.

5. tentukan tajam penglihatan pasien

Page 19: Laporan Skenario C L4

G. Pemeriksaan lapang pandang

1. perawat berdiri di depan pasien

2. bagian yang tidak diperiksa ditutup

3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )

4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan

5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari

MULUT DAN TONSIL

1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa

2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing

3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa

4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.

5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.

6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “, amati

uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.

7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang

tonsil.

LEHER

Kelenjar Tyroid

Inspeksi :

Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan

Palpasi :

Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan

ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid

dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.

Auskultasi :

Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak

terdapat )

Trakhea

Inspeksi :

Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah

trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver

( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),

Page 20: Laporan Skenario C L4

Normalnya : simetris ditengah.

JVP ( tekanan vena jugularis )

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis,

beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya

: saat duduk setinggi manubrium sternum.

Atau

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi

manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena,

ukur tinggi denyut vena dengan penggaris.

Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.

Bising Arteri Karotis

Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan

sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada

bising.

5. Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3

Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum

normal

Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium yang

normal dan abnormal?

Darah rutin, kimia darah:

Test fungsi tiroid:

Jawab:

Darah Rutin

Hb Normal

WBC meningkat karena adanya proses inflamasi akibat infeksi

Kimia Darah

Normal

Test Fungsi Tiroid

TSH 0,001 mU/L

Nilai normal dewasa (21-54 tahun) : 0,4 – 4,2 mU/L (sekitar 0,5-5 mU/L)

Kadar TSH meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme.

Page 21: Laporan Skenario C L4

Kadar TSH serum mencerminkan kelenjar hipofisis anterior yang memantau kadar

dari FT4 sirkulasi. Kadar FT4 yang tinggi dapat mensupresi TSH.

FT4 (T4 bebas) 7,77 ng/dL

Nilai normal dewasa : 0,8 – 2,0 ng/dL

Kadar FT4 yang tinggi menguatkan diagnosis hipertiroid pada Nn. SS.

Aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang

dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum

tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T

suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan

merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor

antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan

cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk

meningkatkan produksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3)

6.

a. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?

Jawab:

Gambaran klinis

Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala

seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan

sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang

menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang

umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu

makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan

oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice.Sedangkan

keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak pada remaja

tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten

melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi

41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain 

hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan

disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal

jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium,

Page 22: Laporan Skenario C L4

tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik

mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,

tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan

goiter.

Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus

seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif)

yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan

disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.

Kasus ini menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan

penting untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang

dihadapi.

Gambaran laboratoris

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran

laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh

ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas

tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten

dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum

terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan

cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya

mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya, peningkatan uptake resin

T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake iodium 24 jam.

Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini

jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik,

seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali

fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun

elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka

pendek.

b. Apa working diagnosis (WD) dari kasus ini?

Jawab: Grave disease dengan komplikasi krisis tiroid.

c. Apa differential diagnosis (DD) dari kasus ini?

Jawab:

Page 23: Laporan Skenario C L4

Graves

Disease

Hypo

thyroid

Goiter Hashimoto

Thyroiditis

Hyper

thyroid

Tumor

kel.

tiroid

etiologi autoim

un

< iodium TSH / TSH autoimun Autoimun

Nodul tiroid

toksik

tumor

hormon

tiroksin

TSH N normal Normal

BMR - -

Palpitasi + - + - + -

Exopthal

mus+ + (11%) - - + -

Heat

intoleran

ce

+ - - - + ?

Fatigue + + - - + -

Tremor + - + - + ?

d. Bagaimana faktor-faktor resiko dari diagnosis?

Jawab:

Faktor resiko Hipertiroid:

Riwayat keluarga: Anggota keluarga dengan penyakit tiroid, goiter, merokok

Fibrilasi atrial, goiter, osteopenia, congestive heart failure

Riwayat pengobatan: Amiodarone, Iodine, Lithium

Tes Rutin: Radioopaque dye

Tes Tiroid: Konsentrasi TSH serum rendah

Faktor resiko krisis tiroid biasanya adalah hipertiroid yang tidak diobati atau

pengobatan yang tidak adekuat, diikuti dengan pencetus antara lain: infeksi,

pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, surgical crisis (persiapan

operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, baik fisik

serta psikologik, infeksi, dan sebagainya).

Page 24: Laporan Skenario C L4

e. Bagaimana etiologi dari diagnosis?

Jawab: Etiologi dari penyakit grave ada beberapa faktor yang mempengaruhi

diantaranya; mekanisme sistem imun, hereditas, jenis kelamin, pengaruh emosional,

merokok, radiasi pada leher, agen infeksi, iodine, ophthalmopathy.

-mekanisme sistem imun: sistem imun dalam tubuh membentuk suatu antibodi yang

disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), thyroid peroksidase antibodies

(TPO) dan antibodi-antibodi reseptor TSH, suatu IgG yang dapat merangsang

reseptor TSH sehingga meningkatkan pembentukan dan pelepasan T3 dan T4.4

Namun, berbeda dengan TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan bailk

negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus

berlangsung.

- antibodi-antibodi reseptor TSH ;penderita memiliki antibodi IgG yang berikatan

dengan reseptor TSH pada membran plasma dari thyrocytes. Antibodi ini berperan

sebagai agonist, dimana ia dapat menstimulasi reseptor TSH yang kemudian

mengaktivasi adenylyl cyclase dan meningkatkan sekresi hormon tiroid. Akibat dari

stimulasi dari antibodi ini ,tiroid menjadi hiperplastik dan vaskularisasi yang

berlebihan.

