243
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan (Menteri Negara lingkungan Hidup, 2003). Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan sampah atau bahan buangan. Sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali sampah yang berasal dari aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa- sisa bahan makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan, kertas, kayu, bambu, dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik, logam, gelas, dan karet. Pengelolaan persampahan umumnya tidak dilakukan secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan konsep awal, sehingga dalam perjalanannya sering melanggar dan berbenturan dengan berbagai pelanggan antara lain aspek sosial budaya, hukum, lingkungan, hak asasi, dan lain sebagainya. Pengaturan dan pengelolaan sampah saat ini pada dasarnya hanya terpaku kepada teknis saja, padahal yang terpenting adalah bagaimana caranya pihak Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 1

Laporan SAMPAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan SAMPAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik

berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak

terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan

(Menteri Negara lingkungan Hidup, 2003). Segala macam organisme yang ada di

alam ini selalu menghasilkan sampah atau bahan buangan. Sebagian besar sampah

yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali

sampah yang berasal dari aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun

anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa-sisa bahan makanan yang berasal

dari tumbuhan atau hewan, kertas, kayu, bambu, dan lain-lain. Sedangkan sampah

anorganik misalnya plastik, logam, gelas, dan karet.

Pengelolaan persampahan umumnya tidak dilakukan secara konsisten dan

konsekuen sesuai dengan konsep awal, sehingga dalam perjalanannya sering

melanggar dan berbenturan dengan berbagai pelanggan antara lain aspek sosial

budaya, hukum, lingkungan, hak asasi, dan lain sebagainya. Pengaturan dan

pengelolaan sampah saat ini pada dasarnya hanya terpaku kepada teknis saja,

padahal yang terpenting adalah bagaimana caranya pihak pengelola dapat

mengedepankan kepentingan masyarakat melalui sosialisasi yang transparan

dalam penanganan sampah.

Selama ini sampah menjadi masalah serius terutama di perkotaan. Banyak

tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di permukiman

penduduk, mencemari udara dan air tanah, dan menjadi tempat berkembang biak

binatang maupun bakteri pembawa penyakit. Setelah berhari-hari menumpuk dan

membusuk di TPS, sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Puluhan truk pengangkut sampah melewati jalan umum, menebarkan bau tidak

sedap dan bisa menyebarkan penyakit. Di TPA sampah juga hanya dibiarkan

menumpuk, menggunung, mencemari udara, mencemari air tanah dalam skala

lebih luas. Sementara itu seiring dengan melajunya waktu dan berkembangnya

penduduk, Naiknya volume sampah jauh melebihi kapasitas sarana dan prasarana

Dinas Kebersihan Kota. Akibatnya banyak komunitas yang mencari jalan keluar

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 1

Page 2: Laporan SAMPAH

sendiri dengan membakarnya, atau malah membuang sendiri ke sungai yang

tentunya bukanlah jalan keluar yang baik, karena akan lebih memperparah

kerusakan lingkungan.

Keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di kota besar

dan metropolitan juga berpotensi menimbulkan persoalan baru. Daerah pinggiran

kota masih dianggap sebagai tempat paling mudah untuk membuang sampah.

Sehingga daerah tersebut kehilangan peluang untuk memberdayakan sampah,

memanfaatkannya serta meningkatkan kualitas lingkungannya. Apabila hal ini

tidak tertangani dan dikelola dengan baik, peningkatan sampah yang terjadi tiap

tahun itu bisa memperpendek umur TPA dan membawa dampak pada pencemaran

lingkungan, baik air, tanah, maupun udara. Di samping itu, sampah berpotensi

menurunkan kualitas sumber daya alam, menyebabkan banjir dan konflik sosial,

serta menimbulkan berbagai macam penyakit (Pingkan, 2009).

Sampah organik yang didegradasi oleh mikroorganisme dalam kondisi

anaerobik akan menimbulkan bau yang tidak sedap (busuk) akibat penguraian

limbah menjadi bagian-bagian yang kecil disertai dengan pelepasan gas. Limbah

organik yang mengandung protein akan lebih banyak  menghasilkan bau yang

lebih tidak sedap lagi, karena protein yang mengandung gugus amin akan terurai

menjadi gas ammonia. Dampak langsung lain adalah adanya timbunan limbah

padat dalam jumlah besar yang akan menimbulkan pemandangan yang tidak

sedap, kotor dan kumuh. Kesan kotor ini secara psikis akan mempengaruhi

penduduk di sekitar TPA  tersebut (IPB, 2004). Selain itu, sampah yang tidak

dikelola dengan benar juga akan menyebabkan berbagai masalah pencemaran,

baik pencemaran tanah akibat merembesnya lindi sampah, pencemaran udara dari

terbentuknya gas metan, atau pencemaran air tanah lanjutan dari pencemaran

tanah yang tercemar oleh lindi tadi.

Meninjau dari dampak yang akan ditimbulkan akibat pengelolaan sampah

yang tidak benar tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan pengelolaan sampah

secara menyeluruh dan terpadu mulai dari tahap pengumpulan hingga pengolahan

pada pembuangan akhir sampah.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 2

Page 3: Laporan SAMPAH

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan Tujuan dari laporan ini adalah :

1. Memproyeksikan timbulan sampah suatu kota sedang dan menentukan jalur

pengangkutannya.

2. Merencanakan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah.

3. Menghitung timbulan gas metan dan air lindi yang dihasilkan dari sampah

pada landfill TPA.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 3

Page 4: Laporan SAMPAH

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

2.1 Jumlah Penduduk dan Fasilitas Kota

Jumlah penduduk yang semakin padat, akan mengakibatkan sampah yang di

produksi oleh penduduk persatuan luas makin meningkat. Peningkatan ini akan

berimplikasi pula pada beban kerja dan pembiayaan yang semakin meningkat

dalam mengelola persampahan. Selain itu, semakin padat penduduk suatu wilayah

akan memperbesar kemungkinan timbulnya pengaruh gangguan sampah yang

disebabkan oleh sampah yang tidak tersangkut dan tersebar di beberapa wilayah

perkotaan (Simanjuntak, 2008).

Jumlah penduduk di wilayah perencanaan 2 ini pada tahun 2000 adalah

1.327 jiwa. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah penduduknya mencapai 4.735

jiwa atau 947 kepala keluarga dengan rata – rata setiap keluarga beranggotakan

sekitar 5 jiwa/KK.

Penggunaan lahan atau tata guna lahan di wilayah perencanaan ini secara

umum terdiri dari dua kegiatan, yaitu:

1. Kegiatan perumahan/permukiman;

2. Kegiatan non perumahan, yang meliputi: pasar, pusat perdagangan,

perkantoran, fasilitas pendidikan, fasilitas umum, fasilitas kesehatan, tempat

ibadah, dan lain-lain.

Tabel 2.1 Jumlah fasilitas di wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009

FASILITAS PENDIDIKAN

1 SD 6

2 SMP 4

3 SMU 4

FASILITAS KESEHATAN

1 Rumah sakit 1

2 Puskesmas 2

FASILITAS PERNIAGAAN & JASA

1 Pasar 1

2 Toko/pertokoan 63

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 4

Page 5: Laporan SAMPAH

3 Terminal 1

TEMPAT IBADAH

1 Masjid 5

2 Gereja 1

FASILITAS UMUM, REKREASI & OLAH RAGA

1 Perkantoran 14

2 Hotel 3

Tinjauan terhadap penggunaan lahan akan memperlihatkan adanya

perbedaan karakteristik sampah yang di hasilkannya, baik dari segi jumlah dan

jenisnya. Tinjauan tata guna lahan juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk

menentukan besarnya kenaikan produksi sampah di setiap penggunaan lahan yang

ada, untuk selanjutnya dapat di gunakan sebagai dasar proyeksi dalam

menentukan kebutuhan sarana dan prasarana persampahan serta kebutuhan

pembiayaan pada masa yang akan datang.

2.2 Topografi

Secara administratif luas wilayah perencanaan 2 ini adalah sebesar 62,54

km2. Wilayah perencanaan 2 ini memiliki topografi dengan ketinggian 10 m - 35

m di atas permukaan laut. Di wilayah perencanaan 2 ini, daerahnya relatif landai

dan rendah dengan dilihat pada kontur yang tidak rapat. Tetapi di wilayah ini juga

terdapat dua buah pegunungan.

2.3 Hidrologi

Wilayah perencanaan 2 juga banyak dialiri sungai. Terdapat sungai besar

yang cabang anak sungainya banyak mengaliri daerah terbangun pada wilayah

perencanaan 2 ini. Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai

ke arah timur dan tenggara. Sungai-sungai tersebut dapat dimanfaatkan untuk

pengairan sawah, tambak, sebagai sumber air baku untuk pengolahan air minum,

dan sebagai pembangkit tenaga listrik.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 5

Page 6: Laporan SAMPAH

2.4 Klimatologi

Wilayah perencanaan 2 termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin

Muson dari arah barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia

melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan

tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah timur adalah angin kering

pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada

bulan-bulan November – April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering

yang panjang. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan

iklim, keadaan geografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Curah hujan

tahunan rata-rata di wilayah ini sampai 4006,7 mm dari hujan pertahun 176 hari.

Temperatur udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi

rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai.

Suhu udara rata-rata sekitar 25oC - 38oC dengan sedikit variasi musiman.

Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74% - 91% sedangkan pada musim kemarau

kelembabannya rendah yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus,

September dan Oktober.

Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan erat satu

sama lain. Walaupun demikian di beberapa tempat, hubungan tersebut agaknya

tidak selalu ada. Keadaan angin pada musim hujan biasanya lebih kencang dan

angin bertiup dari barat dan barat laut. Oleh karena itu musim tersebut dikenal

juga dengan musim barat.

Pada musim kemarau angin bertiup dari benua Australia, keadaan angin saat

itu bisa juga kencang. Keadaan angin di wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009

yang dipantau dari Stasiun Meteorologi Wilayah Perencanaan 2 menunjukkan

kecepatan angin pada tahun 2009 rata-rata 4 knot. Untuk penyinaran matahari

dipantau pada jam 06.00-18.00 terlihat intensitas yang beragam tiap bulannya.

Penyinaran matahari dengan intensitas tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu

rata-rata 6,9 jam/hari dan intensitas terendah terjadi pada bulan Desember yaitu

rata-rata 2,0 jam/hari.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 6

Page 7: Laporan SAMPAH

Tabel 2.2 Data curah hujan wilayah perencanaan 2

BulanCurah Hujan (mm)

Jumlah Hari

HujanJanuari 44.7 16Februari 395 11Maret 134 5April 310 18Mei 468 20Juni 420 17Juli 158 6

Agustus 87 6September 761 19Oktober 332 16

November 422 20Desember 475 22TOTAL 4006.7 176

Rata-Rata333.891

714.66667

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 7

Page 8: Laporan SAMPAH

BAB III

DASAR PERENCANAAN & KRITERIA DESAIN

3.1 Proyeksi Perkembangan Penduduk dan Fasilitas Kota

Untuk keperluan perencanaan pengembangan teknik operasional sampah

wilayah perencanaan 2 pada tahun rencana 2009 – 2019, dibutuhkan proyeksi

jumlah penduduk pada rentang waktu tersebut. Berdasar data jumlah penduduk

dari tahun 2000 hingga tahun 2009, dapat diprediksi jumlah penduduk wilayah

perencanaan 2 pada tahun 2010 – 2019.

Tabel 3.1 Data penduduk pada tahun 2000-2009

No. TahunJumlah

Penduduk (jiwa)

1 2000 1,327

2 2001 1,649

3 2002 1,983

4 2003 2,125

5 2004 2,523

6 2005 2,988

7 2006 3,133

8 2007 3,988

9 2008 4,215

10 2009 4,735

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 8

Page 9: Laporan SAMPAH

Tabel 3.2 Proyeksi penduduk dan proyeksi kepadatan penduduk tahun 2010-2019

No.Tahun( x )

Proyeksi Penduduk

(Pn)

Proyeksi Kepadatan Penduduk (L = 62.54 km2)

(jiwa/km2)

1 2010 5,683 91

2 2011 6,527 104

3 2012 7,497 120

4 2013 8,610 138

5 2014 9,888 158

6 2015 11,357 182

7 2016 13,043 209

8 2017 14,980 240

9 2018 17,205 275

10 2019 19,760 316

Selain proyeksi penduduk, data lain yang dibutuhkan dalam perencanaan

teknis operasional persampahan pada wilayah perencanaan 2 ini adalah data

mengenai jumlah fasilitas yang terdapat di wilayah tersebut. Dari data jumlah

fasilitas pada tahun 2009, maka dapat diproyeksikan jumlah fasilitas pada masa

perencanaan 10 tahun mendatang, seperti pada tabel berikut ini.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 9

Page 10: Laporan SAMPAH

Tabel 3.3 Proyeksi jumlah fasilitas kota pada tahun 2010 - 2019

Jenis Fasilitas

∑ Fasilitas

Tahun 2009

(unit)

Proyeksi Jumlah Fasilitas

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

FASILITAS PENDIDIKAN

1 SD 6 6 7 8 8 9 10 11 12 14 15

2 SMP 4 4 4 5 5 5 5 6 6 7 7

3 SMU 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6

Jumlah 14 15 15 16 17 19 20 22 23 25 28

FASILITAS KESEHATAN

1 Rumah sakit umum 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 Puskesmas 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Jumlah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

FASILITAS PERNIAGAAN & JASA

1 Warung/toko/kios 63 66 69 73 78 83 89 95 103 112 122

2 Pasar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 Terminal/stasiun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Jumlah 65 68 71 75 80 85 91 98 106 115 125

TEMPAT IBADAH

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 10

Page 11: Laporan SAMPAH

1 Masjid 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

2 Gereja 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Jumlah 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7

FASILITAS UMUM, REKREASI dan OLAH RAGA

1 Pekantoran 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14

2 Hotel/penginapan 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4

Jumlah 17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18

TOTAL FASILTAS 105 109 113 118 124 131 138 147 157 168 181

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 11

Page 12: Laporan SAMPAH

3.2 Proyeksi Timbulan Sampah

Pengertian timbulan sampah (E. Damanhuri, 2004) adalah banyaknya

sampah yang dihasilkan atau diproduksi suatu wilayah perhari, yang dinyatakan

dalam satuan volume (liter/orang/hari, liter/m³/hari, liter/bed/hari) atau satuan

berat (kg/orang/hari, kg/m³/hari, kg/bed/hari). Timbulan sampah dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain : jumlah sumber, luas wilayah, karakteristik wilayah

dan musim. Untuk mengetahui jumlah timbulan sampah kota, maka terlebih

dahulu perlu diketahui sumber – sumber produksi sampah yang ada di kota, yaitu

terdiri dari :

1. Perumahan/rumah tangga

2. Komersial/perdagangan

3. Pariwisata dan fasilitas umum

4. Jalan dan taman

5. Industri

6. Lain – lain (Simanjuntak, 2008).

Untuk menentukan jumlah timbulan sampah, biasanya digunakan ukuran

volume yang dinyatakan dalam m³/hari atau dalam ukuran berat sampah yaitu

ton/hari.

Tabel 3.4 Standar Timbulan sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 12

Page 13: Laporan SAMPAH

Menurut Puslitbang yang bekerjasama dengan LPPM ITB

pada tahun 1989 mengenai laju timbulan sampah perkotaan,

standar timbulan sampah adalah sebagai berikut (Tingkat

Lanjutan Persampahan, 1994;274) :

1. Laju timbulan sampah kota diekivalenkan menjadi

liter/orang/hari

Kota kecil = 2,5 – 2,75 liter/orang/hari

Kota sedang = 2,75 – 3,25 liter/orang/hari

2. Berdasarkan besaran kota

Timbulan sampah permukiman = 2,0 liter/orang/hari

Prosentase total sampah permukiman = ( 75 – 80 ) %

Prosentase total sampah non permukiman = ( 20 – 25 ) %

(Simanjuntak, 2008).

3.3 Kriteria Desain

3.3.1 Karateristik Sampah

Hal pertama yang perlu diketahui dalam mengelola persampahan adalah

karakter dari sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perkotaan.berbagai

karakter sampah perlu dikenali, dimengerti dan difahami agar dalam menyusun

sistem pengelolaan yang dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta

hingga pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan secara benar. Karakter

sampah dapat dikenali sebagai berikut: (1) tingkat produksi sampah, (2)

komposisi dan kandungan sapah, (3) kecenderungan perubahannya dari waktu ke

waktu. Karakter sampah tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan

penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya hidup dari

masyarakat perkotaan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang direncanakan

haruslah mampu mengakomodasi perubahan-perubahan dari karakter sampah

yang ditimbulkan (Wibowo, 2007).

Sampah adalah barang-barang atau benda-benda yang sudah tidak berguna

lagi dan harus di buang. Istilah sampah diberikan kepada barang-barang atau

bahan-bahan buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 13

Page 14: Laporan SAMPAH

tidak terpakai dalam bentuk padat. Sampah merupakan campuran dari berbagai

bahan baik yang tidak berbahaya seperti sampah dapur (organik) maupun bahan-

bahan berbahaya yang dibuang oleh pabrik dan rumah tangga yang dapat

digunakan kembali atau didaur ulang maupun yang tidak dapat didaur ulang

(Rukaesih Achmad, 2004; Mirmanto, 2006).

Menurut Eddi Sukardi dan Tanudi (1998), jenis sampah dapat digolongkan

sebagai berikut: Di lihat dari asal zat-zat yang dikandungnya yaitu sampah

organik (sisa sayur, sisa buah) dan sampah nonorganik (kaca, plastik); Sumber

sampah yaitu sampah rumah tangga (sisa makanan), sampah industri (limbah

industri), dan sampah mahluk hidup (tinja). Sifat sampah beraneka ragam

tergantung jenisnya yaitu antara lain: Sampah lapuk (sisa makanan); Sampah tak

mudah lapuk (kayu, kaleng) yang terdiri dari sampah lapuk yang mudah terbakar

(kayu, kertas) dan sampah lapuk yang sulit terbakar (besi, kaleng); Sampah sulit

lapuk (plastik, kaca) (Mirmanto, 2006).

Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983) penggolongan macam-macam

sampah adalah sebagai berikut : Penggolongan sampah berdasarkan asalnya

(Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah sampah

dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel dan kantor); Sampah dari hasil kegiatan

industri/pabrik; Sampah dari hasil kegiatan pertanian (limbah hasil-hasil

pertanian). Kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan

peternakan; Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar,

sampah toko; Sampah dari hasil kegiatan pembangunan; Sampah jalan raya

(Mirmanto, 2006).

Wied Harry Apriadji (1995) menggolongkan sampah dalam 4 (empat)

kelompok antara lain meliputi :

1) Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh

manusia, meliputi tinja (faeces), dan air kencing (urine).

2) Sewage, merupakan air limbah yang di buang oleh pabrik maupun rumah

tangga, contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung

larutan deterjen.

3) Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan

kegiatan rumah tangga. Refuse dalam kehidupan sehari-hari di sebut sampah.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 14

Page 15: Laporan SAMPAH

Contoh : panci bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu

yang sudah tidak di pakai lagi dan dibuang, sisa sayuran, nasi basi, daun-daun

tanaman, dan masih banyak lagi.

4) Industrial waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa-sisa proses

industri.

a. Sampah Organik

Gambar 3.1 Sampah organik

Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang

berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara

alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/

ranting dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah organik

setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena proses biokimia akibat

penguraian materi organik sampah itu sendiri oleh mikroorganime (makhluk

hidup yang sangat kecil) dengan dukungan faktor lain yang terdapat di

lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya

adalah melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan

pengomposan atau composting (Environmental service Program, 2008).

b. Sampah Anorganik

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 15

Page 16: Laporan SAMPAH

Gambar 3.2 Sampah anorganik

Sampah non-organik atau sampah kering atau sampah yang tidak mudah

busuk adalah sampah yang tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari

sumber daya alam tidak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari

proses industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan

logam. Sebagian sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama

sekali, dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.

Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan penghematan sumber

daya alam yang digunakan untuk membuat bahan-bahan tersebut dan pengurangan

polusi akibat proses produksinya di dalam pabrik (Environmental service

Program, 2008).

Perbandingan lamanya sampah organik dan non-organik hancur dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Perbandingan mengenai lama waktu dekomposisi sampah organic dan

anorganik

c. Gelas/Kaca

Gambar 3.4 Sampah gelas/kaca

Sampah gelas dapat didaur ulang dengan menghancurkan, melelehkan, dan

memproses kembali sebagai bahan baku dengan temperatur tinggi sampai menjadi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 16

Page 17: Laporan SAMPAH

cairan gelas dan kemudian dicetak. Jika dibuang, sampah gelas membutuhkan

ratusan bahkan ribuan tahun untuk bisa hancur dan menyatu dengan tanah

(Environmental service Program, 2008).

d. Kaleng

Gambar 3.5 Sampah kaleng

Sebagian besar kaleng dibuat dari aluminium melalui proses yang

membutuhkan banyak energi. Sampah kaleng dapat didaur ulang dengan

melelehkan dan menjadikan batang aluminium sebagai bahan dasar produk baru.

Dengan demikian, sumber energi dapat dihemat, polusi dapat dikurangi, dan

sumber daya bauksit, kapur dan soda abu sebagai bahan dasar aluminium dapat

dihemat (Environmental service Program, 2008).

e. Plastik

Gambar 3.6 Sampah plastik

Sampah plastik termasuk sampah yang tidak dapat hancur dan menyatu

dengan tanah. Plastik – yang bahan dasarnya minyak bumi – sudah menjadi gaya

hidup sehari-hari manusia, sebagai bahan pembungkus maupun pengganti alat dan

perabotan seperti gelas / sendok / piring plastik, dan kemasan makanan dan

minuman. Daur ulang plastik dapat dilakukan dengan melelehkan dan menjadikan

bijih plastik sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini membutuhkan mesin yang

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 17

Page 18: Laporan SAMPAH

relatif mahal dan dapat mengganggu pemukiman, sehingga tidak dianjurkan bagi

rumah tangga. Yang dapat kita lakukan adalah memakai barang-barang yang

terbuat dari plastik secara berulang-ulang, atau membuat kreativitas dari sampah

plastik (Environmental service Program, 2008).

f. Styrofoam

Gambar 3.7 Sampah styrofoam

Penduduk perkotaan saat ini cukup akrab dengan styrofoam yang sering

digunakan sebagai pembungkus barang. Bahan ini dibuat dari zat kimia yang

berbahaya, yang apabila dibakar akan menimbulkan gas beracun. Pemakaian

styrofoam sebisa mungkin perlu dihindari, karena selain berbahaya bagi

kesehatan, sampahnya TIDAK DAPAT HANCUR secara alami (Environmental

Service Program, 2008).

g. Kertas

Gambar 3.8 Sampah kertas

Menghemat penggunaan kertas adalah cara terbaik. Selain mengurangi

jumlah sampah, kita sekaligus menghemat jumlah pohon yang ditebang. Daur

ulang kertas dapat dilakukan dengan menghancurkan dan membuat bubur kertas

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 18

Page 19: Laporan SAMPAH

sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini dapat juga dilakukan oleh rumah tangga,

namun tidak dianjurkan untuk kertas koran karena banyak mengandung logam

berat (Environmental Service Program, 2008).

h. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Gambar 3.9 Sampah B3

Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya adalah baterei,

pestisida (obat serangga), botol aerosol, cairan pembersih (karbol), dan lampu

neon. Jika dibuang ke lingkungan atau dibakar, sampah-sampah ini dapat

mencemari tanah dan membahayakan kesehatan. Pengolahan sampah B3 ini

dilakukan secara khusus di lokasi khusus yang membutuhkan pengawasan ketat

dari pemerintah. Pemerintah Indonesia telah menentukan lokasi khusus di

Cileungsi, Jawa Barat sebagai instalasi pengolahan limbah B3 (Environmental

Service Program, 2008).

3.3.2 Pewadahan

Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di

sumbernya baik individu (dari sebuah rumah) maupun komunal (beberapa rumah).

Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di muka rumah atau bangunan

lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat terbuka yang

mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam

pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang

akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan berikutnya, khususnya dalam

upaya daur ulang. Disamping itu dengan adanya wadah yang baik maka :

Bau akibat pembusukan sampah yang menarik datangnya lalat dapat diatasi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 19

Page 20: Laporan SAMPAH

Air hujan yang berpotensi menambah kadar air disampah dapat dikendalikan

Pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari (Simanjuntak, 2008).

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak

pada pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan

beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membayahakan kesehatan. Pemilahan

adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya.

Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik. Sebab

sampah organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau,

namun tidak demikian halnya dengan sampah non organik (Environmental

Service Program, 2008).

Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap

pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan

kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya

pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah

sebagai berikut:

Gambar 3.10 Pemilahan dan pewadahan sampah berdasarkan jenisnya

Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur ulang yaitu

disesuaikan dengan pemilahan jenis sampah. Di Indonesia sampai saat ini masih

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 20

Page 21: Laporan SAMPAH

belum berhasil menerapkan konsep pemilahan, maka hendaknya wadah tersebut

paling tidak menampung secara terpisah misalnya :

a) Sampah organik, seperti daun sisa sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan

dengan wadah warna gelap seperti warna hijau.

b) Sampah non organik seperti gelas, plastik, logam dan lain lain dengan wadah

warna terang seperti warna kuning.

c) Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari rumah tangga dengan warna

merah, dianjurkan diberikan label khusus (Simanjuntak, 2008).

Gambar 3.11 Tempat sampah dengan perbedaan pewadahan berdasarkan jenis

sampah

Gambar 3.12 Tempat sampah dengan perbedaan pewadahan berdasarkan jenis

sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 21

Page 22: Laporan SAMPAH

3.3.3 Pengumpulan

Pengumpulan sampah pada lokasi timbulan sampah merupakan hal

selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai permasalahan pada kegiatan

pengumpulan sampah antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul

tapi tidak tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut

menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu pernafasan

dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari berbagai jenis penyakit.

Tempat sampah yang memadai menjadi hal yang sangat langka pada kawasan

yang padat penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat

pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat perkotaan. Hal tersebut

dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kemudian, memang untuk

sementara sampah yang dihasilkan tidak tertimbun pada lokasi penimbunan

sampah tetapi untuk jangka panjang akan menyebabkan berbagai masalah yang

tidak kalah besarnya (Wibowo, 2007).

Pengumpulan sampah merupakan proses penanganan sampah dengan cara

mengumpulkan dari masing–masing sumber sampah untuk diangkut ke Tempat

Penampungan Sementara (TPS) atau ke tempat pengolahan sampah. Operasional

pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke

tempat pengolahan sistem komunal dilakukan dengan cara langsung (door to

door) atau secara tidak langsung (dengan menggunakan Transfer Depo/Container)

sebagai TPS (Simanjuntak, 2008).

Proses pengumpulan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Secara Langsung (door to door)

Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan

bersamaan. Sampah dari tiap tiap sumber oleh petugas akan diambil

dikumpulkan dan diangkut ke tempat pemrosesan/pengolahan atau ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA).

b) Secara Tidak Langsung (communal)

Pada sistem ini sebelum diangkut ke tempat pemrosesan atau TPA, sampah

dari tiap-tiap sumber sampah akan dikumpulkan dahulu oleh sarana

pengumpul dan diangkut ke TPS. TPS dapat difungsikan sebagai lokasi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 22

Page 23: Laporan SAMPAH

pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang harus

diangkut ke pemrosesan akhir (Simanjuntak, 2008).

3.3.4 Pengangkutan

Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari

tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan

sampah umumnya dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah yang

dikelola oleh kelompok masyarakat maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal

yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun

cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus trasportasi akibat

truk sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah

(Wibowo, 2007).

Pengangkutan sampah merupakan sub sistem yang bersasaran

membawa/mengangkut sampah dari pemindahan atau sumber sampah secara

langsung menuju tempat pemrosesan akhir atau TPA dengan sarana angkut yang

lebih besar. Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan

membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran mengoptimalkan

waktu angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut khususnya apabila :

Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus

menangani sampah

Lokasi titik tujuan sampah relatif jauh

Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari

berbagai area

Ritasi perlu diperhitungkan secara detail

Masalah lalu-lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah (Simanjuntak,

2008).

Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak

cukup untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan

mengakibatkan timbunan sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi

akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat (Wibowo, 2007).

Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat

pembuangan akhir merupakan kegiatan selanjutnya yang perlu dipikirkan.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 23

Page 24: Laporan SAMPAH

Memindahkan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara yang hanya

ditimbun dan tidak ditempatkan pada tempat penampungan akan menyebabkan

kesulitan pada saat memindahkan sampah tersebut. Proses pemindahan tersebut

harus dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan

penggunaan truk pengangkut menjadi efisien (Wibowo, 2007).

Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan

menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah

dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini

menjadikan keindahan kota tergangu karena sampah tercecer dan bau yang

ditimbulkan akan menggangu pernafasan (Wibowo, 2007).

Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk

pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas

Kebersihan, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut

menyebabkan biaya perawatan truk pengangut akan meningkat dan masa pakai

kendaraan pengangkut akan semakin pendek (Wibowo, 2007).

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak

tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh

menjadi lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan

perkotaan menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan

lebih panjang (Wibowo, 2007).

3.3.5 Transfer Depo (Tipe I)

Luas lahan untuk transfer depo I > 200 m2 , transfer depo ini berfungsi

untuk tempat pertemuan peralatan pengumpulan dan pengangkutan

sebelum pemindahan, tempat penyimpanan peralatan kebersihan, bengkel

sederhana, kantor wilayah / pengendali, tempat pemilahan, dan tempat

pengomposan.

3.3.6 Daur Ulang dan Komposting

a. Komposting

Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses

pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 24

Page 25: Laporan SAMPAH

kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA

menjadi berkurang (Environmental Service Program, 2008).

Gambar 3.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan sampah organik

1) Mikroorganisme atau mikroba. Yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat

kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya bakteri dan

jamur. Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil pencernaannya

adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin baik proses

komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari kompos yang sudah jadi

ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur (humus).

2) Udara. Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara).

Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan

mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak

hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak

terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun, pembalikan dan

pengadukan secara teratur sangat penting dalam komposting.

3) Kelembaban. Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 –

70%. Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi

organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di

tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena mikroba

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 25

Page 26: Laporan SAMPAH

membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka siram atau percikkan lah air

jika terlalu kering.

4) Suhu. Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu

yang cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang

menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk

komposting adalah 45 – 70 derajat celcius.

5) Nutrisi. Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi.

Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan

sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat

komposting berakhir.

6) Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel

sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6 –

8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada

tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses komposting seperti EM4.

Ukuran partikel sampah juga perlu diperhatikan dalam pengomposan rumah

tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya, perlu dicacah terlebih dahulu

sebelum dimasukkan ke dalam komposter (Environmental Service Program,

2008).

Gambar 3.14 Metode pengomposan

Untuk komposting dengan metoda seperti gambar diatas, dibutuhkan lahan

yang cukup, yaitu untuk:

Area penerimaan sampah

Area pemilahan dan pencacahan (jika diperlukan, terutama untuk sampah

pertamanan)

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 26

Page 27: Laporan SAMPAH

Area sampah non organik / lapak

Ruang pengomposan (windrow)

Ruang pengayakan kompos

Gudang kompos

Gudang peralatan

Instalasi pengelolaan lindi (air sampah)

Instalasi pengomposan sebaiknya dilengkapi juga dengan kantor, sebagai

ruang untuk pemantauan, dan dilengkapi juga dengan fasilitas air bersih, toilet dsb

(Environmental Service Program, 2008).

Tahapan komposting

1) Penerimaan sampah. Sampah yang masuk ke lokasi dari gerobak/truk

sebaiknya masih relatif segar dan didominasi oleh sampah organik, agar lebih

cepat pemilahannya. Jumlahnya perlu dicatat secara rutin dalam log book

(buku catatan kegiatan).

2) Pemilahan dan pencacahan sampah organik. Secara manual, sampah organik

dipisahkan untuk dibawa ke tempat pengomposan. Non organik yang dapat di

daur ulang dibawa ke area non organik/lapak, sedangkan residu (sisa)

dikumpulkan dalam kontainer. Sampah yang berukuran besar dan panjang

seperti dari pertamanan dicacah terlebih dahulu.

3) Pencampuran dan pembentukan tumpukan/gundukan. Agar lebih homogen

(merata), beberapa jenis sampah organik (sampah dapur, taman, kotoran

ternak dll) perlu dicampur terlebih dahulu. Kemudian ditumpuk berbentuk

trapesium (windrow) memanjang atau dalam bak.

4) Pembalikan. Secara teratur tumpukan dibalik 1 – 2 kali seminggu secara

manual dengan memindahkan tumpukan atau digulirkan. Catat waktu / tanggal

pembalikan.

5) Penyiraman. Tumpukan perlu disiram secara rutin untuk menjaga kelembaban

proses, menggunakan selang spray agar perata. Hentikan penyiraman untuk

tumpukan yang telah berumur 5 minggu atau dua minggu sebelum panen.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 27

Page 28: Laporan SAMPAH

6) Pemantauan. Agar masalah yang timbul dapat diantisipasi sedini mungkin,

pemantauan sangat penting. Terutama terhadap suhu, tekstur, warna, bau, dan

populasi lalat. Hasil pemantauan dicatat dengan rapi.

7) Pemanenan dan pengayakan. Produk kompos matang perlu diayak agar

berukuran halus sesuai kemudahan penggunaan.

8) Pengemasan dan penyimpanan. Jika ingin dijual, kompos halus dapat dikemas

sesuai volume yang diinginkan dan diberi informasi tentang nama kompos,

bahan baku, produsen kompos, dan kegunaannya untuk tanaman. Setelah

dilemas dapat disimpan dalam gudang yang terlindung dari panas matahari

dan hujan (Environmental Service Program, 2008).

b. Daur Ulang

Daur ulang adalah proses memanfaatkan bahan bekas atau sampah untuk

menghasilkan produk yang dapat digunakan kembali. Daur ulang memiliki

banyak manfaat, diantaranya:

Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan

Akhir)

Mengurangi dampak lingkungan yang terjadi akibat menumpuknya sampah di

lingkungan

Dapat menambah penghasilan melalui penjualan produk daur ulang yang

dihasilkan

Mengurangi penggunaan bahan alam untuk kebutuhan industri plastik, kertas,

logam, dan lain-lain (Environmental Service Program, 2008).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 28

Page 29: Laporan SAMPAH

Gambar 3.15 Daur ulang sampah plastik

3.3.7 Incinerator

Pembakaran sampah dapat dikerjakan pada suatu tempat, misalnya kidang

atau tanah lapang yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun

demikian pembakaran seperti ini sukar dikendalikan. Bila terdapat angin yang

cukup kencang, maka sampah, arang sampah, abu, debu, dan asap akan dapat

terbawa ke tempat-tempat di sekitarnya, yang tentu saja akan dapat menimbulkan

gangguan-gangguan. Pembakaran yang paling balk dikerjakan pada suatu instalasi

pembakaran, karena dapat diatur prosesnya sehingga tidak mengganggu

lingkungan. Tetapi pembakaran seperti ini memerlukan biaya operasi yang mahal.

Instalasi pembakaran sampah disebut incinerator, sedangkan proses

pembakarannya disebut insinerasi.

Insinerator adalah alat atau sarana yang dapat digunakan untuk membakar

refuse dengan bahan bakar yang minim atau dengan bahan pembakar adalah

refuse itu sendiri. Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi

materi padat (dalam hal ini sampah) menjadi materi gas (gas buang), serta materi

padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash). Panas yang

dihasilkan dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi

suatu materi lain dan energi, misalnya untuk pembangkitan listrik dan air panas.

Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada

suatu tungku pembakaran. Pembakaran sampah dengan incinerator merupakan

cara yang paling mudah dan cepat untuk memusnahkan sampah. Lancar tidaknya

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 29

Page 30: Laporan SAMPAH

proses pembakaran tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah, hal ini karena

sampah berasal dari sumber yang berbeda sehingga kandungan materi yang

mudah dibakarpun juga berbeda-beda. Pembakaran sampah menggunakan

insinerator dapat menghasilkan produk samping berupa logam bekas (scrap) dan

uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik.

Proses insinerasi berlangsung melalui 3 tahap, yaitu:

1. Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah

menjadi kering yang akan siap terbakar.

2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana

temperature belum terlalu tinggi.

3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.

Agar tejadi proses yang optimal maka ada beberapa aspek yang harus

diperhatikan dalam menjalankan suatu incinerator, antara lian:

1. Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari

buangan padat, khususnya sampah.

2. Aspek keamanan: menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam berat

dan operasional incinerator.

3. Aspek pencegahan pencemaran udara: menyangkut penanganan debu terbang

gas toksik dan uap metalik.

Terdapat 3 parameter utama dalam operasi incinerator yang harus

diperhatikan, yaitu 3-T (Temperatur, Time dan Turbulence):

1. Temperatur (Suhu): Berkaitan dengan pasokan oksigen (melalui udara). Udara

yang dipasok akan menaikan temperature karena proses oksidasi materi

organic bersifat eksoctermis. Temperatur ideal untuk sampah kota tidak

kurang dari 800 Derajat celcius.

2. Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasa gas, sehingga terjadi

pembakaran sempurna.

3. Turbulensi: Limbah harus kontak sempurna dengan oksigen. Insinerator besar

diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat bergerak, sedang incinerator

kecil (modular) tungkunya adalah statis.

Dalam insinerasi, diperlukan beberapa pertimbangan untuk diperhatikan

antara lain:

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 30

Page 31: Laporan SAMPAH

1. Karakteristik sampah, terutama kandungan airnya.

Besarnya kandungan air akan berpengaruh pada lama pembakaran.

Apabila sampah mengandung kadar air cukup tinggi, maka sebaiknya diadakan

pengeringan pendahuluan terlebih dahulu. Pengeringan pendahuluan dapat

dikerjakan sekaligus di dalam incinerator dengan mengatur suhunya, atau dengan

menggunakan instalasi pengering yang terpisah dari insinerator, tergantung dari

besarnya kadar air sampah. Untuk sampah yang mengandung kadar air 50% atau

lebih, pengeringannya harus dikerjakan pada instalasi pengering tersendiri.

Sedangkan untuk sampah yang mempunyai kadar air antara 20-50%,

pengeringannya dapat dikerjakan sekaligus di dalam insinerator. Sampah-sampah

yang kadar airnya di bawah 20% dapat langsung dibakar tanpa pengeringan

terlebih dahulu.

2. Besarnya energi yang diperlukan

Yaitu yang dapat dinyatakan dalam Mori atau hritish thermal units (btu).

Perhitungan energi sangat diperlukan agar pembakaran dapat berlangsung efektif

dan efisien. Besarnya energi yang diperlukan terutama juga tergantung pada

besarnya kadar air sampah. Apabila kadar air sampah tinggi, maka energi yang

diperlukan untuk pengeringan dan pembakaran juga tinggi. Selain tergantung

pada kadar air sampah, besarnya energi yang diperlukan juga tergantung pada

kandungan energi sampah. Berbagai jenis sampah mempunyai kandungan energi

yang berbedabeda seperti tampak pada daftar 4.1.

Efektivitas pengeringan dan pembakaran ditentukan oleh empat hal, yaitu:

a. Kecepatan dispersi uap air dari sampah.

b. Tingginya diferensiasi suhu, yaitu kenaikan suhu bertahap yang diperlukan.

c. Pengadukan, untuk mempercepat pemindahan panas.

d. Ukuran sampah. Bila ukuran sampah kccil (misalnya dirajang atau digiling),

berarti permukaannya menjadi lebih Was, sebagai akibatnya air yang menguap

menjadi lebih cepat.

3. Jumlah udara yang diperlukan

Insinerasi pada umumnya menggunakan udara panas. Jumlah udara yang

diperlukan dapat diperhitungkan dengan memakai dasar daftar 4.2. Panas

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 31

Page 32: Laporan SAMPAH

pembakaran tiap jenis sampah berbeda-beda. Apabila sampah mengandung air,

maka panas pembakaran menjadi lebih tinggi. Sampah-sampah organik pada

umumnya banyak mengandung selulosa. Panas pembakaran sefulosa. adalah

8000 btu/lb. Yang dimaksud panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan

oleh pembakaran I Ib bahan bakar selama satu jam, dinyatakan dalam juta

btu/jam.

Tabel 3.6 Kandungan energi (btu) herbagai jenis sampah.

Jenis sampah Kandungan energi1. Kertas, karton 7.6602. Kaye, kotak, tatal 7.8253. Ranting 7.1404. Daun-daunan 4.9005. Rumput-rumputan hijau 3.8206. Sisa sayer dan buah 1.8207. Kain,tekstil 6.4408. Karel 12.4209. Kulit 10.000

10. Kertas berlapis lilin 12.00011. Plastik (cellophane) 12.00012. Plastik (polyethylene) 19.84013. Plastik (polyvinil) 17.50014. Sisa-sisa minvak 18.00015. Semen basah 11.500Dikulip dan L.J. COHAN and J.H. FERNANDFS, 1975 265.

*) Contoh-contoh pada uraian ini diadaptasikan dari buku C.L. Mantell, 1975. Solid Wastes origin, collection processing and disposal. New York: John Wiley& Sons: 275-294 dalam Hadiwiyoto, 1983.

Sebagai contoh misalnya sampah yang berasal dari pasar mengandung

unsur karbon 30%, hidrogen 4%, oksigen 22%, kadar air 24%, logam dan gelas

20%, kandungan energi sampah = 5000 btu/lb. Jumlah udara yang diperlukan

selama pembakaran akan dihitung.

Cara perhitungan yang kedua untuk mengetahui jumlah udara yang

diperlukan, yaitu dengan menggunakan slander gratis. Untuk contoh di atas,

mula-mula komposisinya harus diubah menjadi sampah bebas air dan abu

(mineral) dengan menghilangkan kandungan air, komponen logam, dan gelas.

Dengan demikian komposisinya akan berubah sebagai berikut:

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 32

Page 33: Laporan SAMPAH

Mula-mula: Setelah diubah:

Karbon 30 % 53,5 %Hidrogen 4% 7,2 %Oksigen 22 % 39,3 %Air 24 % 0Logam/gelas 20 % 0Jumlah 100% 100 %

4. Hasil pembakaran.

Setelah diketahui jumlah udara yang diperlukan, kemudian perlu

diperhitungkan pula jumlah gas yang dihasilkan selama pembakaran. Dalam hal

ini dari contoh di alas total gas ialah:

Karbon = 0,30Hidrogen = 0,04Oksigen = 0,22Uap air = 0,24Udara = 5,84

Jumlah = 6,64 lb/1b sampah.

Gas yang dihasilkan pada umumnya dinyatakan sebagai karbon dioksida,

hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Sedangkan jumlah gas yang dihasilkan dalam

contoh ialah apabila udara yang digunakan benarbenar kering (kadar air 0%).

Dalam praktek hal yang demikian tidak akan terjadi. Andaikata kadar air udara

ialah 2%, maka jumlah air dalam 5,84 lb udara adalah 0,02 x 5,84 = 0, 12 lb.

Sehingga total gas yang dihasilkan menjadi 6,64 + 0,12 = 6,76 IbAb sampah

yang dibakar. Sedangkan air dalam 1 lb gas ialah 0,24 + (0,04 x 9) + 0,12 = 0,72

lb.

5. Suhu pembakaran

Suhu pembakaran dapat kita estimasikan misalnya apabila kadar air

sampah 24 % dan udara yang digunakan 50% lebih tinggi dari seharusnya, maka

suhu pembakaran dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Wcp) CO2 + (Wcp) H2O + (Wcp) O2 + (Wcp) N2 X ( T2 – T1) =

Panas yang dibebaskan oleh pembakaran sampah.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 33

Page 34: Laporan SAMPAH

W = banyaknya gas yang dihasilkan selama pembakaran

Cp = panas spesifik

T1 = suhu mula-mula

T2 = suhu pembakaran

6. Desain insinerator

Desain instalasi pembakar tergantung pada jumlah sampah yang akan

dibakar. Misalnya tiap hari di suatu kota terkumpul 100 ton sampah, atau bila

dijadikan satuan pon akan sama dengan 200.000 lbs. Tiap jam berarti terkumpul

200000 = 8.333 lbs.

24

Panas pembakaran sampah sebanyak itu ialah: 8.333 x 5.000 = 41,6 x 106

btu/jam. Apabila kecepatan pemasukan sampah kedalam insinerator misalnya 60

lbs/ft2/jam, maka pemindahan panasnya adalah: 60 x 5000 btu/ft2/jam = 300.000

btu/ft2/jam. Luas dasar insinerator (L)

dihitung sebagai berikut. L = 41,6 x 106 btu/jam = 138,67 ft2

300.000 bhp / ft2 /jam

Andaikata panas yang dibebaskan insinerator tiap unit isi diketahui 20.(M

btu/ft'/jam, maka volume insinerator (I) ialah:

I= 41,6 x 106 btu/jam = 2.080 ft3.

20.000 btu/ft3/jam

Tinggi insinerator (t) dihitung sebagai berikut:

t = I = 2.080 = 14,999 ft (15ft)

L 138.67

Selain desain tentang volume instalasi pembakaran, perlu jugs

pertimbangan metode (cara) pembakaran yang akan dikerjakan. Dalam hal ini

ada dug cara pembakaran, yaitu sampah dibakar dengan sistem kontinu atau

dibakar dengan sistem "batch". Pembakaran itu secara kontinu apabila sampah

dimasukkan ke dalam insinerator (disebut pula stoker) dengan debit yang tetap.

Sedangkan pembakaran secara "batch" apabila mula-mula stoker diisi sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 34

Page 35: Laporan SAMPAH

sampai dengan kapasitas maksimum, kemudian barn dikerjakan pembakaran.

Setelah selesai pembakaran, stoker diisi lagi dengan sampah dan dikerjakan lagi

pembakaran. Demikian seterusnya.

Kedua cara di atas ditinjau dari cara pemasukan sampah ke dalam stoker.

Di camping itu dapat pula ditinjau dari sistem pemasukan udara dan bahan

bakarnya. Dalam hal ini ada banyak metode yang dikenal, antara lain ialah:

Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam insinerator dari arah yang

sama, di bawah tungku, dinamakan metode "underfeed".

Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam, insinerator dari arah atas

bersama-sama, dinamakan metode "overfeed".

Apabila udara dan bahan bakar dimasukkan ke dalam insinerator dari arah

yang berlawanan, yang satu dari kanan sedang lainnya dari kiri, atau yang satu

dari atas yang lain dari bawah, disebut metode "crossfeed".

Bermacam-macam bentuk insinerator telah dikembangkan, misalnya saja:

Insinerator dengan sistem conveyor (traveling-grate) selama pembakaran,

sampah dibawa oleh suatu ban berjalan. Abu hasil pembakaran ini ditampung

pads lubang pengeluaran.

Insinerator dengan sistem drum berputar (rotating drum). Beberapa drum

silindris yang berputar akan membawa sampah selama pembakaran. Di bawah

drum-drum tersebut diberi penampung hasil pembakaran.

Insinerator dengan sistem "reciprocating". Sampah diangkut dengan semacam

conveyor yang bergetar, sehingga sampahnya akan lebih mudah dan lebih cepat

terbakar, sedangkan semua abunya dapat terkumpul pads penampung.

Masih ada satu hal lagi dalam desain insinerator yang perlu pertimbangan,

yaitu perlu tidaknya instalasi pendingin pads insinerator. Biasanya sebagai

pendingin digunakan air. Guna pendingin ini ialah untuk mengontrol kenaikan

suhu insinerator, yang mungkin saja akan terns meningkat sehingga

membahayakan proses.

7. Gudang penyimpan sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 35

Page 36: Laporan SAMPAH

Perencanaan seperti contoh tersebut di atas ialah perencanaan yang

mengabaikan hari libur, yang dalam praktek banyak terjadi. Karena itu

diperlukan beberapa ruang penyimpan sampah untuk menampung sampah yang

belum dapat dibakar pada hari-hari libur. Penyimpanan sampah dapat dikerjakan

dengan dua cara, yaitu:

Sampah disimpan dalam silo.

Sampah dihamparkan di atas lantai.

Sistem silo biasanya digunakan untuk instalasi-instalasi pembakar yang

besar, yang mempunyai kapasitas di atas 1.000 ton/hari. Biaya sistem silo relatif

lebih mahal daripada sistem hamparan, yang biasanya hanya digunakan untuk

instalasi-instalasi yang kecil.

Sampah

Gambar 3.16 Tungku pembakaran sampah dengan alat pengangkut

sampah sistem drum berputar di dalamnya.

8. Preparasi

Untuk mempercepat pembakaran clan memperlancar pekerjaan,

diperlukan preparasi pendahuluan terhadap sampah. Preparasi ialah pengecilan

ukuran, yang dapat dikerjakan dengan beberapa cara. Untuk masing-masing jenis

sampah cara preparasinya juga berbeda-beda. Preparasi ukuran dimaksudkan

untuk mengurangi volume yang diperlukan, baik untuk pengumpulan maupun

untuk pembakaran. Cara-cara pengecilan ukuran yang Bering dikerjakan ialah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 36

Page 37: Laporan SAMPAH

dengan penekanan (pengepresan), penggilingan, pemukulan, dan penggun-

tingan/perajangan.

