Upload
matthew-cox
View
203
Download
41
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI SISTEM KONTROL LEVEL PADA HIGH PRESSURE
SEPARATOR C-3-08A
LAPORAN KERJA PRAKTEK
DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-V
BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
Tanggal 1 Juni s/d 30 Juli 2012
oleh
Andam Deatama Refino
13309013
Program Studi Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung
2012
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
i
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI SISTEM KONTROL LEVEL PADA HIGH PRESSURE
SEPARATOR C-3-08A
LAPORAN KERJA PRAKTEK
DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-V BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
Tanggal 1 Juni s/d 30 Juli 2012
oleh
Andam Deatama Refino
13309013
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui
Balikpapan, 30 Juli 2012
Menyetujui,
Pembimbing Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V Balikpapan
Warsito
Mengetahui,
Elect & Inst. Insp Engineer Section Head Public Relation Section Head
PT. PERTAMINA (Persero) PT. PERTAMINA (Persero)
Refinery Unit V Balikpapan Refinery Unit V Balikpapan
Suryono Fety
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini. Shalawat
serta salam juga senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Laporan Kerja Praktek ini disusun setelah penulis melakukan kegiatan
Praktek Keja Lapangan (PKL) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 2012 sampai
dengan tanggal 30 Juli 2012 di PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan,
Kalimantan Timur. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini meliputi kegiatan
orientasi umum lapangan serta studi literatur. Hal ini dimaksudkan agar penulis
dapat membandingkan antara kondisi kerja di lapangan dengan teori yang berlaku
di belakang meja.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan Laporan Kerja Praktek ini, oleh karena itu penulis terbuka bagi segala
kritik dan saran yang membangun dari pihak manapun agar laporan ini menjadi
lebih baik.
Dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini penulis mendapat banyak
bimbingan, dukungan baik moriil maupun materiil, serta bantuan dan arahan yang
berasal dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala rasa hormat penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
F.X. Nugroho Soelami, Ph.D selaku Ketua Program Studi Teknik Fisika
Institut Teknologi Bandung.
Public Relation Manager PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kerja praktek
di PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan.
Elec & Inst Insp Engineer Section Head PT PERTAMINA (Persero) RU-
V Balikpapan beserta jajaran yang telah memberikan kesempatan untuk
dapat melakukan kerja praktek di bagian Instrumentasi.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
iii
Seluruh karyawan dan staff bagian Elec & Inst Insp Engineer PT
PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan atas dukungan dan
bimbingannya.
Seluruh Section Head dan Instrument Supervisor Maintenance Area 1, 2, 3,
dan 4, serta seluruh karyawan dan staff PT PERTAMINA (Persero) RU-V
Balikpapan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala
penjelasan dan bantuannya.
Orang tua dan adik-adik penulis, khususnya kepada bapak penulis, terima
kasih untuk segala dukungan dan bantuannya baik berupa doa, moriil,
maupun materiil.
Teman-teman kerja praktek atas kerjasama dan bantuannya selama kerja
praktek.
Penulis berharap dengan disusunnya Laporan Kerja Praktek ini dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi berbagai pihak khususnya bagi
PT PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan serta Mahasiswa Jurusan Teknik
Fisika Insitut Teknologi Bandung.
Akhir kata, segala kekurangan pada penyusunan laporan ini disebabkan
oleh keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya atas segala hal yang kurang berkenan, juga berbagai kesalahan baik lisan
maupun tulisan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini. Sesungguhnya
kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datangnya dari diri penulis.
Balikpapan, 30 Juli 2012
Penulis
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
iv
ABSTRAK
High Pressure Separator (HPS) merupakan salah satu unit yang berperan
cukup vital dalam memisahkan fasa fluida di dalam sebuah industri proses,
khususnya industri perminyakan. Pada HPS, fluida terpisah secara alami
berdasarkan prinsip gravitasi menjadi tiga fasa yakni gas, hidrokarbon cair, dan air.
Setiap fluida yang terdapat di dalam HPS memiliki saluran outlet masing-masing
yang debit alirannya diatur sedemikian rupa berdasarkan kondisi ketinggian cairan
dan tekanan gas di dalam kolom. Namun demikian, terkadang fluida cair yang
terdapat di dalam HPS tidak terkontrol ketinggiannya sehingga fluida tersebut ikut
masuk ke outlet gas yang langsung terhubung ke kompresor. Terbawanya fluida
berfasa cair ke dalam kompresor sering disebut sebagai Liquid Carry Over.
Peristiwa ini dapat berakibat pada kerusakan kompresor dan secara tidak langsung
juga menyebabkan aktifnya mekanisme pengamanan yang mengakibatkan kilang
trip. Untuk itu, sistem kontrol level pada HPS perlu ditinjau untuk mencegah
terjadinya peristiwa Liquid Carry Over. Pada laporan ini dibahas mengenai
beberapa kemungkinan kegagalan control ketinggian cairan di dalam HPS juga
solusi dari sisi sistem kontrol level yang memungkinkan untuk menghindari
terjadinya Liquid Carry Over tersebut.
Kata kunci: High Pressure Separator, Liquid Carry Over, Kontrol, Level
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Permasalahan..............................................................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat Kerja Praktek.............................................................2
1.4. Pembatasan Masalah...................................................................................2
1.5. Metode Pengambilan Data..........................................................................3
1.6. Sistematika Penulisan.................................................................................3
BAB 2. PROFIL PERUSAHAAN.........................................................................4
2.1. Sejarah Pertamina.......................................................................................4
2.2. Visi & Misi Perusahaan..............................................................................6
2.2.1. Visi...................................................................................................6
2.2.2. Misi..................................................................................................6
2.2.3. Visi RU V.........................................................................................6
2.2.4. Misi RU V........................................................................................6
2.3. Logo Pertamina...........................................................................................7
2.4. Struktur Organisasi Perusahaan..................................................................8
2.5. Lokasi Perusahaan......................................................................................9
2.6. Unit-unit Pengolahan di RU V Balikpapan................................................9
2.6.1. Kilang Balikpapan I.........................................................................9
2.6.1.1. Crude Distillation Unit V (CDU V) ....................................9
2.6.1.2. High Vacuum Unit III (HVU III) ......................................10
2.6.1.3. Wax Plant...........................................................................10
2.6.1.4. Effluent Water Treatment Plant.........................................11
2.6.1.5. Dehydration Plant...............................................................12
2.6.2. Kilang Balikpapan II......................................................................12
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
vi
2.6.2.1. Unit Hydroskimming Complex (HSC) .............................12
2.6.2.2. Unit Hydrocracking Complex (HCC) ...............................14
2.6.3. Unit Pendukung Proses..................................................................16
2.6.3.1. Utilities dan Power Plant....................................................16
2.6.3.2. Terminal Balikpapan dan Lawe-lawe................................17
2.6.3.3. Laboratorium......................................................................19
2.6.4. Bagian K3LL..................................................................................19
2.6.4.1. Pemadam Kebakaran..........................................................19
2.6.4.2. Safety..................................................................................20
2.6.4.3. Lindungan Lingkungan......................................................21
BAB 3. LANDASAN TEORI..............................................................................23
3.1. High Pressure Separator............................................................................23
3.2. Control System..........................................................................................24
3.2.1. Sensor, Transmitter, dan Indikator.................................................24
3.2.2. Controller.......................................................................................26
3.2.3. Transducer dan Control Valve.......................................................27
BAB 4. PLANT 3A: HYDROCRACKER REACTION SECTION................33
4.1. Gambar PFD Plant 3A..............................................................................33
4.2. Alat Produksi Utama Plant 3A..................................................................33
4.3. Proses Produksi pada Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section.............33
4.4. High Pressure Separator C-3-08A.............................................................35
4.4.1. Umum.............................................................................................35
4.4.2. Sistem Kontrol HPS C-3-08A........................................................36
BAB 5. PEMBAHASAN: KONTROL LEVEL PADA HPS C-3-08A............41
5.1. Identifikasi Masalah..................................................................................41
5.2. Kondisi C-3-08A dan Sistem Kontrolnya.................................................41
5.3. Analisis.....................................................................................................42
5.3.1. Tinjauan Berdasarkan First Element..............................................42
5.3.2. Tinjauan Berdasarkan Controller...................................................44
5.3.3. Tinjauan Berdasarkan Final Element.............................................45
5.4. Pembahasan Solusi....................................................................................47
BAB 6. KESIMPULAN.......................................................................................50
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
vii
6.1. Kesimpulan...............................................................................................50
6.2. Saran.........................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52
LAMPIRAN..........................................................................................................53
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logo Pertamina 7
Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan 8
Gambar 2.3 Peta Lokasi Kilang 9
Gambar 3.1 Loop Sistem Kontrol 24
Gambar 4.1 High Pressure Separator C-3-08A 35
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Separator sebagai salah satu unit di dalam industri pengolahan minyak
bumi memiliki peran yang cukup vital mengingat pada beberapa titik proses,
minyak olahan masih berada pada kondisi multifasa. Pada salah satu bagian
proses yang dikondisikan pada tekanan tinggi dibutuhkan sebuah separator khusus
yang dikenal sebagai High Pressure Separator.
Pada dasarnya High Pressure Separator memiiki prinsip yang sama dengan
separator gravitasi lainnya. Pemisahan dilakukan secara alami mengikuti hukum
gravitasi. Fluida yang ditampung akan terpisah dengan sendirinya dalam beberapa
tingkatan sesuai dengan specific gravity masing-masing. Pada kolom HPS C-3-08
di PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan, fluida terpisah dalam 3 fasa
yakni air, hidrokarbon, dan gas. Setiap fluida memiliki saluran keluaran masing-
masing yang debitnya diatur berdasarkan kondisi ketinggian cairan dan tekanan
gas di dalam kolom.
Gas yang terpisah di dalam HPS merupakan gas hidrogen yang digunakan
untuk reaksi di dalam reaktor. Gas tersebut memiliki saluran keluaran yang
letaknya ada di bagian atas kolom HPS. Melalui saluran tersebut, gas hidrogen
kemudian disedot oleh kompresor K-3-01 yang mengalirkannya sebagai Recycle
Hydrogen untuk kembali digunakan pada setiap reaktor.
