Upload
merta-aulia
View
117
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO C BLOK 14
Disusun oleh : Kelompok 4
Nurul Hayatun Nupus (04111001008)
Maulia Wisda Era Chresia (04111001010)
Ayu Riski Fitriawan (04111001018)
Clara Adelia Wijaya (04111001020)
Adiguna Darmanto (04111001064)
Nyimas Inas Mellanisa (04111001067)
Kinanthi Sabilillah (04111001071)
Dipika Awinda (04111001074)
Kiki Rizki Arinda (04111001075)
Desy Aryani (04111001085)
Dimas Swarahanura (04111001087)
M. Tafdhil Tardha (04111001102)
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-
Nya Laporan Tutorial Skenario C Blok 14 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini yakni tutor pembimbing dan anggota kelompok 4.
Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
I. Skenario 1
II. Klarifikasi Istilah 1
III. Identifikasi Masalah 2
IV. Analisis Masalah 3
V. Hipotesis 24
VI. Keterkaitan Antar Masalah 24
VII. Sintesis 25
A. Kelenjar Tiroid 25
B. Hipertiroid 35
C. Grave Disease 39
D. Krisis Tiroid 51
VIII. Kerangka Konsep 56
IX. Kesimpulan 56
Daftar Pustaka 57
I. SKENARIO C
Nn. SS, 22 tahun, karyawan honroer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD
sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1
minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek dan sakit tenggoroka.
Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir.
Dalam beberapa bulan terakhir pasen juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah
cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit, suhu
39oC
Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat
Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)
Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal
Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl
Kondisi darurat apa yang terjadi pada pasien ini? Jelaskan secara rinci.
II. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Aloanamnesis : wawancara yang dilakukan untuk mendukung penegakan
diagnosis yang dilakukan kepada keluarga atau orang terdekat pasien
2. Diare : Pengeluaran tinja berair yang berkali-kali yang tidak
normal
3. Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya
mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai dengan keadaan ilusi, halusinasi,
delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan inkoheren.
4. Exophthalmos : Protrusio mata yang abnormal; Protrusio: perluasan
melebihi batas ynag biasanya, atau diatas permukaan sebuah bidang
5. Hiperemis : Pembengkakan atau ekses darah pada bagian tubuh tertentu
6. Oral hygiene : Kebersihan rongga mulut
7. Struma diffusa : Pembesaran kelenjar tiroid yang tidak berbatas tegas atau
setempat
8. Kaku kuduk : disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk
akibat rangsangan pada meningen. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala sehingga dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada.
9. Takikardia : Kecepatan denyut jantung yang abnormal (>100 x/menit)
10. Tremor : Getaran atau gigilan yang involunter
11. TSH : Hormon kelenjar hipofisis anterior yang memiliki afinitas
untuk dan secara spesifik merangsang kelenjar tiroid
12. T4 bebas : Bentuk aktif hormon T4 yang tidak berikatan dengan
protein plasma
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu
2. Sejak 1 minggu yang lalu, pasien demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan,
diare frekuensi 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir.
3. Dalam beberapa bulan terakhir pasen juga sering gugup, keluar keringat banyak,
mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit,
suhu 39oC
Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat
Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)
5. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum
normal
Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl
IV. ANALISIS MASALAH
1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu
a. Apa etiologi penurunan kesadaran secara umum?
Jawab: Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan
penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke, penyakit jantung, syok, dan berkurangnya cairan tubuh. Hilangnya
cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis.
6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan
ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus
maupun mesensefalon
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi
oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
b. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran yang dialami Nn. SS?
Jawab: Tirotoksikosis terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan untuk
katekolamin, sehingga jaringan saraf mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap
katekolamin dalam sirkulasi. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon
tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek
katekolamin , peningkatan katekolamin yang semakin tinggi memicu terjadinya
penurunan kesadaran sampai delirium.
c. Bagaimana penanganan pertama yang harus dilakukan pada pasien ini?
Jawab: TS14668 Krisis tirotoksikosis (thyroid strom) membutuhkan penanganan
intensif. Propranolol, 1-2 mg pelan-pelan intravena atau 40-80 mg tiap 6 jam per
oral, sangatlah penting dalam memantau aritmia. Bila ada gagal jantung berat atau
asma dan aritmia, pemberian secara hati-hati verapamil intravena dengan dosis 5-10
mg cukup efektif. Sintesis hormon dihambat oleh pemberian propiltiourasil, 250 mg
tiap 6 jam. Jika pasien tidak dapat makan obat lewat mulut, maka dapat diberikan
metimazol dengan dosis 25 mg tiap 6 jam dengan bentuk suppositoria rektal atau
enema. Setelah pemberian obat-obat anti tiroid, pelepasan hormon dihambat oleh
pemberian natrium iodida, 1 gr secara intravena dalam 24 jam, atau larutan jenuh
kalium iodida, 10 tetes dua kali sehari. Natrium ipodat, 1 gr sehari diberikan secara
intravena atau per oral, dapat digunakan sebagai pengganti natrium iodida, tapi ini
akan menghambat penggunaan definitif terapi radioiodin untuk 3-6 bulan. Konversi
T4 menjadi T3 dihambat sebagian oleh kombinasi propanolol dan propiltiourasil, tapi
pemberian hidrokortison hemisuksinat 50 mg intravena tiap 6 jam, sebagai
tambahan. Terapi suportif termasuk selimut pendingin dan asetaminofen untuk bantu
mengendalikan panas. Aspirin kemungkinan merupakan kontraindikasi, oleh karena
kecenderungannya untuk mengikat TBC dan menyingkirkan tiroksin, menyebabkan
lebih banyak tiroksin yang tersedia dalam bentuk bebas. Cairan, elektrolit dan nutrisi
adalah penting. Untuk sedasi, fenobarbital kemungkinan paling baik karena
mempercepat metabolisme perifer dan inaktivasi tiroksin dan triiodotironin, akhirnya
menyebabkan kadar-kadar ini menurun. Oksigen, diuretika dan digitalis
diindikasikan untuk gagal jantung. Akhirnya, sangatlah penting untuk mengobati
proses penyakit dasar yang mungkin menimbulkan eksaserbasi akut. Jadi, antibiotik,
obat-obat anti alergi dan pelayanan pascabedah merupakan indikasi untuk
penanganan masalah-masalah ini.
Penanganan Delirium
Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering
dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. American Psychiatric Association
dan Society of Critical Care Medicine merekomendasikan haloperidol untuk
pengobatan ICU delirium (Jacobi et al). Haloperidol adalah antagonis reseptor
dopamin yang bekerja dengan menghambat dopamin neurotransmisi, dengan
dihasilkannya perbaikan yang positif dalam simtomatologi (halusinasi, gelisah dan
perilaku agresif) seringkali menghasilkan efek obat penenang.
Haloperidol digunakan karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan
dapat diberikan secara aman melalu jalur oral maupun parenteral. Dosis yang biasa
diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular maupun intra vena
(IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap satu jam sampai total kebutuhan
sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah pasien lebih baik kesadarannya atau sudah
mampu menelan obat oral maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis
terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena
lebih sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral.
Disamping haloperidol, obat lain antipsikotik/ neuroleptic agen (misalnya,
risperidol, ziprasidone, quetiapine, dan olanzapine) terutama dengan afinitas reseptor
yang lebih luas digunakan untuk pengobatan ICU delirium.
2. Sejak 1 minggu yang lalu, pasien demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan, diare
frekuensi 3-4 kali/hari tanpa disertai darah dan lendir.
a. Bagaimana mekanisme gejala yang dialami Nn. SS:
Jawab:
- Demam tinggi
DEMAM AKIBAT INFEKSI .
Oral hygiene yang buruk menyebabkan terjadinya infeksi bakteri. Menurut
penelitian, 85% penderita hipertiroid mengalami infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Infeksi tersebut menyebabkan demam.
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida
yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen
endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari
pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen
endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain
juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand,
2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α,
dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di
pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang
lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-
mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit
dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya
akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood,
2001).