9. Cemaran

Selain hal-hal yang sifatnya teknis, perlu juga diperhatikan timbulnya

bahan-bahan cemaran, yang akan dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan di

sekitarnya. Dalam pembakaran sampah, ada beberapa bahan cemaran, yaitu gas,

debu, clan air. Yang berbentuk gas ialah hasil-hasil pembakaran seperti yang

telah clibicarakan di muka, yaitu karbon dioksida (CO2), uap air (H2O), nitrogen

(N2) dan oksigen (O2).

Untuk tidak menimbulkan masalah, biasanya gas tersebut dibuang ke

atmosfer melalui suatu cerobong yang tinggi. Cemaran berbentuk debu

merupakan hasil pembakaran yang berupa abu sampah. Sebagian besar abu

ditampung pada suatu penampung, tetapi sebagian yang lain akan dapat

bertebaran karena hembusan udara yang dimasukkan ke dalam incinerator, dan

sebagai akibatnya akan menjadi adi bahan cemaran. Cemaran yang berbentuk air

berasal dari air yang diperlukan sebagai pendingin/atau mungkin air yang pada

saat-saat tertentu digunakan untuk membersihkan instalasi.

3.3.7.1 Insinerator Tipe Fluidized Bed

Pada tipe ini sebelum dibakar, sampah harus diiris kecil-kecil untuk

mempermudah pembakaran yang menggunakan pasir panas yang mengambang.

Proses temperatur tinggi dengan fluidized bed telah digunakan cukup lama. Pada

awalnya teknologi ini digunakan dalam gasifikasi batubara, kemudian

berkembang pada aplikasi catalytic cracking dalam refineri minyak. Teknologi

fluidized bed ini diadaptasi dalam berbagai proses karena teknologi ini

mempunyai kemampuan memberikan derajat turbulensi yang tinggi, area

transfer-panas yang besar untuk mencampur sampah, oksigen dan media

terfluidasi. Dengan pencampuran yang baik antara media inert (biasanya pasir)

akan memberikan hasil insenerasi yang baik, dengan udara berlebih rendah dan

gradien temperatur yang minimal di seluruh media. Waktu tinggal yang

digunakan antara 5-8 detik atau lebih, pada temperatur 1400-1600F (760-870C).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 37

Page 38: Laporan SAMPAH

Insenerasi bubling bed mempunyai media dari pasir yang diaduk dengan

lewatnya udara melalui media serta yang memungkinkan media pasir terekspansi

dan terfluidisasi. Pemanasan awal dari media dilakukan melalui sebuah burner.

Aliran limbah dilakukan langsung ke media pasir. Dengan terpaparnya sampah

secara langsung dengan media, maka didapat efisiensi yang tinggi. Kedalaman

media bisanya antara 0,60-2,4 m.

Teknik circulating bed merupakan pengembangan bubbling-bed dengan

kenaikan turbulensi per-unit area. Teknik ini membutuhkan kecepatan udara yang

tinggi dan sirkulasi padatan untuk menimbulkan turbulensi yang tinggi serta

memungkinkan waktu tinggal yang cukup guna menghancurkan sampah. Padatan

dari area sirkulasi dipisahkan dari gas yang keluar melalui cyclone dan

dikembalikan pada insinerator. Temperatur dari jenis ini biasanya lebih rendah

dari jenis rotary kiln atau bubling-bed, namun cukup mampu untuk

menghancurkan sampah dengan pencampuran yang lebih sempurna.

Gambar 3.17 Struktur Insinerator Fluidized Bed

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 38

Page 39: Laporan SAMPAH

Gambar 3.18 Insinerator Tipe Fluidized Bed

Kelebihan jenis insinerator ini adalah nilai DRE yang tinggi, temperatur yang relatif seragam (uniform), residunya yang relatif tidak

berbahaya serta biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah. Beberapa jenis fluidzed bed ini antara lain :bubling fliuidized bed dan

circulating fluidzed bed

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 39

Page 40: Laporan SAMPAH

Beberapa kerugian pembakaran sampah dengan incenerator yaitu adanya

polutan yang dilepaskan, baik ke udara maupun ke media lainnya; biaya-biaya

ekonomis dan tenaga kerja; kehilangan energi; ketidaksinambungan; dan

ketidaksesuaian dengan sistem pengolahan limbah yang lain. Dioxin adalah

polutan yang paling terkenal berbahaya yang dihasilkan dari proses insinerator.

Dioxin dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara luas, termasuk kanker,

kerusakan sistem kekebalan, reproduksi, dan permasalahan-permasalahan dalam

pertumbuhan. Dioxin terakumulasi dalam tubuh, melalui rantai makanan dari

pemangsa ke predator, terkonsentrasi dalam daging dan susu-mentega, dan, pada

akhirnya, terakumulasi dalam tubuh manusia. Dioxin memerlukan perhatian

khusus, karena dioxin dapat berada dimana-mana di lingkungan (dalam tubuh

manusia) pada tingkatan yang sudah dapat menyebabkan gangguan terhadap

kesehatan, yang secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa populasi yang

ada sedang menderita akibat efek yang ditimbulkannya. Secara umum, insinerator

merupakan sumber dioxin yang utama. Insinerator juga merupakan sumber utama

pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat,

mengganggu sistem pergerakan, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran;

pencemaran akibat Merkuri tersebar luas. Selain itu, insinerator juga merupakan

sumber utama polutan-polutan logam berat, seperti timah (Pb), kadmium (Cd),

arsen (As) dan kromium (Cr).

3.3.8 Sanitary Landfill

3.3.8.1 Pemilihan Lokasi TPA

Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan

menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan

dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air

maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta

berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith, 1996). Menurut Qasim

(1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate maupun gas dari

suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses

pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama

yaitu 20 – 30 tahun setelah TPA ditutup (Word Press, 2009).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 40

Page 41: Laporan SAMPAH

Tabel 3.7 Dampak potensial kegiatan pembuangan akhirTahap

Pembangunan

Kegiatan Prakiraan Dampak

Prakonstruksi  Pemilihan lokasi

TPA.

 

Perencanaan.

Pembebasan lahan.

Lokasi yang tidak memenuhi

persyaratan akan mencemari

lingkungan dan mengganggu

kesehatan masyarakat

Perencanaan yang tidak didukung oleh

data yang akurat akan menghasilkan

konstruksi yang tidak memadai

Ganti rugi yang tidak memadai akan

menimbulkan keresahan masyarakat

Konstruksi  Mobilisasi alat

berat & tenaga.

Pembersihan

lahan.

Pekerjaan sipil

Meningkatkan polusi udara (debu,

kebisingan)

Keresahan sosial apabila tenaga

setempat tidak dimaanfaatkaan

Pengurangan tanaman

Pembuatan konstruksi yang tidak

memenuhi persyaratan akan

menyebabkan kebocoran lindi, gas

dan lain-lain

Operasi  Pengangkutan.

Penimbunan dan

pemadatan.

Penutupan tanah.

Ventilasi gas

Pengangkutan sampah dalam keadaan

terbuka dapat menyebabkan bau dan

sampah berceceran di sepanjang jalan

yang dilalui truk

Penimbunan sampah yang tidak

beraturan dan pemadatan yang kurang

baik menyebabkan masa pakai TPA

lebih singkat

Penutupan tanah yang tidak memadai

dapat menyebabkan bau, populasi lalat

tinggi dan pencemaran udara

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 41

Page 42: Laporan SAMPAH

Pengumpulan

lindi dan

pengolahan lindi

Ventilasi gas yang tidak memadai

menyebabkan pencemaran udara,

kebakaran dan bahaya asap

Lindi yang tidak terkumpul dan

terolah dengan baik dapat

menggenangi jalan dan mencemari

badan air dan air tanah

Pasca operasi  Reklamasi lahan

Pemantauan

kualitas lindi dan

gas

Reklamasi yang tidak sesuai dengan

peruntukan lahan apalagi digunakan

untuk perumahan dapat

membahayakan konstruksi bangunan

dan kesehatan masyarakat

Tanpa upaya pemantauan yang

memadai, maka akan menyulitkan

upaya perbaikan kualitas lingkungan

Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk

pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA

diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin

terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung. Upaya tersebut meliputi :

a. Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat.

b. Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan

persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan

dan tata ruang.

c. Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA (Word Press,2009).

Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA

secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan

biaya operasi dan pemeliharaan TPA (Word Press,2009).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 42

Page 43: Laporan SAMPAH

Penentuan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994

tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa

pertimbangan-pertimbangan antara lain:

1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;

2. Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu: pertama, Tahap regional yang

merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat

dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.

Kedua, Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu

atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona

kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang merupakan

tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.

3. Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan

lokasi TPA Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA

sampah dengan criteria pemilihan lokasi TPA.

Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona

layak atau zona tidak layak sebagai berikut :

a. kondisi geologi;

tidak berlokasi di zona holocene fault;

tidak boleh di zona bahaya geologi

b. kondisi hidrogeologi;

tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 m;

tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det;

jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 m di hilir

aliran;

dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di

atas, maka harus diadakan masukan teknologi;

c. kemiringan zona harus kurang dari 20%;

d. jarak dari lapangan terbang harus lebih dari 3.000 m untuk penerbangan

turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 m untuk jenis lain;

e. tidak boleh ada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan

periode ulang 25 tahun.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 43

Page 44: Laporan SAMPAH

2. kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik

terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :

a. iklim;

hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;

angin arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai makin

baik;

b. utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;

c. lingkungan biologi:

habitat kurang bervariasi, dinilai makin baik;

daya dukung kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai

makin baik;

d. kondisi tanah:

Produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik;

kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih

lama dinilai lebih baik;

ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,

dinilai lebih baik;

status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;

e. demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;

f. batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin baik;

g. kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;

h. bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;

i. estetika: semakin tidak telihat dari luar dinilai semakin baik;

j. ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton)

dinilai semakin baik (Diharto, 2008).

3. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang

berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan

kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

Produk yang dihasilkan dari penetapan lokasi TPA adalah sebagai berikut:

a. Tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi:

centroid sampah yang terletak di wilayah tersebut

kondisi hidrogeologi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 44

Page 45: Laporan SAMPAH

badan-badan air

TPA sampah yang sudah ada

Pembagian zona-zona

- zona 1 = zona tidak layak

- zona 2 = zona layak untuk TPA sampah kota

b. Tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi :

peta posisi calon-calon lokasi yang potensial

peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik

c. Tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah kota

Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang

sebagai berikut :

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan

daerah perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong

pengembangannya (Urban Promotion Area)

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama

menuju perkotaan/daerah padat.

Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana

pemanfaatan lahan bekas TPA.

2. Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk

menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara

ekonomis, teknis dan lingkungan.

3. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air

sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk

menentukan metode pembuangan akhir sampah.

4. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana

jalan masuk TPA.

5. Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan

terjadinya longsor.

6. Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 45

Page 46: Laporan SAMPAH

7. Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume

sampah sedekat mungkin dengan sumbernya.

8. Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang

bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.

9. Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu

melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola

kebersihan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara

memadai.

10. Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus tersedia guna memudahkan

kendaraan.

11. Pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya, kebutuhan lahan

yang relative cukup luas disesuaikan dengan konsep pengelolaan TPA

sampah misalnya Buffer zone untuk menghindari dampak dari bau,

kebisingan, lalat dan vektor penyakit dengan ditanami pohon pelindung

dengan ketebalan berkisar antara 20 m sampai dengan 50 m dari batas luar

daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon yang

cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m, dan tidak mudah patah

akibat pengaruh angin misalnya sengon, mahoni, tanjung dan lain-lain

dengan kerapatan/jarak antar pohon 2 m. Selain itu ditetapkan pula Free Zone

yang merupakan zona bebasNdimana kemungkinan masih dipengaruhi

leachate, sehingga harus merupakan RuangNTerbuka Hijau dan apabila

dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan,Ndengan

ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone, sehingga TPA

sampah dapat difungsikan secara terpadu dengan pengelolaannya, sistem

pengolahan limbah organik dan non organik dilakukan secara terpisah agar

setiap dampak/implikasi limbah dapat disortir sesuai dengan sifat dan

jenisnya sehingga dapat diketahui limbah yang mengandung B3 (Bahan

Beracun dan Berbahaya) disertai penanganannya, pengolahan limbah juga

harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air buangan dari

limbah organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur

ulang sehingga perlu penanganan pemusnahan, pemisahan limbah padatpun

harus sesuai dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 46

Page 47: Laporan SAMPAH

sampah yang berasal dari limbah organik dengan cara diproses menjadi

pupuk atau kompos, merupakan pendekatan yang perlu pula menjadi

alternatif pilihan pengelolaan limbah, karena dapat memberikan nilai tambah

baik secara ekologis, psikologis dan ekonomis.

Oleh karenanya pula dengan mengacu pada PP 16 tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang di dalamnya mengatur

masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19-22), bahwa penanganan sampah

yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum dan secara

tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga

dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill untuk kota

besar dan metropolitan dan controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain

itu perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara

berkala.

Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan

pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang

didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau

sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan

bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 % dari luas

wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai-

nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat. Dapat

dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar

bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk

taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat

maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat

sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan

yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan (Dardak, 2007).

3.3.8.2 Survey dan pengukuran Lapangan

Data untuk pembuatan Detail Engineering Design (DED) TPA harus meliputi :

Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA

Komposisi dan karakteristik sampah

Data jaringan jalan ke lokasi TPA

Jumlah alat angkut (truk)

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 47

Page 48: Laporan SAMPAH

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer)

maupun tidak langsung (sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk

mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti:

Topografi

Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas

hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral

tanah, anion dan kation)

Sondir dan geophysic

Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah,

kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)

Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air

musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat,

chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)

Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.

Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-

lain.

Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.

Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)

Dan lain-lain

3.3.8.3 Perencanaan TPA

Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat

mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian maka

perencanaan TPA tersebut harus meliputi :

Desain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia

Desain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi,

saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan

(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi,

ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan

fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 48

Page 49: Laporan SAMPAH

Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah

untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal

TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.

Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,

spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain

Perpindahan atau pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan

DED pada lokasi baru (redesign).

a. Pembebasan lahan

Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang

mungkin timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang

tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan

untuk menampung sampah selama 5 tahun.

b. Pemberian izin

Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi

seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius <

500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang

mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.

c. Sosialisasi

Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA,

perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana

mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi

namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi

masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana

pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum

dilakukan perencanaan (Word Press, 2009).

3.3.8.4 Tahap Konstruksi TPA

Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan

melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga

supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan

kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 49

Page 50: Laporan SAMPAH

dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk

menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.

Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak

kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat

diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas

dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat.

Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah

tanaman dan debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti

atau membuat green barrier yang memadai.

A. Pembangunan fasilitas umum

Fasilitas umum yang biasanya terdapat pada TPA diantaranya adalah:

1. Jalan Masuk TPA

Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah

dengan kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu

memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.

Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA

sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat

mengurangi efisiensi pengangkutan.

2. Kantor TPA

Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan

akhir mulai dari penimbangan/pencatatan sampah yang masuk (sumber,

volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan

menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu

memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang

laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang

akan dibuang kebadan air penerima.

3. Drainase

Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak

masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area

timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 50

Page 51: Laporan SAMPAH

4. Pagar TPA

Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga

dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya

dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan

cepat tumbuh seperti pohon angsana (Word Press,2009).

5. Alat –alat berat

Untuk mempercepat pekdisesuaikan dengan pekerjaan menimbun sampah,

diperlukan alat-alat yang memadai. Alat-alat ini harus disesuaikan dengan tipe

tanah penutup, musim digunakannya, dan derajat densitas sampah yang

dikehendaki. Alat-alat yang digunakan mungkin mempunyai fungsi yang berbeda-

beda, yaitu :

a. Untuk membongkar tanah, menggali parit (lubang).

b. Mengangkut tanah penutup.

c. Untuk meratakan dan memadatkan sampah.

d. Untuk meratakan dan memadatkan tanah penutup.

Tipe tanah sangat berpengaruh dalam menentukan jenis alat yang

dipergunakan. Misalnya bila tanahnya berpasir, lempung, atau tanah merah , tanah

lumpur, maka alatnya juga berbeda-beda. Jenis-jenis teraktor “Crawler”(traktor

rantai) atau “Scarper” sangat cocok digunakan untuk ketiga macam tanah tersebut.

Selain traktor digunakan pula “dozer blade” (pendorong tanah), “front end

loader” (gerobak yang letaknya di depan, jadi didorong), dan beberapa alat

semacam yang dapat dipasang di depan traktor. Untuk daerah pembungan yang

luas kadang-kadang diperlukan alat-alat khusus, misalnya “dragline” dan

“compactor”. Berikut ini macam-macam traktor, sebagai berikut :

a. Traktor rantai

Traktor ini baik sekali untuk memadatkan dan meratakan sampah atau

tanah penutup, karena dapat dipergunakan untuk mendistribusikan (meratakan)

sampah atau tanah pada suatu area yang luas. Ciri –ciri traktor ini ialah :

Mempunyai kestabilan tinggi untuk tanah-tanah yang miring.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 51

Page 52: Laporan SAMPAH

Dapat digunakan untuk semua jenis tanah. Sangat cocok untuk tanah yang

berlumpur.

Dapat digunakan baik di musim penghujan maupun di musim kemarau.

Dapat digabungkan dengan alat untuk meratakan tanah yang dipasang di

belakang atau di depan traktor.

Serba guna, dapat digunakan untuk operasi-operasi jalan dan lain-lain.

b. Traktor roda

Traktor jenis ini dapat lebih cepat bergerak daripada jenis traktor rantai,

tetapi agak lebih kecil. Ban roda dapat diganti jenisnya sesuai dengan kebutuhan.

Pada traktor roda juga dapat dipasang alat-alat pengangkut tanah atau sampah.

Pada traktor roda juda dapat dipasang alat-alat pengangkut tanah atau sampah.

Traktor roda mempunyai banyak kegunaan, misalnya sekaligus dapat digunakan

untuk mengangkut tanah penutup dari tempat-tempat yang agak jauh di sekitar

daerah penimbunan sampah.

c. Dragline

Alat ini khusus digunakan apabila areal untuk menimbun sampah adalah

luas, dalam dan sampahnya juga berjumlah besar. Fungsi alat ini terutama untuk

memindahkan tanah penutup disekitar penimbunan.

d. Scarper

Scarper juga digunakan untuk areal yang luas dan sampah yang banyak.

Fungsinya sama dengan dragline, yaitu mengangkut dan meratakan tanah

penutup. Tetapi jarak pengangkutan tidak dapat dijangkau oleh dragline.

e. Compactor

Compactor ialah traktor spesial, yang rodanya terbuat dari besi (bisa juga

dari karet yang keras dan tebal) dengan beberapa lempeng gigi padanya. Traktor

jenis ini dilengkapi pula dengan pisau dozer untuk meratakan sampah atau tanah

penutup. Kepadatan yang dihasilkan dapat mencapai 30% lebih besar daripada

kepadatan yang bisa dicapai dengan menggunakan jenis traktor rantai

(Hadiwiyoto, 1983).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 52

Page 53: Laporan SAMPAH

B. Pembangunan Fasilitas Perlindungan Lingkungan

Fasilitas perlindungan lingkungan yang biasanya terdapat pada TPA

diantaranya adalah:

1. Lapisan Dasar Kedap Air

Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran

lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap,

baik dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan

tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6

cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing

setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat

kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk

menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum

dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung” . Sebagai contoh

dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.

2. Jaringan Pengumpul Lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan

lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan

pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel.

Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan,

debit lindi dan lain-lain.

3. Pengolahan Lindi

Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar

pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku.

Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai

BOD rata-rata 2000 – 10.000 ppm, maka pengolahan lindi yang disarankan

minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses

pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air

penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan

proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan

waktu detensi.

Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan

aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 53

Page 54: Laporan SAMPAH

memegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama

ini adalah karena tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi,

sehingga efisiensi proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.

Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari

beberapa tahap sebagai berikut :

Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul

Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini

diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %

Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di

kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %

Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi

proses 80 %

Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai

saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat

menyerap bahan polutan.

Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan,

maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui

pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat

menurunkan kadar BOD lindi.

4. Ventilasi Gas

Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang

terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme.

Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya

akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang

mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara

maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi

apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent

harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap

pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect).

Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang

dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 54

Page 55: Laporan SAMPAH

dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur

jaringan pipa lindi.

5. Green Barrier

Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka

perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green

barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk

memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana.

6. Sumur Uji

Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap

air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA

tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran )

(Word Press, 2009).

C. Pembangunan Fasilitas Pendukung

Fasilitas pendukung yang biasanya terdapat pada TPA diantaranya adalah:

1. Sarana Air Bersih

Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut

sampah (truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung

TPA. Selain itu apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan untuk

menyiram debu disekitar area penimbunan secara berkala untuk mengurangi

polusi udara.

2. Bengkel

Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta

memperbaiki kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA,

sehingga tidak sampai mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan

bengkel harus disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.

3. Jembatan Timbang

Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk

TPA sehingga masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang

tersebut dapat digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per

truk (untuk sampah dari sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi) (Word

Press,2009). 

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 55

Page 56: Laporan SAMPAH

3.3.8.5 Tahap Pasca Konstruksi

Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit

dilaksanakan dari seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang

ada sudah cukup memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan

dengan baik maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul, maka

pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-

hal seperti penerapan sistem sel, pemadatan sampah, penutupan tanah, pengolahan

lindi, pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan

casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan

sampah (Word Press,2009)

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi

sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30

tahun (Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk

lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan

bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka

perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal (Word

Press,2009).

Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk

mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan

pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran

pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji

dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit,

yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan

sesudah area penimbunan (Word Press,2009).

3.3.8.6 Kriteria Desain Sanitary Landfill

Ada dua teknik yang termasuk dalam kategori TPA, yaitu teknik open

dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan

sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan disuatu lokasi dan dibiarkan

terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan.

Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk,

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 56

Page 57: Laporan SAMPAH

menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat,

dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga

menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping

sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary

landfill. Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada

suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah

ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga

mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah

dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat

dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian

seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar

dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi

dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur

gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun

(Indra, 2003).

Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat

stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah

meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah dengan menggunakan

compactor, dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan.

Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau

kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan

yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas

penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi

lapisan penutup tersebut sebagai berikut :

a. Mencegah berkembangnya vektor penyakit

b. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan

c. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul

d. Mencegah kebakaran

e. Menjaga agar pemandangan tetap indah

f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah

g. Mengurangi volume lindi

(Indra, 2003)

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 57

Page 58: Laporan SAMPAH

Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan

TPA dengan teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran

lingkungan di areal TPA tersebut. Ada beberapa jenis pencemaran di lahan

penimbunan sampah (TPA) yaitu :

a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya

rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan

komponen-komponen hasil penguraian sampah;

b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan

gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan

menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena

merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar.

Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak (Indra,

2003).

TPA dengan sistem sanitary landfill memang memerlukan investasi atau

biaya yang mahal tapi resiko pencemaran lingkungan dapat diminimalkan. TPA

dengan sistem Sanitary Landfill di Indonesia sesungguhnya belum dilakukan

dengan baik, justru cenderung berubah ke TPA Open Dumping. TPA dengan

metode open dumping adalah menumpuk sampah terus hingga tinggi tanpa

dilapisi dengan lapisan geotekstil dan saluran lindi. Akibatnya adalah terjadi

pencemaran air tanah dan udara di sekitar TPA, sehingga timbullah resistensi

sosial dari masyarakat disebabkan kerusakan atau pencemaran lingkungan yang

ditimbulkan oleh TPA jenis ini. Lindi merupakan limbah cair yang berasal dari

sampah basah atau sampah organik yang terkena air hujan. Jika lindi tersebut

tidak ditata dengan baik, maka dapat menyebar ke dalam tanah dan masuk ke

aquifer air tanah yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah. Lindi tersebut

mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh seperti adanya kandungan Hg, H2S,

tergantung jenis sampah yang dibuang di TPA tersebut.

Ditinjau dari segi penimbunan, Sanitary Landfill dikenal mempunyai tiga

metode, yaitu:

a. Metode Galian Parit (Trench Method)

Sampah dibuang pada galian parit yang memanjang, hasil galian tanahnya

digunakan untuk penimbun kembali (Cover Material).

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 58

Page 59: Laporan SAMPAH

Gambar 3.20 Metode Galian Parit

b. Metode Area

Sampah dibuang diatas tanah separti pada tanah rendah, rawa-rawa,

lereng-lereng bukit kemudian ditutup dengan tanah yang diperoleh dari tempat

lain (luar lokasi).