Yang kemudian sering menjadi permasalahan adalah, fluida cair yang
berada di dalam HPS tidak terkontrol ketinggiannya sehingga ikut tersedot ke
dalam kompresor. Peristiwa ini sering disebut sebagai Liquid Carry Over. Hal ini
dapat berakibat pada kerusakan kompresor tersebut. Selain itu masuknya fluida
cair secara tidak langsung juga menyebabkan aktifnya mekanisme pengamanan
yang mengakibatkan kilang trip.
Untuk itu, diperluan sebuah mekanisme control ketinggian cairan di dalam
HPS yang lebih baik. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketinggian cairan di
dalam HPS tetap terkontrol dan tidak sampai berlebihan sehingga menyebabkan
terjadinya Liquid Carry Over.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
2
1.2. Permasalahan
Dari uraian di atas diperoleh beberapa permasalahan yang akan
diselesaikan dalam laporan kerja praktik ini sebagai berikut:
Bagaimana sistem pengendalian High Pressure Separator bekerja?
Bagaimana pengendalian level di High Pressure Separator mencegah
terjadinya Liquid Carry Over pada kompresor?
1.3. Tujuan dan Manfaat Kerja Praktek
Tujuan dilakukannya kegiatan Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut:
Memenuhi tugas mata kuliah Etika Rekayasa dan Kerja Praktik (kode
mata kuliah TF-4001).
Memahami proses pada kilang pengolahan minyak bumi secara umum.
Mempelajari permasalahan Liquid Carry Over pada kompresor dan
cara mencegahnya.
Mempelajari sistem kontrol pada High Pressure Separator.
Adapun manfaat yang di dapat dari kegiatan Kerja Praktek ini adalah
sebagai berikut:
Penulis mendapat pengalaman dan memahami system kerja di dalam
kilang, termasuk di dalamnya mengenai alur proses secara umum,
juga etika kerja di lapangan.
PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan mendapat umpan balik
berupa tinjauan yang dilakukan secara khusus kepada salah satu
fasilitas produksinya dari sudut pandang akademisi.
1.4. Pembatasan Masalah
Pada laporan ini penulis hanya akan membahas mengenai kontrol level
pada High Pressure Separator C-3-08A untuk mencegah terjadinya Liquid Carry
Over ke kompresor K-3-01A.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
3
1.5. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan untuk menyelesaikan laporan
ini terdiri dari observasi lapangan dan studi literatur. Observasi lapangan yakni
berupa kunjungan langsung ke lapangan, melakukan pengamatan terhadap objek,
dan melakukan wawancara kepada karyawan maupun staf yang sedang bertugas.
Sementara studi literatur berupa peninjauan dokumen-dokumen kilang (missal:
P&ID, PFD, Logic Diagram, dll), pembacaan datasheet atau manual instruction
perangkat, juga literatur-literatur lain yang didapatkan dari berbagai sumber.
1.6. Sistematika Penulisan
Agar laporan ini berurutan dan lebih mudah dipahami, maka penulis
menyusun sistematika Laporan Kerja Praktek ini sebagai berikut:
a. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, pembatasan
masalah, dan metode pengambilan data dari laporan.
b. Bab II Profil Perusahaan
Bab ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan informasi
mengenai perusahaan secara umum.
c. Bab III Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang mendasari pembahasan
permasalahan pada laporan ini.
d. Bab IV Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section
Bab ini membahas tentang Plant 3A. Termasuk di dalamnya
pembahasan yang lebih rinci tentang High Pressure Separator itu
sendiri beserta sistem kontrol yang bekerja secara umum
e. Bab V Level Control untuk HPS C-3-08A
Pada bab ini dibahas permasalahan yang sering terjadi pada High
Pressure Separator, analisis pemasalahan, sampai kepada solusi-
solusi yang sekiranya dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya
permasalahan tersebut
f. Bab VI Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan beserta saran.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
4
BAB 2. PROFIL PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Pertamina
Pada tanggal 10 Desember 1957 sebuah perusahaan minyak yang
berstatus hukum didirikan dengan nama PT. PERMINA. Perusahaan ini
disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. J.A. 5/32/11
tanggal 3 April 1958. Setahun setelah didirikan pada bulan Juni PT.
PERMINA mengekspor minyak mentah untuk pertama kalinya. PT.
PERMINA mengadakan perjanjian kerjasama dengan perusahaan minyak
Jepang NOSODECO. Selanjutnya pada tahun 1961 pemerintah mengambil
alih saham SHELL dalam PERMINDO. PERMINDO dilikuidasi dan
dibentuk PN Pertambangan Minyak Indonesia atau disingkat PERTAMIN.
Tanggal 31 Desember 1965 Pemerintah RI membeli PT SHELL
INDONESIA dengan harga US$ 110 juta. Unit-unit ex SHELL
dimasukkan dalam organisasi PN PERMINA. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1968 tanggal 20 Agustus 1968, PN PERMINA
dan PN PERTAMIN dilebur menjadi satu Perusahaan Negara dengan
nama PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional atau disingkat
menjadi PN. PERTAMINA.
PN. PERTAMINA menjadi PERTAMINA pada tanggal 15
September 1971. Selanjutnya PERTAMINA berubah bentuk menjadi
perusahaan persero pada 17 September 2003 dan namanya berubah
menjadi PT. PERTAMINA (Persero). Badan usaha yang bergerak di
minyak dan gas ini memiliki dua kegiatan utama yaitu kegiatan hulu yang
mengurusi eksploitasi dan kegiatan hilir yang mengurusi pengolahan dan
distribusi.
Kegiatan PT PERTAMINA (Persero) hulu atau Direktorat Hulu
sekarang adalah sebagai sub-holding yang membawahi seluruh portofolio
usaha PERTAMINA di sektor energi hulu. Sebagai program kerja
Direktorat Hulu telah menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan
(RJPP) 2007-2014. Sebagai bagian dari perseroan Direktorat Hulu
mengelola unit-unit usaha di sektor energi hulu. Kegiatan usaha ini
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
5
meliputi eksplorasi, produksi, transportasi, pengolahan serta pembangkitan
energi dari berbagai jenis sumber daya, seperti minyak, gas, dan panas
bumi, serta usaha terkait lainnya, baik di dalam negri
maupun mancanegara. Usaha hulu ini meliputi anak - anak perusahaan
dan unit bisnis hulu yang antara lain adalah:
1. PT PERTAMINA EP (PEP)
2. PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY (PGE)
3. PT PERTAGAS
4. PT PERTAMINA HULU ENERGI (PHE)
5. Drilling Service Hulu (DS)
6. Exploration and Production Technology Center (EPTC)
Sedangkan kegiatan usaha PERTAMINA hilir meliputi pengolahan,
pemasaran, distribusi, dan niaga. Untuk distribusi produk hilir
PERTAMINA mencakup dalam dan luar negri didukung oleh fasilitas
transportasi darat dan laut. Usaha PERTAMINA hilir merupakan integrasi
Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.
Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah
bentuk menjadi PT. Persero yang bergerak di bidang energi, petrokimia
dan usaha lain yang menunjang bisnis Pertamina, baik di dalam maupun di
luar negeri yang berorientasi pada mekanisme pasar. Sekarang Pertamina
memiliki total kapasitas kilang sebesar 1.079.300 BPSD yang terbagi
sebagai berikut:
RU-I Brandan (sudah tutup) : 5.000 BPSD
RU-II Dumai : 170.000 BPSD
RU-III Musi : 133.700 BPSD
RU-IV Cilacap : 330.000 BPSD
RU-V Balikpapan : 253.600 BPSD
RU-VI Balongan : 125.000 BPSD
KLBB : 52.000 BPSD
RU-VII Kasim : 10.000 BPSD
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
6
PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yang 100% sahamnya
dimiliki oleh Negara. Modal Disetor (Penanaman Modal Negara/PMN) PT.
Pertamina (Persero) pada saat pendirian adalah Rp. 100 Trilyun. Nilai Rp.
100 Trilyun tersebut diperoleh dari :
"Seluruh Kekayaan Negara yang selama ini tertanam pada
Pertamina, yang meliputi Aktiva Pertamina beserta seluruh Anak
Perusahaan, termasuk Aktiva Tetap yang telah direvaluasi oleh Perusahaan
Penilai Independen, dikurangi dengan semua Kewajiban (Hutang)
Pertamina".
2.2. Visi & Misi Perusahaan
2.2.1. Visi
Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia
2.2.2. Misi
Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar
nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial
yang kuat.
2.2.3. Visi RU V
Menjadi kilang kebanggaan nasional yang mampu
bersaing dan menguntungkan.
2.2.4. Misi RU V
1. Mengelola operasional kilang secara aman, handal,
efisien, dan ramah lingkungan untuk menyediakan
kebutuhan energy yang berkelanjutan.
2. Mengoptimalkan fleksibilitas pengolahan untuk
memaksimalkan valuable product.
3. Memberikan manfaat kepada stakeholder.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
7
2.3. Logo Pertamina
Pemikiran perubahan logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi
krisis Pertamina. Pemikiran tersebut dilanjutkan pada tahun-tahun
berikutnya dan diperkuat melalui dibentuknya Tim Restrukturisasi
Pertamina tahun 2000 (Tim Citra), termasuk kajian yang mendalam dan
komprehensif sampai pada pembuatan TOR dan perhitungan biaya. Akan
tetapi, program tersebut tidak sampai terlaksana karena adanya perubahan
kebijakan atau pergantian direksi.
Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan
terbentuknya PT. Pertamina tahun 2003. Adapun pertimbangan pergantian
logo yaitu agar dapat membangun semangat baru, mendorong perubahan
corporate culture bagi seluruh pekerja, mendapatkan image yang lebih
baik di antara global oil and gas company, serta mendorong daya saing
perusahaan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, antara
lain:
- Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi perseroan
- Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi persaingan
pasca PSO dan semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru
di bidang hulu dan hilir
Melalui slogan ALWAYS THERE yang diterjemahkan menjadi
SELALU HADIR MELAYANI diharapkan perilaku jajaran pekerja
akan berubah menjadi entrepreneur dan customer oriented, terkait dengan
persaingan yang sedang dan akan dihadapi.