DEMAM AKIBAT TINGGINYA HORMON TIROID
Hormon T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui
stimulasi Na/K + ATP ase dalam semua jaringan kecuali otak ,lien dan testis. Pada
penderita hipertiroid, hormon T3 mengalami peningkatan, yang menyebabkan
sintesa Na/ K + ATP ase pun ikut meningkat. Hal ini membutuhkan ATP dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga metabolisme di dalam tubuh pun ikut
meningkat. Meningkatnya metabolisme di dalam tubuh mengakibatkan tubuh
memproduksi kalor/ panas yang berlebih.
- Batuk pilek
Mekanisme Batuk
• Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat
jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut
terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan.
• Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus
saluran pernafasan yang akan merangsang reseptor batuk di sel epitel mucus.
Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktivasi pusat
batuk di medulla spinalis. Fase ini disebut fase iritasi
• Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non
myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot
abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan
menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi
intercosta pada abdominal.
• Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga
merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam.
Fase ini disebut fase Inspirasi
• Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan
glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik
sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi
Mekanisme pilek
• Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cells (APC).
• Lalu allergen yang ada di macrofag tadi akan di presentasikan ke sel Th.
Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
• IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah.
• Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
allergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk
Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
• Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-
A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera
terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
• Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas, sekresi mucus.
• Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.
- Sakit tenggorokan
Kelenjar tiroid terdapat di daerah leher, sehingga gangguan pada kelenjar tiroid
(pada kasus ini adalah hipertiroid) dapat menyebabkan rasa nyeri pada leher dan
tenggorokan. Sakit tenggorokan yang dirasakan penderita hipertiroid biasanya adalah
akibat dari pembesaran kelenjar tiroid/goiter.
Selain itu, sakit tenggorokan dapat disebabkan oleh infeksi dan batuk pilek
yang berlangsung selama seminggu mengakibatkan iritasi mukosa tenggorokan.
- Diare tanpa disertai darah dan lendir
Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau se
kresi yang meningkat. Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme
sekretorik, mekanisme osmotik dan campuran. Diare pada kasus ini disebabkan oleh
tiroid yang overaktif, menyebabkan hipermotilitas, dimana terjadi peningkatan
gerakan peristaltik makanan dalam traktus digestivus sehingga reabsorbsi air dalam
usus berkurang dan terjadi diare. Selain itu diare dapat disebabkan oleh pengaruh
hormon gastric di tubuh, namun mekanismenya masih kurang jelas. Tidak adanya
lendir dan darah pada diare yang dialami Nn SS menghilangkan kemungkinan diare
akibat gastroenteritis.
b. Bagaimana hubungan gejala yang dialami dengan penurunan kesadaran yang dialami
Nn. SS?
Jawab: Gejala-gejala tersebut terjadi karena adanya gangguan kelenjar endokrin
yang pada kasus ini adalah kelenjar tiroid. Hipertiroidisme ini menyebabkan
terjadinya hipersekresi hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) yang
akan menimbulakan gejala-gejala tersebut. Gejala diare yang dialami Nn SS dapat
terjadinya dehidrasi yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran (delirium).
3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak,
mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
a. Bagaimana mekanisme gejala yang dialami Nn. SS
Jawab:
- Sering gugup
Gugup / nervous merupakan hal yang normal jika terjadi dalam kondisi
tertentu, seperti saat akan menjalani ujian. Namun jika perasaan nervous ini terus
muncul walaupun tidak berada dalam kondisi yang secara normal membuat
seseorang gugup maka kemungkinan orang tersebut menderita anxiety disorder. Pada
kasus yang dialami Nn. SS maka dapat dikategorikan mengalami anxiety disorder.
Penyebabnya adalah:
Akibat dari peningkatan hormon tiroid.
Hormon Tiroid memiliki hubungan langsung pada regulasi beberapa
neurotransmitter penting di otak seperti GABA (gamma aminobutyrat acid),
serotonin dan NE. Tiroksin adalah precursor langsung katekolamin yang terjadi di
sel neuron dan adrenal. HT dapat memperkuat kerja katekolamin di tempat
pascaresptor. Dalam kondisi normal neurotransmitter otak baik epinerphrin,
serotonin dan GABA dalam kondisi seimbang. Saat seseorang nervous maka EPI
yang bekerja dominan. Sedangkan GABA berperan menghambat munculnya
nervous tadi. Namun saat terjadi peningkatan hormon tiroid maka kinerja dari EPI
dan NE menjadi lebih kuat sehingga efeknya kan lebih dominan akibatnya terjadi
gangguan keseimbangan neurotransmitter di otak. Akibatnya kadar EPI akan
meningkat sehingga efeknya menjadi lebih dominan dan memberikan efek pada otak
dan tubuh sebagai rasa gugup.
Selain itu, tiroksin yang meningkat ini menyebabkan peningkatan reseptor
beta adrenergic di banyak jaringan, termasuk otot jantung, otot rangka, jaringan
adipose dan limfosit. Karena strukturnya yang mirip dengan katekolamin. Salah satu
akibatnya terasa pada jantung yaitu jantung yang berdebar-debar. Akibat dari
palpitasi ini juga dapat menyebabkan munculnya rasa gugup.
- Keringat banyak
Gejala-gejala yang dialami penderita diakibatkan meningkatnya efek yang
ditimbulkan hormon tiroid. Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,
perkembangan, dan metabolisme energi. Ketika kecepatan metabolisme meningkat,
konsumsi oksigen tentu juga akan meningkat karena oksigen berperan sebagai
oksidator reaksi metabolisme. Oleh karena itu, penderita sering merasa kepanasan
dan suka hawa dingin. . Selain oksigen, kebutuhan zat makanan juga akan meningkat
karena makanan merupakan bahan yang akan dimetabolisme tubuh. Hal ini
menyebabkan penderita sering merasa lapar namun tidak gemuk karena kecpatan
metabolisme tinggi. Sisa metabolisme diekskresikan salah satunya melalui keringat,
karena itulah penderita banyak keringat.
- Mudah cemas
Pada hipertiroid, terjadi efek simpatomimetik. Tiroid meningkatkan
responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin. Katekolamin mengaktifkan
amygdala, regio yang sangat penting dalam menghasilkan sensasi rasa takut.
- Sulit tidur
Manifestasi tirotoksikosis antara lain: gelisah, sulit tidur, tremor, motilitas
usus, keringat berlebih, intoleransi panas, kehilangan BB, dan kelemahan otot.
Suhu tubuh bervariasi antara individu antara 36.2-37.8C. Lingkungan, apa
yang kita makan, bagaimana kita merasa dan seberapa aktif kita semua faktor yang
juga mempengaruhi tidur kita. Ada perubahan suhu tubuh pada siang hari dengan
suhu terendah di pagi hari.
Hipotalamus di otak mengatur suhu tubuh dan darah dikirim ke kulit dan tubuh
berkeringat ketika terlalu panas. Menjadi terlalu panas atau terlalu dingin pada
malam hari akan merangsang otak, sehingga masuk akal untuk mencoba dan
mengatur suhu badan untuk tidur nyenyak di malam hari.
Gangguan sulit tidur dapat terjadi akibat meningkatnya metabolisme tubuh,
yang menyebabkan suhu tubuh tinggi, gelisah, dan banyak berkeringat,
menimbulkan ketidaknyamanan untuk tidur.
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x menit/reguler, RR 24x/menit, suhu
39oC
Kepala: exophthalmos (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat
Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-)
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik yang normal dan
abnormal?
Jawab:
Kesadaran: Delirium
TD 100/80
Pada kasus ini, Nn SS mengalami peningkatan suhu tubuh sentral. Salah satu
kompensasi tubuh untuk menghilangkan panas tubuh adalah dengan membawa darah
ke perifer. Semakin banyak darah semakin banyak panas yang dikeluarkan, yakni
dengan cara vasodilatasi. Pengatur pembuluh darah perifer adalah hipotalamus
(vasodilatasi) dan medula (vasokonstriksi). Untuk pembuluh darah perifer lebih
dominan hipotalamus. Sehingga untuk penderita suhu tubuh tinggi mengalami
penurunan tekanan darah.