-faktor genetik: merupakan faktor pencetus yang berperan cukup kuat. Pada kembar

monozigot didapatkan 30% sampai 50% sedangkan pada kembar dizigot didapatkan

sekitar 5%. Histokompatibilitas molekul kelas II ( cth. HLA-DR3,HLA-DQA1)

meningkatkan resiko dari penyakit grave sebanyak 4 kali lipat. Penyakit grave ini

juga berasosiasi dengan polimorfisme dari cytotoxic T-lymphocyte antigen-4

(CTLA-4) , yang menjadi indikasi dari autoreaktif dari sel T.

- jenis kelamin : wanita lebih beresiko 7 sampai 10 kali lipat dibandingan dengan

pria.

- merokok : merokok berperan dalam peningkatan resiko dari penyakit grave, dan

meningkatkan kekerasan dari mata penderita yang menderita ophthalmopathy.

- ophthalmopathy : disebabkan oleh antibodi yang terikat pada otot ektra okuler dan

fibroblas orbita. Histopatologi memperlihatkan terjadi penumpukan

glycosaminoglycans (GAGs) pada jaringan ikat otot dan lemak dari orbita.

f. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis?

Jawab: Penyakit tiroid menyerang 1-2% wanita pada masa reproduktif. Laki” :

Wanita = 1 : 7

Page 25: Laporan Skenario C L4

Insiden terbanyak pada umur 30 – 40 tahun. Berkaitan dengan bentuk-bentuk

endokrinopati autoimun lainnya.Masalah tiroid juga biasa terjadi pada wanita hamil.

Tetapi, komplikasi hypertyroidism terjadi sekitar 1-2 pada 1000 kelahiran1,2.Sekitar

50% dari wanita yang terkena memiliki riwayat keluarga positif autoimun penyakit

tiroid3.

g. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis?

Jawab: Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, dimana gangguan tersebut

terdapat beragam autoantibody dalam serum.

Antibody ini mencakup :

a. Antibodi terhadap reseptor TSH

b. Antibodi terhadap peroksisom tiroid

c. Antibodi terhadap tiroglobulin

Dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan

terbentuknya autoantibodi.

Ada 3 macam autoantibody :

1. Antibody thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)

Mengikat reseptor TSH unutk merangsang jalur adenilat siklase/AMP

siklik, yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormone tiroid.

2. Antibodi thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI)

Ditujukan untuk reseptor TSH, menyebabkan proliferasi epitel folikel

tiroid.

3. Antibody TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)

Menyebabkan terhambatnya pengikatan normal TSH ke reseptornya pada

sel epitel tiroid. Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan

penyakit graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme

Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan

dalam timbulnya oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves.

Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu di luar tiroid (misalnya fibroblast

orbita) secara aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya, sebagai

respon terhadap antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu

local dimana fibroblast ini mengalami diferensiasi menuju adiposity matang dan

Page 26: Laporan Skenario C L4

mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium keduanya

berperan menyebabkan penonjolan orbita (eksoftalmus).

Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati graves, dengan

fibroblast pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan

glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibody dan

sitokin.

h. Bagaimana pencegahan pada kasus ini?

Jawab: Sangatlah penting untuk mengobati proses penyakit dasar yang mungkin

menimbulkan eksaserbasi akut. Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi

tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan.

i. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini?

Jawab: Tatalaksana dari Grave Disease:

1. Causative

Antitiroid :

Derivat tioimidazol Karbimazol,Tiamazol/Metimazol

Derivat tiourasil Propiltiourasil (PTU)

2. Simptomatic : Beta blocker

Medikamentosa

OAT yang dianjurkan golongan tionamid, yaitu :

a. propitiorasil (PTU)

b. Metimazol

c. ß adrenergic blocade

Nonmedikamentosa

a. Diet yang diberikan harus tinggi kalori

b. Konsumsi protein harus tinggi

c. Olah raga secara teratur

d. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein

j. Bagaimana prognosis dari kasus ini?

Jawab: Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian

keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat

laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau

Page 27: Laporan Skenario C L4

penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan

penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik

k. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum (KDU) pada kasus ini?

Jawab: Kompetensi dokter umum untuk Hipertiroid (Grave Disease) adalah 3A yang

artinya dokter umum harus mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan tang diminta oleh dokter

(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray) serta dapat mamutuskan

dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan

kasus gawat darurat).

Sedangkan kompetensi dokter umum untuk krisis tiroid adalah 3B karena

merupakan kasus kegawatdaruratan.

V. HIPOTESIS

Nn. SS, 22 tahun, mengalami hipertiroid primer et causa autoimun (Grave disease)

VI. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

VII. SINTESIS

A. KELENJAR TIROID

Nn. SS (22 tahun)autoimun

Hipertiroid Primer/Grave Disease

T4 bebas meningkat TSH menurun

Gejala-gejala

Page 28: Laporan Skenario C L4

Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago krikoid,

disamping kiri dan kanan trakhea . Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18 gram.

Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus.

Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5

cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing

lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi

koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari

arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan

percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan

dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih

besar dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.

saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit

kalsitonin. Hormon ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu adalah

TBG (thyroxine binding globulin), TBPA (thyroxine binding prealbumin), T3U (T3

resin uptake) dan TBI (thyroxine binding Index). Peningkatan protein pengangkut TBG

menyebabkan peningkatan hormon T4 dan penurunan protein pengangkut T3U.

Peningkatan TBG disebabkan oleh pengobatan estrogen, perfenazin, Kehamilan, Bayi

baru lahir, Hepatitis infeksiosa dan Peningkatan sintesis herediter. Sedangkan

penurunan kadar TBG dipengaruhi oleh pengobatan steroid anabolik dan androgen,

Sakit berat atau pembedahan, Sindroma nefrotik dan Defisiensi kongenital.

