Upload
carissa-paresky-arisagy
View
83
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR EKONOMI PERIKANAN
STUDI EKONOMI PERIKANAN PESISIR PANTAI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH
Nama : Carissa Paresky Arisagy
NIM : 12 / 334991 / PN / 12981
Lokasi : Kabupaten Gunungkidul
Asisten : Bima Prasetyo Supratman
LABORATORIUM SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia. Panjang
garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan luas laut terdiri dari luas laut territorial
284.210,90 km2, luas Zone Ekonomi Ekslusif 2.981.211,00 km2 dan luas laut 12 mil sebesar
279.322 km2. Potensi Sumber Daya Ikannya pun mencapai 6,52 juta ton per tahun dengan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan 5,2 juta ton per tahun yang terbagi dalam 11 wilayah
pengelolaan perikanan (WPP) mulai dari WPP 571 di Selat Malaka hingga WPP 718 di Laut
Arafura-Laut Timor (Kelautan dan Perikanan dalam Angka, 2011).
Dengan potensi yang sedemikian hebat seharusnya manfaat yang diperoleh juga besar.
Akan tetapi sebagian besar rakyat miskin justru mereka yang tinggal di pesisir dan pantai.
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) terdapat
38.258 desa miskin dari total 73.067 desa di Indonesia. Dari jumlah desa miskin tersebut
lebih dari 25 % atau tepatnya 10.640 desa berlokasi di daerah pesisir. Menurut Nikijuluw
(2001) populasi masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di
daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada
pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Dalam bidang perikanan mereka adalah kelompok
nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara
langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan
dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di
seluruh Indonesia, di pantai pulau-pulau besar dan kecil.
Gambar 1.1 Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia(Sumber http://www.kkp.go.id/)
2
Propinsi DIY mempunyai pantai sepanjang kurang lebih 110 km yang mempunyai
potensi sumberdaya perikanan sangat besar. Potensi lestari sumberdaya ikan di Samudra
Indonesia masih sangat besar seperti yang tampak pada (Gambar 1.1). Namun potensi
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Usaha penangkapan ikan masih menggunakan
kapal-kapal kecil dengan motor tempel, yang hanya beroperasi di wilayah pantai, belum
mencapai daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Untuk dapat
meningkatkan hasil tangkapan diperlukan kapal besar yang dapat beroperasi di lepas pantai
dan ZEE. Akan tetapi, penggunaan kapal-kapal besar tersebut memerlukan adanya
pelabuhan besar.
Oleh karena itu kegiatan Praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan tahun 2014 ini
diadakan dengan tujuan untuk mengkaji aspek sosial ekonomi perikanan tangkap khususnya
di pantai Baron. Praktikum dilakukan di Pesisir Selatan D.I.Y tepatnya di Desa Kemadang,
Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui sekaligus mengkaji aspek-aspek sosial ekonomi perikanan tangkap di
Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul.
2. Untuk mengembangkan wawasan mahasiswa dalam bidang sosial ekonomi perikanan.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Dapat mengetahui sekaligus mengkaji aspek-aspek sosial ekonomi perikanan tangkap di
Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul.
2. Dapat menambah wawasan mahasiswa dalam bidang sosial ekonomi perikanan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Secara geografis Kabupaten Gunung Kidul terletak di
antara 07o16’30’’ LS dan 110o19’30” - 110o25’30” BT, dengan luas wilayah mencapai 1.485,36
km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kab.
Gunungkidul, 2012). Wilayah Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144
desa. Kecamatan yang ada di Gunungkidul antara lain : Kecamatan Panggang, Purwosari,
Paliyan, Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semanu, Ponjong, Karangmojo,
Wonosari, Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, dan Semin. Kecamatan Tanjungsaari,
kecamatan ini memiliki 5 desa, yaitu Desa Hargosari, Kemiri, Kemadang, Banjarejo, Ngestirejo.
Secara geografis Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul
terletak di antara 8°7’54” LS - 110°32’52” BT. Berdasarkan letak geografisnya tersebut, Desa
Kemadang berada di daerah lembah dengan kemiringan yang landai. Desa yang berjarak 13 km
dari pusat kota Wonosari ini memiliki luas wilayah mencapai 19,29 km2 (BPS, 2013). Wilayah
tersebut meliputi 3 pantai besar yang telah banyak dikenal masyarakat yakni pantai Baron,
Kukup, dan Sepanjang.. Desa ini mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari
pertanian, peternakan, pariwisata serta potensi perikanan. Mayoritas penduduk Desa Kemadang
bermata pencaharian sebagai nelayan, petani dan pedagang ikan. Hasil tangkapan nelayan
umumnya bervariasi mulai dari ikan kakap, ikan tongkol, cumi-cumi, udang, lobster, bahkan
ikan hiu dan ikan pari.