Gambar 3.19 Metode Area

c. Canyon Method

Sampah dipergunakan untuk menutup atau menimbun lokasi tanah yang

rendah. Contohnya adalah lembah, galian bekas tambang. Terdiri dari beberapa

jurang lift. Sampah ditimbun pada jurang. Tanah penutup berasal dari potongan

dinding saat dilakukan instalasi liner dan tanah lokasi.

Gambar 3.21 Canyon Method

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 59

Page 60: Laporan SAMPAH

Berdasarkan proses penguraiannya, sanitary landfill dibagi menjadi 3

proses yaitu:

a. Anaerobic Landfill

Pada umumnya kondisi landfill merupakan dari jenis anaerobic, dimana

didalam proses pembusukan yang aktif adalah bakteri anaerobic. Proses

pembusukan pada situasi ini memerlukan waktu yang lebih lama, gas yang

dihasilkan cukup besar, kuantitas lindi (BOD dan COD) buruk dan bau busuk.

b. Semi Anaerobic Landfill

Semi anaerobic landfill merupakan landfill yang mengaplikasikan saluran

drainase yang berfungsi untuk mamasukan leachate dan memasukan udara ke

dalam landfill dengan proses difusi. Latar belakang dikembangkannya semi

aerobic landfill ini sebagai berikiut :

Keterbatasan lahan

Landfill adalah lahan kosong potensial yang diharapkan dapat segera

dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan bila telah selesai dipergunakan

(completed landfill site).

Teknik yang dikembangkan pada semi aerobic landfill adalah

Memperbesar zona aerobic

Meningkatkan proses pembusukan (dekomposisi) sampah

Percepatan stabilitas lokasi landfill

Memperbaiki kualitas leachate.

c. Aerobic Landfill

Proses ini udara dimasukan ke dalam landfill melalui saluran pipa lindi

dan gas stack yang ada dengan menggunakan blower. Pada proses ini

dekomposisi sampah berlangsung lebih cepat.

Komponen Sanitary Landfill

1. Cell

Cell merupakan timbunan sampah per hari yang dipadatkan pada sanitary

landfill.

2. Fasilitas pengendali pencemaran dari sanitary landfill berupa :

a. Liner

b. Sistem pengumpulan leachate

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 60

Page 61: Laporan SAMPAH

c. Lapisan tanah penutup harian dan akhir

3. Lining system

Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam

tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat

dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite.

Tanah penutup harian : ditimbunkan untuk setiap kali operasi (harian).

4. Lift

Lift merupakan lapisan cell ditambah daily cover pada area kerja sanitary

landfill pada satu jalur penimbunan lengkap. Fungsi lift :

a. Mempertahankan stabilitas slope

b. Untuk penempatan pipa gas methan

c. Tanah penutup akhir : ditimbun pada seluruh permukaan landfill setelah

masa operasi landfill berakhir.

5. Bench / Terrace

Teras lereng yang berfungsi untuk menjaga stabilitas lereng timbunan sampah

(biasanya ditempatkan setiap 5 – 10 m). Juga berfungsi untuk menempatkan

saluran drainase dan pipa pengelolaan gas landfill.

6. Leachate Collection System

Dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate

dan memompa ke luar sebelum leachate menggenang di lining system yang

akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa keluar melalui

sumur yang disebut Leachate Extraction System

7. Cover atau cap system

Berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk ke dalam

landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.

8. Gas ventilation System

Berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam dengan

demikian mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang

akhirnya dapat menimbulkan peledakan.

9. Monitoring system

Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau

terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. Sedangkan Gas

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 61

Page 62: Laporan SAMPAH

metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan untuk

sumber listrik yang dapat dialirkan kerumah-rumah penduduk. Dan air sampah

atau air lindi dapat diolah menjadi pupuk cair (Subandi, 2006).

Aspek yang di perlu diperhatikan dalam sanitary landfill yaitu:

a. Luas tanah lapang

Luas tanah lapang erat kaitannya dengan umur sanitary landfill itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah penduduk atau jumlah

sampah yang akan dibuang, reduksi pemadatan erat kaitannya dengan keadaan

topografi dan geologi lokasi tersebut. Menurut pengalaman Negara-negara maju

kebutuhan luas tanah yang sebesar 0,3 ha sampai 0,6 ha setiap tahunnya untuk

penduduk 10.0000 jiwa dengan tinggi sanitary landfill 180 cm.

b. Tidak mencemari Lingkungan

Tata guna air permukaan yang melewati Sanitary Landfill harus terhindar

pencemaran yang disebabkan buangan sampah tersebut. Demikian juga sumur

dangkal yang digunakan penduduk sekitar lokasi. Lokasi Sanitary Landfill tidak

di daerah banjir yang mengakibatkan tinggi rendahnya air permukaan.

Pertimbangan penanggulangan bau dan serangga sebagai vektor penyakit

perlu diperhitungkan, sehingga secara berkala untuk membasmi serangga dengan

penyemprotan Insektisida, terutama di tujukan untuk lalat. Pengawasan terhadap

gas yang di timbul akibat pembusukan sampah perlu sekali, sebab gas tersebut

bersifat mudah terbakar. Demikian juga pengawasan terhadap tikus dan binatang

lainnya.

c. Efesiensi jarak tempuh kendaraan pengangkut

Secara ekonomis,hendaknya jarak tempuh seminimal mungkin agar lebih

menguntungkan,tetapi dari segi sanitary landfill tidak boleh berdekatan atau di

daerah pemukiman. Menurut pengalaman negara maju jarak-jarak tempuh

berkendaraan pengangkut sampah antara 22-23 Km dan untuk meningkatkan

efesiensi kendaraan pengangkut, dapat dilakukan memperbesar kapasitas

kendaraan dua kondisi jalan.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 62

Page 63: Laporan SAMPAH

3.3.9 IPAL Leachate

Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang

melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan

pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi

menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu

ditangani dengan baik. Lindi akan terjadi apabila ada air eksternal yang

berinfiltrasi ke dalam timbunan sampah, misalnya dari air permukaan, air hujan,

air tanah atau sumber lain. Cairan tersebut kemudian mengisi rongga-rongga pada

sampah, dan bila kapasitasnya telah melampaui kapasitas tekanan air dari sampah,

maka cairan tersebut akan keluar dan mengekstraksi bahan organik dan anorganik

hasil proses fisika, kimia dan biologis yang terjadi pada sampah.

Pola umum dari pembentukan lindi adalah sebagai berikut:

1. Presipitasi (P) jatuh di TPA dan beberapa diantaranya akan mengalami run off

(RO)

2. Beberapa dari presipitasi itu menginfiltrasi (I) permukaan

3. Sebagian yang terinfiltrasi akan menguap/evaporates (E) dari permukaan dan

atau transpires (T) melalui tumbuhan

4. Sebagian proses infiltrasi akan menyebabkan penurunan kandungan

kelembaban dalam tanah

5. Sisa infiltrasi setalah proses E,T dan S sudah mencukupi, bergerak kebawah

membentuk suatu percolate (PERC ) dan pada akhirna akan membentuk lindi

yang akan ditemui di dasar TPA.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi lindi :

1. Tipe material sampah yang dibuang ke TPA

2. Kondisi TPA meliputi pH, temperatur, kelembaban, usia TPA dan iklim

3. Karakteristik presipitasi yang memasuki TPA

Permasalahan pada lindi di TPA adalah timbulnya bau, bau ini berasal dari

bahan-bahan volatil, gas terlarut dan hasil pembusukan bahan-bahan organik. Gas

terlarut yang membuat lindi menjadi bau yaitu gas H2S dan gas nitrogen yang

sudah bersenyawa menjadi amoniak. Berdasarkan kondisi diatas, maka perlu

adanya analisis mengenai instalasi pengolahan lindi yang ada, apakah dengan

semakin bertambahnya timbulan sampah setiap harinya akan mempengaruhi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 63

Page 64: Laporan SAMPAH

kinerja instalasi yang ada, apakah perlu adanya lokasi baru untuk instalasi agar

system penyaluran air lindi dapat lebih efektif dan efisien, apakah instalasi yang

ada masih mampu menampung debit air lindi dan mengolah air lindi yang

dihasilkan dari TPA sehingga dapat diterima oleh saluran irigasi sebagai badan air

penerima atau apabila instalasi lama sudah tidak dapat digunakan, maka harus

dilakukan perencanaan baru instalasi pengolah air lindi.

Tujuan perencanaan instalasi pengolahan lindi antara lain :

1. Mengidentifikasi besarnya debit air lindi yang dihasilkan dari TPA

2. Mengidentifikasi kualitas air lindi TPA

3. Mengevaluasi kondisi instalasi pengolah lindi eksisting

4. Menganalisis dan merencanakan alternatif pengolahan air lindi serta

mendesain instalasi pengolahan air lindi

3.3.9.1 Metodologi Tahapan Perencanaan

Gambar 3.22 Diagram Alir

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 64

Page 65: Laporan SAMPAH

1. Treatment 1 (Kolam Lindi)

a. Kolam Anaerobik

Pada bak penampungan lindi ini terjadi pengolahan pre-treatment

dimana terjadi pengolahan awal dengan menggunakan bakteri anaerob untuk

dapat mereduksi bahan-bahan organik. Bak anaerob merupakan kolam dengan

kedalaman tertentu dengan seluruh permukaan tertutup lapisan sludge.

Berdasarkan teori bahwa semakin tinggi kedalaman maka semakin tinggi daya

reduksi atau perombakan bahan-bahan organik. Kondisi anaerobic masih

ditemukan pada kedalaman dua sentimeter dari atas permukaan air dimana

masih ditemukan oksigen terlaryt lebih kurang dua milligram per liter.

Selebihnya konsentrasi oksigen dapat diabaikan. Pada bagian ini bahan-bahan

organic dirombak menjadi asetat yang kemudian dilanjutkan dengan

perombakan asetat menjadi gas metan dan karbondioksida. Dan dalam kondsi

seimbang karbondioksida dirubah lagi menjadi air. Bagian-bagian yang tidakk

terdekomposisi masuk ke dalam kolam atau bak fakultatif, seluruh air limbah

dialirkan secara “over flow” menuju bak fakultatif.

b. Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif berbentuk siku. Kondisi lumpur pada kolam fakultatif

sama dengan kondisi lumpur pada kolam anaerob. Hal ini disebabkan terlalu

banyak pengenceran yang dilakukan sehingga kondisi kolam cenderung

bersifat aerob. Dipermukaan kolam terlihat akumulasi lumpur yang tidak rata

dibagian tertentu dan dibagian lainnya terlihat encer.

c. Kolam Maturasi

Tahap terahir dari kolam penampungan lindi adalah kolam maturasi atau

disebut juga kolam pemetangan. Berhubung semakin rendahnya kandungan

BOD5 maka kondisi aerobic akan terwujud diseluruh bagian kedalam bak.

Prinsip pengolahan ini adalah bahan organik dioksidasi oleh bakteri aerobic

dan fakultatif denagn menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga yang

tumbuh di sekitar permukaan air. Kolam maturasi terdiri dari satu buah unit

berfungsi untuk menampung beban organic yang berasal dari kolam fakultatif.

Ciri-ciri fisik kolam ini jika dilihat kondisinya hampir sama dengan kolam

anaerob dan fakultatif hanya menampung lindi sehingga dipastikan kondisi

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 65

Page 66: Laporan SAMPAH

kolam aerobic sepenuhnya. Efesiensi penyisihan BOD5 dalam kola ini sebesar

75%.

2. Treatment 2 (Koagulasi dan Flokulasi)

a. Koagulasi

Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,

suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan

pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam

suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam

keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya

dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada

dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut

dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air

(insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi

antara lain adalah:

Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di

mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel

yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;

Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup

reaktif pada koloid;

Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang

mengendap.

Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid

yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan

dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid.

Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana

flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle

sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan.

Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk

meningkatkan efektifitas pengolahan.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 66

Page 67: Laporan SAMPAH

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:

1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan

kesadahan;

2. Jumlah dan karakteristik koloid;

3. Derajat keasaman air (pH);

4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;

5. Temperatur air;

6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur.

7. Karakteristik ion-ion dalam air.

Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan

adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya

relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur

untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor

(CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan

derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan

(G).

b. Flokulasi

Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat

proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.

Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta

melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin

lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan

faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka

gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika

nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar

partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit

dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan

berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar

dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen,

dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 67

Page 68: Laporan SAMPAH

kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen

ketiga terjadi pemadatan flok.

Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan

dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi,

perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses

flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

3. Treatment 3 (Bak Filtrasi)

Proses filtrasi merupakan proses pengolahan dengan cara mengalirkan

air limbah melewati suatu media filter yang disusun dari bahan-bahan butiran

dengan diameter dan tebal tertentu. Proses ini ditujukan untuk menghilangkan

bahan-bahan terlarut dan tak terlarut (biological floc yang masih tersisa

setelah pengolahan secara biologis). Berdasarkan kontrol terhadap laju

filtrasinya, filter dibedakan menjadi :

Filter dengan aliran tetap/Constant Rate Filter (CRF)

Filter dengan aliran menurun/ Declining Rate Filter (DRF)

Berdasarkan driving force-nya, filter dibedakan menjadi :

Filter dengan gravitasi

Filter bertekanan

Berdasarkan susunan media penyaring di dalamnya, filter dibedakan

menjadi :

Filter dengan media tunggal, media filter yang digunakan hanya satu

lapisan dari jenis media yang sama, biasanya berupa pasir atau hancuran

anthrasit

Filter dengan media ganda, media filter yang digunakan dua lapisan dari

jenis media yang berbeda, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit

Filter dengan multi media, media filter yang digunakan lebih dari dua

lapisan yang brmacam-macam, biasanya berupa hancuran antrasit, pasir

dan garnet.

Berdasarkan laju filtrasinya (hydraulic loading), dibedakan menjadi :

Saringan pasir cepat (rapid sand filter)

Saringan pasir lambat (slow sand filter)

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 68

Page 69: Laporan SAMPAH

Pembilasan saringan pasir pada unit filtrasi dilakukan dengan

mengalirkan air bersih dengan arah aliran yang berlawanan dengan arah aliran

pada saat penyaringan. Selama pelaksanaan pembilasan bahan-bahan yang

tertangkap di dalam media pasir akan terlepas dan akan dikeluarkan bersama-

sama aliran air bilasan.

Untuk membantu melepaskan bahan-bahan padat yang tertangkap di

dalam media filter, biasanya sebelum air bilasan dialirkan, maka terlebih

dahulu pasir diaduk dengan menginjeksikan udara yang bertekanan searah

dengan aliran air pada saat pembilasan.

4. Treatment 4 (Bak Aerasi)

Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan

atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di

permukaan menjadi suatu oksida. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan

mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut

pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2 dan Mn+2. Ketika kontak dengan

oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi

yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang

cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan

pengendapan setelah aerasi.

Ada empat tipe aerator yang sering digunakan, yaitu gravity aerator,

spray aerator, air diffuser, dan mechanical aerator. Fungsi dari proses aerasi

adalah menyisihkan methana (CH4), menyisihkan karbon dioksida (CO2),

menyisihkan H2S, menyisihkan bau dan rasa, menyisihkan gas-gas lain.

5. Treatment 5 (Bak Filter Cepat)

Filtrasi adalah proses penyaringan air melalui media pasir atau bahan

sejenis untuk memisahkan partikel flok atau gumpalan yang tidak dapat

mengendap, agar diperoleh air yang jernih. Penyaring adalah pengurangan

lumpur tercampur dan partikel koloid dari air lindi dengan melewatkan pada

media yang porous. Penyaring ini berisikan 0,4-0,7 meter pasir dengan

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 69

Page 70: Laporan SAMPAH

diameter 0,4-0,8 milimeter dan gravel setebal 0,3-0,6 meter. Adapun

kecepatan aliran penyaringan yang dihasilkan sebesar 1,3-2,7 liter/m3/detik.

Mekanisme yang dilalui pada filtrasi:

1. Air mengalir melalui penyaring glanular.

2. Partikel-partikel tertahan di media penyaring.

3. Terjadi reaksi-reaksi kimia dan biologis.

6. Treatment 6 (Bak Reservoir Akhir)

Reservoir digunakan pada sistem distribusi untuk meratakan aliran,

untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa penyediaan

air yang banyak digunakan adalah: jenis putar (pompa sentrifugal, pompa

diffuser atau pompa turbin meliputi pompa turbin untuk sumur dan pompa

submersibel untuk sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak,

pompa tangan, pompa khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade,

pompa gelembung udara atau air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah).

Efisiensi pompa umumnya antara 60 sampai 85%

3.3.10 Instalasi Pengolahan Gas Landfill

Limbah padat disimpan di daerah penimbunan saniter membusuk melalui

proses fisik, kimia dan biologis meninggalkan produk samping. Meskipun proses

fisik dan kimia berkontribusi pada dekomposisi sampah namun yang paling

penting adalah proses biologis. Pada proses biologis memproduksi gas metana

(CH4) dan karbondioksida (CO2), gas dibentuk dengan aksi mikroorganisme

organik limbah. Adapun yang menjadi parameter penting yang mempengaruhi

produksi gas adalah kelembapan, suhu, pH, ukuran partikel, kerapatan limbah dan

kandungan gizi.

Gas yang dihasilkan dari TPA adalah CH4, NH3, CO2, CO, H2S, N2, O2.

Metana (45-60%) dan karbondioksida (40-60%) adalah gas utama yang terjadi

dari degradasi anaerobik limbah padat. Produksi gas di TPA terjadi di empat fase,

fase 1 hidrolisis fase dimana substrat organik rusak untuk menghasilkan

karbondioksida. Pada fase 2 yaitu asetogenesis fase dan bakteri aerobik terus

mengkonversi senyawa dan menghasilkan lebih banyak CO2 dan hidrogen. Fase 3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 70

Page 71: Laporan SAMPAH

adalah metanogenesis dimana bakteri anaerob tumbuh dan menghasilkan banyak

metana. Fase 4 adalah pematangan awal tahap dimana produksi gas tetap mantap.

Gas-gas ini akan terus diproduksi hingga 20 tahun dan akan berakhir pada saat

TPA di fase pematangan.

Landfill gas menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan seperti emisi gas,

pemanasan global, pencemaran air bawah tanah, dan menimbulkan bau yang tidak

sedap. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang tepat dan pemanfaatan landfill

gas yang sesuai dengan potensi yang bisa eksploitasi. Pengelolaan landfill gas

dapat dilakukan dengan menghilangkan kontaminan karbondioksida pada LFG

dan memanfaatkannya untuk pembangkit listrik. Untuk pembangkit listrik ini

sendiri Amerika Serikat memimpin dengan inovasi teknologinya.

Faktor penting mengurangi jumlah gas adalah pengumpulah gas unit tidak

dibangun pada saat ketika limbah dibuang dan limbah terkena udara cukup lama.

LFG dikumpulkan melalui sistem pasif atau sisten aktif. Sistem pasif melibatkan

sumur serupa dengan air bawah tanah dimana gas ditarik ke sumur karena beda

tekanan antara TPA dan atmosfer. Sistem aktif mengabung vakum di sumur untuk

menciptakan potensi yang lebih baik dan mengekstrak gas dari TPA. Gas yang

diektraksi kemudian dimurnikan oleh gas scubber untuk menghilangkan gas

karbondioksida.

3.3.10.1 Pemurnian Landfill Gas

Untuk pemurnian gas metana dan karbondioksida telah dikembangkan

teknologi acrion dimana dengan menghilangkan kontaminan LFG dengan in-situ

cairan dingin karbondioksida yang diperoleh langsung dari LFG.

Teknologi acrion mengkonversi LFG tekanan tinggi campuran bebas

kontaminan karbondioksida dan metana untuk bahan baku sintesis metanol.

Proses pemulihan LFG untuk konvensional sebagian besar kompresi, pendinginan

dan kondensasi bergantung pada sifat cairan dingin karbondioksida untuk

menghilangkan kontaminan. Teknologi menggunakan cairan karbondioksida

sebagai penyerap umumnya pada suhu dibawah 0oC, tidak boleh disamakan

dengan CO2 superkritis pada teknologi ekstraksi. Pelarut organik ireversibel sering

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 71

Page 72: Laporan SAMPAH

beraksi dengan kontaminan spesies membentuk busa, menjadi kental, atau

menghambat pemisahan.

Gambar 3.23 Proses Pengolahan Gas Landfill

Kemampuan cairan untuk menyerap karbondioksida LFG kontaminan

dikonfirmasikan pada fase penyerapan, dibangun dan dioperasikan dalam acrion’s

laboratorium digunakan untuk mengukur enam kontaminan: dichlorofluoro-

metana, metil klorida, aseton, pentana, etanol, ethylene dichloride. Fase gas

kontaminan konsentrasi yang dikurangi oleh faktor-faktor yang berkisar 100-

5.000, sering ketingkat bawah batas deteksi peralatan Acrion’s analitis. Hasil ini

menunjukan bahwa froen-12 dan metil klorida, merupakan kontaminan yang sulit

dihapus dari LFG, namun dapat dikurangi sehingga tidak meracuni katalis sintesis

methanol.

3.3.10.2 Pembangkit Listrik Dari Landfill Gas

LFG dikumpulkan di lokasi TPA kemudian digunakan untuk listrik. Gas

dipompa keluar dan kemudian mengalami freetreatment untuk menghapus CO2

dan menghasilkan CH4. LFG dikumpulkan sehingga pabrik pengolahan

membutuhkan stasiun suar untuk pembakaran produksi gas metana berlebihan.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 72

Page 73: Laporan SAMPAH

Energi dari LFG dapat diubah menjadi sistem Cogeneration. Mesin pembangkit

listrik LFG bervariasi dan memiliki kelebihan masing-masing.

Mesin reciprocating merupakan teknologi paling di manfaatkan untuk

pembangkit listrik LFG karena bentuknya yang ringkas dan fleksibel untuk TPA

pembuangan. Akan tetapi terbatasnya kapasitas pembangkit listrik yang dapat

memberikan pendapatan yang memadai menahan pengembangan kapasitas lebih

tinggi untuk mendukung meningkatnya permintaan pada pasokan energi. Selain

itu polusi udara dari mesin ini jauh lebih tinggi dibandingkan teknologi

pembangkit lisrik LFG lainnya.

Selain mesin reciprocating terdapat pula teknologi lain untuk pembangkit

listrik LFG salah satunya adalah gas turbin. Gas turbin merupakan gabungan

panas dan operational (CHP). Operasi mencakup pemulihan panas dari siklus

sederhana knalpot turbin untuk menghasilkan energi panas dalam bentuk uap dan

air panas.

Landfill Methane Outreach Program (LMOP) melaporkan bahwa gas turbin

memiliki efisiensi tinggi, terutama CHP konfigurasi memiliki 70-80% efisiensi

sistem secara keseluruhan.

Organik siklus rankine (ORC) adalah proses siklus konversi tertutup energi

panas diproduksi oleh suar menyala di TPA untuk energi mekanik dengan

memanfaatkan fluida organik. ORC merupakan operasi untuk mangkorversi LFG

yang tidak memerlukan perubahan tata letak tanaman.menggunakan energi panas

bumi. Energi input adalah parameter operasi pertama dari sistem, dimana dapat

digunakan tanpa memperhatikan jenis bakar. Efisiensi jauh lebih rendah dan

menimbulkan polutan lebih banyak.

Siklus strirling engine (SCE) adalah siklus tertutup udara panas mesin.

Keuntungan menggunakan sistem ini untuk pembangkit listrik LFG adalah

kapasitas panas dan kekuatan kepadatan dari mesin pembakar eksternal. Penelitian

sebelumnya telah menemukan bahwa sistem ini memancarkan emisi rendah NOX

dan karbon monoksida dibandingkan sistem pada mesin reciprocating. Rendah

konsumsi bahan bakar dan efisiensi yang tinggi adalah keuntungan utama dari

sistem ini. Pengembangan lebih lanjut dan demonstrasi skala besar perlu

dilakukan untuk menguji kinerja sistem ini.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 73

Page 74: Laporan SAMPAH

3.3.11Penutupan Akhir (Final Cover) Landfill

Salah satu masalah yang paling serius yang dihadapi perkotaan masyarakat

hari ini adalah efisien dan jangka panjang pembuangan limbah padat perkotaan.

Walaupun modern kerja yang luas menawarkan teknologi energi dan bahan-bahan

pemulihan, landfill akan tetap diperlukan untuk pembuangan akhir, limbah tidak

dapat digunakan.