ANATOMI

Tiroid berarti

organ berbentuk perisai

segi empat. Kelenjar

tiroid merupakan organ

yang bentuknya seperti

kupu-kupu dan terletak

pada leher bagian bawah

di sebelah anterior

trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya,

dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula

ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral

Page 29: Laporan Skenario C L4

yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah

kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul

dari isthmus di depan laring.

Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai

thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap

lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina

cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid

mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada

orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram

jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang

dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh

epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut

koloid.

Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan

pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid

disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh

folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain

dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan

berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu

hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut

berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.

Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)

mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan

hormon yang lebih aktif daripada T4.

STRUKTUR DARI HORMON TIROID

Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Tironin yang diiodinisasi

diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin

membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4.

Metabolisme Iodin

Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida atau

iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida. Kelenjar tiroid memekatkan dan

Page 30: Laporan Skenario C L4

menjebak iodida dan mensintesa serta menyimpan hormon tiroid dalam tiroglobulin,

yang mengkompensasi kelangkaan dari iodin. Anjuran asupan iodin adalah 150

g/hari; jika asupan di bawah 50g/hari, maka kelenjar ini tidak mampu untuk

mempertahankan sekresi hormon yang adekuat, dan akibatnya timbul hipertrofi tiroid

(goiter) dan hipotiroidisme.

SINTESIS DAN SEKRESI

HORMON TIROID

Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar

tiroid melibatkan enam langkah

utama:

(1) transpor aktif dari I melintasi

membrana basalis ke dalam sel tiroid

(trapping of iodide); (2) oksidasi dari

iodida dan iodinasi dari residu tirosil

dalam tiroglobulin; (3)

penggabungan molekul iodotirosin

dalam toirglobulin membentuk T3

dan T4; (4) proteolisis dari

tiroglobulin, dengan pelepasan dari

iodotirosin dan iodotironin bebas; (5)

deiodinasi dari iodotirosin di dalam

sel tiroid, dengan konservasi dan

penggunaan dari iodida yang

dibebaskan, dan (6) di bawah

lingkungan tertentu, deiodinisasi-5'

dari T4 menjadi T3 intratiroidal.

Sintesis hormon tiroid melibatkan

suatu glikoprotein unik, tiroglobulin,

dan suatu enzim esensial,

peroksidase tiroid (TPO).

Transpor lodida (The Iodide Trap)

I ditranspor melintasi membrana basalis dari sel tiroid oleh suatu proses yang

memerlukan energi aktif yang tergantung pada ATPase Na+-K+ . Sistem transpor aktif

Page 31: Laporan Skenario C L4

ini memungkinkan kelenjar tiroid manusia untuk mempertahankan suatu konsentrasi

iodida bebas 30-40 kali dibandingkan plasma. Jebakan tiroiodida dirangsang jelas oleh

TSH dan oleh antibodi perangsang reseptor TSH (TSH-R ab [stim]) ditemukan pada

penyakit Graves. Untuk terjadinya proses ini, struktur dimerik dari tiroglobulin penting.

Di dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT dapat mengadakan penggabungan

membentuk T4, dan suatu molekul MIT dan DIT dapat mengadakan penggabungan

membentuk T3 . Obat-obatan tiokarbamid-terutama propiltio-urasil, metimazol, dan

karbimazol-merupakan inhibitor poten dari peroksidase tiroidal dan akan menghambat

sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini secara klinik berguna dalam penatalaksanaan

hipertiroidisme.

Proteolisis Tiroglobulin & Sekresi Hormon Tiroid

Enzim lisosomal disintesis oleh retikulum endoplasmik kasar dan dikemas oleh aparatus

Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur ini, dikelilingi oleh membran, mempunyai

suatu interior yang bersifat asam dan diisi dengan enzim proteolitik, termasuk protease,

endopeptidase, hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim-enzim lain. Pada interaksi sel

koloid, koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid oleh suatu proses makropinositosis

atau mikropinositosis dan diabsorbsi ke dalam sel tiroid. Kemudian lisosoma berfusi

dengan vesikel koloid; dan terjadi hidrolisis dari tiroglobulin, melepaskan T4, T3, DIT,

MIT, fragmen peptida, dan asam amino. T3 dan T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi,

semenfara DIT dan MIT dideiodinisasi dan I dilestarikan. Tiroglobulin dengan

kandungan iodin yang rendah dihidrolisa dengan lebih cepat ketimbang tiroglobulin

dengan kandungan iodin yang tinggi, yang kemungkinan bermanfaat dalam daerah

geografik di mana asupan iodin natural rendah. Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui

sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi

hormon tiroid distimulasi oleh TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh

analog cAMP (Bu)2cAMP, menunjukkan zat ini dependen-cAMP. Proteolisis

tiroglobulin diinhibisi oleh kelebihan iodide dan oleh litium, yang, seperti litium

karbonat, digunakan untuk terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin

yang tak terhidrolisa juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini meningkat dengan nyata

pada situasi tertentu seperti tiroiditis subakut, hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH .

Tiroglobulin dapat juga disintesis dan dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu seperti

kanker tiroid papilaris atau folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu marker untuk

penyakit metastatik.

Page 32: Laporan Skenario C L4

KONTROL FUNGSI TIROID

Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat

mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-

tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon

perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi

hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer,

yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh

kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya; dan (4) stimulasi

atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH.

Tirotropin

Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH),

merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari

kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri dari dua

subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk dua

glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormon plasenta hCG; subunit

beta berbeda untuk setiap hormon glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan

aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein

dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai o ligosakarida.

TSH merupakan faktor primer yang mengendalikan pertumbuhan sel tiroid dan sintesis

serta sekresi hormon tiroid : Efek ini dicapai dengan berikatan dengan suatu reseptor

TSH (TSH-R) spesifik pada membran sel tiroid dan mengaktivasi G protein-adenilil

siklase-cAMP dan sistem pemberian sinyal fosfolipase.

