Upload
hangger-putro-pangarso
View
482
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINOVAL KARSINOMA
DI RUANG A2 ( BEDAH WANITA & ANAK )
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun oleh:
DIAN AJI WIBOWO
P. 17420110007
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2012
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINOVIAL SARKOMA
DI RUANG A2 ( Bedah Wanita & Anak ) RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
a. Definisi
Sarkoma jaringan lunak adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan mesenchym yang
terdapat pada kerangka tubuh, kepala, leher dan ekstremitas kecuali tulang dan tulang rawan.
Dalam kategori jaringan lunak termasuk otot, tendon, fascia, ligament, lemak, pembuluh darah,
pembuluh limfe, saraf perifer, saraf autonom, ganglion, bursa, synovia, kartilago palpebra,
kartilango telinga dan lain-lain, namun tidak termasuk tulang, kartilago, sumsum, kartilago
hidung, mamae dan jaringan lunak dalam organ.
Synovial sarcoma: Sebuah keganasan bermutu tinggi pada jaringan lunak. Terjadi di
daerah para-artikular. Serta jarang terjadi di dalam sendi. Insidennya di Indonesia belum
diketahui pasti, namun diperkirakan 1 per 100.000 penduduk dan merupakan 1% dari seluruh
tumor ganas. Sekitar 60% sarkoma jaringan lunak mengenai ekstremitas, dimana ekstremitas
bawah 3 kali lebih sering daripada ekstremitas atas. Sisanya, 30% mengenai badan dan 10%
mengenai kepala dan leher.
Faktor predisposisi sarkoma jaringan lunak adalah genetika, radiasi, virus, iatrogenik
(mis. Radiasi), dan imunologi. Lokasi: Lower ekstremitas: 60%, Upper ekstremitas: 25%.
Batang: 10%. Kepala / leher: 10%. Tidak ada penyebab dikenal, tetapi koneksi genetik untuk
sarkoma sinovial ada. Synovial sarcoma: Terjadi pada pasien muda (15-40 tahun),
Pria:Wanita adalah rasio 1,2:1. Tidak ada faktor risiko yang diketahui.
2
b. Etiologi
Genetika Sinovial: Sebuah kelainan kromosom karakteristik ditemukan dalam semua
kasus. Balanced translokasi timbal balik: t (X; 18) (p11.2; q11.2): SYT gen pada kromosom 18
SSX1 atau SSX2 pada kromosom X Gen fusi produk: SYT-SSX1, SYT-SSX2
c. Patofisiologi
Sinovial sarkoma: Tidak diatur pertumbuhan massa jaringan lunak. Hematologi
menyebar ke paru-paru. Limfatik menyebar ke kelenjar getah bening\ sarkoma epithelioid dapat
timbul dalam jaringan superfisial atau mendalam. Ketika dangkal, itu tumbuh di jaringan bawah
kulit sebagai benjolan dan mungkin memborok melalui kulit.
Dalam jaringan yang mendalam, seringkali terpasang kuat ke otot, tendon, atau struktur
fasia. Dalam 'Klasifikasi WHO dari Jaringan Lunak dan Bone Tumor' terakhir SS
diklasifikasikan di antara tumor ganas diferensiasi yang tidak pasti, tidak memiliki sebuah
jaringan mitra yang tepat normal (WHO 2002). Bahkan jika khas dari jaringan lunak, SS
dijelaskan juga di situs lain, seperti ginjal, paru, dan pleura.
Temuan Gross: Diameter SSS bervariasi dari 3 sampai 10 sentimeter (cm). Tumor
cenderung multinodular dan dapat fibrosis. Ketika mereka tumbuh lambat, mereka cenderung
telah mendorong margin dan dibatasi oleh pseudocapsule berserat. SS diferensiasi buruk tumbuh
pesat dengan margin infiltratif, menunjukkan perdarahan dan nekrosis.