Peningkatan suhu tubuh akibat peningkatan proses metabolik dalam
menyebabkan perubahan pola kerja jantung dan paru. Pada kasus ini, TD 100/80
menunjukkan penurunan tekanan nadi (selisih sistole dan diastole). Tekanan nadi
>25% dari sistole menunjukkan tekanan nadi yang rendah tidak normal. Hal ini
dapat terjadi akibat tirotoksikosis. Komplikasi dari hipertiroid dapat menyebabkan
congestive heart failure, dimana jantung tidak bekerja seperti normal. Kebutuhan
akan oksigen dan nutrisi yang tinggi pada kasus hipertiroid menyebabkan kardiak
output meningkat dan vasodilatasi bagian perifer, sehingga hambatan perifer
menurun dan sistole menurun.
Nadi 140x/menit
Takikardi disebabkan oleh peningkatan sensitivitas reseptor adrenergik terhadap
katekolamin pada tubuh. Hal tersebut terjadi akibat peningkatan kadar hormon tiroid
dalam tubuh.
RR 24x/menit
Normal.
Suhu 39 oC
Terjadi peningkatan suhu tubuh akibat aktivitas metabolik yang meningkat.
Produksi hormon tiroid meningkat Metabolisme tubuh meningkat
Produksi kalor meningkat Suhu tubuh meningkat
Kepala: Exoftalmus (+)
Interpretasi : tidak normal
Mekanisme :
TSH reseptor antibodi berikatan dengan reseptor TSH di jaringan ikat retro-
orbital
Tsel mengeluarkan faktor-faktor inflamasi (sitokin) IL 1, TNF-a dan interferon-γ.
Peningkatan glikosaminoglikan
Pembengkakkan di otot dan jaringan ikat di belakang mata
menyebabkan penonjolan orbita (eksoftalmus)
Mulut: Faring Hiperemis, Oral Hygiene buruk
Interpretasi : tidak normal
Mekanisme :
Faring hiperemis terjadi akibat peningkatan vaskularisasi di daerah faring
untuk memudahkan transport leukosit untuk melawan bakteri penyebab infeksi.
Sehingga faring menjadi bengkak dan kemerahan.
Akibat dari peningkatan HT sehingga kerja katekolamin sebagai saraf
adrenergic meningkat. Saraf simpatis yang bekerja lebih dominan juga
mempengaruhi kelenjar saliva. Akibatnya produksi saliva menjadi lebih sedikit .
Padahal saliva dengan kandungan zat organic ( protein : lisozim, musin, laktoferin),
elektrolit, dan komponen lain seperti EGF dll. berperan dalam menjaga kebersihan
dan kesehatan gigi dan mulut. Aliran saliva yang terus menerus membantu membilas
residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda asing. Penurunan sekresi saliva
ini mengakibatkan mulut menjadi kering dan kebersihan mulut pun terganggu. Hal
ini pun memicu semakin mudahnya bakteri masuk dan berkembang biak di dalam
rongga mulut.
Akibat dari peningkatan metabolisme tubuh sehingga panas yang dihasilkan
juga meningkat. Sebagai konsekuensinya dapat terlihat pada mulut yang kering
sehingga kebersihan mulut pun terganggu.
Menunjukkan bahwa Nn. SS terinfeksi bakteri (Streptococcus beta
hemolyticus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyrogen sebagai penyebab
terbanyak) pada tonsil / tonsilitis
Leher: Struma diffusa (+)
Interpretasi : tidak normal
TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar
tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular
kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta
merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid.
Kaku kuduk (-)
Interpretasi : normal, pada kasus dilakukan pemeriksaan kaku kuduk untuk
menghapuskan dugaan hipertiroid akibat lesi di hypothalamus yang bisa muncul
akibat meningitis tbc. Artinya pada Nn. SS hipertiroid bukan karena lesi di
hipothalamus.
Mekanisme : Kaku kuduk terjadi akibat mengejangnya otot-otot ekstensor
tekuk. Bila terlalu berat dapat terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi.
Jantung: takikardia
T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum
sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen
Na+ - K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi
protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan
kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran
jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme.
Abdomen: dinding perut lemas
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria
sontan. Itu sebabnya pada penderita hipertiroid maka weakness and fatigability
umum terjadi.
Bising usus meningkat
Gastrointestinal symptoms include increased frequency of bowel movements
due to increased motor contraction in the small bowel, leading to more rapid
movement of intestinal contents. Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang
dapat menimbulkan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme.
Tremor
Tremor terjadi karena peningkatan hormon tiroid yang merangsang
peningkatan sensitivitas dari saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan tonus
otot dan terjadi tremor.
b. Bagaimana cara pemeriksaan fisik kepala, mulut, dan leher pada skenario?
Jawab:
KEPALA
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri
2. Bila pakai kaca mata dilepas
3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang
kepala
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
MATA
A. Bola mata
Cara Kerja :
1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus,
strabismus.
2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk
mengetahui fungsi otot gerak mata.
B. Kelopak Mata
1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata
rontok, lesi, xantelasma.
2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
C. Konjungtiva, sclera dan kornea
1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya
kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi /
benjolan ( norma : putih )
4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam
transparan dan jernih )
D. Pemeriksaan pupil
1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan
kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
E. Pemeriksaan tekanan bola mat a
Tampa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat
adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )
F. Pemeriksaan tajam penglihatan
1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang
ditunjuk perawat.
3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata
( atau dengan alat penutup ).
4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.
5. tentukan tajam penglihatan pasien
G. Pemeriksaan lapang pandang
1. perawat berdiri di depan pasien
2. bagian yang tidak diperiksa ditutup
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari
MULUT DAN TONSIL
1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “, amati
uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang
tonsil.
LEHER
Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan
Palpasi :
Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan
ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid
dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.
Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak
terdapat )
Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah
trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver
( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),
Normalnya : simetris ditengah.
JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis,
beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya
: saat duduk setinggi manubrium sternum.
Atau
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi
manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena,
ukur tinggi denyut vena dengan penggaris.
Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan
sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada
bising.
5. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah: Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum
normal
Test fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 ng/dl
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium yang
normal dan abnormal?
Darah rutin, kimia darah:
Test fungsi tiroid:
Jawab:
Darah Rutin
Hb Normal
WBC meningkat karena adanya proses inflamasi akibat infeksi
Kimia Darah
Normal
Test Fungsi Tiroid
TSH 0,001 mU/L
Nilai normal dewasa (21-54 tahun) : 0,4 – 4,2 mU/L (sekitar 0,5-5 mU/L)
Kadar TSH meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme.
Kadar TSH serum mencerminkan kelenjar hipofisis anterior yang memantau kadar
dari FT4 sirkulasi. Kadar FT4 yang tinggi dapat mensupresi TSH.
FT4 (T4 bebas) 7,77 ng/dL
Nilai normal dewasa : 0,8 – 2,0 ng/dL
Kadar FT4 yang tinggi menguatkan diagnosis hipertiroid pada Nn. SS.
Aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum
tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T
suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan
merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor
antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan
cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk
meningkatkan produksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3)
6.
a. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini?
Jawab:
Gambaran klinis
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala
seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan
sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang
menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang
umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu
makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan
oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice.Sedangkan
keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak pada remaja
tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi
41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain
hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan
disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal
jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium,
tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik
mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,
tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan
goiter.
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus
seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif)
yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan
disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Kasus ini menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan
penting untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang
dihadapi.
Gambaran laboratoris
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten
dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum
terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan
cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya
mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya, peningkatan uptake resin
T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini
jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik,
seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali
fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun
elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka
pendek.
b. Apa working diagnosis (WD) dari kasus ini?
Jawab: Grave disease dengan komplikasi krisis tiroid.
c. Apa differential diagnosis (DD) dari kasus ini?