Ekosistem paparan benua pantai Laut Selatan Gunungkidul merupakan perairan utama
penangkapan ikan secara tradisional. Nelayan di Baron, Gunungkidul menangkap ikan di
berbagai jeluk dengan menggunakan berbagai jenis jaring. Hasil tangkapan setiap bulan
bervariasi. Populasi tongkol (Auxis sp.) banyak ditangkap pada bulan Maret, populasi bawal
(Pampus sp.) pada bulan Mei, dan populasi layur (Trichiurussp) pada bulan Januari. Ikan hasil
tangkapan nelayan Baron tahun 2008-2010 berkurang, dari 152.487 kg/tahun menjadi 37.102
kg/tahun (DKP Gunungkidul, 2010). Masyarakat nelayan menyebutnya sebagai masa paceklik.
Kegiatan penangkapan ikan dilaut dapat diklasifikasikan menurut besarnya usaha, yaitu
perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Perahu tanpa motor meliputi jukung
dan perahu papan, dimana jukung merupakan sampan atau perahu dengan bentuk yang
sederhana sementara perahu papan merupakan perahu yang terbuat dari papan dengan ukuran 7-
10 m atau lebih. Perahu motor tempel merupakan perahu dengan motor tempel (motor yang
4
biasanya diletakkan di bagian belakang perahu) sebagai penggeraknya. Kemudian kapal motor
dapat diklasifikasikan menjadi kapal < 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT, 20-50 GT, 50 100
GT, 100-200 GT, dan 200 GT ke atas (Badan Pusat Statistik DIY, 2007).
Menurut Widodo dan Suadi (2006), nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau
komunitas yang secara keseluruhan atau sebagian hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap
ikan. Partosuwiryo (2002) mengelompokkan nelayan menjadi: nelayan penuh untuk orang yang
menggantungkan seluruh hidupnya dari hasil menangkap ikan, nelayan sambilan untuk orang
yang hanya sebagian dari hidupnya tergantung dari menangkap ikan (lainnya dari buruh, tukang,
atau pertanian), juragan untuk mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi untuk usaha
perikanan (kapal, alat tangkap), dan Anak Buah Kapal (ABK/Pandega) untuk mereka yang
mengalokasikan waktunya dan memperoleh pendapatan dari hasil mengoperasikan alat tangkap
ikan, seperti kapal milik juragan.
Daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut berkembang dari perairan dekat
pantai hingga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada
penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1999, yakni jalur I hingga
jalur III (Effendi dan Oktariza, 2006).
Gambar 2.1 Zona Penangkapan Berdasarkan Klasifikasi Kapal
5
III. METODE
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, 23-24 Mei 2014 di Desa
Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi ini dipilih karena :
1. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
2. Usaha yang dikembangkan dilokasi tersebut melibatkan kelompok perempuan maupun
laki-laki.
3. Usaha terintegrasi dari produksi hingga pemasaran hasil perikanan.
B. Metode Dasar
Metode kajian adalah metode survey dan observasi lapangan. Menurut Singarimbun
dan Effendi (1995) penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Proses
pengumpulan dilakukan melalui interaksi secara langsung dengan responden. Penelitian
survey dapat digunakan untuk eksplorasi, deskriptif, maupun penjelasan dan prediksi atau
meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang.
C. Metode Penentuan Responden
Populasi yang menjadi pusat kajian praktikum ini adalah nelayan. Pemilihan sampel
menggunakan metode snowball sampling. Menurut Somekh dan Lewin (2005) metode
snowball sampling merupakan metode pemilihan responden dengan pemilihan sejumlah
kecil dari populasi dengan karakteristik tertentu, yang selanjutnya dijadikan responden yang
diminta untuk memberikan rekomendasi untuk responden berikutnya. Teknik ini
menggunakan satu orang utama sebagai informan kunci yang akan terus bergulir menuju
informan berikutnya hingga kualitas data yang diharapkan dapat terpenuhi. Dalam hal ini
praktikan dapat mendatangi tetua atau ketua kelompok atau petugas pemerintahan yang
menjadi tokoh kunci di desa pada masing-masing kegiatan, yang dapat dianggap sebagai
informan pertama (responden pertama) untuk mengawali teknik snowball. Informan pertama
6
diharapkan member rekomendasi calon informan selanjutnya, sampai jumlah responden
yang ditentukan diketahui.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuisioner
Metode ini biasa digunakan untuk menyelidiki pendapat orang dan sikap. Metode
angket adalah suatu metode penelitian yang berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh
data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner pada praktikum ini digunakan
untuk memperoleh informasi dari sejumlah pelaku usaha perikanan yaitu untuk bidang
penangkapan, budidaya, dan pengolahan.
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara melihat dan memperhatikan
serta mengolah dokumen-dokumen yakni melalui arsip-arsip surat serta catatan-catatan
dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan atas kebenarannya. Metode
dokumentasi pada praktikum ini sebagai sumber untuk mendapatkan informasi atau data
administrasi dari kegiatan usaha perikanan yang dilakukan oleh responden.
3. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah dialog yang dilaksanakan oleh pewawancara (praktikan)
untuk memperoleh informasi dari responden yang fungsinya untuk meneliti atau menilai
keberadaan seseorang, misalnya untuk memperoleh data tentang latar belakang
pendidikan orang tua, serta sikapnya terhadap sesuatu.
4. Metode Observasi
Metode observasi adalah pencatatan dan pengamatan fenomena-fenomena yang
diselidiki secara sistematik. Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
jalan mengamati, meneliti, dan mengukur kejadian atau peristiwa yang sedang
berlangsung (Kusmayadi, 2000).
7
E. Tabulasi dan Analisis Data
Tabulasi data dilakukan dengan menggunakan program MS. Excel. Data yang telah
didapatkan akan ditabulasikan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi sosial
ekonomi dari para pelaku usaha perikanan (responden) yang telah diwawancarai
sebelumnya. Berdasarkan hasi tabulasi data selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum
Secara geografis Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul
terletak di antara 8°7’54” LS - 110°32’52” BT. Berdasarkan letak geografisnya tersebut,
Desa Kemadang berada di daerah lembah dengan kemiringan yang landai. Desa yang
berjarak 13 km dari pusat kota Wonosari ini memiliki luas wilayah mencapai 19,29 km2
(BPS, 2013). Wilayah tersebut meliputi 3 pantai besar yang telah banyak dikenal masyarakat
yakni pantai Baron, Kukup, dan Sepanjang. Desa ini mempunyai beragam potensi
perekonomian mulai dari pertanian, peternakan, pariwisata serta potensi perikanan.
Mayoritas penduduk Desa Kemadang bermata pencaharian sebagai nelayan, petani dan
pedagang ikan. Nelayan Kemadang tersebut melabuhkan perahunya di pantai Baron. Pantai
Baron merupakan salah satu pantai yang paling produktif di Gunungkidul, dimana pada
pantai ini usaha perikanan tangkap, usaha perdagangan serta pariwisata menjadi sektor
utama pendapatan daerah. Adapun hasil tangkapan nelayan pantai Baron setiap bulan
bervariasi, dengan komoditas utamanya adalah ikan tongkol. Populasi tongkol (Auxis sp.)
banyak ditangkap pada bulan Maret, populasi bawal (Pampus sp.) pada bulan Mei, dan
populasi layur (Trichiurus sp.) pada bulan Januari. Menurut Husna dan Sarpono (2013),
Desa Kemadang dahulunya termasuk dalam desa miskin, namun dalam kurun waktu 4 tahun
Desa Kemadang dapat menanggulangi problem pengangguran secara tuntas. Hampir tidak
ada penduduk yang tunakarya di desa ini, bahkan banyak warga dari desa lain mencari
pekerjaan di desa Kemadang.
Di pantai Baron terdapat suatu kelompok usaha perikanan yang tergabung dalam
Kelompok Usaha Bersama, yang pertama adalah Kelompok Nelayan Tangkap Mina
Samudera. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1983 dan hingga kini telah berkembang
memiliki 70 unit kapal PMT (perahu motor tempel). Hingga saat ini KUB Nelayan Tangkap
Mina Samudera tercatat memiliki 266 anggota yang terdiri dari nelayan tetap, nelayan
sambilan utama serta nelayan sambilan tambahan. Selain Kelompok Nelayan Tangkap Mina
Samudera juga terdapat KUB Lain yaitu Kelompok Pengolah dan Pedagang Ikan Mina
Boga. Berdiri pada tahun 2006 KUB ini beranggotakan 60 orang dan komoditas yang
dihasilkan antara lain seperti ikan goreng, ikan goreng asam manis dan ikan asin. Usaha lain
yang dilakukan KUB ini antara lain adalah pemasaran, baku/pedagang, dan pembuat jaring
oleh kelompok pembuat jaring Sido Rukun.
9
B. Sarana dan Prasarana
Kegiatan perikanan yang dominan di Desa Kemadang adalah penangkapan. Hal ini
didukung dengan lokasinya yang langsung bersinggungan dengan Laut Selatan. Terlebih
lagi dengan adanya pantai Baron yang sejak zaman Belanda telah digunakan sebagai
pelabuhan penangkap ikan. Meskipun demikian, sektor penangkapan di Pantai Baron ini
dinilai belum berkembang karena terkendala oleh lokasi geografisnya yang belum dapat
digunankan untuk melabuh kapal-kapal bermotor besar. Oleh karena itu seluruh nelayan di
desa Kemadang ini masih menggunakan perahu motor tempel maupun perahu jukung yang
didatangkan dari Cilacap. Akan tetapi, sarana pendukungnya seperti jaring, pancing, dan
alat tangkap lainnya sudah cukup mendukung usaha penangkapan di wilayah tersebut.
Terlebih lagi dengan adanya Kelompok Nelayan sangat membantu ketersediaan sarana dan
prasarana penangkapan. Bahkan prasarana perbaikan kapal serta stasiun pengisian bahan
bakar kapal pun telah tersedia meskipun masih terhitung tradisional atau skala kecil.