Histologi Temuan: SS terdiri dari dua jenis sel morfologi dan immunophenotypically
berbeda: sel spindle, seragam dan relatif kecil, dengan inti oval dan sitoplasma langka,
membentuk lembaran solid, dan sel epitel, yang ditandai dengan diferensiasi epitel benar.
SSS diklasifikasikan berdasarkan penampilan morfologi mereka sebagai:
Biphasic SS
Monophasic SS
Monophasic epitel SS (luar biasa)
SS Diferensiasi buruk
3
Biphasic SS menunjukkan baik spindle dan sel epitel dalam proporsi yang bervariasi.
SS monophasic hanya menunjukkan komponen sel spindle.
SS epitel kelenjar monophasic murni adalah entitas teoritis dan membutuhkan genetika
molekuler harus dibedakan dari adenokarsinoma.
SS diferensiasi buruk menunjukkan salah satu dari tiga pola morfologi: sel besar /
epithelioid / rhabdoid pola, pola sel kecil, dan spindle tinggi pola sel kelas
Sarkoma sinovial buruk Differentiated dianggap sebagai bentuk kemajuan, dengan
perilaku yang lebih agresif dan persentase yang lebih tinggi metastasis (Weiss 2001). Di daerah
kurang selular bisa ada hialinisasi, perubahan myxoid dan kalsifikasi, dengan atau tanpa
perubahan osifikasi dan jarang chondroid.
d. Tanda dan Gejala
Pasien datang dengan massa jaringan lunak. Nyeri hadir dalam ~ 50%.
Beberapa pasien catatan kehadiran jangka panjang dari massa. Mungkin pertumbuhan yang
lambat atau cepat. Pasien dapat mencatat bahwa massa telah hadir untuk waktu yang singkat dan
berk embang atau yang telah ada untuk waktu yang lama dengan pertumbuhan sedikit atau tidak
ada.
Gangguan mobilisasi atau pergerakan bisa juga terjadi pada pasien dengan synovial
sarcoma karena dengan adanya massa yang membesar di sekitar sendi dan mendesak sendi,
sangat memungkinkan penderita akan kesulitan untuk menggerakkan sendi tersebut.
4
e. Pemeriksaan Klinis
A. Anamnesis
Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan utama pasien
SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering
dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut. Untuk SJL lokasi di
visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak nyeri, hanya
sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat pula perdarahan gastro intestinal,
obstruksi usus atau berupa gangguan neuro vaskular.
Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya, keluhan yang
berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar, dan ketuhan yang
berhubungan dengan metastasis jauh.
5
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-tanda
metastasis pada paru, hati dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi:
a. Tumor primer:
Lokasi tumor
Ukuran tumor
Batas tumor, tegas atau tidak
Konsistensi dan mobilitas
Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik dan tanda-tanda
bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.
b. Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.
6
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya inliltrasi pada tulang.
2. MRI/CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya
3. Angiografi atas indikasi
4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru
5. USG hepar/sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasis
6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.
7. Biopsi
Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)
Sebaiknya dilakukan “core biopsy” atau “tru cut biopsy” dan lebih dianjurkan untuk
dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm dilakukan biopsi eksisi dan bila
> 3 cm dilakukan biopsi insisi.
8. Untuk kasus kasus tertentu bila meragukan dilakukan emeriksaan imunohistokimia
Setelah dilakukan pemeriksaan di atas diagnosis ditegakkan, selanjutnya ditentukan
stadium sebelum melakukan tindakan terapi terlebih dahulu harus dipastikan kasus SJL tersebut
kurabel atau tidak, resektabel atau tidak, dan modalitas terapi yang dimiliki, serta tindakan
rehabilitasi.
7
f. Prosedur Terapi
Risk-adapted treatment program for synovial sarcoma, European pediatric Soft Tissue
Sarcoma Study Group EpSSG, NRSTS 2005 protocol.
Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu:
1. Ekstremitas
2. Visceral/ retroperitoneal
3. Bagian tubuh lain
4. SJL dengan metastasis jauh
8
A. Ekstremitas
Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan tindakan “the
limb-sparring operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant (radiasi/khemoterapi). Tindakan
amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir. Tindakan yang dapat dilakukan selain
tindakan operasi adalah dengan khemoterapi intra arterial atau dengan hyperthermia dan “limb
perfusion“.