Gambar 2.1 Logo PERTAMINA
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
8
Elemen logo merupakan representasi huruf P yang secara
keseluruhan merupakan representasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai
PERTAMINA yang bergerak maju dan progresif. Warna-warna yang ada
menunjukkan langkah besar yang diambil PERTAMINA dan aspirasi
perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Warna-warna
tersebut adalah:
Biru : Mencerminkan handal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.
Hijau : Mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.
Merah : Keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi
berbagai macam keadaan.
2.4. Struktur Organisasi Perusahaan
Berikut adalah garis besar struktur organisasi perusahaan:
Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
9
2.5. Lokasi Perusahaan
Kilang RU V terletak di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tepatnya di
pesisir teluk Balikpapan. Berikut peta lokasinya:
Gambar 2.3 Peta Lokasi Kilang
2.6. Unit-unit Pengolahan di RU-V Balikpapan
Unit produksi di RU V Balikpapan secara garis besar meliputi 6 bagian
yaitu TBL, UTILITIES, DIS & WAX, HSC, HCC,dan
LABORATORIUM. Keenam bagian ini terbagi dalam area Kilang
Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II.
2.6.1. Kilang Balikpapan I
Kilang Balikpapan I terdiri dari unit - unit yaitu:
2.6.1.1. Crude Distillation Unit V (CDU V)
CDU V adalah unit distilasi atmosferik yaitu
memisahkan crude berdasarkan titik didihnya dengan
menggunakan tekanan 1atm. Unit ini memiliki kapasitas 60
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
10
MBSD. Crude yang diolah diutamakan yang bersifat
parafinik karena CDU V didesain untuk menghasilkan feed
bagi wax plant yaitu paraffinic oil distillate (POD). Namun
sejak unit Wax Plant terbakar pada tahun 2006 produksi
untuk lilin menurun. Ditambah lagi dengan crude yang
diterima oleh RU V Balikpapan saat ini lebih merupakan
campuran atau disebut Cocktail Crude, maka spesifikasi
crude yang bersifat parafinik tidak dapat terpenuhi secara
optimum lagi. Produk lain yang dihasilkan oleh CDU V
adalah LPG, kerosin, LGO, HGO dan long residue.
2.6.1.2. High Vacuum Unit III (HVU III)
HVU III adalah unit yang mengolah long residue
dari CDU V. Proses yang dilakukan dalam unit ini adalah
distilasi dengan menggunakan tekanan rendah yaitu di
bawah 1atm (vakum). Pada keadaan vakum titik didih feed
akan tercapai pada suhu yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan feed HVU III merupakan long residue yang
memiliki titik didih yang sangat tinggi. Selain itu jika
digunakan suhu yang terlalu tinggi dikhawatirkan akan
terjadi perengkahan atau crack sehingga terbentuk gas dan
coke serta boros energi. Produk dari High Vaccum Unit
adalah light vacuum gas oil (LVGO) sebagai komponen
blending solar, paraffinic oil distilate (POD) sebagai bahan
baku pembuatan lilin, heavy vacuum gas oil (HVGO)
sebagai bahan baku di unit hydrocracking, dan short
residue sebagai komponen blending LSWR (Low Sulfur
Wax Residue).
2.6.1.3. Wax plant
Wax plant adalah unit yang bertujuan untuk
memisahkan lilin yang terkandung dalam Paraffinic Oil
Distillate (POD), yang juga merupakan produk keluaran
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
11
HVU III. Pada proses pemisahan ini terdapat empat tahapan
di dalam unit wax plant, yaitu :
1. Dewaxing
2. Sweating
3. Treating
4. Molding
Namun sejak plant ini terbakar pada tahun 2006
Wax Plant tidak dapat beroperasi kembali. Akibatnya
produk lilin yang dihasilkan saat ini kualitasnya tidak
sebaik yang terdahulu. Hal ini diukur dari kandungan
minyak atau oil content dalam lilin. Selain itu jumlah
produksi pun menurun dari 150 ton/hari menjadi hanya 9
ton/hari.
2.6.1.4. Effluent Water Treatment Plant
Unit EWTP berfungsi untuk mengolah limbah cair
yang dihasilkan pada unit - unit proses di kilang Balikpapan
I dan II serta buangan air hujan dari area tangki yang
mengandung minyak. Agar air buangan di Kilang RU V
Balikpapan tidak mencemari lingkungan saat dibuang ke
laut maka limbah cair perlu diolah terlebih dahulu di EWTP.
Limbah cair yang masuk ke dalam EWTP berasal dari dua
sumber yaitu limbah cair dari proses dan iar hujan
(drainase). Proses di EWTP mengolah limbah secara fisika,
kimia dan biologi. Untuk limbah proses melaui tahapan
refinery Waste Stilling Zone, Gravity Separator, Oil
Skimmer, Refinery Slop Sump, Equalizer Basin, Dissolved
Air Floatation, BioAeration Basin, dan Clarifier kemudian
dibuang ke laut. Sedangkan untuk air hujan dan drainase
dari sump melewati tahapan Storm Water Stilling Zone,
Storm Water Basin, dan Gravity Separator kemudian
dibuang ke laut.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
12
2.6.1.5. Dehydration Plant
Plant ini berfungsi untuk mengurangi kadar air pada
crude yang mengandung banyak air. Keberadaan air dalam
minyak harus dihindari karena dapat menyebabkan kolom
meledak saat distilasi berlangsung. Kadar air yang
diperbolehkan dalam minyak bumi adalah 0.5% berat.
2.6.2. Kilang Balikpapan II
Kilang Balikpapan II terdiri dari dua unit produksi, yaitu unit
Hydroskimming Complex (HSC) serta unit Hydrocracking
Complex (HCC).
2.6.2.1. Unit Hydroskimming Complex (HSC)
Unit ini terdiri dari Crude Distillation Unit (CDU)
IV, Naphta Hydrotreater, Platforming Unit, LPG Recovery,
LPG Treater, serta Sour Water Stripper Unit.
Crude Distillation Unit (CDU) IV
Unit adalah untuk fraksinasi minyak mentah
menjadi tujuh jenis produk yang memiliki rentang titik
didih berbeda. Dalam unit ini terjadi proses distilasi yaitu
pemisahan berdasarkan titik didih yang dilakukan pada
tekanan atmosfer (1 atm). Produk dari Crude Unit adalah
LPG, komponen naphtha, LGO, HGO, kerosin dan reduced
crude. Proses dalam CDU IV ini berkaitan erat dengan
proses unit - unit selanjutnya.
Naphta Hydrotreater
Masukan untuk unit ini adalah komponen heavy
naphta dari unit Hydrocracker dan CDU IV. Fungsi dari
tahapan ini adalah membersihkan naphta dari pengotor -
pengotor seperti sulfur, oksigen, nitrogen dan senyawa
impurety lainnya. Senyawa pengotor ini harus dihilangkan
karena dapat menjadi racun bagi katalis dalam proses
Platforming selanjutnya. Reaksi yang terjadi dalam unit ini
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
13
adalah desulfurisasi, denitrifikasi, hidrogenisasi olefin, dan
eliminasi oksigen.
Platforming Unit
Pada unit ini terjadi proses yang bertujuan untuk
mengubah naphta yang sebelumnya memiliki nilai oktan
rendah menjadi memiliki nilai oktan yang tinggi. Masukan
platformer adalah berasal dari unit nitrogen hydrotreater
yang berupa sweet naphta. Proses dalam unit ini dilakukan
secara katalitik dengan inti aktif katalis berupa logam
platina. Produk dari unit ini disebut platformat. Platformat
kemudian digunakan sebagai komponen blending premium.
Reaksi yang terjadi dalam platformer antara lain
aromatisasi, hydrocracking, isomerisasi naftena,
dehidrosiklisasi dan desulfurisasi
LPG Recovery
Masukan unit ini adalah berasal dari CDU IV, CDU
V, HCC, dan platformer. Unit ini bertujuan untuk
menyelamatkan fraksi ringan yang masih terdapat dalam
dalam raw LPG agar tidak terbuang. Dalam unit ini
terdapat deethanizer yang berfungsi untuk menghilangkan
fraksi hidrokarbon C1 - C2. Dalam Deethanizer terjadi
proses distilasi bertekanan yaitu menggunakan tekanan
kerja di atas 1atm.
LPG Treater
Unit ini bertujuan untuk mengurangi kandungan
sulfur yang berlebihan pada LPG. Proses yang terjadi
dalam unit ini adalah melewatkan gas dalam absorber
berupa sisten Caustic wash process. Diharapkan sulfur
dalam LPG akan terlarut dalam caustic sehingga LPG hasil
dari unit in memiliki kadas sulfur yang rendah sesuai
dengan spesifikasi di pasaran.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
14
Sour Water Stripper Unit
Unit ini adalah untuk mengolah air buangan proses
yang berasal dari CDU IV, HVU II, LPG recovery, naphta
hydrotreater dan hydrocracking. Komponen utama yang
dihilangkan dalam unit ini adalah H2S dan NH3. Pada proses
dalam unit ini akan dihasilkan tiga fraksi yaitu gas, minyak
dan air. Gas yang dihasilkan kemudian dikirim ke
incinerator. Minyak yeng terpisahkan dikirim ke slop tank.
Air yang telah di strip digunakan kembali untuk proses.
2.6.2.2. Unit Hydrocracking Complex (HCC)
Unit ini terdiri dari Unit ini terdiri dari High
Vacuum Unit (HVU) II, Hydrocracking Unit, Hydrogen
Plant, Hydrogen Recovery System, Flare Gas Recovery
System.
High Vacuum Unit II
Unit in bertujuan untuk mengolah long residue dari
CDU IV dan CDU V dengan proses distilasi vakum. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya tekanan rendah
digunakan (vakum) agar titik didih dapat dicapai pada suhu
yang lebih rendah. Kolom fraksionasi divakumkan dengan
tiga buah ejector. Dari proses di dalam unit ini dihasilkan
produk LVGO, HVGO, IDO. Selain itu dihasilkan pula slop
wax yang akan dikembalikan lagi ke kolom fraksionasi dan
sebagian akan tercampur dengan short residue. Short
residue digunakan untuk pemanas masukan kolom
fraksionasi sebelum disimpan dalam tangki penyimpanan
short residue.