C. Profil Responden
Pendidikan Jumlah %
TS 1 1,27
SD 42 53,16
SMP 28 35,44
SMA 8 10,13
PT 0 0
Total 79 100
Tabel 4.1. Sebaran Pendidikan Nelayan
Grafik 4.1. Sebaran Pendidikan Nelayan
10
TS SD SMP SMA PT0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Grafik Tingkat Pendidikan Nelayan Pantai Baron
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Pers
enta
se Ti
ngka
t Pen
didi
kan
(%)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap nelayan Gunungkidul diperoleh
fakta bahwa 1,27 % dari nelayan Gunungkidul tidak sekolah, 53,16% nelayan di Desa
Kemadang bersekolah hingga Sekolah Dasar, 35,44% nelayan bersekolah hingga Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan 10,13% dari nelayan di Desa Kemadang memiliki riwayat
pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), namun tidak dijumpai nelayan yang
menempuh jenjang perguruan tinggi. Mayoritas dari nelayan di Desa Kemadang tingkat
pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Jumlah nelayan yang menempuh
pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat pun kurang dari
setengahnya. Bahkan di Desa Kemadang ini tidak dijumpai nelayan yang menempuh jenjang
pendidikan hingga Perguruan Tinggi (PT). Hal Ini menandakan bahwa masih rendahnya
tingkat kesadaran masyarakat Desa Kemadang terhadap pendidikan. Rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat desa Kemadang tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
mulai dari infrastuktur, sumberdaya manusia dan kepedulian nelayan akan pentingnya
pendidikan. Ketiga faktor itu sangat terkait, sehingga diperlukan adanya penanganan yang
intensif dan keberlanjutan untuk mengentaskan permasalahan ini. Oleh sebab itu, untuk
menunjang sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya dalam kegiatan perikanan
tangkap di daerah Selatan Pulau Jawa ini perlu adanya suatu penyuluhan dan kebijakan-
kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia di Desa
Kemadang.
Range Umur Jumlah %
20-25 5 6%
26-30 14 18%
31-35 10 13%
36-40 13 16%
41-45 16 20%
46-50 12 15%
51-55 5 6%
56-60 0 0%
61-65 2 3%
66-70 1 1%
71-75 1 1%
Total 79 100%
Tabel 4.2. Sebaran Umur Nelayan
11
Grafik 4.2. Sebaran Umur Nelayan
Sebaran umur nelayan di desa Kemadang didominasi oleh kelompok usia 26-50 tahun.
Pada kisaran umur tersebut tergolong dalam usia produktif, seperti yang disampaikan Van
den ban dan Hakwiks (1999), usia tenaga kerja yang produktif berumur 16-64 tahun,
sedangkan pada usia 65 keatas sudah dikatakan usia lanjut. Kelompok usia nelayan yang
paling banyak di daerah Kemadang adalah antara 41-45 tahun, sedangkan kelompok usia 61-
75 tahun sangat sedikit yang terlibat dalam kegiatan penangkapan sebab sudah dikatakan
usia lanjut. Sementara untuk regenerasi tampak belum optimal, terlihat dari grafik pada
kisaran umur 20-25 tahun saja jumlah nelayan masih sedikit. Hal ini dikarenakan para
nelayan tidak ingin anak-anaknya meneruskan usaha penangkapan, sebab para orang tua
ingin anaknya mempunyai pekerjaan yang lebih baik.
Range Tahun Jumlah %
0-5 13 16%
6-10 12 15%
11-15 21 27%
16-20 9 11%
21-25 8 10%
26-30 11 14%
31-35 3 4%
36-40 2 3%
Total 79 100%
Tabel 4.3. Sebaran Pengalaman Petambak
12
20-25
26-30
31-35
36-40
41-45
46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
71-75
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sebaran Umur Nelayan
Sebaran Umur Nelayan
Range Umur
Pers
enta
se S
ebar
an U
mur
(%)
0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-400%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Sebaran Pengalaman Nelayan
Sebaran Pengalaman Nelayan
Range Umur
Pers
enta
se S
ebar
an P
enga
lam
an (%
)
Grafik 4.3. Sebaran Pengalaman Nelayan
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa
mayoritas nelayan telah melaut selama kurang lebih 11-15 tahun, sedangkan pengalaman
melaut terlama adalah selama 40 tahun. Berasarkan data tersebut pula, tercatat nelayan
dengan pengalaman melaut selama 0-5 tahun adalah sebesar 16 %, nelayan yang telah
menggeluti usaha penangkapan ikan selama 6-10 tahun adalah sebesar 15 %, nelayan yang
telah menggeluti usaha penangkapan ikan selama 11-15 tahun sebesar 27 %, nelayan yang
telah melaut sejak 16-20 tahun yang lalu adalah sebesar 11 %, rentang pengalaman nelayan
melaut selama 21-25 tahun sebesar 10 %, rentang lama pengalaman nelayan melaut 26-30
tahun sebesar 14 %, rentang lama pengalaman 31-35 tahun sebesar 4 %, dan rentang lama
pengalaman 36-40 tahun sebesar 3 %. Ditinjau dari lamanya nelayan menggeluti usaha
perikanan tangkap ini menandakan bahwa aktivitas penangkapan di Pantai Baron telah lama
dilakukan.