Efek dari TSH terhadap Sel Tiroid

TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya diperantarai

melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari sistem

fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium intraselular dapat juga

terlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini :

A. Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkan pseudopod pada

batas sel-koloid, mempercepat resorpsi tiroglobulin. Kandungan koloid berkurang.

Tetesan koloid intraselular dibentuk dan pembentukan lisosom dirangsang,

meningkatkan hidrolisis tiroglobulin .

B. Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya; vaskularisasi

meningkat; dan setelah beberapa waktu, timbul pembesaran tiroid, atau goiter.

Page 33: Laporan Skenario C L4

C. Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolism iodida, dari

peningkatan ambilan dan transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan

peningkatan sekresi hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantarai peningkatan

transpor iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular

merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida adalah

bifasik : Pada awalnya terdepresi (efflux iodida); dan kemudian, setelah suatu

kelambatan beberapa jam, ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida dapat

disebabkan oleh peningkatan yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan

hormon dan keluarnya iodida dari kelenjar.

D. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal, dengan suatu

peningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4.

E. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari kelenjar.

Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin intratiroid.

F. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi dari

ambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari

oksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu

percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan

pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA.

TSH Serum

Secara normal, hanya subunit α dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari

subunit α adalah sekitar 0,5-2,0 μg/L; terjadi peningkatan pada wanita pascamenopause

dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitary tumor . Kadar serum dari TSH adalah

sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme,

baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon tiroid per oral yang berlebihan.

Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit, dan kecepatan produksi harian

adalah sekitar 40-150 mU/hari.

Perangsangan dan Penghambatan Tiroid Lainnya

Folikel tiroid mempunyai suplai kapiler kaya yang membawa serat saraf noradrenergik

dari ganglion servikalis superior dan serat saraf positif-asetilkolin esterase yang berasal

dari nodus vagal dan ganglia tiroid. Sel parafolikuler "C" mensekresi kalsitonin maupun

peptida kalsitonin terkait-gen (CGRP). Pada hewan percobaan, zat ini neuropeptida lain

memodifikasi aliran darah tiroid dan sekresi hormon. Di samping itu, faktor

pertumbuhan seperti insulin, IGF-1, dan EGF dan kerja autokrin dari prostaglandin dan

Page 34: Laporan Skenario C L4

sitokin dapat mengubah pertumbuhan sel tiroid dan produksi hormon. Namun, belum

jelas seberapa penting efek ini dalam situasi klinis.

KERJA HORMON TIROID

1. Reseptor Hormon Tiroid

Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein

tetapi dalam keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut

melalui difusi pasif ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma

sel, untuk berikatan dengan suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T4 diubah

menjadi T3 melalui deiodinase-5', menunjukkan bahwa T4 merupakan suatu prohormon

dan T3 adalah bentuk hormon aktif.

2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid

Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-

jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan

sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan

peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh

peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik

yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari

deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino.

Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.

Tiroksin (T4)

Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap

molekulnya.Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan protein

di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi ketika

diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikat-protein

(TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat

dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid.6 Bentuk T4 yang terdapat secara alami

dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah isomer L. D-Tiroksin hanya

memiliki sedikit aktivitas bentuk L.

Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma,

diantaranya :

(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).

(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).

(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).

Page 35: Laporan Skenario C L4

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik.

Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini di

bandingkan dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau

sekitar 8 μg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2 ng/dL. Hanya terdapat

sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume

distribusinya lebih kecil jka dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar

10L, atau sekitar 15% berat tubuh.

Triiodotironin (T3)

Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul

iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium saja

dalam setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui

deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4). T4

dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul-molekul

tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin. Kedua hormon ini tetap

terikat pada triglobulin sampai disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-

sel tiroid, ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan ke

dalam kapiler.

Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat TBG

dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih mudah berpindah ke

jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik

triiodotironin lebih besar. T3 mungkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin

(MIT) dengan diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata

senyawa beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4

μg (7 nmol) T3. Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 μg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15

μg/dL yang secara normal terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam

keadaan bebas. Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar

sisanya pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit (Tabel 1).

Page 36: Laporan Skenario C L4

Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+

ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada

peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat

istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon

tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan

pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya

efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.

Efek Kardiovaskular

T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β

miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari

Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung;

mengubah isoform dari gen Na+ - K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor

adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid

mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini

merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada

hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

Efek Simpatik

Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta

dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga

menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat

memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan

terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan

obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan

takikardia dan aritmia.

Page 37: Laporan Skenario C L4

Efek Pulmonar

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat

pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan

ventilasi bantuan.

Efek Hematopoetik

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan

produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya

tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon

tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan

peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada

jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.

Efek Gastrointestinal

Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan

motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi

pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan

yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.

Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi

tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian,

hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat,

hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan

hubungan-silang pyridinium.

Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula

absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi

diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh

hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan

dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun

dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam

lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.

Page 38: Laporan Skenario C L4

B. HIPERTIROID

Definisi Hipertiroid

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif

menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar

dalam darah. Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh

suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat

disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid atau oleh

produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid.

PATOFISIOLOGI

Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari

hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan

produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di

jaringan perifer. Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap

metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein.

Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh

terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino dan

elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel

dan

peningkatan proses-proses intraseluler.Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid

terlihat antara lain :

— aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak

— modulasi sekresi gonadotropin

— mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut

— merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis

dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot.Dengan meningkatnya kadar

hormon ini maka metabolism jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh,

keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, taki kardi, fibrilasi

atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang

menurun. Kadang-kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan,

payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui

sebabnya.