Tujuan dari TPA saniter isolasi limbah padat dari lingkungan. Ini berarti

bahwa tidak ada zat-zat berbahaya dari limbah kita dapat mencapai lingkungan

dan tidak dapat diprediksi jumlahnya. Isolasi material sampah ke lingkungan

dapat dicapai dengan menyediakan lapisan kedap penghalang di sekitar lokasi

penimbunan dan pengolahan sampah. Penghalang lapisan kedap sebagian

dibangun di atas tanah dan sebagian di bawah permukaan tanah (bawah

permukaan). Dapat disimpulkan bahwa struktur sebenarnya dari penghalang

lapisan kedap air merupakan penahanan yang dapat dibangun baik untuk tujuan

dasar dari metode sanitary landfill. Penampang lapisan penutup (final cover )

dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 3.24 Penampang Lapisan Penutup

Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai berikut:

a. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat

b. Mencegah perkembangbiakan tikus

c. Mengurangi bau

d. Mengisolasi sampah dan gas yang ada

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 74

Page 75: Laporan SAMPAH

e. Menambah kestabilan permukaan

f. Meningkatkan estetika lingkungan

Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan

metode/teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary

landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control landfill dianjurkan 3 kali

sehari. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah:

a. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutup harian) adalah dengan

lapisan tanah padat setebal 20 cm

b. Untuk penutupan antara (setelah 2 - 3 lapis sel harian) adalah tanah padat

setebal 30 cm

c. Untuk penutup terakhir, yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan

telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm

Setelah tempat pembuangan sampah atau tempat pembuangan sampah sel

mencapai kapasitas, itu harus semakin ditutup dengan membangun sebuah

penutup akhir (atau topi), yang merupakan komponen kunci untuk mengurangi:

a. Infiltrasi curah hujan untuk mengendalikan kuantitas lindi yang dihasilkan,

sehingga tanah meminimalkan dampak

b. Potensi untuk menolak untuk datang di kontak dengan manusia dan ekologi

lainnya reseptor

c. Kutu akses dan dampak

d. Pembuangan LFG dan api / ledakan potensi

e. Bau

f. Erosi, sambil menyediakan permukaan untuk mempertahankan lansekap dan

memperbaiki estetika visual.

3.3.11.1 Desain Pertimbangan

a. TPA desain - jika kapal dan sistem pengumpulan lindi mampu secara

signifikan mengurangi rembesan lindi penutupan alami adalah tepat, dalam

situasi lain penutupan akhir terdiri dari tanah liat dipadatkan atau

menggunakan tanah liat geosynthetic Geomembrane atau sistem liner harus

digunakan.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 75

Page 76: Laporan SAMPAH

b. Iklim - di daerah dengan curah hujan tinggi, comp-bertindak tanah liat atau

sistem geosynthetic harus digunakan, dalam gersang atau semi-gersang iklim

solusi lain mungkin sesuai.

c. Stabilitas lereng - lereng untuk batas akhir 1V: 4H

d. Pengawetan melalui proses pengeringan dan membeku mencair - menghindari

retak kurang pembentukan dengan menggunakan plastik (kurang tanah liat,

lebih lanau) tanah dan menggunakan lapisan tanah cukup tebal di atas lapisan

tanah liat.

e. Penyelesaian - memungkinkan untuk penyelesaian di desain pembatasan

f. Erosi - menggunakan kemiringan akhir kurang dari 1V: 4H dan cut-off

mengalir di sekitar 6 m vertikal bertahap.

3.3.11.2 Final Desain Penutupan

a. Fitur desain

150 mm humus, 600 mm dipadatkan penghalang, 300 mm lapisan

subgrade atau yayasan.

Fokus pada meminimalkan infiltrasi

Potensi alternatif meliputi:

Kapiler Barrier

150 mm humus, kira-kira 500 mm tanah berbutir halus, kira-kira 500 mm

tanah berbutir kasar

cocok untuk kering atau semi kering iklim, kurang masalah dengan

membekukan / mencair retak

Geosynthetic Barrier

geosynthetic kapal dan / atau Geomembrane di topi

geosynthetic hambatan harus dipertimbangkan di mana terdapat sumber air

dangkal atau sensitif di bawah TPA, limbah berbahaya hadir atau situs

tidak memiliki sistem pengumpulan lindi.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 76

Page 77: Laporan SAMPAH

b. Perawatan pasca-penutupan

Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap dapat berfungsi

dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat

menyebabkan timbulnya retakan permukaan tanah yang memungkinkan

terjadinya aliran gas keluar dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada

saat hari hujan. Untuk itu retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan

tanah sejenis. Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak

berlangsung seragam sehingga ada bagian yang menonjol maupun

melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan

dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman

rumput dalam hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melalui

jaringan akar yang dimiliki. Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu

dilakukan minimal sebulan sekali atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat

untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah

penutup akibat erosi air hujan.

Sebuah penutupan pasca perawatan dan rencana pengelolaan harus

disiapkan dan harus mencakup:

mulai dan tanggal berakhir diperkirakan pasca-penutupan periode

perawatan

deskripsi rinci dan dasar dari parameter pemantauan dan frekuensi untuk

pemantauan

pemeliharaan berkala maupun insidentil

kesehatan dan keselamatan sebuah rencana

tindakan korektif tindakan jika dampak buruk (misalnya, permukaan air

atau pencemaran air tanah, bau, kebakaran) diamati

rencana cadangan (untuk kebakaran, gempa bumi, banjir event, dll)

akhir rencana penggunaan TPA.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 77

Page 78: Laporan SAMPAH

BAB IV

PERHITUNGAN DESAIN

4.1 Proyeksi Timbulan Sampah

Proyeksi timbulan sampah wilayah perencanaan 2 pada tahun 2009 dan

perencanaan 10 tahun mendatang diperoleh dengan berdasarkan perhitungan

survei timbulan, data kependudukan, jumlah fasilitas, kepadatan penduduk, dan

persentase sampah berdasarkan komposisinya pada tahun-tahun sebelumnya. Dari

perhitungan tersebut, didapatkan volume timbulan sampah domestik wilayah

perencanaan 2 pada tahun 2009 sebesar 12.31 m3/orang/hari dan volume timbulan

sampah non-domestik sebesar 2.46 m3/orang/hari. Untuk timbulan sampah tiap

fasilitas adalah sebesar 0.023 m3/orang/hari. Dan proyeksi timbulan sampah

wilayah perencanaan 2 tahun 2010 – 2019 sebagaimana ditampilkan pada tabel .

Selain itu, proyeksi timbulan sampah berdasarkan komposisi juga

dihitung. Dilihat dari data persentase komposisi sampah dari tahun 2005 – 2009,

dapat diproyeksikan timbulan sampah pada tahun 2010 – 2019 seperti pada tabel .

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 78

Page 79: Laporan SAMPAH

Tabel 4.1. Proyeksi timbulan sampah dari tahun 2009-2019

No.Tahun

( x )

Proyeksi

Penduduk

(Pn)

Proyeksi

Kepadatan

Penduduk

(L = 62.54 km2)

(jiwa/km2)

Proyeksi Timbulan

Sampah Domestik

Perhari

(T = 2.6 l/o/h)

Proyeksi

Timbulan

Sampah

Domestik

Perhari

(m3/org/hari)

Proyeksi

Timbulan

Sampah Non

Domestik

Perhari

(m3/org/hari)

Total Proyeksi

Timbulan

Sampah

Perhari

(m3/org/hari)

  2009 4,735 76 12,311.00 12.31 2.46 14.77

1 2010 5,683 91 14,776.77 14.78 2.96 17.73

2 2011 6,527 104 16,971.09 16.97 3.39 20.37

3 2012 7,497 120 19,491.27 19.49 3.90 23.39

4 2013 8,610 138 22,385.70 22.39 4.48 26.86

5 2014 9,888 158 25,709.93 25.71 5.14 30.85

6 2015 11,357 182 29,527.81 29.53 5.91 35.43

7 2016 13,043 209 33,912.65 33.91 6.78 40.70

8 2017 14,980 240 38,948.62 38.95 7.79 46.74

9 2018 17,205 275 44,732.42 44.73 8.95 53.68

10 2019 19,760 316 51,375.11 51.38 10.28 61.65

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 79

Page 80: Laporan SAMPAH

Tabel 4.2. Proyeksi timbulan sampah tiap fasilitas dari tahun 2009-2019

No.Tahun

( x )

Proyeksi

Penduduk

(Pn)

Proyeksi timbulan

sampah Non

Domestik perhari

(m3/org/hari)

Total proyeksi

fasilitas per

tahun

Proyeksi Timbulan

sampah non-

domestik perhari

(perfasilitas)--

(m3/org/hari)

Proyeksi Timbulan

sampah non-

domestik perhari

(perfasilitas

wilyah)--(lt/org/hari

)

  2009 4,735 2.46 105 0.023 23.45

1 2010 5,683 2.96 110 0.027 26.89

2 2011 6,527 3.39 114 0.030 29.70

3 2012 7,497 3.90 119 0.033 32.68

4 2013 8,610 4.48 125 0.036 35.81

5 2014 9,888 5.14 132 0.039 39.06

6 2015 11,357 5.91 139 0.042 42.42

7 2016 13,043 6.78 148 0.046 45.86

8 2017 14,980 7.79 158 0.049 49.35

9 2018 17,205 8.95 169 0.053 52.85

10 2019 19,760 10.28 182 0.056 56.33

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 80

Page 81: Laporan SAMPAH

Tabel 4.3. Persentase komposisi sampah dari tahun 2005-2009

Jenis Komposisi

Sampah

Persentase (%)

2005 2006 2007 2008 2009

Kertas 1.60 1.65 1.70 1.75 1.53

Kayu 0.50 0.57 0.50 0.40 0.45

Kain 0.05 0.05 0.05 0.05 0.03

Karet/Kulit 0.01 0.05 0.05 0.03 0.04

Plastik 2.60 3.60 3.65 3.80 3.50

Metal/Logam 0.10 0.11 0.11 0.10 0.15

Gelas/Kaca 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05

Organik 95.04 93.86 93.63 93.78 94.15

Lain-Lain 0.05 0.05 0.25 0.04 0.10

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 81

Page 82: Laporan SAMPAH

Tabel 4.4. Proyeksi jumlah dan persentase sampah berdasarkan komposisi dari tahun 2009-2013

No Komponen

Proyeksi Komposisi Jumlah Timbulan sampah

2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentas

e (%)

Jumlah

Sampa

h (m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampa

h (m3)

Persentas

e (%)

Jumlah

Sampa

h (m3)

Persentas

e (%)

Jumlah

Sampa

h (m3)

Persentas

e (%)

1 Kertas 0.23 1.53 0.29 1.63 0.33 1.63 0.38 1.63 0.44 1.62

2 Kayu 0.07 0.45 0.07 0.40 0.08 0.38 0.08 0.35 0.09 0.32

3 Kain 0.00 0.03 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.02

4 Karet/Kulit 0.01 0.04 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.06 0.02 0.06

5 Plastik 0.52 3.5 0.71 4.03 0.86 4.23 1.04 4.43 1.24 4.63

6Metal/

Logam0.02 0.15 0.02 0.14 0.03 0.15 0.04 0.16 0.04 0.16

7 Gelas/Kaca 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01 0.05

8 Organik 13.91 94.15 16.59 93.54 19.01 93.35 21.79 93.15 24.98 92.99

9 Lain-Lain 0.01 0.1 0.02 0.13 0.03 0.13 0.03 0.14 0.04 0.15

Total 14.77 100.00 17.73 100.00 20.37 100.00 23.39 100.00 26.86 100.00

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 82

Page 83: Laporan SAMPAH

Tabel 4.5. Proyeksi jumlah dan persentase sampah berdasarkan komposisi dari tahun 2014-2019

No Komponen

Proyeksi Komposisi Jumlah Timbulan sampah

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampa

h (m3)

Persentase

(%)

Jumlah

Sampah

(m3)

Persentase

(%)

1 Kertas 0.50 1.62 0.57 1.61 0.66 1.61 0.75 1.61 0.86 1.60 0.99 1.60

2 Kayu 0.08 0.27 0.10 0.27 0.10 0.24 0.10 0.21 0.10 0.19 0.10 0.16

3 Kain 0.01 0.02 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00

4 Karet/Kulit 0.02 0.06 0.02 0.07 0.03 0.07 0.04 0.08 0.04 0.08 0.05 0.08

5 Plastik 1.49 4.83 1.78 5.03 2.13 5.23 2.54 5.43 3.02 5.62 3.59 5.82

6 Metal/Logam 0.06 0.19 0.07 0.20 0.09 0.21 0.11 0.23 0.13 0.25 0.17 0.27

7 Gelas/Kaca 0.02 0.05 0.02 0.05 0.02 0.05 0.02 0.04 0.02 0.04 0.02 0.04

8 Organik 28.63 92.80 32.81 92.59 37.60 92.40 43.09 92.20 49.40 92.02 56.61 91.82

9 Lain-Lain 0.05 0.16 0.06 0.17 0.07 0.18 0.09 0.19 0.11 0.20 0.13 0.21

Total 30.85 100.00 35.43 100.00 40.70 100.00 46.74 100.00 53.68 100.00 61.65 100.00

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 83

Page 84: Laporan SAMPAH

Tabel 4.6. Proyeksi jumlah dan persentase sampah organik dan anorganik dari tahun 2009-2013

No Komponen

Proyeksi Komposisi Timbulan sampah2009  2010  2011  2012  2013

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

1 Sampah organik 13.91 94.15 16.59 93.54 19.01 93.35 21.79 93.15 24.98 92.992 Sampah Anorganik 0.86 5.85 1.15 6.46 1.35 6.65 1.60 6.85 1.88 7.01

Total 14.77 100.00 17.73 100.00 20.37 100.00 23.39 100.00 26.86 100.00

Tabel 4.7. Proyeksi jumlah dan persentase sampah organik dan anorganik dari tahun 2014-2019

No Komponen

Proyeksi Komposisi Timbulan sampah2014  2015  2016  2017  2018  2019

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

Jumlah Sampah

(m3)

Persentase (%)

1Sampah organik

28.63 92.80 32.81 92.59 37.60 92.40 43.09 92.20 49.40 92.02 56.61 91.82

2Sampah

Anorganik2.22 7.20 2.63 7.41 3.09 7.60 3.64 7.80 4.28 7.98 5.04 8.18

Total 30.85 100.00 35.43 100.00 40.70 100.00 46.74 100.00 53.68 100.00 61.65 100.00

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 84

Page 85: Laporan SAMPAH

4.2 Pewadahan, Pengumpulan dan Pengangkutan

4.2.1 Pewadahan dan Pengumpulan

a. Wilayah Layanan 1

1. Timbulan Sampah

Perhitungan jumlah timbulan sampah :

Jumlah timbulan sampah = ∑ rumah x ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.8. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah

No BlockJenis

BangunanJml.

BangunanJml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/u

nit/hari)

Jml. Timbulan

lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,4 234,50 0,234

2 Rumah 38 5 2,6 494 0,494

  mesjid 1   23,4 23,45 0,023

  Sd 1   23,4 23,45 0,023

3 Rumah 24 5 2,6 62,4 0,062

  Smp 1   23,4 23,45 0,023

4 Rumah 32 5 2,6 416 0,416

  Puskesmas 1   23,4 23,45 0,023

5 Toko 8   23,4 187,60 0,188

6 Rumah 31 5 2,6 403 0,403

  Smu 1   23,4 23,45 0,023

7 Rumah 28 5 2,6 72,8 0,073

8 Rumah 12 5 2,6 156 0,156

  Mesjid 1   23,4 23,45 0,023

jumlah 2143,54 2,167

2. Pewadahan

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 85

Page 86: Laporan SAMPAH

Data dan asumsi aperencanaan

Frekuensi pelayanan : setiap hari

Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan

Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan: Jumlah tong/bin sampah = ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.9. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. TimbulanPewadahan

tiap bangunanJumlah wadah

lt/hr m3/hr (liter) (m3) tiap rmhtiap

block

1 Toko 10   23,45 234,495 0,234 23,45 0,02344952 3 30

2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494 13 0,013 2 76

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

  sd 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062 13,00 0,013 2 48

  smp 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416 13,00 0,013 2 64

  puskesmas 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

5 Toko 8   23,45 187,596 0,188 23,45 0,02344952 3 24

6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403 13 0,013 2 62

  smu 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073 13 0,013 2 56

8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156 13,00 0,013 2 24

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 23,45 0,02344952 3 3

jumlah 2143,539 2,167       402

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 86

Page 87: Laporan SAMPAH

3. Pengumpulan

Data dan asumsi perencanaan

Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah

Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m3

Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %

Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang

Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi

Kecepatan gerobak sampah

(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam

Kapasitas kontainer : 6 m3

Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan

Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 87

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume gerobak sampah (m3/gerobak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑Gerobak= VdV . r

Page 88: Laporan SAMPAH

Tabel 4.10. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. Timbulan

jumlah gerobak (unit/block)lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,45 234,495 0,234 1

2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494 1

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 1

  sd 1   23,45 23,450 0,023 1

3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062 1

  smp 1   23,45 23,450 0,023 1

4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416 1

  puskesmas 1   23,45 23,450 0,023 1

5 Toko 8   23,45 187,596 0,188 1

6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403 1

  smu 1   23,45 23,450 0,023 1

7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073 1

8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156 1

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 1

jumlah 2143,539 2,167 14

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 88

Page 89: Laporan SAMPAH

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :

Tabel 4.12. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. Timbulan Jumlahcontainer

(unit/zone)lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,45 234,495 0,234

1

2 Rumah 38 5 2,6 494,000 0,494

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023

  sd 1   23,45 23,450 0,023

3 Rumah 24 5 2,6 62,400 0,062

  smp 1   23,45 23,450 0,023

4 Rumah 32 5 2,6 416,000 0,416

  puskesmas 1   23,45 23,450 0,023

5 Toko 8   23,45 187,596 0,188

6 Rumah 31 5 2,6 403,000 0,403

  smu 1   23,45 23,450 0,023

7 Rumah 28 5 2,6 72,800 0,073

8 Rumah 12 5 2,6 156,000 0,156

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023

jumlah 2143,539 2,167

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 89

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume container (m3/bak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑ container= VdV .r

Page 90: Laporan SAMPAH

Perhitungan waktu proses pengumpulan :

Tabel 4.13. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/ba

ngunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Pewadahan tiap rumah

Jumlah wadahJumlah

Gerobak(unit/bloc

k)

Waktu pengumpulan

Dlm. Block(jam)

Block – Cont.(jam)

Total(jam)(liter) (m3)

tiap rmh

tiap block

1 Toko 10   23,45 23,450 0,023 3 30 1 0,417 1,5 1,92

2 Rumah 38 5 2,6 13,000 0,013 2 76 1 1,583

1 2,58  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

  sd 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

3 Rumah 23 5 2,6 13,000 0,013 2 48 1 0,9581,3 2,26

  smp 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

4 Rumah 32 5 2,6 13,000 0,013 2 64 1 1,3331 2,33

  puskesmas 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

5 Toko 8   23,45 23,450 0,023 3 24 1 0,333 0,5 0,83

6 Rumah 31 5 2,6 13,000 0,013 2 62 1 1,2921 2,29

  smu 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

7 Rumah 28 5 2,6 13,000 0,013 2 56 1 1,167 1 2,17

8 Rumah 12 5 2,6 13,000 0,013 2 24 1 0,51,5 2,00

  mesjid 1   23,45 23,450 0,023 3 3 1 0,042

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 90

Keterangan :

l = jarak block layanan – container (km)

v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)

tblock=N . t p

60 . n=N ¿¿¿¿

tblock−cont=lv

Page 91: Laporan SAMPAH

b. Wilayah Layanan 2

1. Timbulan Sampah

Perhitungan jumlah timbulan sampah :

Jumlah timbulan sampah = ∑ rumah x ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.14. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah

No BlockJenis

BangunanJml.

BangunanJml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/unit/h

ari)

Jml. Timbulan

lt/hr m3/hr

1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221

2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195

5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312

  smu 1   23,40 23,4 0,023

  sd 1   23,40 23,4 0,023

6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325

  smp 1   23,40 23,4 0,023

7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117

8 Rumah 20 5 2,60 260 0,2609 Toko 15   23,40 351 0,351  mesjid 1   23,40 23,4 0,023  hotel 1   23,40 23,4 0,023

10 Terminal 1   23,40 23,4 0,02311 Pasar 1   23,40 23,4 0,02312 Rumah 72 5 2,60 936 0,93613 Toko 2   23,40 46,8 0,047

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 91

Page 92: Laporan SAMPAH

14 Toko 4   23,40 93,6 0,09415 Rumah 15 5 2,60 195 0,195  hotel 1   23,40 23,4 0,023

16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13017 Toko 10   23,40 234 0,23418 Rumah 12 5 2,60 156 0,15619 Rumah 22 5 2,60 286 0,286

jumlah 4370,6 4,371

2. Pewadahan

Data dan asumsi perencanaan

1. Frekuensi pelayanan : setiap hari

2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan

Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:

Jumlah tong/bin sampah = ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.15. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan

No Jenis Jml. Jml. Penghuni/bangunan Laju timbulan Jml. Timbulan Pewadahan Jumlah wadah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 92

Page 93: Laporan SAMPAH

Block Bangunan Bangunan (org/rmh)(lt/org/hr)-(lt/u

nit/hari)

tiap bangunan

lt/hr m3/hr       

(liter) (m3) tiap rmh tiap block

1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34

2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26

4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30

5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312 13 0,013 2 48

  smu 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325 13 0,013 2 50

  smp 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 13 0,013 2 18

8 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 13 0,013 2 409 Toko 15   23,40 351 0,351 23,40 0,0234 3 45  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

10 Terminal 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 311 Pasar 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 312 Rumah 72 5 2,60 936 0,936 13 0,013 2 14413 Toko 2   23,40 46,8 0,0468 23,40 0,0234 3 614 Toko 4   23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 1215 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 13 0,013 2 2017 Toko 10   23,40 234 0,234 23,40 0,0234 3 3018 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 2419 Rumah 22 5 2,60 286 0,286 13 0,013 2 44

jumlah 4370,6 4,3706       649

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 93

Page 94: Laporan SAMPAH

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 94

Page 95: Laporan SAMPAH

3. Pengumpulan

Data dan asumsi perencanaan

1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah

2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %

4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang

5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi

6. Kecepatan gerobak sampah

(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam

7. Kapasitas kontainer : 6 m3

8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan

Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 95

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume gerobak sampah (m3/gerobak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑Gerobak= VdV . r

Page 96: Laporan SAMPAH

Tabel 4.16. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/unit/hari)

Jml. TimbulanJumlah Gerobak

(Unit/block)lt/hr m3/hr

1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1

2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1

4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1

5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312 1

  smu 1   23,40 23,4 0,0234 1

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 1

6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325 1

  smp 1   23,40 23,4 0,0234 1

7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 1

8 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 19 Toko 15   23,40 351 0,351 1  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 1  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 1

10 Terminal 1   23,40 23,4 0,0234 111 Pasar 1   23,40 23,4 0,0234 112 Rumah 72 5 2,60 936 0,936 113 Toko 2   23,40 46,8 0,0468 114 Toko 4   23,40 93,6 0,0936 115 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 1

16 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 117 Toko 10   23,40 234 0,234 118 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 119 Rumah 22 5 2,60 286 0,286 1

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 96

Page 97: Laporan SAMPAH

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :

Tabel 4.17. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/ba

ngunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. TimbulanJumlah

container(unit/zone)

lt/hr m3/hr

1 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1

2 Rumah 12 5 2,60 156 0,156

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

4 Rumah 15 5 2,60 195 0,195

5 Rumah 24 5 2,60 312 0,312

  smu 1   23,40 23,4 0,0234

  sd 1   23,40 23,4 0,0234

6 Rumah 25 5 2,60 325 0,325

  smp 1   23,40 23,4 0,0234

7 Rumah 9 5 2,60 117 0,117

8 Rumah 20 5 2,60 260 0,269 Toko 15   23,40 351 0,351  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234  hotel 1   23,40 23,4 0,0234

10 Terminal 1   23,40 23,4 0,0234

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 97

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume container (m3/bak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑ container= VdV .r

Page 98: Laporan SAMPAH

11 Pasar 1   23,40 23,4 0,023412 Rumah 72 5 2,60 936 0,93613 Toko 2   23,40 46,8 0,046814 Toko 4   23,40 93,6 0,093615 Rumah 15 5 2,60 195 0,195  hotel 1   23,40 23,4 0,0234

16 Rumah 10 5 2,60 130 0,1317 Toko 10   23,40 234 0,23418 Rumah 12 5 2,60 156 0,15619 Rumah 22 5 2,60 286 0,286

jumlah 4370,6 4,3706

Perhitungan waktu proses pengumpulan :

Tabel 4.18. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/ba

ngunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/un

it/hari)

Pewadahan tiap rumah

Jumlah wadahJumlah

Gerobak(unit/bloc

k)

Waktu pengumpulan

Dlm. Block(jam)

Block - Cont.(jam)