Jawab:
Graves
Disease
Hypo
thyroid
Goiter Hashimoto
Thyroiditis
Hyper
thyroid
Tumor
kel.
tiroid
etiologi autoim
un
< iodium TSH / TSH autoimun Autoimun
Nodul tiroid
toksik
tumor
hormon
tiroksin
TSH N normal Normal
BMR - -
Palpitasi + - + - + -
Exopthal
mus+ + (11%) - - + -
Heat
intoleran
ce
+ - - - + ?
Fatigue + + - - + -
Tremor + - + - + ?
d. Bagaimana faktor-faktor resiko dari diagnosis?
Jawab:
Faktor resiko Hipertiroid:
Riwayat keluarga: Anggota keluarga dengan penyakit tiroid, goiter, merokok
Fibrilasi atrial, goiter, osteopenia, congestive heart failure
Riwayat pengobatan: Amiodarone, Iodine, Lithium
Tes Rutin: Radioopaque dye
Tes Tiroid: Konsentrasi TSH serum rendah
Faktor resiko krisis tiroid biasanya adalah hipertiroid yang tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat, diikuti dengan pencetus antara lain: infeksi,
pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, surgical crisis (persiapan
operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, baik fisik
serta psikologik, infeksi, dan sebagainya).
e. Bagaimana etiologi dari diagnosis?
Jawab: Etiologi dari penyakit grave ada beberapa faktor yang mempengaruhi
diantaranya; mekanisme sistem imun, hereditas, jenis kelamin, pengaruh emosional,
merokok, radiasi pada leher, agen infeksi, iodine, ophthalmopathy.
-mekanisme sistem imun: sistem imun dalam tubuh membentuk suatu antibodi yang
disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), thyroid peroksidase antibodies
(TPO) dan antibodi-antibodi reseptor TSH, suatu IgG yang dapat merangsang
reseptor TSH sehingga meningkatkan pembentukan dan pelepasan T3 dan T4.4
Namun, berbeda dengan TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan bailk
negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus
berlangsung.
- antibodi-antibodi reseptor TSH ;penderita memiliki antibodi IgG yang berikatan
dengan reseptor TSH pada membran plasma dari thyrocytes. Antibodi ini berperan
sebagai agonist, dimana ia dapat menstimulasi reseptor TSH yang kemudian
mengaktivasi adenylyl cyclase dan meningkatkan sekresi hormon tiroid. Akibat dari
stimulasi dari antibodi ini ,tiroid menjadi hiperplastik dan vaskularisasi yang
berlebihan.
-faktor genetik: merupakan faktor pencetus yang berperan cukup kuat. Pada kembar
monozigot didapatkan 30% sampai 50% sedangkan pada kembar dizigot didapatkan
sekitar 5%. Histokompatibilitas molekul kelas II ( cth. HLA-DR3,HLA-DQA1)
meningkatkan resiko dari penyakit grave sebanyak 4 kali lipat. Penyakit grave ini
juga berasosiasi dengan polimorfisme dari cytotoxic T-lymphocyte antigen-4
(CTLA-4) , yang menjadi indikasi dari autoreaktif dari sel T.
- jenis kelamin : wanita lebih beresiko 7 sampai 10 kali lipat dibandingan dengan
pria.
- merokok : merokok berperan dalam peningkatan resiko dari penyakit grave, dan
meningkatkan kekerasan dari mata penderita yang menderita ophthalmopathy.
- ophthalmopathy : disebabkan oleh antibodi yang terikat pada otot ektra okuler dan
fibroblas orbita. Histopatologi memperlihatkan terjadi penumpukan
glycosaminoglycans (GAGs) pada jaringan ikat otot dan lemak dari orbita.
f. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis?
Jawab: Penyakit tiroid menyerang 1-2% wanita pada masa reproduktif. Laki” :
Wanita = 1 : 7
Insiden terbanyak pada umur 30 – 40 tahun. Berkaitan dengan bentuk-bentuk
endokrinopati autoimun lainnya.Masalah tiroid juga biasa terjadi pada wanita hamil.
Tetapi, komplikasi hypertyroidism terjadi sekitar 1-2 pada 1000 kelahiran1,2.Sekitar
50% dari wanita yang terkena memiliki riwayat keluarga positif autoimun penyakit
tiroid3.
g. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis?
Jawab: Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, dimana gangguan tersebut
terdapat beragam autoantibody dalam serum.
Antibody ini mencakup :
a. Antibodi terhadap reseptor TSH
b. Antibodi terhadap peroksisom tiroid
c. Antibodi terhadap tiroglobulin
Dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi.
Ada 3 macam autoantibody :
1. Antibody thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)
Mengikat reseptor TSH unutk merangsang jalur adenilat siklase/AMP
siklik, yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormone tiroid.
2. Antibodi thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI)
Ditujukan untuk reseptor TSH, menyebabkan proliferasi epitel folikel
tiroid.
3. Antibody TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)
Menyebabkan terhambatnya pengikatan normal TSH ke reseptornya pada
sel epitel tiroid. Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan
penyakit graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme
Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan
dalam timbulnya oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves.
Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu di luar tiroid (misalnya fibroblast
orbita) secara aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya, sebagai
respon terhadap antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu
local dimana fibroblast ini mengalami diferensiasi menuju adiposity matang dan
mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium keduanya
berperan menyebabkan penonjolan orbita (eksoftalmus).
Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati graves, dengan
fibroblast pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan
glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibody dan
sitokin.
h. Bagaimana pencegahan pada kasus ini?
Jawab: Sangatlah penting untuk mengobati proses penyakit dasar yang mungkin
menimbulkan eksaserbasi akut. Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi
tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan.
i. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini?
Jawab: Tatalaksana dari Grave Disease:
1. Causative
Antitiroid :
Derivat tioimidazol Karbimazol,Tiamazol/Metimazol
Derivat tiourasil Propiltiourasil (PTU)
2. Simptomatic : Beta blocker
Medikamentosa
OAT yang dianjurkan golongan tionamid, yaitu :
a. propitiorasil (PTU)
b. Metimazol
c. ß adrenergic blocade
Nonmedikamentosa
a. Diet yang diberikan harus tinggi kalori
b. Konsumsi protein harus tinggi
c. Olah raga secara teratur
d. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein
j. Bagaimana prognosis dari kasus ini?
Jawab: Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat
laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau
penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik
k. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum (KDU) pada kasus ini?
Jawab: Kompetensi dokter umum untuk Hipertiroid (Grave Disease) adalah 3A yang
artinya dokter umum harus mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan tang diminta oleh dokter
(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray) serta dapat mamutuskan
dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).
Sedangkan kompetensi dokter umum untuk krisis tiroid adalah 3B karena
merupakan kasus kegawatdaruratan.
V. HIPOTESIS
Nn. SS, 22 tahun, mengalami hipertiroid primer et causa autoimun (Grave disease)
VI. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
VII. SINTESIS
A. KELENJAR TIROID
Nn. SS (22 tahun)autoimun
Hipertiroid Primer/Grave Disease
T4 bebas meningkat TSH menurun
Gejala-gejala
Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago krikoid,
disamping kiri dan kanan trakhea . Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18 gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus.
Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5
cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing
lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi
koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari
arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan
percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan
dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih
besar dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.
saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin. Hormon ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu adalah
TBG (thyroxine binding globulin), TBPA (thyroxine binding prealbumin), T3U (T3
resin uptake) dan TBI (thyroxine binding Index). Peningkatan protein pengangkut TBG
menyebabkan peningkatan hormon T4 dan penurunan protein pengangkut T3U.
Peningkatan TBG disebabkan oleh pengobatan estrogen, perfenazin, Kehamilan, Bayi
baru lahir, Hepatitis infeksiosa dan Peningkatan sintesis herediter. Sedangkan
penurunan kadar TBG dipengaruhi oleh pengobatan steroid anabolik dan androgen,
Sakit berat atau pembedahan, Sindroma nefrotik dan Defisiensi kongenital.