Hydrocracking Unit
Proses yang terjadi di unit hydrocracker terbagi
menjadi dua yaitu proses konversi di seksi reaktor dan
proses distilasi di seksi fraksinasi. Proses konversi
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
15
bertujuan mengubah struktur molekul hidrokarbon berat
dengan atom C rantai panjang menjadi struktur molekul
hidrokarbon ringan dengan atom C rantai pendek. Proses
ini mereaksikan masukan berupa Heavy Vacuum Gas Oil
(HVGO) dan gas hidrogen (H2) dalam suatu reaktor yang
berisikan katalis. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
perengkahan katalitik (catalytic cracking) dan reaksi
substitusi gas hidrogen pada kondisi tekanan dan
temperatur tinggi.
Hydrogen Plant
Unit ini penghasil hydrogen yang digunakan dalam
unit hydrocracking. Masukan unit ini adalah air (H2O) dan
gas alam (metana/CH4) dengan proses steam reforming.
Proses yang terjadi dalam unit ini adalah LPG vaporization
desulfurisasi steam reforming HTSC LTSC
absorbsi dan stripping metanasi. Hydrogen dibutuhkan
untuk HCU yaitu untuk menurunkan suhu bed.
Hydrogen Recovery System
Low Pressure Separator (LPS) di Hydrocracker
Unit masih mengandung 60-70% gas H2. Untuk itu unit
Hydrogen recovery system berfungsi untuk mengambil
kembali gas H2 agar tidak terbuang ke flare sia - sia. Unit
ini terbagi menjadi 2 seksi, yaitu Seksi Pemurnian Gas (Gas
Sweetening Section) dan Seksi Membran (Membrane
Section).
Flare Gas Recovery
Unit ini didesain untuk mengambil kembali gas -
gas buangan yang akan dilepas ke flare untuk dimanfaatkan
kembali. gas yang berhasil diambil kembali dimanfaatkan
sebagai fuel gas dan LPG yang kemudian diteruskan
kembali ke CDU IV untuk didistilasi kembali. Flare Gas
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
16
Recovery System terdiri dari seksi Water Seal Drum, Off-
Gas Compressor serta seksi LPG Separator.
2.6.3. Unit Pendukung Proses
Dalam melakukan proses produksi dibutuhkan berbagai
unit pendukung untuk memastikan kelancaran proses dan
kekontinuan proses produksi. Unit-unit pendukung proses tersebut
adalah Utilities dan Power Plant, TBL, dan Laboratorium.
2.6.3.1. Utilities dan Power Plant
Bagian ini adalah yang bertugas untuk menyediakan
pasokan sumber tenaga, listrik, steam, dan air untuk
kebutuhan operasional kilang. Dalam menjalankan tugasnya
unit ini menggunakan beberapa sumber bahan baku. Bahan
baku bagian ini adalah terdiri dari air permukaan waduk
sungai Wain, air deep well, air laut, natural gas,
residue/bottom product. Di bawah utilities juga terdapat
unit - unit yang mendukung tugas dari bagian ini.
Water Treatment Plant
Terdapat tiga WTP yang berfungsi sebagai
unit pengolahan air yang berasal dari air permukaan
Waduk Sei wain dan sumur bor. Proses yang terjadi
dalam plant ini adalah flokulasi dan koagulasi,
sedimentasi, dan filtrasi.
Sea Water Desalination
Terdapat dua unit yang menggunakan
teknologi yang berbeda yaitu MSF dan MED. Untuk
menghindari terjadinya kerak dan busa digunakan
bahan kimia. Jika telah banyak terjadi kerak dan
kapasitas telah tidak efektif maka dilakukan acid
cleaning.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
17
Demineralization Plant dan Condensate Polisher
Plant ini berfungsi untuk pemurnian air dari
kandungan garam - garam mineral yaitu dengan
bantuan cation resin, anion resin, dalam rangkaian
filter. Sedangkan condensate polisher adalah untuk
memurnikan return condensate ex turbine dan
produk distilat dari SWD.
Boilers
Terdapat 6 unit HHP boiler untuk memenuhi
kebutuhan steam. Steam yang diproduksi digunakan
untuk kebutuhan PLTU dan kilang sebagai driver
dan pemanas. System pengaturan boiler yang
digunakan adalah Distributate Control System
(DCS).
Steam Turbine Generator
Terdapat dua unit yaitu PP1 dan PP2. Steam
penggerak turbin saling terkait secara kesisteman.
Energy yang dihasilkan didistribusikan dan
digunakan untuk keperluan operasional kilang dan
penerangan pemukiman.
Sea Cooling Water system
Terdapat dua unit cooling water intake yang
berfungsi untuk memompakan air laut sebagai air
pendingin untuk operasional power plant kilang
yaitu Rumah Pompa Air Laut (RPAL) dan Cooloing
Water Intake (CWI).
2.6.3.2. Terminal Balikpapan dan Lawe - Lawe
Sebagai unit penunjang proses, Terminal
Balikpapan Lawe-Lawe (TBL) mempunyai tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut :
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
18
- Mengatur penerimaan minyak mentah (crude oil) yang
akan diolah di kilang
- Mengatur penerimaan minyak impor untuk campuran
produk
- Mengatur penerimaan produk jadi dan setengah jadi dari
Kilang Balikpapan I dan II
- Mengatur/menyiapkan campuran/blending produk sesuai
permintaan dari bagian Ren.Ekon untuk selanjutnya
dilakukan pengiriman
- Mengatur pengiriman produk ke kapal
- Mengelola fasilitas Jetty
Unit TBL mempunyai dua terminal yaitu:
Terminal Lawe - Lawe
Terminal ini merupakan pintu masuk crude oil impor
sebelum masuk ke Terminal Balikpapan. Discharge crude
oil dari kapal dilakukan dengan melalui Single Buoy
Mooring (SBM) yang terletak di tengah laut yang kemudian
disalurkan ke terminal Lawe-Lawe. Di terminal ini terdapat
tujuh buah tangki floating untuk penyimpanan. Penyaluran
crude dari terminal Lawe-Lawe ke terminal Balikpapan
dilakukan melalui jaringan pipa.
Terminal Balikpapan
Terminal Balikpapan mempunyai fungsi menerima
crude oil dari terminal Lawe-Lawe dan juga crude oil dari
Tanjung dan Warukin, mengatur penerimaan minyak impor
untuk campuran produk, mengatur penerimaan produk
setengah jadi dan produk jadi dari Kilang Balikpapan I dan
II, melaksanakan blending terhadap produk, melaksanakan
penyaluran NBM dan BBM, mengelola fasilitas jetty.
Terminal ini meliputi beberapa seksi antara lain :
- Seksi Tank Farm dan Storage
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
19
- Seksi Jembatan dan Terminal
2.6.3.3. Laboratorium
Laboratorium merupakan bagian yang
melaksanakan pengendalian mutu bahan baku, bahan
setengah jadi, maupun bahan jadi. Laboratorium di RU V
Balikpapan terdiri atas tiga laboratorium utama yaitu :
1. Laboratorium Evaluasi Crude
2. Laboratorium Produksi Cair
3. Laboratorium Produksi Gas
4. Laboratorium Lindungan Lingkungan
2.6.4. Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan
K3LL terdiri dari bagian Pemadam Kebakaran, Safety, dan
Lindungan Lingkungan. Ketiga bagian tadi memiliki kepala bagian
dan struktur organisasi masing - masing. Adapun tugas - tugas K3LL
secara umum adalah:
1. Menjamin terpeliharanya keselamatan dan keamanan operasi
kilang dan non kilang.
2. Mencegah terjadinya kecelakaan, insiden, dan kebakaran.
3. Menanggulangi kebakaran.
4. Mengadakan pelatihan penanggulangan kebakaran.
5. Mengawasi buangan limbah pabrik menurut ambang batas.
2.6.4.1. Pemadam Kebakaran
Pemadam kebakaran terbagi menjadi Pengawas
Operasional Pemadam kebakaran, Pelatihan, Pelatihan dan
Pengawas Sarana dan Transportasi. Pengawas operasional
PK termasuk didalamnya piata jaga dan fireman baik di
kilang Balikpapan maupun terminal Lawe - Lawe. Regu
pemadam terdiri dari Regu Inti Pemadam Kebakaran dan
regu Bantuan Pemadam Kebakaran. Regu bantuan
pemadam kebakaran adalah karyawan non-K3LL yang
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
20
dilatih dan diberi pengarahan untuk membantu jika terjadi
kebakaran dalam kilang. Regu ini disebut sebagai auxiliary
fire team.
Setiap keadaan memiliki Tata Kerja Organisasi
sendiri - sendiri. Keadaan tersebut antara lain:
Emergency / kegagalan tenaga
Kebakaran dalam Kilang
Kebakaran asset perusahaan (di luar Kilang)
Kebakaran pihak ketiga
Setiap keadaan tersebut memiliki indicator
keberhasilan sendiri - sendiri.
2.6.4.2. Safety
PERTAMINA Balikpapan menerapkan suatu
pendekatan terhadap masalah keselamatan kerja yaitu
disebut Manajemen Keselamatan Proses (MKP). Tujuan
dari diterapkannya MKP adalah untuk menghindari adanya
kerugian waktu maupun produksi akibat kegagalan
peralatan maupun kegagalan system.
Proses penerapan system MKP adalah melaui: Kebijakan
Perencanaan Penerapan Pengukuran dan Evaluasi
Tinjauan ulang dan Peningkatan oleh Manajemen
Peningkatan yang berkesinambungan. MKP terdiri dari 14
elemen yang tercakup dalam 3 komisi, yaitu:
1. Komisi Teknologi
Komisi ini bertanggung jawab atas informasi
keselamatan proses, analisa bahaya proses, keterpaduan
mekanik dan prestart up safety review.
2. Komisi Keselamatan Kerja
Komisi ini bertanggung jawab atas keselamatan
kerja kontraktor, cara kerja aman, prosedur operasi dan
pelatihan karyawan.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
21
3. Komisi Manajemen
Komisi ini bertanggung jawab atas partisipasi
karyawan, manajemen perubahan, rencana tanggap
darurat, audit keselamatan proses dan penyelidikan
kecelakaan.