Total(jam)(liter) (m3)

tiap rmh

tiap block

1 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333 1,5 2,21

2 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 1,6 2,10

3 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,4 1,94

4 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625 1,5 2,13

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 98

Keterangan :

l = jarak block layanan – container (km)

v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)

tblock=N . t p

60 . n=N ¿¿¿¿

tblock−cont=lv

Page 99: Laporan SAMPAH

5 Rumah 24 5 2,60 13 0,013 2 48 1 1

0,8 1,80  smu 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

6 Rumah 25 5 2,60 13 0,013 2 50 1 1,0416671,1 2,14

  smp 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

7 Rumah 9 5 2,60 13 0,013 2 18 1 0,375 0,8 1,18

8 Rumah 20 5 2,60 13 0,013 2 40 1 0,833333 0,6 1,439 Toko 15   23,40 23,4 0,0234 3 45 1 0,625

0,4 1,03  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

10 Terminal 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,6 0,6411 Pasar 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,6 0,6412 Rumah 72 5 2,60 13 0,013 2 144 1 3 0,9 3,9013 Toko 2   23,40 23,4 0,0234 3 6 1 0,083333 0,5 0,5814 Toko 4   23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,7 0,8715 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625

1,1 1,73  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

16 Rumah 10 5 2,60 13 0,013 2 20 1 0,416667 1,3 1,7217 Toko 10   23,40 23,4 0,0234 3 30 1 0,416667 1,3 1,7218 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 1,5 2,0019 Rumah 22 5 2,60 13 0,013 2 44 1 0,916667 1,9 2,82

c. Wilayah Layanan 3

1. Timbulan Sampah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 99

Page 100: Laporan SAMPAH

Perhitungan jumlah timbulan sampah :

Jumlah timbulan sampah = ∑ rumah x ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.19. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah

No Block Jenis Bangunan Jml. BangunanJml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)Laju timbulan

(lt/org/hr)-(lt/unit/hari)

Jml. Timbulan

lt/hr m3/hr

1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104

2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

  sd 1   23,40 23,4 0,023

4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234

5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078

7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

8 Rumah 12 5 2,60 156 0,1569 Rumah 12 5 2,60 156 0,156

  sd 1   23,40 23,4 0,023

10 Rumah 13 5 2,60 169 0,16911 Rumah 10 5 2,60 130 0,13012 Rumah 8 5 2,60 104 0,104  smp 1   23,40 23,4 0,023

13 Rumah Sakit 1   23,40 23,4 0,02314 Rumah 58 5 2,60 754 0,754  smu 1   23,40 23,4 0,023

15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793  sd 1   23,40 23,4 0,023  mesjid 1   23,40 23,4 0,023

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 100

Page 101: Laporan SAMPAH

  hotel 1   23,40 23,4 0,02316 Kantor 4   23,40 93,6 0,09417 Kantor 1   23,40 23,4 0,02318 Kantor 1   23,40 23,4 0,02319 Kantor 1   23,40 23,4 0,02320 Kantor 1   23,40 23,4 0,02321 Kantor 2   23,40 46,8 0,04722 Rumah 20 5 2,60 260 0,26023 Kantor 4   23,40 93,6 0,09424 Rumah 17 5 2,60 221 0,221  gereja 1   23,40 23,4 0,023

25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169Jumlah 4490,2 4,490

2. Pewadahan

Data dan asumsi perencanaan

1. Frekuensi pelayanan : setiap hari

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 101

Page 102: Laporan SAMPAH

2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan

Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:

Jumlah tong/bin sampah = ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.20. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. TimbulanPewadahan

tiap bangunanJumlah wadah

lt/hr m3/hr (liter) (m3)tiap rmh

tiap block

1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 13 0,013 2 16

2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 13 0,013 2 36

5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078 13 0,013 2 12

7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26

8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 249 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 13 0,013 2 24

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 2611 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 13 0,013 2 2012 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 13 0,013 2 16  smp 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 102

Page 103: Laporan SAMPAH

13Rumah Sakit

1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754 13 0,013 2 116  smu 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793 13 0,013 2 122  sd 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

16 Kantor 4   23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 1217 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 318 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 319 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 320 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 321 Kantor 2   23,40 46,8 0,0468 23,40 0,0234 3 622 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 13 0,013 2 4023 Kantor 4   23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 1224 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 13 0,013 2 34  gereja 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 13 0,013 2 26Jumlah 4490,2 4,4902       677

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 103

Page 104: Laporan SAMPAH

3. Pengumpulan

Data dan asumsi perencanaan

1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah

2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %

4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang

5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi

6. Kecepatan gerobak sampah

(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam

7. Kapasitas kontainer : 6 m3

8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan

Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 104

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan(m3/hari)

V = Volume gerobak sampah(m3/gerobak)

∑Gerobak= VdV . r

Page 105: Laporan SAMPAH

Tabel 4.21. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. Timbulan

Jumlah Gerobak (Unit/Block)lt/hr m3/hr

1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 1

2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 1

4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 1

5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078 1

7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1

8 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 19 Rumah 12 5 2,60 156 0,156 1

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 1

10 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 111 Rumah 10 5 2,60 130 0,13 112 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 1  smp 1   23,40 23,4 0,0234 1

13Rumah Sakit

1   23,40 23,4 0,0234 1

14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754 2  smu 1   23,40 23,4 0,0234 1

15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793 2  sd 1   23,40 23,4 0,0234 1  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 1

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 105

Page 106: Laporan SAMPAH

  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 116 Kantor 4   23,40 93,6 0,0936 117 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 118 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 119 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 120 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 121 Kantor 2   23,40 46,8 0,0468 122 Rumah 20 5 2,60 260 0,26 123 Kantor 4   23,40 93,6 0,0936 124 Rumah 17 5 2,60 221 0,221 1  gereja 1   23,40 23,4 0,0234 1

25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169 1Jumlah 4490,2 4,4902 33

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 106

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan(m3/hari)

V = Volume container(m3/bak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑ container= VdV .r

Page 107: Laporan SAMPAH

Tabel 4.22. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/un

it/hari)

Jml. TimbulanJumlah

container(unit/zone)

lt/hr m3/hr

1 Rumah 8 5 2,60 104 0,104 1

2 Rumah 17 5 2,60 221 0,221

3 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

  sd 1   23,40 23,4 0,0234

4 Rumah 18 5 2,60 234 0,234

5 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

6 Rumah 6 5 2,60 78 0,078

7 Rumah 13 5 2,60 169 0,169

8 Rumah 12 5 2,60 156 0,1569 Rumah 12 5 2,60 156 0,156

  sd 1   23,40 23,4 0,0234

10 Rumah 13 5 2,60 169 0,16911 Rumah 10 5 2,60 130 0,1312 Rumah 8 5 2,60 104 0,104  smp 1   23,40 23,4 0,0234

13Rumah Sakit

1   23,40 23,4 0,0234

14 Rumah 58 5 2,60 754 0,754  smu 1   23,40 23,4 0,0234

15 Rumah 61 5 2,60 793 0,793  sd 1   23,40 23,4 0,0234  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234  hotel 1   23,40 23,4 0,0234

16 Kantor 4   23,40 93,6 0,093617 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 107

Page 108: Laporan SAMPAH

18 Kantor 1   23,40 23,4 0,023419 Kantor 1   23,40 23,4 0,023420 Kantor 1   23,40 23,4 0,023421 Kantor 2   23,40 46,8 0,046822 Rumah 20 5 2,60 260 0,2623 Kantor 4   23,40 93,6 0,093624 Rumah 17 5 2,60 221 0,221  gereja 1   23,40 23,4 0,0234

25 Rumah 13 5 2,60 169 0,169Jumlah 4490,2 4,4902  

Perhitungan waktu proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 108

Keterangan :

l = jarak block layanan – container (km)

v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)

tblock=N . t p

60 . n=N ¿¿¿¿

tblock−cont=lv

Page 109: Laporan SAMPAH

Tabel 4.23. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/b

angunan(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/u

nit/hari)

Pewadahan tiap rumah

Jumlah wadah Jumlah

Gerobak(unit/block)

Waktu pengumpulan

Dlm. Block(jam)

Block –

Cont.(jam)

Total(jam)(liter) (m3)

tiap rmh

tiap block

1 Rumah 8 5 2,60 13 0,013 2 16 1 0,333333 2 2,33

2 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333 1,8 2,51

3 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,5416671,6 2,14

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

4 Rumah 18 5 2,60 13 0,013 2 36 1 0,75 1,4 2,15

5 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 1,3 1,51

6 Rumah 6 5 2,60 13 0,013 2 12 1 0,25 1,2 1,45

7 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,2 1,74

8 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5 0,99 1,499 Rumah 12 5 2,60 13 0,013 2 24 1 0,5

0,95 1,45  sd 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

10 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 0,7 1,2411 Rumah 10 5 2,60 13 0,013 2 20 1 0,416667 0,4 0,8212 Rumah 8 5 2,60 13 0,013 2 16 1 0,333333

0,6 0,93  smp 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

13Rumah Sakit

1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 0,4 0,44

14 Rumah 58 5 2,60 13 0,013 2 116 1 2,4166670,6 3,02

  smu 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,04166715 Rumah 61 5 2,60 13 0,013 2 122 1 2,541667

0,9 3,44  sd 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667  hotel 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 109

Page 110: Laporan SAMPAH

16 Kantor 4   23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 1,1 1,2717 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,1 1,1418 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1 1,0419 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,2 1,2420 Kantor 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667 1,3 1,3421 Kantor 2   23,40 23,4 0,0234 3 6 1 0,083333 0,96 1,0422 Rumah 20 5 2,60 13 0,013 2 40 1 0,833333 1 1,8323 Kantor 4   23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,1 0,2724 Rumah 17 5 2,60 13 0,013 2 34 1 0,708333

1,6 2,31  gereja 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

25 Rumah 13 5 2,60 13 0,013 2 26 1 0,541667 1,9 2,44

d. Wilayah Layanan 4

1. Timbulan Sampah

Perhitungan jumlah timbulan sampah :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 110

Page 111: Laporan SAMPAH

Jumlah timbulan sampah = ∑ rumah x ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.24. Data hasil perhitungan jumlah timbulan sampah

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

t/hari)

Jml. Timbulan

lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,40 234 0,2342 Rumah 26 5 2,60 338 0,338

3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039

4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039

6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117

7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143

9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195

10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234

16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299

  puskesmas 1   23,40 23,4 0,023

  sd 1   23,40 23,4 0,023

17 Toko 4   23,40 93,6 0,09418 Rumah 21 5 2,60 273 0,273  smu 1   23,40 23,4 0,023

19 Rumah 50 5 2,60 650 0,650

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 111

Page 112: Laporan SAMPAH

  smp 1   23,40 23,4 0,023  mesjid 1   23,40 23,4 0,023

jumlah 3179,8 3,227

2. Pewadahan

Data dan asumsi perencanaan

1. Frekuensi pelayanan : setiap hari

2. Kapasitas tong/bin sampah : 10 Liter

Perhitungan

Perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan:

Jumlah tong/bin sampah = ∑ penghuni x laju timbulan

Tabel 4.25. Data hasil perhitungan jumlah tong/bin sampah untuk pewadahan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/uni

Jml. TimbulanPewadahan

tiap bangunanJumlah wadah

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 112

Page 113: Laporan SAMPAH

(org/rmh) t/hari) lt/hr m3/hr (liter) (m3)tiap rmh

tiap block

1 Toko 10   23,40 234 0,234 23,40 0,0234 3 30

2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338 13 0,013 2 52

3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 13 0,013 2 6

4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 13 0,013 2 6

6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 13 0,013 2 18

7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143 13 0,013 2 22

9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 13 0,013 2 30

10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 13 0,013 2 10

15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 13 0,013 2 36

16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299 13 0,013 2 46

  puskesmas 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

17 Toko 4   23,40 93,6 0,0936 23,40 0,0234 3 1218 Rumah 21 5 2,60 273 0,273 13 0,013 2 42  smu 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65 13 0,013 2 100  smp 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 23,40 0,0234 3 3

jumlah 3179,8 3,2266       485

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 113

Page 114: Laporan SAMPAH

3. Pengumpulan

Data dan asumsi perencanaan

1. Fasilitas pengumpulan : gerobak sampah

2. Kapasitas gerobak sampah : 0,5 m3

3. Rasio pemadatan sampah dalam gerobak sampah : 75 %

4. Jumlah petuga tiap geobak sampah : 4 Orang

5. Waktu Pemuatan setiap lokasi : 10 mnt/ptgas/lokasi

6. Kecepatan gerobak sampah

(dari block layanan ke lokasi pengumpulan) : 1 km/jam

7. Kapasitas kontainer : 6 m3

8. Rasio pemadatan sampah dalam kontainer : 80 %

Perhitungan

Perhitungan jumlah gerobak untuk proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 114

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan(m3/hari)

V = Volume gerobak sampah(m3/gerobak)

∑Gerobak= VdV . r

Page 115: Laporan SAMPAH

Tabel 4.26. Data hasil jumlah gerobak untuk proses pengumpulan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/un

it/hari)

Jml. TimbulanJumlah Gerobak

(unit/block)lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,40 234 0,234 1

2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338 1

3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 1

4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039 1

6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117 1

7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143 1

9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195 1

10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065 1

15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234 1

16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299 1

  puskesmas 1   23,40 23,4 0,0234 1

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 1

17 Toko 4   23,40 93,6 0,0936 118 Rumah 21 5 2,60 273 0,273 1  smu 1   23,40 23,4 0,0234 1

19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65 2

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 115

Page 116: Laporan SAMPAH

  smp 1   23,40 23,4 0,0234 1  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 1

jumlah 3179,8 3,2266 23

Perhitungan jumlah container setiap zone layanan :

Tabel 4.27. Data hasil perhitungan jumlah container setiap zone layanan

No Block

Jenis Bangunan

Jml. Bangunan

Jml. Penghuni/bangunan

(org/rmh)

Laju timbulan (lt/org/hr)-(lt/unit/h

ari)

Jml. TimbulanJumlah

container(unit/zone)

lt/hr m3/hr

1 Toko 10   23,40 234 0,234

1

2 Rumah 26 5 2,60 338 0,338

3 Rumah 3 5 2,60 39 0,039

4 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

5 Rumah 3 5 2,60 39 0,039

6 Rumah 9 5 2,60 117 0,117

7 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

8 Rumah 11 5 2,60 143 0,143

9 Rumah 15 5 2,60 195 0,195

10 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

11 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 116

Keterangan :

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume container (m3/bak)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

∑ container= VdV .r

Page 117: Laporan SAMPAH

12 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

13 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

14 Rumah 5 5 2,60 65 0,065

15 Rumah 18 5 2,60 234 0,234

16 Rumah 23 5 2,60 299 0,299

  puskesmas 1   23,40 23,4 0,0234

  sd 1   23,40 23,4 0,0234

17 Toko 4   23,40 93,6 0,093618 Rumah 21 5 2,60 273 0,273  smu 1   23,40 23,4 0,0234

19 Rumah 50 5 2,60 650 0,65  smp 1   23,40 23,4 0,0234  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234

jumlah 3179,8 3,2266  

Perhitungan waktu proses pengumpulan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 117

Keterangan :

l = jarak block layanan – container (km)

v = kecepatan gerobak sampah (km/jam)

tblock=N . t p

60 . n=N ¿¿¿¿

tblock−cont=lv

Page 118: Laporan SAMPAH

Tabel 4.28. Data hasil perhitungan waktu proses pengumpulan

No

Block

Jenis

Bangunan

Jml.

Bangunan

Jml.

Penghuni/ba

ngunan

(org/rmh)

Laju timbulan

(lt/org/hr)-(lt/u

nit/hari)

Pewadahan

tiap rumahJumlah wadah Jumlah

Gerobak

(unit/block)

Waktu pengumpulan

Dlm.

Block

(jam)

Block

- Cont.

(jam)

Total

(jam)(liter) (m3)tiap

rmh

tiap

block

1 Toko 10   23,40 23,4 0,0234 3 30 1 0,416667 3,9 4,32

2 Rumah 26 5 2,60 13 0,013 2 52 1 1,083333 3 4,08

3 Rumah 3 5 2,60 13 0,013 2 6 1 0,125 2,8 2,93

4 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,5 2,71

5 Rumah 3 5 2,60 13 0,013 2 6 1 0,125 2,2 2,33

6 Rumah 9 5 2,60 13 0,013 2 18 1 0,375 3 3,38

7 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,4 2,61

8 Rumah 11 5 2,60 13 0,013 2 22 1 0,458333 2,2 2,66

9 Rumah 15 5 2,60 13 0,013 2 30 1 0,625 2,4 3,03

10 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,3 2,51

11 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,1 2,31

12 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,4 2,61

13 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 2,3 2,51

14 Rumah 5 5 2,60 13 0,013 2 10 1 0,208333 1,9 2,11

15 Rumah 18 5 2,60 13 0,013 2 36 1 0,75 0,7 1,45

16 Rumah 23 5 2,60 13 0,013 2 46 1 0,958333 0,6 1,56

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 118

Page 119: Laporan SAMPAH

  puskesmas 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

  sd 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

17 Toko 4   23,40 23,4 0,0234 3 12 1 0,166667 0,8 0,97

18 Rumah 21 5 2,60 13 0,013 2 42 1 0,8751,2 2,08

  smu 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

19 Rumah 50 5 2,60 13 0,013 2 100 1 2,083333

1,1 3,18  smp 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

  mesjid 1   23,40 23,4 0,0234 3 3 1 0,041667

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 119

Page 120: Laporan SAMPAH

4.2.2 Pengangkutan

Data dan asumsi perencanaan

Alat angkut : Container truck

Volume container truck : 6 m3

Rasio pemadatan sampah dalam container truck : 80 %

Waktu untuk mengosongkan kontainer yang

sudah penuh : 2 menit/trip

Waktu untuk meletakkan kontainer yang sudah

dikosongkan : 2 menit/trip

Kecepatan truck : 40 km/jam

Waktu pembongkaran sampah

di lokasi pengosongan : 5 menit/trip

Off route : 15 %

1. Trip 1

Perhitungan jumlah trip yang diperlukan :

Perhitungan waktu yang diperlukan setiap trip pengangkutan :

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 120

Phcs = pc + uc

Keterangan :

Nd = Jumlah trip dalam 1 hari kerja (trip/hari)

Vd = Jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

V = Volume alat angkut sampah tiap trip(m3/trip)

r = Rasio pemadatan sampah (%)

Nd= VdV . r

Nd=14 , 254 m3

6 ¿m3 x 80 %=14 , 254

¿m3

4,8 ¿m3=2 , 97≈3 trip ¿¿¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

Page 121: Laporan SAMPAH

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 2 : 1,2 km

=1,2 (km/ trip )40 (km/ jam )

=1,240

=0 ,03 km/ trip

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Waktu yang diperlukan untuk trip 2 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(0 , 067+0 ,03+0 , 083) jam /trip

T hcs=0 ,18 jam/ trip

2. Trip 2

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip

Waktu pengangkutan (haul) :Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 3 : 2.1 km

Rute 4 : 2.1 km

L = Rute 3 + Rute 4

= 2.1 + 2,1 = 4.2 km/trip

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 121

Phcs = pc + uc

h= lv

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

Page 122: Laporan SAMPAH

=4 .2 (km / trip )40 (km / jam )

= 4 .240

=0 ,105km / trip

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Waktu yang diperlukan untuk trip 1 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(0 , 067+0 ,105+0 ,083 ) jam/ trip

T hcs=0 , 255 jam/ trip

3. Trip 3

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip (Container wilayah 1 dan 4)

1.

2.

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 5 : 6.4 km

Rute 6 : 7.7 km

Rute 7 : 4.4 km

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 122

Phcs = pc + uc

Phcs = pc + uc

h= lv

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

Page 123: Laporan SAMPAH

L = Rute 5 + Rute 6 + Rute 7

= 6.4 + 7.7 + 4.4 = 18.5 km/trip

=18 . 5 (km / trip )40 (km / jam )

=18 .540

=0 , 463 km / trip

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Container wilayah 1

Container wilayah 4

Waktu yang diperlukan untuk trip 1 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(( 0 ,067+0 .067 )+0 , 463+(( 0. 083+0 ,083 )) jam /trip

T hcs=0 ,763 jam/ trip

4. Perhitungan waktu kerja efektif

Perhitungan waktu kerja efektif dalam 1 hari operasi :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 123

Rute 1

h= lv

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

Nd total=H (1−W )−( t1+t2 )

T hcs

t1=0,8km /hari ¿

40km / jam¿=0 ,02 jam /hari ¿ ¿¿¿

T hcs−total=Thcs−wilayahlayanan1+T hcs−wilayahlayanan 2+T hcs−wilayahlayanan 3

T hcs−total

=(T hcs−trip 1 )+(T hcs−trip 2 )+(T hcs−trip 3 )

=(0 ,18)+(0 ,255 )+(0 ,763 )=1 .198 jam /trip ¿ ¿

Page 124: Laporan SAMPAH

Maka,

5. Pengangkutan sampah dari pool ke TPA

Perhitungan jumlah trip yang diperlukan :

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 124

Apabila jam kerja dalam 1 hari = 8 jam, maka wilayah perencanaan tersebut cukup dilayani oleh 1 unit dump truck dan masih cukup untuk melayani wilayah lain.

Nd total=H (1−W )−( t1 )

T hcs

3trip /hari ¿

H (1−0 ,15)−(0 ,02 jamhari

)

1.198 jamtrip

H .0 ,85=(3 trip /hari x1 .198 jam / trip )+(0 ,02 jam /hari )

H .0 ,85=3 .614 jam /hari ¿ ¿

H=3 . 6140 ,85

=4 .25≈5 jam /hari ¿ ¿

Nd= VdV . r

Nd=12 ,67 m3

6 ¿m3 x 80 %=12, 67

¿m3

4,8¿m3=2 , 64≈3 trip ¿¿¿

Page 125: Laporan SAMPAH

a. Trip 1

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 7 : 4,3 km

=4,3 ( km /trip )40 (km / jam )

=4,340

=0 , 1075km / trip

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Waktu yang diperlukan untuk trip 1 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(0 , 067+0 ,1075+0 ,083 ) jam/ trip

T hcs=0 , 2575 jam/ trip

b. Trip 2

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 125

Phcs = pc + uc

Phcs = pc + uc

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

h= lv

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

Page 126: Laporan SAMPAH

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 7: 4,3 km

=4,3+4 . 3 (km / trip )40 (km / jam )

=8,640

=0 ,215 km / trip

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Waktu yang diperlukan untuk trip 2 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(0 , 067+0 ,215+0 ,083 ) jam/ trip

T hcs=0 , 365 jam/ trip

c. Trip 3

Waktu pemuatan (pickup) di lokasi pemuatan setiap trip

Waktu pengangkutan (haul) :

Dari sket wilayah layanan diketahui jarak pengangkutan (haul):

Rute 7: 4,3 km

=4,3+4 . 3 (km / trip )40 (km / jam )

=8,640

=0 ,215 km / trip

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 126

Phcs = pc + uc

h= lv

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

PhCS=(2+2)menit /trip ¿

60menit / jam¿¿ PhCS=0 , 067 jam /trip ¿

h= lv

Page 127: Laporan SAMPAH

Waktu pembongkaran/pengosongan :

Waktu yang diperlukan untuk trip 3 : Thcs = Phcs + h + s

T hcs=(0 , 067+0 ,215+0 ,083 ) jam/ trip

T hcs=0 , 365 jam/ trip

d. Perhitungan waktu kerja efektif

Perhitungan waktu kerja efektif dalam 1 hari operasi :

Maka,

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 127

s=5menit / trip¿5menit /trip ¿

60menit / jam ¿=0 ,083 jam / trip¿ ¿¿¿

Nd total=H (1−W )−( t1+t2 )

T hcs

t2=4 .3km /hari ¿

40km / jam ¿=0 ,1075 jam /hari ¿ ¿¿¿

T hcs−total=Thcs−wilayahlayanan1+T hcs−wilayahlayanan 2+T hcs−wilayahlayanan 3

T hcs−total

=(T hcs−trip 1 )+(T hcs−trip 2 )+(T hcs−trip 3 )

=(0 , 2575)+(0 ,365 )+(0 ,365 )=0 , 9875 jam /trip ¿ ¿

Nd total=H (1−W )−( t1 )

T hcs

3trip /hari ¿

H (1−0 ,15)−(0 ,1075 jamhari

)

0 , 9875 jamtrip

H .0 ,85=(3 trip /hari x 0 , 9875 jam / trip)+(0 ,1075 jam /hari )

Page 128: Laporan SAMPAH

4.3 Transfer Depo, Daur Ulang dan Composting

Transfer depo pada wilayah perencanaan 2 ini adalah transfer depo tipe I. Depo

ini dilengkapi fasilitas ruang pengomposan, ruang daur ulang, gudang kompos, ruang

pembongkaran sampah, bengkel, dan kantor. Pada transfer depo di wilayah perencanaan

2 ini juga dilengkapi dengan mesin perajangan untuk merajang sampah. Jenis sampah

yang bisa dirajang menggunakan mesin perajang ini adalah dari jenis sampah organik,

yaitu sampah yang bisa didaur ulang dan bisa dijadikan kompos atau pupuk organik.