DaftarPekerjaan Jumlah % Sampingan %
Petani 4 5% 38 57%
Nelayan 59 76% 10 15%
Pedagang 5 6% 2 3%
Pemilik 2 3%
ABK 2 3%
Pemilik/ABK 1 1%
Nelayan/Pedagang 1 1%
Nelayan/ABK 4 5%
Pengrajin 1 1%
CariJingking 1 1%
13
0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-400%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Sebaran Pengalaman Nelayan
Sebaran Pengalaman Nelayan
Range Umur
Pers
enta
se S
ebar
an P
enga
lam
an (%
)
Buruh 6 9%
Bengkel 1 1%
JasaSoundsystem 1 1%
KuliBangunan 1 1%
Penyewaan gamelan 1 1%
Pengepul 1 1%
Petani, Kebun, Pedagang 1 1%
Petani/ternak 2 3%
Padagang/Petani 1 1%
Tabel 4.4. Sebaran Pekerjaan Nelayan
Grafik 4.4. Sebaran Pekerjaan
Berdasarkan data hasil pengamatan, sebaran pekerjaan baik pokok maupun sampingan
petambak di Kemadang dominan adalah nelayan dan mayoritas memiliki pekerjaan
sampingan sebagai petani, jika sedang tidak musim. Dari data, hanya sedikit warga Bakaran
Kulon yang berprofesi sebagai buruh, peternak dan sebagainya. Pekerjaan sampingan yang
paling dominan di Kemadang adalah menjadi petani singkong dan kacang. Hal ini
menandakan bahwa penduduk Desa Kemadang mayotitas berprofesi sebagai nelayan dan
petani. Nelayan pemilik dan nelayan-petani mempunyai tingkat kesejahteraan paling tinggi,
14
Petani
Nelaya
n
Pedag
ang
Pemilik ABK
Pemilik
/ABK
Nelaya
n/Ped
agan
g
Nelaya
n/ABK
Pengra
jin
Cari Jin
gking
Buruh
Bengk
el
Jasa S
oundsystem
Kuli Ban
gunan
Penye
waan ga
melan
Penge
pul
Petani, K
ebun, P
edag
ang
Petani/t
ernak
Padag
ang/P
etani
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sebaran Pekerjaan
Sebaran Pekerjaan PokokSebaran Pekerjaan Sampingan
Jenis Pekerjaan
Pers
enta
se S
ebar
an P
eker
jaan
(%)
kemudian nelayan pendega, dan diikuti petani serta petani pengrendet. Usaha penangkapan
di Gunungkidul masih memungkinkan dikembangkan di perairan pantai > 4 mil dan perairan
lepas pantai. Keberadaan kelembagaan nelayan yang ada dapat mendorong pergerakan roda
perekonomian nelayan.
D. Kegiatan Perikanan Tangkap
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengamatan, jenis alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan Kemadang adalah alat tangkap jaring, krendet, seser, dan pancing.
Alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan desa
Kemadang. Selain mudah di dapat, alat tangkap tersebut juga tergolong murah dan efisien
untuk digunakan. Hasil tangkapan yang biasanya diperoleh nelayan Kemadang biasanya
beragam dan terdapat berbagai jenis ikan, diantaranya ikan hiu, ikan pari, ikan kakap, ikan
tongkol, udang, lobster dan lain-lain. Akan tetapi hasil tangkapan utamanya adalah ikan
tongkol dan lobster. Ikan tongkol biasanya ditangkap dengan menggunakan mata jaring
berukuran 2 inch sementara lobster ditangkap dengan menggunakan krendet. Hasil
tangkapan nelayan pantai Baron setiap bulan bervariasi. Populasi tongkol (Auxis sp.) banyak
ditangkap pada bulan Maret, populasi bawal (Pampus sp.) pada bulan Mei, dan populasi
layur (Trichiurus sp.) pada bulan Januari.