Keempatbelas elemen tersebut adalah: Proses
informasi keselamatan, Analisa bahaya proses, Keterpaduan
alat - alat mekanik, Keselamatan kerja kontraktor, Prosedur
operasi, Pelatihan, Partisipasi pekerja, Manajemen
perubahan, Rencana tanggap darurat, Kesehatan lingkungan
kerja, Praktek kerja aman, Keamanan Pre-Start up,
penyelidikan kecelakaan, dan Audit.
2.6.4.3. Lindungan Lingkungan
Bagian ini bertugas untuk mengawasi kelestarian air,
udara, dan linngkungan agar tidak tercemar akibat aktivitas
produksi kilang PERTAMINA RU V Balikpapan. Untuk
menjalankan tugasnya dalam bagian ini terbagi menjadi
bagian Pengelolaan Regulasi, Pengelolaan Limbah Non-cair,
Pengelolaan Limbah Cair.
Pengelolaan regulasi adalah bertugas mengurusi
segala yang berhubungan tentang regulasi lingkungan salah
satunya tentang Proper Perusahaan. Saat ini Proper
PERTAMINA RU V Balikpapan adalah merah. Hal ini
disebabkan limbah keluaran masih banyak yang melampaui
ambang batas hingga sebanyak 20%. Pengelolaan limbah
cair memiliki beberapa parameter yaitu: COD, BOD, oil
content, ammonia, sulfur, pH, temperatur, dan fenol.
Pengelolaan limbah non-cair terbagi menjadi emisi,
Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), dan limbah non- B3.
Pada ketiganya dilakukan pemantauan dan pengelolaan.
Untuk pemantauan emisi dilakukan 6 bulan sekali
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
22
menggunakan alat yang disebut CEMS.parameter emisi
yang diukur adalah CO, NOx, SOx, CO2, O2, partikulat dan
laju air. Parameter - parameter ini adalah menurut Permen
No. 13 tahun 2009. Untuk limbah non-B3 adalah terdiri dari
sampah organic dan sampah non-organik yang berasal dari
aktivitas kilang dan kantor PERTAMINA. Pengelolaan
limbah non-B3 untuk saat ini adalah dengan membuang ke
TPA Manggar. Limbah B3 PERTAMINA beberapa diolah
dengan bekerjasama dengan perusahaan yang menyediakan
jasa pengolahan limbah B3. Untuk limbah B3 yang belum
dikelola disimpan dalam tempat penyimpanan sementara B3
atau gudang B3. salah satu limbah B3 yang menjadi
masalah bagi PERTAMINA RU V Balikpapan adalah acid
sludge. Acid sludge adalah fenomena yang terjadi akibat
penanganan limbah pada jaman dahulu yang dilakukan
dengan menimbun semua limbah ke dalam rawa - rawa.
Akibatnya saat ini terjadi aktivitas lumpur yang asam dan
menyebar hingga merusak peralatan dan asset dalam kilang.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
23
BAB 3. LANDASAN TEORI
3.1.High Pressure Separator
Alat ini merupakan salah satu jenis vessel yang berfungsi selain untuk
menampung fluida sementara, sekaligus melakukan pemisahan fluida
berdasarkan prinsip gravitasi. Ketika memasuki vessel, fluida akan terpisah
secara alami berdasarkan speciffic gravity masing-masing. Dalam posisi ini,
High Pressure Separator berfungsi untuk memisahkan tiga fasa fluida yakni
gas, hidrocarbon, dan air. Berbeda dengan jenis separator yang lain, High
Pressure Separator didesain khusus untuk melakukan pemisahan dalam
kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi.
Secara struktur, HPS memiliki beberapa perangkat penting di bagian
dalamnya diantaranya adalah Diverter, Mist Eliminator, dan Vortex Breaker.
Diverter merupakan lapisan yang terpasang di bagian inlet vessel yang
berfungsi untuk menahan aliran inlet agar segera beralih ke kondisi yang
stabil. Hal ini dikarenakan prinsip pemisahan HPS yang memanfaatkan gaya
gravitasi akan bekerja lebih baik pada kondisi fluida yang stabil. Yang
dimaksud stabil disini adalah kondisi fluida yang cenderung tidak mengalir ke
arah tertentu. Kemudian di bagian outlet fasa liquid terdapat Vortex Breaker.
Fungsi komponen ini adalah untuk mencegah terjadinya pusaran karena
lubang outlet terdapat di bagian dasar vessel. Terjadinya pusaran akan
mempengaruhi efektivitas pemisahan pada separator tersebut dikarenakan
kondisi stabil tidak terpenuhi. Secara tidak langsung, adanya vortex breaker
ini juga mencegah terjadinya kavitasi yakni timbulnya gelembung udara pada
aliran fluida cair yang dapat merusak dinding pipa maupun valve. Terakhir,
satu komponen lain yang memiliki peran cukup penting pada HPS adalah
Mist Eliminator. Komponen ini terpasang pada outlet fluida gas yang
posisinya terdapat di bagian atas vessel. Bentuknya berupa sekat berpori.
Fungsinya adalah untuk memecah butiran liquid yang masih terkandung di
dalam gas. Lebih jauh, Mist Eliminator memastikan bahwa gas yang dialirkan
melalui outlet berada dalam fasa gas yang cenderung kering.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
24
3.2.Control System
Untuk menjaga kondisi sistem agar tetap pada kondisi yang diinginkan,
sebuah sistem kontrol perlu dipasang. Sistem kontrol berfungsi untuk
memantau jalannya proses, sekaligus melakukan tindakan koreksi agar
kondisi sistem kembali ke keadaan yang diinginkan sesegera mungkin.
Berdasarkan subyek pengendalinya, sistem kontrol dibagi ke dalam dua
jenis, yakni sistem kontrol manual dan otomatis. Keduanya secara umum
memiliki alur kerja yang direpresentasikan oleh diagram berikut:
Pada diagram sistem kontrol tersebut terdapat tiga komponen utama yang
mengendalikan kondisi plant, yakni Sensor&Transmitter, Controller, dan
Aktuator. Ketiga komponen utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1. Sensor , Transmitter, dan Indikator
Secara garis besar, ketiga komponen ini berfungsi untuk
mendeteksi kondisi proses, mengubahnya ke sinyal yang lebih
mudah untuk ditransmisikan jarak jauh, kemudian juga menampilkan
kondisi terdeteksi ke besaran yang dapat dipahami oleh manusia.
Lebih umum, gabungan dari ketiga komponen ini dikenal sebagai
Gambar 3.1 Loop Sistem Kontrol
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
25
alat ukur. Dalam skala Industri, variable yang biasa dijadikan sebagai
objek pengukuran adalah Level (Ketinggian cairan), Pressure
(Tekanan), Temperatur, dan Flow (Laju aliran). Keempat variable ini
memiliki alat ukur masing-masing. Setiap alat ukur pun memiliki
jenis yang bermacam-macam dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Dalam laporan ini, penjelasan difokuskan pada alat
ukur yang berkaitan langsung dengan pengontrolan ketinggian cairan
pada HPS saja yakni alat ukur level. Berikut dipaparkan jenis alat
ukur level:
Alat Ukur Level
Pemilihan metoda pengukuran level yang sesuai aplikasi, biasanya
lebih sulit dibanding dengan keempat proses variabel utama kecuali
flow. Seperti pada pengukuran flow, kondisi dari media yang diukur
kadang-kadang mempunyai banyak efek yang kurang baik pada alat
ukur, sehingga data kondisi operasi harus diketahui lebih banyak
didalam pemilihan alat ukur level.
Kondisi operasi yang harus diketahui adalah :
1. Level range
2. Fluid characteristic
Temperature
Pressure
Specific gravity
Apakah fluida bersih atau kotor, mengandung vapors
atau solids, dll.
3. Efek korosif.
4. Apakah fluida mempunyai kecenderungan efek coat
atau menempel pada
5. dinding vessel atau measuring device.
6. Apakah fluida tersebut turbulen di sekitar area pengukuran.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
26
Secara normal tidak ada kesulitan berarti didalam mengukur level
fluida bersih dan nonviscous, namun untuk material slurry atau
material dengan viscous yang berat dan solid, bagaimanapun banyak
menimbulkan masalah.
Beberapa jenis metode pengukuran level atau tinggi permukaan
untuk fluida yang sering digunakan di industri proses, dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Displacement
2. Differential pressure
3. Capacitance
4. Ultrasonic
5. Radar
6. Radiation
3.2.2. Controller
Controller merupakan salah satu bagian yang sangat penting ketika
berbicara tentang sistem kontrol. Controller adalah otak yang
mengendalikan respon terhadap setiap besaran output proses yang
terdeteksi. Pada sistem kontrol manual yang berlaku sebagai
controller adalah manusia, sedangkan pada sistem kontrol otomatis,
controller yang bekerja berupa alat. Dengan kata lain, controller
otomatis mempermudah dan (dalam situasi tertentu) menggantikan
fungsi manusia sebagai pengendali jalannya proses pada plant
(sistem). Lebih jelasnya berdasarkan Gambar 3.1, Fungsi utama
controller adalah:
Menerima besaran input berdasarkan nilai yang terdeteksi
oleh sensor, dengan sebelumnya nilai tersebut oleh
transmitter diubah ke besaran sinyal yang dapat dimengerti
oleh controller.
Mengolahnya berdasarkan mode kontrol tertentu dengan
membandingkannya dengan nilai Set Point (nilai yang
diinginkan),
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
27
Mentransmisikan sinyal balik ke aktuator berupa sinyal
respon agar aktuator segera melakukan tindakan koreksi
yang diperlukan untuk mengembalikan besaran proses ke
kondisi Set Point.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Controller memiliki
beberapa macam mode kontrol yang umum digunakan, diantaranya:
control on/off, P (Proporsional) , PI (Proporsional-Integral), PD
(Proporsional-Derivatif), dan PID (Proporsional-Integral-Derivatif).
Dalam pengendalian, controller merespon terhadap setiap besaran
terukur setiap waktunya. Oleh karena itu, waktu dan besarnya respon
yang diberikan oleh controller menentukan efektivitas sistem
pengontrolan itu sendiri. Dalam hal ini dikenal beberapa besaran lain
yang disebut sebagai parameter. Misalnya Settling Time, Time Delay,
dll. Mode kontrol yang digunakan secara langsung berpengaruh ke
parameter-parameter ini.
3.2.3. Transducer dan Control Valve
Transducer
Transducer adalah suatu peralatan instrument yang berfungsi
merubah besaran sinyal tertentu menjadi besaran sinyal lain.