1. SJL Pada Ekstremitas Yang Resektabel
Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan secara biopsi
insisi/eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka dilakukan
tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih operabel/resektabel, eksisi luas yang dilakukan
adalah eksisi dengan “curative wide margin‘: yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona
reaktif tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna disekitar tumor yang terlihat secara
inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang vaskuler, degenerasi otot, edema dan jaringan
sikatrik.
Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan adjuvant setelah
tindakan eksisi luas.
Bila SJL ukuran > 5 cm dan. gradasi rendah, perlu ditambahkan radioterapi eksterna
sebagai terapi adjuvan. erlu ditambahkan
Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi dittambahkan radioterapi eksterna atau
brakhiterapi sebagai terapi adjuvan
Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, pertu dipertimbangkan pemberian
khemoterapi preoperatif dan pasta operatif dilakukan pemberian radioterapi eksterna atau
brakhiterapi.
9
2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel
Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu:
Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu ditakukan radioterapi preoperatif atau neo
adjuvan khemoterapi sebanyak 3 kali.
Pilihan lain adatah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudiian dilanjutkan dengan radiasi
pasta operasi atau khemoterapi. Eksisi yang dapat dilakukan:
Eksisi “wide margin” yaitu 1 cm diluar zona reaktif.
Eksisi “marginal margin” yaitu pada batas pseudo capsul.
Eksisi “intralesional margin” yaitu memotong parenchim tumor atau debunking, dengan
syarat harus membuang massa tumor > 50% dan tumornya harus berespon serhadap
radioterapi atau khemoterapi.
Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap radioterapi atau
khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi.
B. SJL Di Daerah Viseral/Retroperitoneol
Jenis histopatotogi yang sering ditemukan adalah liposarkoma dan leiomiosarkoma. Bila
dari penilaian klinis/penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral/retroperitoneal harus dilakukan
pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum operasi
dilakukan “persiapan kolon” untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang
utama untuk SJL viseral/retroperitoneal adalah tindakan operasi.
Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui ginjal kontralateral
dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai dengan tindakan nefrektomi. Dan
bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi kolon. Seringkali tindakan eksisi luas
yang dilakukan tidak dapat mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital
seperti aorta, vena cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan
terbatas pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi adjuvan, berupa
khemoterapi dan atau radioterapi.
10
C. SJL Dengan Metastasis luas
Bila lesi metastasis tunggal masih operabel/ resektabel dapat dilakukan tindakan eksisi,
tetapi bila tidak dapat dieksisi, maka dilakukan khemoterapi dengan Doxorubicin sebagal obat
tunggal atau dengan obat khemoterapi kombinasl, yaitu Doxorublcin + Ifosfamide, terutama
untuk pasten dengan status performance yang baik.
Obat-obat kombinasi yang lain adalah :
Doxorubicin + Dacarbazine
CyVADIC
Doxorubicin + Ifosfamide + Mesna + Dacarbazine
Ruang lingkup : Sarkoma jaringan lunak
Indikasi operasi : Semua sarkoma jaringan lunak. Terapi primer sarkoma jaringan lunak
adalah eksisi luas.
Kontra indikasi operasi : Keadaan umum yang buruk, tumor dengan metastasis (relative)
Diagnosis Banding : Tumor ganas, Tumor jinak jaringan lunak
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, faal hemostasis, fungsi hati, fungsi ginjal, rontgen
thorax, USG abdomen, foto tulang, CT Scan/MRI, hasil patologi anatomi biopsi/kelenjar
limfe regional dengan atau tanpa immunohistokimia
g. Algoritma Dan Prosedur
Algoritma
Pembedahan merupakan terapi yang utama pada sarkoma soft tissue. Pembedahan secara
garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu Amputasi dan pembedahan yang mempertahankan
tungkai.