ANATOMI
Tiroid berarti
organ berbentuk perisai
segi empat. Kelenjar
tiroid merupakan organ
yang bentuknya seperti
kupu-kupu dan terletak
pada leher bagian bawah
di sebelah anterior
trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya,
dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula
ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral
yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah
kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul
dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid
mempunyai panjang ± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada
orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram
jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh
epitel kubus dan diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut
koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid
disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh
folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain
dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan
berhubungan dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu
hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut
berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3)
mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan
hormon yang lebih aktif daripada T4.
STRUKTUR DARI HORMON TIROID
Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Tironin yang diiodinisasi
diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin
membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4.
Metabolisme Iodin
Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida atau
iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida. Kelenjar tiroid memekatkan dan
menjebak iodida dan mensintesa serta menyimpan hormon tiroid dalam tiroglobulin,
yang mengkompensasi kelangkaan dari iodin. Anjuran asupan iodin adalah 150
g/hari; jika asupan di bawah 50g/hari, maka kelenjar ini tidak mampu untuk
mempertahankan sekresi hormon yang adekuat, dan akibatnya timbul hipertrofi tiroid
(goiter) dan hipotiroidisme.
SINTESIS DAN SEKRESI
HORMON TIROID
Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar
tiroid melibatkan enam langkah
utama:
(1) transpor aktif dari I melintasi
membrana basalis ke dalam sel tiroid
(trapping of iodide); (2) oksidasi dari
iodida dan iodinasi dari residu tirosil
dalam tiroglobulin; (3)
penggabungan molekul iodotirosin
dalam toirglobulin membentuk T3
dan T4; (4) proteolisis dari
tiroglobulin, dengan pelepasan dari
iodotirosin dan iodotironin bebas; (5)
deiodinasi dari iodotirosin di dalam
sel tiroid, dengan konservasi dan
penggunaan dari iodida yang
dibebaskan, dan (6) di bawah
lingkungan tertentu, deiodinisasi-5'
dari T4 menjadi T3 intratiroidal.
Sintesis hormon tiroid melibatkan
suatu glikoprotein unik, tiroglobulin,
dan suatu enzim esensial,
peroksidase tiroid (TPO).
Transpor lodida (The Iodide Trap)
I ditranspor melintasi membrana basalis dari sel tiroid oleh suatu proses yang
memerlukan energi aktif yang tergantung pada ATPase Na+-K+ . Sistem transpor aktif
ini memungkinkan kelenjar tiroid manusia untuk mempertahankan suatu konsentrasi
iodida bebas 30-40 kali dibandingkan plasma. Jebakan tiroiodida dirangsang jelas oleh
TSH dan oleh antibodi perangsang reseptor TSH (TSH-R ab [stim]) ditemukan pada
penyakit Graves. Untuk terjadinya proses ini, struktur dimerik dari tiroglobulin penting.
Di dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT dapat mengadakan penggabungan
membentuk T4, dan suatu molekul MIT dan DIT dapat mengadakan penggabungan
membentuk T3 . Obat-obatan tiokarbamid-terutama propiltio-urasil, metimazol, dan
karbimazol-merupakan inhibitor poten dari peroksidase tiroidal dan akan menghambat
sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini secara klinik berguna dalam penatalaksanaan
hipertiroidisme.
Proteolisis Tiroglobulin & Sekresi Hormon Tiroid
Enzim lisosomal disintesis oleh retikulum endoplasmik kasar dan dikemas oleh aparatus
Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur ini, dikelilingi oleh membran, mempunyai
suatu interior yang bersifat asam dan diisi dengan enzim proteolitik, termasuk protease,
endopeptidase, hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim-enzim lain. Pada interaksi sel
koloid, koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid oleh suatu proses makropinositosis
atau mikropinositosis dan diabsorbsi ke dalam sel tiroid. Kemudian lisosoma berfusi
dengan vesikel koloid; dan terjadi hidrolisis dari tiroglobulin, melepaskan T4, T3, DIT,
MIT, fragmen peptida, dan asam amino. T3 dan T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi,
semenfara DIT dan MIT dideiodinisasi dan I dilestarikan. Tiroglobulin dengan
kandungan iodin yang rendah dihidrolisa dengan lebih cepat ketimbang tiroglobulin
dengan kandungan iodin yang tinggi, yang kemungkinan bermanfaat dalam daerah
geografik di mana asupan iodin natural rendah. Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui
sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi
hormon tiroid distimulasi oleh TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh
analog cAMP (Bu)2cAMP, menunjukkan zat ini dependen-cAMP. Proteolisis
tiroglobulin diinhibisi oleh kelebihan iodide dan oleh litium, yang, seperti litium
karbonat, digunakan untuk terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin
yang tak terhidrolisa juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini meningkat dengan nyata
pada situasi tertentu seperti tiroiditis subakut, hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH .
Tiroglobulin dapat juga disintesis dan dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu seperti
kanker tiroid papilaris atau folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu marker untuk
penyakit metastatik.
KONTROL FUNGSI TIROID
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat
mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-
tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon
perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi
hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer,
yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh
kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya; dan (4) stimulasi
atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH.
Tirotropin
Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH),
merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari
kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri dari dua
subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk dua
glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormon plasenta hCG; subunit
beta berbeda untuk setiap hormon glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan
aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein
dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai o ligosakarida.
TSH merupakan faktor primer yang mengendalikan pertumbuhan sel tiroid dan sintesis
serta sekresi hormon tiroid : Efek ini dicapai dengan berikatan dengan suatu reseptor
TSH (TSH-R) spesifik pada membran sel tiroid dan mengaktivasi G protein-adenilil
siklase-cAMP dan sistem pemberian sinyal fosfolipase.
Efek dari TSH terhadap Sel Tiroid
TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya diperantarai
melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari sistem
fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium intraselular dapat juga
terlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini :
A. Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkan pseudopod pada
batas sel-koloid, mempercepat resorpsi tiroglobulin. Kandungan koloid berkurang.
Tetesan koloid intraselular dibentuk dan pembentukan lisosom dirangsang,
meningkatkan hidrolisis tiroglobulin .
B. Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya; vaskularisasi
meningkat; dan setelah beberapa waktu, timbul pembesaran tiroid, atau goiter.
C. Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolism iodida, dari
peningkatan ambilan dan transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan
peningkatan sekresi hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantarai peningkatan
transpor iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular
merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida adalah
bifasik : Pada awalnya terdepresi (efflux iodida); dan kemudian, setelah suatu
kelambatan beberapa jam, ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida dapat
disebabkan oleh peningkatan yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan
hormon dan keluarnya iodida dari kelenjar.
D. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal, dengan suatu
peningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4.
E. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari kelenjar.
Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin intratiroid.
F. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi dari
ambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari
oksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu
percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan
pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA.
TSH Serum
Secara normal, hanya subunit α dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari
subunit α adalah sekitar 0,5-2,0 μg/L; terjadi peningkatan pada wanita pascamenopause
dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitary tumor . Kadar serum dari TSH adalah
sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme,
baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon tiroid per oral yang berlebihan.
Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit, dan kecepatan produksi harian
adalah sekitar 40-150 mU/hari.
Perangsangan dan Penghambatan Tiroid Lainnya
Folikel tiroid mempunyai suplai kapiler kaya yang membawa serat saraf noradrenergik
dari ganglion servikalis superior dan serat saraf positif-asetilkolin esterase yang berasal
dari nodus vagal dan ganglia tiroid. Sel parafolikuler "C" mensekresi kalsitonin maupun
peptida kalsitonin terkait-gen (CGRP). Pada hewan percobaan, zat ini neuropeptida lain
memodifikasi aliran darah tiroid dan sekresi hormon. Di samping itu, faktor
pertumbuhan seperti insulin, IGF-1, dan EGF dan kerja autokrin dari prostaglandin dan
sitokin dapat mengubah pertumbuhan sel tiroid dan produksi hormon. Namun, belum
jelas seberapa penting efek ini dalam situasi klinis.