Komponen ini diperlukan bila suatu instrumen hanya menerima
sinyal dengan besaran yang sudah tentu. Bila ada sinyal lain yang
tidak sesuai dengan input sinyal instrumen tersebut, maka sinyal tadi
harus dikondisikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
Terdapat setidaknya dua jenis transducer untuk keperluan industri
antara lain:
1. I/P Transducer (Electropneumatic Transducer)
I/P Transducer adalah peralatan instrument yang merubah
sinyal arus listrik (4 20 mA) menjadi sinyal tekanan
pneumatic (3 15 psig atau 0.2 1 kg/cm2). Terdapat dua
tipe yaitu: Indoor Mount Type dan Explosion-proof Type.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
28
2. P/I Transducer (Pneumatic to Current Transducer)
Berkebalikan dengan I/P Transducer, P/I Transducer
adalah peralatan instrument yang merubah sinyal tekanan
pneumatic (3 15 psig atau 0.2 1 kg/cm2) menjadi sinyal
arus listrik (4 20 mA).
Control Valve
Didalam sistem pengendalian suatu proses industri, salah satu
elemen sistem kontrol yang sangat penting adalah final control
element (control valve). Pentingnya menggunakan ukuran control
valve yang benar harus merupakan penekanan didalam desain suatu
sistem kontrol agar tujuan pengendalian suatu proses dapat terpenuhi.
Ukuran control valve yang terlalu kecil tidak akan bisa
melaksanakan tugas, dan harus diganti dengan yang lebih besar.
Ukuran yang terlampau besar akan menyedot biaya awal lebih besar
serta biaya pemeliharaan yang cukup besar. Dilihat dari segi
operasinya valve yang over size akan memberikan fungsi control
yang tidak baik dan dapat menyebabkan ketidak stabilan sistem.
Suatu controller yang mahal, sensitif dan akurat akan menjadi tidak
berarti jika control valve tidak dapat mengoreksi aliran secara benar
untuk menjaga titik control.
Control Valve Dibagi menjadi beberapa bagian penting yang
berpengaruh terhadap fungsi dan spesifikasi, yakni:
1. Control Valve Body
2. Yoke
3. Actuator
Gambar 3.1 menunjukkan suatu sistem kontrol yang dikenal sebagai
salah satu jenis loop tertutup. Diagram ini umum digunakan untuk
menjelaskan kerja sistem kontrol secara general. Namun demikian,
sebetulnya terdapat berbagai macam variasi konfigurasi loop kontrol yang
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
29
tak jarang digunakan pada sistem kontrol di industry, diantaranya adalah
sebagai berikut:
A. Feedback Control
Seperti yang tercantum dalam Gambar 3.1, Feedback control
merupakan suatu sistem pengontrolan yang respon dari controller-
nya tergantung pada output proses. Tipe sistem kontrol ini mengukur
process variable pada output proses. Setiap terjadi perubahan
pengukuran pada output proses akibat adanya efek dari disturbances
(load) dari input proses , maka sistem kontrol feedback bereaksi
memberikan corrective action untuk menghilangkan kesalahan
(error). Jadi sistem control feedback akan bereaksi setelah efek dari
disturbances dirasakan pada output proses (act post facto).
B. Feedforward Control
Tidak seperti konfigurasi feedback, kontrol feedforward tidak
menunggu efek disturbances input dirasakan oleh proses, sebaliknya
akan beraksi sebelum disturbances mempengaruhi sistem untuk
mengantisipasi efek yang akan disebabkan olehnya. Pada
feedforward control, setiap terjadi perubahan pada input proses,
maka akan memicu controller untuk mengatur aktuator. Dengan
demikian efek yang disebabkan oleh perubahan input tidak dirasakan
pada output proses. Kelemahan feedforward control adalah ketika
terjadi gangguan pada sistem/proses itu sendiri, maka controller
tidak dapat mendeteksi perubahan tersebut sehingga terjadi
kesalahan pada output proses yang tidak tertangani.
C. Cascade Control
Pada umumnya sebuah single closed loop control memiliki satu
buah elemen pengukuran, satu buah controller, dan satu buah
aktuator. Cascade Control melibatkan dua atau lebih process
variable yang digunakan untuk menentukan kerja sebuah aktuator
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
30
yang mempengaruhi satu buah manipulated variable. Cara kerjanya
cukup sederhana, yakni output dari controller yang satu (yang
disebut sebagai primary atau master) akan menjadi set point bagi
controller yang lain (yang disebut sebagai secondary atau slave).
Cascade control diterapkan ketika pengaruh dari aktuator cenderung
lambat dalam mengoreksi variabel proses pada output. Untuk itu
dibutuhkanlah sebuah controller tambahan yang mengolah sebuah
process variable lain sehingga corrective action oleh aktuator akan
bekerja lebih efisien dan respon output sistem/proses cenderung
lebih cepat. Penerapan pengendalian cascade dapat merugikan
apabila elemen proses di primary loop lebih cepat dari elemen
proses pada secondary loop, karena sistem akan cederung berosilasi
akibat timbulnya interaksi antara primary loop dan secondary loop.
Jadi sistem pengendalian cascade hanya dapat diterapkan pada
proses dengan elemen primer yang jauh lebih lambat dari elemen
secondary-nya.
D. Split Range Control
Tidak seperti cascade control, konfigurasi split-range control
memiliki hanya satu pengukuran dan lebih dari satu manipulated
variable. Pengendalian terhadap satu process variable dilakukan
dengan mengkoordinasikan beberapa manipulated variables yang
semuanya mempengaruhi sebuah process variable. Dalam Split
Range Control, sinyal output dari controller memberikan pengaruh
kepada beberapa aktuator pada range-range tertentu. Misalkan range
output dari aktuator 0%-100%, maka aktuator A akan merespon
pada range output controller 0%-50% yang sebanding dengan
corrective action oleh aktuator A pada 0%-100%, sedangkan
aktuator B akan merespon pada range output controller 50%-100%
yang sebanding dengan corrective action oleh aktuator B pada 0%-
100%. Respon aktuator tidak selalu berkelanjutan seperti contoh
tersebut. Bisa saja sinyal 0%-100% pada output controller akan
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
31
direspon dengan corrective action 0%-100% pada aktuator A dan
100%-0% pada aktuator B. Secara umum, konfigurasi ini dapat
memberikan keamanan tambahan dan optimalitas operasional jika
diperlukan.
E. Ratio Control
Ratio control adalah sistem pengendalian yang digunakan pada
suatu proses yang membutuhkan komposisi campuran dua
komponen atau lebih dengan suatu perbandingan tertentu. Ratio
control juga merupakan suatu tipe khusus dari feedforward control
dengan dua disturbances (loads) diukur dan dijaga pada
perbandingan yang konstan satu sama lain. Biasanya konfigurasi
kontrol ini digunakan untuk mengendalikan perbandingan laju aliran
dari dua aliran (streams). Salah satu aliran (stream) yang laju
alirannya tidak dikontrol biasanya disebut sebagai wild stream.
Komposisi campuran komponen biasa direpresentasikan sebagai
perbandingan komponen-komponen tersebut. Untuk itu, biasa
digunakan sebuah divider. Hasil perbandingan ini kemudian
dibandingkan dengan perbandingan yang diinginkan (desired ratio
sebagai setpoint) pada controller, dan error antara perbandingan
yang terukur dengan setpoint menghasilkan sinyal aktuasi sebagai
controller ratio untuk menentukan corrective action yang akan
dilakukan oleh aktuator.
F. Override (Selector) Control
Sistem kontrol ini melibatkan satu manipulated variable (MV)
dan beberapa controlled ouputs yang berasal dari pembacaan lebih
dari satu process variable. Karena hanya ada satu manipulated
variable, maka seharusnya hanya satu controlled outputs yang dapat
dikendalikan. Untuk itu sebuah auto selector control akan memilih
dan mentransmisikan aksi kontrol dari salah satu controlled output.
Pemilihan controlled output yang dilakukan oleh selector dapat
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
32
didasari oleh berbagai kondisi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Karena itu dikenal berbagai macam selector, diantaranya adalah
High Selector dan Low Selector. Override (Selector) Control sering
digunakan sebagai salah satu tindakan safety pada suatu proses.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
33
BAB 4. PLANT 3A: HYDROCRACKER REACTION SECTION
4.1. Gambar PFD Plant 3A
Terlampir
4.2. Alat Produksi Utama Plant 3A
Yang dimaksud dengan alat produksi utama disini adalah alat berat yang
dilalui oleh aliran fluida produk. Pada Plant 3A terdapat beberapa alat yang
digunakan sebagai alat produksi utama diantaranya:
1. Surge Drum
2. Heat Exchanger
3. Charge Heater
4. Reactor
5. Condenser
6. Separator
7. Debutaniser
8. Fractionator
9. Stripper
10. Cooler
11. Splitter
4.3. Proses Produksi pada Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section
Secara umum, Plant 3A menangani proses hydrocracking. Input dari plant ini
berupa Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) yang berasal dari unit-unit High Vacuum
Unit (HVU) II dan III. HVGO masuk ke Fresh Feed Surge Drum untuk
distabilkan, kemudian dialirkan dengan pompa melalui sebuah heat exchanger E-
3-01 sebagai sebuah proses preheating dengan sebelumnya dicampur dengan gas
hidrogen terlebih dahulu. Lalu HVGO memasuki charge heater untuk
ditingkatkan temperaturnya sebelum kemudian memasuki dua buah reaktor berisi
katalis secara serial untuk dipecah rantainya menjadi fraksi rantai hidrokarbon
yang lebih pendek. Keluaran dari reaktor menghasilkan fluida bertemperatur dan
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
34
bertekanan tinggi. Panas yang ada dimanfaatkan untuk meningkatkan temperatur
HVGO pada heat exchanger E-3-01. Selanjutnya fluida tersebut diembunkan
dengan menggunakan condenser lalu dicampur dengan recycle product.