11
1. Amputasi
Amputasi dilakukan pada sarkoma enggota gerak dengan batas satu sendi diatasnya. Ada
beberapa syarat bila kita melakukan amputasi:
Lokal rekuren pada high grade karsinoma
Mengenai pembuluh darah utama
Mengenai jaringan saraf yang utama
Sudah mengenai tulang di bawahnya
Sudah teradi kontaminasi sel karsinoma yang lugs
Sudah terjadi fraktur patologis
Infeksi pada tempat biopsi atau tumornya sendiri
2. Pembedahan yang mempertahankan anggota gerak (limb salvage)
Dalam pembedahan yang mempertahankan anggota gerak, bisa kita lakukan beberapa
prosedur antara lain: Compartment resection, wide local excition dan marginal excition
Marginal Excition
Pada marginal eksisi, eksisi dilakukan melalui pseudocapsul (reactive zone) dimana
secara mikroskopis sel-sel karsinoma masih tertinggal, daerah yang kita operasi
terkontaminasi oleh sel-sel karsinoma. Terjadinya rekurensi tinggi, bisa mencapai 100%
pada yang high grade dan pada yang low grade juga tinggi.
Biasanya marginal eksisi dilakukan pada sarkoma di retroperitoneal atau pada kepala-
leher, yang segera diikuti dengan pemberian radioterapi dan kemoterapi.
Wide lokal eksisi
Pada wide lokal eksisi, eksisi dilakukan 2-3 cm diluar pseudocapsul (reactive zone), bila
kita ingin menyelamatkan saraf dan pembuluh darah maka eksisi bisa dilakukan lebih
sempit lagi.
Sebelum kita melakukan wide lokal eksisi, kita harus memperhatikan tipe histologi,
grade, ukuran tumor, dan lokasinya dimana.
12
Compartment reseksi
Compartment reseksi adalah suatu tindakan yang radikal pada operasi penyelamatan
anggota gerak yang mana tumor beserta dengan otot di sekitarnya pada compartment
tersebut diangkat.
Reseksi ini seringkali dilakukan pada ekstremitas bawah yang terbagi menjadi
compartment anterior, medial dan posterior.
Sarkoma pada paha yang tidak melewati batas dari compartment dapat dilakukan
compartment reseksi.
ad. Reseksi compartment anterior
Compartement anterior meliputt otot vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius,
rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus kutanaeus.
Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai kelompok otot
quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius serta rectus femoris) dan
tidak mengenai tulang atau struktur neurovaskuler yang penting.
Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi dari kaki dan
hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian medial dari kaki.
Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari otot lateral atau
medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis (AFO) dengan plantar fleksi 5°.
Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari seksual,
merusak rekonstruksi tendon, dan tertadinya kekakuan yang hebat pada lutut.
Teknik Operasi
A. Reseksi compartment anterior
Compartement anterior meliput otot vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius,
rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus kutanaeus.
Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai kelompok otot
quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus intermedius serta rectus femoris) dan
tidak mengenai tulang atau struktur neurovaskuler yang penting.
13
Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi dari kaki dan
hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian medial dari kaki.
Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari otot lateral atau
medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis ( AFO ) dengan plantar fleksi 5°.
Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari seksual,
merusak rekonstruksi tendon, dan terjadinya kekakuan yang hebat pada lutut.
1. Posisi pasien telentang.
2. Insisi elip longitudinal mulai dari anterior inferior iliac spine sampai ke patella, bila
patella terkena insisi diperlebar sampai tuberkel tibia, tulang patella juga dieksisi
3. Kita buat flap (kulit dan jaringan subcutan) superficial dari fascia lata dengan batas
medialnya otot adductor dan batas lateralnya otot-otot fleksor vena saphena diligasi pada
fossa ovalis
4. Otot-otol quadriceps kita traksi ke lateral, cabang arteri dan vena femoralis yang ke otot-
otot tersebut kita ligasi mulai dari atas ke bawah, pada daerah kanal hunter kita
memotong otot yang melintang arteri femoralis
5. Pemotongan origo dan otot tensor fascia lata pada wing dari tulang ilium, origo dari otot
sartorius pada SIAS, serta origo dari otot rectus femoris pada anterior inferior iliac spine
dengan elektrocauter
6. Dilanjutkan dengan pemotongan origo dari otot-otot vastus lateralis, medial dan
intermedius pada femur.