DIAGNOSIS

Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan

dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena

Page 39: Laporan Skenario C L4

timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya

berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari

penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu

− Nervositas

− Kelelahan atau kelemahan otot-otot

− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar

− Intoleransi terhadap udara panas

− Keringat berlebihan

− Perubahan pola menstruasi

− Tremor

− Berdebar-debar

− Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa

tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak

menyadari penyakitnya. Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas

yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-

tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo,

pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan

waktu refleks Achilles. 3 17 Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu

diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.

Penyebab-Penyebab Hipertiroid

Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk:

- Penyakit Graves

- Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular Goiter (TMNG)

- Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid

- Pengeluaran yang abnormal dari TSH

- Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)

- Pemasukkan yodium yang berlebihan

Penyakit Graves

Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar

tiroid yang disama ratakan, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada

Page 40: Laporan Skenario C L4

kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan

kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via

TSH. Penyakit Graves adalah

diturunkan/diwariskan dan adalah sampai lima kali lebih umum diantara wanita wanita

daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan

antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin

ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating

immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan

antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk:

- stres

- merokok

- radiasi pada leher

- obat-obatan dan

- organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.

Penyakit Graves dapat didiagnosis dengan suatu scan tiroid dengan obat nuklir yang

standar yang menunjukkan secara panjang lebar pengambilan yang meningkat dari

suatu yodium yang dilabel dengan radioaktif. Sebagai tambahan, sebuah tes darah

mungkin mengungkap tingkat-tingkat TSI yang meningkat. Penyakit Grave' mungkin

berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit

(dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat yang

sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap

cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin

menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari

ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata

seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk

mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan,

intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang

dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak

pada muka dari kaki-kaki.

Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter

Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi lebih bergumpal-

gumpal ketika kita menua. Pada kebanyakan kasus-kasus, gumpal-gumpal ini tidak

memproduksi hormon-hormon tiroid dan tidak memerlukan perawatan. Adakalanya,

Page 41: Laporan Skenario C L4

suatu benjolan mungkin menjadi "otonomi", yang berarti bahwa ia tidak merespon pada

pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid dengan bebas.

Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3 cm. Ketika ada suatu

benjolan (nodule) tunggal yang memproduksi secara bebas hormon-hormon tiroid, itu

disebut suatu functioning nodule. Jika ada lebih dari satu functioning nodule, istilah

toxic multinodular goiter (gondokan) digunakan. Functioning nodules mungkin siap

dideteksi dengan suatu thyroid scan.

Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan

Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah sungguh umum.

Dosis-dosis hormon-hormon tiroid yang berlebihan seringkali tidak terdeteksi

disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-pasien yang meminum obat tiroid mereka.

Orang-orang lain mungkin menyalahgunakan obat dalam suatu usaha untuk mencapai

tujuan-tujuan lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat

diidentifikasikan dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium berlabel radioaktif

yang rendah (radioiodine) pada suatu thyroid scan.

Pengeluaran abnormal dari TSH

Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu pengeluaran dari

TSH (thyroid stimulating hormone) yang tingginya abnormal. Ini menjurus pada tanda

yang berlebihan pada kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid.

Kondisi ini adalah sangat jarang dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari

kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist

melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.

Tiroiditis (peradangan dari tiroid)

Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu penyakit virus ( subacute

thyroiditis). Kondisi ini berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang

seringkali sakit pada waktu menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin

ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan

suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes (lymphocytic

thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi ini, peradangan

meninggalkan kelenjar tiroid "bocor", sehingga jumlah hormon tiroid yang masuk ke

darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah paling umum setelah suatu kehamilan

dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah

Page 42: Laporan Skenario C L4

melahirkan. Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4 sampai 12

minggu dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil tiroid yang rendah) yang

dapat berlangsung sampai 6 bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruh

kembali ke suatu keadaan fungsi tiroid yang normal. Tiroiditis dapat didiagnosis dengan

suatu thyroid scan.

Pemasukkan Yodium yang berlebihan

Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid. Suatu

kelebihan yodium dapat menyebabkan hipertiroid. Hipertiroid yang

dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-pasien yang telah

mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti

amiodarone (Cordarone), yang digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan

jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan

kelainan-kelainan fungsi tiroid

C. GRAVE DISEASE

a. Definisi

Grave’s disease adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan gejala hipertiroidisme,

goiter yang diffuse, dan kelainan dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves

merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam

praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari

pada pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau beberapa manifestasi berikut ini :

tirotoksikosis, goiter, oftalmopati ( exopthalmus) dan dermopati ( edema pretibial).

b. Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun, dimana penyebabnya

sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi

genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat

dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit

Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali

lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka

kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

Page 43: Laporan Skenario C L4

Terdapat beberapa faktor predisposisi, antara lain:

1. Genetik

Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk

terkena Graves. Faktor genetik yang berperan penting dalam proses otoimun, antara lain

HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina

dan HLA-B17 pada orang kulit hitam.

Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 ( 6p21.3) ekspresinya

mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama kelas II

yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor

limfosit T ( T lymphocyte receptor / TcR) selama terhadap antigen. Interaksi ini

merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit

atau faktor supresi yang tidak spesifik ( IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang

rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan T helper mana yang

disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan

eksis dan akan meningkatkan proses autoimun.

2. Wanita

Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh

estrogen. Hal ini disebabkan karena epitose ekstraseluler TSHR homolog dengan

fragmen pada resptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.

3. Status gizi dan Berat badan lahir rendah

Hal ini sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi thyroid

4. Stress

Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.