Pada umumnya nelayan di desa Kemadang melaut ketika musim ikan saja sementara
ketika tidak musim mereka beralih profesi menjadi petani. Rata-rata nelayan Kemadang
melaut dengan 1 hari trip penangkapan. Dengan daerah penangkapan (fishing ground) antara
pantai Baron hingga Parangtritis. Hampir seluruh nelayan Kemadangn mengaku daerah
tangkapan mereka semakin jauh karena ikan yang ditangkap semakin sedikit. Biasanya
nelayan Kemadang pergi melaut ketika subuh dan kembali ke darat sekitar pukul 02.00-
03.00 WIB.
Nelayan Kemadang hanya melaut pada bulan-bulan tertentu saja. Rata-rata nelayan
aktif melaut pada bulan Juli hingga Desember, dan hanya beberapa nelayan saja yang
melaut. Aktivitas nelayan yang melaut di luar bulan-bulan tersebut pun biasanya berbeda,
nelayan tidak menangkap ikan dengan jaring melainkan dengan pancing. Hal tersebut
dikarenakan jumlah ikan yang sedikit. Kondisi perairan pantai selatan Jawa tersebut
dipengaruhi oleh sistem angin monsoon. Angin monsoon berpengaruh pada suhu dan arus
permukaan laut. Pantai laut selatan Jawa memiliki suhu permukaan sangat bervariasi setiap
bulan. Suhu permukaan laut pada bulan Juni berkisar 27-30 oC. Kondisi ini mengindikasikan
awal terbentuknya daerah upwelling. Upwelling ini disebabkan oleh angin monsoon
15
tenggara dari Australia. Suhu permukaan laut bulan September berkisar 25-30o C dan
menunjukkan upwelling terluas. Akhir Oktober terjadi transisi angin monsoon yaitu mulai
berganti angin barat. Hal ini menyebabkan upwelling lemah. Upwelling di selatan Jawa
karena angin monsoon ini, terhenti pada bulan November (Susanto et al. 2001; Dipo dkk.
2011).
Di pantai Baron terdapat suatu kelompok usaha perikanan yang tergabung dalam
Kelompok Usaha Bersama, yang pertama adalah Kelompok Nelayan Tangkap Mina
Samudera. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1983 dan hingga kini telah berkembang
memiliki 70 unit kapal PMT (perahu motor tempel). Hingga saat ini KUB Nelayan Tangkap
Mina Samudera tercatat memiliki 266 anggota yang terdiri dari nelayan tetap, nelayan
sambilan utama serta nelayan sambilan tambahan. Selain Kelompok Nelayan Tangkap Mina
Samudera juga terdapat KUB Lain yaitu Kelompok Pengolah dan Pedagang Ikan Mina
Boga. Berdiri pada tahun 2006 KUB ini beranggotakan 60 orang dan komoditas yang
dihasilkan antara lain seperti ikan goreng, ikan goreng asam manis dan ikan asin. Usaha lain
yang dilakukan KUB ini antara lain adalah pemasaran, baku/pedagang, dan pembuat jaring
oleh kelompok pembuat jaring Sido Rukun.
E. Permasalahan
Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Kemadang tidak berarti selalu
berjalan mulus. Banyak permasalahan yang terjadi pada nelayan Kemadang khususnya
permasalahan dari alam seperti musim dan cuaca, terlebih lagi saat ini di dunia telah terjadi
global warming, dimana musim dan cuaca menjadi tidak menentu. Di samping itu terkadang
target tangkapan terkadang sulit ditemukan sehingga cenderung lebih banyak ikan non target
yang tertangkap. Kemudian permasalahan lainnya adalah tumpang tindih jaring yang
disebabkan semakin banyaknya nelayan yang melaut di area penangkapan nelayan
Kemadang. Akan tetapi, nelayan Kemadang cenderung menyikapi dengan santai keadaan
tersebut dan memilih untuk tidak perlu dibuatkan pengaturan penangkapan di daerah
tersebut. Sebab beberapa nelayan beranggapan bahwa adanya pengaturan justru membatasi
ruang gerak mereka dalam mencari ikian. Pada dasarnya di desa Kemadang ini telah berlaku
suatu aturan yang didasarkan pada kearifan lokal setempat dimana pada hari-hari tertentu
nelayan dilarang untuk melaut, yakni hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, serta saat ada
hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
F. Analisis Biaya
16
RerataBiayaKepemilikanAlatTangkap Rp 29.505.628,21
RerataBiayaOperasional Rp 311.284,83
RerataBiayaPerawatan Rp 786.935,06
Tabel 4.5. Analisis Biaya
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara, pengamatan dan observasi
diperoleh analisis rerata biaya usaha penangkapan yang biasa dikeluarkan oleh nelayan
yakni untuk rerata biaya kepemilikan alat tangkap adalah sebesar Rp 29.505.628,
kemudian untuk biaya operasional adalah sebesar Rp. 311.284, sementara untuk biaya
perawatan adalah sebesar Rp. 786.935. Jumlah tersebut ternilai sangat besar, namun masih
terhitung rasional mengingat hasil pendapatan yang diperoleh dari hasil tangkapan yang
diterima oleh nelayan tidak kalah besarnya. Dimana hasil rata-rata tangkapan ikan neyalan
Kemadang ketika musim ikan adalah sebanyak kurang lebih 3 kwintal. Hasil sebanyak itu
menurut salah satu responden sudah dapat mencapai nominal sebesar +/- Rp 3000.000,00
dalam sekali trip.