7. Insersi pada tulang patella dipotong pada tulang tersebut juga ikut terpotong bursa dari
pre dan postpatela serta insersi otot vastus medial juga dipotong pada ligamen kolateral
medialis
8. Rekonstruksi dilakukan dengan menjahitkan otot-otot gracilis dan bisep femoris ke
tendon dari patella setelah kita bebaskan dari ligamen kolateral medial dan lateral lalu
kedua otot tersebut kita jahitkan untuk menutupi.
14
9. 1 /3 distal dari femur
10. Cuci luka operasi dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah drain dibawah flap.
Dan fiksasi drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistim suction tertutup dengan vakum.
Mobilisasi pasien setelah edema berkurang
11. 2 minggu kemudian penderita memakai ankle/fool orthosis
B. Reseksi compartment posterior
Compartment posterior meliputi otot hamstring group. Reseksi ini idealnya dilakukan
pada tumor grade 1 dan grade 2 yang terbatas pada compartment ini. Bila tumor sudah mengenai
nervus sciatic, maka nervus ini diambil juga dengan fungsi kaki yang memuaskan.
1. Posisi pasien tertelungkup
2. Insisi elip dari poplitea sarnpai pelipatan pantat, lalu dibuat flap dengan batas
medialnya otot gracilis dan batas lateralnya iliotibial tract
3. Flap dilakukan lalu tampak otot-otot semitendinosus, semimembranosus, bisep femoris
4. Klem Origo lalu dipotong pada ischial tuberositas
5. Kemudian otot-otot dibebaskan
6. Arteri, vena yang ke otot-otot tersebut diligasi serta nervus juga dipotong
7. Insersi dari otot bisep femoris (long head) dipotong pada daerah tendonnya, disini hati-
hati jangan mencederai nervus peroneus
8. Insersi dari otot semimembranosus dan semitendinosus dipotong pada daerah
tendonnya
9. Nervus sciatic juga diangkat bila terkena infiltrasi tumor
10. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua drain. Dan fiksasi
drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistem suction tertutup dengan vakum.
15
C. Reseksi compartment medial
Compartment medial meliputi m. gracilis, adductor (longs, brevis, magnus) dan m.
pectineus. Reseksi ini hasilnya paling baik dibandingkan dengan yang lain. Eksisi dari kelenjar
getah bening tidak dianjurkan kecuali bila tumor tersebut secara langsung mengenai kelenjar
tersebut, pada rhabdomiosarcoma atau sinovial sarcoma yang Bering metastase ke kelenjar getah
bening, kelainan pada kelenjar hanya sebesar 20%.
1. Posisi pasien terlentang dengan kaki sedikit fleksi dan abduksi.
2. Insisi elip dari tuberkel pubis sampai epicondilus medialis dari tibia, T insisi dilakukan
bila tumor tersebut besar atau pada bagian atas dari otot-otot adductor, flap dibuat dengan
batas lateral otot sartorius, batas medialnya ototoitot fleksor.
3. Kita buat flap dengan batas atas ramus pubis, batas bawah epicondilus medial dari tibia,
batas lateral otot sartorius, batas medialnya otot-otot fleksor.
4. Arteri femoralis profondus diligasi dibagian distal dari medial circumflex arteri femoralis
5. Otot-otot adductor dipotong origonya pada tulang pubis mulai dari origo otot pectineus,
adductor longus, adductor brevis, gracilis, adductor magnus
6. Secara tajam otot-otot adductor dibebaskan dari otot-otot fleksor dan nervus sciatic
7. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah drain dan fiksasi
drain pada kulit lalu hubungkan pada sistim suction tertutup dengan vakum
Komplikasi operasi
a. Perdarahan
Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada insisional
biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan merembes dan tidak dapat dijahit
(jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan balut tekan diatas titik perdarahan.