KERJA HORMON TIROID
1. Reseptor Hormon Tiroid
Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein
tetapi dalam keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut
melalui difusi pasif ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma
sel, untuk berikatan dengan suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T4 diubah
menjadi T3 melalui deiodinase-5', menunjukkan bahwa T4 merupakan suatu prohormon
dan T3 adalah bentuk hormon aktif.
2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-
jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan
sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan
peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh
peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik
yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari
deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino.
Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.
Tiroksin (T4)
Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap
molekulnya.Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan protein
di dalam sel-sel kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi ketika
diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikat-protein
(TBG; thyroid-binding globulin). Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat
dengan albumin dan prealbumin pengikat tiroid.6 Bentuk T4 yang terdapat secara alami
dan turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah isomer L. D-Tiroksin hanya
memiliki sedikit aktivitas bentuk L.
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma,
diantaranya :
(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini di
bandingkan dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau
sekitar 8 μg/dL (103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2 ng/dL. Hanya terdapat
sedikit T4 dalam urin. Waktu paruh biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume
distribusinya lebih kecil jka dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar
10L, atau sekitar 15% berat tubuh.
Triiodotironin (T3)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul
iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium saja
dalam setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui
deiodinasi T4. Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4). T4
dan T3 disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul-molekul
tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin. Kedua hormon ini tetap
terikat pada triglobulin sampai disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-
sel tiroid, ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan ke
dalam kapiler.
Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat TBG
dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih mudah berpindah ke
jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik
triiodotironin lebih besar. T3 mungkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin
(MIT) dengan diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata
senyawa beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4
μg (7 nmol) T3. Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 μg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15
μg/dL yang secara normal terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam
keadaan bebas. Sisa 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar
sisanya pada albumin, dengan pengikatan transtiretin sangat sedikit (Tabel 1).
Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada
peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat
istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon
tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan
pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya
efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β
miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari
Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung;
mengubah isoform dari gen Na+ - K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor
adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid
mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini
merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada
hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.
Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta
dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga
menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat
memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan
terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan
obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan
takikardia dan aritmia.
Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat
pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan
ventilasi bantuan.
Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan
produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya
tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon
tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan
peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada
jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.
Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan
motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi
pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan
yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.
Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi
tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian,
hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat,
hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan
hubungan-silang pyridinium.
Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula
absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi
diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh
hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan
dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun
dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam
lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.
B. HIPERTIROID
Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif
menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar
dalam darah. Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh
suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat
disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid atau oleh
produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid.
PATOFISIOLOGI
Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari
hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan
produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di
jaringan perifer. Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap
metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein.
Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh
terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino dan
elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel
dan
peningkatan proses-proses intraseluler.Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid
terlihat antara lain :
— aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak
— modulasi sekresi gonadotropin
— mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut
— merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis
dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot.Dengan meningkatnya kadar
hormon ini maka metabolism jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh,
keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, taki kardi, fibrilasi
atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang
menurun. Kadang-kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan,
payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui
sebabnya.
DIAGNOSIS
Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan
dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena
timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya
berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari
penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu
− Nervositas
− Kelelahan atau kelemahan otot-otot
− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
− Diare atau sering buang air besar
− Intoleransi terhadap udara panas
− Keringat berlebihan
− Perubahan pola menstruasi
− Tremor
− Berdebar-debar
− Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak
menyadari penyakitnya. Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas
yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-
tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo,
pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan
waktu refleks Achilles. 3 17 Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu
diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.
Penyebab-Penyebab Hipertiroid
Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk:
- Penyakit Graves
- Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular Goiter (TMNG)
- Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid
- Pengeluaran yang abnormal dari TSH
- Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)
- Pemasukkan yodium yang berlebihan
Penyakit Graves
Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar
tiroid yang disama ratakan, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada
kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan
kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via
TSH. Penyakit Graves adalah
diturunkan/diwariskan dan adalah sampai lima kali lebih umum diantara wanita wanita
daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan
antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin
ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan
antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk:
- stres
- merokok
- radiasi pada leher
- obat-obatan dan
- organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.
Penyakit Graves dapat didiagnosis dengan suatu scan tiroid dengan obat nuklir yang
standar yang menunjukkan secara panjang lebar pengambilan yang meningkat dari
suatu yodium yang dilabel dengan radioaktif. Sebagai tambahan, sebuah tes darah
mungkin mengungkap tingkat-tingkat TSI yang meningkat. Penyakit Grave' mungkin
berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit
(dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat yang
sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap
cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin
menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari
ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata
seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk
mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan,
intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang
dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak
pada muka dari kaki-kaki.
Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter
Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi lebih bergumpal-
gumpal ketika kita menua. Pada kebanyakan kasus-kasus, gumpal-gumpal ini tidak
memproduksi hormon-hormon tiroid dan tidak memerlukan perawatan. Adakalanya,
suatu benjolan mungkin menjadi "otonomi", yang berarti bahwa ia tidak merespon pada
pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid dengan bebas.
Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3 cm. Ketika ada suatu
benjolan (nodule) tunggal yang memproduksi secara bebas hormon-hormon tiroid, itu
disebut suatu functioning nodule. Jika ada lebih dari satu functioning nodule, istilah
toxic multinodular goiter (gondokan) digunakan. Functioning nodules mungkin siap
dideteksi dengan suatu thyroid scan.
Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan
Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah sungguh umum.
Dosis-dosis hormon-hormon tiroid yang berlebihan seringkali tidak terdeteksi
disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-pasien yang meminum obat tiroid mereka.
Orang-orang lain mungkin menyalahgunakan obat dalam suatu usaha untuk mencapai
tujuan-tujuan lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat
diidentifikasikan dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium berlabel radioaktif
yang rendah (radioiodine) pada suatu thyroid scan.
Pengeluaran abnormal dari TSH
Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu pengeluaran dari
TSH (thyroid stimulating hormone) yang tingginya abnormal. Ini menjurus pada tanda
yang berlebihan pada kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid.
Kondisi ini adalah sangat jarang dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari
kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist
melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.
Tiroiditis (peradangan dari tiroid)
Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu penyakit virus ( subacute
thyroiditis). Kondisi ini berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang
seringkali sakit pada waktu menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin
ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan
suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes (lymphocytic
thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi ini, peradangan
meninggalkan kelenjar tiroid "bocor", sehingga jumlah hormon tiroid yang masuk ke
darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah paling umum setelah suatu kehamilan
dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah
melahirkan. Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4 sampai 12
minggu dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil tiroid yang rendah) yang
dapat berlangsung sampai 6 bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruh
kembali ke suatu keadaan fungsi tiroid yang normal. Tiroiditis dapat didiagnosis dengan
suatu thyroid scan.
Pemasukkan Yodium yang berlebihan
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid. Suatu
kelebihan yodium dapat menyebabkan hipertiroid. Hipertiroid yang
dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-pasien yang telah
mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti
amiodarone (Cordarone), yang digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan
jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan
kelainan-kelainan fungsi tiroid
C. GRAVE DISEASE
a. Definisi
Grave’s disease adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan gejala hipertiroidisme,
goiter yang diffuse, dan kelainan dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves
merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari
pada pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau beberapa manifestasi berikut ini :
tirotoksikosis, goiter, oftalmopati ( exopthalmus) dan dermopati ( edema pretibial).
b. Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun, dimana penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi
genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat
dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit
Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka
kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Terdapat beberapa faktor predisposisi, antara lain:
1. Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk
terkena Graves. Faktor genetik yang berperan penting dalam proses otoimun, antara lain
HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina
dan HLA-B17 pada orang kulit hitam.
Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 ( 6p21.3) ekspresinya
mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama kelas II
yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor
limfosit T ( T lymphocyte receptor / TcR) selama terhadap antigen. Interaksi ini
merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit
atau faktor supresi yang tidak spesifik ( IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang
rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan T helper mana yang
disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan
eksis dan akan meningkatkan proses autoimun.