Mesin perajang sampah ini berfungsi untuk merajang sampah dan menjadikan sampah

berbentuk partikel/hasil rajangan yang lebih kecil sehingga mudah diuraikan oleh

bakteri dekomposer (bakteri pengurai).

Dilihat dari data mengenai volume sampah yang masuk ke depo, terutama yang

dapat didaur ulang dan dikompos, setiap harinya akan ada 1.48 m3 sampah organik dan

anorganik yang akan dikompos dan didaur ulang pada depo ini. Sampah organik sebesar

1.39 m3 dan sampah anorganik sebesar 0.09 m3. Untuk itu, digunakan mesin perajang

dengan kapasitas paling minimal, yaitu 1 m3/jam. Dimana mesin ini memiliki dimensi

400 mm x 400 mm x 1000 mm.

Ruang pengomposan sendiri terdiri dari 15 buah bak untuk pengomposan

sampah. Dimana sampah akan dikompos selama ± 1 bulan dengan bantuan aktivator

untuk mempercepat pengomposan sampah. Sedangkan untuk daur ulang, digunakan

metode daur ulang plastik. Dimana sampah plastik yang masuk akan dilakukan

pemilahan. Sampah plastik tersebut kemudian akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum

diolah. Seteleh dibersihkan, sampah plastik akan dirajang. Setelah didapatkan hasil

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 128

Apabila jam kerja dalam 1 hari = 8 jam, maka wilayah perencanaan tersebut cukup dilayani oleh 1 unit dump truck dan masih cukup untuk melayani wilayah lain.

H .0 ,85=3 .07 jam /hari ¿ ¿

H=3 .070 ,85

=3 .6≈4 jam /hari ¿ ¿

Page 129: Laporan SAMPAH

perajangan sampah plastik tersebut, sampah kemudian akan dileburkan hingga

kemudian dapat diolah menjadi benda berbahan plastik yang baru lagi.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 129

Page 130: Laporan SAMPAH

Tingkat Reduksi Sampah

No. Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

Sampah Organik

1 Proyeksi Sampah (m3) 13.91 16.59 19.01 21.79 24.98

2 Tingkat Pengeomposan 10% 12.00% 14.00% 16.00% 18.00%

3 Jumlah Sampah Dikompos (m3) 1.39 1.99 2.66 3.49 4.50

Sisa Sampah (m3) 12.52 14.60 16.35 18.30 20.48

Sampah Anorganik

1 Proyeksi Sampah (m3) 0.86 1.15 1.35 1.60 1.88

2 Tingkat Daur Ulang 10% 12.00% 14.00% 16.00% 18.00%

3 Jumlah Sampah Didaur Ulang (m3) 0.09 0.14 0.19 0.26 0.34

Sisa Sampah (m3) 0.78 1.01 1.16 1.35 1.54

Tabel 4.29 . Tingkat reduksi sampah dengan metode pengomposan dan daur ulang untuk tahun 2009-2013

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 130

Page 131: Laporan SAMPAH

Tabel 4.29. Tingkat reduksi sampah dengan metode pengomposan dan daur ulang untuk tahun 2014-2019

Tingkat Reduksi Sampah

No. Uraian 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sampah Organik

1 Proyeksi Sampah (m3) 28.63 32.81 37.60 43.09 49.40 56.61

2 Tingkat Pengeomposan 20.00% 22.00% 24.00% 26.00% 28.00% 30%

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 131

Page 132: Laporan SAMPAH

3 Jumlah Sampah Dikompos (m3) 5.73 7.22 9.02 11.20 13.83 16.98

Sisa Sampah (m3) 22.90 25.59 28.58 31.89 35.56 39.63

Sampah Anorganik

1 Proyeksi Sampah (m3) 2.22 2.63 3.09 3.64 4.28 5.04

2 Tingkat Daur Ulang 20.00% 22.00% 24.00% 26.00% 28.00% 30%

3 Jumlah Sampah Didaur Ulang (m3) 0.44 0.58 0.74 0.95 1.20 1.51

Sisa Sampah (m3) 1.78 2.05 2.35 2.70 3.08 3.53

Tabel 4.30. Data sampah yang akan dibuang ke TPA setelah direduksi dari tahun 2009-2013

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013Sampah anorganik yang diinsinerasi 0.62 0.81 0.93 1.08 1.24

m3/org/tahun 227.12 294.53 340.09 392.75 451.01Abu sampah anorganik 0.16 0.20 0.23 0.27 0.31

m3/org/tahun 56.78 73.63 85.02 98.19 112.75Sampah yang dibuang ke landfill (organik&abu) 12.67 14.80 16.58 18.57 20.79

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 132

Page 133: Laporan SAMPAH

m3/org/tahun 4625.88 5401.26 6052.58 6778.19 7589.19

Total sampah dari tahun 2009-2019 98792.59 m3/org/tahun

Tabel 4.31. Data sampah yang akan dibuang ke TPA setelah direduksi dari tahun 2014-2019

Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 2019Sampah anorganik yang diinsinerasi 1.42 1.64 1.88 2.16 2.47 2.82

m3/org/tahun 518.76 598.33 686.36 787.34 900.80 1030.53

Abu sampah anorganik 0.36 0.41 0.47 0.54 0.62 0.71

m3/org/tahun 129.69 149.58 171.59 196.83 225.20 257.63

Sampah yang dibuang ke landfill (organik&abu) 23.26 26.00 29.05 32.43 36.18 40.33

m3/org/tahun 8489.82 9489.95 10602.48 11836.19 13206.29 14720.76

Total sampah dari tahun 2009-2019 98792.59 m3/org/tahun

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 133

Page 134: Laporan SAMPAH

4.4 Sanitary Landfill (termasuk metode dan alasan pemilihan lokasi)

4.4.1 Pemilihan Lokasi TPA

A. Tahap Kelayakan Regional

Analisis tahap kelayakan regional dilaksanakan pada saat persiapan

penelitian dengan maksud untuk menentukan zone layak dan zone tidak layak

untuk lokasi TPA sampah berdasarkan ketentuan SNI 03-3241-1994 dan Bagchi

(1982) dalam Mizwar (2007) yang terdiri atas delapan kriteria, yaitu: kemiringan

lereng, kondisi geologi, jarak terhadap badan air, jarak dari permukiman

penduduk, kawasan budidaya pertanian atau perkebunan, kawasan lindung atau

cagar alam, jarak dari lapangan terbang dan jarak dari perbatasan daerah.

Penilaian kesesuian lahan secara fisik pada tahap kelayakan regional

dilakukan dengan maksud untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak

untuk lokasi TPA sampah.

1. Kemiringan Lereng

Untuk mencegah terjadinya pencemaran air pada aliran permukaan

(runoff) maka TPA sampah harus ditempatkan pada lokasi dengan kemiringan

lereng 0-15%.

2. Kondisi Geologi

Kondisi geologi yang menjadi persyaratan lokasi TPA sampah adalah zone

Holocene fault (sesar aktif). Menurut Lin dan Kao (1989) dalam Drake dan

Pereira (2002) dan Mizwar (2007), untuk mencegah terjadinya dampak

lingkungan akibat perubahan kondisi geologi, maka TPA sampah ditempatkan

pada jarak 100 m di luar zone sesar aktif.

3. Jarak Terhadap Badan Air

Air lindi hasil proses pembusukan sampah dalam TPA sampah dapat

mengakibakan tingginya resiko pencemaran terhadap air tanah dan badan air di

sekitarnya, maka penempatan lokasi TPA sampah harus memperhatikan jarak

aman terhadap badan air (sungai). Penempatan lokasi TPA sampah yang

berdekatan dengan sungai bertipe effluent stream akan menimbulkan resiko

pencemran air sungai oleh masuknya air lindi sampah ke dalam badan air. Pada

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 134

Page 135: Laporan SAMPAH

sungai bertipe influent stream, maka resiko pencemarannya berupa pencampuran

antara air sungai yang masuk ke dalam tanah dengan air lindi sampah yang

kemudian mengalami proses perkolasi dan bercampur dengan air tanah.

4. Jarak dari Permukiman Penduduk

Untuk mencegah masalah bau, estetika, kebisingan, kesehatan masyarakat

dan penurunan harga lahan akibat penggunaan lahan untuk TPAsampah, maka

penempatan lokasi TPA sampah harus berjarak lebih dari 1500 m dari wilyah

permukiman penduduk. Untuk itu, maka perlu ditentukan batas jarak penempatan

lokasi TPA sampah terhadap permukiman penduduk.

5. Kawasan Budidaya Pertanian Dan Perkebunan

Adanya TPA sampah dapat menyebabkan penurunan kualitas lahan yang

akhirnya dapat berdampak pada penurunan produktivitas pertanian dan

perkebunan. Oleh karena itu, penempatan loasi TPA sampah harus berjarak ebih

dari 150 m dari wilayah budidaya pertanian dan perkebunan.

6. Kawasan Lindung atau Cagar Alam

Keberadaan TPA sampah dapat mengakibatkan perubahan kondisi cagar

alam, maka penempatan lokasi TPA sampah harus berada di luar kawasan

tersebut.

7. Jarak dari Lapangan Terbang

Menurut Tchobanolous dkk.,(1993) dalam Mizwar (2007) lokasi TPA

sampah merupakan tempat yang cukup menarik beberapa jenis burung tertentu

untuk mencari makan. Penempatan lokasi TPA sampah yang berdekatan dengan

lapangan terbang akan menimbulkan resiko gangguan jalur penerbangan pesawat

oleh burung-burung yang mencari makan di lokasi TPA sampah. Selain itu,

mengingat bahwa lapangan terbang merupakan fasilitas umum yang harus

memenuhi unsure estetika dan kebersihan terutama dalam kebersihan lingkungan

dan sumber air. Oleh karena itu, ditetapkan bahwa lokasi TPA sampah

ditempatkan pada jarak lebih dari 3.000 meter terhadap lapangan terbang.

8. Batas Administrasi

Menurut Otieno dan Reddy (1999) dalam Mizwar (2007) menjelaskan

bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kesesuaian lahan untuk lokasi TPA

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 135

Page 136: Laporan SAMPAH

sampah (terutama untuk pengelolaan secara mandiri) perlu dilakukan pembatasan

(proses buffering) sejauh 1 km dari batas administrasi. Hal ini perlu dilakukan

untuk menghindari konflik sosial politik antar dua wilayah administrasi yang

berbatasan.

Drake dan Pereira (2002) dalam Mizwar (2007) menjelaskan bahwa

kriteria-kriteria tersebut merupakan faktor pembatas utama dalam penetapan

lokasi TPA sampah yang berwawasan lingkungan sehingga kelas kelayakan I

(layak untuk TPA sampah) apabila harkat mencapai juumlah maksimal (harkat

delapan) dan kelas kelayakan II (tidak layak untuk TPA sampah) apabila harkat di

bawah jumlah maksimal (kurang dari harkat delapan). Berdasarkan peta wilayah

perencanaan, zone yang telah ditentukan tersebut dapat dikatakan memenuhi

tahap kelayakan regional karena memenuhi harkat delapan untuk parameter-

parameter di bawah ini:

Tabel 4.32 Parameter dan Pengharkatan Kriteria Tahap Kelayakan Regional

Parameter Harkat

1. Kemiringan Lereng

a. 0-15%

b. > 15 %

1

0

2. Kondisi geologi

a. Tidak berada di zone Holocene fault (sesar aktif)

b. berada di zone Holocene fault (sesar aktif)

1

0

3. Jarak terhadap badan air

a. > 300 m1

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 136

Page 137: Laporan SAMPAH

b. < 300 m 0

4. Jarak dari permukiman

a. > 1500 m

b. < 1500 m

1

0

5. Kawasan budidaya pertanian dan atau perkebunan

a. > 150 m dari kawasan budidaya

b. < 150 m dari kawasan budidaya

1

0

6. Kawasan lindung/cagar alam

a. Di luar kawasan lindung/cagar alam

b. Di dalam kawasan lindung/cagar alam

1

0

Parameter Harkat

7. Jarak dari perbatasan daerah

a. > 1000 m

b. < 1000 m

1

0

B. Tahap Kelayakan Penyisih

Analisis tahap kelayakan penyisih dilaksanakan pada saat penelitian

lapangan dengan maksud untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif

yang telah diperoleh pada tahap kelayakan regional. Analisis dilakukan

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 137

Page 138: Laporan SAMPAH

berdasarkan tujuh criteria tahap kelayakan penyisih dalam ketentuan SNI 03-

3241-1994. Namun, pada perencanaan ini tidak melakukan penelitian ke

lapangan, hanya meninjau dari peta wilayah studi dan beberapa data-data yang

ada. Maka dapat dianggap zone tersebut memenuhi kriteria kelayakan penyisih.

Penilaian kesesuaian lahan secara fisik pada tahap kelayakan penyisih

dilakukan untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif lokasi yang telah

diperoleh pada tahap kelayakan regional.

1. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas merupakan kemudahan cairan dan atau gas menembus

tanah. Dalam kaitannya dengan penentuan lokasi TPA sampah, permeabilitas

tanah perlu diperhatikan karena adanya reaksi antara beberapa bahan organik hasil

dekomposisi sampah dengan tanah yang dapat mengubah struktur tanah dan

permeabilitas tanah yang dapat meningkatkan potensi pencemaran air tanah.

2. Kedalaman muka air tanah

Penetapan lokasi TPA sampah harus memperhatikan kondisi kedalaman

air tanah. Karena lindi dapat meresap hingga menuju muka air tanah yang

kemudian menimbulkan pencemaran terhadap air tanah. Dalam SNI 03-3241-

1994 ditetapkan bahwa penilaian kesesuaian lahan untuk TPA sampah

berdasarkan faktor kedalaman air tanah berkaitan dengan kondisi permeabilitas

tanah lokasi yang bersangkutan.

3. Luas Lahan

TPA merupakan tempat pengolahan akhir sampah dimana kebutuhan luas

lahannya berkaitan erat dengan jumlah penduduk, produksi sampah dan lama

operasi yang direncanakan. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan perlu

dilakukan perhitungan awal luas lahan TPA berdasarkan volume sampah yang

masuk ke TPA.

Tabel 4.33 Estimasi Luas TPA

Tahun Volume Soil T (m) Kebutuhan Lahan

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 138

Page 139: Laporan SAMPAH

sampah (m3/thn)

cover Luas/th

(m2)Total Luas Lahan(m2) (km2)

2009 4624.55 693.68 15 354.55 354.55 0.00035452010 5402.00 810.30 15 414.15 768.70 0.00076872011 6051.70 907.76 15 463.96 1232.67 0.0012327

2012 6778.051016.7

1 15 519.65 1752.32 0.0017523

2013 7588.351138.2

5 15 581.77 2334.09 0.0023341

2014 8489.901273.4

9 15 650.89 2984.98 0.0029850

2015 9490.001423.5

0 15 727.57 3712.55 0.0037125

2016 10603.251590.4

9 15 812.92 4525.46 0.0045255

2017 11836.951775.5

4 15 907.50 5432.96 0.0054330

2018 13205.701980.8

6 15 1012.44 6445.40 0.0064454

2019 14720.452208.0

7 15 1128.57 7573.97 0.0075740

Keterangan:

Soil cover : lapisan tanah penutup (m3) = 15% dari volume sampah

T : Tinggi penimbunan sampah dan lapisan penutup (m) = 15 m

Kebutuhan lahan dihitung dengan persamaan :

L = (volume sampah yang diolah + Soil Cover) / Tinggi penimbunan (T)

Luas Landfill = 7573.97 m2

Total lahan TPA = 9846.1597 m2

4. Kebisingan dan bau (zone Penyangga)

Tchobanolous dkk., (1993) dalam Mizwar (2007) menjelaskan bahwa

sampah yang ditimbun di TPA mengalami pembusukan melalui reaksi biologis,

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 139

Page 140: Laporan SAMPAH

kimia dan fisik secara bersama-sama serta saling berhubungan. Proses

pembusukan tersebut menghasilkan cairan lindi dan gas C02, CH4, H2S serta

sedikit Ammonia yang berpotensi menimbulkan bau. Oleh karena itu dalam

penetapan lokasi TPA sampah perlu diperhatikan ketersediaan lahan zone

penyangga atau buffer area untuk mencegah menyebarnya bau dari area TPA

Sampah. Zone penyangga juga diperlukan untuk meminimalkan tingkat

kebisingan yang muncul akibat aktifitas alat – alat pemadatan dan pengolahan

akhir sampah di TPA Sampah.

5. Intensitas Hujan

Produksi cairan lindi (air sampah) dipengaruhi oleh intensitas hujan.

Selain meningkatkan volume lindi secara langsung ketika hujan turun pada

penumpukan sampah di TPA Sampah, hujan juga dapat meningkatkan volume

dan memperluas resiko penyebaran lindi ketika hujan turun menjadi aliran

permukaan melewati tumpukan sampah di TPA.

6. Bahaya Banjir

Daerah dengan ancaman bahaya banjir 25 – 100 tahun harus dihindari

dalam pemilihan lokasi TPA sampah karena dapat mengakibatkan kegagalan

dalam proses pengolahan sampah di TPA sampah yang artinya akan banyak

menimbulkan kerugian lingkungan dan investasi pembangunannya.

7. Transport Sampah

Berdasakan pada pemahaman bahwa pengelolaan sampah merupakan

rangkaian dari kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan akhir

sampah maka dalam proses penentuan lokasi TPA Sampah juga perlu

memperhatikan jarak dan lama waktu pengangkutan sampah dari lokasi sumber

timbulan sampah ke lokasi TPA Sampah.

Tabel 4.34 Parameter dan Pengharkatan Kriteria Tahap Kelayakan Penyisih

Parameter Bobot Harkat

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 140

Page 141: Laporan SAMPAH

1. Luas Lahan

a. Untuk operasional lebih dari 10 tahun

b. Untuk operasional 5 tahun - 10 tahun

c. Untuk operasional kurang dari 5 tahun

5

3

2

1

2. Kebisingan dan bau

a. Terdapat zone penyangga

b. Terdapat zone penyangga yang terbatas.

c. Tidak terdapat zone penyangga

2

3

2

1

3. Permeabilitas tanah

a. Kurang dari 10-9 cm/det

b. 10-9 - 10-6 cm/det

c. Lebih dari 10-6 cm/det

5

3

2

1

4. Kedalaman muka air tanah

a. ≥ 10 m dengan permebilitas <10-9 cm/det

b. < 10 m dengan permebilitas <10-9 cm/det atau

≥ 10 m dengan permebilitas <10-9 - 10-6 cm/det

c. < 10 m dengan permebilitas <10-9 - 10-6 cm/det

5

3

2

1

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 141

Page 142: Laporan SAMPAH

5. Intensitas hujan

a. Kurang dari 500 mm/tahun

b. 500-1000 mm/tahun

c. Lebih dari 1000 mm/tahun

3

3

2

1

6. Bahaya banjir

a. Tidak ada bahaya banjir

b. Kemungkinan banjir > 25 tahunan

c. Kemungkinan banjir < 25 tahunan

5

3

2

1

7. Transport sampah

a. < 15 menit dari pusat sumber sampah

b. 16-60 menit dari pusat sumber sampah

c. > 60 menit dari pusat sumber sampah

5

3

2

1

Pengharkatan dilakukan dengan membagi kelas kesesuaian lahan secara fisik

menjadi tiga kelas, yaitu: baik, sedang, dan jelek. Interval kelas pengharkatan

pada tahap penyisih adalah sebagai berikut:

Tabel 4.35 Interval Kelas Pengharkatan pada Tahap Penyisih

Kelas kesesuaian Kelas Interval Keterangan

I 71 – 90 Baik

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 142

Page 143: Laporan SAMPAH

II 51 – 70 Sedang

III 30 – 50 Jelek

Berdasarkan analisis dan asumsi terhadap data yang ada, calon lokasi TPA

tersebut dapat dikatakan memenuhi criteria pada tahap penyisih dengan kelas

sedang.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 143

Page 144: Laporan SAMPAH

A. Perhitungan Dimensi Landfill

Tabel 4.36 Dimensi Landfill

Tahun

SEL DAILY COVER LIFT

volume (m3)

Tinggi Rencana

(m)

Lebar Rencana

(m)

Panjang Rencana

(m)

Tebal tanah

penutup (m)

Penutup Atas (At)

(m2)

Penutup Depan

(Af) (m2)

Penutup Samping (As) (m2)

Volume Daily Cover (m3)

Volume (m3)

Panjang(m)

Lebar(m)

2009 12.67 2 4 1.58 0.3 6.34 25.30 10.02 12.49 25.16 1.88 4.30

2010 14.8 2 4 1.85 0.3 7.40 25.30 11.70 13.32 28.12 2.15 4.30

2011 16.58 2 4 2.07 0.3 8.29 25.30 13.11 14.01 30.59 2.37 4.30

2012 18.57 2 4 2.32 0.3 9.29 25.30 14.68 14.78 33.35 2.62 4.30

2013 20.79 2 4 2.60 0.3 10.40 25.30 16.44 15.64 36.43 2.90 4.30

2014 23.26 2 4 2.91 0.3 11.63 25.30 18.39 16.60 39.86 3.21 4.30

2015 26 2 4 3.25 0.3 13.00 25.30 20.55 17.66 43.66 3.55 4.30

2016 29.05 2 4 3.63 0.3 14.53 25.30 22.97 18.84 47.89 3.93 4.30

2017 32.43 2 4 4.05 0.3 16.22 25.30 25.64 20.15 52.58 4.35 4.30

2018 36.18 2 4 4.52 0.3 18.09 25.30 28.60 21.60 57.78 4.82 4.30

2019 40.33 2 4 5.04 0.3 20.17 25.30 31.88 23.20 63.53 5.34 4.30

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 144

Page 145: Laporan SAMPAH

a

b

c

Perencanaan Perhitungan Dimensi Landfill

a = timbunan sampah selama 5 tahun dari 2009-2013

b = timbunan sampah selama 4 tahun dari 2014-2017

c = timbunan sampah selama 2 tahun dari 2018-2019

Dimensi Landfill bagian a dan b adalah sama. Untuk sisi dasar bagian a, perhitungan

berdasarkan volume lift timbunan sampah selama 5 tahun, yaitu:

Volume lift = 56082.71 m3

Tinggi lift = 4.6 m

Maka luas dasar a = 56082.71

4.6

= 12191.89 m2

Lebar dasar landfill = 122 m

Panjang dasar landfill = 100 m

Lebar atas landfill (Lebar landfill) = 152 m

Panjang atas landfill (Panjang landfill) = 130 m

Dimensi landfill bagian c berdasarkan volume lift timbunan sampah selama 2 tahun,

yaitu:

Volume lift = 44278.65098 m3

Tinggi lift = 4.6 m

Maka luas sisi bawah c = 44278.65098

4.6

= 9625,793692

Lebar sisi bawah c = 110 m

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 145

Page 146: Laporan SAMPAH

Panjang sisi bawah c = 90 m

Lebar sisi atas c = 80 m

Panjang sisi atas c = 60 m

B. Perhitungan daily cover

Contoh perhitungan daily cover tahun 2009

Vcell = 12.67 m3

Tcell = 2 m

lcell = 4 m

= 12.67

2

= 1.584 m

Af = lcell . √ t cell2 + (3 x tcell)2

= 4mx√22+ (3 x 3)2

= 25,30 m2

As = pcell . √ t cell2 + (3 x tcell)2

= 1,584m x√22+ (3 x 3)2

= 10,02m2

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 146

=0,4 m¿ x ¿21.125 , 092 m2 ¿8 .450 , 04 m3

¿¿

AT=pcell xl cell

=1 ,584mx 4 m=6 , 34 m2

V dc=tdc x ( AT+ AF+ AS )

=0,3 mx(6 , 34+25 ,30+10 , 02 )m2

=0,3 mx 98 ,72 m2=12 , 49 m3

Page 147: Laporan SAMPAH

C. Perhitungan Landfill Liner

Diketahui:

PTPA = 130 m

LTPA = 152 m

Pdasar landfill (Pdl) = 100 m

Ldasar landfill(Ldl) = 122 m

TTPA = 5m

PAT = 13 m

LAT = 13m

αAT = 2o

rasio TTPA =

Tebal landfill liner direncanakan 40 cm

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 147

( ab=1

3 )

∑ AT=PdlxLdlPAT xLAT

=(100 x122 )m2

(13 x13 )m2=72

AT={LAT x (√PAT2+( PAT . tan α )2)}x∑ AT

=13 x (√132+(13. 0 ,035 )2) x 72

=13 x (√132+(13. tan 2° )2) x72

=12 . 207 , 47 m2

= (152 x15 ,81 x2 ) m2

=4 . 806 ,662 m2

=(152 x √52+(3 .5 )2 ) x2

AF=¿¿

AS=¿¿

=4110 ,96 m2

=(130 x√52+(3 .5 )2) x 2

= (130 x 15 ,81 x2 )m2

Page 148: Laporan SAMPAH

D. Perhitungan Saluran Drainase

1. Saluran Drainase pada Bench Bawah

Luas Daerah 19.760 m2

Tabel 4.37 Estimasi Debit pada Saluran Drainase Bench Bawah

BulanCurah Hujan (mm)

Jumlah Hari

Hujan

Durasi Hujan (jam)

Intensitas (mm/jam

)

Debit Rata-rata (m3/det)

Januari 44.7 16 2 22.35 0.12Februari 395 11 1.8 219.44 1.21Maret 134 5 2.5 53.60 0.30April 310 18 3 103.33 0.57Mei 468 20 2 234.00 1.29Juni 420 17 3.5 120.00 0.66Juli 158 6 4 39.50 0.22Agustus 87 6 2 43.50 0.24September 761 19 3 253.67 1.40Oktober 332 16 2.4 138.33 0.77November 422 20 3.6 117.22 0.65Desember 475 22 3.5 135.71 0.75TOTAL 4006.7 176 33.3 1480.664 8.192219

Rata-Rata 333.891714.6666

7      

Luas area tangkapan = 19760 m2

Debit puncak = 1.40 m3/det

Debit satu saluran drainase = 0.35 m3/det

Dimensi drainase:

Panjang bawah = 30 cm

Panjang atas = 50 cm

Tinggi = 1 m

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 148

Page 149: Laporan SAMPAH

50 cm

2. Saluran Drainase pada Bench Atas

Luas Daerah 12.200 m2

Tabel 4.38 Estimasi Debit pada Saluran Drainase Bench Atas

BulanCurah Hujan (mm)

Jumlah Hari

Hujan

Durasi Hujan (jam)

Intensitas (mm/jam

)

Debit Rata-rata (m3/det)

Januari 44.7 16 2 22.35 0.08Februari 395 11 1.8 219.44 0.75Maret 134 5 2.5 53.60 0.18April 310 18 3 103.33 0.35Mei 468 20 2 234.00 0.80Juni 420 17 3.5 120.00 0.41Juli 158 6 4 39.50 0.13Agustus 87 6 2 43.50 0.15September 761 19 3 253.67 0.87Oktober 332 16 2.4 138.33 0.47November 422 20 3.6 117.22 0.40Desember 475 22 3.5 135.71 0.46TOTAL 4006.7 176 33.3 1480.664 5.057949Rata-Rata 333.8917 14.66667      

Luas area tangkapan = 12.200 m2

Debit puncak = 0.87 m3/det

Debit satu saluran drainase = 0.22 m3/det

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 149

1 m

30 cm

Page 150: Laporan SAMPAH

1 m

50 cm

30 cm

1 m

Dimensi drainase:

Panjang bawah = 30 cm

Panjang atas =50 cm

Tinggi = 1 cm

3. Saluran Pengumpul

Debit Puncak pada saluran pengumpul merupakan penjumlahan dari debit

saluran drainase pada bench atas yaitu 0.87 m3/det.