Campuran ini kemudian memasuki High Pressure Separator untuk dipisahkan
menjadi tiga fasa yakni gas hidrogen, hidrokarbon cair, dan air. Hidrokarbon cair
kemudian mengalir lagi ke Low Pressure Separator untuk kembali dilakukan
pemisahan tiga fasa pada kondisi tekanan yang lebih rendah. Hidrokarbon cair
kemudian kembali bergerak menuju ke kolom Debutanizer dengan sebelumnya
melalui dua buah heat exchanger secara serial. Dalam debutanizer, produk
terpisah menjadi dua fraksi. Fraksi yang pertama berupa gas yang keluar lewat
bagian atas debutanizer. Gas ini diembunkan oleh kondenser, ditambah
pendinginan oleh sebuah heat exchanger, kemudian masuk ke sebuah separator:
debutanizer receiver. Kandungan air dipisahkan, sementara hidrokarbon cair akan
dikirim ke LPG Recovery untuk dibentuk menjadi LPG. Fraksi kedua berfasa
cairan keluar lewat bagian bawah debutanizer. Hidrokarbon cair ini kemudian
langsung ditingkatkan temperaturnya dengan melalui charge heater. Setelah
temperatur menjadi tinggi, fluida cair ini kemudian diumpan ke kolom
Fractionator. Di dalam kolom fractionator ini terjadi pemisahan hidrokarbon
secara alami berdasarkan titik didihnya. Hidrokarbon yang lebih ringan akan
mengembun pada tray yang lebih tinggi. Sebaliknya hidrokarbon yang lebih berat
akan mengembun di bagian paling bawah fractionator. Setidaknya terdapat lima
produk dari kolom fractionator ini. Berturut-turut dari yang titik didihnya paling
tinggu adalah Naphtha, Light Kerosene, Heavy Kerosene, Diesel, kemudian
terakhir adalah Recyle Feed yang diumpan balik ke bagian reactor untuk diolah
kembali bersama Fresh Feed. Produk naphtha yang keluar melalui bagian atas
fractionator kemudian diembunkan dengan kondenser dan dipisahkan airnya
dengan sebuah separator. Hidrokarbon yang lolos kemudian dikirim ke Naphtha
Splitter untuk dipisahkan menjadi Heavy Naphtha dan Light Naphtha. Produk
berikutnya berupa Light Kerosene dipisah menjadi dua bagian. Bagian pertama
dicampur dengan Heavy Kerosene menjadi Kerosene. Sementara itu bagian kedua
dicampur dengan Diesel yang sudah diproses menjadi Automotive Diesel Oil
(ADO) dan Industrial Diesel Oil (IDO).
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
35
4.4. High Pressure Separator C-3-08A
4.4.1. Umum
Pada Plant 3A, HPS C-3-08 berfungsi sebagai pemisah tiga fasa
yakni gas, liquid, dan air. Input HPS berasal dari campuran antara produk
reaktor Fresh Feed dengan produk reaktor Recycle Feed yang komposisinya
terdiri dari gas Hidrogen, campuran hidrokarbon berantai pendek dalam fasa
liquid, dan air. Gas hidrogen dihisap melalui outlet yang terletak dibagian atas
HPS oleh compressor K-3-01. Tekanan di dalam HPS dijaga agar tetap pada
nilai 169 kg/cm2G. Untuk itu apabila terjadi kelebihan tekanan, gas Hidrogen
akan dibuang melalui fuel gas header, kenaikan tekanan yang lebih jauh lagi
menyababkan gas Hidrogen juga diumpan ke Flare untuk dibakar dan
dilepaskan ke atmosfer. Liquid hidrokarbon memiliki outlet di bagian bawah
HPS. Pada kondisi normal, hidrokarbon tersebut akan diumpan terlebih
dahulu untuk memutar Power Recovery Turbine GTH-3-01 sebelum
kemudian masuk ke Low Pressure Separator (LPS) C-3-10. Berputarnya
GTH-3-01 membantu memberikan daya kepada pompa G-3-01 untuk
mengalirkan Fresh Feed ke dalam Heat Exchanger E-3-01 sehingga arus
Gambar 4.1 High Pressure Separator C-3-08A (kiri)
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
36
listrik yang digunakan untuk memutar pompa tidak terlalu besar. Yang
semula dibutuhkan arus listrik sebesar 150 A, jika dibantu dengan daya dari
GTH yang dipicu oleh bukaan LCV-127D sebesar 60% akan menurunkan
kebutuhan arus hingga 80 A. Artinya terdapat penghematan sebesar kurang
lebih 80A. Namun pada kondisi tertentu dilakukan pula bypass sehingga ada
sebagian outlet hidrokarbon dari HPS yang langsung masuk ke LPS tanpa
sebelumnya melalui GTH. Terakhir, air yang posisinya berada paling bawah
dikeluarkan dari HPS dalam bentuk butiran air untuk selanjutnya dialirkan ke
Sour Water System.
4.4.2. Sistem Kontrol HPS C-3-08A
High Pressure Separator C-3-08 memiliki sistem kontrol pressure
dan level yang cukup kompleks. Hal ini dikarenakan HPS memiliki variabel
proses yang dijaga pada kondisi tekanan tinggi dan cenderung tidak stabil.
Terlebih pemisahan yang dilakukan menghasilkan kondisi tiga fasa dengan
dua diantaranya berfasa liquid. Kedua liquid ini, yakni berupa hidrokarbon
dan air, memiliki specific gravity berbeda sehingga menimbulkan sebuah
bidang interface antar-liquid. Hal ini tentunya merupakan tantangan tersendiri
bagi pengontrolan level fluida cair di dalam HPS secara keseluruhan.
A. Pressure Control
Pengontrolan tekanan pada HPS melibatkan transmitter PT-126
sebagai sensing element. PT-126 mendeteksi besarnya tekanan pada
HPS dengan sistem membran, kemudian mengirimkan sinyal analog 4-
20mA menuju PIC-126 untuk diolah lebih lanjut. Kontrol tekanan pada
HPS ini secara umum berupa control Split Range. Dengan penjelasan
sebagai berikut:
Apabila sinyal output PIC-126 kurang dari 33%, maka gas
Hidrogen seluruhnya akan menuju kompresor K-3-01.
Apabila sinyal output PIC-126 berkisar antara 33%-66%, maka
sinyal output akan memicu FIC-132 secara Cascade. Output
dari PIC-126 akan menjadi set point bagi FIC-132 yang
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
37
menerima input dari FT-132 sehingga menghasilkan output
yang memicu FCV-132 membuka. Dalam hal ini, kenaikan
sinyal output PIC-126 dari 33% sampai 66% linier dengan
terbukanya FCV-132 dari 0% sampai 100%.
Apabila sinyal output PIC-126 melebihi 66%, maka hal ini
memicu terbukanya PCV-126B yang membuang gas ke Flare.
Sistem ini juga memiliki control valve yang dikendalikan secara
manual pada kondisi darurat. Dengan menggunakan HC-125,
HCV-125 membuang lebih banyak gas hidrogen ke flare.
B. Level Control
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, sistem kontrol level
pada HPS C-3-08 terdiri dari dua bagian yakni kontrol pada level
hidrokarbon dan kontrol pada interface air-hidrokarbon. Untuk lebih
rincinya akan dibahas masing-masing sistem kontrol.
Sistem control yang pertama dan cenderung lebih sederhana dari sisi
konfigurasi adalah sistem kontrol interface air-hidrokarbon. Untuk
pengukuran level tersebut digunakan level transmitter LT-128 dan LT-
129. Transmitter yang digunakan disini berupa Electronic Level
Transmitter tipe 12120 yang diproduksi oleh Masoneilan. Transmitter
ini menggunakan prinsip level transmitter bertipe displacer. Sinyal
output yang dikeluarkan berupa sinyal analog 4-20mA. Masing-masing
transmitter ini dilengkapi dengan sebuah Level Indicator local yakni LI-
128 dan LI-129. Pada kondisi operasi normal, transmitter yang
digunakan untuk mendeteksi level cairan hanyalah salah satu dari kedua
transmitter tersebut. Untuk mengganti penggunaan bacaan transmitter
dari yang satu ke yang lain digunakan sebuah hand switch HS-134 yang
dioperasikan secara manual dari control room. Penggantian ini
dilakukan ketika akan dilakukan suatu perlakuan kepada transmitter
yang bekerja, misalnya ketika maintenance (perawatan) ataupun ketika
terjadi kerusakan. Sinyal analog yang dikeluarkan oleh transmitter ini
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
38
kemudian ditransmisikan ke LIC-128 yang direspon dengan sinyal
analog ke I/P (Current to Pressure converter) LY-128. Sinyal
pneumatic yang ditimbulkan akan mengendalikan bukaan control valve
LCV-128 yang secara langsung berkaitan dengan besarnya flow pada
outlet air dari HPS. Dengan demikian sistem kontrol yang yang bekerja
pada loop ini adalah Feedforward Control karena penempatan sensing
element yang berada sebelum aktuator. Sistem kontrol ini juga
dilengkapi dengan Level Alarm High dan Low untuk memberikan
peringatan kepada operator ketika level interface pada HPS melampaui
batasan atas dan batasan bawah tertentu. Besarnya nilai batas atas dan
batas bawah dapat dengan fleksibel ditentukan oleh operator namun
pada umumnya berkisar antara 30% sampai 50% dari range pembacaan
level transmitter.
Selain sistem kontrol level interface hidrokarbon-air, HPS C-3-08 juga
memiliki control level lain yang mengendalikan tinggi permukaan
cairan hidrokarbon di sekitar outlet hidrokarbon. Sistem kontrol ini
diawali dengan deteksi ketinggian cairan menggunakan Level
Transmitter LT-127 yang bertipe sama dengan LT-128 maupun LT-129
yakni tipe displacer. Namun bedanya untuk indikator, digunakan LG-
541A/B berupa level glass yang secara real-local menampilkan
ketinggian hidrokarbon di dalam vessel dengan dua buah tabung kaca
yang terhubung langsung dengan vessel. Sinyal analog dari LT-127
ditansmisikan ke LIC-127 yang terhubung ke hand switch HS-127.