G. Peran Kelompok
Grafik 4.5. Peran Kelompok
Di pantai Baron terdapat suatu kelompok usaha perikanan yang tergabung dalam
Kelompok Usaha Bersama, yang pertama adalah Kelompok Nelayan Tangkap Mina
Samudera. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1983 dan hingga kini telah berkembang
memiliki 70 unit kapal PMT (perahu motor tempel). Hingga saat ini KUB Nelayan Tangkap
Mina Samudera tercatat memiliki 266 anggota yang terdiri dari nelayan tetap, nelayan
sambilan utama serta nelayan sambilan tambahan. Selain Kelompok Nelayan Tangkap Mina
17
a. Kepuasan pskilogis
b. Mem-bantu men-capai tujuan
c. Penge-tahuan
d. Per-lindun-
gan
e. Identitas0
1
2
3
4
5
Peran Kelompok
Modus
Pernyataan Peranan Kelompok
Seb
aran
Pen
dapa
t Ter
bany
ak
Samudera juga terdapat KUB Lain yaitu Kelompok Pengolah dan Pedagang Ikan Mina
Boga. Berdiri pada tahun 2006 KUB ini beranggotakan 60 orang dan komoditas yang
dihasilkan antara lain seperti ikan goreng, ikan goreng asam manis dan ikan asin. Usaha lain
yang dilakukan KUB ini antara lain adalah pemasaran, baku/pedagang, dan pembuat jaring
oleh kelompok pembuat jaring Sido Rukun.
Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa hasil pengamatan tersebut terlihat adanya
kelompok nelayan di Desa Kemadang sangat membantu mereka dalam mejalankan dan
mengembangkan usaha perikanan tangkap. Terlihat dari keseluruhan aspek tersebut bahwa
manfaat kelompok itu sangat besar, rata-rata nelayan menyatakan bahwa adanya kelompok
mina di desa tersebut sangat membantu. Hal ini dikarenakan asas kekeluargaan yang kental
dalam kelompok Mina Sumudera tersebut yang membuat semua kebijakannya menjadi
transparan. Bahkan mayoritas nelayan merasa terbantu terlebih lagi, adanya bantuan dari
pemerintah yang dikelola oleh kelompok dibagi secara merata dan adil, sehingga tidak ada
nelayan yang merasa dirugikan. Diharapkan dengan adanya kelembagaan / kelompok
nelayan yang ada dapat mendorong pergerakan roda perekonomian nelayan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
18
A. Kesimpulan
Nelayan yang menjadi responden dalam praktikum ini memilki sebaran pendidikan
yang bermacam-macam dan didominasi pada jenjang Sekolah Dasar dengan sebagian
nelayan berada pada usia produktif. Rata-rata penduduk desa Kemadang berprofesi sebagai
nelayan dengan bercocok tanam sebagai profesi sampingannya. Alat tangkap yang dominan
dipakai oleh nelayan Kemadang adalah perahu motor tempel dan perahu jukung dengan alat
tangkap pendukung jaring, krendet, pancing dan seser.
B. Saran
Dalam praktikum lapangan, praktikan cukup kesulitan mencari responden karena
waktu yang kurang tepat. Sebaiknya pada praktikum selanjutnya dilakukan survey terlebih
dahulu mengenai waktu yang tepat agar diperoleh responden yang cukup.
VI. DAFTAR PUSTAKA
19
Badan Pusat Statistik. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011. BPS. Sulawesi.
Badan Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat di Indonesia. Daerah Istimewa
Yogyakarta. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Gunung Kidul dalam Angka 2013. BPS. Yogyakarta.
DKP Gunungkidul. 2010. Dinas Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta
Effendi dan W. Oktariza. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta.
Kusnadi. 2000. Akuntansi Keuangan Menengah. Penerbit Universitas. Malang.
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya, edisi 5. Aditya Media. Yogyakarta.
Partosuwiryo, Suwarman. 2002. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Singarimbun dan Effendi .1995. Metode Venelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
Somekh dan Lewin. 2005. Research Methods in The Sosial Sciences. Sage Publications. London.
Kusmayadi. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Widodo, J. dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Susanto, R. D., A. L. Gordon and Q. Zheng, 2001. Upwelling along the coast of Java and
Sumatra and its relation to ENSO.Geophys. Res. Lett., 28 (8): 1599 – 1602.
.Nikijuluw. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan
Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. KKP, Jakarta.
.Kab. Gunung Kidul. 2012. Profil Gunung Kidul. <http://www.gunungkidulkab.go.id/>. Diakses
tanggal 2 Mei 2014.
Van Den Ban. A.W. dan H.S Hawkins., 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Husna, B. Dan Sarpono. 2013. Aktivitas Nelayan Gunung Kidul. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
20
=]NJNBH
21
Sebagian besar warga Desa Kemadang bermata pencaharian sebagai nelayan dan
berjualan di Pantai Kukup Gunung Kidul. Pantai Kukup memiliki banyak potensi selain
untuk pariwisata, diantaranya hasil perikanan dan kemalimpahan Alga. Salah satu potensi
yang sudah dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada adalah Ulva lactuca (alga
hijau) untuk dibuat kripik Ulva (karang hijau).