Dimensi drainase:

Panjang bawah = 30 cm

Panjang atas =50 cm

Tinggi = 1 cm

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 150

50 cm

30 cm

Page 151: Laporan SAMPAH

1 m

4. Saluran Pembawa

Debit Puncak pada saluran pembawa merupakan penjumlahan dari debit saluran

drainase pada bench bawah yaitu 1 m3/det.

Dimensi drainase:

Panjang bawah = 30 cm

Panjang atas =50 cm

Tinggi = 1 cm

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 151

30 cm

50 cm

Page 152: Laporan SAMPAH

4.5 Instalasi Pengolahan Leachate

4.5.1 Perhitungan Debit Leachate

Win = Wout

(WSW+WCM+WA) – (WLG+WL)

Dik : data seperti pada tabel

Tabel 4.39 Jumlah air dalam sampah

Jenis Sampah

Berat

Sampah

(kg)

Vol. Sampah

(m3)kadar air (%)

Vol. air

(m3)

Kertas 794382.23 1588.76 6 95.33

Kayu 145494.54 290.99 20 58.20

Kain 8532.09 17.06 10 1.71

Karet/Kulit 31434.01 62.87 10 6.29

Plastik 2370124.02 4740.25 2 94.80

Organik 45849191.42 91698.38 70 64188.87

Total 8248654.25 98398.32   64445.19

Jumlah air dalam sampah (WSW) = 64445.19m3

Volume daily cover = 9,18 m3

Kadar air pada lapisan tanah daily cover sebesar 3 %, maka jumlah air dalam daily

cover (cover material) adalah :

WCM = 9,18 m3 x 3 % = 0,2754 m3/hari

Luas permukaan (A) cell = 30,60 m2

C = 1 (asumsi koefisien aliran pada lahan terbuka)

Curah hujan (P) = I = 22,26 mm/hari = 0,02226 m/hari

Q = WA = 1 x 0,02226 m/hari x 30,60 m2 = 0,681 m3/hari

Perhitungan jumlah air yang digunakan pada saat pembentukan gas landfill

Rapidly decomposable

C32H52O22N + 8,75 H2O 16,625 CH4 + 15,375 CO2 + NH3

802 157,5 266 676,5 17

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 152

Page 153: Laporan SAMPAH

WLG = 157,5 x 14501476,72

802 x 1000=2847,86 m3/hari

Slowly decomposable

C18H26O6N + 9,25 H2O 10,375 CH4 + 7,625 CO2 + NH3

352 166,5 166 335,5 17

WLG = 166,5 x 2475086,65

352 x 1000=1170,74 m3 /hari

Total WLG = 2847,86+1170,74=4018,6 m3/hari

Ditanya : WL = …??

Jawab :

Win = Wout

(WSW+WCM+WA) – (WLG+WL)

(64445,19 + 0,2754 + 0,681) – (4018,6 + WL)

WL = 64446,15 – 4018,6

= 60427,55 m3/hari (dalam 11 tahun)

= 5493,41 m3/hari (dalam 1 tahun)

= 15,05 m3/hari

4.5.2 Perhitungan dimensi pipa pengaliran lindi

Dik : Q = 1,74 x 10-4 m3/s

Jumlah pipa pengaliran lindi = 7 pipa sekunder dan 1 pipa primer

Q tiap pipa = 1,74 x10−4

9= 0,194 x 10-4

Kecepatan aliran lindi (v) = 1,25 m/dt

Dit : d = ..?

Jawab : Q = 0,8 x d2 x v

0,194 x 10-4 = 0,785 x d2 x 1,25

d2 = 1,97 x 10-5

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 153

Page 154: Laporan SAMPAH

d = 4,44 x 10-3 m = 0,444 cm

Sehingga menggunakan pipa dengan diameter 25 mm = 2,5 cm untuk pipa sekunder.

Untuk pipa primer 2,5 x 2 = 5 cm

4.5.3 Pipa leachate pada pengolahan

Dik : Q = 15,05 m3/hari (dalam 1 hari)

= 1,74 x 10-4 m3/s

V = 0,5 m/s

Ditanya : d = …?

Jawab :

Q = V x A

1,74 x 10-4 m3/s = 0,5 x ¼πd2

1,74 x 10-4 m3/s = 0,5 x 0,785 x d2

d2 = 4,44 x 10-4

d = 0,021 m

d = 2,1 cm

Menggunakan diameter pipa pasaran 25 mm = 2,5 cm

4.5.4 Pengolahan Leachate (dimensi bak pengolahan)

Dik : Q lindi = 15,05 m3/hari

Ditanya : dimensi tiap bak pengolahan dengan asumsi masing-masing

Jawab :

1. Kolam lindi

a. Bak anaerobik

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 3 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30,01 m3

V = p x l x h

30,01 m3 = p x l x 3 m

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 154

Page 155: Laporan SAMPAH

10 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 2 m

l = 5 m

b. Bak fakultatif

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 2 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30,01 m3

V = p x l x h

30,01 m3 = p x l x 2 m

15 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 3 m

l = 5 m

c. Bak maturasi

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 3 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30,01 m3

V = p x l x h

30,01 m3 = p x l x 3 m

10 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 2 m

l = 5 m

2. Bak tangki mixing (koagulasi dan flokulasi)

Q = 15,05 m3/hari

td = 0,5 hari

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 155

Page 156: Laporan SAMPAH

h = 2 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 0,5 hari = 7,525 m3

V = p x l x h

7,525 m3 = p x l x 2 m

3,76 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 2 m

l = 2 m

3. Penampungan sementara sekaligus filtrasi

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 2,5 m

V = Q. td

V = 150,5 m3/hari x 2 hari = 30 m3

V = p x l x h

30 m3 = p x l x 2,5 m

12 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 3 m

l = 4 m

4. Bak aerasi

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 2 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30 m3

V = p x l x h

30 m3 = p x l x 2 m

15 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 3 m

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 156

Page 157: Laporan SAMPAH

l = 5 m

5. Bak filter cepat

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 2 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30 m3

V = p x l x h

30 m3 = p x l x 2 m

15 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 3 m

l = 5 m

6. Reservoir akhir

Q = 15,05 m3/hari

td = 2 hari

h = 3 m

V = Q. td

V = 15,05 m3/hari x 2 hari = 30 m3

V = p x l x h

30 m3 = p x l x 3 m

10 m3 = p x l

Diasumsikan : p = 2,5 m

l = 4 m

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 157

Page 158: Laporan SAMPAH

4.6 Instalasi Pengolahan Gas Landfill

4.6.1 Perhitungan Jumlah Total Gas

Tabel 4.40 Karakteristik Sampah

KomponenBerat basah

(kg)

Kadar air

(%)

Berat kering

(kg)

Komposisi

C H O N S Ash

Rapidly decomposable

Bahan organik 32094433.99 70.00 13754757.43 47.90 6.20 37.80 3.00 0.35 4.75

Kertas 47662.93 6.00 746719.29 43.75 5.95 44.30 0.30 0.20 5.50

Total 32142096.93   14501476.72 91.65 12.15 82.10 3.30 0.55 10.25

Slowly decomposable

Kayu 29098.91 20.00 116395.63 49.50 6.00 42.70 0.20 0.10 1.50

Kain 853.21 10.00 7678.88 55.00 6.60 31.20 4.60 0.15 2.50

Karet 3143.40 10.00 28290.60 60.00 8.00 11.60 10.00 0.40 10.00

Plastik 47402.48 2.00 2322721.54 60.00 7.20 22.80     10.00

Total 80498.00   2475086.65 224.500 27.800 108.300 14.800 0.650 24.000

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 158

Page 159: Laporan SAMPAH

Tabel 4.41 Perthitungan Molaritas Masing-masing Komposisi

  C H O N S

Molaritas 12 1 16 14 32

Rapidly decomposable 7.64 12.15 5.13 0.24 0.02

Slowly decomposable 18.71 27.80 6.77 1.06 0.02

Tabel 4.42 Penentuan Rumus Kimia Bahan Organik Sampah

Komponen

Mol rasio (N =1)

Rapidly

decomposable

Slowly

decomposable

C 32.40 17.70

H 51.55 26.30

O 21.77 6.40

N 1.00 1.00

Rapidly decomposable C32H52O22N

Slowly decomposable C18H26O6N

Estimasi Jumlah Gas

Rapidly decomposable

C32H52O22N + 8,75 H2O 16,625 CH4 + 15,375 CO2 + NH3

802 157,5 266 676,5 17

Komponen MR C32H52O22N 8,75 H2O 16,625 CH4 15,375 CO2 NH3

C 12 32 - 16.625 15.375 -

H 1 52 17.5 66.5 - 3

O 16 22 8.75   30.75 -

N 14 1 - - - 1

Jumlah 802 157.5 266 676.5 17

Slowly decomposable

C18H26O6N + 9,25 H2O 10,375 CH4 + 7,625 CO2 + NH3

352 166,5 166 335,5 17

Kompone MR C18H26O6N 9,25 H2O 10,375 CH4 7,625 CO2 NH3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 159

Page 160: Laporan SAMPAH

n

C 12 18 - 10.375 7.625 -

H 1 26 18.5 41.5 - 3

O 16 6 9.25 - 15.25 -

N 14 1 - - - 1

Jumlah 352 166.5 166 335.5 17

Estimasi Volume Gas Metan dan Karbon Dioksida

Rapidly decomposable

CH4 = 266 x14501476,72

802 x 0,717=6708112,577m3/hari

CO2 = 676,5 x 14501476,72

802 x 1,978=6184140,887 m3/hari

Slowly decomposable

CH4 = 166 x 2475086,65

352 x 0,717=1627933,56m3/hari

CO2 = 335,5 x 2475086,65

352 x 1,978=1192652,66 m3/hari

Perhitungan Jumlah Total Gas

Rapidly decomposable

(6708112,577 )+ (6184140,887 ) m3 /hari14501476,72 kg/hari

=0,889 m3 /kg

Slowly decomposable

(1627933,56 )+(1192652,66 )m3/hari2475086,65 kg/hari

=1,1396 m3/kg

4.6.2 Perhitungan Pipa Gas Landfill

Dik : Q = jumlah total estimasi gas landfill

= 15712839,68 m3/hari (dalam 11 tahun)

= 1428439,971 m3/hari (dalam 1 tahun)

= 3913,534 m3/hari (dalam 1 hari)

= 0,045 m3/s

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 160

Page 161: Laporan SAMPAH

V = 0,05 m/s

Jumlah pipa di landfill = 64

Ditanya : d = …?

Jawab :

Q tiap pipa = 0,045 m3/s64

=7,03 x 10−4 m3/s

Q = V x A

7,03 x 10-4 m3/s = 0,05 m/s x A

7,03 x 10-4 m3/s = 0,05 m/s x ¼πd2

7,03 x 10-4 m3/s = 0,05 m/s x 0,785 x d2

7,03 x 10-4 m3/s = 0,03925 x d2

d2 = 0,0179 m

d = 0,13 m

d = 13 cm

4.7 Penutupan Akhir (Final Cover) Landfill

Panjang TPA = 100 m

Lebar TPA = 122 m

Tinggi TPA = 15 m

PAT = 13 m

LAT = 13 m

Luas lapisan atas tumpukan landfill 5 tahun sebesar = 130 m x 152 m (P x L)

Luas lapisan atas tumpukan landfill 4 tahun sebesar = 100 m x 122 m (P x L)

Luas lapisan atas tumpukan landfill 2 tahun sebesar = 90 m x 110 m (P x L)

Perhitungan luasan AS dalam penutupan final cover timbulan sampah

AS1 = ( PTPA x√ tTPA2 x (rasio . tTPA)2) x2

= (130 x √52 x (3 x5)2 ) x2

= 130 x 15,8 x 2

= 4108 m2

AS2 = ( PTPA x√ tTPA2 x (rasio . tTPA)2) x2

= (100 x √52 x (3 x5)2 ) x2

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 161

Page 162: Laporan SAMPAH

= 100 x 15,8 x 2

= 3160 m2

AS3 = ( PTPA x√ tTPA2 x (rasio . tTPA)2) x2

= (90 x√52 x (3 x 5)2 ) x 2

= 90 x 15,8 x 2

= 2844 m2

Perhitungan AF dalam penutupan final cover

AF1 = ( L x √ tTPA 2 x (rasio . tTPA)2 ) x 2

= (152 x √52 x (3 x5)2 ) x2

= 152 x 15,8 x 2

= 4803,2 m2

AF2 = ( L x √ tTPA 2 x (rasio . tTPA)2 ) x 2

= (122 x √52 x (3 x5)2 ) x2

= 122 x 15,8 x 2

= 3855,2 m2

AF3 = ( L x √ tTPA 2 x (rasio . tTPA)2 ) x 2

= (110 x√52 x (3 x 5)2 ) x 2

= 110 x 15,8 x 2

= 3476 m2

Perhitungan AT dalam penutupan final cover (t = ketebalan lapisan sebesar 40

cm atau 0,4 m)

AT1 = P x L

= 130 m x 152 m

= 19760

AT1 = P x L

= 100 m x 122 m

= 12200

AT1 = P x L

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 162

Page 163: Laporan SAMPAH

= 90 m x 110 m

= 9900

Perhitungan volume lapisan atas tumpukan sampah pada landfill (VT)

VT1 = P x L x t

= 130 m x 152 m x 0,4 m

= 7904 m3

VT2 = P x L x t

= 100 m x 122 m x 0,4 m

= 4880 m3

VT3 = P x L x t

= 90 m x 110 m x 0,4 m

= 3960 m3

Perhitungan volume lapisan samping tumpukan sampah pada landfill (VF)

VS1 = AS1 x t

= 4108 m2 x 0,4 m

= 1643,2 m3

VS2 = AS2 x t

= 3160 m2 x 0,4 m

= 1264 m3

VS3 = AS3 x t

= 2844 m2 x 0,4 m

= 1137,6 m3

Perhitungan volume lapisan samping tumpukan sampah pada landfill (VS)

VF3 = AF3 x t

= 4803,2 m2 x 0,4 m

= 1921,28 m3

VF3 = AF3 x t

= 3855,2 m2 x 0,4 m

= 1542,08 m3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 163

Page 164: Laporan SAMPAH

VF3 = AF3 x t

= 3476 m2 x 0,4 m

= 1390,4 m3

Maka volume final cover yang digunakan dalam penutupan landfill tersebut

adalah sebagai berikut :

VFC = (VT1 + VT2 + VT3) + (VS1 + VS2

+ VS3) + (VF1 + VF2 + VF3)

= (7904 + 4880 + 3960) m3 + (1643,2 + 1264 + 1137,6) m3 + (1921,28 +

1542,08 + 1390,4) m3

= 25642, 56 m3

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 164

Page 165: Laporan SAMPAH

BAB V

GAMBAR DAN PETA HASIL DESAIN

a. Peta Wilayah Perencanaan 2

-terlampir-

b. Peta Topografi Wilayah Perencanaan 2

-terlampir-

c. Peta Jalur Pengangkutan Sampah Wilayah Perencanaan 2

-terlampir-

d. Layout Transfer Depo Wilayah Perencanaan 2

-terlampir-

e. Peta Zone Kawasan Terbangun

-terlampir-

f. Peta Zone Badan Air

-terlampir-

g. Peta Lokasi TPA

-terlampir-

h. Denah Lokasi TPA

-terlampir-

i. Layout Landfill

-terlampir-

j. Landfill Tampak Depan

-terlampir-

k. Instalasi Pengolahan Air Lindi

-terlampir-

l. Peletakan Pipa Gas Landfill dan Lindi

-terlampir-

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 165

Page 166: Laporan SAMPAH

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 166

Page 167: Laporan SAMPAH

BAB VI

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Penentuan proyeksi penduduk dari tahun 2010 hingga 2019 menggunakan

metode eksponensial.

2. Pengangkutan sampah pada wilayah perencanaan 2 ini menggunakan

container truck dengan simulasi 5.

3. Metode reduksi sampah yang digunakan adalah metode composting dan daur

ulang.

4. Insinerator yang digunakan adalah tipe fluidized bed.

5. Penentuan lokasi TPA berdasarkan SNI-03-3241-1994.

6. Metode pembuangan sampah yang digunakan adalah Sanitarry Landfill

dengan metode area.

7. Berdasarkan perhitungan, Panjang TPA sebesar 260 m dan Lebar TPA sebesar

175 m, panjang landfill sebesar 130 m dan lebar landfill sebesar 100 m.

8. Dimensi saluran drainase mengikuti saluran drainase standar yaitu panjang

bawah 30 cm, panjang atas 50 cm dengan tinggi 1 m

9. Timbulan leachate per hari dalam satu tahun adalah sebesar 5493,41 m3/hari.

10. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pengolahan leachate adalah

dengan menggunakan 6 treatment diantaranya kolam lindi, koagulasi

flokulasi, bak filtrasi, bak aerasi, bak filter cepat dan bak reservoir akhir.

11. Timbulan gas landfill per hari dalam satu tahun adalah sebesar 1428439,971

m3/hari

12. Penutupan material cover adalah dengan volume sebesar 25642, 56 m3.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 167

Page 168: Laporan SAMPAH

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Geografi. http://kalbar.bps.go.id/Bengkayang/file/product/kcda/kcdapdf/samalantan/Bab_1Geografi.pdf. Diakses tanggal 13 januari 2010.

Arifiani, Nur Fajri dan Hadiwidodo, Mochtar. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten.http://eprints.undip.ac.id/524/1/hal_78-85__Nur_Fajri_Arifiani_dkk_.pdfDiakses tanggal 24 Desember 2009

Budisulistiorini, Sri Hapsari. 2007. Electricity Generation From Landfill Gas.http://eprints.undip.ac.id/502/1/hal_9-15__sri_hapsari_.pdfDiakses tanggal 24 Desember 2009

Dardak. 2007. Kebijakan Penataan Ruang Untuk Pengelolaan Persampahan. http://www.bapeda-jabar.go.id/docs/perencanaan/20080417_073816.pdf. Diakses tanggal 13 januari 2010

Diharto. 2008. Analisis Teknis Pemilihan Lokasi Tpa Regional Magelang (Kota Magelang Dan Kabupaten Magelang).http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/tsp/article/view/.../17274Diakses tanggal 13 januari 2010

Environmental Services Program. 2008. Modul Pelatihan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. ESP. Jakarta.Diakses tanggal 20 November 2009http://www.scribd.com/document_downloads/17311926?extension=pdf

Hadiwiyoto, S. 1981. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu, Jakarta.

Hardyanti, Nurandani dan Huboyo, Haryono Setiyo. 2008. Evaluasi Instalasi Pengolahan Lindi Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Kota Surakarta.http://eprints.undip.ac.id/839/1/09_hal_52-56__Nurandani,_Haryono_.pdfDiakses tanggal 24 Desember 2009

Indra. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki Analitik Dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi Kasus Di Jakarta Timur)http://www.damandiri.or.id/file/indrapermanaipbbab2.pdfDiakses pada tanggal 13 januari 2010.

IPB. 2009. Pengelolaan Sampah DKI Jakarta (DKIJ): Antara Perencanaan dan Pelaksanaan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/82034psl2.htm. Diakses tanggal 13 januari 2010

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 168

Page 169: Laporan SAMPAH

Iskandarsyah, T. Yan W. M. 2008. Peran Batuan Dasar TPA Dalam Mereduksi Penyebaran Air Lindian Sampah (Leachate) Secara Alamiah di Daerah Bekas TPA Pasir Impun.http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/Publikasi-TPA%20Pasir%20Impun.pdfDiakses tanggal 24 Desember 2009

Mirmanto. 2006. Nilai Kalor Sampah Hasil Produksi Masyakat Kota Mataram. Universitas Mataram. Mataram.Diakses tanggal 20 November 2009http://www.scribd.com/document_downloads/22007722?extension=pdf

Mizwar, 2007. Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Penentuan Lokasi Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah Kota Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Pingkan. 2009. Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semaranghttp://eprints.undip.ac.id.Diakses tanggal 13 januari 2010.

Qasim. 1994. Sanitary Landfill Leachate Generation Control and Treatment. Technomic Publishing Company

Simanjuntak, Sariguna H. 2008. Pengelolaan Sampah dengan Sistem Komunal di Permukiman Kota Medan. ITB. Bandung.Diakses tanggal 1 Januari 2010http://www.scribd.com/document_downloads/13054928?extension=pdf

Subandi, Dedy. 2006. Sampah, sesuatu yang “terlupakan” namun berdaya guna. http://dedysubandi.multiply.com/journal/item/73). Diakses tanggal 13 Januari 2010.

Thobanoglous, G, Theisen. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw-Hill International.

Wardhana, Irawan Wisnu. 2007. Rencana Pengembangan Teknik Operasional Sistem Pengelolaan Sampah Kota Juwana. FT UNDIP. Semarang.Diakses tanggal 28 Desember 2009http://eprints.undip.ac.id/1171/1/hal_102-110__Irawan_.pdf

Wibowo, Arianto dan Darwin T. Djajawinata. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu. http://www.scribd.com/document_downloads/22542061?extension=pdfDiakses tanggal 20 November 2009.

Word Press. 2009. Pengelolaan TPA Berwawasan Lingkungan. http://bulekbasandiang.wordpress.com/. Diakses tanggal 4 Desember 2009.

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 169

Page 170: Laporan SAMPAH

Tugas Perencanaan Pengelolaan Sampah Grup 2 170