16
b. Infeksi dan Nekrosis Flap
Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat, atau sudah ada
infeksi di daerah yang di biopsi. Nekrosis flap terjadi bila terlalu tegang atau terlalu tipis, atau
tulang menekan flap dari dalam (pemotongan tulang kurang pendek).
Komplikasi Operasi : Perdarahan, Infeksi, Nekrosis
Mortalitas : Tergantung berat – ringannya penyakit
j. Perawatan Pasca Bedah
Elevasi tungkai selama 3-5 hari untuk mencegah edema post operasi
Drain diangkat kira-kira pada hari ke 5 bila produsi minimal
Antibiotika diberikan selama 3-5 hari sampai drain diangkat
Isometrik exercise esok harinya setelah operasi
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengakajian
• Nyeri diatas area yang sakit dari ekstremitas, khususnya pada malam hari.
• Keterbatasan pengguanaan ekstremitas
• Anoreksia
• Penurunan berat badan
• Kelelahan
• Pembengkakan lokal dengan atau tanpa trauma
• Peningkatan suhu kulit diatas area yang dipengaruhi
17
B. Diagnosa keperawatan
1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosis kanker dan prognosa yang
tidak pasti
Kriteria hasil:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun pada tingkat yang dapat
mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses
pengambilan keputusan.
Intervensi keperawatan:
a. gunakan pendekatan yang tenang dan berikan suatu suasana lingkungan yang
dapat diterima.
R/ membantu pasien dalam menbangun kepercayaan pada tenaga kesehatan
b. evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan
R/ membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan.
c. dorong sikap harapan yang realistis
R/ meningkatkan kedamaian diri
d. dukung pengguanaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai
R/ meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
e. klasifikasi persepsi pasien tentang proses penyakit, pengobatan .
R/ membantu dalam memahami informasi yang penting dan menghilangkan
mitos.
f. jawab pertanyaan pasien atau bantu mereka dalam mendapatkan informasi.
R/ menemulan kebutuhan penyuluhan pasien mungkin dapat membantu dalam
koping
g. dorong untuk bersikap asertif dalam mencari informasi
R/ untuk menemukan kebutuhan pasien.
18
2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengobatan kemoterapi berkaitan dengan
destruksi secara cepat pembelahan sel hematopoetik normal yang mengakibatkan
immunosupresi.
Kriteria hasil:
Penurunan potensial infesksi
Intervensi keperawatan:
a. pantau infeksi sistemik atau lokal infeksi
R/ kekurangan neutropil selama granulositopenia menghambat kemampuan untuk
melawan infeksi dan dapat menutupi munculnya tanda- tanda infeksi.
b. pantau tanda- tanda vital setiap 4 jam dan lebih sering jika diperlukan.
R/ demam atau hipotermia mungkin mengindikasikan munculnya infeksi pada pasien
granulositopetik.
c. kaji semua daerah prosedur invasif terhadap kemungkinan adanya tanda infeksi
R/ membantu mengidentifikasi komplikasi
d. kaji kemungkinan adanya kerusakan kulit dan permukaan mukosa
R/ kulit dan membran mukosa memberikan jalan pertama dari pertahanan terhadap
mikroorganisme
e. laporkan demam diatas 37,7 C dengan segera
R/ peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan jumlah sel darah putih yang rendah
mungkin hanya merupakan tanda infeksi pasien.
f. mulai terapi antibotik dengan segera setelah diperoleh kultur yang perlu.
R/ pasien dapat mengalami sepsis dalam12 jam demam tinggi jika tidak diobati
dengan antibiotik.
g. bantu pasien mengenai kebersihan diri meliputi mandi, kebersihan mulut dan
perawatan perineal.
R/ menurunkan kehadiran organisme endogen.
h. anjurkan istirahat sesuai kebutuhan
R/ keletihan dapat menekan sistem imun tubuh
i. ganti semua balutan setiap hari termasuk pada jalur sentral
R/ mencegah sepsis pada daerah invasif atau daerah lain.