TPI Pantai Baron terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta. Letak pantai ini adalah sekitar 65 km dari arah Yogyakarta
atau 20 km ke arah selatan dari Wonosari
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pantai Baron terletak di Desa Kemadang, Kecamatan
Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Letak pantai ini adalah sekitar 65 km
dari arah Yogyakarta atau 20 km ke arah selatan dari kota Wonosari.
22
Wilayah Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan topografi
wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst. Wilayah selatan
didominasi oleh kawasan perbukitan karst yang banyak terdapat goa-goa alam dan juga
sungai bawah tanah yang mengalir. Dengan kondisi tersebut menyebabkan kondisi lahan
di kawasan selatan kurang subur yang berakibat budidaya pertanian di kawasan ini
kurang optimal.
Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari
pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang serta
potensi pariwisata. Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar
adalah lahan kering tadah hujan (± 90 %) yang tergantung pada daur iklim khususnya
curah hujan. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah tadah hujan.
Sumberdaya alam tambang yang termasuk golongan C berupa : batu kapur, batu apung,
kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin dan pasir kuarsa. Kabupaten Gunungkidul juga
mempunyai panjang pantai yang cukup luas terletak di sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia, membentang sepanjang sekitar 65 Km dari Kecamatan Purwosari
sampai Kecamatan Girisubo. Potensi hasil laut dan wisata sangat besar dan terbuka untuk
dikembangkan.Potensi lainnya adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil
pertanian yang semuanya sangat potensial untuk dikembangkan.
Baron - Merupkan pantai pintu gerbang masuk kawasan obyek wisata pantai yang
lainnya Di pantai ini banyak terdapat aneka ikan laut segar maupun dalam bentuk siap
saji. Dan salah satu menu yang terkenal adalah Soup Kakap Baron. Pantai ini terletak di
Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari sekitar 23 km ke arah selatan Wonosari
Kukup - Pantai ini terletak di Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari sekitar 1 km dari
Pantai Baron. Pantai ini berpasir putih dan terkenal dengan berbagai aneka ikan hias yang
dijual di pinggir-pinggir pantai
Pantai ini terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari sekitar 2 km dari Pantai
Kukup. Pantai ini terkenal akan sebagai tempat pendaratan penyu laut untuk bertelur.
23
Pantai Baron terletak di desa Kemadang, kecamatan Tanjungsari sekitar ±23 km selatan
kota Wonosari, merupakan pintu gerbang masuk kawasan obyek Wisata Pantai yang
lainnya. Pantai Baron dikelilingi bukit-bukit kapur yang di atasnya terdapat jalan setapak
dengan gardu pandang di mana wisatawan dapat beristirahat dan menikmati keindahan
laut yang luas. Di sebelah barat Pantai Baron, terdapat muara air sungai bawah tanah
sehingga ada suatu tempat pertemuan antara air laut dan air tawar. Pantai ini juga sebagai
penghasil ikan yang banyak, dan ditepi-tepi pantai banyak terdapat perahuperahu yang
biasa digunakan nelayan untuk mencari ikan. Di Pantai Baron juga di lengkapi tempat
pelelangan ikan yang biasa digunakan nelayan untuk menjual hasil tangkapan ikan
setelah pergi melaut. Adapun ciri khas Pantai Baron adalah banyaknya aneka ikan laut
dalam bentuk segar maupun siap saji (dimasak, dibakar, digoreng, dikukus) termasuk
menu spesial Baron yaitu Soup Kakap, ( Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Gunungkidul, 2007).
Secara geografis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak pada posisi
7o30'8o15' LS dan 110o 03’ BT – 110o50' BT. Sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia. Panjang garis pantai Provinsi DIY sebesar 113 km atau 61,02 mil yang
secara administratif masuk ke dalam 3 wilayah kabupaten, yaitu Gunung Kidul, Bantul
dan Kulon Progo. Produksi penangkapan ikan DIY pada tahun 2007 mengalami
peningkatan sebesar 51,90% (2.629 ton), dibandingkan produksi tahun 2006 (1.730 ton).
Dilihat dari jenis ikan, tangkapan terbanyak adalah jenis-jenis seperti bawal putih, bawal
hitam, manyung, lemadang, kuwe, peperek, tuna, cakalang, dan tongkol (Partosuwiryo,
2011).
Hasil produksi (tangkapan) terbesar adalah jenis udang Barong dengan nilai produksi
sebesar 23,99% , tuna (10,3%) dan layur (10,08%) dari total nilai produksi sebesar Rp
21,2 M. Produksi hasil tangkapan ikan laut pada tahun 2008 (2.151,8 ton) mengalami
penurunan sebesar 18,15 % dibandingkan tahun 2007 (2.629 ton). Ikan tongkol akan
muncul ke permukaan untuk mencari makan dan biasanya akan muncul
24