5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium

6. Toxin, infeksi bakteri dan virus

Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran

selnya sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar thyroid diduga dapat

mempromosikan timbulnya penyakit Grave’s terutama pada penderita yang mempunyai

faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan

struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar thyroid karena mutasi atau

biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya

autoantibodi terhadap thyroid dan perkembangan penyakit ini.

Page 44: Laporan Skenario C L4

Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada

permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama

interferon alfa).

7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hyperthyroid

8. Pada sindroma defisiensi imun ( HIV), pengguanaan terapi HAART berhubungan

dengan penyakit ini denagn meningkatnya jumlah dan fungsi DD4 sel T.

9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara

langsung mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hyperthyoid.

10. Terapi dengan interferon-α

Faktor risiko meliputi :

1) Biasanya terjadi pada usia sekitar 30-40 tahun

2) Wania : Laki-laki = 7:1

3) Predisposisi familial

4) Berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya

5) Merokok merupakan faktor resiko bagi wanita

c. Epidemiologi

Penyakit yang tidak terlalu langka, sering pada usia 30-40 tahun, lebih sering pada

wanita dengan perbandingan 7:1. Faktor genetic mengambil peranan penting, tak heran

predoisposisi familial berperan disini. Frekuensi kejadian bertambah pada orang barat

yang haplotipe HLA-B8 dan DRw3, pada orang jepang dengan HLA-Bw36, dan orang

cina dengan HLA-Bw46.

Grave’s disease. Penyakit Grave merupakan 95 % dari keseluruhan kasus

hipertiroidisme pada kehamilan.

d. Patogenesis

Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, dimana gangguan tersebut

terdapat beragam autoantibody dalam serum.

Antibody ini mencakup :

d. Antibodi terhadap reseptor TSH

e. Antibodi terhadap peroksisom tiroid

f. Antibodi terhadap tiroglobulin

Page 45: Laporan Skenario C L4

Dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan

terbentuknya autoantibodi.

Ada 3 macam autoantibody :

4. Antibody thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)

Mengikat reseptor TSH unutk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang

menyebabkan peningkatan pembebasan hormone tiroid.

5. Antibodi thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI)

Ditujukan untuk reseptor TSH, menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid.

6. Antibody TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)

Menyebabkan terhambatnya pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel

tiroid. Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan penyakit graves

secara spontan mengalami episode hipotiroidisme

Reseptor TSH dianggap sebagai autoantigen terpenting

Antibody TSI

Antibody TBII

Antibody TGI

Menghasilkan autoantibodi

Sel Th 2 mengeluarkan sitokin-sitokin, yaitu IL-4, IL-6, IL-10, untuk mengaktivasi sel B berdiferensiasi menjadi sel

plasma

Antigen tersaji ke sel T lain, yaitu sel Th 2

Factor ini memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel epitel tiroid

Mengeluarkan factor larut, seperti IFN-γ dan TNF

Sel T CD4 intratiroid tersensitisasi terhadap reseptor tirotropin (TSH)

Page 46: Laporan Skenario C L4

Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan dalam

timbulnya oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves.

Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu di luar tiroid (misalnya fibroblast orbita) secara

aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya, sebagai respon terhadap

antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu local dimana

fibroblast ini mengalami diferensiasi menuju adiposity matang dan mengeluarkan

glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium keduanya berperan menyebabkan

penonjolan orbita (eksoftalmus).

Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati graves, dengan fibroblast

pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai

respon terhadap stimulasi autoantibody dan sitokin.

e. Manifestasi Klinis

Palpitasi

Nervousness

Mudah lelah

Hiperkinetik

Diare

Heat intolerance

Nafsu makan biasa/meningkat

BB menurun

Kelanjar tiroid membesar bersifat difus

Takikardia

Dermopati (miksedema pretibial)

Page 47: Laporan Skenario C L4

Ocular finding: Oftalmofati graves: exopthalmus, pada eyelids: lid lag, lid

retraction. Infrequent blinking

Manifestasi klinis yang muncul pada Grave’s disease, adalah tiga karateristik (trias)

sebagai berikut :

• Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis,

berupa peningkatan Basal Mtabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf simpatis.

Thyrotoxicosis itu akan memunculkan manifestasi ancietas, tremor, takicardia,

palpitasi, hiperrefleksi, tidak tahan panas, bertambah nafsu makan, hipermotilitas usus,

diare, malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.

• Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.

• Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.

Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid

Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :

Kelas Uraian :

Kelas 0 Tidak ada gejala dan tanda

Kelas 1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag

Kelas 2 Perubahan jaringan lunak orbita (palpebra bengkak)

Kelas 3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)

Kelas 4 Keterlibatan

otot-otot ekstra okular

Kelas 5 Perubahan pada

kornea (keratitis)

Kelas 6 Kebutaan

(kerusakan nervus opticus)

Gejala dan tanda

apakah seseorang menderita

hipertiroid atau tidak juga

dapat dilihat atau ditentukan

dengan indeks wayne atau

indeks newcastle yaitu

sebagai berikut :

Page 48: Laporan Skenario C L4

f. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

- Meliputi penggalian informasi mengenai gejala-gejala yang dialami pasien, riwayat

penyakit sebelumnya, dan adanya kemungkinan riwayat penyakit keluarga.

- keluhan : palpitasi, heat intolerance, goiter, tremor, banyak keringat, dll

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital (suhu, nadi, laju pernepasan, dan tekanan darah) takikardi

Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid: Inspeksi:

Leher: membesar/tidak,simetrs/asimetris.

Palpasi: berdiri di belakang pasien

Terjadinya tremor : dapat diperiksa dengan melihat ada tidaknya getaran pada

kertas yang diletakkan pada tangan yang diangkat setinggi bahu dalam keadaan extensi

Pemeriksaan bola mata (eksoftalmos)

3. Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema

dibawah ini :

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit

Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada

penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic

hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium

yang jelas.