19
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah dan diare karena kemoterapi
kriteria hasil:
pasien mempertahankan berat badan 5 % sebelum pengobatan. Pasien tidak mengalami
mual, muntah atau jika akan dikontrol dan diminimalkan.
Intervensi keperawatan:
a. kaji masukan makanan dan cairan.
b. beritahu jika pasien mempunyai beberapa jenis alergi
c. kolaborasi dengan ahli gizi sesuai kebutuhan
d. timbang berat badan pasien saat masuk dan setiap minggu dengan menggunakan
timbangan yang sama
e. anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
f. instruksikan untuk menelan obat antiemetik sebelum makan jika ada mual atau
muntah
g. anjurkan pasien untuk mencoba makanan yang berbeda jika ada perubahan rasa
kecap.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan efek samping kemoterapi yang dapat
mengakibatkan kemoterapi hematuria atau tosisitas renal.
Krietria hasil:
Eliminasi urine optimal dapat dipertahankan
Intervensi keperawatan:
a. pantau eliminasi urine yang meliputi warna, jumlah, adanya sel darah merah.
Ureum, keratinin
b. berikan kemoterapi pada pagi hari
c. instruksikan pasien untuk minum paling sedikit 8- 12 gelas perhari sebelum atau
sesudah kemoterapi.
d. Instruksikan pasien untuk berkemih setiap dua sampai tiga jam sebelum tidur dan
ketika bangun di malam hari.
e. Beritahu mengenai rasioanal untuk masukan cairan adekuat dan sering berkemih.
20
5. Nyeri berhubungan dengan intervensi pembedahan
Kriteria hasil:
Nyeri tidak ada atau terkontrol
Intervensi keperawatan:
a. tentukan letak nyeri, karakteristik, kualitas dan beratnya sebelum pasien
mendapatkan pengobatan.
b. Cek pesanan medis terhadap obat, dosis dan frekuensi pemberian analgetik
c. Cek riwayat alergi obat
d. Pilih analgesik yang sesuai jika lebih dari satu yang diresepkan.
e. Pantau tanda- tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik
untuk dosis pertama atau jika ada tanda yang tidak umum mohon dicatat.
f. Bantu relaksasi untuk memfasilitasi respon terhadap analgetik
g. Berikan analgetik pada waktunya terutama untuk nyeri berat.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, nyeri karena
pembedahan atau amputasi bagian tubuh yang terkena, interupsi pembedahan atau
pengangkatan otot – otot ,kartilago dan ligamen.
Kriteria hasil:
Pasien mampu bergerak atau berpidah secara mandiri
Intervensi keperawatan:
a. Kaji puntung terhadap pembengkakan dan tanda –tanda infeksi.
b. Kaji balutan terhadap perdarahan
c. Tinggikan kepala tempat tidur selama 24 jam pertama setelah amputasi
d. Posisikan anggota badan yang sakit pada kesejajaran tubuh yang tepat
e. Posisikan pasien degan amputasi kaki pada lambung 3 x sehari
f. Posisikan puntung dibawah lutut pada posisi ekstensi
g. Berikan alat untuk berpegangan diatas tempat tidur
h. Bantu dalam latihan dengan tepat
21
DAFTAR PUSTAKA
Charlotte And Gale.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Egc. Jakarta
Mezzelani A, Mariani L, Tamborini E, et al. SYT-SSX fusion genes and prognosis in synovial
sarcoma. Br J Cancer 85:1535-1539, 2001.
Spillane AJ, A'Hern R, Judson IR, et al. Synovial sarcoma: a clinicopathologic, staging, and
prognostic assessment. J Clin Oncol 18 :3794-3803, 2000.
WHO Classification of Tumours. Pathology and Genetics. Tumours of Soft Tissue and Bone.
CDM Fletcher, KK Unni, and F Mertens eds. IARC Press, Lyon, 2002.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta: EGC
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
22