Dengan menggunakan hand switch ini, sinyal output dapat diteruskan
ke salah satu dari dua aktuator berbeda. Yang pertama adalah ke LCV-
127D yang fungsinya untuk membuang zat caustic dari outlet air ke
arah battery limit. Yang kedua dan yang utama digunakan adalah ke
LCV-127A/B/C. Ketiga control valve ini berfungsi sebagai aktuator
untuk menjaga level hidrokarbon dalam HPS berada pada ketinggian 36%
dari span pengukuran level. Dalam kondisi ini, sistem kontrol bekerja
secara Split Range-Feedforward dengan penjelasan sebagai berikut:
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
39
Apabila sinyal output LIC-127 kurang dari 50%, maka output
tersebut secara tidak langsung akan mengandalikan bukaan
control valve LCV-127A yang mengatur flow hidrokarbon ke
arah GTH G-3-01 (yang selanjutnya akan menuju Low Pressure
Separator C-3-10). Besarnya bukaan valve LCV-127A 0%-100%
linier dengan kenaikan sinyal LIC-127 0%-50%. Sementara itu,
kedua control valve LCV-127B/C masih dalam keadaan tertutup.
Apabila sinyal outpul LIC-127 berada di antara 50%-75%, maka
nilai ini secara linier memicu terbukanya valve LCV-127B
sebesar 0%-100%. Valve ini, bersama LCV-127C, merupakan
saluran bypass yang langsung mengalirkan hidrokarbon ke LPS
C-3-10 apabila LCV-127A sudah tidak mampu mengendalikan
ketinggian cairan di dalam HPS. Dalam range ini, LCV-127A
berada dalam keadaan terbuka penuh.
Selanjutnya, dimulai dari titik output LIC-127 sebesar 67.5%,
LCV-127C akan mulai membuka secara linier dari 0%, sampai
bukaan 100% pada output LIC-127 sebesar 100%. Serupa
dengan LCV-127B, LCV-127C juga merupakan saluran bypass
yang langsung mengirimkan hidrokarbon ke LPS C-3-10.
Dalam range ini, LCV-127A juga berada dalam keadaan
terbuka penuh.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pada keadaan operasi normal
hidrokarbon digunakan untuk memutar turbin GTH, kemudian
selanjutnya memasuki LPS. Namun ketika level cairan di dalam HPS
naik, flow yang tidak dapat ditanggulangi oleh LCV-127A akan dibantu
dengan system bypass oleh LCV-127B dan LCV-127C yang
mengarahkan langsung hidrokarbon ke LPS tanpa melalu GTH terlebih
dahulu. Berdasarkan desainnya, besar flow normal yang ditangani oleh
LCV-127A adalah 323.2m3/jam, sedangkan LCV-127B sebesar
33.6m3/jam, dan LCV-127C sebesar 334m
3/jam.
Lebih khusus, LCV-127A juga dapat dikendalikan secara manual-
remote melalui control room dengan mengganti mode kendali
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
40
menggunakan HC-131. Karena berkaitan pula dengan putaran turbin
GTH, maka LCV-127A juga memiliki shutdown system yang
dipengaruhi oleh kecepatan putaran turbin GTH-3-01. Apabila
kecepatan putaran turbin telah melebihi batas keamanan, maka solenoid
pada LV-127 akan membuang tekanan pneumatic yang seharusnya
masuk ke LCV-127A. Sehingga LCV-127A yang bertipe Fail to Close
akan cenderung untuk menutup, selanjutnya putaran turbin akan
kembali normal.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
41
BAB 5. PEMBAHASAN: KONTROL LEVEL
PADA HPS C-3-08A
5.1. Identifikasi masalah
Pada praktiknya di lapangan, terkadang level liquid di dalam HPS tidak
terkontrol dengan baik sehingga menyebabkan level tersebut naik tanpa terdeteksi.
Naiknya level liquid yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian liquid ikut terhisap
ke kompresor K-3-01. Fenomena seperti ini sering dikenal dengan istilah Liquid
Carry Over. K-3-01 dilengkapi dengan dry gas seal yang memastikan fluida yang
masuk ke kompresor merupakan gas yang relatif kering. Ikut masuknya fluida cair
ke kompresor mengakibatkan rusaknya kompresor karena memang pada dasarnya
kompresor didesain untuk menangani aliran fluida dalam fasa gas. Terlebih lagi
kinerja kompresor K-3-01 terhubung dengan shutdown sistem. Ketika terjadi
masalah pada kompresor maka hal ini dapat mengakibatkan kilang trip dan hal ini
tentunya merugikan karena proses produksi menjadi terhenti.
5.2. Kondisi C-3-08A dan Sistem Kontrolnya
Pemaparan kondisi HPS C-3-01 pada bab sebelumnya merupakan deskripsi
daripada desain awal HPS itu sendiri. Namun kondisi di lapangan telah banyak
berubah. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan kondisi-
kondisi tertentu. Beberapa perbedaan yang terjadi dari desain awal, khususnya
pada bagian pengontrolan level fluida cair antara lain sebagai berikut:
Transmitter yang digunakan pada pengukuran level interface air-
hidrokarbon hanya LT-128 saja sementara LT-129 tidak digunakan
karena dalam kondisi rusak. Oleh karena itu HS-134 cenderung untuk
tidak digunakan juga.
Pipa yang digunakan untuk membuang zat caustic ke battery limit
sudah tidak digunakan sehingga LCV-127D yang mengatur flow zat
tersebut dinonaktifkan dan berada pada kondisi tertutup.
Sinyal output dari LIC-127 hanya digunakan untuk mode Split Range
ke LCV-127A/B/C saja dikarenakan LCV-127D sudah tidak
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
42
digunakan (lihat poin sebelumnya). Sehingga HS-127 juga praktis
tidak terpakai.
GTH-3-10 berada dalam kondisi rusak dan tidak terpasang. Karena itu
sistem kontrol yang berlaku hanya diterapkan pada LCV-127B/C.
5.3. Analisis
Pada suatu sistem loop control dikenal beberapa elemen utama yang
menunjang keberhasilan sistem kontrol tersebut yakni: First Element, Controller,
dan Final Element. Ketiga elemen tersebut bekerjasama menghasilkan kondisi
proses yang baik dan stabil yang sesuai dengan parameter-parameter yang telah
ditentukan oleh operator. Apabila salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak
bekerja dengan baik, maka hampir dapat dipastikan terjadinya kegagalan proses.
Untuk menentukan kemungkinan sumber terjadinya Liquid Carry Over, tijauan
dilakukan utamanya pada ketiga elemen tersebut yang terdapat pada HPS C-3-08
sebagai berikut:
5.3.1. Tinjauan Berdasarkan First Element
Sensing element merupakan komponen awal yang berfungsi
mendeteksi kondisi sistem dan memastikan besaran tersebut berhasil
ditransmisikan dan dikenali oleh controller. Pada HPS C-3-08,
terdapat 3 buah transmitter yang melekat pada vessel,yakni LT-127
dan LT-128 sebagai first element bagi control level dan PT-126
sebagai first element bagi control tekanan. Transmitter PT-126
mendeteksi tekanan yang dianggap tidak memiliki kaitan yang
signifikan dengan kontrol level. Oleh karena itu pada pembahasan ini
tidak dibahas khusus mengenai PT-126 dikarenakan fokus
pembahasan berada pada kontrol level cairan.
PT-127 dan PT-128 masing-masing adalah transmitter level fluida
cair bertipe displacer. Kedua transmitter ini merupakan produk
Masoneilan dengan kode produk 12120 yang merupakan Electronic
Level Transmitter. Pada pemasangannya, kedua transmitter ini
disertai dengan pipa steam yang dililitkan pada bagian pipa yang
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
43
berhubungan langsung dengan vessel. Hal ini bertujuan agar cairan
hidrokarbon yang masuk ke displacer tidak membeku atau
menimbulkan kerak di bagian dalam displacer yang akan
menghambat pergerakan bandul di dalam pipa displacer.
Khusus pada LT-127 yang notabene dimasuki oleh cairan
hidrokarbon seluruhnya, sistem heating menggunakan steam ini
berlangsung cukup efektif sehingga pembacaan transmitter relatif
tidak terganggu oleh adanya penyumbatan. Yang kemungkinan
menjadi masalah adalah ketika pasokan steam terhambat sehingga
proses pemanasan hidrokarbon menjadi kurang efektif. Akibatnya
ada hidrokarbon yang membeku dan bahkan menjadi kerak apabila
tidak segera ditangani. Ketika terjadi masalah pada LT-127, tidak
terdapat transmitter cadangan yang bekerja untuk menggantikan
sementara tugas LT-127 sehingga mode kontrol di control room
harus segera diubah ke mode manual-remote. Dalam kondisi ini,
operator di control room tidak dapat mengetahui posisi ketinggian
cairan di dalam vessel melalui layar monitor karena satu-satunya
indikator remote yang terpasang hanya berasal dari LT-127. Oleh
karena itu, peninjauan level cairan dilakukan secara lokal
menggunakan Level Glass LG-541A/B. Yang menjadi masalah
berikutnya adalah LG-541A/B yang usia pemakaiannya sudah cukup
tua menjadi sulit dibaca karena cairan yang mengalir di dalamnya
berupa hidrokarbon yang berwarna gelap, sementara LG-541A/B
sendiri karena termakan usia dan kurang terawat menjadi berwarna
gelap pula. Posisi plant yang dekat dengan laut juga mengakibatkan
korosi yang cukup parah di berbagai peralatan kilang tak terkecuali
LG ini. Kemudian jika pun pembacaan dapat dilakukan, kontrol
manual yang dilakukan dari control room tak terlepas dari faktor
human error yang juga dapat mengakibatkan timbulnya kesalahan
proses control level pada cairan hidrokarbon yang menyebabkan level
hidrokarbon di dalam HPS menjadi tidak terkendali.
Laporan Kerja Praktik
PT. PERTAMINA RU V Balikpapan
44
Sementara itu pada LT-128, kemungkinan sumber kesalahan
pembacaan level tidak hanya berasal dari hidrokarbon saja. LT-128
mengukur level interface antara air dengan hidrokarbon. Oleh karena
itu kemungkinan kesalahan juga berasal dari air yang masuk ke
dalam displacer. Terkadang air ini membawa material slurry yang
mengendap di bagian bawah karena bentuknya berupa padatan.
Endapan ini dapat memperlambat, bahkan menggagalkan pembacaan
level oleh LT-128 Pengendapan yang terjadi sama sekali bukan
diakibatkan terjadinya pembekuan karena pengaruh temperatur.
Karena itu pada posisi ini,