Page 49: Laporan Skenario C L4

Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan

hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan

(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar

hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam

keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-

4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon

tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya antibodi

terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan

produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi

tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis,

sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.

Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif

terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat

mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi

diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk

menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes

supresi tiroksin.

g. Diagnosa Banding

Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis

kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati

akibat penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.

Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “

dapat ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam

serum yang dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan

menyebabkan peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH

normal. Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3

dan TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit

Graves.

Page 50: Laporan Skenario C L4

h. Komplikasi

Krisis tiroid (Thyroid storm)

Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga

dapat mengancam kehidupan penderita.

Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :

- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain

- Terapi yodium radioaktif

- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara

adekuat.

- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi

obat yang berat atau infark miokard.

i. Penatalaksanaan

3. Causative

Antitiroid :

Derivat tioimidazol Karbimazol,Tiamazol/Metimazol

Derivat tiourasil Propiltiourasil (PTU)

4. Simptomatic

Beta blocker : Propranolol diberikan bersamaan dengan obat antitiroid. Karena

manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan saraf simpatis yang

dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan

pemberian penyekat beta yang mampu menurunkan takikardi, kegelisahan, dan keringat

yang berlebihan. Propanolol juga menghambat perubahan tiroksin menjadi T3.

5. Cosmetic

Strumektomi subtotal / parsial sesudah terapi dan propiotiourasil prabedah (pasien

harus eutiroid).

Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk:

a. penderita muda

b. penderita yang gondoknya sangat besar

c. penderita yang alergi terhadap obat

6. RAI(Iodium radioaktif)-terapi ablatif- Kontraindikasi pada wanita hamil dan anak.

7. Terapi Eksoftalmus :

8. Injeksi Kortikosteroid Retrobulber

9. Kortikosteroid Sistemik : Prednison

Page 51: Laporan Skenario C L4

10. Plasmapheresis: cegah rebound antigen-antibodi.

11. Tindakan bedah untuk mengeluarkan lamak intraorbita.q

Medikamentosa

OAT yang dianjurkan golongan tionamid, yaitu :

d. propitiorasil (PTU) lebih sering digunakan dibandingkan Methimazole karena

memiliki ikatan yang lebih besar dengan protein

dosis : 100-150 mg/ 8 jam

setelah eutiroid klinis laboratorik

50 mg/ 6 jam

b. Metimazol

dosis : 2 kali 10 mg/hari

pada trimester 3, metimazol dipertahankan 5 mg /hari

c. ß adrenergic blocade

Seperti propanolol. Namun penggunaan yang terus menerus dapat mengakibatkan

keterbelakangan pertumbuhan janin.

a. Propiltiourasil (PTU)

Nama generik : Propiltiourasil

Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)

Indikasi : hipertiroidisme

Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen

tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.

Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg

Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari,

dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk

hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-

900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis

untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)

Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada

kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.

Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari

iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)

Page 52: Laporan Skenario C L4

Risiko khusus : Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa

menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui,

penyakit hati (Lee, 2006).

b. Methimazole

Nama generik : methimazole

Nama dagang : Tapazole

Indikasi : agent antitiroid

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamill

Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg

Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2

mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.

Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid

berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.

Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema.

Risiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan

myelosupression, kehamilan.

PTU lebih dianjurkan pada wanita hamil daripada metimazol karena metimazol lebih

mudah melewati sawar plasenta dan dapat menghambat sintesis hormon tiroid sehingga

dapat menyebabkan hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi. Penggunaan

propiltriurasil lebih aman karena lebih sedikit obat yang sampai ke janin. Dalam dosis

tinggi, kedua obat ini dapat memblok kelenjar tiroid janin sehingga terjadi

hipotiroidisme. Yang berakibat pada gangguan intelektual dan retardasi pada anak.

2. Nonmedikamentosa

a. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori

per hari baik dari makanan maupun dari suplemen

b. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk

mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur

c. Olah raga secara teratur

d. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar

metabolisme

j. Prognosis

Hipertiroidisme pada umumnya prognosis baik, jarang sekali berakibat fatal jika

kausal ditangani dengan baik.

Page 53: Laporan Skenario C L4

Pada banyak pasien, oftalmopati bisa sembuh sendiri dan tidak memerlukan

pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat hingga ada bahaya kehilangan

penglihatan, perlu diberikan pengobatan glukokortikoid disis tinggi disertai tindakan

dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.

Pasien yang menjalani RAI 40-70% mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun

mendatang. Hipertiroidisme bisa menjadi hipotiroidisme bila tidak dipantau kadar

hormone tiroid pada ibu, obat-obat antitiroid bisa melewati plasenta dan menyebabkan

gangguan pembentukan hormone tiroid pada janin, janin bisa menjadi hipotiroidisme

sampai kretinisme.

k. Kompetensi dokter umum

Hipertiroid : 3 A

Tingkat Kemampuan 3

3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,

serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

D. KRISIS TIROID

Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang

terjadi. Hampir semua diawali oleh faktor pencetus. Pada keadaan ini dijumpai

dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Karena mortalitas sangat tinggi,

kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Hingga

kini patogenesisnya belum jelas: Free-hormon meningkat, naiknya free-hormon

mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan

sebagainya. Faktor resiko krissi tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang

kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stres fisik ataupun psikologik, infeksi,

dsb)

Kecurigaan akan terjadi krisis tiroid apabila terdapat triad: 1). Menghebatnya tanda

tirotoksikosis, 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia. Apabila terdapat triad

maka kita dapat emneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid

dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia,

dan disfungsi susunan saraf.

Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, >45 highly suggestive, 25-44 suggestive

of impending storm, di bawah 25 kemungkinan kecil.