2. Wanita
Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh
estrogen. Hal ini disebabkan karena epitose ekstraseluler TSHR homolog dengan
fragmen pada resptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.
3. Status gizi dan Berat badan lahir rendah
Hal ini sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi thyroid
4. Stress
Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur
neuroendokrin.
5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium
6. Toxin, infeksi bakteri dan virus
Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran
selnya sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar thyroid diduga dapat
mempromosikan timbulnya penyakit Grave’s terutama pada penderita yang mempunyai
faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan
struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar thyroid karena mutasi atau
biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya
autoantibodi terhadap thyroid dan perkembangan penyakit ini.
Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada
permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama
interferon alfa).
7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hyperthyroid
8. Pada sindroma defisiensi imun ( HIV), pengguanaan terapi HAART berhubungan
dengan penyakit ini denagn meningkatnya jumlah dan fungsi DD4 sel T.
9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara
langsung mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hyperthyoid.
10. Terapi dengan interferon-α
Faktor risiko meliputi :
1) Biasanya terjadi pada usia sekitar 30-40 tahun
2) Wania : Laki-laki = 7:1
3) Predisposisi familial
4) Berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya
5) Merokok merupakan faktor resiko bagi wanita
c. Epidemiologi
Penyakit yang tidak terlalu langka, sering pada usia 30-40 tahun, lebih sering pada
wanita dengan perbandingan 7:1. Faktor genetic mengambil peranan penting, tak heran
predoisposisi familial berperan disini. Frekuensi kejadian bertambah pada orang barat
yang haplotipe HLA-B8 dan DRw3, pada orang jepang dengan HLA-Bw36, dan orang
cina dengan HLA-Bw46.
Grave’s disease. Penyakit Grave merupakan 95 % dari keseluruhan kasus
hipertiroidisme pada kehamilan.
d. Patogenesis
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, dimana gangguan tersebut
terdapat beragam autoantibody dalam serum.
Antibody ini mencakup :
d. Antibodi terhadap reseptor TSH
e. Antibodi terhadap peroksisom tiroid
f. Antibodi terhadap tiroglobulin
Dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi.
Ada 3 macam autoantibody :
4. Antibody thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)
Mengikat reseptor TSH unutk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang
menyebabkan peningkatan pembebasan hormone tiroid.
5. Antibodi thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI)
Ditujukan untuk reseptor TSH, menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid.
6. Antibody TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII)
Menyebabkan terhambatnya pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel
tiroid. Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan penyakit graves
secara spontan mengalami episode hipotiroidisme
Reseptor TSH dianggap sebagai autoantigen terpenting
Antibody TSI
Antibody TBII
Antibody TGI
Menghasilkan autoantibodi
Sel Th 2 mengeluarkan sitokin-sitokin, yaitu IL-4, IL-6, IL-10, untuk mengaktivasi sel B berdiferensiasi menjadi sel
plasma
Antigen tersaji ke sel T lain, yaitu sel Th 2
Factor ini memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel epitel tiroid
Mengeluarkan factor larut, seperti IFN-γ dan TNF
Sel T CD4 intratiroid tersensitisasi terhadap reseptor tirotropin (TSH)
Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan dalam
timbulnya oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves.
Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu di luar tiroid (misalnya fibroblast orbita) secara
aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya, sebagai respon terhadap
antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu local dimana
fibroblast ini mengalami diferensiasi menuju adiposity matang dan mengeluarkan
glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium keduanya berperan menyebabkan
penonjolan orbita (eksoftalmus).
Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati graves, dengan fibroblast
pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai
respon terhadap stimulasi autoantibody dan sitokin.
e. Manifestasi Klinis
Palpitasi
Nervousness
Mudah lelah
Hiperkinetik
Diare
Heat intolerance
Nafsu makan biasa/meningkat
BB menurun
Kelanjar tiroid membesar bersifat difus
Takikardia
Dermopati (miksedema pretibial)
Ocular finding: Oftalmofati graves: exopthalmus, pada eyelids: lid lag, lid
retraction. Infrequent blinking
Manifestasi klinis yang muncul pada Grave’s disease, adalah tiga karateristik (trias)
sebagai berikut :
• Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis,
berupa peningkatan Basal Mtabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf simpatis.
Thyrotoxicosis itu akan memunculkan manifestasi ancietas, tremor, takicardia,
palpitasi, hiperrefleksi, tidak tahan panas, bertambah nafsu makan, hipermotilitas usus,
diare, malabsorbsi, dan berkurangnya berat badan.
• Infiltrative opthalmopathy dengan dengan akibat exopthalmus.
• Infiltrative dermopathy dengan akibat pretibial myxerema.
Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid
Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :
Kelas Uraian :
Kelas 0 Tidak ada gejala dan tanda
Kelas 1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag
Kelas 2 Perubahan jaringan lunak orbita (palpebra bengkak)
Kelas 3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)
Kelas 4 Keterlibatan
otot-otot ekstra okular
Kelas 5 Perubahan pada
kornea (keratitis)
Kelas 6 Kebutaan
(kerusakan nervus opticus)
Gejala dan tanda
apakah seseorang menderita
hipertiroid atau tidak juga
dapat dilihat atau ditentukan
dengan indeks wayne atau
indeks newcastle yaitu
sebagai berikut :
f. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
- Meliputi penggalian informasi mengenai gejala-gejala yang dialami pasien, riwayat
penyakit sebelumnya, dan adanya kemungkinan riwayat penyakit keluarga.
- keluhan : palpitasi, heat intolerance, goiter, tremor, banyak keringat, dll
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital (suhu, nadi, laju pernepasan, dan tekanan darah) takikardi
Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid: Inspeksi:
Leher: membesar/tidak,simetrs/asimetris.
Palpasi: berdiri di belakang pasien
Terjadinya tremor : dapat diperiksa dengan melihat ada tidaknya getaran pada
kertas yang diletakkan pada tangan yang diangkat setinggi bahu dalam keadaan extensi
Pemeriksaan bola mata (eksoftalmos)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema
dibawah ini :
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit
Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada
penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic
hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium
yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan
hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan
(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar
hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam
keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-
4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon
tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya antibodi
terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan
produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi
tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis,
sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.
Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif
terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat
mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi
diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk
menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes
supresi tiroksin.
g. Diagnosa Banding
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis
kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati
akibat penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.
Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “
dapat ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam
serum yang dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH
normal. Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3
dan TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit
Graves.
h. Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm)
Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga
dapat mengancam kehidupan penderita.
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara
adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi
obat yang berat atau infark miokard.
i. Penatalaksanaan
3. Causative
Antitiroid :
Derivat tioimidazol Karbimazol,Tiamazol/Metimazol
Derivat tiourasil Propiltiourasil (PTU)
4. Simptomatic
Beta blocker : Propranolol diberikan bersamaan dengan obat antitiroid. Karena
manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan saraf simpatis yang
dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan
pemberian penyekat beta yang mampu menurunkan takikardi, kegelisahan, dan keringat
yang berlebihan. Propanolol juga menghambat perubahan tiroksin menjadi T3.
5. Cosmetic
Strumektomi subtotal / parsial sesudah terapi dan propiotiourasil prabedah (pasien
harus eutiroid).
Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk:
a. penderita muda
b. penderita yang gondoknya sangat besar
c. penderita yang alergi terhadap obat
6. RAI(Iodium radioaktif)-terapi ablatif- Kontraindikasi pada wanita hamil dan anak.
7. Terapi Eksoftalmus :
8. Injeksi Kortikosteroid Retrobulber
9. Kortikosteroid Sistemik : Prednison
10. Plasmapheresis: cegah rebound antigen-antibodi.
11. Tindakan bedah untuk mengeluarkan lamak intraorbita.q
Medikamentosa
OAT yang dianjurkan golongan tionamid, yaitu :
d. propitiorasil (PTU) lebih sering digunakan dibandingkan Methimazole karena
memiliki ikatan yang lebih besar dengan protein
dosis : 100-150 mg/ 8 jam
setelah eutiroid klinis laboratorik
50 mg/ 6 jam
b. Metimazol
dosis : 2 kali 10 mg/hari
pada trimester 3, metimazol dipertahankan 5 mg /hari
c. ß adrenergic blocade
Seperti propanolol. Namun penggunaan yang terus menerus dapat mengakibatkan
keterbelakangan pertumbuhan janin.
a. Propiltiourasil (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen
tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari,
dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk
hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-
900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis
untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.
Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari
iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
Risiko khusus : Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa
menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui,
penyakit hati (Lee, 2006).
b. Methimazole
Nama generik : methimazole
Nama dagang : Tapazole
Indikasi : agent antitiroid
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamill
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2
mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid
berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema.
Risiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan
myelosupression, kehamilan.
PTU lebih dianjurkan pada wanita hamil daripada metimazol karena metimazol lebih
mudah melewati sawar plasenta dan dapat menghambat sintesis hormon tiroid sehingga
dapat menyebabkan hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi. Penggunaan
propiltriurasil lebih aman karena lebih sedikit obat yang sampai ke janin. Dalam dosis
tinggi, kedua obat ini dapat memblok kelenjar tiroid janin sehingga terjadi
hipotiroidisme. Yang berakibat pada gangguan intelektual dan retardasi pada anak.
2. Nonmedikamentosa
a. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori
per hari baik dari makanan maupun dari suplemen
b. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur
c. Olah raga secara teratur
d. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar
metabolisme
j. Prognosis
Hipertiroidisme pada umumnya prognosis baik, jarang sekali berakibat fatal jika
kausal ditangani dengan baik.
Pada banyak pasien, oftalmopati bisa sembuh sendiri dan tidak memerlukan
pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat hingga ada bahaya kehilangan
penglihatan, perlu diberikan pengobatan glukokortikoid disis tinggi disertai tindakan
dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.
Pasien yang menjalani RAI 40-70% mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun
mendatang. Hipertiroidisme bisa menjadi hipotiroidisme bila tidak dipantau kadar
hormone tiroid pada ibu, obat-obat antitiroid bisa melewati plasenta dan menyebabkan
gangguan pembentukan hormone tiroid pada janin, janin bisa menjadi hipotiroidisme
sampai kretinisme.
k. Kompetensi dokter umum
Hipertiroid : 3 A
Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
D. KRISIS TIROID
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang
terjadi. Hampir semua diawali oleh faktor pencetus. Pada keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Karena mortalitas sangat tinggi,
kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Hingga
kini patogenesisnya belum jelas: Free-hormon meningkat, naiknya free-hormon
mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan
sebagainya. Faktor resiko krissi tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang
kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stres fisik ataupun psikologik, infeksi,
dsb)
Kecurigaan akan terjadi krisis tiroid apabila terdapat triad: 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis, 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia. Apabila terdapat triad
maka kita dapat emneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid
dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia,
dan disfungsi susunan saraf.
Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, >45 highly suggestive, 25-44 suggestive
of impending storm, di bawah 25 kemungkinan kecil.
Tabel Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid (Burch-Wartosky, 1993)
Disfungsi pengaturan panas
Suhu (oF) 99-99.0
100-100.9
101-101.9
102-102.9
103-103.9
>104.0
5
10
15
20
25
30
Disfungsi kardiovaskular
Takikardi 99-109
110-119
120-129
130-139
>140
5
10
15
20
25
Efek pada susunan saraf pusat
Tidak ada
Ringan (agitasi)
Sedang (delirium, psikosis, letargi berat)
Berat (koma, kejang)
0
10
20
30
Gagal jantung
Tidak ada
Ringan (edema kaki)
Sedang (ronki basal)
Berat (edema perut)
0
5
10
15
Disfungsi gastrointestinal-hepar
Tidak ada
Ringan (diare, nausea/muntah/ nyeri
perut)
Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)
0
10
20
Fibrilasi atrium
Tidak ada
Ada
Riwayat pencetus
Negatif
Positif
0
10
0
10
Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama
oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitutriiodothyronine (T3). T4 dan T3
terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara
biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis
pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di
sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.1
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis
ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen
dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan
reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada
patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh
autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena
peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan
pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.3
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran
klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya)
atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu,
respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa
pasien dan menyebabkan kematian.2 Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan
penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.7
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut
ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat
adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan
rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin.
Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapabeta-blockers gagal menurunkan kadar
hormon tiroid pada tirotoksikosis.2
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon
tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika
kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai
rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah
diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat
mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik
langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan
katekolamin.
Tatalaksana
Pengobatan harus segera diberikan, jika mungkin dirawat di bangsal dengan
kontrol baik.
Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan
cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, jika perlu obat sedasi,
kompres es.
Mengoreksi hipertiroid dengan cepat; a) memblok sintesis hormon baru:
PTU dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti dosisi 200 mg PTU
tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg; b) memblok keluarnya
cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI
(larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam). Apabila ada, berikan
endoyodin (NaI) IV, jika tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai; c)
menghambat konversi perifer dari T4 T3 dengan propanolol, ipodat,
penghambat beta dan/atau kortikosteroid.
Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason
2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya adalah karena defisiensi steroid
relatif akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.
Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin karena aspirin
akan melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free-hormon meningkat.
Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan sebab di samping
mengurangi takikardi, juga menghambat konversi T4 T3 di eprifer.
Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.
Mengobati faktor pencetus, misalnya infeksi. Respons pasien (klinis dan
membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada
yang berlanjut hingga seminggu.
Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan
curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang
jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang
mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar
plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238
mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan
normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk
menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan
penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip
standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.15
Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat
laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau
penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.1
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat
setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya
setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid
setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-
tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-
7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang
rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih
tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi
meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis
tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol)
hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari
setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI
dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula
dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan
pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan
sindroma McCune-Albright).
VIII. KERANGKA KONSEP
Autoimun
Grave Disease Eksoftalmus
Simpatis ↑
Saliva↓ Tremor Frekuensi denyut
jantung↑
Hipermetabolisme
Oral hygiene buruk↓
Infeksi Krisis Tiroid
Suhu↑ Batuk pilek
WBC↑ Vaskularisasi faring ↑
Faring hiperemisKeringat↑
Telapak tangan basah
Motilitas usus ↑
Proteolisis ↑
Diare Bising usus↑Kelemahan
otot
Delirium
Positif autoantibodi
Hipertrofi & hiperplasi
Struma diffusa
IX. SIMPULAN
Nn SS (22 tahun) mengalami krisis tiroid et causa hipertiroid (Grave
Disease) yang tidak ditangani dan dicetuskan oleh infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ruswana. 2005. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid.pdf FK Unpad:
Bandung
Bakta, I. Made, I Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC
Bindu Nayak, MD, Kenneth Burman, MD, Thyrotoxicosis and Thyroid Storm.
Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663–686.
Demers LM, Spencer C. The Thyroid: Pathophysiology and Thyroid Function
Testing. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. (Eds). Tietz Textbook of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostics. StLouis: Elsevier Saunders, 4th ed, 2006 p
2053-95
Dorland, W. A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28. Jakarta:
EGC
Guyton, Arthur C., dkk.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
Katzung, Bertram G.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik.Jakarta:EGC
Kumar, Vinay, dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta:EGC
Larsen, P. Reed; Kronenberg, Henry M.; Melmed, Shlomo; and Polonsky, Kenneth S.
2003. Williams Textbooks of Endocrinology 10th Edition. Pdf. Elsevier
Minanti, Batari. Endokrin Metabolik : Kapita Selekta Tiroidologi seri 1. Surabaya:
Airlangga University Press; 2006. p.1-38 ;89;114-115.
Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.
Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Buku Kedkteran.EGC :
Jakarta
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Sharewood, Laurale.2011.Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta:EGC.
Tim editor.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Pusat Penerbitan IPD
FKUI
Tortora, Gerard J; and Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology Twelf Edition. Djvu