Tabel Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid (Burch-Wartosky, 1993)

Page 54: Laporan Skenario C L4

Disfungsi pengaturan panas

Suhu (oF) 99-99.0

100-100.9

101-101.9

102-102.9

103-103.9

>104.0

5

10

15

20

25

30

Disfungsi kardiovaskular

Takikardi 99-109

110-119

120-129

130-139

>140

5

10

15

20

25

Efek pada susunan saraf pusat

Tidak ada

Ringan (agitasi)

Sedang (delirium, psikosis, letargi berat)

Berat (koma, kejang)

0

10

20

30

Gagal jantung

Tidak ada

Ringan (edema kaki)

Sedang (ronki basal)

Berat (edema perut)

0

5

10

15

Disfungsi gastrointestinal-hepar

Tidak ada

Ringan (diare, nausea/muntah/ nyeri

perut)

Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)

0

10

20

Fibrilasi atrium

Tidak ada

Ada

Riwayat pencetus

Negatif

Positif

0

10

0

10

Patofisiologi

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing

hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk

menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang

memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini

menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama

oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitutriiodothyronine (T3). T4 dan T3

terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara

biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar

T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis

pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di

sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.1

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis

ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen

dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan

reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada

patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh

autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena

Page 55: Laporan Skenario C L4

peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak

ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan

pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine

monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga

merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.3

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon

hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak

sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran

klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring

meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya)

atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu,

respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa

pasien dan menyebabkan kematian.2 Diduga bahwa hormon tiroid dapat

meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan

penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin

epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.7

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut

ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan

memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan

tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak

meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.

Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis

hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan

reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis

krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat

adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan

rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin.

Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapabeta-blockers gagal menurunkan kadar

hormon tiroid pada tirotoksikosis.2

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat

patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat

terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon

tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika

kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai

Page 56: Laporan Skenario C L4

rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah

diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat

mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik

langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan

katekolamin.

Tatalaksana

Pengobatan harus segera diberikan, jika mungkin dirawat di bangsal dengan

kontrol baik.

Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan

cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, jika perlu obat sedasi,

kompres es.

Mengoreksi hipertiroid dengan cepat; a) memblok sintesis hormon baru:

PTU dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti dosisi 200 mg PTU

tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg; b) memblok keluarnya

cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI

(larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam). Apabila ada, berikan

endoyodin (NaI) IV, jika tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai; c)

menghambat konversi perifer dari T4 T3 dengan propanolol, ipodat,

penghambat beta dan/atau kortikosteroid.

Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason

2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya adalah karena defisiensi steroid

relatif akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.

Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin karena aspirin

akan melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free-hormon meningkat.

Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan sebab di samping

mengurangi takikardi, juga menghambat konversi T4 T3 di eprifer.

Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.

Mengobati faktor pencetus, misalnya infeksi. Respons pasien (klinis dan

membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada

yang berlanjut hingga seminggu.

Komplikasi

Page 57: Laporan Skenario C L4

Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain

hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada

tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat

oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan

curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot

proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang

jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang

mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan

pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar

plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238

mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan

normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk

menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan

penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip

standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.15

Prognosis

Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian

keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat

laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau

penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan

penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.1

Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat

setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya

setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid

setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-

tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-

7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang

rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih

tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi

meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis

tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol)

Page 58: Laporan Skenario C L4

hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari

setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI

dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula

dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan

pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan

sindroma McCune-Albright).

VIII. KERANGKA KONSEP

Autoimun

Grave Disease Eksoftalmus

Simpatis ↑

Saliva↓ Tremor Frekuensi denyut

jantung↑

Hipermetabolisme

Oral hygiene buruk↓

Infeksi Krisis Tiroid

Suhu↑ Batuk pilek

WBC↑ Vaskularisasi faring ↑

Faring hiperemisKeringat↑

Telapak tangan basah

Motilitas usus ↑

Proteolisis ↑

Diare Bising usus↑Kelemahan

otot

Delirium

Positif autoantibodi

Hipertrofi & hiperplasi

Struma diffusa

Page 59: Laporan Skenario C L4

IX. SIMPULAN

Nn SS (22 tahun) mengalami krisis tiroid et causa hipertiroid (Grave

Disease) yang tidak ditangani dan dicetuskan oleh infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ruswana. 2005. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid.pdf FK Unpad:

Bandung

Bakta, I. Made, I Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam.

Jakarta : EGC

Bindu Nayak, MD, Kenneth Burman, MD, Thyrotoxicosis and Thyroid Storm.

Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663–686.

Demers LM, Spencer C. The Thyroid: Pathophysiology and Thyroid Function

Testing. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. (Eds). Tietz Textbook of Clinical

Chemistry and Molecular Diagnostics. StLouis: Elsevier Saunders, 4th ed, 2006 p

2053-95

Dorland, W. A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28. Jakarta:

EGC

Guyton, Arthur C., dkk.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC

Katzung, Bertram G.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik.Jakarta:EGC

Kumar, Vinay, dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta:EGC

Larsen, P. Reed; Kronenberg, Henry M.; Melmed, Shlomo; and Polonsky, Kenneth S.

2003. Williams Textbooks of Endocrinology 10th Edition. Pdf. Elsevier

Page 60: Laporan Skenario C L4

Minanti, Batari. Endokrin Metabolik : Kapita Selekta Tiroidologi seri 1. Surabaya:

Airlangga University Press; 2006. p.1-38 ;89;114-115.

Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.

Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Buku Kedkteran.EGC :

Jakarta

Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC

Sharewood, Laurale.2011.Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta:EGC.

Tim editor.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Pusat Penerbitan IPD

FKUI

Tortora, Gerard J; and Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and

Physiology Twelf Edition. Djvu